2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 %...

17
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Air Limbah Secara Umum Air limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda- benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik. Kotoran-kotoran itu merupakan campuran dari zat-zat mineral dan organik dalam banyak bentuk, seperti partikel-partikel besar dan kecil benda padat, sisa-sisa bahan larutan dalam keadaan terapung, koloid dan setengah koloid (Mahida, 1981). Menurut Sugiharto (1987), zat-zat yang terdapat dalam air limbah secara garis besar dapat dikelompokkan seperti pada Gambar 2. Protein (65 %) Butiran Karbohidrat ( 25 %) Garam Lemak (10 %) Metal Gambar 2. Skema pengelompokan zat-zat yang terdapat dalam air limbah (Sugiharto, 1987) 2.2. Karakteristik Air limbah tekstil Widyanto dan Soerjani (1983) in Rachmawati (1994), menyatakan bahwa bahan-bahan yang mungkin mengkontaminasi air limbah industri tekstil melalui proses dyeing/finishing, antara lain adalah NaOH, Na2CO3, deterjen, coloring, substances, starch, wax, pectines, alkohol dan acids. Air limbah industri tekstil (rayon) mungkin akan mengandung bahan- bahan pembantu yang digunakan sebagai bahan koagulasi (Na2SO4, ZnSO4, H2SO4), Air (99,9 %) Anorganik Organik Bahan padat (0,1 %) Air limbah

Transcript of 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 %...

Page 1: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Air Limbah Secara Umum

Air limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan dan terutama terdiri

dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-

benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik. Kotoran-kotoran itu

merupakan campuran dari zat-zat mineral dan organik dalam banyak bentuk,

seperti partikel-partikel besar dan kecil benda padat, sisa-sisa bahan larutan dalam

keadaan terapung, koloid dan setengah koloid (Mahida, 1981).

Menurut Sugiharto (1987), zat-zat yang terdapat dalam air limbah secara

garis besar dapat dikelompokkan seperti pada Gambar 2.

Protein (65 %) Butiran

Karbohidrat ( 25 %) Garam

Lemak (10 %) Metal

Gambar 2. Skema pengelompokan zat-zat yang terdapat dalam air limbah (Sugiharto, 1987)

2.2. Karakteristik Air limbah tekstil

Widyanto dan Soerjani (1983) in Rachmawati (1994), menyatakan bahwa

bahan-bahan yang mungkin mengkontaminasi air limbah industri tekstil melalui

proses dyeing/finishing, antara lain adalah NaOH, Na2CO3, deterjen, coloring,

substances, starch, wax, pectines, alkohol dan acids.

Air limbah industri tekstil (rayon) mungkin akan mengandung bahan-

bahan pembantu yang digunakan sebagai bahan koagulasi (Na2SO4, ZnSO4, H2SO4),

Air

(99,9 %)

Anorganik Organik

Bahan padat

(0,1 %)

Air limbah

Page 2: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

5

5

bahan yang dipakai dalam proses dulling, finishing, bleaching, water treatment, effluent

treatment dan zat untuk pembebas sulfur. Sedangkan limbah padat terdiri dari

bahan pengotor (debu, pasir, dan lain sebagainya), bahan dari pulp yang tidak

larut, selulosa dan serat rayon yang lolos (Suratmo,1991).

Air limbah dari proses pemerseran mengandung soda kaustik sebanyak

lebih kurang 5%. Air limbah ini bersifat alkali, mengandung banyak zat padat

terlarut (TDS) dengan nilai BOD tinggi. Secara umum air limbah yang dihasilkan

dari proses basah mempunyai sifat basa, BOD tinggi, berwarna, berbusa, berbau

dan memiliki suhu tinggi (BAPEDAL, 1994)

Menurut Jorgensen (1979) in Rachmawati (1994), pencemaran akibat limbah

industri tekstil sangatlah bervariasi dan tergantung pada jenis tekstil yang

diproduksi. Komposisi air limbah tekstil jenis katun pada umumnya seperti

tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi air limbah industri tekstil jenis katun (Jorgensen, 1979)

Parameter Satuan Nilai

pH - 6 – 10 Total dissolved matter mg/l 500 – 3000 Volatile dissolved matter mg/l 300 – 2500 Permanganate value mg/l 100 – 2000 BOD mg/l 300 – 1200 Chloride mg/l 100 – 300 Organic Nitrogen mg/l 10 – 30 Ammonium Nitrogen mg/l Hanya sedikit *) Warna - Kuning muda

Kecoklatan * tidak ada keterangan lebih lanjut

2.3. Sumber Pencemar Air Limbah Pada Industri Tekstil

Secara umum proses produksi industri tekstil terdiri dari proses

pemintalan, penenunan, perajutan, penyempurnaan, dan konveksi. Pemintalan,

penenunan, perajutan dan konveksi hanya memerlukan sedikit air, sedangkan

penyempurnaan untuk proses basah memerlukan air dalam jumlah besar dan

menghasilkan air limbah yang besar pula.

Menurut BPPI (1986) in Rachmawati (1994), kebutuhan air pada proses

penyempurnaan tergantung dari proses basah yang dilakukan. Untuk setiap

Page 3: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

6

6

kilogram bahan tekstil yang diproses, air yang dibutuhkan dapat mencapai 300-400

liter. Sedangkan bahan pewarna, zat kimia dan bahan pembantu penyempurnaan

diperlukan 5 % dari berat tekstil yang diproses. Bahan-bahan ini sebagian kecil

terserap oleh bahan tekstil dan tetap berada dalam bahan tekstil sampai proses

selesai, sedangkan sisanya akan terbuang sebagai air limbah.

Sumber pencemar air limbah pada industri tekstil dibagi menjadi 2, yaitu

yang berasal dari proses produksi dan limbah domestik. Proses produksi tekstil

yang menghasilkan air limbah adalah proses penghilangan kanji (desizing),

pemerseran (mercerizing), pengelantangan (bleaching), pencelupan (dyeing),

pencapan (printing) dan penyempurnaan (finishing). Dari semua proses ini,

pencelupan (dyeing) dan pembilasan kanji (desizing) memerlukan air dalam jumlah

besar, sehingga jumlah limbah cair yang dihasilkan relatif tinggi. Semakin besar

kapasitas produksi, maka akan semakin besar pula limbah yang akan dihasilkan.

Banyaknya limbah tersebut seringkali menyebabkan peningkatan debit air limbah

yang masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Andalusia, 2006).

Sumber bahan pencemar air limbah yang lain adalah limbah domestik.

Limbah domestik berasal dari toilet dan air limbah kantin. Limbah dari toilet akan

dikumpulkan dalam septic tank, kemudian dipisahkan limbah padat dan cair.

Limbah padat akan diendapkan dalam septic tank, sedangkan limbah cair akan

dialirkan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

2.4. Proses Pengolahan Air Limbah Industri Tekstil

Menurut Sugiharto (1987), tujuan pengolahan air limbah adalah untuk

mengurangi BOD, partikel tersuspensi, serta membunuh organisme patogen. Selain

itu, pengolahan bertujuan pula untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen

beracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasi yang ada

menjadi rendah.

Pada umumnya terdapat empat tahapan perlakuan dalam pengolahan

limbah konvensional yaitu : pengolahan pendahuluan atau pretreatment,

pengolahan pertama yaitu pengolahan fisik (sedimentasi) atau primary treatment,

pengolahan kedua yaitu pengolahan biologi (filtrasi biologi atau lumpur aktif) atau

secondary treatment dan pengolahan lumpur atau sludge treatment (pelapukan

Page 4: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

7

7

anaerobik dari lumpur yang dihasilkan pengolahan pertama dan pengolahan

kedua) (Mara 1976 in Rachmawati 1994).

Odum (1971) menyebutkan bahwa ada tiga tahap pengolahan air limbah

yang umum dilakukan yaitu : pengolahan pertama (primary treatment), pengolahan

kedua (secondary treatment) dan pengolahan ketiga (tertiary treatment). Pengolahan

pertama akan memisahkan benda-benda yang mengapung atau yang akan

mengendap dari air limbah. Semua proses untuk mengurangi kadar polutan

dikerjakan secara fisika yang sering disebut sebagai tahap pengolahan mekanik

yang meliputi pengambilan pasir (grit removal), penyaringan (screening),

penyortiran (sorting) benda kasar (griding) dan pengendapan (sedimentation). Dalam

hal ini Odum (1971) menggabungkan antara pre-treatment dan primary treatment

sebagai pengolahan pertama. Pengolahan kedua mencakup proses oksidasi biologi

dengan tujuan utama untuk menghilangkan BOD. Terdapat tiga metode yang

sering dipakai, yaitu : penggunaan lumpur aktif (activated sludge), penyaringan

dengan tetesan (tricking filter) atau kolam oksidasi (oxidation ponds). Pengolahan

ketiga yang sering disebut pengolahan lanjutan (advanced treatment) adalah

pengolahan secara kimiawi meliputi koagulasi dan flokulasi.

Dari berbagai litelatur dan kenyataan di lapang, urutan-urutan pengolahan

limbah dapat saja berbeda. Misalnya pengolahan kimia (koagulasi dan flokulasi)

ditempatkan pada urutan pertama (sebagai primary treatment), yaitu setelah

penyaringan, pengambilan pasir dan pemisahan minyak (pretreatment), selanjutnya

diikuti oleh tahap pengolahan kedua atau secondary treatment (misalnya dengan

metode biologi). Bagan alir pengolahan air limbah PT. UNITEX secara lengkap

dapat dilihat pada Gambar 3.

Pengolahan air limbah PT. UNITEX dilakukan dalam rangka

mengendalikan atau membatasi terbuangnya bahan-bahan pencemar ke

lingkungan perairan di sekitarnya. Meskipun bahan-bahan pencemar ini tidak

sepenuhnya dapat dihilangkan dari air limbah, namun diharapkan dapat

memenuhi ambang baku mutu air buangan yang ditetapkan pemerintah. Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terdapat di PT. UNITEX melakukan

penanganan air limbah secara berkesinambungan selama 24 jam dengan kapasitas

pengolahan maksimum sebesar 3000 m3 per hari. Proses penanganan air limbah

PT. UNITEX dilakukan dengan cara fisika, kimia dan biologi (Irawan, 2006).

Page 5: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

8

8

2.4.1 Pengolahan pendahuluan (Pre Treatment)

Pengolahan pendahuluan yang dilakukan berupa penyaringan air limbah,

baik menggunakan saringan kasar maupun halus. Saringan kasar berupa rangka

berjeruji (iron bars) dengan jarak antar jeruji 50 mm, 20 mm dan 10 mm.

Penyaringan ini bertujuan untuk menyaring sisa-sisa benang atau kain yang

terbawa dalam air limbah pada saat proses, sedangkan saringan halus berfungsi

untuk menyaring padatan tersuspensi lainnya (Jamhari, 2006).

Pada awal berdirinya IPAL PT. UNITEX tahun 1988, PT. UNITEX

memisahkan air limbah berwarna dengan air umum (tidak berwarna), namun sejak

Maret 2001 kedua macam air tersebut dicampurkan menjadi satu tangki melalui

pipa yang saling berhubungan. Hal ini dilakukan untuk menghomogenkan

karakteristik air limbah (mengencerkan bahan pencemar yang terdapat pada salah

satu air limbah tersebut) sehingga lebih mudah dalam proses pengolahan

selanjutnya.

2.4.2. Pengolahan pertama (Primary Treatment)

Proses pengolahan pertama air limbah PT. UNITEX adalah proses kimia,

yaitu : koagulasi, flokulasi dan sedimentasi, bertujuan agar zat padat terlarut

maupun tersuspensi dapat dihilangkan. Menurut (Irawan, 2006) air limbah yang

terdapat pada tangki ekualisasi dialirkan ke tangki koagulasi 1 (volume 14,2 m3)

untuk penambahan bahan kimia SPT atau ferro sulfat sebagai bahan koagulan untuk

mengikat zat warna terlarut maupun yang tersuspensi. Koagulan ini hanya bisa

bekerja pada pH diatas 8, sehingga penambahan pH increase dibutuhkan pada saat

pH inlet air limbah kurang dari 8, serta penambahan flokulan (polymer) untuk

memperbesar pembentukan gumpalan/flok sehingga mudah untuk diendapkan.

Air limbah dengan gumpalan-gumpalan/flok kemudian dialirkan ke tangki

sedimentasi pertama (primary clarifier, volume 407 m3) untuk diendapkan. Endapan

ini lalu dialirkan menuju belt filter press (pengepresan lumpur) untuk dipisahkan

airnya. Lumpur hasil pengepresan selanjutnya ditangani sebagai limbah padat,

Page 6: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.
Page 7: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

10

sedangkan airnya dikembalikan ke dalam tangki ekualisasi. Air (supernatant) yang

terpisahkan dari tangki sedimentasi di atas lalu dialirkan ke tangki aerasi untuk

selanjutnya mengalami pengolahan tahap kedua secara biologi (disebut juga

Secondary Treatment). Dimensi masing-masing unit pengolahan air limbah PT.

UNITEX dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Dimensi unit-unit pengolahan air limbah PT. UNITEX

Unit Pengolahan Jumlah Volume

(m3)

Total

volume

(m3)

Debit Air *

(m3/hari)

Waktu

Retensi

Pengolahan pertama (Primary Treatment)

Tangki air limbah 2 650+100 750 2160 8,3 jam

Tangki Ekualisasi 1 2000 2000 2160 22,2 jam

Tangki Koagulasi 1

Tangki Sedimentasi 1

1

1

14,2

407

14,2

407

2160

2160

9,4 menit

4,5 jam

Tangki Intermediet 2 3,6+57 60,6 2160 40,4menit

Pengolahan Kedua (Secondary Treatment)

Tangki Aerasi 3 1250+925 2175 2160 24,2 jam

Tangki Sedimentasi 2 1 407 407 2160 4,5 jam

Pengolahan Ketiga (Tertiary Treatment)

Tangki Koagulasi 2 1 12 12 2160 8 menit

Tangki Sedimentasi 3 1 207 207 2160 2,3 jam

Kolam Ikan 1 15 15 2160 10 menit

* Debit air limbah maksimum PT. UNITEX

2.4.3. Pengolahan kedua (Secondary Treatment)

Pengolahan kedua adalah pengolahan biologi dengan metode lumpur aktif,

yang memanfaatkan aktivitas metabolisme organisme dalam menguraikan bahan

organik dan mengurangi padatan tersuspensi. Proses lumpur aktif merupakan

teknik penanganan limbah dengan cara mencampurkan lumpur biologis

(mikroorganisme) pada limbah cair yang diaerasi dan diaduk secara teratur

(Metcalf & Eddy 2003).

Page 8: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

11

Menurut CRS Group Engineers (1978) mekanisme penghilangan (Removal)

bahan organik dalam air limbah (Gambar 4) dengan menggunakan metode lumpur

aktif dapat dijelaskan melalui tiga tahapan penting, yaitu :

1. Transfer

Bahan organik terlarut secara langsung akan masuk atau terserap ke dalam

sel bakteri melalui dinding sel atau membran bakteri. Langkah transfer ini

sebagai suatu usaha bakteri untuk mengubah bahan organik karbon dalam

air limbah menjadi karbondioksida, air, amonia, dan energi (katabolisme).

Mekanisme transfer dalam instalasi pengolahan air limbah secara biologi

berlangsung pada tangki aerasi dan untuk menciptakan kondisi aerobik,

oksigen dapat ditambahkan melalui aerator.

2. Konversi

Merupakan suatu perubahan dari kesediaan bahan makanan (BOD) dalam

air limbah menjadi sel – sel bakteri baru dengan menggunakan energi yang

diperoleh sebelumnya (anabolisme).

3. Flokulasi

Langkah yang menggambarkan, apabila bakteri sudah kenyang dan

aktivitasnya menurun maka mereka akan tenggelam atau mengendap di

dasar pada kondisi air yang tenang. Pada instalasi pengolahan limbah

secara biologi konvensional yang menggunakan lumpur aktif, peristiwa

pengendapan bakteri berlangsung pada tangki sedimentasi (clarifier).

Gambar 4. Mekanisme penghilangan BOD dalam air limbah (CRS Group Engineers, 1978)

Page 9: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

12

Sistem lumpur aktif PT. UNITEX merupakan sistem aerobik yang terdiri

atas: tangki aerasi, tangki penjernih (tangki sedimentasi 2 atau secondary clarifier

dengan volume 407 m3), sistem pemompaan untuk mengembalikan lumpur (Return

Activated Sludge) yang terendapkan dalam tangki sedimentasi 2 dan untuk

membuang kelebihan lumpur (Wasting Sludge) ke belt filter press serta sistem

pemompaan udara (aerasi). PT. UNITEX memiliki 3 tangki aerasi yang saling

berhubungan dengan total kapasitas 2175 m3, 7 buah pengaduk (surface aerator)

dengan kecepatan pengadukan 1440 rpm dan blower yang berfungsi sebagai alat

pemasok udara ke dalam air. Pengaduk dan blower juga berfungsi untuk

mencegah timbulnya gumpalan, serta penggerak laju aliran limbah (Jamhari, 2006).

Proses pengolahan biologi air limbah berlangsung pada tangki aerasi 1

(tangki berbentuk oval), tangki aerasi 2 dan 3 (berbentuk empat persegi panjang).

Dalam tangki aerasi, air limbah bercampur dengan massa mikroorganisme (lumpur

aktif) dan terjadi penguraian bahan organik serta pembentukan sel-sel

mikroorganisme baru. Pada proses penguraian bahan organik oleh lumpur aktif

diperlukan suplai oksigen yang memadai. Konsentrasi oksigen tidak boleh terlalu

tinggi ataupun rendah, berkisar antara 1-2 mg/l. Jika konsentrasi oksigen terlalu

tinggi serta debit air yang masuk besar maka flok-flok di tangki sedimentasi 2 akan

sulit diendapkan, kondisi seperti ini menimbulkan adanya lumpur mumbul (rising

sludge) yang disebut carry over. Untuk mengatasi hal ini dilakukan penanganan

dengan cara mengurangi jumlah kerja pengaduk (surface aerator) pada tangki aerasi

agar lumpur yang terbawa ke tangki sedimentasi 2 lebih kecil, memperbesar

konsentrasi koagulan (polymer) agar flok-flok yang terbentuk lebih cepat

diendapkan serta penambahan Alum (Al2(SO4)3) yang membantu dalam proses

penjernihan dan mampu menurunkan kekeruhan air, karena jika terjadi carry over

kekeruhan air akan meningkat tinggi.

Proses selanjutnya berlangsung dalam tangki sedimentasi 2, disini terjadi

pemisahan antara air yang telah ’bersih’ (berkurang nilai BOD nya) dengan lumpur

aktif dari tangki aerasi. Lumpur dalam tangki sedimentasi 2 sebagian (atau sekitar

90 m3/jam) dikembalikan (sebagai return activated suldge) ke tangki aerasi 1 untuk

regenerasi mikroorganisme serta untuk menjaga keseimbangan sistem biologi,

sedangkan sebagian lagi akan dialirkan ke dalam belt filter press sebagai lumpur

buangan (wasting activated sludge).

Page 10: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

13

2.5.4. Pengolahan Ketiga (Tertiary Treatment)

Pengolahan ketiga merupakan pengolahan lanjutan setelah pengolahan

biologi dengan lumpur aktif dalam tangki aerasi (pengolahan kedua), bertujuan

untuk mengikat partikel tersuspensi (partikel mikroorganisme dan koloid) yang

masih lolos dari pengolahan sebelumnya, meliputi proses koagulasi, flokulasi dan

sedimentasi (Rachmawati, 1994).

Air limbah hasil pengolahan biologi pada tangki aerasi akan mengalir

menuju tangki sedimentasi 2 untuk dilakukan pengendapan. Kemudian air limbah

yang telah diendapkan tersebut akan mengalir menuju tangki koagulasi 2, untuk

proses penghilangan padatan tersuspensi dan penjernihan air dengan

menggunakan Al2(SO4)3 dan polymer. Selanjutnya, air limbah akan dialirkan ke

tangki sedimentasi 3 (volume 207 m3) dan ditambahkan antifoam untuk

menghilangkan busa yang timbul pada effluent. Tangki sedimentasi 3 merupakan

tahapan akhir dari proses pengolahan air limbah PT. UNITEX Air limbah pada

tangki sedimentasi 3 telah melalui tahapan proses penjernihan dan telah melalui

pengukuran uji seperti pH, temperatur, dan warna. Kualitas air limbah pada tangki

sedimentasi 3 telah sesuai dengan baku mutu lingkungan sebelum dibuang ke

badan air. Sebelum dialirkan ke saluran akhir, sebagian air limbah olahan dialirkan

ke kolam ikan, untuk menguji apakah air tersebut sudah layak untuk dibuang ke

badan air serta tidak berbahaya bagi makhluk hidup di lingkungan sekitar.

2.6. Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah

Menurut Clark et al. (1977), pengolahan biologi dengan lumpur aktif

menunjukkan efisiensi terbaik (sekitar 91 %) dalam menghilangkan BOD.

Sedangkan tricking filter memiliki efisiensi terbaik sekitar 83 % dan pengolahan

pertama sekitar 40 %. Pada pengolahan biologi, efisiensi penghilangan BOD akan

menurun bila pH bergeser keluar dari kisaran 6-9. Pada proses sedimentasi,

efisiensi penghilangan padatan tersuspensi adalah 60 % dan penghilangan BOD

sekitar 40 % (Imhoff, 1940 in Rachmawati 1994).

Efisiensi proses pengolahan biologi dipengaruhi oleh beberapa parameter

yaitu :

Page 11: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

14

Rasio F/M (Food to microorganism)

F/M (satuan per hari) adalah rasio keseimbangan antara ketersediaan

bahan organik (BOD5, COD, TOC) sebagai bahan makanan (F=Food) dengan massa

organime (M atau MLVSS= mixed liquor volatile suspended solid) dalam tangki aerasi

(Clark, 1977). Menurut CRS Group Engineers (1978), nilai rasio F/M antara 0,2 – 0,4

per hari menunjukkan lumpur aktif yang bekerja pada kondisi terbaik dimana

tergantung pada sifat limbah dan berbagai faktor lain. Nilai F/M ini dikontrol oleh

kegiatan wasting, yaitu kegiatan pembuangan bagian lumpur biologi dari tangki

aerasi atau dari tangki pengendap kedua. Jika laju wasting-nya tinggi maka nilai

F/M akan meningkat, yang akan mengakibatkan mikroorganisme jenuh dengan

makanan, hasilnya berupa efisiensi pengolahan rendah. Sebaliknya, jika laju

wasting-nya rendah maka nilai F/M rendah dan mikroorganismenya menjadi

kelaparan, yang mengakibatkan efisiensi pengolahannya juga menurun. Oleh

karenanya nilai F/M diupayakan berada dalam kisaran yang optimum, yaitu 0,2 –

0,4 /hari (Suryadiputra, 1995).

SVI (Sludge Volume Index)

SVI adalah tes pengendapan untuk mengetahui kondisi lumpur aktif atau

rasio antara sludge volume dan mixed liquor suspended solids. SVI berguna sebagai

ukuran yang digunakan untuk mengendalikan sludge return ke dalam reaktor

kolam aerasi. Oleh karena itu SVI akan mempengaruhi laju pengembalian lumpur

aktif dan nilai konsentrasi MLSS di dalam kolam aerasi. Nilai khas untuk SVI

dengan MLSS antara 2000 – 3500 mg/l adalah sekitar 80 – 150 ml/g (Suryadiputra,

1995). Menurut CRS Group Engineers (1978) SVI dengan kisaran antara 80 – 120

ml/g menunjukkan kondisi lumpur yang baik. Nilai SVI 200 ml/g menunjukkan

kondisi lumpur yang jelek dengan sifat lumpur sulit mengendap atau karena

terdapatnya mikroorganisme berbentuk filament, sehingga sistem tidak berjalan

efisien (Siregar, 2005). Sedangkan untuk nilai MLSS yang dirancang tidak perlu

melampaui jumlah yang diinginkan, karena pada nilai MLSS yang tinggi akan

menyebabkan efektifitas kerja dari tangki pengendap (Secondary Clarifier) menjadi

kritis. Konsentrasi MLSS merupakan fungsi dari SVI dan rasio lumpur balik (V)

(lihat Gambar 5).

Page 12: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

15

Gambar 5. Grafik Hubungan MLSS, SVI dan Return Sludge Ratio (Joint Committee of the Water Pollution Control Federation and the American Society of Civil Enggineers in Suryadiputra,1995)

CRT (Cell Retention Time)

CRT adalah waktu yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk

melakukan metabolisme makanan (BOD). Nilai BOD pada air hasil olahan (effluent)

yang masih tinggi berarti CRT terlalu pendek sehingga tidak cukup waktu bagi

mikroorganisme untuk melakukan metabolisme bahan organik di air limbah (Clark

et al., 1977).

RAS (Return Activated Sludge)

RAS adalah konsentrasi lumpur aktif yang dikembalikan ke tangki aerasi

guna mencukupi kebutuhan lumpur aktif (lihat Gambar 6). RAS dipengaruhi oleh

CRT dan konsentrasi MLSS (CRS Group Engineers, 1978).

WAS (Wasting Activated Sludge)

WAS adalah konsentrasi lumpur yang harus dibuang dari clarifier (lihat

Gambar 6). Pembuangan lumpur dapat dilakukan bila terdapat kelebihan lumpur

aktif dalam tangki aerasi selama peningkatan beban bahan organik. Menurut

Page 13: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

16

Suryadiputra (1995), apabila jumlah lumpur aktif yang dibuang (WAS) terlalu

banyak maka nilai MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) di dalam tangki aerasi akan

berkurang, selanjutnya turunnya nilai MLSS akan meningkatkan nilai F/M rasio

dan menurunkan nilai CRT. Jadi untuk mempertahankan nilai F/M rasio dan CRT

yang memadai maka pelaksanaan WAS harus tepat.

Influent Effluent

RAS WAS

Tangki Aerasi Tangki

Pengendapan

Gambar 6. Skema pengolahan air limbah konvensional yang memperlihatkan adanya WAS dan RAS (MetCalf dan Eddy, 2003)

Populasi protozoa

Dengan mengetahui populasi protozoa yang terdapat dalam lumpur aktif,

maka kita dapat mengetahui kondisi dalam proses lumpur aktif. Aktifitas

operasional dari lumpur aktif tergantung pada mikroorganisme yang terkandung

di dalamnya, seperti bakteri, alga dan protozoa. Protozoa adalah hewan

multisellular yang terdiri dari 3 kelompok utama yaitu amuba, ciliata dan

flagellate. Dari ketiga kelompok ini, yang terpenting dalam pengolahan air limbah

adalah kelompok ciliata. Ciliata tertentu mampu mengkonsumsi sejumlah besar

bakteri. Jumlah ciliata yang terdapat dalam pengolahan air limbah berkisar 103

sampai 104 per ml (Mara 1976 in Rachmawati 1994). Kehadiran sejumlah besar

flagellata menunjukkan kondisi kekurangan oksigen dan usia lumpur aktif yang

masih muda. Jika gumpalan berukuran kecil dan terdapat sejumlah besar rotifer,

menunjukkan bahwa gumpalan lumpur aktif berusia tua. Kehadiran dari bebagai

jenis dan jumlah mikroorganisme, seperti protozoa menunjukkan suatu proses

yang seimbang (CRS Group Engineers, 1978). Dengan demikian, keberadaan

protozoa dari jenis-jenis tertentu dapat dijadikan indikator akan sehat tidaknya

kondisi lumpur aktif dan indikator akan keberadaan bakteri di dalam lumpur aktif.

Page 14: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

17

2.7. Standar Mutu Air Limbah Industri Tekstil

Pencemaran air merupakan gejala pengotoran atau perubahan kualitas dari

air oleh zat-zat lain sehingga mencapai tingkat yang menggangu pemanfaatan atau

kelayakan peruntukan dan kelestarian lingkungan perairan tersebut. Pencemaran

air dapat berupa pencemaran fisika, kimia dan biologi. Besarnya beban

pencemaran yang ditampung oleh suatu perairan dapat diperhitungkan

berdasarkan jumlah polutan yang berasal dari berbagai sumber aktifitas yang

meliputi air limbah dari berbagai proses (Sutamihardja, 1978).

Menurut Sugiharto (1987), parameter yang perlu diperhatikan dalam air

limbah industri tekstil adalah : BOD5, COD, pH, Total Padatan Tersuspensi, suhu,

Total Padatan Terlarut, minyak dan lemak, warna, bahan beracun, fenol, sulfida.

Tabel 3. Baku mutu air limbah cair untuk industri tekstil

Parameter Baku Mutu

KepMen LH No. 51 Tahun 1995

SK.Gub. Jabar No.6 Tahun 1999

BOD-5 (mg/L) 60 60 COD (mg/L) 150 150 TSS (mg/L) 50 50 Fenol Total (mg/L) 0,5 0,5 Krom Total (Cr) (mg/L) 1,0 1,0 Amonia Total (NH3-N) (mg/L) 8,0 8,0 Sulfida (mg/L) 0,3 0,3 Minyak dan Lemak (mg/L) 3 3 pH Debit limbah maksimum (m3/ton produk)

6 – 9 150

6 – 9 100

Sumber : KepMen LH No.51 Tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair kegiatan industri dan SK.Gub. Jabar No.6 tahun 1999 tentang baku mutu limbah cair kegiatan industri di Jawa Barat

2.7.1. Parameter fisika

Suhu

Suhu air merupakan pengatur utama proses alami dalam lingkungan

perairan. Suhu air mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dan biokimia yang terjadi

dalam air dan organime hidup di dalamnya. Suhu merupakan parameter kualitas

air yang kritis, karena langsung mempengaruhi jumlah oksigen terlarut (DO) di

Page 15: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

18

dalam air, dimana oksigen ini dibutuhkan oleh mikroorganisme yang hidup dalam

air (Siregar, 2005).

Clark et al. (1977) menegaskan bahwa suhu air limbah yang tinggi akan

meningkatkan aktifitas biologi dari mikroorganisme, sedangkan pada suhu yang

rendah akan menyebabkan turunnya efisiensi pengambilan (removal) BOD dari air

limbah.

Suhu air limbah tekstil berkisar antara 30o – 70o C, suhu tinggi diperoleh

dari proses pencucian kain setelah dicetak dan proses pencelupan (dyeing) pada

bagian heat setting (Rachmawati, 1994).

Padatan Tersuspensi Total

Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid) adalah bahan-bahan

tersuspensi yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45µm

(Effendi, 2003). Pengendapan dan pembusukan air limbah yang mengandung

padatan tersuspensi tinggi dapat menggangu organisme air. Menurut Clark (1977),

padatan tersuspensi setara dengan MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) yang

terdapat dalam pengolahan biologi.

2.7.2 . Parameter kimia

pH

Pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif mensyaratkan pH

optimum berkisar antara 6 – 8 (Mahida, 1992). Oleh karena itu pengaturan pH

sangat penting pada air limbah sebelum masuk sistem pengolahan.

Air limbah industri tekstil pada umumnya bersifat alkali, karena dalam

proses pengolahannya banyak menggunakan senyawa alkali. Air limbah bersifat

alkalis apabila konsentrasi ion hidroksil lebih besar daripada ion hidrogen dengan

satuan pH lebih besar dari 7 sampai 14 (BPPI, 1986 in Rachmawati 1994).

Oksigen Terlarut

Oksigen yang terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) adalah jumlah oksigen

terlarut di dalam air yang diukur dalam satuan milligram per liter (mg/l).

Page 16: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

19

Komponen ini merupakan parameter yang sangat penting bagi berbagai organisme

yang ada di dalam air, seperti ikan. Besarnya oksigen yang terlarut dalam suatu

cairan dipengaruhi oleh suhu air. Semakin tinggi suhu air akan semakin rendah

kelarutannya di dalam air dan demikian pula sebaliknya

Ketersediaan oksigen terlarut merupakan informasi penting dalam reaksi

secara biologi dan biokimia di perairan. Konsentrasi oksigen yang tersedia

berpengaruh secara langsung pada kehidupan akuatik khususnya dalam respirasi

aerobik, pertumbuhan dan reproduksi. Konsentrasi oksigen terlarut di perairan

juga menentukan kapasitas perairan untuk menerima beban bahan organik tanpa

menyebabkan gangguan atau mematikan organisme hidup di dalamnya (Umaly

and Cuvin, 1988 in Effendi, 2003).

BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme

dalam proses dekomposisi bahan organik (termasuk proses respirasi) pada

keadaan aerob. Pada umumnya, lebih tinggi jumlah material organik ditemukan di

air maka semakin besar oksigen yang digunakan untuk oksidasi aerobik (Siregar,

2004).

Nilai BOD digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di dalam air

limbah yang dapat dioksidasi dan nantinya akan diuraikan oleh mikroorganisme

melalui proses biologi (Sugiharto, 1987). Semakin banyak kandungan bahan

organik maka akan semakin tinggi nilai BOD yang diperoleh.

COD (Chemical Oxygen Demand)

Penentuan nilai COD diperlukan untuk mengukur kadar bahan organik

yang terkandung dalam limbah industri yang berisi komponen-komponen yang

bersifat racun bagi kehidupan biologis. Karena materi yang dapat dioksidasi secara

kimia lebih banyak daripada yang dapat dioksidasi secara biologis maka nilai COD

secara umum akan lebih besar daripada nilai BOD5 (Metclaft dan Eddy, 2003).

Menurut Gaudy dan Gaudy (1980), delta COD (∆ COD) yang merupakan

selisih antara nilai COD air limbah sebelum masuk ke dalam sistem pengolah

Page 17: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik.

20

limbah dan nilai COD pada saat air limbah sudah diolah merupakan suatu

pendekatan pengukuran yang baik tentang jumlah bahan organik yang terambil

(remove) .

Unsur Hara

Unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup untuk

pertumbuhan organisme adalah nitrogen dan fosfat. Dalam sistem pengolahan

biologi, N dan P merupakan unsur hara terbesar yang dibutuhkan sebagai elemen

dasar pembentukan protein, enzim dan nucleid acids. Perbandingan antara BOD

dengan unsur N dan P dalam pengolahan air limbah dengan metode biologi adalah

BOD : N : P = 100 : 5 : 1. Dalam sistem aerobik, N terdapat dalam bentuk amonia,

nitrat dan nitrit. Sedangkan P terlarut dalam berbagai bentuk dapat dimanfaatkan

dalam sistem aerobik (Azad, 1978).