1.1. LATAR BELAKANG MASALAHelibrary.unisba.ac.id/files2/04.3629.pdfPENDAHULUAN 1-2 Semua tugas...
Transcript of 1.1. LATAR BELAKANG MASALAHelibrary.unisba.ac.id/files2/04.3629.pdfPENDAHULUAN 1-2 Semua tugas...
BABI
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada saat ini persaingan di berbagai aspek kehidupan semakin
ketat, baik itu persaingan dalam bidang pendidikan, dunia usaha dan
bidang industri. Adanya krisis moneter dirasakan oleh negara kita lebih
banyak berdampak negatif, terutama dari segi perekonomian dan
kesejahteraan rakyal. Banyak anak putus sekolah sebagai akibat tidak
adanya dana untuk melanjutkan sekolah padahal ilmu yang diperoleh
merupakan modal dasar bagi pembangunan bangsa. IImu yang tinggi
yang sesuai dengan kemampuan dan keinginan diri menjadi hal yang
diinginkan oleh banyak individu.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan berkembang seiring
dengan pesatnya perkembangan zaman. Kua/itas diri sangat menentukan
mampu tidaknya seseorang menghadapi tuntutan zaman. Pendidikan
merupakan sesuatu yang sangat penting dan memegang peranan dalam
memasuki persaingan yang ketat di berbagai aspek kehidupan.
Pemerintah telah berupaya mencanangkan wajib belajar sembilan
tahun, dan individu dituntut untuk dapat memperoleh ilmu setinggi
mungkin. Hal tersebut berlaku bagi semua individu seiring dengan tahap
perkembangan yang dijalani oleh individu dan diharapkan dapat
menguasai tugas-tugas perkembangannya, termasuk di dalamnya
individu yang mengalami cacat tubuh.
1-2 PENDAHULUAN
Semua tugas perkembangan in; harus dilakukan oleh setiap
remaja, tidak terkecuali bagi individu yang cacat. Untuk pendidikan dasar
dan lanjutan tersedia sekolah khusus bagi tuna rungu, sementara untuk
tingkat selanjutnya sebagian remaja tuna rungu memilih sekolah-sekolah
formal yaitu SMA negeri/swasta, dan ada yang melanjutkan ke perguruan
tinggi negeri maupun swasta, dan bagi yang kurang mampu untuk
mengikuti pendidikan formal maka diadakan pendidikan non formal seperti
kejuruan olah raga dan keterampilan seperti menjahit,memasak, dan
elektro.
8erdasarkan hasH wawancara, lebih dari 40% remaja tuna rungu di
SL8-8 "Pancaran Kasih" Cirebon tidak mengetahui apa yang akan mereka
lakukan di masa depan, mereka ragu untuk memilih cita-cita, belum
menentukan langkah apa yang akan dia lakukan setelah luJus sekolah
serta tidak memiliki rencana untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi baik yang sifatnya formal maupun non formal.
Adanya keterbatasan pada remaja tuna rungu dalam masalah
pendengaran dan ber1<omunikasi secara verbal menimbulkan konsekuensi
terhambatnya beberapa tugas per1<embangan yang harus
dilaksanakannya. Adapun salah satu syarat interaksi yang harmonis
adalah komunikasi yang lancar dan efektif. Komponen-komponen
komunikasi remaja tuna rungu tidaklah sesempuma remaja normal
karena kondisi tubuhnya yang cacat sehingga interaksi dengan
Iingkungannya menjadi terbatas dan mengalami hambatan.
[-3PENDAHULUAN
Remaja tuna rungu usia 17-21 tahun di SLB-B "Pancaran Kasih"
Cirebon tidak dapat melaksanakan tugas perkembangan secara normal
karena cacat yang dideritanya dapat menghambat komunikasi serta
interaksi dengan lingkungan. Remaja tuna rungu sering ditertawakan
ketika berusaha berkomunikasi dengan orang lain sehingga mereka
menjadi segan ber1atih berbicara dan menjadi segan berkomunikasi.
Tindakan seperti ini sering terjadi sehingga dapat menimbulkan rasa malu
dan takut pada diri penderita cacat tuna rungu. Remaja tuna rungu SLB
B "Pancaran Kasih" Cirebon masih dapat berkomunikasi dengan baik
dengan sesama penderita yang mempunyai kondisi yang sama, tetapi
dengan orang lain yang berbeda dan baru mereka kenai, mereka
cenderung menjadi diam.
Adanya kemiskinan bahasa, sikap masyarakat, dan kegagalan
dalam banyak hal serta keterbatasan komunikasi secara verbal
mempengaruhi perkembangan kepribadian di mana remaja tuna rungu
cenderung menjadi rendah diri, menarik diri, mudah tersinggung, lebih
sensitif, curiga, cenderung kurang percaya diri, pasif, enggan "
berkomunikasi serta berkawan dengan orang normal. Selain itu mereka
merasa dinilai oleh orang lain di sekitarnya seperti selalu diamati, menjadi
pusat perhatian, ditertawakan, dan dijadikan bahan olok-olok oleh teman
temannya.
Salah satu masalah pribadi remaja tuna rungu SLB-B "Pancaran
Kasih" Cirebon, bersumber pada keragu-raguan dan merasa tidak percaya
,--,PE:::.N,;,.=D;:....:A;..:.HU::..:L:..::U.:....;A:...:..N --') ~ 3"6"2"9r--------:1....;.-4
diri dalam menghadapi masa depan, merasa pesimis dan menganggap
dirinya tidak mampu berbuat sesuatu seperti layaknya orang normal
sehingga mereka tidak yakin untuk memiliki cita-cita dan tidak
berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Berdasarkan interview dengan beberapa remaja tuna rungu SLB-B
"Pancaran Kasih" Cirebon, diperoleh gambaran bahwa mereka merasa
takut untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau
mengikuti pendidikan keterampilan khusus. Remaja tuna rungu SLB-B
"Pancaran Kasih" Cirebon merasa kurang yakin dan bingung mengenai
kondisi tubuh yang dimilikinya sehingga mereka merasa tidak yakin akan
kelebihan dan kemampuan yang dimilikinya.
Namun ada remaja tuna rungu SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon
yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi bahkan
mencapai kesuksesan seperti orang normal. Mereka dapat bersosialisasi
dengan baik dan tidak menutup diri terhadap tugas perkembangan yang
disesuaikan dengan penerimaan kondisi tubuhnya yang cacat, bahkan
ada di antara mereka yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi bahkan mencapai kesuksesan seperti orang normal.
Konsep diri tidak terbentuk begitu saja, tetapi melalui proses
sepanjang rentang kehidupannya. Hal ini dimulai dari adanya eksplorasi
diri lewat interaksi. Karena konsep diri merupakan hasil interaksi dengan
lingkungan, maka kondisi lingkungan yang berbeda akan menghasilkan
konsep diri yang berbeda pula.
1-5 t-'t:.NUAHULUAN
Adanya dukungan positif dari keluarga serta pemahaman yang
benar tentang kondisi remaja yang tuna rungu ternyata dapat memotivasi
mereka dalam mengembangkan penilaian yang lebih positif terhadap
dirinya.
Konsep diri semakin kuat terbentuk pada saat individu memasuki
masa remaja, karena pada masa remaja terjadi perubahan baik biologis
maupun psikologis menuju kematangan. Remaja yang sedang menjalani
masa mencari identitas diri, mereka mulai memperhatikan dirinya sendiri
dan mengembangkan gambaran mengenai dirinya. Pada masa ini, remaja
juga mulai memikirkan masa depannya dan harus menentukan langkah
langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, yang meliputi bidang
pendidikan yang tinggi. Kondisi remaja yang tuna rungu dapat
menyebabkan kebingungan akan identitas dirinya dan mengakibatkan
remaja sulit dalam menerima keadaan dirinya sehingga kepercayaan diri
menurun serta bersikap pesimis terhadap kehidupan. Begitu pula halnya
dengan remaja tuna rungu tatkala mereka mengevaluasi diri dan
memberikan penilaian mengenai diri sendiri yang negatif.
Sekolah Luar Biasa-B "Pancaran Kasih" Cirebon merupakan
lembaga pendidikan khusus bagi individu tuna rungu. SLB-B "Pancaran
Kasih" Cirebon berusaha mendidik serta mengembangkan kemampuan
individu tuna rungu. Terdapat sarana dan program-program khusus yang
diberikan oleh SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon yang merupakan usaha
untuk memotivasi para siswanya agar mampu berinteraksi dan bersaing
1-6 PENDAHULUAN
dengan orang normal sehingga mereka dapat lebih jelas menentukan arah
pendidikan di masa depan yang akan dicapai. Remaja tuna rungu SLB-B
'Pancaran Kasih" Cirebon diharapkan dapat menyalurkan kemampuannya
dalam bidang tertentu yang dapat menunjang kemudahan untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan meningkatkan
keterampilan serta pendidikan agar mampu bersaing dengan orang
normal.
Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang Hubungan Antara Konsep Diri Oengan Orientasi
Masa Oepan Oalam Bidang Pendidikan Pada Remaja Tuna Rungu
Usia 17-21 Tahun Oi SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Remaja tuna rungu SLB-B 'Pancaran Kasih" Cirebon harus
memiliki kemampuan menentukan pilihan pendidikan untuk tujuan
hidupnya sebagai manifestasi untuk terpenuhinya salah satu tuntutan
tugas perkembangan yang harus dijalani pada tahap perkembangannya.
Cacat fisik yang diderita remaja tuna rungu SLB-B 'Pancaran
Kasih" Cirebon dapat menghambat pelaksanaan tujuan tersebut. Hal ini
terjadi karena individu tersebut tidak memiliki organ pendengaran yang
dapat berfungsi secara normal sehingga memiliki keterbatasan dalam
pendengaran dan hambatan dalam berkomunikasi secara verbal. Pada
tuna rungu, komponen-komponen komunikasi tidaklah sempurna
PENDAHULUAN [-7
berkaitan dengan kondisi tubuhnya yang memiliki kekurangan dalam hal
pendengaran sehingga berakibat pada interaksi yang menjadi terbatas
dan terhambat. Kondisi yang demikian akan mengembangkan gambaran
diri mengenai kondisi frsik serta penampilannya yang berpengaruh
terhadap penentuan masa depan sesuai dengan tugas-tugas
perkembangannya, khususnya yang meliputi area pendidikan, yang tidak
ter1epas dari bagaimana seseorang memandang masa depannya,
menyangkut harapan, tujuan, perencanaan dan strategi pencapaian dari
tujuan tersebut. Penentuan orientasi masa depan ini berkaitan dengan
gambaran individu mengenai dirinya yaitu menggambarkan kondisi dirinya
terutama dalam memandang dirinya sebagai penyandang tuna rungu.
Masa remaja merupakan masa transisi, masa mencari identitas
diri. Remaja tuna rungu SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon mengevaluasi
dan memberikan penilaian mengenai diri sendiri berkaitan dengan kondisi
tubuhnya, hal ini mengakibatkan sebagian besar remaja tuna rungu
memberikan penilaian dan evaluasi diri yang negatif lerhadap dirinya.
Remaja luna rungu SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon sering dilipuli
oleh hal-hal yang lidak menyenangkan, seperti rendah diri, cemas dan
takullerhadap masa depan, cemas lerhadap penilaian dan penolakan
sosial, sering merasa sedih dan mengasihani diri sendiri sehingga
biasanya menunjukkan perilaku menarik diri, pemalu, dan sulil menjalin
relasi sosial dengan orang lain yang normal.
1-8 PENDAHULUAN
Hurlock (1980) mengatakan bahwa seringkali sulit bagi remaja
untuk menerima keadaan frsiknya bila sejak masa kanak-kanak mereka
telah menggunakan konsep pribadi tentang penampilan diri pada waktu
dewasa kelak.
Namun di sisi lain ada sebagian remaja tuna rungu yang dapat
bersekolah di sekolah-sekolah umum dengan orang-orang normallainnya.
Pilihan mereka itu dsertai dengan sikap positif terhadap lingkungannya,
mereka tidak cepat tersinggung dan menerima diri mereka dengan baik.
Berdasarkan hal di atas, maka penelitian ini berusaha untuk
mencari kejelasan "Sejauhmana Hubungan Antara Konsep Diri
Dengan Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pendidikan Pada
Remaja Tuna Rungu Usia 17-21 Tahun di SLB-B "Pancaran Kasih"
Cirebon".
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan
melalui data empirik keeratan hubungan antara konsep diri dengan
orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada remaja tuna rungu
usia 17-21 tahun di SLB-B "Pancaran Kasih" Cirebon.
1-9 PENDAHULUAN
1.4. KEGUNAAN PENELITIAN
Secara teoritis hasil ini kiranya dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan inforrnasi dan dijadikan bahan kajian serta dasar untuk penelitian
selanjutnya, terutama bagi mereka yang tertarik untuk membahas lebih
jauh lagi tentang hubungan antara konsep diri dengan orientasi masa
depan dalam bidang pendidikan pada remaja tuna rungu SLB-B
"Pancaran Kasih" Cirebon.
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan bermanfaat sebagai tambahan pengetahuan dan dapat pula
memberikan masukan terutama dalam mengambil langkah-Iangkah
praktis dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan konsep
diri dan orientasi masa depan dalam area pendidikan pada remaja tuna
rungu usia antara 17-21 tahun SLB-B 'Pancaran Kasih" Cirebon.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, pada bab ini akan
diuraikan beberapa teori yang dapat dijadikan sebagai landasan berpikir
dan acuan pembahasan hasil penelitian.
2.1. Konsep Diri
2.1.1. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai dirinya.
fisiknya, kemampuannya yang bersifat individual, dinamis, evaluatif yang
dikembangkan dalam lingkup psikologis dan akan selalu ada dalam
kehidupan psikologis seseorang, sehingga konsep diri merupakan
penentu yang penting dari respon individu terhadap lingkungannnya.
Jersild (Hurlock, 1973:324) memandang konsep diri sebagai
perpaduan dari pikiran, perasaan, usaha dan harapan, pandangan tentang
dirinya di masa lalu, saat ini dan yang akan datang serta sikap-sikap yang
menyangkut tentang harga dirinya. Dari uraian di atas, kita dapat
menggambarkan konsep diri sebagai persepsi individu terhadap dirinya
sendiri, yang meliputi gambaran, penilaian serta keyakinan terhadap
dirinya sendiri secara menyeluruh.
Konsep diri juga merupakan gabungan antara pikiran dan perasaan
yang dimiliki seseorang yang menyebabkan timbulnya kesadaran akan
eksistensi diri tentang apa dan siapakah dirinya, sedangkan
II-IITINJAUAN TEORITIS
Burns(1993:72), mengemukakan bahwa konsep diri yang positif dapat
disamakan dengan evaluasi penghargaan dan penerimaan diri yang
positif. Sebaliknya konsep diri yang negatif disamakan dengan evaluasi
diri yang negatif, membenci diri, perasaan rendah diri dan kurang adanya
perasaan menghargai dan penerimaan diri.
Untuk lebih memperjelas pengertian tentang konsep diri, maka
akan dijelaskan berdasarkan pendapat Jersild yang pemikirannya akan
digunakan dalam penelitian. Jersild (Hurlock, 1974:21), mengungkapkan
pengertian konsep diri sebagai berikut :
" The self, as it finally evaluates, it made of all that goes into a person's experience. It is a person's "innerword". It is a composite of a person thought and feelings, strivings, and hopes, fear and fantacies, his views of what, what he might become and his attitudes pertaining to his worth".
Menurut Jersild, konsep diri merupakan gabungan dari pemikiran,
usaha, harapan, kekhawatiran dan angan-angan individu. Pandangan
individu mengenai dirinya saat ini, masa lalu, masa yang akan datang,
serta sikap-sikap yang menyokong penilaian dirinya.
Menurut Jersild, pengertian '1', 'me' atau 'the self adalah sebagai
berikut:
" The self as known include all the ideas and feelings a person has regarding the properties ofbody, the qualities ofhis mind and his personal characteristic it includes his believes, values and conviction"
Jersild menekankan bahwa "the selF merupakan essensi dari arti
eksistensi bagi dirinya. Jadi, tercakup ide-ide, perasaan-perasaan
mengenai keadaan fisiknya, kualitas cara berpikimya dan karakteristik
11-12T1NJAUAN TEORITIS
pribadinya dan juga kepercayaannya, nilai-nilai, serta keyakinan yang
dimilikinya.
Dengan adanya kesadaran yang tumbuh bertahap, maka tingkah
lakunya pun makin terarah. Konsep dirt menjadi pusat pengintegrasian
pengalaman masa lalu dan sekarang, kemudian akan menentukan respon
individu terhadap berbagai objek, manusia dan situasi. Secara pertahan
lahan konsep diri akhimya berperan dalam membuat keputusan terakhir.
Konsep dirt seseorang diletakkan dasamya pada saat-saat awal
kehidupannya dan menjadi dasar tingkah lakunya di kemudian hari.
Secara garis besar, konsep diri itu merupakan pengamatan seseorang
tentang dirt sendiri dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman si anak
di dalam Iingkungannya. Konsep diri ini dipengaruhi oleh lingkungan dan
orang-orang yang menjadi andalan si anak.
Ada beberapa hal yang mempunyai peranan cukup besar dalam
pembentukan konsep diri seorang anak, yaitu :
1. Pola asuh orang tua, apakah orang tua bersikap lembut, penuh kasih
sayang dalam mendidik atau keras disertai hukuman sehingga anak
cenderung membenci dan curiga terhadap orang lain.
2. Harapan-harapan, aspirasi orang tua terhadap anak. Misalnya bila hal
ini tertalu muluk, anak akan dibayangi kegagalan terus-menerus,
merasa tidak mampu dan merasa kurangnya harga diri pada anak.
11-13TINJAUAN TEORlTlS
3. Urutan dalam keluarga yang mempunyai kecenderungan untuk
memperlakukan anak sulung, anak kedua, tengah, bungsu secara
berbeda.
4. Kelompok minoritas, maksudnya anak mempunyai kecenderungan
untuk memilih kelompoknya sendiri, karena merasa tidak diperhatikan
oleh kelompok mayoritas.
5. Rasa aman yang berasal dari lingkungan di sekitarnya, sedangkan
rasa tidak aman ini dapat berasal dari kematian salah seorang dari
kedua orang tuanya, sehingga tidak hadimya salah satu tokoh dalam
keluarga dapat menimbulkan perasaan berbeda dengan teman
sebaya.
2.1.2. Komponen Konsep Diri
Menurut Jersild (1975 : 172), konsep diri memiliki tiga komponen, yaitu :
1. Perceptual component, merupakan image yang dimiliki seseorang
mengenai penampilan tubuhnya serta impresi yang ia perlihatkan
kepada orang lain yang meliputi dua aspek yaitu :
a. sex appropreatness (hal-hal yang wajar selayaknya ada sebagai
seorang perempuan atau pun laki-Iaki).
b. self attractiveness (kemenarikan diri yang dimiliki indi",idu tersebut).
Komponen ini disebut juga sebagai "physical self concept".
2. Conceptual component, merupakan konsepsi seseorang mengenai
karakteristik dirinya, kemampuan dan ketidakmampuannya, tentang
11-14TINJAUAN TEORITIS
karakteristik latar belakangnya serta masa depannya. Komponen ini
sering disebut sebagai 'psychological self consept' yang dibentuk oleh
kualitas-kualitas penyesuaian diri seseorang, yang meliputi empat
aspek yaitu :
a. kejujuran
b. kepercayaan diri
c. kemandirian
d. keberanian
3. Attitudinal component, merupakan pikiran dan perasaan yang dimiliki
seseorang mengenai dirinya, sikapnya terhadap masa depan, status
dirinya saat ini, self esteem, perasaan bangga, malu, dan menyesal.
Komponen ini terdiri dari enam aspek yaitu :
a. sikap terhadap status diri
b. sikap terhadap masa depan
c. penghargaan diri
d. perasaan bangga
e. perasaan malu
f. perasaan menyesali atau menyalahkan diri
Ketiga komponen tersebut di atas saling berkaitan satu sarna lain,
saling mendukung sehingga membentuk suatu gambaran utuh
mengenai konsep diri pada individu yang bersangkutan.
11-15TINJAUAN TEORlTIS
2.1.3. Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri tidak begitu saja terbentuk dalam diri individu. Konsep
diri berkembang secara pertahan melalui proses yang panjang, sejak usia
dini. Secara umum perkembangan konsep diri bisa dilihat dari beberapa
sudut pandang (Loundon dan Britta, 1984: 507) :
1. Self appraisal
Pendekatan ini mengemukakan bahwa konsep diri terbentuk dari
bagaimana individu itu memandang dirinya. Konsep diri ini
berkembang berunsurkan pola-pola perilaku yang paling dominan.
2. Reflected appraisal
Konsep diri individu terbentuk berdasarkan penilaian yang didapatkan
dari luar atau Iingkungan sekitarnya.
3. Social Comparison
Pendekatan ini merupakan gabungan dari dua buah pandangan yang
menyatakan bahwa konsep diri terbentuk dari apa yang dirasakan
mengenai dirinya sendiri dengan apa yang dinilai oleh orang lain
terhadap dirinya.
4. Biassed scanning
Konsep diri terbentuk melalui proses pencarian, legalitas dan
Iingkungan terhadap aspirasi yang dimiliki individu.
T1NJAUAN TEORlTlS H-lU
2.1.4. Fungsi Konsep Oiri
Konsep diri penting artinya karena berguna dalam menentukan
segala sesuatu yang dilakukan individu dalam berbagai situasi. Menurut
Felker (Burns, 1993 :203), ada tiga fungsi utama dalam konsep diri yaitu ;
1. Konsep diri sebagai pemelihara konstitusi internal
Apabila individu mempunyai ide-ide, perasaan, persepsi yang tidak
serasi, maka dapat muncul suatu situasi yang secara psikologis tidak
menyenangkan bagi individu tersebut. Kondisi seperti ini disebut suatu
keadaan dissonance. Pada kondisi seperti itu, individu mempunyai
motivasi untuk mencapai keadaan yang lebih menyenangkan. Dengan
melakukan suatu tindakan untuk merubah situasi yang tidak
menyenangkan menjadi menyenangkan. Cara untuk menjaga
keserasian itu bisa bermacam-macam. Individu mungkin menolak
kenyataan yang diberikan oleh lingkungan mengenai dirinya, sebagai
upaya untuk mempertahankan keserasian tersebut, atau dia berusaha
merubah dirinya sebagaimana gambaran diri yang diinginkan oleh
lingkungan.
2. Konsep diri sebagai interpretasi dari pengalaman
Konsep diri merupakan salah satu aspek penentu tingkah laku. Hal ini
dapat dilihat dari bagaimana pengalaman yang dihayati
diinterpretasikan. Individu biasanya memberikan arti-arti tertentu bagi
setiap pengalamannya. Jadi pengalaman yang sama dari dua individu,
akan diartikan berbeda berdasarkan konsep yang dimilikinya. Konsep
11-17IINJAUAN 1l:.ORlTlS
diri merupakan sarana yang dapat memungkinkan untuk melahirkan
persepsi-persepsi yang masuk ke dunia intemal individu. Pemaknaan
ini tergantung dan persepsi yang dimiliki individu, yang bisa bersifat
positif atau pun negatif.
3. Konsep diri sebagai suatu harapan
Konsep din menentukan apa yang bisa diharapkan individu untuk
terjadi, di dalam memandang dirinya sebagai seorang yang berharga,
mengharapkan orang lain mempertakukan dinnya sesuai dengan apa
yang ia tetapkan.
2.1.5. Perubahan dan Kestabilan Konsep Diri
Para ahli berpendapat bahwa seseorang selain memiliki kestabilan,
juga mengalami perubahan dalam kehidupannya. Perubahan dan
kestabilan akan muncul sepanjang kehidupan individu. Perubahan pada
diri individu dapat dilihat dari adanya perubahan dalam sikap-sikapnya
yang merupakan akibat dari adanya inovasi dalam nilai kultura!.
1. Stabilitas Konsep Diri
Konsep din mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri
individu. Penyesuaian sosial yang baik terjadi apabila adanya stabilitas
konsep diri yang positif. Tidak mudah bagi seseorang untuk menyadari
bagaimana keadaan dirinya bila konsep dinnya selalu berfluktuasi.
Konsep diri hanya bisa disadari bila konsep tersebut secara relatif, stabi!.
Dengan demikian, individu dapat menyadari identitas diri dalam keadaan
TlNJAUAN TEORITIS II-I8
sebenarnya. Beberapa f1uktuasi dan perubahan yang terjadi pada tahun
tahun awal kehidupan merupakan hal yang normal, karena memang
konsep din sedang dibangun.
Sehubungan dengan stabilitas konsep dirr, Fitts (Fauziah, 1997: 1
20), menyatakan bahwa seseorang yang memiliki konsep diri positif
adalah orang yang memiliki bagian-bagian diri yang tenntegrasi, atau yang
disebut well integrated person atau actualized person. Konsep diri yang
stabil akan membawa penerimaan diri dan penyesuaian sosial yang baik.
la akan menunjukkan tingkat self esteem yang tinggi, mempunyai
perasaan aman yang besar, merasa cukup adekuat dan tidak rendah diri.
Individu yang konsep dirinya stabil, percaya bahwa ia dapat melihat
dinnya seperti orang lain melihatnya dan hanya menunjukkan sedikit
kompensasi sebagai sikap defensif.
Sebaliknya, orang yang mempunyai konsepdiri tidak stabil memiliki
penyesuaian sosial dan personal yang kurang baik, sehingga ia banyak
menggunakan mekanisme pertahanan diri untuk tidak defensif terhadap
lingkungannya.
2. Perubahan Konsep Diri
Konsep din dapat mengalami perubahan sebagaimana
dikemukakan oleh Ralmy dan Comb (Burns, 1993 : 324 )
• Self concept not only influences behaviour but it self altered and restructured behaviour and unsatisfied"
Pandangan ini menunjukkan bahwa konsep diri yang sudah
terbentuk bukannya tidak mungkin mengalami perubahan. Perubahan
11-19TINJAUAN TEOR/TIS
konsep din yang te~adi pada individu bisa saja te~adi karena adanya
interaksi dengan lingkungannya yang dapat diterangkan melalui dua
proses yang terlibat di dalamya, yaitu :
a. Adanya kesadaran akan perubahan
Adanya hUbungan individu dengan kultur atau lingkungan di
sekitamya mempunyai peranan penting karena pengalaman yang
diperolehnya dan interaksi tersebut memungkinkan timbulnya perubahan
pada din individu. Adanya perubahan yang muncul tergantung dan dua
fungs; utama, yaitu persepsi konsep diri serta kemampuan individu untuk
melihat perbedaan tersebut pada dinnya seperti orang lain melihat individu
tersebut.
b. Adanya penerimaan
Adanya penerimaan konsep-konsep baru dalam din individu.
Penerimaan ini prosesnya terbentuk secara perlahan-Iahan, tiba-tiba atau
dapat terjadi tergantung dari situasi-situasi yang ada.
2.1.6. Konsep Diri dalam Keadaan Sakit
Keadaan sakit, apakah itu mental maupun fisik dapat merupakan
cara di mana individu mengekspresikan keadaan putus asanya terhadap
cara hidup yang sedang mereka jalani sekarang ini. Mereka mudah
dilanda kecemasan dan virus penyakit akan lebih mudah memasuki
tubuhnya. Karena keadaan fisik dan mentalnya sedang sakit, dengan
daya tahan tubuh yang melemah terhadap setiap gejala penyakit yang
II-20TlNJAlJAN TEORlTIS
ada di sekilamya, maka menurul Bums (1993 :350) "Kondisi penyakil
dapal mengakibalkan lerjadinya kelidakberdayaan seseorang unluk
mengalasi dan menyesuaikan dirinya lerhadap pengalaman dan tingkah
lakunya".
Individu yang mengalami gangguan fisik dengan konsep din yang
posilif, mampu memandang kondisi dirinya secara positif dan lebih dapat
menenma dirinya secara apa adanya. Kesadaran dinnya lebih realistis dan
terhindar dari kelerpakuan lerhadap kondisi fisiknya. la letap merasa
berharga dan percaya din. Sebaliknya, individu yang mengalami
gangguan fisik dengan konsep din yang negatif, akan merasa dirinya
rendah, ditolak dan ia sendin menjadi kurang bisa menerima diri dengan
semeslinya.
Saat mereka berada di tengah Iingkungan, individu yang
mengalami gangguan fisik dengan konsep din yang negalif cenderung
menunjukkan karakleristik lingkah laku seperti menjadi sensilive terhadap
kritik, sikap hiperkritik sebagai usaha unluk menulupi gambaran diri yang
sebenarnya. Jika mereka mengalami kegagalan akan diproyeksikan
kepada hal lain seperti kondisi penyakitnya alau pada orang lain dan
adanya minat yang kurang lerhadap kompetisi dan cenderung menjaga
jarak.
T1NJAUAN TEORlTlS I1-21
2.1.7. Konsep Diri Dan Harapan-Harapan Di Masa Depan
Konsep diri sangat dibutuhkan seseorang dalam peneapaian
harapan-harapan di masa depan. Seperti yang dikemukakan oleh Allport
(Burns,1993:82) "Konsep diri yang ideal melahirkan tujuan-tujuan
seseorang bagi masa depannya Setiap kepribadian yang matang dapat
disebut sebagai berlayar menuju ke sebuah tempat tujuan, yang dipilih
lebih dahulu, ataupun berlayar menuju beberapa tempat tujuan yang
berkaitan dengan bergiliran. Cita-eita mereka selalu mengendalikan arah
pandangan".
Seseorang yang konsep dirinya matang, dapat memandang dirinya
secara positif, dan memiliki motivasi untuk mencapai harapan-harapan di
masa depan. Misalnya dalam meneapai prestasi akademis. Brookovek
(Burns, 1993 ; 326) mengemukakan bahwa konsep diri adalah salah satu
syarat yang perlu di dalam menentukan konsepsi-konsepsi yang
berhubungan dengan sekolah.
Dalam perkembangannya konsep diri terjadi melalui pengalaman
pengalaman hidup yang dibentuk oleh reaksi-reaksi terhadap orang lain.
Pada masa remaja, seseorang ditarik ke arah aktivitas-aktivitas yang
memudahkan proyeksi eitra din yang diinisiatifkan oleh orang lain
kepadanya. Ini dapat dinyatakan dalam hUbungannya dengan upaya
untuk mencapai eita-eita.
11-22TlNJAUAN TEORITIS
2.1.8. Sumber-5umber Konsep Diri
Menurut Bums (1993 ;188), konsep diri tidak muncul begitu saja.
Untuk memilih suatu konsep diri, individu harus memandang dirinya
sebagai sebuah aspek yang jelas berbeda dan mampu untuk menyadari
perspektif-perspektif lainnya. Hanya di dalam cara-cara yang demikianlah
dia dapat sadar terhadap evaluasi-evaluasi dari orang lain terhadap
dirinya.
Dari berbagai sumber pembentukan konsep diri, terdapat lima buah
sumber yang tampaknya sangat penting, meskipun nilai pentingnya relatif
berlainan pada periode-periode yang berbeda, di dalam jangka
kehidupannya.
Kelima sumber ini adalah ;
1. Diri fisik dan citra tubuh
Merupakan evaluasi terhadap tampilan diri sebagai suatu objek yang
jelas-jelas berbeda. Citra diri juga melibatkan suatu perkiraan dan
evaluasi tentang alat-alat fisik di dalam hUbungannya dengan norma
norma sosial dan umpan balik dari orang lain.
2. Bahasa dan perkembangan konsep din
Perkembangan bahasa membantu perkembangan konsep diri, karena
penggunaan 'saya', 'dia', dan 'mereka' berguna untuk membedakan
diri (self) dengan orang lain.
11-23TlNJAUAN TEORITJS
3. Umpan balik dari orang-orang yang dihormati
Yaitu umpan batik yang ditafsirkan dari lingkungannya tentang
bagaimana orang-orang lain yang di hormatinya memandang pribadi
tersebut dan tentang bagaimana pribadi tadi secara relatif ada
dibandingkan dengan norma-norma dan nilai-nilai masyarakat yang
bermacam-macam.
Sedangkan dua sumber Jainnya adalah praktek-praktek
membesarkan anak dan identifikasi dengan model peranan seks yang
sesuai.
2.1.9. lsi Konsep Diri
Konsep diri merupakan struktur kognitif, yang terdiri dari berbagai
kognisi mengenai diri individu, dalam hal-hal lain yang berhubungan
dengan diri individu. Kognisi tersebut dinamakan isi konsep diri. Dari hasil
penelitiannya Jersild (Bum 1993:209) menyimpulkan isi konsep diri anak
anak dan remaja Amerika meliputi:
1. Karakteristik-karakteristik fisik, termasuk di dalamnya penampilan
secara umum, ukuran tubuh, sosok dan bentuk, detail-detail did dari
kepala, tungkai dan lengan.
2. Cara-cara berpakaian, model rambut dan make up.
3. Kesehatan dan kondisi tubuh.
4. Benda-benda yang dipunyainya.
5. Binatang peliharaan dan sikap-sikap terhadap mereka.
TINJAUAN TEORITIS "-24
6. Rumah dan hubungan keluarga.
7. Partisipasi dan kemampuannya dalam olah raga, permainan dan hobi.
8. Kemampuan dan sikapnya terhadap sekolah serta pekerjaan sekolah.
9. Bakat dan kemampuan khusus.
10. Status intelektual dan kecerdasan.
11. Ciri-ciri kepribadian termasuk di dalamnya antara lain: temperamen,
ciri karakter, disposisi dan tedensi emosional.
12. Sikap dan hubungan sosial.
13. Ide religius, minat religius, keyakinan dan prakteknya.
14. Pengelolaan peristiwa-peristiwa praktis dalam arti kemandirian.
2. 2. Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pendidikan
2. 2. 1. Pengertian Orientasi Masa Depan
Orientasi masa depan menggambarkan bagaimana individu
memandang dirinya dalam konteks masa depan. Gambaran ini membantu
individu dalam mengarahkan dirinya untuk mencapai tUjuan yang
diinginkan. Menurut Nunni (1989 : 3), orientasi masa depan ini berkaitan
dengan harapan-harapan, tujuan standar, perencanaan dan strategi
pencapaian tujuan. Trommsdorf (1993 : 383), mengemukakan bahwa
orientasi masa depan merupakan fenomena kognitif, motivasional yang
kompleks yaitu merupakan antisipasi dan evaluasi dengan intern self
dalam interaksinya dengan lingkungan. Dalam kaitannya dengan
pemuasan kebutuhan-kebutuhan subjektif, termasuk di antaranya adalah
TlNJAUAN TEORITIS Il-25
kecenderungan untuk mendekatkan din atau menjauhkan din. Hal itu
dapat dinyatakan dengan sikap yang lebih optimis atau subjek
motivasional dan afektif dan onentasi masa depan juga berhubungan
dengan sistem nilai dan tujuan yang dimiliki individu yang tergambar
dalam skemata yang dibentuk mengenai din dan lingkungan.
Aspek kognitif dan onentasi masa depan digambarkan dalam
struktur antisipasi yang dimiliki individu dalam mengantisipasi masa
depan. Individu dapat menghasilkan gambaran yang lebih sederhana atau
lebih kompleks, lebih luas atau kurang fuas, tepat, koheren atau realistis.
Kemudian dapat dilihat besamya kontrol yang dimiliki individu atas masa
depannya. Apakah onentasi masa depannya lebih disebabkan oleh faktor
faktor di luar din atau faktor di dalam diri individu.
Cin utama dan pemikiran dan tindakan manusia adalah berorientasi
pada kejadian-kejadian dan hasil-hasil yang akan datang. Bandura
(Nunni, 1989) menekankan bahwa kemampuan untuk merencanakan
masa depan merupakan salah satu eiri dasar pemikiran manusia. Neiser
(1976) mengemukakan bahwa antisipasi merupakan fungsi utama
skemata, dan menurut Oppenheimer (1978), orientasi masa depan
merupakan ein dan tingkah laku yang bertujuan. Berdasarkan hal ini,
onentasi masa depan diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap
masa depannya.
Bagaimana individu memandang masa depan berarti individu telah
melakukan antisipasi terhadap kejadian-kejadian yang mungkin timbul di
II-26T1NJAUAN TEORITIS
masa depan (Nunni,1991). Trommsdorf (1983) mengemukakan
pengertian orientasi masa depan sebagai fenomena kognitif motivasional
yang kompleks, yaitu merupakan antisipasi dan evaluasi tentang diri di
masa depan dalam interaksinya dengan Iingkungan. Dalam kaitannya
dengan kualitas motivasional dan afektif, orientasi masa depan berkaitan
dengan pemuasan kebutuhan subjektif serta sistem nilai dan tUjuan yang
dimiliki individu yang tergabung dalam skemata yang dibentuk mengenai
diri dan Iingkungan individu. Aspek kognitif dari orientasi masa depan
tampak dalam struktur antisipasi yang dimiliki individu.
Agar orientasi masa depan berkembang dengan balk, maka
penting adanya pengetahuan bagi individu mengenai konteks masa depan
tersebut, sebab pengetahuan memberikan inforrnasi yang diperlukan bagi
penentuan tujuan secara objektif, sehingga realisasinya dapat dikontrol.
Dengan bertambahnya pengetahuan individu juga dapat menentukan
minat dan tUjuan mereka menjadi lebih spesifik, sesuai dengan kenyataan
yang ada, serta dapat membuat perencanaan yang lebih terarah untuk
mencapai tujuan.
2. 2. 2. Hal-hal Yang Mempengaruhi Orientasi Masa Depan
Banyak hal yang dapat mempengaruhi pembentukan orientasi
masa depan seseorang, sebelum dirinya mengambil keputusan mengenai
masa depannya, menyusun rencana dan melaksanakannya. Trommsdorf
TINJAUAN TEORITIS 11-27
(1986 : 122-124), menyebutkan ada empat hal utama yang berkaitan
dengan perkembangan orientasi masa depan, yaitu :
1. Pengaruh Tuntutan Situasi.
Situasi orientasi masa depan individu tergantung pada representasi
kognitif yang dimiliki individu mengenai situasi yang ia hadapi saat ini
dan yang akan datang. Jika orientasi masa depan individu tersebut
memiliki struktur yang lebih sederhana, maka kemungkinan
keberhasilan akan lebih jelas. Orientasi masa depan dibentuk sebagai
pendekatan untuk mempersiapkan diri mengatasi masalah yang
mungkin akan timbul di masa depan sesuai dengan situasi yang
diantisipasinya.
2. Kematangan Kognitif
Perkembangan kognitif mempengaruhi perkembangan orientasi masa
depan dalam berbagai cara, yaitu pada saat mencapai taraf
perkembangan formal operasional. Nunni (1991 : 12), menjabarkan
pengaruh perkembangan kognitif terhadap perencanaan orientasi
masa depan remaja sebagai berikut : pertama, dengan mencapai taraf
formal operasional pada remaja awal, individu mampu untuk
memformulasikan hipotesa-hipotesa yang tidak sesuai dengan fakta
yang dihadapi saat ini dan mengeksplorasi berbagai macam tindakan.
Kemampuan ini diharapkan dapat membantu remaja menentukan
tujuan masa depannya yang tidak dapat segera mereka capai serta
untuk menyusun alternatif rencana dalam pemikiran mereka. Kedua,
11-28TINJAUAN TEORITIS
dengan mencapai taraf formal operation terjadi peningkatan dalam
kemampuan individu untuk mengkonsepkan pemikiran mereka yang
terlihat dali peningkatan kognitif. Kemampuan kognitif ini penting
khususnya dalam situasi di mana individu menemui masalah dalam
mencapai tujuan tertentu, sehingga ia harus mengubah strategi
tindakannya. Ketiga, pencapaian taraf formal operation membuat
remaja mampu mengkonsepkan pemikiran orang lain dengan lebih
baik. Hal ini membuat remaja dapat memahami dan merasakan
pengaruh Iingkungan sosial terhadap usahanya membentuk olientasi
masadepan.
3. Pengaruh Social Learning
Selain dali kematangan kognitif yang berlangsung dalam diri individu,
terdapat faktor di luar individu yang berpengaruh terhadap
perkembangan orientasi masa depan. Dalam hal ini pengalaman
belajar yang ia alami dalam Iingkungan keluarga, sekolah maupun
lingkungan kerja akan berpengaruh terhadap aspek-aspek kognitif,
afektif dan konatif. Pengalaman belajar yang diperoleh dari lingkungan
sosialnya akan memberikan peran sosial tertentu yang menyebabkan
pembentukan orientasi masa depan yang berbeda-beda antara
individu yang satu dengan yang lainnya.
4. Proses Interaksi
Beberapa penelitian mengenai orientasi masa depan menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara harapan yang
11-29TINJIIUIIN TEORITIS
diberikan lingkungan terhadap individu dengan pembentukkan masa
depan itu sendiri. Remaja yang bisa diharapkan untuk bisa berhasil
dalam kehidupan selanjutnya memiliki orientasi masa depan yang lebih
optimis. Proses interaksi yang terjadi antara individu dalam bentuk
orientasi masa depan dan menentukan tingkah lakunya dengan
ekspetasi dan tingkah laku dari Iingkungan sosial terhadap dirinya
dapat dikatakan sebagai suatu proses yang rumi!. Proses interaksi
yang terjadi antara individu dan lingkungannya dalam kaitannya
dengan orientasi masa depan menunjukkan seberapa jauh skemata
kognitif-motivasional yang telah dibentuk remaja.
Disamping empat faktor di atas, berdasarkan beberapa penelitian
yang telah dilakukan Trommsdorf (1983 : 131-132) menyimpulkan
beberapa hal yang berkaitan dengan perkembangan orientasi masa
depan:
1. Struktur dari area tertentu dalam orientasi masa depan individu
tergantung pada perkembangan motif sosial dan tujuan-tujuan yang
berkaitan dengan area tersebu!. Dalam hal ini semakin besar
tuntutan dari Iingkungan sosial terhadap individu untuk
membuktikan kompetensinya akan membuatnya sadar akan
kemampuan-kemampuan dan pilihan yang ada dalam area
tersebut, maka semakin kuat relevansi subjektif yang dirasakan
terhadap area ini, serta semakin terdiferensiasi orientasi masa
depan yang ia miliki sehubungan dengan area kehidupan ini.
TINJ AU AN TEORITIS II-3D
2. Semakin besar tanggung jawab dan kemandirian pribadi dituntut
dan diperkuat oleh lingkungan sosial maka semakin besar pula
keyakinan yang dimiliki individu untuk mengontrol pribadi yang ia
miliki atas masa depannya.
3. Semakin sedikit kesempatan yang diberikan lingkungan sosial bagi
individu untuk merasakan keberhasilan dan penerimaan sosiaJ
maka semakin pesimis gambaran masa depan yang dimiliki
individu. Dalam hal ini, selama remaja tidak harus bertanggung
jawab atas tingkah lakunya sendiri, maka mereka tidak akan
pernah belajar untuk mencari jalan keluar dari situasi yang
menimbulkan frustrasi, menyusun kembali rencana yang sudah
terbentuk, memberikan penilaian yang realistik mengenai
kompetensi yang mereka miliki, memahami reaksi Iingkungan dan
memahami reaksi antara keduanya di masa depan.
2. 2. 3. Proses Orientasi Masa Depan
Orientasi masa depan merupakan suatu hal yang kompleks dan
multidimensional. Proses pembentukan orientasi masa depan pada diri
individu berjaJan secara bertahap. Tahapan tersebut meliputi tiga aspek,
yaitu:
a. Motivasi
b. Perencanaan
c. Evaluasi
11-31TINJAUAN TEORITIS
Ketiga aspek ini berfungsi sebagai suatu yang berkesinambungan
dan saling bennteraksi. Melalui ketiga aspek ini, proses onentasi masa
depan terbentuk dalam tiga tahap, yaitu : penentuan tujuan, individu mulai
menyusun perencanaan untuk mencapai tujuan tersebut. Dan
perencanaan yang telah disusun kemudian dilakukan evaluasi untuk
mencan cara yang paling memungkinkan terealisasinya tujuan. Kegagalan
dan keberhasilan yang dialami individu akan mempengaruhi proses
evaluasi ini. Tujuan yang ditetapkan disesuaikan dengan kenyataan yang
ada, sehingga dilakukan evaluasi untuk mencari langkah yang paling
memungkinkan untuk merealisasikannya. Jika terjadi ketidaksesuaian
maka rencana yang disusun harus dirubah. Secara jelas, masing-masing
tahap onentasi masa depan tersebut dapat dijelaskan sebagai benkut :
1. Motivasi
Motivasi menunjukkan minat-minat individu terhadap masa depan.
Minat ini akan mengarahkan individu dalam menentukan tujuan yang
ingin dicapai pada masa yang akan datang. Dalam menentukan tujuan,
individu berusaha membandingkan antara motif-motif, nilai-nilai dan
pengetahuan dan Iingkungan.
Sebagian besar motif, minat dan tujuan individu beronentasi ke masa
depan (Nuttin, 1984). Keadaan di masa depan digambarkan sebagai
suatu pengharapan individu akan masa depannya, sehingga
pengetahuan yang melandasinya memegang peranan penting dalam
perkembangan motivasi yang berorientasi ke masa depan. Untuk
11-32T1NJt\Ut\N TEORITIS
menetapkan suatu tUjuan yang realistik, motif-motif umum dan nilai
nilai yang dimiliki individu harus dibandingkan dengan pengetahuan
yang mengenai masa depan. Markus dan Wulf (1987) menjelaskan
bahwa penetapan tujuan adalah memperbandingkan antara motif
motif dan nilai-nilai dengan harapan-harapan individu terhadap masa
depannya. Motif dan minat yang dimiliki individu serta usaha keras
yang dilakukan merupakan suatu sistem motivational yang
mengandung suatu hierarki yang kompleks. Prinsip utama dari sistem
tersebut adalah motif, nilai atau usaha yang berada di lingkungan yang
lebih tinggi direalisasikan melalui tujuan yang lebih rendah, lebih jauh
lagi dicapai melalui beberapa sub tujuan. Setelah tujuan-tujuan yang
lebih rendah disusun, perlu pula direncanakan. Cara individu untuk
mencapai tujuan tersebut yang merupakan suatu strategi dalam
merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih tinggi.
Tapap pertama dari proses orientasi masa depan ini merupakan suatu
proses yang kompleks, karena terdiri dari beberapa sub tahap, yaitu
menetapkan isi dari tujuan (misalnya orientasi masa depan dalam
bidang pendidikan), banyaknya eksplorasi yang dilakukan individu
pada area tertentu dan besarnya kekuatan dari tUjuannya (Marcia,
1980).
2. Perencanaan
Pada tahap ini individu mulai menyusun langkah-Iangkah dan strategi
untuk merealisasikan tujuan. Agar dapat menyusun perencanaan
TINJAUAN TEORITIS II-33
dengan baik, maka individu harus memiliki pengetahuan yang luas
mengenai masa depannya, misalnya potensi-potensi dan kesempatan
yang diberikan lingkungan temadap individu sebagai anggota
masyarakat, hambatan yang mungkin ada dalam peneapaian tujuan.
Dengan adanya pengetahuan mengenai segala hal yang menyangkut
masa depan, .maka pereneanaan yang disusun individu akan
dipertimbangkan seeara matang. Pereneanaan tersebut digambarkan
melalui tiga tahapan. Ketiga tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Individu membuat gambaran mengenai tujuan yang akan
diwujudkan dalam konteks masa depan, di mana tujuan tersebut
akan direalisasikan.
b. Individu menyusun suatu pereneanaan atau strategi untuk
meneapai tujuan. Pada tahapan ini individu harus menyusun
tahap-tahap yang akan mendukung tereapainya tujuan tersebut
dan memilih mana yang lebih efisien.
c. Pelaksanaan reneana dan strategi yang telah dibuat. Pelaksanaan
pereneanaan ini dikontrol dengan membandingkan representasi
tujuan dengan kenyataan yang ada. Dengan kata lain, dalam
menetapkan tahap-tahap pereneanaan individu harus meninjau
kembali bahwa tujuan sebenamya akan tereapai melalui eara yang
tersusun secara sistematis. Jika tidak ada kesesuaian maka
pereneanaan tersebut harus dirubah (Nunni, 1989 : 16), karena
11-34TINJAUAN TEORITIS
perencanaan yang efektif akan mempengaruhi perencanaan
tujuan.
3. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian individu terhadap kemungkinan tercapai
tidaknya tujuan. Evaluasi ini dipengaruhi oleh faktor emosi yang diikuti
perasaan spesifik. Hal ini biasanya didasan oleh penghayatan individu
terhadap pengalaman mengenai kesuksesan dan kegagalan yang
pemah dialami, sehingga mempengaruhi keyakinan individu terhadap
kemungkinan tercapainya tujuan tersebut. Hasil dan evaluasi ini akan
menjadi umpan balik terhadap tujuan yang telah ditetapkan, sehingga
dapat memperkuat atau memperfemah tujuan.
Untuk memperjelas uraian tadi, digambarkan pada bagan di bawah
ini, yaitu :
s C H E M A T A
- Anticipated Life Span Development
- Contextual Knowledge Skill
- Self Concept Atributional Style
Motivational ~ / • Goal I Planning / J/ • Plan Evaluation / / .
2.2.4. Perkembangan Orientasi Masa Depan
Perkembangan motivasi, perencanaan dan evaluasi adalah suatu
hal yang kompleks juga merupakan suatu proses yang lama. Tiga aspek
yang penting dalam perkembangan onentasi masa depan, yang pertama
11-35T1NJAUAN TEORITIS
adalah per1<embangan orientasi masa depan berupa harapan normative
dan pengetahuan mengenai minat dan rencana di masa depan yang
kemudian ber1<orelasi dengan causal attribution dan afeksi (Nunni,1989).
Kedua, minat, perencanaan dan kepercayaan terhadap masa depan
dipelajari dalam interaksi dengan orang lain, yaitu orang tua dan ternan
sebaya berpengaruh pada cara berpikir dan perencanaan remaja. Ketiga,
orientasi masa depan juga dipengaruhi oleh factor psikologis lain seperti
per1<embangan kognitif dan sosial.
Per1<embangan yang berbeda berdasar1<an norma kebudayaan,
harapan, aturan-aturan dan pola-pola aktivitas telah dikategorikan sebagai
tunas per1<embangan (Havighurst, 1974) atau normative life tasks
(Cantor dan Kihlstrom, !987;Dittman-Kohli, 1986).
Per1<embangan orientasi masa depan berawal dari normative live
events yang berhubungan dengan tugas per1<embangan dan jadwal
mengenai per1<embangan tujuan dan minat orientasi masa depan
seseorang. Kedua, sepanjang rentang kehidupan berhubungan dengan
adanya perubahan dalam kesempatan untuk bertingkah laku dan adanya
model sebagai contoh untuk menyelesaikan tugas-tugas per1<embangan
yang merupakan suatu dasar yang menentukan perkembangan
perencanaan dan strategi orientasi masa depan. Kemudian standar dan
hal-hal yang diutamakan untuk dapat menyelesaikan tugas perkembangan
dengan baik, adalah suatu hal yang mendasar dalam proses evaluasi
orientasi masa depan (Nunni, 1991 :9).
TINJAUAN TEORITIS 11-36
Bagan dari keterangan per1<embangan orientasi masa depan di
atas adalah sebagai berikut :
Social Contex Schemata Future Orientation
- Normative - Anticipated-----+Life-Event Life Span Development
- Actions Opportunities
-----+ - Contextual Knowledge
- Standard and Deadlines For
-----+ - Self Concept
Evaluations
Motivational / ~ Goal Planning / / ~ Plan Evaluation / / ~
Atribution Effects -----l
Sumber: Nunni (1991 :9)
Berdasarkan tugas per1<embangan, pemikiran dan pereneanaan
terhadap masa depan ini merupakan hal yang penting bagi remaja
berdasar1<an beberapa alasan (Nunni, 1991:1 l, yaitu :
1, Remaja akan menghadapi berbagai tugas-tugas per1<embangan
yang dibentuk oleh orang tua, teman sebaya, guru-guru mengenai
harapan-harapan di masa depan, khususnya penekanan
pentingnya memikirkan masa depan,
2, Keputusan remaja mengenai masa depan seperti kaitannya dengan
karier, eara hidup dan kehidupan ber1<eluarga akan mempengaruhi
kehidupan di masa dewasa,
3, Cara remaja melihat masa depan, memainkan peranan penting
dalam format identitas yang seringkali didefinisikan dalam
11-37TINJAUAN TEORITIS
pengeksplorasian dan komitmennya mengenai minatnya di masa
depan.
Pada remaja tujuan-tujuan dan harapan-harapan yang menyangkut
tugas-tugas perkembangan yang utama yaitu pada pendidikan, peke~aan
dan perkawinan adalah pada masa akhir masa remaja dan dewasa awal.
Pada remaja dan ketiga area kehidupan tadi, lebih mengutamakan area
pendidikannya, dengan menyelesaikan pendidikan setelah itu menyusul
peke~aan dan perkawinan (Nunni, 1989;49).
2.2.4 Interaksi Faktor Lingkungan Dan Faktor Dalam Diri terhadap
Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pendidikan
Onentasi masa depan terbentuk sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungannya. Kedua faktor tersebut adalah :
1. Faktor Lingkungan
Individu tidak pemah lepas dan lingkungan. Lingkungan
mempunyai harapan-harapan tertentu untuk dipenuhi individu. Harapan
lingkungan ini berbeda pada setiap tahap perkembangan, yang kemudian
dikatakan sebagai tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan ini
mendorong individu untuk membuat antisipasi mengenai tujuan-tujuan
yang ingin dicapai pada setiap tahapan perkembangan. Untuk memenuhi
tugas perkembangan tersebut, maka lingkungan membenkan kesempatan
kepada individu untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Apa yang ditenma individu dan lingkungan akan mempengaruhi wawasan
\
II-38TlNJAUAN TEORITIS
dan pandangan individu tertladap masa depan. Dengan kata lain, semakin
luas kesempatan yang ditenma individu dan Iingkungan, semakin luas
wawasan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Hal ini
mempengaruhi individu dalam menyusun perencanaan untuk mencapai
tujuan di masa depan. Kemudian Iingkungan memben standar dan
batasan untuk mengontrol terpenuhi atau tidaknya tugas-tugas
perkembangan tersebut.
2. Faktor Individu
Faktor-faktor psikologis individu turut mempengaruhi
perkembangan onentasi masa depan, misalnya dengan bertambahnya
usia maka kemampuan kognitif dan kemampuan sosial individu juga
meningkat. Individu akan semakin mengembangkan kemampuan untuk
menentukan tujuan, menyusun perencanaan dan mencan altematif lain,
jika perencanaan harus dirubah. Hal ini te~adi karena individu menyadan
bahwa Iingkungan menuntut mereka tumbuh menjadi individu yang
mandin dan bertanggung jawab terhadap masa depannya.
2.2.5. Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pendidikan Bagi Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan dan masa anak menuju
masa dewasa. Dengan demikian pada masa remaja, individu diharapkan
mulai memikirkan masa depannya dengan lebih sungguh-sungguh,
karena hal ini akan mempengaruhi kesiapan mereka untuk menerima
tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa kelak. Tugas-tugas
11-39TlNJAUAN TEORITIS
perkembangan pada masa remaja ini secara tidak langsung menunjukkan
suatu onentasi masa depan (Nunni, 1991).
Pandangan remaja terhadap masa depannya jauh lebih besar
danpada anak-anak, dan mereka memilih apa yang disebut oleh John
Flavall(Rogers, 1983) sebagai pengertian akan permainan, yakni suatu
kesadaran bahwa sebagian besar hidup ini terdin dan antisipasi,
perumusan dan pengembangan strategi untuk menanggulangi masalah,
yang mungkin dapat berupa masalah dalam perencanaan pendidikan.
Perubahan kognitif memainkan peranan penting dalam membantu remaja
menanggulangi tuntutan pendidikan yang semakin kompleks. Banyak
aspek lain dan perkembangan remaja tergantung pada perubahan kognitif
dalam periode ini. Perencanaan pendidikan di masa datang dipengaruhi
oleh faktor kognitif (Rogers, 1983).
Keinginan individu untuk mencapai tujuan sangat kuat pada masa
remaja. Hal ini disebabkan pada masa remaja merupakan saat yang
penuh dengan keinginan-keinginan atau harapan-harapan yang tinggi.
Remaja memiliki banyak ide mengenai masa depannya, misalnya dalam
hal pendidikan yang bagaimana yang akan dilempuhnya nanti.
Duvall (1977) mengatakan bahwa pada masa remaja kemampuan
seseorang untuk mengantisipasi masa depan berkembang pesat. Hal ini
terjadi karena umumnya setelah menginjak remaja, individu mulai
menyadari tugas apa yang akan dipikulnya pada masa dewasa dan
mereka merasa bertanggung jawab terhadap masa depannya. Oleh
11-40TINJAUAN TEORlTlS
karena itu orientasi masa depan dalam bidang pendidikan merupakan hal
yang penting bag; remaja. Lewat orientai masa depan berarti remaja telah
membuat antisipasi terhadap kemungkinan di masa depan dan
mengantisipasi langkah-Iangkahnya.
Nunni (1991), mengemukakan bahwa orientasi masa depan
menunjukkan perkembangan antisipasi individu, yaitu :
a. Bahwa tujuan dan minat-minat semakin lama semakin berkembang
dan pada masa remaja tujuan dan minat individu meliputi tugas-tugas
perkembangan pada masa remaja tersebut.
b. Tingkat perencanaan meningkat hingga akhir remaja dan tingkat
keyakinan diri meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Ada beberapa bidang kehidupan yang seringkali menjadi pusat
perhatian dalam orientasi masa depan remaja, di antaranya adalah
masalah yang berkaitan dengan kelanjutan pendidikan yang akan
mereka tempuh di masa depan (Nurmi, 1991). Pada dasamya setiap
remaja mempunyai pandangan positif terhadap pendidikan, sehingga
mengembangkan minat dan aspirasi untuk melanjutkan pendidikan ke
tingkat yang lebih tinggi di masa depan.
Dari uraian beberapa teori diatas maka dapat dilihat bahwa individu
tuna rungu, sebagai remaja yang sedang berkembang, dalam tahap
perkembangannya memiliki orientasi masa depan yang akan datang, apa
yang ingin dicapai di masa dewasanya dipersiapkan bersamaan dengan
pemenuhan tugas-tugas perkembangan pada masa remajanya. Pada
11-41TINJAUAN TEORITIS
umumnya remaja sudah mulai mempertimbangkan apa yang akan
dihadapi pada masa dewasanya diantaranya adalah masalah pendidikan
(Nurmi, 1989).
2.3. Tinjauan Tentang Remaja
Kata 'remaja' mengandung berbagai pengertian. Ada yang
mengatakan bahwa remaja merupakan kelompok yang biasa saja, tidak
bert>eda dengan manusia lain, sementara pihak lain menganggap bahwa
remaja adalah kelompok orang-orang yang sering menyusahkan orang
orang yang lebih tua. Pihak yang lainnya menganggap bahwa remaja
memiliki potensi yang perlu dimanfaatkan, tetapi remaja itu sendiri
mungkin akan menyatakan hal yang lain.
Menurut Piaget, secara psikologis masa remaja adalah usia di
mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana
anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua
melainkan berada dalam tingkatan yang sarna. Termasuk juga perubahan
intelektual yang mencolok.
Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini
memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang
dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari
periode perkembangan ini (Hurlock, 1991 : 286).
11-42 TINJAUAN TEORITIS
2.3.1. Batasan Usia Remaja
Mengenai batasan usia remaja itu sendiri, para ahli
memasukkannya dalam beberapa periode :
Hurlock (1973 : 2 ), membagi masa remaja menjadi dua periode, yaitu :
1. Remaja awal, yaitu usia antara 13-17 tahun untuk wanita dan 14-17
tahun untuk pria.
2. Remaja akhir, yaitu mulai usia 17-21 tahun.
Sedangkan menurut Andi Mappiare (1982: 27) dalam bukunya berjudul
Psikologi Perkembangan Remaja, membagi usia remaja yang disesuaikan
dengan keadaan di Indonesia, yaitu :
1. Remaja awal, yaitu antara usia 12/13 - 17/18 tahun.
2. Remaja akhir, yaitu antara usia 17/18 - 21/22 tahun.
Menurut Hurlock (1990 : 207), "Masa remaja ini disebut pula
sebagai masa transisi, di mana akan terjadi suatu perubahan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa". Oalam periode transisi ini, remaja mulai
meninggalkan kebiasaan-kebiasaan bertingkah laku dan sikap kekanak
kanakan yang menuju tingkah laku dan sikap yang matang. Hal ini
disebabkan karena pada masa ini banyak sekali perubahan, di mana
setiap perubahan akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan fisik
dan psikisnya. Oi dalam masa remaja ini perlu adanya usaha atau
kesiapan untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut, artinya
diperlukan usaha untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan pribadi dan
TINJAUAN TEORITIS 11-43
kesiapan dalam menghadapi reaksi atau umpan balik yang ditenma dan
lingkungannya.
2.3.2. Tugas-Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja
Tugas-tugas perkembangan adalah hal yang harus dipelajan oleh
seseorang dalam suatu penode tertentu di dalam proses kehidupannya,
agar hidupnya berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Lebih lanjut
dapat diartikan bahwa tugas-tugas perkembangan merupakan petunjuk
petunjuk yang memungkinkan seseorang mengerti dan memahami apa
yang diharapkan atau dituntut oleh masyarakat terhadap dinnya dalam
usia tertentu. Menurut Karl C. Garrison (Andi Mappiare, 1982 : 101
105). tugas-tugas perkembangan remaja pada umumnya adalah sebagai
benkut
1. Menenma keadaan jasmani. Para remaja diharapkan dapat menenma
keadaan din sebagaimana adanya keadaan din mereka sendin, bukan
khayalan dan impian. Mereka diharapkan memelihara keadaan
jasmaninya, wajah, kekuatan/kelembutan yang dimiliki sendin, serta
memanfaatkannya secara efektif.
2. Memperoleh hubungan baru yang lebih matang dengan ternan-ternan
sebaya antara dua jenis kelamin.
3. Menenma keadaan sesuai dengan jenis kelaminnya dan belajar hidup
seperti kaumnya. Dalam masa remaja ini, diharapkan mereka
11-44T1NJAUAN TEORJTlS
menerima keadaan diri sebagai pria atau wanita dengan sifat dan
tanggung jawabnya masing-masing.
4. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya. Tugas perkembangan penting yang dihadapkan pada remaja
adalah kebebasan atau ketergantungan emosional seperti dalam masa
kanak-kanak, anak sangat bergantung emosinya pada orang tua atau
orang dewasa lainnya. Dalam masa remaja, seseorang dituntut untuk
tidak lagi mengalami perasaan bergantung semacam itu.
5. Memperoleh kesanggupan berdiri sendiri dalam hal-hal yang
bersangkutan dengan masalah ekonomi. Tugas perkembangan ini
merupakan satu di antara tugas perkembangan remaja yang penting,
mengingat mereka kelak akan hidup sebagai orang dewasa.
6. Mendapatkan perangkat nilai-nilai hidup dan falsafah hidup. Para
remaja diharapkan memiliki standar-standar pikir, sikap dan perasaan
dan perilaku yang dapat menuntun dan mewamai berbagai aspek
kehidupannya dalam masa dewasa dan masa depannya.
2.3.3. Pelaksanaan Tugas-Tugas Perkembangan Remaja
Tugas-tugas perkembangan remaja yang khusus menurut Andi
Mappiare (1982: 109), bersangkutan dengan :
1. Pentingnya kelancaran pelaksanaan tugas-tugas perkembangan.
Dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangan, ada sekurang
kurangnya tiga aspek kekuatan yang bekerja secara bersamaan.
TINJAUAN TEORITIS 1I-45
Kekuatan yang dimaksud adalah : adanya kematangan fisik yang
dimiliki individu, adanya tekanan-tekanan kultural dari masyarakat dan
adanya nilai-nilai dan aspirasi seseorang. Dengan beke~asamanya
tiga kekuatan itu secara bersamaan dalam diri dan lingkungan sekitar
manusia, maka manusia harus melaksanakan tugas-tugas
perkembangan yang sesuai dengan usia di mana dia berada, sehingga
usia-usia tersebut dinamakan 'usia-usia kritis'.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tugas-tugas perkembangan. Dalam
melaksanakan tugas-tugas perkembangan bagi remaja, satu di antara
dua kemungkinan dapat terjadi. Kemungkinan yang dimaksud adalah
lancar atau lambat, berhasil atau gagal. Faktor-faktor tersebut antara
lain : pertumbuhan fisik remaja dan perkembangan psikis remaja,
kedudukan atau urutan anak dalam keluarga, adanya kesempatan bagi
remaja untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan, motivasi yang
ada pada seseorang, faktor pendorong yang bersumber dari luar diri
dan dalam diri dan kelancaran pelaksanaan tugas-tugas
perkembangan pada masa sebelumnya.
2.3.4. Perkembangan Konsep Diri Remaja
Masa remaja merupakan saat-saat yang dipenuhi berbagai macam
perubahan di dalam proses kehidupannya. Perubahan yang dialami oleh
remaja tidak hanya menyangkut perubahan yang dapat diamati secara
langsung tetapi menyangkut juga perubahan yang tidak segera teramati,
TINJAUAN TEORITIS 11-46
di antaranya perubahan konsep din. Konsep din yang dimiliki oleh seorang
anak biasanya akan mengalami perubahan setelah ia memasuki usia
remaja. Pada masa tertlentuknya konsep din seorang remaja, banyak
faktor yang mempengaruhinya, terutama faktor Iingkungan yaitu
bagaimana reaksi individu di sekitamya terhadap dinnya atau terhadap
tingkah lakunya, akan mempengaruhi konsep din pada remaja. Selain itu,
perkembangan remaja pada masa sebelumnya juga banyak
mempengaruhi pembentukan konsep dinnya. Dengan kata lain, dapat
dikatakan bahwa kondisi perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi
pada remaja akan berpengaruh terhadap konsep din remaja tersebut.
2.4. Tlnjauan Tentang Tuna Rungu
Proses mendengar terjadi karena adanya udara yang masuk ke
dalam lubang telinga yang ditenma oleh selaput gendang, diteruskan oleh
tulang-tulang pendengaran ke selaput jendela lonjong, kemudian
diteruskan ke telinga bagian dalam yang bensi cairan dan akhimya
ditenma oleh ujung-ujung syaraf pendengaran. Ujung-ujung syaraf
pendengaran meneruskan rangsangan ke pusat pendengaran di otak
yaitu area broadman berupa cortex cerebri, dan disinilah terjadi proses
mendengar.
T1NJAUAN TEORlTIS 1/-47
2.4.1. Definisi Ketunarunguan
Ada dua macam definisi mengenai ketunarunguan sesuai dengan
tujuannya, yaitu definisi untuk tujuan medis dan definisi untuk tujuan
pedagogis (Sastrawinata, 1977).
Secara medis, ketunarunguan berarti kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan dan tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran. Sedangkan
secara pedagogis, ketunarunguan adalah kekurangan atau kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan
sehingga memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus.
2.4.2. Penyebab Hilangnya Pendengaran
Hilangnya pendengaran yaitu suatu kondisi mekanis atau kondisi
yang berhubungan dengan urat syaraf yang menghalangi transmisi
gelombang suara. Hilangnya pendengaran dapat sebagian atau
keseluruhan. Kadang-kadang disebabkan oleh faktor keturunan atau
disebabkan oleh pertambahan usia, penyakit atau mengalami kebisingan.
Dali hal tersebut dapat diketahui bahwa penyebab hilangnya pendengaran
sangat bervariasi, yaitu :
a. Hilangnya pendengaran yang bersifat bawaan
Bentuk ini disebabkan karena faktor keturunan seperti kerusakan
genetik. Bila dialami saat bayi lahir, dapat disebabkan oleh luka,
keracunan, infeksi selama proses kelahiran atau saat ibu hamil. Lahir
11-48TINJAUAN TEORITIS
premature atau berat badan di bawah normal pada bayi dapat
mengakibatkan kehilangan struktur dan fungsi pendengaran.
Faktor yang mempengaruhi hilangnya pendengaran yang bersifat
bawaan termasuk riwayat keluarga yang menderita kehilangan
pendengaran atau mengalami gangguan keturunan yang telah dikenal,
si ibu selama kehamilan menderita sifilis atau mengkonsumsi obat
obatan yang dapat merusak pendengaran bayi, kekurangan oksigen
yang berkepanjangan pada janin dan bawaan abnormal pada telinga,
hidung atau tenggorokan.
b. Bisu tuli secara mendadak
Bisu tuli yang datang secara mendadak yaitu hilangnya pendengaran
secara tiba-tiba mengalami kesulitan pendengaran. Pada kondisi ini
dibutuhkan pertolongan medis karena perawatan yang tepat dapat
memulihkan pendengaran secara keseluruhan.
Beberapa faktor penyebabnya adalah :
• Infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
• Diabetes melitus, tiroid yang tidak aktif, kadar lemak dan
kolesterol tinggi.
• Tekanan darah tinggi dan pengerasan arteri.
• Luka pada kepala atau tumor otak.
• Mengkonsumsi obat-obatan yang dapat merusak pendengaran.
• Kerusakan pada urat syaraf.
• Penyakit darah seperti leukemia.
TlNJAUAN TEORITIS 1I-49
c. Hilangnya pendengaran yang bersifat bawaan karena kebisingan
Merupakan salah satu bentuk hilangnya pendengaran yang dapat
bersifat sementara atau permanen. Banyak terjadi pada seseorang
yang sering mendengar suara bising.
d. Prebikusis
Merupakan kehilangan pendengaran progresif yang berhubungan
dengan usia lanjut
2.4.3. Klasifikasi Tuna Rungu
Ada beberapa klasifikasi tuna rungu sesuai dengan dasarnya, yaitu
secara etiologis tuna rungu dapat dibedakan atas tuna rungu endogin
ialah tuna rungu congenital yang diturunkan dari orang tua. Tuna rungu
eksogin ialah tuna rungu yang diperoleh karena penyakit atau kecelakaan.
Secara anatomis-fisiologis tuna rungu dapat dibagi menjadi tuna
rungu hantaran ialah tuna rungu yang disebabkan oleh kerusakan dan
tidak berfungsinya alat-alat penghantar getaran pada telinga tengah. Tuna
rungu syaraf adalah tuna rungu yang disebabkan oleh kerusakan dan
tidak berfungsinya alat-alat pendengaran pada telinga bagian dalam.
Selain tuna rungu anatomis-fisiologis ada pula tuna rungu psikis,
yaitu kekurangan atau ketidakmampuan mendengar, meskipun semua
alat-alat pendengaran dalam keadaan baik. Hal ini disebabkan karena
adanya gangguan atau kekalutan jiwa pada si-penderita. Tuna rungu
psikis dapat bersifat sementara dan dapat juga menetap.
TINJAUAN TEORlTIS II-50
Menurut nada yang tidak dapat didengar, tuna rungu dapat
disebabkan atas tuna rungu nada rendah, tuna rungu nada tinggi dan tuna
rungu total. Sedangkan menurut terjadinya, tuna rungu dibedakan atas
tiga, yaitu tuna rungu yang terjadi saat dalam kandungan (pra natal), saat
kelahiran (natal) dan setelah kelahiran (post natal).
K1asifikasi tuna rungu menurut tarafnya, atas dasar pengukuran
aUdiometris, dapat dibedakan menjadi :
a. Tuna rungu pada tarat 15-25 dB, yaitu tuna rungu tarat ringan.
Anak-anak tuna rungu pada tarat ini masih dapat belajar bersama
sarna anak-anak pada umumnya dengan pemakaian alat pembantu
mendengaran.
b. Tuna rungu pada tarat 26-50 dB, yaitu tuan rungu sedang. Anak
tuna rungu pada tarat ini sudah memer1ukan pendidikan khusus
dengan latihan bicara, membaca dan latihan mendengar dengan
memakai alat pembantu mendengaran.
c. Tuna rungu pada tarat 51-75 dB, yaitu tuna rungu berat. Anak tuna
rungu pada tarat ini sudah harus mengikuti program pendidikan di
Sekolah Luar Biasa (SLB) dengan mengutamakan pelajaran
bahasa, bicara dan membaca. Penggunaan alat pembantu
mendengar baginya tidak banyak berguna dalam pelajaran bahasa,
tetapi masih dapat dipakai di jalan-jalan raya untuk bunyi klakson
dan suara-suara bising lainnya.
IINJAUAN Il::Uj{111~ 11-5 I
d. Tuna rungu pada tarat 76 dB ke atas, yaitu tuna rungu dengan tarat
sangat berat Anak tuna rungu pada tarat ini lebih memerlukan
program pendidikan kejuruan, meskipun pelajaran bahasa dan
berbicara masih dapat diberikan kepadanya. Penggunaan alat
pembantu mendengar biasa tidak memberikan mantaat baginya.
2.4.4. Perkembangan Dan Ciri-Ciri Khas Remaja Tuna Rungu
Tuna rungu dapat menghambat perkembangan anak, terutama
perkembangan komunikasi dan emosinya, sehingga juga berpengaruh
pada jiwa dan kepribadiannya
1. Perkembangan Pada Segi Fisik Dan Bahasa Pada Anak Tuna
Rungu.
Dalam segi fisik anak tuna rungu tidak banyak mengalami
hambatan, walaupun ada sebagian anak tuna rungu yang terganggu
dalam keseimbangan karena ada hubungan antara kerusakan telinga
bagian dalam dengan indera keseimbangan yang ada di dalamnya.
Demikian pula ada sebagian anak tuna rungu yang perkembangan
fisiknya terhambat akibat tekanan-tekanan jiwa yang dideritanya.
Sebaliknya tuna rungu jelas mengakibatkan hambatan dalam
perkembangan bahasa, karena perkembangan bahasa banyak
memerlukan kemampuan pendengaran.
II-52T1NJAUAN TEORITIS
2. Perkembangan Intelegensi
Perkembangan intelegensi sangat dipengaruhi oleh pendengaran
bahasa, sehingga hambatan perkembangan bahasa pada anak tuna
rungu menghambat perkembangan intelegensinya.
Kerendahan tingkat intelegensi anak tuna rungu bukan berasal dari
kemampuan intelektualnya yang rendah, tetapi pada umumnya
disebabkan karena intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk
berkembang. Pemberian bimbingan yang teratur, terutama dalam
kecakapan bertahasa akan dapat membantu perkembangan intelegensi
anak tuna rungu.
3. Perkembangan Emosi Anak Tuna Rungu.
Keterbatasan kecakapan bertahasa mengakibatkan kesukaran
dalam berkomunikasi, dan akhimya menghambat perkembangan emosi.
Emosi berkembang karena pengalaman dalam komunikasi seorang anak
dengan anak lain, orang tuanya dan orang lain disekitarnya.
Selain karena kemiskinan bahasa anak tuna rungu yang
mengakibatkan kedangkalan emosi, juga sikap masyarakat dan kegagalan
dalam banyak hal mengakibatkan emosi anak tuna rungu menjadi labil.
Mereka selalu ragu-ragu dan semua perbuatannya disertai perasaan
cemas. Kemampuannya untuk melihat semua kejadian tetapi tidak mampu
untuk mengikuti dan mengerti kejadian itu secara menyeluruh
menimbulkan perkembangan perasaan curiga pada lingkungan dan
kurang percaya pada diri sendiri.
II-53TINJAUAN TEORITIS
4. PerXembangan Kepribadian Anak Tuna Rungu.
Perkembangan kepribadian terjadi dalam pergaulan atau perluasan
pengalaman pada umumnya dan diarahkan oleh faktor-faktor anak sendiri.
Ketidakmampuan menerima rangsang pendengaran, kemiskinan
berbahasa, ketidakstabilan emosi dan keterbatasan intelegensi,
dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya menghambat
perkembangan kepribadiannya.
Kepribadian anak tuna rungu dapat berkembang dengan wajar bila
ada pengertian, perhatian dan sikap ingin membantu pada orang-orang
yang meru~kan Iingkungannya, terutama orang tuanya.
Ciri-Ciri Khas Anak Tuna Rungu
a. Ciri-ciri khas dalam segi fisiko
Ciri khas anak tuna rungu dalam segi fisik dapat disebutkan antara
lain: cara berjalannya kaku dan agak membungkuk, gerakan matanya
cepat dan agak beringas, gerakan kaki dan tangannya sangat cepatllincah
dan pemapasannya pendek serta agak terganggu.
b. Ciri-ciri khas dalam segi intelegensi.
Pada anak tuna rungu terdapat anak-anak yang memiliki
intelegensi yang tinggi, rata-rata dan intelegensi rendah. Sesuai dengan
sifat ketunaannya, anak tuna rungu pada umumnya sukar dapat
menangkap pengertian yang abstrak, sebab untuk dapat menangkap
II-54 TINJAUAN TEORJTlS
pengertian abstrak diperlukan pemahaman yang baik akan bahasa Iisan
maupun tulisan.
c. Ciri-ciri khas dalam segi emosi.
Kekurangan pemahaman akan bahasa lisan atau tulisan seringkali
menyebabkan anak tuna rungu menafsirkan sesuatu negatif atau salah
dan dalam hal ini sering mengakibatkan tekanan pada emosinya.
d. Ciri-clri khas dalam segi sosial
Faktor sosial budaya meliputi pengertian yang sangat luas yaitu
lingkungan hidup di mana anak berinteraksi, yaitu interaksi antara individu
dengan individu, individu dengan kelompok, keluarga dan lingkungan
masyarakat yang lebih luas.
Perlakuan yang kurang wajar dari anggota keluarga dan anggota
masyarakat yang berada di sekitamya, dapat menimbulkan beberapa
aspek yang negatif seperti :
• Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga atau
masyarakat.
• Perasaan cemburu dan curiga serta merasa diperlakukan tidak adi!.
• Kurang dapat bergaul, mudah marah dan berlaku agresif.
e. Ciri-ciri khas dalam segi bahasa.
Pada umumnya dalam segi bahasa anak tuna rungu mempunyai
ciri-ciri khas sebagai berikut :
- Miskin dalam kosa kata.
II-55
)4 3629 T1NJAUAN TEORITIS
- Sulit mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung arti
kiasan.
- Sulit mengartikan kata-kata abstrak.
- Kurang menguasai irama dan gaya bahasa.
Menurut Loeb dan Sarigani (1986), penderita tuna rungu
menunjukkan kepribadian dan karakteristik sosial yang ber1>eda dari
orang-orang normal yang memiliki kemampuan pendengaran. Sikap-sikap
yang sering dimunculkan antara lain:
1. Mereka sering menghindar untuk tidak berkomunikasi dengan
masyarakat banyak sehingga anak-anak tuna rungu tumbuh dalam
lingkungan yang relatif terisolir.
2. Mereka kadang-kadang mendapatkan kesulitan untuk berteman dan
memiliki rasa malu yang berlebihan.
3. Mereka dapat menunjukkan tingkah laku yang menarik din jika mereka
tidak memiliki orang tua yang tuna rungu atau ternan-ternan yang
dapat bennteraksi secara non verbal.
Masalah pribadi pada remaja tuna rungu, antara lain bertumpu pada
keragu-raguan menghadapi masa depan dalam menyongsong kehidupan
untuk memilih pendidikan untuk bekal di hari depan. Mereka banyak
diombang-ambingkan antara pengharapan dan keterbatasannya. Banyak
remaja tuna rungu kehilangan kelincahannya pada masa tersebut.
II-56 TINJAUAN TEORITIS
KERANGKA BERPIKIR
Individu tuna rungu, tidak terlepas dari tuntutan untuk
melaksanakan tugas-tugas perkembangannya, salah satu di antaranya
adalah mampu menentukan pilihan pendidikan untuk tujuan hidupnya.
Cacat fisik yang diderita remaja tuna rungu yaitu kekurangan
dalam pendengaran dan kemampuan berbicara sejak lahir mengakibatkan
kesulitan berkomunikasi secara verbal sehingga akan membuat penilaian
negatif temadap keadaannya.
Ada individu tuna rungu yang dapat menerima kekurangan dirinya
dengan tidak menutup diri temadap kemungkinan kelebihan lain yang
dimiliki, tetapi sebagian besar remaja tuna rungu kurang dapat menerima
keadaan dirinya serta tidak menyadari kelebihan yang dimiliki.
Loeb dan Sarigani (1986), mengatakan bahwa individu tuna
rungu menunjukkan kepribadian dan karakteristik sosial yang berbeda
dengan orang normal yang memiliki kemampuan pendengaran. Individu
tuna rungu sering menghindar dan jarang berkomunikasi dengan
masyarakat luas sehingga anak-anak tuna rungu tumbuh dalam
Iingkungan yang terbatas.
Pada saat memasuki usia remaja, yang merupakan masa
transisi; te~adi perubahan fisik dan psikis yang dapat menimbulkan suatu
kekhawatiran tersendiri terhadap kondisi tubuh yang dimiliki oleh individu
yang tuna rungu.
II-57 TINJAUAN TEORITIS
Konsep diri adalah satu dari aspek kepribadian individu yang
merupakan sebuah organisasi yang stabil dan berkarakter yang disusun
dari persepsi-persepsi individu yang bersangkutan sebagai hal yang
mendasar baginya. Konsep diri merupakan gabungan antara pikiran dan
perasaan yang dimiliki seseorang yang menyebabkan timbulnya
kesadaran akan eksistensi diri, konsep diri tentang apa dan siapakah
saya.
Konsep diri ini dalam perkembangannya akan menentukan
orientasi masa depan dalam bidang pendidikan individu, seperti yang
dikemukakan oleh Allport (1961) dan Bum (1993 : 82) mengemukakan
bahwa konsep diri yang ideal menuju pada tujuan-tujuan seseorang bagi
masa depannya. Konsep diri ini dalam perkembangannya akan
menentukan orientasi masa depan individu.
Dapat dikatakan bahwa salah satu faktor yang cukup penting
dalam penentuan masa depan seseorang termasuk remaja tuna rungu,
adalah konsep diri yang dimilikinya. Apabila konsep diri yang dimilikinya
baik maka ia akan dapat menentukan tujuan hidupnya secara jelas.
Jersild (175:172) membagi konsep diri dalam tiga komponen pokok yaitu :
1. Perceptual component, merupakan image yang dimiliki seseorang
mengenai penampilan dari tubuhnya serta impresi yang ia berikan
kepada orang lain yang meliputi dua aspek yaitu :
a. sex appropreateness
b. self attractiveness
II-58 T1NJAUAN TEORITlS
Komponen ini disebut juga sebagai "Physical Self Concept"
2. Conceptual component, merupakan konsepsi seseorang tentang
karakteristik latar belakangnya serta masa depannya yang meliputi
empat aspek yaitu :
a. kejujuran
b. kepercayaan diri
c. kemandirian
d. keberanian
3. Attitudinal component, merupakan pikiran dan perasaan yang dimiliki
seseorang mengenai dirinya, sikapnya terhadap masa depan dan
sikapnya mengenai status dirinya saat ini. Komponen ini terdiri dari
enam aspek yaitu :
a. sikap terhadap status diri
b. sikap terhadap masa depan
c. penghargaan diri
d. perasaan bangga
e. perasaan malu
f. perasaan menyesali atau menyalahkan diri
Adapun proses konsep diri dimulai dari adanya eksplorasi diri
lewat interaksi. Konsep diri berkembang seiring dengan terjadinya
pengalaman-pengalaman dan tahap perkembangan yang dijalani.
Kemudian konsep diri menjadi pusat pengintegrasian, pengalaman masa
II-59 T1NJAUAN TEORITIS
lalu dan sekarang, yang akan menentukan respon individu terhadap
berbagai objek.
Konsep diri seseorang diletakkan pada saat awal dari
kehidupannya dan menjadi dasar tingkah laku di kemudian hari. Konsep
diri dapat mengalami perubahan sebagaimana yang dikemukakan oleh
Ralmy dari Combs dan Snygg (Bums,1993:324) yang mengatakan
bahwa konsep diri bisa mengalami perubahan karena adanya interaksi
dengan kultur atau lingkungan sekitarnya dan adanya penerimaan
konsep-konsep baru dalam diri individu sebagai akibat dari adanya
perbedaan yang akan menentukan pandangan dan harapan-harapannya
di masa depan.
Nurmi (1979) mengemukakan bahwa orientasi masa depan
adalah perwujudan bagaimana seseorang memandang masa depannya
menyangkut harapan-harapan, tujuan standar, perencanaan dan strategi
pencapaian tujuan, terlebih dahulu individu harus mempunyai skemata
kognitif mengenai antisipasi kehidupan di masa yang akan datang.
Nurmi dan Trommsdorf (1983), mengemukakan pengertian
orientasi masa depan sebagai skemata kognitif motivasional yang
kompleks, yaitu merupakan antisipasi dan evaluasi tentang diri di masa
depan dalam kaitannya dengan kualitas motivasional dan efektivitas.
Orientasi masa depan berhubungan dengan sikap pesemis dan optimis,
lebih negatif atau positif.
TINJAUAN TEORlTIS Il-60
Orientasi masa depan dapat digambarkan melalui tiga tahap, ketiga
tahap ini merupakan proses yang saling berkaitan dan berinteraksi
dengan skemata yang dimiliki individu mengenai masa depan dan
perkembangan diri yang ia antisipasi (Nunni, 1989).
Ketiga proses tersebut yang pertama adalah motivasi, di mana
individu membentuk tujuan-tujuan dengan membandingkan antara motif
motif dan nilai-nilai umum dan pengetahuannya tentang perkembangan
diri yang ia antisipasi. Kedua yaitu perencanaan, setelah individu
membuat tujuannya, aktivitas perencanaan dibutuhkan dalam usaha untuk
merealisasikan tUjuan tersebut. Pengetahuan tentang konteks kehidupan
di masa depan yang akan datang merupakan dasar dan perencanaan.
Ketiga yaitu evaluasi, individu kemudian mengevaluasi kemungkinan
realisasi dari tujuan-tujuan rencana yang telah dibuat. Evaluasi akan
menghasilkan perasaan-perasaan positif atau negatif, di mana hal ini
sangat dipengaruhi oleh penilaian individu tentang dirinya,
kemampuannya, dan evaluasi yang selanjutnya akan mempengaruhi
tUjuan-tujuan perencanaan yang telah dibuat.
Berdasarkan skema kognitif, individu mengantisipasi kejadian di
masa depan dan memberikan makna pribadi temadap kejadian tersebut.
Sebagai konsekuensinya, minat dan motif menjadi bagian dari keadaan
masa depan yang direncanakan. Berdasarkan skemata yang dihasilkan,
individu membentuk harapan-harapan baru yang ingin diwujudkan dalam
kehidupannya di masa datang. Orientasi masa depan dapat dijelaskan
11-61TINJAUAN TEORlTIS
melalui liga proses berinteraksi dengan skemata yang dimiliki individu.
Keliga proses itu yaitu motivasi, perencanaan dan evaluasi.
Konsep diri yang merupakan gambaran mengenai siapa dirinya,
kemampuan dan ketidakmampuan, keadaan dirinya di masa lalu dan
masa sekarang menentukan responnya terhadap lingkungan serta
menentukan cara pandangnya terhadap masa depan. Pandangan
terhadap masa depan memegang peran penting dalam menentukan
harapan-harapan, tujuan, perencanaan dan strategi pencapaian tujuan di
masa depan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Allport
(Burn, 1993 : 82), bahwa konsep diri yang ideal menunjukkan tujuan
tujuan seseorang bagi masa depannya. Konsep diri ini dalam
perkembangannya akan menentukan orientasi masa depan individu.
Setiap kepribadian yang matang dapat menentukan tujuan yang telah
dipilihnya dan akan dicapai dengan cara bertahap. eita-eita mereka
menjadi aeuan dalam arah pandangannya. Seseorang yang mempunyai
konsep diri positif akan mempunyai pandangan yang positif juga terhadap
masa depannya dan seseorang yang mempunyai konsep diri yang negatif
akan mempunyai pandangan yang negatif pula untuk masa depannya.
Konsep diri dan pandangan terhadap masa depan semakin kuat
terbentuk pada saat individu memasuki masa remaja, karena pada masa
remaja terjadi berbagai macam perubahan di dalam kehidupan.
Perubahan yang dialami oleh remaja tidak hanya menyangkut perubahan
yang dapat teramati seeara langsung, misalnya perubahan fisik dan
11-62 TINJAUAN TEORITlS
tingkah laku tetapi menyangkut juga perubahan yang tidak dapat diamati,
diantaranya perubahan konsep diri.
Pada masa terbentuknya konsep diri seorang remaja, banyak
faktor yang mempengaruhi, terutama faktor lingkungan yaitu bagaimana
reaksi individu terhadap dirinya atau tingkah laku yang akan
mempengaruhi konsep diri pada masa remaja. Dapat dikatakan bahwa
kondisi perkembangan dan pertumbuhan pada masa remaja akan
berpengaruh terhadap konsep diri remaja tersebut. Ingersoll (1982:2),
mendefinisikan masa remaja sebagai periode perkembangan personal, di
mana individu muda tersebut harus menetapkan identitas diri dan
perasaan berharga. Masa ini berisikan perubahan fisik, adaptasi terhadap
kemampuan intelektual yang lebih matang, menyesuaikan diri terhadap
tuntutan sosial untuk kematangan, menginternalisasikan sistem nilai
individu dan mempersiapkan diri untuk peran-peran orang dewasa.
Adanya gambaran mengenai dirinya sendiri atau konsep diri yang
dimiliki remaja tuna rungu bertlubungan dengan hal yang menyangkut
bagaimana mereka memandang dirinya dalam konteks masa depan dan
hal ini tidak terlepas dukungan, baik dari keluarga dan lingkungan
sekitarnya. v
Selanjutnya, untuk memperoleh data dari individu tuna rungu
digunakan skala konsep diri dan skala orientasi masa depan dalam bidang
pendidikan yang berupa kuesioner.
II-63 TINJ AU AN TEORITIS
Secara sederhana, kerangka pikir di atas dirumuskan ke dalam
skema sebagai berikut :
Skema Berpikir
Remaja Tuna Rungu Kelidakmampuan dalam mendengar dan berbicara sehingga menimbulkan hambalan dalam berkomunikasi secara verbal.
- Kurang menerima kelerbalasan dirinya Lingkungan : secara posilif.
- Kurang menyadari kelebihan yang I+ - Keluarga - Sekolah
dimilikinya. - Masyarakal
~ Konsep Din Negatit
I I ~
Kurang mampu bersosialisasi dengan baik serta menulup diri lerhadap perkembangan yang disesuaikan dengan penerimaan kondisi lubuhnya yang cacat
~ Selum menenlukan langkah apa yang akan ia lakukan selelah lulus dari sekolah, belum menenlukan cila-cila serta lidak memiliki rencana unluk melanjulkan pendidikan ke jenjang yang lebih linggi baik yang sifalnya formal maupun non formal
Orienlasi masa depan daiam bidano pendidikan kabur