1.1 Latar Belakang Masalah - · PDF fileLaporan Tugas Akhir ... perhitungan khusus contohnya...
Transcript of 1.1 Latar Belakang Masalah - · PDF fileLaporan Tugas Akhir ... perhitungan khusus contohnya...
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material I-1
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bangunan sederhana mayoritas jumlahnya dibandingkan bangunan kompleks. Bangunan
sederhana disini adalah bangunan yang tidak didesain dan dilaksanakan dengan
perhitungan khusus contohnya bangunan rumah tinggal. Hal ini semakin diperburuk
kondisinya pada daerah terpencil dimana bangunan sederhana hampir tidak terjamah
dengan tenaga ahli dalam mendirikan bangunan. Penduduk umumnya membangun
rumah secara swadaya berdasarkan pengalaman yang mereka punya. Oleh karena itu
apabila terjadi gempa bumi jenis bangunan ini dapat menghasilkan korban yang lebih
banyak akibat kerusakan dari bangunan tersebut.
“Earthquake never kill people, it’s a bad engineering practice that kills people”
Kejadian gempa Yogyakarta membuka mata bagi pemerintah dan para-para insinyur
serta masyarakat atas kelalaian mereka baik dalam cara mendirikan bangunan sederhana
atau rumah di daerah gempa, termasuk kebijakan atau regulasi dari pemerintah untuk
mendirikan bangunan sederhana. Dalam survei yang diadakan di wilayah yang terkena
gempa seperti Aceh dan Yogyakarta, banyak bangunan yang dibangun tanpa
memperhatikan kesatuan struktural bangunan yang sempurna agar aliran beban dapat
berjalan sebagaimana mestinya. Untuk mendirikan bangunan sederhana tahan gempa
dapat dilakukan dengan cara sederhana dengan memperhatikan detailing bangunan agar
dapat menjaga suatu integritas struktur bangunan agar dapat menyelamatkan bangunan.
Dalam Tugas Akhir ini ditinjau daerah Pancer, Banyuwangi, Jawa Timur sebagai daerah
kajian. Daerah ini juga sebagai studi bersama ITB-Fachohsule Erfurt Jerman. Daerah ini
pernah mengalami kejadian gempa, yang hingga menyebabkan terjadinya Tsunami pada
tahun 1994 yang diperlihatkan pada pada Gambar 1.1. Daerah ini termasuk dalam
daerah gempa yang umum dimiliki oleh daerah pantai selatan Indonesia. Daerah Pancer
terletak dalam Zona 5 berdasarkan peta wilayah gempa Indonesia SNI 03-1726-2002
sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1.2.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material I-2
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Pada daerah Pancer yang merupakan suatu perkampungan nelayan, seperti pada daerah
terpencil lainnya, umumnya bangunan rumah tinggal di daerah tersebut tidak memiliki
kemampuan dalam melayani beban gempa. Gambar 1.3. a dan b merupakan contoh
rumah eksisting yang berada pada daerah tersebut. Bangunan-bangunan yang didirikan
pada daerah tersebut umumnya dibangun dengan swadaya masyarakat setempat tanpa
bantuan dari tenaga ahli dalam mendirikan bangunan.
Gambar 1.1. Beberapa daerah yang pernah mengalami gempa besar di Indonesia
Gambar 1.2. Wilayah gempa Indonesia berdasarkan SNI 03-1726-2002
Draft Tugas Akhir
William (15002152)
Rizal Kurniady (15002147)
I-3
Gambar 1.3. Bangunan rumah eksisting di daerah Pancer dengan menggunakan
material kayu (kiri) dan batu bata (kanan)
Mengingat bahwa karakteristik daerah Pancer banyak dijumpai di berbagai daerah
lainya di Indonesia Di penulisan tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi berupa masukan saat membangun bangunan sederhana contohnya
masukan berupa konfigurasi bangunan, jenis sambungan yang digunakan, dan
material alternatif yang digunakan.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Tugas Akhir adalah untuk mengetahui potensi material lokal
sebagai alternatif material bangunan dan meninjau kinerja material tersebut dalam
suatu sistem struktur bangunan sederhana. Dimana kinerja yang ditinjau adalah
kekuatan dan kelayanan struktur dari material lokal tersebut.
Dengan meninjau dasar permasalahan yang ada diharapkan penulisan tugas akhir ini
dapat menghasilkan suatu pilihan material alternatif yang sekaligus dapat
mengakomodir keadaan ekonomi masyarakat dan keadaan lingkungan.
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembahasan tugas akhir ini dibatasi pada:
- Pembahasan pada karya tulis ini akan dikhususkan untuk wilayah Pancer, sebuah
kampung nelayan di selatan Banyuwangi, dan pembahasan mengenai material
dan metoda pembangunan akan disesuaikan dengan sumber daya dan keinginan
rakyat pada wilayah tersebut.
- Perencanaan Pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan
Untuk Rumah dan Gedung (SKBI 1.2.53.1987).
- Perencanaan gempa berdasarkan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002).
- Aspek-aspek yang ditinjau :
o Kapasitas material
o Kapasitas sistem struktur (elemen dan sambungan)
o Perilaku keruntuhan struktur
Draft Tugas Akhir
William (15002152)
Rizal Kurniady (15002147)
I-4
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara garis besar
mengenai isi Tugas Akhir yang akan dibahas berdasarkan setiap bab yang akan ada
pada laporan Tugas Akhir. Sistematika pembahasan Tugas Akhir ini adalah sebagai
berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup, sistematika penulisan
dan metoda analisis dari Tugas Akhir ini.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Didalam Tujuan Pustaka menguraikan tentang kriteria pembebanan gempa dan
konsep perencanaan bangunan tahan gempa, analisis struktur dengan meroda elemen
hingga, pengenalan material bambu dan aplikasinya, korelasi parameter tanah, serta
sistem perhitungan biaya bangunan didalam Tugas Akhir ini.
BAB 3. PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
Bab ini merupakan bahasan tugas akhir secara teoritis dan konseptual. Dimulai dari
perancangan bentuk dan pemilihan material prototipe bangunan berdasarkan faktor
sosial budaya serta sifat material yang dipilih, hingga ke desain elemen struktur dan
sambungan secara empiris maupun teoritis. Bab ini juga membahas desain pondasi
dan perkiraan biaya bangunan yang disesuaikan dengan kondisi lapangan.
BAB 4. PENGUJIAN LABORATORIUM
Bab ini menguraikan hasil pengujian laboratorium dari komponen-komponen
pembentuk bangunan yaitu portal dan kuda-kuda atap. Pengujian ini akan
memastikan bahwa struktur yang dibuat dapat berfungsi sesuai rancangan, dan
bahwa teori-teori mengenai kekuatan struktur dapat diterapkan.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan yang dapat diambil dari seluruh kegiatan Tugas Akhir ini dengan
menitik beratkan pada penggunaan material bambu, baik dari saat perancangan
maupun saat pengujian. Selain itu juga berisi saran penulis dalam pengembangan
material bambu sebagai bahan bangunan.
1.5 Metoda Analisis
Tugas akhir ini dibuat untuk mengetahui potensi material bambu dan meninjau
kinerjanya dalam sebuah sistem struktur termasuk sambungannya. Untuk mencapai
tujuan tugas akhir ini, suatu bentuk kerangka struktural dirancang berdasarkan
bentuk struktur yang umum digunakan oleh masyarakat. Selanjutnya, gaya-gaya luar
yang diidentifikasi dari letak bangunan dan pembebanan tambahan yang dikenakan
Draft Tugas Akhir
William (15002152)
Rizal Kurniady (15002147)
I-5
pada struktur. Kemudian dengan menggunakan simulasi software dapat diperoleh
gaya dalam yang harus dipikul tiap-tiap komponen struktur.
Kekuatan material bambu dapat diketahui melalui pengujian dalam laboratorium.
Data kekuatan material ini selanjutnya menjadi dasar untuk mengetahui kebutuhan
dimensi masing-masing elemen struktur. Beberapa spesimen sistem struktur juga
dibuat untuk mengetahui potensi material bambu sebagai kerangka struktur tersebut.
Dari pengujian terhadap spesimen ini akan diketahui perilaku keruntuhan struktur
bambu serta kinerja sistem sambungan yang diterapkan pada struktur bambu.
Secara umum, langkah pelaksanaan tugas akhir ini diperihatkan dalam diagram alir
pada Gambar 1.4
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tugas akhir ini berkaitan
dengan analisis struktur dan desain adalah sebagai berikut:
1. Analisis beban gempa akan dilakukan dengan metoda respons spektra input
berdasarkan Tata Cara Perencanaan ketahanan Gempa Rumah dan Gedung SNI
03-1726-2002 pada software analisa struktur.
2. Sambungan akan didesain menggunakan baut dan tali ijuk berdasarkan literatur
kajian konstruksi bambu, dan dibuatnya suatu model kerangka bangunan untuk
melihat perilaku sambungan akibat pembebanan pada model tersebut, dan
memastikan bahwa sambungan-sambungan tersebut dapat dibuat dengan mudah.
3. Desain pondasi juga ikut diperhitungkan, diaman jenis pondasi yang digunakan
adalah jenis pondasi setempat.
4. Penentuan jenis tanah akan dilakukan berdasarkan nilai kohesi (c) dan sudut
geser tanah (Ø) yang didapat dari hasil uji tanah, dan nilai-nilai tersebut akan
dikolerasikan menggunakan tabel korelasi untuk mendapatkan nilai N-SPT yang
akan digunakan untuk menentukan jenis tanah.
D
raft
Tu
ga
s A
kh
ir
Wil
liam
(1
50
02
15
2)
Riz
al K
urn
iad
y (
15
00
214
7)
I-6
Ga
mb
ar
1.4
Dia
gra
m A
lir
Tu
ga
s A
kh
ir
Draft Tugas Akhir
William (15002152)
Rizal Kurniady (15002147)
I-7
Penggunaan material dan bentuk sistem struktur dan metoda pelaksanaan konstruksi
juga dibatasi oleh faktor-faktor berikut yang timbul dari hasil diskusi kelompok
masyarakat pada daerah kajian:
Bahan – bahan bangunan yang dapat digunakan beserta harganya dapat dilihat
pada Tabel 1.1
Kemampuan ekonomi masyarakat tidak dapat diidentifikasi secara eksplisit pada
diskusi yang dilakukan di daerah tersebut, namun sebagian masyarakat mengaku
membangun rumah mereka sendiri dengan material yang diperoleh secara
swadaya seperti bambu yang tumbuh secara liar, genteng dan batu bata yang
dibuat sendiri. Sebagian penduduk lainnya membeli material dan bahan
bangunan untuk membangun rumah mereka sendiri dengan bantuan warga
setempat. Sehingga dapat dikatakan secara rata-rata kemampuan ekonomi mereka
relatif sangat rendah, sehingga penggunaan alat-alat konstruksi yang canggih
serta material yang setara dengan bangunan perkotan tidak memungkinkan.
Meski sebagian masyarakat mau menggunakan bangunan bambu, namun
sebagian lagi menanggapinya dengan pesimis. Alasan yang diberikan untuk
pesimisme mereka cukup logis berdasarkan pengalaman mereka menggunakan
bambu berkaitan dengan usia layan bambu yang relatif kecil tanpa pengawetan
(2-3 tahun) dan pandangan masyarakat yang menganggap bangunan bambu
sebagai bangunan kelas dua.
Draft Tugas Akhir
William (15002152)
Rizal Kurniady (15002147)
I-8
Tabel 1.1Harga Satuan Bahan Bangunan Kab. Banyuwangi Jawa Timur
No Jenis Bahan Satuan Upah Bahan Jumlah
1 Pekerjaan Tanah
Pembersihan Lapangan m² 7.768 7.768
Galian Tanah Biasa m³ 13.979 13.979
2 Pondasi
Aanstamping batu Kali m³ 23.166 51.480 74.646
Upah Pasang batu Kali m³ 79.622 79.622
Pasang Batu kali 1:3 m³ 88.407 88.407
3 Atap
Rangka Atap untuk atap Genteng m² 3.546 21.450 24.996
Rangka Atap untuk atap Seng m² 5.548 56.342 61.890
Memasang kaso dan reng m² 3.463 3.463
4 Penutup Atap
Atap Genteng Biasa m² 10.182 22.712 32.894
Atap seng rangka kayu m² 5.548 56.342 61.890
genteng biasa m² 5.091 16.088 21.179
seng gelombang BJLS 30, 60 x 300 cm m² 5.548 56.342 61.890
6 Lantai
Keramik 10 x 20 m² 12.727 45.378 58.105
Keramik 30 x 30 m² 12.727 45.378 58.105
7 Plesteran
Plesteran beton d=10 mm m² - 9.181 9.181
Upah Plesteran d=10 mm m² 9.181 9.181
Upah Plesteran d=6 mm m² 6.635 6.635
Harga Predeksi
8 Kolom dan Balok
bambu per batang buah - 7.000
panel anyaman bambu m2 10.000
*) Berdasarkan harga Journal of Material Building
Construction, Kabupaten Banyuwangi Jawa timur
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-5
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
amplitude getaran yang ditentukan oleh kondisi awal dari sistem. Hubungan
antara waktu getar ( perioda T), dengan frekuensi dapat dinyatakan sebagai
berikut :
2T (detik) (2- 8)
Subtitusi persamaan (2-7) kedalam persamaan (2-3), didapat :
02 kxmx (2- 9)
Sehingg
a didapatkan :
k
m (2- 10)
adalah frekuensi natural dari sistem tersebut dengan satuan rad/detik.
22 f
T(dari persamaan (2-8)) (2- 11)
Dari persamaan (2-11) dan (2-10), diperoleh perioda struktur sebagai berikut:
22
n
mT
k (2- 12)
2.1.2 Pemodelan Sistem Struktur
Dalam dinamika struktur, jumlah koordinat bebas diperlukan untuk menetapkan
susunan atau posisi sistem pada setiap saat, yang berhubungan dengan jumlah derajat
kebebasan (degrees of freedom). Pada umumnya struktur berkesinambungan
(continuous structure) mempunyai tak hingga derajat kebebasan. Namun dengan
proses idealisasi atau seleksi, sebuah model yang tepat dapat mereduksi jumlah
derajat kebebasan menjadi suatu jumlah diskrit.
Dalam analisis dinamik, struktur berderajat kebebasan tunggal dapat dimodelkan
sebagai sistem dengan koordinat perpindahan tunggal. Sistem berderajat kebebasan
tunggal ini dapat dijelaskan secara tepat dengan model matematis pada gambar 2.15
yang mempunyai elemen-elemen sebagai berikut :
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-6
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
a. Elemen massa, m , yang menyatakan massa dan sifat inersia dari struktur.
b. Elemen pegas, k , yang menyatakan gaya balik elastis dan kapasitas energi
potensial dari struktur.
c. Elemen redaman, c , yang menyatakan sifat geseran dan kehilangan energi
struktur.
d. Gaya pengaruh, ( )F t , yang menyatakan gaya luar yang bekerja pada sistem
struktur.
Gambar 2. 2 Sistem Struktur Berderajat Kebebasan Satu
mk
c )(tF
)(tx
Gambar 2.3 Model Matematis untuk Sistem Berderajat Kebebasan Satu
Formulasi persamaan gerak untuk sistem dengan satu derajat kebebasan dapat
diperoleh dengan prinsip keseimbangan dari gaya-gaya yang bekerja pada sistem,
yaitu gaya luar, dan gaya-gaya lainnya yang terjadi akibat adanya gerakan-gerakan
pada sistem tersebut. Persamaan gerak dari keseimbangan gaya yang ada pada sistem
tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
( ) ( ) ( ) ( )my t cy t ky t F t (2- 13)
dengan ( )y t adalah percepatan, ( ) y t adalah kecepatan, dan ( )y t adalah perpindahan.
Dari persamaan (2-42) tersebut dapat diperoleh gaya inersia, redaman, dan kekakuan
elastik dari persamaan berikut :
( ) Imy t F (2- 14)
1x
1k
)(1 tF 1m
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-7
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
( ) Dcy t F (2- 15)
( ) Sky t F (2- 16)
sehingga dapat diperoleh persamaan :
( )I D SF F F F t (2- 17)
dimana IF , DF , dan SF berturut-turut adalah gaya inersia, redaman, dan elastik, dan
( )F t adalah beban dinamik.
2.1.3 Respon Spektra dan Respon Spektra Desain
Respon Spektra adalah respon maksimum (perpindahan, kecepatan dan percepatan
sistem berderajat tunggal yang mempunyai kekakuan (k), redaman (c), dan massa(m)
tertentu dan beban dinamik tertentu (p(t)).
Respon spektra desain adalah respon spektra yang telah disederhanakan dengan
pendekatan statistik sehingga kurva respon spektra dapat diwakili oleh garis tertentu.
Respon spektra yang dipakai dalam desain menurut Tata cara Perencanaan
Banguynan Tahan Gempa Untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-2002) adalah
respon spektra percepatan degan perioda.
2.2 KRITERIA PERENCANAAN PEMBEBANAN
2.2.1. Perencanaan Pembebanan Gempa
Berdasarkan Tata Cara Perencanaan ketahanan Gempa Rumah dan Gedung SNI 03-
1726-2002 daerah tersebut terletak pada wilayah gempa Zona 5. Dalam perencanaan
beban gempa akan digunakan dengan menggunakan metoda Respon Spektra,
walaupun bangunan dalam Tugas Akhir ini digolongkan dalam jenis bangunan
beraturan yang dapat digunakan dengan metoda statik ekuivalen dalam perencanaan
beban gempa pada bangunan. Namun dengan menggunakan metoda Respon Spektra
jauh dapat mewakili bentuk beban gempa karena beban gempa pada dasarnya
merupakan jenis beban yang dinamis. Respon Spektra merupakan pembebanan yang
dinamis.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-8
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 2.4. Respon Spektra Wilayah Gempa 5 berdasarkan SNI 03-1726-2002
2.2.2 Arah Pembebanan Gempa
Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh Gempa Rencana harus
ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap unsur-
unsur subsistem dan sistem struktur gedung secara keseluruhan.
Untuk mensimulasikan arah pengaruh Gempa Rencana yang sembarang terhadap
struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan
harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh
pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi
dengan efektifitas besar gaya gempa yang terjadi dibanding dengan arah utama hanya
sebesar 30%.
2.2.3 Perencanaan Beban-Beban dan Kuat Terfaktor
Dengan menyatakan kekuatan ultimit suatu struktur gedung dan pembebanan ultimit
pada struktur gedung itu berturut-turut sebagai :
Ru = Rn (2-18)
Qu = Qn (2-19)
di mana adalah faktor reduksi kekuatan, Rn adalah kekuatan nominal struktur
gedung, adalah faktor beban dan Qn adalah pembebanan nominal pada struktur
gedung tersebut, maka menurut Perencanaan Beban dan Kuat Terfaktor harus
dipenuhi persyaratan keadaan batas ultimit sebagai berikut :
Ru Qu (2-20)
Dengan menyatakan beban mati nominal sebagai Dn, beban hidup nominal sebagai
Ln dan beban gempa nominal sebagai En, maka Perencanaan Beban dan Kuat
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-9
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Terfaktor harus dilakukan dengan meninjau pembebanan ultimit pada struktur
gedung sebagai berikut:
-Untuk kombinasi pembebanan oleh beban mati dan beban hidup :
Qu = D Dn + L Ln (2-21)
-Untuk kombinasi pembebanan oleh beban mati, beban hidup dan beban gempa:
Qu = D Dn + L Ln + E En (2-22)
di mana D, L dan E adalah faktor-faktor beban untuk beban mati nominal, beban
hidup nominal dan beban gempa nominal, yang nilai-nilainya ditetapkan dalam
standar pembebanan struktur gedung dan/atau dalam standar beton atau standar baja
yang berlaku. Dn merupakan jenis beban mati, Ln merupakan jenis beban hidup dan
En merupakan beban gempa.
2.3 Analisa Struktur Dengan Metoda Elemen Hingga
Metoda elemen hingga (Finite Element Method) adalah suatu metoda numerik dalam
penyelesaian persoalan dengan cara pendekatan menggunakan elemen diskrit.
Metoda elemen hingga membagi benda kontinu (balok/kolom/pendel) menjadi
elemen-elemen yang jumlahnya terhingga atau terbatas.
Metoda elemen hingga digunakan oleh piranti lunak analisa struktur seperti SAP,
ETABS dan SAFE untuk mendapatkan gaya dalam elemen struktur dari input
geometri struktur dan geometri elemen struktur serta parameter mekanis material
elemen struktur.
Elemen yang digunakan untuk analisis struktur adalah elemen garis dengan dua titik
nodal, yakni titik nodal i dan j, yang terletak pada kedua ujung elemen seperti pada
Gambar 2.3.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-10
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 2.5. Elemen Batang Sederhana
Gambar 2.3 menunjukkan sebuah elemen batang yang diberi label (m) dengan 6
derajat kebebasan yang menjadi dasar metoda analisa struktur untuk batang dalam
bidang 2 dimensi.
Keterangan Gambar 2.3 adalah sebagai berikut:
qi adalah beban luar yang terjadi atas batang i-j.
Fn (n=1~6) menunjukkan gaya-gaya dalam yang terjadi di titik nodal akibat
beban luar qi.
n (n=1~6) menunjukkan perpindahan yang terjadi pada titik nodal akibat
beban luar qi.
adalah sudut kemiringan elemen batang terhadap sumbu struktur XY.
Langkah-langkah penyelesaian untuk mendapatkan gaya dalam nodal pada Gambar
2.3 adalah:
1. Merakit matriks kekakuan elemen lokal [S]m
2. Menghitung matriks kekakuan elemen [k]m terhadap sumbu struktur
3. Merakit matriks kekakuan struktur [K]s
4. Penentuan gaya-gaya ujung elemen
5. Merakit vektor beban ekivalen {P}s
6. Penyelesaian [K]s{X}s = {P}s
7. Menentukan gaya-gaya dalam ujung elemen
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-11
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
1. Merakit matriks kekakuan elemen lokal [S]m
Pada elemen batang pada Gambar 2.5, matriks kekakuan elemen lokal [S]m
terdefinisi:
L
EI4
L
EI60
L
EI2
L
EI60
L
EI6
L
EI120
L
EI6
L
EI120
00L
EA00
L
EAL
EI2
L
EI60
L
EI4
L
EI60
L
EI6
L
EI120
L
EI6
L
EI120
00L
EA00
L
EA
]S[
22
2323
22
2323
m (2-23)
Dimana:
E adalah nilai modulus elastisitas material batang
A adalah luas penampang
I adalah momen inersia penampang
L adalah panjang batang
2. Menghitung matriks kekakuan elemen [k]m terhadap sumbu struktur
Matriks kekakuan elemen [k]m terhadap sumbu sistem struktur diperoleh dari
persamaan:
[k]m = [T]mT [S]m [T]m (2-24)
Dimana:
[T]m =
100000
0cossin000
0sincos000
000100
0000cossin
0000sincos
mm
mm
mm
mm
(2-25)
Dan [S]m terdefinisi menurut (2-17)
3. Merakit matriks kekakuan struktur [K]s
Matriks kekakuan struktur [K]s tersusun dari matriks kekakuan elemen
[k]m.Penyusunan matriks kekakuan struktur [K]s dilakukan dengan memperhatikan
penjumlahan kekakuan pada titik pertemuan antara batang satu dengan batang yang
lain.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-13
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Pada penyusunan matriks kekakuan struktur [K]s dengan indeks derajat kebebasan
struktur:
K1313 = (k6
44+k7
11); K1414 = (k6
55+k722); K1515 = (k
666+k
733)
K1314 = (k6
54+k7
21); K1315 = (k6
64+k731); K1413 = K1314; K1513 = K1315
4. Penentuan gaya-gaya ujung elemen kondisi terkekang penuh
Penentuan gaya ujung elemen pada koordinat struktur melibatkan transformasi
koordinat beban dan gaya dalam seperti pada Gambar 2.5.
Penyelesaian umum dalam menentukan FEM, FEN, dan FEV adalah
mux41 lq2
1FENFEN (2-27)
2
muy63 lq12
1FEMFEM (2-28)
muy52 lq2
1FEVFEV (2-29)
Selanjutnya gaya dalam pada nodal dalam koordinat global {P}m dinyatakan dengan:
m
T
mm FEFTP (2-30)
Dimana:
{P}m menyatakan matriks gaya dalam pada nodal dalam koordinat global
[T]m adalah matriks transformasi yang terdefinisi menurut (2-25)
{FEF}m adalah matriks penjumlahan antara gaya ekivalen pada nodal akibat
gaya luar pada bentang dengan gaya ekivalen pada nodal akibat beban luar
yang bekerja pada titik-titik nodal yang dinyatakan dengan:
{FEF}m= -{FE}m + nodal
mP (2-31)
- {FE}m adalah gaya ekivalen pada nodal (FEM, FEN, FEV) akibat
gaya luar pada bentang
-nodal
mP adalah gaya luar yang terjadi pada nodal yang ditinjau
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-14
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 2.7. Transformasi koordinat dalam menentukan gaya ekivalen
struktur
5. Merakit vektor beban ekivalen {P}s
Dengan memperhatikan posisi derajat kebebasan struktur pada tiap elemen, dapat
dirakit beban ekivalen titik-titik kumpul dari distribusi beban-beban ujung elemen
terkait titik kumpul.
Perakitan vektor beban ekivalen ini dilakukan seperti perakitan matriks kekakuan
struktur, dimana dilakukan penjumlahan atas komponen matriks gaya-gaya ujung
elemen {P}m yang memiliki indeks derajat kebebasan struktur yang sama. Pada
Gambar 2.4,
P13 = P6
4 + P7
1
P14 = P6
5 + P7
2
P15 = P6
6 + P7
3
?m
FEN1
FEV2
FEM3
Ym
FEN4
FEV5
FEM6
Xm
qu
?m
FEN1
FEV2
FEM3
FEN4
FEV5
FEM6
quxquy
?m
P*1
P*2
P*3
quxquy
P*4
P*5
P*6
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-15
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
6. Penyelesaian [K]s{X}s = {P}s
Dengan [K]s dan{P}s diketahui dari langkah-langkah perhitungan sebelumnya, dapat
diketahui {X}s yang menunjukkan perpindahan dan putaran sudut titik-titik nodal
pada struktur melalui persamaan:
[K]s{X}s = {P}s (2-32)
Penyelesaian persamaan di atas dapat menggunakan cara DEKOMPOSISI atau
eliminasi GAUSS. Pada tugas akhir ini, penyelesaian persamaan di atas dilakukan
oleh software SAP 2000 v9 pada proses running program.
7. Menentukan gaya-gaya dalam ujung elemen
Gaya dalam ujung elemen dinyatakan dengan {F}m. Penentuan gaya dalam ujung
elemen dilakukan melalui persamaan:
mmmm SFEF (2-33)
dimana:
{F}m adalah matriks yang menyatakan gaya dalam ujung elemen dalam
koordinat lokal
{FE}m adalah matriks yang menyatakan gaya ekivalen (FEM, FEN, FEV)
pada nodal akibat gaya luar pada bentang
{S}m adalah matriks kekakuan elemen lokal
{ }m adalah matriks yang menyatakan deformasi elemen lokal yang didapat
dari:
{ }m=[Tm]{X}m (2-34)
dengan:
- [T]m adalah matriks transformasi yang terdefinisi menurut (2-25)
- {X}m adalah matriks deformasi elemen pada koordinat global yang
didapat dari matriks deformasi struktur {X}s
Pada Gambar 2.7. komponen-komponen {X}6 pada titik pertemuan 8 adalah:
X6
4 = X13
X6
5 = X14
X6
6 = X15
2.3.1 Metoda Elemen Hingga pada Program SAP 2000 v9
Pada program SAP yang digunakan untuk analisa struktur pada tugas akhir ini,
analisanya dilakukan secara 3 dimensi. Pada analisa 3 dimensi, langkah-langkah
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-16
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
penyelesaiannya sama namun ada 6 derajat kebebasan pada tiap titik nodal sehingga
komponen matriks elemen dan struktur menjadi lebih banyak.
Input geometri struktur dan sifat material didapat dari data material bambu dan
geometri prototipe model struktur dan penyelesaian langkah-langkah perhitungan
hingga menghasilkan deformasi dan gaya dalam sepenuhnya dilakukan oleh
program.
2.4 Konsep Dasar Bangunan tahan Gempa
Tujuan utama dalam merencanakan bangunan tahan gempa adalah melindungi
bangunan agar dapat menyelamatkan jiwa manusia, mengurangi secara maksimal
kecelakaan yang dapat terjadi.
2.4.1 Batasan-Batasan dalam Perencanaan dan Pelaksanaan
Mengenai kerusakan struktur yang terjadi, dari hasil pengamatan lapangan di
Indonesia dan di luar negeri (1979-2004) (Mencegah Kerusakan Bangunan Akibat
Gempa dan Tsunami, Suswandojo Siddiq, Peneliti Utama Bid. Stuktur dan Teknologi
Gempa, Puslitbang Permukiman, Bandung 2005) penyebab keruntuhan pada
bangunan akibat dari beban gempa yang terjadi pada bangunan:
Faktor konfigurasi dan sistem struktur (tidak mengikuti kaidah struktur
bangunan tahan gempa, seperti keteraturan, kontinuitas, kesimetrisan pada
seluruh bagian bangunan)
Kurangnya kekakuan, kekuatan dan daktilitas struktur,
Lemahnya dan/atau tidak meratanya struktur lapisan tanah, daya dukung tanah-
fondasi dan daya dukung komponen-struktur fondasi.
Beberapa kaidah-kaidah yang perlu diperhatikan saat merencanakan bangunan tahan
gempa agar dapat meminimalisasikan kerusakan bangunan saat terjadinya gempa:
a. Denah Bangunan
Denah bangunan sebaiknya sederhana, simetris dan tidak terlalu panjang. Suatu
kesimetrisan bangunan dicapai agar jarak pusat kekakuan dengan pusat massa
bangunan dapat berhimpit sehingga menghasilkan eksentrisitasnya kecil dan
dapat meminimalisir terjadinya torsi pada bentuk prilaku struktrur bangunan. Dan
keuntungan lainnya adalah agar dalam menganalisis struktur lebih mudah dan
sederhana serta prilakunya lebih mudah dipredikisi.
Apabila bentuk bangunan terpaksa tidak dapat simetris bagian yang menonjol
konstruksinya sebaiknya dipisahkan dari bangunan utama.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-17
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 2.8. Contoh bentuk denah bangunan simetris
Gambar 2.9. Denah bangunan tidak simetris
Letak suatu dinding penyekat, pintu serta jendela sebaiknya simetris terhadap
sumbu denah bangunan.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-18
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 2.10. Letak pintu dan jendela yang simetris
b. Atap Bangunan
Konstruksi atap sebaiknya menggunakan bahan yang ringan dan sederhana.
Karena suatu massa bangunan mempengaruhi besar gaya gempa yang terjadi
pada bangunan.
Gambar 2.11. Konstruksi atap ringan
c. Pondasi
Bila pondasi terdiri dari batukali maka perlu dipasang balok pengikat/sloof
sepanjang pondasi tersebut. Untuk jenis Pondasi setempat perlu diikat kuat satu
sama lain dengan memakai balok pondasi. Dalam pelaksanaan tugas Akhir ini
dipilih menggunakan pondasi setempat dikarenakan bahwa beban akibat dinding
(panel bambu) cukup kecil. Pada bangunan di Tugas Akhir ini dianggap pondasi
kali setempat karena beban yang berasal dari dinding bisa dianggap mampu
ditahan oleh sloof bambu sendiri.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-19
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
a) Pondasi batu kali menerus
Gambar 2.12. Desain pondasi dalam menangani bahaya gempa
Kriteria desain struktural untuk keamanan yang harus dipenuhi adalah:
Kekakuan struktur harus dijaga, dapat dilakukan dengan menempatkan bresing
atau silang angin pada bagian-bagian perlemahan seperti tembok, sekeliling pintu
dan jendela, atau dengan menggunakan balok lintel pada bangunan beton
bertulang, juga harus ada ikatan angin pada rangka atap.
Kolom harus lebih kuat daripada balok, yakni keruntuhan balok harus
mendahului keruntuhan kolom.
Sambungan harus didesain lebih kuat daripada elemen struktur, yang berarti
keruntuhan elemen struktur harus mendahului keruntuhan sambungan.
Ikatan pada sambungan harus dapat menyatukan elemen struktur dengan
sempurna, sehingga tidak ada elemen yang lepas dari strukturnya.
Penyaluran beban dari elemen (balok/kolom/rangka) hingga ke pondasi lalu ke
tanah harus terjadi secara sempurna, misalnya dengan menyambungkan kolom ke
pondasi dengan ankur.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-20
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Keseluruhan pembahasan mengenai desain di atas adalah untuk menghasilkan suatu
load path (aliran beban) yang sempurna dari setiap komponen non struktural (atap,
tembok, lantai) ke komponen struktural penumpang (balok anak, jika ada) ke
komponen struktural utama (balok, kolom) ke pondasi, sehingga beban tersebut
dapat dialirkan dengan baik ke tanah dasar agar tidak terjadi kegagalan struktur
bangunan.
Hal yang utama yang ingin dicapai agar dapat terbentuk load path seperti di atas
adalah integritas struktur. Struktur yang menyatu dengan sempurna tidak akan
memiliki elemen yang memikul beban sendiri. Setiap komponen struktur akan
menyalurkan beban yang diterimanya secara sempurna ke komponen struktur
lainnya, hingga ke pondasi. Integritas struktur dapat dilihat dari bentuk sistem
struktur, kekuatan setiap elemen serta detailing sambungan yang baik.
2.5 Bambu sebagai Material Bangunan
2.5.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat di Indonesia dan negara-negara lain
mengakibatkan peningkatan jumlah kebutuhan terhadap kayu sebagai bahan. Lebih
lagi penebangan kayu hutan yang kurang terkendali dapat membahayakan
kelestarian hutan ketersedian material kayu. Agar kelestarian hutan dapat
terpelihara, maka perlu dilakukan upaya untuk mencari alternatif bahan pengganti
kayu sebagai bahan bangunan maupun bahan perabot rumah tangga. Dengan
memperhitungkan berbagai keunggulan dan kelemahannya, bambu dapat
dipertimbangkan untuk dipakai sebagai pengganti kayu sebagai bahan bangunan
maupun perabot rumah tangga.
2.5.2 Keunggulan Bambu
Keunggulan bambu yakni mudah ditanam dan tidak diperlukan perlakuan secara
khusus serta masa produksi yang singkat mempermudah menghasilkan material
bambu yang siap pakai. Untuk melakukan budi daya bambu, tidak diperlukan
investasi yang besar, setelah tanaman sudah mantap, hasilnya dapat diperoleh
secara terus menerus tanpa menanam lagi. Budidaya bambu dapat dilakukan
sembarang orang, dengan peralatan sederhana dan tidak memerlukan bekal
pengetahuan tinggi.
Berbeda dengan pohon kayu hutan yang baru siap ditebang dengan kualitas baik
setelah umur 40-50 tahun, bambu dengan kualitas baik dapat diperoleh pada umur
3-5 tahun.
Bambu mempunyai kekuatan yang cukup tinggi, kuat tariknya dapat dipersaingkan
dengan baja. Sekalipun demikian kekuatan bambu yang tinggi ini belum
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-21
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
dimanfaatkan dengan baik karena biasanya batang-batang struktur bambu
dirangkaikan dengan pasak atau tali yang kekuatannya rendah. Terjadi perlemahan
pada kekuatan sambungannya.
Dari keuntungan-keuntungan yang lebih daripada kayu hutan, karena sifatnya yang
sustainable dan harga beli bambu bisa dikatakan cukup murah. maka bambu
sangatlah potensial bagi pengganti bahan bangunan yang langka dan mahal.
Tabel 2.1 Kuat tarik dan tekan berbagai jenis bambu di Indonesia
Jenis Bambu Bagian Kuat tarik
(MPa)
Kuat tekan
(MPa)
Bambu Petung (Dendrocalamus asper) Pangkal
Tengah
Ujung
228
177
208
277
409
548
Bambu Tutul (Bambusa vulgaris) Pangkal
Tengah
Ujung
239
292
449
532
543
464
Bambu Galah (Gigantochloa verticilata) Pangkal
Tengah
Ujung
192
335
232
327
399
405
Bambu Apus (Gigantochloa apus) Pangkal
Tengah
Ujung
144
137
174
215
228
335
*) Bahan Kuliah Teknologi Bambu, Morisco, 2005
2.5.3 Kendala Pemakaian Bambu sebagai Bahan Material
Meskipun berpotensi untuk digunakan sebagai bahan bangunan namun bambu
mempunyai beberapa kendala dari daya tahan bambu hingga dalam fungsi
strukturnya :
1. Kendala pertama yaitu bambu mudah diserang bubuk, sehingga mengurangi
daya tahan dan kekuatan bambu itu sendiri.
Tanpa pengawetan bambu hanya dapat bertahan kurang 1-3 tahun jika langsung
berhubungan dengan tanah dan tidak telindungi terhadap cuaca. Namun bila
terlindungi terhadap cuaca dapat bertahan lebih dari 4-7 tahun. Untuk bambu
yang diawetkan daya tahan bambu lebih dari 15 tahun. Adapun bambu yang
diawetkan secara tradisional masih dapat bertahan hingga umur lebih dari 20
tahun.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-22
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
2. Kendala berikutnya menyangkut kekuatan sambungan bambu yang umumnya
sangat rendah mengingat perangkaian batang-batang struktur bambu seringkali
dilakukan secara konvensional menggunakan paku, pasak, atau tali ijuk.
Sambungan struktur bambu dengan paku dan pasak pada sejajar serat bambu
yang memiliki kekuatan geser rendah menjadikan bambu mudah pecah.
Penyambungan bambu memakai tali sanagat tergantung pada keterampilan
pelaksana. Kekuatan sambungan hanya didasarkan pada kekuatan gesek antara
tali dan bambu atau antara bambu yang satu dengan bambu lainnya. Dengan
demikian penyambungan bambu secara konvensional kekuatannya rendah.
Sehingga kekuatan bambu tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada saat
tali kendor akibat kembang susut bambu akibat perubahan temperatur, kekuatan
gesek akan turun. Oleh karena itu sambungan bambu menggunakan tali haruslah
diperiksa secara berkala agar tidak kendor.
3. Kendala ketiga sifat bambu yang mudah terbakar. Sekalipun ada cara-cara
untuk menjadikan bambu tahan terhadap api, namun biaya yang dikeluarkan
relatif cukup mahal.
4. Opini masayarakat ikut menjadi suatu kendala dalam kategori sosial, yang sering
menghubungkan bambu dengan material bagi kalangan orang miskin, sehingga
orang segan tinggal di rumah bambu karena takut menimbulkan opini sosial.
Untuk mengatasinya maka perlulah dilibatkan desain arsitektural agar bangunan
bambu yang dibuat terlihat menarik.
2.5.4 Teori Pengawetan Bambu
Material bambu apabila tidak diberi perlakuan khusus, mempunyai durabilitas yang
sangat rendah, dimana telah dijelaskan sebelumnya. Untuk menjaga umur bambu
maka diperlukan suatu metoda pengawetan. Berikut merupakan beberapa cara
pengawetan bambu:
1. Secara konvensional
Kumbang bubuk menyerang bambu karena ingin mengkonsumsi pati yang
terdapat pada bambu tersebut, maka solusi yang ditawarkan bagaimana memilih
atau menebang bambu dengan kandungan pati yang rendah.
Kita dapat memilih jenis bambu dengan kandungan pati yang rendah, misalnya
bambu apus atau bambu tali.
Juga untuk mendapat kandungan pati yang rendah kita dapat mengatur waktu
penebangan bambu, yaitu saat bertepatan dengan kandungan bambu pati
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-23
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
didalam bambu rendah. Penebangan dianjurkan pada saat musim kemarau pada
saat bambu tidak mudah menyerap makanan dari tanah.
Cara lainnya dapat dilakukan dengan merendam bambu didalam kolam air
dalam kurun waktu 3-12 bulan, agar terjadi proses biologis yaitu fermentasi
pada pati yang terkandung di dalam bambu, sehingga hasil dari fermentasi ini
dapat larut di didalam air. Dengan demikian perendaman bambu didalam air
dapat munurunkan kadar pati di dalam bambu. Namun pati yang terdapat pada
bambu menjadikan kekuatan ikatan antar serat-seratnya, maka hilangnya
kandungan pati secara berlebihan akan menurunkan kekuatan bambu. Maka
dianjurkan pengawetan dilakukan tidak lebih dari 1 bulan.
2. Menggunakan bahan kimia
Dengan memasukan bahan kima yang dapat mematikan serangga dan jamur.
Dengan metoda gravitasi, tekan hidrostatis, dan juga kompresi. Pada bambu
yang baru saja ditebang yang masih lengkap dengan kulit, cabang-cabang serta
daun-daun. Penguapan kandungan air melewati air-air akan mengakibatkan
cairan pengawet terserap naik ke ujung. Cara pengawetan ini tidak mudah
pelaksanaannya dan keberhasilannya sulit untuk dicek.
Gambar 2.13. Pengawetan bambu dengan larutan kimia dengan menggunakan
metoda kompresi
2.5.5 Metoda Perangkaian Batang-Batang Bambu
Untuk struktur yang dibebani dengan gaya tekan tiang, maka pemakaian batang
bengkok/melengkung perlu dihindarkan agar tidak mudah pecah.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-24
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 2.14. Tiang Penyangga Balok
Bambu mempunyai sifat mudah pecah jika dipaku oleh karena itu pemakaian paku
sebagai alat sambung pada batang struktur bambu harus dihindarkan, sebagai
penggantinya dapat digunakan kawat pengikat. Kawat pengikat pada rangkaian
batang-batang struktur perlu dipasang dengan tarikan kuat jangan sampai kendor.
Ikatan yang kendor akan mengakibatkan bambu mudah lolos. Ikatan yang kuat
ditandai dengan posisi kawat yang rata dengan batang horizontal.
Gambar 2.15. Ikatan antara batang-batang struktur
Untuk memperoleh posisi yang tepat seringkali bambu dipukul-pukul dengan martil.
Pada tiang yang sudah diberi beban berat penggeseran posisi tiang akan memperoleh
perlawanan gaya gesek antara tiang dengan landasannya. Pemukulan bambu yang
cukup keras pada bambu akan mengakibatkan bambu pecah, sehingga pangkal tiang
harus diusahakan agar bertepatan dengan buku-buku.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-25
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 2.16. Pangkal tiang bambu
Bambu yang dibebani dengan tiang akan mudah pecah jika tumpuan tiang tidak
bertepatan dengan buku-buku. Apabila hal ini tidak dapat dihindarkan, maka balok
penyangga tiang perlu diisi dengan kayu yang dibulatkan dengan ukuran sesuai
dengan rongga bambu. Pengisi rongga bambu juga dapat dibuat dari bambu dengan
diameter yang lebih kecil ataupun mortar beton yang di curahkan kedalam ujung
buku ataupun bagian buku yang telah dilubangi terlebih dahulu.
Gambar 2.17. Ujung balok yang diisi untuk menyangga tiang
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-26
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Jenis-jenis kepala tiang yang diberi bentuk lurus atau miring yang mempunyai fungsi
dan tujuan masing-masing.
Gambar 2.18. Bentuk potongan ujung atas tiang
Bambu sebagai tiang penyangga terkadang ukurannya sedikit lebih kecil daripada
balok disangganya. Diperlukan dua batang bambu sebagai tiang penyangga. Untuk
ukuran tiang penyangga lebih besar dari balok, dapat dipasang lidah dari bilah
bambu. Agar balok bambu dapat ditumpu dengan baik, pada kepala tiang perlu
dipasang papan landasan dari kayu. Hubungan antar tiang penyangga dengan balok
yang disangganya, agar kokoh perlu diikat dengan tali kawat. Selain itu dapat pula
salah satu lidah dibuat lebih panjang, dan ditekuk merangkul balok, baru diikat
dengan tali kawat.
Gambar 2.19. Proses pemotongan ujung lidah ganda.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-27
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 2.20. Potongan datar dengan lidah ganda sebagai penyangga balok dasar
Gambar 2.21. Tiang penyangga ganda dan dengan lidah tambahan
Gambar 2.22. Ikatan dengan tali kawat dan lidah panjang
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-28
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Rangkaian batang struktur dari bambu dengan tali kawat akan lebih kuat lagi jika
dilengkapi dengan pasak. Pasak ini dapat dibuat dari pangkal bambu yang sudah tua
dari bagian yang dekat dengan pangkal dan buku, sehingga kekuatannya tinggi serta
kembang susutnya rendah.
Gambar 2.23. Ikatan tiang penyangga dengan balok memakai tali kawat
dan pasak pada tiang
Gambar 2.24. Ikatan antara batang struktur vertikal
dan horisontal menggunakan pasak.
Berbagai sambungan batang-batang struktur secara tradisional sesuai dengan uraian
terdahulu pada umumnya hanya struktur ringan karena kekuatannya rendah. Aplikasi
cara tersebut pada kuda-kuda terbatas pada kuda-kuda dengan atap ringan, seperti
seng, asbes, jerami dan daun tebu. Adapun contoh aplikasi-aplikasi sambungan pada
kuda-kuda dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-29
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 2.25. Bentuk rangka atap yang akan menggunakan
struktur bambu
Gambar 2.26. Detailing sambungan pada joint-joint pada rangka atap tersebut
2.5.6 Desain Elemen Struktur Bambu
Kuat bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, kesuburan tanah, serta
lokasi tempat tumbuh. Oleh karena itu, perancangan struktur harus didasarkan pada
kekuatan bambu dengan. Penghematan dapat dilakukan jika pengujian sampel dapat
dilaksanakan. Kiranya perlu juga diperhatikan mengenai pembatasan lendutan.
Menurut Tular dan Sutidjan (1961), modulus elastisitas E bambu berkisar antara
9807 – 29420 MPa, tetapi untuk perancangan digunakan E sebesar 29420 MPa.
Tabel 2 menyajikan kuat batas dan tegangan ijin bambu secara umum untuk desain.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-30
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Tabel 2.2 Kuat batas dan tegangan ijin bambu
Macam
Tegangan
Kuat Batas
(MPa)
Tegangan Ijin Kayu
(MPa)
Tarik 98-392 29
Lentur 69-294 10
Tekan 25-98 8
E Tarik 9807-29420 19,6 x 103
Gambar 2.27. Potensi bambu dalam memikul beban berat
2.6 Perhitungan Korelasi Parameter Tanah
Untuk menghitung daya dukung pondasi maka diperlukan suatu parameter-parameter
tanah, yang di dapat dari pengujian laboratorium dan pengujian di lapangan. Namun
karena keterbatasannya waktu, tenaga dan peralatan maka beberapa parameter tanah
tidak dapat diambil di lapangan seluruhnya. Maka berdasarkan pengalaman serupa
beberapa ahli-ahli tanah membuat suatu korelasi nilai-nilai parameter tanah agar
dapat merepresentasikan suatu paramater tanah yang ingin dicari.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-31
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Tabel 2.3 Korelasi Parameter Tanah untuk Tanah Pasir
(non-kohesif)
Tabel 2.4 Korelasi Parameter Tanah untuk Tanah Lempung (kohesif)
Dalam penentuan jenis tanah berdasarkan peraturan gempa beberapa parameter tanah
yang belum diketahui akan di korelasikan menggunakan kedua tabel diatas ( Tabel
2.4 dan Tabel 2.5). Korelasi ini digunakan untuk menentukan besar nilai N- SPT
pada jenis tanah pasir dan lempung yang didapat dari lapangan sebelumnya.
Setelah melakukan korelasi parameter tanah tersebut, akan dilakukan penentuan jenis
tanah berdasarkan peraturan Tata Cara Perencanaan ketahanan Gempa Rumah dan
Gedung SNI 03-1726-2002 agar dapat menentukan jenis respons spektra yang akan
digunakan pada pemodelan beban gempa sesuai dengan kriteria-kreteria pada daerah
tinjauan.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-32
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Tabel 2.5 Jenis-jenis tanah berdasarkan SNI 03-1726-2002
2.7 Estimasi Biaya Bangunan
Perhitungan volume pekerjaan dan harga satuan pekerjaan akan memenuhi hal-hal
berikut:
- Berdasarkan harga bahan bangunan dan upah pekerja sesuai dengan kondisi
setempat.
- Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan sesuai dengan standar
yang berlaku di Indonesia.
- Berdasarkan gambar teknis dan rencana kerja dan syarat-syarat
- Dalam perhitungan bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 10-20%
- Pengerjaan dilakukan dengan cara manual
Dalam melakukan perhitungan harga satuan pekerjaan, dilakukan parameter-
parameter berikut ini:
1. Angka Indeks adalah faktor pengali atau koefisien sebagai dasar perhitungan
bahan bangunan dan upah kerja.
2. Harga Satuan Pekerjaan adalah biaya upah pekerja dengan atau tanpa harga
bahan bangunan untuk satuan pekerjaan tertentu.
3. Satuan pekerjaan adalah satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang
dinyatakan dalam satuan panjang, luas, volume, atau unit.
Namun dalam Tugas Ahir ini akan dilakukan perhitungan estimasi biaya bangunan
secara sederhana, tanpa memperhitungakan secara detail. Hanya bagian struktural
dan beberapa bagian non struktural.
2.8 Tipe Sambungan Bambu
Setiap struktur merupakan rangkaian bagian-bagian tunggal yang harus disambungkan
satu sama lain, biasanya pada ujung batang dengan berbagai macam cara. Fungsi
utama dari sambungan adalah untuk membuat suatu kesatuan utuh agar maksud dari
kontinuitas aliran beban dapat terlaksana dengan baik.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-33
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Yang umum dipakai dalam dunia konstruksi teknik sipil alat sambung menggunakan
baut dan las. Namun untuk bangunan bambu umumnya menggunakan alat sambung
berupa tali ijuk, dan beberapa sambungan untuk bangunan bambu yang telah tersentuh
dengan modernisasi menggunakan alat sambung baut.
Untuk sambungan baut mempunyai dua prilaku transfer beban yang umumnya terjadi
yaitu tipe Friksi dan tipe Tumpu.
1. Tipe Friksi, bila suatu baut dipasang dengan tarik awal spesifikasi, akan ada
pratekan awal di antara potongan-potongan yang digabungkan, seperti terlihat
dalam Gambar 2.26. kemudian akan terjadi transfer beban-beban tarik pelat P
seperti Gambat 2.26 melalui gesekan, dan mungkin tidak ada tumpuannya
tangkai baut terhadap sisi lobang. Sampai gaya gesek T teratasi, kekuatan geser
baut dan kekuatan tumpu pelat tidak mempengaruhi kemampuan mentransfer
beban dalam arah melintang bidang geser diantar pelat-pelat. Diagram benda
bebas untuk mentransfer beban-beban pada suatu sambungan dengan baut
pratarik diperlihatkan dalam Gambar 2.26.
2. Tipe Tumpu, bila suatu baut atau pasak dipasang untuk mencegah baut terlepas
keluar. Beban akan ditransfer dengan dengan tumpuan tangkai baut terhadap sisi
lobang. Dari diagram benda bebas pada setiap baut tersebut dapat diperhatikan
bahwa transfer diantara pelat sebenarnya terjadi melalui gaya geser pada baut itu.
Gesekan antara pelat dapat diabaikan. Tipe tumpu ini berupa baut yang berfungsi
untuk mentransfer beban dari penampang yang satu dengan yang lain dengan
menggunakan baut yang disisipkan ke dalam lobangnya yang dibuat kedua
potongan penampang tersebut seperti Gambar 2.27
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-34
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 2.28. Tipe Sambungan Friksi
*) ket pen = baut
Gambar 2.29. Tipe Sambungan Tumpu
Dalam Tugas Akhir ini sambuangan baut yang terdapat pada model struktur bambu
merupakan tipe sambungan tumpu dimana baut tidak dikencangkan dengan suatu
spefisikasi tertentu yang dapat menyebabkan gaya tekan akibat pengencangan
tersebut. Dihindarkannya tipe sambungan friksi untuk mengantisipasi tertekannya
bambu dalam arah tegak lurus penampang bambu yang merupakan sisi terlemah
dalam penampang bambu.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-1
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
BAB 3
PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
3.1 Pengembangan Prototipe
Pengembangan prototipe bangunan dilakukan berdasarkan pengamatan akan
bangunan eksisting serta sistem struktur yang digunakan. Meski dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip dasar bangunan tahan gempa berkaitan dengan kekuatan,
kekakuan, daktilitas, dan integritas struktur, namun prototipe bangunan sebisa
mungkin dirancang tanpa mengubah bentuk bangunan eksisting. Tujuannya adalah
agar konsep-konsep bangunan yang timbul dari pembahasan Tugas Akhir ini dapat
diterapkan tanpa banyak mengubah cara membangun masyarakat setempat.
3.1.1 Aspek Material
Hal pertama yang menjadi pertimbangan adalah kendala finansial yang dimiliki oleh
sebagian besar masyarakat pancer, sehingga banyak diantara mereka membangun
rumahnya dengan mengambil material dari alam atau membuat sendiri. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan di lapangan, dapat disimpulkan bahwa material
bangunan utama yang paling dapat digunakan dan cukup banyak digunakan adalah
bambu. Material lokal ini banyak tersedia di alam dan dapat dibeli dengan murah.
Namun masyarakat pancer menganggap bahwa rumah bambu memiliki kelemahan,
yakni dari segi umur layan, kekuatan, dan keamanan selain juga pandangan
masyarakat mengenai bambu sebagai material kelas dua. Umur layan dapat diatasi
dengan metoda pemanenan dan pengawetan. Masalah estetika akan menjadi prioritas
kedua yang dapat dikorbankan jika bangunan yang dirancang memiliki harga murah,
serta dapat memenuhi aspek fungsionalitas bangunan.
Pada bangunan eksisting, material dinding banyak menggunakan anyaman bambu.
Jika ingin memperoleh kenyamanan yang dimiliki oleh rumah batu, dinding dapat
menggunakan anyaman bambu yang diplester. Ide pemanfaatan bambu plester
belakangan mulai diterima oleh masyarakat, namun akan memiliki banyak masalah
dalam aplikasinya, terutama berkaitan dengan ikatan antara plester dengan bambu.
Selain itu juga biaya yang diperlukan tentunya lebih tinggi dibandingkan tanpa
plesteran.
Dengan material bambu yang ringan sebagai komponen struktur utama, respon
bangunan terhadap gempa bumi akan tergantung material atap yang digunakan.
Masyarakat wilayah Pancer banyak menggunakan atap genteng dan seng. Atap
genteng lebih berat sehingga respon gempanya lebih besar, sehingga pemilihan jenis
material penutup atap sebaiknya perlu dipertimbangkan.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-2
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Dalam perencanaan, perlu diperhatikan kemampuan bambu dalam menahan beban
sehubungan dengan orientasi serat bambu. Serat bambu tersusun searah sumbu
batang, sehingga bambu menjadi kuat menahan tarik dan tekan searah sumbu batang,
namun sangat lemah jika mengalami tekan atau tarik arah tegak lurus sumbu batang
(penampang terjepit). Gambar 3.1 menunjukkan perilaku kegagalan batang bambu
akibat tekanan dari arah tegak lurus serat. Tekan seperti ini dapat terjadi misalnya
pada pertemuan antara balok dan kolom pada portal seperti Gambar 3.2
Gambar 3.1 Kegagalan akibat tekan tegak lurus serat
3.1.2 Sistem Struktur
Desain sistem struktur bangunan menekankan pada aspek kontinuitas aliran beban.
Kontinuitas berarti beban dapat mengalir secara sempurna dari sumber beban hingga
ke tanah. Kontinuitas pada sistem struktur timbul dari kekuatan dan integritas
struktur bangunan. Kekuatan struktur lahir dari kekuatan komponen rangka struktur
bangunan, sementara integritas lahir dari pembentukan sistem sambungan yang baik,
dan ikatan antara komponen struktural dan non-struktural bangunan. Kontinuitas
aliran beban akan terganggu bila kekuatan elemen struktur kurang sehingga aliran
beban terputus pada elemen struktur, atau karena sambungan kurang kuat atau ada
kesalahan dalam desain sehingga gagal mentransfer beban dari satu elemen ke
elemen struktur yang lain.
Aspek lain yang juga menjadi prinsip pembentukan sistem struktur adalah masalah
daktilitas bangunan. Struktur yang daktail adalah struktur yang mampu mengalami
deformasi yang relatif besar sebelum runtuh. Penggunaan material bambu dengan
penempatan orientasi elemen bangunan (balok dan kolom) secara tepat dapat
menjamin hal ini, karena material bambu bersifat getas jika ditekan dari arah tegak
lurus serat material (penampang terjepit) dan bersifat daktail jika gaya yang terjadi
searah serat material (penampang tertarik/tekan).
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-3
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Faktor lain adalah mengenai kekakuan bangunan. Aspek kekakuan mensyaratkan
deformasi yang terjadi pada bangunan harus relatif kecil untuk menghindari
kerusakan sistem sambungan dan kerusakan pada komponen non struktural. Cara
memberikan kekakuan dalam Tugas Akhir ini adalah dengan memberikan bresing
yang dapat membantu menahan gaya lateral dan memperpendek panjang tekuk bebas
elemen struktur.
Pemilihan bentuk sistem struktur bangunan akan tampak pada model Gambar 3.3
Bentuk tersebut dipilih karena merupakan bentuk yang paling umum di kalangan
masyarakat. Pemberian bresing pada atap dan kaki bangunan bertujuan untuk
memberi kekakuan pada struktur untuk membatasi deformasi bangunan.
3.1.3 Sambungan
Sambungan adalah titik pertemuan satu elemen struktur dengan elemen struktur yang
lain. Kegagalan struktur pada sambungan dapat berakibat fatal yakni runtuhnya
beberapa komponen struktur secara bersamaan pada titik sambungan tersebut yang
dapat mengakibatkan keruntuhan keruntuhan struktur secara keseluruhan.
Pada bangunan eksisting, maupun pada bangunan bambu pada umumnya,
sambungan menggunakan ikatan dengan tali rotan atau ijuk yang seringkali
diperkuat dengan pasak atau paku dalam pemasangannya. Sambungan seperti ini,
meski mungkin kuat menahan geser hingga batas tertentu, namun kekuatannya tidak
dapat diukur dan sangat tergantung keahlian orang yang membuat ikatan. Konsep
pengembangan prototipe bangunan dari segi sistem sambungan adalah dengan
menggunakan sambungan jenis ini untuk sambungan yang perlu menahan posisi
saja, dan menggunakan batang bambu tambahan serta baut untuk jenis-jenis
sambungan yang menahan geser. Gambar 3.2 memberikan deskripsi mengenai jenis-
jenis sambungan untuk mempertahankan kontinuitas aliran gaya yang menjadi
konsep dalam pengembangan prototipe bangunan.
Gambar 3.2a menunjukkan bahwa ada sambungan yang menahan geser sehingga
perlu di desain dengan memperhitungkan kekuatan dan jumlah alat sambung seperti
baut. Selain itu juga ada sambungan yang hanya menahan posisi komponen struktur
karena kekuatan sambungan tersebut hanya bergantung pada kekuatan material atau
karena sambungan tersebut hanya berfungsi menyatukan elemen struktur untuk
mempertahankan arah aliran gaya.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-4
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 3.2a Konsep sambungan pada portal bidang
Gambar 3.2b Foto sambungan pada portal
Pada Gambar 3.2b ditunjukkan tiga alat sambung yang digunakan, yakni tali, baut,
dan batang bambu yang dikombinasikan agar sambungan dapat mengalirkan beban
dengan baik. Keterangan jenis sambungan yang digunakan pada Gambar 3.2b yakni:
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-5
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Sambungan 1: Sambungan yang hanya menggunakan tali
Sambungan yang hanya menggunakan tali didesain digunakan untuk
menahan posisi bambu agar arah aliran gaya yang terjadi tidak berubah. Pada
titik sambungan ini, gaya yang terjadi tidak menggeser sambungan atau dapat
terjadi gaya-gaya yang menggeser sambungan namun besarnya tidak
signifikan untuk diperhitungkan.
Sambungan 2: Sambungan menggunakan tali, baut, dan batang bambu
tambahan dengan tidak memperhitungkan kekuatan sambungan baut
Pada sambungan jenis ini, baut dan tali hanya berfungsi sebagai pengikat
yang mempertahankan posisi batang sehingga arah aliran gaya tetap terjaga.
Pada Gambar 3.2b, terjadi gaya simetris yang menekan batang balok
tambahan sehingga gaya geser yang terjadi sepenuhnya ditahan oleh kuat
tekan batang bambu tambahan. Tali berfungsi sebagai pengikat yang
mempertahankan posisi batang agar tidak selip sehingga arah aliran gaya
tetap terjaga dan dapat diantisipasi dengan baut dan batang bambu tambahan.
Sambungan 3: Sambungan menggunakan tali, baut, dan batang bambu
tambahan dengan memperhitungkan kekuatan sambungan baut.
Fungsi sambungan baut dan batang bambu di sini adalah untuk menahan
gaya geser yang terjadi dari tekanan batang pengaku di atasnya. Fungsi tali
adalah untuk mencegah perubahan posisi batang sehingga arah aliran gaya
dapat dipertahankan.
Ketiga alat sambung dengan dengan konfigurasi di atas dapat dipergunakan di
seluruh struktur dengan memperhatikan arah aliran gaya yang terjadi.
3.1.4 Aspek Arsitektur Bangunan
Dalam tugas akhir ini, aspek arsitektur bangunan berarti memberikan ruang yang
cukup untuk memfasilitasi fungsi bangunan. Pada gambar 3.3, antisipasi keperluan
arsitektur diberikan dengan memberikan ruang bebas di tengah bangunan yang dapat
digunakan untuk fungsi rumah tinggal maupun pasar.
3.2 Permodelan Struktur Bangunan
Permodelan dalam Tugas Akhir ini melingkupi permodelan kerangka struktural
bangunan. Permodelan dilakukan dengan menggunakan program SAP dengan
memodelkan komponen bangunan yang berfungsi sebagai komponen struktural
sebagai frame dan komponen non-struktural sebagai beban mati.
Pemodelan struktur pada tugas akhir ini adalah struktur bangunan tiga dimensi
dengan tipe portal terbuka tanpa dinding. Rangka atap juga dimodelkan bersama
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-6
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
kerangka struktur, yakni karena atap bangunan menyambung pada kolom dengan
sempurna, tidak diletakkan begitu saja.
Pondasi menggunakan umpak beton sehingga akan dimodelkan sebagai perletakan
sendi. Sambungan dimodelkan sebagai sambungan kaku, dan dalam penerapannya
akan didesain sebagai sambungan kaku, dalam arti sambungan ini ikut berkontribusi
dalam mengalirkan beban sebagai bagian dari rangka struktur bangunan.
Beban gempa selalu diperhitungkan memiliki besar 100% pada arah x dan 30 % pada
arah y, serta sebaliknya. Karena itu pemodelan dilakukan 3 dimensi, seperti pada
Gambar 3.3.
1,5
m1 m
2,5
m
a) Tampak depan
b) Tampak Samping
Gambar 3.3 Model struktur bangunan
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-7
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
c) Tampak 3D
Gambar 3.3 Model struktur bangunan (lanjutan)
3.3. Pembebanan
Konsep pembebanan yang direncanakan dalam perencanaan struktur diambil
berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung SKBI-
1.3.53.1987. Beban-beban yang direncanakan adalah beban mati (dead load), beban
mati tambahan (super imposed dead load), beban hidup (live load), dan beban gempa
(earthquake load). Perincian beban-beban tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Beban Mati (Dead Load)
Beban mati yaitu berat dari seluruh bagian dari suatu struktur yang bersifat
tetap. Beban mati yang diperhitungkan adalah berat sendiri dari masing-masing
elemen struktur seperti balok, kuda-kuda, dan kolom. Berat sendiri pada desain
bangunan sederhana ini berasal dari berat sendiri material bambu jenis bambu
tali untuk digunakan dalam pemodelan dengan bambu = 700 kg/m3.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-8
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
2. Beban Mati Tambahan (Super Imposed Dead Load)
Beban mati tambahan (super imposed dead load) yaitu berat mati tambahan
yang muncul akibat beban-beban mati yang bukan merupakan elemen
struktural. Beban mati tambahan yang digunakan pada struktur antara lain
beban atap berupa penutup atap berupa genteng dengan reng dan usuk/kaso, per
m2 bidang atap sebesar 50 kg/m
2
3. Beban Hidup (Live Load)
Beban hidup adalah beban yang berasal dari orang maupun barang yang dapat
berpindah, atau mesin dan peralatan serta komponen yang tidak merupakan
bagian yang tetap dalam struktur yang dapat diganti selama masa hidup dari
struktur tersebut. Pada struktur ini, beban hidup tidak dimodelkan karena
penempatan beban hidup pada ruang bebas tidak membebani struktur.
4. Beban Gempa (Earthquake Load)
Beban gempa adalah semua beban pada struktur atau bagian struktur yang
menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut. Seperti yang
telah dijelaskan pada bab sebelumnya, struktur ini direncanakan terhadap
gempa kuat pada wilayah gempa 5 di menurut Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2003), dan
perencanaan dilakukan dengan perhitungan respons spektra.
Parameter tanah yang digunakan adalah jenis tanah yang diambil pada titik
pengambilan di sekitar area Pancer. Tabel 3.1 menunjukkan data-data hasil uji
karakteristik tanah beserta klasifikasinya.
Tabel 3.1 Hasil Uji Parameter Tanah di beberapa titik kajian
No Titik Point Sudut Geser (PSI) Jenis tanah Korelasi N-SPT Klasifikasi SNI
1 Pulau Merah 36,68° 0,071 kg/cm² Pasir 31 Sedang
2 TPI 38,41° 0 kg/cm² Pasir 35 Sedang
3 Portal 31,53° 0,116 kg/cm² Pasir 13 Lunak
4 Haliman 8° 7,742 kg/cm² 1585,68 psf Lempung 6,5 Lunak
Kohesi
Melihat Tabel 3.1 maka untuk melakukan pemodelan secara konservatif maka
dipilih jenis tanah lunak untuk zona 5 gempa berdasarkan SNI 03-1726-2003.
5. Beban Hujan
Untuk bangunan sederhana (contoh : rumah tinggal) bekerja beban hujan yang
bekerja pada atap bangunan. Beban hujan terbagi rata per m2 bidang datar
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-9
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
berasal dari beban air hujan sebesar (40-0.8 ) kg/m2, dimana adalah sudut
kemiringan atap. Atap pada prototipe memiliki kemiringan = 26° , sehingga
qH = 19.2 kg/m2 diambil qH = 20 kg/m
2
Rekapitulasi pembebanan struktur yang digunakan dalam perencanaan struktur dapat
dilihat dari Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Rekapitulasi Pembebanan
No Jenis Beban Simbol
Besar
Beban Keterangan
1 Beban Mati D 700 kg/m³ Berat Material Bambu tali
2
Beban Mati
Tambahan SI
1,566 kg Gording Berat Terpusat pada Joint
50 kg/m² Genteng beserta kasaunya
3 Beban Hidup L 0 Beban langsung menerus ketanah
4 Beban Hujan H 20 kg/m² Atap dengan sudut 26°
5 Beban Gempa E Zona Gempa 5 jenis tanah lunak
3.3.1 Modelisasi Beban Gempa
Pembebanan gempa dilakukan dengan metoda respons spektra dengan menggunakan
respons spektra gempa zona 5 untuk jenis tanah lunak seperti Gambar 3.4. Faktor-
faktor yang digunakan adalah:
Faktor redaman, R = 1.6 (struktur elastis)
Faktor keutamaan struktur = 1 (bangunan rumah sederhana)
Gambar 3.4 Respon spektra gempa zona 5 untuk tanah lunak
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-10
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Respon spektra ini akan digunakan sebagai input untuk memodelkan beban gempa
pada analisa struktur.
3.3.2 Kombinasi Pembebanan
Pada perencanaan struktur, beban-beban yang ada harus dikombinasikan dengan
faktor-faktor tertentu sehingga akan menghasilkan beban ultimate sebagai dasar
perencanaan untuk kekuatan bangunan. Kombinasi beban rencana yang digunakan
dalam perencanaan struktur sesuai dengan spesifikasi pada Minimum Design Loads
for Buildings and Other Structures, ASCE 7-95. Kombinasi pembebanan yang
diterapkan pada analisis struktur untuk mengetahui kekuatan struktural bangunan
adalah sebagai berikut :
1. 1.4 D
2. 1.2 D + 1.6 L + 0.5 H
3. 1.2 D + 1.6 H + 0.5 L
4. 1.2 D + 0.5 L + Ex + 0.3Ey
5. 1.2 D + 0.5 L + Ey + 0.3Ex
6. 0.9D + 1.0 (Ex + 0.3Ey)
7. 0.9D + 1.0 (Ey + 0.3Ex)
Menurut IBC 2003 pasal 1804.1 mengenai perhitungan daya dukung tanah dan pasal
1805.4.1.1 mengenai desain pondasi, spesifikasi kombinasi beban yang digunakan
untuk perhitungan daya dukung tanah dan desain pondasi harus berdasarkan pasal
1605.3, yakni:
1. 1.0D + 1.0 L
2. 1.0D + 1.0L + 1.0 H
3. 1.0D + 1.0L + (Ey + 0.3Ex)/1.4
4. 1.0D + 1.0L + (Ex + 0.3Ey)/1.4
5. 0.9D + (Ey + 0.3Ex)/1.4
6. 0.9D + (Ex + 0.3Ey)/1.4
3.4 Preliminary Design
Pada tahap Preliminary Design akan ditentukan dimensi awal dari komponen-
komponen bangunan sebagai acuan untuk melakukan analisa struktur. Preliminary
design dilakukan dengan menggunakan referensi dari Heinz Frick yang berjudul Ilmu
Konstruksi Bangunan Bambu. Gambar 3.5 menunjukkan bagian struktur yang
merupakan dasar untuk melakukan preliminary desain.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-11
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
6 m
1.12 m1.12 m
1.12 m
0.5 m
3 m
Gambar 3.5 Dimensi Struktur untuk Desain
3.4.1 Desain Komponen Batang Lentur
Dalam struktur yang didesain yang tergolong dalam komponen batang lentur di sini
adalah bagian gording dan balok Penentuan ukuran gording berdasarkan lebar
bentang dan muatan sesuai dengan Tabel 3.3
Tabel 3.3 Penentuan Profil Balok atau Gording sebagai Balok Tunggal
Pada konstruksi atap bambu pada model, dengan jarak antar gording = 1.12 m,
kemiringan 26o dan jarak kuda-kuda 3 m (lihat Gambar 3.5).
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-12
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Beban-beban yang diperhitungkan dan bekerja pada komponen struktur ini adalah:
Beban mati tambahan berupa genteng dengan reng dan usuk/kaso, per m2 bidang
atap sebesar 0.5 kN/m2
Beban hidup (hujan) : 0.20 KN/m2
Total = 0.70 KN/m2
Lebar bentang gording = jarak kuda-kuda = l = 3m
Beban per meter gording = 1.12 m x 0.70 KN/m2 = 0.784 KN/m
Meski Tabel 3.3 tidak memuat kapasitas yang diinginkan, namun untuk desain awal
akan digunakan dimensi 100/10 mm.
3.4.2 Kasau Bambu
Kasau bambu yang lazim digunakandapat dibuat dari bambu utuh seperti atau
digunakan dua bilah bambu seperti pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Bentuk kasau yang biasanya digunakan dalam
bangunan konstruksi bambu
Untuk menentukan ukuran kasau yang digunakan, dapat menggunakan berdasarkan
Tabel 3.3 untuk jenis kasau dengan bambu utuh, sedangkan untuk kasau yang
berbentuk dua bilah bambu yang diikat digunakan Tabel 3.4 untuk menentukan
ukuran kasau tersebut.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-13
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Tabel 3.4 Penentuan ukuran kasau dengan 2 bilah bambu
Perhitungan preliminary design dilakukan sebagai berikut:
Jarak antar bantalan dengan bubungan: 3.36 m
Beban: 0.70 KN/m2
Jarak antar kasau: 0.30 m
Beban per meter kasau adalah: 0.70 x 0.30 = 0.21 KN/m
Karena beban per meter kasau terlalu besar untuk menggunakan Tabel 3.4 Maka
digunakan Tabel 3.3, sehingga bambu yang digunakan adalah bambu utuh ukuran
80/7 mm
3.4.3 Kolom Bambu
Perhitungan pengaruh gaya tekan pada kolom harus memperhatikan panjang tekuk
Euler akibat penjepitan pada ujung-ujung kolom. Kondisi tekuk menurut Euler dapat
dilihat seperti pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Pengaruh tekuk Euler
Panjang tekuk Euler dengan perhitungan sesuai Gambar 3.7 akan digunakan sebagai
acuan untuk menggunakan Tabel 3.4 dalam menentukan dimensi kolom
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-14
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Perhitungan awal untuk kolom dilakukan berdasarkan Tabel 3.4 sebagai berikut:
Beban pada tiang: 3m x 3m x 0.7 KN/m2 = 6.3 KN
Panjang tekuk euler = 3 m
Dari Tabel 3.5 dapat digunakan bambu ukuran 100/7 mm. Untuk desain pada
pemodelan akan digunakan penampang 100/10
Tabel 3.5 Penentuan ukuran kolom dengan batasan kekuatan muatan tekuk
3.4.4 Kuda-Kuda Bambu dan Ikatan Angin
Kuda-kuda bambu dan ikatan angin didesain sebagai sebuah sistem rangka batang.
Dimensi elemen batang tekan ditentukan berdasarkan Tabel 3.5 dengan
memperhitungkan panjang tekuk euler. Dimensi elemen batang tarik ditentukan
dengan rumus (3 – 2)
A
Tutn (3- 1)
tn = kuat tarik bambu (MPa)
Tu = gaya dalam batang tarik (N)
A = Luas Penampang bambu (mm)
Untuk desain awal, kuda-kuda atap menggunakan bambu 100/10 mm, sedang ikatan
angin menggunakan bambu 80/10 mm.
3.5. Analisis Struktur
Analisa struktur dilakukan menggunakan perangkat lunak SAP 2000.9. Model
struktur dibuat seperti Gambar 3.3 dan penampang masing-masing jenis komponen
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-15
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
struktur dimodelkan berdasarkan preliminary desain pada sub-bab 3.4. Gaya-gaya
yang dikenakan pada struktur tercantum pada Tabel 3.2. Setelah program di-run dan
gaya dalam untuk masing-masing komponen struktur disortir berdasarkan nilai
maksimal dan minimal, dapat disusun Tabel 3.6 yang menjadi dasar untuk desain
masing-masing komponen bangunan.
Tabel 3.6 Hasil analisa struktur
Balok
Panjang P V2 V3 T M2 M3
Max 3 2.82 0.1 0.007 0.02 0.011 0.1
Min 3 0.014 -0.1 -0.007 -0.02 -0.011 -0.11
Kolom
Panjang P V2 V3 T M2 M3
max 3 2.1 0.68 0.2 0.011 0.23 0.49
min 0.5 -8.8 -0.31 -0.2 -0.014 -0.23 -0.49
Bresing
Panjang P V2 V3 T M2 M3
max 3.354102 9.43 1.2 0.14 0.04 0.17 0.42
min 0.5 -5.82 -1.2 -0.15 -0.04 -0.15 -0.42
Kuda-kuda
Panjang P V2 V3 T M2 M3
max 3.354102 12.2 1.23 0.07 0.04 0.054 0.713
Min 0.5 -11.9 -1.23 -0.07 -0.04 -0.056 -0. 43
*) Hasil dalam KN dan m, nilai (-) pada P menyatakan tekan.
Tabel 3.7 menunjukkan gaya reaksi tumpuan struktur yang akan digunakan untuk
desain pondasi.
Tabel 3.7 Gaya reaksi tumpuan
U1 U2 U3
KN KN KN
Max 0.186 0.26 7.06
Min -0.186 -0.26 2.84
3.6 Pengujian Properti Mekanika Bambu
Untuk menentukan batasan dalam mendesain, dilakukan suatu pengujian material
bambu untuk mendapatkan parameter karakteristik material. Nilai yang didapat dari
pengujian ini akan berguna saat melakukan desain penampang. Pengujian tersebut
dilaksanakan pada Laboratorium Struktur dan Bahan Teknik Sipil ITB, dimana
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-16
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
pengujiannya meliputi uji tarik dan uji tekan seperti tergambar pada Gambar 3.8 dan
Gambar 3.9.
Gambar 3.8 Uji Tarik Penampang Bambu dengan buku-buku
Gambar 3.9 Uji Tekan Penampang Bambu dengan buku-buku
Uji tarik dan tekan dilakukan berdasarkan standar ASTM untuk pengujian batang
kayu. Hasil dari pengujian Tekan dan Tarik penampang bambu ini dipergunakan
untuk memperhitungkan desain penampang.
Untuk menegtahui modulus elastisitas penampang bambu, diambil dari hasil uji
tarik. Berikut adalah prosedur perhitungan modulus elastisitas (E).
gangan
TeganganE
Re
hoH
LuasBebanE
/
/
Keterangan :
H = perubahan panjang
ho = panjang awal
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-17
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Contoh perhitungan modulus elastisitas untuk bambu dengan buku-buku :
tebal 6,7 mm
lebar 25 mm
A 167,5 mm2
panjang awal 100 mm
nt4
Beban Perpanjangan
Tegangan
(Mpa) Regangan
0 0 0,00 0
0,3 0,8 17,91 0,008
0,3 1 17,91 0,01
0,4 1,6 23,88 0,016
0,5 2 29,85 0,02
0,9 3 53,73 0,03
1,6 4 95,52 0,04
2 4,3 119,40 0,043
2,6 5 155,22 0,05
3 5,3 179,10 0,053
3,6 5,8 214,93 0,058
Gambar 3.10 Grafik Tegangan Vs Regangan salah satu spesimen uji tarik
bambu
Modulus elastistas yang dihasilkan dari grafik diatas adalah berupa gradien garis
regresi liner dari grafik tersebut. Besar Modulus Elastistas yang didapat adalah 3577
MPa. Namun rata-rata nilai Modulus Elastisitas untuk seluruh spesimen Uji tarik
adalah sebesar 3300 MPa untuk tanpa buku-buku dan dengan buku-buku spesimen
bambu.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-18
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Pada Tabel 3.8 menunjukan hasil pengujian tekan dan tarik, namun beberapa
properti mekanika bambu yang lainnya didaptakan dari referensi mengenai properti
mekanika bambu. Perlu diketahui bahwa nilai yang akan digunakan dalam desain
adalah nilai terendah untuk karakteristik yang sama.
Tabel 3.8 Properti Mekanika Material Bambu
Properti Mekanika Bambu Dengan buku Tanpa buku
Kuat tekan 45 Mpa 32 Mpa
Kuat tarik 180 Mpa 220 Mpa
Modulus Elastisitas 3300 Mpa -
Modulus Geser* 18 Mpa 16 Mpa
Modulus Lentur* 19 Mpa -
* Diambil dari Konstruksi Bangunan Bambu, Heinz Frick
3.7 Desain Struktur Bangunan
Desain struktur bangunan dilakukan berdasarkan gaya dalam masing-masing
komponen struktur pada Tabel 3.5. Desain struktur bangunan ini meliputi:
Desain gording dan balok
Desain kasau
Desain kolom
Desain rangka batang kuda-kuda.
Desain Sambungan
3.7.1 Desain Penampang
Berikut merupakan konsep dalam melakukan desain penampang bambu. Konsep
dibawah ini akan digunakan untuk mendesain komponen struktur utama (balok,
kolom, kuda-kuda) dan komponen struktur pendukung (gording, kasau).
3.7.1.1 Desain Terhadap Momen Lentur
Penampang yang digunakan harus memiliki nilai momen statis minimum,
max
lt
MW (3- 2)
dimana lt adalah nilai modulus lentur penampang.
Nilai momen statis masing-masing penampang dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-19
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Tabel 3.9 Nilai momen statis penampang
D (ø) b A J W i V
mm mm mm2 mm
4 mm
3 mm m
3/m
x 103 x 10
3 x 10
3
50 4 0,578 154 6,0 16,3 0,0006
5 0,707 181 7,2 16,0 0,0007
6 0,829 204 8,0 15,7 0,0008
60 5 0,864 329 11,0 19,5 0,0008
6 1,017 376 12,7 19,2 0,0010
7 1,166 416 14,0 18,9 0,0012
70 5 1,021 542 1,4 23,0 0,0010
6 1,206 623 17,7 22,7 0,0012
7 1,385 696 20,0 22,4 0,0014
8 1,558 761 21,7 22,1 0,0016
80 6 1,395 961 24,0 26,2 0,0014
7 1,605 1079 27,0 25,9 0,0016
8 1,810 1187 29,7 25,6 0,0018
9 2,007 1285 32,2 25,3 0,0020
90 7 1,825 1583 35,1 29,5 0,0018
8 2,061 1749 38,9 29,1 0,0021
9 2,290 1901 42,2 28,8 0,0023
10 2,513 2042 45,3 28,5 0,0025
100 7 2,045 2224 44,4 33,0 0,0020
8 2,312 2465 49,2 32,7 0,0023
9 2,573 2689 53,8 32,3 0,0026
10 2,827 2898 58,0 32,0 0,0028
3.7.1.2 Desain Terhadap Geser
Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum,
VuA
v (3- 3)
dimana adalah nilai modulus geser penampang.
3.7.1.3 Desain Terhadap Tarik
Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum,
TuA
t (3- 4)
dimana t adalah kapasitas tarik penampang.
3.7.1.4 Desain Terhadap Tekan
Desain komponen tekan harus memperhitungkan adanya tekuk akibat kelangsingan
batang, sehingga perhitungan dilakukan sebagai berikut:
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-20
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Cek kelangsingan komponen tekan dengan:
1 kc
L fy
r E (3- 5)
Selanjutnya, dicari nilai faktor reduksi kekuatan akibat kelangsingan komponen
tekan untuk berbagai nilai c sebagai berikut:
untuk c 0.25, maka = 1
untuk 0.25 < c < 1.2, maka 1.43
1.6 0.67 c (3- 6)
c 1.2, maka = 1.25 c2
(3- 7)
Nilai kuat tekan penampang dihitung sebagai berikut:
Nn = Ag fcr = Agfy
(3- 8)
Dimana Ag = luas penampang
fy = tegangan leleh (tekan)
Dengan menggunakan langkah perhitungan seperti diatas, dan dengan menggunakan
data gaya dalam pada Tabel 3.5, maka masing-masing komponen bangunan
menggunakan penampang:
Gording: 100/10
Balok: 100/10
Kasau: 80/70
Kolom: 100/10
Kuda-kuda atap dan bresing: 100/10
3.7.2 Desain Sambungan
Untuk desain rumah sederhana ini, tipikal sambungan yang digunakan tergambar
pada Gambar 3.11. Sambungan dibuat dengan baut dengan terlebih dulu membor
lubang baut dan seluruh tipe sambungan baut adalah tipe tumpu sebagaimana
diuraikan pada bab sebelumnya. Gambar 3.11.a. menunjukkan bentuk dasar
sambungan (Morisco, 2002) yang akan menjelaskan konsep sambungan tumpu yang
digunakan pada struktur seperti tergambar pada Gambar 3.11.b.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-21
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 3.11 Beberapa tipe sambungan
a. Pada sambungan antar batang
b. Pada ujung kuda-kuda dan siku portal
Sambungan pada bambu merupakan tipe sambungan tumpu, dimana kekuatan
sambungan bergantung pada kekuatan baut Untuk tipe sambungan seperti Gambar
3.11, ada 4 tipe kegagalan yang mungkin terjadi dan harus diperiksa:
Kegagalan Tipe I terjadi jika tegangan tumpu yang berlebihan terjadi antara baut
dengan bambu serta pengisinya (jika ada).
Kegagalan Tipe II terjadi jika tegangan tumpu yang melewati batas itu timbul
antara baut dan pelat buhul.
Kegagalan Tipe III terjadi jika tegangan baut melampaui batas.
Kegagalan Tipe IV, yakni jika tegangan geser baut melampaui kekuatan.
Sambungan a, untuk menyambung 2 batang bambu secara segaris. Misalnya pada
sambungan balok arah memanjang. Gaya yang ditahan adalah gaya tarik.
Gambar 3.12 Sambungan a
Kegagalan Tipe I terjadi jika tegangan tumpu yang berlebihan terjadi antara baut
dengan bambu serta pengisinya. Dalam hal ini kekuatan dapat diperoleh dari
persamaan:
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-22
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
P1 = (d1 – 2t1) d2 fc + 2 t1 d2 fb (3- 9)
Dengan fc adalah kuat tekan beton
fb adalah kuat tarik bambu
Kegagalan Tipe II terjadi jika tegangan tumpu yang melewati batas itu timbul antara
baut dan pelat buhul. Kekuatan sambungan tipe ini P2 dapat dihitung dengan
persamaan:
P2 = 2 t2 d2 fs (3- 10)
Dengan fs adalah tegangan leleh pelat
Kegagalan sambungan dapat juga terjadi jika tegangan baut melampaui batas.
Kegagalan ini disebut kegagalan Tipe III. Dengan memperhitungkan baut
memperoleh beban merata tegak lurus akibat reaksi pengisi dan bambu terhadap
gaya sebesar P3 searah sumbu bambu, serta dengan asumsi baut dalam kondisi plastis
dengan kedua ujungnya terjepit sempurna, maka momen plastis baut Mp:
3 1
16
P dMp (3- 11)
Jika modulus plastis tampang baut adalah Z, maka sesuai dengan bentuk tampang
lingkaran baut: 3
2
6
dZ (3- 12)
Mp = Z fy (3- 13)
Sehingga kekuatan sambungan P3 dapat dinyatakan dengan persamaan: 3
23
1
8
3
d fyP
d(3- 14)
Dimana fy adalah tegangan leleh baut
Kegagalan baut yang lain disebabkan oleh tegangan geser baut yang melampaui
kekuatan, sehingga terjadi 2 bidang geser pada baut dan disebut sebagai kegagalan
Tipe IV. Kekuatan sambungan P4 dihitung dengan:
P4 = (2) (0,25) ( ) d22 fv (3- 15)
Dengan fv adalah kuat geser baut
Sambungan b. memiliki sifat yang sama dengan sambungan a, hanya saja
sambungan b memiliki 1 bidang geser, dan gaya yang ditahan adalah gaya geser
yang mungkin terjadi pada sambungan. Kekuatan sambungan diperhitungkan
sebagai berikut:
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-23
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
P1 = (d1 – 2t1) d2 fc + t1 d2 fb (3- 16)
Dengan fc adalah kuat tekan beton, tanpa pengisi fc = 0
fb adalah kuat tarik bambu
P2 = t2 d2 fs (3- 17)
Dengan fs adalah kuat tarik batang bambu tambahan
P4 = (0,25) ( ) d22 fv (3- 18)
Dengan fv adalah kuat geser baut
Pada sambungan b tidak terjadi momen plastis seperti diperhitungkan pada
sambungan a, sehingga perhitungan P3 diabaikan. Kekuatan sambungan adalah yang
terkecil antara P1, P2, dan P4
Tipe sambungan lainnya adalah sambungan yang hanya mempertahankan posisi
batang tekan, sehingga cukup diikat dengan ijuk/rotan, atau dapat dibaut. Untuk tipe
sambungan ini, tidak diperlukan suatu perhitungan yang khusus.
Dengan memperhitungkan kekuatan baut, serta tipe kegagalan yang mungkin terjadi,
maka didapat kuat 1 baut ditentukan oleh (3-17) dengan nilai 14.9 KN untuk tipe
sambungan b yang digunakan dalam perhitungan desain sambungan. Angka ini akan
dijadikan sebagai acuan untuk mendesain detail sambungan yang menahan geser.
3.8 Desain Pondasi
Dalam mendirikan suatu struktur bangunan pondasi sangatlah berperan penting.
Pondasi berguna untuk menyalurkan gaya atau beban dari bangunan diatas
permukaan tanah menuju ke tanah, dengan mempertimbangkan keadaan tanah yang
ditempatinya.
Pondasi di desain untuk mampu menahan gaya yang terjadi akibat gaya dalam yang
dihasilkan dari bangunan itu sendiri dan kemampuan tanah yang ditempatinya.
Berikut adalah perhitungan pondasi setempat untuk menghadapi gaya dalam akibat
beban layan yang bekerja pada bangunan yang didesain. Dipilihnya pondasi setempat
yang terbuat dari batu kali karena besar beban yang dihasilkan oleh dinding panel
bambu cukup kecil, maka beban dari dinding tersebut dapat di alirkan degan
menggunakan sloof bambu saja. Untuk Jenis tanah diambil dari sampel tanah uji di
point Haliman pada daerah kajian.
Dari Tabel 3.7 nilai gaya dalam joint kolom terhadap perletakan. Dari nilai tersebut
akan didesain kebutuhan pondasi.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-24
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Diketahui :
Berat jenis batu kali 2200 kg/m3
Cu = 7,742 kN/m2 (kohesi tanah)
= 8º (sudut geser tanah)
= 19 kN/m3 (berat jenis tanah)
Ditanya
i) Gaya tahanan pada pondasi
Tegangan vertikal efektif tanah pada kedalam D
Karena tanah tidak berada pada permukaan air tanah maka nilai :
water = 0 kN/m3
Perhitungan bearing Capacity stress denganmempertimbangkan eksentrisitas
Keterangan :
P = gaya dalam aksial (U3)
Wf = berat pondasi
B = Lebar pondasi
L = Panjang pondasi
Berdasarkan parameter dtanah diatas maka dapat diperoleh koefisien Terzaghi
berikut ini (Tabel 3.9) :
Nc = 8,6
Nq = 2,2
N = 0,7
’ = sat – water
Besar qult untuk pondasi kotak berdasarkan Terzaghi
qult = 1,3.Cu.Nc + ’ZD. Nq + 0,4. ’.B.N (3-21)
asumsi FS = 3
FS
qultqall (3-22)
Maka besar nilai dukung, qall, haruslah lebih besar dari gaya yang terjadi pada
gaya yang terjadi pondasi (qall>qmax)
sat 16 kN m3
'zD sat water D (3-19)
qmax
P Wf
B L (3-20)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-25
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Memeriksa terhadap gaya geser ada footing :
245tan2Kp (3-23)
Gaya pasif yang bekerja pada footing :
2
' LDKpFp ZD (3-24)
Koefisien Friksi :
)7,0tan( (3-25)
Equivalent passive fluid density :
245(tan)
245(tan 22a (3-26)
Kapasitas geser pada dasar footing
)()5,0(])[( 2 LBcuDBaWfPVf (3-27)
Safety factor untuk sliding > 1,5
FH
VfSF (3-28)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-26
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Tabel 3.10 Faktor Daya Dukung Tanah
*) sumber dari Foundation Design P. Coduto
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-27
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 3.13 Potongan Melintang Pondasi Batu Kali
3.9 Analisa Harga Bangunan
Penenentuan harga bangunan pada bab ini berdasarkan nilai harga satuan untuk
daerah Jawa Timur pada tahun 2006 yang telah ditetapkan dalam nilai harga satuan
untuk Departemen Pekerjaan Umum.
Tabel 3.11 menunjukkan perhitungan yang kasar dalam menentukan nilai harga suatu
bangunan bambu. Dengan ukuran denah bangunan utama 6 m x 9 m. ukuran total
bangunan 8,5 m x 9 m. Material komponen struktur terbuat dari bambu yang di
plester dan material dinding terbuat dari anyaman bambu yang di plester.
Perhitungan seperti pada Tabel 3.11 merupakan perhitungan barang baku utama yang
digunakan pada rumah yang mayoritas menggunakan bambu sebagai bahan
utamanya. Hasil perhitungan yang ditampilkan merupakan perhitungan yang sanagt
sederhana tidak termasuk dengan biaya upah mendirikan bangunan.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material III-28
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Tabel 3.11 Perhitungan harga bangunan
Jenis Bagian&Bahan Satuan Harga Volume Total
1 Kuda-kuda
Baut-baut buah 2.600 8 20.800
Tali ijuk ikat 2.000 7 14.000
Bambu bilah 7.000 29,64984 207.549
Mortar
2 Ikatan kuda-kuda
baut-baut buah 2.600 4 10.400
tali ijuk ikat 2.000 2 4.000
bambu bilah 7.000 2,515576 17.609
3 Reng Kasau
bambu bilah 7.000 14,56231 101.936
tali ijuk ikat 2.000 25 50.000
paku kecil kg 8.000 2 16.000
4 Kolom
baut buah 2.600 10 26.000
bambu bilah 7.000 7 49.000
mortar bagian 4.500 16 72.000
plesteran 10mm kolom m2 9.181 8,96 82.262
5 Balok
baut buah 2.600 24 62.400
mortar bagian 4.500 8 36.000
bambu bilah 7.000 8,1 56.700
plesteran balok m2 9.181 4,8 44.069
6 Diagfragma
baut buah 2.600 32 83.200
bambu bilah 7.000 7,589466 53.126
tali ijuk ikat 2.000 10 20.000
mortar bagian 4.500 32 144.000
7 Panel dinding bambu
Plesteran Dinding 6mm 9.181 210 1.928.010
anyaman bambu m2 10.000 105 1.050.000
bambu kecil m 3.500 136 476.000
8 Pondasi
Aanstamping batu kali m3 51.480 2,704 139.202
Pasangan Batu Kali m3 131.301 5,146667 675.762
9 Penutup Atap
Atap Genteng Biasa m2 22.712 63 1.430.856
TOTAL Rp6.870.881
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-1
BAB 4
PENGUJIAN LABORATORIUM
Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat
beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang
tergolong baru dalam ilmu rekayasa, dimana belum ada standar bangunan yang pasti
maupun software simulasi struktur yang akurat untuk penggunaan material. Pemodelan
bangunan bambu menggunakan software seperti SAP 2000 dapat dilakukan untuk
memperoleh gaya dalam dan perilaku struktur secara umum, namun tidak dapat menggali
kekuatan dan kelemahan material yang sebenarnya karena tidak dapat menunjukkan
perilaku keruntuhan bambu sebagai elemen penyusun sistem struktur maupun kegagalan
sambungan secara visual.
Verifikasi dilakukan dengan membuat 2 model, yakni kuda-kuda atap dan portal bangunan.
Kedua model tersebut dianggap sebagai komponen bangunan yang paling mewakili dalam
menguji keandalan bangunan karena kedua komponen itu adalah bagian utama dari rangka
penyusun sistem struktur bangunan.
Secara umum, tujuan dari uji laboratorium ini yaitu:
1. Memastikan bahwa struktur kuat menahan beban rencana
2. Memastikan bahwa model sambungan yang dibuat menghasilkan kontinuitas aliran
beban yang sempurna
3. mengetahui pola keruntuhan pada struktur bambu
4. Verifikasi keakuratan metoda perhitungan teoritis
5. Memastikan kemudahan pembuatan sistem sambungan
4.1 Uji Model Kuda-Kuda Atap
Pengujian dengan menggunakan spesimen kuda-kuda atap dilakukan dengan
memodelkan beban yang terjadi pada atap sebagai beban terpusat pada posisi-posisi
gording pada arah gravitasi. Simulasi beban lateral pada percobaan ini tidak
dilakukan karena keterbatasan kemampuan alat uji.
4.1.1 Pengembangan Model Kuda-Kuda Atap
Kuda-kuda atap yang dibuat pada tugas akhir ini merupakan perbaikan dari kuda-
kuda atap bambu yang umum digunakan. Perbedaannya adalah pada detail
sambungan. Kuda-kuda atap yang umum digunakan oleh masyarakat menggunakan
tali sebagai alat sambung yang juga menahan gaya geser sambungan sedangkan
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-2
kuda-kuda atap yang dibuat pada tugas akhir ini menggunakan beberapa jenis alat
sambung yakni tali, baut, dan batang bambu.
Secara umum konsep sambungan yang mempertahankan aliran gaya untuk kuda-
kuda atap sudah dibahas pada BAB III, namun ada sedikit perbedaan fungsi alat
sambung untuk model kuda-kuda atap. Jenis-jenis sambungan yang digunakan dapat
dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Sambungan pada kuda-kuda atap
Penjelasan mengenai jenis-jenis sambungan yang digunakan pada kuda-kuda yakni:
Sambungan 1: Sambungan yang hanya menggunakan tali
Sambungan yang hanya menggunakan tali didesain digunakan untuk
menahan posisi bambu agar arah aliran gaya yang terjadi tidak berubah. Pada
titik sambungan ini, gaya yang terjadi tidak menggeser sambungan atau dapat
terjadi gaya-gaya yang menggeser sambungan namun besarnya tidak
signifikan untuk diperhitungkan.
Sambungan 2: Sambungan menggunakan baut dan batang bambu tambahan
dengan tidak memperhitungkan kekuatan sambungan baut
Pada sambungan jenis ini, baut dan batang bambu hanya berfungsi sebagai
pengikat yang mempertahankan posisi batang sehingga arah aliran gaya tetap
terjaga. Pada Gambar 4.1, pergeseran batang a dan b ditahan oleh sambungan
3 di ujung kiri dan kanan balok bambu. Batang g berfungsi untuk menjaga
kesatuan batang-batang a, b, dan e sehingga gaya yang terjadi di puncak
kuda-kuda (ujung batang e) dapat dialirkan ke batang a dan b.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-3
Sambungan 3: Sambungan menggunakan tali, baut, dan batang bambu
tambahan dengan memperhitungkan kekuatan sambungan baut.
Fungsi sambungan baut dan batang bambu di sini adalah untuk menahan
gaya geser yang terjadi dari tekanan batang pengaku di atasnya. Fungsi tali
adalah untuk mencegah perubahan posisi batang sehingga arah aliran gaya
dapat dipertahankan.
4.1.2 Pra Pengujian
Sebelum percobaan, model spesimen kuda-kuda dianalisa dengan software SAP
2000 versi 9 seperti pada Gambar 4.2. Pemodelan beban gravitasi dilakukan dengan
membuat beban virtual 1 satuan pada titik2 beban. Kemudian setelah running
program, dicatat gaya dalam maksimum serta deformasi yang terjadi pada struktur
akibat beban 1 satuan pada elemen dan sambungan.
*) keterangan : = LVDT
Gambar 4.2 Model Spesimen Kuda-Kuda
Selanjutnya, Kekuatan struktur (elemen struktur dan sambungan) diperoleh dari
perhitungan manual seperti pada BAB III dengan memperhitungkan gaya dalam
maksimum yang diperoleh dari sifat material, geometri penampang, dan panjang
elemen struktur. Dengan membagi gaya dalam maksimum dengan gaya dalam akibat
beban 1 satuan diperoleh beban terpusat maksimum yang dapat dipikul oleh struktur.
4.1.2.1 Pengecekan Syarat Kekuatan
Dengan menggunakan metoda perhitungan pada BAB III, diperoleh:
Beban atap total rencana yang ditanggung kuda-kuda :
Ptotal = 12.6 KN
Beban atap rencana ini termasuk beban genting penutup atap, reng, kaso, gording,
dan beban hujan.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-4
Beban rencana pada masing-masing titik beban :
Pr = 12.6/5 = 2.52 KN
Kuat tekan batang 80/10 terpanjang, yakni segmen terbawah batang a dan b dimana
terdapat LVDT 4 pada Gambar 4.2, berdasarkan (3-5) hingga (3-8):
Tu = 21.034 KN
Gaya tekan terbesar pada batang akibat beban virtual 1 KN pada titik-titik beban:
P = 3.8 KN
P runtuh = Tu/P = 5.53 KN > Pr (menentukan)
Kuat geser sambungan berdasarkan rumus (3-14) dengan 2 baut 10 mm (Gambar
4.3) :
Vu = 2*14.9 = 29.8 KN
Geser yang terjadi akibat beban 1 KN :
V = 1.13 KN
P runtuh = Vu/V = 26.3 KN > Pr (tidak menentukan)
Gambar 4.3 Detail Sambungan Ujung
4.1.2.2 Hipotesa Keruntuhan pada Pengujian
Dari perhitungan diatas, dapat disusun hipotesa bahwa struktur akan kuat dan layan
menahan beban rencana, namun jika terjadi beban per titik (Pr) melebihi 5.53 KN atau
Ptotal melebihi 27.65 KN keruntuhan akan terjadi akibat tekan mulai dari segmen
terbawah batang a dan b Gambar 4.1.
4.1.3 Prosedur Pengujian
Alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini yakni:
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-5
Loadcell
LVDT
Data logger
Spesimen kuda-kuda
Alat-alat pendukung yang terdiri dari:
o H beam
o Perletakan
o Lengan Beban
Foto set pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Peralatan Pengujian
Beban awal berasal dari berat frame atas beserta lengan beban dan berat loadcell.
Total beban awal ini adalah 315 kg. Selanjutnya beban ditambahkan perlahan-lahan
dengan pembebanan dari loadcell. Beban dari beban awal dan loadcell
didistribusikan secara merata ke 5 titik beban yang mensimulasikan posisi-posisi
gording (lihat Gambar 4.1).
LVDT berfungsi untuk mencatat deformasi yang terjadi pada struktur. Penempatan
LVDT serta indeksnya dapat dilihat pada Gambar 4.3.
4.1.4 Hasil Pengujian
Hasil pengujian dapat dilihat secara grafik pada Gambar 4.5. Tabel hasil pengujian
dapat dilihat pada Lampiran D. Pada pengujian ini, keruntuhan pertama terjadi pada
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-6
beban 767 kg, ditandai dengan terbelahnya penampang bambu yang lebih muda
(ujung bambu) d sekitar perletakan akibat penampang terjepit antara kuda-kuda dan
perletakan. Keruntuhan kedua terjadi pada beban 1234 kg dengan kejadian yang
sama pada ujung perletakan batang bambu yang lebih tua (pangkal bambu) dan
kegagalan struktural terjadi pada beban 1262 kg dengan hancurnya penampang
bambu pada lokasi keruntuhan pertama, dan bacaan beban yang terus menurun
meski beban trus dinaikkan.
Urutan kejadian kegagalan ini secara grafik dapat dilihat pada Gambar 4.5.
sedangkan secara fisik dapat dilihat pada Gambar 4.6. Keruntuhan pada Gambar 4.4
ditandai dengan naiknya deformasi secara mendadak sementara kegagalan struktural
ditandai dengan naiknya nilai deformasi tanpa diiringi kenaikan nilai beban.
Kegagalan struktural ini terjadi lokal yakni hanya pada daerah perletakan. Batang-
batang struktur di bagian lain maupun sambungan-sambungan baut maupun tali tidak
ada yang mengalami kegagalan.
Hubungan antara deformasi teoritis dan deformasi pada pengujian dapat dilihat pada
Gambar 4.7. Gambar ini hanya menyajikan bacaan LVDT2 sebelum keruntuhan
pertama, yakni karena setelah keruntuhan pertama, deformasi yang terjadi tidak ideal
lagi sehingga tidak dapat dibandingkan dengan deformasi teoritis. Dari Gambar 4.7
ini dapat dilihat bahwa meski hasil deformasi pada LVDT2 memiliki sifat yang
cenderung linear, namun dengan nilai beban yang sama, nilai dan pertambahan nilai
deformasinya lebih besar dibandingkan nilai teoritisnya.
Hasil Pengujian Kuda-Kuda Bambu
0
2
4
6
8
10
12
14
0 10 20 30 40 50 60 70
Deformasi (mm)
Be
ba
n (
kN
)
LVDT4 LVDT1 LVDT2
LVDT3 LVDT5
1
2
Gambar 4.5 Grafik Pengujian Kuda-Kuda
1. Keruntuhan pertama
2. Keruntuhan kedua dan kegagalan struktur
123
4
5
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-7
a) Keruntuhan pangkal balok bambu b) Keruntuhan ujung balok bambu
Gambar 4.6 Kegagalan Struktural
Hasil Pengujian Kuda-Kuda Bambu VS Analisis SAP
0
2
4
6
8
10
12
14
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Deformasi (mm)
Beb
an
(kN
)
LVDT2
def.SAP
Gambar 4.7 Hubungan deformasi teoritis dan hasil uji
4.1.4.1 Analisa Hasil Pengujian
Gambar 4.5 menunjukkan ada dua tahap keruntuhan sebelum struktur kuda-kuda
mengalami runtuh total. Kedua tahap keruntuhan tersebut terjadi dengan pecahnya
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-8
penampang pada daerah perletakan. Naiknya grafik setelah keruntuhan pertama
menunjukkan pecahnya penampang pada salah satu ujung balok kuda-kuda tidak
menyebabkan seluruh struktur kuda-kuda tersebut runtuh seketika, bahkan masih
mampu menahan beban. Setelah beban dinaikkan, barulah terjadi pecah penampang
pada ujung yang lain balok kuda-kuda yang menyebabkan struktur kehilangan
kemampuan untuk menahan beban.
Pecahnya penampang terjadi akibat terjadinya jepit pada penampang dari gaya
vertikal di sisi perletakan kuda-kuda akibat pembebanan dengan reaksi perletakan
seperti tergambar pada Gambar 3.1. Penampang pecah ke dalam menjadi beberapa
segmen sehingga menyebabkan deformasi struktur yang besar. Setelah posisi
segmen-segmen penampang stabil, penampang bambu yang sudah pecah ini kembali
dapat menahan beban hingga batas tertentu sebelum kembali pecah dan
mengakibatkan keruntuhan struktur.
Gambar 4.7 menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan antara kurva teoritis
dengan kurva hasil pengujian. Dengan nilai beban yang sama, deformasi struktur
hasil pengujian menunjukkan deformasi yang lebih besar antara 0.5 cm hingga 1 cm.
Kedua kurva cenderung linear, namun ada perbedaan gradien kemiringan yang
cukup besar.
Ada dua kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan kemiringan kurva:
1. Kemungkinan pertama menjelaskan perbedaan gradien kemiringan kurva.
Seperti pada analisa hasil percobaan kuda-kuda struktur, perbedaan gradien
kemiringan menunjukkan adanya perbedaan pada parameter kekakuan
struktur (Ks) yang bergantung pada kekakuan tiap elemen penyusunnya (Sm).
Penjelasan mengenai hubungan gaya (P), deformasi (X), dan kekakuan
Struktur (Ks) serta kekakuan elemen (Sm) dapat dijelaskan oleh persamaan
(2-26) dan persamaan (2-17) berikut: (lihat BAB II untuk penjelasan lebih
lanjut)
[K]s{X}s = {P}s (2-26)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-9
L
EI4
L
EI60
L
EI2
L
EI60
L
EI6
L
EI120
L
EI6
L
EI120
00L
EA00
L
EAL
EI2
L
EI60
L
EI4
L
EI60
L
EI6
L
EI120
L
EI6
L
EI120
00L
EA00
L
EA
]S[
22
2323
22
2323
m (2-17)
Dari persamaan (2-17) yang menentukan kekakuan suatu elemen struktur
adalah E (modulus elastisitas), I (Inersia), A (luas Penampang), dan
L(panjang penampang). Kekakuan elemen struktur berbanding lurus dengan
nilai E, I, dan A, dan berbanding terbalik dengan nilai L.
Parameter yang di input ke program analisis struktur adalah nilai I, A, dan L
yang didapat berdasarkan hasil pengukuran, sementara untuk nilai E diinput
berdasarkan rata-rata hasil uji tarik. Meskipun dimensi spesimen telah diukur,
pada pengujian geometri penampang tidak selalu konstan. Ada perbedaan
diameter bambu hingga +1 cm dan perbedaan tebal bambu hingga +3 mm,
sehingga dapat mempengaruhi nilai I dan A yang dapat mempengaruhi
kekakuan. Selain itu bambu adalah material alam yang memiliki rentang E
yang cukup besar. Nilai E bambu tiap-tiap batang dapat saja berbeda
sehingga mempengaruhi kekakuan struktur yang pada akhirnya menyebabkan
perbedaan kurva pada Gambar 4.7.
2. Kemungkinan kedua adalah sistem struktur sedang berada dalam suatu
kondisi transisi ketika runtuh. Adanya perbedaan antara kurva SAP dengan
kurva LVDT berkaitan dengan kekakuan sambungan spesimen uji.s eluruh
sistem sambungan pada spesimen portal dibuat dengan tangan, sehingga
kondisi sambungan tidak akan seideal seperti yang dimodelkan pada SAP.
Contoh kondisi tidak ideal ini antara lain terjadinya celah antar bambu yang
disambung. Seiring penambahan beban, celah ini akan merapat sehingga
kondisi sambungan semakin mendekati ideal. Gambar 4.7 belum dapat
menjelaskan kejadian ini sehingga penjelasan mengenai kemungkinan kedua
ini akan lebih dijabarkan pada analisa hasil pengujian portal.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-10
4.1.5 Kesimpulan
Pengujian yang dilakukan menyimpulkan bahwa sistem struktur yang diuji tidak
memiliki keamanan yang diperlukan karena runtuh sebelum mencapai beban
rencana. Pola keruntuhannya pun bukan pola keruntuhan akibat patahnya elemen
batang maupun gagal sambungan, namun karena hancurnya penampang batang
secara lokal akibat penampang terjepit pada daerah perletakan sehingga teori-teori
perhitungan yang digunakan untuk menghitung kekuatan struktur tidak dapat
diterapkan.. Keruntuhan semacam ini sangat merugikan karena kapasitas struktur
tidak dapat digunakan secara penuh.
Ada 2 cara mengatasi hal diatas, dan dapat digunakan keduanya. Cara 1 adalah
dengan mengubah desain, menempatkan kuda-kuda 2 kali lebih banyak sehingga
masing-masing kuda-kuda memikul beban setengah dari beban rencana yang diuji.
Penggunaan cara ini akan memberikan faktor keamanan (FS) = 767/630 = 1.21 yang
dapat dikatakan cukup aman. Namun jika terjadi beban berlebih, pola keruntuhan
yang tidak efisien ini akan terjadi lagi.
Cara 2 adalah dengan mengisi bagian yang hancur pada pengujian dengan kayu
pengisi, bambu pengisi, atau cor beton. Cara ini sudah banyak dilakukan dalam
pembuatan rumah bambu, namun belum ada pengujian maupun publikasi yang
relevan mengenai perhitungan pastinya.
Secara umum, selain terjadi keruntuhan pada penampang di daerah perletakan, tidak
terjadi kerusakan struktur dalam segi sambungan maupun patah elemen struktur
meski deformasi cukup besar (58.4 mm), sehingga dapat disimpulkan bahwa lepas
dari kerusakan pada bagian perletakan, sistem struktur dan sistem sambungan yang
dibuat menghasilkan aliran beban yang baik.
Dalam percobaan ini, perhitungan teoritis yang menyimpulkan bahwa struktur akan
aman mencapai beban rencana dapat dikatakan terbukti benar. Pada beban 1274 kg
(beban rencana = 1260 kg) tidak terjadi patah pada elemen batang maupun rusak
pada sambungan. Namun perhitungan teoritis yang telah dilakukan tidak
memperhitungkan kerusakan pada penampang seperti yang terjadi pada percobaan.
Pada percobaan berikutnya, keruntuhan semacam ini akan dicegah yakni dengan
memasukkan cor mortar pada segmen bambu yang mengalami jepit pada
penampang.
Pada pembuatan spesimen percobaan diperlukan 2 orang tenaga ahli yang dilengkapi
dengan bor, dan pisau bambu. pengerjaannya memakan waktu hanya setengah hari.
Pada pekerjaan tidak ada kesulitan yang berarti sehingga dapat disimpulkan bahwa
sistem struktur ini cukup mudah dibuat.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-11
4.2 Uji Model Portal Bangunan
Pengujian dengan menggunakan spesimen portal sederhana dengan pengaku
dilakukan dengan memodelkan beban yang terjadi pada portal akibat beban rencana
dan berat kuda-kuda atap diatasnya sebagai beban terpusat pada posisi dudukan
kuda-kuda pada arah gravitasi. Set pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 4.8
Simulasi beban lateral pada percobaan ini juga tidak dilakukan karena keterbatasan
kemampuan alat uji. Hal yang membedakan dengan pengujian spesimen kuda-kuda
pada percobaan sebelumnya adalah pemberian perkuatan dengan cor mortar pada
lokasi penampang terjepit, yakni pada pertemuan antara balok-kolom. Pengujian
kuat tekan beton yang dilakukan terhadap mortar pengisi bambu menunjukkan
bahwa kuat tekan mortar pengisi pada saat pengujian, yaitu saat umur adukan
mencapai 3 hari hanyalah berkisar 3 MPa.
Gambar 4.8 Set alat pengujian portal
4.2.1 Pengembangan Model Portal
Sistem portal yang digunakan pada uji ini adalah sistem portal sederhana dengan
pengaku yang biasa diterapkan pada bangunan rumah tinggal, termasuk rumah
bambu. Pada rumah bambu pada umumnya, sambungan hanya menggunakan tali
yang kekuatannya tidak terukur atau bahkan paku yang dapat memecah bambu.
Perbaikan yang dilakukan pada sistem portal pada tugas akhir ini adalah pada
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-12
detailing sambungan yang dapat mengantisipasi aliran gaya yang terjadi.
Pembahasan mengenai sistem portal ini sudah dilakukan pada BAB III melalui
Gambar 3.2a pada pembahasan sambungan yang kembali ditampilkan dibawah.
P
Sambungan yang
mempertahankan posisi
Sambungan yang
menahan geserSambungan yang
menahan geser
Sambungan yang
mempertahankan posisi Sambungan yang
mempertahankan posisi
2
1
3
4.2.2 Pra Pengujian
Sebelum percobaan, model spesimen dianalisa dengan software SAP 2000 versi 9
seperti pada Gambar 4.9. Pemodelan beban gravitasi dilakukan dengan membuat
beban virtual 1 satuan pada titik-titik terjadinya beban akibat posisi kuda-kuda.
Kemudian setelah running program, dicatat gaya dalam maksimum serta deformasi
dominan yang terjadi pada elemen dan sambungan.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-13
1.6
5 m
Gambar 4.9 Model Pengujian Portal
4.2.2.1 Pengecekan Syarat Kekuatan
Selanjutnya, Kekuatan struktur (elemen struktur dan sambungan) diperoleh dari
perhitungan seperti pada BAB III dengan memperhitungkan gaya dalam maksimum
yang diperoleh dari sifat material, geometri penampang, dan panjang elemen
struktur. Dengan membagi gaya dalam maksimum dengan gaya dalam akibat beban
1 satuan diperoleh beban terpusat maksimum yang dapat dipikul oleh struktur.
Dengan menggunakan metoda perhitungan pada BAB III, diperoleh:
Beban rencana yang ditanggung portal :
Ptotal= 17 KN
Beban rencana ini termasuk beban yang dipikul kuda-kuda dan berat kuda-kuda itu
sendiri.
Beban rencana pada masing-masing titik beban (3 titik) :
Pr = 17/3 = 5.7 KN
Lentur terbesar berdasarkan SAP akibat beban 1 KN :
M = 0.26 KNm di balok atas
Kuat lentur batang 80/10 di balok atas berdasarkan (3-2):
Mu = 2 x 0.86 = 1.72 KNm (batang rangkap 2)
P runtuh = Mu/M = 6.6 KN > Pr (menentukan)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-14
Geser yang terjadi di sambungan berdasarkan SAP akibat beban Pr = 1 KN :
V = 0.54 KN
Kuat geser sambungan dengan 3 baut 10 mm per sisi (Gambar 4.7) berdasarkan
rumus (3-14) :
Vu = 3*14.9 = 44.7 KN
P runtuh = Vu/V = 83.2 KN > Pr (tidak menentukan)
4.2.2.2 Hipotesa Keruntuhan pada Pengujian
Berdasarkan perhitungan di atas dapat disusun hipotesa bahwa keruntuhan akan
diawali dengan keruntuhan pada balok atas ketika beban per titik mencapai 6.6 KN
atau beban total mencapai 19.8 KN.
4.2.3. Prosedur Pengujian
Alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini yakni:
Loadcell
LVDT
Data logger
Spesimen portal
Alat-alat pendukung yang terdiri dari:
o H beam
o Perletakan
o Lengan Beban
Penempatan alat-alat uji dapat dilihat pada Gambar 4.7
Prinsip dasar dari pengujian ini adalah pembebanan statis pada titik-titik beban.
Besar beban total rencana ditetapkan sebesar 17 KN atau 1.7 ton. Nilai beban ini
adalah beban yang dipikul oleh portal meliputi berat beban atap yang dipilkul oleh
sebuah kuda-kuda atap serta berat kuda-kuda itu sendiri. Namun untuk meninjau
pola keruntuhan struktur, struktur akan dibebani hingga runtuh.
Pemberian beban dilakukan secara statis menggunakan loadcell. Beban ini
didistribusikan ke 3 titik beban yang mensimulasikan posisi-posisi dudukan kuda-
kuda melalui H beam.
LVDT berfungsi untuk mencatat deformasi yang terjadi pada struktur. Penempatan
LVDT serta indeksnya dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-15
4.2.4 Hasil Percobaan
Gambar 4.10 menunjukkan grafik perilaku struktur ketika diberi beban statis hingga
runtuh hasil bacaan data logger. Nilai bacaan beban yang lebih akurat dari software
DARTEC ditunjukkan oleh Gambar 4.11. Nilai beban yang tercantum pada kurva
LVDT Gambar 4.11a dan 4.11b adalah nilai beban total yang terdistribusi pada 3
titik aktuator beban. Kurva teoritis (kurva SAP) pada gambar 4.11a menunjukkan
deformasi kuda-kuda bila beban terbagi merata pada 3 titik beban, sedang gambar
4.11b menunjukkan deformasi kuda-kuda bila beban terbagi merata menjadi 2 titik
beban akibat perbedaan kekakuan antara aktuator beban (H beam) dengan balok
bambu, dimana aktuator beban sangat kaku sehingga distribusi beban ke titik tengah
balok dibatasi oleh kemampuan aktuator beban untuk berdeformasi. Gambar ini
menunjukkan bahwa struktur portal sederhana tersebut dapat menahan beban total
hingga 9 ton.
Hasil Pengujian Laboratorium Portal Bambu
0
10
20
30
40
50
60
70
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Deformasi (mm)
Beb
an
(kN
)
tengah kiri kanan
Gambar 4.10 Grafik pengujian portal bambu (bacaan data logger)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-16
KURVA BEBAN PORTAL
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Deformasi (mm)
Beb
an
(K
N)
LVDT SAP (3 titik) reg.pointer Linear (reg.pointer)
Gambar 4.11a Kurva beban portal dengan 3 titik beban pada model
(Bacaan software DARTEC)
KURVA BEBAN PORTAL
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 5 10 15 20 25
Deformasi (mm)
Beb
an
(K
N)
LVDT SAP (2 titik) reg.pointer Linear (reg.pointer)
Gambar 4.11b Kurva beban portal dengan 2 titik beban pada model
(Bacaan software DARTEC)
1
3 titik beban pada
model SAP
1
2 titik beban pada
model SAP
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-17
Meskipun tipe keruntuhan yang diinginkan adalah patah pada elemen batang atau
kegagalan sambungan dalam bidang portal (2D), keruntuhan yang terjadi pada portal
ini ditandai dengan patahnya batang kolom kearah lateral. Meskipun tidak seperti
yang diinginkan, namun patahnya batang kolom ini tidak terjadi secara mendadak,
tetapi secara perlahan-lahan dengan tertahan oleh serat-serat bambu. Patahnya 1
batang kolom tersebut juga terjadi secara lokal, dalam arti tidak mengakibatkan
keruntuhan seluruh struktur. Tipe keruntuhan seperti ini membantu memberikan
peringatan dan waktu kepada pengguna bangunan untuk meninggalkan bangunan
sebelum bangunan mengalami runtuh total. Gambar 4.12 menunjukkan keruntuhan
yang terjadi pada percobaan akibat pembebanan berlebih.
Gambar 4.12 Perilaku runtuh struktur
Seperti pada spesimen kuda-kuda atap, Gambar 4.10 menunjukkan bahwa meski
reaksi struktur terhadap pertambahan beban dapat dibilang cukup baik, yakni tanpa
kegagalan struktur di luar kondisi ideal di awal percobaan, perilaku deformasi di
tengah bentang balok atas pada benda uji juga tidak sesuai dengan teori.
Penambahan beban menghasilkan grafik yang linear terhadap deformasi struktur
hanya setelah beban mencapai 20 KN. Nilai deformasi yang dihasilkan pun lebih
besar daripada teori. Untuk mencapai batas deformasi 9 mm maka beban total yang
diperlukan untuk melebihi syarat lendutan ini hanyalah 15 KN. Nilai ini masih
melebihi beban layan total yang berkisar 13 KN.
4.2.4.1 Analisa Hasil Pengujian
Meski diharapkan perilaku deformasi portal akibat pembebanan mendekati kurva
teoritis pada Gambar 4.11a, namun ternyata lebih mendekati kurva teoritis pada
Gambar 4.11b. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi beban tidak merata, yakni
terfokus pada titik beban kiri dan kanan seperti pada Gambar 4.11b. Distribusi beban
yang tidak merata ini terjadi akibat perbedaan kekakuan aktuator beban (H beam)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-18
dengan kekakuan balok portal seperti digambarkan pada Gambar 4.13. Gambar 4.13
menunjukkan hilangnya deformasi yang seharusnya terjadi sebesar d akibat
perbedaan kekakuan.
Dalam hal ini, model perhitungan pra desain perlu disesuaikan dengan model pada
Gambar 4.11b. Dengan asumsi keruntuhan terjadi akibat tekan pada segmen kolom
terpanjang (1.1m), dengan persamaan (3.5) hingga (3.8) diperoleh kuat runtuh kolom
tersebut adalah: Nn = 29.6 KN
Gaya dalam yang terjadi pada batang kolom tersebut akibat Ptotal = 1 KN adalah R =
0.5 KN. Sehingga secara teoritis, kolom tersebut akan runtuh pada beban Ptotal =
29.6/0.5 = 59.2 KN = 6 ton.
Pada kenyatannya, beban total yang menyebabkan keruntuhan adalah sebesar 9 ton
sehingga perhitungan teoritis bersifat konservatif. Nilai Ptotal yang konservatif
dikarenakan nilai kuat tekan bambu yang digunakan dalam perhitungan adalah nilai
minimum yang didapat dari hasil uji tekan yakni 32 MPa, sedangkan nilai kuat tekan
bambu sangat beragam. Nilai maksimum yang didapat dari uji tekan mencapai 40
MPa.
Gambar 4.13 Ketidak idealan pengujian
Meskipun Gambar 4.11b dapat memberikan gambaran mengenai distribusi beban
yang terjadi pada pengujian, namun ada perbedaan yang cukup signifikan antara
kurva teoritis dengan kurva hasil pengujian. Dengan nilai beban yang sama,
deformasi struktur hasil pengujian menunjukkan deformasi yang lebih besar antara 1
cm hingga 2 cm. Kedua kurva cenderung linear, namun berbeda pada gradien
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-19
kemiringan. Selain itu, kurva LVDT pada Gambar 4.11 menunjukkan ada suatu
kondisi transisi sebelum kurva mencapai kondisi linear
Dari penjabaran di atas, ada 2 kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan kurva
ini, dimana 2 kemungkinan ini dapat bersama-sama menimbulkan perbedaan pada
kurva.
1. Kemungkinan pertama menjelaskan perbedaan gradien kemiringan kurva.
Seperti telah dijelaskan pada analisa hasil percobaan kuda-kuda struktur,
perbedaan gradien kemiringan pada Gambar 4.12 disebabkan oleh sifat
bambu sebagai bahan alam yang memiliki geometri dan sifat mekanika bahan
yang tidak seragam seperti sudah dijelaskan pada analisa hasil percobaan
kuda-kuda atap, sehingga input suatu nilai pada program analisa struktur,
meskipun berdasarkan pengujian dan pengukuran tidak akan secara tepat
mewakili kondisi bambu yang sebenarnya.
2. Kemungkinan kedua menjelaskan adanya suatu kondisi transisi sebelum
kurva LVDT mencapai kondisi linear. Adanya perbedaan antara kurva SAP
dengan kurva LVDT berkaitan dengan kekakuan sambungan spesimen uji.
Sama seperti pada spesimen kuda-kuda, seluruh sistem sambungan pada
spesimen portal dibuat dengan tangan, sehingga kondisi sambungan tidak
akan seideal seperti yang dimodelkan pada SAP. Contoh kondisi tidak ideal
ini antara lain dari adanya celah dan tali yang menghalangi kontak antar
bambu (lihat gambar 4.14). Pembuatan sambungan seperti demikian akan
menyebabkan perbedaan kekakuan sambungan antara spesimen uji dengan
model SAP. Seiring naiknya beban, sambungan akan semakin kaku dan laju
deformasi akan berkurang dan kurva deformasi akan menjadi linear setelah
sambungan berada dalam kondisi mendekati ideal.
Ada 2 parameter yang perlu dijelaskan mengenai kondisi transisi dari grafik
pada Gambar 4.11, yakni: deformasi yang diperlukan untuk mengakhiri
kondisi transisi sebesar + 1cm dan gaya yang diperlukan untuk mengakhiri
kondisi transisi transisi sebesar +1.5 ton. Penjelasan mengenai kedua hal di
atas dapat dilihat pada Gambar 4.14
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-20
a
a
dd'
kdR
f
F
Arah gerak batang a
a) Sambungan ideal (rapat)
b) Sambungan spesimen (tidak rapat)
c) Gaya-gaya yang terjadi saat
sambungan merapat
d) Contoh sambungan
Tali ijuk
dX(d)
e) Deformasi pada tali
Gambar 4.14 Ketidak idealan sambungan
Dengan:
d’ adalah lebar celah antara batang penahan dengan tali
d adalah tebal tali
F adalah gaya yang menekan balok a
R adalah gaya tahanan akibat kuat ikatan tali
kd adalah gaya tahanan tali yang tertekan (analogi dengan pegas)
f adalah gaya gesek yang terjadi antar bambu
Dengan demikian, jika:
Deformasi transisi yang terjadi, dtrans= x(d) + d’ (4-1)
Gaya transisi total yang terjadi, Ftrans= R + kd + f (4-2)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa IV-21
Mempertimbangkan bahwa ada setidaknya 4 titik sambung yang memiliki
ketidak idealan seperti pada Gambar 4.14, maka meskipun tidak dilakukan
pengukuran secara pasti, namun angka-angka:
dtrans= + 1cm, dan Ftrans = + 1.5 ton
masih merupakan angka-angka yang masuk akal untuk menjelaskan ketidak
idealan grafik pada Gambar 4.11
4.2.5 Kesimpulan
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kapasitas struktur jauh melebihi beban rencana,
sehingga membuktikan bahwa bambu dapat menjadi material yang sangat baik untuk
dimanfaatkan sebagai bahan bangunan bila struktur bangunan bambu direncanakan
dengan baik dalam merespon aliran beban.
Kunci perencanaan yang diterapkan pada pembuatan spesimen sambungan adalah
dengan memberi batang bambu tambahan yang dibaut untuk menahan geser dan
dengan mengisi segmen-segmen bambu yang mengalami gaya jepit tegak lurus
penampang dengan mortar.
Kuat tekan bahan pengisi sendiri tidak terlalu menjadi persoalan. Hal ini ditunjukkan
dengan kuat tekan bahan pengisi yang hanya berkisar 3 MPa dapat meningkatkan
kekuatan struktur hingga 9 ton tanpa terjadinya pecah pada penampang. Percobaan
ini juga menunjukkan bahwa kuat struktur sebenarnya jauh lebih besar dari kuat
teoritis. Hal ini karena bambu adalah material alam yang memiliki keberagaman dari
segi kuat material. Rentang antara kuat material minimal dan kuat material maksimal
sangat jauh (Lihat BAB II), dan demi keamanan struktur, kuat material yang
digunakan dalam perencanaan diambil di bawah kuat material minimal.
Seperti pada proses pembuatan kuda-kuda, pembuatan spesimen percobaan
memerlukan 2 orang tenaga ahli yang dilengkapi dengan bor, tali ijuk dan pisau
bambu. pengerjaannya memakan waktu hanya setengah hari dimana portal selesai
pada hari yang sama dengan kuda-kuda. Pada pekerjaan tidak ada kesulitan yang
berarti sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem struktur ini cukup mudah dibuat.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material V-1
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Bab 5
Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Desain konstruksi yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini membuktikan bahwa
anggaran yang besar tidak diperlukan untuk mendesain suatu bangunan tahan gempa.
Pada Tabel 3.11 diperlihatkan bahwa diperlukan anggaran sebesar + Rp. 500.000,-
untuk membuat 4 buah kuda-kuda bambu, sedangkan diperlukan + Rp. 3.750.000,-
untuk membuat sebuah kuda-kuda kayu (Jurnal Harga Satuan Bahan Bangunan,
Konstruksu & Interior, 2003). Yang diperlukan dalam konstruksi bangunan tahan
gempa adalah material dan sistem struktur yang mampu memenuhi konsep-konsep
dasar bangunan tahan gempa, yakni: daktilitas, kekakuan, kekuatan, serta kontinuitas
struktur dalam mengalirkan beban.
Bambu, dengan sifatnya yang kuat menahan tarik dan tekan, serta siap dipanen
setelah 5 tahun masa tanam, merupakan material yang menjanjikan dalam konstruksi
bangunan. Namun demikian ada beberapa kelemahan pada bambu yang perlu
diperhatikan dalam desain sebuah bangunan bambu.
Kelemahan pertama adalah kekuatan bambu yang tidak seragam sepanjang batang.
Bagian pangkal bambu cenderung lebih kuat dibanding bagian ujung bambu.
Kelemahan ini akan cukup berpengaruh saat diperlukan bambu panjang sebagai
elemen struktur seperti pada balok kuda-kuda, atau balok ring penghubung kolom.
Untuk mengatasinya, perlu dipilih bambu yang sudah cukup tua, dan dipotong pada
bagian ujungnya sehingga diameter bambu bagian pangkal dan ujung yang dipotong
cukup seragam.
Kelemahan kedua yang perlu diperhatikan berkaitan dengan arah orientasi serat
bambu. Serat bambu tersusun searah sumbu batang sehingga bambu hanya kuat
menahan gaya pada arah sumbu batang. Kelemahan bambu yang timbul akibat
orientasi serat ini membuat bambu mudah dibelah atau dipecah dengan memberi
gaya tarik tegak lurus serat. Pada struktur dengan bambu yang berpenampang
silinder, kelemahan ini akan mengakibatkan bambu mudah pecah pada bagian
struktur dimana terjadi gaya tarik atau tekan tegak lurus serat seperti pada balok yang
terjepit diantara kolom dan kuda-kuda atap. Kelemahan semacam ini dapat diatasi
dengan mengisi segmen bambu yang mengalami gaya tegak lurus serat dengan
mortar atau kayu.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material V-2
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Kelemahan yang berikutnya terkait dengan bentuk batang bambu yang seperti pipa.
Bentuk pipa ini mempersulit pembuatan sambungan antar batang bambu. Agar aliran
gaya pada sambungan dapat berlangsung dengan sempurna, maka bidang kontak
pada sambungan harus meliputi seluruh bagian penampang bambu yang disambung.
Untuk dapat membuat bidang kontak seperti ini, maka diperlukan ketrampilan khusus
yang dapat membuat potongan melengkung pada penampang bambu. Gambar 5.1
menunjukkan pembuatan sambungan yang kurang baik, dimana potongan pada
penampang tidak dibuat melengkung sehingga bidang kontak yang terjadi antara
batang bambu menjadi sempit. Gambar 5.2 menunjukkan potongan yang dibuat
melengkung pada penampang sehingga bidang kontak menyertakan seluruh
penampang bambu yang disambung. Secara empiris, pembuatan lengkungan pada
penampang untuk menghasilkan kontak yang baik antar bambu dapat dipermudah
dengan memilih batang bambu dengan diameter yang relatif sama dengan batang
bambu lainnya pada titik sambung. Selisih diameter bambu demi keserasian
sambungan bersifat subjektif tergantung keahlian orang yang membuat, namun
berdasarkan pengamatan pada saat pembuatan spesimen uji, selisih antar batang
bambu selalu diusahakan tidak lebih dari + 1 cm.
Gambar 5.1 Sambungan yang tidak baik
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material V-3
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 5.2 Sambungan yang baik
Sambungan batang bambu harus dibuat agar dapat mengalirkan gaya-gaya yang
terjadi secara sempurna. Biasanya sambungan antar batang bambu hanya dibuat
dengan ikatan tali ijuk atau rotan. Meski sambungan semacam ini sudah banyak
digunakan dan terbukti dapat digunakan dalam pembuatan bangunan bambu yang
sederhana, namun sambungan semacam ini dapat bergeser dan kekuatannya sangat
tergantung keahlian orang yang membuat ikatan.
Pada tugas akhir ini, ada 2 kategori sambungan dalam sistem struktur yang dibuat.
Sambungan yang pertama adalah sambungan yang hanya mempertahankan posisi
batang karena gaya-gaya sambungan ditahan sendiri oleh elemen batang. Sambungan
jenis ini hanya dibuat menggunakan tali. Sambungan yang kedua adalah sambungan
yang menahan geser. Dalam hal ini alat penyambung berperan menahan gaya yang
terjadi pada sambungan. Sambungan jenis ini dibuat dengan batang bambu tambahan
yang dibaut. Dengan konfigurasi sambungan seperti di atas, sistem struktur yang
dibuat dapat memiliki kapasitas jauh di atas beban rencana.
5.2 Saran
Tugas akhir ini hanya membahas penggunaan bambu dari segi teori konstruksi
jangka pendek dan sedikit mengenai pengawetan. Belum ada literatur yang
membahas bambu hingga ke arah sifat bambu dalam jangka panjang. Sehingga
diharapkan tugas akhir ini dapat menjadi pemicu kepada pihak-pihak yang berminat
untuk meneliti sifat bambu untuk jangka panjang seperti adanya fenomena susut pada
bambu, agar bambu dapat menjadi material yang umum digunakan.
Kunci dari pengembangan suatu struktur bambu adalah pada pengembangan
sambungan. Sambungan baut yang dibuat pada spesimen memiliki kekurangan dalam
hal terjadinya gesekan antara baut dengan bambu pada lubang yang pada akhirnya
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material V-4
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
dapat merusak bambu itu sendiri. Kerusakan seperti ini dalam jangka panjang dapat
menimbulkan bahaya terhadap struktur sambungan dan struktur bambu secara
keseluruhan. Untuk menghindari kerusakan pada lubang baut, permukaan lubang
dapat dilapisi dengan resin atau dilapisi dengan ring atau keduanya untuk
menghindari kontak langsung bambu dengan baut selain juga untuk mengontrol
diameter lubang agar tidak lebih besar dari perencanaan sehingga dapat mengurangi
deformasi pada struktur.
Selama ini fokus pengembangan sambungan bambu selalu menyertakan penggunaan
alat sambung yang relatif mahal seperti baut dan pelat baja. Penggunaan tali yang
relatif murah sebagai alat sambung dapat dilakukan jika ada komponen yang
menahan gaya geser pada sambungan menggantikan baut dan pelat. Sebagai
alternatif dapat dicoba bentuk sambungan takik seperti yang biasa digunakan pada
kayu. Mempertimbangkan kuat geser bambu yang kecil, tahanan gaya bisa didapat
dari bahan pengisi seperti cor beton atau kayu. Meski masih memerlukan kajian lebih
lanjut, penggunaan sambungan takik dengan ikatan tali akan dapat mengurangi biaya
bahan konstruksi selain juga lebih dikenal masyarakat dibanding penggunaan baut
pada sambungan.
Sambungan dengan tali sering menjadi masalah karena kurangnya keahlian orang
yang mengikat. Ikatan tali yang kurang kuat dapat menyebabkan posisi batang-
batang bambu bergeser. Walau sedikit, pergeseran ini dapat mengurangi integritas
struktur dengan terjadinya deformasi-deformasi yang tidak perlu. Oleh karena itu,
diperlukan standarisasi mengenai metoda pengikatan dan pengencangan dengan tali,
baik ijuk, rotan, maupun material lain. Pengembangan metoda ikatan dan
pengencangan akan sangat membantu perkembangan penggunaan material bambu
sebagai komponen struktur bangunan.
Meski bambu mulai menjadi material yang diminati baik dalam maupun luar negeri,
belum ada standar perencanaan yang khusus mengenai konstruksi bambu. Hal ini
mengakibatkan masyarakat belum “berani” menggunakan material bambu dalam
konstruksi bangunan mereka. Oleh karena itu, diharapkan para ahli konstruksi
Indonesia dapat melanjutkan penelitian mengenai bambu dan menerbitkan standar
yang dapat digunakan sebagai acuan konstruksi, seperti pada material beton dan baja.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material V-5
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Gambar 5.3 Bangunan Bambu yang megah
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
LAMPIRAN A
DESAIN ELEMEN STRUKTUR
Dalam desain elemen struktur, acuan yang digunakan adalah Tabel 3.8
A.1 Desain Gording dan Balok
A.1.1 Gording
Momen lentur yang terjadi pada gording :
Mu = 2
8
1ql dimana q = 0.784 KN/m dan l = 3 m
Mu = 0.882 KN m
Geser pada gording:
Vu = ql4
1= 0.588 KN
A.1.1.1 Desain Terhadap Momen Lentur
Penampang yang digunakan harus memiliki nilai momen statis minimum,
max
lt
MW (3- 1)
dimana lt adalah nilai modulus lentur penampang.
Nilai momen statis masing-masing penampang dapat dilihat pada Tabel 3.8
Nilai modulus of rupture bambu, lt = 19 MPa
Mu = 0.882 KNm
Maka statis momen yang diperlukan: W = 46421.05 mm3
Dari Minimal harus menggunakan penampang: 90/10 dengan luas A = 2513 mm2
A.1.1.2 Desain Terhadap Geser
Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum,
VuA
v (3- 2)
dimana adalah nilai modulus geser penampang.
Modulus geser bambu, = 16 MPa
Vu = 0.588 KN
Maka luas penampang yang diperlukan: A = Vu / = 588 / 16 = 36.75 mm2
(tidak menentukan)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
A.1.1.3 Penentuan Penampang Gording
Berdasarkan perhitungan di atas, gording harus setidaknya menggunakan bambu
90/10, namun dalam desain untuk gording akan digunakan bambu 100/10
A.1.2 Balok
Dari analisa struktur sebelumnya, gaya dalam yang terjadi pada balok dapat
ditentukan sebagai berikut:
Mu = 0.11 KNm
Vu = 0.1 KN
Pu = 2.82 KN (tarik)
A.1.2.1 Desain Terhadap Momen Lentur
Penampang yang digunakan harus memiliki nilai momen statis minimum,
max
lt
MW (3- 3)
dimana lt adalah nilai modulus lentur penampang.
Nilai modulus of rupture bambu, lt = 19 MPa
Mu = 0.11 KNm
Maka statis momen yang diperlukan: W = 5790 mm3
Dapat digunakan penampang: 50/4 dengan luas A = 578 mm2
A.1.2.2 Desain Terhadap Geser
Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum,
VuA
v (3- 4)
dimana adalah nilai modulus geser penampang.
Modulus geser bambu, = 16 MPa
Vu = 0.11 KN
Maka luas penampang yang diperlukan: A = Vu / = 110 / 16 = 6.9 mm2
(tidak menentukan)
A.1.2.3 Desain Terhadap Tarik
Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum,
TuA
t (3- 5)
dimana t adalah kapasitas tarik penampang.
Untuk memenuhi gaya tarik yang terjadi, diperlukan
A = Tu/t = 2820/180 = 15.67 mm2
(tidak menentukan)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
A.1.2.4 Desain Terhadap Tekan
Hasil analisa struktur menunjukkan pada balok tidak terjadi gaya tekan
A.1.2.5 Penentuan Penampang Balok
Dari hasil analisa yang di atas, pada balok dapat digunakan penampang 50/4, namun
untuk kemudahan konstruksi digunakan penampang 100/10
A.2 Kasau Bambu
Momen lentur yang terjadi pada kasau :
Mu = 2
8
1ql dimana q = 0.21 KN/m dan l = 3.36 m
Mu = 0.3 KN m
Geser pada kasau:
Vu = ql4
1= 0.176 KN
A.2.1 Desain Terhadap Momen Lentur
Penampang yang digunakan harus memiliki nilai momen statis minimum,
max
lt
MW (3- 6)
dimana lt adalah nilai modulus lentur penampang.
Nilai modulus of rupture bambu, lt = 19 MPa
Mu = 0.3 KNm
Maka statis momen yang diperlukan: W = 15790.05 mm3
Kasau setidaknya harus menggunakan penampang: 70/6 dengan luas A = 1206 mm2
A.2.2 Desain Terhadap Geser
Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum,
VuA
v (3- 7)
dimana adalah nilai modulus geser penampang.
Modulus geser bambu, = 16 MPa
Vu = 0.176 KN
Maka luas penampang yang diperlukan: A = Vu / = 176 / 16 = 11 mm2
(tidak menentukan)
A.2.3 Penentuan Penampang Kasau
Berdasarkan perhitungan di atas, kasau harus setidaknya menggunakan bambu 70/6,
namun dalam desain untuk gording akan digunakan bambu 80/7
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
A.3 Kolom Bambu
Dari analisa struktur sebelumnya, gaya dalam yang terjadi pada kolom dapat
ditentukan sebagai berikut:
Mu = 0.49 KNm
Vu = 0.68 KN
Pu = 8.8 KN (tekan)
A.3.1 Desain Terhadap Momen Lentur
Penampang yang digunakan harus memiliki nilai momen statis minimum,
max
lt
MW (3- 8)
dimana lt adalah nilai modulus lentur penampang.
Nilai modulus of rupture bambu, lt = 19 MPa
Mu = 0.49 KNm
Maka statis momen yang diperlukan: W = 25790 mm
Dapat digunakan penampang: 80/7 dengan luas A = 1609 mm2
Dalam desain akan digunakan penampang 100/10
A.3.2 Desain Terhadap Geser
Penampang yang digunakan harus memiliki luas penampang minimum,
VuA
v (3- 9)
dimana adalah nilai modulus geser penampang.
Modulus geser bambu, = 16 MPa
Vu = 0.68KN
Maka luas penampang yang diperlukan: A = Vu / = 680 / 16 = 42.5 mm2
(tidak menentukan)
A.3.3 Desain Terhadap Tarik
Berdasarkan Tabel 3.5, gaya tarik tidak dominan pada kolom jika dibandingkan gaya
tekan, sehingga desain untuk gaya aksial akan ditentukan oleh gaya tekan.
A.3.4 Desain Terhadap Tekan
Desain komponen tekan harus memperhitungkan adanya tekuk akibat kelangsingan
batang, sehingga perhitungan dilakukan sebagai berikut:
Cek kelangsingan komponen tekan dengan:
1 kc
L fy
r E (3-
10)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Selanjutnya, dicari nilai faktor reduksi kekuatan akibat kelangsingan komponen tekan
untuk berbagai nilai c sebagai berikut:
untuk c 0.25, maka = 1
untuk 0.25 < c < 1.2, maka 1.43
1.6 0.67 c (3-
11)
c 1.2, maka = 1.25 c2
(3-
12)
Nilai kuat tekan penampang dihitung sebagai berikut:
Nn = Ag fcr = Agfy
(3-
13)
Dimana Ag = luas penampang
fy = tegangan leleh (tekan)
Penampang 100/10 memiliki karakteristik berikut:
A = 2827 mm2
I = 2898000 mm4
r = 32 mm
nilai kelangsingan: 1 k
c
L fy
r E (3 - 6)
Dari tabel output SAP, jika panjang elemen diurutkan dari besar ke kecil, maka
diketahui bahwa gaya dominan mulai terjadi pada Lk = 2 m ke bawah. Sehingga tidak
perlu digunakan panjang tekuk maksimal untuk mendesain bresing dan kuda-kuda.
Dengan rumus (3-6), 1 2000 32
32 3300c = 1.96 > 1.2 (langsing)
sehingga = 1.25 c2 = 1.25*1.96
2 = 4.8
Dari rumus (3-9), y
cr
ff = 32/4.8 = 6.66 Mpa.
Tegangan yang terjadi = Pu/A = 8800/2827 = 3.11 Mpa < fcr
Sehingga untuk kolom, dapat digunakan penampang 100/10
A.3.5 Penentuan Penampang Kolom
Dari hasil analisa yang di atas, penampang terbesar yang diperlukan untuk kolom
adalah penampang 100/10. Selanjutnya penampang ini akan digunakan dalam desain
kolom.
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
A.4 Kuda-Kuda Bambu dan Ikatan Angin
Kuda-kuda bambu dan ikatan angin didesain sebagai sebuah sistem rangka batang,
dimana gaya yang dominan adalah tekan dan tarik.
Gaya dalam yang terjadi pada kuda-kuda dan ikatan angin:
Pu = 12.2 KN (tarik); 11.9 KN (tekan)
Dari gaya dalam di atas diketahui bahwa meski gaya tarik lebih besar, namun dengan
adanya faktor reduksi kelangsingan maka yang dominan pada desain kuda-kuda dan
bresing adalah pengaruh tekan.
Penampang 100/10 memiliki karakteristik berikut:
A = 2827 mm2
I = 2898000 mm4
r = 32 mm
nilai kelangsingan: 1 k
c
L fy
r E (3 - 6)
Dari tabel output SAP, jika panjang elemen diurutkan dari besar ke kecil, maka
diketahui bahwa gaya dominan mulai terjadi pada Lk = 2 m ke bawah. Sehingga tidak
perlu digunakan panjang tekuk maksimal untuk mendesain bresing dan kuda-kuda.
Dengan rumus (3-6), 1 2000 32
32 3300c = 1.96 > 1.2 (langsing)
sehingga = 1.25 c2 = 1.25*1.96
2 = 4.8
Dari rumus (3-9), y
cr
ff = 32/4.8 = 6.66 Mpa.
Tegangan yang terjadi = Pu/A = 11.9/2827 = 4.21 Mpa < fcr
Sehingga untuk bresing dan kuda-kuda, dapat digunakan penampang 100/10
A.5 Rekapitulasi Desain Elemen Batang
Dari hasil perhitungan di atas, maka besar elemen batang yang digunakan untuk
desain bangunan bambu dapat dilihat pada Tabel A.1.
Tabel A.1 Rekapitulasi Desain Elemen Batang
Komponen Bangunan Dimensi Minimal Dimensi Rencana
Gording 90/10 100/10
Balok 50/4 100/10
Kasau 70/6 80/7
Kolom - 100/10
Kuda-kuda dan Bresing - 100/10
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN SAMBUNGAN
Kuat sambungan b (Gambar 3.8).
Digunakan:
t1 = 10mm tebal bambu yang disambung
t2 = 10mm tebal batang bambu tambahan
d1 = 100 mm diameter luar bambu
d2 = 10 mm diameter baut
fy = 190 MPa kuat geser baut
fb = 180 MPa kuat tarik bambu
P1 = (d1 – 2t1) d2 fc + t1 d2 fb (3- 1)
tanpa pengisi: P1 = 10*10*180MPa = 18000 N
= 18 KN
P2 = t2 d2 fs (3- 2)
P2 = 10*10*180 MPa = 18000 N = 18 KN
P4 = (0.25) ( ) d22 fv = 0.25*3.14*10
2*190 = 14915 N = 14.9 KN (3- 18)
Sehingga kekuatan sambungan (Pn) ditentukan oleh P3 = 14.9 KN
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
LAMPIRAN C PERHITUNGAN PONDASI
Perhitungan Gaya Pondasi
Gaya Dalam
U3 15,38 kN
Ukuran Pondasi Btu Kali
Pondasi
B 1,3 m (asumsi)
L 1,3 m (asumsi)
T 0,2 m (asumsi)
batu kali 22 kN/m3
Pedestal Pedestal Trapesium Batu Kali
B1 0,7 m
B2 0,9 m volume trapesium
T 1 m 0,643333
batu kali 22 kN/m3
Volume Tanah
0,81 m3
0,166667 m3
tanah 16,5 kN/m3 (tanah urugan)
Berat Footing
Pondasi 7,436 kN
Pedestal 14,15333 kN
Tanah 2,75 kN
Wf 24,33933 kN
Tegangan vertikal efektif pada kedalaman D
D 1 m
sat 16,2 kN/m3 (asumsi)
water 0
'zD 16,2 kN/m2 (3-20)
Perhitungan Bearing Capacity
qmax 31,25841 kN/m2 (3-21) (pertimbangan seismic load, Faktor 1,33)
Parameter tanah yang digunakan
cu 7,742 kN/m2 7,742 kg/cm2
8 derajat
19 kN/m3 1,7 kg/cm3
Berdasarkan parameter diatas maka diperoleh :
Nc 8,6
Nq 2,2
N 0,7
qult 122,1956 kN/m2 (3-22)
FS 3
qall 40,73185 kN/m2 (3-23)
Pall 68,83683 kN OKAY
Kapasitas Geser Footing
U1 0,757 kN
U2 2,12 kN
FH 2,12 kN
FS 2
Kp 1,323347 (3-24) (coloumb erath pressure theory)
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
gaya pasif yang bekerja pada footing
Fp 10,71911 kN (3-25)
Koefisien friksi
0,098051 (3-26)
Equivalent passive fluid density
a 5,393036 (3-27)
Kapasitas geser pada dasar footing
Vf 19,18381 kN (3-28)
Safety Factor 9,048969 (3-29) OKAY
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
LAMPIRAN D HASIL UJI LABORATORIUM
D.1 UJI KUDA-KUDA ATAP
Beban LVDT1 LVDT2 LVDT3 LVDT4 LVDT5
319 4.22 4.46 5.02 2.44 4.96
367 5.32 5.52 6.14 3.12 5.98
417 6.3 6.52 7.22 3.64 6.82
467 7.86 8.02 8.84 4.54 8.04
519 10.14 10.1 11.02 5.92 9.58
574 11.2 11.2 12.26 7.54 10
617 12.66 12.58 13.72 7.42 10.76
632 13.6 13.5 14.64 7.9 11.64
672 14.28 14.28 15.5 8.26 12.46
719 16.44 16.4 17.58 9.58 14.44
767 19.3 18.2 18.88 11.9 15.88Runtuh pertama
772 30.04 27.54 27.42 19.9 23.42
809 30.84 28.74 28.64 20.6 24.6
864 32.32 30.26 30.18 21.32 26.04
914 33.64 31.64 31.56 21.92 27.36
977 35.34 33.54 33.56 22.86 29.26
1007 36.58 34.86 34.88 23.42 30.52
1019 37.12 35.48 35.52 23.66 31.08
1054 38.12 36.68 36.76 24.1 32.4
1069 39.06 37.56 37.68 24.58 33.28
1112 40.08 38.78 38.9 25.06 34.46
1119 40.6 39.38 39.5 25.26 35.02
1124 41.38 40.18 40.24 25.66 35.74
1142 41.74 40.58 40.66 25.82 36.18
1159 42.14 41.04 41.16 26 36.62
1169 42.6 41.58 41.68 26.22 37.1
1194 43.04 42.06 42.22 26.4 37.64
1212 43.7 42.66 42.8 26.84 38.14
1232 44.26 43.34 43.54 26.98 38.82
1239 45.3 44.6 44.9 27.5 40.22
1234 46.2 45.74 46.14 27.92 41.48Runtuh kedua
1239 46.82 46.42 46.82 28.28 42.22
1244 47.28 47.06 47.52 28.36 42.88
1252 48.62 48.8 49.46 28.92 44.9
1262 53.28 54.78 56.04 30.88 -46kegagalan struktural
1269 54.32 55.86 57.14 31.3 -46
1274 55.26 56.8 58.06 31.6 -46
1274 55.62 57.12 58.4 30.78 -46
*) Beban diberikan dalam satuan kg LVDT mengukur deformasi dalam satuan mm
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
D.2 UJI PORTAL
beban (KN)
LVDT tengah
LVDT kiri
LVDT kanan
0.00 0.00 0.00 0.00
-0.11 -0.14 -0.04 -0.02
-0.17 -0.26 -0.08 -0.08
-0.24 -0.38 -0.14 -0.18
-0.29 -0.53 -0.20 -0.22
-0.33 -0.65 -0.26 -0.28
-0.38 -0.77 -0.32 -0.34
-0.43 -0.90 -0.36 -0.41
-0.50 -1.04 -0.43 -0.47
-0.53 -1.16 -0.49 -0.53
-0.59 -1.31 -0.55 -0.61
-0.63 -1.43 -0.59 -0.65
-0.73 -1.57 -0.65 -0.71
-0.93 -1.72 -0.71 -0.77
-1.06 -1.88 -0.82 -0.86
-1.19 -2.00 -0.86 -0.90
-1.32 -2.15 -0.90 -0.98
-1.45 -2.27 -0.98 -1.02
-1.60 -2.41 -1.04 -1.08
-1.70 -2.56 -1.10 -1.14
-1.88 -2.70 -1.16 -1.18
-2.06 -2.84 -1.20 -1.25
-2.19 -2.99 -1.27 -1.31
-2.35 -3.13 -1.35 -1.33
-2.52 -3.30 -1.41 -1.37
-2.73 -3.42 -1.45 -1.41
-2.88 -3.56 -1.53 -1.45
-3.02 -3.73 -1.59 -1.49
-3.22 -3.85 -1.64 -1.51
-3.44 -4.01 -1.70 -1.57
-3.63 -4.16 -1.80 -1.61
-3.85 -4.30 -1.82 -1.66
-4.03 -4.46 -1.90 -1.68
-4.24 -4.59 -1.94 -1.74
-4.46 -4.73 -2.00 -1.76
-4.64 -4.89 -2.07 -1.78
-4.84 -5.04 -2.15 -1.82
-5.04 -5.20 -2.25 -1.84
-5.22 -5.35 -2.29 -1.86
-5.46 -5.49 -2.35 -1.86
-5.70 -5.65 -2.39 -1.92
-5.90 -5.80 -2.46 -1.94
-6.13 -5.94 -2.54 -1.94
-6.40 -6.10 -2.62 -2.00
-6.59 -6.25 -2.66 -2.00
-6.85 -6.39 -2.72 -2.05
-7.13 -6.56 -2.76 -2.07
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
beban (KN)
LVDT tengah
LVDT kiri
LVDT kanan
-7.33 -6.70 -2.82 -2.07
-7.63 -6.86 -2.91 -2.11
-7.81 -7.01 -2.93 -2.13
-8.08 -7.15 -2.99 -2.15
-8.34 -7.29 -3.01 -2.17
-8.56 -7.48 -3.05 -2.21
-8.86 -7.60 -3.09 -2.23
-9.08 -7.76 -3.15 -2.27
-9.36 -7.91 -3.17 -2.31
-9.57 -8.07 -3.23 -2.33
-9.78 -8.22 -3.23 -2.33
-9.95 -8.36 -3.28 -2.37
-10.02 -8.52 -3.28 -2.43
-10.17 -8.67 -3.25 -2.50
-10.18 -8.83 -3.25 -2.54
-10.24 -8.99 -3.19 -2.60
-10.36 -9.14 -3.19 -2.64
-10.59 -9.28 -3.17 -2.70
-10.83 -9.43 -3.17 -2.74
-11.13 -9.59 -3.17 -2.78
-11.22 -9.73 -3.15 -2.80
-11.55 -9.90 -3.17 -2.84
-11.87 -10.04 -3.21 -2.87
-12.17 -10.18 -3.28 -2.91
-12.56 -10.35 -3.32 -2.93
-12.86 -10.49 -3.36 -2.99
-13.19 -10.63 -3.40 -3.01
-13.59 -10.78 -3.46 -3.05
-14.00 -10.94 -3.48 -3.11
-14.30 -11.07 -3.54 -3.15
-14.75 -11.21 -3.56 -3.21
-15.17 -11.37 -3.60 -3.23
-15.53 -11.52 -3.66 -3.25
-15.97 -11.66 -3.69 -3.30
-16.35 -11.80 -3.73 -3.34
-16.76 -11.93 -3.75 -3.40
-17.23 -12.07 -3.81 -3.44
-17.69 -12.23 -3.85 -3.48
-18.20 -12.38 -3.87 -3.54
-18.67 -12.52 -3.91 -3.56
-19.17 -12.68 -3.97 -3.62
-19.65 -12.81 -4.01 -3.64
-20.13 -12.95 -4.05 -3.71
-20.66 -13.09 -4.10 -3.77
-21.21 -13.24 -4.14 -3.81
-21.74 -13.38 -4.20 -3.83
-22.28 -13.53 -4.24 -3.89
-22.86 -13.65 -4.28 -3.95
-23.47 -13.79 -4.34 -3.99
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
beban (KN)
LVDT tengah
LVDT kiri
LVDT kanan
-24.06 -13.94 -4.38 -4.03
-24.70 -14.08 -4.42 -4.12
-25.36 -14.24 -4.46 -4.16
-25.89 -14.37 -4.51 -4.20
-26.56 -14.51 -4.57 -4.26
-27.22 -14.65 -4.61 -4.30
-27.80 -14.80 -4.67 -4.32
-28.47 -15.00 -4.73 -4.38
-29.16 -15.08 -4.77 -4.44
-29.75 -15.23 -4.83 -4.48
-30.38 -15.35 -4.89 -4.53
-31.08 -15.49 -4.98 -4.59
-31.72 -15.64 -5.04 -4.65
-32.36 -15.78 -5.10 -4.69
-33.02 -15.92 -5.16 -4.73
-33.72 -16.07 -5.22 -4.79
-34.33 -16.21 -5.28 -4.85
-35.01 -16.33 -5.37 -4.89
-35.69 -16.48 -5.45 -4.94
-36.32 -16.62 -5.51 -5.00
-36.95 -16.74 -5.57 -5.04
-37.63 -16.89 -5.65 -5.10
-38.27 -17.05 -5.71 -5.16
-38.87 -17.17 -5.80 -5.20
-39.60 -17.32 -5.86 -5.26
-40.24 -17.46 -5.94 -5.30
-40.86 -17.58 -6.00 -5.37
-41.56 -17.75 -6.08 -5.39
-42.21 -17.87 -6.17 -5.43
-42.83 -18.01 -6.23 -5.49
-43.53 -18.16 -6.29 -5.55
-44.19 -18.30 -6.39 -5.57
-44.77 -18.45 -6.45 -5.63
-45.43 -18.59 -6.56 -5.67
-46.15 -18.73 -6.62 -5.71
-46.67 -18.86 -6.68 -5.78
-47.29 -19.02 -6.76 -5.82
-47.97 -19.16 -6.84 -5.86
-48.56 -19.31 -6.92 -5.90
-49.15 -19.43 -6.99 -5.96
-49.85 -19.59 -7.07 -5.98
-50.38 -19.72 -7.15 -6.02
-51.00 -19.88 -7.21 -6.06
-51.61 -20.00 -7.31 -6.10
-52.17 -20.15 -7.38 -6.15
-52.67 -20.29 -7.44 -6.17
-53.33 -20.43 -7.52 -6.21
-53.90 -20.58 -7.58 -6.25
-54.42 -20.70 -7.64 -6.25
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
beban (KN)
LVDT tengah
LVDT kiri
LVDT kanan
-54.96 -20.84 -7.70 -6.29
-55.48 -21.01 -7.76 -6.33
-56.01 -21.15 -7.83 -6.35
-56.51 -21.29 -7.89 -6.37
-56.95 -21.46 -7.97 -6.45
-57.42 -21.60 -7.99 -6.37
-57.87 -21.73 -8.03 -6.39
-58.26 -21.89 -8.09 -6.39
-58.63 -22.03 -8.13 -6.37
-58.95 -22.16 -8.15 -6.33
-59.10 -22.32 -8.15 -6.29
-59.31 -22.46 -8.15 -6.23
-59.34 -22.63 -8.13 -6.17
-59.31 -22.79 -8.09 -6.04
-59.15 -22.96 -8.05 -5.90
-58.84 -23.14 -7.99 -5.78
-58.41 -23.30 -7.85 -5.59
-57.87 -23.49 -7.74 -5.41
-56.75 -23.65 -7.72 -5.16
-45.20 -24.23 -7.79 -4.87
-42.53 -24.47 -8.01 -4.53
-41.24 -24.66 -8.13 -4.22
-40.33 -24.86 -8.34 -3.97
-39.59 -25.05 -8.61 -3.73
-38.97 -25.23 -8.79 -3.15
-38.36 -25.42 -8.95 41.34
-37.72 -25.60 -9.06 41.38
-37.04 -25.76 -9.24 41.38
-36.32 -25.93 -9.47 41.41
-35.69 -26.11 -9.69 41.41
-35.09 -26.30 -9.86 41.38
-34.45 -26.50 -10.08 41.41
-33.87 -26.69 -10.29 41.38
-33.34 -26.87 -10.45 41.41
-32.80 -27.06 -10.72 41.38
-32.31 -27.24 -10.86 41.38
-31.90 -27.38 -11.07 41.43
-31.51 -27.57 -11.25 41.38
-31.17 -27.73 -11.39 41.41
-30.81 -27.90 -11.58 41.41
-30.56 -28.06 -11.74 41.41
-30.15 -28.22 -11.84 41.43
-29.84 -28.39 -11.99 41.41
-29.54 -28.55 -12.11 41.38
-29.18 -28.72 -12.23 41.41
-28.86 -28.86 -12.36 41.38
-28.65 -29.00 -12.48 41.38
-28.41 -29.19 -12.60 41.41
-28.13 -29.33 -12.75 41.41
Laporan Tugas Akhir
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
beban (KN)
LVDT tengah
LVDT kiri
LVDT kanan
-27.82 -29.52 -12.87 41.41
-27.61 -29.66 -12.97 41.38
-27.40 -29.78 -13.09 41.41
-27.19 -29.97 -13.20 41.41
-27.02 -30.11 -13.30 41.38
-26.85 -30.25 -13.42 41.38
-26.64 -30.42 -13.55 41.41
-26.49 -30.56 -13.65 41.43
-26.34 -30.70 -13.75 41.41
-26.19 -30.87 -13.87 41.41
-26.03 -31.03 -13.96 41.41
-25.88 -31.18 -14.04 41.41
-25.76 -31.32 -14.14 41.41
-25.66 -31.48 -14.26 41.41
-25.52 -31.65 -14.32 41.38
-25.42 -31.79 -14.41 41.41
-25.27 -31.93 -14.51 41.41
-25.15 -32.10 -14.57 41.41
-25.07 -32.24 -14.69 41.38
-24.92 -32.41 -14.78 41.41
-24.82 -32.57 -14.86 41.38
-24.73 -32.69 -14.96 41.41
-24.63 -32.86 -15.19 41.43
-24.54 -33.02 -15.23 41.38
-24.45 -33.16 -15.29 41.41
-24.38 -33.31 -15.35 41.38
-24.27 -33.47 -15.43 41.41
-24.18 -33.64 -15.53 41.41
-24.07 -33.78 -15.58 41.41
-24.01 -33.94 -15.66 41.41
-23.99 -34.13 -15.68 41.38
-23.90 -34.27 -15.80 41.41
-23.79 -34.41 -15.88 41.38
-23.70 -34.58 -15.99 41.38
-23.64 -34.72 -16.05 41.38
-23.58 -34.89 -16.13 41.41
-23.48 -35.05 -16.21 41.41
-23.12 -35.13 -16.29 41.41
-18.40 -34.03 -16.27 41.41
DAFTAR PUSTAKA
ASCE 7-95. Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures. the American
Society of Civil Engineers.
Heinz Frick. 2005. Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu.
IBC 2006. International Building Code 2006. International Code Council.
Mangkusubroto, Sindur P. Catatan Kuliah Struktur Baja. Bandung: Penerbit ITB.
Morisco. 2005. Bahan Kuliah Teknologi Bambu. Yogyakarta: Magister Teknologi Bahan
Bangunan, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Gadjah Mada
Nasution, Amrinsyah. Catatan Kuliah Analisis Struktur Dengan Metoda Matriks.
Bandung: Penerbit ITB.
Setio, Herlien D. 2005. Catatan Kuliah SI-4121 Pengantar Dinamika Tanah dan Rekayasa
Gempa. Bandung : Penerbit ITB.
SKBI 1.2.53.1987. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung. Badan
Standardisasi Nasional.
SNI 03-1726-2002. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung.
Badan Standardisasi Nasional.
SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung.
Bandung : Jurusan Teknik Sipil-FTSP-ITB.