2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Pustaka 2.1.1 Brand Image · 2016. 3. 5. · 8 Universitas Kristen...
Transcript of 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Pustaka 2.1.1 Brand Image · 2016. 3. 5. · 8 Universitas Kristen...
8 Universitas Kristen Petra
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Telaah Pustaka
2.1.1 Brand Image
Brand merupakan atribut penting dan dapat mempengaruhi kegiatan
pemasaran disebuah perusahaan. Agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas
mengenai brand, maka penulis mengemukakan pengertian brand sebagai berikut:
Menurut Kotler (2003) menjelaskan: “Definisi merek (brand) adalah nama, istilah,
tanda, symbol, rancangan, atau kombinasi dari hal – hal tersebut, yang dimaksudkan
untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan
untuk membedakannya dari produk pesaing”.
Merek didefinisikan oleh para peneliti yang berbeda dan penulis dengan cara
yang berbeda. Aaker (1990) mendefinisikan merek sebagai nama, logo, merek dagang,
dan simbol. Seorang penjual diberikan hak eksklusif untuk menggunakan merek.
Pada dasarnya ini berbeda dari paten dan hak cipta yang memiliki tanggal
kadaluwarsa (Kotler 2003). Menurut Einwiller (2001) merek dapat menciptakan
perbedaan dengan produk generik lainnya.
Merek dianggap sebagai refleksi dari semangat dan jiwa dari sebuah
organisasi. Pendapat ini mengusulkan bahwa merek bukanlah representasi dari
produk perusahaan; merek adalah nama, logo, merek dagang, dan simbol perusahaan
yang membedakannya dengan perusahan yang lain. Merek menunjukkan loyalitas
dari para konsumen. Setelah penggunaan secara terus-menerus dari sebuah merek,
konsumen akan merasa sebagai bagian dari merek tersebut (Aaker, 1991).
Pengertian image (citra) menurut Kotler adalah seperangkat keyakinan, ide
dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek. Kotler (2003, p.629).
Sedangkan pengertian citra menurut Alma, Buchari citra merupakan kesan, impressi,
perasaan atau persepsi yang ada pada publik mengenai perusahaan, suatu obyek,
orang atau lembaga. (p.32). Bagi perusahaan citra berarti persepsi masyarakat
terhadap jati diri perusahaan. Persepsi ini didasarkan pada apa yang masyarakat
9 Universitas Kristen Petra
ketahui tentang perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itulah perusahaan yang
sama belum tentu memiliki citra yang sama pula dihadapan masyarakat. Citra
perusahaan menjadi salah satu pegangan bagi konsumen dalam mengambil keputusan
penting. Contoh: keputusan untuk membeli suatu barang, keputusan untuk
mengkonsumsi makanan dan minuman, pengambilan kursus, sekolah, dan lain-lain.
Citra yang baik akan menimbulkan dampak positif bagi perusahaan, sedangkan citra
yang buruk melahirkan dampak negatif dan melemahkan kemampuan perusahaan
dalam persaingan.
Brand Image merupakan persepsi konsumen terhadap brand tertentu yang
didasarkan, atas pertimbangan dan perbandingan dengan beberapa brand lainnya
pada jenis produk yang sama. Brand Image memperlihatkan persepsi yang akurat dari
suatu brand, tetapi untuk lebih jelasnya penulis mengemukakan pengertian brand
image menurut beberapa ahli. Adapun pengertian brand image menurut Ismail
Solihin (2004, p.19) adalah: “Citra merek merupakan segala sesuatu tentang merek
suatu produk yang dipikirkan, dirasakan, divisualisasi oleh konsumen”.
Menurut Paul Temporal (2000, p.33) menyebutkan bahwa “Brand image is how the
brand is seen.” Definisi tersebut dapat diartikan sebagai “Citra merek adalah
bagaimana merek itu terlihat.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa brand image merupakan
pemahaman konsumen mengenai brand secara keseluruhan, yang mudah di mengerti
tapi sulit dijelaskan secara sistematis karena sifatnya abstrak. Brand image berarti
kepercayaan dan pandangan konsumen terhadap suatu brand tertentu, Selanjutnya
apabila konsumen beranggapan bahwa brand tertentu secara fisik berbeda dari brand
pesaing, brand image tersebut akan melekat secara terus – menerus sehingga dapat
membentuk kesetiaan terhadap brand tertentu yang disebut dengan loyalitas suatu
brand. Keputusan konsumen merupakan keputusan yang ditentukan oleh konsumen
dalam menentukan pilihannya dalam pembelian sesuatu.
Menurut Kotler dan Keller (2009:406) Citra merupakan kumpulan keyakinan,
ide, dan kesan terhadap sebuah objek yang dipegang oleh seseorang. Sedangkan citra
merek berbicara tentang persepsi dan keyakinan yang dipandang oleh konsumen,
10 Universitas Kristen Petra
disesuaikan dengan asosiasi yang tertanam di benak konsumen (Kotler dan Keller,
2009:403).
Pandangan lain dari Surachman (2008:13) citra merek adalah bagian dari
merek yang mudah dikenali namun cukup sulit untuk diucapkan., misalnya lambang,
desain huruf atau warna khusus, atau persepsi pelanggan terhadap sebuah produk atau
jasa yang terwakili oleh mereknya. Namun juga dapat dikatakan bahwa brand image
merupakan sebuah konsep yang diciptakan oleh konsumen dikarenakan alasan yang
subyektif bahkan emosi pribadinya (Ferrinadewei, 2008:166).
Kesimpulannya brand image (citra merek) merupakan gambaran atau kesan yang
ditimbulkan oleh suatu merek dalam benak pelanggan. Penempatan citra merek
dibenak konsumen harus dilakukan secara terus-menerus agar citra merek yang
tercipta tetap kuat dan dapat diterima secara positif. Ketika sebuah merek memiliki
citra yang kuat dan positif di benak konsumen maka merek tersebut akan selalu
diingat dan kemungkinan konsumen untuk membeli merek yang bersangkutan sangat
besar.
Menurut Xian, dkk (2011:1876) brand image memiliki tiga komponen yaitu
corporate image (citra perusahaan), user image (citra pemakai), dan product image
(citra produk). Citra dari sebuah perusahaan berawal dari perasaan pelanggan dan
para pelaku bisnis tentang organisasi yang bersangkutan sebagai produsen produk
tersebut sekaligus sebagai hasil evaluasi individual tentang hal tersebut (Surachman,
2008:275). Xian, dkk (2011:1876) menyatakan bahwa “The user image refers to
whether the brand personality is congruent with the consumers.” Citra pemakai
mengacu pada apakah kepribadian merek sesuai dengan konsumen. Sedangkan citra
produk adalah suatu pandangan masyarakat terhadap suatu produk atau kategori suatu
produk (Surachman 2008:275).
Brand Image merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan oleh
konsumen terhadap merek tertentu, yang dikenal dengan istilah brand association,
tiga indikator yang berhubungan dengan brand sebagai berikut: (Keller, 2003, p.72)
11 Universitas Kristen Petra
a. Favorability of brand associations
Favorable brand associations diciptakan dengan meyakinkan khalayak bahwa
merek memiliki manfaat yang relevan dan memuaskan kebutuhan dan keinginan
sehingga mampu membentuk brand attitude positif mereka(Russel & Lane, 1995,p.3).
Favorable mempunyai subindikator sebagai berikut:
- Desirable (diharapkan/ dapat diinginkan) artinya sejauh mana merek produk
yang di bawakan oleh program komunikasi pemasaran dapat memenuhi
harapan / keinginan khalayak sasaran. (Keller, 2003, p.72).
- Deliverable (dapat disampaikan) bergantung pada cara informasi mengenai
merek masuk sasaran (Keller, 2003, p.72).
b. Strength of brand association
Strength of association bergantung pada informasi mengenai merek masuk
dalam ingatan khalayak sasaran dan cara mempertahankannya sebagai bagian dari
citra merek produk yang diiklankan.(Russel & lane, 1995, p.3).
Strength mempunyai subindikator sebagai berikut:
- Personal relevance (hubungan atau keterikatan) artinya khalayak sasaran akan
lebih mudah (Keller, 2003, p.71).Menumbuhkan citra dalam benak mereka
ketika melihat program pemasaran yang baru karena mereka telah memiliki
pengetahuan yang luas dan brkaitan dengan merek tersebut sebelumnya.
- Consistensy (konsisten / tidak berubah –ubah) artinya pesan yang
disampaikan kepada khalayak sasaran melalui program pemasaran adalah
konsisten pada suatu waktu (Keller, 2003, p.71).
c. Uniqueness of brand associations
Unique brand associations adalah tingkat keunikan merek yang memiliki
manfaat bersifat kompetitif dan terus menerus sehingga dapat menyebabkan khalayak
12 Universitas Kristen Petra
sasaran tertarik untuk menggunakannya (Rusel & Lane,1995,p.3). Unique
mempunyai sub indicator sebaai berikut:
- Point of difference (unsure diferensiasi/ perbedaan) artinya sejauh mana
asosiasi – asosiasi merek produk yang dibawakan oleh program komunikasi
pemasaran memiliki unsure perbedaan (dianggap unik, dipegang secara kuat,
dan dievaluasi secara menyenangkan oleh khalayak sasaran) jika
dibandingkan dengan asosiasi-asosiasi merek produk lainnya (Keller, 2003,
p.74).
2.1.2. Word of mouth
Menurut Solomon (2002), word of mouth is “ product information transmitted
by individuals to individuals.” Atau informasi mengenai suatu produk yang
diteruskan dari satu individu ke individu yang lain (p. 332).
Proses komunikasi yang paling sering terjadi antar manusia adalah melalui
mulut ke mulut (word of mouth). Setiap orang berbicara dan bertukar informasi
mengenai suatu bisnis, produk dengan orang lain setiap saat. Beberapa ada yang
berbicara sisi positif dari sebuah produk, dan beberapa juga ada yang berbicara
mengenai sisi negatif dari sebuah produk. Karena sebagian besar dari konsumen
mendapatkan informasi dari orang-orang terdekat, word of mouth cenderung lebih
dapat diandalkan dan terpercaya dibandingkan dengan rekomendasi dari yang
didapatkan melalui saluran pemasaran yang lebih formal. Dan tidak seperti
periklanan, word of mouth sering didukung oleh tekanan sosial agar sesuai dengan
rekomendasi ini. Hal ini terjadi karena pengaruh pendapat dari orang lain sering kali
dan bahkan lebih kuat daripada persepsi sendiri (Solomon, 2002, pp. 332-333).
2.1.2.1 Faktor-Faktor yang Memotivasi Terjadinya Word of mouth
Menurut Solomon (2002), percakapan mengenai suatu produk dapat
termotivasi oleh beberapa faktor, yaitu :
13 Universitas Kristen Petra
- Seseorang mungkin sangat terlibat dengan jenis produk atau aktifitas tertentu
dan mendapatkan kesenangan dalam membicarakannya.
- Seseorang mungkin memiliki pengetahuan tentang suatu produk dan
menggunakan percakapan sebagai cara untuk membiarkan orang lain
mengetahui produk tersebut. Dengan demikian, word of mouth terkadang
meningkatkan ego individu yang ingin memberi kesan kepada orang lain
dengan informasi / pengalaman yang dimiliki.
- Seseorang dapat memulai diskusi untuk menunjukkan perhatian kepada orang
lain. Konsumen sering termotivasi untuk memastikan bahwa orang yang
dicintai membeli yang terbaik, tidak menyia-nyiakan uang, dan sebagainya.
- Salah satu cara untuk mengurangi ketidakpastian dalam melakukan pembelian
adalah dengan membicarakannya. Dengan membicarakannya, dapat
memberikan peluang untuk konsumen untuk mendapatkan lebih banyak
argumen pendukung untuk melakukan pembelian (p. 335).
2.1.2.2 Kerugian dan Keuntungan Word of mouth
Kerugian yang diakibatkan oleh word of mouth :
- Jika word of mouth yang disebarluaskan adalah negatif, maka konsumen
cenderung akan mengatakan kepada lebih banyak orang tentang
pengalamannya daripada ketika konsumen mendapat word of mouth positif.
- Dalam proses word of mouth, berita dari fakta mengalami distorsi sehingga
dapat berkembang ke arah yang salah dan bahkan jauh dari berita aslinya.
- Jika konsumen telah menerima word of mouth yang bersifat negatif maka
sangat sulit bagi perusahaan untuk merubah persepsinya. Hal ini dikarenakan
konsumen lebih mempercayai orang-orang terdekatnya daripada informasi
dari pihak perusahaan.
Keuntungan yang diperoleh melalui word of mouth :
14 Universitas Kristen Petra
- Word of mouth merupakan bentuk komunikasi yang sangat efisien. Word of
mouth dapat berlangsung setiap saat tanpa ada batasnya, sehingga
memungkinkan konsumen mengurangi waktu penelusuran dan evaluasi merek.
- Word of mouth merupakan sarana promosi yang sangat murah bagi pemasar.
Hal ini berarti word of mouth memungkinkan pemasar untuk tidak
mengeluarkan biaya yang besar dalam mempromosikan produknya tetapi
dapat memanfaatkan konsumen yang sekarang dimilikinya (Sutisna, 2001, pp.
22-23).
2.1.2.3 Dimensi dari Word of mouth
Menurut jurnal Word-of-Mouth research : Principles and Applications
(Allsop, Bassett & Hoskins, 2007) ada 4 dimensi yang dapat diteliti dari word of
mouth, yaitu sebagai berikut :
- Attributes of the Source, melihat pada kredibilitas dan keyakinan dari orang
yang memberikan pesan, karena efek ini mempengaruhi apakah pesan akan
membuat orang lain melakukan tindakan atau tidak.
- Rate of Activity, mengukur seberapa besar kemungkinan seseorang untuk aktif
dalam jaringan sosial (baik untuk mencari atau memberikan informasi), dan
seberapa cepat dan sering seseorang tersebut berbagi pendapat tentang produk
atau jasa yang sedang dipelajari.
- Personal Relevance, mempertimbangkan komponen rasional dan emosional
dari sebuah pesan, menggunakan keahlian dalam penelitian teori means-ends,
yang mengajarkan bahwa nilai sarat banding emosional jauh lebih relevan dan
persuasif.
- Polarity, melihat apakah isi dari komunikasi tersebut negatif atau positif, dan
apakah hal tersebut berkontribusi terhadap apa yang disebut persepsi ekuitas
dari sebuah merek/ produk/perusahaan.
Selain itu, ada 6 dimensi yang dapat mempengaruhi keseluruhan reputasi yang akan
ditimbulkan dari sebuah informasi melalui WOM, yaitu sebagai berikut:
15 Universitas Kristen Petra
- Products / Services
Semua orang membicarakan tentang sebuah produk dan layanan setiap waktu.
Word of mouth itu sendiri bukan tentang mengidentifikasi kelompok kecil
yang dapat mempengaruhi orang lain mengenai sebuah produk atau layanan.
Word of mouth juga bukan mengenai para pakar atau selebritis, tetapi
mengenai semua orang (Balter & Butman, 2005). Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Synthesis Alliance menyatakan bahwa orang dewasa akan
mencari informasi dan pendapat dari orang lain dan sebaliknya orang dewasa
juga akan memberikan informasi dan pendapat kepada orang lain mengenai
beberapa kategori, diantaranya yaitu mengenai produk dan layanan. Menurut
Schiffman dan Kanuk (2008), apa yang memotivasi seseorang untuk
membicarakan sebuah produk atau layanan adalah berdasarkan
pengalamannya ketika mengkonsumsi sebuah produk atau merasakan layanan
tersebut. Ketika seseorang puas akan produk dan layanan dari sebuah
perusahaan, maka seseorang tersebut akan menceritakannya kepada orang-
orang terdekat (p. 467).
- Emotional Appeal (trust, good feeling, and respect)
Word of mouth memegang peranan penting dalam mempengaruhi persepsi
seseorang. Berdasarkan 6 (enam) dimensi yang diukur, emotional appeal
(trust, good feeling, and respect) secara konsisten mempunyai pengaruh yang
paling kuat terhadap reputasi sebuah perusahaan, diikuti dengan persepsi
konsumen mengenai produk dan layanan yang ditawarkan oleh perusahaan
tersebut. Dua dimensi tersebut, sangat dikendalikan oleh word of mouth.
- Workplace Environment
Kemungkinan seorang konsumen dapat membangun sebuah persepsi yang
rendah atau tinggi terhadap sebuah perusahaan tergantung dari seberapa besar
pengaruh yang ditimbulkan dari ke enam dimensi dari word of mouth
(products/services, emotional appeal, workplace environment, social
16 Universitas Kristen Petra
responsibility, vision/leadership, financial performance) tersebut. Salah
satunya yaitu lingkungan pekerjaan yang meliputi suasana kerja dan sikap
karyawan.
- Social Responsibility
Beberapa prosedur perusahaan yang dapat diubah berhubungan dengan social
responsibility yaitu prosedur mengenai produk-produk yang dijual, desain dari
fasilitas yang ada, pabrik, dan karyawan. Menurut Kotler & Lee (2005) ada
beberapa aktivitas yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan social
responsibility (pp. 209-210), yaitu :
a. Desain dari fasilitas yang ada dapat memenuhi atau bahkan melebihi
persyaratan keamanan dari sebuah perusahaan termasuk penghematan
energy
b. Mengembangkan proses perbaikan, sebagai contohnya yaitu
menghentikan pemakaian material yang berbahaya, mengurangi
pemakaian bahan-bahan kimiawi
c. Pemilihan pabrik dan bahan pengemasan yang bersahabat dengan
lingkungan, menggunakan sumber daya yang dapat diperbaharui
- Vision / Leadership
Ada beberapa hal yang dapat diidentifikasi dari vision / leadership, yaitu:
a. Siapa agen utama dari word of mouth untuk produk yang dijual?
b. Bagaimana perusahaan dapat mengontrol sebuah kelompok yang puas
dengan produk yang dijual sehingga perusahaan dapat memaksimalkan
word of mouth yang positif?
c. Siapa konsumen loyal perusahaan yang pertama dan bagaimana
perusahaan dapat membuat konsumen tersebut bercerita tentang hal-hal
yang positif mengenai produk dan layanan yang ditawarkan?
17 Universitas Kristen Petra
- Financial Performance
Performa keuangan dari sebuah perusahaan juga dapat mempengaruhi
kesuksesan dari sebuah perusahaan. Untuk beberapa perusahaan, performa
keuangan dapat mempengaruhi keputusan pembelian dari seorang konsumen.
2.1.2.4. Word of mouth Negatif
Word of mouth adalah pedang bermata dua (bisa negatif dan positif) yang
dapat memotong cara-cara pemasaran dari pemasar. Diskusi informal antara
konsumen dapat membuat atau menghancurkan sebuah produk atau toko. Lebih
dalam lagi, kata-kata negatif dari word of mouth akan lebih diingat / memiliki
"timbangan yang lebih berat" daripada komentar positif. Negatif word of mouth
ditunjukkan untuk mengurangi kredibilitas iklan dari sebuah perusahaan dan untuk
mempengaruhi sikap serta keinginan konsumen untuk membeli sebuah produk. Selain
itu, word of mouth yang negatif lebih mudah menyebar secara online. Banyak
pelanggan dan karyawan yang tidak puas telah "terinspirasi" untuk menciptakan situs
web hanya untuk berbagi cerita-cerita negatif mereka dengan orang lain (Engel,
Blackwell & Miniard, 2001, p. 410).
2.1.2.5. Mengelola Word of mouth Negatif
Menurut Engel, Blackwell & Miniard (2001), informasi yang disampaikan
seseorang ke lainnya melalui word of mouth communication dapat berupa informasi
yang positif dan negatif. Jika informasi yang disampaikan tersebut positif, maka akan
dapat menguntungkan pihak pemasar, dan ada kemungkinan orang tersebut akan
menceritakannya kepada orang lain. Namun jika informasi yang disampaikan negatif,
selain merugikan pihak pemasar dan perusahaan yang bersangkutan, informasi
tersebut akan dengan cepat menyebar ke orang lain. Oleh karena itu, ada beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mengelola word of mouth yang negatif :
a. Memonitor isi dari word of mouth
Perusahaan harus memantau rumor yang beredar tentang merek dan produk
yang dijual. Biasanya rumor sama sekali tidak didasarkan pada fakta
18 Universitas Kristen Petra
melainkan ketakutan dan kegelisahan, rumor dapat mengubah seperti yang
ditularkan dari satu orang ke orang lain dan mengambil kehidupannya sendiri.
Semakin besar tingkat kecemasan dan ketidakpastian, semakin cepat rumor
akan tersebar di seluruh populasi.
b. Mengekang word of mouth negatif
Jika sebuah perusahaan menimbulkan kekecewaan pada konsumen karena
produknya, maka perusahaan sebaiknya memberikan pengakuan langsung dari
suatu masalah dengan seorang juru bicara perusahaan yang dipercaya mampu
memberikan keterangan yang benar. Hal ini penting untuk menyadari bahwa
word of mouth negatif jarang akan hilang dengan sendirinya. Jika hal ini tidak
ditangani dengan segera, perusahaan yang bersangkutan akan segera bangkrut
dengan cepat (pp. 411-412).
2.1.3 Customer Trust
Kepercayaan merupakan dimensi penting dalam membangun sebuah relasi
(Barber, 1983; Luhmann, 1988), Keberhasilan suatu usaha/bisnis terletak pada ada
atau tidaknya kepercayaan pada hubungan dengan customer. Kepercayaan merupakan
salah satu faktor penting dalam mempertahankan hubungan antara perusahaan dengan
pelanggan dalam jangka panjang. Ketika seorang pelanggan mengalami hal
menyenangkan atau bahkan mengesankan, maka akan meningkatkan rasa percaya diri
pelanggan yang pada akhirnya akan membentuk sebuah kepercayaan. Kepercayaan
adalah hasrat yang muncul dalam diri pelanggan untuk menggantungkan diri pada
mitra bertukar yang dipercayai”. Dalam penelitian ini, kepercayaan diasumsikan
sebagai kepercayaan (confidence) terhadap orang atau pihak tertentu. Swaminathan
dan Reddy dalam Egan (2004, p.101) berpendapat bahwa “From another perspective
trust may also be seen as a psychological outcome of a trusting relationship and/or
associated with outstanding performance”.
19 Universitas Kristen Petra
Kepercayaan (trust) dalam pemasaran lebih menekankan pada sikap individu
yang mengacu kepada keyakinan pelanggan atas kualitas dan keterandalan
produk/jasa yang diterimanya (Garbarino dan Johnson, 1999). Secara operasional
kepercayaan lebih menekankan pada keuntungan psikologi daripada perlakuan
istimewa terhadap pelanggan atau manfaat sosial dalam hubungan pelanggan dengan
perusahaan (Gwinner et al., 1998) yang. Menurut Moorman dkk. (1993, p.82), Dari
sudut pandang yang lain, kepercayaan juga dapat dipandang sebagai hasil psikologis
dari sebuah hubungan yang saling mempercayai atau diasosiasikan sebagai kinerja
yang baik.
Beberapa elemen penting dari kepercayaan adalah :
1. Kepercayaan merupakan perkembangan dari pengalaman dan tindakan di
masa lalu.
2. Watak yang diharapkan dari partner, seperti dapat dipercaya dan dapat
diandalkan.
3. Kepercayaan melibatkan kesediaan untuk menempatkan diri dalam risiko.
4. Kepercayaan melibatkan perasaan aman dan yakin pada diri partner (Barnes,
2003).
Dari sudut pandang pemasaran, kepercayaan menjadi komponen fundamental
dari strategi pemasaran yang ditujukan untuk mengarah pada penciptaan hubungan
pelanggan sejati. Pelanggan harus mampu merasakan bahwa dia dapat mengandalkan
perusahaan atau dengan kata lain bahwa perusahaan dapat dipercaya.
Kepercayaan menunjukkan komitmen konsumen dan kepuasan mereka terhadap
merek tertentu. Sebuah perusahan menggunakan kepercayaan pada merek mereka
sebagai upaya dalam meminimalisasi risiko (Doney dan Cannon 1997). Trust juga
dapat dianggap sebagai goodwill dan kemauan yang memungkinkan konsumen untuk
mengambil risiko. Goodwill dikembangkan dengan dasar pengalaman masa lalu.
Kepercayaan adalah sebuah harapan, yang dapat menyebabkan hasil yang positif,
meskipun kemungkinan bahwa hal itu juga dapat menyebabkan hasil negatif bahkan
harapan kelompok atau tim dalam sebuah acara juga disebut kepercayaan (Deutsch
20 Universitas Kristen Petra
1958). Kepercayaan bukanlah prediktabilitas belaka, tetapi kepercayaan juga di ambil
dalam menghadapi risiko Lewis dan Weigert (1985). Kepercayaan terdiri dari niat
untuk mengenali masalah berdasarkan perilaku orang lain (Rousseau et. Al. ., 1998)
untuk membuat hubungan yang kuat antara pembeli dan penjual, kepercayaan penting
diciptakan karena merupakan faktor yang sangat penting dalam lingkungan bisnis,
kepercayaan adalah perasaan tentang kepuasan karena kemampuan konsumen untuk
pengambilan risiko dalam proses pembelian (Anderson dan Narus., 1990; Dawyer,
Schurr dan Oh, 1987).
Menurut O'Shaughnessy (1992) kesetiaan adalah keinginan abadi, kesiapan
untuk melakukan sesuatu tanpa perhitungan biaya instan dan keuntungan. Oleh
karena itu, kesetiaan kepada merek melibatkan kepercayaan di dalamnya.
Kepercayaan dalam suatu produk berbeda dari kepercayaan antar pribadi karena
merek adalah tanda. Tidak seperti seorang tenaga penjualan, tanda ini tidak mampu
untuk bereaksi terhadap pelanggan. Untuk menciptakan loyalitas di pasar saat ini,
pemasar harus menahan apa yang menjadi sifat berikutnya untuk pemasar bisnis dan
fokus pada penataan dalam mempertahankan kepercayaan pada hubungan pelanggan
dengan merek.
Kepercayaan berarti harapan dari orang lain pada tugas tertentu, dan harapan
bervariasi antara skala rating tinggi dan rendah. Variasi harapan disebut risiko.
Kepercayaan adalah ketergantungan pada pihak lain pada tingkat risiko dengan
kemauan mereka sendiri. Kepercayaan dibangun di atas dasar pengalaman masa lalu.
Kepercayaan didasarkan pada hasil akhir. Hasil akhir yang positif meningkatkan
kepercayaan dan hasil negatif di sisi lain akan menyebabkan berkurang bahkan
hilangnya kepercayaan (Deutsch, 1958).
Kepercayaan memainkan peran penting untuk mengembangkan dan
mempertahankan loyalitas merek dalam kedua situasi, yaitu business to consumen
(B2C) dan business to business (B2B). Untuk mempertahankan pangsa pasar dan
elastisitas harga, trust berpengaruh terhadap perubahan perilaku dan sikap loyalitas
(Chaudhuri, dan Holbrook, 2001). Kepercayaan adalah keyakinan yang difokuskan
pada batas-batas yang sesuai spesifik dan keterbatasan. Lewis dan Weigert (1985)
21 Universitas Kristen Petra
mengatakan bahwa kepercayaan tidak hanya kepastian tetapi jaminan dalam ekspresi
pengambilan risiko. Banyak peneliti lainnya telah mengikuti ide ini (Deustch, 1960;
Schlenker et al, 1973;. Boon dan Holmes, 1999). Boon dan Holmes (1991)
mendefinisikan kepercayaan sebagai kondisi menghubungkan antara rasa optimis
dengan diri sendiri dalam keadaan pengambilan resiko. Kepercayaan konsumen
terhadap merek adalah variabel yang menghasilkan komitmen pelanggan, khususnya
situasi yang membutuhkan keterlibatan tinggi, di mana efeknya kuat dalam penilaian
kepuasan secara keseluruhan (Moorman, Zaltman, dan Deshpande, 1992)
Dalam pemasaran bisnis kepercayaan memainkan peranan penting. Sebuah
perusahan mengadopsi metode baru untuk menjadi kompetitif. Cara lain adalah
dengan menjaga hubungan baik dengan konsumen. Ini adalah taktik yang mudah dan
lebih murah karena di pasar bisnis, sejumlah kecil konsumen membeli sejumlah besar
produk. Berbagai bentuk perdagangan di pasar dibedakan oleh daerah yang tingkat
kepercayaannya tinggi (Dwyer, Schurr dan Oh, 1987; Morgan dan Hunt, 1994).
Literature Bisnis dan pemasaran menunjukkan cara yang berbeda untuk membangun
kepercayaan. Trust dipercaya sebagai bagian dari kualitas hubungan (Dwyer dan Oh,
1987; Crosby, Evans, dan Cowles, 1990; Anderson, Lodish, dan Weitz, 1987), atau
sebagai penentu kualitas hubungan (Anderson dan Narus, 1984, 1990; Parasuraman,
Ziethaml, dan Berry, 1985;. Anderson dan Weitz, (1990) Doney dan Cannon (1997)
Colquitt et al. (2009) mendefinisikan kepercayaan sebagai kesediaan untuk
mengandalkan otoritas yang didasarkan pada ekspektasi yang positif berdasarkan
tindakan dan perhatian terhadap otoritas. Robbins (2001) menjelaskan bahwa
kepercayaan adalah historis-dependency process berdasarkan sampel pengalaman
yang relevan namun terbatas. Harapannya memakan waktu lama untuk membangun,
serta dibangun secara bertahap sehingga mudah dan terakumulasi.
Yusmawan, Suharyono, Kumadji, Srikandi, Rahardjo dan Kusdi dalam
penelitian mereka bahwa ada hubungan positif antara brand image terhadap customer
trust produk Castrol, dalam penelitian tersebut mereka menyatakan bahwa The role of
brand image existson the Influence of the Service Quality towards Castrol Oil
22 Universitas Kristen Petra
Customers' trust. By the better brand image, it will result in the higher trust of
Castrol Oil customers.(2014)
2.1.3.1. Definisi Kepercayaan
Definisi dari kata kepercayaan diperlukan sebelum kita dapat mengamati
bagaimana kepercayaan itu sendiri berdampak positif pada proyek. Kata kepercayaan
berasal dari bahasa Jerman “trost” (Shaw, 1997) yang berarti kenyamanan (comfort).
Kepercayaan diperlukan dalam suatu hubungan sebagai jaminan awal dari
suatu hubungan dua orang atau lebih dalam suatu hubungan kerjasama. Banyak
literature mengatakan bahwa kepercayaan merupakan asas dalam kesepakatan
kemitraan (Lazar, 2000). Sesuai dengan definisi tentang kepercayaan dapat dibedakan
menjadi dua, yang pertama adalah jenis kepercayaan yang ada dalam suatu hubungan,
dan yang kedua adalah perbedaan tingkat kepercayaan yang dirasakan oleh seorang
individu.
2.1.3.2. Model dan Bentuk Kepercayaan
Seperti pada penjelasan sebelumnya, ketika tingkat kepercayaan rendah,
kemungkinan bahwa kesejahteraan dari owner/kontraktor akan beresiko terhadap
hubungan kerja dan perselisihan antara owner dan kontraktor akan timbul. Ketika
owner/kontraktor memiliki hubungan kerja yang kurang sehat, satu hal yang bisa
diperkirakan bahwa kemungkinan keberhasilan proyek akan menurun. Kepercayaan
telah disahkan menjadi beberapa alternatif model, banyak literature tentang
kepercayaan berusaha untuk mengidentifikasinya, yang menekankan kepada
kebajikan, kemampuan, dan integritas (Mayer, Davis and Schoorman, 1995).
Beberapa alternatif model tersebut berusaha untuk menjawab bentuk-bentuk
kepercayaan apa yang diambil dalam hubungan antara rekan kerja proyek. Ada tiga
alasan yang berbeda yang ditekankan bagi munculnya kepercayaan (mayer et al,
1995), model yang lain lebih memilih untuk konseptualisasi yang lebih sederhana,
dimana lebih menekankan pada dua bentuk kepercayaan yaitu: affective dan cognitive.
23 Universitas Kristen Petra
Affective trust diartikan sebagai keyakinan dalam saling memperhatikan atau rantai
emosional yang mengikat masing-masing pihak. Cognitive trust, di sisi lain, berpusat
pada keyakinan pada kemampuan orang lain, ketergantungan, atau kompetensi
melakukan tugas untuk keuntungan kedua belah pihak.
Terdapat tiga model tentang kepercayaan yang terkemuka yaitu Rousseau et al
model (Rousseau, 1998), Lewicki & Bunker model (Lewicki & Bunker, 1996) dan
Hartman model (Hartman, 1999). Konseptualisasi tersebut merupakan sesuatu yang
sangat menarik karena dianggap masing-masing memiliki alasan yang berbeda
mengapa kepercayaan harus muncul dalam bentuk-bentuk tersebut.
Sejumlah bentuk-bentuk kepercayaan tersebut diharapkan supaya dapat
bertindak sebagai fasilitator untuk meningkatkan suatu hubungan kerja antara project
stakeholder, yang pada waktunya akan memiliki pengaruh positif terhadap hasil
proyek. Dari ketiga model kepercayaan diatas, Hartman model ini sengaja
dikembangkan untuk mengatasi kepercayaan dalam sebuah proyek, dengan memiliki
pengaturan tingkat yang lebih besar daripada Rousseau et al model, dan Lewicki &
Bunker model.
Menurut Mayer et al. (1995) ada tiga faktor yang membentuk kepercayaan
seseorang terhadap orang lain yaitu, kemampuan (ability), kebaikan hati
(benevolence), dan integritas (integrity). ketiga faktor ini menjadi dasar agar
kepercayaan seseorang dapat dibangun untuk meyakini suatu media, transaksi, atau
komitmen tertentu.
1. Kemampuan (Ability)
Kemampuan mengacu pada kompetensi dan karakteristik penjual/organisasi
dalam mempengaruhi dan mengotorisasi wilayah yang spesifik. Dalam hal ini,
bagaimana penjual mampu menyediakan, melayani, hingga menjamin keamanan
transaksi dari gangguan pihak lain. Artinya bahwa konsumen memperoleh jaminan
kemanan dan kepuasan dari penjual pada saat konsumen melakukan transaksi. Kim et
al. (2003a) menyatakan bahwa ability meliputi kompetensi, pengalaman, pengesahan
institusional, dan kemampuam dalam ilmu pengetahuan.
24 Universitas Kristen Petra
2. Kebaikan hati (Benevolence)
Kebaikan hati merupakan hasrat yang keluar dalam diri penjual untuk
memberikan kepuasan bagi konsumen namun secara tidak langsung juga
menguntungkan penjual. Pendapatan yang diperoleh penjual dapat dimaksimalkan,
disisi lain konsumen merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Penjual bukan
semata-mata mengejar profit maksimum semata, melainkan juga memiliki perhatian
yang besar dalam mewujudkan kepuasan konsumen. Menurut Kim etal. (2003a),
benevolence meliputi perhatian, empati/kemauan berbagi, dan keyakinan.
3. Integritas (Integrity)
Integritas berbicara tentang bagaimana perilaku atau kebiasaan yang
dilakukan penjual dalam menjalankan bisnisnya. Kejujuran dalam memberikan
informasi kepada konsumen. Apakah kualitas produk yang dijual dapat
dipertanggungjawabkan. Kim et al. (2003a) mengemukakan bahwa integrity dapat
dilihat dari sudut kewajaran (fairness), pemenuhan permintaan (fulfillness), dan
keterus-terangan (honestly).
2.1.4. Customer Intention
Customer intention atau minat beli didefinisikan oleh Assael (1992)
merupakan “perilaku yang muncul sebagai respon terhadap suatu obyek” (p.53).
Beberapa pengertian kata minat menurut Setyawan dan Ihwan (2004) adalah sebagai
berikut :
1. Minat dianggap sebagai sebuah perangkap atau perantara antara factor
motivasional yang mempengaruhi perilaku.
2. Minat juga mengindikasikan seberapa jauh seseorang mempunyai
kemampuan untuk mencoba.
3. Minat menunjukkan pengukuran kehendak seseorang.
4. Minat berhubungan dengan perilaku yang terus menerus.
25 Universitas Kristen Petra
Minat beli merupakan suatu tahapan proses pengambilan keputusan yang
dilakukan konsumen dalam pembelian terhadap produk yang ditawarkan atau yang
dibutuhkan oleh konsumen tersebut” (p.228). Schiffman dan Kanuk (2004),
menjelaskan bahwa “pengaruh eksternal, kesadaran akan kebutuhan, pengenalan
produk dan evaluasi alternatif adalah faktor yang dapat menimbulkan minat beli
konsumen. Pengaruh eksternal (input) ini terdiri dari usaha pemasaran dan faktor
sosial budaya. Usaha pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan ini merupakan
stimulus untuk mendapatkan, menginformasikan dan meyakinkan konsumen untuk
membeli dan menggunakan produk dengan perantara desain kemasan, kuantitas dan
jaminan akan kualitas dalam elemen bauran pemasaran, media massa, dan personal
selling sehingga dapat memunculkan minat beli konsumen. Sedangkan contoh dari
faktor sosial budaya adalah pengaruh yang berasal dari rekomendasi orang lain (word
of mouth)”
Minat merupakan “salah satu aspek psikologis yang mempunyai pengaruh
cukup besar terhadap sikap perilaku dan minat juga merupakan sumber motivasi yang
akan mengarahkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas atau tindakan”
(Schiffman & Kanuk (1997, p.157). Sedangkan menurut Simamora minat adalah
“sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan sikap, individu yang berminat
terhadap suatu obyek akan mempunyai kekuatan atau dorongan untuk melakukan
serangkaian tingkah laku untuk mendekati atau mendapatkan objek tersebut” (2002, p.
131).
Menurut Schiffman & Kanuk (1997, p.131) minat membeli merupakan
“aktivitas psikis yang timbul karena adanya perasaan (afektif) dan pikiran (kognitif)
terhadap suatu barang atau jasa yang diinginkan”. Sehingga minat membeli dapat
diartikan sebagai suatu sikap senang terhadap suatu obyek yang membuat individu
berusaha untuk mendapatkan obyek tersebut dengan cara membayarnya dengan uang
atau dengan pengorbanan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan minat
membeli adalah pemusatan perhatian terhadap sesuatu yang disertai dengan perasaan
26 Universitas Kristen Petra
senang terhadap barang tersebut, kemudian minat individu tersebut menimbulkan
keinginan sehingga timbul perasaan yang meyakinkan bahwa barang tersebut
mempunyai manfaat sehingga individu ingin memiliki barang tersebut dengan cara
membeli atau menukar dengan uang.
2.1.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Konsumen
Swastha dan Irawan (2001) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
minat membeli berhubungan dengan perasaan dan emosi, bila seseorang merasa
senang dan puas dalam membeli barang atau jasa maka hal itu akan memperkuat
minat membeli, ketidakpuasan biasanya menghilangkan minat. Lidyawatie (1998)
menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat, yaitu :
a. Perbedaan pekerjaan, artinya dengan adanya perbedaan pekerjaan seseorang
dapat diperkirakan minat terhadap tingkat pekerjaan yang ingin dicapainya,
aktivitas yang dilakukan, penggunaan waktu senggangnya, dan lain-lain.
b. Perbedaan sosial ekonomi, artinya seseorang yang mempunyai sosial ekonomi
tinggi akan lebih mudah mencapai apa yang diinginkannya daripada yang
mempunyai sosial ekonomi rendah.
c. Perbedaan hobi atau kegemaran, artinya bagaimana seseorang menggunakan
waktu senggangnya.
d. Perbedaan jenis kelamin, artinya minat wanita akan berbeda dengan minat
pria, misalnya dalam pola belanja.
e. Perbedaan usia, artinya usia anak-anak, remaja, dewasa dan orangtua akan
berbeda minatnya terhadap suatu barang, aktivitas benda dan seseorang.
27 Universitas Kristen Petra
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu
1 Lin, Wang, Chiou, & Chung. (2007) BICI(+)
2 Yu, Ching; Lin, Pei-Jou; Chen, Chun-Shuo. (2013) BICI (+)
3 Koh &Fang.(2012). BIPD (-)
4 Zeynalzade, Aylar (2012) BIPD (+)
5 Fransisca Paramitasari Musay, (2013) BIPD (+)
6 Creed and Miles, (1996) WOM BI (+)
7 Afzal et al. (2010) BI T (+)
8 Yusmawan; Suharyono; Kumadji, Srikandi; Rahardjo,
Kusdi (2014)
BI T (+)
9 Nouraie, Mojtaba; Moorineh, Hamid Yari; Kordi,
Jamshid (2014)
L PD (-)
10 Zhang and Tran, (2009) WOM CI (+)
11 Bian and Moutinho (2011) BI CI (-)
12 Jalilvand, Mohammad Reza; Samiei, Neda (2012) WOM BI (+)
13 Jalilvand, Mohammad Reza; Samiei, Neda (2012) BI CI (+)
14 Albarq, Abbas N (2014) WOM CI (+)
15 Long-Yi Lin (2012) L PD (+)
16 Urban et al. (2000) T PD (+)
17 Grazioli and Jarvenpaa, (2000) T CI (+)
18 Lin, Wang, Chiou, & Chung (2007) BI to CI (+)
19 Yu, Chih-Ching, Lin, Pei-Jou, Chen, dan Chun-Shuo
(2013)
BI to CI (+)
20 Fransisca Paramitasari Musay (2013) BI to CI (+)
21 Bian dan Moutinho (2011) BI to CI (-)
22 Dahniar Febriani WOM to CI (+)
23 Mohammad Rizan T to BI (+)
28 Universitas Kristen Petra
Keterangan :
BI = Brand Image CI = Customer Intention
T = Trust WOM = Word of mouth
2.3 Hubungan Antar Konsep
Sebagian besar bisnis memiliki keinginan agar mendapatkan konsumen
dengan baik. Faktor yang mempengaruhi pembelian pada sebuah bisnis adalah
customer intention, brand image, word of mouth, dan customer trust
2.3.1. Hubungan Variabel Word of Mouth Terhadap Customer Intention
Park et al. (2011) berpendapat bahwa kekuatan Word-of-mouth lebih besar
daripada iklan konvensional khususnya dalam hal kemampuan untuk menciptakan
sikap negatif atau sikap positif konsumen. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa
WOM mempengaruhi sikap konsumen mengenai pilihan terhadap produk dan jasa.
Hennig-Thurau et al. (2004) mendefinisikan e-WOM sebagai "pernyataan
positif atau negatif yang dilakukan oleh pelanggan potensial tentang produk atau
perusahaan yang tersedia bagi masyarakat umun". Stauss (1997, 2000) membahas
ancaman dan peluang untuk bisnis yang ditimbulkan oleh WOM pelanggan melalui
online. Strauss juga mengusulkan bahwa perusahaan-perusahaan komersial harus
mencoba mengorganisir komunitas online daripada hanya beriklan di internet. Studi
ini menunjukkan betapa besar dampak potensial e-WOM dapat mempengaruhi proses
keputusan konsumen.
Senecal dan Nantel (2004) meneliti bagaimana e-WOM mempengaruhi
pilihan produk yang menggunakan studi eksperimental penggunaan konsumen
sebagai sumber rekomendasi online. Berbagai media dapat memberikan pengaruh
bagi proses e-WOM, seperti forum diskusi dan social media, penelitian ini
membuktikan bahwa e-WOM mempengaruhi keinginan konsumen dalam
menggunakan produk dan jasa.
29 Universitas Kristen Petra
Gilly et al. (1998) menunjukkan bahwa kurangnya informasi yang efektif
untuk membedakan produk dengan yang lain dapat meningkatkan risiko
berkurangnya pembelian. Pada saat ini, pesan WOM akan menjadi referensi yang
sangat penting bagi konsumen untuk menetapkan proses pengambilan keputusan
pembelian mereka. Beberapa penelitian terkait juga telah menunjukkan bahwa pesan
e-WOM merupakan sarana penting dimana konsumen dapat memperoleh informasi
tentang produk atau kualitas layanan, Chevalier dan Mayzlin, 2006). Chatterjee,
(2001) mengemukakan bahwa jenis pesan secara efektif seperti e-WOM dapat
mengurangi risiko dan ketidakpastian konsumen ketika membeli produk atau jasa,
sehingga niat pembelian mereka dan pengambilan keputusan dapat lebih dipengaruhi.
Chevalier dan Mayzlin (2006) meneliti efek dari review produk secara online pada
penjualan dua toko buku online berdasarkan data yang tersedia secara publik dari dua
penjual buku online terkemuka. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa
komunikasi online secara signifikan mempengaruhi perilaku pembelian konsumen
lain.
Penelitian terakhir baru-baru ini Albarq dan Abbas menyatakan bahwa WOM
communication has a positive impact on brand image; WOM communication has a
strong positive impact on purchase intention; and brand image influences purchase
intention (2014) yang mengungkapkan bahwa word of mouth communication
memmiliki dampak positif terhadap brand image, dan customer intention.
Penelitian dari Febriani et al (2011) dalam peneltian mereka tentang makanan
vegetarian tentang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Word Of Mouth (Wom)
Dengan Intensi Membeli Makanan Vegetarian Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro menyatakan bahwa ada pengaruh positif antara word of
mouth terhadap customer intention
Menurut Kamtarin, Milad dalam penelitianya yang berjudul The Effect of
Electronic Word of Mouth, Trust and Perceived Value on Behavioral Intention from
the Perspective of Consumers (2012) menunjukan adanya pengarh signifikan dari
word of mouth terhadap keingininan membeli konsumen.
30 Universitas Kristen Petra
Penelitian selanjutnya dari Jalilvand et.al dalam penelitiannya mengenai
automobile industry di Inggris menyatakan bahwa word of mouth has a significant
impact on purchase intention (2012) yang berarti bahwa pengaruh word of mouth
signifikan mempenaruhi keinginan konsumen untuk melakukuan pembelian.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, Torlak et al. yang meneliti
tentang The Effect of Electronic Word of Mouth on Brand Image and Purchase
Intention: An Application Concerning Cell Phone Brands for Youth Consumers in
Turkey (2014) menghasilkan penemuan bahwa word of mouth tidak berpengaruh
signifikan terhadap keinginan untuk membeli
Berdasarkan pendapat-pendapat ini maka penulis mengambil sebuah hipotesis bahwa :
H1 : Ada pengaruh positif antara Word of mouth terhadap Customer Intention
2.3.2 Hubungan Variabel Word of mouth Terhadap Brand Image
Komunikasi word of mouth (WOM) pada umumnya diakui memiliki peranan
yang cukup besar dalam mempengaruhi dan membentuk sikap konsumen dan serta
keinginan konsumen (Chatterjee, 2001).
Beberapa penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa WOM lebih
berpengaruh daripada komunikasi melalui sumber lain seperti referensi editorial
maupun iklan (Bickart and Schindler, 2001); (Smith et al. , 2005); (Trusov et al. ,
2009) karena dianggap memberikan informasi yang relatif lebih dapat dipercaya
(Gruen et al., 2006). Akibatnya, word of mouth dianggap sebagai komunikasi yang
memiliki tingkat persuasi yang lebih tnggi karena dipercaya dan dapat dirasakan
(Chatterjee, 2001); (Godes and Mayzlin, 2004); (Mayzlin, 2006).
Word of mouth awalnya hanya merupakan gagasan dan pendapat orang-orang
yang menjadi percakapan antara konsumen terhadap sebuah produk (Chatterjee,
2001); (Sen and Lerman, 2007). Namun saat ini dengan berkembangnya era
komunikasi bahkan dengan hadirnya social media penyebaran word of mouth
semakin berkembang pesat (Brown et al. , 2007). Saat ini WOM menjadi penting
sebagai wadah penampung pendapat konsumen (Bickart and Schindler, 2001);
(Godes and Mayzlin, 2004), (Mayzlin, 2006). Apalagi jika word of mouth dilakukan
31 Universitas Kristen Petra
di ranah online memanfaatkan media sosial seperti facebook, twitter, maupun
instagram. Review konsumen pada media sosial terhadap sebuah produk menjadi hal
yang sangat penting bagi penjual (Schindler and Bickart, 2005; (Sen and Lerman,
2007) karena dapat menggerakan keinginan customer baru melakukan pembelian
(Zhang dan Tran, 2009). Selanjutnya, masalah branding telah dianggap sebagai
modal utama bagi banyak pelaku usaha. Merek yang kuat dapat meningkatkan
kepercayaan pelanggan pada produk atau jasa yang dibeli.
Yoo and Donthu (2001) menyataan bahwa brand image dapat mempengaruhi
keuntungan perusahaan dan arus kas jangka panjang di masa depan, kesediaan
konsumen untuk membayar harga premium, merger dan akuisisi keputusan keputusan,
harga saham, keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, dan pemasaran yang sukses.
Berdasarkan hal ini brand image memiliki kekuatan yang sangat kuat dalam
mempengaruhi sebuah bisnis (Herr et al. , 1991),
Keller (1993). berpendapat bahwa komunikasi yang dilakukan sedemikian
hidup dan interaktif lewat internet mungkin memiliki efek yang kuat pada brand
image bahkan juga berdampak pada customer intention. Brand image merupakan
persepsi tentang merek yang tercermin dari asosiasi merek yang terekam pada ingatan
konsumen. Brand image berasal dari semua pengalaman konsumsi konsumen, dan
kualitas pelayanan yang dirasakan konsumsi. Dengan demikian, persepsi pelanggan
tentang kualitas layanan secara langsung mempengaruhi citra merek (Aydin and Ozer,
2005)
Jalilvand, Mohammad Reza; Samiei, Neda (2012), Dalam studi empiris
menunjukkan bahwa WOM memiliki efek besar pada brand image dan secara tidak
langsung menyebabkan niat untuk membeli
Bambauer-Sachse dan Mangold (2011) meneliti efek tinjauan negative produk
secara online, dan komunikasi wom pada ekuitas merek berbasis konsumen. Studi di
atas menguraikan kenyataan bahwa WOM telah menjadi elemen permanen dari
bauran pemasaran online dengan pengaruh yang sangat besar bagi brand image dan
keputusan pembelian konsumen online.
32 Universitas Kristen Petra
Torlak et al. dalam penelitiannya yang berjudul The Effect of Electronic Word
of Mouth on Brand Image and Purchase Intention: An Application Concerning Cell
Phone Brands for Youth Consumers in Turkey (2014) menghasilkan penemuan bahwa
word of mouth memiliki pengaruh kuat terhadap brand image
Berdasarkan pendapat-pendapat ini maka penulis mengambil sebuah hipotesis
bahwa :
H2 : Ada pengaruh positif antara Word of mouth terhadap Brand Image
2.3.3. Hubungan Variabel Word of Mouth dengan Customer Trust
Beberapa peneliti telah mencatat bahwa salah satu karakteristik dari WOM
adalah bahwa hal itu telah terjadi antara orang-orang yang memiliki hubungan antara
satu sama lain atau mengetahui dengan siapa mereka berkomunikasi (Sen &Lerman,
2007)
Sebuah studi yang dilakukan oleh compete (2007) mengungkapkan bahwa
sekitar sepertiga dari konsumen berkomunikasi dengan messege board, online
community, atau forum sebelum melakukan pembelian karena mereka percaya bahwa
tinjauan orang lain yang telah menggunakan produk/jasa itu sebelumnya dapat
membantu mereka membuat keputusan pembelian mereka.
Banyak peneliti mengatakan bahwa WOM sebagai alat utama dalam konsep
pemasaran. Sernovitz et al. (2009) mencatat bahwa orang-orang senang berbicara
tentang produk dan jasa yang telah digunakan, dan konsumen juga senangg
mendiskusikan penjual dan penyedia layanan.
Pemasaran WOM adalah tentang bagaimana menghasilkan komentar positif
dari konsumen. Beberapa peneliti, seperti Tucker (2011), menganggap WOM
menjadi kunci keberhasilan sebuah perusahan. Tucker (2011) menambahkan bahwa
konsumen, secara keseluruhan, sering tidak percaya dengan iklan yang dibuat,
melainkan lebih percaya dengan omongan orang lain.
Karena WOM bisa mengakibatkan hal yang positif maupun negatif negatif,
beberapa peneliti telah menghasilkan jenis WOM sesuai tingkat kepuasan.
33 Universitas Kristen Petra
Steinkuehler dan Williams (2006) mengusulkan tiga teori utama yang terkait dengan
konsumen yang terlibat dalam WOM:
1. Pelanggan yang puas berbagi pendapat dengan orang lain karena beberapa
alasan, diantaranya sebagai berikut :
- Untuk menarik perhatian kepada diri mereka sendiri
- Untuk mengurangi konflik kognitif
- Untuk menghindari hal negatif
- Agar tampak berpengetahuan kepada orang lain
- Mereka suka membantu orang lain.
2. Konsumen puas terlibat dalam WOM untuk alasan berikut:
- Untuk memperingatkan orang lain
- Untuk melampiaskan ketidakpuasan mereka.
- Untuk mengurangi kecemasan
3. Sangat baik dilakukan puas dengan orang-orang yang tidak puas akan paling
ekstrim dan karena itu memiliki dampak terbesar.
Komunikasi WOM merupakan topik yang semakin penting dalam pemasaran akhir-
akhir ini, perilaku konsumen adalah menjadi semakin kebal terhadap iklan tradisional
dan komunikasi pemasaran lainnya. Pada dasarnya, WOM adalah hubungan tradisi
yang sama antara dua atau lebih berdasarkan lisan.
Berdasarkan pendapat-pendapat ini maka penulis mengambil sebuah hipotesis bahwa :
H3 : Ada pengaruh positif antara Word of mouth dengan Customer Trust
2.3.4. Hubungan Variabel Brand Image Terhadap Customer Intention
Dalam proses untuk memutuskan membeli suatu produk konsumen tentunya
memiliki alasan-alasan tertentu yang dialtarbelakangi banyak hal, sebagai contoh
pada saaat konsumen merasa puas dengan kualitas dan pelayanan yang diberikan
produk dan pengelolanya. Namun tak sedikit juga kebutuhan akan sebuah barang
menjadi pemicu tersendiri bagi konsumen dalam memutuskan untuk membeli sebuah
produk tanpa adanya pertimbangan apapun, dalam hal ini bisa saja konsumen
34 Universitas Kristen Petra
membeli sebuah produk tanpa ada rencana khusus untuk membeli sebelumnya atau
bahkan tanpa adanya pertimbangan dan referensi orang lain ketika konsumen
memutuskan untuk membeli.
Torlak et al. yang meneliti tentang The Effect of Electronic Word of Mouth on
Brand Image and Purchase Intention: An Application Concerning Cell Phone Brands
for Youth Consumers in Turkey (2014) menghasilkan penemuan bahwa brand image
berpengaruh signifikan terhadap keinginan untuk membeli
Lin mengatakan bahwa the stronger the brand image, the higher the product
quality recognized by consumers purchase intention (2007). Pendapat ini
mengungkapkan bahwa untuk melihat tingkat kekuatan brand image bisa dilihat
dengan tingkat keinginan konsumen yang tinggi.
Sementara Yu, Chih-Ching, Lin, Pei-Jou, Chen, dan Chun-Shuo mengatakan
dalam penelitian tentang marketing online bahwa Internet user purchase intention of
luxury brands will be positively influenced by the brand image (2013). Hal ini
kembali menyatakan bahwa kekuatan brand image mampu menarik minat konsumen
online dalam pembelian di marketplace online.
Ferrinadewi (2008:165) menyatakan bahwa brand image merupakan sebuah
persepsi tentang merek yang mereflaksikan memori konsumen terhadap asosiasi-
asosiasi pada merek tersebut.
Fransisca Paramitasari Musay menyatakan bahwa Brand image yang terdiri
dari citra perusahaan, citra pemakai, dan citra produk secara bersama-sama memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian. (2013). Citra perusahaan
merupakan gambaran perusahaan di mata konsumen berdasarkan pengetahuan,
tanggapan serta pengalaman konsumen terhadap perusahaan yang bersangkutan. Citra
pemakai merupakan sekumpulan karakteristik dari konsumen yang dihubungkan
dengan ciri khas dari konsumen suatu merek. Sedangkan citra produk merupakan
gambaran produk di mata konsumen berdasarkan pengetahuan, tanggapan serta
pengalaman konsumen terhadap produk yang bersangkutan. Ketiga komponen ini
merupakan faktor penting yang membentuk suatu citra dari sebuah merek (Fransisca
Paramitasari Musay, 2013)
35 Universitas Kristen Petra
Bian dan Moutinho (2011) meneliti dampak citra merek yang dirasakan, efek
langsung dan tidak langsung) dari product involvement and product knowledge pada
customer intention hasilnya menunjukkan bahwa brand image bukanlah mediator
terhadap customer intention.
Pendapat lain lagi dari Koh dan Fang, mereka menyatakan bahwa there were
no significant differences between brand image and current purchase decision (2012).
Maksudnya adalah menurut mereka antara brand image dan purchase decision tidak
terlalu berpengaruh signifikan terhadap keinginan customer untuk melakukan
pembelian.
Berdasarkan pendapat-pendapat ini maka penulis mengambil sebuah hipotesis bahwa :
H4 : Ada pengaruh positif antara brand image dan customer intention
2.3.5. Hubungan Variabel Customer Trust Terhadap Customer Intention
Rousseau et al. (1998, p. 395) mneyatakan bahwa kepercayaan didefinisikan
sebagai: "sisi psikologis yang meliputi niat untuk menerima sensitivitas berdasarkan
ekspektasi positif dari customer intention atau perilaku pembeli". Kepercayaan dapat
mengurangi ketidakpastian dan oleh karena itu sangat penting untuk kegiatan
perdagangan (Blau, 2008), dan telah diteliti dampaknya terhadap consumers fears of
unreliability and cheating (Jones & Leonard, 2008)
Customer Intention adalah jenis keputusan yang dibuat oleh pembeli di mana
pembeli memverifikasi merek tertentu dan mengabaikan merek lain. Keadaan seperti
kepercayaan terhadap sesuatu sebelum membeli merek dan terus membeli merek
membantu konsumen akhirnya membeli (Porter, 2009), sedangkan Schoen (2004)
menemukan jenis pembeli setia dengan keputusan pembelian yang sensitif terhadap
harga, dan buyer investing money dalam merek yang dapat memenuhi kebutuhan
mereka yang sangat mereka percaya.
Turban et al. dalam penelitiannya berpendapat bahwa trust to be a factor in
making purchasing decisions (2001) yang artinya bahwa kepercayaan konsumen
36 Universitas Kristen Petra
merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi konsumen melakukan
pembelian.
Kepercayaan adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi pembelian
secara online (Kolsaker, et al., 2004) telah mengidentifikasi faktor-faktor
kepercayaan, budaya, infrastruktur fasilitas internet dengan pembayaran dan
pengiriman sistem, serta tingkat pendidikan, khususnya melek komputer di sebuah
negara merupakan faktor penting pada kegiatan e-commerce secara keseluruhan pada
umumnya, dan kebiasaan membeli konsumen pada khususnya. Menurut Chiu et al.
(2009), secara umum, kepercayaan dipandang sebagai seperangkat keyakinan tertentu
terutama yang berhubungan dengan rujukan, kompetensi dan integritas pihak lain.
Rujukan adalah keyakinan bahwa orang yang diberikan kepercayaan tidak akan
bertindak secara oportunistik, bahkan jikadiberi kesempatan (Chiu et al, 2009).
Kompetensi adalah keyakinan pada kemampuan orang yang diberikan kepercayaan
untuk memenuhi kewajibannya seperti yang diharapkan (Chiu et al., 2009).].
Kepercayaan ini penting karena membantu pelanggan mengatasi persepsi
ketidakpastian dan risiko serta terlibat dalam trust-related behaviors dengan pihak
lain, seperti berbagi informasi pribadi atau melakukan pembelian (Pavlou. Dan
Fygenson. 2006), masalah Kepercayaan awalnya penting bahwa orang-orang tidak
dapat menjamin bahwa informasi yang diambil dari berbagai sumber selalu
dipercaya (Jung 2009) .Kepercayaan mengacu pada keyakinan individu bahwa orang
lain akan berperilaku berdasarkan harapan individu (Grazioli & Jarvenpaa, 2000) dan
harapan bahwa orang lain yang memilih untuk percaya tidak akan berperilaku
oportunis dengan mengambil keuntungan dari keadaan yang terjadi (Gefen et al.,
2003). Dalam onlineshop, konsumen merasa takut untuk bertransaksi dengan e-
vendor dalam transaksi yang dilakukan melalui Internet. Hoffman, Novak, dan
Peralta (1999) menunjukkan bahwa obstruksi penting dalam e-commerce adalah rasa
takut, termasuk kurangnya standar untuk pembayaran yang aman, kurangnya model
bisnis yang menguntungkan, dan ketakutan konsumen mendistribusikan data pribadi
mereka. Kepercayaan membantu mengurangi ketakutan dan memfasilitasi transaksi e-
commerce dengan mengurangi penipuan, ketidakpastian dan risiko potensial lainnya.
37 Universitas Kristen Petra
Berdasarkan pendapat-pendapat ini maka penulis mengambil sebuah hipotesis bahwa :
H5 : Ada pengaruh positif antara Customer Trust terhadap Customer Intention
2.3.6. Hubungan Variabel Brand Image Terhadap Customer Trust
Brand atau merek merupakan janji yang diberikan penjual kepada konsumen
dan calon konsumen secara konsisten dengan memberikan keistimewaan, manfaat,
dan jasa tertentu dengan tujuan memuaskan konsumen, dalam hal ini, mereka
berfungsi untuk melindungi konsumen terhadap rasa khawatir akan sebuah produk.
Menurut Kotler, brand memiliki enam level pengertian (2003: 460) sebagai berikut.
(1) Atribut: merek mengingatkan pada atribut tertentu. Contohnya mercedes member
kesan sebagai mobil yang mahal, dibuat dengan baik, dirancang dengan baik, tahan
lama, dan bergengsi tinggi. (2) Manfaat: bagi konsumen, kadang sebuah merek tidak
sekadar menyatakan atribut, tetapi manfaat. Mereka membeli produk tidak membeli
atribut, tetapi membeli manfaat. Atribut yang dimiliki oleh suatu produk dapat
diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan atau emosional. Sebagai contoh :
atribut “tahan lama“ diterjemahkan menjadi manfaat fungsional “tidak perlu cepat
beli lagi, atribut “mahal“ diterjemahkan menjadi manfaat emosional “bergengsi”, dan
lain-lain. (3) Nilai: merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Jadi,
Mercedes berarti kinerja tinggi, keamanan, gengsi, dan lain-lain. (4) Budaya: merek
juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya Jerman, terorganisasi,
efisien, bermutu tinggi. (5) Kepribadian: merek mencerminkan kepribadian tertentu.
Mercedes mencerminkan pimpinan yang masuk akal (orang), singa yang memerintah
(binatang), atau istana yang agung (objek). (6) Pemakai: merek menunjukkan jenis
konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Mercedes menunjukkan
pemakainya seorang diplomat atau eksecutif. Bisa dikatakan bahwa merek adalah
penggunaan nama, logo, trade mark, serta slogan untuk membedakan perusahaan
perusahaan dan individu-individu satu sama lain dalam hal apa yang mereka tawarkan
Penggunaan konsisten suatu merek, simbol, atau logo membuat merek tersebut segera
dapat dikenali oleh konsumen sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengannya
tetap diingat. Dengan demikian, suatu merek dapat mengandung tiga hal, yaitu
38 Universitas Kristen Petra
sebagai berikut. (1) Menjelaskan apa yang dijual perusahaan. (2) Menjelaskan apa
yang dijalankan oleh perusahaan. (3) Menjelaskan profil perusahaan itu sendiri. Suatu
merek memberikan serangkaian janji yang di dalamnya menyangkut kepercayaan,
konsistensi, dan harapan. Dengan demikian, merek sangat penting, baik bagi
konsumen maupun produsen. Bagi konsumen, merek bermanfaat untuk
mempermudah proses keputusan pembelian dan merupakan jaminan akan kualitas.
Sebaliknya, bagi produsen, merek dapat membantu upayaupaya untuk membangun
loyalitas dan hubungan berkelanjutan dengan konsumen (Riana, Gede 2008)
Merek (brand) berfungsi mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau
sekelompok penyaji dan membedakannya dari produk sejenis dari penyaji lain
(Kotler, 2003:163). Lebih dari itu, merek adalah sesuatu yang dibentuk dalam pikiran
pelanggan dan memiliki kekuatan membentuk kepercayaan pelanggan (Peter & Olson,
1996:168). Jika perusahaan mampu membangun merek yang kuat di pikiran
pelanggan melalui strategi pemasaran yang tepat, perusahaan akan mampu
membangun mereknya. Dengan demikian merek dapat memberi nilai tambah pada
nilai yang ditawarkan oleh produk kepada pelanggannya yang dinyatakan sebagai
merek yang memiliki ekuitas merek (Aaker, 1991:14).
Rasa percaya pelanggan atas keputusan pembelian melibatkan keyakinan
pelanggan pada suatu merek sehingga timbul rasa percaya atas kebenaran tindakan
yang diambil. Rasa percaya pelanggan atas keputusan pembelian merepresentasikan
sejauh mana pelanggan memiliki keyakinan diri atas keputusannya memilih suatu
merek, mencerminkan tingkat kepercayaan pelanggan terhadap suatu merek.
Perusahaan perlu mengidentifikasi elemen ekuitas merek yang mampu
mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian yang dibuatnya.
Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap pengelolaan elemen ekuitas merek tersebut
Pentingnya rasa percaya diri pelanggan dalam hal ini adalah bahwa pelanggan yang
membuat keputusan pembelian dengan yakin dan “confidence”, berarti pelanggan
tidak ragu akan apa yan diputuskan dan dibeli. Dengan demikian keyakinan tersebut
sangat berperan dalam membangun loyalitasnya lebih lanjut, terutama kemauan
pelanggan untuk merekomendasi calon pelanggan lain dan memberikan informasi
39 Universitas Kristen Petra
dari mulut ke mulut (Word-Of-Mouth) yang bernada positif atas merek tersebut
(Astuti, S.S et al. 2007)
“Confidence represents a person’s belief that her or his attitude toward the
brand is correct and an attitute held with confidence are heavily drive her or his
behavior toward the brand” (Assael, 1995:368). Rasa percaya diri dalam memutuskan
untuk membeli sebuah produk menunjukkan rasa percaya diri atas tindakan yang
diambil, dalam hal ini adalah keputusan pembeliannya. Merek yang diyakini
memiliki nilai positif (positive brand beliefs) dapat mempengaruhi evaluasi terhadap
merek secara positif pula, dan meningkatkan favorability of attitude toward the brand
(Assael,1995:167). Sikap yang positif atas merek tersebut selanjutnya dapat
menciptakan rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembeliannya, dan
mengurangi keraguan pelanggan atas keputusannya.
Menurut Aaker dalam penelitiannya menyatakan bahwa rasa percaya diri
pelanggan atas keputusan pembelian disebabkan karena kedekatan pelanggan dengan
brand, dikarenakan karena iklan, maupun pengalaman langsung dengan brand.
Sebuah merek yang sudah terkenal dan memiliki kredibilitas yang tinggi akan
memberikan keyakinan bagi pelanggan untuk memilih merek tersebut dalam
keputusan pembeliannya (1991:16)
Aaker (1991:112) berpendapat bahwa asosiasi merek mampu membentuk rasa
percaya diri pelanggan terhadap keputusan pembelian melalui persepsi positif yang
diciptakan terhadap merek di benak mereka. Merek yang memiliki kredibilitas yang
baik menciptakan kepercayaan yang signifikan terhadap merek tersebut. Asosiasi
merek juga dapat mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan
pembelian melalui penciptaan benefit association yang positif di benak pelanggan.
Positive benefit association mampu memberikan reason to buy yang dapat
mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian (Assael,
1992:47).
Schiffman & Kanuk (2000:141) juga berpendapat bahwa brand association
yang memiliki kredibilitas tinggi dan positif mampu menciptakan brand image yang
sesuai dengan harapan pelanggan, sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya
40 Universitas Kristen Petra
pelanggan dalam memutuskan untuk memeli sebuah produk. Aaker (1991:40)
menyatakan bahwa tingkat brand loyalty yang tinggi, yaitu komitmen pelanggan yang
kuat atas merek dapat menciptakan rasa percaya diri yang besar pada pelanggan saat
mengambil keputusan pembelian (Assael, 1992:89; Hanna & Wozniak, 2001:158).
Menurut Rahman, et al (2012) dalam penelitiannya tentang memiliki produk
beverage di Bangladesh mereka menyatakan bahwa brand image has significant
influence on costumer trust in selecting a beverage product.
Menurut Rizan et al. (2012) dalam penelitian mereka tentang Pengaruh Brand
Image Dan Brand Trust Terhadap Brand Loyalty Teh Botol Sosro menjelaskan
bahwa citra merek dan kepercayaan merek berpengaruh terhadap loyalitas merek
Pendapat-pendapat tersebut bertolak belakang dengan penelitian Wardana et
al (2012) yang meneliti tentang kepercayaan konsumen pada bimbingan belajar
primagama menyatakan bahwa secara parsial kepribadian merek tidak berpengaruh
signifikan terhadap kepercayaan.
Berdasarkan pendapat-pendapat ini maka penulis mengambil sebuah hipotesis bahwa :
H6 : Ada pengaruh positif antara Brand Image terhadap Customer Trust
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih harus dilakukan
pengujian terhadap kebenarannya. Berdasarkan tinjauan di atas maka hipotesis yang
akan diuji dalam penelitian ini adalah :
Hipotesis 1
Ada pengaruh positif antara Word of mouth terhadap Customer Intention
Hipotesis 2
Ada pengaruh positif antara Word of mouth terhadap Brand Image
Hipotesis 3
Ada pengaruh positif antara Word of mouth dengan Customer Trust
Hipotesis 4
41 Universitas Kristen Petra
Ada pengaruh positif antara brand image dan customer intention
Hipotesis 5
Ada pengaruh positif antara Customer Trust terhadap Customer Intention
Hipotesis 6
Ada pengaruh positif antara Brand Image terhadap Customer Trust
42 Universitas Kristen Petra
2.5 Kerangka Konseptual
Adapun kerangka dari pemikiran teoritis dan pengembangan model penelitian
ini sebagai berikut :
H4
H2
H6 H1
H3
H H5
Gambar Model Kerangka Konseptual
BRAND IMAGE
Keller (2003)
a. Desirable
b. Deliverable
c. Personal Relevance
d. Consistency
e. Point of Parity
WORD OF MOUTH
Solomon (2002)
a. Customer
Experience
b. Product Knowledge
c. Caring
d. Reduce Uncertainty
CUSTOMER TRUST
Meyer (1995)
a. Ability
b. Benevolence
c. Integrity
CUSTOMER INTENTION
Lindawatie (1998)
a. Jenis Pekerjaan
b. Sosial Ekonomi
c. Hobi
d. Jenis kelamin
e. Usia