14728251022-Ingratsusi Marviani-laporan Praktikum Kimia Lanjut Protein Biuret
-
Upload
ingratsusi-marviani -
Category
Documents
-
view
43 -
download
1
description
Transcript of 14728251022-Ingratsusi Marviani-laporan Praktikum Kimia Lanjut Protein Biuret
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LANJUT
PERCOBAAN IIPENENTUAN KADAR PROTEIN SECARA BIURET
Dosen Pengampu : Dr. rer. nat. SenamDr. Hari Sutrisno
Oleh :
INGRATSUSI MARVIANI14728251022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIAPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA2 0 1 5
PERCOBAAN IIPENENTUAN KADAR PROTEIN SECARA BIURET
A. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar protein dalam larutan sampel dengan metode Biuret.
B. Dasar Teori
Protein berasal dari kata protos atau proteos yang berarti pertama atau
utama. Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan atau
manusia. Oleh karena sel merupakan pembentuk tubuh, maka protein yang terdapat
dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan
tubuh. Protein merupakan molekul besar dengan bobot molekul bervariasi antara
5000 sampai jutaan. Dengan cara hidrolisis oleh asam atau oleh enzim, protein akan
menghasilkan asam-asam amino. Ada 20 jenis asam amino yang terdapat dalam
molekul protein. Asam-asam amino ini terikat satu sama lain dengan ikatan peptida
(Poejiadi, 2006).
Dalam bahan pangan, protein umumnya digolongkan menjadi protein
globular, protein serat (fibrous), dan protein konyugasi. Protein globular umumnya
mempunyai sifat dapat larut dalam air, dalam larutan asam dan basa dan etanol.
Protein dapat mengalami denaturasi dengan pemanasan yang mengakibatkan sifat
kelarutannya dalam air hilang. Salah satu protein globular adalah albumin yang
banyak terdapat dalam telur (Andarwulan, 2011).
Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat
gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Menurut Whitaker &
Tannenbaum (1977), protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki
susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk
menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain, tetapi di samping adanya
hal-hal yang menguntungkan tersebut. Winarno (2002), menyebutkan bahwa telur
juga memiliki sifat yang mudah rusak. Menurut Whitaker & Tannenbaum (1977),
kerusakan pada telur dipicu oleh kandungan beberapa komponen zat nutrisi dan zat
lainnya. Beberapa zat nutrisi yang dikandung telur ayam per 100 g dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 1. Komposisi Telur Ayam
Komposisi Telur Utuh Putih Telur Kuning Telur
Air (%) 73,70 88,57 48,50
Protein (%) 13,00 10,30 16,15
Lemak (%) 11,50 0,03 34,65
Karbohidrat (%) 0,65 0,65 0,60
Abu (g) 0,90 0,55 1,10
Sumber : Winarno (2002)
Sebutir telur terdiri atas kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membran
kulit telur, putih telur (albumen), kuning telur (yolk), bakal anak ayam (germ spot)
dan kantung udara. Telur terdiri dari tiga komponen utama, yaitu bagian kulit telur
8-11%, putih telur (albumen) 57-65% dan kuning telur 27-32% (Bell and Weaver,
2002; Cunningham, 1976). Struktur bagian-bagian telur menurut Romanoff &
Romanoff (1963) dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
Gambar 1. Struktur Bagian-Bagian Telur(Sumber : Romanoff & Romanoff)
Protein dapat ditetapkan kadarnya dengan metode biuret. Prinsip dari metode
biuret adalah ikatan peptida dapat membentuk senyawa kompleks berwarna ungu
dengan penambahan garam kupri dalam suasana basa. Reaksi biuret terdiri dari
campuran protein sodium hidroksida (berupa larutan) dan tembaga sulfat. Warna
violet adalah hasil dari reaksi ini. Reaksi ini tidak terjadi pada makromolekul
lainnya (Carpette, 2005).
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi
difraksi dengan detector fototube. Alat yang digunakan disebut dengan
spektrofotometer. Komponen utama dari spektrofotometer yakni sumber cahaya,
pengatur intensitas, monokromator, kuvet, detector, penguat dan indikator
(Poedjiadi, 2006).
Penetapan kadar protein secara biuret dilakukan dengan bantuan alat
spektrofotometer. Prinsipnya adalah pengukuran serapan cahaya oleh ikatan
kompleks berwarna ungu yang terjadi bila protein bereaksi dengan ion Cu2+ dalam
suasana basa. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm, ini
merupakan panjang gelombang serapan maksimum untuk warna ungu.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Gelas beker
b. Tabung reaksi
c. Rak tabung reaksi
d. Pipet ukur 1 ml – 10 ml
e. Pipet tetes
f. Push ball
g. Labu ukur 10 ml dan 100 ml
h. Spektrofotometer UV-VIS
i. Stopwatch
j. Vortex mixer
2. Bahan
a. Telur bebek 1 butir
b. Telur ayam 1 butir
c. Reagen biuret (sudah tersedia)
Larutan 1,5 g CuSO4.5H2O dan 6 g Natrium kaliu tartrat
(NaKCO4O6.4H2O) ke dalam 500 ml aquades di dalam labu takar 1 L.
Larutan ditambah dengan 300 ml NaOH 10% sambil dikocok. Air
ditambahkan hingga tanda batas. Larutan biru dapat disimpan di dalam
almari dengan suhu 4OC. Pembuatan larutan yang tidak hati-hati dapat
menimbulkan endapan yang berwarna hitam atau merah. Reagen yang telah
mengandung endapan tidak boleh digunakan lagi.
d. Larutan standar protein (dibuat sendiri oleh praktikan)
Larutan standar protein dihasilkan dari melarutkan serum albumin murni
atau yang sering dikenal sebagai BSA (bovine serum albumin) atau kasein
dalam air dengan kadar 10 mg/ml. Proses pembuatan larutan standar ini agar
protein mudah larut dapat ditambah dengan beberapa tetes larutan NaOH
3%.
D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Blanko
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Larutan Blanko
2. Pembuatan Larutan Standar
Diencerkan larutan protein standar dari konsentrasi awal (20 mg/mL) menjadi 14
mg/mL; 12 mg/mL; 10 mg/mL; 8mg/mL; 6 mg/mL dengan aturan sesuai tabel
Tabel 2. Pembuatan Larutan Standar Berbagai Konsentrasi
No. Konsentrasi Awal
Volume Volume Aquades yang ditambahkan
Konsentrasi Akhir
1. 20 mg/ml 7 ml 3 ml 14 mg/ml
2. 14 mg/ml 8,5 ml 1,5 ml 12 mg/ml
3. 12 mg/ml 8,3 ml 1,7 ml 10 mg/ml
4. 10 mg/ml 8 ml 2 ml 8 mg/ml
5. 8 mg/ml 7,5 ml 2,5 ml 6 mg/ml
3. Pembuatan Larutan Protein dari Telur Bebek dengan Pengenceran 100 kali
Gambar 3. Diagram Alir Pengenceran Telur Bebek 100 kali
Digojog
Memasukkan larutan B ke dalam tabung reaksi
Membuat larutan B dengan 1 ml larutan A + 9 ml Aquades
Memasukkan larutan A ke dalam tabung
Membuat larutan A dengan mencampurkan 1 ml putih telur bebek + 9 ml Aquades
Melarutkan 1 ml aquades + 1 ml biuret
Memasukkan dalam tabung reaksi
4. Pembuatan Larutan Protein dari Telur Bebek dengan Pengenceran 500 kali
Gambar 4. Diagram Alir Pengenceran Telur Bebek 500 kali
5. Pembuatan Larutan Protein dari Telur Ayam dengan Pengenceran 100 kali
Gambar 5. Diagram Alir Pengenceran Telur Ayam 100 kali
6. Pembuatan Larutan Protein dari Telur Ayam dengan Pengenceran 500 kali
Gambar 6. Diagram Alir Pengenceran Telur Ayam 500 kali
E. Hasil Pengamatan
1. Penentuan Waktu Kestabilan (Operating Time) pada Panjang Gelombang 540 nm
Tabel 2. Data Penentuan λmax
Konsentrasi
(mg/ml)
Waktu
(menit)Absorbansi (A)
8 mg/ml 0 0,461
5 0,485
10 0,491
20 0,494 (Waktu Stabil)
25 0,497
30 0,497
Membuat larutan D dengan mencampurkan 1 ml putih telur ayam + 9 ml Aquades
Digojog
Memasukkan larutan E ke dalam tabung reaksi
Membuat larutan E dengan 1 ml larutan D + 9 ml Aquades
Memasukkan larutan D ke dalam tabung reaksi
Membuat larutan C dengan melarutkan 2 ml larutan B + 8 ml Aquades
Memasukkan larutan C ke dalam tabung reaksi dan digojog
Membuat larutan F dengan melarutkan 2 ml larutan E + 8 ml aquades
Memasukkan larutan F ke dalam tabung reaksi dan digojog
2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal
Tabel 3. Panjang Gelombang Maksimal
Konsentrasi (mg/ml)
Panjang gelombang (nm)
Absorbansi (A)
8 mg/ml
450 0,215460 0,251470 0,306480 0,367490 0,428500 0,495510 0,557520 0,604530 0,637540 0,651 (λmax)
550 0,645560 0,628570 0,602
3. Konsentrasi Larutan Blanko, Standar dan Sampel pada Panjang Gelombang 540 nm
Tabel 4. Konsentrasi Larutan Blanko, Standar dan Sampel
LarutanKonsentrasi
(mg/ml)Absorbansi
(A)Blanko 0 0Standar 6 0,319
8 0,35910 0,51812 0,52814 0,651
Telur bebek
Pengenceran 100 kaliPengenceran 500 kali
Telur ayam
Pengenceran 100 kaliPengenceran 500 kali
Berikut grafik persamaan regresi berdasarkan hasil analisis menggunakan Program
Excel.
0 2 4 6 8 10 12 14 160
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
f(x) = 0.0456027027027028 x + 0.0158108108108108R² = 0.981020873845865f(x) = 0.0456027027027028 x + 0.0158108108108108R² = 0.981020873845865
konsentrasi
absorbansi
Gambar 7. Grafik Absorbansi - Konsentrasi
F. Perhitungan
1. Pembuatan 10 ml Larutan Standar 8 mg/ml
M1 x V1 = M2 x V2
10 mg/ml x V1 = 8 mg/mL x 10 mLV1 = (800 mg/10 mg/mL)
= 8 mL
2. Penentuan Absorbansi Sampel
Tabel 5. Penentuan Absorbansi Sampel
No Sampel Pengenceran Pengulangan AbsorbansiAbsorbansi rata-
rata
1. Telur Ayam 100 kali I 0.067 0.0645
2. Telur Ayam 100 kali II 0.062
3. Telur Ayam 500 kali I 0.064 0.064
4. Telur Ayam 500 kali II 0.064
5. Telur Bebek 100 kali I 0.067 0.065
6. Telur Bebek 100 kali II 0.063
7. Telur Bebek 500 kali I 0.062 0.062
8. Telur Bebek 500 kali II 0.062
3. Penentuan Konsentrasi Sampel
a) Telur ayam
Pengenceran 100 kali
Absorbansi (y) = 0,067 A
y = 0,0456x + 0,0158
0,067 = 0,0456x + 0,0158
0,0456x = 0,067 – 0,0158
x = 1,15
X rata – rata = (x1 + x2)/2
= (1,15 + 1,044)/2
= 1,11
Absorbansi (y) = 0,062 A
y = 0,0456x + 0,0158
0,062 = 0,0456x + 0,0158
0,0456x = 0,062 – 0,0158
x = 1,044
Kadar protein = x X faktor
pengenceran
= 1,11 X 100 kali
= 110 mg/ml
Pengenceran 500 kali
Absorbansi (y) = 0,064 A
y = 0,0456x + 0,0158
0,064 = 0,0456x + 0,0158
0,0456x = 0,064 – 0,0158
x = 1,088
X rata – rata = (x1 + x2)/2
= (1,088 + 1,088)/2
= 1,088
Absorbansi (y) = 0,064 A
y = 0,0456x + 0,0158
0,064 = 0,0456x + 0,0158
0,0456x = 0,064 – 0,0158
x = 1,088
Kadar protein = x X faktor
pengenceran
= 1,088 X 500 kali
= 544 mg/ml
b) Telur Bebek
Pengenceran 100 kali
AbsorbaSnsi (y) = 0,067 A
y = 0,0456x + 0,0158
0,067 = 0,0456x + 0,0158
0,0456x = 0,067 – 0,0158
X rata – rata = (x1 + x2)/2
= (1,15 + 1,066)/2
= 1,111
x = 1,15
Absorbansi (y) = 0,063 A
y = 0,0456x + 0,0158
0,063 = 0,0456x + 0,0158
0,0456x = 0,063 – 0,0158
x = 1,066
Kadar protein = x X faktor
pengenceran
= 1,111 X 100 kali
= 111,1 mg/ml
Pengenceran 500 kali
Absorbansi (y) = 0,062 A
y = 0,0456x + 0,0158
0,062 = 0,0456x + 0,0158
0,0456x = 0,062 – 0,0158
x = 1,044
X rata – rata = (x1 + x2)/2
= (1,044 + 1,044)/2
= 1,044
Absorbansi (y) = 0,062 A
y = 0,0456x + 0,0158
0,062 = 0,0456x + 0,0158
0,0456x = 0,062 – 0,0158
x = 1,044
Kadar protein = x X faktor
pengenceran
= 1,044 X 500 kali
= 522 mg/ml
G. Pembahasan
Protein merupakan suatu makromolekul yang terdiri dari monomer-
monomer berupa asam amino. Protein memiliki peran yang sangat penting, salah
satunya sebagai pembangun tubuh. Protein dapat diperoleh dari tumbuhan (protein
nabati) maupun dari hewan (protein hewani). Salah satu contohnya ialah telur.
Pada percobaan kali ini, yakni percobaan mengenai penetapan kadar protein
secara biuret ini bertujuan untuk mengetahui atau menetapkan kadar protein secara
biuret dengan menggunakan alat spektrofotometer yakni dengan cara melihat
kekuatan serapan atau absorban dari setiap sampel. Pada percobaan ini sampel yang
digunakan adalah sampel putih telur ayam dan putih telur bebek.
Sebelum sampel putih telur ayam dan putih telur bebek yang telah
diencerkan dengan aquades ditambahkan dengan pereaksi biuret, perlu dilakukan
pengukuran waktu kestabilan. Dari hasil pengukuran, diketahui waktu kestabilannya
berada pada menit ke-20 dengan nilai absorbansinya sebesar 0,494 A. Setelah
diketahui waktu kestabilannya, ditambahkan sebanyak 4 ml reagen Biuret ke dalam
masing-masing sampel putih telur yang telah diencerkan sebanyak 100 kali dan 500
kali. Tujuan penambahan pereaksi biuret adalah untuk membuat larutan menjadi
berwarna, karena penentuan selanjutnya dengan menggunakan spektrofotometer, di
mana larutan hendaknya berwarna.
Penambahan biuret pada putih telur menghasilkan warna biru. Secara teori
perubahan warna yang seharusnya setelah penambahan biuret pada larutan protein
ialah warna ungu. Perbedaan hasil yang diperoleh dengan teori yang telah
dikemukakan sebelumnya kemungkinan dipengaruhi oleh pereaksi biuret yang
digunakan sudah tidak memenuhi syarat atau sudah mengalami kerusakan. Adapun
perubahan warna tersebut dapat terjadi karena adanya pembantukan kompleks
antara ion Cu2+ pada pereaksi biuret dengan gugus amino pada protein. Reaksi biuret
bergantung pada pembentukan suatu kompleks antara ion Cu2+ dan 4 atom N-peptida
pada protein dalam suasana basa.
Setelah larutan sampel ditambahkan dengan biuret dan didiamkan selama 20
menit. 20 menit ini merupakan OT (operating time), yaitu waktu yang dibuthkan
agar seluruh reaktan/protein bereaksi seluruhnya dengan reagen. Setelah 20 menit,
kemudian dilakukan pengukuran terhadap sampel dengan menggunakan
spektrofotometer. Sampel diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.
Panjang gelombang 540 nm ini merupakan panjang gelombang serapan maksimum
untuk warna ungu. Reaksi yang terjadi pada penetapan kadar protein secara Biuret
adalah :
Dari hasil percobaan dan pengamatan menunjukkan bahwa semakin banyak
dilakukan pengenceran, nilai absorbansinya semakin rendah. Hasil ini berkaitan
dengan jumlah konsentrasi sampel putih telur ayam dan putih telur bebek yang ada
pada larutan, yaitu semakin banyak volume sampel maka akan semakin besar
konsentrasinya. Setelah diperoleh nilai absorbansinya masing-masing, kemudian
dihitung berapa kadar proteinnya.
Dari hasil perhitungan diperoleh, konsentrasi sampel putih telur bebek
sebesar 111 mg/ml dan sampel putih telur ayam sebesar 110 mg/ml masing-masing
untuk 100 kali pengenceran. Setelah melihat dan membandingkan hasil yang
diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kadar protein yang terkandung dalam sampel
putih telur bebek lebih banyak dibandingkan dengan kadar protein yang terkandung
dalam sampel putih telur ayam.
H. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan didapatkan kadar protein
putih telur bebek sebesar 111 mg/ml dan kadar protein putih telur ayam sebesar 110
mg/ml. Penentuan kadar protein ini menggunakan panjang gelombang 540 nm.
G. Daftar Pustaka
Andarwulan, N., Kusnandar, F dan Herawati, D. (2011). Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat
Bell, D.D. (2002). Anatomy of The Chicken. In: Bell, D.D and W. D. Weaver Jr., editor. Commercial Chicken Meat and Egg Production Fifth edition. USA: Springer Science+Business Media, Inc.
Carpette. (2005). An Introduction to Practical Biochemistry. Great Britain: Mc Graw Hill Book Company.
Poedjiadi, A. (2005). Dasar-Dasar Biokimia edisi revisi. Jakarta: UI-Press.
Romanoff, A.L., & Romanoff, A.J. (1963). The Avian Egg. New York: John Wily and Sons, Inc.
Sutrisno, H., Senam. (2015). Penuntun Praktikum Kimia. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Whitaker, J.R. and Tannenbaum, S.R. (1997). Food Protein. Westport, Connecticut: AVI Publishin Company, Inc.
Winarno, F.G. (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.