122 - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/837/6/Bab 3.pdf · yang diturunkan kepada Nabi yang...
Transcript of 122 - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/837/6/Bab 3.pdf · yang diturunkan kepada Nabi yang...
122
BAB III
KONSEP SISTEM PENDIDIKAN DAULAH KHILAFAH
Sistem pendidikan Daulah Khilafah disusun dari sekumpulan hukum–
hukum syara’ dan berbagai peraturan administrasi yang berkaitan dengan
pendidikan formal. Hukum–hukum syara’ yang berkaitan dengan pendidikan
formal. Hukum–hukum syara’ yang berkaitan dengan pendidikan formal terpancar
dari akidah Islam dan mempunyai dalil–dalil syar’i.1
Sedangkan berbagai peraturan administrasi di bidang pendidikan
merupakan sarana dan cara yang diperbolehkan (hukumnya mubah) yang
dipandang efektif oleh pemerintah dalam menjalankan sistem pendidikan dan
merealisasikan tujuan pendidikan. Peraturan–peraturan administrasi di bidang
pendidikan merupakan urusan (perkara) duniawi, yang dapat dikembangkan dan
dirubah sesuai dengan kondisi. Begitu pula halnya dengan sarana pelaksanaan
hukum–hukum syara’ yang berkaitan dengan pendidikan dan kebutuhan pokok
bagi umat, sama dengan dibolehkannya mengambil apapun yang pernah
dihasilkan oleh umat–umat lain, berupa berbagai eksperimen, keahlian dan
penelitian, yang hukumnya mubah.
Sistem pendidikan dalam Daulah Khilafah adalah sistem yang khas, yakni
membangun kepribadian Islami dengan cara menjalankan perangkat pembinaan,
pengaturan, dan pengawasan di seluruh aspek pendidikan melalui penyusunan
1 Abu Yasin, Strategi Pendidikan Negara Khilafah (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2004), 6.
123
kurikulum, pemilihan guru–guru yang kompeten, dan pemantauan prestasi anak
didik serta upaya peningkatannya. Hal itu ditempuh juga dengan melengkapi
sekolah–sekolah, akademi–akademi dan universitas–universitas dengan
perlengkapan yang diperlukan, seperti laboratorium dan berbagai sarana
pendidikan yang sesuai.
Allah SWT telah sebenarnya menetapkan bahwa kualitas generasi yang
dihasilkan dari proses pendidikan di dalam Islam adalah generasi yang secara
individual berkualitas Ulul Albab dan secara generasi berkualitas Khoiru Ummah.
Kualitas generasi seperti ini kelak akan mampu memimpin bangsanya menjadi
bangsa besar, kuat dan terdepan, bahkan akan mampu menghantarkan bangsanya
menjadi pemimpin peradaban dan perkembangan teknologi dunia.
Jauh sebelum kebangkitan Eropa dan kebangkitan Amerika, kaum muslim
dengan peradabannya telah berjaya memimpin peradaban dan perkembangan
teknologi dunia selama 13 abad. Tidak ada kejayaan bangsa manapun yang dapat
bertahan selama itu. Hunke dan Al–Faruqi dengan cukup baik melukiskan latar
belakang masyarakat Islam di masa khilafah Islam sehingga keberhasilan
penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi,
setidaknya terdapat dua faktor yang menjadi sebab utamanya.2
Pertama, adalah paradigma yang berkembang di masyarakat Islam, akibat
faktor Aqidah yang menjadikan ilmu “saudara kembar” dari iman, menuntut ilmu
sebagai ibadah, salah satu jalan mengenal Allah (ma’rifatullah), dan ahli ilmu
2 http://www.fahmiamhar.com/2006/05/integrasi-sains-dan-islam.html (29/01/2014) 07: 10.
124
sebagai pewaris para nabi, sementara percaya tahayul adalah sebagian dari sirik.
Paradigma ini menggantikan paradigma jahiliyah, atau juga paradigma di
Romawi, Persia atau India kuno yang menjadikan ilmu sesuatu privilese kasta
tertentu dan rahasia bagi awam. Sebaliknya, Hunke menyebut “satu bangsa pergi
sekolah”, untuk menggambarkan bahwa paradigma ini begitu revolusioner
sehingga terjadilah kebangkitan ilmu dan teknologi. Motivasi pencarian ilmu
dimulai dari hadits-hadits seperti “Mencari ilmu itu hukumnya fardhu atas muslim
laki-laki dan muslim perempuan”, “Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahad”,
“Carilah ilmu, walaupun sampai ke negeri Cina”, “Orang yang belajar dan
mendapatkan ilmu sama pahalanya dengan sholat sunat semalam suntuk”, dsb.
Para konglomeratpun sangat antusias dan bangga bila berbuat sesuatu untuk
peningkatan taraf ilmu atau pendidikan masyarakat, seperti misalnya membangun
perpustakaan umum, observatorium ataupun laboratorium, lengkap dengan
menggaji pakarnya.
Kedua, adalah peran negara yang sangat kuat dalam menyediakan
stimulus-stimulus positif bagi perkembangan ilmu. Walaupun kondisi politik bisa
berubah-ubah, namun sikap para penguasa muslim di masa lalu terhadap ilmu
pengetahuan jauh lebih positif dibanding penguasa muslim sekarang ini. Negara
sangat memuliakan para pengajar/ilmuwan, menjamin kehidupan mereka, serius
melakukan pemberdayaan perannya dan bahkan mendorong mereka untuk
menguasai Ilmu setinggi-tingginya dengan motivasi yang berasal dari Al-Quran
dan Assunnah.
125
Pada poin kedua inilah fokus tulisan ini mencoba diurai. Tidak bisa
dibantah bahwa, faktor kemandirian dan kekuatan visi negara adalah faktor
terpenting dalam menguasai ilmu pengetahuan dan mengarahkan desain sistem
pendidikannya yang berkualitas. Sebab sistem politik negaralah yang akan
mengarahkan pengelolaan seluruh sumber daya negara (baik SDA maupun SDM)
untuk mencapai tujuan-tujuan politiknya. Di dalam Islam, politik mempunyai
makna pengaturan urusan umat dengan aturan islam baik didalam maupun luar
negeri (ri’ayah syu’un al ummah dakhilian wa kharijiyan). Aktivitas politik
dilaksanakan oleh rakyat (umat) dan pemerintah (Negara).
Negara merupakan lembaga yang mengatur urusan tersebut secara praktis.
Di sisi lain umat memberikan koreksi (muhasabah) kepada pemerintah dalam
melaksanakan tugasnya. Sementara itu tujuan politik Islam adalah memelihara
kehidupan masyarakat dengan hukum-hukum Islam dalam aspek-aspek penting
manusia dan kehidupan yaitu: memelihara keturunan, memelihara akal,
memelihara kehormatan, memelihara jiwa manusia, memelihara harta,
memelihara agama, memelihara keamanan, dan memelihara negara.3
Termasuk juga bidang pendidikan, demi tercapainya tujuan politik Islam
yakni memelihara Akal, maka negara berkewajiban mendorong manusia untuk
menuntut ilmu, melakukan tadabbur, ijtihad, dan berbagai perkara yang bisa
mengembangkan potensi akal manusia dan memuji eksistensi orang-orang
berilmu.
3 Muhammad Husain Abdullah, Dirasat fil Fikri al Islami (Beirut: 1990), 61.
126
Sebagaimana Allah SWT sampaikan dalam QS al-Maidah ayat 90-91:
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Q.S Al –
Maidah: 90 – 91)
Dalam QS az-Zumar ayat 9, Allah SWT berfirman:
127
(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S Az-
Zumar ayat 9)
Dalam QS al- Mujadilah ayat 11 Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S Mujadilah: 11)
128
Kebijakan negara secara sistemik akan mendesain sistem pendidikan
dengan seluruh supporting systemnya. Bukan hanya dari sisi anggaran, namun
juga terkait media, riset, tenaga kerja, industri, sampai pada tataran politik Luar
Negeri. Pemerintahan Islam benar-benar menyadari bahwa pendidikan adalah
sebuah investasi masa depan bagi keberlangsungan Islam.
Berikut ini kami sampaikan bagian–bagian penting dalam
penyelenggaraan konsep sistem pendidikan Daulah Khilafah.
A. Asas Pendidikan Daulah Khilafah
Asas pendidikan dalam konsep pendidikan Daulah Khilafah adalah
aqidah Islam. Asas ini berpengaruh dalam penyusunan kurikulum pendidikan,
sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan dan
interaksi di antara semua komponen penyelenggara pendidikan.4
Namun begitu, penetapan aqidah Islam sebagai asas pendidikan
tidaklah berarti bahwa setiap ilmu pengetahuan harus bersumber dari aqidah
Islam. Islam tidak memerintahkan demikian. Lagi pula hal itu tidak sesuai
dengan kenyataan, karena memang tidak semua ilmu pengetahuan terlahir
dari aqidah Islam. Yang dimaksud dengan menjadikan aqidah Islam sebagai
standar penilaian. Dengan istilah lain, aqidah Islam difungsikan sebagai
kaidah atau tolak ukur pemikiran dan perbuatan.
4 Ismail Yusanto, Dkk, Menggagas Pendidikan Islam (Bogor: Al – Azhar Press, 2011), 61.
129
Dalam Islam, kurikulum pendidikan harus berdasarkan aqidah Islam.
Apabila aqidah Islam selalu menjadi asas yang mendasar bagi kehidupan
sorang Muslim, asas bagi negaranya, asas hubungan antar sesama Muslim,
asas bagi aturan dan masyarakat umumnya, maka seluruh pengetahuan yang
diterima seorang Muslim harus berdasarkan aqidah Islam pula, baik itu
berupa pengetahuan yang diterima seorang Muslim, masalah – masalah
politik, dan kenegaraan, atau masalah apa pun yang ada kaitannya dengan
kehidupan dunia dan kehidupan akherat.
Fungsi asas atau landasan pengembangan kurikulum adalah seperti
fondasi sebuah bangunan. Apa yang akan terjadi seandainya sebuah gedung
yang menjulang tinggi berdiri di atas fondasi yang rapuh? Tentu saja
bangunan tersebut tidak akan tahan lama. Layaknya membangun sebuah
gedung, maka menyusun kurikulum harus didasarkan pada fondasi yang kuat.
Kesalahan menentukan fondasi kurikulum berarti kesalahan dalam
menentukan kebijakan dan implementasi pendidikan.5
Pendidikan Islam sebagai suatu usaha untuk membentuk manusia,
harus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua perumusan
tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan. Dan landasan terbentuk dari Al–
Qur’an dan hadith.6
Al–Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui perantaraan
malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW dengan menggunakan bahasa Arab
5 Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 31. 6 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 19.
130
disertai kebenaran agar dijadikan hujjah (argumentasi) dalam hal
pengakuannya sebagai Rasul dan agar dijadikan sebagai pedoman hukum
bagi seluruh umat manusia, disamping merupakan amal ibadah bila dibaca.7
Dalam konteks pendidikan, Al – Qur’an memberikan penjelasan di awal surat
yang diturunkan kepada Nabi yang mengajak manusia untuk belajar
membaca dan menulis, juga menjelaskan tentang penggunaan pena tersebut
untuk mempelajari, menggali dan menemukan hakikat kebenaran.8 Maka
tidak mengherankan jika Allah mengabadikannya dalam Q.S Al – A’ laq ayat
1 – 5:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S Al–A’laq: 1–5)
Ibnu Mas’ud sebagaimana dikutip oleh Imam Al–Ghazali dalam
bukunya Ihya Ulumudin meyatakan “Jika seorang ingin memiliki
pengetahuan masa lampau dan amsa modern, selayaknya dia merenungkan
al–Qur’an “. Sementara Imam Suyuthi, penagarang kitab al – Ithqan fi’Ulum
7 Arief B. Iskandar, Materi Dasar Islam (Bogor: Al – Azhar, 2011), 92. 8 Ali Al Jumbulati, Perbandingan Pendidikan islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), 7 – 8.
131
al–Qur’an menyatakan, al-Qur’an, kitab Allah itu telah mencakup segala
sesuatu. Tidak ada bagian atau problem dasar suatu ilmu pun yang tidak
ditunjukkan dalam al–Qur’an. Di dalamnya, seseorang dapat menemukan
aspek menakjubkan pada ciptaan dimensi – ciptaan dimensi spiritual langit
dan bumi, apa yang ada dalam dalam bagian–bagian teragung pada cakrawala
dan yang ada dibawah lumpur.” Al–Qur’an merupakan kitab panduan terbaik
bagi siapapun menginginkan kesuksesan hidup di dunia sekaligus memeroleh
kebahagian di akherat. Di dalam al–Qur’an terkandung rahasia kehidupan
(darimana, kemana dan semestinya berbuat apa manusia itu), rahasia ilmu
pengetahuan, serta rahasia hukum peradaban.9
Sudah selayaknya jika kita berkeyakinan bahwa ilmu pengetahuan
yang dianjurkan oleh Al–Qur’an tidak berbatas pada ilmu pengetahuan agama
saja, melainkan juga ilmu–ilmu lain yaitu ilmu–ilmu pengetahuan yang
bersifat komprehensif yang dihasilkan dari proses diskusi, penelitian, telaahan
dan istinbat (pengambilan hukum).10
Al–Qur’an yang menjadi dasar pokok dan sumber asli pendidikan
Islam, lebih mendorong kepada pemikiran dan perenungan terhadap ciptaan
Allah beserta keindahannya di alam semesta ini. Dari sini muncullah tokoh–
tokoh ulama muslim yang telah mencapai puncak perkembangan ilmu
pengetahuan. Mereka telah sampai pada tingkat kreativitas (daya cipta) tinggi
di bidang ilmu pengetahuan.
9 A. Mujib El – Shirazy,Al – Qur’an (Kitab Segala) Ilmu Peradaban dalam buku On Islamic Civilization (Semarang: Unissula Press, 2010), 303. 10 Opcit., 8.
132
Al–Qur’an Al–Karim merupakan pedoman masyarakat Islam,
dimana di dalamnya termuat segala sesuatu, baik yang kecil maupun yang
besar, mengemukakan kepada manusia sisi kebaikan dan kebahagiaan. Apa
yang telah disyariatkan merupakan hukum ketetapan secara umum, sampai
menjadi kebaikan pada tiap–tiap zaman dan tempat. Al–Qur’an Al–Karim
memberi petunjuk manusia kepada jalan yang lebih mulia dan sebaik- baik
serta sebenar–benar jalan dari jalan lainya. Di dalamnya terkandung rahasia
peradaban Islam dan keagungannya, yaitu merupakan kitab yang
“...memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus (Q.S Al – Israa’
ayat 9)
Al – Qur’an adalah sebaik–baik apa yang dimiliki manusia dari setiap
sisi- sisinya ; ruh, akal, masyarakat, amaliyah, pemikiran, ekonomi,
peradaban, dan juga pengajarannya mampu membahagiakan manusia.
Kemudian Allah (menjadikan kepada Rasul–Nya penjelasan dari Al–
Qur’an yang masih global, menafsirkan ayat–ayat yang masih samar,
menentukan yang masih terdapat ihtimal (kemungkinan), agar dengan
penyampaian risalah tersebut menjadi jelas apa yang dikhususkan, kedudukan
pengembalian kepadanya.11 Allah SWT dalam berfirman Q.S An–Nahl ayat
44:
11 Raghib As – Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (Jakarta: Pustaka Al – Kautsar, 2011), 41.
133
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan
kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan (Q.S An–
Nahl ayat 44)
Dengan demikian, Al–Qur’an menjadi landasan sedangkan sunnah
menjadi penjelasannya. Dari sini, datanglah landasan kedua dari dasar–dasar
asas peradaban Islam, yaitu sunnah Nabawiyah. Sunnah merupakan sumber
kedua dalam Islam. Sunnah merupakan manhaj nubuwwah, sebagai perinci
ajaran Islam dan aplikasinya untuk mentarbiyah umatnya.12 Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Q.S Al – Imran ayat 164:
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan
12 Ibid,. 41.
134
mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,
membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan
Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah
benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S Al – Imran ayat 164)
Sehingga dalam landasan konsep pendidikan daulah khilafah, Al –
Qur’an dan Sunnah Nabawiyah yang suci merupakan dasar yang membentuk
peradaban Islam. Keduanya mensyariatkan untuk mempelajari setiap bidang
ilmu pengetahuan, akidah, politik, masyarakat, ekonomi, tarbiyah, akhlak,
perempuan, interaksi negara dan sebagainya yang meliputi peradaban Islam
dalam setiap sisi kehidupan. Dari sanalah terpancar kebahagiaan manusia
secara paripurna.
B. Tujuan Pendidikan Daulah Khilafah
Persoalan pendidikan adalah persoalan yang menyangkut hidup dan
kehidupan manusia yang senantiasa terus berproses dalam perkembangan
kehidupannya. Di antara persoalan pendidikan yang cukup penting dan
mendasar adalah mengenai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan termasuk
masalah sentral dalam pendidikan, sebab tanpa perumusan tujuan pendidikan
yang baik maka perbuatan mendidik bisa menjadi inti dan sangat penting
dalam menentukan isi dan arah pendidikan yang diberikan.13
13 M.Shofan, Pendidikan Berparadigma Profetik (Gresik: UMG Press, 2004), 54 – 55.
135
Menurut Abdurrahman Al–Baghdadi Tujuan pendidikan adalah
suatu kondisi yang menjadi target dari proses–proses pendidikan termasuk
penyampaian ilmu pengetahuan yang dilakukan.14 Sedangkan tujuan
kurikulum dan pendidikan Islam adalah membekali akal dengan ide–ide
pemikiran dan ide – ide yang sehat, baik itu mengenai aqaid (cabang – cabang
aqidah), maupun hukum. Islam telah memberikan dorongan agar manusia
menuntut ilmu dan membekalinya dengan pengetahuan.15 Sebagaimana
firman Allah Ta’ala dalam Q.S Az–Zumar ayat 9
(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-
orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran. (Q.S Az- Zumar: 9)
Tujuan pendidikan Islam merupakan usaha dalam membangun
manusia yang utuh dalam rangka pembentukan kepribadian, moralitas, sikap
14Ismail Yusanto, Dkk, Menggagas Pendidikan Islam (Bogor: Al – Azhar Press, 2011), 65. 15 Abdurrahman Al Baghdady, Sistem Pendidikan di Masa Khilafah (Bangil: Al – Izzah, 1996), 25.
136
ilmiah dan keilmuan, kemampuan berkarya, profesionalisasi sehingga mampu
menunjukkan iman dan amal shaleh dengan nilai – nilai keagamaan dan
kehidupan. Menurut Muhaimin dan Abdul Mujib sebagaimana dikutip
Muhammad Shofan bahwa perumusan tujuan pendidikan Islam itu harus
berorientasi pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspek seperti:16
1. Tujuan dan tugas hidup manusia, yakni manusia bukan diciptakan Alloh
hanya sebatas kebetulan melainkan mempunyai tujuan dan tugas hidup
tertentu yakni untuk beribadah kepada Alloh secara sempurna.
Sebagaimana Alloh SWT sampaikan dalam Q.S Al – Imran ayat 19:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.
tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah
datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di
antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka
Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (Q.S Al – Imran ayat 19)
2. Memperhatikan sifat dasar (nature) manusia yaitu konsep penciptaan
manusia dengan bermacam fitrah dan manusia pun mempunyai
16 M.Shofan, Pendidikan Berparadigma Profetik (Gresik: UMG Press, 2004), 60.
137
kemampuan untuk beribadah serta menjadi khalifatullah. Allah SWT
berfirman dalam Q.S Al – Kahfi ayat 29:
Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa
yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan
bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.
dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum
dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah
minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (Q.S
Al – Kahfi ayat 29)
Dalam Q.S Adz – Dzariyaat ayat 56 Allah SWT berfirman:
138
. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.(Q.S Adz – Dzariyaat: 56)
Dalam Q.S Al–Baqarah ayat 30, Allah SWT berfirman:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S Al – Baqarah ayat 30)
3. Tuntunan masyarakat, baik berupa pemenuhan kebutuhan hidup maupun
antisipasi perkembangan tuntunan modern, dan dimensi kehidupan ideal Islam. Dalam hal ini terkandung nilai dalam mengelolah kehidupan ba
139
Menurut Abuddin Nata bahwa tujuan pendidikan Islam itu
memiliki ciri–ciri sebagai berikut:17
a. Mengarahkan manusia akan menjadi khalifah Allah di muka bumi
dengan sebaik–baiknya, yaitu melaksanakan tugas–tugas kemakmuran
dan mengolah bumi dengan sebaik–baiknya, yaitu melaksanakan
tugas–tugas kemakmuran dan mengolah bumi sesuai dengan kehendak
Allah.
b. Mengarahkan manusia agar seluruh tugas kekhalifahannya di muka
bumi dilaksanakan dalam rangka beribadaha kepada Allah, sehingga
tugas tersebut terasa ringan.
c. Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga ia tidak
menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya.
d. Membina dan mengerahkan potensi akal, jiwa dan jasmaninya,
sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan ketrampilan yang semua ini
dapat dipergunakan guna mendukung tugas pengabdian dan
kekhalifahannya.
e. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akherat.
Tujuan pendidikan Islam yang dikemukakan di atas memberikan
gambaran bahwa arah pendidikan Islam dalam rangka menjadikan manusia
sebagai kholifah yang menjalankan tugas kehidupan di permukaan bumi,
17 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997)53 – 54.
140
mampu beribadah sebagai hamba Allah, mampu berakhlak mulia, dan
mampu mengembangkan segenap potensinya serta mampu mencapai
kebahagiaan dunia dan akheratnya. Dengan demikian jelas tujuan
pendidikan pada dasarnya menjadikan manusia mampu menjalankan tugas
makhluk Allah yang baik di permukaan bumi ini baik dalam kerangka
kehidupan individu maupun masyarakat. Sehingga dalam menyusun
kurikulum dan materi pelajaran terdapat dua tujuan pokok pendidikan
dalam sistem pendidikan daulah khilafah:18
1. Membangun kepribadian Islami, pola pikir (aqliyah) dan jiwa
(nafsiyah) bagi umat ; yaitu dengan cara menanamkan tsaqafah Islam
berupa akidah pemikiran, dan perilaku Islami kedalam akal dan jiwa
anak didiknya. Karenanya harus disusun dan dilaksanakan kurikulum
Negara Khilafah untuk merealisasikan tujuan tersebut.
2. Mempersiapkan anak–anak kaum muslim agar diantara mereka menjadi
ulama–ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu–ilmu ke-
Islaman (ijtihad, fiqih, peradilan, dan lain–lain) maupun ilmu terapan.
Ulama–ulama yang mumpuni akan membawa Negara Islam dan umat
Islam–melalui pundak mereka–untuk menempati posisi puncak di
antara bangsa–bangsa dan negara–negara lain di dunia, bukan sebagai
pengekor maupun agen pemikiran dan ekonomi negara lain.
18 Abu Yasin, Strategi Pendidikan Negara Khilafah (Bogor: Pusataka Thariqul Izzah, 2012), 12-13
141
Dalam sistem pendidikan daulah Khilafah, tujuan pendidikan
menjadi panduan bagi seluruh kegiatan dalam sistem pendidikan. Tujuan
pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang
berkarakter, yakni: 19
1. Membentuk Kepribadian Islam (Syakhsiyyah Islamiyyah)
Tujuan pertama ini merupakan konsekuensi keimanan seorang
muslim, yakni sebagai seorang muslim ia harus memegang erat
identitas kemuslimannya dalam seluruh aktivitas hidupnya. Identitas ini
menjadikan kepribadian yang tampak pada pola berpikir (aqliyah) pada
pola bersikapnya (nafsiyah) yang dilandaskan pada ajaran Islam. Allah
SWT berfirman dalam Q.S Al–Fushshilat ayat 33:
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:
"Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (Q.S
Al–Fushshilat ayat 33)
Pada prinsipnya terdapat tiga langkah dalam diri seseorang
sebagaimana yang pernah diterapkan Rasululah SAW. Pertama,
19 Ismail Yusanto, Dkk, Menggagas Pendidikan Islam (Bogor: Al – Azhar Press, 2011), 65.
142
menanamkan aqidah Islam kepada yang bersangkutan dengan metode
yang tepat, yakni yang sesuai dengan kategori aqidah sebagai aqidah
aqliyah (aqidah yang keyakinannya dicapai dengan melalui proses
berpikir). Kedua, mengajaknya bertekad bulat untuk senantiasa
menegakkan bangunan cara berpikir dan berprilaku diatas fondasi
ajaran Islam semata. Ketiga, mengembangkan kepribadiannya dengan
cara membakar semangatnya untuk bersungguh-sungguh dalam mengisi
pemikirannya dengan Tsaqofah Islamiyyah dan mengamalkannya dan
memperjuangkannya dalam seluruh aspek kehidupannya sebagai wujud
ketaatan kepada Allah SWT.
Pendidikan, melalui berbagai pendekatan, harus menjadi media
untuk membentuk dasar pembentukan, peningkatan, pemantapan dan
pematangan kepribadian peserta didik. Semua komponen yang terlibat
dalam kegiatan pendidikan termasuk semua kegiatan yang dilakukan
maupun interaksi diantara komponen diatas harus diarahkan bagi
tercapainya tujuan yang pertama ini.
2. Menguasai Tsaqofah Islam
Tujuan kedua ini menjadi konsekuensi (lanjutan) kemusliman
seseorang. Islam mendorong setiap muslim untuk menjadi manusia
yang berilmu dengan cara men-taklif-nya (memberi beban hukum)
kewajiban menuntut ilmu. Imam al-Ghazali alam Ihya Ulumuddin,
143
membagi ilmu dalam dua kategori dilihat dari segi kewajiban
menuntutnya. Pertama, ilmu yang dikategorikan sebagai fardlu ‘ain,
yakni ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu muslim. Ilmu
yang termasuk dalam golongan ini adalah ilmu-ilmu tsaqofah Islam,
yakni pemikiran, ide dan hukum-hukum (fiqih) Islam, Bahasa Arab,
Sirah Nabawiyah, Al-Qur’an, Al-Hadith dan sebagainya. Kedua, adalah
ilmu-ilmu yang dikategorikan sebagai fardlu kifayah, yaitu ilmu yang
wajib dipelajari oleh sebagian umat Islam. Ilmu yang termasuk dalam
golongan iniadalah sains dan teknologi serta berbagai keahlian, seperti
kedokteran, pertanian, teknik dan sebagainya yang sangat diperlukan
bagi kemaujuan material masyarakat.
Allah SWT berfirman dalam Q.S Az – Zumar ayat 9:
(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung)
ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan
berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui
144
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S Az – Zumar ayat
9)
Berkaitan dengan Bahasa Arab sebagai bagian dari tsaqofah
Islam, Rasulullah SAW telah menjadikan bahasa ini sebagai bahasa
umat Islam yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam
pendidikan. Karenanya, setiap muslim, termasuk yang bukan Arab
sekalipun, wajib mempelajari Bahasa Arab. Imam Syafi’I dalam kitab
Al-Risalah Fi ‘Ilmi Ushul menyatakan “Allah SWT mewajibkan seluruh
umat untuk mempelajari lisan arab dengan tekun dan sungguh-sungguh
agar dapat memahami kandungan Al-Qur’an dan untuk beribadah”.
Dorongan kuat agar setiap muslim mempelajari tsaqofah
Islamiyyah disamping sains dan teknologi, membuktikan bahwa Islam
membentengi manusia dengan menjadikan aqidah Islam sebagai satu-
satunya asas bagi kehidupan seorang muslim, termasuk dalam tata cara
berpikir, berkehendak, sehingga setiap tindakannya terlebih dulu
diukurnya dengan standar ajaran Islam. Hanya dengan itu setiap muslim
memiliki pijakan yang sangat kuat untuk maju sesuai dengan arahan
Islam.
145
3. Menguasai Ilmu Kehidupan (Iptek dan Keahlian)
Kewajiban untuk menguasai ilnu pendidikan (iptek dan
keahlian) diperlukan agar umat Islam dapat meraih kemajuan material
sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT
dengan baik di muka bumi ini. Dorongan Islam untuk menguasai Ilmu
kehidupan juga dapat dimengerti dari pengkajian terhadap hakikat ilmu
pengetahuan itu sendiri. Pada hakikatnya ilmu pengetahuan terdiri atas
dua hal, yakni pengetahuan yang dapat mengembangkan akal pikiran
manusia sehingga dapat menentukan suatu tindakan (aksi) tertentu dan
pengetahuan mengenai perbuatan itu sendiri. Berkaitan dengan akal,
Allah telah memuliakan manusia dengan akalnya. Akal akan
membimbing manusia ke jalan yang benar.
Sementara, dalam banyak ayat Allah SWT juga menyerukan
untuk menggunakan akalnya dan memanfaatkannya supaya dapat
memikirkan dan merenungkan ciptaan Allah sehingga bisa didapat
sains dan aplikasinya berupa teknologi. Dari situlah akan membuahkan
tambahan keimanan kepada Allah SWT, terhadap keesanNya,
kekuasaanNya, dan keagunganNya. Disinilah pentingnya akal manusia,
dimana melalui proses berpikirnya akan mampu menghantarkan
manusia kepada keimanan.
146
C. Kurikulum Pendidikan Daulah Khilafah
Kurikulum merupakan suatu sistem yang memiliki komponen –
komponen tertentu. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang
memiliki peran penting dalam sistem pendidikan, sebab dalam kurikulum
bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga
sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan
pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap siswa.
Oleh karena begitu pentignya fungsi dan peran kurikulum, maka setiap
pengembangan kurikulum pada jenjang manapun harus didasarkan pada asas
– asas tertentu. 20
Berikut terdapat Undang – Undang Daulah Khilafah yang Mengatur
terkait masalah pendidikan dan penyelenggaraannya: 21
POLITIK PENDIDIKAN
Pasal 170
Kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islam. Mata
pelajaran serta metodologi penyampaian pelajaran seluruhnya disusun tanpa
adanya penyimpangan sedikit pun dalam pendidikan dari asas tersebut.
20 Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 31. 21 Taqiyuddin an – Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam (Jakarta: HTI Press, 2001), 208.
147
Pasal 171
Politik pendidikan adalah membentuk pola pikir dan pola jiwa Islami.
Seluruh mata pelajaran disusun berdasarkan dasar strategi tersebut.209
Rancangan Undang-undang Dasar.
Pasal 172
Tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam serta
membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan
dengan kehidupan. Metode penyampaian pelajaran dirancang untuk
menunjang tercapainya tujuan tersebut. Setiap metodologi yang tidak
berorientasi pada tujuan tersebut dilarang.
Pasal 173
Waktu pelajaran untuk ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab yang
diberikan setiap minggu harus disesuaikan dengan waktu pelajaran untuk
ilmu-ilmu lain, baik dari segi jumlah maupun waktu.
Pasal 174
Ilmu-ilmu terapan -seperti olahraga- harus dipisahkan dengan ilmu-
ilmu tsaqofah. Ilmu-ilmu terapan diajarkan menurut kebutuhan dan tidak
terikat dengan jenjang pendidikan tertentu. Ilmu-ilmu tsaqofah diberikan
mulai dari tingkat dasar sampai tingkat aliyah sesuai dengan rencana
pendidikan yang tidak bertentangan dengan konsep dan hukum Islam.
Ditingkat perguruan tinggi ilmu-ilmu tsaqofah boleh diajarkan secara utuh
148
seperti halnya ilmu pengetahuan yang lain, dengan syarat tidak
mengakibatkan adanya penyimpangan dari strategi dan tujuan pendidikan.
Pasal 175
Tsaqofah Islam harus diajarkan disemua tingkat pendidikan. Untuk
tingkat perguruan tinggi hendaknya diadakan/dibuka berbagai jurusan dalam
berbagai cabang ilmu keislaman, disamping diadakan jurusan lainnya seperti
kedokteran, teknik, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya.
Pasal 176
Ilmu kesenian dan keterampilan dapat digolongkan sebagai ilmu
pengetahuan, seperti perdagangan, pelayaran dan pertanian yang boleh
dipelajari tanpa terikat batasan atau syarat tertentu; dan dapat juga
digolongkan sebagai suatu kebudayaan apabila telah dipengaruhi oleh
pandangan hidup tertentu, seperti seni lukis dan pahat yang tidak boleh
dipelajari apabila bertentangan dengan pandangan Islam.
Pasal 177
Kurikulum pendidikan hanya satu. Tidak boleh digunakan kurikulum
selain kurikulum negara. Tidak ada larangan untuk mendirikan sekolah-
sekolah swasta selama mengikuti kurikulum negara dan berdiri berdasarkan
strategi pendidikan yang di dalamnya terealisasi politik dan tujuan
pendidikan. Hanya saja pendidikan di sekolah itu tidak boleh bercampur baur
antara laki-laki dengan perempuan baik di kalangan murid maupun guru. Juga
149
tidak boleh dikhususkan untuk kelompok, agama, mazhab, ras atau warna
kulit tertentu.
Pasal 178
Pengajaran hal-hal yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya
merupakan kewajiban negara yang harus terpenuhi bagi setiap individu, baik
laki-laki maupun perempuan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Negara wajib menyediakannya untuk seluruh warga dengan cuma-cuma. Dan
kesempatan pendidikan tinggi cuma-cuma dibuka seluas mungkin dengan
fasilitas sebaik mungkin.
Pasal 179
Negara menyediakan perpustakaan, laboratorium dan sarana ilmu
pengetahuan lainnya, disamping gedung-gedung sekolah, universitas untuk
memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam
berbagai cabang pengetahuan, seperti fiqh, ushul fiqh, hadits dan tafsir,
termasuk di bidang ilmu murni, kedokteran, teknik, kimia, penemuan-
penemuan baru (discovery and invention) sehingga lahir di tengah-tengah
umat sekelompok besar mujtahidin dan para penemu.
Pasal 180
Tidak dibolehkan ada hak milik dalam mengarang buku-buku
pendidikan untuk semua tingkatan. Tidak dibolehkan seseorang -baik
pengarang maupun bukan- memiliki hak cetak dan terbit, selama sebuah buku
telah dicetak dan diterbitkan. Jika masih berbentuk pemikiran yang dimiliki
150
seseorang dan belum dicetak atau beredar, maka ia boleh mengambil imbalan
karena memberikan jasa pada masyarakat, seperti halnya mendapatkan gaji
dalam mengajar.
Pilar Pelaksanaan Pendidikan Islam, dalam Daulah Khilafah
berdasarkan pengorganisasian, proses pendidikan Daulah Khilafah terbagi
atas tiga pilar, yaitu (1) pendidikan di keluarga atau yang biasa disebut
dengan pendidikan informal, (2) pendidikan di sekolah/kampus atau yang
biasa disebut dengan pendidikan formal, dan (3) pendidikan di masyarakat
atau yang biasa disebut dengan pendidikan nonformal. Ketiga pilar tersebut
harus terjadi singronisasi agar tujuan pendidikan yang diinginkan khususnya
pendidikan Islam dapat tercapai secara maksimal.
1. Pendidikan di keluarga
Pemikiran sosial dalam Islam setuju dengan pemikiran sosial
modern yang mengatakan bahwa keluarga itu adalah unit pertama dan
institusi pertama dalam masyarakat di mana hubungan-hubungan yang
terdapat di dalamnya, sebagian besarnya bersifat hubungan langsung. Di
situlah berkembang individu dan di situlah terbentuknya tahap-tahap awal
proses pemasyarakatan (socialization). Di situlah pertama kali pembinaan
kepribadian, penguasaan dasar-dasar tsaqofah Islam dilakukan melalui
pendidikan dan pengamalan hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh
sumber belajar yang ada di keluarga, utamanya orang tua.
151
Peran penting pendidikan dalam keluarga tercermin dalam Hadits
Rasulullah SAW:
“Tidaklah seorang anak yang lahir itu kecuali dalam keadaan fitrah.
Kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
(HR. Muslim)
Itulah sebabnya, proses pendidikan dalam keluarga disebut sebagai
pendidikan yang pertama dan utama, karena ia menjadi peletak pondasi
kepribadian anak. Keluarga ideal berperan menjadi wadah pertama
pembinaan keislaman dan sekaligus membentenginya dari pengaruh-
pengaruh negatif yang berasal dari luar. Dalam dakwah pun, sebelum
kepada masyarakat luas, seorang muslim diperintahkan untuk berdakwah
terlebih dulu kepada anggota keluarga dan kerabat dekatnya.
الأقربین عشیرتك وأنذر
“Berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” QS.
Asy-Syu’ara [26]: 214)22
نارا وأھلیكم أنفسكم قوا ءامنوا الذین یاأیھا
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu
dari siksa api neraka.” (QS. At-Tahrim [66]: 6).23
Supaya keluarga terbebas dari siksa api neraka, maka anggota
keluarga harus dididik dan dibina sesuai ajaran agama Islam. Hanya
22 Mushaf Al-Qur’an terjemah Departemen Agama Republik Indonesia (Al-Huda; Kelompok Gema Insani Press)
23 Muhammad Ismail Yusanto, dkk., Menggagas Pendidikan Islami, hal. 62-63
152
dengan demikianlah keluarga akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan
fitrah dan diridlai Allah.
Upaya pendidikan dalam keluarga sebenarnya telah dan harus
dimulai sejak usia anak dalam kandungan hingga menginjak usia baligh
dan memasuki jenjang pernikahan; dan bahkan akan terus berlangsung
hingga usia tua. Rasul SAW. Bersabda:
“Tuntutlah ilmu sejak dari ayunan hingga liang lahat.”
Pendidikan pada saat anak dalam kandungan (pranatal) dilakukan
dengan cara mendoakannya agar menjadi anak yang soleh sebagaimana
yang pernah dilakukan oleh istri Imran ketika mengandung Maryam yang
digambarkan dalam Al-Qur’an:
أنت إنك مني فتقبل محررا بطني في ما لك نذرت إني رب عمران امرأة قالت إذ
العلیم السمیع
“Ingatlah ketika istri Imran berdo’a, “Tuhanku, sungguh aku
memohon kepada-Mu, agar anak yang ada dalam kandunganku ini menjadi
anak yang soleh dan berkhidmat…”. (QS. Ali Imran [3]: 35)24
Ketika seorang anak telah lahir (postnatal), Islam mengajarkan
untuk mendidik dan mengembangkan aspek tauhid, antara lain dengan
membacakan azan di telinga kanan dan iqamat di telinga kirinya. Setelah
itu, Islam menuntun dengan pemberian nama yang baik, pemberian air
24 Mushaf Al-Qur’an terjemah Departemen Agama Republik Indonesia (Al-Huda; Kelompok Gema Insani Press)
153
susu ibu (ASI), dan penanaman keteladanan kepribadian islam serta
pemberian tuntunan untuk berumah tangga.
“Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nama
yang baik dan mendidiknya dengan adab yang mulia.” (HR. Hakim)
الرضاعة یتم أن أراد لمن كاملین حولین أولادھن یرضعن والوالدات
”Para ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan...”. (QS. Al-
Baqarah[2]: 233).25
“Seorang anak hendaknya disembelihkan akikah setelah hari ke-7
dari kelahirannya dan diberi nama (dengan nama yang baik) dan dicukur
rambutnya. Setelah anak tersebut mencapai umur 6 tahun, hendaknya
dididik tentang sopan santun. Setelah berusia 9 tahun hendaknya
dipisahkan tempat tidurnya. Dan bila telah mencapai usia 10 tahun,
hendaknya dipukul bila meninggalkan shalat. Kemudian setelah dewasa
dinikahkan. Maka pada saat itu, ayah menjabat tangan anaknya dan
mengatakan, ‘Saya telah mendidik, mengajar, dan menikahkan kamu.
Karena itu, saya mohon kepada Allah agar dijauhkan dari fitnah dunia dan
azab di akhirat kelak’.” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin)
Imam Al-Ghazali juga menganjurkan bahwa hendaklah (orang tua)
menjaga anak-anak dari bergaul dengan anak-anak yang dibiasakan
bersenang-senang dan bermewah-mewahan serta dibiasakan berpakaian
25 Ibid.
154
yang serba lux, dan demikian pula terhadap anak-anak yang berkelakuan
buruk. Demikian pula orang tua harus memperhatikan pengaruh dari
berbagai bacaan dan kebudayaan di dalam dan di luar rumah serta
mengusahakan situasi keagamaan dalam kehidupan sehari-hari anak.26
Suasana keagamaan dalam keluarga akan berakibat pada anak
tersebut berjiwa agama. Begitu pula sebaliknya, kebiasaan orang tua dan
kakak-kakaknya berbuat maksiat akan membentuk kepribadian yang
maksiat pula pada anak. Ini menunjukkan bahwa keluarga sangat berperan
penting terhadap pembentukan kepribadian anak.27
2. Pendidikan di sekolah/kampus
Pendidikan di sekolah/kampus pada dasarnya merupakan proses
pendidikan yang diorganisasikan secara formal berdasarkan struktur
hierarkhis dan kronologis, dari jenjang taman kanak-kanak hingga
perguruan tinggi.
Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena
pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Maka di samping keluarga
sebagai pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat
pendidikan untuk pembentukan kepribadian anak.
Karena sekolah sengaja disediakan atau dibangun khusus untuk
tempat pendidikan, maka sekolah dapat digolongkan sebagai tempat atau
lembaga pendidikan kedua setelah keluarga, karena sekolah mempunyai
26 Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 119 27 Ibid, hal. 117
155
fungsi melanjutkan pendidikan keluarga dengan guru sebagai pengganti
orang tua yang harus ditaati.
Selain mengacu pada tujuan pendidikan yang diterapkan secara
berjenjang, berlangsungnya proses pendidikan di sekolah/kampus sangat
bergantung pada keberadaan subsistem-subsistem lain yang terdiri atas:
anak didik (pelajar/mahasiswa); manajemen penyelenggaraan
sekolah/kampus; struktur dan jadwal waktu kegiatan belajar-mengajar;
materi bahan pengajaran yang diatur dalam seperangkat sistem yang
disebut sebagai kurikulum; tenaga pendidik/pengajar dan pelaksana yang
bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan pendidikan; alat bantu
belajar (buku teks, papan tulis, laboratorium, dan audiovisual); teknologi
yang terdiri dari perangkat lunak (strategi dan taktik pengajaran) serta
perangkat keras (peralatan pendidikan); fasilitas atau kampus beserta
perlengkapannya; kendali mutu yang bersumber atas target pencapaian
tujuan; penelitian untuk pengembangan kegiatan pendidikan; dan biaya
pendidikan guna melancarkan kelangsungan proses pendidikan.
Berdasar sirah Rasul dan tarikh Daulah Khilafah pendidikan formal
dapat dideskripsikan sebagai berikut:28
a. Kurikulum pendidikan, mata ajaran, dan metodologi pendidikan
disusun berdasarkan pada Aqidah Islam.
28 Muhammad Ismail Yusanto, dkk., Menggagas Pendidikan Islami, (Bogor: Al-Azhar Press, 2010), 74- 77.
156
b. Tujuan penyelenggaraan pendidikan merupakan penjabaran dari tujuan
pendidikan Islam yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan.
c. Sejalan dengan tujuan pendidikan, waktu belajar untuk ilmu-ilmu
Islam (tsaqofah Islamiyyah) diberikan dengan proporsi yang
disesuaikan dengan pengajaran ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan
keahlian).
d. Pelajaran ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keahlian) dibedakan dari
pelajaran guna membentuk syakhsiyyah Islamiyah dan tsaqofah
Islamiyyah. Materi guna membentuk syakhsiyyah Islamiyah mulai
diberikan di tingkat dasar sebagai materi pengenalan dan kemudian
meningkat pada materi pembentukan dan pematangan setelah usia anak
didik menginjak baligh (dewasa). Sementara materi tsaqofah
Islamiyyah dan pelajaran ilmu-ilmu kehidupan diajarkan secara
bertingkat dari mulai tingkat dasar hingga pendidikan tinggi.
e. Bahasa Arab menjadi bahasa pengantar di seluruh jenjang pendidikan,
baik negeri maupun swasta.
f. Materi pelajaran yang bermuatan pemikiran, ide dan hukum yang
bertentangan dengan Islam, seperti ideologi sosialis/komunis atau
liberal/kapitalis, aqidah ahli kitab dan lainnya, termasuk sejarah
asing, bahasa maupun sastra asing dan lainnya, hanya diberikan pada
tingkat pendidikan tinggi yang tujuannya hanya untuk pengetahuan,
bukan untuk diyakini dan diamalkan.
157
g. Pendidikan di sekolah tidak membatasi usia. Yang ada hanyalah batas
usia wajib belajar bagi anak-anak, yakni mulai umur tujuh tahun,
berdasar pada hadits,
“Perintahkanlah anak-anak mengerjakan shalat di kala mereka berusia
tujuh tahun dan pukullah mereka apabila meninggalkan shalat pada
usia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (pada usia
tersebut pula).” (HR. Al Hakim dan Abu Dawud dari Abdullah bin
Amr bin Ash)
h. Penyelenggaraan kegiatan olahraga dilangsungkan secara terpisah
bagi murid laki-laki dan perempuan.
i. Pendidikan diselenggarakan oleh negara secara gratis atau murah.
Swasta bisa menyelenggarakan pendidikan asal visi, misi dan sistem
pendidikan yang dikembangkan tidak keluar dari ajaran Islam.
Dalam kehidupan sekuler seperti saat ini, peran penting
sekolah/kampus sangat terasa, mengingat bahan masukannya berasal dari
suprasistem yang sekuler. Beban sekolah bertambah berat manakala ia pun
harus mampu mensterilkan sekolah dari gempuran pengaruh negatif yang
datang dari kedua suprasistem. Proses pendidikan di sekolah/kampus harus
mampu menghasilkan keluaran yang Islami, bukan sekuler. Proses
158
pendidikan seperti ini dilakukan melalui apa yang disebut small Islamic
environment yang interaksi dengan suprasistem masyarakat dan keluarga
Tergambarkan pada bagan berikut:
Bagan 3.2
Posisi Pendidikan Sekolah terhadap Keluarga dan Masyarakat29
3. Pendidikan di tengah masyarakat
Hampir sama dengan pendidikan di keluarga, pendidikan di tengah
masyarakat pada hakikatnya juga merupakan proses pendidikan sepanjang
hayat, khususnya berkenaan dengan praktek kehidupan sehari-hari yang
dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di masyarakat, yakni tetangga,
teman pergaulan, lingkungan serta sistem nilai yang berjalan.30
Pendidikan di tengah masyarakat identik dengan dakwah.
Masyarakatlah sebagai subyek dan sekaligus objek dakwah. Mendidik
masyarakat berarti berdakwah, yang berarti membina, mengarahkan,
29 Ibid., 78. 30 Muhammad Ismail Yusanto, dkk., Menggagas Pendidikan Islami, hal. 65-66
SEKOLAH/KAMPUS
KELUARGA MASYARAKAT
(+/-)
(+/-) (+/-)
(+) (+)
159
menasehati serta menjadikan masyarakat agar baik atau lebih baik
keadaannya.
Kata dakwah sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu dari akar kata
”da’a, yad’u” yang berarti menyeru atau mengajak. Maksudnya menyeru
atau mengajak masyarakat ke arah yang benar dan lebih baik. Termasuk
dalam pengertian dakwah adalah juga berarti merubah, yaitu merubah
masyarakat dari keadaan gelap (sesat) ke arah yang terang benderang
(benar) atau ”minadzdzulumati ilannuur”.
Dakwah juga bisa berarti ”amar ma’ruf nahyi mungkar”, yaitu
menyeru kepada yang makruf (kebaikan/kebaikan/kebenaran) dan
mencegah dari yang mungkar keburukan/kejahatan/kesalahan/kesesatan).
Dakwah juga dikenal dengan istilah lain yaitu tabligh, yang berarti
menyampaikan yang benar (ajaran Islam) kepada orang lain, baik
perorangan maupum kelompok.
Dakwah sebenarnya bukan hanya ditujukan kepada masyarakat
dalam arti sempit (perorangan), kelompok, suku bangsa, bangsa) tapi juga
dalam artian luas, yaitu seluruh manusia di muka bumi ini. Dakwah bukan
hanya kewajiban para pendidik, ustadz, muballigh, atau pun ulama, tapi
kewajiban seluruh umat manusia, sesuai dengan kondisi dan
kemampuannya.
160
Terdapat banyak firman Allah (ayat-ayat Allah) dan sabda-sabda
Rasulullah (hadis-hadis) yang memerintahkan untuk berdakwah, di
antaranya:
المنكر عن وتنھون بالمعروف تأمرون للناس أخرجت أمة خیر كنتم
”Kamu adalah sebaik-baik umat yang diciptakan Tuhan, guna
menyuruh manusia berbuat kebajikan dan melarangnya melakukan
kemungkaran”. (QS. Ali Imran[3]: 110).31
المفلحون ھم وأولئك المنكر عن وینھون بالمعروف ویأمرون الخیر إلى یدعون أمة منكم ولتكن
”Dan hendaklah ada di antaramu segolongan umat yang menyeru
kepada kebaikan (Islam), menyeru melaksanakan kebaikan dan melarang
berbuat kemungkaran, mereka itulah orang-orang beruntung”. (QS. Ali
Imran[3]: 104).32
لم وان فبلسانھ یستطع لم فان بیده فلیغیر منكرا منكم رأى من
)مسلم رواه (االیمان اضعف وذلك فبقلبھ یستطع
”Barangsiapa melihat kemungkaran maka cegahlah dengan tangan
(kekuatan, kekuasaan, jabatan), bila tidak bisa maka cegahlah dengan lisan
(teguran, nasehat), apabila tidak bisa maka lawanlah dengan hati, itu
merupakan pertanda lemahnya iman”. (HR. Muslim).
31 Mushaf Al-Qur’an terjemah Departemen Agama Republik Indonesia (Al-Huda; Kelompok Gema Insani Press) 32 Ibid.
161
Dalam sistem Islam, masyarakat merupakan salah satu elemen
penting penyangga tegaknya sistem selain ketaqwaan individu serta
keberadaan negara sebagai pelaksana syariat Islam. Masyarakat berperan
mengawasi anggota masyarakat lain dan penguasa dalam pelaksanaan
hukum syariat Islam.
Masyarakat Islam terbentuk dari individu-individu yang
dipengaruhi oleh perasaan, pemikiran, dan peraturan Islam yang mengikat
mereka sehingga menjadi masyarakat yang solid.
تعدلوا ألا على قوم شنآن منكم یجر ولا بالقسط شھداء للھ قوامین كونوا ءامنوا الذین یاأیھا
تعملون بما خبیر اللھ إن اللھ واتقوا للتقوى أقرب ھو اعدلوا
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang
benar sebagai penegak keadilan, dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk (berbuat) tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat dengan takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan.”
(QS. Al-Maidah[5]: 8).
Lebih dari itu, masyarakat Islam memiliki kepekaan indera
bagaikan pekanya anggota tubuh terhadap sentuhan benda asing. Tubuh
yang hidup akan turut merasakan sakit saat anggota tubuh lain terluka,
kemudian ia bereaksi dan berusaha melawan rasa sakit tersebut hingga
162
lenyap. Dari sinilah amar ma’ruf nahi munkar menjadi bagian yang paling
esensial yang sekaligus membedakan masyarakat Islam dengan
masyarakat lainnya.
Ketakwaan individu anggota masyarakat di samping ditentukan
oleh upaya pribadi, juga sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan anggota
masyarakat lain dan nilai-nilai yang berkembang di tengah masyarakat.
Dalam masyarakat Islam, seseorang yang berbuat maksiyat tidak akan
berani melakukannya secara terang-terangan, atau bahkan tidak berani
melakukan sama sekali. Kalaupun ada yang tergoda untuk berbuat
maksiyat, ia akan berusaha melakukan secara sembunyi-sembunyi. Begitu
sadar akan kesalahannya, ia akan terdorong segera bertobat atas
kekhilafannya dan kembali kepada kebenaran.
Kisah Ma’iz Al Aslami dan Al Ghomidiyah radliyallahu anhuma
yang langsung menghadap Nabi SAW untuk meminta hukuman sesaat
setelah berzina, merupakan contoh nyata gambaran dari ketinggian
ketaqwaan individu dalam masyarakat Islam.
Masyarakat yang berfungsi mendidik inilah yang disebut sebagai
learning society, yakni ketika proses pendidikan berjalan bagi seluruh
anggota masyarakat melalui interaksi keseharian yang selalu bernuansa
amar ma’ruf dan nahi mungkar. Setiap anggota masyarakat akan selalu
mendapatkan masukan positif dari hasil interaksinya itu.33
33 Buklet Hizbut Tahrir Indonesia tahun 2009, Menggagas Kembali Konsep Sistem Pendidikan islam
163
D. Metode Pendidikan Daulah Khilafah
Dalam pengertian umum, metode diartikan sebagai cara mengerjakan
sesuatu. 34Dalam pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan penting
dalam pencapaian tujuan, karena ia menjadi sarana yang memberi makna pada
materi, tanpa metode materi pelajaran tidak dapat berproses secara efektif dan
efisien dalam mengejar tujuan. 35
Salah satu contoh kata qalam (pena ) yang terdapat dalam wahyu
pertama adalah simbul metode pengajaran Allah kepada manusia, karena
ternyata cara tersebut ternyata paling leluasa dan lebih mengesankan dalam
pengajaran.36
Dalam pendidikan daulah khilafah, metode pengajaraan yang
digunakan dalam pengajaran ilmu alat diantaranya ushul fiqh, ulumul
hadith,ulumul qur’an,
dan sejenisnya dengan penyampaian (khithab) dan penerimaan
(talaqqiy) pemikiran dari pengajar kepada pelajar. Pemikiran atau akal
merupakan instrumen proses belajar mengajar. Akal merupakan aset yang
Allah karuniakan kepada diri manusia. Dengan keberadaan akal, Allah
memuliakan manusia, mengutamakan manusia dari makhluk–makhluk yang
34 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam Edisi Revisi (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 89. 35 Fathiyyah Hasan Sulaiman, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan Pendidikan (Bandung: Diponegoro, 1987), 197. 36 Sayyid Quthb, Fi Zhilal al -Qur’an (Beirut: Dar al – Syuruq, tt) jilid VI, 3939.
164
lain, dan menjadikannya sebab penyebab di bebankannya suatu hukum (manath
at–taklif).37
Dalam metode tersebut, pada proses belajar mengajar, pengajar harus
mentransfer pemikirannya melalui sarana yang bisa untuk menjelaskan,
terutama bahasa. Pemikiran tersebut dihubungkan dengan fakta yang dicerap
sebelumnya, atau yang serupa dengannya. Dengan demikian telah terjadi
transfer pemikiran. Jika pemikiran tersebut tidak dihubungkan dengan fakta
yang dicerap atau dapat dirasakan, maka peserta didik tidak bisa
menggambarkan fakta yang terkait dengannya, maka tidak akan terjadi proses
transfer pemikiran, yang terjadi hanya transfer informasi saja. Dengan
informasi yang ditransfer tersebut anak didik hanya menjadi orang yang
belajar, bukan orang yang berpikir.
Taktala mentransfer pemikiran kepada anak didik seorang pengajar
harus mendekatkan apa yang terkandung dalam pemikiran tersebut dengan
makna–makna yang dipahami oleh anak didik, dengan cara berusaha
menghubungkan antara pemikiran itu dengan fakta yang dicerapnya, atau
dengan fakta yang akrab dirasakan olehnya, sehingga mereka benar–benar
memahaminya sebagai sebuah pemikiran, bukan sekedar informasi.38
Pengajar harus mendorong anak didik agar selalu agar selalu peka
terhadap realita yang terjadi. Karena realita tidak hadir dengan sendirinya,
maka seorang pengajar harus dapat memberikan gambaran yang mendekati
37 Abu Yasin, Strategi Pendidikan Negara Khilafah (Bogor: Pusataka Thariqul Izzah, 2012),14 – 15. 38 Ibid, 15 – 16.
165
realita tersebut kepada anak didik ketika menyampaikan suatu konsep atau ide,
sehingga dapat dihubungkan dengan realita yang dirasakannya atau tergambar
di benaknya. Dengan demikian mereka telah menerimanya sebagai sebuah
pemikiran.
Di dalam Al–Qur’an ada beberapa isyarat tentang metode pendidikan
Islam, dan secara global dikelompokkan menjadi tiga yaitu:39
1. Metode Pemahaman
Metode ini menuntut pemahaman anak didik terhadap apa yang telah
disampaikan. Di antara jenis metode adalah:
a. Penggunaan Akal (rasio)
Metode ini merupakan salah satu cara yang dianjurkan Al–Qur’an
yang dijelaskan dalam beberapa ayat, dimana manusia agar
memfungsikan akal secara optimal untuk mencari kebenaran, sehingga ia
dapat mengoptimalisasikan logika untuk melihat kebenaran dan
kesalahan serta untuk membedakan antara yang haq dan yang bathil yang
semata–mata didasarkan pada kajian empirik dan bukan taklid buta. Oleh
karena itu setiap amalan yang disyariatkan islam selalu didasarkan pada
keimanan, dan iman yang benar adalah yang didasarkan pada ilmu. A –
Qur’an menyeru manusia untuk melakukan percobaan (experiment) guna
39 M. Suyudi, Pendidikan Dalam Perspektif Al – Qur’an (Yogyakarta: Mikraj, 2005), 68 – 79.
166
menegaskan kebenaran yang telah disampaikan. Hal ini sebagaimana
dijumpai dialog Nabi Ibrahim dalam Q.S Al – Baqarah ayat 260:
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.(Q.S Al – Baqarah ayat
260)
b. Metode Tamtsil dan Tasybih
Metode ini digunakan untuk memudahkan dalam menjelaskan
sesuatu yang immateri dengan cara yang mudah dengan memberikan
tamtsil (perumpamaan) agar mudah dicerna oleh rasio. Tamtsil ini
merupakan salah satu metode yang dominan yang digunakan untuk
menyampaikan pesan Ilahi dalam Q.S Al–Ankabut ayat 43:
167
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia;
dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.(Q.S
Al–Ankabut ayat 43)
Metode ini banyak digunakan oleh ilmu eksakta ‘, karena ilmu
tersebut hanya bisa dipahami dengan menggunakan bantuan analogi
untuk mencapai objek yang ingin dicapai. Analogi dari alam indrawi
untuk mengetahui di luar jangkauan indra itulah yang dikehendaki
dengan tamtsil.
c. Mengambil Pelajaran Peristiwa Masa Lalu
Metode ini dipakai Al – Qur’an ketika masa turun, dimana Al–
Qur’an diturunkan secara gradual (munajjaman) sesuai dengan situasi
peristiwa (hawadits). Al–Qur’an mengarahkan agar manusia mencari
pengalaman yang dijadikan pelajaran, dan setiap hambatan dicarikan
upaya pemecahan. Peristiwa masa lalu merupakan sarana efektif untuk
menghubungkan materi penagajaran dengan kondisi jiwa anak didik
untuk menghantarkan kepada kesuksesan. Inilah rahasia Al–Qur’an
diturunkan secara berangsur–angsur sesuai dengan kebutuhan dan
keadaan supaya: 40
1) Anak didik dapat mengetahui hubungan berbagai elemen yang
berbeda–beda, dan hubungan antar makhluk yang bercorak ragam.
40 Al – Wahidi, Ashbab al – Nuzul (Mesir: Matba’ah Hindiyah, 1315 H), 113.
168
2) Anak didik mampu mencari sumber yang menjadi tempat
pengembalian berbagai ilmu serta berbagai topik yang berbeda–beda.
3) Anak didik mampu membedakan antara tulisan pengarang dan karya
penyadur, serta mampu membedakan menganalisis gagasan masing–
masing penulis.
4) Anak didik mampu membedakan antara hakikat yang tetap dan yang
berubah–ubah, dan mampu mengeneralisasikan unsur yang beragam.
5) Menumbuhkan kecenderungan untuk membaca dan meneliti
6) Memberi wawasan anak didik agar mampu membedakan antara
hakikat yang tetap dan yang berubah–ubah dan mampu
menegeneralisasikan unsur yang beragam
7) Menumbuhkan kecenderungan untuk membaca dan meneliti
8) Melatih anak didik agar mampu berpikir kritis
9) Menjadikan anak didik mampu mengambil pelajaran dari peristiwa
yang menimpa kelompok tertentu untuk mencari terobosan lain.
2. Metode Penyadaran
Metode ini dikonsentrasikan untuk memberikan kesadaran terhadap
anak didik dalam menyerap nilai–nilai pendidikan:
a. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Seorang muslim diberi oleh Allah tugas dan tanggungjawab
melaksanakan peserta didikan “amar ma’ruf nahi munkar”. Amar ma’ruf
169
nahi munkar merupakan alat/media dalam pendidikan. Perintah adalah
suatu keharusan untuk berbuat atau melaksanakan sesuatu.
Suatu perintah akan mudah sitaati oleh peserta didik jika pendidik
sendiri menaati peraturan-peraturan, atau apa yang dilakukan si pendidik
sudah dimiliki atau menjadi pedoman pula bagi hidup si pendidik.
Sementara larangan dikeluarkan apabila si peserta didikmelakukan
sesuatu yang tidak baik atau membahayakandirinya.larangan sebenarnya
sama dengan perintah. Kalau perintah meruoakan suatu keharusan untuk
berbuat sesuatu yang bermanfaat, maka larngan adalah keharusan untuk
tidak melakukan sesuatu yang merugikan
b. Memberi Mau’izah dan Nasihat
Al-Qur’an juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh
hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah
yang kemudian dikenal nasihat. Tetapi pada setiap nasihat yang
disampaikannya ini selalu dengan teladan dari I pemberi atau penyampai
nasihat itu. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode yakni nasihat
dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat melengkapi.
Didalam al-Qur’an, kata-kata yang menerangkan tentang nasihat
diulang sebnyak 13 kali yang tersebut dalam 13 ayat didalam tujuh surat.
Diantara ayat-ayat tersebut berkaitan dengan para Nabi terhadap
umatnya. Salah satunya contoh nasihat Nabi Saleh kepada kaumnya,
dalam firman Allah:
170
ن الناصحین وتولي عنھم وقال یا قومي لقد ابلغتكم رسالة ربي ونصحت لكم ولكن ال تحبو
“Maka berpaling dari mereka dan (Nabi Saleh) berkata:”hai
kaumku aku telah menyampaikan kepadamu amanat dari Tuhanku, dan
aku telah memberimu nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai
orang-orang yangmemberi nasihat.”(Q.S. al-‘Araf:79)
c. Pemberian Ganjaran dan Hukum
Hendaknya para pendidik atau guru mempergunakan cara-cara
yang dapat menjauhkan anak melakukan perbuatan tidak baik yang
dilakukan dalam bentuk persuatif dan kekeluargaan. Bila guru ingin
mencegah anak berbuat buruk lebih baik menggunakan cara-cara yang
membiarkan mereka seolah-olah tidak diperhatikan (metode ta’rudh),
bukan cara langsung menegurnya dengan keras atau kasar (metode
tasrich). Bahkan mereka diperlakukan dengan kasih sayang, karena
dengan demikian, anak tidak akan selalu berperilaku buruk.41
Dalam sebuah Hadith menyebutkan: “Cintailah anak-anak dan
kasih sayangi lah mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka
tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah yang
memberi mereka rezeki. (HR. Ath-Thahawi).
Menurut Al-Gazzaly “Karena dengan menegur secara kasar/keras
akan menyingkapkan rasa takut dan menimbulkan keberanian menyerang
orang lain, dan mendorong timbulnya keinginan untuk melakukan
41 Ali Al Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), 145.
171
pelanggaran, sedang cara yang mendorong ke arah pengertian (metoda
ta’ridh) atau cara persuatif, membuat anak cenderung ke arah mencintai
kebaikan, dan berfikir kreatif dalam memahami suatu kejadian oleh
karena itu dengan cara ini anak akan dapat mengambil faedah dari
kegemaran berpikir kritis terhadap suatu makna dalam setiap kejadian
bahkan senantiasa mereka mencintai ilmu beserta sebab-sebab timbulnya
ilmu itu”.
Para pendidik, hendaknya memberikan dorongan kepada anak
dengan pujian dan penghargaan jika anak melakukan perbuatan yang
baik, serta mendorong keberanian di depan orang yang berpangkat dan
menduduki posisi terhormat. Kecuali jika ia melakukan perbuatan yang
buruk yang tercela,maka sebaiknya untuk memperbaikinya pendidik
tidak memperhatikan anak tersebut hingga ia malu dan akhirnya ia tidak
berani lagi mengulangi perbuatannya yang tercela itu.
d. Penyadaran bertahap
Dalam melaksanakan metode ini, Al–Qur’an menunjukkan
berbagai cara yang harus dilakukan secara bertahap, khususnya dalam
menghilangkan kebiasaan yang kurang baik yang telah berakar. Sebagai
contoh adalah menghilangkan kebiasaan yang kurang baik yang telah
berakar. Sebagai contoh adalah menghilangkan kebiasaan minum
khamer.Dalam kasus ini Al–Qur’an melarangnya dengan beberapa fase.
172
Fase pertama, seperti firman Allah dalam Q.S Al–baqarah ayat
219:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “yang lebih
dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir, (Q.S Al – baqarah ayat 219)
Al – Qur’an menyentuhnya dengan halus, yaitu dengan mengakui
bahwa di dalam khamer memang terdapat manfaat yang meneyenangkan
diri manusia, tetapi Al- Qur’an menyadarkan bahwa madharatnya lebih
besar dari manfaatnya. Dalam fase ini manusia masih tetap berani
mencoba meminumnya.
Fase kedua, seperti firman Allah SWT dalam Q.S An–Nisa ayat 43:
173
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang
kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan
junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu
sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air,
Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha
Pengampun. (Q.S An–nisa ayat 43)
Dalam tafsir Ibnu Katsir, setelah Al -Qur’an menggunakan cara
persuasif, yaitu tidak boleh shalat kalau masih dalam kondisi mabuk.
174
Dalam fase ini meskipun telah diberi peringatan, namun ia masih minum
dan berhenti ketika waktu shalat.42
Fase ketiga, adalah langkah tegas setelah memberikan peringatan
secara persuasif yang memberikan kesempatan akal untuk merenungkan
hukum yang akan diberlakukan, yaitu agar meninggalkan madharat.
Firman Allah SWT dalam Q.S Al–Maidah ayat 90:
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S Al – Maidah
ayat 90)
Untuk menanamkann kebiasaan yang baik, Al–Qur’an
menganjurkan untuk menyenangi lebih dahulu, kemudian baru
mempelajari, dan setelah itu baru berusaha melaksanakannya dalam
kehidupan. Akhirnya kebiasana yang dilakukan berdasarkan keyakinan
agama tersebut berubah menjadi aktivitas rutin yang ringan.
42 M. Suyudi, Pendidikan Dalam Perspektif Al – Qur’an (Yogyakarta: Mikraj, 2005), 77.
175
e. Pengendalian Nafsu
Dalam Islam, kemuliaan seseorang mukmin adalah ketika dia
mampu meningkat takwanya di hadapan Allah SWT, termasuk
kemampuan dirinya dalam menahan hawa nafsunya. Hal ini pulalah
yang menjadi skala prioritas dalam pendidikan Islam, yakni membentuk
pribadi yang berkepribadian Islam dengan Memperdalam keimanan
kepada Allah dengan menyakini bahwa Allah senantiasa bersamanya,
mendengar dan melihat, mengetahui apa yang tersembunyi dan yang
tampak serta apa yang tersirat di dalam lubuk hati yang paling dalam.
Allah SWT berfirman “Tidakkah kamu perhatikan bahwa
sesungguhnya Allah memngetahui apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi, tiada pembicaraan yang rahasia antara tiga orang, melainkan
Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang,
melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiadalah (pula) pembicaraan
antara (jumlah) yang kiurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia
ada bersama mereka dimanapun mereka berada. “(QS. Al-Mujaadilah
(58): 7) Dengan itikad dan perasaan ini, seseorang mukmin akan terlepas
dari jeratan hawa nafsu dan dorongan nafsu yang buruk, bisikan syetan.
3. Metode Praktek (‘ amaliah)
Dari pemahaman akan muncul kesadaran menjadi landasan dalam
beramal. Metode beramal merupakan hasil dari kedua metode sebelumnya
dan diantara metode ini adalah:
176
a. Penugasan
Pengertian metode pemberian tugas adalah suatu cara dari guru
dalam proses belajar mengajar untuk mengaktifkan siswa dalam belajar
baik di sekolah maupun di rumah dan untuk dipertanggung jawabkan
kepada guru.43 Metode Penugasan mensyaratkan adanya pemberian tugas
dan adanya pertanggungjawaban dari murid. Tugas ini dapat berbentuk
suruhan-suruhan guru seperti contoh-contoh di atas. Tetapi dapat pula
timbul atas insiatif murid setelah disetujui oleh guru.
Dalam Al-Qur’an prinsip metode resitasi dapat dipahami dari ayat
yang berbunyi: 44
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah
selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu”. (QS. Al-Qiyamah
[75]: 17-18)
Al-Maraghi menafsirkan potongan ayat tersebut di atas sebagai
berikut:
45قرأناه: اى قرأة جبریل علیك، فاتبع قرأنھ: اى فاستمع قرأتھ وكررھا حتى یرسخ فى نفسك
43 Mulyani. S dan Johar Permana, Strategi Belajar Mengajar, (JATENG: DEPDIKBUD Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1999), 151. 44 Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 165.
177
Qara’nahu: dimaksudkan adalah Jibril membacakannya
kepadamu Fattabi’ qur’anah: maksudnya maka dengarkanlah bacaan dan
ulang-ulangilah agar ia mantap dalam dirimu.46
Ayat tersebut merupakan bentuk pembelajaran al-Qur’an ketika
malaikat Jibril memberikan wahyu (al-Qur’an) kepada Nabi Muhammad
saw dengan membacakannya, maka Nabi Muhammad saw diperintahkan
untuk mengulanginya, sehingga Nabi hafal dan bacaan tersebut dapat
membekas dalam dirinya.
b. Keteladanan
Dalam al-Qur’an kata teladan disamakan pada kata Uswah yang
kemdian diberikan sifat dibelakangnya seperti sifat hasanah yang berarti
baik. Sehingga dapat terungkapkan menjadi Uswatun Hasanah yang
berarti teladan yang baik. Kata uswah dalam al-Qur’an diulang sebanyak
enam kali dengan mengambil contoh Rasullullah SAW, Nabi Ibrahim
dan kaum yang beriman teguh kepada Allah. Firman Allah SWT dalam
surat Al-Ahzab:
لقد كان لكم في رسو ل اهللا اسوة حسنة
“Sesungguhnya dalam diri Rasullullah itu kamu dapat
menemukan teladan yang baik” (Q.S.al-Ahzab:21)
45 Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid 29, (Beirut: Dar al-Maraghi, t.th.,), 150. 46 Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terjemahan, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 244.
178
Muhammad Quthb, misalnya mengisyaratkan bahwa di dalam diri
Nabi Muhammad, Allah menyusun suatu bentuk sempurna metodologi
Islam, suatu bentuk yang hidup dan abadi sepanjang sejarah masih
berlangsung.47 Metode ini dinggap sangat penting karena aspek agama
yang terpenting adalah akhlak yang termasuk dalam kawasan afektif
yang terwujud dalam tingkah laku(behavioral).
Dan dalam penyampaian materi ajar yang tergolong ilmu
pengetahuan sains (ilmiyah), seperti kimia, fisika, ilmu astronomi,
matematika dan ilmu terapan lainnya. Ilmu pengetahuan ini tidak
berhubungan langsung dengan pembentukan kepribadian.48 Sehingga
metode yang dipergunakan bersifat umum, namun untuk memilih metode
tidak bisa sembarangan, banyak faktor yang memperngaruhinya dan
patut dipertimbangkan.
E. Jenjang Pendidikan Daulah Khilafah
Kurikulum pendidikan Islam wajib belandaskan akidah Islamiyah.
Mata pelajaran serta metodologi penyampaian pelajaran seluruhnya disusun
tanpa adanya penyimpangan sedikitpun dalam pendidikan dari asas tersebut.49
Kurikulum pendidikan juga harus tunggal. Tidak dibenarkan ada kurikulum
lain selain kurikulum Negara. Lembaga pendidikan swasta boleh
47 Muhammad Quthb,Sistem Pendidikan Islam,(Bandung:PT.Al-Ma’arif,1984), hal180. 48 Abdurrahman Al – Baghdadi, Sistem Pendidikan Di Masa Daulah Khilafah (Bangil: Izzah, 1996), 38. 49 Taqiyuddin an-nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam. Terj. Abu Amin, dkk. (Jakarta: HTI-Press, 2006), 180.
179
berdiri/dibangun selama kurikulum pendidikannya terikat dengan kurikulum
Negara dan berdiri di atas asas kebijakan umum pendidikan Negara.50
Kurikulum pendidikan Islam di sekolah/kampus dijabarkan dalam
tiga komponen utama, yakni: (1) Pembentukan Syakhsiyyah Islamiyyah
(Kepribadian Islami), (2) Tsaqofah Islam dan (3) Ilmu Kehidupan (Iptek dan
keahlian).51 Dalam kurikulum pembelajaran tsaqafah Islam, bagi setiap orang
Islam wajib mengikutinya sedangkan bagi orang non-muslim diberi pilihan
untuk mengikuti atau tidak mengikutinya. adapun kurikulum materi sains dan
teknologi, baik Muslin maupun non-muslim semua harus mendapatkan
pengajaran bagi yang ingin mengikutinya. Artinya, bagi yang ingin saja yang
boleh mengikutinya, tidak ada paksaan untuk mengikuti materi-materi
tersebut. Sebagaimana yang tercermin dalam tabel di bawah ini, selain
muatan penunjang proses pembentukan Syakhshiyyah Islamiyyah yang secara
menerus diberikan pada tingkat TK–SD dan SMP–SMU–PT, muatan
tsaqofah Islam dan Ilmu Kehidupan (Iptek dan keahlian) diberikan secara
bertingkat sesuai dengan daya serap dan tingkat kemampuan anak didik
berdasarkan jenjang pendidikannya masing-masing.
50 Fathy Syamsuddin Ramadhan al-Nawiy, Asas dan Format Pendidikan Dalam Negara Khilafah,62 51 Abdurrahman Al-Bagdadi, Bunga Rampai Syariat Islam, 99
180
Tabel 3.1
Struktur dan Performa Komponen Kurikulum
Pendidikan Daulah Khilafah52
JENJANG
PENDIDIKAN
TK SD SMP
SMU
PT
KOMPONEN
MATERI
Pembentukan
Syakhsiyyah
Islamiyyah
Pembentukan
Pematangan Dasar-dasar
Tsaqofah Islam
5
4
3
1
Ilmu Kehidupan
5
4
52 Ismail Yusanto, Dkk, Menggagas Pendidikan Islami (Bogor: Al – Azhar Press, 2010), 183.
181
- Iptek /keahlian
- Keterampilan
1
Pada tingkat dasar atau menjelang usia baligh (TK dan SD),
penyusunan struktur kurikulum sedapat mungkin bersifat mendasar, umum,
terpadu dan merata bagi semua anak didik yang mengikutinya. Yang
termasuk dalam materi dasar ini antara lain: pengenalan Al-Qur’an dari segi
hafalan dan bacaan; prinsip-prinsip agama; membaca; menulis dan
menghitung; prinsip-prinsip bahasa Arab; menulis halus; sirah Rasul dan
Khulafaur Rasyidin serta berbagai latihan seperti berenang dan menunggang
kuda atau menyetir mobil.
Khalifah Umar bin Khattab dalam wasiat yang dikirimkan kepada
gubernur-gubernurnya menulis, “Sesudah itu, ajarkanlah kepada anak-
anakmu berenang dan menunggang kuda, dan ceritakan kepada mereka adab
sopan santun dan syair-syair yang baik.” Khalifah Hisyam bin Abdul Malik
mewasiatkan kepada Sulaiman al-Kalby, guru anaknya: “Sesungguhnya
anakku ini adalah cahaya mataku, saya percayakan padamu mengajarnya.
Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah dan tunaikanlah amanah. Dan
yang pertama-tama saya wasiatkan kepadamu adalah agar engkau
182
mengajarkan kepadanya Al-Qur’an, kemudian hafalkan kepadanya Al-
Qur’an,”53
1. Pembentukan Syakhsiyyah Islamiyyah
Pembentukan syakhshiyyah Islamiyyah harus dilakukan pada
semua jenjang pendidikan sesuai dengan proporsinya melalui berbagai
pendekatan. Salah satu diantaranya adalah dengan menyampaikan tsaqofah
Islam kepada para siswa/mahasiswa. Seperti tampak pada Tabel Struktur
dan Performa Komponen Kurikulum, pada tingkat TK hingga SD materi
Syakhsiyyah Islamiyyah yang diberikan adalah Materi Dasar. Hal ini
mengingat anak didik berada pada usia menuju baligh, sehingga lebih
banyak diberikan materi yang bersifat pengenalan guna menumbuhkan
keimanan.
Setelah mencapai usia baligh, yakni pada SMP, SMU dan PT,
materi yang diberikan bersifat Lanjutan (Pembentukan, Peningkatan dan
Pematangan). Hal ini dimaksudkan untuk memelihara dan sekaligus
meningkatkan keimanan serta keterikatan dengan syariat Islam.
Indikatornya adalah bahwa anak didik dengan kesadarannya
melaksanakan seluruh kewajiban dan mampu menghindari seluruh
larangan Allah.
53 Muhammad Ismail Yusanto, dkk., Menggagas Pendidikan Islami, (Bogor: Al – Azhart Press), 75.
183
Tabel 3. 2
Pendekatan Terpadu Pembentukan Syakhshiyyah Islamiyyah54
54 Ibid., 158.
No JENIS
PENDEKATAN
IMPLEMENTASI MATERI
INDUK
PELAKSANA
.
Formal
Struktural
Dilakukan melalui
kegiatan tatap muka
formal dalam jam
belajar-mengajar
resmi.
Tsaqofah
Islam
Guru
.
Formal- nonstruktural Dilakukan melalui
proses pencerapan
nilai-nilai Islam
dalam setiap mata
ajaran yang
diberikan kepada
siswa, diantaranya
melalui internalisasi
nilai tauhid.
Iptek Guru
Keteladanan Diberikan dalam Tsaqofah Guru,Pengelol
184
. wujud contoh nyata
amaliyah harian
(akhlak & ibadah) di
lingkungan sekolah.
Islam
a pendidikan
.
Penerapan
Budaya sekolah
(school culture)
Diterapkan
melalui pengamalan
syariat Islam secara
nyata, baik
menyangkut akhlak,
ibadah, pergaulan,
kebersihan atau hal
lain, yang ditunjang
dengan proses
pembiasaan dalam
penerapan aturan
beserta sanksinya.
Tsaqofah
Islam Dan
penerapan
Aturan
sekolah
Guru,
Pengelola
Pendidikan
.
Pembinaan pergaulan
Antar siswa
Dilakukan dalam
suasana ukhuwah
Islamiyyah dengan
standar kepribadian
Islam, antara lain
saling menyayangi
Tsaqofah
Islam Dan
penerapan
aturan
Guru,
Pengelola
Pendidikan
dan Siswa
185
Tabel 3. 3
dan menghormati,
serta saling
mengingatkan.
.
Amaliyah ubudiyah
Harian
Dilakukan dengan
pembiasaan shalat
berjamaah.
Tsaqofah
Islam Dan
penerapan
aturan
Guru,
Pengelola
pendidikan
Dan Siswa
KOMPONEN ASPEK URAIAN INDIKASI
AQLIYYAH
Memahami aqidah Islam
Dan menjadikanya
sebagai landasan
berpikir.
AFKAR
(pemikiran)
& ARA’
(pendapat)
Aqidah Memahami dan mengimani
seluruh perkara aqidah
Islam.
Syariat Memahami pemikiran
syariat Islam.
Problemati
ka umat
Memahami problematika
umat dan ide-ide yang
bertentangan dengan Islam.
186
Dakwah Memahami ihwal
kewajiban dakwah dan
thariqah dakwah Rasul
SAW.
AHKAM
(hukum)
Ibadah Memahami hukum Islam
yang berkaitan dengan
ibadah, halal dan haramnya
makanan dan minuman,
pakaian, akhlaq, muamalah
(aspek ekonomi, sosial,
pemerintahan), uqubah.
Makanan/
Minuman
Pakaian
Akhlaq
Muamalah
Uqubah
NAFSIYAH
Menjadikan
syariat Islam Sebagai
Tolok Ukur Perbuatan
Ibadah Selalu melaksanakan ibadah
dengan khusyu’ sesuai
syariat
Makanan/
Minuman
Selalu mengkonsumsi
makanan dan minuman
yang halal.
Pakaian Selalu menutup aurat.
187
Indikator Kematangan Syakhshiyyah Islamiyyah Peserta Didik55
2. Tsaqofah Islam
Tsaqofah Islam adalah ilmu-ilmu yang dikembangkan berdasar
akidah Islam, yang sekaligus menjadi sumber peradaban Islam. Materi ini
diberikan di seluruh jenjang pendidikan secara proporsional. Materi yang
diberikan adalah:56
1) Aqidah Islamiyyah 6) Pemikiran Islam
2) Bahasa Arab 7) Ushul Fiqih
3) Akhlaq 8) Fiqh muamalah
55 Makalah Lokakarya Pendidikan Nasional- Hizbut Tahrir Indonesia, Jakarta 24 Juli 2004.
56 Ismail Yusanto, Dkk, Menggagas Pendidikan Islam (Bogor: Al- Azhar Press, 2010), 96.
Akhlaq Selalu menampakkan
akhlakul karimah, giat
menuntut ilmu dan
memiliki etos berprestasi
Muamalah Selalu bermuamalah secara
Islam.
Dakwah Bersedia terlibat dalam
dakwah bagi tegaknya
kembali izzul Islam wa al-
muslimin.
188
4) Sirah Nabawiyah 9) Dakwah Islamiyyah
5) Ulumu dan tahfidal-Qur’an 10)Ulumu dan tahfidzu
alHadits
11) Fiqih Fardiyah (ibadah, makanan, minuman dan pakaian)
Materi tsaqofah Islam sebagaimana digambarkan pada Tabel
Struktur dan Performa Komponen Kurikulum, diberikan secara
bertingkat sesuai dengan tingkat kemampuan dan daya serap anak didik
dari tingkat TK hingga PT. Sebagai contoh, target materi tahfidzu al-
Qur’an untuk tingkat SD adalah misalnya 5 juz, SMP sebanyak 2,5 juz,
SMU sebanyak 2,5 juz, sedang di PT diutamakan menghafal ayat-ayat
yang terkait erat dengan bidang ilmu yang ditekuninya. Sedangkan materi
Ulumu Al-Qur’an semakin mantap diberikan pada tingkat SMP
sebagaimana materi Ulumu al-Hadist. Materi Ushul Fiqh mulai diberikan
pada tingkat SMU.
Materi Sirah dimulai sejak seorang anak masuk sekolah.
Pengajarannya dilakukan secara bertahap dilihat dari sisi luasnya
pembahasan. Seorang anak didik diajarkan sejak awal periode sekolah
mengenai kehidupan Nabi Muhammad Saw. Seluruhnya diringkas sejak
kelahiran hingga wafatnya. Kemudian diajarkan lagi secara lebih meluas
dan lebih mendalam sesuai dengan usia anak didik tersebut, yaitu dengan
cara menyempurnakan pengajaran sirah nabi secara detail, juga dengan
189
mengajarkan fiqih sirah dan hukum – hukum yang digali dari sirah
dilakukan bersamaan dengan selesainya anak didik dalam menempuh
ketiga jenjang sekolah. Pengajarannya difokuskan ke arah hukum – hukum
mengemban dakwah, menegakkan khilafah dan menyebarkan Islam.57
Adapun pada tingkat perguruan tinggi, hendaknya diadakan/dibuka
berbagai jurusan dalam berbagai cabang ilmu keislaman, disamping
diadakan jurusan lainnya seperti kedokteran, teknik, ilmu pengetahuan
alam dan sebagainya.58
3. Ilmu Kehidupan (Iptek dan Keahlian)
Muatan yang ketiga ini diberikan secara bertingkat sesuai dengan
perkembangan kemampuan anak. Di jenjang pendidikan tinggi, pengajaran
ilmu ini lebih terfokus.
Muatan materi ini lebih bersifat penunjang guna mempersiapkan
anak didik untuk mandiri, di antaranya:
a. Matematika
b. IPA (Fisika, Biologi dan Kimia)
c. Bahasa (Inggris, Indonesia dan Arab)
d. Pendidikan Jasmani
e. Kerajinan dan Kesenian
f. Ilmu terapan lanjutan (Akuntansi, komputer, dan lain-lain).
57 Abu Yasin, Strategi Pendidikan Negara Khilafah (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2012), 60. 58 Taqiyuddin an-Nabhani, peraturan Hidup Dalam Islam, ( Jakarta: HTI Press, 2001 )181
190
Pola pengajaran materi ilmu kehidupan (Iptek dan Keahlian)
memiliki kesamaan dengan tsaqafah Islam sebagaimana digambarkan pada
Tabel Struktur Kurikulum dan Kontinuitas Konsep Pendidikan Antar
Jenjang, yaitu diberikan secara bertahap sesuai dengan tingkat kemampuan
dan daya serap anak didik dari tingkat TK hingga SLTA.
Aspek pertama, yaitu kepribadian Islam sebenarnya merupakan
resultan (hasil akhir) dari pengajaran tsaqafah Islam dan iptek serta
keterampilan. Atinya, pengajaran tsaqafah Islam dan iptek semuanya
diarahkan secara langsung maupun tidak langsung guna membantu
pembentukan kepribadian Islam siswa sebagaimana tergambar pada praga
dibawah ini.59
Bagan 3. 1
Bagan Skematis Pembentukan Syakhshiyyah islamiyah
59 Muhammad Ismail Yusanto, dkk., Menggagas Pendidikan Islami (Bogor: Al- Azhar Press, 2010), 98.
Tsaqafah Islam Pemahaman
Ilmu-ilmu Islam
Kepribadian Islam
Penguasaan Iptek &
Keterampilan
Iptek &
keterampilan
191
Walaupun ilmu kehidupan ini sifatnya penunjang, tetap tidak boleh
disepelekan guna mempersiapkan anak didik untuk sukses dan mandiri menjalani
kehidupannya di dunia ini. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa menginginkan dunia,
ia harus berilmu; barangsiapa menginginkan akhirat, ia harus berilmu; dan
barngsiapa yang menginginkan keduanya, maka ia harus berilmu.” Bahkan porsi
waktu pelajaran ilmu-ilmu Islam dan Arab dengan ilmu pengetahuan umum
hendaknya disamakan. Hal ini dimaksudkan terciptanya pribadi Muslim yang
berpengetahuan tinggi, ahli pikir sekaligus ahli ibadah yang berbobot, dan dalam
waktu yang bersamaan akan tercipta pula pribadi-pribadi yang mampu memperoduksi
alat-alat dan dapat mengolah hasil-hasil produksi. Merekalah yang diharapkan untuk
mengolah kekayaan alam bagi umat manusia dan merekalah yang diharapkan mampu
merealisir kemajuan ilmu dan teknologi di seluruh aspek kehidupan.60
F. Kualifikasi Pendidik
Dalam pengertian yang sederhana,pendidik adalah orang yang
membrikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Pendidik memang
menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang
menyebabkan guru di hormati sehingga masyarakat tidak meragukan figur
pendidik.61
Dari sudut pandang sistemik, pendidik adalah sebuah prototipe
teladan yang hidup. Maknanya, pendidik disamping mengajarkan ilmu, juga
60 Abdurrahman al-Bagdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khilafah (Bangil: Al – Izzah, 1996). 53 61 Ibid.,31.
192
perlu memberikan teladan kepada para peserta didik/mahasiswanya.62 Dalam
proses belajar/mengajar di sekolah/kampus, peran pendidik sangat penting dan
hendaknya mampu berfungsi sebagaimana orang tua yang mampu memahami,
mengayomi dan memberikan perasaan aman kepada peserta didik. Dalam
proses, materi–materi ke Islaman (dalam arti nilai subtansi) tidak diberikan
oleh seorang pendidik, apapun mata ajaran yang menjadi tanggung jawabnya,
merupakan sosok yang mampu memberikan teladan perilaku islami sekaligus
memiliki visi yang jelas dalam peranannya mengembangkan pribadi
siswa/mahasiswa muslim. Sesuai dengan pola perkembangan, anak lebih
mudah mengikuti teladan perilaku Islami sekaligus memiliki visi yang jelas
dalam peranannya mengembangkan pribadi siswa/mahasiswa muslim. Sesuai
dengan pola perkembangan,anak lebih mudah mengikuti teladan perilaku yang
bersifat visual dibandingkan materi yang disampaikan secara klasikal dan
verbalistik. Selain itu, siswa/mahasiswa lebih cenderung meneladani pendidik
yang juga melakukan sesuatu seperti yang ia ajarkan kepada siswa/mahasiswa.
Dalam proses pendidikan (belajar–mengajar), pendidik memiliki
peran kunci dalam menentukan kualitas pembelajaran. Yakni menunjukkan
cara mendapatkan pengetahuan (cognitif), sikap dan nilai (affektif), dan
ketrampilan (psikomotorik). Sehingga kualitas pendidikan sangat dipengaruhi
oleh kualitas pendidiknya.63
62 Ismail Yusanto, Dkk, Menggagas Pendidikan Islam (Bogor: Al – Azhar Press, 2011), 115. 63 Fatah Yasin, Dimensi – Dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN – Malang Press, 2008), 67.
193
Kata pendidik dalam literatur bahasa Arab sering digunakan oleh
ummat Islam dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, maka dapat ditemukan
beberapa istilah yang bisa disepadankan dengan kata pendidik tersebut antara
lain ustadz, mua’allim, murabbiy, mursyid, mudarris, dan mu’addib.64
Apabila dikaji lebih mendalam, dalam literatur kependidikan Islam
bahwasanya, seseorang yang memiliki tugas mendidik dalam arti pencipta,
pemelihara, pengatur, pengurus dan memerbaharui (memperbaiki) kondisi
peserta didik agar potensinya berkembang disebut ”murabbiy “. Dan
umumnya sebagai murrabiy disebut sebagai ustadz. Seorang ustadz memiliki
tugas dan kompetensi yang melekat pada dirinya antara lain:
1. Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu
mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan,
menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer
ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
2. Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk
bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa
depan.
3. Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi
serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan,
dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan
64 Ibid., 83 – 86.
194
mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya.
4. Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model atau sentral
identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi
peserta didiknya.
Qazi Ibnu Jama’ah mengatakan dalam buku Some Aspects of
Muslim education bahwa pendidik adalah sosok yang tidak pernah absen
membaca Al–Qur’an sambil menghayati maknanya. Seorang pendidik adalah
juga seorang hafidh (penghafal al–Qur’an) yang sanggup menghafal Al–Qur’an
seluruhnya.
Pendidik adalah manusia yang memiliki kualitas dalam hal ilmu
pengetahuan, moral dan cinta atau loyal kepada agama. Manifestasi sikap
seorang pendidik harus ditunjukkan melalui sifat–sifat ketaatan dan
ketakwaannya kepada Allah. 65 Menjadi pendidik menurut menurut Prof. Dr.
Zakiah Daradjat, harus memenuhi persyaratan di bawah ini: 66 Takwa Kepada
Allah SWT, berilmu, sehat jasmani dan berkelakuan baik.
Berdasarkan hal ini, maka sosok pendidik perlu memenuhi
kualifikasi sebagai berikut: 67
65 Muhammad AR, Pendidikan di Alaf Baru (Jogjakarta: Prisma Sophie, 2003), 70. 66 Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), 32 – 33. 67 Ismail Yusanto, Menggagas Pendidikan Islami (Bogor: Al – Azhar Press, 2010), 115 – 116.
195
1. Amanah
Bertanggung jawab dalam keberhasilan proses pendidikan. Ia betul–
betul memiliki komitmen yang tinggi untuk membentuk kepribadian Islam
pada diri peserta didik/mahasiswanya. Bila tidak, pendidikan yang
diharapkan unggul hanya akan menjadi impian.
2. Kafa’ah atau memiliki skill (keahlian) di bidangnya.
Pendidik yang tidak menguasai bidang yang diajarkannya baik
dalam aspek iptek dan keahlian maupun tsaqafah Islam tidak akan mampu
memberikan hasil optimal pada para peserta didik. Dengan demikian,
penguasaan materi yang akan diajarkan penting dipahami oleh pendidik
yang bersangkutan. Dalam keseharian, seorang pendidik di dorong
mengembangkan wawasan, baik terkait dengan dunia pendidikan secara
umum maupun bidang ilmu yang menjadi spesialisasinya. Di samping itu,
pendidik dituntut pula untuk memahami dengan seksama aspek paradigma
yang menjadi landasan visi, misi dan pendidikan sesuai jenjangnya.
3. Himmah atau memiliki etos kerja yang baik.
Disiplin, bertanggung jawab, kreatif, inovatif, dan taat kepada akad
kerja dan tugas merupakan salah satu karakter orang yang beretos kerja
tinggi.
196
4. Berkepribadian Islam.
pendidik harus menjadi teladan bagi siswa/ mahasiswanya agar tidak
hanya sekedar menjalankan fungsi mengajar melainkan fungsi mendidik.
Artinya, upaya menanamkan kepribadian Islam kepada siswa/mahasiswa
harus dimulai dengan tersediannya pendidik yang berkepribadian Islam
kuat.
Menurut Mohd. Athiyah al–Abraisy menyebutkan beberapa sifat
yang harus dimiliki seorang pendidik dalam mengemban tugasnya sebagai
berikut: zuhud, tidak mengutamakan materi, bersih tubuhnya, jauh dari dosa
dan kesalahan, bersih jiwanya, terhindar dari dosa besar, riya, dengki,
permusuhan, dan sifat tercela yang lian ; ikhlas dalam beramal dan bekerja,
pemaaf, mencintai murid seperti mencintai anaknya sendiri, memikirkan
murid seperti memikirkan anaknya sendiri, mengetahui tabiat murid dan
menguasai materi pelajaran.68
Berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab pendidik profesional,
al–Ghazali menyebutkan beberapa hal sebagai berikut: 69
1. pendidik ialah orang tua ke dua di depan murid
Seorang pendidik akan berhasil melaksanakan tugasnya apabila
mempunyai rasa tanggung jawab dan kasih sayang terhadap muridnya
sebagaimana orang tua terhadap anaknya sendiri. Di dalam hadith
dinyatakan:
68 Athiyah Al Abrasy, Dasar – Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 137 – 140. 69 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al – Ghazali Tentang Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 67.
197
Sesungguhnya aku ini bagimu adalah seumpama seorang ayah
bagi anaknya (HR. Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dari Abu
Hurairah)
Hadith diatas menuntut seorang pendidik, agar tidak hanya
menyampaikan pelajaran semata tetapi juga berperan seperti orang tua.
Jika setiap orang tua senantiasa memikirkan nasib anaknya agar kelak
menjadi manusia yang berhasil, dapat melaksanakan tugas hidupnya,
bahagia dunia akherat, seorang pendidik pun harus seharusnya demikian
juga perhatiannya terhadap muridnya.
2. Pendidik sebagai pewaris ilmu nabi
Seorang guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan, baik ilmu
dunia maupun ilmu akhirat, harus mengarah kepada tujuan hidup
muridnya yaitu mencapai hidup bahagia dunia akherat. Pendidik harus
membimbing muridnya agar ia belajar bukan karena ijazah semata, hanya
bertujuan menumpuk harta, menggapai kemewahan dunia, pangkat dan
kedudukan, kehormatan dan popularitas. Dan tugasnya ini akan berhasil
apabila dalam mengajar ia berbuat sebagaimana rasul, bukan untuk
mencari harta benda dan kemewahan duniawi, melainkan mengharap
ridha Allah, ikhlas dalam melaksanakan tugasnya.
3. Pendidik sebagai penunjuk jalan dan pembimbing keagamaan murid
Berdasarkan keikhlasan dan kasih sayangnya, pendidik
selanjutnya berperan sebagai penunjuk jalan bagi murid dalam
198
mempelajari dan mengkaji pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu.
Hendaknya seorang pendidik tidak segan memberikan pengarahan
kepada murid agar mempelajari ilmu secara runtut setahap demi setahap.
Hal ini mengingat bahwa manusia tidak mampu merangkum ilmu
pengetahuan secara serempak dalam satu masa perkembangannya.
4. Pendidik sebagai sentral figur bagi murid
Al–Ghazali menasihatkan kepada setiap pendidik agar senantiasa
menjadi teladan dan pusat perhatian bagi muridnya. Ia harus mempunyai
karisma yang tinggi. Ini merupakan faktor penting bagi seorang pendidik
untuk membawa murid ke arah mana yang dikehendaki. Disamping itu,
kewibawaan juga sangat menunjang dalam perannya sebagai
pembimbing dan penunjuk jalan dalam masa studi muridnya.
Semua perkataan, sikap dan perbuatan yang baik darinya akan
memancar kepada muridnya. Hal ini tidak berarti bahwa pendidik harus
berada jauh dengan siswa. Kembali kepada perannya sebagai orang tua
kedua dan sifat kasih sayang yang harus dimilikinya, adalah bijaksana
jika seorang guru dalam suasana tertentu berperan sebagai kawan dalam
rangka bimbingan ke arah terwujudnya tujuan pendidikan yang dicita –
citakan.
Dalam konsep pendidikan daulah khilafah profesi pendidik sangat
menentukan kelangsungan hidup suatu bangsa. Kejayaan atau
kehancuran suatu bangsa, bergantung pada keberadaan guru – guru yang
199
membidani lahirnya generasi muda. Alasannya, karena potensi manusia
akan mempunyai makna dan memanfaatkan sumber daya alam yang
selanjutnya berguna bagi kehidupan manusia, hanya setelah digali
melalui pendidikan, dan subjek yang paling berperan secara langsung
dalam pendidikan adalah guru.
5. Pendidik sebagai motivator bagi murid
Sesuai dengan pandangannya terhadap manusia, bahwa manusia
tidak mampu merangku m sejumlah ilmu pengetahuan dalam satu masa
mengecilkan, merendahkan apalagi meremehkan bidang studi lain
dihadapn murid. Sebaliknya, ia harus memberikan peluang kepada murid
untuk mengkaji berbagai ilmu pengetahuan.
6. Pendidik sebagai seorang memahami tingkat perkembangan intelektual
murid
Al – Ghazali mengingatkan agar guru dapat menyampaikan ilmu
pengetahuan dalam proses belajar – mengajar sesuai dengan tingkat
pemahaman murid. Untuk itu, disamping cakap guru juga harus dapat
menggunakan metode yang tepat.
Pendidik hendaklah merangkumkan bidang studi, menurut tenaga
pemahamn murid. Jangan diajarkan bidang studi yang belum sampai
kesana. Hingga menyebabkan murid enggan untuk belajar atau otaknya
tumpul.
200
7. Pendidik sebagai teladan bagi murid
Dalam rangka membawa manusia menjadi manusiawi, Rasulullah
oleh Allah dalam pribadinya teladan yang baik. Sebagaimana Allah SWT
berfirman dalam Q.S Al – Ahzab ayat 21:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S Al-
Ahzab ayat 21)
Seorang pendidik, kata al–Ghazali apa yang keluar dari lisannya
sama dengan apa yang ada di dadanya. Seorang guru, kata al–Ghazali,
seharusnya juga demikian dalam mengamalkan pengetahuannya.
Bertindak sesuai dengan apa yang telah dinasihatkan kepada murid.
Dalam konsep pendidikan daulah khilafah, guru diharapkan
mampu meneladani prototipe sejati yakni Nabi Muhammad SAW.
Beliau adalah seorang pendidik yang agung dan mampu melahirkan
kader–kader yang tangguh sebagai pendidik, ulama dan pemimpin.
Khulafaur Rasyidin seperti Abu Bakar Shiddiq, Umar Bin Khattab,
Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib adalah kader yang superulet.
201
Begitu pula sahabat–sahabatnya yang lain yang menjadi panglima
perang, pendakwah dan ulama yang semuanya adalah hasil tempaan atau
rekrutmen Nabi Muhammad Saw sejak awal lahirnya Islam.
Pendidik dalam Daulah khilafah memiliki sikap keikhlasan
dalam beramal. Pendidik menjalankan berbagai fungsi tauhid, pembuka
mata manusia, dan sebagai pemacu cita–cita. Dalam Daulah Khilafah
kududukan guru sangat dihormati karena kemuliaannya dalam mengajar
dan mengabdi kepada umat.
Tak sedikit peran pemerintah dalam Daulah Khilafah untuk
memelihara perkembangan ilmuan dan para guru, bahkan perannya
melebihi peran keluarga dalam banyak keadaan. Hal tersebut
merupakan komitmen daulah Isluntuk membangun jalan bagi
perjalanannya seputar kemajuan dan kebebasannya, sehingga para ilmua,
guru terhindar dari kehinaan. Pemerintah menghimpun bagian – bagian
ilmuan hingga menjadi kuat dalam barisan para ilmuan, menjaga,
menumbuhkembangkan dan memperhatikan keadaan mereka. Hal yang
pertama kali mereka penuhi adalah gaji untuk mencukupi kebutuhan
mereka guna kehidupan yang menentramkan. Selain itu, mereka juga
memberikan gaji lain seperti kebutuhan penghidupan. Syaikh
Najamuddin Al–Habusyani yang diangkat oleh Sultan Shalahuddin Al–
Ayubi untuk mengakjar di sekolah Ash – Shalahiyah diberi gaji setiap
bulannya 40 dinar karena sebagai pengajar, 10 dinar sebagai penanggung
202
jawab wakaf sekolah, dan enam puluh liter roti setiap harinya serta aliran
air sungai Nil setiap hari. 70
G. Output Peserta Didik
Dilihat dari segi kedudukannya, peserta didik adalah makhluk yang
sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut
fitrahnya masing–masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan
yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. 71
Peserta didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan
pengetahuan atau ilmu, bimbingan, dan pengarahan. 72 Peserta didik adalah
setiap orang yang menerima pengaruh seseorang atau sekelompok orang yang
menjalankan kegiatan pendidikan. Peserta didik dijadikan sebagai pokok
persoalan, anak didik memiliki kedudukan yang menempati posisi yang
menentukan sebuah interaksi.73
Islam sangat unggul dalam memperhatikan peserta didik pada setiap
fase kehidupan mereka, baik ketika masih janin, masa muda hingga dewasa.74
Pada hakikatnya hakikat tujuan pendidikan daulah khilafah, adalah
mencerdaskan akal dan membentuk jiwa yang Islami, sehingga akan terwujud
70 Raghib As – Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (Jakarta: Pustaka Al – Kautsar, 2011), 260 – 261. 71 H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 144. 72 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos,1997), 80. 73 Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 51. 74 Najib Khalid, Mendidik Cara Nabi SAW (Bandung: Pustaka Hidayah, 1990), 99.
203
sosok pribadi Muslim sejati yang berbekal pengetahuan dalam segala aspek
kehidupan.75 Pada prinsipnya ada tiga langkah, yang menjadi maint point
pembentukan dan pengembangan kepribadian Islam pada peserta didik.
Pertama, menanamkan aqidah Islam dengan metode yang menggugah akal,
menggetarkan jiwa dan menyentuh perasaan. Kedua, mendorong untuk
senantiasa menegakkan bangunan cara berpikir dan perilakunya di atas aqidah
dan syariah Islam yang telah menghujam kuat dalam hatinya. Ketiga,
Mengembangkan kepribadian dengan cara bersungguh–sungguh mengisi
pemikiran dengan tsaqafah Islamiyyah dan mengamalkannya dalam seluruh
aspek kehidupannya dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah
SWT.76
Tidak mengherankan bila sistem pendidikan daulah khilafah berhasil
mencetak output peserta didik yang memiliki kepribadian Islam, menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena Salah satu dimensi penting dalam
sistem pendidikan Islam adalah peserta didik.77
Berbagai karya dalam bidang tsaqofah, keilmuan dan teknologi
dihasilkan oleh kaum muslimin, merupakan output Pendidikan Daulah
Khilafah. Sejarah mencatat, bahwa Khilafah Islamiyah telah mampu
menorehkan prestasinya yang gemilang. Dalam bidang tsaqafah, terdapat
Zaid Bin Tsabit, termasyhur sebagai salah seorang penyusun mushaf dan ahli
75 Abdurrahman Al Baghdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam (Bangil: Al – Izzah, 1996), 30. 76 Ismail Yusanto, dkk, Menggagas Pendidikan Islam (Bogor: Al – Azhar Press, 2010), 66 – 67. 77 A. Fatah Yasin, Dimensi – Dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN – Malang Press, 2008), 94.
204
dalam ilmu faraid. Mu’az bin Jabal termasyhur dalam ilmu fiqh.78 Di bidang
fiqh dan hadith terdapat pula Ibnu Syihab Az–Zuhri Al-Quraisy. Di bidang
Kedokteran, terdapat Az–Zahrawi adalah orang pertama yang menemukan
Teori Pembedahan dengan menciptakan dan menggunakan suntik dan alat–
alat bedah. Ia mendirikan tempat praktik dengan pemeriksaan statistik tempat
melipat (memberikan tanda) yang menyerupai tempat cermin muka teleskop
pada masa mendatang. Dia juga orang yang pertama yang menggunakan
cermin muka (teleskop ringan). Disebut dalam bukunya At–Tashrif Liman
Ajiza’an Ta’lif yang diterjemahkan dalam bahasa latin, negara Italia oleh
Gerardo79 dengan sebutan Al–Tasrif.
Dalam bidang fisika, Al–Khazani80 telah menciptakan suatu inovasi,
khususnya materi – materi gerakan (dinamika) dan ilmu hedrostetika, sampai
pada tingkatan yang mengagumkan para pengkaji sesudahnya. Sampai saat
ini, teori–teorinya terus dikaji dan dipelajari di sekolah – sekolah,
universitas–universitas, tentang dinamika sampai hari ini. Di antara teori –
teori ini adalah teori kecondongan dan teori penolakan. Dua teori ini
memberikan peran sangat penting dalam ilmu pergerakan. Banyak sejarahwan
mendaulat Al–Khazani sebagai pakar fisika sepanjang masa. Al–Khazani
78 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1992), 32. 79 Gerardo Da Cremona (1114 – 1187 M) adalah orientalis Italia yang lahir dan meninggal di Cremona, Italia sebelah selatan. Ia lama bermukim bermukim lama Tudelo, Andalusia. Ia menerjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin lebih dari tujuh puluh buku dalam berbagai macam ilmu. 80 Nama lengkapnya Abu Fatah Abdurrahman Al – Khazin atau Al – Khazani. Seorang hakim, ahli falak, dan arsitektur. Dia seorang anak Rumi Ali Al – Khazani Al – Muruzi yang kemudian dinisbatkan kepadanya. Menciptakan ilmu arsitektur dan logika, mengarang buku Mizan Al – Hikmah dan Zaiju. Lihat Az – Zarkali, Al – Alam (3/305) sebagaimana dikutip oleh Raghib As – Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (Jakarta: Pustaka Al – Kautsar, 2011), 278.
205
mengkhususkan waktu untuk mempelajari materi persamaan diam,
menciptakan alat untuk mengetahui berat benda (materi/macam) persamaan.
Ia mendialogkan kandungan penelitian materi/bahan yang meluruskan dan
menetapkan materi (muatan) dari sisi bawah sampai sisi atas ketika
memenuhi materi (muatan). Al–Khazani juga menggunakan alat – alat serupa
yang digunakan guru besarnya, Abu Raihan Al–Biruni, sat menentukan berat
jenis pada sebagian bahan padat dan cair. Al–Khazani juga menyampaikan
ukuran–ukuran sampai derajat besar dan begitu rumit, yang begitu menarik
perhatian orang–orang sezamannya dan para ilmuan lainnya.81
Di bidang ilmu mata, terdapat Ibnu Haitsam. Selama beberapa abad
adalah buku Al–Manazhir (Optic).82 Ibnu Haitsam menulis masalah mata
hampir dua puluh empat materi. Diantara buku, risalah, dan makalahnya,
hilang sebagaimana hilangnya peninggalan ilmu silam. Buku–buku yang
masih tersisa diantaranya telah ditemukan di perpustakaan Istambul dan
London serta perpustakaan lainnya. Diantara karyanya yang masih bisa
diselamatkan ari kepunahan adalah kitabnya yang paling besar A–Manazhir
yang meliputi teori–teori jeniusnya di bidang ilmu sinar. Buku ini menjadi
rujukan dasar di bidang ilmu mata sampai abad ke–17 Masehi sesudah
diterjemahkan ke bahasa latin.83
81 Ali Abdullah Ad – Difa’, Al – Ulum Al – Bahtat Fil Hadharah Al – Arabiyah wa Al – Islamiyah Cet. II (Beirut: Mua’assasah Ar – Risalah, 1983), 331. 82 Buku Ibnu Haitsam diterjemahkan ke dalam bahasa latin dengan judul “Opticae Thesaurus “ 83 Opcit., 325.
206
Ibnu Haitsam adalah orang pertama yang meletakkan orang pertama
yang meletakkan teori–teori pantulan dan kecondongan dalam ilmu cahaya,
mengulas pecahnya cahaya dalam perjalanannya, yaitu pecah yang terjadi
disebabkan sarana–sarana seperti air dan kaca serta udara. Ibnu Haitsam
dalam hal ini telah mendahului apa yang dikatakan ilmuan Inggris, Isaac
Newton.84
Diantara pencapaian Ibnu Haitsam yang menakjubkan dalam
bukunya yang disebutkan adalah eksperimen tentang kotak hitam (black box),
yang ditetapkan sebagai langkah pertama dalam menemukan kamera.
Sebagaimana dikatakan oleh pembahasan ilmiah, bahwa Ibnu Haitsam
ditetapkan orang pertama yang mendesain dan menciptakan “Camera
Obscura“.85
Di bidang astronomi terdapat Al–Batani pengarang Az-Zaijush Shabi
terkenal sebagai ilmuan yang membawa pengaruh besar dalam ilmu
astronomi. Dia adalah ilmuan yang meneliti banyak tempat bintang, dan
meluruskan teori sebagaian gerakan bulan dan bintang yang berjalan,
berbeda dengan Bathlemeus dalam menetapkan orbit (arah) matahari. Al–
Batani juga lamanya panjang tahun syamsiyah. Bukunya telah diterjemahkan
dalam bahasa Latin pada abad ke–12 Masehi. Sebagaimana dicetak di Eropa
beberapa terbitan. Buku ini menunjukkan seputar pengetahuan astronomi. Al-
84 Jalal Mazhhar, Hadharah Al – Islam wa At saruha fi At – Taraqqi Al – ‘Alami (Kairo: Maktabah Al – Khanji, 1974), 304. 85 Raghib As – Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (Jakarta: Pustaka Al – Kautsar, 2011), 293.
207
Batani juga mengarang buku di bidang astronomi Makrifat Mathali’in Nujum,
juga buku Ta’dil Al–Kawakib.86
Dalam ilmu kimia, terdapat Jabir Ibnu Hayan. Jabir adalah
penemu dasar – dasar ilmu dan ilmuan paling terkenal di anatar ilmuan kaum
muslimin dalam bidang kimia. Dia menulis banyak buku yang diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin, menjadi rujukan paling hebat pada bidang kimia
hampir seribu tahun lamanya. Karyanya meliputi bayak catatan ilmu kimia
yang belum pernah dikenal sebelumnya. Karyanya menjadi bahan penelitian
terkenal di kalangan para ilmuan Barat. Antara lain, gelas atau piala (alu: alat
penumbuk obat), protolia, akar–akaran adalah sumber–sumber yang
diletakkan dalam zat timbul tenggelam dalam air. Ia juga memecah–mecah
berat yang menorehkan pengaruh sekitarnya.
Bagi para ilmuan dan menjadikannya sebagai bahan penelitian.
Begitupula sejarahwan George Sarton yang mengukir nama Jabir mulai
zaman sejarah peradaban Islam.Dalam Ilmu geologi, penuntut ilmu dalam
masa Khilafah, terilhami dari berbagai ayat Al – Qur’an yang mengisyaratkan
secara jelas lapisan bumi (geologi) Diantara ayat tersebut adalah dalam Q.S
Al – Fathir ayat 27:
86Opcit., 364 – 365.
208
Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari
langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka
macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan
merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. (Q.
S Al – Fathir ayat 27)
Juga dalam firman Allah SWT di dalam Q.S Al – Hadid ayat 25
dijelaskan:
Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka
209
Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.
dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan
berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu)
dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-
rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat
lagi Maha Perkasa. (Q.S Al – Hadid ayat 25)
Juga dalam firman Allah SWT yang lain, dalam Q.S Al – A’raf ayat 10:
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi
dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat
sedikitlah kamu bersyukur. (Q. S Al- A’raf: 10)
Tidak diragukan lagi, manusia pada zaman dulu mempunyai
pengetahuan masalah tambang (bahan – bahan bumi) meski pengetahuan ini
baru awal. Ilmuan Yunani, Aristoteles (382–322 SM) membagi dunia ini
menjadi beberapa bagian dasar: bumi, yang terdiri dari empat unsur: air, api,
udara, tanah. Sedangkan langit tercipta dari ether. Pandangan Aristoteles ini
210
terus dipercaya hingga Islam datang memutus semua bentuk khurafat,
takhayul, dan dongeng–dongeng itu.87
Hingga bermunculan para ilmuan muslimin yang mempelajari
nilai penting ilmu geologi secara alami. Mereka telah memberikan bukti
kajian tersebut dengan bentuk paling sempurna, misalnya mengenai bentuk
air sebagaimana dijelaskan para ilmuan muslim dalam karya mereka. Kita
menemukan pendapat mereka tentang kejadian terbentuknya secara ilmiah.
Hal itu dapat kita temukan secara gamblang dalam rasail Ikhwan Ash – Shafa,
juga Ibnu Sina dalam bukunya An – Najat. Kita juga bisa melihat dalam buku
Ajaib Al–Makhluqat oleh Al–Qazuyani. Sebagaimana juga diketahui bahwa
ilmu pengkristalan diketahui permulaannya di tangan Al–Biruni dalam
kitabnya Al–Jamahir fi Makrifat Al–Jawahir, oleh Al Qazuyani dalm
kitabnya Al–Ajaib yang belum pernah ditulis seorang pun sebelum
keduannya sampai pada perhatian yang mendetil yang bersumber dari buku
mereka berdua ini.
H. Media Pendidikan
Pengertian (media) adalah seluruh sarana dan prasarana yang
digunakan untuk melaksnakan berbagai program dan kegiatan tertentu, baik
itu di bidang piltik, pendidikan, ekonomi, militer dan lain – lain ; ataupun
program yang berkaitan dengan individu, kelompok maupun negara. Setiap
87 Ali Bin Abdullah Ad – Difa’, Rawai’u Al – Hadharah Al – Arabiyah Al – Islamiyah Fi Al – Ulum, 291.
211
kegiatan harus dilengkapai dengan saran fisik yang dapat mendorong
terlaksananya kegiatan tersebut. Seseorang dapat mendayahgunakan
berbagai macam sarana pendidikan sesuai dengan kreativitas dan daya
ciptanya., sehingga dapat menemukan sarana – sarana baru yang lebih
sempurna dan efisien agar dapat diguankan dalam bidang pendidikan ataupun
bidang yang lain. 88
Di masa Daulah Khilafah, media dan sarana pendidikan masih terbatas
pada kitab–kitab, laboratorium, planetarium, perpustakaan, kantor – kantor,
sekolah–sekolah, masjid fan universitas. Di masa sekarang media dan sarana
prasarana telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, ditandai dengan
bermunculannya surat kabar, majalah – majalah, alat elektronik canggih yang
lain.
Pada masa daulah khilafah Islam, di berbagai kota besar tersebar
perpustakaan – perpusatakaan besar yang dibanggakan. Berbagai kitab dan
maraji’ (reference/rujukan) yang langka turut melengkapi perpustakaan
tersebut. Di samping itu masjid–masjid, universitas, sekolah, dan tempat–
tempat pengajaran ilmu dan hikmah lainnya, termasuk yang ada di istana
Khalifah yang diperuntukkan bagi para pelajar, ulama, penerjemah, dan
penyalin, dapat ditemui perpustakaan–perpustakaan. Al–Maqrizi
menyebutkan bahwa di Madrasah al–Fadliliyah terdapat perpustakaan yang
88 Abdurrahman Al Baghdady, Sistem Pendidikan Daulah Khilafah (Bangil: Al – Izzah, 1996), 103.
212
sangat besar tempat tersimpannya koleksi kitab yang jumlahnya mencapai
100.000, padahal di masa itu belum ada percetakan. Ibnu Al-Qifti
menyebutkan bahwa di sana terdapat 6500 kitab mengenai ilmu, tekhnik dan
falak (astronomi). Perpustakaan tersebut memiliki dua buah bola bumi (saat
itu orang Eropa masih menganggap dunia itu datar) yang satu diperuntukkan
bagi Bathlimus dan yang lain untuk Abil Hasan as–Sufi, seharga 300 dinar.
Semua ini menunjukkan betapa besar dorongan Islam terhadap kaum
muslimin untuk menuntut dan mengadakan penelitian ilmiah sejak berabad –
abad yang silam.89
Media dalam pendidikan daulah khilafah termasuk madaniyah yakni
bentuk–bentuk fisik dari benda yang terindera yang digunakan dalam
berbagai aspek kehidupan. Madaniyah dibagi dua macam yakni madaniyah
yang bersifat khusus yakni dihasilakn dari hadlarah.90 Seperti patung, salib,
dll. Sedangkan madaniyah’am yakni produk kemajuan sains dan
perkembangan tekhnologi madaniyah yang bersifat umum, milik seluruh
umat manusia. Bentuk madaniyah yang terakhir ini bukan milik umat
tertentu, akan tetapi bersifat universal seperti halnya sains dan tekhnologi.91
Media informasi yang beroperasi di Daulah Khilafah memiliki hak
penuh untuk menilai Khalifah dan pemerintahannya, menginvestigasi adanya
89 Ibid., 107 – 108. 90 Hadlarah adalah sekumpulan mafahim (ide yang dianut dan mempunyai fakta) tentang kehidupan. Hadlarah bersifat khas karena terkait dengan pandangan hidup ideologi tertentu, yakni ideologi Kapitalisme/Ideologi Sosioalisme/Ideologi Islam 91 Taqiyuddin an – Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam (Jakarta: HTI Press, 2001), 109.
213
kesewenang-wenangan pemerintah atau isu lain yang memiliki muatan
bahaya atau termasuk kepentingan publik dalam skala besar. Media berhak
menginvestigasi dan menerbitkan semua itu tanpa perlu diliputi ketakutan
akan kemungkinan tekanan atau penahanan. Media informasi juga
mempunyai tanggung jawab besar untuk mempropagandakan kekuatan
militer dan pertahanan Daulah Khilafah kepada masyarakat luar. Dengan
demikian, media informasi memainkan peranan penting dalam membantu
meraih tujuan-tujuan politik luar negeri Daulah Khilafah.
I. Evaluasi Peserta Didik
Dalam rangka mengukur taraf keberhasilan pencapaian tujuan dan
membuat keputusan, evaluasi harus dilakukan secara bertahap untuk semua
jenjang pendidikan. Bagi seorang guru, terutama yang bertanggung jawab
memegang suatu bidang studi, tugas evaluasi itu difokuskan pada tingkat
instruksional. Oleh karena itu, setiap guru di samping mahir merumuskan
tujuan-tujuan instruksional secara cermat, juga harus mahir dalam
mengembangkan dan menggunakan instrumen evaluasi serta dapat
melakukan penilaian (scoring) dan penafsiran (interpretasi) hasilnya.
Secara umum, dikenal dua jenis evaluasi atau penilaian, yaitu
penilaian kegiatan dan kemajuan belajar yang biasa disebut evaluasi
manajerial, dan penilaian hasil belajar atau yang lebih populer disebut tes dan
pengukuran hasil belajar.
214
Kedua evaluasi tersebut dipandang sangat penting untuk mengukur
berbagai masukan kekuatan dan kelemahan dari berbagai komponen yang
terdapat dalam suatu proses belajar-mengajar. Informasi-informasi ini pada
gilirannya akan digunakan untuk memperbaiki kualitas proses bejara-
mengajar itu sendiri. Dan sebagai tujuan akhirnya, hasil-hasil evaluasi ini
akan bermanfaat untuk mengoptimalkan proses belajar-mengajar peserta
didik.
1. Penilaian Kegiatan dan Kemajuan Belajar
Pola acuan model penilaian ini adalah identifikasi dini terhadap
performansi guru dalam mengajar dan performansi murid dalam menerima
pelajaran. Kreteria utama atau tolok ukur penilaian tersebut adalah
seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan (presribed objective) dapat
tercapai. Oleh karena itu, tujuan program belajar-mengajar harus
dirumuskan secara jelas dan tegas maupun tersembunyi (hidden) dalam
pikiran guru dan peserta didik. Hasil penilaian ini selanjutnya akan
dijadikan dasar untuk mengidentifikasi kondisi peserta didik,
mengembangkan program belajar-mengajar serta memperbaiki
pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
Proses dan strategi penilaian membutuhkan kreativitas sekaligus
kejelian guru dalam menangkap indikator-indikator penilaian. Indikator
yang dimaksud adalah penampakan peserta didik, baik secara lisan, tulisan
215
maupun bahasa tubuh sebagai respon terhadap proses belajar-mengajar
yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, guru harus menciptakan cara
serta suasana yang memungkinkan peseta didik menunjukkan indikator
tersebut secara jelas misalnya dengan bertanya, meminta pendapat atau
pemberian tugas.
2. Penilaian Hasil Belajar
Secara garis besar, penilaian hasil belajar dapat dibagi dua, yaitu
penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif dilakukan
untuk membantu mengetahui sejauh mana suatu proses pendidikan telah
berjalan sebagaimana yang direncanakan. Sedangkan penilaian sumatif
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah dapat
berpindah dari suatu unt ke unit berikutnya. Instrumen evaluasi yang
digunakan dalam penilaian hasil belajar dapat berupa instrumen tes (pre
tes, pos tes seta tertulis, lisan atau perbuatan) maupun non tes seperti
observasi atau skala rating dan lain-lain, karena maksud penilaian ini
adalah untuk memberi nilai tentang kualitas hasil belajar. Jadi lebih
diarahkan kepada menjawab pertanyaan bagaimana atau seberapa jauh
suatu proses belajar-mengajar atau hasil yang diperoleh seseorang dari
proses belajar-mengajar tersebut. Penilaian ini akan memperlihatkan
tingkat penguasaan dan pemahaman konsep, perwujudan sikap dan
partisipasi dalam interaksi sosial secara nyata.
216
Penggunaan instrumen evaluasi tes dan non-tes menjadi sama
pentingnya dalam pendidikan, mengingat aspek pembentukan
kepribadianIslam tidak hanya dapt dilakukan melalui tes tertulis, namun
digarap melalui sejumlah pendekatan yang telah dipaparkan sebelumnya.92
Evaluasi pendidikan dalam sistem pendidikan pada masa Khilafah
Islamiyah handal dan dilakukan secara komprehensif, untuk mencapai
tujuan pendidikan. Ujian umum diselenggarakan untuk seluruh mata
pelajaran yang telah diberikan.93 Ujian dilakukan secara tulisan dan lisan.
Munadhoroh adalah teknik ujian lisan mengenai suatu ilmu. Ujian lisan
ini merupakan teknik ujian yang paling sesuai untuk mengetahui sejauh
mana pengetahuan siswa untuk memahami pengetahuan yang telah
dipelajari.94 Ujian lisan dilakukan baik secara terbuka maupun tertutup. Di
samping itu tentu ada ujian praktek pada keahlian tertentu. Siswa yang
naik kelas atau lulus harus dipastikan mampu menguasai pelajaran yang
telah diberikan dan mampu mengikuti ujian sebaik-sebaiknya. 95Tentu saja
siswa-siswa yang telah dinyatakan kompeten/lulus adalah siswa-siswa
yang betul-betul memiliki kompetensi ilmu pengetahuan yang telah
dipelajarinya dan bersyakshiyah Islamiyah atau memiliki pola tingkah laku
yang Islami.Pada masa pemerintahan Khalifah Al Fatih, pendidikan Islam
92 Muhammad Ismail Yusanto, dkk., Menggagas Pendidikan Islami (Bogor: Al – Azhar Press, 2010), 106 – 107. 93 Abu Yasin, Ususu Ta’lim fi Daulah al Khilafah (Bogor: Pustaka Thariqu Izzah, 2004), 69-70. 94 Abdurrahman al Baghdadi, Sistem Pendidikan di masa Khilafah Islam (Bangil: Al Izzah, 1996) 87. 95 Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan runtuhnya Khilafah utsmaniyah (Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2004), 179-180.
217
semakin maju. Karena Al Fatih adalah Khalifah yang hebat. Di samping
mampu menaklukkan Konstantinopel, sebuah kota pertahanan militer
paling kuat saat itu, beliau juga sangat perhatian terhadap pendidikan.
Khalifah Al Fatih rahimallahu anhu mengeluarkan hartanya pribadi untuk
membangun sekolah-sekolah di seluruh kota besar dan kecil. Sebagai
kepala Negara, Khalifah Al Fatih menetapkan manajemen sekolah,
mengatur dalam jenjang dan tingkatan-tingkatan, menyusun kurikulum
pada setiap level, termasuk sistem ujian untuk semua siswa. Lebih dari itu
Muhammad Al Fatih sebagai kepala Negara Khilafah yang wilayahnya
sangat luas sekitar 2/3 dunia, masih menyempatkan waktu untuk
memonitor dan membimbing pendidikan rakyatnya. Bahkan Al Fatih
tidak jarang datang ke sekolah, mendengarkan bagaimana guru mengajar.
Beliau juga mengunjungi saat siswa ujian. Dan perhatiannya pada dunia
pendidikan juga ditunjukkan dengan memberikan hadiah pada siswa
berprestasi, padahal pendidikan diselenggarakan Negara Khilafah untuk
rakyatnya secara gratis. Pada tingkat perguruan tinggi sistem ujian yang
handal meliputi ujian praktek, ujian tertulis dan ujian lisan. Ujian Lisan
diadakan secara terbuka, para penguji bisa guru/dosen/profesor yang
mengajar di lembaga pendidikan tersebut. Untuk suatu keahlian tertentu
penguji dari internal dan eksternal. Ulama’ dan para intelektual manapun
berhak untuk menguji. Hak- hak istimewa setelah lulus ujian, boleh
melakukan perbuatan: Mengajarkan ilmunya; Meriwayatkan hadits
218
Rasulullah yang berasal dari guru-gurunya; Berfatwa, Mengobati penyakit,
bila sudah menguasai ilmu kedokteran; Meracik obat, bila sudah
menguasai ilmu obat-obatan; dan lain lain. Dari uraian di atas terbukti
hanya dengan sistem Pendidikan Islam yang berada dalam naungan
pemerintahan Islamlah, Ujian bisa selesai dan mencapai tujuan pendidikan
Islam bisa tercapai secara sempurna. Hanya Khilafah lah yang
memfasilitasi kewajiban kaum muslimin berpendidikan.
J. Sistem Pembiayaan Dalam Daulah Khilafah
Dalam sistem pendidikan daulah khilafah, negara wajib
menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia di
dalam kancah kehidupan bagi setiap individu, baik laki–laki maupun
perempuan. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga
negara secara cuma–cuma. Mereka diberi kesempatan seluas–luasnya untuk
melanjutkan pendidikan tinggi.96 Nash-nash syariah juga telah menetapkan
pendidikan sebagai hajah asasiyyah (kebutuhan dasar) yang harus dijamin
ketersediaannya di tengah-tengah masyarakat, seperti halnya keamanan dan
kesehatan. Di antara nash-nash syariah yang menetapkan pendidikan sebagai
hajah asasiyyah adalah sabda Nabi saw.
96 Abu Yasin, Strategi Pendidikan Negara Khilafah (Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah, 2012), 10 – 11.
219
هللا به龵 ع�ز� �ج�ل م龵ن� له�د� � لع龵لم كم�ثل غي�ث� ص�ا� �ض�ا فكان�ت� م�ثل م�ا ب�ع�ثني�
ت� م龵ن�ه�ا طائ龵فة طيب�ة قبلت� لم�ا فأن�ب�ت�ت� لكلأ �لع�ش�ب� لكث龵� �كا م龵ن�ه�ا ج�ا龵� م�س�ك
هللا لن�ا� فش�رب�و م龵ن�ه�ا �س�قو� ��ع�و� � ص�ا� طائ龵فة م龵ن�ه�ا خ�ر� ن�م�ا ه龵ي� لم�ا فن�فع�
هللا هللا �ن�فع�ه� بما ب�ع�ثني� ق龵يع�ا ال ت�م�سك� م�ا �ال ت�ن�بت� كلأ فذل龵ك� م�ثل م�ن� فقه� ف龵ي 龵ين
لذ龵 �س龵لت� به龵به龵 فع�ل龵م� �ع�لم� �م�ثل م�ن� لم� ي�ر�فع� بذل龵ك� �س�ا �لم� ي�ق هللا ب�ل ه�د�
Permisalan hidayah dan ilmu yang Allah SWT sampaikan kepada
diriku bagaikan air hujan yang menimpa sebidang tanah. Di antara tanah itu
ada tanah baik yang mampu menyerap air dan menumbuhkan rerumputan
serta pepohonan yang sangat banyak. Di antara tanah itu ada pula tanah liat
yang mampu menahan air sehingga Allah SWT memberikan manfaat kepada
manusia dengan tanah tersebut; manusia bisa meminum air darinya, mengairi
kebun-kebunnya dan memberi minum hewan-hewan ternaknya. Air hujan itu
juga menimpa tanah jenis lain, yaitu tanah datar lagi keras yang tidak bisa
menahan air dan menumbuhkan rerumputan. Demikian-lah, ini adalah
perumpamaan orang yang faqih terhadap agama Allah, dan orang yang bisa
mengambil manfaat dari apa-apa yang telah Allah sampaikan kepada diriku
220
sehingga ia bisa belajar dan mengajarkan (ilmu tersebut kepada orang lain).
Ini juga perumpamaan orang yang menolak hidayah dan ilmu dan tidak mau
menerima hidayah Allah SWT yang dengan itulah aku diutus (HR al-
Bukhari dan Muslim).
Di dalam hadis ini dituturkan bahwa penerimaan dan penolakan
manusia terhadap hidayah dan ilmu diidentikkan dengan sebidang tanah dan
air hujan. Air hujan termasuk hajah asasiyyah bagi manusia, yang kalau
tidak dipenuhi akan menyebabkan kebinasaan bagi manusia. Pengidentikan
ilmu dan hidayah dengan air hujan menunjukkan, bahwa ilmu dan hidayah
merupakan hajah asasiyyah sebagaimana air hujan. Riwayat di atas juga
diperkuat hadis-hadis lain, seperti hadis-hadis berikut ini:
م龵ن� ش�ر�龵 لس�اع�ة龵 ي�ر�فع� لع龵لم� �ي�ثب�ت� لج�ه�ل
Sesungguhnya di antara tanda-tanda datangnya Hari Kiamat adalah
diangkatnya ilmu dan tersebarnya kebodohan (HR al-Bukhari dan Muslim).
ویظھر الجھلمن أشراط الساعة أن یقل العلم
Di antara tanda-tanda datangnya Hari Kiamat adalah berkurangnya
ilmu dan tampaknya kebodohan (HR al-Bukhari dan Muslim).
221
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa lenyap dan
berkurangnya ilmu merupakan madarat (ancaman/bahaya) bagi kehidupan
manusia. Madarat ini hanya bisa dihilangkan dengan cara menyelenggarakan
pendidikan berkesinambungan di tengah-tengah masyarakat. Sebab, ilmu dan
hidayah hanya bisa dipelihara dan dijaga ketika keduanya dipelajari dan
diajarkan secara terus-menerus di tengah-tengah masyarakat. Dengan
demikian, hadis-hadis ini semakin meneguhkan bahwasanya pendidikan
merupakan hajah asasiyyah yang harus dijamin ketersediannya di tengah-
tengah masyarakat oleh Negara Khilafah. Rasulullah Saw telah menerapkan
suatu sistem terbaik dalam hal pendidikan. Beliau mendorong kaum muslimin
agar menuntut ilmu dan memberantas buta huruf pada awal berdirinya
pemerintah Islam di Madinah, yaitu bahwa setiap tawanan Perang Badar di
haruskan mengajar sepuluh orang kaum muslimin sebagai tebusannya.
Sehingga sejarah telah membuktikan bahwa Islam telah berusaha
menghapuskan predikat kebodohan dari umat mulia ini.97
Di dalam Kitab al-Iqtishadiyyah al-Mutsla disebutkan bahwa jaminan
atas pemenuhan kebutuhan dasar (hajah asasiyyah) bagi seluruh rakyat seperti
pendidikan, keamanan dan kesehatan, berada di tangan negara. Ketentuan
ini didasarkan pada sabda Nabi saw.:
اإلمام راع ومسئول عن رعیتھ
97 Abdurrahman Al Baghdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam (Bangil: Al – Izzah, 1996), 57.
222
Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban
atas kepemimpinannya (HR al-Bukhari).
Atas dasar itu, Khilafah harus menjamin setiap warga negara dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan mudah. Dalam konteks
pendidikan, jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi seluruh
warga negara bisa diwujudkan dengan cara menyediakan pendidikan gratis
bagi rakyat. Negara Khilafah juga wajib menyediakan fasilitas dan
infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung
sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain
sebagainya. Negara Khilafah juga berkewajiban menyediakan tenaga-tenaga
pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi
guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan. Terbukti pada masa
daulah khilafah, gaji bagi para syaikh Al–Azhar perbulan diambil untuk
kebutuhan nafkah serta keperluan lainnya. Al- Azhar mewakafkan khusus
untuk memenuhi kebutuhan dan nafkah para syaikh.98 Semua ini
dikembalikan untuk kepentingan khusus para ilmuan yang mengarang dan
menemukan temuan–temuan hasil penelitian, juga untuk mengajarkan orang–
orang, menyebarkan manfaat baik masalah agama maupun dunia. Mereka
berhak untuk tumbuh dan berkembang. Ketika itu, bagi para seorang pakar
yang mengajar mendapat perhatian atau kelebihan khusus. Para pengajar
adalah orang–orang pilihan. Mereka tidak masuk urusan pemerintahan
98 Raghib As – Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (Jakarta: Pustaka Al – Kautsar, 2011), 261.
223
kecuali jika terjadi perselisihan diantara pejabat dan mendamaikan antara
mereka.
Peran pemerintah dalam hubungan bersama ulama dan para jenius
(penemu atau pengarang) mempunyai warna lain. Inilah salah seorang
khalifah di antara tiga khalifah Al–Manshur Yakub bin Yusuf bin Abdul
Mukmin yang mendirikan Baitut Thalabah untuk orang – orang yang jenius
dan memuliakan mereka. Dari Abu Ubaid Al- Qasim bin Salam99 terdapat
kisah menakjubkan bersama Abdullah bin Thahir100 tentang kapasitas para
penguasa terhadap kecerdasan para ilmuan yang memuliakan orang – orang
jenius di anatra mereka. Ketika Abu Ubaid Al – Qasim bin Salam menulis
kitab Gharib Al – Hadis dan ditunjukkan kepada Abdullah bin Thahir. Lalu ia
memujinya seraya berkata:
“... Orang yang berakal telah mengutus sahabatnya untuk
menulis kitab ini sebagai kebenaran supaya tidak menyeleweng
dengan encari penghasilan.” Lalu ia diberi upah setiap bulannya
sepuluh dirham (1 dirham = 2,975 gram101)
99 Nama lengkapnya Abu Ubaid Al – Qasim bin Salam Al – Harawi (157 – 224 H/774 – 838 H). Termasuk salah seorang pembesar dalam bidang hadith, sastra dan fikih. Lahir dan menimba ilmu di Hirrah, kemudian kemudian pergi ke Baghdad dan Mesir, serta wafat di Mekkah. Lihat Adz – Dzahabi, Syiar A’lam An – Nnubala (10/490 – 492) dikutip oleh Raghib As – Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (Jakarta: Pustaka Al – Kautsar, 2011), 263. 100 Abdullah Bin Tahir adalah nama dari Abu Al – Abbas Abdullah bin Thahir bin Al – Husain Al – Khazai (182 – 230 H/ 798 – 844 M). Salah seorang wali (menteri) yang paling terkenal di masa Abbasiyyah. Menjadi Wali Syam, Mesir, Khurasan, Thabaristan, dan Karman serta Rayi. Wafat di daerah Naisaburi. Ada yang mengatakan ia wafat di Marwa. 101 http://id.wikipedia.org/wiki/Dirham (20/01 / 2014) 08:12.
224
Suatu yang sudah masyhur di kalangan para khalifah dan penguasa
Muslim pada masa Khilafah dengan memberikan hadiah – hadiah besar dan
pemberian yang sangat banyak kepada para ilmuan, dengan tujuan agar para
ilmuan tersebut bersemangat dalam menelurkan karya dan berlomba dalam
ilmu pengetahuan. Hadiah–hadiah itu dalam bentuk yang hampir mendekati
pada khayalan. Ada yang diberikan sesuai dengan berta timbangan kitab yang
diterjemahkan–dari bahasa selain Arab menuju bahasa Arab, ada juga yang
memberi emas kepada seorang alim yang meluangkan waktunya untuk
menerjemahkan kitab.102
Semua itu untuk merangsang gerakan menerjemah kitab dan
memindah ilmu–ilmu yang menakjubkan yang bisa membawa pengaruh bagi
kaum muslimin. Kepedulian pemerintah tidak terbatas pada memperhatikan
kehidupan para ilmuan dan ruang lingkupnya. Bahkan, penguasa menyeru
para ulama dari seluruh pelosok negeri untuk memanfaatkan ilmu–ilmu
mereka, membantu memelihara dan menjaga kemaslahatan mereka. Inilah
Amir Al–Maiz bin Badis, salah seorang alim yang besar, maka dia dihadirkan
ke hadapannya. Bahkan ia menjadikan kepakaran bidangnya, memenuhi
segala kemuliannya, merujuk pada pendapat–pendapatnya, dan memberikan
gaji paling besar.103
102 Lihat: Ibnu Sha’id Al – Andalusi, Thabaqat Al – Umam, hlm. 48 – 49. 103 Lihat dalam masalah ini Ibnu Adzari, Al – Bayan Al – Magrib fi Akhbar Al – Andalus wa Al – Magrib, hlm 129.
225
Dan, inilah Sultan Muhammad Al–Fatih. Jika dia mendengar seorang
alim di tempatnya tertimpa suatu kebutuhan dan kemiskinan, maka dengan
segera ia mengulurkan bantuan dan memenuhi segala kebutuhan urusan
dunianya.104
Ketika Al–Hakam Al–Umawi di Andalus mendengar kitab Al–Aghani
yang sekarang terkenal dalam bidang adab. Ia memberi kepada pengarangya
Abu Faraj Al-Ashfahani seribu dinar emas sebagai nilai naskahnya agar
naskah tersebut dikirim ke negerinya. Dia mendapatkan apa yang
dikehendaki. Abu Faraj mengirimkan kepadanya naskah kitab yang
disebutkan. Buku itu, dibaca di Andalus sebelum dibaca di Irak tempat sang
pengarang berasal.105
Para Sahabat telah sepakat mengenai kewajiban memberikan ujrah
(gaji) kepada tenaga-tenaga pengajar yang bekerja di instansi pendidikan
negara Khilafah di seluruh strata pendidikan. Khalifah Umar bin Khaththab
ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah,
sebanyak 15 dinar setiap bulan. Gaji ini beliau ambil dari Baitul Mal.
Seluruh pembiayaan pendidikan di dalam negara Khilafah diambil dari Baitul
Mal, yakni dari pos fai’ dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah. Seluruh
pemasukan Negara Khilafah, baik yang dimasukkan di dalam pos fai’ dan
104 Ali Muhammad Ash – Shalabi, Daulah Ustmaniyah Awamil An- Nuhud wa As- Suquth hlm. 140 sebagaimana di kutip oleh Raghib As – Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (Jakarta: Pustaka Al – Kautsar, 2011), 264. 105Raghib As – Sirjani, Peradaban Islam Pada Dunia.....265.
226
kharaj, serta pos milkiyyah ‘amah, boleh diambil untuk membiayai sektor
pendidikan. Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi maka negara
tidak akan menarik pungutan apapun dari rakyat.
Jika harta di Baitul Mal habis atau tidak cukup untuk menutupi
pembiayaan pendidikan, maka Negara Khilafah meminta sumbangan sukarela
dari kaum Muslim. Jika sumbangan kaum Muslim juga tidak mencukupi,
maka kewajiban pembiayaan untuk pos-pendidikan beralih kepada seluruh
kaum Muslim. Sebab, Allah SWT telah mewajibkan kaum Muslim untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran wajib—seperti pendidikan, kesehatan,
dan keamanan—ketika Baitul Mal tidak sanggup mencukupinya. Selain itu,
jika pos-pos tersebut tidak dibiayai, kaum Muslim akan ditimpa kemadaratan.
Dalam kondisi seperti ini, Allah SWT memberikan hak kepada negara untuk
memungut pajak (dharibah) dari kaum Muslim. Hanya saja, penarikan pajak
dilakukan secara selektif. Artinya, tidak semua orang dibebani untuk
membayar pajak. Hanya pihak-pihak yang dirasa mampu dan berkecukupan
saja yang akan dikenain pajak. Orang-orang yang tidak memiliki kemampuan
finansial yang cukup dibebaskan dari membayar pajak. Berbeda dengan
negara kapitalis, pajak dikenakan dan dipungut secara tidak selektif. Bahkan
orang-orang miskin pun harus membayar berbagai macam pajak atas
pembelian suatu produk atau pemanfaatan jasa-jasa tertentu.
227
Selain itu, dharibah (pajak) dalam pandangan syariah Islam adalah
pemasukan yang bersifat pelengkap, bukan sebagai pemasukan utama dalam
APBN Khilafah. Negara hanya akan memungut pajak jika negara berada
dalam keadaan darurat, yaitu ketika harta di Baitul Mal tidak mencukupi.
Sebaliknya, dalam negara kapitalis, pajak dijadikan sebagai sumber
penerimaan utama negara. Di negara-negara sekular-kapitalis, seperti
Indonesia, pemasukan di sektor pajak mencapai kisaran 70-90% dari total
pendapatan negara. Akibatnya, beban pembiayaan masyarakat dan industri
semakin meningkat akibat banyaknya pungutan yang harus mereka tanggung.
Walaupun negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam
penyediaan dan penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh warganya, bukan
berarti individu dilarang menyelenggarakan pendidikan secara mandiri.
Setiap warga negara Khilafah diperbolehkan mendirikan sekolah, madrasah,
pesantren atau lembaga-lembaga pendidikan serta menarik kompensasi atas
jasa yang telah mereka berikan. Mereka juga diperbolehkan menyusun
kurikulum dan mata pelajaran sendiri. Hanya saja, kurikulum dan mata
pelajaran tersebut tidak boleh menyimpang dari akidah dan syariah Islam.
Negara Khilafah mengawasi kurikulum dan mata pelajaran yang diajarkan di
lembaga-lembaga pendidikan swasta tersebut serta akan menindak dengan
228
tegas siapapun yang mengajarkan pelajaran-pelajaran yang bertentangan
dengan akidah dan syariah Islam.106
106 http://hizbut-tahrir.or.id/2012/11/05/pembiayaan-pendidikan-dalam-negara-khilafah/ pada tanggal 19 Januari 2014 Jam 13: 57.