128586007 Multiple Myeloma

28
MULTIPLE MYELOMA PENDAHULUAN Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam darah atau air kemih. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi paraprotein. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan. 1,2,3,4 INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 4 kasus dari 100.000 populasi. Pada tahun 2004, diperkirakan ada 15.000 kasus baru multiple myelosis di 1

Transcript of 128586007 Multiple Myeloma

MULTIPLE MYELOMA

PENDAHULUAN

Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari

sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan

menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam

darah atau air kemih. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma,

Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian

sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi paraprotein. Myeloma menyebabkan

gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor

menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat

menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus

digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang

terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti bortezomib

dan CC-5013 cukup menjanjikan.1,2,3,4

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 4 kasus dari 100.000

populasi. Pada tahun 2004, diperkirakan ada 15.000 kasus baru multiple myelosis di

Amerika Serikat. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro Amerika dan

pada pria. Meskipun penyakit ini biasanya ditemukan pada lanjut usia, usia rata-rata

orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan 35% kasus terjadi di bawah usia 60

tahun. Secara global, diperkirakan setidaknya ada 32.000 kasus baru yang dilaporkan

dan 20.000 kematian setiap tahunnya.5,6

ETIOLOGI

Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan

pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran. Multiple

myeloma telah dilaporkan pada anggota keluarga dari dua atau lebih keluarga inti dan

1

pada kembar identik.7 Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien

myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q.8

ANATOMI

Lokasi predominan multiple myeloma mencakup tulang-tulang seperti

vertebra, tulang iga, tengkorak, pelvis, dan femur. 9

Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang.

Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu atau

kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder. 10

Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut:

1. Diafisis

Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat

penulangan primer, dan merupakan korpus dari tulang.

2. Metafisis

Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir

batang (diafisis).

3. Lempeng epifisis

Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak,

yang akan menghilang pada tulang dewasa.

4. Epifisis

Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder.

2

Gambar 1. Bagian dari tulang panjang matur (dikutip dari kepustakaan 10 )

Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa

(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).

Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan ikat

(endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.

Berdasarkan bentuknya, tulang-tulang tesebut dikelompokkan menjadi :

1. Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar,

contohnya os humerus dan os femur.

2. Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa

carpi.

3

3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg ukurannya lebar, contoh: os

scapula.

4. Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os vertebrae.

5. Ossa sesamoid, contoh: os patella.

Gambar 2. Sistem rangka pada manusia <A> tampak anterior dan <B> tampak lateral (dikutip dari kepustakaan 10 )

4

PATOFISIOLOGITahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah munculnya

sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS (monoclonal

gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan MGUS tidak memiliki

gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1% resiko progresi menjadi

myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan.6

Patogenesis dan gambaran klinis pada multiple myeloma8

Temuan Penyebab yang mendasari Patomekanisme

Hipercalsemia, fraktur

patologi, kompresi saraf,

lesi litik tulang,

osteoporosis, nyeri tulang

Destruksi tulang Ekspansi tumor; produksi

osteoclast activating

factors OAF) oleh sel-sel

tumor

Gagal ginjal Light chain proteinuria,

hiperkalsemia, urate

nephropathy,

glomerulopati amiolodi

(jarang)

Pielonefritis

Efek toksik produk tumor,

light chain, OAF, akibat

kerusakan DNA

hipogammaglobulinemia

Infeksi Hipogammaglobulinemia,

penurunan migrasi

neutrofil

Penurunan produksi yang

berkaitan dengan tumor

induced suppression,

peningkatan katabolisme

IgG

Gejala neurologic Hiperviskositas,

krioglobulin, deposit

amiloid, hiperkalsemia,

kompresi saraf

Produk tumor ; sifat

protein M ; light chain

OAF

Perdarahan Berhubungan dengan Produk tumor ; antibody

5

factor pembekuan,

kerusakan amiloid

endothelium, disfungsi

platelet

terhadap factor pembekuan

; light chain, lapisan

antibody platelet

Massa lesi Ekspansi tumor

Tabel patomekanisme dan gambaran klinis pada multiple myeloma (dikutip dari kepustakaan

8)

DIAGNOSIS

Diagnosis multiple myeloma dapat ditegakkan melalui gejala klinis,

pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi anatomi.

a. Gejala klinis

Gejala yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada tulang,

dan infeksi yang berulang. Anemia terjadi pada sekitar 70% pasien yang terdiagnosis.

Nyeri pada tulang merupakan gambaran paling sering pada multiple myeloma dengan

persentasi sekitar 70%. Lokasi yang paling sering terjadi pada tulang vertebra

lumbalis. 13

Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma. Kompresi tulang

belakang terjadi pada 10- 20% pasien. Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan

kompresi tulang belakang berupa nyeri punggung, kelemahan, mati rasa, atau

disestesia pada ekstremitas.

Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang

diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen,

nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus dapat ditemukan pada 30% pasien.

Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang

melibatkan infeksi pneumococcus, shingles dan Haemophilus11

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :14

Pucat yang disebabkan oleh anemia

6

Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni

Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori , lemah, atau carpal

tunnel syndrome.

Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma.

b. Laboratorium

Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus.Jumlah

leukosit umumnya normal . Thrombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien

yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang ; proporsi plasma

sel jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi

Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemia ditemukan pada 30% pasien

saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan

mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar

50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau

imunofiksasi.6,8

c. Gambaran radiologi

1) Foto polos x-ray

Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi multiple, berbatas

tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi

terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga

medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang

kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit

pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan

gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.6,8,11,15,16

Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film

polos memperlihatkan :

Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama

tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan

7

myeloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda

radiologis satu-satunya pada myeloma multiple. Fraktur patologis sering

dijumpai.11

Fraktur kompresi pada badan vertebra , tidak dapat dibedakan dengan

osteoprosis senilis.

Lesi-lesi litik “punch ou:” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang

berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.

Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa

jaringan lunak.

Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu

penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%,

tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%.15

Gambar 3. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik yang khas pada

myeloma. (dikutip dari kepustakaan 9)

8

Gambar 4. Foto lumbal lateral menggambarkan deformitas pada CV lumbal 4 akibat

plasmacytoma.(dikutip dari kepustakaan 9)

Gambar 5. Gambaran radiologi pada os femur dekstra. Tampak gambaran khas suatu lesi

myeloma tunggal berupa gambaran lusen berbatas tegas pada regio interocanter. Lesi-lesi

lebih kecil tampak pada trocanter mayor.(dikutip dari kepustakaan 9)

9

2) CT-Scan

CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma. Namun,

kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak

dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan

kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.9

Gambar 6. CT Scan axial pada plenoid yang menggambarkan lesi berbatas tegas , gambaran

khas myeloma pada CT scan. Korteks tampak intak.(dikutip dari kepustakaan 9)

3) MRI

MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini baik

untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma

berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang

menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.8,9,15

Sayangnya, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola

menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak

spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma seperti

pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk

menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna

untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.9

10

Gambar 7. Foto potongan koronal T1 weighted-MRI pada suatu lesi myeloma di humerus.

Gambaran ini menunjukkan lesi dengan intensitas rendah. Batas korteks luar terkikis tetapi

intak ; namun, lesi telah melewati korteks bagian dalam.(dikutip dari kepustakaan 9)

Gambar 8. T1 weighted-MRI dari humerus. Gambaran ini memperlihatkan lesi myelomatosa

yang predominan hipointens hingga isointens pada medulla dari diafisis. Lesi tampak pada

aspek anterior korteks.(dikutip dari kepustakaan 9)

4) Radiologi Nuklir9

Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada

osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi

11

tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif skintigrafi

tulang untuk mendiagnosis multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif pada

radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.

5) Angiografi9

Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari

peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk

mendiagnosis multiple myeloma.

d. Patologi Anatomi14,15

Pada pasien multiple myeloma , sel plasma berproliferasi di dalam sumsum

tulang. Sel-sel plasma memiliki ukuran yang lebih besar 2 – 3 kali dari limfosit,

dengan nuklei eksentrik licin (bulat atau oval) pada kontur dan memiliki halo

perinuklear. Sitoplasma bersifat basofilik.

Gambar 9. Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma multiple myeloma.

Tampak sitoplasma berwarna biru, nukleus eksentrik, dan zona pucat perinuclear (halo).

(dikutip dari kepustakaan 14)

12

Gambar 10. Biopsi sumsum tulang menunjukkan lembaran sel-sel plasma ganas pada

multiple myeloma (dikutip dari kepustaan 14)

Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada pasien

yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan konektif,

metastasis kanker, limfoma, leukemia, dan infeksi kronis telah dieksklusi adalah

sumsum tulang dengan >10% sel plasma atau plasmasitoma dengan salah satu dari

kriteria berikut :6

- Protein monoclonal serum (biasanya >3g/dL)

- Protein monoclonal urine

- Lesi litik pada tulang

Sistem derajat multiple myeloma6-8,14

Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan yaitu Salmon Durie

system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System yang

dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan diperkenalkan

pada tahun 2005.

13

Salmon Durie staging :

a) Stadium I

Level hemoglobin lebih dari 10 g/dL

Level kalsium kurang dari 12 mg/dL

Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter

Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dL, IgA < 3 g/dL, urine < 4g/24

jam)

b) Stadium II

Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III

c) Stadium III

Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dL

Level kalsium lebih dari 12 g/dL

Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang

Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dL, IgA > 5 g/dL, urine > 12

g/24 jam)

d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL

e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl

International Staging System untuk multiple myeloma

a) Stadium I

β2 mikroglobulin ≤ 3,5 g/dL dan albumin ≥ 3,5 g/dL

CRP ≥ 4,0 mg/dL

Plasma cell labeling index < 1%

Tidak ditemukan delesi kromosom 13

Serum Il-6 reseptor rendah

durasi yang panjang dari awal fase plateau

b) Stadium II

Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dL, atau

14

Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dL

c) Stadium III

Beta-2 microglobulin >5.5 g/dL

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis multiple myeloma seringkali jelas karena kebanyakan pasien memberikan

gambaran klinis khas atau kelainan hasil laboratorium, termasuk trias berikut :6

Protein M serum atau urin (99% kasus)

Peningkatan jumlah sel plasma sumsum tulang

Lesi osteolitik dan kelainan abnormal lain pada tulang.

Keadaan yang dapat menjadi diagnosis banding multiple myeloma berupa MGUS,

smoldering myeloma, amiloidosis primer, dan metastasis karsinoma.6

Perbedaan pasien MGUS (benign monoclonal gammanophaty) dengan pasien

yang mengalami MM sulit bila pada awalnya ditemukan protein M. pada pasien

asimtomatik, protein M < 3g/dL, kurang dari 10% plasma sel sumsum tulang, tidak

ditemukan lesi osteolitik, anemia , hiperkalsemia, atau gangguan ginjal merupakan

ciri dari MGUS.6

Pada pasien asimptomatik dengan nilai protein M lebih dari 3 g/dL dan sel

plasma sumsum tulang lebih dari 10% sesuai untuk diagnosis smoldering myeloma.

Pada pasien asimptomatik dengan protein M lebih dari 3g/dL dan monoclonal light

chain pada urine, MM lebih dipertimbangkan. 6

Perbedaan antara amiloidosis dan MM sulit karena keduanya merupakan

gangguan proliferative sel plasma dengan gejala-gejala berbeda tetapi gambaran yang

tumpang tindih. Pada amiloidosis , proporsi sel plasma sumsum tulang biasanya

kurang dari 20%, tidak ditemukan lesi osteolitik, dan jumlah protein bence Johnson

sedang. 6

Pada pasien tanpa komponen protein M dalam serum maupun urine, tetapi

ditemukan lesi osteolitik, suatu metastase kanker seperti hipernefroma, sebaiknya

diekslusi sebelum diagnosis nonsecretory myeloma dipertimbangkan. Pada pasien

15

dengan gejala konstitusional , lesi osteolitik yang tersebar, komponen protein M

sedang, dan kurang dari 10% sel plasma sumsum tulang, metastase kanker dengan

MGUS harus diekslusi.6

PENGOBATAN

Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada

tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal yang

paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan dexamethasone.

Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan lenalidomide sedang

diteliti. Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk intravena merupakan inhibitor

proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna pada myeloma. Lenalidomide ,

dengan pemberian oral merupakan turunan dari thalidomide.4,6,8

Setelah pemberian terapi awal (terapi induksi) terapi konsolidasi yang optimal

untuk pasien berusia kurang dari 70 tahun adalah transplantasi stem sel autolog.

Transplantasi ini secara potensial menyembuhkan myeloma, namun peranannya

terbatas karena tingkat mortalitas yang tinggi sekitar 30 – 50%.6,9

16

Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada

tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia dapat

diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. bifosfonat mengurangi

fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang. 6

Gambar 11. Pendekatan penatalaksanaan pada pasien baru terdiagnosis multiple

myeloma(MM). ASCT = autologous stem cell transplantation; CR = complete response; Dex

= dexamethasone; MP = melphalan plus prednisone; MPT = MP plus thalidomide; Rev/Dex

= lenalidomide (Revlimid) plus Dex; Thal/Dex = thalidomide plus Dex; VGPR = very good

partial response. (dikutip dari kepustakaan 8)

PROGNOSIS

17

Meskipun rerata pasien multiple myeloma bertahan kira-kira 3 tahun, beberapa pasien

yang mengidap multiple myeloma dapat bertahan hingga 10 tahun tergantung pada

tingkatan penyakit.13

Berdasarkan derajat stadium menurut Salmon Durie System , angka rerata pasien

bertahan hidup sebagai berikut :6

Stadium I > 60 bulan

Stadium II , 41 bulan

Stadium III , 23 bulan

Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk.

Berdasarkan klasifikasi derajat penyakit menurut the International staging system

maka rerata angka bertahan hidup pasien dengan multiple myeloma sebagai berikut :6

stadium I , 62 bulan

stadium II, 44 bulan

Stadium III, 29 bulan.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. _________. Mieloma Multipel (multiple myeloma)[online]. Available from

http://medicastore.com/penyakit_subkategori/12/index.html. Diakses tanggal

4 November 2009

2. McPhee ,Stephen J., Maxine A. Papadakis, Lawrence M. Tierney,Jr.2008.

Multiple Myeloma in 2008 Current Medical and Treatment. San Fransisco

: Mc Graw Hill-Lange

3. Dugdale ,David C. Yi-Bin Chen, David Zieve. 2009. Multiple Myeloma

[online]. available from

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000583.htm. Diakses

tanggal 4 November 2009

4. Kyle ,Robert A., S. Vincent Rajkumar. 2004. Drug Therapy : Multiple

Myeloma [online]. Available from http://www.nejm.com .Diakses tanggal 3

November 2009

5. Glass,Jonathan , Reinhold Munker. Multiple Myeloma and Other

Paraproteinemias in : Modern Hematology Biology and Clinical

Management 2nd ed. New Jersey : Humana Press. Hlm 271-294

6. Richardson,Paul, Teru Hideshima, Kenneth C. Anderson. Multiple Myeloma

and Related Disorders in : Clinical Oncology 3rd ed. Philadelpia : Elsevier

Churcill Livingstone. Hlm. 2955-2970

7. Kyle, Robert K. 2000. Plasma Cell Disorders in Cecil Textbook of

Medicine 21th ed. New York : Elsevier Churcill Livingstone. Hlm 977-982.

8. Longo, Dan L., Kenneth C. Anderson,Dennis L. Kasper,dkk.2005. Plasma

Cell Discrasia in Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th ed. New

York : McGraw Hill Medical Publishing Division

19

9. Sorenson, Steven M., Amilcare Gentili, Sulabha Masih. Multiple Myeloma

[online]. available from http://emedicine.medscape.com/article/391742-

overview. Diakses tanggal 3 November 2009

10. Waugh,Anne, Allison Grant. 2001. Anatomi and Physiology in Health and

Illness. New York : Churcill Livingstone. p. 388-392

11. Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.

p. 205-206

12. Herring, William. 2007. Learning Radiology : recognizing the basic /

William Harring 1th ed [online]. Available from

http://www.learningradiology.com. Diakses tanggal 4 November 2009

13. Rajkumar, S. Vincent, Robert A. Kyle. 2005. Multiple Myeloma : Diagnosis

and Treatment [online]. Mayo Clin Proc. 2005;80(10):1371-1382

14. Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas. 2009. Multiple Myeloma [online].

Available from http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview.

Diakses tanggal 3 November 2009

15. Kumar,Vinay, Ramzi S. Cotran, Stanley R. Robbin. 2008. Robbins Buku

Ajar Patologi edisi 7. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hlm. 481-484

16. Eisenberg, Ronal L., Nancy M. Johnson. 2000. Comprehensive

Radiographic Pathology. New York : Mosby Elsevier. Hlm135-136

20