2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar...

22
7 Universitas Kristen Petra 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan dan tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu (dalam Baihaqi, 2010, p.15). Pendapat lain menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi dan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok (Kartono, 2005 p.39). Sedangkan menurut Asmara, kepemimpinan adalah tingkah laku untuk mempengaruhi orang lain agar mereka memberikan kerjasamanya dalam mencapai tujuan yang menurut pertimbangan mereka adalah perlu dan bermanfaat (dalam Asrofi, 2006, p.11). Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia itu dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu. Menurut Yukl (2005), kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain, untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Robbins (2006), kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan. Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu, kepemimpinan juga mempengaruhi interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas

Transcript of 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar...

Page 1: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  7 Universitas Kristen Petra

2. LANDASAN TEORI

2.1. Teori Dasar

2.1.1. Gaya Kepemimpinan

Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah

proses mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan

dan tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu (dalam

Baihaqi, 2010, p.15). Pendapat lain menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah

kegiatan mempengaruhi dan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain

untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok (Kartono, 2005 p.39).

Sedangkan menurut Asmara, kepemimpinan adalah tingkah laku untuk

mempengaruhi orang lain agar mereka memberikan kerjasamanya dalam

mencapai tujuan yang menurut pertimbangan mereka adalah perlu dan bermanfaat

(dalam Asrofi, 2006, p.11).

Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah

manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk

mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang

yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk

apa kelompok manusia itu dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena

manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu.

Menurut Yukl (2005), kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi

orang lain, untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan

bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi

upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Robbins

(2006), kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu

kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan. Definisi kepemimpinan secara luas

meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi

perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki

kelompok dan budayanya.

Selain itu, kepemimpinan juga mempengaruhi interprestasi mengenai

peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas

Page 2: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  8 Universitas Kristen Petra

untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok,

perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau

organisasi (Rivai, 2007). Demikian halnya Locander et al. menjelaskan bahwa

kepemimpinan mengandung makna pemimpin mempengaruhi yang dipimpin tapi

hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin bersifat saling menguntungkan

kedua belah pihak (dalam Huang, et al 2010). Lok memandang kepemimpinan

sebagai sebuah proses mempengaruhi aktivitas suatu organisasi dalam upaya

menetapkan dan mencapai tujuan (dalam West dan Bocarnea 2008).

Menurut Rivai (2007), kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses

mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya

dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang

terkandung dalam hal ini yaitu:

1. Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun

pengikut.

2. Kepeminpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara

pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota

kelompok bukanlah tanpa daya.

3. Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang

berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui

berbagai cara.

Siagian (2008) berpendapat bahwa peranan para pemimpin dalam organisasi

sangat sentral dalam pencapaian tujuan dari berbagai sasaran yang ditetapkan

sebelumnya. Menurut Siagian (2008) perilaku kepemimpinan memiliki

kecenderungan pada dua hal yaitu konsiderasi atau hubungan dengan bawahan

dan struktur inisiasi atau hasil yang dicapai. Kecenderungan kepemimpinan

menggambarkan hubungan yang akrab dengan bawahan misalnya bersikap ramah,

membantu dan membela kepentingan bawahan, bersedia menerima konsultasi

bawahan dan memberikan kesejahteraan. Kecenderungan seorang pemimpin

memberikan batasan antara peranan pemimpin dan bawahan dalam mencapai

tujuan, memberikan instruksi pelaksanaan tugas (kapan, bagaimana dan hasil apa

yang akan dicapai). Suatu gaya pemimpin atau manajer dalam organisasi

merupakan penggambaran langkah kerja bagi karyawan yang berada di bawahnya.

Page 3: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  9 Universitas Kristen Petra

Mas’ud menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses yang digunakan

oleh pemimpin untuk mengarahkan organisasi dan pemberian contoh perilaku

terhadap para pengikut (anak buah) (dalam Nugraheny, 2009). Sedangkan gaya

kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang

pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Pemimpin

tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin

bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter tingkat

kemampuan dalam tugas setiap bawahannya.

Thoha menyatakan bahwa pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya

tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan

yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti

bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan

yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam

mempengaruhi para pengikutnya (dalam Mariam, 2009).

Rumusan kepemimpinan dari sejumlah ahli tersebut menunjukkan bahwa

dalam suatu organisasi terdapat orang yang mempunyai kemampuan untuk

mempengaruhi, mengarahkan, membimbing dan juga sebagian orang yang

mempunyai kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mengikuti apa

yang menjadi kehendak dari pada atasan atau pimpinan mereka. Karena itu,

kepemimpinan dapat dipahami sebagai kemampuan mempengaruhi bawahan agar

terbentuk kerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.

Apabila orang-orang yang menjadi pengikut atau bawahan dapat dipengaruhi oleh

kekuatan kepemimpinan yang dimiliki oleh atasan maka mereka akan mau

mengikuti kehendak pimpinannya dengan sadar, rela, dan sepenuh hati.

Robbin (2006) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan

untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Kepemimpinan

menurut Siagian (2008) adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang

lain dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau

melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak

disenangi. Sedangkan Yukl mengatakan kepemimpinan adalah proses untuk

mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu

dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk

Page 4: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  10 Universitas Kristen Petra

memfasilitasi upaya individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama

(dalam Nurjanah 2008).

Dalam memelihara komitmen organisasi, peran seorang pemimpin sangat

dibutuhkan dan kepemimpinan yang efektif menjadi syarat utama. Katz dan Khan,

Koh et al, dan Mowday et al menyatakan bahwa kepemimpinan yang efektif dapat

membantu organisasi untuk bertahan dalam situasi ketidakpastian di masa datang

(dalam Desianty, 2005).

Selain itu Gibson et.al (2006) mengatakan bahwa kepemimpinan

(leadership) merupakan suatu usaha menggunakan pengaruh untuk memotivasi

individu dalam mencapai beberapa tujuan. Dalam menjalankan tugas pemimpin

memiliki tiga pola dasar gaya kepemimpinan yaitu yang mementingkan

pelaksanaan tugas, yang mementingkan hubungan kerjasama, dan yang

mementingkan hasil yang dapat dicapai (Veithzal Rivai, 2007).

Menurut Heidjrachman dan Husnan gaya kepemimpinan adalah pola

tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan

tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu (dalam Dewi 2010, p.16).

Sedangkan menurut Tjiptono gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang

digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya (dalam Dewi 2010,

p.16). Sementara itu, pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan

adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin

yang dirasakan oleh orang lain (Hersey, dalam Spencer, 2007).

Menurut Rivai (2007) gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari

tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh

bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten

dari falsafah, ketrampilan, sifat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang.

Gaya kepeimpinan menunjukkan secara langsung maupun tidak langsung, tentang

keyakinan seorang pemimpin terhadap kemampuan bawahannya. Artinya, gaya

kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah,

keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia

mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Flippo (1994) berpendapat gaya

kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu pola perilaku yang dirancang

Page 5: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  11 Universitas Kristen Petra

untuk memadukan kepentingan-kepentingan organisasi dan personalia guna

mengejar beberapa sasaran.

Locander et.al., Yammarino et.al. menyatakan bahwa konsep transaksional

(transactional leadership) dan transformasional (transformational leadership)

berkembang dan mendapat perhatian banyak kalangan akademisi maupun praktisi

(dalam Mariam, 2009). Hal ini menurut Humphreys maupun Liu et.al., dalam

Mariam (2009) disebabkan konsep yang dipopulerkan oleh Bass pada tahun 1985

ini mampu mengakomodir konsep kepemimpinan yang mempunyai spektrum

luas, termasuk mencakup pendekatan perilaku, pendekatan situasional, sekaligus

pendekatan kontingensi. Oleh karena itu, penelitian ini memusatkan pada konsep

kepemimpinan transformasional dan transaksional, yaitu:

1. Kepemimpinan Transformasional

Jika kepemimpinan transaksional mendasarkan diri pada prinsip

pertukaran maka kepemimpinan transformasional (transformational

leadership) berdasarkan prinsip pengembangan bawahan (follower

development). Pemimpin transformasional mengevaluasi kemampuan dan

potensi masing-masing bawahan untuk menjalankan suatu tugas/pekerjaan,

sekaligus melihat kemungkinan untuk memperluas tanggung jawab dan

kewenangan bawahan di masa mendatang. Sebaliknya, pemimpin

transaksional memusatkan pada pencapaian tujuan atau sasaran, namun

tidak berupaya mengembangkan tanggung jawab dan wewenang bawahan

demi kemajuan bawahan. Dvir et.al. menyatakan bahwa perbedaan tersebut

menyebabkan konsep kepemimpinan transaksional dan transformasional

diposisikan pada satu kontinum dimana keduanya berada pada ujung yang

berbeda (dalam Mariam, 2009).

Humphreys (2002) menegaskan bahwa hubungan antara atasan

dengan bawahan dalam konteks kepemimpinan transformasional lebih dari

sekedar pertukaran “komoditas” (pertukaran imbalan secara ekonomis), tapi

sudah menyentuh sistem nilai (value system). Humphreys menyatakan

bahwa pemimpin transformasional mampu menyatukan seluruh

bawahannya dan mampu mengubah keyakinan (beliefs), sikap, dan tujuan

Page 6: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  12 Universitas Kristen Petra

pribadi masing-masing bawahan demi mencapai tujuan, bahkan melampaui

tujuan yang ditetapkan (dalam Mariam, 2009).

Bass et.al serta Humphreys, menjelaskan kemampuan pemimpin

transformasional mengubah sistem nilai bawahan demi mencapai tujuan

diperoleh dengan mengembangkan salah satu atau seluruh faktor yang

merupakan dimensi kepemimpinan transformasional, yaitu : karisma

(kemudian diubah menjadi pengaruh ideal atau idealized influence),

inspirasi (inspirational motivation), pengembangan intelektual (intellectual

stimulation), dan perhatian pribadi (individualized consideration) (dalam

Mariam 2009, p.28). Idealized influence menurut Sarros dan Santora

merupakan perilaku (behavior) yang berupaya mendorong bawahan untuk

menjadikan pemimpin mereka sebagai panutan (role model) (dalam Mariam

2009, p.28). Pada mulanya, dimensi ini dinamakan karisma, namun karena

mendapat banyak kritik maka istilah karisma diubah menjadi pengaruh ideal

atau visi. Aspek kritikal karisma adalah kekuatan spiritual (transcendent

power) yang diyakini oleh bawahan dimiliki oleh pemimpinnya, sehingga

bawahan percaya sepenuhnya dan mau melakukan apa saja demi

pemimpinnya (true believer). Aspek tersebut tidak dimiliki oleh setiap

orang dan selama ini tidak tercakup dalam kajian kepemimpinan

transformasional, sehingga dimensi ini tidak tepat disebut karisma. Rafferty

& Griffin menyatakan bahwa kajian mengenai dimensi ini lebih terpusat

pada pemimpin yang memiliki visi jauh kedepan dan mampu menanamkan

visi tersebut dalam diri bawahan (dalam Mariam, 2009, p.29).

Bass et.al. menyatakan bahwa lebih jauh, pemimpin yang mempunyai

idealized influence selain mampu mengubah pandangan bawahan tentang

apa yang penting untuk dicapai pada saat ini maupun masa mendatang

(visi), juga mau dan mampu berbagi resiko dengan bawahan, teguh dengan

nilai, prinsip, dan pendiriannya, sehingga bawahan percaya, loyal, dan

menghormatinya (dalam Mariam, 2009, p.29).

Humphreys menyatakan bahwa idealized influence merupakan

dimensi terpenting kepemimpinan transformasional karena memberikan

inspirasi dan membangkitkan motivasi bawahan (secara emosional) untuk

Page 7: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  13 Universitas Kristen Petra

menyingkirkan kepentingan pribadi demi pencapaian tujuan bersama (dalam

Mariam, 2009, p.29).

Inspirational motivation menurut Humphreys serta Rafferty dan

Griffin, memiliki korelasi yang erat dengan idealized influence (dalam

Mariam 2009, p.30). Seperti dijelaskan sebelumnya, pemimpin

transformasional memberi inspirasi kepada bawahan untuk memusatkan

perhatian pada tujuan bersama dan melupakan kepentingan pribadi. Inspirasi

dapat diartikan sebagai munculnya pandangan untuk menyatukan kedua

dimensi ini dalam satu konstruk. Namun dalam penelitian ini, idealized

influence dan inspirational motivation diposisikan sebagai dua konstruk

yang berbeda dimana idealized influence mempunyai makna lebih dalam

daripada inspirational motivation, atau dengan kata lain, inspirational

motivation merupakan sisi luar atau perwujudan idealized influence (dalam

Mariam, 2009, p.31).

Inspirational motivation menurut Humphreys berbentuk komunikasi

verbal atau penggunaan simbol-simbol yang ditujukan untuk memacu

semangat bawahan (dalam Mariam 2009, p.31). Pemimpin memotivasi

bawahan akan arti penting visi dan misi organisasi sehingga seluruh

bawahannya terdorong untuk memiliki visi yang sama. Bass et.al.,

menjelaskan bahwa kesamaan visi memacu bawahan untuk bekerja sama

mencapai tujuan jangka panjang dengan optimis. Sehingga pemimpin tidak

saja membangkitkan semangat individu tapi juga semangat tim (dalam

Mariam, 2009, p.31).

Rafferty & Griffin menyatakan bahwa intellectual stimulation,

merupakan faktor penting kepemimpinan transformasional yang jarang

memperoleh perhatian (dalam Mariam, 2009, p.32). Intellectual stimulation

merupakan perilaku yang berupaya mendorong perhatian dan kesadaran

bawahan akan permasalahan yang dihadapi. Pemimpin kemudian berusaha

mengembangkan kemampuan bawahan untuk menyelesaikan permasalahan

dengan pendekatan pendekatan atau perspektif baru. Rafferty & Griffin

menyatakan bahwa dampak intellectual stimulation dapat dilihat dari

peningkatan kemampuan bawahan dalam memahami dan menganalisis

Page 8: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  14 Universitas Kristen Petra

permasalahan serta kualitas pemecahan masalah (problem solving quality)

yang ditawarkan (dalam Mariam, 2009, p.32).

Bass et.al serta Sarros dan Santora, berpandangan bahwa intellectual

stimulation pada prinsipnya memacu bawahan untuk lebih kreatif dan

inovatif dalam memahami dan memecahkan masalah (dalam Mariam 2009,

p.32). Bawahan didorong untuk meninggalkan cara-cara atau metode-

metode lama dan dipacu untuk memberikan ide dan solusi baru. Bawahan

bebas menawarkan metode baru dan setiap ide baru tidak akan mendapat

kritikan atau celaan. Sebaliknya, pemimpin berusaha meningkatkan moral

bawahan untuk berani berinovasi. Pemimpin bersikap dan berfungsi

membina dan mengarahkan inovasi dan kreativitas bawahan.

Individualized consideration atau perhatian pribadi. Individualized

consideration mengarah pada pemahaman dan perhatian pemimpin pada

potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap bawahannya. Pemimpin

menyadari perbedaan kemampuan, potensi, dan juga kebutuhan bawahan.

Pemimpin memandang setiap bawahannya sebagai aset organisasi. Oleh

sebab itu, pemahaman pemimpin akan potensi dan kemampuan setiap

bawahan memudahkannya membina dan mengarahkan potensi dan

kemampuan terbaik setiap bawahan (dalam Mariam, 2009, p.32).

2. Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional (transactional leadership) mendasarkan

diri pada prinsip transaksi atau pertukaran antara pemimpin dengan

bawahan. Pemimpin memberikan imbalan atau penghargaan tertentu

(misalnya, bonus) kepada bawahan jika bawahan mampu memenuhi

harapan pemimpin (misalnya, kinerja karyawan tinggi). Di sisi lain,

bawahan berupaya memenuhi harapan pemimpin disamping untuk

memperoleh imbalan atau penghargaan, juga untuk menghindarkan diri dari

sanksi atau hukuman.

Menurut Bass et.al. dalam transactional leadership tercipta hubungan

mutualisme dan kontribusi kedua belah pihak akan memperoleh imbalan

(dalam Mariam, 2009, p.33). Sarros dan Santora (2001) menyebutkan

bahwa imbalan yang dikejar dua belah pihak lebih bersifat ekonomi.

Page 9: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  15 Universitas Kristen Petra

Kebutuhan fisik dan materi bawahan berusaha dipenuhi oleh pemimpin dan

sebagai balasannya, pemimpin memperoleh imbalan berupa performa

bawahan yang tinggi.

Waldman et.al. mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional

“beroperasi” pada sistem atau budaya yang sudah ada (existing) dan

tujuannya adalah memperkuat strategi, sistem, atau budaya yang sudah ada,

bukan bermaksud untuk mengubahnya (dalam Mariam 2009, p.33). Oleh

sebab itu, pemimpin transaksional selain berusaha memuaskan kebutuhan

bawahan untuk “membeli” performa, juga memusatkan perhatian pada

penyimpangan, kesalahan, atau kekeliruan bawahan dan berupaya

melakukan tindakan korektif. Humphreys serta Yammarino, menyebutkan

bahwa kepemimpinan transaksional paling banyak ditemui dalam kehidupan

sehari-hari, sehingga berkembang menjadi paradigm praktek kepemimpinan

dalam organisasi (dalam Mariam 2009, p.33).

Kepemimpinan transaksional menurut beberapa pakar memiliki dua

karakter yang dinamakan contingent reward dan management by exception.

Pemimpin transaksional yang mempunyai karakter contingent reward akan

menjelaskan tujuan dan sasaran yang hendak dicapainya dan mengarahkan

bawahan untuk mencapainya. Bass et.al., Humphreys menyatakan bahwa

besar kecilnya imbalan (reward) akan tergantung pada (contingent)

sejauhmana bawahan mencapai tujuan dan sasaran tersebut (dalam Mariam,

2009, p.34). Sedangkan pemimpin transaksional berkarakter management by

exception dapat dibagi lagi ke dalam dua sifat, yaitu aktif dan pasif.

Pada active management by exception, pemimpin menetapkan tujuan

dan sasaran yang hendak dicapai berikut standar kerja yang harus dipatuhi.

Jika terjadi penyimpangan, pemimpin tidak segan menjatuhkan sanksi

kepada bawahan. Pemimpin dengan sifat seperti ini akan cenderung

mengawasi bawahan dengan ketat dan segera melakukan tindakan korektif

apabila muncul penyimpangan, kekeliruan, atau kesalahan. Sementara

passive management by exception pemimpin menghindari tindakan korektif

atau “keributan” dengan bawahan selama tujuan dan sasaran yang disepakati

bersama tercapai (dalam Mariam, 2009, p.34).

Page 10: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  16 Universitas Kristen Petra

Bass et.al. maupun Sarros dan Santora, menjelaskan bahwa karakter

contingent reward menggambarkan hubungan timbal balik yang positif

antara pemimpin dengan bawahan, karena pemimpin memberikan

penjelasan dan pengarahan dalam proses mencapai tujuan sebagai upaya

memacu performa bawahan (dalam Mariam 2009, p.34). Di sisi lain,

bawahan terdorong untuk mengerahkan kemampuan terbaik karena besar

kecilnya imbalan akan tergantung pada sejauhmana mereka mencapai

tujuan.

Sebaliknya, active management by exception menurut Yammarino

et.al dapat berdampak negatif terhadap kinerja bawahan karena bawahan

takut membuat kesalahan untuk menghindari sanksi sehingga merasa

bekerja di bawah tekanan (dalam Mariam 2009, p.35). Kondisi ini

menyebabkan proses organisasi tidak akan berjalan efektif. Sedangkan

passive management by exception tidak mendorong bawahan untuk bekerja

dengan giat. Selama target tercapai dan sistem organisasi berjalan

sebagaimana mestinya maka semua orang merasa bahagia. Tidak ada

petualangan atau tantangan baru dalam bekerja. Sarros & Santora

menyatakan bahwa kondisi tersebut akan membawa kejenuhan pada

bawahan sehingga kinerja organisasi tidak akan maksimal (dalam Mariam,

2009, p.35). Penelitian Shea, Christine M., yang berjudul: The Effect of

Leadership Style on Performance Improvement on a Manufacturing Task,

mengatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap

peningkatan kinerja (dalam Mariam 2009, p.36). Memberikan kontribusi

yang memperkuat pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan.

Hasil penelitian Yammarino et.al. membuktikan kepemimpinan

transformasional memiliki bobot pengaruh terhadap kinerja karyawan yang

lebih kuat dibandingkan kepemimpinan transaksional (dalam Mariam 2009,

p.37).

Demikian pula dengan Humphreys yang menegaskan bahwa

hubungan antara atasan dengan bawahan dalam konteks kepemimpinan

transformasional lebih dari sekedar perukaran “komoditas” (pertukaran

imbalan secara ekonomis), tapi sudah menyentuh sistem nilai (value system)

Page 11: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  17 Universitas Kristen Petra

(dalam Mariam 2009, p.37). Pemimpin transformasional mampu

menyatukan seluruh bawahannya dan mampu mengubah keyakinan

(beliefs), sikap, dan tujuan pribadi masing-masing bawahan demi mencapai

tujuan, bahkan melampaui tujuan yang ditetapkan. Penelitian yang

dilakukan oleh Soon Hee Kim (2002), hasil dari analisis multiple regression

memperlihatkan bahwa penggunaan gaya manajemen partisipatif oleh

manajer secara positif dihubungkan dengan tingkat yang tinggi dari

kepuasan kerja. Banyak manajer, pemimpin perserikatan dan akademis

membagi kepercayaan bahwa praktek manajemen partisipatif mempunyai

pengaruh positif yang substansial terhadap kinerja dan kepuasan dalam

pekerjaan.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian, Yammarino et.al. menyimpulkan

terdapat hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan

kinerja karyawan dan hubungan tersebut lebih kuat jika dibandingkan

hubungan kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan (dalam

Mariam 2009, p.38). Hasil penelitian Yammarino et.al. membuktikan

kepemimpinan transformasional memiliki bobot pengaruh terhadap kinerja

karyawan yang lebih kuat dibandingkan kepemimpinan transaksional

(management by exception) (dalam Mariam 2009, p.38).

Studi Bass et.al. juga menunjukkan pengaruh yang lebih kuat

kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan dibandingkan

kepemimpinan transaksional (dalam Mariam 2009, p.38). Bass et.al.

menjelaskan kepemimpinan transformasional fokus pada pengembangan

diri bawahan, mendorong bawahan berpikir dan bertindak inovatif untuk

menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan dan sasaran organisasi,

memacu optimism dan antusiasme terhadap pekerjaan sehingga seringkali

kinerja karyawan yang ditunjukkan bawahan melebihi harapan (dalam

Mariam 2009, p.38). Kondisi tersebut berlawanan dengan gaya

kepemimpinan transaksional yang lebih mementingkan target berdasarkan

prinsip pertukaran yang justru dapat berdampak negatif dalam jangka

panjang.

Page 12: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  18 Universitas Kristen Petra

Penelitian Humphreys dalam lingkup industri jasa lebih jauh

membuktikan peranan kritikal kepemimpinan transformasional dalam

meningkatkan kinerja karyawan (dalam Mariam 2009, p.38). Bono dan

Judge secara empiris juga menemukan kepemimpinan transformasional

mempengaruhi kinerja karyawan (dalam Mariam 2009, p.39). Kinerja dalam

penelitian Bono dan Judge diukur dari banyak aspek, baik yang bersifat

obyektif maupun subyektif, sehingga mereka menyimpulkan bahwa

kepemimpinan transformasional akan mempengaruhi kinerja karyawan

dalam situasi apapun (dalam Mariam 2009, p.39).

Menurut Heidjrachman dan Husnan (2008, p.173) seorang pemimpin

harus memiliki sifat perceptive artinya mampu mengamati dan menemukan

kenyataan dari suatu lingkungan. Untuk itu ia harus mampu melihat,

mengamati, dan memahami keadaan atau situasi tempat kerjanya, dalam

artian bagaimana para bawahannya, bagaimana keadaan organisasinya,

bagaimana situasi penugasannya, dan juga tentang kemampuan dirinya

sendiri. la harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk

memilih gaya kepemimpinan yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan

berbagai faktor yang mempengaruhinya. Meskipun banyak faktor yang

perlu dipertimbangkan, Haris dalam Heidjrachman dan Husnan (2008,

p.173) membaginya ke dalam 4 (empat) faktor yaitu:

1) faktor dalam organisasi

2) faktor bawahan

3) faktor pimpinan manajer

4) faktor situasi penugasan

2.1.2. Kepuasan Kerja

Karyawan yang memiliki sikap perjuangan, pengabdian, disiplin, dan

kemampuan profesional sangat mungkin mempunyai prestasi kerja dalam

melaksanakan tugas sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna. Menurut

Hamid, et al. karyawan yang profesional dapat diartikan sebagai sebuah

pandangan untuk selalu perpikir, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin,

Page 13: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  19 Universitas Kristen Petra

jujur, loyalitas tinggi, dan penuh dedikasi demi untuk keberhasilan pekerjaannya

(dalam Sunarto, 2005).

Pengertian di atas, menggambarkan bahwa penyempurnaan di bidang

personalia hanya selalu mendapat perhatian untuk menuju karyawan yang

profesional dengan berbagai pendekatan dan kebijaksanaan. Untuk itu, diperlukan

adanya pembinaan, penyadaran, dan kemauan kerja yang tinggi untuk mencapai

kinerja yang diharapkan. Apabila karyawan penuh kesadaran bekerja optimal

maka tujuan organisasi akan lebih mudah tercapai.

Peningkatan sikap, perjuangan, pengabdian, disiplin kerja, dan kemampuan

profesional dapat dilakukan melalui serangkaian pembinaan dan tindakan nyata

agar upaya peningkatan prestasi kerja dan loyalitas karyawan dapat menjadi

kenyataan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan adalah kepuasan

kerja karyawan. Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional

karyawan yang terjadi maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja

karyawan dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang

memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 2004, p.142).

Dalam hal kepuasan kerja, Gilmer (1966) menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan kerja,

gaji, perusahaan dan manajemen, faktor intrinsik dan pekerjaan, kondisi kerja,

aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas (dalam Parwanto, 2009).

Sementara itu, menurut Heidjrachman dan Husnan mengemukakan beberapa

faktor mengenai kebutuhan dan keinginan pegawai, yakni: gaji yang baik,

pekerjaan yang aman, rekan sekerja yang kompak, penghargaan terhadap

pekerjaan, pekerjaan yang berarti, kesempatan untuk maju, pimpinan yang adil

dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, dan organisasi atau tempat

kerja yang dihargai oleh masyarakat (Heidjrachman dan Husnan, 2008, p.194).

Menurut Loeke, kepuasan atau ketidakpuasan karyawan tergantung pada

perbedaan antara apa yang diharapkan (dalam Mukhyi dan Sunarti, 2007).

Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang

diharapkan akan menyebabkan karyawan tidak puas. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan kerja yaitu: jenis pekerjaan, rekan

Page 14: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  20 Universitas Kristen Petra

kerja, tunjangan, perlakuan yang adil, keamanan kerja, peluang menyumbang

gagasan, gaji/upah, pengakuan kinerja, dan kesempatan bertumbuh.

Merujuk pada berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dalam rangka

peningkatan kinerjanya adalah: (a) faktor psikologik, merupakan faktor yang

berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketenteraman

dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan; (b) faktor sosial,

merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama

karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya;

(c) faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik

lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi. jenis pekerjaan,

pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan

ruangan, suhu penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur,

dan sebagainya; (d) faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan

jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji,

jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan

sebagainya.

Salah satu sasaran penting dalam manajemen sumber daya manusia pada

suatu organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja anggota organisasi yang

bersangkutan. Kepuasan kerja tersebut diharapkan pencapaian tujuan organisasi

akan lebih baik dan akurat. Hasil penelitian Herzberg menyatakan bahwa faktor

yang mendatangkan kepuasan adalah prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri,

tanggung jawab, dan kemajuan (Kotler dan Armstrong, 2007, p.71). Handoko

menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan

memandang pekerjaan mereka (dalam Parwanto, 2009).

Kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan

mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan

prestasi kerja. Kepuasan kerja dapat dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan,

dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan dalam pekerjaan adalah

kepusasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil

kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik.

Page 15: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  21 Universitas Kristen Petra

Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih

mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.

Kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan kerja karyawan yang

dinikmati di luar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari

hasil kerjanya agar dia dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang

lebih suka menikmati kepuasannya di luar pekerjaan lebih mempersoalkan balas

jasa daripada pelaksanaan tugas-tugasnya. Kepuasan kerja kombinasi dalam dan

luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional

yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya. Karyawan

yang menikmati kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan akan merasa

puas jika hasil kerja dan balas jasanya dirasa adil dan layak. Tidak ada tolok ukur

tingkat kepuasan yang mutlak karena setiap individu karyawan berbeda standar

kepuasannya. Indikator kepuasan kerja hanya dapat diukur dengan kedisiplinan,

moral kerja, dan pergantian (turnover) kecil maka secara relatif kepuasan kerja

karyawan baik. Sebaliknya Hasibuan menyatakan bahwa jika kedisiplinan, moral

kerja, dan turnover karyawan besar maka kepuasan kerja karyawan di perusahaan

berkurang (dalam Parwanto, 2009).

Teori kepuasan kerja menurut Wesley dan Yulk dapat diterangkan menurut

tiga macam teori, yaitu, pertama, discrepancy theory mengemukakan bahwa untuk

mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang

seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian, Locke (1969)

menerangkan bahwa kepuasan kerja tergantung pada discrepancy antara should he

(expectation, needs atau values) dengan apa yang menurut perasaannya atau

persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan demikian,

orang akan merasa puasbila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan

persepsinya atas kenyataan karena batas minimum yang diinginkan telah

terpenuhi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wanous dan Lawler dalam

Parwanto (2009) mengemukakan bahwa sikap karyawan terhadap pekerjaannya

tergantung pada bagaimana ketidaksesuaian (discrepancy) yang dirasakan.

Kedua, equity theory yang dikembangkan oleh Adam (1963). Pada

prinsipnya teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas sepanjang

mereka merasa ada keadilan (equity). Perasaan equity dan inequity atas suatu

Page 16: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  22 Universitas Kristen Petra

situasi diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain

yang sekelas, sekantor, maupun di tempat lain. Teori ini mengidentifikasi elemen-

elemen equity meliputi tiga hal, yaitu: (a) input, adalah sesuatu yang berharga

yang dirasakan oleh pegawai sebagai masukan terhadap pekerjaannya; (b) out

comes, adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan sebagai dari hasil

pekerjaannya; (c) comparisons persona, adalah perbandingan antara input dan out

comes yang diperolehnya.

Ketiga, Two factor theory yang dikemukakan oleh Herzberg (1966). Prinsip-

prinsip teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu

tidak merupakan variabel yang kontinyu (dalam Parwanto, 2009). Berdasarkan

hasil penelitiannya Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap

seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu: (a) statisfers atau

motivator, faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan

yang terdiri dari: achievement, recognition, work it self, responsibility dan

advancement; dan (b) dissatifiers atau hygiene factors, yaitu faktor-faktor yang

terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, seperti: company policy and

administration, supervision tehnical, salary, interpersonal relations, working

condition, job security dan status.

Secara historis, karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan

melaksanakan pekerjaan dengan baik. Masalahnya adalah terdapatnya karyawan

yang kepuasan kerjanya tinggi tidak menjadi karyawan yang produktivitasnya

tinggi. Banyak pendapat mengemukakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi,

terutama yang dihasilkan oleh prestasi kerja, bukan sebaliknya. Prestasi kerja

lebih baik mengakibatkan penghargaan lebih tinggi. Bila penghargaan tersebut

dirasakan adil dan memadai, maka kepuasan kerja karyawan akan meningkat

karena mereka menerima penghargaan dalam proporsi yang sesuai dengan

prestasi kerja mereka.

Kondisi kepuasan atau ketidakpuasan kerja tersebut menjadi umpan balik

yang akan mempengaruhi prestasi kerja di waktu yang akan datang. Jadi,

hubungan prestasi dan kepuasan kerja menjadi suatu sistem yang berlanjut.

Menurut Strauss dan Sayles kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi dini

(dalam Parwanto 2009). Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak

Page 17: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  23 Universitas Kristen Petra

akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi

frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja

rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan tidak

melakukan kesibukan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang harus

dilakukan.

Dessler mengemukakan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja

biasanya mempunyai catatan kehadiran dan peraturan yang lebih baik, tetapi

kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan dan kadang-kadang berprestasi

lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja (dalam

Parwanto, 2009). Oleh karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting baik

bagi karyawan maupun perusahaan, terutama untuk menciptakan keadaan positif

di lingkungan kerja perusahaan.

Menurut Marihot (2005, p.291), pengukuran kepuasan karyawan dapat

diukur dengan menggunakan alat ukur sebagai berikut:

a) Kepuasan dengan Gaji

b) Kepuasan dengan Promosi

c) Kepuasan dengan Rekan Kerja

d) Kepuasan dengan Atasan

e) Kepuasan dengan Pekerjaan Itu Sendiri

2.1.3. Kinerja Karyawan

Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance

(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).

Pengertian kinerja (prestasi kerja) merupakan hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2005,

p.67). Secara definitif Bernardin dan Russel, menjelaskan kinerja merupakan

catatan out come yang dihasilkan dari fungsi karyawan tertentu atau kegiatan yang

dilakukan selama periode waktu tertentu (Sulistiyani dan Rosidah, 2003, p.223).

Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan

sehingga mereka mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi

kepada instansi atau organisasi termasuk kualitas pelayanan yang disajikan.

Page 18: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  24 Universitas Kristen Petra

Davis menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah

faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). hal ini sesuai

dengan pendapat (dalam Mangkunegara, 2005, p.67) yang merumuskan bahwa:

a. Human Performance = Ability + Motivation

b. Motivation = Attitude + Situation

c. Ability = Knowledge + Skill

Sasaran kinerja yang menetapkan adalah individual secara spesifik, dalam

bidang proyek, proses, kegiatan rutin dan inti yang akan menjadi tanggung jawab

karyawan. Sedangkan menurut (Ruky, 2001, p.149), sasaran kinerja dapat

ditetapkan sebagai berikut, pimpinan unit yang bersangkutan dengan kesempatan

bawahannya yaitu para pimpian sub-unit, menyatakan bahwa sasaran yang harus

mereka capai dalam kurun waktu tahun ini misalnya adalah sasaran bersama dan

menjadi sasaran-sasaran kecil bagi tiap bagian dari unit tersebut.

Sasaran kinerja adalah kinerja karyawan, sehingga diperoleh informasi yang

akurat tentang kinerja tersebut, apakah memuaskan atau tidak. Unit-unit di tingkat

bawah mungkin telah menjadi sasaran yang mereka tetapkan, dan sebaliknya

mereka yang ada di puncak mungkin belum memenuhi sasaran.

Bernardin dan Russel menyebutkan adanya 6 kriteria primer untuk mengukur

kinerja yaitu (dalam Soedjono 2005) :

a. Kualitas

Hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau memenuhi

tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut.

b. Kuantitas

Jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang dapat diselesaikan.

c. Ketepatan waktu

Dapat menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta

memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain.

d. Efektivitas

Pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada di perusahaan untuk

meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian.

Page 19: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  25 Universitas Kristen Petra

e. Kemandirian

Dapat melaksanakan kerja tanpa bantuan guna menghindari hasil yang

merugikan.

f. Komitmen kerja

Tingkat di mana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan

perusahaan dan tanggung jawab dengan perusahaan.

2.1.4. Kepuasan Konsumen

Dari kedua perspektif teoritis dan empiris, kepuasan pelanggan adalah kunci

daya saing perusahaan dan dapat dianggap sebagai inti dari keberhasilan dalam

dunia bisnis saat ini yang sangat kompetitif (Bitner dan Hubbert, 2006). Sebagian

besar manajer telah menempatkan perhatian yang signifikan terhadap kepuasan

pelanggan untuk meningkatkan profitabilitas dan pangsa pasar (Bhote, 2006).

Bagaimanapun juga, kepuasan pelanggan adalah faktor kunci bagi perusahaan

untuk mempertahankan pelanggan mereka, membangun loyalitas pelanggan dan

mendapatkan keuntungan lebih (Reichheld, 2006) dan sebagai jalan untuk

diferensiasi kompetitif (Su, 2004).

Kepuasan pelanggan sering didefinisikan sebagai perbandingan pasca

pembelian pelanggan antara harapan pra-pembelian dan kinerja yang diterima

(Oliver, 2005). Menurut Zeithaml dan Bitner. (2008), kepuasan pelanggan

didasarkan pada keseimbangan antara harapan pelanggan dan pengalaman

pelanggan dengan produk dan jasa. Mereka juga menunjukkan bahwa ketika

sebuah perusahaan mampu mengangkat pengalaman pelanggan ke tingkat yang

melebihi ekspektasi yang diinginkan oleh pelanggan, maka pelanggan akan puas.

Oliver (2005) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi kesenjangan

yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual dari produk atau

jasa. Kotler (2007) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang

atau kecewa seorang pelanggan yang dihasilkan dari membandingkan kinerja

produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan / harapannya. Kim et al.

(2008) menekankan bahwa kepuasan pelanggan adalah sikap yang dibentuk

pasca-pembelian melalui perbandingan kualitas produk dan layanan bahwa

pelanggan mengharapkan untuk menerima hasil dari pertukaran yang dilakukan.

Page 20: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  26 Universitas Kristen Petra

Menurut Dutka kepuasan konsumen dapat diukur dengan menggunakan

beberapa hal sebagai berikut (dalam Samuel dan Foedjiawati 2005):

1. Atribut yang berkaitan dengan produk yang terdiri dari:

a. Value price relationship, merupakan hubungan antara harga yang

ditetapkan oleh perusahaan yang dibayar oleh konsumen dengan nilai

yang diperoleh konsumen.

b. Product quality, merupakan penilaian dari mutu suatu produk.

c. Product features, merupakan ciri – ciri tertentu yang dimiliki oleh suatu

produk sehingga berbeda dengan produk yang ditawarkan pesaing.

d. Product design, merupakan proses untuk merancang gaya dan fungsi

produk yang menarik dan bermanfaat.

e. Product reliability and consistency, merupakan keakuratan dan

keandalan makanan yang dijual perusahaan meliputi produk yang dijual

dijamin kualitasnya.

f. Range of product or service, merupakan banyaknya jenis produk atau

layanan yang ditawarkan perusahaan.

2. Atribut yang berkaitan dengan layanan yang terdiri dari:

a. Guarantee or warranty, merupakan jaminan yang diberikan perusahaan

terhadap produk yang dapat dikembalikan bila kinerja produk tersebut

tidak memuaskan.

b. Complaint handling, merupakan sikap perusahaan dalam menghadapi

keluhan-keluhan yang disampaikan oleh konsumen, yaitu penanganan

keluhan yang disampaikan konsumen secara langsung.

c. Resolution of problems, merupakan kemampuan perusahaan untuk

membantu memecahkan masalah yang dihadapi konsumennya meliputi

penyelesaian setiap keluhan konsumen.

3. Atribut yang berkaitan dengan pembelian yang terdiri dari:

a. Courtesy, yaitu kesopanan, rasa hormat, perhatian dan keramahtamahan

yang diberikan perusahaan dalam melayani para pelanggannya.

b. Communication, yaitu merupakan proses penyampaian informasi oleh

karyawan perusahaan kepada konsumennya.

Page 21: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  27 Universitas Kristen Petra

c. Ease or convenience acquisition, yaitu kemudahan untuk mendapatkan

pengetahuan tentang produk dari perusahaan.

d. Company reputation, yaitu reputasi yang dimiliki perusahaan dalam

mempengaruhi pandangan konsumen terhadap perusahaan tersebut yang

akan mengurangi ketidakpastian dan resiko dalam keputusan pembelian.

e. Company competence, yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk

mewujudkan permintaan yang diajukan oleh konsumen dalam

memberikan pelayanan.

Dalam penelitian ini, indikator kepuasan konsumen yang akan masuk dalam

penelitian hanya atribut yang berkaitan dengan produk (dalam Samuel dan

Foedjiawati 2005). Hal ini dikarenakan objek sasaran penelitian tertuju pada

bagian produksi, oleh karena itu kepuasan konsumen yang akan diteliti adalah

kepuasan konsumen atas produk PT. Siantar Top.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 22: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan · 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Gaya Kepemimpinan Menurut Achmad Suyuti yang dimaksud dengan kepemimpinan

  28 Universitas Kristen Petra

2.2. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Konsumen

melalui Kepuasan dan Kinerja Karyawan

2.3. Hipotesis

H1: Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja

H2: Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan

H3: Kinerja karyawan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen

Kepuasan Konsumen: Atribut yang berkaitan dengan produk - Value price relationship - Product quality - Product features - Product design - Product reliability and consistency - Range of product or service  (Dutka 1994; dalam Samuel dan Foedjiawati, 2005)

Kinerja Karyawan: Kualitas Kuantitas Ketepatan Waktu Efektivitas Kemandirian Komitmen kerja Tanggungjawab (Bernardin dan Russel, 1993; dalam Soedjono, 2005)

Gaya Kepemimpinan:

dan

Kepemimpinan Transformasional - Pengaruh Ideal - Inspirasi - Pengembangan Intelektual - Perhadian Pribadi

(Bass et.al, 2003 dan Humphreys, 2002; dalam Mariam, 2009) 

Kepuasan Kerja: Kepuasan dengan Gaji Kepuasan dengan Promosi Kepuasan dengan Rekan Kerja Kepuasan dengan Atasan Kepuasan dengan Pekerjaan Itu Sendiri (Marihot, 2005)

Kepemimpinan Transaksional - Contingen Reward - Management by exception

(Bass et.al., 2003; Humphreys, 2002; Yammarino et.al., 1993; dalam Mariam, 2009)