2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya...

87
2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya, Proses Belajar Mengajar (PBM) merupakan proses komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Gondo (2007), Pembelajaran adalah interaksi timbal balik antara siswa dengan guru dan antar sesama siswa dalam proses pembelajaran. Pengertian interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima. Namun tidak hanya diperlukan interaksi antara pengajar (guru) dengan pembelajar (siswa) saja, tetapi juga dibutuhkan interaksi keduanya dengan bahan ajar. Interaksi antara siswa dengan bahan ajar adalah proses belajar, dan interaksi antara guru dengan bahan ajar adalah pengolahan bahan ajar. Interaksi yang terjalin dengan baik antara ketiga komponen tersebut dapat memungkinkan ketercapaian tujuan pembelajaran yang maksimal. Klopfer (Rustaman, 2003) menyatakan bahwa : “Bagaimanapun IPA diajarkan, gurulah yang paling menentukan apa yang dipelajari siswa”. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat kita ketahui bahwa dari ketiga komponen pembelajaran (guru, siswa, dan bahan ajar), komponen gurulah yang paling menentukan tercapai atau tidaknya tujuan suatu pembelajaran. Maka dari itu, seorang guru haruslah mempunyai profesionalitas yang tinggi dalam melaksanakan suatu pembelajaran.

Transcript of 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya...

Page 1: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada Hakekatnya, Proses Belajar Mengajar (PBM) merupakan proses

komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pembelajaran. Menurut

Gondo (2007), Pembelajaran adalah interaksi timbal balik antara siswa dengan

guru dan antar sesama siswa dalam proses pembelajaran. Pengertian interaksi

mengandung unsur saling memberi dan menerima. Namun tidak hanya

diperlukan interaksi antara pengajar (guru) dengan pembelajar (siswa) saja, tetapi

juga dibutuhkan interaksi keduanya dengan bahan ajar. Interaksi antara siswa

dengan bahan ajar adalah proses belajar, dan interaksi antara guru dengan bahan

ajar adalah pengolahan bahan ajar. Interaksi yang terjalin dengan baik antara

ketiga komponen tersebut dapat memungkinkan ketercapaian tujuan pembelajaran

yang maksimal.

Klopfer (Rustaman, 2003) menyatakan bahwa : “Bagaimanapun IPA

diajarkan, gurulah yang paling menentukan apa yang dipelajari siswa”.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat kita ketahui bahwa dari ketiga komponen

pembelajaran (guru, siswa, dan bahan ajar), komponen gurulah yang paling

menentukan tercapai atau tidaknya tujuan suatu pembelajaran. Maka dari itu,

seorang guru haruslah mempunyai profesionalitas yang tinggi dalam

melaksanakan suatu pembelajaran.

Page 2: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

3

Profesionalitas seorang guru ditunjukkan dengan kemampuan serta

keterampilannya dalam menjalankan perannya yang multifungsi dengan baik.

Salah satunya adalah guru harus mampu menjadi seorang motivator bagi

siswanya. Motivasi akan timbul apabila guru merupakan “Inspired Teacher” atau

guru-guru yang mampu memberikan ilham dan “well designed texts” atau sumber-

sumber yang benar-benar dirancang dengan baik. Diharapkan dengan

profesionalitas yang guru miliki, dapat memberikan kemudahan bagi siswa dalam

memahami bahan ajar atau materi yang dinilai kompleks oleh siswa seperti

Biologi. Menurut Omundsen (Sabaria, 2003 : 2) Biologi dikenal sebagai mata

pelajaran yang membosankan dan sarat akan istilah-istilah serta terminologi juga

hafalan yang banyak yang perlu diingat. Bahkan berdasarkan penelitian yang

dilakukan Krynock dan Rob pada tahun 1996 (Sabaria, 2003 : 2), diketahui bahwa

banyak sekali siswa, terutama siswa laki-laki yang tidak meminati Biologi karena

dianggap sebagai mata pelajaran yang tidak mudah dicerna oleh pikiran mereka.

Seorang guru Biologi perlu memotivasi siswanya agar senang belajar Biologi,

memberi penguatan, dan memperlihatkan bahwa belajar Biologi yang baik bukan

dengan cara menghapal (Rustaman, 2003 : 15).

Agar dapat menarik motivasi siswa, guru juga dapat menggunakan

keterampilannya dalam mengolah bahan ajar. Yaitu dengan menyajikan sumber

belajar dalam kemasan yang atraktif sebagai media pembelajaran. Ada banyak

jenis media pembelajaran, salah satunya adalah media Audio (Tape recorder) juga

media Visual (Gambar). Dengan menggunakan media yang bersifat Audio, sama

halnya dengan siswa mendengarkan ceramah dari gurunya. Media ini lebih

Page 3: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

4

menekankan pada kata-kata yang memungkinkan siswa hanya menggunakan otak

untuk mengingat kata-kata saja (off-line), sedangkan siswa seharusnya diajarkan

untuk berkreasi dan berpikir sendiri. Untuk itu, media yang bersifat visual,

misalnya gambar/komik ilmiah sangatlah cocok. Karena siswa dapat belajar

memadukan unsur kata-kata dengan gambar (on-line), sehingga siswa lebih

mudah untuk memahami dan mengingat pelajaran. Menurut Wibawa (1991 : 28),

media visual memilki beberapa kelebihan, yaitu : umumnya murah harganya,

mudah didapat, mudah digunakannya, dapat memperjelas suatu masalah, lebih

realistis, dapat membantu mengatasi keterbatasan pengamatan, serta dapat

mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. Diantaranya bahwa penggunaan gambar

dapat merangsang minat/perhatian siswa dan dapat membantu siswa mengingat isi

informasi bahan-bahan verbal yang menyertai proses belajar mengajar. Selain itu,

penelitian Kurniawati (2003 : 64) membuktikan bahwa pengunaan buku komik

dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran bahasa. Penggunaan

media ini akan lebih menarik perhatian siswa, karena dengan melihat gambar,

siswa sudah dapat menangkap alur cerita yang ada di dalamnya.

Belajar hapalan memungkinkan siswa dapat mengerjakan evaluasi, tetapi

kemudian siswa tersebut lupa. Menurut Dahar (Hassard, 2000), agar siswa lebih

mudah memahami dan mengingat sebuah materi pembelajaran, diperlukan adanya

keterkaitan antara konsep awal yang telah dimiliki siswa dengan informasi baru.

Ausubel yang merupakan pionir dari pembelajaran secara bermakna

mengungkapkan bahwa guru harus mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki

para siswa supaya belajar bermakna dapat berlangsung, salah satunya dengan

Page 4: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

5

menggunakan peta konsep sesuai gagasan Novak. Melalui pembentukan peta

konsep sebagai media pembelajaran, maka telah diupayakan pengembangan dan

pembentukan struktur kognitif siswa.

Pokok bahasan sistem peredaran darah pada manusia merupakan salah satu

pokok bahasan yang tergolong kompleks dan abstrak. Selain mempunyai cakupan

yang luas, pokok bahasan ini juga sarat akan hapalan. Hal inilah yang menjadi

alasan mengapa materi Sistem Peredaran Darah pada Manusia diangkat sebagai

materi penelitian.

Hasil belajar yang rendah merupakan salah satu indikasi seberapa jauh siswa

memahami pokok bahasan yang diajarkan. Hasil belajar yang minimal

menunjukkan tingkat pemahaman siswa yang kurang terhadap pokok bahasan

yang diajarkan. Informasi tentang hasil belajar dipandang sangat penting, karena

salah satu ketercapaian tujuan pembelajaran adalah tercapainya hasil belajar siswa

yang optimal. Untuk itu, peneliti memandang perlunya media peta konsep dan

media komik ilmiah pada pokok bahasan sistem peredaran darah pada manusia,

sehingga terciptakan pembelajaran mengenai konsep sistem peredaran darah pada

manusia yang bermakna dan dapat diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap

hasil belajar siswa serta dapat meninjau media mana yang memberikan pengaruh

yang lebih besar dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna dalam pokok

bahasan sistem peredaran darah pada manusia

Page 5: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

6

B. Rumusan dan Batasan Masalah

1. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah :

“ Bagaimanakah perbandingan hasil belajar antara siswa SMA yang

menggunakan peta konsep dengan komik ilmiah pada pokok bahasan sistem

peredaran darah pada manusia?”

Dari rumusan masalah diatas, dapat dijabarkan beberapa pertanyaan penelitian

sebagai berikut :

a. Bagaimanakah hasil belajar siswa SMA sebelum dan sesudah pembelajaran

sistem peredaran darah pada manusia dengan menggunakan peta konsep?

b. Bagaimanakah hasil belajar siswa SMA sebelum dan sesudah pembelajaran

sistem peredaran darah pada manusia dengan menggunakan komik ilmiah?

c. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan ?

d. Bagaimanakah pengaruh dari media pembelajaran yang digunakan terhadap

hasil belajar siswa?

2. Batasan Masalah

Mengingat permasalahan diatas cukup luas, maka peneliti membatasi masalah

peneltitian pada :

a. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 di SMAN 7

Bandung

b. Materi pelajaran yang dijadikan sebagai bahan penelitian adalah konsep sistem

peredaran darah pada manusia.

Page 6: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

7

c. Komik ilmiah yang digunakan adalah komik yang dibuat khusus oleh peneliti

untuk materi sistem peredaran darah pada manusia dan telah melalui proses

penilaian dan koreksi oleh para ahli.

d. Peta konsep dibuat oleh peneliti mengenai materi sistem peredaran darah pada

manusia dan telah melalui proses penilaian dan koreksi oleh para ahli.

e. Hasil belajar yang diukur adalah pretest, postest, dan indeks gain berdasarkan

kemampuan kognitif.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui perbandingan hasil belajar antara siswa yang menggunakan peta

konsep dengan siswa yang menggunakan komik ilmiah pada pokok bahasan

sistem peredaran darah pada manusia.

b. Mengetahui pengaruh penggunaan media peta konsep dan media komik ilmiah

terhadap hasil belajar siswa SMA.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

a. Bagi para guru biologi, diharapkan dapat mengetahui pengaruh pemberian

media yang atraktif seperti komik ilmiah dan peta konsep terhadap hasil belajar

siswa. Selain itu, juga diharapkan bahwa guru biologi dapat mengetahui

perbandingan hasil belajar antara siswa yang menggunakan media peta konsep

dengan media komik ilmiah pada pokok bahasan sistem peredaran darah pada

manusia. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan salah satu

Page 7: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

8

alternatif bagi guru dalam menentukan media yang tepat untuk diaplikasikan di

lapangan agar mempermudah guru dalam menciptakan pembelajaran yang

bermakna.

b. Bagi siswa, diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam memahami

pokok bahasan sistem peredaran darah pada manusia, sehingga tidak terjadi

belajar hapalan melainkan belajar bermakna yang memperkuat konsep siswa.

D. Asumsi

Asumsi yang menjadi landasan penelitian ini adalah :

1. Media pembelajaran membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk

belajar (Sudrajat : 2008).

2. Penggunaan media pembelajaran dapat membantu pemahaman siswa yang

bersifat abstrak dan kompleks (Sudjana 2005 : 3).

3. Komik ilmiah dapat berfungsi sebagai pemancing minat belajar (Ekawati :

2007)

4. Keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran dapat lebih bermakna dan

mampu menciptakan penguasaan konsep yang kuat.

5. Nilai test siswa menunjukkan pemahaman siswa terhadap materi yang

diajarkan.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis bahwa

hasil belajar siswa yang menggunakan komik ilmiah lebih tinggi dibandingkan

hasil belajar siswa yang menggunakan peta konsep dalam pembelajaran sistem

peredaran darah pada manusia.

Page 8: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

9

BAB II

PENGGUNAAN PETA KONSEP DAN KOMIK ILMIAH PADA

PEMBELAJARAN SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA

A. Belajar dan Pembelajaran

Belajar dan mengajar merupakan dua istilah yang sangat popular dalam dunia

pendidikan. Kedua istilah itu mengacu kepada suatu proses yang terjadi dalam

suatu rangkaian unsur yang saling terkait. Belajar berarti berusaha untuk

mendapatkan kepandaian atau ilmu. Gagne (Adrian, 2004) dalam bukunya : The

Conditioning of learning mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang

terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, dan

bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Gagne (Adrian, 2004)

berkeyakinan, bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor

dalam diri dan keduanya saling berinteraksi. Purwanto (1995 : 5) juga

mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap

dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Dari definisi-definisi dia atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah segenap

rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan

mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau

kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Oleh sebab itu, apabila

setelah belajar, peserta didik tidak mengalammi perubahan tingkah laku yang

positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya

tidak bertambah, maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.

Page 9: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

10

Banyak para ahli yang telah merumuskan pengertian belajar. Hal ini

menimbulkan fenomena perselisihan yang wajar, karena adanya perbedaan titik

pandang dan perbedaan situasi belajar yang diamati oleh para ahli. Secara umum,

belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,

pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-

pengalaman sebelumnya. Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang

terjadi pada semua orang yang berlangsung seumur hidup. Belajar juga

merupakan proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar makhluk

hidup.

Berikut ini adalah beberapa teori belajar :

1. Teori belajar Bruner

Menurut Bruner (Rustaman, 2001 : 5), proses belajar siswa terjadi dalam 3

fase, yaitu : fase informasi, fase transformasi, dan fase penilaian. Menurut Bruner

(Abdillah, 2003), belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.

Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lebih lama dan

mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan

penalaran dan kemampuan berpikir siswa secara bebas, dan melatih keterampilan-

keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.

2. Teori belajar Ausubel

Menurut Ausubel (Hassard, 2000), belajar bermakna akan terjadi apabila

informasi baru dikaitkan pada pengetahuan awal yang ada dalam struktur kognitif.

Sedangkan belajar hapalan terjadi bila informasi baru tidak dapat dikaitkan pada

konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif, karena konsep-konsep

Page 10: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

11

tidak mirip dengan informasi baru itu. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi

belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas,

dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang tertentu dan pada waktu tertentu.

3. Teori Belajar Gagne

Menurut Gagne (Abdillah, 2003), perkembangan tingkah laku (behaviour)

adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa

belajar itu bukan merupakan proses tunggal dan tidak dapat didefinisikan dengan

mudah, karena belajar bersifat kompleks. Gagne (Abdillah, 2003) mendefinisikan

belajar sebagai mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang

berfungsi secara kompleks. Untuk itu, dibutuhkan kemampuan-kemampuan.

Kompetensi atau kemampuan itu meliputi skill, pengetahuan, attitude (perilaku),

dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam

berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas (outcome).

Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh pembelajar (peserta didik) dari

stimulus dan lingkungan, serta proses kognitif. Menurut Gagne (Abdillah, 2003),

belajar dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Verbal information ( Informasi Verbal ).

Belajar informasi verbal merupakan kemampuan yang dinyatakan, seperti

membuat label, menyusun fakta-fakta, dan menjelaskan.

b. Intellectual skill ( Kemampuan Intelektual ).

Kemampuan intelektual adalah kemampuan pembelajar yang dapat

menunjukkan kompetensinya sebagai anggota masyarakat, seperti menganalisa

Page 11: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

12

berita-berita, membuat keseimbangan keuangan, menggunakan bahasa untuk

mengungkapkan konsep, menggunakan rumus-rumus matematika.

c. Attitude ( Perilaku )

Perilaku merupakan kemampuan yang mempengaruhi pilihan pembelajar

(peserta didik) untuk melakukan suatu tindakan. Belajar melalui model ini

diperoleh melalui pemodelan atau orang yang ditokohkan (diidolakan).

d. Cognitive strategy ( strategi kognitif )

Strategi kognitif adalah kemampuan yang mengontrol manajemen belajar si

pembelajar meliputi mengingat dan berpikir. Cara yang terbaik untuk

mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan melatih pembelajar

memecahkan masalah, penelitian, dan menerapkan teori-teori untuk memecahkan

masalah yang nyata di lapangan.

Istilah belajar mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda, tetapi terdapat

hubungan yang erat, bahkan terjadi kaitan dan interaksi yang saling

mempengaruhi dan saling menunjang. Belajar, mengajar, dan pembelajaran terjadi

bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan

pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang guru

lakukan di dalam kelas. Duffy dan Roehler (Syah, 1995 : 12) mengatakan bahwa

apa yang dilakukan guru agar proses belajar mengajar berjalan lancar, bermoral,

dan membuat siswa merasa nyaman merupakan bagian dari aktivitas mengajar,

juga secara khusus mencoba dan berusaha untuk mengimplementasikan

kurikulum dalam kelas. Sementara itu pembelajaran adalah suatu usaha yang

sengaja melibatkan dan menggunakan profesional yang dimiliki guru utnuk

Page 12: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

13

mencapai tujuan kurikulum. Jadi, pembelajaran adalah suatu aktivitas yang

dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk

tercapainya suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum.

Secara garis besar, ada tiga komponen penting dalam pembelajaran yaitu

pengajar (guru), pembelajar (siswa), dan materi subjek (bahan ajar). Hubungan

ketiga komponen tersebut dapat dijelaskan dalam gambar berikut :

Gambar 2.1. Hubungan antara Tiga Komponen dalam PBM (Sumber : Siregar dalam Herlanti, 2006 : 10)

Dari ketiga komponen tersebut, guru memegang peranan penting dalam

sebuah pembelajaran. Menurut Isjoni (2004), guru yang baik adalah guru yang

mampu memenuhi 5 syarat, yaitu sebagai :

1. Planner, artinya guru memiliki program kerja pribadi yang jelas, program kerja

tersebut tidak hanya berupa program rutin, seperti menyiapkan Rencana

Pembelajaran, Satuan pelajaran, LKS, dan sebagainya. Tetapi juga harus

merencanakan bagaimana setiap pembelajaran yang dilakukan berhasil dengan

maksimal, dan tentunya apa dan bagaimana tencana yang dilakukan, dan sudah

terprogram secara baik.

2. Inovator, artinya memiliki kemauan untuk melakukan pembaharuan dan

pembaharuan yang dimaksud berkenaan dengan pola pembelajaran, termasuk di

Guru

Siswa Bahan Ajar

Page 13: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

14

dalamnya metode mengajar, media pembelajaran, sistem dan alat evaluasi, serta

nurturant effect lainnya.

3. Motivator, artinya seorang guru mampu memiliki motivasi untuk terus belajar

dan belajar, dan tentunya juga akan memberikan motivasi kepada anak didik

untuk belajar dan terus belajar sebagaimana dicontohkan oleh gurunya

4. Capable personal, maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan,

kecakapan dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga

mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif

5. Developer, artinya guru mempunyai kemauan yang tinggi untuk terus

mengembangkan diri, dan menularkan kemampuan dan keterampilannya kepada

anak didiknya dan untuk semua orang.

Selain itu, dikemukakan pula oleh Isjoni (2004) bahwa guru juga harus

bertindak sebagai fasilitator; pelindung; pembimbing; dan mempunyai figur yang

baik (disiplin, loyal, bertanggung jawab, kreatif, melayani sesuai dengan visi, misi

yang diinginkan sekolah); termotivasi menyediakan pengalaman belajar bermakna

untuk mengalami perubahan belajar berdasarkan keterampilan yang dimiliki siswa

dengan berfokus menjadikan kelas yang konduktif secara intelektual fisik dan

sosial untuk belajar; menguasai materi, kelas, dan teknologi; mempunyai sikap

yang berciri khas “The Habits for Highly Effective People” dan “Quantum

Teaching” serta pendekatan humanis terhadap siswa.

Page 14: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

15

B. Media Pembelajaran

1. Arti dan Fungsi Media

Kata “media” adalah bentuk jamak dari “medium”, yang berasal dari bahasa

latin “medius”, yang berarti “tengah”. Dalam bahasa Indonesia, kata “medium”

dapat diartikan sebagai “antara” atau “sedang”. Media adalah segala bentuk dan

saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian informasi (AECT

Task Force dalam Latuheru, 1988 : 2).

Hamidjojo (Latuheru, 1988 : 3) mengemukakan bahwa media adalah semua

bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan/menyebar

ide, sehingga ide,atau pendapat, atau gagasan yang dikemukakan/disampaikan itu

bisa sampai pada penerima. McLuhan (Wibawa, 1991 : 7) juga berpendapat

bahwa media disebut sebagai saluran (channel), karena menyampaikan pesan

(informasi) dari sumber informasi itu kepada penerima informasi.

Dalam kehidupan masyarakat luas, media komunikasi memainkan peranan

yang sangat penting, serta berfungsi dalam setiap aspek kehidupan manusia secara

individu maupun masyarakat. Fungsi-fungsi media komunikasi menurut Latuheru

(1988 : 6) antara lain: sosial, ekonomis, edukatif, seni budaya, dan hiburan.

Sesuatu dapat dikatakan sebagai media pendidikan/pembelajaran apabila

media tersebut digunakan untuk menyalurkan/menyampaikan pesan dengan

tujuan-tujuan pendidikan dan pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran adalah semua alat bantu atau benda yang digunakan dalam kegiatan

belajar mengajar, dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi)

Page 15: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

16

pembelajaran dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (anak

didik atau warga belajar).

Media pembelajaran adalah media yang penggunaannya diintegrasikan dengan

tujuan dan isi pengajaran yang dimaksudkan untuk mempertinggi mutu kegiatan

belajar-mengajar. Seorang guru harus berusaha agar materi pengajaran yang

disampaikan dapat dengan mudah dicerna dan dimengerti oleh peserta didik.

Untuk mempermudah peserta didik dalam memahami materi yang disampaikan

oleh guru, maka diperlukan usaha guru agar peserta didik dapat menggunakan

sebanyak mungkin alat indera yang dimilikinya. Makin banyak alat indera yang

digunakan untuk mempelajari sesuatu, maka akan semakin mudah peserta didik

mengingat apa yang telah dipelajarinya.

Edgar Dale (Latuheru, 1988 : 16) yang terkenal dengan Kerucut Pengalaman

(Cone of Experience) mengemukakan bahwa pengalaman belajar seseorang, 75 %

dipengaruhi oleh indera penglihatan (mata); 13% melalui indera pendengaran

(telinga); dan selebihnya melalui indera lain. Menurut Dale (latuheru, 1988 : 16),

pengalaman seseorang berlangsung mulai dari tingkat yang konkrit (pengalaman

langsung) menuju ke tingkat yang abstrak, dalam bantuk lambang kata, melalui

tahapan atau tingkatan sebagai berikut :

s

Page 16: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

17

10 Lam- Bang kata 9 Visual/peta

8 Gambar/foto 7 Gambar tetap 6 Televisi 5 Pameran 4 Melalui Karyawisata 3 Melalui Demonstrasi

2 Melalui Dramatisasi 1 Pengalaman melalui benda tiruan

Gambar 2.2. Tingkat Pengalaman Belajar ( Sumber : Dale dalam Latuheru, 1988 : 16 )

Menurut Dale (Latuheru, 1988 : 17), pada tingkat yang konkrit orang

memperoleh pengalaman (belajar) dari kenyataan yang diperoleh dalam

kehidupan. Selanjutnya, untuk memperoleh pengetahuan/pengalaman,akan

meningkat menuju ke tingkat yang lebih tinggi, yang akhirnya tiba pada puncak

kerucut dimana pengalaman itu dapat diperoleh, walaupun hanya dalam bentuk

simbol atau lambang-lambang kata.

Selain itu, terdapat beberapa ahli yang juga mengemukakan pendapatnya

mengenai kemampuan manusia memperoleh pengetahuan dengan menggunakan

alat inderanya, antara lain Geoffry Wilson (Latuheru ,1988 : 19) mengemukakan

bahwa pengalaman belajar seseorang sebanyak 82% diperoleh melalui indera

penglihatan, 12% melalui indera pendengaran, dan 6% melalui indera lain.

Page 17: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

18

3. Manfaat Media Pembelajaran

Penggunaan media pembelajaran memberikan banyak kontribusi dalam

ketercapaian suatu tujuan pembelajaran. Seperti yang dikemukakan oleh Sudjana

(2005 : 2) bahwa bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat

lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan

pengajaran yang lebih baik. Selain itu, menurut Sudjana (2005 : 2), dengan

menggunakan media pembelajaran, maka metode mengajar akan lebih bervariasi,

tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru,

sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga juga dengan

menggunakan media pembelajaran, siswa lebih banyak melakukan kegiatan

belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain

seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.

Rustaman (2003 : 141) juga berpendapat bahwa media pembelajaran

mempunyai fungsi diantaranya:

a. Memperjelas dan memperkaya / melengkapi informasi yang diberikan secara

verbal.

b. Meningkatkan motivasi dan perhatian siswa untuk belajar.

c. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyampaian informasi.

d. Menambah variasi penyajian materi.

e. Pemilihan Media yang tepat untuk menimbulkan semangat, gairah, dan

mencegah kebosanan siswa untuk belajar.

f Kemudahan materi untuk dicerna lebih membekas sehingga tidak mudah

dilupakan siswa.

Page 18: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

19

g. Memberikan pengalaman yang lebih konkrit bagi hal yang mungkin abstrak.

h. Meningkatkan keingintahuan (curiousity) siswa.

i. Memberikan stimulus dan mendorong respon siswa.

Ada beberapa jenis media pengajaran yang biasa digunakan dalam proses

pengajaran. Meskipun belum ada kesepakatan pasti mengenai klasifikasi media,

namun beberapa ahli sudah melakukan pengelompokkan media pembelajaran.

Adalah Bretz (Wibawa, 1991 : 21), salah satu ahli yang menggolongkan semua

media pembelajaran kedalam 7 kelas, yaitu : media audio visual gerak, media

audio visual diam, media audio semi gerak, media visual gerak, media visual

diam, media audio, media cetak.

Dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran, sebaiknya

memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut :

a) Ketepatannya dengan tujuan pengajaran, artinya media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan; b) Dukungan terhadap isi bahan pelajaran, artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep, dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa; c) Kemudahan memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar; d) Keterampilan guru dalam menggunakannya, apapun jenis media yang diperlukan syarat utamanya adalah guru dapat menggunakannya dengan baik dalam proses pengajaran; e) Tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung; f) Sesuai dengan taraf berfikir siswa. (Sudjana, 2005 : 4)

Memilih media untuk pendidikan dengan pengajaran harus sesuai dengan taraf

berfikir siswa, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh

para siswa.

Page 19: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

20

C. Komik Ilmiah

1. Pengertian Komik

Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (1990 : 541), komik adalah

perpaduan karya seni rupa atau seni gambar dan seni sastra yang berbentuk

rangkaian gambar, masing-masing dalam satu kotak yang keseluruhannya

merupakan rentetan satu cerita. Gambar-gambar itu pada umumnya dilengkapi

balon-balon ucapan, dan ada kalanya masih disertai narasi sebagai pembahasan.

Selain itu, komik juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk kartun yang

mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan gambar-

gambar yang berhubungan erat dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada

para pembaca (Sudjana, 2005 : 64).

2. Nilai Komik dalam Pembelajaran

“Jangan baca komik, nanti kecanduan,” atau “Jangan baca komik, nanti malas

belajar,” begitu mitos klasik mengenai komik yang masih sering terdengar sampai

saat ini. Entah berawal sejak kapan dan bagaimana, mitos ini sangat kuat relevan

dalam masyarakat. Sampai saat ini, tak sedikit orang tua yang menyita, merobek-

robek, bahkan hingga membakar komik-komik yang tertangkap tangan dibaca

atau disimpan oleh anak-anak mereka gara-gara terpengaruh mitos tersebut.

Begitu pula para guru yang ‘membumihanguskan’ komik-komik yang kedapatan

tangan dibaca oleh murid-murid mereka. Mitos ini pernah dipertanyakan

relevansinya pada sebuah seminar di Jakarta delapan tahun yang silam. Dalam

seminar bertema “Pengaruh Komik terhadap Minat Baca dan Imajinasi” itu para

nara sumber dari berbagai unsur yang cukup representatif: dari kalangan pendidik,

Page 20: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

21

psikolog dan budayawan seperti Prof. Soedjoko dari Fakultas Seni Rupa ITB,

psikolog anak Henny Supolo Sitepu dan budayawan Jaya Suprana, ‘menggugat’

mitos yang menempatkan komik sebagai bacaan yang tabu atau bahkan

“diharamkan” bagi anak-anak itu. Dari seminar tadi, pada umumnya para nara

sumber pada seminar itu percaya bahwa jika ditinjau dari sisi positifnya, komik

bermanfaat meningkatkan minat baca dan daya imajinasi anak-anak. Henny

Supolo, misalnya, dengan bangga mengangkat contoh bahwa anaknya mengenal

konsep keseimbangan milik filosofi China Yin Yang lewat komik Kura-Kura

Ninja. Atau Jaya Suprana yang mengambil contoh dirinya sendiri yang mengaku

mengenal seluk beluk cerita Mahabharata justru bukan dari buku-buku pelajaran

di sekolah melainkan dari komik Mahabharata yang ditamatkannya saat berumur

enam tahun. Pada seminar tersebut, Jaya Suprana juga berpendapat bahwa komik

tak mampu berdosa atau berjasa tanpa ada yang merespon. Maka dapat

disimpulkan bahwa pengaruh komik tergantung bagaimana bimbingan orang tua

atau pemandu terhadap anak.

Ada beberapa nilai yang dimiliki oleh komik (Prina, 2004 : 17) , antara lain:

komik merupakan media yang sederhana, jelas, dan mudah dalam

menggambarkan rentetan peristiwa, cerita yang dikemas dalam komik sangat

ringkas dan menarik perhatian, komik mudah dipahami karena untuk

membacanya, siswa tidak perlu dibujuk, dan komik merupakan jembatan untuk

menumbuhkan minat membaca.

Page 21: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

22

Berikut merupakan beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan komik

sebagai media pembelajaran :

a. Hasil penelitian Prina (2004 : 59) yang berjudul “Perbandingan Hasil Belajar

siswa yang Menggunakan Buku Paket dengan Siswa yang Menggunakan

Buku Komik pada Konsep Hormon”, menunjukkan bahwa penggunaan komik

sebagai media pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih baik

dibandingkan dengan penggunaan carta.

b. Hasil penelitian Kurniawati (2003 : 64) berjudul “Keefektifan Media Komik

Terhadap Kemampuan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas II SMKN 1

Cimahi”, menunjukkan bahwa media komik dapat meningkatkan kemampuan

siswa dalam menulis karangan narasi.

c. Hasil penelitian Maulidan (Prina, 1004 : 17) membuktikan bahwa

pembelajaran konsep lingkungan menggunakan buku suplemen komik

lingkungan dapat meningkatkan pemahaman siswa.

d. Hasil penelitian Yakti (Prina, 2004 : 18), menunjukkan bahwa penggunaan

komik ilmiah dalam pembelajaran pencemaran lingkungan menunjukkan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan media gambar biasa.

e. Hasil penelitian Winata (2003 : 72) yang berjudul “Efektivitas Penggunaan

Komik Tanpa Teks dalam Kemampuan Menulis Karangan Narasi Eksperimen

Kuasi pada Bidang Studi Bahasa Indonesia untuk Siswa Kelas III SMU

YWKA”, membuktikan bahwa penggunaan metode konvensional kurang dapat

meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi.

Page 22: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

23

3. Langkah – Langkah Membuat Komik

Menurut Sutedjo (2005), terdapat 6 langkah pembuatan komik, yaitu: Langkah

Pertama, menulis ide cerita yang akan dibuat. Pada tahapan ini juga ditentukan

jalan cerita, tokoh, bagaimana awal cerita dan bagaimana akhir cerita. Langkah

Kedua, menentukan gaya gambar. Jika sang tokoh akan dibuat dengan gaya realis,

maka gambar yang akan dibuat harus mendekati kenyataan, baik itu bentuk

maupun proposisinya. Jika tokoh yang akan dibuat mengikuti gaya kartun, maka

bentuk dan proposisinya dibuat sesuai dengan imajinasi personal. Artinya,

komikus tersebut dapat memilih gaya apapun yang sesuai dengan kebutuhan dan

keinginannya. Langkah Ketiga, menyesuaikan gambar sketsa dengan jumlah panel

yang ditentukan dalam cerita. Hal yang perlu diperhatikan dalam menggambar

sketsa adalah sudut pandang yang paling tepat untuk adegan yang dimaksud :

apakah arah pandang itu dari atas, bawah, atau pandangan normal. Dan jangann

lupa untuk membuat balon suara yang biasa mengisi suara sang tokoh. Selain itu,

perhatikan pula jarak pandangnya : apakah jauh, dekat, atau menengah. Jarak

pandang jauh akan menampilkan suasana yang luas, sedangkan pandangan jarak

dekat dan close up lebih cocok digunakan untuk menggambarkan karakter,

ekspresi wajah, atau tokoh pelaku cerita. Langkah Keempat, memperhalus gambar

tersebut dengan menambahkan dan menyempurnakan detail yang mendukung

gambar tersebut.

Langkah Kelima, membuat outline, yakni garis pinggir atau garis tebal dari

gambar tersebut. Langkah Keenam, setelah melakukan serangkaian tahapan

tersebut, kemudian masuk ke dalam tahapan pewarnaan. Ada dua cara pewarnaan,

Page 23: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

24

yaitu pewarnaan manual atau menggunakan komputer. Mewarnai cara manual

dengan menggunakan cat. Untuk cara ini dilakukan dengan memberikan warna

sesuai dengan keinginan. Sedangkan pewarnaan menggunakan komputer, ada

beberapa tahapan yang mesti dilakukan. Pertama, scan gambar yang telah diberi

outline dengan scanner. Adapun program yang dapat digunakan dalam proses ini

adalah Corel Draw, Adobe Photoshop, dan Adobe Illustrator

D. Peta Konsep

‘If I had to reduce all of educational psychology to just one principle, I would say this: The most important single factor influencing learning is what the learner already knows.’ (Ausubel dalam Abram, 1999)

Dari kutipan mengenai pendapat Ausubel diatas, dapat kita ketahui bahwa

belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru dengan

konsep-konsep yang telah diketahui oleh seseorang sebelumnya. Ausubel dan

Novak (Dahar dalam Novak, 2004) menyebutkan ada tiga kebaikan dari belajar

bermakna, yaitu Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat,

Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-

subsumer sehingga memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran

yang mirip, serta Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif,

menimbulkan efek residual pada subsumer sehingga mempermudah belajar hal-

hal yang mirip, walaupun telah terjadi lupa.

Peta konsep berkembang dari teori belajar bermakna yang dicetuskan oleh

Ausubel (Novak, 2004). Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan

oleh Fonseca (2004) yang menjelaskan bahwa peta konsep merupakan sebuah alat

untuk melakukan pembelajaran bermakna. Peta konsep menggambarkan

Page 24: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

25

hubungan bermakna antara konsep dengan proposisi. Berbagai pendapat tentang

peta konsep bermunculan seiring dengan gagasan dari Ausubel tersebut. Salah

satu definisi tentang peta konsep didefinisikan oleh Winkel. Menurut Winkel

(Sunaji dalam Daryanti, 2004 : 16), peta konsep atau disebut juga schemata adalah

jaringan-jaringan konsep yang saling berhubungan secara hierarki dari yang

paling inklusif ke yang lebih spesifik. Pendapat lainnya diberikan oleh Abram

(1999) yang berpendapat bahwa peta konsep merupakan suatu alat skematis untuk

mempresentasikan suatu konsep yang digambarkan dalam suatu proposisi. Pada

dasarnya, pembuatan peta konsep disesuaikan dengan cara otak memproses

informasi yang memfungsikan otak kanan dan otak kiri secara sinergis

(bersamaan dan saling melengkapi) sehingga informasi lebih banyak dan lebih

mudah diingat serta dipahami.

Berdasarkan peta konsep yang digagaskan oleh Novak dan Gowan (Novak,

2004), konsep yang lebih luas dan inklusif, harus berada pada bagian atas peta.

Sebaliknya, konsep yang lebih spesifik harus berada dibawahnya. Menurut

Kinchin, et. Al., (Daryanti, 2004) : 17) bahwa secara morfologi, peta konsep

dibagi menjadi tiga model, yaitu : Spoke (menjari), chain (rantai), dan net

(menjaring). Untuk lebih jelas lagi, dapat dilihat pada contoh berikut ini :

Page 25: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

26

berbentuk berbentuk

tersusun oleh dikelompokkan berbentuk menjadi

Gambar 2.3. Morfologi Peta Konsep Bentuk Spoke (Menjari) ( Sumber : Kinchin et al. dalam Daryanti, 2004 : 17)

Arteri elastis tebal

3 lapisan

Aorta

Bulat tetap

Arteriol Arteri

Page 26: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

27

Digolongkan menjadi digolongkan menjadi

Jika Digabung dengan

Terdiri dari Terdiri dari melalui terdiri dari terdiri dari

akan

Gambar 2.4. Morfologi Peta Konsep Bentuk net (Menjaring)

( Sumber : Kinchin et al. dalam Daryanti, 2004 : 17)

Darah

Golongan Darah A

Aglutinogen A

Aglutinin Anti-B

Golongan Darah B

Aglutinogen A

Aglutinin Anti-B Aglutinogen B

Aglutinin Anti-A

Transfusi Darah

menggumpal

Page 27: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

28

pada

mengalir dari

melewati

menuju

dilanjutkan ke

menuju

diserap di

kembali ke

Gambar 2.5. Morfologi Peta Konsep Bentuk chain (Rantai) ( Sumber : Kinchin et al. dalam Daryanti, 2004 : 18)

Darah

Bilik Kiri

Aorta

Arteri

Arteriol

Kapiler

Seluruh tubuh

Peredaran Darah Besar

Serambi Kanan

Page 28: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

29

Secara umum, peta konsep dapat bermanfaat dalam bidang pendidikan dan

bisnis untuk :

1. Pembuatan catatan dan ringkasan untuk kumpulan konsep-konsep kunci, serta

hubungan antar konsepnya.

2. Pembentukan pengetahuan baru dengan menambahkan informasi baru ke

dalam sumber lama.

3. Membentuk pengetahuan yang tahan lama dalam ingatan.

4. Desain pembelajaran : peta konsep disebut juga Ausubelian “advance

organizer” atau perorganisir konsep yang maju, menyediakan sebuah bingkai

penanda konseptual untuk informasi dan pembelajaran selanjutnya

5. Latihan : peta konsep juga dapat digunakan untuk melatih pengetahuan

mengenai hubungan antara konsep dengan konsep yang lain, dengan strategi

untuk mencapai sasaran, atau dengan tujuan pelatihan.

6. Meningkatkan pembelajaran yang bermakna.

7. Mengkomunikasikan ide dan argumen yang kompleks.

8. Merinci struktur keseluruhan dari sebuah gagasan, rangkaian pemikiran, atau

argumen.

9. Meningkatkan aspek metakognitif (belajar untuk belajar, dan berpikir

mengenai pengetahuan).

10. Meningkatkan kemampuan berbahasa.

11. Menilai pemahaman siswa terhadap sasaran pembelajaran, konsep, dan

hubungan antar konsep tersebut.

Page 29: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

30

Peta konsep menurut Dahar (1989), mempunyai ciri-ciri dan tujuan tertentu.

Menurut Dahar, beberapa tujuan dari diterapkan peta konsep dalam dunia

pendidikan adalah untuk menyelidiki apa yang telah diketahui siswa, mempelajari

cara belajar, mengungkapkan konsepsi salah dan sebagai alat pembelajaran serta

evaluasi.

E. Konsep Sistem Peredaran Darah pada Manusia

Sistem peredaran darah adalah sistem yang mempunyai sangkut paut dengan

pergerakan darah di dalam pembuluh darah dan juga perpindahan darah dari satu

tempat ketempat yang lain. Menurut Wulangi (1993 : 127), sistem peredaran

darah mempunyai peranan untuk : mengangkut zat makanan (nutrien) dari usus ke

seluruh jaringan tubuh; mengangkut zat ampas dari jaringan tubuh ke alat

pembuangan; mengangkut O2 dari paru-paru atau insang ke seluruh jaringan

tubuh; mengangkut CO2 dari seluruh jaringan tubuh ke paru-paru atau insang;

mengangkut hormon dari kelenjar endokrin ke tempat sasaran; dan

mendistribusikan panas dari sumbernya ke seluruh bagian tubuh.

Peredaran darah pada manusia tersusun atas darah, pembuluh darah, dan

jantung sebagai pusat peredaran darah.

1. Darah

Darah merupakan cairan tubuh yang terdapat dalam jantung dan pembuluh

darah. Seperti halnya mamalia lainnya, menurut Wulangi (1993 : 16), darah

mempunyai peranan sebagai berikut : a) Mengangkut bermacam-macam

substansi, yaitu : (1) oksigen dan karbon dioksida dari alat pernapasan ke

jaringan-jaringan di seluruh tubuh. (2) sari-sari makanan (nutrisi), seperti

Page 30: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

31

glukosa, asam amino, dll. dari usus ke seluruh jaringan tubuh. (3) sisa-sisa

metabolisme, seperti urea, asam urat, kreatinin, dan lain-lain ke alat ekskresi. (4)

hormon dari kelenjar hormon ke jaringan-jaringan yang membutuhkan; b)

Mengatur keseimbangan cairan antara darah dengan cairan jaringan; c) Mengatur

keseimbangan asam-basa (pH) darah; d) Mencegah pendarahan; e) Merupakan

alat pertahanan tubuh; f) Mengatur suhu tubuh.

Darah manusia terdiri atas dua komponen, yaitu plasma darah (cairan darah)

dan sel-sel darah.

a. Plasma Darah

Plasma darah merupakan bagian yang cair dari darah. Menurut Latifah (1996 :

114), plasma darah pada umumnya terdiri dari ± 91 % air, dan berbagai zat

organic dan anorganik yang terlarut didalamnya. Zat-zat yang terlarut dalam

plasma darah, antara lain : sari-sari makanan seperti glukosa, asam lemak,

gliserin, dll. Selain itu dalam plasma darah juga terkandung mineral ± 0,9 %;

protein ± 8 %; gas O2 dan CO2; zat-zat hasil produksi sel seperti enzim, hormon,

antibodi; urea dan asam urat hasil dari metabolisme.Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut ini :

Page 31: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

32

Tabel 2.1. Komponen Plasma Darah

Plasma Darah (55% dari darah)

Kandungan Fungsi utama

Air

Garam

Natrium

Kalium

Kalsium

Magnesium

Klorida

Bikarbonat

Pelarut bagi zat-zat lain.

Penyeimbang tekanan

osmosis,

mempertahankan pH

(buffer), meregulasi

permeabilitas membran.

Protein plasma

Albumin

Fibrinogen

Immunoglobulin

Penyeimbang osmosis

dan mempertahankan pH,

pembekuan darah,

pertahanan tubuh

(antibodi)

( Sumber : Pratiwi, D. et al. 2000 : 119 )

b. Sel-Sel Darah

Menurut Kurnadi ( 2002 : 30), sel–sel darah berasal dari sel mesenchym yang

berubah menjadi sel induk (sel stem). Kemudian berdiferensiasi lagi menjadi lima

tipe sel atas pengaruh berbagai hormon dan zat-zat kimia lainnya. Kelima tipe sel

tersebut adalah : Erithroblast, kemudian akan membentuk erithrosit; Megakariosit,

kemudian akan membentuk trombosit; Lymphoblast, kemudian akan membentuk

lymphosit; Monoblast, kemudian akan membentuk monosit; Myeloblast,

kemudian akan membentuk granulosit.

Page 32: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

33

Berikut adalah sel-sel darah dalam tubuh manusia:

Tabel 2.2. Jenis-Jenis Sel Darah

Jenis sel darah dan

rata-rata jumlahnya

Bentuk dan ukuran Tempat

pembentukan

Fungsi dan sifat lain

A. Eritrosit (sel darah

merah) 5-6 juta

Berbentuk bulat,

bikonkaf, tidak

berinti; berukuran 7,5-

7,7µ

Endotelium

sumsum

tulang

Berfungsi

mentranspor oksigen

dan tetap di dalam

pembuluh darah

B. Leukosit (sel darah

putih) 5000-10000µ

terdiri dari:

1. Granulosit

a. Neutrofil 65-

75%

b. Eosinofil 2-5%

c. Basofil 0,5%

2. Agranulosit

a. Limfosit 20-

25%

b. Monosit 2-6%

Berinti; 10-12µ tidak

mempunyai bentuk

tetap (ameboid);

10-26µ

nukleus pecah

dihubungkan oleh

benang sitoplasma

berbintik ungu tua

granula berwarna.

Granula sedikit dan

berwarna eosin/merah

Granula berupa bintik-

bintik biru

Berinti satu besar,

bulat, berukuran 610µ,

sitoplasma sedikit,

berwarna jernih.

Berinti satu, bulat,

berukuran 12-15µ,

sitoplasma banyak

Sel

retikuloendotel

sumsum

tulang

Jaringan

limfoid dan

kelenjar limfa.

Limfa dan

sumsum

tulang

Berfungsi untuk

pertahanan tubuh

dan bersifat

ameboid, dapat

meninggalkan

pembuluh darah

masuk ke jaringan

Berfungsi untuk

pertahanan tubuh

dan tidak bergerak.

Dapat bergerak

dengan cepat dan

bersifat fagosit.

Page 33: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

34

berwarna biru

C. Keping darah

(trombosit)

250.000-400.000

Bentuknya kecil dan

tidak berinti, rapuh,

berwana biru tua

sampai ungu,

berukuran 2-4µ

Fragmentasi

dari

megakariosit

dalam sumsum

tulang

Penting dalam proses

pembentukan darah

( Sumber : Pratiwi, D. et al. 2000 : 120 )

5) Sel Darah Merah.

Pratiwi (2000 : 120) menjelaskan bahwa sel darah merah pada manusia

berwarna merah karena mengandung hemoglobin yang dapat mengikat oksigen.

Sel darah merah dapat mengkatalisis reaksi antara CO2 dan air karena sel darah

mengandung anhidrase karbonat dalam jumlah besar. Pratiwi (2000 : 120) juga

menambahkan bahwa konsentrasi sel darah merah pada laki-laki normal adalah

5.400.000 permililiter kubik dan pada wanita normal 5.000.000 permiliter kubik.

Sel darah pada manusia mempunyai bentuk yang bulat bikonkaf dan tidak

mempunyai inti, berbeda dengan hewan vertebrata lainnya yang pada umumnya

mempunyai inti pada sel darah merahnya.

Proses pembentukan sel darah merah disebut eritropoesis (Kurnadi, 2002 :

29). Pratiwi (2000 : 120) menjelaskan bahwa sel darah merah dihasilkan dalam

kantong kuning telur pada beberapa minggu pertama kehidupan embrio di dalam

kandungan. Dan sesudah bayi lahir, sel darah merah akan dibentuk di sumsum

tulang. Tetapi kira-kira di usia 20 tahun, sumsum tulang bagian proksimal tulang

panjang sudah tidak menghasilkan sel darah merah lagi. Sebagian besar sel darah

merah dihasilkan dalam sumsum tulang membranosa (seperti : vertebral, sternum,

iga, dan pelvis).

Page 34: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

35

Menurut Wulangi (1993 : 27), sel darah merah berasal dari sel primordium

(sel induk) yang dikenal dengan nama proeritroblas atau hemositoblas atau sel

batang mieloid yang mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel (pluripoten).

Hemositoblas dibentuk secara terus-menerus dari sel retikulum yang terdapat di

sumsum tulang. Dari hemositoblas terbentuklah basofil eritroblas yang ditandai

dengan mulainya pembentukan hemoglobin. Kemudian terbentuklah eritroblas

polikromatotil. Dinamakan demikian karena ada campuran substansi basofilik

dengan hemoglobin. Setelah ini, nukleusnya mengecil, tetapi pembentukan

hemoglobin masih terus berlangsung dan terbentuklah normoblas. Setelah

sitoplasma dari normoblas terisi oleh hemoglobin sampai mencapai kadar 34 %,

nukleus nukleus dari normoblas lenyap dengan otolisis dan absorbsi. Akhirnya

terbentuklah retikulosit dan eritrosit. Retikulosit merupakan eritrosit yang masih

muda.

Pratiwi (2000 : 122) menjelaskan bahwa dalam keadaan normal, sel darah

merah beredar rata-rata selama 120 hari. Saat sel menua, membran sel rapuh,dan

pecah. Sel darah merah tua dimusnahkan di limpa (lien). Hemoglobin dicernakan

oleh sel-sel retikuloendotel dan zat besi dilepaskan ke dalam darah untuk diangkut

kembali ke sumsum tulang dan hati. Hemoglobin diubah menjadi zat warna

empedu (bilirubin) dan disekresi oleh hati kedalam empedu.

6) Sel darah putih

Sel darah putih atau yang juga dikenal sebagai leukosit terdapat di dalam

darah dan cairan limf, tetapi sering juga terdapat di cairan jaringan (Wulangi,

1993 : 47). Menurut Pratiwi, (2000 : 122), terdapat enam jenis sel darah putih,

Page 35: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

36

yaitu: neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, limfosit, dan sel plasma. Sel darah

putih dibentuk sebagian dalam sumsum tulang (granulosit, monosit, dan limfosit)

dan sebagian dalam jaringan limfa (limfosit dan sel-sel plasma). Wulangi (1993 :

47) menambahkan bahwa pada keadaan normal, jumlah total sel darah putih

berkisar antara 4,5 sampai 10 juta butir per mm3, terdiri dari 62% neutrofil. 2,3%

eosinofil, 0,4% basofil, 5,3% monosit, dan 30% limfosit. Untuk setiap orang,

jumlah sel darah putih bervariasi menurut keadaan fisiologiknya seperti umur,

aktivitas, dan keadaan patologis seperti infeksi dan trauma. Menurut Pratiwi (2002

: 122), masa hidup sel-sel itu berbeda, granulosit sekitar 12 jam; monosit sulit

dinilai (karena selalu mengembara), tetapi bisa selama beberapa minggu atau

bulan; limfosit dapat berumur 100-300 hari.

Wulangi (1993 : 47) menjelaskan bahwa sel darah putih berbeda dari sel darah

merah dalam beberapa ciri yang dimiliki oleh sel darah putih, yaitu : mempunyai

nukleus, tidak mengandung hemoglobin, mempunyai ukuran yang relatif lebih

besar, dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan sel darah merah. Kecuali

ciri-ciri tersebut, masih ada beberapa sifat penting yang dimiliki oleh sel darah

putih, yaitu : (a) pergerakan seperti amuba. Sel darah putih dapat bergerak dari

satu tempat ke tempat lain dengan cara menjulurkan sitoplasmanya ke arah yang

dikehendaki. (b) Khemotaksis, yaitu kemampuan untuk bergerak menuju ke

tempat luka atau inflamasi. (c) Fagositosis, yaitu kemampuan untuk memakan dan

mencerana sel-sel yang mati atau benda-benda asing; kemampuan ini terutama

berkembang pada netrofil, limfosit, dan monosit. (d) Diapedesis, yaitu

kemampuan untuk menembus dinding kapiler menuju ke cairan jaringan.

Page 36: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

37

Menurut Pratiwi (2000 : 122), manfaat sel darah putih secara umum adalah

untuk membantu pertahanan tubuh terhadap infeksi yang masuk, karena selain

mampu bergerak ameboid juga bersifat fagositosis (memangsa). Sel-sel darah

putih yang berfungsi melawan penyakit disebut antibodi. Contoh antibodi adalah

limfosit yang mampu menyerang dan menghancurkan organisme yang spesifik

(bakteri, virus). Jenis limfosit yang berperan sebagai antibodi adalah limfosit-t dan

limfosit-b. Perbedaan diantara keduanya terletak pada tempat pematangannya.

Jika limfosit matang di kelenjar timus, maka limfosit-t matang di endotelium

sumsum tulang.

7) Trombosit/keping darah

Trombosit atau disebut juga keping darah merupakan sel yang berbentuk agak

bulat, tidak mengandung inti, tidak berwarna, berat jenisnya rendah, dan

berukuran kecil dengan diameter antara 1 sampai 4 mikron. Dinding trombosit

bersifat sangat rapuh, dan cenderung untuk melekat pada permukaan kasar seperti

pada pembuluh darah yang robek (Wulangi, 1993 : 49). Menurut Kurnadi (2002 :

35), jumlah trombosit dalam darah manusia normal adalah ± 300.000 permililiter

kubik darah.

Kurnadi (2002 : 34) juga menambahkan bahwa trombosit terbentuk dari sel

induk yang disebut megakariosit yang banyak terdapat di sumsum tulang,

sedangkan penghancuran trombosit dilakukan di dalam limpa. Menurut Wulangi

(1993 : 50), trombosit mempunyai peranan utama dalam pembekuan darah.

Mekanisme pembekuan darah dimulai ketika ada jaringan yang terluka. Jaringan

Page 37: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

38

yang luka atau trombosit yang rusak akan menghasilkan tromboplastin atau

trombokinase yang merupakan aktivator dari protrombin.

Adanya trombokinase, menurut Pratiwi (2000, 213), menyebabkan perubahan

protrombin menjadi enzim trombin. Ion kalsium merupakan zat yang dianggap

memacu perubahan tersebut. Protrombin adalah suatu protein plasma yang

terdapat dalam plasma normal dengan konsentrasi 15mg/100ml. Protrombin

berupa senyawa globulin dan selalu dibentuk di hati dengan bantuan vitamin K.

Trombin bekerja sebagai enzim yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang

berupa benang-benang.

c. Penggolongan Darah

Dalam tubuh manusia, terdapat 3 golongan darah utama, yaitu golongan darah

ABO, golongan darah Rhesus (Rh), dan golongan darah MN (Wulangi, 1993 :

60).

1) Golongan darah ABO

Menurut Wulangi (1993 : 60), ditinjau dari golongan ini, manusia

dikelompokkan menjadi 4 golongan, berdasarkan ada atau tidaknya aglutinogen

(antigen), yaitu golongan darah A, B, O, dan AB. Aglutinogen adalah antigen-

antigen yang peka terhadap zat-zat atau benda asing yang menyebabkan aglutinasi

(penggumpalan) serta dapat menghasilkan antibodi. Ada 2 macam aglutinogen,

yaitu aglutinogen A dan aglutinogen B.

Seseorang disebut mempunyai golongan darah A, bila di dalam sel merahnya

terdapat aglutinogen A dan aglutinin anti-B (aglutinin β); golongan darah B, bila

di dalam sel darah merahnya mengandung aglutinogen B dan aglutinin anti-A

Page 38: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

39

(aglutinin α) ; golongan darah AB, bila mengandung aglutinogen A dan B, dan

tidak mengandung aglutinin; golongan darah O, bila didalam sel darah merahnya

tidak mengandung aglutinogen tetapi mengandung aglutinin anti-A (α) dan anti-B

(β). Menurut Kurnadi (2002, 41), bila suatu aglutinogen (misalnya A) terdapat di

dalam sel darah merah tertentu, maka aglutinin yang bersangkutan (misalnya anti-

A atau α) tidak boleh ada di dalam plasma. Sesuai dengan hukum Landsteiner

(Wulangi, 1993 : 61), bahwa jika aglutinogen bertemu dengan aglutinin yang

bersangkutan, terjadilah aglutinasi, yaitu sel darah merah akan berkelompok dan

diikuti oleh hemolisis.

2) Golongan darah Rhesus (Rh)

Pada tahun 1940, Landsteiner dan Wiener (Wulangi, 1993 : 62) menemukan

golongan darah lain yang dikenal dengan nama faktor Rhesus (Rh). Faktor Rhesus

ini semula berasal dari jenis kera Rhesus macaca. Selain aglutinogen A dan B, ada

pula aglutinogen lain yaitu aglutinogen C, D, dan E. diantaranya adalah

aglutinogen D yang utama. Bila seseorang didalam darahnya mengandung

aglutinogen D, maka orang tersebut adalah Rh positif (Rh+). Berbeda dengan

orang golongan darah ABO, yang di dalam plasmanya tidak terdapat anti D, maka

orang yang Rh- dapat membentuk anti D setelah mendapat transfusi darah dari

orang yang Rh+. Orang yang Rh+ tidak dapat membentuk anti D, maka dari itu

dapat menerima darah dengan aman, baik dari orang yang Rh+ atau dari orang

yang Rh-.

Menurut Kurnadi ( 2002, 42), bila wanita dengan Rh- kawin dengan pria Rh+

yang homozigot, semua anaknya adalah Rh+. Bila hal ini terjadi, dapat

Page 39: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

40

mengakibatkan kematian pada bayi kedua dan seterusnya akibat terbentuknya

antibodi anti Rh+. Peristiwa ini disebut Erithroblastosis Fetalis. Bila darah ibu

(Rh-) yang karena transfusi misalnya mengandung anti D, anti D ini dapat melalui

plasenta menuju ke peredaran darah bayi (Rh-). Akibatnya anti D akan bertemu

dengan aglutinogen D dan menyebabkan aglutinasi sel darah merah pada bayi.

Bila anti D cukup banyak, bayi akan mati. Seandainya bayi pertama yang lahir

dapat hidup, maka bayi pada kelahiran selanjutnya tidak akan terselamatkan lagi.

3) Golongan darah MN

Menurut Wulangi (1993 : 64), pada tahun 1972, Landsteiner dan Levine

menemukan aglutinogen macam lain di dalam sel darah merah, yaitu aglutinogen

M dan N. Hal ini akan menghasilkan 3 macam golongan darah, yaitu M, N, dan

MN. Berbeda dengan golongan darah ABO, golongan darah MN tidak disertai

dengan kehadiran aglutinogen di dalam plasma darah, maka dari itu, pada saat

transfusi darah, tidak diperhatikan ketiga aglutinogen ini. Aglutinogen ini

bermanfaat untuk membantu menentukan orang tua seseorang.

2. Organ-Organ Sistem Peredaran Darah pada manusia

Berdasarkan fungsinya, sistem peredaran darah pada manusia dibagi menjadi

6 bagian seperti terlihat pada tabel berikut ini :

Page 40: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

41

Tabel 2.3. Fungsi Dan Peranan Organ Sistem Peredaran Darah pada Manusia

Organ Sistem Peredaran

Darah Fungsi dan Peranan

Jantung : 1. Serambi Kanan 2. Serambi Kiri

3. Bilik Kanan

4. Bilik Kiri

Ruang yang manampung darah dari seluruh tubuh dan mengalirkan darah dari ventrikel kanan. Ruangan yang menampung darah dari paru-paru dan mengalirkan darah dari ventrikel kiri. Ruang jantung yang bila berkontraksi akan menimbulkan tekanan yang mendorong atau memompa darah menuju ke sistem peredaran darah paru-paru Ruang jantung yang bila berkontraksi akan menimulkan tekanan yang mendorong atau memompa darah menuju sistem peredaran darah sistemik.

Pembuluh Darah : 1. Arteri (Pembuluh Nadi)

2. Vena (Pembuluh Balik) 3. Kapiler

Pembuluh darah yang berperan dalam menyalurkan darah dari jantung ke seluruh bagian tubuh. Pembuluh darah yang berperan dalam menyalurkan darah dari seluruh tubuh ke jantung Pembuluh darah yang mempunyai struktur sangat halus dan berperan dalam pertukaran zat antara darah dengan cairan jaringan.

( Sumber : Wulangi, 1993 : 130 )

a. Jantung

Jantung manusia terletak di rongga dada, diatas diafragma, dan terbungkus

oleh selaput jantung (perikardium) yang berlapis dua. Menurut Pratiwi (2000 :

125), lapisan perikardium visceral yang melekat pada otot jantung dan dikenal

dengan istilah epikardium. Lapisan di sebelah luar disebut perikardium parietal.

Antara kedua lapisan perikardium ini terisi oleh cairan perikardium.

Page 41: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

42

Menurut Wulangi ( 1993 : 131), jantung manusia besarnya kurang lebih

sebesar kepalan tangan. Ukurannya adalah panjang 12 cm, lebar 19 cm, dan tebal

6 cm. Berat jantung kurang lebih 300 gram pada pria da 250 gram pada wanita.

Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, yaitu epikardium yang merupakan lapisan

terluar, miokardium yang merupakan otot jantung, dan endokardium yang

merupakan lapisan terdalam dari dinding jantung dan merupakan bagian yang

melapisi ruang jantung.

Jantung manusia terdiri dari empat ruang, yakni dua bilik atau dua serambi.

Serambi jantung berfungsi sebagai tempat lewatnya darah dari luar jantung ke

bilik. Selain itu, serambi juga berfungsi sebagai pompa yang lemah sehingga

membantu aliran darah dari serambi ke bilik. Bilik memberi tenaga yang

mendorong darah ke paru-paru dan sistem sirkulasi tubuh (Pratiwi, 2000 : 126).

Wulangi ( 1993 : 132) menambahkan bahwa antara serambi kiri dan kanan, juga

antara bilik kiri dan kanan, terdapat dinding pemisah atau sekat (septum). Menurut

Kurnadi (2002 : 4), antara serambi kiri dengan bilik kiri terdapat katup yang

disebut katup bikuspidalis, sedangkan katup yang memisahkan bilik kanan dengan

serambi kanan, disebut karup trikuspidalis. Antara bilik kiri dengan pembuluh

aorta juga terdapat katup semilunaris aorta, sedangkan katup yang memisahkan

bilik kanan dengan pembuluh nadi paru-paru disebut katup semilunar pulmonalis.

Berdasarkan pendapat Pratiwi (2000 : 126), jantung dibentuk terutama oleh 3

otot jantung, yaitu otot serambi, otot bilik, dan serabut perangsang dan penghantar

khusus. Otot-otot jantung bekerja dengan sendirinya (berkontraksi) tanpa

dipengaruhi impuls saraf. Denyut jantung ditimbulkan oleh otot jantung itu sendiri

Page 42: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

43

(miogenik). Kurnadi (2002 : 5) menambahkan bahwa otot jantung sebetulnya

terdiri dari tiga macam jaringan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya,

yaitu : jaringan nodal, jaringan purkinye yang terdiri dari berkas his yang

bercabang-cabang, dan jaringan biasa. Jaringan nodal terdapat di dua daerah di

dalam jantung, yaitu nodus sinoatrial (SA-Node) dan nodus Atrioventrikular (AV-

node). SA-node merupakan tempat yang mula-mula menimbulkan impuls,

sehingga SA-node disebut juga Pacemaker.

Menurut Pratiwi (2000 : 127), pada manusia normal, biasanya jantung

berkontraksi 72 X permenit dan memompa darah 60 cc. Periode dari akhir

kontraksi hingga akhir kontraksi berikutnya disebut siklus jantung. Siklus jantung

terdiri dari periode relaksasi yang dinamakan diastol, yaitu jika serambi jantung

menguncup dan bilik jantung mengembang. Pada waktu itu otot bilik mengendor

maksimum dan ruang bilik mengembang maksimum. Periode kontraksi

dinamakan sistol, yaitu jika otot bilik jantung menguncup dan darah di dalam bilik

dipompa ke pembeluh nadi paru-paru (arteria pulmonalis) ataupun ke aorta secara

bersamaan.

Peredaran darah dari jantung menuju paru-paru melewati aorta pulmonalis,

dan kembali ke jantung melewati vena pulmonalis, disebut peredaran darah kecil.

Sedangkan peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh dan akhirnya kembali

ke jantung disebut peredaran darah besar. Oleh karena pada manusia terdapat

kedua macam peredaran darah tersebut, maka dikatakan memiliki peredaran

darah ganda (Kurnadi, 2002 : 1).

Page 43: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

44

Seperti halnya organ-organ lain di seluruh tubuh, jantung yang bekerja terus-

menerus juga membutuhkan makanan. Menurut Latifah et al. (1995 : 123)

makanan itu diperoleh dari nadi tajuk (arteria koronaria). Tekanan darah dapat

diukur dengan tensimeter. Yang diukur adalah tekanan sistolis (waktu darah

keluar jantung), dan tekanan diastolis (waktu darah masuk ke jantung). Pada orang

dewasa sehat, umumnya sistol sebesar 120 mmHg dan diastol sebesar 80 mmHg

atau dapat juga ditulis sebagai tekanan arteri = 120/80 (sistol/diastol).

b. Pembuluh darah

1) Pembuluh Nadi (Arteri)

Menurut Pratiwi (2000 : 128), pembuluh nadi adalah pembuluh tempat

keluarnya darah dari jantung. Pembuluh ini tebal, elastis, dan memiliki sebuah

katup (valvula semilunaris) yang berada tepat di luar jantung. Letak pembuluh

nadi biasanya di dalam tubuh, hanya beberapa yang di permukaan sehingga dapat

dirasakan denyutnya.

Secara anatomi, menurut Kurnadi (2001 : 11), pembuluh nadi tersusun atas 3

lapis jaringan, yaitu lapisan pertama (lapisan Adventisia) berupa jaringan ikat

kolagen yang kuat dan elastis; lapisan tengah (lapisan Media) merupakan lapisan

paling tebal yang berupa otot polos yang berkontraksi secara sadar; lapisan ketiga

(lapisan Intima) yang berupa jaringan endotelium yang melindungi jaringan yang

berada di dalamnya.

2) Pembuluh Balik (Vena)

Vena mudah dikenali karena letaknya di daerah permukaan. Menurut Pratiwi

(2000 : 129), vena juga mempunyai struktur yang kurang elastis dan berbentuk

Page 44: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

45

bulat tidak teratur. Menurut Kurnadi (2002 : 12), seperti halnya nadi, pembuluh

balik juga tersusun atas 3 lapisan, tetapi lapisan tengahnya lebih tipis dan lapisan

yang paling tebal adalah lapisan pertama atau lapisan adventisia sehingga

menyebabkan dinding vena kurang tebal, tetapi bagian lumennya menjadi tebal.

Lapisan pertama (adventisia) tersusun oleh serat-serat otot, sedangkan lapisan

keduanya (media) tersusun oleh lapisan otot tipis, dan lapisan ketiganya (intima)

tersusun oleh jaringan endotelium.

Menurut Pratiwi (2000 : 129), pembuluh balik adalah tempat masuknya darah

dari seluruh tubuh ke jantung. Vena diselubungi oleh otot rangka dan memiliki

sebuah katup, yaitu valvula semilunaris. Pembuluh balik yang masuk ke jantung

adalah Vena kava superior, vena kava inferior, dan vena pulmonalis. Vena kava

superior adalah pembuluh balik yang mengalirkan darah yang kaya akan CO2 dari

tubuh bagian atas menuju jantung. Sedangkan vena kava inferior adalah pembuluh

balik yang membawa darah yang kaya CO2 dari tubuh bagian bawah menuju

jantung. Dan vena pulmonalis adalah pembuluh balik yang membawa darah yang

kaya akan O2 dari paru-paru menuju jantung.

3) Pembuluh Kapiler

Kurnadi (2002 : 11) menjelaskan bahwa pembuluh kapiler merupakan cabang

terhalus dari pembuluh darah. Pembuluh darah kapiler tersusun atas satu lapis

jaringan endotelium. Pada pembuluh kapiler, pertukaran gas dan zat-zat nutrisi

(makanan) antara darah dengan cairan jaringan.

Page 45: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

46

3. Gangguan pada Sistem Peredaran Darah pada Manusia

a. Penyakit Jantung

Ditinjau dari penyebabnya, Kurnadi (2002 : 20) membagi penyakit jantung

kedalam tiga kelompok, yaitu :

1) Gangguan pada sirkulasi koroner, misalnya Angina Pectoris.

Angina pectoris adalah suatu keadaan nyeri/teertekan di daerah dada yang

dapat menjalar ke lengan kiri (refered pain), yang khas terjadi sewaktu olah

raga/kerja, fisik/stres dan nyeri akan berkurang apabila diistirahatkan. Angina

pectoris disebabkan oleh berkurangnya aliran darah (Ischemia) dari myocardium.

2) Gangguan pada sistem konduksi jantung

Gangguan pada sistem konduksi jantung bisa menyebabkan arrythmia

(gangguan irama jantung). Jenis arrythmia salah satunya adalah heartblock yaitu

suatu keadaan dimana penyebaran impuls dari jantung terhalang/lambat pada

bagian tertentu dari sistem konduksi.

3) Kelainan anatomis

Kelainan anatomi jantung berupa cacat bawaan sejak lahir. Contohnya adanya

lubang pada atrium sehingga terjadi aliran darah yang kaya akan oksigen dari kiri

ke kanan jantung dengan gejala sesak napas.

b. Varices

Kurnadi (2002 : 23) menjelaskan bahwa varices adalah melebarnya dan

berkelok-kelok vena super vacial terutama di daerah kaki. Penyakit ini dapat

terjadi akibat katup-katup vena yang menjadi lumpuh karena memang lemah sejak

lahir ditambah dengan bertambahnya beban vena.

Page 46: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

47

c. Hypotensi (Tekanan Darah Rendah)

Tekanan darah dibawah normal disebabkan oleh beberapa macam hal,

diantaranya perubahan dari posisi jongkok atau terlentang ke posisi berdiri yang

akan menimbulkan penimbunan darah di vena tungkai bawah karena pengaruh

gravitasi. Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah lesu, pusing,

gangguan penglihatan sampai pingsan (Kurnadi, 2002 : 24).

d. Shock

Menurut Kurnadi (2002 : 24), shock adalah keadaan dimana terjadi

kekurangan aliran darah pada jaringan tubuh. Penyebab terjadinya shock adalah

(1) Gangguan cardiac output karena gangguan fungsi jantung misalnya pada

myocard infark; (2) Penurunan volume darah; (3) Terjadinya vasodilatasi dapat

terjadi karena alergi obat-obatan yang berat, infeksi bakteri, atau racun bakteri.

e. Hypertensi

Kurnadi menerangkan bahwa Hypertensi adalah keadaan dimana tekanan

darah sistol ataupun diastol meningkat dari batas normal. Penyebabnya

diantaranya : (1) Pengeluaran Renin oleh ginjal yang dipengaruhi oleh penurunan

suplai darah ginjal; (2) Peningkatan efek syaraf simphatis dengan meningkatnya

curah jantung, vasokontriksi melalui hormon adrenalin dan noradrenalin; (3)

Gangguan transpor aktif dati pompa Na+ dan K+; (4) Kekurangan zat-zat

vasodilatator seperti bradikinin oleh prostaglandin.

f. Anemia

Anemia adalah suatu keadaan dimana tubuh kekurangan hemoglobin dan atau

erithrosit. Anemia dapat teradi akibat perdarahan, karena erithrosit rusak oleh

Page 47: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

48

suatu faktor ataupun karena produksi erithrosit menjadi berkurang. Gejala-gejala

yang menunjukkan penyakit anemia adalah timbulnya gejala-gejala lesu, merasa

dingin, telinga berdenging, sakit kepala, pusing, gangguan libido, menstruasi

terhenti, muka dan kulit menjadi pucat, jantung berdebar malah dapat

menimbulkan shock (Kurnadi, 2002 : 44).

g. Sickle Cell Anemia

Menurut Kurnadi (2002 : 46), pada jenis anemia ini, terdapat gen abnormal

yang memproduksi polipeptida β yang abnormal pada hemoglobin. Hemoglobin

yang terbentuk disebut Hb-S. Orang-orang yang homozigot untuk Hb-S (terutama

orang Afrika) memiliki hemoglobin S yang tidak larut pada tekanan partial O2

yang kurang, dengan demikian bentuk erithrosit berubah menjadi seperti bulan

sabit (sickle). Erithrosit berbentuk bulan sabit ini mudah menjadi saling tindih

pada pembuluh darah kapiler, akibatnya dapat menyumbat pembuluh darah dan

terjadilah hemolisis. Gejala-gejala penyakit ini sangat bervarisi, berupa gejala

penyumbatan dan gejala hemolisis.

h. Leukimia

Leukimia adalah suatu penyakit neoplasma (pertumbuhan abnormal yang

baru) ganas pada jaringan yang memproduksi sel-sel darah. Faktor-faktor yang

dapat memudahkan timbulnya leukimia adalah : (1) Infeksi oleh virus ADN

maupun ARN; (2) Terkena sinar radioaktif; (3) Terkena zat-zat kimia bersifat

racun yang mempengaruhi sel-sel pembentuk darah; (4) Adanya kerentanan

generasi pada keluarga tertentu (Kurnadi, 2002 : 44).

Page 48: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

49

i. Thalasemia

Menurut Kurnadi (2002 : 45), thalasemia adalah suatu penyakit keturunan

yang ditandai dengan gangguan dan ketidakmampuan memproduksi hemoglobin

dan erithrosit, dengan akibat anemia. Penyakit ini dapat terjadi karena terdapat

kelainan pada suatu atau lebih gen-gen yang membentuk rantai-rantai polipeptida

α, β, γ, δ, rantai-rantai polipeptida ini merupakan bagian dari molekul

hemoglobin. Gejala - gejala penyakit penyakit sangat bervariasi, berupa : anemia,

pembesaran limpa, bentuk tulang menjadi abnormal karena sumsum tulang merah

hiperaktif, juga terjadi gangguan pertumbuhan.

Page 49: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

50

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang perlu diberikan penjelasan, agar memberikan gambaran

yang lebih mudah, istilah-istilah tersebut adalah :

1. Pembelajaran untuk kelas peta konsep dilakukan dengan memberikan peta

konsep berupa konsep-konsep yang dipetakan yang mempunyai hubungan

bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi dan tersusun dalam

suatu hirarki mengenai materi sistem peredaran darah pada manusia yang telah

dibuat oleh peneliti dan telah melalui proses judgement oleh para pakar

kemudian diberikan kepada siswa pada kelas eksperimen 1.

2. Pembelajaran untuk kelas komik ilmiah dilakukan dengan memberikan

rentetan suatu cerita yang berbentuk gambar dan dipisahkan dalam satu kotak

serta dialognya disusun dalam balon-balon kata mengenai pokok bahasan

sistem peredaran darah pada manusia kepada siswa pada kelas eksperimen 2.

3. Hasil belajar adalah hasil yang dicapai berupa nilai gain setelah materi sistem

peredaran darah pada manusia dengan menggunakan dua media yang berbeda

diajarkan.

B. Metode dan Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.

Menurut Yatim Riyanto (2001:35), penelitian eksperimen merupakan penelitian

yang sistematis, logis, dan teliti didalam melakukan kontrol terhadap kondisi.

Page 50: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

51

Pada penelitian eksperimen, dituntut adanya manipulasi variabel bebas sehingga

terlihat pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat (Herlanti, 2006 :16).

Manipulasi variabel bebas terhadap variable terikat dilakukan dengan memberikan

perlakuan. Digunakan penelitian eksperimen murni karena pada penelitian ini

digunakan dua kelas eksperimen yang masing-masing kelas mendapatkan

perlakuan yang berbeda dan sampel diambil secara acak kelas.

2. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Control

Group Pretest-Postest Design. Berikut merupakan desain penelitian yang peneliti

gunakan :

Proses pembuatan peta konsep dan komik ilmiah dimulai dengan melakukan

analisis terhadap materi sistem peredaran darah pada manusia pada buku paket

Biologi dan buku pegangan suplemen KTSP. Dari hasil analisis tersebut,

dibuatlah media peta konsep dan buku komik yang relevan dan atraktif serta

dipersiapkan pula skenario pembelajaran. Materi yang disiapkan dengan media

peta konsep disampaikan kepada kelas eksperimen 1 dan materi yang

menggunakan media komik ilmiah disampaikan kepada kelas eksperimen 2.

Sebelum melaksanakan PBM, siswa pada kedua kelas diberikan pretest untuk

mengukur sejauh mana pemahaman awal siswa mengenai materi sistem peredaran

darah pada manusia, dan setelah perlakuan dilaksanakan, siswa pada kedua kelas

dievaluasi dengan mengadakan postest untuk mengukur bagaimana hasil belajar

siswa setelah mendapatkan perlakuan. Setelah didapatkan data hasil pretest dan

R O1 X O2

R O3 C O4

Page 51: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

52

postest, maka dicari nilai gainnya untuk mengetahui sejauh mana pengaruh

perlakuan serta bagaimana pengaruh yang dihasilkannya terhadap hasil belajar

dilihat dari peningkatan pemahaman konsep siswa dari segi kognitifnya.

Tinjauan skripsi ini adalah mengetahui perbedaan pengaruh antara

penggunaan media komik ilmiah dan peta konsep terhadap pemahaman siswa dari

segi kognitif yang berupa hasil belajar, hingga untuk itu diperlukan dua kelas

eksperimen dan tes dilakukan di awal dan akhir perlakuan. Untuk melengkapi data

yang diperoleh, diberikan juga angket kepada siswa yang hasilnya dijadikan bahan

untuk pengambilan kesimpulan.

C. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan untuk kepentingan penelitian ini adalah siswa

SMAN 7 Bandung yang mempelajari pokok bahasan sistem peredaran darah pada

manusia. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas XI IPA 1 sebagai kelas

eksperimen 1 yang mendapatkan perlakuan dengan menggunakan media peta

konsep, dan siswa kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen 2 yang mendapatkan

perlakuan dengan menggunakan media komik ilmiah. Sampel diambil dengan

menggunakan tekhnik random cluster sampling methods atau pengambilan

sampel secara acak kelas. Dari beberapa kelas yang dianggap homogen, diambil

dua kelas dimana satu kelas akan dijadikan kelas eksperimen 1 dan yang lainnya

sebagai kelas eksperimen 2.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMA Negeri 7 Bandung yang beralamat di Jalan

Lengkong Kecil No. 53 Bandung – 40261.

Page 52: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

53

E. Instrumen Penelitian

1. Soal objektif pilihan ganda

Soal objektif pilihan ganda yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 25

buah. Digunakan tes kognitif berbentuk tes objektif pilihan ganda karena lebih

representatif mewakili isi dan cakupan luasnya materi, lebih objektif, lebih mudah

dan cepat pemeriksaannya serta tidak ada unsur subyektif yang mempengaruhi

penilaian.

2. Angket

Angket digunakan dalam pengambilan data penunjang untuk mengetahui

persepsi siswa mengenai media pembelajaran yang digunakan mencakup

kesukaan / ketertarikan mereka terhadap media yang digunakan, pengaruh media

pembelajaran yang digunakan terhadap tingkat pemahaman mereka, dan

bagaimana perbandingannya dengan media lain.

Keuntungan menggunakan angket gabungan adalah responden dapat

mengungkapkan pendapatnya yang berguna bagi penelitian jika ingin mengetahui

keadaan responden lebih mendalam tentang hal yang berkaitan dengan

pembelajaran. Aspek yang diungkapkan meliputi : tanggapan terhadap materi

pelajaran, kesulitan dalam menangkap materi melalui media peta konsep dan

komik ilmiah serta dampak pemberian media terhadap pembelajaran. untuk

menjawab angket ini, subjek cukup menjawab STS (sangat tidak sesuai), TS

(tidak sesuai), ATS (agak tidak sesuai), S (Sesuai), dan SS (sangat sesuai). Selain

itu, subjek juga diberikan kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya secara

luas dengan adanya option ‘Alasan’.

Page 53: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

54

F. Prosedur Pengumpulan Data

1. Uji Coba Instrumen Penelitian

Untuk menguji baik atau buruknya suatu alat ukur, maka perlu dilakukan

analisis mengenai reliabilitas tes, validitas tes, daya pembeda, dan tingkat

kesukaran

a. Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah ketetapan alat evaluasi dalam mengukur atau ketetapan

siswa dalam menjawab alat evaluasi itu. Untuk mengetahui reliabilitas alat ukur,

maka sebelum diberikan pada kelompok penelitian, alat ukur tersebut harus

diujicobakan terlebih dahulu. Dengan menggunakan rumus Kruder-Richardson 21

(K-R 21), koefisien reliabilitas dapat dihitung secara matematis sebagai berikut :

Kr20 = k 1 - 2n. ∑(wL + wh) - ∑(wL + wh)2

k – 1 0,667 [ ∑(wL + wh)]2

Dimana :

Kr20 = Reliabilitas tes secara keseluruhan

k = Jumlah item

wL = Salah pada setiap item pada kelompok rendah

wh = Salah pada setiap item pada kelompok tinggi

n = 27 % dari jumlah siswa keseluruhan

(Subino dalam Prina, 2004 : 33)

Adapun kriteria reliabilitas suatu tes menurut Subino adalah sebagai berikut :

Page 54: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

55

Tabel 3.1. Kriteria Reliabilitas

Nilai Kriteria 0,00 – 0,39 Rendah 0,40 – 0,69 Sedang 0,70 – 1,00 Tinggi (Subino dalam Prina, 2004 : 33)

Karena dalam menghitung sering dilakukan pembulatan angka, sangat

mungkin diperoleh koefisien lebih dari 1,000, koefisien negatif menunjukkan

hubungan kebalikan sedangkan koefisien positif menunjukkan adanya kesejajaran.

Berdasarkan aturan tersebut, jika sebuah instrument atau tes memiliki koefisien

reliabilitas 0,400-1,000 artinya sudah reliable.

b. Validitas Tes

Suatu instrumen dikatakan berkualitas baik jika memiliki ketepatan atau

validitas yang tinggi Validitas instrumen adalah tingkat keabsahan atau ketepatan

suatu instrumen atau tes, sehingga instrumen tersebut benar-benar mengukur apa

yang hendak diukur. Dalam penelitian ini, digunakan rumus korelasi product

moment dengan angka kasar (Arikunto, 2002:157) untuk mengukur validitas suatu

tes. Yaitu dengan menggunakan rumus :

rxy = N(ΣXY) – (ΣX)(ΣY)

{N.ΣX2 – (ΣX)2}{N. ΣY2 – (ΣY)2

Dimana :

rxy = Koefesien korelasi antara variabel X dan Y

N = Jumlah siswa

X = Skor butir soal yang diperoleh setiap siswa

Y = Skor total

Page 55: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

56

Tabel 3.2. Kriteria Validitas Test

Rentang Kriteria

0,8 – 1,00 Sangat tinggi

0,6 – 0,8 Tinggi

0,4 – 0,6 Cukup

0,2 – 0,4 Rendah

0,0 – 0,2 Sangat rendah

(Arikunto, 2002 : 159)

c. Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran

Untuk melihat daya pembeda, digunakan rumus berikut :

DP = NA - NB

½ n . x

Dimana :

DP = daya pembeda

NA = jumlah skor yang diperoleh kelompok atas

NB = jumlah skor yang diperoleh kelompok bawah

n = jumlah siswa kelompok atas dankelompok bawah

x = skor maksimum tiap butir soal

(Arikunto dalam Prina, 2004 : 34)

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara

siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah

Adapun klasifikasi untuk daya pembeda adalah sebagai berikut :

Page 56: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

57

Tabel 3.3. Klasifikasi Daya Pembeda

Nilai Kriteria

0,00-0,19 Jelek

0,20-0,39 Cukup

0,40-0,69 Baik

0,70-1,00 Baik sekali

(Arikunto dalam Prina, 2004 : 39)

Bila daya pembeda bernilai negatif, itu berarti semuanya tidak baik, jika setiap

butir soal yang mempunyai daya pembeda negatif, sebaiknya dibuang saja.

Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal, digunakan rumus sebagai berikut :

TK = U + L

T

(Arikunto dalam Prina, 2004 : 35)

Dimana :

TK = Taraf Kesukaran

U = Jumlah siswa dari kelompok tinggi yang menjawab benar untuk

tiap soal

L = Jumlah siswa dari kelompok rendah yang menjawab benar untuk

tiap soal

T = Jumlah seluruh siswa dari kelompok tinggi dan kelompok rendah

Indeks kesukaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Page 57: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

58

Tabel 3.4. Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal

Nilai Kriteria

0,00-0,30 Sukar

0,31-0,70 Sedang

0,71-1,00 Mudah

(Arikunto dalam Prina, 2004 :35)

2. Analisis Data Hasil Penelitian

Tahap ini digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh baik dari tes

tertulis maupun angket sehingga dihasilkan temuan dan kesimpulan.

Tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Menentukan skor jawaban untuk data hasil pretest dan postest dari kelas

eksperimen 1 dan 2.

Sebelum hasil tes dianalisis, skor jawaban siswa ditentukan terlebih dahulu.

Dengan kriteria sebagai berikut :

a) skor yang menjawab benar diberi skor 1

b) skor yang menjawab salah diberi skor 0

2) Menghitung skor mentah

Untuk menghitung skor mentah dari hasil test digunakan rumus sebagai

berikut :

Dimana :

S = Skor yang diperoleh siswa

R = Jumlah jawaban yang benar

W = Jumlah jawaban yang salah

S = R – W

Page 58: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

59

%100% xdiharapkanyangtotalskor

didapatyangskorskalatiap =

3) Mengolah skor yang diperoleh siswa kedalam skala 1 – 100

4) Setelah ditentukan skor mentah yang diperoleh siswa, kemudian skor tersebut

diolah kedalam skala persentase dengan menggunakan :

(Arikunto dalam Ramdhan, 2005 : 39)

5) Memasukan sesuai dengan kategori nilai :

76% - 100% = kategori baik

56% - 75% = kategori cukup

40% - 55% = kategori kurang baik

0% - 40% = kategori tidak baik

(Arikunto dalam Ramdhan, 2005:40)

6) Menentukan indeks N-gain untuk mengetahui adanya pengaruh dari perlakuan

yang diberikan sebelumnya.

Gain adalah selisih antara nilai pos tes dan pre tes, gain menunjukkan

peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran

dilakukan guru. Perhitungan Indeks N-gain (IG) dilakukan terhadap skor hasil

belajar siswa dari kelompok eksperimen 1 dan eksperimen 2. Perhitungan

menggunakan Normalized Gain menurut Hake (Meltzer dalam Herlanti, 2006

: 71), karena untuk menghindari adanya bias penelitian yang disebabkan

perbedaan indeks gain akibat nilai pretest yang berbeda dari kedua kelas

eksperimen. Misalkan saja, indeks gain pada kelas eksperimen 1 meningkat

dengan tinggi karena nilai pretest sangat rendah sedangkan nilai postest sangat

Page 59: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

60

tinggi, sedangkan peningkatan nilai indeks gain pada kelas eksperimen 2

rendah karena nilai pretest dan nilai postestnya sudah tinggi (bisa dikarenakan

tingkat kognitif siswa pada kelas eksperimen 2 memang tinggi adatu sudah

pandai-pandai). Normalized Indeks Gain dianalisis berdasarkan hasil tes awal

dan tes akhir siswa dengan menggunakan rumus sbb :

Indeks N-Gain = skor tes akhir – tes awal

Skor maksimum – skor minimum

(Meltzer dalam Herlanti, 2006 : 71)

Berikut adalah kriteria penilaian :

Tinggi = 0,7 ≤ IG

Sedang = 0,3 ≤ IG ≤ 0,7

Rendah = IG < 0,3

(Meltzer dalam Herlanti, 2006 : 72)

7) Menentukan Pengaruh yang diberikan perlakuan terhadap perubahan hasil

belajar siswa.

Pengaruh negatif (-) diberikan kepada indeks gain < 0,00. Pengaruh positif

(+) diberikan untuk indeks gain > 0,00.

8) Mengelompokkan skor yang diperoleh siswa

Untuk menganalisis data angket, nilai yang diperoleh oleh siswa diolah

kedalam bentuk persen (%) dengan menggunakan rumus :

% = Jumlah siswa menjawab pada satu soal X 100%

Jumlah seluruh siswa

Page 60: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

61

Tabel 3.5. Kategori persentase

Persentase Tafsiran

0 Tidak ada

1-25 Sebagian kecil

26-49 Hampir setengahnya

50 Setengahnya

51-75 Sebagian besar

76-99 Pada umumnya

100 Seluruhnya

(Kuntjaraningrat dalam Prina, 2004 : 36)

9) Melakukan Uji Prasyarat

Uji prasyarat dilakukan terhadap nilai pretest dan indeks gain dari kelompok

eksperimen 1 dan eksperimen 2. Uji prasyarat meliputi :

a) Uji Normalitas dengan x2 (Chi-kuadrat)

Dengan menggunakan hipotesis, Ho = distribusi normal, dan HI = distribusi

tidak normal

b) Uji Homogenitas, apabila data ternyata berdistribusi tidak normal, maka tidak

perlu dilakukan uji homogenitas.

Dengan hipotesis

Ho : data berasal dari populasi yang memiliki rata – rata dan

varians yang identik.

HI : data berasal dari populasi yang memiliki rata-rata dan

varians yang berbeda.

c) Uji Hipotesis (dengan menggunakan uji t, apabila data berdistribusi tidak

normal, maka uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji wilcoxon)

Page 61: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

62

Dengan menggunakan hipotesis :

Ho : tidak terdapat perbedaan hasil belajar antara kedua kelas

eksperimen

HI : terdapat perbedaan hasil belajar antara kedua kelas

eksperimen.

10) Menentukan ketuntasan hasil belajar siswa dari nilai posttest.

Kriteria ketuntasan belajar yang digunakan berdasarkan buku petunjuk teknis

pengolahan penilaian Depdikbud 1997 (Wardani dalam Daryanti, 2004 : 55),

bahwa seseorang telah belajar tuntas jika sekurang-kurangnya dapat

mengerjakan soal dengan benar sebanyak 65 % dalam ulangan harian / 60 %

dalam ulangan akhir caturwulan secara proporsional, hasil belajar suatu

rombongan belajar dikatakan baik apabila sekurang-kurangnya 85%

anggotanya telah tuntas belajar. Apabila anggota-anggotanya yang tuntas

hanya mencapai 75 %, maka hasil belajar dikatakan ‘cukup’. Dan apabila

persentase anggota yang tuntas kurang dari 60% maka dikatakan bahwa hasil

belajar ‘kurang’ tuntas.

Page 62: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

63

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian yang diperoleh dari nilai

pretest – postest dan angket. Selanjutnya dilakukan pembahasan terhadap hasil

temuan yang diperoleh berdasarkan analisis data.

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil tes tertulis mengenai pokok bahasan sistem peredaran darah

pada manusia yang dilakukan terhadap 2 kelas eksperimen dimana masing –

masing kelas mempunyai jumlah siswa 35 orang dan 40 orang, diperoleh skor

jawaban siswa terhadap soal-soal yang diberikan. Skor siswa selengkapnya

disajikan pada lampiran.

Adapun konsep - konsep yang diujikan terdiri dari 9 konsep yang meliputi

Struktur Komponen Darah, Fungsi Komponen Darah, Penggolongan Darah,

Struktur Jantung, Fungsi Bagian – Bagian Jantung, Struktur Pembuluh Darah,

Struktur Pembuluh Darah, Fungsi Pembuluh Darah, Jenis Peredaran Darah, dan

Kelainan Pada Sistem Peredaran Darah pada Manusia, yang secara lengkap

ditampilkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4. 1. Konsep – Konsep yang Diujikan

No Konsep No. Soal

1 Struktur Komponen Darah 2, 5, 10, 22 2 Fungsi Komponen Darah 1, 3, 4, 6 3 Penggolongan Darah 7, 8, 23 4 Struktur Jantung 11, 13 5 Fungsi Bagian – Bagian Jantung 9, 19 6 Struktur Pembuluh Darah 15, 24

Page 63: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

64

7 Fungsi Pembuluh Darah 16, 17, 18, 25 8 Jenis Peredaran Darah 12,14 9 Kelainan pada Sistem Peredaran Darah

pada Manusia 20, 21

Setelah pretest dan postest diberikan kepada siswa dari kelas eksperimen 1

yang menggunakan peta konsep dan kelas eksperimen 2 yang menggunakan

komik ilmiah, skor kemudian diolah. Berikut adalah data hasil analisis nilai

pretest, postest dan gain dari kedua kelas eksperimen :

Tabel 4.2. Analisis data Hasil Penelitian

Kelas Eksperimen I

N = 40

Kelas Eksperimen 2

N = 35 orang

Pretest Postest Gain Pretest Postest Gain

χ 38,25 70, 275 0,3085 24 ,81 60 ,18 0,33

Keterangan Jelek Cukup Sedang Jelek Cukup Sedang

SD 10,485 14,84 0,156 13,23 11,21 0,172

S2 109,936 220, 204 0,024 175,22 125,63 0,0296

Nilai

Minimum 16 32 0,04 0 40 -0,08

Nilai

Maksimum 56 92 0,56 56 84 0,64

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pretest dan postest

kelas eksperimen 1 yang menggunakan peta konsep lebih besar dari pada kelas

eksperimen 2 yang menggunakan komik ilmiah. Hal ini berbanding terbalik

dengan hasil rata-rata gain yang diperoleh pada kedua kelas eksperimen. Hasil

gain pada kelas eksperimen 2 lebih besar daripada kelas eksperimen 1. Berikut ini

Page 64: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

65

38.25

24.81

70.275

60.18

0.3085 0.330

10

20

30

40

50

60

70

80

Pretest Postest Gain

Kelas Eksperimen 1

Kelas Eksperimen 2

adalah grafik perbandingan hasil rata-rata pretest, gain, dan postest pada kedua

kelas eksperimen :

Gambar 4.1. Perbandingan Hasil Rata-Rata

1. Temuan Hasil Pretest

Data hasil pretest yang telah didapat dari kedua kelas eksperimen diasumsikan

berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk membuktikan asumsi

tersebut agar langkah selanjutnya dapat dipertanggungjawabkan, maka perlu

dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas, homogenitas, dan uji

hipotesis. Analisis data mengenai uji normalitas, homogenitas, dan hipotesis dapat

dilihat selengkapnya pada lampiran.

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji x2 untuk mengetahui

apakah data yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas juga

dilakukan untuk mengetahui langkah selanjutnya dalam mengolah data, apakah

akan dilakukan dengan cara parametrik atau non-parametrik. Adapun

perbandingan antara hasil uji normalitas untuk data hasil pretest dari kedua kelas

eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 65: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

66

Tabel 4.3. Perbandingan Hasil Uji Normalitas Data Pretest

Kriteria Kelompok Penelitian

Eksperimen 1 Eksperimen 2

x2hitung 11,05 3,417

x2(o,99)(dk) 11,3449 11,3449

Kesimpulan Normal Normal

Dari tabel diatas, dengan menggunakan α = 0,01, dapat kita ketahui bahwa

data hasil pretest kedua kelas eksperimen berasal dari sampel yang berdistribusi

normal. Dari kedua data yang berdistribusi normal, kemudian dilanjutkan dengan

melakukan uji homogenitas. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui

kesamaan dua buah rata-rata. Berikut ini adalah perbandingan antara hasil uji

Fhitung dengan uji Ftabel dengan menggunakan α = 0,01.

Tabel 4.4. Perbandingan Hasil Uji Homogenitas Data Pretest

Fhitung Ftabel

1,59 10,97

Seperti dapat dilihat pada tabel diatas, diketahui bahwa hasil dari uji

homogenitas dengan menggunakan uji F menghasilkan Fhitung sebesar 1,59 dan

Ftabel sebesar 10,97. Karena Fhitung < Ftabel , maka dapat disimpulkan bahwa data

pretest merupakan data yang homogen.

Setelah diketahui bahwa data berasal dari sampel yang berdistribusi normal

dan homogen, juga berasal dari sampel yang berjumlah > 30, maka selanjutnya

dilakukan uji hipotesis secara parametrik dengan menggunakan uji-t. Uji t

dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengetahuan awal antara

Page 66: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

67

siswa dari kedua kelas eksperimen. H0 pada uji hipotesis ini adalah tidak terdapat

perbedaan hasil pretest antara kedua kelas eksperimen, sedangkan H1 pada uji

hipotesis ini adalah terdapat perbedaan hasil pretest antara kedua kelas

eksperimen.

Tabel 4.5. Perbandingan Hasil Uji Hipotesis Data Pretest

thitung ttabel

4,871 3,17

Sesuai dengan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis yang telah

ditentukan, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak. Dengan kata lain, terdapat

perbedaan antara pengetahuan awal yang dimiliki kedua kelompok penelitian.

Perbedaan pengetahuan awal antara kedua kelas eksperimen dapat dilihat dari

rata-rata hasil pretest kedua kelas eksperimen.

2. Temuan Gain

Data gain dianalisis untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan yang

diberikan. Dari Tabel 4.6. dibawah ini dapat diketahui perbandingan nilai rata-rata

Indeks N-Gain dari kedua kelas eksperimen :

Tabel 4.6. Perbandingan Rata-Rata Indeks N-gain

Kelas

Eksperimen I

Kelas

Eksperimen II

0,3085 0,33

Sama halnya dengan data pretest, pada data gain juga dilakukan uji prasyarat

yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji hipotesis. Berikut adalah

perbandingan hasil uji normalitas dengan x2 antara kedua kelas eksperimen:

Page 67: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

68

Tabel 4.7. Perbandingan Hasil Uji Normalitas Data N-Gain

Kriteria Kelompok Penelitian

Eksperimen 1 Eksperimen 2

x2hitung 8,932 1,43

x2(o,99)(dk) 11,3449 11,3449

Kesimpulan Normal Normal

Dari data diatas, dengan menggunakan α = 0,01, dapat diketahui bahwa kedua

kelas eksperimen menghasilkan x2hitung yang lebih kecil dari x2tabel . Hal ini berarti

bahwa kedua kelas eksperimen berasal dari data yang berdistribusi normal.

Setelah diketahui bahwa kedua kelas eksperimen merupakan data berdistribusi

normal, maka dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji F. Berikut

adalah data hasil uji homogenitas antara kedua kelas eksperimen :

Tabel 4.8. Perbandingan Hasil Uji Homogenitas Data N-Gain

Fhitung Ftabel

1,59 10,97

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa Fhitung lebih besar dari Ftabel. Dan ini

menunjukkan bahwa data berdistribusi normal. Setelah data diketahui

berdistribusi normal, dan homogen, juga sampel berjumlah lebih dari 30, maka

dilanjutkan dengan melakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t. Sama

halnya dengan syarat penerimaan dan penolakan hipotesis pada data pretest, H0

pada uji hipotesis data gain adalah tidak terdapat perbedaan hasil pretest antara

kedua kelas eksperimen, sedangkan H1 pada uji hipotesis ini adalah terdapat

Page 68: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

69

perbedaan hasil pretest antara kedua kelas eksperimen. Berikut ini adalah tabel

perbandingan hasil uji hipotesis data gain :

Tabel 4.9. Perbandingan Hasil Uji Hipotesis Data Gain

thitung ttabel

0,57 3,17

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa thitung lebih kecil dari ttabel. Dan ini

menunjukkan bahwa H0 diterima, yang berarti tidak terdapat perbedaan antara dua

perlakuan.

Nilai gain dari masing-masing siswa kemudian diberikan keterangan sesuai

dengan kategori penilaian indeks gain untuk diketahui seberapa besar pengaruh

yang diberikan perlakuan terhadap peningkatan hasil belajar siswa.

Pengelompokan nilai indeks gain kedalam kategori rendah, sedang, dan tinggi

dapat dilihat secara lengkap pada lampiran. Berikut ini adalah tabel

pengelompokkan siswa pada kedua kelas eksperimen sesuai dengan kategori

indeks gainnya :

Tabel 4.10. Persentase Perolehan Gain Berdasarkan Kelompoknya

Kategori Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen 2

Tinggi 0 % 0 %

Sedang 52,5 % 57,14%

Rendah 47,5 % 42,86 %

Untuk mengetahui lebih terperinci mengenai pengaruh media yang diberikan

terhadap hasil belajar siswa, maka dilakukan interpretasi terhadap hasil

perhitungan indeks gain yang diperoleh. Pengaruh (+) diberikan terhadap nilai

Page 69: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

70

indeks gain positif (> 0,00), tidak berpengaruh diberikan terhadap nilai indeks =

0,00, dan pengaruh (-) diberikan terhadap nilai indeks gain negatif (< 0,00).

Berikut ini adalah tabel pengaruh media yang diberikan terhadap hasil belajar

siswa :

Tabel 4.11. Persentase Pengaruh Media Terhadap Hasil Belajar

Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen 2

Pengaruh Persentase Pengaruh Persentase

Negatif ( - ) 0% Negatif ( - ) 2,85%

Positif ( + ) 100% Positif ( + ) 97,15%

3. Temuan Hasil Postest

Hasil analisis data pretest yang menunjukkan adanya perbedaan rata-rata

pengetahuan awal antara kedua kelas eksperimen jelas mempengaruhi hasil yang

didapatkan pada postest. Analisis data postest dilakukan untuk mengetahui

ketuntasan dan pencapaian hasil belajar siswa. Maka dari itu, pada hasil temuan

postest tidak dilakukan uji hipotesis secara statistik.

Kriteria ketuntasan yang digunakan berdasarkan Depdikbud 1997 (Wardani

dalam Daryanti, 2004 : 55), menyatakan bahwa siswa baru bisa dikatakan tuntas

apabila siswa tersebut mampu menyelesaikan soal dengan benar sebanyak 65%

dari keseluruhan soal. Hasil belajar suatu rombongan belajar dikatakan baik

apabila sekurang-kurangnya 85% anggotanya telah tuntas belajar. Apabila

anggota-anggotanya yang tuntas hanya mencapai 75 %, maka hasil belajar

Page 70: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

71

dikatakan ‘cukup’. Dan apabila persentase anggota yang tuntas kurang dari 60%

maka dikatakan bahwa hasil belajar ‘kurang’ tuntas.

Berikut ini adalah tabel persentase tingkat ketuntasan dari masing-masing

kelas eksperimen :

Tabel 4.12. Persentase Tingkat Ketuntasan Hasil Belajar

Kelas Eksperimen 1 Kelas Eksperimen 2

Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tuntas

72,5 % 27,5 % 28,57 % 71,43 %

Cukup Kurang

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan analisis data hasil penelitian, diperoleh perbandingan nilai

pretest, postest, dan indeks gain dari kedua kelas eksperimen. Dari hasil tes

tertulis juga dapat dianalisis mengenai perbandingan hasil belajar antara siswa

yang menggunakan media komik ilmiah dan peta konsep serta pengaruhnya

terhadap perubahan pemahaman konsep siswa yang diindikasikan dengan

peningkatan atau penurunan hasil belajar. Seperti telah dijelaskan sebelumnya

bahwa pemberian media pembelajaran sangatlah berperan penting dalam

mencapai tujuan pembelajaran. Sudjana (2005 : 2) menjelaskan bahwa media

pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada

gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya.

Pemberian media pembelajaran yang tepat untuk siswa merupakan salah satu

bentuk aplikasi cara dalam mewujudkan sebuah pembelajaran yang bermakna.

Page 71: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

72

Pembelajaran bermakna menimbulkan pemahaman konsep yang lebih tahan lama

dalam ingatan dibandingkan dengan belajar hapalan (Abram, 1999).

Dalam belajar bermakna, faktor terpenting yang harus diketahui oleh guru

adalah pengetahuan awal siswa (Ausubel dalam Hassard, 2000). Pengetahuan

awal siswa diperlukan sebagai konstruksi kognitif awal yang kemudian akan

beradaptasi sesuai dengan pengalaman yang dialami siswa. Pengetahuan awal

siswa tentunya akan mempengaruhi hasil akhir yang didapat setelah belajar.

Untuk itu, perlu diketahui secara pasti mengenai pengetahuan awal siswa yang

diindikasikan dengan hasil pretest melalui uji statistik. Untuk mengetahui

perbedaan rata-rata dua sampel digunakan uji-t. Uji-t digunakan untuk menguji

data-data yang mempunyai skala interval atau rasio (Herlanti, 2006 : 66).

Setelah dianalisis dengan menggunakan uji-t, data pretest menunjukkan

adanya perbedaan rata-rata yang signifikan antara kedua kelas eksperimen.

Perbedaan ini jelas terlihat dari nilai rata-rata pretest pada kelas eksperimen 1

lebih besar daripada nilai rata-rata pretest pada kelas eksperimen 2. rata-rata nilai

pretest pada kelas eksperimen 1 dengan kelas eksperimen 2 terpaut sebesar 13,44.

Meskipun sebelumnya telah dilakukan uji homogenitas terhadap sampel tersebut,

dan terbukti data berasal dari sampel yang berdistribusi homogen, tetapi bisa saja

terjadi perbedaan rata-rata hasil penelitian. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor

dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduanya saling berinteraksi (Gagne dalam

Abrams, 1999). Wibawa (1991:1) juga menjelaskan bahwa pencapaian hasil

belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Page 72: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

73

Faktor internal tentu saja datang dari dalam sampel. Dari angket yang telah

disebarkan juga diketahui bahwa hampir setengah dari jumlah keseluruhan siswa

pada kelas eksperimen 1 berpendapat bahwa materi sistem peredaran darah pada

manusia merupakan materi yang mudah dipahami karena sebelumnya pernah

mendapatkan pengetahuan mengenai materi tersebut saat mengikuti bimbingan

belajar dan saat pembelajaran di SMP (Lampiran i). Sedangkan pada kelas

eksperimen 2, sebagian besar siswa tidak setuju bahwa materi sistem peredaran

darah pada manusia merupakan materi yang mudah dipahami. Jadi jelas terlihat

bahwa rata-rata hasil pretest pada kelas eksperimen I lebih besar daripada kelas

eksperimen II. Pada saat pembelajaran, peneliti juga melakukan tanya jawab

seputar materi tersebut kepada siswa dari kedua kelas eksperimen, namun berbeda

dengan kelas eksperimen 1, kebanyakan siswa dari kelas eksperimen 2

menyatakan sudah lupa mengenai materi tersebut yang sudah dibahas di SMP.

Jadi jelas terlihat bahwa faktor internal yang berupa hapalan siswa mengenai

materi sistem peredaran darah pada manusia terdahulu sangat berpengaruh pada

hasil pretest yang dihasilkan.

Faktor eksternal yang mempengaruhi perbedaan rata-rata kedua kelas

eksperimen, salah satunya adalah kebocoran informasi dari kelas eksperimen 2

kepada kelas eksperimen 1. Hal ini peneliti rasakan saat memasuki kelas

eksperimen 1 yang jadwalnya setelah kelas eksperimen 2. Banyak siswa yang

sedang membaca buku biologi dan menanyakan perihal ulangan. Maka dari itu,

dapat disimpulkan bahwa siswa pada kelas eksperimen 1 telah memiliki persiapan

Page 73: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

74

yang lebih banyak tinimbang siswa pada kelas eksperimen 2 yang melaksanakan

pembelajaran secara mendadak.

Pada umumnya, siswa yang mempunyai pengetahuan awal atau nilai pretest

yang tinggi, cenderung mendapatkan hasil postest yang tinggi pula setelah proses

belajar. Begitu pula dengan siswa yang memiliki pengetahuan awal atau nilai

pretest yang rendah, setelah pembelajaran, nilai postest cenderung naik. Untuk

mengetahui selisih antara nilai pretest dan postest juga peningkatan pemahaman

atau penguasaan konsep setelah pembelajaran guru, maka perlu dilakukan

perhitungan indeks gain. Pada perhitungan indeks gain, sering sekali terjadi

permasalahan mengenai perbedaan indeks gain akibat nilai pretest pada dua

kelompok penelitian yang dibandingkan berbeda, sehingga sering sekali penelitian

menjadi bias. Untuk menghindari bias penelitian semacam ini, maka digunakan

indeks normal gain menurut Meltzer (Herlanti, 2006 : 71).

Hasil analisis data N-gain dengan menggunakan uji-t menunjukkan bahwa

rata-rata nilai indeks N-gain antara kedua kelas eksperimen tidak berbeda secara

signifikan. Berikut ini adalah grafik perbandingan rata-rata indeks N-gain antara

kedua kelas eksperimen :

Gambar 4.2. Rata - Rata N-Gain

0.3058

0.33

0.29

0.295

0.3

0.305

0.31

0.315

0.32

0.325

0.33

Gain

Kelas Eksperimen 1

Kelas Eksperimen 2

Page 74: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

75

Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa perbedaan nilai rata-rata indeks N-

gain antara kedua kelas tersebut sangatlah kecil bahkan cenderung sama (hanya

berbeda 0,0215). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : Pertama,

siswa dari kedua kelas eksperimen sama-sama mempunyai minat yang sama

terhadap media pembelajaran yang diberikan. Hal ini dapat dilihat dari data

angket pada tabel 4.13. Minat yang tinggi terhadap media pembelajaran yang

disajikan dapat timbul karena pembelajaran dengan menggunakan media peta

konsep dan komik ilmiah baru pertama kali mereka rasakan. Dari hasil wawancara

khusus dengan siswa dan guru yang biasa mengajar pada kedua kelas eksperimen

tersebut, diketahui bahwa mereka terbiasa belajar dengan menggunakan metode

ceramah biasa saja dan jarang sekali menggunakan media pembelajaran. Menurut

Wibawa (1993 : 3), penyajian pembelajaran secara verbal (kata-kata) membuat

siswa cepat menjadi bosan dan cepat lupa mengenai materi pelajaran yang telah

dipelajari. Dari data angket pada tabel 4.13. juga diketahui bahwa pada umumnya

siswa lebih menyukai pembelajaran dengan menggunakan media peta konsep dan

komik ilmiah daripada belajar dengan menggunakan metode ceramah.

Page 75: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

76

Tabel 4.13. Data Angket Siswa Kelas Eksperimen 1 dan 2

Soal

STS TS ATS S SS Kls

Eksp 1

Kelas Eksp

2

Kls Eksp

1

Kls Eksp

2

Kls. Eksp.

1

Kls. Eksp.2

Kls. Eksp.

1

Kls. Eksp.2

Kls. Eksp.

1

Kls. Eksp.2

1. Menurut saya, konsep-konsep yang ada dalam

materi Sistem Peredaran Darah ini mudah

dipahami.

9,76 % =

sebagian kecil

0 % =

tidak ada

2,44 % =

sebagian

kecil

5,26 % =

sebagia

kecil

41,46 % =

hampir

setengahnya

36,84 % =

hampir

sebagian

43,9% =

hampir setenghnya

47,37 % =

hampir

setengahnya

2,44 % =

sebagian

kecil

10,53 % =

sebagian

kecil

2. Media peta konsep dan

komik ilmiah membuat saya lebih

mudah memahami

materi.

0 % =

Tdk ada

0 % =

tidak ada

0 % =

tidak ada

0 % =

tidak ada

9,76 % =

sebagian kecil

10,53 % =

sebagian

kecil

78,0 % =

sebagian

besar

47,37 % =

hampir

setenghnya

12,19% =

sebagian

kecil

42,10 % =

hampi r

setengahnya

3. Media peta konsep dan

komik ilmiah membuat saya lebih aktif dalam mencerna materi.

0 % =

Tdk ada

0 % =

tidak ada

4,88 % =

sebagian

kecil

0 % =

tidak ada

31,7 % =

hampir

setengahnya

5,26 % =

sebagian

kecil

58,54 % =

sebagian

besar

71,05 % =

sebagian

besar

4,88 % =

sebagian

kecil

23,68 % =

sebagian

kecil

4. Saya tidak menyukai media peta konsep dan

komik ilmiah.

26,3% =

hampir

setengahnya

44,74% =

hampir

setengahny

a

63,41 % =

sebagian

besar

34,21 % =

hampir

setengahny

a

4,88 % =

sebagian kecil

13,16 % =

sebagian

kecil

2,44 % =

sebagian

kecil

7,89 % =

sebagian

kecil

2,44 %

sebagian

kecil

0 % =

tidak ada

5. Saya merasa tertarik belajar dengan

menggunakan media peta konsep dan

komik ilmiah.

0 % =

tdk ada

0 % =

tidak ada

4,88 % =

sebagian

kecil

2,63 % =

sebagian

kecil

14,63 % =

sebagian kecil

13,16 % =

sebagian

kecil

70,73 % =

sebagia besar

52,63 % =

sebagian

besar

9,76 % =

sebagian

kecil

31,58 % =

hampir setengahnya

Page 76: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

77

6. Saya merasakan kesulitan

dalam memahami

materi dengan

menggunakan media peta konsep dan

komik ilmiah.

4,88 % =

Sebagian kecil

21,05 % =

sebagian

kecil

56,1 % =

sebagian

besar

55,26 % =

sebagian

besar

29,27 % =

hampir

setengahnya

18,42 % =

sebagian

kecil

9,75 % =

sebagian

kecil

5,26 % =

sebagian

kecil

0 % =

tidak ada

0 % =

tidak ada

7. Saya lebih mudah

memahami materi dengan

menggunakan media peta konsep dan

komik ilmiah daripada dengan

menggunakan ceramah/kata-

kata.

0 % =

Tidak ada

0 % =

tidak ada

7,32 % =

sebagian

kecil

2,63 % =

sebagian

kecil

21,95% =

hampir

setengahnya

13,16 % =

sebagian

kecil

46,34 % =

hampir setenghnya

47,37 % =

hampir

setengahnya

24,39 % =

sebagian

kecil

36,84 % =

hampir setenghnya

Kedua, kedua pembelajaran sama-sama merupakan tipe belajar bermakna.

Menurut Daud (2003), bahan yang dikemas secara bermakna, atau memiliki arti

lebih, lebih mudah untuk dipelajari tinimbang informasi yang kurang bermakna.

Dalam hal ini, peta konsep dan komik ilmiah sama-sama memadukan kerja antara

otak kanan dan otak kiri. Selain itu, kedua media tersebut juga sama-sama

dikemas dalam bentuk menarik. Peta konsep dan komik limiah sama-sama disertai

dengan gambar visual yang menarik dan relevan dengan materi yang diajarkan

sehingga memudahkan siswa untuk memahami isi materi yang disampaikan. Dari

data angket pada tabel 4.13.dapat diketahui bahwa siswa merasa mudah

memahami materi yang disampaikan dengan menggunakan media peta konsep

dan komik ilmiah. Kelebihan dari peta konsep adalah media tersebut dapat

Page 77: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

78

membentuk stuktur kognitif yang lebih terarah dan mempunyai kemungkinan

miskonsepsi yang lebih kecil dibandingkan dengan media komik ilmiah (Fonseca,

2004). Peta konsep juga memudahkan siswa dalam mengingat materi hapalan

yang banyak, karena peta konsep meringkas konsep-konsep kuncinya. Disamping

itu, komik ilmiah juga memudahkan siswa memahami isi materi karena dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa (Ekawati, 2007). Selain itu, berdasarkan

penelitian-penelitian terdahulu yang menyangkut dengan media komik ilmiah dan

peta konsep, pada umumnya menghasilkan kesimpulan yang baik mengenai

pembelajaran dengan menggunakan kedua media tersebut. Seperti penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya oleh Fanny Prina (2004) dan Yakti (2003), penelitian

mereka menghasilkan kesimpulan bahwa penggunaan bacaan komik sebagai

media pembelajaran sangat efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa. Hal

ini disebabkan oleh karakteristik bacaan komik yang menarik karena sarat dengan

gambar dan adanya alur cerita, dan juga sesuai dengan karakteristik siswa SMA

yang cenderung serius tetapi juga senang bergurau dan mencoba hal-hal baru.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Daryanti (2004) yang berkaitan dengan

penggunaan peta konsep menghasilkan kesimpulan bahwa peta konsep dapat

menjadi sebuah alat evaluasi yang baik.

Ketiga, metode pembelajaran dalam menyampaikan materi melalui media peta

konsep dan komik ilmiah sama-sama menggunakan metode diskusi. Sehingga

siswa dari kedua kelas eksperimen dapat menggali isi materi dalam media yagn

berbeda dengan cara atau merode yang sama. Hal ini memungkinkan siswa

mendapatkan persepsi tentang materi pembelajaran yang sama melalui diskusi

Page 78: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

79

meskipun dengan menggunakan media yang berbeda. Keempat, kedua media yang

digunakan sama-sama mampu meningkatkan keaktifan siswa. Hal ini dapat dilihat

dari data penunjang yang diperoleh dari sebaran angket (Tabel 4.13). Subiyanto

(2005) menjelaskan bahwa melalui proses keaktifan, seseorang dapat

mengembangkan kemampuannya. Menurut prinsip pembelajaran konstruktivisme

(Subiyanto, 2005), pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) dari dirinya sendiri.

Melalui proses aktif, siswa mampu membentuk stuktur kognitif yang kuat.

Melalui media peta konsep, siswa diminta aktif dalam mengaitkan konsep-konsep

tersebut kedalam struktur yang benar. Sedangkan dengan menggunakan media

komik ilmiah, siswa diminta aktif dalam menggali isi materi melalui rangkaian

cerita yang saling berkaitan.

Pengelompokkan hasil indeks gain ke dalam ukuran ’rendah’, ’sedang’, dan

’tinggi’, diberikan untuk mengetahui besarnya pengaruh yang diberikan oleh

perlakuan terhadap hasil belajar. Dari hasil analisis data, dapat dilihat bahwa

kedua media yang digunakan tidak menunjukkan pengaruh yang tinggi. Bahkan

perbandingan persentase antara yang berkategori ’sedang’ dengan yang

berkategori ’rendah’ mendekati seimbang. Berikut ini adalah grafik persentase

kategori indeks N-gain berdasarkan pengaruhnya :

Gambar 4.3. Persentase kategori Indeks N-gain

47.50%

42.86%

52.50% 57.14%

0% 0%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

Rendah Sedang Tinggi

Kelompok Eksperimen 1

kelompok Eksperimen 2

Page 79: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

80

Pada kelas eksperimen 1, 47,5 % siswa mengalami peningkatan hasil belajar

yang berkategori ’rendah’ akibat pemberian media peta konsep, dan 52,5 % siswa

mendapatkan peningkatan hasil belajar yang berkategori ’sedang’. Sedangkan

pada kelas eksperimen 2, 42,86 % siswa mendapatkan peningkatan hasil belajar

yang berkategori ’rendah’ akibat pemberian media komik ilmiah, dan 57,14 %

siswa yang mendapatkan peningkatan hasil belajar yang berkategori ’sedang’. Jika

dirata-ratakan, pengaruh yang diberikan oleh media pembelajaran yang digunakan

terhadap perubahan hasil belajar siswa memang masuk ke dalam kategori

’sedang’. Tetapi selisih dari kategori ’sedang dan ’rendah’ sangatlah tipis, bahkan

cenderung dikatakan seimbang. Hal ini menunjukkan bahwa media pembelajaran

yang digunakan tidak menunjukkan hasil yang terhadap hasil belajar siswa.

Terdapat faktor-faktor yang diduga menjadi penyebabnya kurang efektifnya

media yang digunakan, yaitu : pertama, adanya keterbatasan media visual.

Wibawa (1993 : 29) menjelaskan bahwa keterbatasan yang dimiliki media visual,

antara lain :semata-mata hanya media visual, memerlukan ketersediaan sumber

dan keterampilan serta kejelian guru untuk dapat memanfaatkannya. Kedua,

kurangnya ketersediaan waktu untuk menggunakan media dapat menjadi salah

satu faktor kurangnya efektifitas dari media yang digunakan (Sudjana, 2005 : 5).

Peneliti juga merasakan bahwa pada saat memberikan materi pelajaran dengan

menggunakan media penelitian, keterbatasan waktu dan banyaknya materi yagn

akan disampaikan menjadi salah satu faktor kurangnya pengaruh media

pembelajaran yang dirasakan melalui hasil belajar siswa. Keterbatasan waktu

menyebabkan siswa harus menerima materi pelajaran dengan kuantitas yang

Page 80: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

81

100%

0%

97%

2.86%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Kelas Eksperimen 1 Kelas Eksperimen 2

P ositif

Negatif

banyak dalam satu kali pertemuan. Hal ini juga diperkuat dengan pendapat siswa

yang terungkap dari sebaran angket.

Analisis data juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh yang diberikan oleh

media pembelajaran yang digunakan. Dari hasil analisis data N-gain dapat dilihat

jenis pengaruh yang diberikan dari kedua media pada kedua keals eksperimen.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 4.5. Persentase Pengaruh Media Terhadap Hasil Belajar

Pada kelas eksperimen 1 yang menggunakan media peta konsep, seluruh siswa

(100%) mendapatkan pengaruh yang positif dari perlakuan. Sedangkan pada kelas

eksperimen 2 yang menggunakan komik ilmiah, terdapat 97,14% siswa yang

mendapatkan pengaruh positif dan 2,86% siswa yang mendapatkan pengaruh

negatif dari pemberian media komik ilmiah. Satu orang siswa yang mengalami

penurunan hasil belajar dari pretest ke postest, diketahui dari data angket, ternyata

tidak begitu menyukai media komik ilmiah dan kesulitan dalam membacanya

(Lampiran i).

Perolehan N-gain terkadang dapat berbanding terbalik dengan ketuntasan hasil

belajar siswa yang dilihat dari nilai postestnya. Bisa jadi siswa yang mengalami

Page 81: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

82

peningkatan yang tinggi tidak tuntas dalam melangsungkan pembelajaran dilihat

dari hasil belajar akhir yang mereka dapatkan. Hal seperti ini juga terjadi pada

penelitian ini. Dari hasil analisis data pada kelas eksperimen 2, diketahui hasil N-

gain yang lebih besar 0,0215 dari yang diperoleh pada kelas eksperimen 1.

Namun, dalam hal ketuntasan belajar, siswa pada kelas eksperimen 2

menunjukkan hasil yang lebih rendah daripada kelas eksperimen 1. dari analisis

data postest, diketahui bahwa ketuntasan hasil belajar siswa pada kelas

eksperimen 1 berada pada kategori ’cukup’. Sedangkan ketuntasaan hasil belajar

siswa pad akelas eksperimen 2 berada pada kategori ’kurang’. Berikut adalah

grafik ketuntasan belajar dari kedua kelas eksperimen :

72.50%

28.57% 27.50%

71.43%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

Tuntas Tidak Tuntas

Kelompok eksperimen 1

Kelompok eksperimen 2

Gambar 4.4. Persentase Ketuntasan Belajar Siswa

Siswa dikatakan tuntas dalam mencapai tujuan pembelajaran apabila dia

mampu menjawab soal uji dengan benar sebanyak minimal 65% dari keseluruhan

soal ujian yang diberikan. Dalam hal ini, hal-hal yang mempengaruhi seorang

siswa tidak tuntas dalam melaksanakan pembelajaran adalah : pertama, kesulitan

dalam membaca media. Dari sebaran angket, diketahui bahwa hampir setengah

dari keseluruhan siswa merasakan kesulitan dalam mencerna materi dengan

Page 82: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

83

70.28

60.18

54.0056.0058.0060.0062.0064.0066.0068.0070.0072.00

Nilai Rata-Rata

Kelas Eksperimen 1

Kelas Eksperimen 2

menggunakan komik ilmiah. dari angket tersebut juga diketahui bahwa setengah

dari keseluruhan siswa merasa bahwa dialog yang ada pada komik ilmiah terlalu

banyak dan sulit dalam mengikuti arah bacaan komik. Kedua, banyaknya materi

pelajaran juga mempengaruhi siswa dalam membaca media.

Dari analisis hasil postest yang didapat juga menunjukkan tingkat pencapaian

pemahaman siswa setelah melakukan pembelajaran. Dari analisis data hasil

penelitian diketahui bahwa nilai rata-rata postest pada kelas eksperimen 1 lebih

besar daripada kelas eksperimen 2. Namun hasil postest dari kedua kelas

eksperimen ini berada pada kategori ”Cukup”. Pencapaian hasil belajar yang

tergolong cukup yang artinya tidak baik, erat kaitannya dengan pengetahuan awal

yang siswa miliki dan efektivitas dari media yang digunakan.

Hal ini dapat diperjelas melalui grafik dibawah ini :

Gambar 4.2. Perbandingan Rata-Rata Nilai Postest

Page 83: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

84

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa rata-rata hasil belajar antara kedua kelas eksperimen yang masing-masing

menggunakan media peta konsep dan komik ilmiah, tidak berbeda secara

signfikan. Hasil uji-t menunjukkan bahwa thitung : 0,57 < ttabel : 3,17. Kedua media

peda umumnya memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan hasil

belajar siswa. Analisis indeks N-gain menunjukkan bahwa peta konsep

memberikan pengaruh positif sebesar 100 % terhadap hasil belajar siswa,

sedangkan komik ilmiah memberikan pengaruh positif sebesar 97,14 % terhadap

hasil belajar siswa. Ketuntasan pada kelas peta konsep berkategori ‘cukup’ dengan

persentase ketuntasan sebesar 72,5%. Sedangkan siswa pada kelas komik ilmiah

kurang tuntas dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan persentase ketuntasan

sebesar 28,57%. Penggunaan peta konsep dan komik ilmiah sebagai media

pembelajaran memberikan kontribusi yang ‘cukup’ terhadap hasil belajar akhir

siswa. Rata-rata nilai postest pada kelas eksperimen 1 adalah 70,275 dan rata-rata

nilai postest pada kelas eksperimen 2 adalah 60,18.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka ada beberapa saran yang perlu

diajukan :

1. Bagi guru :

Page 84: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

85

a. Dalam pemilihan media pembelajaran hendaknya lebih bervariasi dan

disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Jangan menggunakan media yang

monoton dan kurang menarik perhatian siswa.

b. Komik ilmiah dan peta konsep dapat digunakan sebagai alternatif media

pembelajaran.

c. Pada saat melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media peta

konsep dan komik ilmiah, hendaknya guru senantiasa memberikan

bimbingan terhadap siswa dan disertai dengan metode pembelajaran yagn

sesuai.

d. Pada saat melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan media peta

konsep dan komik ilmiah, guru hendaknya lebih komunikatif dalam

menyampaikan materi.

2. Bagi Peneliti Lainnya :

a. Peneliti dapat mengkaji penggunaan komik ilmiah dan peta konsep dalam

bidang kajian lainnya.

b. Peneliti dapat menyempurnakan pembuatan komik dan peta konsep

dengan memanfaatkan kemajuan tekhnologi yang menyediakan program-

program aplikasi komputer yang mendukung.

Page 85: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

86

DAFTAR PUSTAKA Abdillah, Husni. (2003). Pengertian Belajar. [online]. Tersedia :

http://www.husniabdillah.multiply.com [8 Februari 2008] Abram, Roberts. (1999). Meaningful Learning A Collaborative Literature Review

of Concept Mapping. [online]. Tersedia : http://www.ucsc.edu . [12 Desember 2007]

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara. Arikunto, S. (1999). Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Atikah, Tintin. et al. (1995). Belajar Aktif Biologi. Bandung : Multi Adi Wiyata. Bevelander, Gerrit dan Judith A. Ramalay. (1988). Dasar-Dasar Histologi.

Jakarta : Erlangga Daryanti, Ida. (2004). Perbandingan Piktogram dan Peta Konsep pada Konsep

Sistem Ekskresi Manusia. Skripsi FPMIPA UPI Jurusan Pendidikan Biologi : Tidak diterbitkan.

Ekawati, Riana. (2007). Komik Ilmiah Sebagai Pemancing Minat Belajar [online].

Tersedia : http://www.suarapembaruan.com [17 Februari 2008]. Gall, Meredith D. et al. (2003). Educational research an Introduction. USA :

Allyn and Bacon. Gondo, P. (2007). Media Kartu untuk Pembelajaran Bahasa Inggris [online].

Tersedia : http://www.slb1jogja.com/lihat_artikel.php?id=4 [17 Februari 2008].

Hassard. (2000). Meaningful Learning Model [online]. Tersedia :

http://scied.gsu.edu/Hassard/mos/2.10.html [ 17 Februari 2008]. Hamalik, O. (1983). Metode Belajar dan Kesulitan - kesulitan Belajar. Bandung :

Tarsito. Isjoni. (2004). Guru Masa Depan. [online]. Tersedia : http://www.ganeca-

exact.com. [12 Desember 2007]. Kurniawati. (2003). Keefektifan Media Komik Terhadap Kemampuan Menulis

Karangan Narasi Siswa Kelas II SMKN 1 Cimahi. Skripsi FPMIPA UPI Jurusan Pendidikan Biologi : Tidak diterbitkan.

Page 86: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

87

Latuheru, John D. (1988). Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung : Remaja RosdaKarya.

Novak, Joseph D. dan Alberto J. Canas. (2004). Building new constructivist Ideas

and Cmap Tools to Create A New Model for Education.[online]. Tersedia : http://www.ihmc.us [8 Februari 2008]

P, Daud. (2003). Prinsip Kebermaknaan. [online]. Tersedia :

http://www.geocities.com [12 Desember 2007]. Pratiwi, D. A. et al. (2000). Biologi SMU. Jakarta : Erlangga. Prina, Fanny. (2004). Perbandingan Hasil Belajar Antara Siswa yang

Menggunakan Buku Paket dengan Siswa yang Menggunakan Buku Komik pada Konsep Hormon. Skripsi FPMIPA UPI Jurusan Pendidikan Biologi : Tidak diterbitkan.

Purwanto, Ngalim. (1995). Ilmu Pendidikan Teoritisdan Praktis. Bandung :

Remaja Rosda Karya. Riyanto, Yatim. (2001). Metode Penelitian Pendidikan. Surabaya : Penerbit SIC Rustaman, Nuryani Y. et al. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung :

Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. Sabaria, Juremi dan Aminah Ayob. (2003). Menentukan Kesahan Alat Ukur-Alat

Ukur Kemahiran Berfikir Kritis, Kemahiran Berfikir Kreatif, KemahiranProses Sains dan Pencapaian Biologi [online]. Tersedia : www.geocities.com/drwanrani/SabariaJuremi.doc [ 17 February 2008]

Subiyanto, Paul. (2005). Proses Berpikir Aktif Siswa yangTerabaikan. [online].

Tersedia : http://www.Balipost.co.id. [12 Desember 2007]. Sudjana. (1989). Metode Statistik. Bandung : Tarsito. Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. (2005). Media Pengajaran. Bandung : Sinar

Baru Algensindo. Sudrajat, Ahmad. (2008). Media Pembelajaran. [online]. Tersedia :

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/media-pembelajaran/ [17 Februari 2008].

Page 87: 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Namun tidak hanya ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_d035_032912_chapter1.pdf · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Hakekatnya,

88

Sutedjo, Nana. (2005). Bikin Komik, kenapa Tidak ?. [online]. Tersedia : http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=208446&kat_id=253&kat_id1=&kat_id2 [12 Desember 2007]. Syamsudin, A. (1990). Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya. Wibawa, Basuki dan Farida Mukti. (1991). Jakarta : Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Wulangi, Kartolo S. (1993). Prinsip - Prinsip Fisiologi Hewan. Bandung :

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ….(2000). Concept Mapping. [online]. Tersedia : http://www.wikipedia.com . [12

Desember 2007] ….(…). Kinds of Concept Maps [online]. Tersedia :

http://www.classes.aces.uiuc.edu/ACES100/Mind/c-m2.html [12 Desember 2007].