2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi...

21
2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya yang berbahaya, berubah-ubah setiap saat. Kecelakaan kerja pada proyek konstruksi dapat disebabkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi, mulai dari pihak manajemen sampai dengan pekerja lini depan. Anton (1989) dan Hinze (1997) mendefinisikan kecelakaan sebagai sesuatu yang tidak terencana, tidak terkendali, dan tidak diinginkan yang mengacaukan fungsi-fungsi normal dari seseorang dan dapat mengakibatkan luka pada seseorang. Reason (1997) mendefinisikan kecelakaan menjadi dua yaitu kecelakaan individual dan kecelakaan organisasi. Beberapa teori telah dikemukakan oleh Dahlback, Denning, Kerr (Hinze, 1997) untuk menjelaskan dan menelusuri penyebab dari terjadinya kecelakaan kerja. Teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian secara umum, yaitu teori yang menggunakan pendekatan secara perorangan (Person Approach) dan teori yang menggunakan pendekatan sistem (System Approach). Contoh teori dengan pendekatan perorangan adalah The Accident-Proneness Theory, yang menyatakan bahwa perilaku manusia memegang peranan yang besar pada terjadinya kecelakaan kerja. Sedangkan contoh teori dengan pendekatan sistem adalah The Goals-Freedom-Alertness Theory, The Adjustment-Stress Theory, The Distractions Theory, The Distractions Theory, Mental Stresses, The Chain-of-events Theory (Hinze, 1997), dan Domino Theory. Teori-teori tersebut mengungkapkan bahwa kecelakaan kerja dapat terjadi karena pengaruh banyak hal seperti lingkungan kerja yang buruk, tekanan yang berlebihan, kondisi tidak aman, serta hal-hal lainnya. Kecelakaan kerja menurut Anton (1989) dan Pipitsupaphol (2003) dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu faktor kepemimpinan, kondisi tempat kerja dan tindakan pekerja dalam melaksanankan pekerjaannya. Terjadinya kecelakaan kerja membuktikan kurang atau tidak mencukupinya tindakan pencegahan yang 4 Universitas Kristen Petra

Transcript of 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi...

Page 1: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

2. LANDASAN TEORI

2.1 Umum

Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap

kecelakaan kerja karena karakteristiknya yang berbahaya, berubah-ubah setiap

saat. Kecelakaan kerja pada proyek konstruksi dapat disebabkan oleh pihak-pihak

yang terlibat dalam proyek konstruksi, mulai dari pihak manajemen sampai

dengan pekerja lini depan.

Anton (1989) dan Hinze (1997) mendefinisikan kecelakaan sebagai

sesuatu yang tidak terencana, tidak terkendali, dan tidak diinginkan yang

mengacaukan fungsi-fungsi normal dari seseorang dan dapat mengakibatkan luka

pada seseorang. Reason (1997) mendefinisikan kecelakaan menjadi dua yaitu

kecelakaan individual dan kecelakaan organisasi.

Beberapa teori telah dikemukakan oleh Dahlback, Denning, Kerr (Hinze,

1997) untuk menjelaskan dan menelusuri penyebab dari terjadinya kecelakaan

kerja. Teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat dikelompokkan

menjadi dua bagian secara umum, yaitu teori yang menggunakan pendekatan

secara perorangan (Person Approach) dan teori yang menggunakan pendekatan

sistem (System Approach). Contoh teori dengan pendekatan perorangan adalah

The Accident-Proneness Theory, yang menyatakan bahwa perilaku manusia

memegang peranan yang besar pada terjadinya kecelakaan kerja. Sedangkan

contoh teori dengan pendekatan sistem adalah The Goals-Freedom-Alertness

Theory, The Adjustment-Stress Theory, The Distractions Theory, The Distractions

Theory, Mental Stresses, The Chain-of-events Theory (Hinze, 1997), dan Domino

Theory. Teori-teori tersebut mengungkapkan bahwa kecelakaan kerja dapat terjadi

karena pengaruh banyak hal seperti lingkungan kerja yang buruk, tekanan yang

berlebihan, kondisi tidak aman, serta hal-hal lainnya.

Kecelakaan kerja menurut Anton (1989) dan Pipitsupaphol (2003) dapat

terjadi karena beberapa faktor yaitu faktor kepemimpinan, kondisi tempat kerja

dan tindakan pekerja dalam melaksanankan pekerjaannya. Terjadinya kecelakaan

kerja membuktikan kurang atau tidak mencukupinya tindakan pencegahan yang 4

Universitas Kristen Petra

Page 2: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

5

dilakukan oleh pihak manajemen, kegagalan dapat terletak pada pihak

manajemen, pekerja, mesin, proses, atau mungkin pada perencanaannya.

Suraji (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa 88% penyebab

terjadinya kecelakaan pada proyek konstruksi adalah akibat kesalahan yang terjadi

pada fase operasional. Kesalahan pada fase operasional tersebut disebabkan oleh

pelanggaran terhadap peraturan, tanda bahaya, maupun kesalahan secara praktek

kerja, sisanya didominasi oleh kesalahan prosedur, fasilitas keselamatan kerja

yang tidak memadai, perlengkapan yang rusak, tenaga kerja yang tidak terlatih.

Suraji (2001) juga menemukan bahwa tindakan pekerja yang secara

langsung menyebabkan kecelakaan pada proyek konstruksi adalah sebesar 29,8 %,

diantaranya adalah penggunaan perlengkapan pelindung yang salah atau rusak,

kegagalan dalam memenuhi instruksi dan peraturan yang berlaku, kurang berhati-

hati, terlalu percaya diri.

Sebelum ditetapkannya peraturan mengenai keselamatan kerja seringkali

para pekerja bertanggung jawab terhadap keselamatannya sendiri di lapangan dan

segala luka yang didapat sebagai resiko pekerjaannya Hal ini dikarenakan para

pimpinan perusahaan sebagai pemberi pekerjaan mendapat keringanan dari

peraturan dan hukum yang berlaku sehingga para pimpinan perusahaan dapat

melepaskan tanggung jawab terhadap para pekerja. Pada pertengahan abad 21,

peraturan dan hukum yang berlaku memberikan perlindungan terhadap para

pekerja dengan melimpahkan semua tanggung jawab keselamatan kerja pada

organisasi tempat pekerja tersebut bekerja. Dengan adanya peraturan ini maka

organisasi mulai menetapkan berbagai prosedur dan peraturan dalam program

keselamatan kerja untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja pekerja

(Hinze, 1997).

Kunci sukses suatu program keselamatan kerja adalah bila program

keselamatan kerja tersebut dapat berfungsi dengan baik pada semua lapisan

perusahaan, terutama bila semua pekerja menyadari pentingnya melakukan segala

aktifitas dengan aman (Hinze, 1997). Program keselamatan kerja dapat berfungsi

dengan efektif bila program tersebut dikomunikasikan dalam bentuk budaya

keselamatan kerja kepada seluruh lapisan individu yang terlibat pada proyek

konstruksi. Dengan adanya budaya keselamatan kerja diharapkan dapat

Universitas Kristen Petra

Page 3: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

6

mempengaruhi perilaku individu dalam bentuk meminimalisasi tindakan tidak

amandi lapangan. Budaya keselamatan kerja pada proyek konstruksi juga dapat

dikatakan baik apabila keselamatan kerja menjadi prioritas utama semua anggota

proyek tersebut, mulai dari tingkatan pekerja, sampai pada tingkat pimpinan,

bahkan pihak pemberi pekerjaan. Pihak pekerja hendaknya mendapat informasi

mengenai prosedur keselamatan kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.

2.2 Bahaya, Pertahanan, dan Kecelakaan Kerja

Menurut Reason (1997) kecelakaan kerja dapat terjadi akibat hancurnya

pertahanan yang dibuat oleh organisasi, sehingga bahaya yang timbul tidak dapat

diantisipasi (Gambar 2.1). Semua pertahanan yang dibentuk oleh organisasi

merupakan perencanaan maupun tindakan untuk mengantisipasi bahaya yang

mungkin muncul, dapat berupa tindakan pengawasan, perlengkapan pelindung,

peraturan dan prosedur, dan sebagainya. Pertahanan yang dibentuk oleh organisasi

secara umum hendaknya memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut:

• Memberikan pengertian dan kesadaran akan bahaya yang dihadapi

• Memberikan panduan kegiatan operasional yang aman

• Memberikan tanda bahaya atau peringatan bila timbul bahaya.

• Mengembalikan system operasional pada keadaan yang aman.

• Menetapkan batasan keselamatan antara bahaya dan kerugian yang mungkin

terjadi

• Meminimalkan bahaya yang terjadi apabila bahaya sudah melewati pertahanan

yang dibentuk.

• Menghindari bahaya dan melakukan tindakan penyelamatan apabila timbul

bahaya.

PERTAHANAN (Defences)

Kecelakaan Kerja

BAHAYA

Gambar 2.1 Bahaya, Sistem Pertahanan dan Kecelakaan Kerja (Reason, 1997)

Universitas Kristen Petra

Page 4: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

7

Reason (1997) membagi penyebab kecelakaan kerja menjadi dua, yang

pertama karena tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja dan yang kedua

disebabkan oleh kondisi tidak aman pada lingkungan kerja. Reason (1997)

menyatakan bahwa pendorong utama timbulnya tindakan tidak aman dan kondisi

tidak aman adalah faktor organisasi, yang selanjutnya mempengaruhi faktor

lingkungan kerja.

Faktor lingkungan kerja meliputi hal-hal yang berhubungan dengan proyek

konstruksi secara langsung seperti tekanan yang berlebihan terhadap jadwal

pekerjaan, peralatan dan perlengkapan keselamatan kerja yang tidak memadai,

kurangnya pelatihan keselamatan kerja yang diberikan pada pekerja, kurangnya

pengawasan terhadap keselamatan kerja pekerja. Faktor lingkungan kerja dapat

mendorong munculnya kesalahan dan pelanggaran pada pihak pekerja, kesalahan

dan pelanggaran tersebut dapat berupa tindakan tidak aman dari pekerja, seperti

melanggar peraturan dan prosedur keselamatan kerja, dan salah satu hasil akhir

dari tindakan tidak aman adalah munculnya kecelakaan kerja pada pihak pekerja.

Di lain pihak faktor organisasi dan faktor lingkungan kerja juga dapat

menyebabkan munculnya kondisi tidak aman yang berupa kondisi laten. Disebut

kondisi laten karena kondisi tidak aman tersebut muncul pada lingkungan kerja

bila berinteraksi dengan tindakan tidak aman dari pihak pekerja, yang kemudian

dapat menyebabkan kecelakaan kerja (Gambar 2.2).

Salah satu contoh kondisi laten adalah kebijakan organisasi yang tidak

memberikan perlengkapan keselamatan kerja pada pekerjanya dengan melakukan

pengawasan secara ketat terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan. Hal ini

sangat beresiko karena bila suatu saat pengawasan tidak dilakukan, dapat muncul

resiko terjadinya kecelakaan kerja.

Oliver, et al (2002) mengemukakan bahwa kecelakaan kerja yang

disebabkan oleh tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman dapat terjadi karena

adanya pengaruh dari faktor organisasi, kondisi lokal tempat kerja, serta perilaku

dan kesehatan pekerja kurang baik atau tindakan tidak aman, yang tidak disadari

oleh pekerja maupun yang disadari oleh pekerja, berupa pelanggaran.

Universitas Kristen Petra

Page 5: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

8

BAHAYA Kecelakaan

Kerja

Kondisi tidak aman

PERTAHANAN (Defences)

Faktor organisasi

Faktor lingkungan kerja

Tindakan tidak aman

Gambar 2.2 Mekanisme Kecelakaan Kerja (Reason, 1997)

Faktor organisasi dan faktor lingkungan kerja dapat mempengaruhi

terjadinya kecelakaan kerja secara langsung maupun secara tidak langsung.

Contoh pengaruh secara langsung apabila organisasi tidak menetapkan kebijakan,

peraturan dan prosedur terhadap keselamatan kerja, tidak memberikan per-

lengkapan pelindung sehingga tidak ada perlindungan keselamatan kerja untuk

pekerjanya, pengaruh secara tidak langsung apabila sudah ada kebijakan,

komitmen dan peraturan keselamatan kerja tetapi mengeluarkan keputusan yang

kurang tepat sehingga menyebabkan pekerja mengambil tindakan yang tidak aman

karena terpaksa dan terjadilah kecelakaan kerja.

2.3 Perilaku Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja

Penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja adalah tindakan tidak aman

yang merupakan refleksi dari perilaku pekerja tersebut terhadap keselamatan

kerja. Tindakan tidak aman dapat berupa tindakan yang tidak disadari oleh pekerja

maupun tindakan yang disadari, dapat berupa pelanggaran.

Universitas Kristen Petra

Page 6: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

9

Perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja merupakan perilaku pekerja

yang mencerminkan tanggapan pekerja terhadap keselamatan kerja. Perilaku

manusia yang kurang baik dapat disebabkan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor

sosial dan faktor-faktor lingkungan yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya

kecelakaan maupun sekedar luka (Suraji, 2001). Tanggapan atau respon pekerja

terhadap keselamatan kerja akan terlihat pada perilakunya di tempat kerja

(Garavan and O’Brien, 2001). Peningkatan perilaku pekerja terhadap keselamatan

kerja dapat mengurangi atau mencegah timbulnya kecelakaan kerja (Garavan and

O’Brien, 2001). Perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja merupakan

perwujudan dari budaya keselamatan kerja pada proyek konstruksi (Mohamed,

2002).

Menurut Reason (1997) tindakan tidak aman dapat disebabkan oleh

kesalahan atau kelalaian manusia (Human-erorr) dalam melakukan pekerjaanya.

Reason (1997) menguraikan kesalahan yang dilakukan oleh pekerja menjadi

empat yaitu:

• Skill-based error (Slips and Lapses), Kesalahan yang dilakukan

berhubungan dengan keahlian yang dimiliki. Pekerja yang telah terbiasa

dalam melakukan suatu pekerjaan suatu saat dapat melakukan kesalahan

tanpa disadari (slips) karena tidak sesuai dengna kebiasaannya, selain itu

pekerja dapat melakukan kesalahan karena lupa (Lapses).

• Rule-based error (Mistakes), meliputi kesalahan dalam memenuhi standar

dan prosedur yang berlaku, menggunakan peraturan dan prosedur yang

salah, menggunakan peraturan dan prosedur lama.

• Knowledge-based error (Mistakes), disebabkan kurangnya pengetahuan

sehingga menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan dan asumsi

asumsi.

• Violation atau pelanggaran, merupakan kesalahan yang dilakukan dengan

sengaja seperti melanggar peraturan keselamatan kerja dengan tidak

menggunakan perlengkapan pelindung.

Universitas Kristen Petra

Page 7: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

10

Pekerja hendaknya memiliki kesadaran atas keadaan yang berbahaya

sehingga resiko terjadinya kecelakaan kerja dapat diminimalisasi (Reason, 1997).

Kesadaran terhadap bahaya yang mengancam dapat diwujudkan dengan

menggunakan perlengkapan keselamatan kerja dengan baik dan benar, menaati

peraturan dan prosedur yang berlaku, bekerja sesuai dengan tanggung jawabnya.

Seringkali pekerja melakukan kesalahan dengan tidak menggunakan perlengkapan

pelindung maupun menggunakan perlengkapan pelindung yang rusak, menyalah-

gunakan perlengkapan pelindung, mengambil jalan pintas dengan mengabaikan

peraturan dan rambu-rambu yang ada (Anton, 1989).

Anton (1989) mendefinisikan tindakan tidak aman sebagai tindakan yang

dilakukan oleh seseorang sehingga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya

kecelakaan. Tindakan tidak aman ini dapat dianggap sebagai hasil dari kesalahan

yang dilakukan baik oleh pekerja yang terlibat secara langsung maupun kesalahan

yang dilakukan oleh organisasi yaitu pihak manajemen.

Contoh tindakan tidak aman (Anton, 1989):

• Menggunakan peralatan yang rusak atau tidak memadai

• Tidak menggunakan perlengkapan pelindung keselamatan

• Tidak mengikuti atau mengabaikan prosedur keselamatan kerja

• Tidak menjaga kebersihan tempat kerja dengan baik.

Anton (1989) juga mengungkapkan bahwa tindakan tidak aman muncul

karena pekerja tidak terlatih dengan baik, kurang termotivasi, tidak belajar dari

pengalaman yang lalu, selain itu juga dapat disebabkan oleh tugas-tugas maupun

pekerjaan yang tidak biasa dilakukan, pekerja kurang berpengalaman terhadap

pekerjaan.

Untuk meminimalisasi tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja

sebaiknya pekerja diberi pengarahan maupun informasi yang berhubungan dengan

pekerjaannya terlebih dahulu, seperti:

• Pengenalan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan,

personel kunci, dan lain-lain.

• Gambaran umum kebijakan perusahaan pada proyek konstruksi.

• Gambaran umum kebijakan keselamatan kerja.

Universitas Kristen Petra

Page 8: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

11

• Pengenalan terhadap ruang lingkup pekerjaan, jadwal kerja, penataan lokasi

proyek, dan lain sebagainya.

• Penekanan terhadap tempat-tempat yang berbahaya pada proyek konstruksi.

• Pengarahan yang jelas mengenai pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

• Informasi tentang bahaya-bahaya yang mungkin muncul.

• Informasi mengenai jam kerja, waktu istirahat, pembersihan tempat kerja,

persetujuan pekerja, kerja lembur, dan sebagainya.

Pada penelitian ini perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja dianggap

sebagai tindakan-tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja yang dapat

meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan kerja. Perilaku pekerja yang semakin

baik diharapkan dapat mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja

tersebut.

Frey (1999) mengkategorikan perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja

menjadi lima, yaitu: menjaga dan memperhatikan tempat kerja, penggunaan

peralatan dan perlengkapan pelindung, pakaian yang digunakan, perilaku pekerja

dalam penanganan dan operasional material (Garavan and O’Brien, 2001, p.147).

Hofmann dan Stetzer (1996) menyarankan enam kategori perilaku pekerja

terhadap keselamatan kerja yang kurang benar, seperti: penggunaan peralatan

yang kurang benar, strategi pekerjaan membahayakan diri sendiri, kegagalan

untuk melengkapi peralatan pelindung, penyimpanan peralatan yang kurang

benar, penyimpanan dilakukan orang lain, dan strategi pekerjaan yang

membahayakan orang lain (Garavan and O’Brien, 2001, p.147).

Secara umum perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja dapat terlihat

melalui kegiatan pekerja sehari-hari seperti menanggapi peraturan dan prosedur

keselamatan kerja, contohnya dalam hal penggunaan perlengkapan keselamatan

kerja, pelanggaran terhadap peraturan dan prosedur keselamatan kerja, dan

menjaga kebersihan tempat kerja. Selain itu pekerja bergurau, melakukan tindakan

berbahaya seperti melempar, berlari-lari, melompat, dan tindakan-tindakan berba-

haya lainnya yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan kerja.

Rangkuman variabel perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja yang

digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Universitas Kristen Petra

Page 9: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

12

Tabel 2.1 Sumber Variabel Perilaku Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja

Sumber Variabel Perilaku Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja C F O M T P

1 Saya melaporkan kecelakaan yang terjadi ● ● 2 Saya mengingatkan pekerja lain tentang bahaya dan

keselamatan kerja ● ●

3 Saya menggunakan perlengkapan keselamatan kerja ● ● ● ● ● 4 Saya meletakkan material dan peralatan pada tempat yang

ditentukan ●

5 Saya bekerja mengikuti semua prosedur keselamatan kerja ● ● ● 6 Saya mengikuti semua instruksi dari atasan saya ● 7 Saya bergurau dengan rekan kerja saya waktu bekerja ● 8 Saya sering melakukan gerakan berbahaya seperti berlari,

melempar, melompat. ●

Keterangan: C = Cheyne, 1998; F = Frey, 1999; O = Oliver, 2002; M = Mohamed, 2002;

T = Tony, 2004; P = Paramita, 2005.

2.4 Budaya Keselamatan Kerja

Untuk mencegah munculnya tindakan tidak aman dari pekerja, kondisi

tidak aman pada lingkungan kerja dan terutama untuk mencegah terjadinya

kecelakaan kerja, pertama-tama harus dibentuk budaya keselamatan kerja yang

baik. Untuk membentuk budaya keselamatan kerja yang baik diperlukan waktu

dan biaya tambahan. Dalam hal inimemerlukan waktu tambahan, untuk

membudayakan keselamatan kerja yang merupakan hal baru. Memerlukakn biaya

tambahan, untuk biaya perencanaan dan operasional program keselamatan kerja.

Budaya Keselamatan kerja merupakan sub komponen dari budaya

organisasi yang membahas keselamatan kerja individu, pekerjaan dan hal-hal

yang diutamakan oleh organisasi mengenai keselamatan kerja. Beberapa definisi

budaya keselamatan kerja antara lain: menurut Uttal (1983) “Merupakan

gabungan dari nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan yang berinteraksi dengan

struktur organisasi dan sistem pengendalian yang membentuk norma-norma

perilaku” (Cooper, 2000, p.113), menurut Turner (1989) “ Merupakan kumpulan

kepercayaan-kepercayaan, norma-norma, sikap-sikap, peraturan-peraturan dan

praktek-praktek sosial serta teknis yang memperhatikan minimalisasi tenaga kerja,

manajer, pelanggan dan anggota masyarakat pada kondisi yang dianggap

berbahaya” (Cooper, 2000, p.113).

Universitas Kristen Petra

Page 10: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

13

Budaya keselamatan kerja pada proyek konstruksi dapat dikatakan baik

apabila keselamatan kerja menjadi prioritas utama semua anggota proyek tersebut,

mulai dari tingkat pimpinan, tingkatan pekerja, maupun pihak pemberi pekerjaan.

Anton (1989) menyebutkan bahwa pihak pimpinan harus bertanggung jawab

terhadap keselamatan kerja para pekerjanya dan harus menetapkan suatu

kebijakan keselamatan kerja, menumbuhkan kesadaran terhadap pentingnya

keselamatan kerja serta menunjukkan perhatian terhadap keselamatan kerja.

Pengawas pekerjaan memegang peranan penting terhadap keselamatan kerja

karena berhubungan langsung dengan para pekerja di lapangan.

Budaya keselamatan kerja yang meliputi faktor organisasi dan faktor

lingkungan kerja menurut Mintzberg (1989) terdiri dari tiga kendali utama

penggerak budaya keselamatan kerja yaitu komitmen, kompetensi dan kesadaran

(Reason, 1997, p.113).

• Komitmen

Terdiri dari dua komponen utama yaitu motivasi dan sumber daya.

Motivasi berhubungan dengan besarnya keinginan organisasi untuk menerapkan

keselamatan kerja. Komponen keadua berhubungan dengan sumber daya yang

dialokasikan oleh organisasi untuk mewujudkan keselamatan kerja pada proyek

konstruksi, terutama berupa sumber daya manusia yang secara khusus menangani

masalah keselamatan kerja dan perlengkapan pendukung keselamatan kerja.

Tingkat komitmen yang tinggi sulit untuk ditemukan karena pihak organisasi

lebih mementingkan segi komersial daripada meningkatkan kinerja keselamatan

kerja, hal ini berhubungan dengan biaya yang diperlukan untuk meningkatkan

kinerja keselamatan kerja cukup besar. Sumber daya yang dialokasikan untuk

mencapai tujuan keselamatan kerja hendaknya memperhatikan aspek kualitas

setara dengan aspek kuantitas (Reason, 1997).

• Kompetensi

Kompetensi pada lingkup ini berhubungan dengan kemampuan dalam

menanggapi masalah keselamatan kerja. Kesalahan yang dilakukan pekerja

(Human Erorr) salah satunya dapat disebabkan oleh kompetensi pekerja yang

kurang baik, sehingga dapat timbul kesalahan karena keahlian kurang (skill-based

error), kesalahan karena tidak mengetahui dan tidak menjalankan peraturan

Universitas Kristen Petra

Page 11: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

14

dengan benar (rule-based error), maupun kesalahan karena pengetahuan kurang

(knowledge-based error) (Reason, 1997).

• Kesadaran.

Manajerial memegang peranan penting dalam menerapkan keselamatan

kerja, dimulai dari kesadaran dan pengetahuan akan bahaya yang mengancam.

Kesadaran pada tingkatan pekerja, agar pekerja juga mempunyai kesadaran dan

pengetahuan akan bahaya yang mengancam, sehingga program keselamatan kerja

dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya dan penuh kesadaran.

Contoh dasar operasional program keselamatan kerja (IAEA, 2002)

• Membentuk rencana strategis dan penerapan keselamatan kerja secara

menyeluruh pada semua aspek dan aktifitas organisasi.

• Mengutamakan kualitas dari sistem pengendalian resiko.

• Mengutamakan kualitas dari sistem informasi manajemen keselamatan kerja.

• Mengutamakan kualitas pekerjaan yang berhubungan dengan keselamatan

kerja.

• Memberikan program pelatihan keselamatan kerja.

Resiko terjadinya kecelakaan kerja tidak mungkin dihilangkan sama

sekali, tetapi memungkinkan untuk diminimalisasi atau diantisipasi. Secara umum

selama organisasi dapat mengantisipasi dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja

maka dapat dikatakan bahwa organisasi tersebut berada pada daerah aman

(Gambar 2.3).

Bantuan Navigasi

Reaktif Proaktif

Penggerak

Komitmen

Kompetensi

Kesadaran

Daerah Aman

Gambar 2.3 Daerah Aman (Reason, 1997)

Daerah aman merupakan daerah mempunyai batasan tertentu terhadap

keselamatan kerja, dimana pertahanan yang dibentuk oleh organisasi masih dapat Universitas Kristen Petra

Page 12: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

15

mengantisipasi bahaya yang mengancam, dan biaya yang dikeluarkan masih

sesuai dengan toleransi dan kebutuhan organisasi, tidak berlebihan dan tidak

kekurangan.

Agar organisasi dapat berada pada daerah aman, menurut Reason (1997)

diperlukan adanya bantuan “navigasi”, bantuan tersebut dapat berupa bantuan

secara reaktif maupun secara proaktif (Gambar 2.3). Bantuan secara reaktif ini

berupa pengukuran yang dilakukan setelah adanya suatu kejadian, sementara

bantuan secara proaktif dilakukan untuk mencegah kejadian yang tidak

diinginkan. Tindakan reaktif seharusnya memberikan gambaran mengenai

kelemahan pertahanan yang ada sehingga pertahanan tersebut hancur. Tindakan

proaktif bersifat pemeriksaan secara rutin terhadap pertahanan yang dibentuk dan

tanda-tanda yang muncul seperti ‘near misses’ (hampir terjadi kecelakaan),

terutama pada faktor-faktor tempat kerja yang berubah setiap saat yang

memerlukan interval pemeriksaan lebih rutin.

Faktor-faktor budaya keselamatan kerja dibagi menjadi enam faktor utama

yaitu komitmen top manajemen, peraturan dan prosedur keselamatan kerja,

komunikasi, kompetensi pekerja, keterlibatan pekerja dan lingkungan kerja.

2.6.1 Komitmen Top Manajemen

Menurut Reason (1997), pada proyek konstruksi program keselamatan

kerja hendaklah dimulai dari awal, dalam hal ini dimulai dari perusahaan

konstruksi tersebutoleh komitmen pimpinan organisasi atau top manajemen. Top

manajemen yang memiliki komitmen baik terhadap program keselamatan kerja

akan mewujudkannya pada proyek konstruksi.

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Cheyne, 1998; Mohamed

2002; Pipitsupaphol, 2003, dan Reason, 1997), menemukan bahwa faktor

komitmen merupakan salah satu faktor utama budaya keselamatan kerja, tanpa

dukungan dari pihak manajemen sangatlah sulit untuk meraih keberhasilan dalam

menjalankan program keselamatan kerja.

Komitmen top manajemen dapat berupa perhatian terhadap keselamatan

kerja, tindakan-tindakan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan kerja,

dapat berupa tindakan proaktif yang merupakan pencegahan atau antisipasi

Universitas Kristen Petra

Page 13: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

16

terhadap bahaya seperti melengkapi pekerja dengan perlengkapan pelindung

keselamatan kerja, memberikan pekerja pelatihan keselamatan kerja, memberikan

pengawasan terhadap keselamatan kerja pekerja maupun tindakan reaktif yang

dilakukan bila terjadi kecelakaan kerja seperti menyediakan obat-obatan, bila

terjadi kecelakaan fatal mengantarkan ke rumah sakit (Cheyne, 1998; Davies,

2001; Harper and Koehn, 1998; Mohamed, 2002; Pipitsupaphol, 2003; Reason,

1997; Tony, 2004).

2.6.2 Peraturan dan Prosedur Keselamatan Kerja

Peraturan dan prosedur keselamatan kerja merupakan faktor yang penting

pada proyek konstruksi karena dapat membantu dan memudahkan penerapan

program keselamatan kerja pada proyek konstruksi. Peraturan dan prosedur

keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat meminimalisasi

kecelakaan yang diakibatkan adanya kondisi tidak aman (Pipitsupaphol, 2003).

Peraturan dan prosedur keselamatan kerja yang diterapkan oleh

perusahaan hendaknya mudah dipahami dan tidak sulit untuk diterapkan pada

proyek konstruksi. Mohamed (2002) mengungkapkan bahwa peraturan dan

prosedur keselamatan kerja hendaknya tidak terlalu rumit hingga sulit dipahami,

mudah diterapkan dengan benar, ada sanksi bila peraturan dan prosedur

keselamatan kerja dilanggar, diperbaiki secara berkala sesuai dengan kondisi

proyek konstruksi. Seringkali perusahaan menerapkan peraturan dan prosedur

yang tidak sesuai dengan keadaan proyek konstruksi, maupun sulit diterapkan

pada pekerjaan, sehingga pekerja sering melanggar peraturan dan prosedur

keselamatan kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

2.6.3 Komunikasi

Program keselamatan kerja hendaknya didukung oleh sistem manajemen

informasi yang baik, pengumpulan informasi, terutama informasi tentang keadaan

di lapangan dan penyampaian informasi, yang meliputi informasi dari pihak

manajemen kepada para pekerja maupun informasi dari pekerja tentang kondisi

tidak aman kepada pihak manajemen (Davies, 2001; Hinze and Gambatese, 2003;

Reason, 1997; Tony, 2004).

Universitas Kristen Petra

Page 14: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

17

Komunikasi yang terjalin hendaknya dapat tersampaikan sampai pada

tingkat pekerja, karena pekerja seringkali berhadapan dengan bahaya. Cheyne

(1998) dalam penelitiannya mengungkapkan perlunya komunikasi yang baik

antara pihak manajemen dan pihak pekerja, komunikasi yang baik antara sesama

pekerja, serta proses penyampaian informasi terbaru pada pekerja. Informasi

terbaru yang diberikan pada pekerja tersebut sangatlah penting, terutama yang

berhubungan dengan peraturan dan prosedur keselamatan kerja yang terbaru, dan

keadaan bahaya di lingkungan proyek.

2.6.4 Kompetensi Pekerja

Kompetensi pekerja berhubungan dengan kemampuan, pengetahuan,

ketrampilan, dan pengalaman pekerja. Mohamed (2002) mengemukakan

kompetensi pekerja dapat berupa pengetahuan, pengertian, dantanggung jawab

pekerja terhadap pekerjaannya, terhadap program keselamatan kerja, maupun

pengetahuan terhadap resiko dan bahaya yang mengancam pekerja dalam

melakukan pekerjaannya. Kompetensi pekerja juga seringkali dinilai dari

pengetahuan, pengertian serta penerapan peraturan dan prosedur keselamatan

kerja, juga dapat dinilai dari penerapan atas pelatihan keselamatan kerja yang

diperoleh (Davies, 2001). Pekerja dengan tingkat kompetensi yang baik

diharapkan dapat meminimalisasi resiko terjadinya kecelakaan kerja dan dapat

membatu meningkatkan kompetensi pekerja yang lain terhadap keselamatan kerja.

2.6.5 Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Pekerja hendaknya merasa aman dan

tidak merasa asing dalam melakukan pekerjaannya. Mohamed (2002)

mengemukakan lingkungan kerja yang mendukung pekerja seperti jangan ada

budaya saling menyalahkan bila ada tindakan tidak aman atau kecelakaan yang

terjadi pada pekerja, tidak memberikan tekanan berlebihan terhadap pekerja dalam

melakukan pekerjaaannya. Lingkungan kerja mendukung program keselamatan

kerja bila seluruh pekerja mengutamakan program keselamatan kerja, dan

diharapkan lingkungan kerja semakin kondusif dan motivasi pekerja meningkat.

Universitas Kristen Petra

Page 15: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

18

2.6.6 Keterlibatan Pekerja

Cheyne (1998) dalam penelitiannya menemukan bahwa keterlibatan

pekerja pada program keselamatan kerja sangatlah penting sebagai bentuk

kesadaran pekerja terhadap program keselamatan kerja. Pekerja yang menyadari

pentingnya program keselamatan kerja akan menerapkannya dengan sepenuh hati

dan tanpa paksaan, merasa bahwa program keselamatan kerja merupakan hak

pekerja bukan merupakan kewajiban dalam melakukan pekerjaannya (Harper and

Koehn, 1998).

Keterlibatan dapat berupa peranan pekerja bila ada tindakan-tindakan tidak

aman dari pekerja lain maupun kondisi tidak aman pada lingkungan kerja, saling

mengingatkan pekerja yang lain terhadap program keselamatan kerja dan bahaya

yang mengancam, memberikan informasi pada pihak yang bertanggung jawab,

saling mengingatkan untuk bekerja dengan aman, saling membantu untuk

menciptakan kondisi aman, saling menyadari pentingnya program keselamatan

kerja.

2.6.7 Rangkuman faktor dan variabel budaya keselamatan kerja

Rangkuman faktor dan variabel budaya keselamatan kerja yang digunakan

pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2. Sumber Faktor dan Variabel Budaya Keselamatan Kerja

Sumber Faktor dan Variabel Budaya Keselamatan Kerja C D O M T P

Komitmen Manajemen mengenai keselamatan kerja ● ● ● ● ● ● 1 Perusahaan sangat memperhatikan masalah keselamatan kerja ● ● ● ● 2 Perusahaan akan memberhentikan pekerjaan yang membahayakan ● ● 3 Ada usaha peningkatan kinerja keselamatan kerja pada periode

tertentu ● ●

4 Ada pengawasan terhadap keselamatan kerja pekerja ● ● ● ● ● ● 5 Perusahaan memberikan perlengkapan keselamatan kerja ● ● 6 Perusahaan memberikan pelatihan keselamatan kerja ● ● ● ● ● ● Peraturan dan Prosedur Keselamatan Kerja ● ● ● ● ● ● 1 Peraturan/ prosedur keselamatan kerja sangat diperlukan ● 2 Prosedur keselamatan kerja mudah diterapkan pada pekerjaan saya ● ● ● 3 Ada sanksi terhadap pelanggaran prosedur keselamatan kerja ● ● ● ● 4 Peraturan dan prosedur keselamatan kerja diperbaiki secara berkala ● ● ● 5 Peraturan dan prosedur keselamatan kerja mudah dimengerti ● ● ● ●

Universitas Kristen Petra

Page 16: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

19

Tabel 2.2 Sumber Faktor dan Variabel Budaya Keselamatan Kerja (Sambungan)

Faktor dan Variabel Budaya Keselamatan Kerja

C D O M T P Komunikasi ● ● ● ● ● ● 1 Saya puas dengan penyampaian informasi pekerjaan kepada saya ● ● ● ● 2 Saya selalu mendapat informasi terbaru mengenai keselamatan

kerja ● ● ● ● ● ●

3 Terjalin komunikasi yang baik antara pekerja dan pihak manajerial ● ● ● ● ● 4 Terjalin komunikasi yang baik antara pergantian pekerja ● 5 Saya mendapat Informasi mengenai kecelakaan yang terjadi ● ● ● Kompetensi ● ● ● ● 1 Saya mengerti tanggung jawab saya terhadap keselamatan kerja ● ● ● ● 2 Saya mengerti sepenuhnya resiko pekerjaan saya ● ● ● 3 Pelatihan memberikan saya pengetian yang jelas terhadap

keselamatan kerja. ● ●

4 Saya tidak pernah melakukan pekerjaan diluar tanggung jawab saya

● ●

5 Saya menolak untuk melakukan pekerjaan yang membahayakan. ● ● ● Lingkungan kerja ● ● ● ● ● 1 Pekerja mengutamakan keselamatan kerja ● ● 2 Tidak ada budaya saling menyalahkan bila terjadi kecelakaan. ● ● 3 Saya tidak merasa pekerjaan saya membosankan dan berulang-

ulang ● ●

4 Motivasi kerja pekerja meningkat karena program keselamatan kerja

5 Saya puas dengan keamanan lingkungan kerja saya ● ● (alat pengaman, kebersihan, suasana terang/tidak gelap) 6 Saya tidak pernah mendapatkan tekanan pada pekerjaan ● ● Keterlibatan pekerja dalam keselamatan kerja ● ● ● ● ● 1 Pihak manajemen melibatkan pekerja dalam penyampaian

informasi ● ● ●

2 Pekerja dilibatkan dalam pengembangan prosedur keselamatan kerja

● ● ● ● ●

3 Pekerja diminta melaporkan kecelakaan yang terjadi ● ● ● ● ● 4 Pekerja diminta mengingatkan pekerja lain tentang bahaya dan ● ● ● ● keselamatan kerja

Keterangan: C = Cheyne, 1998; D = Davies, 2001; O = Oliver, 2002; M = Mohamed, 2002;

T = Tony, 2004; P = Paramita, 2005.

2.5 Model Penelitian Yang Telah Dilakukan

Pembuatan model pada penelitian ini berdasarkan pada penelitian-

penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dedobbeleer dan German (1989),

Cheyne (1998), Oliver (2002), dan Mohamed (2002). Hasil penelitian yang telah

dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2.4 sampai Gambar 2.6 beserta dengan

besarnya pengaruh, yang digambarkan pada anak panah.

Universitas Kristen Petra

Page 17: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

20

Dedobbeleer dan German (1989) telah melakukan penelitian pada industri

konstruksi untuk mengidentifikasi hubungan antara faktor-faktor individual dan

situasional dengan praktek keselamatan kerja pekerja konstruksi serta menentukan

dampak individu dan kombinasi keduanya. Ada tiga faktor menurut Dedobbeleer

dan German (1989) yang mempengaruhi perilaku pekerja, yaitu predisposing,

enabling, dan reinforcing factors.

• Predisposing factors yaitu Pengetahuan tentang praktek keselamatan kerja,

perhatian terhadap keselamatan kerja, pandangan mengenai pengambilan

resiko, catatan terjadinya luka atau kecelakaan, faktor sosial seperti usia,

pengalaman kerja, maupun keluarga.

• Enabling factors berupa tekanan untuk pelatihan keselamatan kerja, instruksi

pada saat penerimaan awal, perlengkapan keselamatan kerja, tekanan terhadap

pertemuan rutin keselamatan kerja, keadaan tempat kerja.

• Reinforcing factors berupa perhatian top manajemen terhadap keselamatan

kerja dan praktek keselamatan kerja, tindakan pengendalian top manajemen

terhadap keselamatan kerja, perhatian terhadap keselamatan kerja secara

keseluruhan, keselamatan kerja pada tempat kerja.

Cheyne (1998) telah melakukan penelitian dan membuat model (Gambar

2.4) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas-aktifitas

terhadap keselamatan kerja (safety activities). Penelitian ini juga dilakukan

terhadap faktor-faktor manajemen dan faktor-faktor lingkungan kerja. Penelitian

dimulai dari pedoman dan tujuan keselamatan kerja (Safety satandards and goals)

Ditemukan dua faktor yang mempengaruhi aktifitas terhadap keselamatan

kerja yaitu keadaan fisik lingkungan kerja dan tanggung jawab individu. Selain itu

hal yang mencolok adalah pengaruh pedoman dan tujuan keselamatan kerja

terhadap manajemen keselamatan kerja, dimana manajemen keselamatan kerja

dapat memberikan banyak pengaruh yang cukup besar terhadap faktor-faktor

lainnya.

Universitas Kristen Petra

Page 18: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

21

and Goals

Personal

Involvement Safety

Standards 0.197 0.505

Individual Responsibilities 0.720

0.796 0.450 Communication 0.867 -0.332

Safety Management

0.317 -0.232

Workplace Hazards

Safety Activities

0.284 -0.266 0.102

Physical Work Environment

Gambar 2.4 Model Cheyne (1998)

Oliver (2002) membuat model penelitian yang terdiri dari lima faktor

utama (Gambar 2.5) yaitu organizational ivolvement, physical work environment,

general health, safe behaviour dan accidents. Pada penelitian ini Oliver (2002)

menemukan bahwa faktor organisasi (organizational involvement) memberikan

pengaruh yang cukup kuat pada perilaku terhadap keselamatan kerja (safe

behaviour).

Faktor-faktor organisasi meliputi manajemen keselamatan kerja (Safety

management), seperti prioritas dan perhatian terhadap keselamatan kerja, sanksi

terhadap pelanggaran peraturan, pelatihan-pelatihan keselamatan kerja, dan

pengawasan terhadap keselamatan kerja pekerja.

Perilaku terhadap keselamatan kerja meliputi penggunaan perlengkapan

dan peralatan keselamatan kerja, pengambilan jalan pintas dalam melakukan

pekerjaan, perilaku dalam mengikuti peraturan dan prosedur keselamatan kerja

serta keseimbangan dalam melakukan pekerjaan secara cepat dan aman.

Universitas Kristen Petra

Page 19: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

Universitas Kristen Petra

22

-0.296 Organizational Ivolvement 0.367

General Health

0.700 -0.234 -0.654

Accidents -0.211 -0.332 Safe

Behaviour -0.001 Physical Work

Environment 0.268

Gambar 2.5 Model Oliver (2002)

Mohamed (2002) memiliki pandangan lain terhadap perilaku yang aman

dalam bekerja (Safe work behaviour). Model yang dibuat (Gambar 2.6) meneliti

pengaruh iklim keselamatan kerja pada proyek konstruksi terhadap perilaku yang

aman dalam bekerja.

Safety Rules & Procedures

Communication Commitment

0.290 0.330 0.460 Supportive

Environment

0.370 Supervisory

Environment 0.330 Safe Work Behaviour

Safety Climate

0.410

0.260 Worker’s Involvement

-0.390 Competence 0.520 -0.190 0.280

Personal Risk Appreciation

Appraisal of Work Hazards

Work Pressure

Gambar 2.6 Model Mohamed (2002)

Page 20: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

23

Mohamed (2002) dalam penelitiannya mengusulkan iklim keselamatan

kerja dipengaruhi oleh sepuluh faktor yang terdiri dari faktor-faktor organisasi dan

faktor lingkungan kerja. Hasil dari penelitian yang dilakukan terdapat dua faktor

yang memberikan pengaruh cukup besar dalam meningkatkan iklim keselamatan

kerja, yaitu faktor tanggapan terhadap resiko perorangan dan faktor komitmen.

2.6. Hipotesa Model Pengaruh Budaya Keselamatan Kerja Pada Perilaku

Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja

Model yang dimaksud pada penelitian ini adalah sesuatu untuk

menggambarkan pengaruh yang terjadi diantara faktor-faktor budaya keselamatan

kerja dan menggambarkan pengaruh faktor-faktor budaya keselamatan kerja pada

perilaku pekerja. Model yang dibuat harus diuji kebenarannya untuk

membuktikan pengaruh yang terjadi. Langkah pertama adalah membentuk suatu

model hipotesa untuk diuji kebenarannya. Pembentukan model hipotesa dilakukan

berdasarkan penelitian sebelumnya (Cheyne, 1998; Oliver, 2002; Mohamed,

2002; Tony, 2004), terutama untuk menentukan arah pengaruh faktor-faktor pada

model yang dibuat.

Hipotesa model pada penelitian ini terdiri dari enam faktor budaya

keselamatan kerja (Komitmen top manajemen, peraturan dan prosedur

keselamatan kerja, komunikasi, kompetensi pekerja, keterlibatan pekerja dan

lingkungan kerja) dan satu faktor perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja

(Gambar 2.7). Penentuan urutan arah pengaruh adalah sebagai berikut: komitmen

top manajemen sebagai faktor pertama, diikuti berturut-turut oleh faktor peraturan

dan prosedur keselamatan kerja, komunikasi, kompetensi pekerja, keterlibatan

pekerja, lingkungan kerja, dan perilaku pekerja. Pengaruh yang terjadi bersifat

satu arah dan tidak berlaku untuk arah sebaliknya.

Hipotesa pada model yang dibuat adalah adanya pengaruh pada semua

jalur yang dibuat (Gambar 2.7). Terdapat dua puluh satu garis pengaruh dengan

perincian sebagai berikut:

Faktor komitmen top manajemen memberikan enam pengaruh, yaitu pada

faktor peraturan dan prosedur keselamatan kerja, komunikasi, kompetensi pekerja,

keterlibatan pekerja, lingkungan pekerja, dan perilaku pekerja. Faktor peraturan Universitas Kristen Petra

Page 21: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum · 2013. 3. 11. · 2. LANDASAN TEORI 2.1 Umum Proyek konstruksi merupakan salah satu industri yang rawan terhadap kecelakaan kerja karena karakteristiknya

24

dan prosedur keselamatan kerja memberikan lima pengaruh, yaitu pada faktor

komunikasi, kompetensi pekerja, keterlibatan pekerja, lingkungan kerja dan

perilaku pekerja. Faktor komunikasi memberikan empat pengaruh, yaitu pada

faktor kompetensi pekerja, keterlibatan pekerja, lingkungan kerja dan perilaku

pekerja. Faktor kompetensi pekerja memberika tiga pengaruh, yaitu pada faktor

keterlibatan pekerja, lingkungan kerja dan perilaku pekerja. Faktor keterlibatan

pekerja memberikan dua pengaruh yaitu pada faktor lingkungan kerja dan

perilaku pekerja. Faktor lingkungan kerja sebagai faktor terakhir pada model

hipotesa hanya memberikan satu pengaruh pada faktor perilaku pekerja.

Komitmen

Top

Manajemen

Peraturan dan

Prosedur

Keselamatan

Kerja

Komunikasi

Kompetensi

Pekerja

Keterlibatan

Pekerja Perilaku Pekerja

Terhadap

Keselamatan

Kerja Lingkungan

Kerja

Gambar 2.7 Hipotesa Model Pengaruh Budaya Keselamatan Kerja Pada Perilaku Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja

Universitas Kristen Petra