144418284 Kerukunan Antar Umat Beragama
-
Upload
stefendiantoabdullah -
Category
Documents
-
view
44 -
download
1
description
Transcript of 144418284 Kerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan Antar Umat Beragama
Oleh
Rakanita Oktaviani H. S., Desi DW, Nalida Nursafa’ati, dan
Ayu Nabilla
Universitas Diponegoro
2011
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. karena atas rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Semoga
makalah ini dapat dijadikan petunjuk dan dapat memberi informasi tentang
kerukunan antar umat beragama.
Makalah ini kami tulis untuk merangkum informasi-informasi dari berbagai
sumber tentang kerukunan antar umat beragama dalam mata kuliah Agama
Islam. Tentu makalah ini memiliki banyak kelemahan, untuk itu kami mohon
maaf.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Semarang, 20 September 2011
Penulis
Pendahuluan
Latar Belakang
Islam adalah agama yang diridhoi Allah Swt. Kehadirannya membawa berkah
dan kebahagiaan bukan hanya bagi manusia, melainkan seluruh makhluk
hidup di bumi.
Di alam ini bentuk-bentuk keberagaman itu antara lain adanya multietnis,
multiagama. Pluralisme ini mau tidak mau harus diterima dengan lapang
dada, karena inilah cara Allah Swt. mengekspresikan (bertajalli) diri-Nya di
alam ini. Dengan adanya keragaman maka konsekuensi logis dari pluralisme
adalah munculnya banyak ragam aliran pemikiran yang tentu melahirkan
beragam pandangan, gagasan, dan pendapat yang masing-masingnya bisa
tidak sepaham, tidak sependapat.
Islam memberikan kebebasan kepada setiap manusia dalam hal-hal
tersebut. Islam mengajarkan untuk bertoleransi dengan umat lain, karena
Allah Swt. menciptakan perbedaan bukan untuk bermusuhan namun rahmat
bagi seluruh alam.
Tujuan Penulisan
Makalah ini membahas mengenai pandangan Islam tentang toleransi dan
kerukunan antar umat beragama untuk memberikan informasi dan
meluruskan pemahaman muslim dan non muslim.
Kerukunan Antar Umat Beragama
“Orang-orang mukmin sesungguhnya bersaudara; maka rukunkanlah kedua
saudaramu yang berselisih dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat.” (Q. S. Al-Hujurat [49]: 10)
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan makhluk lain untuk
bertahan hidup. Manusia juga makhluk yang memiliki sisi spiritual yang
harus dipenuhi. Potongan ayat di atas dengan jelas menganjurkan manusia
untuk bersaudara dengan sesama manusia dan juga bertakwa kepada Allah
Swt.
Sesungguhnya sudah fitrah manusia untuk memiliki dua dimensi hubungan,
yaitu hubungan vertikal dengan Allah Swt. dan hubungan horizontal dengan
sesama manusia. Hubungan vertikal tersebut dapat diamalkan dengan
beribadah dengan Allah Swt. dan hubungan horizontal dilakukan dengan
berbuat baik dengan sesama manusia. Orientasi kedua hubungan tersebut
disimbolkan oleh pencarian keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
“Hai manusia! Kami ciptakan kamu dari satu pasang laki-laki dan
perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku bangsa,
supaya kamu saling mengenal [bukan supaya saling membenci,
bermusuhan]. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan
Allah ialah yang paling bertakwa. Allah Mahatahu, Maha Mengenal.” (Q. S. Al-
Hujurat [49]: 13).
Allah Swt. menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa.
Perbedaan itu bukanlah suatu hal yang diciptakan untuk dijadikan motif
untuk bercerai-berai apalagi bermusuh-musuhan. Sesungguhnya, suku, ras,
dan bangsa tersebut ada untuk rahmat bagi seluruh umat, salah satunya
untuk memudahkan sehingga kita dapat mengenal dan mempelajari
perbedaan sifat-sifat itu.
Di hadapan Allah Swt. semua suku, ras, dan bangsa adalah sama, yang
membedakan manusia bagi Allah Swt. hanyalah ketakwaan kepada-Nya.
Antara persaudaraan iman dan persaudaraan nasional atau kebangsaan
tidak seharusnya terjadi persoalan alternatif, persaudaraan itu bisa dijadikan
sama dan satu. Seorang Muslim bisa menjadi nasionalis dengan paham
kebangsaan yang diletakkan dalam kerangka kemanusiaan universal.
Dengan demikian, ketika seorang Muslim melaksanakan ajaran agamanya,
maka pada waktu yang sama ia juga mendukung nilai-nilai baik yang
menguntungkan bangsanya.
Islam menganjurkan untuk mencari titik singgung dan titik temu, baik
terhadap sesama muslim, maupun terhadap non-Muslim. Sudah merupakan
fitrahnya bagi manusia untuk berhubungan baik dengan sesama manusia,
bukan hanya saudara seiman namun juga yang tidak seiman. Dengan
landasan Al-Quran, bagi seorang muslim, berbuat baik dengan manusia non
muslim bukan menjadi kewajiban yang harus dipenuhi tapi juga kebutuhan.
Allah Swt. tentu tidak akan menjerumuskan umat-Nya kepada hal-hal yang
buruk. Hikmah dari perintah Allah Swt. selalu berakhir pada kebaikan.
I. Islam Agama Rahmat Seluruh Alam
Islam adalah agama yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi
Muhammad Saw. untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia
untuk kebahagian mereka di dunia dan di akhirat. Kata Islam terambil
dari kata ‘salima’ yang bermakna ‘selamat sejahtera’, dan setelah
dibentuk menjadi ‘aslama’ yang berarti ‘ menjadikan selamat
sejahtera’. Kata ini juga memiliki makna ‘menyerahkan diri kepada
peraturan dan kemauan Allah Swt., karena ia diturunkan dan
bersumber dari Allah Swt. Islam adalah agama rahmatal lil’alamin,
yaitu suatu agama yang memberikan kesejukan, kedamaian,
keselamatan, dan kesejahteraan tidak hanya kepada pemeluknya,
tetapi juga kepada umat lain, bahkan kepada seluruh makhluk dan
alam semesta.
Kita diciptakan oleh Allah Swt. sebagai khalifah di bumi. Tugas dari
khalifah adalah menjaga dan mengelola alam dengan sebaik-baiknya.
Islam melarang kita untuk mengeksploitasi alam secara berlebihan
yang mengakibatkan kerusakan alam.
Agama Islam mempunyai karakter sebagai berikut :
1. Sesuai dengan fitrah manusia
Artinya ajaran agama Islam mengandung petunjuk yang sesuai dengan
sifat dasar manusia. (Q. S. Ar-Rum: 3)
2. Ajarannya sempurna
Artinya materi ajaran Islam mencakup petunjuk seluruh aspek
kehidupan manusia. (Q. S. Al-Maidah)
3. Kebenaran mutlak
Kemutlakan ajaran Islam dikarenakan berasal dari Allah Yang
Mahabenar. Di samping itu, kebenaran ajaran Islam dapat dibuktikan
melalui realita ilmiah dan ilmu pengetahuan. (Q. S. Al-Baqarah: 147)
4. Mengajarkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan
Dalam hal ini kita mengenal kata Hablumminannas dan
Hablumminallah. Hablumminannas adalah hubungan antara manusia
dengan manusia, sedangkan Hablumminallah adalah hubungan antara
manusia dengan Allah Swt. Artinya kita harus bisa menjaga
keseimbangan antara Hablumminannas dan Hablumminallah tersebut.
5. Fleksibel dan ringan
Artinya ajaran Islam memperhatikan dan menghargai kondisi masing-
masing individu, dan tidak memaksakan umatnya untuk melakukan
perbuatan di luar batas kemampuannya.
6. Berlaku secara universal
Artinya ajaran Islam berlaku untuk seluruh umat manusia di dunia
sampai akhir masa. (Q. S. Al- Ahzab: 40)
7. Sesuai dengan akal pikiran dan memotivasi manusia untuk
menggunakan akal pikirannya. (Q. S. Al-Mujadalah: 11)
8. Inti ajarannya “tauhid” dan seluruh ajarannya mencerminkan
ketauhidan kepada Allah Swt.
Islam sebagai rahmat bagi alam semesta adalah tujuan bukan proses.
Artinya, untuk menjadi rahmat bagi alam semesta, bisa jadi umat Islam
diberi beberapa ujian walaupun bukan berupa perang seperti zaman
Rasulullah.
Bentuk-bentuk kerahmatan Allah pada ajaran Islam tersebut adalah:
1. Manhaj (ajaran)
Islam menunjukkan manusia jalan hidup yang benar. “Kami tidak
menurunkan Al-Quran ini kepadamu agar kamu mejadi susah; tetapi
sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah Swt.).” (Q.S.
Thahaa: 2-3)
2. Al Quran
Al Quran telah meletakkan dasar-dasar ajaran yang abadi dan
permanen bagi kehidupan manusia yang dinamis. Al Quran memberi
kesempatan bagi umat manusia untuk mengambil kesimpulan sendiri
terhadap hukum-hukum yang bersifat furu’iyah.
3. Penyempurna kehidupan manusia
Rahmat Islam adalah meningkatkan dan melengkapi kebutuhan
manusia agar menjadi lebih sempurna. Islam memberikan kebebasan
kepada manusia untuk menggunakan potensi yang diberikan Allah
secara bertanggung jawab.
4. Jalan untuk kebaikan
Rahmat dalam Islam juga bisa berupa ajarannya yang berisi jalan
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, dunia dan akhirat. Contoh:
kewajiban sholat dan zakat, kewajiban memakai jilbab bagi wanita
dewasa.
II. Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Insaniyah
a. Ukhuwah Islamiyah
Kata Ukhuwah berarti persaudaraan. Perasaan simpati atau empati
antara dua orang atau lebih. Masing-masing memiliki perasaan yang
sama dalam berbagai hal, baik suka maupun duka, senang maupun
sedih. Persaudaraan sesama muslim adalah persaudaraan yang tidak
dilandasi oleh keluarga, suku, bangsa, dan warna kulit, namun karena
perasaan seaqidah dan sekeyakinan.
“Orang-orang mukmin sesungguhnya bersaudara; maka rukunkanlah
kedua saudaramu yang berselisih dan bertakwalah kepada Allah
supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.s. Al-Hujurat [49]: 10)
Interaksi manusia dengan sesamanya harus didasari keyakinan bahwa,
semua manusia adalah bersaudara, dan bahwa anggota masyarakat
muslim juga saling bersaudara. Ukhuwah mengandung arti persamaan
dan keserasian dalam banyak hal. Karenanya persamaan dalam
keturunan mengakibatkan persaudaraan, dan persamaan dalam sifat-
sifat juga membuahkan persaudaraan.
Persamaan juga merupakan faktor yang menjadikan seorang saudara
merasakan adanya rasa persaudaraan. Keberadaan manusia sebagai
makhluk sosial, perasaan tenang dan nyaman berada bersama
jenisnya dan dorongan kebutuhan ekonomi bersama juga menjadi
faktor penunjang rasa persaudaraan itu, baik terhadap sesama
muslim, maupun terhadap non muslim.
Al-Qur’an mengenalkan lima dimensi ukhuwah:
(1) persaudaraan sesama manusia (ukhuwah insaniyah),
(2) persaudaraan nasab dan perkawinan (ukhuwah nasabiyah
shihriyah),
(3) persaudaraan suku dan bangsa (ukhuwah sya’biyah wathaniyah),
(4) persaudaraan sesama pemeluk agama (ukhuwah diniyah),
(5) persaudaraan seiman-seagama (ukhuwah imaniyah).
Persaudaraan sesama manusia dilandasi oleh kesamaan dan
kesetaraan manusia di hadapan Allah Swt.
“Hai manusia! Kami ciptakan kamu dari satu pasang laki-laki dan
perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku
bangsa, supaya kamu saling mengenal [bukan supaya saling
membenci, bermusuhan]. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu
dalam pandangan Allah ialah yang paling bertakwa. Allah Mahatahu,
Maha Mengenal.” (Q. S. Al-Hujurat [49]: 13)
Seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua
berasal dari ayah dan ibu yang satu, yaitu Nabi Adam dan Hawa.
Manusia diturunkan dari sepasang suami-istri. Persaudaraan manusia
ditunjukkan oleh sebutan Bani Adam dalam Al-Qur’an sebagai berikut.
“Hai anak-anak Adam! Janganlah biarkan setan menggoda kamu
seperti perbuatannya mengeluarkan ibu-bapakmu dari surga, dengan
menanggalkan pakaian supaya mereka memperlihatkan aurat. Ia dan
pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat dan kamu tak
dapat melihat mereka. Kami jadikan setan-setan sekutu orang-orang
tak beriman.” (Q. S. Al-A’raf [7]: 27)
“Hai manusia! Kami ciptakan kamu dari satu pasang laki-laki dan
perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku
bangsa, supaya kamu saling mengenal [bukan supaya saling
membenci, bermusuhan]. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu
dalam pandangan Allah ialah yang paling bertakwa. Allah Mahatahu,
Maha Mengenal (Q. S. Al-Hujurat [49]: 13).
Manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Dengan
perbedaan suku, ras dan bangsa, kita dapat mengenali perbedaan
sifat-sifat tertentu mereka yang tidak dimiliki oleh suku, ras, ataupun
bangsa lain.
Namun di hadapan Allah Swt. mereka semua satu. mereka adalah
sama. Tidak ada suku yang lebih baik dari suku yang lain, tidak ada
satu agama yang lebih baik dari agama yang lain. Dan tidak ada pula
bangsa yang lebih baik dari bangsa yang lain. Yang paling mulia di
mata Allah ialah mereka yang paling bertakwa.
Muslim Indonesia harus berjuang menegakkan ukhuwah ini. Jika tidak,
bukan tidak mungkin Allah Swt. akan membinasakan bangsa ini,
sebagaimana Ia telah membinasakan bangsa lain yang lebih kuat lalu
menggantinya dengan generasi yang lebih baik. (Q. S. Fathir [35]: 44)
Persaudaraan sesama pemeluk agama memperoleh landasannya pada
firman Allah,
“Katakanlah, “Hai orang-orang tak beriman! Aku tidak menyembah
apa yang kamu sembah. Dan kamu pun tak akan menyembah apa
yang aku sembah. Dan aku tak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu tak akan menyembah apa yang kusembah.
Agamamu untuk kamu dan agamaku untukku.” (QS Al-Kafirun [109] :1-
6)
Pengakuan keberadaan agama-agama lain tidak berarti pengakuan
bahwa agama-agama lain itu benar, tetapi pengakuan hak setiap
agama di dalam suatu hubungan sosial yang toleran, saling
menghargai, saling membantu dan menghormati.
Peringkat Ukhuwah Islamiyah
1. Melaksanakan proses ta'aruf (saling mengenal).
2. Melaksanakan proses tafahum (saling memahami).
3. Melaksanakan proses ta'awun (saling menolong).
4. Melaksanakan proses takaful (saling menanggung).
Hakekat Ukhuwah Islamiyah
1. Nikmat Allah (Q. S. 3: 103)
2. Perumpamaan tali tasbih (Q. S. 43: 67)
3. Merupakan arahan Rabbani (Q. S. 8: 63)
4. Merupakan cermin kekuatan iman (Q. S. 49: 10)
Perbedaan Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Jahiliyah
• Ukhuwah Islamiyah bersifat abadi dan universal karena berdasarkan
aqidah dan syariat Islam.
• Ukhuwah Jahiliyah bersifat temporer (terbatas pada waktu dan
tempat), yaitu ikatan selain ikatan aqidah (misal: ikatan keturunan
[orang tua-anak], perkawinan, nasionalisme, kesukuan,
kebangsaan, dan kepentingan pribadi).
Hal-hal yang menguatkan Ukhuwah Islamiyah:
1. Memberitahukan kecintaan pada yang kita cintai.
2. Memohon didoakan bila berpisah.
3. Menunjukkan kegembiraan & senyuman bila berjumpa.
4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim).
5. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan.
6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu.
7. Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara).
8. Memperhatikan saudaranya & membantu keperluannya.
9. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya.
Buah Ukhuwah Islamiyah
1. Merasakan nikmatnya iman.
2. Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7
golongan yang dilindungi).
3. Mendapatkan tempat khusus di surga.
*) Makna Ukhuwah Islamiyah
Kerukunan umat Islam di Indonesia harus berdasarkan atas semangat
ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim).
Kata ukhuwah berarti persaudaraan, maksudnya perasaan simpati dan
empati antar dua orang atau lebih. Masing-masing pihak memiliki satu
kondisi atau perasaan yang sama, baik suka maupun duka, baik
senang maupun sedih. Jalinan perasaan itu menimbulkan sikap timbal
balik untuk saling membantu pihak lain yang mengalami kesulitan,
serta sikap untuk saling membagi kesenangan kepada pihak lain bila
salah satu pihak menemukan kesenangan.Ukhuwah atau persaudaraan
berlaku sesama umat islam, yang di sebut Ukhuwah islamiyah dan
berlaku pula pada semua umat manusia secara universal tanpa
membedakan agama, suku, dan aspek-aspek lainnya, yang disebut
Ukhuwah insaniyah.
Persaudaraan sesama muslim, berarti saling menghormati dan saling
menghargai relativitas masing-masing sebagai sifat dasar
kemanusiaan, seperti perbedaan pemikiran, sehingga tidak menjadi
penghalang untuk saling membantu atau menolong karena di antara
mereka terikat oleh satu keyakinan dan jalan hidup, yaitu Islam.
Agama islam memberikan petunjuk yang jelas untuk menjaga agar
persaudaraan sesama muslim dapat terjalin dengan kokoh
sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Hujarat 49: 10-12 yang artinya :
(10) Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena
itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat rahmat, (11) Hai orang-orang yang
beriman, janganlah suatu kaummengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok)
wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-
olok) lebih baik dari wanita ( yang mengolok-olok) dan janganlah kamu
mencela dirimu sendiri dan jangan pula kamu panggil-memanggil
dengan dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk sesudah beriman dan barang siapa
yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim,
(12) Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebagian dari kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.
b. Ukhuwah Insaniyah
Persaudaraan sesama manusia disebut ukhuwah insaniyah.
Persaudaraan ini dilandasi oleh ajaran bahwa semua umat manusia
adalah makhluk Allah. Perbedaan keyakinan dan agama juga
merupakan kebebasan pilihan yang diberikan Allah. Hal ini harus
dihargai dan dihormati.
Ketegangan yang sering timbul antar sesama umat beragama dan
antar umat agama lain disebabkan oleh :
1. Sifat dari masing-masing agama yang mengandung tugas dakwah
atau missi
2. Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya
sendiri dan agama lain. Arti keberagamannya lebih kepada sikap
fanatisme dan kepicikan (sekadar ikut-ikutan).
3. Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang
menghormati bahkan memandang rendah agama lain.
4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama
dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.
5. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik intern
umat beragama maupun antar umat beragama.
6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalh perbedaan
pendapat.
*) Makna Ukhuwah Insaniyah
Konsep Persaudaraan sesama manusia, Ukhuwah Insaniyah, dilandasi
oleh ajaran bahwa sesama umat manusia adalah makhluk Allah.
Sekalipun Allah memberikan petunjuk kebenaran melalui ajaran Islam,
tetapi Allah juga memberikan kebebasan kepada setiap manusia untuk
memilih jalan hidup berdasarkan pertimbangan rasionya. Oleh karena
itu, sejak awal penciptaan, Allah tidak tetapkan manusia sebagai satu
umat, padahal Allah bisa bila mau. Itulah fitrah manusia, sebagaimana
Allah jelaskan dalam QS. Al-Maidah (5):48 yang artinya : Sekiranya
Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat, tetapi
Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu.
Prinsip kebebasan itu menghalangi pemaksaan suatu agama oleh
otoritas manusia, bahkan Rasulpun dilarang melakukannya,
sebagaimana firman Allah dalam QS. Yunus 10:99 yang artinya : Dan
jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di
muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa
manusia supanya mereka menjadi orang-orang yang beriman
semuanya? Dalam QS. Al-Baqarah (2): 256 Allah juga berfirman: Tidak
ada paksaan untuk memasuki agama (Islam), sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar dari pada jalan yang salah. Senada dengan
makna ayat tersebut, dalam Q. S. Al-Kahfi (18):29 Allah berfirman: Dan
katakanlah: Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka barang siapa
yang ingin beriman hendaklah ia beriman dan barang siapa yang ingin
kafir biarlah ia kafir.
c. Memperteguh Silaturahmi
Tulang punggung ukhuwah adalah silaturahmi. Menjalin dan
memelihara hubungan keluarga merupakan suatu tuntunan akhlakul
karimah dalam Islam yang amat penting.
“Hai umat manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri dan menciptakan darinya
pasangannya; dan dari keduanya Ia memperkembangbiakkan
sebanyak-banyaknya laki-laki dan perempuan. Bertakwalah kamu
kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu selalu meminta dan
jagalah hubungan keluarga. Sungguh, Allah selalu mengawasi kamu.”
(Q. S. An-Nisa [4]: 1)
Ayat itu menyebut silaturahmi bersama pesan takwa kepada Allah.
Secara tersirat ayat itu menunjukkan bahwa silaturahmi merupakan
sesuatu bentuk ketakwaan. Memutuskan silaturahmi melunturkan
ketakwaan kepada Allah Swt.
Silaturahmi juga merupakan salah satu ajaran akhlak Islam paling
awal. Ali bin Anbasah berkata, “Saya menemui Nabi Saw. di Mekah
pada awal kenabiannya dan bertanya kepada beliau: ‘Siapa engkau?’
Beliau menjawab, ‘Nabi.’ Saya bertanya lagi, “Siapakah Nabi?’ Beliau
menjawab, ‘Allah mengutusku.’ Saya bertanya sekali lagi, ‘Untuk apa
Dia mengutusmu?’ Beliau menjawab, ‘Dia mengutusku untuk
memegang teguh tali silaturahim, menghancurkan berhala dan
mengajari manusia bahwa Allah adalah Esa dan tiada sesuatu apa pun
yang menyamai-Nya.” (HR Muslim).
Seorang muslim hendaknya selalu menjalin silaturahmi. Karena
persaudaraan terjalin melalui silaturahmi. Dan Allah akan memuliakan
orang orang yang selalu menjaga tali silaturahmi antar sesama
saudaranya.
III. Kebersamaan dalam Pluralitas Agama
a. Definisi Pluralitas Agama
Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna
yang luas, berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang
berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berlain-lainan pula:
Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama
seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang eksklusif bagi
kebenaran, dan dengan demikian di dalam agama-agama lain pun
dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai
yang benar.
Sebagai penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama
yang sama-sama memiliki klaim-klaim kebenaran yang eksklusif
sama-sama sahih. Pendapat ini seringkali menekankan aspek-
aspek bersama yang terdapat dalam agama-agama.
Kadang-kadang juga digunakan sebagai sinonim
untuk ekumenisme, yakni upaya untuk mempromosikan suatu
tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang lebih baik
antar agama-agama atau berbagai denominasi dalam satu agama.
Dan sebagai sinonim untuk toleransi agama, yang merupakan
prasyarat untuk ko-eksistensi harmonis antara berbagai pemeluk
agama ataupun denominasi yang berbeda-beda.
b. Pluralitas Agama di Indonesia
*) Konteks yang Tidak Terabaikan
Indonesia adalah sebuah “pertemuan” dan sekaligus sebagai “
kumpulan” yang ramai bagi pengaruh agama-agama dunia. Pemilihan
Pancasila sebagai dasar negara mencerminkan adanya pluralitas
agama di Indonesia. Pencantuman sila Ketuhanan Yang Maha Esa tidak
lain berakar pada realitas kemajemukan agama yang dianut oleh
bangsa Indonesia.
Pluralitas agama di negeri ini merupakan realitas empirik yang tidak
bisa lagi dipungkiri. Itulah yang membuat para pendiri bangsa ini
memilih Pancasila sebagai dasar negara yang secara implisit
memberikan dasar-dasar yang kuat bagi warga bangsa ini untuk
bersikap toleran, menghargai kepelbagaian dan menjunjung tinggi
perbedaan, dalam hal ini termasuk pluralitas agama.
*) Konteks yang Problematis
Pada satu sisi pluralitas agama di Indonesia mencerminkan keindahan
dan kekayaan tanah air Indonesia. Kemajemukan itu memungkinkan
setiap orang untuk melihat dan mempelajari hal-hal yang berbeda dari
antara satu sama lainnya. Interaksi antara satu sama lain yang
mempunyai agama dan kepercayaan yang berbeda-bedapun dapat
dilakukan. Akan tetapi pada sisi lain konteks pluralitas agama dengan
sendirinya ternyata tidak selalu berarti baik. Di sana dapat ditemukan
hal-hal atau unsur-unsur yang tidak baik termasuk dari dalam agama
itu sendiri (institusi agama, kegiatan misi, kepemimpinan) yang
memungkinkan terjadinya ketegangan bahkan konflik. Selain itu ada
juga faktor non agama (ekonomi, politik, sosial, budaya) yang juga
turut melahirkan perseteruan serta konflik agama. Sejarah bangsa
Indonesia menunjukkan pluralitas agama sering menjadi ladang atau
pemicu terjadinya hal – hal yang menakutkan dan menimbulkan
penderitaan, pertikaian, permusuhan, kekerasan bahkan pembunuhan.
Akibatnya ratusan rumah ibadah dirusak, dihancurkan dan dibakar.
Korban berjatuhan, fasilitas umum dirusak, kerugian material tidak
terhitung jumlahnya, dan meninggalkan trauma yang mendalam dan
sulit dipulihkan. Peristiwa yang terjadi di Ambon merupakan salah satu
bukti sejarah pahit tentang hal itu.
*) Motif dan karakteristik Pluralitas dalam Agama
Secara teologis-normatif –dalam terminologi Amin Abdullah— setiap
agama pasti memiliki kepercayaan dan konsep teologisnya sendiri-
sendiri, yang tak mungkin dipersatukan dengan agama dan atau
kepercayaan yang lainnya. Semua agama memiliki tujuan —dimensi
teleologis– sendiri-sendiri dalam konteks memberikan arah jalan
keselamatan bagi pemeluknya. Namun bukan berarti agama-agama
yang ada tidak akan mendapatkan titik persinggungan atau
perjumpaan secara konseptual. Bisa jadi, di antara titik-titik
persinggungan dan titik pemisah (dimensi-dimensi teologis-normatif)
yang terdapat dalam hubungan antaragama lebih banyak titik-titik
persinggungannya. Namun titik-titik persinggungan antar agama ini
menurut Alwi Shihab tidak dimaksudkan sebagai sebuah model
sinkretis, yakni menciptakan suatu agama baru dengan memadukan
unsur tertentu atau sebagian komponen ajaran dari berbagai agama
untuk dijadikan bagian integral dari agama baru tersebut atau bahkan
upaya eklektik, melainkan membangun sebuah model atau proses
dialog yang “sadar” antar umat agama (Alwi Shihab, 1998: 42).
Melalui model dialog antar agama seperti itu diharapkan akan dapat
mengantarkan teologi antar agama yang didasarkan atas pemahaman
akan adanya hubungan kebenaran relatif dalam agama-agama dengan
kebenaran absolut yang melibatkan dan melampaui kebenaran relatif
tersebut. Inilah yang dinamakan oleh para ahli studi perbandingan
agama (comparative religions) dan para agamawan transformatif
sebagai teologi atau konsep inklusif beragama dalam kaitannya
dengan hubungan antaragama.
*) Orientasi Fenomena Pluralitas dalam Agama
Kita harus menetapkan orientasi atau arah tujuan bersama dalam
menciptakan kehidupan keberagamaan yang menghargai pluralitas,
menjunjung kebersamaan dan menghilangkan sekat-sekat
primordialistik dalam beragama. Pada masyarakat plural, multireligius
atau interreligius, tuntutan akan lahir dan munculnya spiritualitas
keberagamaan yang sejuk, ramah, dan saling me-ngayomi satu sama
lain, sangatlah didamba-dambakan. Untuk mewujudkan itu semua,
salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah membuka pintu dialog
secara terbuka, rasional, dan lepas dari tendensi serta kecurigaan
yang tak beralasan.
*) Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial
a. Pandangan agama Islam terhadap umat non Islam
Dari segi akidah, setiap orang yang tidak mau menerima Islam sebagai
agamanya disebut kafir atau non muslim. Kata kafir berarti orang yang
menolak, yang tidak mau menerima atau menaati aturan Allah yang
diwujudkan kepada manusia melalui ajaran Islam. Orang kafir yang
mengganggu, menyakiti, dan memusuhi orang islam disebut kafir
harbi, dan orang kafir yang hidup rukun dengan orang islam disebut
kafir dzimmi. Kafir harbi adalah orang kafir yang memerangi orang
islam dan boleh diperangi oleh orang islam. Kafir dzimmi adalah orang
kafir yang mengikat perjanjian atau menjadi tanggungan orang islam
untuk menjaga keamanan dan keselamatannya.
Kerukunan antar umat beragama memang penting dan jelas
merupakan perintah Allah Swt. Namun, perintah ini bukan berarti
membuat umat muslim lengah dalam menghadapi serangan umat non
muslim yang tidak menghargai umat muslim.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangi kamu karena agama dan
tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat adil. Sesungguhnya Allah hanya
melarang kamu menjadikan sebagai kawananmu orang-orang yang
memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu
dan membantu orang lain untuk mengusirmu. Dan barangsiapa
menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim.” (Q. S. Al-Mumtahanah: 8-9)
b. Tanggung jawab sosial umat islam
Bentuk tanggung jawab umat islam meliputi berbagai aspek
kehidupan, di antaranya adalah :
a. Menjalin silaturahmi dengan tetangga.
b. Memberikan infak sebagian dari harta yang dimiliki, baik yang wajib
dalam bentuk zakat maupun yang sunnah dalam bentuk sedekah
c. Menjenguk apabila ada anggota masyarakat yang sakit dan ta’ziah
apabila ada anggota masyarakat yang meninggal dengan
mengantarkan jenazahnya sampai ke kubur
d. Memberi bantuan menurut kemampuan bila ada anggota
masyarakat yang memerlukan bantuannya
e. Penyusunan sistem sosial yang efektif dan efisien untuk
membangun masyarakat, baik mental, spiritual, maupun fisik
mentalnya
c. Amar ma’ruf dan nahi munkar
Amar ma’ruf dan nahi munkar artinya memerintahkan orang lain untuk
berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat. Sikap amar ma’ruf nahi
munkar akan efektif apabila orang yang melakukannya juga memberi
contoh.
Bentuk amar ma’ruf dan nahi mungkar yang tersistem di antaranya
adalah :
a. Mendirikan masjid
b. Menyelenggarakan pengajian
c. Mendirikan lembaga wakaf
d. Mendirikan lembaga pendidikan islam
e. Mendirikan lembaga keuangan atau perbankan syari’ah
f. Mendirikan media massa Islam: koran, radio, televisi, dll.
g. Mendirikan panti rehabilitasi anak-anak bermasalah
h. Mendirikan pesantren
i. Menyelenggarakan kajian-kajian Islam
j. Membuat jaringan informasi sosial; dll.
Sebagai agama yang universal dan komprehensif, islam mengandung
ajaran yang integral dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia.
Islam tidak hanya mengajarkan tentang akidah dan beribadah semata,
tetapi islam juga mengandung ajaran dalam berhubungan dengan
sesama manusia.
Daftar Pustaka
Okbah, Farid Achmad dan Hartono A. Jaiz. 1993. Solidaritas Islam: Jalan Menuju Persatuan.Jakarta: Darul Haq.
Muryanto, H. Sri. 2006. Islam Agama Cinta. Semarang: Gemilang.
Adnan, Muhammad. 2003. Agama, Kebudayaan dan Pendidikan. Surakarta : Perhimpunan Citra Kasih.
http://wikipedia.com/
http://nurafni.com/
http://www.waspada.co.id/
http://www.goendul.net/
http://www.mail-archive.com/
http://madryhi.multiply.com/
http://www.facebook.com/
http://aliflukmanulhakim.wordpress.com/
http://nainyxms.blogspot.com/
http://materitarbiyah.wordpress.com/
http://tafany.wordpress.com/