13. Penentuan dosis iradiasi optimal untuk melemahkan ...
Transcript of 13. Penentuan dosis iradiasi optimal untuk melemahkan ...
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah FungsionaJ Pengembangan TeknoJogi Nuklir /
Jakarta, /2 Desember 2007 ISSN: 1978-9971
PENENTUAN DOS IS IRADIASI OPTIMAL UNTUK MELEMAHKANPlasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK
Devita Tetriana dan DarlinaPusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - BATAN
ABSTRAKPENENTUAN DOSIS IRADIASI OPTIMAL UNTUK MELEMAHKAN Plasmodium bergheiSTADIUM ERITROSITIK Program pemberantasan malaria di Indonesia sampai saat ini masihmenghadapi berbagai kendala diantaranya adalah akibat meluasnya plasmodium yang resistenterhadap obat anti malaria dan nyamuk vektor yang resisten terhadap berbagai insektisida. Salahsatu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut adalah tindakan pencegOOanterhadap terjadinyainfeksi malaria dengan vaksinasi. Vaksin malaria yang secara efektif dapat melindungi tubuhterhadap infeksi dan komplikasi malaria sampai saat ini belum ditemukan. Tujuan penelitian iniuntuk mengetahui dosis optimal yang dapat menghambat pertumbuhan p, berghei dan tidak.bersifat infektif serta pengaruh imunisasi P. berghei stadium eritrositik terhadap daya tahan mencit,sebagai studi awal untuk mendapat bOOandasar vaksin malaria. P:; berghei stadium eritositikdiiradiasi dengan sinar gamma kemudian dibiakan secara in vivo pada mencit serta diamatiparasitemia dan daya tahan hidup mencit paska imunisasi ulang. HasH penelitian menunjukkanbahwa 175 Gy merupakan dosis yang melemahkan P. berghei dan tidak bersifat infektif sertamasih memilki kemampuan bermetabolisme secara aktif.
Kata kunci : P. berghei, stadium eritrositik, iradiasi sinar gamma
ABSTRACTDETERMINATION OF IRRADIATION DOSE TO ATTENUATE Plasmodium berghei INERYTHROCYTIC STAGE. Malaria eradication in Indonesia is still facing some problems as theincrease of the parasite resistant to malaria drugs and the resistant vector to pestiside. There is analternative method to solve these problems such as immunization against malaria infection. Aneffective vaccine malaria has not been found yet. This research was conducted to investigate anoptimal dose of gamma iradiation which could inhibit the growth of the parasite and to investigatethe effect of irradiated P. berghei erythrocytic stage on life span of mice, as a basic study to obtainmalaria vaccine candidate. Irradiated P. berghei was inoculated to mice and the parasitemia wasobserved. The results showed that 175 Gy was the attenuated-irradiated dose as shown by longerof prepaten phase, less parasitemia and highest of survival.
Key words: P. berghei, exythrocytic stage, gamma irradiation.
/
VPENDAHULUAN
Program pemberantasan malaria
di Indonesia sampai saat ini masih
menghadapi berbagai kendala dianta
ranya akibat meluasnya Plasmodium
yang resisten terhadap oOOt antimalaria
dan nyamuk vektor yang resisten
terhadap berbagai insektisida. Salah satu
alternatif untuk mengatasi masalah
terse but adalah tindakan pencegahan
terhadap teljadinya infeksi malaria
dengan imunisasi. Vaksin malaria yang
secara efektif dapat metindungi tubuh
Pusat Tekn%g; Keselamatan dan MetroJogi Radias; - Badon Tenaga Nuk/ir Nasiona/ 246
Prosiding Pertemuan don Presentasi 1/miah Fungsiona/ Pengembangan Telcn%gi Nuk/ir 1
Jakarta. 12 Desember 2007 ISSN : 1978-9971
terhadap infeksi dan komplikasi malaria
sampai saat ini belum ditemukan [I].
Berbagai metode imunisasi sudah
pemah dicobakan pada beberapa binatang
percobaan dengan tujuan untuk
mendapatkan proteksi yang optimal
terhadap infeksi malaria. Imunisasi
biasanya dilakukan secara berulang-ulang
baik dengan paras it yang sudah
dilemahkan, paras it yang sudah
dimatikan atau fragmen parasit. Vaksin
malaria yang sudah pemah diteliti adalah
vaksin terhadap tiga stadium
perkembangan Plasmodium yaitu vaksin
terhadap sporozoit serta vaksin terhadap
paras it stadium eritrositik bentuk
aseksual dan bentuk seksual. Vaksin
malaria stadium eritrositik digunakan
untuk menghambat pertumbuhan dan
perkembangan Plasmodium di dalam
eritrosit serta
Parasitemia [2].
Pemanfaatan iradiasi sinar gamma
untuk menghasilkan suatu immunogen
yang potensial telah banyak diteliti.
Beberapa vaksin terutama untuk hewan
yang telah diproduksi menggunakan
teknik nuklir untuk menurunkan
infektifitas, virulensi, patogenitas atau
mematikan agen penyakit. BA TAN telah
mengeluarkan vaksin koksivet untuk
mengatasi penyakit Coccidiosis yang
disebabkan oleh protozoa pada ayam
yang dibuat dengan menggunakan
teknologi nuldir [3]. Penelitian dalam
bidang vaksin malaria dengan
menggunakan teknologi nuklir sudah
mulai dilakukan sejak tabun 1967.
Hoffman merupakan salah satu peneliti
dalam pengembangan vaksin malaria
menyatakan bahwa dosis optimal untuk
melemahkan P. falciparum stadium
sporozoit adalah antara 150 - 200 Gy [4].
Tetapi sampai saat ini dosis optimal; dan
efektivitas sinar gamma untuk stadium
eritrositik betum diketahui.
Plasmodium berghei adalah
hemaprotozoa yang menyebabkan
penyakit malaria pada rodensia, terutama
rodensia kecil. Penelitian berbagai aspek
imunologis malaria banyak menggunakan
P. berghei dan meneit sebagai hospesnya,
karena P. berghei mempunyai siklus
hidup maupun morfologi sarna seperti
Plasmodium yang menginfeksi manusia
[5]. Model ini dapat dimanipulasi terhadap
hospes sehingga dapat dipelajari
perubahan iinunotogis yang terjadi
selama infeksi malaria. Pada penelitian
ini digunakan P. berghei stadium
eritositik yang dilemahkan dengan sinar
gamma sebagai bahan dasar karena
terdapat persamaan struktur dan fungsi
dari antigen target dari kandidiat vaksin
antara parasit pada rodensia dan man usia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Pusat Tekn%gi Kese/amatall don Merr%gi Radiasi - Badan Tenaga NulcJir Nasional 247
Prosiding Pertemuan don Presentasi flmiah Fungsional Pengembangan Teknologi Nuklir I
Jakarta, 12 Desember 2007 ISSN : 1978-9971
dosis optimal sinar gamma yang dapat
menghambat P. berghei dan tidak bersifat
infektif serta untuk mengetahui pengaruh
imunisasi P. berghei pada stadium
eritrositik paska iradiasi terhadap daya
tahan mendt. Penelitian ini merupakan
studi awal untuk memperoleh bahan
dasar vaksin malaria.
II. TATA KERJA
Penentuan LD50
Plasmodium berghei strain
ANKA yang diperoleh dari Litbangkes
Departemen Kesehatan dibiakkan' secara .,
in vivo dalam tubuh mencit Swiss yang
diperoleh dari Koleksi BATAN (berumur
6 - 8 minggu dan berat badan 30 - 40 g)
hingga stadium eritrositik. Setelah itu,
sebanyak 1 ml darah mencit yang
mengandung 1,3 x 107 parasit/ml
ditempatkan dalam vial (microcentrifuge
tube) yang telah diberi antikoagulan
Citrate Phosphate Dextose (CPD) untuk
diiradiasi dengan sinar gamma
menggunakan irradiator 6OCO.Dosis yang
digunakan adlilahO; 75; 100; 125; 150;
dan 175 Gy dengan laju dosis 124,87
Gy/jam. Kultur basil iradiasi
diinokulasikan terhadap 8 ekor mencit
secara intraperitonial untuk masing
masing dosis perlakuan. Penentuan lethal
dose (LDso) diketahui melalui
pengamatan hambatan pertumbuhan
paras it setiap 2 hari selarna 14 hari pasca
iradiasi berdasarkan densitas paras it
dalarn darah.
Densitas Parasit
Pengukuran densitas parasit
dilakukan setiap 2 hari sekali selarna 14
hari dengan cara mengarnbil darah perifer
ekor untuk setiap ekor mencit. Darah
yang diperoleh dibuat apusan tipis pada
kaca preparat. Apusan darah dibiarkan
mengering kemudian diftksasi dengan
metanol selama 30 detik. Apusan
diwarnai dengan 10% larutan Giemsa daD
dibiarkan selama 20 men it. Preparat
kemudian dicuci dengan air mengalir daD
dibiarkan mengering [6]. Preparat diamati
dengan menggunakan mikroskop cahaya
pada pembesaran 1000 X. Densitas
parasit dihitung berdasarkan persentase
jumlah eritrosit terlnfeksi terhadap
jumlah total eritrosit dalarn 10 bidang
pandang. Beberapa contoh preparat
diambil fotonya untuk menghitung
eritrosit terinfeksi.
Daya Taban Hidup Mencit
Dua minggu setelah inokulasi
pertama, dilakukan imunisasi kedua
dengan menginokulasikan sebanyak 0,15
ml (1,3 x 107 parasit/ml) yang inaktif
dengan dosis yang sarna dengan dosis
pertama. Daya tahan mencit diamati
setiap hari sampai dengan mencit mati.
PU3aJTeknDlogi Keselamatan dun Metro/ogi Radicui - Badan Tenaga Nuklir Nasional248
Prosiding Pertemuan don Presentasi 11miah Fungsional Pengembangan Telcnologi Nuklir 1
Jakarta, 12 Desember 2007 ISSN: 1978-9971
Selain itu dilakukan pula pengukuran
berat bOOan mencit setiap 2 hari sekali
dimulai dari inokulasi pertama kemudian
data dirata-ratakan.
III. RASIL DAN PEMBAHASAN
HasH irOOiasi dengan beberapa
dosis sinar gamma menunjukkan densitas
parasit yang bervariasi (Oambar I).
Densitas menunjukkan eritrosit terinfeksi
paras it akibat aktifitas pertumbuhan
paras it. Pada masing-masing dosis radiasi
tampak adanya puncak densitas paras it
20
18
16
~ 14'0;~ 12
]10c..
.~ 85 6
(:)4
2
yang muncul pada hari yang berbeda
beda. Pada dosis radiasi 0 Oy (kontrol),
densitas parasit tertinggi yaitu 10,650 %
dicapai pada hari ke-3 paska imunisasi
dan tidak melalui fase prepaten. Fase
prepaten adalah saat densitas paras it
mulai meningkat dan akan berakhir pada
saat densitas mencapai puncaknya. Fase
prepaten terjadi akibat tidak
terhambatnya pertumbuhan paras it yang
ditandai dengan selrlakin tingginya
densitas.
2 4
[-+-- 0 Oy 75 Oy
6 8 10 12
Waktu Pengamatan (hari)
too Oy -~ 125Oy -.-150 Oy 175Oy I
14
Oambar 1. Densitas parasit dalam darah paska iradiasi dengan beberapa dosis iradiasi.
Parasit yang diiradiasi dengan
dosis 75 Oy tidak menunjukkan adanya
puncak. densitas parasit tetapi densitas
paras it terus meningkat seiring dengan
lamanya waktu pengamatan hingga
mencapai 18,3 17%. Puncak. densitas
menunjukkan persentase eritrosit
terinfeksi tertinggi yang menggambarkan
tingkat parasitemia tertinggi yang
biasanya diikuti dengan gejala klinis
terberat. Dosis ini diduga merupakan
stimulan untuk pertumbuhan p, berghei,
Pada dosis 100 - 150 Oy, densitas
paras it tertinggi dicapai pada hari ke-7,
PusaJ Teknologt Keselamalan dan Metr%gt Radiasi - Badan Tenaga NukU,. Nasiona/ 249
Prosiding Perfemuan dan Presentasi I/miah Fungsional Pengembangan Teknologi Nuklir J
Jakarta, 12 Desember 2007 ISSN : 1978-9971
dengan densitas tertinggi adalah 14,35%
untuk dosis 125 Gy. Puneak densitas
yang diiringi dengan penurunan
kemudian densitas meningkat
menunjukkan bahwa dosis 100 - 150 Gy
melemahkan parasit dan pada hari ke-9
paras it stadium eritrositik ini mulai
berkembang menjadi stadium merozoit
baru, gametosit dan telah terbentuk
eritrosit baru. P. berghei lebih dominan
menginfeksi retikulosit dan eritrosit muda
dan tidak tampak sinkronisasi infeksi
darah[l]. Selain itu densitas Juga
dipengaruhi oleh siklus pembelahan
parasit sehingga dapat terjadi penurunan
densitas. Fase merozoit akan memasuki
fase shizont dan terbentuk gametosit.
Pada dosis 175 Gy terjadi pemanjangan
masa prepaten yang puneak densitasnya
barn tampak pada hari ke-9 dengan
perentase parasitemia yang rendah yaitu
5,438%.
Eritrosit paska inokulasi parasit
mengalami kerusakan yang bervariasi
dan tidak dipengaruhi dosis iradiasi
(Gambar 2). Kerusakan eritrosit terjadi
pada dosis 100 Gy dan dosis 150 Gy,
sedangkan dosis lainnya tidak
menyebabkan kerusakan. Pada eritrosit
yang terinfeksi tampak adanya inti sel
parasit dengan sitoplasma yang berwarna
ungu kebiruan. Eritrosit yang terserang
paras it membentuk trombus yang
mengakibatkan terjadinya nekrosis sel,
anoksi dan anemia. Eritrosit tersebut
yang meluas menyebabkan hospes
mengalami cekaman yang diikuti
kematian [7],
Inokulasi kedua pada hari ke-14
dengan menggunakan parasit inaktif
menunjukkan peningkatan daya tahan
hidup sebanding dengan peningkatan
dosis iradiasi (Gambar 3). Pada
kelompok meneit yang diinokulasikan
paras it dengan dosis 0 Gy, tidak
dilakukan imunisasi ulang karena pada
hari-14 paska imunisasi pertama, tidak
terdapat meneit yang dapat bertahan
hidup lagi (semua meneit mati). Pada
umumnya, meneit mengalami kematian
apabila densitas telah mencapai 20
300/0. lmunisasi ulang dengan parasit
yang telah diirasiasi dengan dosis 75 Gy
hanya dapat bertahan selama 3 hari dan
untuk dosis 100 - 150 Gy, meneit dapat
bertahan antara 6 - 8 hari. Hal ini
menuIliukkan bahwa imunisasi ulang
dengan dosis 0 - 150 Gy tidak
menimbulkan kekebalan tetapi mening
katan densitas paras it yang
mengakibatkan meningkatnya parasi
temia.
Pusat Teknologi Kese/amatan don Metr%gi Radiasl- Badon Tenaga Nulclir Nasimial 250
Prosiding Pertemuan clan Presentasi Ilmiah Fungsional Pengembangan Teknolog/ Nuklir I
Jakarta. 12 Desember 2007
~li\;, ~,~~J;
.ic
rSSN: 1978-9971
d e f
Gambar 2. Hasil Pengamatan Mikroskopis Apusan Darah Tipis Mencit yang diinokulasidengan P. berghei yang diiradiasi dengan variasi dosis (a) 0 Gy, (b) 75 Gy,(c)IOO Gy, (d) 125 Gy, (e)150 Gy, dan (f) 175 Gy dengan perbesaranmikroskop 1000X (~: eritrosit terinfeksi , ....> :eritrosit rusak).
45
40
35
10
5
oo 75 100 125 150
Dosis (Gy)
~ah Imunisasi I • Setelah Imunisasi II I
175
Gambar 3. Daya tahan hidup mencit paska imunisasi.
Daya tahan hidup terlama yaitu 40
hari dicapai oleh kelompok mencit yang
diimunisasi dengan parasit hasil iradiasi
dosis 175 Gy. Diduga dosis 175 Gy
menimbulkan antibodi mencit terhadap P.
berghei sehingga meningkatkan daya
Pusat Teknologl Kese/amatan clan Metrologi Radiasi - Badan Tenaga NuJdlr Nas/onal 251
Prosiding Pertemuan dan Presentasi I1miah Fungsional Pengembangan Teknologi Nuklir JJakarta, J2 Desember 2007 ISSN : 1978-9971
tahan hidup meneit. Menurut Yadev, et.
I [8) d K I [9] b'a. an umar, et.a., ,pem enan
immunogen yang telah diiradiasi oleh
sinar gamma dapat menghasilkan
antibodi yang dapat menahan serangan
infeksi paras it, pemberian imunisasi lebih
dari satu kali dengan P. berghei yang
telah diiradiasi smar gamma
menghasilkan mencit yang dapat lebih
bertahan hidup dan mempunyal
kekebalan yang lebih besar terhadap
penyakit malaria dibandingkan dengan
satu kali imunisasi. Irnunisasi dengan
sporozoit iradiasi dapat meningkatkan
sistem kekebalan untuk mencegah infeksi
malaria pada rodensia, kera, dan manusia.
Berdasarkan data pengukuran
berat badar!, terdapat pengaruh infeksi
parasit untuk semua dosis perlakuan dan
cenderung berfluktuasi (Gambar 4).
45.00-;:o~ 40.00:§; 35.00'0to
~ 30.00I!.,
..c
.f! 25.00~
.s 20.00••
Iz:
Mencit mulai memperlihatkan gejala
klinis seminggu setelah inokulasi
pertama. Gejala klinis terlihat pada
mencit yang diinokulasi P. berghei yang
diiradiasi dengan dosis 0 - 125 Gy, yaitu
tubuh pucat atau anemis yang terlihat dari
warna kulit yang memucat dan darah
perifer yang berwarna coklat bening.
Menjelang kematian, mencit tidak
mempunyai nafsu makan dan minum
sehingga menyebabkan kekurangan
cairan tubuh dan penurunan berat badar!.
Berbeda dengan dosis iradiasi 150 dan
175 Gy, mencit tidak memperlihatkan
gejala klinis. Mencit masih dalam kondisi
normal dan aktif. Rata-rata berat badan
mencit mengalami kenaikan sampai hari
ke - 29. Hal ini disebabkan pada dosis
iradiasi tersebut dapat memberikan efek
melemahkan terhadap paras it.
15.00o 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Waktu (hart)
t •_0 Gy 75 Gy 100 Gy ->,--. 125Gy 150 Gy -.-175 Gy I
Gambar 4. Rata-rata berat badan mencit setelah diinokulasi P. berghei yang diiradiasi.
Pusat Telcnologi Keselamiltan don Metrologi Radiasl - Badon Tenaga Nuklir NasionaJ 252
Prosiding Pertemuan dan Presentasi l/miah Fungsional Pengembangan Teluwlogi NukJir J
Jakarta. 12 Desember 2007 ISSN: 1978-9971
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Sinar gamma dapat menghambat
P. berghei stadium eritrositik dengan
dosis optimal 175 Gy yang ditandai
dengan pemanjangan masa prepaten,
parasitemia yang rendah dan daya tahan
yang tinggi. Perlu dilakukan uji viabilitas
P. berghei paska iradiasi dengan
metabollic labeling untuk mengetahui
efek radiasi terhadap metabolisme
parasit.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima
kasih kepada drh. Rita Marletadewi,
M.Sc, atas bimbingan dan arahannya
serta kepada dr. Maria Evalisa, Sp.KN
sebagai perintis dalam kegiatan ini.
DAFf AR PUST AKA
1. HARIJANTO, P. 2000. Malaria:Epidemiologi, Patogenesis danManifestasi Klinis dan Penanganan.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta
2. WIJA YANTI, M.A., N. SOERIPTO,SUP ARGIYONO & L.E. FITRl.1997. Pengaruh Imunisasi MencitDengan Parasit Stadium EritrositikTerhadap Infeksi Plasmodiumberghei, Berkala Ilmu KedokteranVol. 29, No.2: 53 - 59, Juni.
3. SUGORO, I., 2004. Peranan TeknikNuklir di Bidang Peternakan.
Download: www.batan.go.idlpatir (2April 2006).
4. HOFFMAN, S.L., M.L. GOH & T.e.LUKE. 2002. Protection of Humans
Against Malaria by ImmunizationWith Radiation-attenuated Plasmo
dium jalciparum. The Journal ofInfectious Diseases, 185 : 1155 - 64
5. CARTER & DIGGS. 1977. ParasiticProtozoa, Vol. 3 : 359 - 465,Academic Press, New York
6. LJUNGSTROM, I., H. PERLAMANN, M. SCHILCHTHERLE, A.SCHERF & M. WAHLGREN. 2004.
Methods .!n Malaria Research,MR4/ATCC, Manassas Virginia
7. JEKTI, R.B., E. SULAKSONO, S.SUNDAR!, R. MARLET A &SUBAHAGIO. 1996. PengaruhPasase Terhadap Gejala Klinis PadaMencit Strain Derived YangDiinfeksi Plasmodium bergheiANKA. Cermin Dunia KedokteranNo. 106: 34-40
8. YADEV, M.S., S.D. SEKARAN, &J.S. DHALIWAL. 1995. Induction ofProtection in Rats and Mice WithRadiation Attenuate Plasmodium
berghei in Nuclear Technique in TheStudy of Parasitic Infections. Proc.Symp. Vienna, 11, IAEA.
9. KUMAR, K.A., G. SANO & S.BOSCARDIN. 2006. The Circum
sporozoite protein is animmunodominant protective antigenin irradiated sporozoites. Nature Vol.444.
Pusat Teluwlogi Keselamatan don Metrologi &diasi - Bodan Tenaga NukJir Nasiona/ 253
Prosiding Pertemuan dan Presentasi I1miah Fungsional Pengembangan Teknologi Nuklir I
Jakarta, 12 Desember 2007
Tanya Jawab :
1. Penanya: Yunilda(PTBN-BA TAN)
Pertanyaan :
1. Berapa umur terbaik mencit padaperJakuan ini dan mengapadilakukan pada umur yangdemikian?
2. Mengapa dilakukan hanya sampaipada irradiasi dengan dosis 175Gy?
Jawaban : Darlina(PTKMR - BAT AN)
1. Umumnya untuk percobaan vaksinmalaria digunakan mencit umur 23 bulan, karena pada umur tersebutpertumbuhan mencit optimal.
2. Penelitian ini merupakan studiawal, untuk penelitian berikutnyaakan dicoba dengan dosis yanglebih tinggi.
Pusat Teknoiagi Keseiamatan dan Metroiogi RfJdjas; - Badan Tenaga NukIir NasionaJ
ISSN : 1978-9971
254