134450720 Pemicu IV Kulit Dan Jaringan Penunjang Fix Gabung

download 134450720 Pemicu IV Kulit Dan Jaringan Penunjang Fix Gabung

of 41

description

dk

Transcript of 134450720 Pemicu IV Kulit Dan Jaringan Penunjang Fix Gabung

  • LAPORAN PEMICU 4

    MODUL KULIT DAN JARINGAN PENUNJANG

    Kelompok 1

    Disusun Oleh :

    1. Angnes Dera Mustika(I11110001)

    2. Dedi Santoso (I11110005)

    3. Irene Eka Renata S. (I11110020)

    4. Febriani Rinta (I11110026)

    5. Khalik Perdana Putra (I11110027)

    6. Henry Hadianto (I11110040)

    7. Tri Juni Ardhi (I11110043)

    8. Umar Syarif Asifa (I11110045)

    9. Erika (I11110046)

    10. Neneng Wulandari (I11110049)

    11. Andari Putri W (I11110053)

    12. Gatria Sonia (I11110056 )

    13. Agung Triatmojo (I11109007)

    14. Jamalludin (I11108071)

    15. Ardiyansyah (I11108077)

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    UNIVERSITAS TANJUNGPURA 2011

  • PEMICU 4:Koreng di wajah

    Bapak Tono 50 tahun seorang petani datang dengan keluhan koreng di pipi kanan sejak 4

    bulan yang lalu. Awalnya berupa benjolan datar berwarna hitam sebesar biji jagung yang

    makin lama makin besar. Benjolan tidak terasa nyeri dan gatal. Benjolan sering di korek-

    korek dengan kuku oleh Pak Tono, sehingga luka dan menjadi koreng. Di leher banyak

    ditemukan penebalan kulit seperti kutil yang datar berwarna gelap dengan berbagai ukuran.

    Sudah diobati dengan salep antibiotic tetapi keluhan tidak sembuh. Pada pemeriksaan tampak

    ulkus di pipi kanan dengan diameter 2 cm tepi tidak rata dan meninggi, bergaung, dengan

    dasr krusta hitam.Kulit di sekitar ulkus terlihat normal. Pada leher didapatkan plak

    hiperkeratotik dan papul berwarna coklat,multiple, tersebar diskret.

    1. Klarifikasi dan Definisi

    1.1. Koreng

    Infeksi pada kulit yang dapat menimbulkan luka dan biasanya meninggalkan bekas.

    1.2. Ulkus

    Luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender.

    1.3. Hiperkeratotik

    Suatu lesi dengan skuama yang berlebihan.

    1.4. Papul

    Tonjolan lesi pada kulit yang kecil,berbatas tegas dan padat.

    1.5. Diskret

  • Dibuat dari bagian terpisah ditandai dengan lesi yang tidak menyatu

    1.6. Plak

    Lesi yang dapat diraba dengan dimensi luas yang lebih daripada dimensi tebal.

    2. Keyword

    2.1. Bapak Tono, petani 50 tahun, koreng di pipi kanan sejak 4 bulan yang lalu,

    2.2. Awalnya benjolan datar berwarna hitam sebesar biji jagung, semakin besar.

    2.3. Benjolan tidak terasa nyeri dan gatal.

    2.4. Sering dikorek dengan kuku sehingga menjadi koreng.

    2.5. Di leher ditemukan penebalan kulit seperti kutil yang datar berwarna gelap dengan

    berbagai ukuran.

    2.6. Diobatik dengan salep antibiotic, tidak sembuh.

    2.7. Pada pemeriksaan tampak ulkus di pipi kanan dengan diameter 2 cm tepi tidak rata

    dan meninggi, bergaung dengan dasar krusta hitam.

    2.8. Kulit di sekitar ulkus terlihat normal.

    2.9. Leher didapatkan plak hiperkeratotik dan papul berwarna coklat,multiple, tersebar

    diskret.

    3. Rumusan Masalah

    Bapak Tono 50 tahun ulkus di pipi kanan sejak 4 bulan yang lalu, pada leher

    ditemukan plak hiperkeratotik disertai papule bewarna coklat.

  • 4. Analisis Masalah

    Bapak Tono 50 tahun

    Keluhan:

    1. Koreng di pipi kanan sejak 4 bulan yang lalu.

    2. Benjolan datar hitam sebesar biji jagung yang membesar->tidak terasa nyeri dan gatal

    Riwayat:

    1. Benjolan di korek sehingga luka dan jadi koreng.

    2. Di luka ditemukan penebalan kulit seperti kutil gelap datar dengan berbagai ukuran.

    3. Pakai Salep antibiotic tidak sembuh

    Pemeriksaan:

    1. Ulkul di pipi kanan diameter 2 cm, tepi rata meninggi bergaung dengan dasar krusta hitam.

    2. Pada leher didapatkan plak hiperkeratotik dan papul berwarna coklat,multiple tersebar diskret

  • 5. Hipotesis

    Bapak Tono menderita karsinoma sel basal di pipinya disertai keratosis

    seboroika di leher.

    6. Learning Issues

    6.1. Tumor Kulit

    6.1.1. Tumor Jinak

    6.1.1.1. Pemeriksaan penunjang

    6.1.1.2. Etiologi

    6.1.1.3. Epidemiologi

    Tumor Ganas Tumor Jinak

    Penatalaksanaan

    Prognosis

    1. Keratosis Seberoika

    2. Veruka vulgaris

    1. Melanoma Maligna

    2. Karsinoma sel basal

    Pemeriksaan Penunjang

    Diagnosis Kerja

  • 6.1.1.4. Histopatologi

    6.1.1.5. Patofisiologi

    6.1.1.6. Patogenesis

    6.1.1.7. Gejala Klinis

    6.1.1.8. Diagnosis

    6.1.1.9. Diagnosis Banding

    6.1.1.10. Prognosis

    6.1.1.11. Tata Laksana

    6.1.1.12. Pencegahan

    6.1.2. Tumor Ganas

    6.1.2.1. Pemeriksaan penunjang

    6.1.2.2. Etiologi

    6.1.2.3. Epidemiologi

    6.1.2.4. Histopatologi

    6.1.2.5. Patofisiologi

    6.1.2.6. Patogenesis

    6.1.2.7. Gejala Klinis

    6.1.2.8. Diagnosis

    6.1.2.9. Diagnosis Banding

    6.1.2.10. Prognosis

    6.1.2.11. Tata Laksana

    6.1.2.12. Pencegahan

  • 6.2. Transformasi tumor jinak menjadi tumor ganas dan perbedaan di antara keduanya.

    6.3. Mekanisme pertahanan kulit terhdap sinar UV

    6.4. Studi Kasus

    6.4.1. Pengaruh sinar UV terhadap terjadinya tumor ( pathogenesis)

    6.4.2. Pemberian Salep antibiotic pada Ulkus

    6.4.3. Pengaruh intervensi fisik terhdp perkembangan tumor.

    6.4.4. Penyebab koreng tidak sembuh-sembuh

    7. Pembahasan

    7.1. Tumor Kulit

    7.1.1. Tumor Jinak

    a. Keratosis Seboroik

    1. Definisi

    Merupakan tumor jinak yang sering dijumpai pada orang tua berupa

    tumor kecil atau macula hitam yang menonjol diatas permukaan kulit.

    2. Penyebab dan epidemiologi

    - Penyebab : tidak diketahui, diduga ada hubungan genetic.

    - Umur : sering pada orang tua.

    - Jenis kelamin : frekuensi yang sama pada pria dan wanita.

    3. Factor yang mempengaruhi timbunya penyakit

    1. Bangsa : orang negro lebih sering.

    2. Infeksi : infeksi kronik dapat mempercepat timbulnya penyakit.

    3. Sinar : sinar matahari berpengaruh untuk menimbulkan penyakit ini.

  • 4. Keturunan : ada kecenderungan diturunkan secara autosomal dominan.

    4. Gejala singkat penyakit

    Penderita sering mengeluh gatal. Mula-mula timbul bercak berwarna

    coklat kehitaman yang makin lama makin membesar menjadi papula dengan

    bentuk veukosa, konsistensi gak lunak dengan sumbat keratosi. Kadang-

    kadang bertangkai menyerupai fibroma.

    5. Pemeriksaan kulit

    1. Lokalisasi : dada, punggung, perut, wajah dan leher, distribusi simetris

    bilateral.

    2. Efloresensi/sifat-sifatnya : papula dan plak berbentuk lonjong, ukuran

    miliar sampai lentikular dengan permukaan kasar, berwarna kecoklatan

    sampai kehitaman.

    6. Gambaran histopatologi

    Epidermis hiperkeratosis, akantosis, dan papilomatosis. Batas bawah

    tumorterletak segari dengan epidermis normal.pada dermis ditemukan sebukan

    sel radang kronik. Secara histologis dapat berbentuk hiperkeratotik, akantotik,

    adenoid.

    7. Diagonis banding

    1. Epitelioma sel basal : asal-usul dari sel basal, biasanya permukaan licin.

    2. Nevus pigmentosus : warna hitam, permukaan agak licin.

    3. Keratosis senilis : warna hitam terutama pada daun telinga, permukaam

    agak kasar.

    8. Penatalaksanaan

    1. Bedah listrik : elektrokoagulasi atau elektrofulgurasi.

    2. Bedah beku N2O atau salju CO2.

    3. Bedah kimia dengan triklorasetat 50%

  • 9. Prognosis

    Baik

    b. Veruka Vulgaris

    1. Definisi

    Verruca vulgaris adalah proliferasi jinak dari kulit dan mukosa yang

    disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV). Kutil tidak bersifat

    kanker, namun sedikit dapat menular dari orang ke orang, dan dari bagian ke

    bagian tubuh lain pada orang yang sama. Mereka dapat muncul di mana saja

    pada kulit, tetapi seringkali muncul pada jari, tangan dan lengan.1,3,8Common

    wart merupakan masalah penting yang menjadi perhatian dan rasa frustrasi

    pada sebagian pasien dan dokter sejak awal zaman Yunani dan Romawi.9 Kutil

    ini sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan menyebabkan malu,

    takut penilaian negatif oleh orang lain dan frustrasi disebabkan oleh kutil yang

    menetap dan kekambuhan yang terjadi.1,3,8,9 Untuk ketidaknyamanan tingkat

    sedang sampai ekstrim dilaporkan dalam 51,7% dari pasien, dan kegiatan

    sosial yang dapat terpengaruh dalam tingkat sedang sampai ekstrim (38,8%) .10

    2. Gambaran Klinis

    Verucca vulgaris terutama terdapat pada anak, tetapi juga terdapat pada

    dewasa dan orang tua. Tempat predileksinya terutama di ekstremitas bagian

    ekstensor seperti jari, tangan, lutut, siku ataulainnya pada situstrauma. Walaupun

    demikian penyebaran dapat ke bagian yang lain dari tubuh termasuk mukosa

    mulut dan hidung. Lesi dimulai dari papul kecil yang kemudian membesar, dan

    menjadi bentuk verrucous kemudian dengan diameter beberapa milimeter sampai

    sentimeter. Kutil ini berbentuk bulat berwarna abu-abu, besarnya lentikular atau

    kalau berkonfluensi berbentuk plakat, permukaan kasar (verukosa). Dengan

    goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena kbner).

    Common wart sebagian besar asimtomatik dan memiliki manifestasi klinis yang

    spesifik.3,9

  • Ada beberapa jenis verucca vulgaris yang memiliki karakteristik klinis

    diagnostik nama sesuai dengan fitur klinis, jenis virus dan situs yang terkena.

    Plantar wart

    Veruka vulgaris terjadi pada telapak kaki. Sebuah bentuk lesi keratotik

    tanpa elevasi yang berbeda. Menyerupai tylosis dan clavus, tetapi dapat dibedakan

    dengan cara dikorek. Jika permukaan Scraping dari lesi menyebabkan keratotik

    petechiae, diagnosis kutil plantar

    Myrmecia

    Kecil, bentuk kubah berbentuk nodul pada telapak kaki. Hal ini disebabkan

    oleh HPV-1 infeksi dan mungkin menyerupai moluskum kontagiosum. Hal ini

    juga disebut kutil palmoplantar yang dalam. Memiliki penampilan berwarna

    merah, dan seperti kawah.

    Pigmented wart

    Hal ini disebabkan oleh infeksi HPV-4 atau HPV-65, atau HPV- 60 dalam

    kasus yang jarang. Ini memiliki fitur klinis veruka vulgaris dan pigmentasi

    kehitaman, juga disebut kutil hitam.

    Punctate wart

    Hal ini disebabkan oleh HPV-63 infeksi. Beberapa, belang-belang, putih

    lesi keratotik 2 mm sampai 5 mm terjadi pada tangan dan telapak kaki.

    Filiform wart

    Memiliki penampilan panjang, penonjolan kecil, tipis dengan diameter

    beberapa milimeter terjadi pada daerah, kepala wajah atau leher.1

    3. Etiologi

    Kutil adalah pertumbuhan jinak yang disebabkan human papiloma virus

    (HPV), ini terjadi di berbagai permukaan kulit yang dilapisi epitel.6Semua genom

    HPV tersusun dari 8000 pasang basa nukleotida, yang ditampilkan sebagai suatu

    sekuens linear tetapi sebenarnya merupakan lingkaran tertutup dari DNA untai

  • ganda. Kotak-kotak tersebut menggambarkan gen-gen virus, masing-masingnya

    mengkode suatu protein. Regio regulasinya ialah segmen DNA yang tidak

    mengkode protein, tetapi berpartisipasi dalam meregulasi ekspresi gen virus dan

    replikasi dari DNA virus.1

    Gambar 1. Human Papilomavirus9,15

    Lecet pada kulit dan infeksi diakibatkan oleh maserasi epitel yang

    paling sering digunakan sebagai saluran untuk HPV ke basal keratinosit yang

    merupakan target utama untuk HPV infection.16,17 Berbagai strain dan varian

    HPV yang berbeda telah diidentifikasi berdasarkan studi DNA dan serologis

    untuk mendeteksi jenis antibodi spesifik terhadap kapsid antigen HPV.

    HPV-1, -2, -4, -27, -57, dan -63 menyebabkan common wart. 1,3,6,7

    Aktivasi virus mungkin tergantung pada kekebalan imunitas dan respon dari

    individual yang terinfeksi. Proses serokonversi setelah infeksi alami relatif

    lambat dan tergantung pada viral load atau infeksi yang menetap.18 Kambuh

    setelah kesembuhan klinis sering disebabkan virus laten dibandingkan

    reinfection.9 Keberadaan DNA HPV pada bentuk subklinis atau laten dapat

    dideteksi oleh polymerase chain reaction dan hybridization.9

    4. Patogenensis

    Infeksi HPV terjadi melalui inokulasi virus pada epidermis yang viabel

    melalui defek pada epitel. Maserasi kulit mungkin merupakan faktor

    predisposisi yang penting, seperti yang ditunjukkan dengan meningkatnya

  • insidens kutil plantar pada perenang yang sering menggunakan kolam renang

    umum. Meskipun reseptor seluler untuk HPV belum diidentifikasi, permukaan

    sel heparan sulfat, yang dikode oleh proteoglikan dan berikatan dengan

    partikel HPV dengan afinitas tinggi, dibutuhkan sebagai jalan masuknya.

    Untuk mendapat infeksi yang persisten, mungkin penting untuk memasuki sel

    basal epidermis yang juga sel punca (sel stem) atau diubah oleh virus menjadi

    sesuatu dengan properti (kemampuan/ karakter) seperti sel punca. Dipercayai

    bahwa single copy atau sebagian besar sedikit copygenom virus dipertahankan

    sebagai suatu plasmid ekstrakromosom dalam sel basal epitel yang terinfeksi.

    Ketika sel-sel ini membelah, genom virus juga bereplikasi dan berpartisi

    menjadi tiap sel progeni, kemudian ditransportasikan dalam sel yang

    bereplikasi saat mereka bermigrasi ke atas untuk membentuk lapisan yang

    berdifferensiasi.1

    Setelah eksperimen inokulasi HPV, veruka biasanya muncul dalam 2

    sampai 9 bulan. Observasi ini mengimplikasikan bahwa periode infeksi

    subklinis yang relatif panjang dan dapat merupakan sumber yang tidak terlihat

    dari virus infeksius. Permukaan yang kasar dari kutil dapat merusak kulit yang

    berdekatan dan memungkinkan inokulasi virus ke lokasi yang berdekatan,

    dengan perkembangan kutil yang baru dalam periode minggu sampai bulan.

    Tiap lesi yang baru diakibatkan paparan insial atau penyebaran dari kutil yang

    lain. Tidak ada bukti yang meyakinkan untuk disseminasi melalui darah.

    Autoinokulasi virus pada kulit yang berlawanan seringkali terlihat pada jari-

    jari yang berdekatan dan di regio anogenital.1

    Ekspresi virus (transkripsi) sangat rendah sampai lapisan Malpigi

    bagian atas, persis sebelum lapisan granulosum, dimana sintesis DNA virus

    menghasilkan ratusan kopi genom virus tiap sel. Protein kapsid virus disintesis

    menjadi virion di sel nukleus. DNA virus yang baru disintesis ini dikemas

    menjadi virion dalam nukleus dari sel-sel Malpigi yang berdifferensiasi ini.

    Protein virus yang dikenal dengan E1-E4 (produk RNA yang membelah dari

    gen-gen E1 dan E4) dapat menginduksi terjadinya kolaps dari jaring-jaring

    filamen keratin sitoplasma ini. Hal ini dipostulasikan untuk memfasilitasi

    pelepasan virion dari sitoskeleton yang saling berikatan silang dari keratinosit

  • sehingga virus dapat diinokulasikan ke lokasi lain atau berdeskuamasi ke

    lingkungan.1

    HPV tidak bertunas dari nukleus atau membran plasma, seperti halnya

    banyak virus seperti virus herpes simpleks atau human immnodeficiency virus

    (HIV). Oleh karena itu, mereka tidak memiliki selubung lipoprotein yang

    menyebabkan kerentanan terhadap inaktivasi yang cepat oleh kondisi

    lingkungan seperti pembekuan, pemanasan, atau dehidrasi dengan alkohol.

    Berlainan dengan itu, virion HPV resisten terhadap desikasi dan deterjen

    nonoksinol-9, meskipun paparan virion dengan formalin, deterjen yang kuat

    seperti sodium dodesil sulfat, atau temperatur tinggi berkepanjangan

    mengurangi infektivitasnya. HPV dapat tetap infeksius selama bertahun-tahun

    ketika disimpan di gliserol dalam temperatur ruangan. Memang, bentuk L1

    dan L2 membentuk kapsid protein yang sangat stabil dan terbungkus rapat.1

    Karena replikasi virus terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi dari

    epitel dan yang terdiri dari keratinosit yang tidak bereplikasi, HPV harus

    memblok differensiasi akhir dan menstimulasi pembelahan sel untuk

    memungkinkan enzim-enzim dan kofaktor yang penting untuk replikasi DNA

    virus.1

  • Gambar 2. Mekanisme keratinosit dalam mengeluarkan sitokin sekunder

    setelah distimulasi oleh IFN- dan TNF-15

    c. Nevus Pigmentosus

    Sinonim : Nevus sel nevus, Nevus nevoseluler

    Defenisi : Nevus pigmentosus merupakan tumor jinak yang tersusun dari sel-sel

    nevus.2 Kelainan kulit yang disertai pigmentasi merupakan masalah yang banyak

    ditemukan di klinik, salah satunya adalah nevus pigmentosus. Hampir setiap orang

    mempunyai nevus, sedangkan nevus yang mengalami perubahan mempunyai

    risiko 400 kali lebih tinggi untuk menjadi ganas.3

    Etiologi : Sel-sel nevus kulit berasal dari neural crest, sel-sel ini membentuk

    sarang-sarang kecil pada lapisan sel basal epidermis dan pada zona taut

    dermoepidermal. Sel-sel ini membelah dan masuk dermis dan membentuk sarang-

    sarang pada dermis.2,4

    Manifestasi Klinik : Nevus pigmentosus dapat terjadi di semua bagian kulit

    tubuh, termasuk membrana mukosa dekat permukaan tubuh. Lesi dapat datar,

    papuler, atau papilomatosa, biasanya berukuran 24 mm, namun dapat bervariasi

    dari sebesar peniti sampai sebesar telapak tangan. Pigmentasinya juga bervariasi

    dari warna kulit sampai coklat kehitaman.2,4,5

    Nevus pigmentosus kongenital merupakan nevus yang terdapat sejak lahir atau

    timbul beberapa bulan setelah kelahiran.3 Menurut ukurannya dapat dibagi

    menjadi 3 kelompok : lesi kecil bila diameter nevus lebih kecil dari 1,5 cm sampai

    dengan 20 cm, dan lesi luas (giant) bila bergaris tengah tebih dari 20 cm.3

    Nevus sebaseus Jadassohn (NSI) adalah lesi hamartomatosa yang bertasa tegas,

    sebagian besar terdiri dari kelenjar sebasea dan biasanya timbul di wajah dan kulit

    kepala. Nevus ini jarang berhubungan dengan bermacam-macam defek

    ektodermal dan mesodermal.6

    Nama lain adalah nevus sebasea, nevus sebaseus linearis, hiperplasia kelenjar

    sebasea kongenital, hamartoma kelenjar sebasea, adenoma sebasea sirkumskripta,

    pilo syringo sebaseus nevi, nevus organois dan nevus epiteliomatosus sebaseus

    kapitis.7,8NSJ merupakan pertumbuhan yang jarang ditemukan. Didapatkan padakurang

    lebih 0,3% dari seluruh neonatus dengan angka kejadian yang sama pada laki-laki

  • dan wanita.2 Tidak didapat faktor rasial/etnik, familial atau faktor yang

    diwariskan.6,7 NSJ dikatakan berasal dari sel germinativum dari lapisan

    basalepidermis embrionik yang mempunyai potensi untuk berdiferensiasi

    menjadiberbagai tipe tumor epitelial.6

    Gambaran klinis NSJ biasanya berupa lesi yang soliter, atau multipel, berbentuk

    plakat yang berbatas tegas, berwarna kuning kecoklatan, oranye, ataumerah

    mengkilat, verukosus dengan diameter beberapa milimeter sampaibeberapa

    sentimeter. Lesi paling sering terdapat pada kepala dapat juga padawajah, leher

    dan batang tubuh. Nevus ini biasanya tampak pada saat lahir ataubeberapa waktu

    kemudian. Pada masa kanak-kanak sampai sebelum pubertas lesibiasanya

    berbentuk datar, tetapi akan tumbuh menjadi verukosus dan lebih tebal,menetap

    seumur hidup dan menimbulkan alopesia. Lesi NSJ yang luas dan linierdikenal

    dengan sindrom nevus sebaseus, menunjukkan kelainan-kelainan sistemikseperti

    epilepsi, retardasi mental, kelainan sistim saraf kelainan tulang, kelainanmata dan

    ginjal.6-8

    Sindrom nevus epidermal (SNE) atau disebut juga organois nevusphakomatosis,

    Schimmelpenning, sindrom Feuerstein dan Mim serta sindromsolomon

    merupakan suatu sindrom kongenital didapat yang diturunkan secaraautosomal

    dominan. Penyakit ini ditandai adanya kelainan kulit berupa nevus epidermal yang

    berhubungan dengan berbagai kelainan pada sistem organ lainyaitu susunan saraf

    pusat, skletal, kardiomaskular, mata dan urogenital.2,4

    Penyebab SNE belum diketahui dengan pasti, namun diduga karenaadanya

    kesalahan migrasi dan perkembangan jaringan embrionik atau terjadinyakesalahan

    pada proses pemisahan ektoderin dari neural tube.2,4,9

    Penyakit ini lebih sering disertai dengan kelainan skletal, saraf dan mata.Kelainan

    skeletal ditemukan pada 15-70% pasien, kelainan neurologik ditemukanpada 15-

    50% pasien dan kelainan mata ditemukan pada 9-30% pasien. Sidromnevus

    epidermal merupakan suatu kasus yang jarang ditemukan, angkakejadiannya

    hanya l6% dari seluruh kasus nevus epidermal. Penyakit ini dapatditemukan sejak

    lahir hingga usia 40 tahun dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan

    perempuan.2Secara histopatologi dikenal nevus junctional, nevus compound dan nevusdermal.

    Seperempat sampai sepertiga kasus melanoma maligna dikatakan berasaldari

  • nevus pigmentosus. Tipe nevus penting diketahui untuk menentukanprognosis.

    Dari ketiga tipe nevus, diaktakan bahwa nevus junctional lebihmempunyai potensi

    untuk menjadi ganas.10

    Pemeriksaan histopatologi selain memerlukan waktu, juga tidak semua pasien

    setuju untuk dibiopsi. Pada keadaan biopsy tidak dapat dilaksanakan,diperlukan

    suatu cara untuk lebih mendekati diagnosis histopatologi berdasarkanhal tersebut

    maka dikembangkan alat yang disebut surface microscopy denganmenggunakan

    tehnik mikroskop epileuminesen. Tehnik ini non invasive yangmemungkinkan

    untuk melihat secara in vivo gambar histomorfologi kulit danmemberikan harapan

    bagi para klinis untuk membuat diagnosis kelainanpigmentasi kulit secara lebih

    akurat. Apabila gambaran klinis nevus bisadipertajam dengan tehnik

    epiluminesenm, maka banyak manfaat yang akandidapat.11

    Diagnosis Banding : Melanoma maligma, nevus biru, nevus sel epiteloid dan atau

    nevus spindel, KSB berpigmen, Histiositoma, Keratosis seboroik berpigmen.2,4,7,9

    Pengobatan : Pada umumnya tidak diperlukan pengobatan. Namun

    bilamenimbulkan masalah sesara kosmetik, atau sering terjadi iritasi karena

    gesekanpakaian, dapat dilakukan bedah eksisi. Bila ada kecurigaan ke arah

    keganasandapat dilakukan eksisi dengan pemeriksaan histopatologi.

    Prognosis: Pada umumnya baik. Tetapi pada nevus junctional dan nevus

    compound harus mendapat perhatian karena ada kemungkinan berubah menjadi

    ganas.2,4,7

    7.1.2. Tumor Ganas

    a. Melanoma malignum

    1. Epidemiologi

    Melanoma maligna jarang ditemukan, merupakan (1-3) % seluruh

    keganasan. Insidens pada wanita hampir sama dengan laki-laki

    dengan frekuensi tertinggi ditemukan pada umur (30-60) tahun, jarang

    pada anak. 1

  • 2. Etiopatogenesis

    Etiologinya belum diketahui pasti. Salah satu faktor yang perlu

    diperhatikan, selain faktor keganasan pada umumnya ialah iritasi yang

    berulang pada tahi lalat. Faktor herediter mungkin memegang peranan

    dan perlu diperhatikan lebih teliti. Perjalanan penyakit tidak dapat

    ditentukan dengan pasti, kadang-kadang tumornya kecil akan tetapi

    telah bermetastasis jauh, tumor yang besar pun dapat juga setempat

    saja dalam jangka waktu lama. Kehamilan tidak mempengaruhi

    melanoma maligna. 1

    3. Klasifikasi

    Klasifikasi melanoma maligna (M.M) menurut Clark dan MIHM atas

    dasar tingkat penyebaran secara histologik, sebagai berikut:

    1. Intraepidermal (M.M in situ).

    2. Infiltrasi sampai papilla dermis akan tetapi serat-serat reticulum

    dermis masih utuh

    3. Infiltrasi sampai jaringan ikat kolagen dermis.

    4. Infiltrasi sampai ke dalam jaringan ikat kolagen dermis.

    5. Infiltrasi sampai ke jaringan lemak subkutan.

    4. Gejala klinis

    Bentuk dini sangat sulit dibedakan dengan tumor lainnya.

    Karena melanoma maligna merupakan penyakit yang fatal bila telah

    metastasis jauh, maka kemampuan untuk mengenai keganasan dini

    perlu diperdalam. Lokalisasi dilaporkan terbanyak di ekstremitas

    bawah, kemudian di daerah badan, kepala/leher, ekstremitas atas,

    kuku. 1

  • Clark dan MIHM membedakan melanoma maligna atas dasar

    perjalanan penyakit, gambaran klinis dan histogenesis sebagai berikut:

    1. Bentuk superfisial

    2. Bentuk nodular

    3. Lentigo maligna melanoma

    Bentuk superfisial merupakan yang paling sering ditemukan

    (54% seluruh kasus). Umumnya kelainan berupa bercak dengan ukuran

    beberapa mm sampai beberapa cm dengan warna bervariasi (waxy,

    kehitaman, kecoklatan, putih, biru), tak beraturan, berbatas tegas

    dengan sedikit penonjolan di permukaan kulit. Bentuk dini dapat

    berubah dalam hal:

    1. Ukuran: umumnya membesar

    2. Warna: lebih gelap/pucat

    3. Gatal, iritasi atau nyeri

    4. Infeksi dengan cairan sero-purulen

    5. Perdarahan, ulserasi atau krusta.

    Umumnya pada wanita ditemukan lebih banyak di ekstremitas bawah. 1

    Bentuk nodular (melanoma demblee) ditemukan 32% seluruh

    kasus. Nodus yang ditemukan biasanya berwarna biru kehitaman

    dengan batas tegas serta mempunyai variasi bentuk:

    1. Bentuk yang terbatas di epidermal dengan permukaan licin

    2. Nodus yang menonjol di permukaan kulit dengan bentuk yang

    tidak teratur

    3. Bentuk eksofitik disertai ulserasi.

  • Umumnya ditemukan di daerah telapak kaki. 1

    Lentigo maligna melanoma (L.M.M) disebut juga Hutchinsons

    melanotic Freckle atau prakanker Dubreilh merupakan 14% seluruh

    kasus dijumpai terutama pada orang tua. Tumor ini kadang-kadang

    meliputi bagian yang agak luas di muka. Bentuk plakat ini umumnya

    berbatas tegas, warnanya coklat kehitaman serta tidak homogen,

    bentuk tak teratur, pada bagian tertentu dapat tumbuh nodus yang

    berbatas tegas setelah bertahun-tahun. 1

    Melanoma maligna pada daerah tertentu mempunyai gambaran

    yang agak berbeda, demikian pula gambaran histologik dan

    penatalaksanaannya agak berbeda dengan daerah lainnya. Daerah

    tersebut meliputi:

    1. Melanoma subungual: umumnya hanya hiperpigmentasi saja

    yang tampak dan harus waspada terhadap kelainan ini.

    2. Anal melanoma: pigmentasi di daerah anal hendaknya dicurigai

    kea rah M.M.

    3. Melanoma di vulva: melanoma di alat kelamin wanita lebih

    banyak daripada laki-laki. Pada daerah ini umumnya berwarna biru

    kehitaman dengan lokasi sampai mengenai rahim.

    4. Melanoma di mukosa, daerah kepala, dan leher: yang paling

    sering ialah mukosa daerah palatum, kavum nasalis dan gingiva.

    Jarang di konjungtiva, lidah. Sering metastasis hematogen.

    Prognosisnya paling buruk dibandingkan dengan lainnya.

    5. Prognosis

    Walaupun prognosisnya buruk, namun perlu diketahui faktor yang

    mempengaruhinya ialah:

  • 1. Tumor primer: daerah tertentu (badan lebih buruk daripada anggota

    badan)

    2. Stadium

    3. Organ yang telah di infiltrasi (metastasis tulang dan hati lebih

    buruk daripada kelenjar getah bening dan kulit)

    4. Jenis kelamin (wanita lebih baik daripada laki-laki)

    5. Jika terdapat melanogen di urin maka prognosisnya lebih buruk

    6. Kondisi hospes: jika fisik lemah dan imunitas menurun, maka

    prognosisnya lebih buruk. 1

    6. Pengobatan

    Untuk bisa memahami M.M dan pengobatannya, penting untuk

    disadari bahwa prognosis tergantung pada kedalaman invasi tumor

    yang diketahui pada waktu eksisi pertama, tanpa memperhatikan tipe

    tumor semula. Sebagian besar klinik mengukur invasi dengan

    menggunakan teknik yang disebut sebagai Breslow Thickness. Bila

    tumor kurang dari 1,5 mm pada waktu dilakukan eksisi pertama , maka

    kemungkinan bertahan selama 5 tahun sekitar 90%, bila kedalamannya

    lebih dari 3,5 mm, maka angka tersebut akan turun sampai 40% atau

    kurang. 2

    Semua tipe melanoma sebaiknya dieksisi pada kesempatan

    sedini mungkin. Radioterapi dan krioterapi saat ini belum dapat

    membantu banyak dalam penyembuhan penyakit ini. Masih menjadi

    perdebatan tentang seberapa luas eksisi harus dilakukan, yang ada

    hanya kesepakatan bahwa kalau bisa sesempit mungkin. Sama sekali

    tidak ada bahaya dalam eksisi awal yang sempit. Yang harus segera

    dilakukan adalah mengangkat melanoma sedangkan tindakan

    selanjutnya dapat dilakukan belakangan. 2

  • Pada melanoma akralis mungkin harus dilakukan biopsi untuk

    mendapatkan kepastian diagnosis, sebelum dilakukan pengobatan

    definitive, termasuk kemungkinan dilakukannya amputasi.2

    b. Karsinoma sel skuamosa

    1. Epidemiologi

    Karsinoma sel skuamosa adalah tumor ganas kulit ke dua yang paling

    sering dijumpai pada orang kulit putih.insiden tertinggi pada usia 50-

    70 tahun. Frekuensi pada pria lebih banyak daripada wanita dengan

    perbandingan 2:1.

    2. Etiologi

    1. Sinar Matahari (2900 - 3000 ) masih merupakan faktor yang

    paling menonjol sebagai penyebab karsinoma sel skuamosa. Pada

    daerah-daerah terpapar lebih banyak ditemukan kasus keganasan

    ini.

    2. Ras/herediter. Pada kulit berwarna ditemukan lebih banyak pada

    daerah tertutup daripada terbuka. Orang kulit putih lebih banyak

    daripada orang kulit berwarna.

    3. Faktor genetik yang paling menonjol tampak pada xeroderma

    pigmentosum (X.P.). Pada X.P. ditemukan defek pembentukan

    DNA oleh karena pengaruh sinar ultraviolet.

    4. Arsen inorganik yang terdapat dalam alam (air sumur), maupun

    yang dipakai sebagai obat. Keganasan umumnya timbul di bagian

    badan.

    5. Radiasi (sinar-X atau gamma)

    6. Faktor hidrokarbon (tar, minyak, mineral, parafin likuidum, dll.)

    7. Sikatriks, keloid, ulkus kronik, fistula (osteomielitis).

  • 3. Histopatologi

    Menunjukkan gambaran:

    Sel-sel ganas epitelial yang atipik dan mengadakan infiltrasi ke

    dalam lapisan dermis.

    Sel-sel mitotik.

    Hilangnya jembatan interseluler.

    Bagian yang tersusun konsentrik dikelilingi sel epitel gepeng,

    dikenal sebagai mutiara tanduk (horn pearl).

    4. Patofisiologi

    Karsinoma sel skuamosa secara khas muncul pada kulit yang

    rusak karena sinar matahari dengan keratosis aktinik multipel.

    Karsinoma sel skuamosa yang terjadi pada kulit yang rusak

    karena sinar matahari biasanya tidak bermetastasis dan jarang

    menimbulkan kematian.

    Kanker sel skuamosa yang terjadi pada daerah-daerah yang

    tidak terpapar sinar matahari (bibir, bokong, lipat paha), setelah

    menelan arsen, atau pada jaringan parut lama mempunyai resiko

    metastasis yang lebih besar.

    Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul dengan nodul yang

    menebal, bersisik dan berulserasi serta kadang-kadang berdarah.

    Nodul-nodul ini biasanya timbul pada kulit yang rusak karena

    matahari di daerah muka, kulit kepala, telinga, leher, tangan, dan

    lengan. Seringkali, nodul ini dikelilingi oleh keratosis aktinik yang

    multipel, yang apabila tidak diobati dapat berdegenerasi menjadi

    kanker sel skuamosa.

    5. Patogenesis

  • Karsinoma sel skuamosa berasal dari sel epidermis yang

    mempunyai beberapa tingkat kematangan, dapat intraepidermal, dapat

    pula bersifat invasif dan bermestasis jauh.

    Dimulai dengan nodula berwarna kulit normal, atau ulkus

    dengan tepi teratur. Permukaan nodula berbenjol menyerupai

    kembang kol, pada perabaan keras dan mudah berdarah. Yang berasal

    dari ulkus, permukaan dan tepi meninggi, warna kekuningan. Dalam

    perkembangannya membentuk tumor menyerupai kembang kol.

    Tumor menyebar melalui saluran getah bening ke alat-alat lain.

    6. Gejala Klinis

    Predileksi terjadi pada daerah kulit yang terpapar sinar matahari

    dan membrana mukosa, namun dapat pula terjadi pada setiap bagian

    tubuh.

    Pada orang kulit putih lebih sering dijumpai pada daerah muka

    dan ekstremitas, sedangkan pada orang kulit berwarna gelap di daerah

    tropik lebih banyak pada ekstremitas bawah, badan, dan dapat pula

    dijumpai pada bibir bawah serta punggung tangan.

    Gambaran klinis karsinoma sel skuamosa bervariasi, dapat

    berupa:

    Nodul berwarna seperti kulit normal, permukaannya halus

    tanpa krusta atau ulkus dengan tepi yang berbatas kurang jelas.

    Nodul kemerahan dengan permukaan yang papilomatosa atau

    verukosa, menyerupai bunga kol.

    Ulkus dengan krusta pada permukaannya, tepi meninggi,

    berwarna kuning kemerahan. Dalam perjalanan penyakitnya,

    lesi akan meluas dan mengadakan metastasis ke kelenjar limfe

    regional atau ke organ-organ dalam.

    Karsinoma sel skuamosa yang timbul dari kulit normal

    (denovo) lebih sering mengadakan invasi yang cepat dan terjadi

  • metastasis, dibandingkan lesi yang timbul dari keratosis

    aktinik.

    7. Diagnosis Banding

    a. Keratoakantoma

    b. Karsinoma sel basal

    c. Keratosis aktinik

    d. Melanoma maligna amelanotik

    e. Granuloma

    f. Penyakit Bowen

    8. Prognosis

    Prognosis karsinoma sel skuamosa sangat bergantung kepada:

    1. Diagnosis dini

    2. Cara pengobatan dan keterampilan dokter

    3. Kerjasama antar orang sakit dan dokter

    Prognosis yang paling buruk bila tumor tumbuh di atas kulit

    normal (denovo), sedangkan tumor yang ditemukan di kepala dan

    leher, prognosisnya lebih baik daripada di tempat lainnya. Demikian

    juga prognosis yang ditemukan di ekstremitas bawah, lebih buruk dari

    ekstremitas atas.

    9. Tatalaksana

    1. Pada dasarnya sama dengan basalioma, yaitu bedah eksisi, bedah

    listrik, bedah kimia dan radiasi.

    2. Pada bedah eksisi, harus dilakukan pengangkatan kelenjar regional

    jika sudah ada metastasis.

  • 3. Pengobatan dengan radiasi, karsinoma sel gepeng lebih resisten

    daripada karsinoma sel basal.

    10. Pemeriksaan Penunjang

    1. Lokalisasi: Tersering pada di tungkai bawah, bibir, anus, vulva,

    penis.

    2. Efloresensi/ sifat-sifatnya:

    Bentuk intraepidermal: berupa keratosis, kornu kutaneus atau

    berupa penyakit bawaan, atau eritroplasia.

    Bentuk invasif: nodus atau ulkus dengan pinggir tak teratur,

    permukaan berbenjol-benjol, ditutupi oleh krusta dan mudah

    berdarah.

    c. Karsinoma sel basal

    1. Definisi

    Karsinoma sel basal adalah suatu tumor kulit yang bersifat ganas,

    berasal dari sel-sel basal epidermis dan apendiknya. Tumor ini

    berkembang lambat dan tidak/jarang bermetastase. Keganasan pada

    karsinoma ini ialah keganasan lokal (localized malignant) yaitu invasi

    tumor ke jaringan di bawah kulut (sub kulit). Fasia, otot dan tulang,

    umumnya tidak menyebabkan kematian.1

    2. Epidemiologi

    Karsinoma sel basal lebig sering dijumpai pada orang kulit putih dari

    pada kulit berwarna dan paparan sinar matahri yang lama dan kuat

    berperan dalam perkembangannya. Lebih sering dijumpai pada pria

    dan biasanya timbula setelah usia lebih dari 40 tahun. Karsinoma sel

    basal dapat juga dijumpai pada anak-anak dan remaja walaupun

    jarang.2,3

  • Predileksi kanker ini adalah di daerah muka yang terpajan sinar

    matahari (sinar UV). Daerah muka yang paling sering terkena ialah

    daerah antara dahi dan sudut bibir. Dari penyelidikan yang dilakukan

    di Indonesia ternyata terdapat predileksi sebagai berikut: pipi dan dahi

    50%; hidung dan lipatan hidung 28%; mata dan sekitarnya 17%; bibir

    5%.3

    3. Etiologi

    Samapi saat ini masih belum diketahui pasti penyebabnya. Dari

    beberapa penelitian menyatakan bahwa faktor predisposisi yang

    memegang peranan penting perkembangan karsinoma sel basal. Faktor

    predisposisi yang diduga sebagai penyebab yaitu:

    a. Faktor internal : umur, ras, genetik, dan jenis kelamin.

    b. Faktor eksternal : radiasi UV (UV B 290-320 nm), radiasi

    ionisasi, bahan-bahan karsinogenik seperti arsen inorganik, zat-zat

    kimia, hidrokarbon polisiklik, dan trauma mekanis kulit, seperti

    bekas vaksin, bekas luka bakar, iritasi kronis, dll.2,4

    4. Patogenesis

    Karsinoma sel basal dari epidermis dan adneksa stuktur (folikel

    rambut, kelenjar ekstrin). Terjadinya didahului dengan regenerasi dari

    kolagen yang sering dijumpai pada orang yang sedikit pigmennya dan

    sering mendapat paparan sinar matahari, sehingga nutrisi pada

    epidermis terganggu dan merupakan prediksi terjadinya suatu kelainan

    kulit. Melanin berfungsi sebagai energi dapat menyerap energi yang

    berbeda jenisnya dan menghilang dalam bentuk panas. Jika energi

    masih terlalu besar dapat merusak sel dan mematikan sel atau

    mengalami mutasi untuk selanjutnya menjadi sel kanker.

    Beberapa peneliti mengatakan terjadinya karsinoma sel basal

    merupakan gabungan pengaruh sinar matahri, tipe kulit, warna kulit

    dan faktor predisposisi lainnya. Peningkatan radiasi UV dapat

    menginduksi terjadinya keganasan kulit pada manusia melalui efek

  • imunologi dan efek karsinogenik. Transformasi sel menjadi ganas

    akibat radiasi UV diperkirakan berhubungan dengan terjadinya

    perubahan pada DNA yaitu terbentuknya photo product yang disebut

    dimer primidin yang diduga berperan pada pembentukan tumor. Reaksi

    sinar UV menyebabkan efek terhadap proses karsinogenik pada kulit

    antara lain: induksi timbulnya menjadi sel kanker, menghambat

    immunosurveillance dengan menginduksi limfosit T yang spesifik

    untuk tumor tertentu.5

    5. Gambaran histopatologi

    Tampak sel-sel tumor berkelompok padat dengan inti biru tua atau

    ungu dapat mencapai subkutis. Kelompok sel-sel tumor ini tampak

    seperti pulau-pulau. Pada ulkus roden tampak epidermis tidak intak

    lagi, terjadi ulkus, tetapi sebukan sel tumor tetap sama.6

    6. Gejala klinis

    Tumor ini umumnya ditemukan di daerah berambut, bersifat invasif,

    jarang bermetastasis. Dapat merusak jaringan disekitarnya, malah

    dapat sampai ke tulang, serta cenderung untuk residif terlebih bila

    pengobatannya tidak adekuat.

    Bentuk klinis yang banyak ditemukan ialah:7

    a. Bentuk nodulus (termasuk ulkus rodens)

    Paling sering ditemukan. Gambaran klinis yang khas berupa

    gambaran keganasan dini seperti: tidak berambut, berwarna

    cokelat/hitam, dan keruh. Bila sudah berdiameter 0,5 cm sering

    ditemukan pada bagian pinggir berbentuk papular, meninggi,

    anular, di bagian tengah cekung yang dapat berkembang menjadi

  • ulkus (ulkus rodent) kadang-kadang ditemukan telangiektasis. Pada

    perabaan terasa keras dan berbatas tegas.

    b. Bentuk kistik

    Jarang ditemukan. Permukaan licin, menonjol di permukaan kulit

    berupa nodus atau nodulus. Pada perabaan terasa keras dan mudah

    digerakkan dari dasarnya. Telangiektasis dapat ditemukan pada tepi

    tumor.

    c. Bentuk superfisial

    Bentuk ini menyerupai penyakit Bowen, lupus eritematosus,

    psoriasis atau dermatomikosis. Ukurannya dapat berupa plakat

    dengan eritema, skuamasi halus dengan pinggir yang agak keras

    seperti kawat dan agak meninggi. Warnanya dapat hitam berbintik-

    bintik atau homogen yang kadang-kadang menyerupai melanoma

    maligna.

    d. Bentuk morfea

    Secara klinis menyerupai morfea akan tetapi ditemukan tanda-

    tanda berupa kelainan yang datar, berbatas tegas tumbuhnya lambat

    berwarna kekuningan, pada perabaan pinggirnya keras.

    7. Diagnosis banding:2

    a. Karsinoma sel skuamosa

    b. Melanocytyc naevi (nevus pigmentosus)

    c. Melanoma maligna

    d. Trichoepitelioma

    e. Hiperplasia sebaceus

    f. Keratosis seboroik

    8. Diagnosis

  • Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

    pemeriksaan histopatologis. Dari anamnesis terdapat kelainan kulit

    terutama di muka yang sudah berlangsung lama berupa benjolan kecil,

    tahi lalat, luka yang sukar sembuh, lambat menjadi besar dan mudah

    berdarah. Tidak ada rasa gatal/sakit. Pada pemeriksaan fisik terlihat

    papul/ulkus dapat berwarna seperti warna kulit atau hiperpigmentasi.

    Pada palpasi teraba indurasi. Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah

    bening regional. Pemetiksaan penunjang berupa pemeriksaan

    histopatologi yaitu dengan dilakukan biopsi.2

    9. Prognosis

    Cukup baik, bila diobati sesuai dengan cara yang telah ditekuni oleh

    masing-masing bagian.7

    10. Penatalaksanaan

    Terapi dapat bersifat perventif dan kuratif, yaitu:

    a. Preventatif.

    Oleh karena sinar matahari predisposisi utama untuk terjadi

    kanker kulit maka perlu diketahui perlundungan kulit terhadap

    sinar matahari, terutama bagi orang-orang yang sering melakukan

    aktifitas diluar rumah dengan cara memakai sunscreens (tabir

    surya) selama terpajan sinar matahari dengan SPM tinggi (>15-30).

    Pemakaian antioksidan dapat berfungsi untuk menetralkan

    kerusakan atau mempertahankan fungsi dari serangan radikal

    bebas. Akibat reaksi oksidatif radikal bebas di DNA menimbulkan

    mutasi yang akhirnya menyebabkan kanker. Antioksidan tersebut

    antara lain adalah: betakaroten, vitamin E, dan Vitamin C.2

    b. Kuratif.2

    - Bedah eksisi

    Bedah eksisi atau bedah skalpel pada KSB dini memberikan

    tingkat sembuhan yang tinggi.

  • - Radioterapi

    Penyinaran dilakukan dengan dosis 200 cGy per fraksi, 5 fraksi

    dalam 1 minggu dengan total dosis 4000 cGy.

    - Kuretasi dan elektrodesikasi

    Dilakukan pada tingkat yang dini, cara yang terbaik dengan

    cara cutting dan koagulasi dibantu dengan curettage.

    - Bedah beku (cryosurgery)

    Bedah beku adalah suatu metode pengobatan dengan

    menggunakan bahan yang dapat menurunkan suhu jaringan

    tubuh dari puluhan sampai ratusan derajat Celcius di bawah

    nol. Efek yang ingin di capai:

    o Perubahan sel epidermal dan epidermolisis dengan pembekuan ringan dimana terjadi vesikulasi (tampak

    vesikel atau bula), kemudian diikuti krustasi dan proses

    wound healing tanpa jaringan parut dan kemungkinan

    hipopigmentasi.

    o Cryonecrosis, destruksi serta nekrosis sel dalam jaringan dermis dan jaringan di bawahnya dengan cara pembentukan

    kristal es inta dan ekstra sel, akibatnya terjadi kerusakan

    membran sel dan perubahan konsentrasi elektrolit, iskemik,

    respon immunologik selama masa pencarian kristal es.

    - Bedah kimia

    7.2. Transformasi tumor jinak menjadi tumor ganas dan perbedaan di antara keduanya.

    Daerah tropis banyak memperoleh sinar matahari dibandingkan belahan bumi

    lainnya, memperbesar resiko kerusakan kulit akibat pancaran sinar ultra violet (UV)

    dari sinar matahari. Sinar matahri yang tampak (visible light, 400-800 nm), tidak

    menimbulkan kerusakan, tapi disebelahnya terdapat sinar infra merah (infra red = IR,

  • 1300-1700 nm) yang 40% bagiannya mencapai bumi, dan berpengaruh terhadap

    proses photo aging (penuaan yang disebabkan oelh sinar matahari). Gabungan antara

    sinar IR dengan UV-B akan menyebabkan kerusakan dermis (dermal elastosis) dan

    berbagai keganansan kulit. Sinar matahari yang pada umumnya menyebabkan warna

    kemerahan (eritema), mempermudah timbulnya keganasan kulit karena sifat sinar

    tersebut yang merangsang pembelahan sel epidermis secara tidak teratur.

    Sinar UV yang mempengaruhi kehidupan biologic mempunyai panjang

    gelombang antara 250-400 nm, dengan pembagian segmen sebagai berikut:

    a. Segmen UV-A dengan panjang gelombang 320-440 nm, paling banyak mencapai

    bumi -100 kali UV-B, tetapi dengan kekuatan lemah- 1:1000 UV-B. Segmen sinar ini

    masuk ke dalam dermis, menyebabkan kerusakan dermis, meyebabkan kerusakan

    jaringan dermis sehingga proses penuaan dipercepat, menyebabkan reaksi

    fotosensitivitas dan bersama UV-B berperan dalam proses keganasan kulit.

    b. Segmen UV-B, antara 290-320 nm, merupakan sinar terkuat yang mencapai bumi.

    Kerusakan kulit yang ditimbulkan berada di bagian bawah epidermis, berupa luka

    bakar (sunburn), kelainan pra-kanker dan keganasan. Lapisan ozon mengabsorpsi

    90% segmen UV-B terutama pada panjang gelombang 290-300 nm.

    c. Segmen terkuat UV-C antara 200-290 nm, merupakan sinar terkuat yang diabsorpsi

    oleh lapisan ozon sehingga tidak mencapai permukaan bumi. Tetapi dengan adanya

    kebocoran lapisan ozon saat ini dan penurunannya sebanyak 8% setiap dekade, maka

    sinar UV-C dapat mencapai bumi dan sangat membahayakan lingkungan.

    Pembentuka radikal bebas intrasel yang reaktif akan mempercepat proses kerusakan

    dan penuaan kulit.

    7.3. Mekanisme pertahanan kulit terhdap sinar UV

    Secara alamiah kulit sudah mempunyai perlindungan terhadap sinar surya, yaitu

    dengan adanya stratum korneum, melanin, dan asam urokanat. Ketebalan stratum

    korneum berfungsi merintangi sinar surya dengan cara menyerap atau menghamburkan,

    sehingga makin tebal stratum korneum akan semakin sulit ditembus oleh sinar UV.

    Adanya melanin berfungsi menyerap dan menghamburkan sinar UV, disamping berfungsi

    sebagai penangkap gugus radikal bebas, serta sebagai filter optic DNA pada nucleus.

    Asam urokanat dijumpai pada keringat,diduga bekerja sebagai protector terhadap sinar

    UV-B, akan tetapi saat ini peran asam urokanatini diragukan karena Cis-asam urokanat

  • mempunyai efek imunosupresi yang bahkan diperkirakan berperanan pada pembentukan

    kanker kulit.

    Adanya radiasi UV ini dapat menimbulkan reaksi yang bersifat akut atau segera

    akibat sekali pajanan dengan energi yang berlebihan, dan reaksi tertunda akibat pajanan

    yang kronis. Respon kulit yang dapat terlihat setelah pajanan dengan sinar UV dapat

    dibedakan menjadi respons eritema, respons pigmentasi, dermatoheliosis, dan foto

    karsinogenesis.

    1. Eritema

    Spektrum UV yang eritematogenik adalah sinar UV-B dan UV-A 2, walaupun

    pajanan dengan sinar kasat mata dan sinar inframerah dapat pula menyebabkan

    kemerahan pada kulit yang segera tampak dan segera hilang pada akhir radiasi. Eritema

    ini juga dapat ditimbulkan oleh sinar UV-C yang terdapat dalam lampu untuk sterilisasi.

    Radiasi sinar UV-B merupakan penyebab terjadinya terbakar surya yang terjadi

    secara akut. Pada individu berkulit terang diperlukan sekitar 20-70 mJ/cm2 untuk

    menimbulkan reaksi eritema yang dapat terlihat oleh mata (MED = minimal erythema

    dose atau DEM = dosis eritem minimal).

    Radiasi sinar UV-A juga dapat menimbulkan terbakar surya walaupun kapasitas

    eritematogenik dari sinar UV-A ini sangat lemah, yaitu 600-1000 kali lebih lemah

    dibandingkan dengan sinar UV-B. Diperlukan 20-100 J/cm2Sinar UV-A untuk

    menimbulkan eritema. Eritemaini segera tampak sesudah pajanan, intensitasnya optimal

    setelah 10-12 jam dan masih tetap tampak sampai 24 jam. Sinar UV-A dengan panjang

    gelombang 320-340 nm disebut pula sinar UV-A 2, sedang sinar UV-A dengan panjang

    gelombang 340-400 disebut sinar UV-A1. Sinar UV-A2 mempunyai efek eritematogenik

    dan melanogenik yang mirip dengan sinar UV-B. Perbandingan sinar UV-A mempunyai

    peran yang cukup berarti pada proses terbakar surya.

    2. Pigmentasi

    Respon pigmentasi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu pigmentasi segera dan

    pigmentasi lambat. respons pigmentasi ini diransang oleh sinar UV-A, UV-B maupun

    sinar tampak. Radiasi sinar UV-A terhadap kulit manusia dapat segera menimbulkan

    reaksi pigmentasi (immediate pigment-darkening = IPD). Reaksi tampak beberapa menit

    sesudah pajanan dan reaksi ini bergantung kepada jumlah melanin yang telah ada serta

    dosis radiasi. Reaksi IPD atau pigmentasi cepan (PC) ini merupakan foto-oksidasi dari

  • melanin yang telah ada. Pigmen hasil radiasi sinar UV-A ini hanya tersebar pada stratum

    basale.

    Reaksi pigmentasi lambat (delayed tanning) disebabkan oleh sinar UV-B atau UV

    yang eritematogenik. Reaksi pigmentasi lambat ini merupakan hasil dari reaksi yang

    kompleks pada melanosit termasuk proliferasi, sintesis baru melanin, serta redistribusi

    melanin dalam melanosit dan keratinosist sekitarnya. Reaksi ini dimulai beberapa jam

    setelah pajanan, dimana melanin pada stratum basale mengalami oksidasi dan bermigrasi

    ke permukaan. Puncak reaksi terjadi 10 jam, dan akan menghilang 100-200 jam. Sedang

    proses melanogenesis dimulai dari oksidasi gugus sulfhidril oleh energi dari sinar UV,

    yang mengaktifkan tirosinase, kemudian terbentuk DOPA, dan akhirnya terbentuknya

    melanin. Reaksi ini dimulai sekitar 2 hari sesudah pajanansinar UV dan mencapai

    puncaknya setelah 2-3 minggu.

    3. Dermatoheliosis

    Dermatoheliosis adalah reaksi pada kulit yang bersifat polimorfik dari

    berbagaikomponen kulit yaitu komponen vaskuler, komponen keratinosit, melanosit, dan

    komponen jaringan ikat. Reaksi pada komponen vaskular didermis berupa dilatasi

    sementara sampaiteleangiektasis. Pada keratinosit berupa hiperplasia epidermal yang

    atipik, misalnya terjadi keratosis aktinik. Pada melanosit berupa pigmentasi, yaitu

    freckles, lentigo solaris, dan hipopigmentasi gutata. Sedangkan pada jaringan ikat dermis

    berupa kulit keriput dan kasar, serta elastosis aktinik.

    4. Fotokarsinogenesis

    Fotokarsinogenesis sinar UV mempunyai hubungan erat dengan pathogenesis

    karsinomasel basal. Karsinoma sel skuamosa dan melanoma maligna, sedangkan di

    Indonesia tampaknyahal ini hanya berlaku bagi karsinoma sel skuamosa dan karsinoma

    sel basal. Spektrum karsinogenik dari sinar surya identik dengan spektrum

    eritematogenik. Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa radiasi polikromatik

    antara 200-400 nm dapat menimbulkan tumor kulit.Patut diperhatikan bahwa proses

    kerusakan kulit akibat sinar surya ini bersifat kumulatif dan telah dimulai sejak lahir.

    7.4. Studi Kasus

    7.4.1. Pengaruh sinar UV terhadap terjadinya tumor ( pathogenesis)

  • Daerah tropis banyak memperoleh sinar matahari dibandingkan

    belahan bumi lainnya, memperbesar resiko kerusakan kulit akibat pancaran

    sinar ultra violet (UV) dari sinar matahari. Sinar matahri yang tampak (visible

    light, 400-800 nm), tidak menimbulkan kerusakan, tapi disebelahnya terdapat

    sinar infra merah (infra red = IR, 1300-1700 nm) yang 40% bagiannya

    mencapai bumi, dan berpengaruh terhadap proses photo aging (penuaan yang

    disebabkan oelh sinar matahari). Gabungan antara sinar IR dengan UV-B akan

    menyebabkan kerusakan dermis (dermal elastosis) dan berbagai keganansan

    kulit. Sinar matahari yang pada umumnya menyebabkan warna kemerahan

    (eritema), mempermudah timbulnya keganasan kulit karena sifat sinar tersebut

    yang merangsang pembelahan sel epidermis secara tidak teratur.

    Sinar UV yang mempengaruhi kehidupan biologic mempunyai panjang

    gelombang antara 250-400 nm, dengan pembagian segmen sebagai berikut:

    d. Segmen UV-A dengan panjang gelombang 320-440 nm, paling

    banyak mencapai bumi -100 kali UV-B, tetapi dengan kekuatan

    lemah- 1:1000 UV-B. Segmen sinar ini masuk ke dalam dermis,

    menyebabkan kerusakan dermis, meyebabkan kerusakan jaringan

    dermis sehingga proses penuaan dipercepat, menyebabkan reaksi

    fotosensitivitas dan bersama UV-B berperan dalam proses

    keganasan kulit.

    e. Segmen UV-B, antara 290-320 nm, merupakan sinar terkuat yang

    mencapai bumi. Kerusakan kulit yang ditimbulkan berada di

    bagian bawah epidermis, berupa luka bakar (sunburn), kelainan

    pra-kanker dan keganasan. Lapisan ozon mengabsorpsi 90%

    segmen UV-B terutama pada panjang gelombang 290-300 nm.

    f. Segmen terkuat UV-C antara 200-290 nm, merupakan sinar terkuat

    yang diabsorpsi oleh lapisan ozon sehingga tidak mencapai

    permukaan bumi. Tetapi dengan adanya kebocoran lapisan ozon

    saat ini dan penurunannya sebanyak 8% setiap dekade, maka sinar

    UV-C dapat mencapai bumi dan sangat membahayakan

    lingkungan. Pembentuka radikal bebas intrasel yang reaktif akan

    mempercepat proses kerusakan dan penuaan kulit.

    7.4.2. Pemberian Salep antibiotic pada Ulkus

  • Salap antibiotik untuk dermatoterapi

    Dalam dermatoterapi, pemberian antibiotik secara topikal dapat

    menggunakan vehikulum salap (ointment) untuk mempermudah proses

    penetrasi ke kulit. Beberapa contoh salap antibiotik antara lain:

    1. Bacitracin

    Bacitracin (basitrasin) merupakan antibiotik yang bersifat bakterisid

    terhadap kuman-kuman Gram-positif. Obat ini digunakan hanya secara topikal

    (untuk kulit dan mata), karena pemberian secara sistemik dapat menyebabkan

    nefrotoksik.

    Bacitracin tersedia dalam bentuk salap kulit dan mata (untuk mencegah

    oftalmia neonatorum karena gonorrhea), setiap gramnya mengandung 500 unit

    bahan aktif. Selain itu bacitracin sering dikombinasikan dengan antibiotik lain,

    seperti neomycin dan polymixin B.

    2. Gentamicin

    Gentamicin (gentamisin) merupakan salah satu jenis antibiotik

    golongan Aminoglikosida. Antibiotik ini sangat sensitif terhadap basil Gram-

    negatif yang aerobik, dan kurang efektif dalam keadaan anaerobik atau

    fakultatif. Aktivitasnya terhadap bakteri Gram-negatif sangat terbatas.

    Gentamicin (Aminoglikosida) bekerja dengan cara menembus bakteri

    Gram-negatif melalui porin, berikatan dengan ribosom 30S sehingga

    menghambat sintesis protein disusul dengan kematian sel. Aktivitas yang

    optimal (tanpa efek toksik) tercapai dengan kadar Gentamicin 4-8g/ml.

    namun setelah kontak dengan antibiotik, biasanya terjadi penurunan kepekaan

    sehingga pemberian antibiotik ini harus secara tepat dan hati-hati.

    Efek samping dari antibiotik golongan Aminoglikosida antara lain efek

    ototoksik (menyerang N. VIII), nefrotoksik, dan neurotoksik (neuritis perifer).

    Dengan sediaan salap kadar 0.1 dan 0.3%, penggunaan yang disarankan sekitar

    3-4 kali sehari. Di pasaran dijual dengan merk dagang Balticin.

  • 3. Mupirocin

    Mupirocin (mupirosin, bactroban) adalah antibiotik Gram-positif yang

    bersifat bakteriostatis pada jumlah kecil dan menjadi bakterisidal apabila

    diberikan dalam jumlah besar. Mupirocin bekerja dengan menghambat sintesis

    protein dan RNA, serta merusak dinding sel bakteri.

    Mupirocin topikal diindikasikan untuk berbagai infeksi kulit yang

    disebabkan oleh S.aureus dan S.pyoegenes, seperti furunkel, impetigo, luka

    terbuka, dan juga efektif terhadap bakteri S.aureus yang resisten terhadap

    metisilin (methicilin resistant Staphylococcus aureus-MRSA).

    Obat ini tersedia dalam bentuk salap 2%, namun vehikulumnya dapat

    diserap terlalu banyak pada lesi yang luas sehingga menyebabkan nefrotoksik.

    Di pasaran antibiotik ini dijual dengan merk dagang Bactoderm.

    Penggunaan yang disarankan 3 kali sehari selama 10 hari.

    4. Neomycin

    Neomycin (neomisin) adalah antibiotik dari golongan Aminoglikosida,

    oleh karena itu spektrum dan mekanisme kerjanya sama seperti Gentamicin.

    Sediaan salap Neomycin untuk kulit mengandung 5mg/g, digunakan 2-3 kali

    sehari.

    5. Chloramphenicol

    Chloramphenicol (kloramfenikol) merupakan antibiotik yang berikatan

    dengan subunit 50S bakteri dan menghambat enzim peptidil transferase

    sehingga menghambat sintesis protein kuman. Umumnya bersifat

    bakteriostatik, dan pada konsentrasi tinggi dapat menjadi bakterisidal.

    Spektrum antibakteri Chloramphenicol meliputi D. pneumoniae, S.pyogenes,

    Neisseria, Haemophilus, Bacillus, Treponema, dan kebanyakan kuman

    anaerob. Untuk dermatoterapi, Chloramphenicol terdapat dalam sediaan salap

    kulit 2%, dipakai beberapa kali sehari.

  • 6. Clindamycin

    Clindamycin (klindamisin) merupakan suatu antibiotik berspektrum

    luas, memiliki kepekaan terhadap bakteri Gram-positif aerobik

    (Staphylococcus dan Streptococcus), bakteri Gram-negatif anaerobik

    berbentuk batang (Bacteroides, Fusobacterium, dan Prevotella) serta bakteri

    Staphylococcus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Obat ini memberi

    efek samping diare, mual dan muntah. Indikasi penggunaan Clindamycin

    adalah untuk pengobatan akne vulgaris. Penggunaan yang disarankan dua kali

    sehari, dengan efek samping hipersensitifitas. Di pasaran dijual dengan merk

    dagang Clidacor.

    7.4.3. Pengaruh intervensi fisik terhdp perkembangan tumor.

    Tumor jinak dan tumor ganas pada dasarnya memiliki gambaran

    histopatologi yang berbeda, apalagi pada tumor ganas biasanya sudah nampak

    tanda-tanda keganasan.

    Tumor jinak biasanya dikelilingi oleh permukaan luar yang

    menghambat pertumbuhannya sehingga tak sampai berkembang menjadi

    tumor ganas. Namun pada beberapa kasus, tumor jinak dapat berkembang

    menjadi tumor yang ganas.

    Kemungkinan tumor jinak menjadi ganas bisa saja tapi sangat jarang

    terjadi, biasanya pada Tumor yang sudah terlalu lama dan besar. Misalnya

    Fam (Fibroadenoma mamma), tumor jinak payudara bila dibiarkan bertahun-

    tahun ada yang berubah jadi ganas, ini dikenal sebagai Progressi, persentase

    kemungkinannya kira-kira hanya 0,5 % -1% saja.

    Tumor yang terkena trauma mekanik atau digaruk dan menimbulkan

    perlukaan yang menyebabkan infeksi. Makanya, jangan heran, jika bekas

    gigitan serangga pun bisa menjadi koreng yang besar. Karena pada saat luka

    dan kondisi kulit tak bersih lalu bakteri masuk, inilah yang kemudian menjadi

    koreng. Lesi multiple dan cepat meluas karena garukan.

  • 7.4.4. Penyebab koreng tidak bisa sembuh-sembuh

    Luka Kanker

    Definisi Luka Kanker

    Luka kanker merupakan luka kronik yang berhubungan dengan kanker

    stadium lanjut (Tanjung,dkk., 2007). Hoplamazin (2006) menyebutkan definisi luka

    kanker sebagai kerusakan integritas kulit yang disebabkan infiltrasi sel kanker. Luka

    kanker disebabkan oleh pertumbuhan sel kanker sampai menembus lapisan dermis

    dan/atau epidermis kulit, sehingga menonjol keluar atau bentuknya menjadi tidak

    beraturan. Sel kanker yang menonjol keluar kulit umumnya berupa benjolan yang

    keras, sukar digerakkan, berbentuk seperti jamur atau bunga kol, mudah terinfeksi

    sehingga menyebabkan lendir, cairan dan bau yang tidak sedap (Diananda, 2009).

    Luka kanker terjadi ketika kanker yang tumbuh dibawah kulit merusak lapisan

    kulit sehingga terbentuk luka. Seperti pertumbuhan kanker, luka kanker juga akan

    menyebabkan penghambatan dan merusak pembuluh darah tipis, dimana daerah

    tersebut kekurangan oksigen. Hal ini akan menyebabkan kulit dan jaringan menjadi

    mati (nekrosis). Selain jaringan menjadi nekrosis, bakteri atau kuman juga akan

    mudah menginfeksi luka sehingga luka akan berbau (Naylor, 2002).

    Luka kanker merupakan luka kronik yang sukar sembuh. Luka kronik adalah

    luka yang gagal mengalami perbaikan untuk mngembalikan integritas fungsi dan

    anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang normal. Seperti luka yang lainnya, luka

    kanker juga mengalami tahapan proses penyembuhan luka. Luka kanker ada pada

    tahap poliferasi yang memanjang dimana akan terjadi penurunan fibroblast,

    penurunan produksi kolagen dan berkurangnya angiogenesis kapiler. Oleh karena itu

    luka kanker terus ada pada kondisi hipoksia panjang yang kemudian menjadi nekrotik

    (Pudner, 1998).

    Patofisiologi Luka Kanker

    Luka kanker berhubungan dengan infiltrasi dan poliferasi sel kanker menuju

    epidermis kulit. Tumor ini dapat tumbuh secara cepat lebih kurang 24 jam dengan

    bentuk seperti cauliflower (Naylor, 2002). Luka kanker dapat pula berkembang dari

    tumor local menuju epithelium (Kalinski,dkk., 2005). Selain itu, luka kanker dapat

    terjadi akibat metastase kanker (Sciech, 2002).

  • Sel kanker akan tumbuh terus menerus dan sulit untuk dikendalikan. Sel

    kanker dapat menyebar melalui aliran pembuluh darah dan permeabilitas kapiler akan

    terganggu sehingga sel kanker dapat berkembang pada jaringan kulit . Sel kanker

    tersebut akan terus menginfiltrasi jaringan kulit, menghambat dan merusak pembuluh

    darah kapiler yang mensuplai darah ke jaringan kulit. Akibatnya jaringan dan lapisan

    kulit akan mati (nekrosis) kemudian timbul luka kanker, infiltrasi sel kanker dapat

    dilihat pada gambar (Naylor, 2003). Jaringan nekrosis merupakan media yang baik

    untuk pertumbuhan bakteri, baik bakteri aerob atau anaerob (Bale,dkk., 2004). Cooper

    dan Grey (2005) menyebutkan bahwa proporsi bakteri anaerob yang relatif tinggi

    pada luka kanker. Bakteri anaerob berkolonisasi pada luka kanker dan melepaskan

    volatile fatty acid sebagai sisa metabolik yang bertanggung jawab terhadap malodor

    dan pembentukan eksudat pada luka kanker (Kalinski,dkk., 2005).

    Luka Kanker Sukar Sembuh

    Luka kanker akan tetap mengalami proses penyembuhan seperti pada luka

    lainnya, namun pada tahap proliferasinya akan memanjang dibanding luka lain,

    sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung lama ataupun gagal. Hal ini

    berkaitan dengan penurunan fibroblast, penurunan produksi kolagen dan

    berkurangnya angiogenesis kapiler. Oleh karena itu luka kanker terus ada pada

    kondisi hipoksia panjang yang kemudian menjadi nekrotik. Selain itu sel-sel kanker

    akan terus menginfiltrasi jaringan, sehingga jaringan akan semakin rusak.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Adhi Djuanda dkk,2007, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed 5, Penerbit FKUI, Jakarta, h

    237-239.

    Arinold HL, et al: Andrews Disease of the Skin, 9th edition, WB Soundeos Co 2000: 820-

    829.

    AS, Misnadiarly. 2006. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan kulit. Cermin

    dunia kedokteran no. 152. Pusat penelitian dan pengemabangan biomedis dan farmasi,

    badan penelitian dan pengembangan kesehatan departeman kesehatan RI, Jakarta.

    AS, Misnadiarly. 2006. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan kulit. Cermin

    dunia kedokteran no. 152. Pusat penelitian dan pengemabangan biomedis dan farmasi,

    badan penelitian dan pengembangan kesehatan departeman kesehatan RI, Jakarta.

    Cipto H, Pratomo U.S et al: Deteksi dan Pentalaksanaan Kanker Kulit Dini, FKUI Jakarta

    2001.

    Djuanda A et.al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia; 2007. p. 342-52.

    Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5. Jakarta: FKUI. 236-236.

    Harahap M: Ilmu Penyakit Kulit cetakan 1, Hipokrates, Jakarta 2000, 222-226.

    http://doktersehat.com/perbedaan-tumor-dan-kanker/ diakses tanggal 2 desember 2011 pukul

    06.20

  • Jayanta K, Widjaya Hakim R dkk: Penaganan Karsinoma Sel Basal Dalam: Perkembangan

    Orkologi dan Bedah Kulit di Indonesia, Kumpulan Makalah Lengkap PTT V Perdoski

    Semarang 2000.

    Robin Graham and Tony Burns, 2003, Dermatology ed 8, Erlangga, Jakarta, h 103-104.

    Siregar, R S. 2005. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.

    Syarif A et.al. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan

    Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 585-731.

    Tambunan GW. 1991. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di

    Indonesia, Edisi 1. Jakarta: EGC. 52-58.