15 Apologetika - Oleh Tiopan Manihuruk, M.th

11
A P O L O G E T I K A Oleh: Drs. Tiopan Manihuruk, M.Th Pengantar Sebagai orang percaya kepada Yesus adalah sangat mungkin kita mendapat serangan atau tuntutan untuk membela dan memberi penjelasan tentang apa yang kita yakini. Inilah yang disebut dengan apologetika. Kata apologetika berasal dari istilah yang digunakan pada pengadilan Yunani kuno di mana terdakwa diberi hak untuk menjawab atau berbicara tentang dakwaan yang dialamatkan kepadanya. Pembelaan Plato memberikan pernyataan klasik akan sebuah pembelaan verbal. Socrates dalam pembelaannya tentang kerusakan moral kaum muda di Athena berkata:”Never mind the manner, which may or may not be good; but think only of the truth of my words, and give heed to that: let the speaker speaks truly and the judge decides justly” 1 Apologetika berarti membela, memberikan jawab dan mempertahankan kebenaran yang kita yakini secara legal. Sedangkan dalam kekristenan, apologetika adalah sebuah sub-divisi dalam teologia yang menyajikan suatu paket pembelaan iman Kristen secara sistematis dan argumentatif. Dyrness mengatakan; “Apologetics is a a branch of theology that deals with the defence and proof of Christianity” 2 Dalam New Dictionary of Theology, disebutkan bahwa; “Apologetics, the term apologetics derives from a Greek term, apologia, and was used for a defence that a person like Socrates might make of his views and actions. The apostle Peter tells every Christian to be ready to give a reason (apologia) for the hope that is in him (1 Ptr 3: 15). Apologetics, then, is an activity of the Christian mind which attempts to show that the gospel message is true in what it affirms. An apologist is one who prepared to defend the message against criticism and distortion, and to give evidence of its credibility” . Dari pernyataan di atas, dapat diambil beberapa pengertian bahwa berapologetika berarti mempertahankan atau membela apa yang diyakini dalam konsep/teori dan tindakan sesuai iman kepercayaan; setiap orang Kristen harus siap sedia memberi pertanggungjawaban akan pengharapannya dalam Kristus terhadap para kritikus dan terhadap ajaran yang dapat mendistorsi kebenaran dan mampu memberikan bukti-bukti akan apa yang dipercayai. Apologetika sebagai cabang theologia berfokus pada pertanyaan subjektif bagaimana seseorang mengenal dan bagaimana dia menjadi 1 Plato, The Works of Plato, Edited by I. Edman, New York: Modern Library, 1956, p. 60 2 William Dyrness, Christian Apologetics in a World Community, InterVarsity Press, Illinois, 1982, p. 7 1

description

Bahan Doktrin

Transcript of 15 Apologetika - Oleh Tiopan Manihuruk, M.th

A P O L O G E T I K A Oleh: Drs. Tiopan Manihuruk, M.Th

Pengantar Sebagai orang percaya kepada Yesus adalah sangat mungkin kita mendapat serangan atau tuntutan untuk membela dan memberi penjelasan tentang apa yang kita yakini. Inilah yang disebut dengan apologetika. Kata apologetika berasal dari istilah yang digunakan pada pengadilan Yunani kuno di mana terdakwa diberi hak untuk menjawab atau berbicara tentang dakwaan yang dialamatkan kepadanya. Pembelaan Plato memberikan pernyataan klasik akan sebuah pembelaan verbal. Socrates dalam pembelaannya tentang kerusakan moral kaum muda di Athena berkata:Never mind the manner, which may or may not be good; but think only of the truth of my words, and give heed to that: let the speaker speaks truly and the judge decides justly[footnoteRef:2] Apologetika berarti membela, memberikan jawab dan mempertahankan kebenaran yang kita yakini secara legal. Sedangkan dalam kekristenan, apologetika adalah sebuah sub-divisi dalam teologia yang menyajikan suatu paket pembelaan iman Kristen secara sistematis dan argumentatif. Dyrness mengatakan; Apologetics is a a branch of theology that deals with the defence and proof of Christianity[footnoteRef:3] Dalam New Dictionary of Theology, disebutkan bahwa; Apologetics, the term apologetics derives from a Greek term, apologia, and was used for a defence that a person like Socrates might make of his views and actions. The apostle Peter tells every Christian to be ready to give a reason (apologia) for the hope that is in him (1 Ptr 3: 15). Apologetics, then, is an activity of the Christian mind which attempts to show that the gospel message is true in what it affirms. An apologist is one who prepared to defend the message against criticism and distortion, and to give evidence of its credibility. Dari pernyataan di atas, dapat diambil beberapa pengertian bahwa berapologetika berarti mempertahankan atau membela apa yang diyakini dalam konsep/teori dan tindakan sesuai iman kepercayaan; setiap orang Kristen harus siap sedia memberi pertanggungjawaban akan pengharapannya dalam Kristus terhadap para kritikus dan terhadap ajaran yang dapat mendistorsi kebenaran dan mampu memberikan bukti-bukti akan apa yang dipercayai. Apologetika sebagai cabang theologia berfokus pada pertanyaan subjektif bagaimana seseorang mengenal dan bagaimana dia menjadi percaya akan apa yang diyakininya. Dalam berapologetika, metapologetika berfokus pada pondasi atau dasar epistemologi khususnya dalam relasi orang yang belum percaya (natural theology, iman dan alasan serta keberatan-keberatan umum). Sedangkan theodicy mencoba menjawab semua bukti sanggahan tentang semua yang baik dan segala hal tentang Allah. [2: Plato, The Works of Plato, Edited by I. Edman, New York: Modern Library, 1956, p. 60] [3: William Dyrness, Christian Apologetics in a World Community, InterVarsity Press, Illinois, 1982, p. 7]

Apologetika dalam Perjalanan KekristenanSejak kelahirannya, kekristenan telah diperhadapkan untuk mempertahankan imannya yang mengaku percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah. Dalam penulisan kitab-kitab Injil semua didasarkan pada maksud khusus sesuai pembaca atau penerimanya, misalnya Injil Matius dialamatkan kepada pembaca Yahudi yang berbicara tentang Kemesiasan Yesus sesuai pengharapan dalam PL; Injil Markus banyak menyoroti karya Kristus sebagai Mesias yang menderita; Injil Lukas yang dialamatkan kepada pembaca Romawi yang berpendidikan menekankan kemanusiaan Yesus dan Injil Yohanes berfokus pada ketuhanan-Nya. Yesus dalam pelayanan-Nya juga berkali-kali mendapat desakan dari orang Farisi dan ahli Taurat tentang status dan ajaran yang disampaikan-Nya (Mt 16: 1-4; 21: 15-116, 23; 22: 23-32). Paulus menghadapi orang Yunani yang menganggap pemberitaan Injil adalah sebuah kebodohan dan orang Yahudi yang meminta tanda mujizat (1 Kor 1: 1-18). Rasul Petrus dan Yohanes juga berapologetika pada hari Pentakosta saat mereka yang penuh Roh dituduh sedang mabuk anggur (Kis 2: 13-40); Stefanus melakukan pembelaan sebelum mati martir (Kis 7: 1-53); Petrus mempertanggungjawabkan baptisan Kornelius di Yerusalem (Kis 11: 1- 18); sidang di Yerusalem yang dihadiri oleh Paulus dan Barnabas tentang sunat dan makanan yang haram (Kis 15); Paulus di rumah ibadat bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ serta di depan golongan Epikuros dan Stoa di Athena (Kis 17: 16- 34), dan Paulus di hadapan raja Agripa (Kis 26: 1-23). Dalam suratnya ke jemaat Kolose, Paulus mengkounter doketisme yang mengajarkan bahwa Yesus kelihatannya saja manusia; kepada jemaat Galatia, Paulus menekankan bahwa keselamatan adalah murni karya Kristus dan tidak perlu ditambah dengan sunat lahiriah (Yudaisme dan legalisme); Kepada Timotius Paulus mengingatkan akan bahaya ajaran asketisme (1 Tim 4: 3-5); Yohanes berhadapan dengan gnostik yang mengajarkan bahwa tidak mungkin yang ilahi itu menjadi materi (daging) karena materi itu jahat (menolak inkarnasi Kristus) dan gnostik juga mengajarkan bahwa seseorang tetap bisa punya hubungan yang baik dengan Tuhan secara rohani meskipun hidupnya amoral. Paska pelayanan para rasul, gereja tidak pernah berhenti diterpa badai ajaran (bidat), berbagai agama dan aliran kepercayaan hingga aneka pandangan atau paham filsafat (seperti naturalisme, idealisme, rationalisme, ateisme, humanisme, Marxisme dll) sampai pada postmodernisme (gerakan zaman baru dan pluralisme) masa kini. Kegamangan metode Rene Descartes (1596-1650) menjadi pardigma skeptisisme yang menentang kekristenan selama beberapa abad yang mengatakan bahwa seseorang harus tidak percaya pada klaim kebenaran apabila tidak ada bukti yang kuat akan hal itu. Kemudian tantangan muncul pada masa pencerahan oleh David Hume (1711-1776) yang menyerang konsep mujizat dalam kekristenan dan selanjutnya dengan epistemologi Immanuel Kant (1724-1804) mengaburkan pengenalan akan Allah. Pada abad ke 19 anti supra-naturalisme dengan serangan yang baru oleh David F. Strauss (1808-1874) dan Joseph E. Renan (1803-1898) yang memperdebatkan kelayakan Kitab Suci untuk dipercaya dan sejarah pribadi Yesus Kristus. Filsafat kontemporer menyerang dari dua sumber utama yakni modernitas (otonomi pikiran manusia) dan post-modernisme yang menekankan arti atau makna berdasarkan pandangan subjektif sehingga tidak ada lagi kebenaran yang absolut.Dengan menyadari perkembangan ajaran yang menentang kekristenan sejak dari dulu, karena itu selain memahami doktrin kekristenan, seorang Kristen juga seharusnya mengetahui kesalahan ajaran atau doktrin aliran-aliran baru dan bidat, sehingga dia siap sedia dan cakap untuk berapologetika. Sebagai contoh apologetika, misalnya, tentang doktrin Kristologi. Apologetika menyediakan dasar-dasar alasan mengapa kekristenan memiliki pengetahuan dan iman yang sedemikian tentang Kristus. Ruang lingkup apologetika adalah relasi antara iman dan alasan mengapa beriman (faith and reason). Dan harus diingat bahwa apologetika bukan hanya ditujukan kepada orang non Kristen dan para bidat, melainkan dalam realitanya bagian terbesar dari lingkup apolegetika seringkali adalah orang-orang Kristen sendiri. Bagi orang percaya, apologetika adalah sebagai penopang keyakinan (belief sustaining) dan bagi mereka yang belum beriman kepada Kristus, apologetika adalah sebagai pembentukan keyakinan (belief forming).

Elemen Apologetika1. Konteks: Allah mana yang harus dipercayai? Pada umumnya semua manusia percaya ada Allah2. Pandangan: Kerangka dasar iman yang memberi bentuk untuk dipertahankan.3. Starting point: Understand in order to believe atau believe in order to understand?

Metode Apologetika1. Autopistic apologetics: Menyatakan pandangan Kristen sebagai satu-satunya kebenaran yang dibuktikan dengan realita dan kehidupan moral dalam menghadapi pandangan yang non Kristen. Iman Kristen memiliki otentisitas sendiri atau layak dipercaya dalam dirinya sendiri (aoutos + pistos), karena Allah sendirilah yang berotoritas menyatakan diri-Nya (Ibr. 6: 13-18).2. Axiopistic apologetics: Allah telah merancang atau menata realita di mana melaluinya semua ciptaan-Nya dapat mengenal kebenaran. Kebenaran yang diklaim oleh kekristenan dianggap kredibel menggunakan standart yang sama di mana semua kebenaran yang diklaim itu adalah benar. Sehingga dengan demikian iman Kristen layak untuk dipercayai kebenarannya (axio + pistos) dengan kriteria eksternal sebagai bukti akan hal tersebut.3. Subjectivist apologetics: Dalam hal ini tidak ada kebenaran yang mutlak karena semua bergantung pada pandangan subjektif (realtivisme). Namun harus diakui bahwa hanya dengan mengalami anugerah Allah suatu kebenaran akan diklaim oleh orang Kristen.4. Relational apologetics: Perubahan hidup orang percaya dan kasih Allah yang dinyatakan kepada orang lain (orang percaya dan yang belum) akan membuktikan kebenaran kekristenan (1 Ptr. 2: 12).5. Cultural apologetics: Melalui perjalanan sejarah dan bagaimana kebenaran yang diimani oleh orang Kristen yang dapat mengubah hidup seseorang dan bagaimana nilai-nilai kekristenan berdampak positif bagi kehidupan manusia akan membuktikan kebenaran iman Kristen itu sendiri. Bd. 1 Ptr. 3: 15-16; 1 Ptr. 2: 12; 2 Kor. 12: 3; Yoh. 16: 7-11 dst

Beberapa doktrin bidat yang sering diperhadapkan dalam apologetika Kristen 1. Doktrin Allah a. Yudaisme: Allah terlalu jauh dari manusia. Untuk mengenalnya perlu cara-cara khusus karena Dia adalah misteri.b. Agnostik dan Mistik: Allah terlalu tinggi untuk diungkapkan dengan bahasa dan akal manusia yang terbatas. Allah lebih mudah dikenal dengan mistis (bukan berpribadi tetapi suatu keberadaan dalam proses besar alam semesta).c. Ateis modern: Kristus adalah suatu kesadaran atau prinsip vitalitas semesta alam (Teilhard de Chardin).d. Saksi Yehowa: Menolak doktrin tritunggal dan ketuhanan Yesus (Yesus adalah ciptaan tertinggi).e. Christian Science: Theomanist, mengakui adanya Allah tetapi tidak jelas dan tidak dikenal dalam pribadi Yesus.f. Mormon: Allah adalah proses keilahian. Seperti Allah sekarang, demikianlah kita kelak; seperti Allah dahulu, demikianlah manusia sekarang. Allah punya tubuh dan dapat dilihat.2. Doktrin manusia a. New Age Movement (NAM): Segala sesuatu adalah Allah. Manusia, alam dan Allah satu adanya.b. Theologia sekuler: Manusia itu otonom, baik, dapat mengandalkan ratio dan teknologi untuk memperbaiki keadaan manusia (pengaruh humanisme dan eksistensialisme).c. Pelagianisme: Kerusakan manusia tidak menyeluruh (not total depravity).d. Christian Science: Dosa adalah ilusi (khayalan rasa bersalah). Neraka juga khayalan. Manusia adalah ekspresi Allah yang adalah satu-satunya realita.e. Mormon: Evolusi kemanusiaan diawali dengan kejatuhan Adam.f. Saksi Yehowa dan Advent: Orang berdosa tidak dihukum kekal, tetapi dimusnahkan.3. Doktrin Kristus (Kristologi)a. Gnostik: Menyangkal Kalam menjadi manusia, karena materi itu jahat atau najis.b. Mormon dan Davinci Code: Yesus menikah di Kana.c. Saksi Yehowa: Sebagai ciptaan, Yesus adalah teladan, bukan Tuhan.d. Christian Science: Kristus itu kekal, dan Yesus adalah khayalan. 4. Doktrin Roh Kudus (Pneumatologi) a. Mormon: Roh Kudus adalah semacam benda kekal yang disalurkan dari atas.b. Saksi Yehowa: Bukan pribadi, melainkan sebagai kekuatan Allah (bukan Allah).c. Christian Science: Bukan oknum atau pribadi.5. Doktrin Keselamatan (Soteriologi)a. Christian Science: Membuang anggapan adanya dosa. Yesus yang pertama bertugas menghancurkan jerat yang mengikat manusia tentang adanya dosa, penyakit dan maut.b. Saksi Yehowa: Harus berjuang agar masuk ke dalam bilangan 144.000 orang pilihan yang masuk sorga (yang lain di bumi). Salib bukan penggantian, tetapi membuka kesempatan untuk masuk ke dalam kerajaan 1000 tahun.c. Mormon: Manusia harus memenuhi 4 hukum Injil: Iman, pertobatan, baptisan dan tumpang tangan. Ada pernikahan di akhirat.d. Advent: Keselamatan dengan memelihara Taurat dan sabbath.e. Karismatik ekstrim: Menekankan pengalaman tertentu sebagai bukti lahir baru.f. Asketisme: Mengekang hawa nafsu, menyiksa diri dan taat pada peraturan tertentu.g. Theologia Modern: Yesus hanya teladan bukan juruselamat.

6. Tentang imana. Hampir semua bidat mendasarkan imannya atas suatu filsafat atau ajaran tertentu (bukan Alkitab) yang biasanya disebut tafsir atau pelengkap yang syah.b. Menjadikan pengalaman orang tertentu (khususnya pemimpin) sebagai ajaran iman atau ukuran kebenaran. Misl. Bahasa roh, mujizat, pelepasan, tertawa kudus dll.c. Beriman berarti bertarak (selibat/asketik); pengembangan diri (Gerakan Zaman Baru).Berbagai Alasan Orang Menghindari Tanggungjawab Apologetika1. Yang penting kita percaya saja, apapun pertanyaan dan dakwaan orang lain. Banyak orang Kristen menghindar dari tugas apologetika karena iman yang buta atau percaya saja kepada apa yang dikatakan Alkitab dan tidak perlu memusingkan pandangan dan serangan pihak lain (internal maupun eksternal). Apa yang mereka akui dan percayai sebagai kebenaran akan dipegang teguh dan biarlah Allah sendiri berbicara kepada para kritikus dan penyerang doktrin kekristenan.2. Pemahaman yang salah akan perkataan Yesus dalam Matius 10: 19-20 Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu. Roh Kudus memang akan menolong dan berkata-kata bagi kita, namun hal itu bukan berarti kita tidak perlu belajar untuk menguasai atau memahami apa yang kita percaya sehingga mampu memberi pertanggungjawaban baik secara teori/konsep maupun praktika hidup. Kesiapan berapologetika tidak bisa diartikan sebagai kurang iman dan ketergantungan pada Roh Kudus. Sangatlah penting untuk dimengerti bahwa jaminan akan diberikannya kekuatan dari Roh Kudus tidak diartikan sebagai pengganti dari ketekunan dan kesetiaan dalam mempelajari dan mempersiapkan diri untuk berapologetika. 3. Tugas pembelaan iman (berapologetika) adalah tanggungjawab para pemimpin gereja dan ahli teologia. Setiap orang percaya memiliki tanggungjawab yang sama dalam membela dan mempertahankan apa yang dia yakini benar yang bersumber dari Allah melalui Alkitab. lih. 1 Ptr 3: 15; Fil 1: 7, 16.

Beberapa Prinsip atau Cara Berapologetika (1 Ptr 3: 15-16)1. Kuduskan Kristus di dalam hati sebagai Tuhan (ay. 15a). Hal ini penting supaya apabila mereka memfitnah kita akan hidup kita yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu (ay. 16b). Harus disadari bahwa salah satu bukti keabsahan kebenaran ajaran yang kita yakini adalah selaras dengan hidup yang saleh dan menjadi teladan. Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Paulus mengatakan; Aku melatih tubuhku dan menguasai seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil aku sendiri tidak ditolak ( 1 Kor 9: 27), dan lihat juga 2 Tim 3: 10; Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku. Seorang apologet harus menyadari bahwa siapa kita dan apa yang kita kerjakan berbicara lebih keras daripada apa yang kita ucapkan (who we are and what we do, speaks louder than what we say). Kebenaran Firman Tuhan yang kita sampaikan (sebagai pembelaan) akan mendapat resistensi yang kuat apabila tidak disertai dengan hidup yang saleh dan tindakan kasih sebagai buah iman kepada Kristus. Justru ajaran yang benar disertai dengan kesalehan hidup akan menciptakan apologetika yang efektif. lih 1 Tim 4: 16 Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau 2. Siap sedia pada segala waktu untuk memberikan pertanggungjawaban tentang pengharapan yang ada padamu (ay. 15b) bd. Mt 10: 17-18. Untuk mampu berapologetika pada segala waktu haruslah disertai dengan penguasaan pokok-pokok inti (dasar) dari apa yang kita imani (pengharapan kita) seperti doktrin Allah dan Tritunggal, Kristologi, pneumatologi, bibliologi, soteriologi, hamartiologi, ekklesiologi, eskatologi, sakramen (baptisan dan perjamuan kudus) dan seterusnya. Serangan atau dakwaan dapat terjadi setiap saat dan keadaan, karena itu akan lebih baik apabila memahami semua kebenaran yang kita imani atau minimal doktrin dasar kepercayaan kita. Dan menurut William Dyrness dalam berapologetik adalah jauh lebih penting membangun sebuah kerangka (framework) terminologi akan dakwaan yang mungkin terjadi dari pada sekedar menjawab sejumlah pertanyaan tentang iman percaya kita.[footnoteRef:4] [4: William Dyrness, Christian Apologetics In a World Community, InterVarsity Press, Illinois, 1982, p. 13]

3. Objek apologetika adalah mereka yang memintanya. Kata mereka yang memintanya tidak selamanya berasal dari luar (agama lain dan bidat) tetapi juga sering oleh warga gereja sendiri. Berapologetika tidak sedang menggembor-gemborkan iman percaya secara bombastis, akan tetapi kita mampu memberikan pertanggungjawaban kepada mereka yang meminta atau membutuhkannya. Apologetika juga berbeda dengan PI meskipun melalui hal tersebut pemberitaan Injil dapat terjadi. Memang ada kemungkinan mereka sekedar menguji kemampuan, mempertanyakan kebenaran, mau berdebat atau diskusi, bermaksud menyalahkan atau menyudutkan dan lain-lain, namun sebagai orang beriman kita harus bersedia memberi jawaban atas pertanyaan atau dakwaan mereka.4. Metode berapologetika haruslah dengan lemah lembut, hormat dan dengan hati nurani yang murni (ay. 16b) serta harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (Mt 10: 16). Tujuan apologetika dan kebenaran yang disampaikan sering kali tidak mencapai sasaran bukan karena kesahihan kebenaran tersebut dipertanyakan atau diragukan, akan tetapi karena metode dan sikap hidup yang salah. Ketika berapologetika kita tidak hanya berfokus pada tujuannya, akan tetapi sangat perlu memperhatikan cara dan karakter kita. Rasul Petrus mengatakan beberapa metode antara lain dengan lemah lembut dan hormat (gentleness and respect, NIV), bukan dengan kasar dan kemarahan (emosional) dan tetap menghormati mereka sebagai pribadi yang harus dikasihi. Jika kita menunjukkan sikap lemah lembut dan hormat (meskipun kita sedang diserang), maka hal itu akan melahirkan kesan positif dan tanda tanya pada mereka karena ternyata kebenaran ajaran yang kita miliki terpancar dan disertai dengan hidup atau karakter yang saleh. Selain lemah lembut dan hormat, sikap yang perlu dikembangkan adalah hati nurani yang murni (keeping a clear conscience). Dalam apologetika, kita murni membela dan memberi penjelasan akan pengharapan atau keyakinan kita tanpa bermaksud melakukan serangan balik akan keyakinan mereka. Dengan tulus kita menjelaskan dan menjawab pertanyaan mereka tanpa ada niat lain (bagaikan mercu suar yang memancarkan cahayanya). Kebenaran diberitakan atau dipertahankan dengan kemurnian hati dan ketika melalui penjelasan kita terbukti bahwa apa yang mereka imani adalah salah, namun hal tersebut adalah sebagai dampak (side-effect not main goal). Dalam hal ini berlakulah peribahasa latin yang berkata; Ars longa vita brevis (agungkanlah kebenaran karena kebenaran itu pasti menang). Di bagian lain Yesus mengajarkan para murid-Nya membangun sikap cerdik dan tulus karena mereka diutus seperti domba ke tengah-tengah serigala (Mt. 10: 16-18). Dalam menghadapi serangan atau ancaman yang sedemikian itu memang sangat diperlukan kolaborasi iman, keberanian, kecerdikan dan ketulusan. Yesus sangat menekankan perpaduan kecerdikan dan ketulusan dalam menghadapi para musuh, sebab cerdik tanpa tulus akan menjadi penipu; tulus tanpa cerdik akan tertipu. Orang percaya diajarkan Yesus untuk tidak menipu dan tertipu dalam menghadapi serangan dan ancaman khususnya ketika berapologetika.5. Sadari dan yakinilah bahwa Tuhan melalui Roh-Nya akan menyertai dan mengajari kita (Mt 10: 19-20). Tidak semua (mungkin kebanyakan) orang Kristen adalah sebagai jemaat biasa yang kurang memahami doktrin atau azas kepercayaannya. Karena itu setiap jemaat dituntut untuk mempelajari dan memahami melalui diskusi dan belajar sendiri agar dia bertumbuh sehingga tidak diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan (Ef 4: 14; Kol 2: 8-9). Namun perlu diingat juga bahwa orang yang banyak mengetahui atau menguasai doktrin kekristenan tidak otomatis mampu menjadi seorang apologet yang handal. Tidak seorangpun mampu berapologetika dengan tepat tanpa pertolongan Roh Kudus. Sebab hanya dengan pekerjaan Roh Kuduslah manusia diinsafkan akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh 16: 8-11), serta hanya dengan karya Roh Kudus seseorang dapat percaya dan mengaku Yesus adalah Tuhan (1 Kor 12: 3). Karena itu baik mereka yang kurang memahami dan mereka yang mahir akan doktrin kekristenan sangat membutuhkan pertolongan dan kuasa Tuhan (1 Tes 1: 5). Itulah sebabnya selain hidup kudus dan menjadi teladan, ketergantungan kepada Roh Kudus merupakan hal yang mutlak dalam memberikan pertanggungjawaban iman dan pengharapan kita.

Dampak Apologetika Apologetika sebagai jalan penginjilan. Kemampuan untuk mempertahankan kepercayaan dan pengharapan kita akan melahirkan peluang penginjilan. Dalam apologetika seorang Kristen mempersiapkan diri bukan hanya ketika diminta pertanggungjawaban imannya, melainkan juga menyediakan waktu untuk membangun sebuah jembatan dan kesempatan menyatakan iman Kristen melalui sebuah diskusi. Inilah yang disebut dengan apologetika positif. G. C. Berkouwer mengatakan; Apologetic should be seen not as a defensive movement, but as a courageously ventured witness to the truth in the strength of the Christian faith.[footnoteRef:5] Saat kita berapologetika, kebenaran otomatis akan disampaikan secara langsung. Karena itu kita tidak perlu sungkan atau takut dalam menyampaikan iman dan pengharapan kita dalam Kristus Yesus secara cerdik dan tulus kepada siapapun yang meminta pertanggungjawaban. [5: G. C. Berouwer, A Half Century of Theology, Grand Rapids, Michigan, Eerdmans, 1977, p. 26]

Menguatkan iman orang percaya. Orang Kristen sering kali mengalami keraguan. Dengan mempelajari kebenaran firman Tuhan, seseorang akan lebih siap berapologetika (karena bertumbuh dalam pengenalan dan pengetahuan akan kebenaran) yang tentunya sekaligus juga membuat dia bertambah yakin dan lebih semangat untuk taat sebagai anak Tuhan. Selain iman dan ajaran Kristen semakin disebarkan, melalui apologetika yang disertai hidup kudus akan membungkamkan dakwaan kelompok tertentu sehingga serangan akan diminimalkan serta mereka akan datang kepada Kristus, Sang Kebenaran itu.

Selamat melayani melalui apologetika!

8