2. LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pemasaran
Transcript of 2. LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pemasaran
7 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Pemasaran
Dalam peranan strategis pemasaran mencakup setiap usaha untuk mencapai
kesesuaian antara perusahaan dengan lingkungannya dalam mencari pemecahan
masalah, penentuan pokok yaitu. Bisnis apa yang dijual perusahaan pada saat ini dan
jenis bisnis apa yang dapat dimasuki dimasa yang akan datang. Lalu bagaimana bisnis
yang telah dipilih tersebut dapat dijalankan dengan sukses dalam lingkungan yang
kompetitif atas dasar perspektif produk, harga, promosi, dan distribusi (bauran
pemasaran) untuk melayani pasar sasaran. Adapun beberapa pengertian pemasaran
menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Menurut Philip Kotler ( 2004, 81 ) “Strategi Pemasaran adalah pola pikir
pemasaran yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pemasarannya. Strategi
pemasaran berisi strategi spesifik untuk pasar sasaran, penetapan posisi, bauran
pemasaran dan besarnya pengeluaran pemasaran.”
Menurut tjiptono ( 2002, 6 ) “Strategi pemasaran adalah alat fundamental yang
direncanakan untuk mencapai perusahaandengan mengembangkan keunggulan
bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran
yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.”
Menurut Djaslim Saladin (2002) “pemasaran adalah suatu sistem total dari
kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan
mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar
sasaran serta tujuan perusahaan.”
2.2. Evolusi Pemasaran
Pada saat dunia memasuki gelombang revolusi teknologi infomasi, maka
pemikiran-pemikiran marketing baru pun bermunculan mengikuti gelombang revolusi
tersebut. Salah satunya konsep experiential marketing. Dengan adanya teknologi
informasi, internet dan multimedia membuat experiential marketing lebih bisa
8 Universitas Kristen Petra
berkembang. Demikian pula dunia service, peran IT membuat konsep CRM (Customer
Relationship Management) juga ikut berkembang. Belum lagi jargon-jargon baru
seperti buzz marketing, viral marketing dan lain-lain, tidak terlepas experiential
marketing.
Dari pemikiran marketing di atas dapat kita simpulkan bahwa pemikiran
marketing, mau tidak mau, harus terus berubah dan berkembang sesuai dengan
perubahan struktural yang terjadi dalam tatanan sosial ekonomi masyarakat, bentuk
dan tingkat kompetisi yang ada serta perkembangan teknologi (Krisdianto, 2011).
2.3. Penjualan (Selling)
Menurut Merle (2002, p.218) pengukuran aktivitas penjualan adalah langkah
awal untuk memaksimumkan produktivitas tenaga penjual, penjualan diukur dari
daerah yang dikuasainya, termasuk mengadopsi dari tenaga penjual. Menurut kotler
(2004, P.401) “Bahwa menjual karier dengan gaji besar dan sangat memuaskan yang
membutuhkan komitmen tinggi dan kecepatan kerja.” Namun yang paling ditakuti dari
siklus penjualan adalah mencari prospek atau prospecting.
2.4 Pengertian Experiential Marketing
Experiential Marketing berasal dari dua kata, yaitu: Experiential dan
Marketing. Sedangkan Experiential sendiri berasal dari kata „experience‟ yang berarti
pengalaman. Menurut Pine dan Gilmore (1996), pengalaman merupakan suatu
peristiwa yang terjadi dan dirasakan oleh masing-masing individu secara personal yang
dapat memberikan kesan tersendiri bagi individu yang merasakannya.
Adapun beberapa pengertian Experiential Marketing menurut para ahli adalah
sebagai berikut:
1. Experiential marketing lebih terfokus pada mengekstrak esensi dari
produk dan kemudian menerapkannya pada hal yang tidak berwujud,
fisik, dan pengalaman interaktif yang meningkatkan nilai produk atau
layanan dan membantu pelanggan membuat keputusan pembelian
mereka (Williams, 2006).
9 Universitas Kristen Petra
2. Smilansky (2009) mendefinisikan experiential marketing sebagai proses
mengidentifikasi dan memuaskan kebutuhan dan aspirasi yang
menguntungkan, melibatkan mereka melalui komunikasi dua arah yang
membawa kepribadian merek lebih hidup dan menambahkan nilai pada
target pasar.
3. Experiential Marketing dapat diartikan sebagai sebuah perpaduan antara
praktis pemasaran non-tradisional dan modern yang diintegrasikan
dalam rangka meningkatkan pengalaman personal dan emosioanal
terhadap merek (Wolfe, 2005).
4. Experiential Marketing, secara khusus, membuat proses pembelian
konsumen menjadi lebih mudah karena berhubungan dengan nilai
produk (values) yang dipersepsikan pelanggan, kesenangan yang
dirasakan pelanggan (enjoyment), karakteristik personal dan kelompok
sosial, sebagai perluasan dari segmentasi tradisional yang terlalu
berinvasi dan canggih (Prahalad dan Ramaswamy, 2000).
5. Menurut Holbrook dan Hirschman (1982, p. 305), konsumsi
berdasarkan pengalaman sebagai fenomena langsung dari perpaduan
fantastis, perasaan dan kesenangan. Keterlibatan konsumen pada
konsumsi berdasarkan pengalaman didasarkan pada kenyataan dari
kondisi produk yang didorong dari energi ingatan yang berhubungan
psikologi para konsumen.
Konsep Experiential Marketing yang dikemukakan Schmitt (1999) menyatakan
bahwa demi mendekati, mendapatkan dan mempertahankan konsumen loyal, produsen
melalui produknya perlu menghadirkan pengalaman-pengalaman yang unik, positif
dan mengesankan kepada konsumen. Prinsip dari Experiential Marketing yaitu
bagaimana membuat konsumen lebih terlibat dengan produk/jasa baik secara fisik
ataupun emosional. Apabila produk/jasa tersebut mampu untuk menghadirkan
pengalaman positif yang mengesankan, itu akan membuat konsumen akan selalu
10 Universitas Kristen Petra
mengingat produk/jasa tersebut ketika akan mengkonsumsi produk yang sejenis.
Konsumen akan menjadi fanatik sadar (atau tidak sadar) akan mengajak orang lain
untuk mengkonsumsi produk tersebut (Schmitt, 1999). Dalam kondisi sekarang,
perusahaan bukan hanya bersaing dalam hal service untuk memberikan sebuah
satisfaction, tetapi juga melakukan pengembangan produk yaitu melalui emotional
marketing. Ini membuat experiential marketing menjadi hal yang penting mengingat
konsumen saat ini yang tidak hanya mementingkan kebutuhan fisik tapi juga
terpenuhinya kebutuhan akan kepuasan secara mutlak.
2.4.1. Manfaat Experiential Marketing
Experiential Marketing adalah pada tanggapan panca indra, pengaruh,
tindakan serta hubungan. Oleh karena itu suatu badan usaha harus dapat menciptakan
experiential brand yang dihubungkan dengan kehidupan nyata dari konsumen. Dan
Experiential Marketing dapat dimanfaatkan secara efektif apabila diterapkan pada
beberapa situasi tertentu. Ada beberapa manfaat yang dapat diterima dan dirasakan
suatu badan usaha menurut pandangan Schmitt (1999, p.34) apabila menerapkan
Experiential Marketing antara lain:
1) Untuk membangkitkan kembali merek yang sedang merosot,
2) Untuk membedakan satu produk dengan produk pesaing,
3) Untuk menciptakan citra dan identitas sebuah perusahaan,
4) Untuk mempromosikan inovasi,
5) Untuk membujuk percobaan, pembelian dan loyalitas konsumen.
2.4.2. Alat ukur Experiential Marketing
Menurut Schmitt dan Rogers (2008), Strategic Experiential Moduls (SEMs)
merupakan kerangka Experiential Marketing yang terdiri dari pengalaman melalui
indera (sense), pengalaman afektif (feel), pengalaman kognitif kreatif (think),
pengalaman fisik dan keseluruhan gaya hidup (act), serta pengalaman yang
11 Universitas Kristen Petra
menimbulkan hubungan dengan kelompok referensi atau kultur tertentu (relate).
Adapun 5 indikator pengalaman yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Sense
Sense (pengalaman indera) adalah usaha untuk menciptakan pengalaman yang
berkaitan dengan panca indra melalui penglihatan, suara, sentuhan, rasa dan bau.
Tujuan utama membentuk pengalaman indera adalah sebagai:
1. Differentiator (pembeda)
Sebagai pembeda, pengalaman indera berujuan untuk menampilkan identitas
atau ciri khas tertentu yang tampak melalui stimulus, yakni dengan memberikan
perhatian dan menjadikan informasi agar lebih menarik dari biasanya bisa melalui
musik, warna atau tampilan agar tetap up to date. Dalam hal ini, empat hal penting yang
menunjukkan ciri atau identitas produk antara lain: properties (gedung, bangunan,
pabrik, kantor dan mesin pabrik), products (fisik produk dan aspek utama jasa),
presentation (tampilan kemasan) dan publications (brosur, promosi, iklan).
2. Motivator (pemberi motivasi)
Sebagai motivator, pengalaman indera bertujuan untuk memberi motivasi
kepada konsumen untuk mencoba produk dan membelinya. Dalam hal ini, pengalaman
indera dapat diterapkan melalui tiga cara, yaitu:
- Across modalities, dimana pengalaman indera disajikan dengan menggunakan
multi media, dengan mengkombinasikan penampilan, pendengaran, penciuman dalam
menyampaikan informasi;
- Across expres, dimana pengalaman indera disajikan menerapkan image
(kesan tertentu) pada proroduk atau jasa. Hal ini berhubungan dengan tingkat
konsistensi elemen yang berkaitan panca indra;
- Across space and time, dimana pengalaman indera disajikan melalui gaya,
tema, slogan, warna, orang yang digunakan dalam iklan, pencahayaan dan struktur
organisasi.
12 Universitas Kristen Petra
3. Add Value (memberi nilai)
Dalam hal ini, pengalaman indera bertujuan untuk menggabungkan seluruh
komponen yang berkaitan dengan panca indra (atribut, gaya dan tema) sebagai bagian
dari sense strategies (cognitive consistency/sensory variety). Oleh karena itu, dalam
menyediakan nilai yang unik dalam pengalaman konsumen, setiap perusahaan harus
dapat memahami tipe dari sense yang diinginkan oleh konsumen. Pemilihan warna
harus sesuai dengan kriteria dan image perusahaan. Selain itu pilihan gaya (styles) yang
tepat juga tak kalah pentingnya. Perpaduan antara bentuk, warna dan elemen-elemen
yang lain membentuk berbagai macam gaya (styles). Sebagai contoh adanya hotel
dengan bermacam-macam gaya. Business hotel tentunya berbeda dengan resort hotel
dari pemilihan warna, lokasi, furniture maupun gaya arsitekturnya
B. Feel
Feel (pengalaman afektif) merupakan strategi dan implementasi untuk
memberikan pengaruh merek kepada konsumen melalui komunikasi (iklan), produk
(kemasan dan isinya), identitas produk (co-branding), lingkungan, websites, orang
yang menawarkan produk. Setiap perusahaan harus memiliki pemahaman yang jelas
mengenai cara penciptaan perasaan melalui pengalaman konsumsi yang dapat
menggerakkan imajinasi konsumen yang diharapkan konsumen dapat membuat
keputusan untuk membeli. Pengalaman afektif adalah hasil kontak dan interaksi yang
berkembang sepanjang waktu, di mana dapat dilakukan melalui perasaan dan emosi
yang ditimbulkan. Selain itu juga dapat ditampilkan melalui ide dan kesenangan serta
reputasi akan pelayanan konsumen. Tujuan utama membentuk pengalaman afektif
adalah untuk menggerakkan stimulus emosional (events, agents and objects) sebagai
bagian dari feel strategies sehingga dapat mempengaruhi emosi dan suasana hati
konsumen.
Pengalaman afektif merupakan pengalaman yang tercipta sedikit demi sedikit,
yaitu perasaan yang berubah-ubah, jarak antara mood yang positif atau negatif kepada
emosi yang kuat. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan
pengalaman afektif adalah:
13 Universitas Kristen Petra
1. Suasana hati (moods)
Moods merupakan pernyataan affective yang tidak spesifik. Suasana hati dapat
dibangkitkan dengan cara memberi stimuli yang spesifik. Suasana hati seringkali
mempunyai dampak yang kuat terhadap apa yang diingat konsumen dan merek apa
yang akan mereka pilih. Keadaan suasana hati dapat dipengaruhi oleh apa yang terjadi
selama konsumsi produk dan keadaaan hati untuk tercipta selama proses konsumsi.
Pada gilirannya dapat mempengaruhi evaluasi menyeluruh konsumen atas produk.
2. Emosi (emotion)
Emosi lebih kuat dibandingkan dengan suasana hati dan merupakan pernyataan
affective dari stimulus yang spesifik. Misalnya marah, iri hati dan cinta. Emosi-emosi
tersebut disebabkan oleh sesuatu/ seseorang (orang, peristiwa, perusahaan, produk atau
komunikasi). Emosi dasar merupakan komponen-komponen dasar dari kehidupan
konsumen, misalnya emosi-emosi positif seperti senang dan emosi negative
Perusahaan Hallmark adalah contohnya. Pada saat menjelang Natal, Hallmark
meluncurkan iklan TV yang menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang hampir
tidak dapat pulang berkumpul dengan keluarganya di hari Natal karena kendala salju
yang tebal. Dia akhirnya dapat mewujudkan keinginannya pada saat adik laki-lakinya
mulai menyanyikan Christmas Carols sehingga seluruh keluarga merasa bahagia dapat
berkumpul bersama. Hallmark mampu menyampaikan ‘feel’ Natal sebagai momen
untuk berbagi kasih bersama seluruh anggota keluarga
C. Think
Think (pengalaman kognitif kreatif) dilakukan untuk mendorong konsumen
sehingga tertarik dan berpikir secara kreatif sehingga mungkin dapat menghasilkan
evaluasi kembali mengenai perusahaan dan merek tersebut. Pengalaman ini lebih
mengacu pada masa depan, fokus, nilai, kualitas dan perkembangan, serta dapat
ditampilkan melalui hal-hal yang memberi inspirasi, teknologi dan kejutan. Iklan
pikiran biasanya lebih bersifat tradisional, dan memberikan pertanyaan-pertanyaan
yang tak terjawabkan, cara yang baik untuk membuat think campaign berhasil adalah:
14 Universitas Kristen Petra
a. Menciptakan sebuah kejutan yang dihadirkan baik dalam bentuk visual,
verbal ataupun konseptual, Kejutan merupakan suatu hal yang penting dalam
membangun pelanggan agar mereka terlibat dalam cara berpikir yang kreatif. Kejutan
harus bersifat positif, yang berarti pelanggan mendapatkan lebih dari yang mereka
minta, lebih menyenangkan dari yang mereka harapkan, atau sesuatu yang sama sekali
lain dari yang mereka harapkan yang pada akhirnya dapat membuat pelanggan merasa
senang.
b. Berusaha untuk memikat pelanggan namun, daya pikat ini tergantung dari
acuan yang dimiliki oleh setiap pelanggan. Terkadang apa yang dapat memikat
seseorang dapat menjadi sesuatu yang membosankan bagi orang lain, tergantung pada
tingkat pengetahuan, kesukaan, dan pengalaman pelanggan tersebut.
c. Memberikan sedikit provokasi. Provokasi dapat menimbulkan sebuah
diskusi, atau menciptakan sebuah perdebatan. Provokasi dapat beresiko jika dilakukan
secara tidak baik, agresif dan tidak berlebihan
Contoh lainnya adalah Benetton yang menampilkan iklan foto sejumlah tokoh
pemimpin dunia berciuman termasuk pemimpin agama Katolik. Iklan ini sangat
mengejutkan, oleh karena itu pemasar perlu berhati-hati dalam melakukan pendekatan
‘Think’ dan tidak terlalu provokatif serta berlebihan karena dapat merugikan. Dengan
membuat pelanggan berpikir beda hal ini akan berakibat mereka mengambil posisi
yang berbeda pula. Kadang kala posisi yang diambil ini bertentangan dengan harapan
pemasar. Sebagai contoh di atas yang awalnya ingin menyampaikan pesan yang baik
namun maksud yang diterima salah di persepsi masyarakat.
D. Act
Act (pengalaman fisik dan gaya hidup) merupakan upaya untuk menciptakan
pengalaman konsumen yang berhubungan dengan tubuh secara fisik, pola perilaku, dan
gaya hidup dalam jangka panjang, berdasarkan pengalaman yang terjadi dari interaksi
dengan orang lain. Di mana gaya hidup sendiri merupakan pola perilaku individu dalam
hidup yang direfleksikan dalam tindakan, minat dan pendapat. Penciptaan pengalaman
15 Universitas Kristen Petra
fisik dan keseluruhan gaya hidup dapat diterapkan dengan menggunakan trend yang
sedang berlangsung, atau dengan mendorong terciptanya trend budaya baru. Tujuan
penciptaan pengalaman fisik dan gaya hidup adalah untuk memberikan kesan terhadap
pola perilaku dan gaya hidup, serta memperkaya pola interaksi sosial melalui strategi
yang dilakukan. Jadi act di sini meliputi perilaku yang nyata atau gaya hidup yang lebih
luas. Ada berbagai cara untuk mengkomunikasikan act. Dalam Web pemasar dapat
menggunakan flash animations, di TV dengan iklan pendek. Pemilihan sarananya harus
hati-hati dan tepat sehingga dapat membangkitkan pengalaman yang diinginkan
E. Relate
Relate (pengalaman identitas sosial) merupakan gabungan dari keempat aspek
Experiential Marketing, yaitu: sense, feel, think dan act. Pengalaman identitas sosial
ditunjukkan melalui hubungan dengan orang lain, kelompok lain (misalnya pekerjaan,
gaya hidup) atau komunitas sosial yang lebih luas dan abstrak (misalnya negara,
masyarakat, budaya) serta menitik beratkan pada penciptaan persepsi positif dimata
konsumen.. Dalam hal ini, tujuan dari penciptaan pengalaman identitas sosial adalah
untuk menghubungkan konsumen dengan budaya dan lingkungan sosial yang
dicerminkan oleh produk atau jasa. Hard Rock Café (HRC) merupakan salah satu
contoh relate marketing, dengan berkumpul dan makan di HRC ini seseorang
bisadianggap sebagai bagian dari suatu komunitas. Mereka berkumpul dalam spirit
budayauniversal, yaitu budaya rock. Seiring dengan semakin kokohnya komunitas
rock danidentitas HRC, maka bisnis HRC semakin luas dengan mulai menjual
merchandise.
2.5 Pengertian Satisfaction
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari Bahasa latin “satis” (artinya cukup
baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan
sebagai “upaya pemenuhan sesuatu” atau “membuat sesuatu memadai”
(Tjiptono&Chandra,2011:292).
16 Universitas Kristen Petra
Kepuasan konsumen adalah penilaian atau merasa emosional konsumen
menggunakan produk atau layanan mana harapan dan kebutuhan mereka terpenuhi.
Kepuasan konsumen dipengaruhi oleh emosi, yang berdampak pada kesetiaan dan
ulangi pembelian. Oliver menyatakan bahwa pengalaman pembelian memuaskan satu
alasan untuk tetap tertarik pada produk, yang pada akhirnya mengarah untuk
mengulangi pembelian (Balqiah, 2002)
Menurut Lovelock & Wirtz (2011:74) kepuasan adalah suatu sikap yang
diputuskan berdasarkan pengalaman yang didapat. Sangat dibutuhkan penelitian untuk
membuktikan ada atau tidaknyaharapan sebelumnya yang merupakan bagian
terpenting dalam kepuasan. Kepuasan konsumen didefinisikan sebagai tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan
dibandingkan dengan harapannya (Kotler, 2005)
Umar (2003) menyatakan “everyone knows what (satisfaction) is until asked to
give a definition then it seems, nobody knows” bahwa kepuasan pelanggan
didefinisikan sebagai evaluasi pembelian, dimana persepsi terhadap kinerja alternative
produk atau jasa yang dipilih memenuhi harapan atau tidak, jika tidak maka yang
terjadi adalah ketidakpuasan.
Kepuasan pelanggan dapat memberi manfaat (Kotler , 2000)
1. Melakukan pembelian ulang
2. Memberikan rekomendasi yang baik tentang perusahaan kepada orang lain
3. Mendorong terciptanya loyalitas pelanggan
4. Kurang memperhatikan merek ataupun ikaln produk pesaing
5. Membeli produk yang lain dari perusahaan yang sama
2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan menurut pendapat Lupiyoadi
(2001), menyebutkan ada lima faktor yang mempengaruhi kepuasan yaitu sebagai
berikut:
17 Universitas Kristen Petra
a. Kualitas Produk Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Konsumen
rasional selalu menuntut produk yang berkualitas pada setiap pengorbanan
yang dilakukan untuk memperoleh produk tersebut. Dalam hal ini kualitas
produk yang baik akan memberikan nilai tambah di benak konsumen
(Lupiyoadi, 2001).
b. Kualitas pelayanan Kualitas pelayanan di bidang jasa, pelanggan akan
merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai
dengan yang diharapkan. Pelanggan yang puas akan menunjukkan
kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama. Pelanggan yang
puas cenderung akan memberikan persepsi terhadap produk perusahaan
(Lupiyoadi, 2001).
c. Emosional Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan
bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan
merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih
tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi
nilai sosial atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap
merek tertentu (Lupiyoadi, 2001).
d. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga
yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
konsumennya. Elemen ini mempengaruhi konsumen dari segi biaya yang
dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien
mempunyai harapan yang lebih besar (Lupiyoadi, 2001).
e. Biaya Konsumen tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa, mereka akan
cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut (Lupiyoadi, 2001).
Menurut Dutka (1994) terdapat tiga atribut yang dapat digunakan untuk
menciptakan kepuasan konsumen, yaitu:
18 Universitas Kristen Petra
- Value price relationship merupakan faktor sentral dalam menentukan
kepuasan konsumen, apabila nilai yang diperolah konsumen melebihi
apa yang dibayar, maka suatu dasar penting dari kepuasan konsumen
telah tercipta.
- .Product quality merupakan penilaian dari mutu suatu produk.
- Product benefit merupakan manfaat yang dapat diperoleh konsumen
dalam menggunakan suatu produk yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan dan kemudian dapat dijadikan dasar positioning yang
membedakan perusahaan tersebut dengan perusahaan lainnya.
- Product features merupakan ciri- ciri tertentu yang dimiliki oleh suatu
produk sehingga berbeda dengan produk yang ditawarkan pesaing.
- Product design merupakan proses untuk merancang gaya dan fungsi
produk yang menarik dan bermanfaat
- Product reliability and consistency merupakan keakuratan dan
keterandalan produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam
jangka waktu tertentu dan menunjukkan pengiriman produk pada
suatu tingkat kinerja khusus.
- Range of product or service merupakan macam dari produk/jasa
layanan yang ditawarkan oleh perusahaan.
2.6 Pengertian Repurchase Intention
Ndubisi dan Moi (2005) mengatakan bahwa pembelian ulang (repurchase)
bersifat bervariasi tergantung pada tingkat ketahananya (durability) suatu produk.
Untuk produk yang tidak tahan lama (non-durables), pembelian kembali diartikan
sebagai tindakan membeli lagi setelah pembelian pertama atau trial. Sedangkan untuk
produk yang tahan lama (durables), diartikan sebagai kesediaan konsumen untuk
membeliulang atau memberikan paling tidak satu saran kepada orang lain untuk
melakukan pembelian. Oliver menyatakan bahwa pengalaman pembelian yang
19 Universitas Kristen Petra
memuaskan menjadi salah satu alasan untuk tetap tertarik pada produk tersebut, yang
pada akhirnya mengarah pada pembelian ulang. Berdasarkan penelitian yang
dikemukakan oleh Busch dan Szymanski (1987, p. 430) menunjukkan hubungan yang
kuat antara karakteristik produk yang spesifik dengan keinginan membeli dari
konsumen
Menurut Kotler (1999:222) perilaku konsumen menentukan niat beli
konsumen. Pemasar perlu memusatkan perhatian pada niat beli konsumen. (Ajzen,
2005), berkata bahwa “minat beli adalah suatu keadaan dalam diri seseorang pada
dimensi kemungkinan subyektif yang meliputi hubungan antara orang itu sendiri
dengan beberapa tindakan”. Ajzen menambahkan bahwa minat beli mengacu pada
hasil dari tindakan yang kelihatan dalam situasi, yaitu minat untuk melakukan respon
nyata khusus yang akan diramalkan. Sedangkan menurut Fornell (1996) konsumen
yang puas akan melakukan kunjungan ulang pada waktu yang akan datang dan
memberitahukan kepada orang lain atas produk atau jasa yang dirasakan.
Menurut Ferdinand (2006), minat beli dapat diidentifikasikan melalui
indikator-indikator sebagai berikut :
a. Minat transaksional yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli produk.
b. Minat refrensial yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan
produk kepada orang lain.
c. Minat preferensial adalah minat yang menggambarkan perilaku seseorang
yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya
dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk preferensinya.
d. Minat eksploratif adalah minat yang menggambarkan perilaku seseorang
yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan
mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.
Menurut Chaplin (2005) minat merupakan suatu sikap yang kekal, mengikut
sertakan perhatian individu dalam memilih obyek yang dirasakan menarik bagi dirinya
20 Universitas Kristen Petra
dan minat juga merupakan suatu keadaan dari motivasi yang mengarahkan tingkah laku
pada tujuan tertentu. minat juga merupakan kesadaran individu terhadap suatu obyek
tertentu seperti benda, orang, situasi atau masalah yang mempunyai sangkut paut
dengan dirinya. Minat dipandang sebagai reaksi yang sadar, karena itu kesadaran atau
info tentang suatu obyek harus ada terlebih dahulu daripada datangnya minat terhadap
obyek tersebut, cukup kalau individu merasa bahwa obyek tersebut menimbulkan
perbedaan bagi dirinya.
Heiller (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Customer repurchase
intention: A general structural equation model medefinisikan repurchase intention
sebagai “the individual’s jugdement about buying again a designated service from the
same company, taking into account his or her current situation and likely
circumstances”. Dari definisi tersebut jelas terlihat bahwa repurchase intention terjadi
ketika konsumen melakukan kegiatan pembelian kembali untuk kedua kali atau lebih,
alasan pembelian kembali terutama dipicu oleh pengalaman konsumen terhadap
produk atau jasa
2.6.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Repurchase Intention
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Pembelian Suatu
Produk , Perilaku Konsumen menurut Schiffman, Kanuk (2004, p. 8) adalah perilaku
yang ditunjukkan konsumen dalam pencarian akan pembelian, penggunaan,
pengevaluasian, dan penggantian produk dan jasa yang diharapkan dapat memuaskan
kebutuhan konsumen. Sementara itu perilaku konsumen itu sendiri dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu:
1. Faktor Sosial
a. Group
Sikap dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak grup-grup kecil.
Kelompok dimana orang tersebut berada yang mempunyai pengaruh langsung disebut
membership group. Membership group terdiri dari dua, meliputi primary groups
(keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja) dan secondary groups yang lebih formal
21 Universitas Kristen Petra
dan memiliki interaksi rutin yang sedikit (kelompok keagamaan, perkumpulan
profesional dan serikat dagang). (Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp. 203-204).
b. Family (Keluarga)
Keluarga memberikan pengaruh yang besar dalam perilaku pembelian. Para
pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh suami, istri, dan anak dalam
pembelian produk dan servis yang berbeda. Anak-anak sebagai contoh, memberikan
pengaruh yang besar dalam keputusan yang melibatkan restoran fast food. (Kotler,
Bowen, Makens, 2003, p.204).
c. Roles and Status
Seseorang memiliki beberapa kelompok seperti keluarga, perkumpulan-
perkumpulan, organisasi. Sebuah role terdiri dari aktivitas yang diharapkan pada
seseorang untuk dilakukan sesuai dengan orang-orang di sekitarnya. Tiap peran
membawa sebuah status yang merefleksikan penghargaan umum yang diberikan oleh
masyarakat (Kotler, Amstrong, 2006, p.135).
2. Faktor Personal
a. Faktor Ekonomi
Keadaan ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk, contohnya
rolex diposisikan konsumen kelas atas sedangkan timex dimaksudkan untuk konsumen
menengah. Situasi ekonomi seseorang amat sangat mempengaruhi pemilihan produk
dan keputusan pembelian pada suatu produk tertentu (Kotler, Amstrong, 2006, p.137).
b. Lifestyle
Pola kehidupan seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, ketertarikan, dan
opini orang tersebut. Orang-orang yang datang dari kebudayaan, kelas sosial, dan
pekerjaan yang sama mungkin saja mempunyai gaya hidup yang berbeda (Kotler,
Amstrong, 2006, p.138)
c. Personality and Self Concept
Personality adalah karakteristik unik dari psikologi yang memimpin kepada
kestabilan dan respon terus menerus terhadap lingkungan orang itu sendiri, contohnya
22 Universitas Kristen Petra
orang yang percaya diri, dominan, suka bersosialisasi, otonomi, defensif, mudah
beradaptasi, agresif (Kotler, Amstrong, 2006, p.140). Tiap orang memiliki gambaran
diri yang kompleks, dan perilaku seseorang cenderung konsisten dengan konsep diri
tersebut (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.212).
d. Usia dan Life Cycle Stage
Orang-orang merubah barang dan jasa yang dibeli seiring dengan siklus
kehidupannya. Rasa makanan, baju-baju, perabot, dan rekreasi seringkali berhubungan
dengan umur, membeli juga dibentuk oleh family life cycle. Faktor-faktor penting yang
berhubungan dengan umur sering diperhatikan oleh para pelaku pasar. Ini mungkin
dikarenakan oleh perbedaan yang besar dalam umur antara orang-orang yang
menentukan strategi marketing dan orang-orang yang membeli produk atau servis.
(Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp.205-206)
e. Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibeli. Contohnya,
pekerja konstruksi sering membeli makan siang dari catering yang datang ke tempat
kerja. Bisnis eksekutif, membeli makan siang dari full service restoran, sedangkan
pekerja kantor membawa makan siangnya dari rumah atau membeli dari restoran cepat
saji terdekat (Kotler, Bowen,Makens, 2003, p. 207).
3 Faktor Psychological
a. Motivasi
Kebutuhan yang mendesak untuk mengarahkan seseorang untuk mencari
kepuasan dari kebutuhan. Berdasarkan teori Maslow, seseorang dikendalikan oleh
suatu kebutuhan pada suatu waktu. Kebutuhan manusia diatur menurut sebuah hierarki,
dari yang paling mendesak sampai paling tidak mendesak (kebutuhan psikologikal,
keamanan, sosial, harga diri, pengaktualisasian diri). Ketika kebutuhan yang paling
mendesak itu sudah terpuaskan, kebutuhan tersebut berhenti menjadi motivator, dan
orang tersebut akan kemudian mencoba untuk memuaskan kebutuhan paling penting
berikutnya (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.214).
23 Universitas Kristen Petra
b. Persepsi
Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengorganisasi, dan
menerjemahkan informasi untuk membentuk sebuah gambaran yang berarti dari dunia.
Orang dapat membentuk berbagai macam persepsi yang berbeda dari rangsangan yang
sama (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.215).
c. Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu proses, yang selalu berkembang dan berubah
sebagai hasil dari informasi terbaru yang diterima (mungkin didapatkan dari membaca,
diskusi, observasi, berpikir) atau dari pengalaman sesungguhnya, baik informasi
terbaru yang diterima maupun pengalaman pribadi bertindak sebagai feedback bagi
individu dan menyediakan dasar bagi perilaku masa depan dalam situasi yang sama
(Schiffman, Kanuk, 2004, p.207).
d. Beliefs and Attitude
Beliefs adalah pemikiran deskriptif bahwa seseorang mempercayai sesuatu.
Beliefs dapat didasarkan pada pengetahuan asli, opini, dan iman (Kotler, Amstrong,
2006, p.144). Sedangkan attitudes adalah evaluasi, perasaan suka atau tidak suka, dan
kecenderungan yang relatif konsisten dari seseorang pada sebuah obyek atau ide
(Kotler, Amstrong, 2006, p.145).
4. Faktor Cultural
a. Subculture
Sekelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan persamaan
pengalaman hidup dan keadaan, seperti kebangsaan, agama, dan daerah (Kotler,
Amstrong, 2006, p.130). Meskipun konsumen pada negara yang berbeda mempunyai
suatu kesamaan, nilai, sikap, dan perilakunya seringkali berbeda secara dramatis.
(Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.202).
b. Social Class
Pengelompokkan individu berdasarkan kesamaan nilai, minat, dan perilaku.
Kelompok sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja misalnya pendapatan,
24 Universitas Kristen Petra
tetapi ditentukan juga oleh pekerjaan, pendidikan, kekayaan, dan lainnya (Kotler,
Amstrong, 2006, p.132).
2.7. Hubungan Antar Konsep
Fenomena yang ada di masyarakat menegah atas khususnya, di golongan ini
termasuk golongan yang bisa di sebut tidak segan untuk mengeluarkan uang lebih
untuk mendapatkan sebuah pengalaman yang menarik saat melakukan suatu transaksi.
Dengan adanya pengalaman menarik selama proses yang terjadi di Ron’s Laboratory
Ciputra World Surabaya, diharapkan mampu membuat konsumen untuk memiliki niat
untuk membeli ulang dan menjadi pelanggan tetap.
Faktor yang berpengaruh terhadap Repurchase Intention adalah Experiential
Marketing yang terdiri dari Sense Experience, Feel Experience, Think Experience, Act
Experience, dan Relate Experience dan Satisfaction.
Experiential Marketing difokuskan pada pengalaman konsumen, evaluasi pada
situasi konsumsi, mempertimbangkan bahwa konsumen memiliki rasionalitas dan
emosionalitas (Schmitt, 1999). Experiential Marketing dapat diartikan sebagai sebuah
perpaduan antara praktis pemasaran non-tradisional dan modern yang diintegrasikan
dalam rangka meningkatkan pengalaman personal dan emosioanal terhadap merek
(Wolfe, 2005). Pada saat kepribadian akan sebuah produk tersebut telah melekat dalam
kehidupan konsumen, baik melalui pengalaman indera (sense), pengalaman afektif
(feel), pengalaman kognitif kreatif (think), pengalaman fisik dan gaya hidup (act), serta
pengalaman terhadap hubungan dengan kelompok refrensi (relate), maka secara
emosional konsumen tersebut akan memiliki ingatan yang kuat terhadap produk
tersebut, sehingga konsumen akan terus membeli atau mengkonsumsi produk tersebut.
Dengan kata lain, komitmen dari seorang konsumen terhadap produk tersebut
merupakan dampak dari kepuasan (satisfaction) yang didapatkan setelah
mengkonsumsi produk tersebut. Umar (2003) menyatakan “everyone knows what
(satisfaction) is until asked to give a definition then it seems, nobody knows” bahwa
kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai evaluasi pembelian, dimana persepsi
terhadap kinerja alternative produk atau jasa yang dipilih memenuhi harapan atau tidak.
25 Universitas Kristen Petra
Menurut Lovelock & Wirtz (2011:74) kepuasan adalah suatu sikap yang diputuskan
berdasarkan pengalaman yang didapat. Dengan demikian, seorang konsumen akan
merasa puas setelah merasakan pengalaman yang didapat, bila produk yang dibeli dan
layanan yang diberikan sesuai dengan harapannya dan akan merasa tidak puas jika
produk yang dihasilkan atau dikonsumsi tidak sesuai.
Pengalaman – pengalaman positif yang dirasakan konsumen terhadap sebuah
produk secra efektif telah berkembang dalam kehidupan konsumen. Oleh karena itu
Menurut Kotler (1999:222) perilaku konsumen menentukan niat beli konsumen.
Pemasar perlu memusatkan perhatian pada niat beli konsumen. Fornell (1996)
konsumen yang puas akan melakukan kunjungan ulang pada waktu yang akan datang
dan memberitahukan kepada orang lain atas produk atau jasa yang dirasakan. Dengan
kata lain interaksi konsumen terhadap lingkungan fisik toko juga telah memberikan
pengaruh kepada kepuasan konsumen secara keseluruhan dan pengalaman belanja
konsumen. Oleh karenanya, pada era bisnis yang sangat kompetitif saat ini, konsumen
membutuhkan lebih dari sekedar produk ataupun jasa. Sebuah pengalaman menarik
akan memberikan sesuatu yang berbeda bagi konsumen dalam menikmati
produk/jasanya. Saat konsumen dipuaskan oleh produk dan jasa yang diberikan melalui
sebuah pengalaman yang unik tersebut, maka konsumen akan cenderung membentuk
suatu sikap yang nantinya menimbulkan minat beli ulang pada suatu produk/jasa.
2.8. Penelitian Terdahulu
Penelitian oleh Chin Yun Yang (2009) yang berjudul”The Study of Repurchase
Intentions in Experiential Marketing – an Empirical Study of the Franchise Restaurant”
, meneliti mengenai pengaruh experiential marketing terhadap perilaku konsumen yaitu
minat beli ulang. Menurut Chin Yun terdapat pengaruh yang signifikan antara sense of
marketing dengan perilaku konsumen Mos Burger dalam minat pembelian kembali
(Repurchase Intention)
Penelitian oleh Dyah Pramesti (2010) yang berjudul “Pengaruh Experential
Marketing terhadap Loyalitas Konsumen dengan Kepasan konsumen sebagai variable
perantara studi pada konsumen subtitles viewing room Jakarta. Menurut Dyah terdapat
26 Universitas Kristen Petra
Pengaruh antara experiential marketing yang diterapkan Subtitles terhadap variable
loyalitas konsumen dengan variable kepuasan konsumen sebagai variable perantara.
Penelitian oleh Bagus Aji Indrakusuma (2011) yang berjudul “Analisis
Pengaruh Experential Marketing yang Menciptakan Kepuasan Konsumen pada
Pengguna Blackberry Smartphone”. Menurut Bagus tidak semua variable independen
secara bersama-sama berpengaruh secara positif terhadap kepuasan konsumen dan juga
berpengaruh positif secara individual terhadap kepuasan konsumen. Dimana feel
(perasaan) mempunyai nilai negatif terhadap kepuasan konsumen dan act (tindakan)
mempunyai pengaruh yang positif terhadap kepuasan konsumen.
2.9. Kerangka Berpikir
E
X
P
E
R
I
E
N
T
I
A
L
M
A
R
K
E
T
I
N
G
SENSE
EXPERIENCE
(X1)
FEEL
EXPERIENCE
(X2)
THINK
EXPERIENCE
(X3)
ACT
EXPERIENCE
(X4)
RELATE
EXPERIENCE
(X5)
REPURCHAS
E INTENTION
(Y2)
CUSTOMER
SATISFACTION
(Y1)
27 Universitas Kristen Petra
2.10. Kerangka Konseptual
Fenomena
Tingkat sektor usaha industri makanan dan minuman semakin meningkat dalam 3 tahun terakhir salah satunya es krim. Oleh sebab itu
banyak café maupun toko – toko menawarkan dengan berbagai macam konsep untuk memikat pelanggannya. Untuk mengatasi hal
tersebut dibutuhkan Experiential Marketing dan juga kepuasan dari pelanggan untuk mempengaruhi minat beli ulang pada pelanggan
tersebut
Rumusan Masalah
1. Apakah komponen sense experience mempengaruhi customer satisfaction konsumen Ron’s
Laboratory Ciputra Worlds Surabaya?
2. Apakah komponen feel experience mempengaruhi customer satisfaction konsumen Ron’s
Laboratory Ciputra Worlds Surabaya?
3. Apakah komponen think experience mempengaruhi customer satisfaction konsumen Ron’s
Laboratory Ciputra Worlds Surabaya?
4. Apakah komponen act experience mempengaruhi customer satisfaction konsumen Ron’s
Laboratory Ciputra Worlds Surabaya?
5. Apakah komponen relate experience mempengaruhi customer satisfaction konsumen Ron’s
Laboratory Ciputra Worlds Surabaya?
6. Apakah customer satisfaction mempengaruhi repurchase intention konsumen Ron’s
Laboratory Ciputra World Surabaya?
Kerangka Konseptual
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Generalized structured component analysis (GSCA) sebagai
kerangka Experiential Marketing yaitu ( Sense, Feel, Think, Act, Relate) dan Customer Satisfaction terhadap
Repurchase Intention dari Ron’s Laboratory Ciputra World Surabaya.
Hipotesis
H1: Diduga Sense experience berpengaruh positif terhadap customer satisfaction.
H 2: Diduga Feel experience berpengaruh positif terhadap customer satisfaction.
H 3: Diduga Think experience berpengaruh positif terhadap customer satisfaction.
H 4: Diduga Act experience berpengaruh positif terhadap customer satisfaction.
H 5: Diduga Relate experience berpengaruh positif terhadap customer satisfaction.
H 6: Diduga Satisfaction berpengaruh positif terhadap repurchase intention.
28 Universitas Kristen Petra
2.11. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
oleh karena itu rumusan masalah biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data (Sugiyono, 2002).
Hipotesis 1: Diduga Sense Experience berpengaruh positif terhadap Customer
Satisfaction.
Hipotesis 2: Diduga Feel Experience berpengaruh positif terhadap Customer
Satisfaction.
Hipotesis 3: Diduga Think Experience berpengaruh positif terhadap Customer
Satisfaction.
Hipotesis 4: Diduga Act Experience berpengaruh positif terhadap Customer
Satisfaction.
Hipotesis 5: Diduga Relate Experience berpengaruh positif terhadap Customer
Satisfaction.
Hipotesis 6 : Diduga Customer Satisfaction berpengaruh positif terhadap Repurchase
Intention.