108-214-1-RV
-
Upload
rendiachiq -
Category
Documents
-
view
16 -
download
8
description
Transcript of 108-214-1-RV
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 1
INTISARI
HUBUNGAN KONSUMSI TEH DENGAN KADAR HAEMOGLOBIN DI KECAMATAN JENAWI KABUPATEN KARANGANYAR
Setiyarno, Titik Anggraeni
Latar Belakang : Kebiasaan minum teh sudah menjadi budaya bagi penduduk dunia. Teh mempunyai banyak manfaat kesehatan, tetapi teh juga mampu menghambat penyerapan non-heme iron. Teh mempunyai senyawa tannin yang mengikat zat besi sehingga sulit diserap oleh tubuh. Kondisi penyerapan zat besi mempengaruhi kadar Hb seseorang. Pemeriksaan pendahuluan terhadap 10 penduduk: 4 orang (40,0%) = kadar Hb < 8 gr/dl yang tergolong berat, 3 orang (30,0%) = kadar Hb 8-10 gr/dl yang tergolong sedang, dan 3 orang (30,0%) = kadar Hb 9-11 gr/dl yang tergolong ringan. Tujuan : Untuk mengetahui hubungan konsumsi teh dengan kadar haemoglobin di Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif non eksperimental Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan crossectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pengkonsumsi teh di Desa Jenawi, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar yang berjumlah kurang lebih 249 orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 71 orang dengan teknik purposive sampling. Alat analisis data yang digunakan dengan analisis chi square. Hasil: Konsumsi teh para pengkonsumsi teh pada kategori sedang sebanyak 52 responden (73,2%), Kadar haemoglobin pada pengkonsumsi teh di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar pada kategori anemia sedang sebanyak 32 responden (45,10). Simpulan: Ada hubungan antara konsumsi teh dengan kadar haemoglobin di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar dengan X2 hitung (13.585) > X2 tabel (3,481)
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 2
PENDAHULUAN
Haemoglobin memerankan
peranan penting dalam pengangkutan
oksigen selama ia dapat kembali mengikat
oksigen. Menurut Saputri (2006), kadar
haemoglobin dalam darah maupun kerja
atau fungsi hemoglobin yang optimal
dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa
hal, yaitu: 1) makanan atau gizi, 2) fungsi
jantung dan paru, 3) fungsi organ-organ
tubuh lain; 4) kebiasaan merokok; 5)
penyakit yang menyertai. Anemia
merupakan suatu gejala kekurangan kadar
Hb darah pada seseorang biasanya
ditandai dengan kadar hemoglobin dalam
darah rendah, kadar Hb darah untuk
wanita dewasa normal 12,00 gr% - 14,00
gr% (Depkes, 2002).
Secara global data
menunjukkan 20% penduduk dunia atau
1500 juta orang menderita anemia
(Sastroadmadjo, 2001). Di Indonesia
prevalensi anemia sebesar 57,1% diderita
oleh remaja putri, 27,9% diderita oleh
Wanita Usia Subur (WUS) dan 40,1%
diderita oleh ibu hamil (Herman, 2006).
Penyebab utama anemia gizi di Indonesia
adalah rendahnya asupan zat besi (Fe).
Anemia gizi besi dapat menyebabkan
penurunan kemampuan fisik, produktivitas
kerja, dan kemampuan berpikir. Selain itu
anemia gizi juga dapat menyebabkan
penurunan antibodi sehingga mudah sakit
karena terserang infeksi.
Kebiasaan minum teh sudah
menjadi budaya bagi penduduk dunia.
Selain air putih, teh merupakan minuman
yang paling banyak dikonsumsi oleh
manusia. Rata-rata konsumsi teh
penduduk dunia adalah 120 ml/hari per
kapita (Besral, dkk, 2007). Teh diketahui
banyak manfaat kesehatan, antara lain
menurunkan resiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler (Hertog, dalam Besral, dkk,
2007).
Walaupun teh mempunyai
banyak manfaat kesehatan, namun
ternyata teh juga diketahui menghambat
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 3
penyerapan zat besi yang bersumber dari
bukan hem (non-heme iron). Herrell (cit
Besral, dkk, 2007) melaporkan bahwa teh
hitam dapat menghambat penyerapan zat
besi non-heme sebesar 79-94% jika
dikonsumsi bersama-sama. Di samping itu,
dalam teh ada senyawa yang bernama
tanin. Tanin ini dapat mengikat beberapa
logam seperti zat besi, kalsium, dan
aluminium, lalu membentuk ikatan
kompleks secara kimiawi. Karena dalam
posisi terikat terus, maka senyawa besi
dan kalsium yang terdapat pada makanan
sulit diserap tubuh sehingga menyebabkan
penurunan zat besi (Fe) (Imam, 2010).
Hasil pemeriksaan pendahuluan
terhadap 10 penduduk yang saat ini
mengkonsumsi teh di Kecamatan Jenawi
diketahui bahwa yang mempunyai kadar
Hb < 8 gr/dl yang tergolong berat tidak
ada, 2 orang (20,0%) mempunyai kadar Hb
8-10 gr/dl yang tergolong sedang,
sebanyak 3 orang (30,0%) mempunyai
kadar Hb 9-11 gr/dl yang tergolong
ringan, dan sisanya 5 orang (50,0%)
mempunyai kadar Hb 13,5-18 gr/dl yang
tergolong normal.
Hasil wawancara terhadap 10
penduduk di Kecamatan Jenawi
Kabupaten Karanganyar menyatakan
bahwa mereka kadang-kadang merasakan
pandangannya berkunang-kunang, mudah
lelah, dan pusing-pusing di kepala setelah
duduk lama. Hasil wawancara tersebut
menunjukkan bahwa efek dari anemia dan
kadar haemoglobin yang kurang pada
pengkonsumsi teh tersebut.
Melihat permasalahan di atas, maka
peneliti tertarik melakukan penelitian
dengan judul Hubungan antara
Mengkonsumsi Teh dengan Kadar
Haemoglobin di Kecamatan Jenawi,
Kabupaten Karanganyar.
Landasan Teori
Teh adalah minuman yang kaya
antioxidan. Cao et al, 1996 (cit Sofic E, dan
Prior R., 1996) menemukan bahwa teh
hijau dan teh hitam mempunyai kadar
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 4
antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan
sayuran seperti bawang putih, bayam, dan
kale. Di samping itu, menurut Imam (2010),
ada zat yang terkandung dalam teh yang
berakibat kurang baik untuk tubuh, zat itu
adalah tenin. Tenin pada teh (tehine) dapat
menyebabkan proses penyerapan
makanan menjadi terhambat. Batas aman
untuk mengkonsumsi tenin dalam sehari
adalah 750 mg/hari atau setara dengan 5
cangkir teh berukuran 200 ml.
Teh diketahui mempunyai
banyak manfaat kesehatan, antara lain
menurunkan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler (Hertog, 1997) dan
menghambat perkembangan kanker (Yang
et al., 2000), mempunyai efek untuk
menjaga kesehatan gigi dan mulut karena
kandungan natural florida yang dimilikinya
dapat mencegah terjadinya karies pada
gigi (Jones C et al., 1999), mengurangi
risiko terjadinya patah tulang pada usila
karena densitas tulang pada mereka yang
minum teh lebih baik daripada mereka
yang tidak minum teh (Hegarty et al.,
2000). Hindmarch et al. (2006) melaporkan
bahwa konsumsi teh dapat meningkatkan
kondisi kognitif dan psikomotor pada orang
dewasa. Curhan et al, (1998) melaporkan
bahwa adanya hubungan yang negatif
antara konsumsi teh dengan kejadian batu
ginjal pada wanita usia 40-65 tahun.
Setelah dikontrol oleh variabel
pengganggu, konsumsi teh sebanyak 240
ml per hari dapat menurunkan risiko
terjadinya batu ginjal sebesar 8%.
Kadar Haemoglobin
Haemoglobin adalah suatu protein
yang membawa oksigen dan yang
memberi warna merah pada sel darah
merah (Barger, 1992). Dengan kata lain
haemoglobin merupakan komponen yang
terpenting dalam eritrosit.
Haemoglobin juga merupakan protein yang
kaya zat besi yang memiliki afinitas (daya
gabung) terhadap oksigen dan dengan
oksigen itu membentuk oxsihaemoglobin di
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 5
dalam sel darah merah. Jumlah
haemoglobin dalam darah normal ialah 15
gram setiap 100 ml darah, dan jamlah itu
biasanya disebut 100 persen.
Menurut Costill (1998),
haemoglobin adalah zat yang terdapat
dalam butir darah merah. Haemoglobin
sebenarnya adalah merupakan protein
globuler yang di bentuk dari 4 sub unit, dan
setiap sub unit mengandung hame. Hame
ini di buat dalam mitokokondria dan
menambah acetid acid manjadi alpha
ketoglutaricacid + glicine membentuk
pyrrole compound menjadi
protopophyrine II yang dengan Fe berubah
menjadi hame. Selanjutnya 4 hame
bersenyawa dengan globulin membentuk
haemoglobin.
Menurut Poppy Kumaila dalam
Kamus Saku Kedokteran Dorland (1996)
Haemoglobin adalah pigmen pembawa
oksigen eritrosit, dibentuk oleh eritrosit
yang berkembang dalam sumsum tulang,
merupakan empat rantai polipeptida globin
yang berbeda, masing-masing terdiri dari
beberapa ratus asam amino.
Haemoglobin mempunyai peranan
penting dalam pengangkutan oksigen
selama ia dapat kembali mengikat oksigen.
Haemoglobin mengikat oksigen pada
lingkungan yang penuh dengan oksigen
dan melepaskan oksigen dalam lingkungan
dengan kadar oksigen rendah. Ini berarti
haemoglobin mengangkut oksigen dalam
paru sebagai hasil dari pernafasan dan
selanjutnya didistribusikan ke jaringan-
jaringan lain dengan kadar oksigen yang
rendah seperti otot aktif.
Pada orang-orang yang
mengandung haemoglobin normal,
kapasits darahnya membawa oksigen kira-
kira 20 ml oksigen per 100 ml darah.
Hampir dalam semua keadaan, darah
mengandung banyak sekali oksigen ketika
bergerak melalui paru.
Ketika darah arteri mencapai
kapiler dalam jaringan yang menyerap
oksigen darah menemui lingkungan yang
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 6
relatif rendah konsentrasi oksigen. Dalam
kedaan seperti itu, sebagian oksigen
dilepaskan dari haemoglobin darah dan
bercampur dalam sel jaringan, dimana
oksigen dapat digunakan dalam
metabolisme aerobik. Sebagai oksigen
darah yang telepas ke jaringan tersebut
ditentukakan oleh konsentrasi oksigen
jaringan tersebut.
Pada jaringan yang lambat
menyerap oksigen, oksigen yang
dilepaskan dari sel darah merah relatif
kecil, namun pada jaringan yang cepat
menyerap oksigen bagian-bagian oksigen
terkurangi lebih besar. Jadi, pelepasan
oksigen oleh sel-sel darah merah ke
jarangan meningkat sesuai dengan tingkat
penggunaan oksigen oleh jaringan
tersebut.
Haemoglobin dibawa oleh sel
darah merah (eritrosit) sirkulasi. Sirkulasi
ini berputar selama kurang lebih 10 hari
yang mengandung kira-kira 3 x 10 sel
darah merah. Estimasi kasar kadar
haemoglobin darah dapat diperoleh dari
jumlah hematokrit atau dari jumlah darah
dengan rekonsumsi tiap sel darah merah
yang mempunyai haemoglobin normal
(Astrand, 1986).
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini
menggunakancrossectional(belah lintang)
yaitu dengan melakukan pengukuran
sesaat atau satu kali (Sugiyono, 2005).
Dalam hal ini peneliti hanya ingin
mengetahui gambaran tentang kadar
haemoglobin pada pengkonsumsi teh di
Kecamatan Jenawi, Kabupaten
Karanganyar.
Populasi dan sempel
Populasi dalam penelitian ini
adalah pengkonsumsi teh di desa Jenawi,
Kecamatan Jenawi, Kabupaten
Karanganyar yang berjumlah kurang lebih
249 orang yang telah di data sebelumnya
(Data Monografi desa Jenawi,
2009).Sampel penelitian meliputi sejumlah
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 7
elemen (responden) yang lebih besar dari
persyaratan minimal sebanyak 30 elemen
(responden). Menurut Guilford cit
Notoatmodjo (2005) dimana makin besar
sampel (makin besar nilai n = banyaknya
elemen sampel) akan memberikan hasil
yang lebih akurat. Besarnya sampel dalam
penelitian ini harus representatif bagi
populasi
Analisis Data
1.Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk
menggambarkan karakteristik sampel
dengan cara menyusun tabel, frekuensi
dari masing-masing variabel. Adapun
variabel yang dianalisis adalah jenis
kelamin umur, pendidikan, pekerjaan,
konsumsi teh dan kadar Hb..
1. Analisis bivariat.
Analisis Bivariat secara Deskriptif
Analisis bivariat secara deskriptif dilakukan
dengan cara membuat tabel silang antara
variabel bebas dan variabel terikat.
Analisis Bivariat secara Analitik
Analisis bivariat secara analitik dilakukan
dengan sistem komputerisasi melalui uji
Chi-Square program SPSS dengan tingkat
signifikan 0,05 dengan CI 95%. Ho ditolak
dan Ha diterima atau ada hubungan antara
konsumsi teh dengan kadar haemoglobin
apabila nilai X hitung > X2 tabel (11,070)
atau p value < 0,05 (Sugiyono, 2005).
Hasil Penelitian
Tabel silang antara konsumsi teh dengan kadar Hb di Kecamatan Jenawi
Konsumsi Teh
Kadar Haemoglobin
Anemia Berat Anemia Sedang
Anemia Berat
Tidak Anemia
Total
F % F % F % F % F %
Berat 0 .0 6 8.5 4 5.6 0 .0 10 14.1
Sedang 5 7.0 24 33.8 19 26.8 4 5.6 52 73.2
Ringan 1 1.4 2 2.8 2 2.8 4 5.6 9 12.7
Total 6 8.5 32 45.1 25 35.2 8 11.3 71 100.0
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 8
Berdasarkan hasil penelitian pada
tabel diatas diketahui bahwa frekuensi
terbesar adalah responden dengan
konsumsi teh sedang dan kadar Hb pada
kategori anemia sedang yaitu sebanyak 24
responden (33,8%), tetapi tidak ada
responden dengan kategori konsumsi teh
berat pada kadar haemoglobin anemia
berat dan tidak anemia.
Tabel Ringkasan Uji Statistik Hubungan Konsumsi Teh dengan Kadar Hb di Kecamatan Jenawi
X2 Hitung X2 Tabel P value Keterangan
13,585 11,070 .035 Berhubungan bermakna
Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa
X2 hitung (13,585) lebih besar dari X2 tabel
(11,070) dan p value = 0,035 yang lebih
kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima yang berarti ada hubungan antara
konsumsi teh dengan kadar haemoglobin.
Pembahasan
Berdasarkan jenis kelamin,
kebanyakan responden mempunyai kadar
Hb sebanyak 8-10 gram/dl dengan jenis
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 19 orang.
Menurut Wiharmoko (2004), bahwa laki-
laki dewasa normal mengandung sekitar
800 gram haemoglobin (nilai rujukan di
dalam darah: 13-18 g/dl), yang sekitar 7
gram dihasilkan dan dirusak tiap hari, dan
pada wanita, haemoglobin tubuh total
sekitar 600 g (nilai rujukan didalam darah:
11,5-16,5 g/dl). Menurut Kosasih (2002),
tiap gram haemoglobin mampu mengikat
1,33 ml oksigen. Oleh karena itu pada laki-
laki normal 20 ml oksigen dapat diangkut
dengan haemoglobin dalam tiap-tiap 100
ml darah. Sedangkan pada wanita normal
dapat diangkut 18 ml oksigen.
Pendidikan seseorang yang tinggi
memungkinkan untuk diperolehnya
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 9
pengetahuan yang lebih tinggi
dibandingkan pendidikan seseorang yang
lebih rendah. Kemampuan seseorang
dalam menanggapi suatu rangsangan
berbeda-beda, tergantung pada tingkat
pendidikan yang dimiliki. Kemampuan
melakukan evaluasi dimiliki oleh seseorang
dengan tingkat pendidikan tinggi,
kemampuan menerapkan dan
menganalisis terhadap pengetahuan yang
diterapkan dimiliki oleh seseorang dengan
tingkat pendidikan menengah, dan pada
tingkat pendidikan dasar kemampuan yang
dimiliki hanya sampai pada tahap tahu dan
paham (Notoatmodjo, 2007: 73).
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian
besar mempunyai pendidikan SLTP.
Pendidikan seseorang yang tinggi
memungkinkan untuk diperolehnya
pengetahuan yang lebih tinggi
dibandingkan pendidikan seseorang yang
lebih rendah. Notoatmodjo menambahkan
bahwa pengetahuan merupakan dasar
terbentuknya perilaku sehat. Diharapkan
semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka kejadian anemia dapat
berkurang.
Berdasarkan umur responden
kebanyakan mempunyai umur antara 40
50 tahun. Berdasarkan beberapa
penjelasan di atas jelasnya bahwa hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Besral, dkk (2007), bahwa
kejadian anemia pada usila di Kota
Bandung adalah 47,7%. Separuh dari
responden (49%) mempunyai kebiasaaan
selalu minum teh tiap hari (40%58%).
Usila yang selalu minum teh tiap hari
mempunyai risiko untuk anemia 92 kali
lebih tinggi (8221) dibandingkan usila
yang tidak pernah minum teh setelah
dikontrol dengan variabel konsumsi lauk
dan konsumsi pauk. Apabila kebiasaan
minum teh setiap hari dapat dikurangi
maka kejadian anemia pada usila dapat
diturunkan sebesar 85%, dari 47,7%
menjadi 7,3%. Kejadian anemia dapat
diturunkan dengan cara mengurangi
kebiasaan minum teh atau meningkatkan
konsumsi protein, namun mengingat
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 10
kondisi gizi serta keuangan usila, maka
perubahan kebiasaan minum teh
merupakan pilihan yang paling bijak untuk
menurunkan kejadian anemia.
Berdasarkan hasil penelitian tentang
cara mengkonsumsi teh pada responden
diketahui bahwa sebagian besar
mempunyai kategori konsumsi teh sedang
yaitu sebanyak 52 responden (73,2%).
Berdasarkan hasil penelitian tentang kadar
haemoglobin pada pengkonsumsi teh di
Kecamatan Jenawi Kabupaten
Karanganyar diketahui bahwa sebanyak 32
orang (45,10%) mempunyai anemia
sedang. Berdasarkan hasil uji statistik chi
square diperoleh nilai x2 = 13,585 dan p
value = 0,035 yang lebih kecil dari 0,05
sehingga dapat dikatakan ada hubungan
antara konsumsi teh dengan kadar Hb. Di
mana semakin berat konsumsi teh, maka
anemia yang diderita pada kategori berat,
demikian juga pada kategori konsumsi
sedang distribusi terbesar pada anemia
kategori sedang. Tanin yang terdapat
dalam teh dapat mengikat beberapa logam
seperti zat besi, sehingga sulit diserap
tubuh, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan anemia. Teh diketahui
menghambat penyerapan zat besi yang
bersumber dari bukan hem (non-heme
iron). Hurrell RF, Reddy M, dan Cook JD,
1999 8 melaporkan bahwa teh hitam dapat
menghambat penyerapan zat besi non-
heme sebesar 79-94% jika dikonsumsi
bersama-sama.Anemia kekurangan zat
besi pada anak-anak di Arab Saudi dan di
Inggris juga dilaporkan berhubungan
dengan kebiasaan minum teh (Gibson,
1999). Dilaporkan juga bahwa dampak dari
interaksi teh dengan zat besi ini
bergantung pada status konsumsi zat besi
dan karakteristik individu
Simpulan
1. Konsumsi teh para pengkonsumsi
teh pada kategori sedang sebanyak 73,2%
2. Kadar haemoglobin pada
pengkonsumsi teh di Kecamatan Jenawi
Kabupaten Karanganyar diketahui bahwa
yang mempunyai kadar Hb pada kategori
anemia sedang sebanyak 45,1%.
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 11
3. Ada hubungan antara konsumsi teh
dengan kadar haemoglobin para
pengkonsumsi teh dibuktikan dengan
X2hitung (13,585) > X2 tabel (11,070) dan p
value = 0,035 < 0,05.
DAFTAR PUSTAKA
Astarnd, PO and Rodahl. 1986. Tex book of Work Physiology, Physiological Bases of Exercise Third Edition. New York : Mc. Graw Hill Book Campany. Barger, R.A.1982. Applied Exercise Physiology. Philadelphia : Lea & Fibiger. Besral, Lia Meilianingsih, Junaiti Saliar. 2007. Pengaruh Minum The terhadap Kejadian Anemia pada Usila di Kota Bandung. MAKARA, Kesehatan, Vol. 11, No. 1. Juni 2007. Costill, D.L.1998. Fractional Utilization if the Aerobic Capacity During Distance Running. Dalam Medicine and Science in Sport. Delia. 2003. http://www.geocities.ws.uky2k2003/anemia.html. Diakses tanggal 27 Januari 2008. D.N. Baron.1990. Kapita Selekta Patologi Dalam Praktek. Bandung : Alumni Depkes RI. 2000. Program Perbaikan Gizi Menuju Indonesia Sehat 2010. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Ganda Soebrata.1995. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat Giam, CK dan Teh K.C. 1993. Ilmu Kedokteran Olahraga. Terjemahan Hartono Satmoko. Jakarta : Binarupa Aksara
Gibson, Invancevich, Donelly, 1999, Organisasi (Perilaku, Struktur dan Proses) Terjemahan Agus Dharma, Jakarta: Erlangga. Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Kosasih, E.N. 1994. Hematodologi Dalam Praktek. Bandung : Alumni Mary E. Beck. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungan dengan penyakit-penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica. Poppy Kumaila, dkk.1996.Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: Buku Saku Kedokteran EGC. Notoatmodjo, Sukitjo. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Sastroadmadjo, 2001, Anemia, Suara Merdeka, 14 September 2008. Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suharsimi, Arikunto. 2006. Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. V.O, Wiharmoko P.2004. Perbedaan Kadar Haemoglobin Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Program Latihan Aerobik pada Siswa Putri Kelas 1 SMU Virgo
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 12
Filadelis Bawen. Skripsi, Universitas Negeri Semarang.
INTISARI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
Mustaan, Nuning
Latar Belakang: Pelayanan perawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Dalam memberikan pelayanan professional perawat dituntut memiliki motivasi kerja yang baik. Mutu pelayanan di Rumah Sakit selalu dikaitkan dengan kinerja perawat. Motivasi kerja perawat akan memberikan pengaruh terhadap kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Perawat yang bekerja di rumah sakit jiwa perlu melakukan pendekatan dengan komunikasi therapeutik yang dilandasi rasa saling percaya antara perawat klien dan keluarga serta masyarakat, karena klien dengan gangguan jiwa secara fisik bisa memenuhi kebutuannya sendiri tapi perlu pengarahan yang terus menerus dengan komunikasi yang therapeutik. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara motivasi dan kinerja, hubungan antara motivasi internal dan eksternal terhadap kinerja dan mendeskripsikan motivasi dan kinerja berdasarkan karakteristik responden. Metode Penelitian: Metode penelitian menggunakan survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Polulasi penelitian perawat fungsional Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.Pengambilan sampel dengan randon sampling. Data diolah dengan menggunakan program komputer SPSS versi 13.00 dengan uji korelasi Product Moment Pearsons Hasil: Motivasi dan Kinerja perawat berhubungan secara signifikan,dengan taraf signifikansi 5% diperoleh hasil dengan angka statistic r hitung 0.396 lebih besar dari r tabel 0,244. Motivasi internal lebih berpengaruh terhadap kinerja di banding motivasi eksternal dengan angka statistik r hitung 0,418. Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara motivasi dan kinerja perawat, motivasi internal lebih berpengaruh terhadap kinerja dari pada motivasi eksternal
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 13
PENDAHULUAN
Seorang perawat yang bekerja di
organisasi kesehatan dengan
permasalahan yang komplek harus
mempunyai performance yang baik.
Performance diartikan sebagai kinerja hasil
kerja dan prestasi kerja. Performace
bagaikan gunung es, yang tampak
dipermukaan adalah ilmu dan ketrampilan,
dan yang tidak tanpak di permukaan
adalah perilaku sosial, pandangan
terhadap diri sendiri, karakteristik perilaku
dan motivasi. (Wibowo, 2007).
Pelayanan perawatan merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan,
pelayanan keperawatan didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk
pelayanan yang komprehensif serta
ditujukan pada individu, keluarga,
masyarakat, baik yang sehat maupun yang
sakit mencakup seluruh siklus kehidupan
(Priharjo, 1995). Dalam memberikan
pelayanan profesional perawat dituntut
memiliki akuntabilitas sesuai
kewenangannya. Puas atau tidaknya
masyarakat akan pelayanan kesehatan
selalu dikaitkan dengan pelayanan
keperawatan, ketidakpuasan pasien dan
keluarga selalu dikaitkan dengan
rendahnya motivasi perawat dalam
memberikan pelayanan profesional
(Wikipedia cit Hendrawati, 2008).
Motivasi dan pelaksanaan asuhan
keperawatan menentukan kualitas
pelayanan keperawatan yang berdampak
terhadap kepuasan pasien dan keluarga
terhadap pelayanan perawatan. Makin kuat
motivasi seseorang, makin kuat pula usaha
untuk mencapainya. Motivasi merupakan
faktor yang dapat berubah. Motivasi
berkembang sesuai dengan taraf
kesadaran seseorang akan tujuan yang
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 14
hendak dicapainya. Dengan memberikan
dorongan, apresiasi, pengakuan dan
perhatian individual akan berpengaruh
positif terhadap motivasi seseorang
(Wibowo, 2007).
Perawatan klien dengan gangguan
masalah kejiwaan memerlukan perhatian
besar bagi pelaksana asuhan keperawatan
khususnya, karena asuhan keperawatan
klien dengan masalah kejiwaan tidak
tampak hanya dengan pengamatan fisik,
namun harus digali melalui komunikasi
terapeutik yang dilandasi hubungan saling
percaya (trust). Sehingga hal itu menjadi
masalah yang melekat pada perawatan
jiwa, dimana perawat merasakan tugas
sehari-harinya sebagai suatu rutinitas dan
merupakan sebuah intuisi semata,
sehingga perawat yang dapat
melaksanakan asuhan keperawatan di
Rumah Sakit Jiwa sesuai standar sangat
mempengaruhi mutu pelayanan. Mutu
pelayanan akan sangat dipengaruhi oleh
motivasi dan kinerja perawat, apabila
perawat memperoleh suatu kepuasan
sesuai yang diharapkan (Gibson.et-al,
1997).
Fenomena di ruang perawatan
untuk pasien kronis di Rumah Sakit Jiwa
Dearah Surakarta, perawat cenderung
merasa bosan karena pasien yang dirawat
sebagian besar adalah orang yang sama,
dengan waktu perawatan yang lama,
pasien yang datang lagi karena kambuh,
pasien yang kondisinya statis, pasien yang
lama tidak diambil keluarga. Sehingga
kegiatan di ruang perawatan monoton.
Dari hasil wawancara dan observasi
dengan perawat dan struktural perawatan
di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta,
keluhan dari pelaksana perawatan karena
belum adanya penghargaan secara
proporsional atas hasil pelaksanaan
asuhan keperawatan, baik dalam
pemberian jasa pelayanan maupun
pengusulan kenaikan pangkat hanya
disamakan tanpa memperhitungkan
perawat mana yang kinerjanya benar-
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 15
benar baik, sehingga akan memicu
menurunnya motivasi perawat.
Melihat fenomena diatas
sangatlah penting untuk diteliti Faktor-
faktor yang mempengaruhi motivasi
kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta.
Landasan Teori
Perawat
Menurut DEPKES (1992), perawat
adalah seseorang yang telah
menyelesaikan program pendidikan dasar
keperawatan, memenuhi syarat dan diberi
wewenang oleh pemerintah untuk
memberikan pelayanan perawatan yang
bermutu dan penuh tanggung jawab dalam
upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, perawatan orang
sakit dan rehabilitasi. Perawat profesional
adalah wanita atau pria yang mengenal
dan mengerti kebutuhan dasar manusia
yang sakit maupun sehat dan yang
mengetahui bagaimana kebutuhan ini
dapat terpenuhi.
Perawat adalah seseorang yang
memberikan pelayanan profesional dimana
pelayanannya berbentuk pelayanan
biologis, psikologis, spiritual yang ditujukan
kepada individu, keluarga dan masyarakat.
Pelayanan diberikan karena adanya
kelemahan mental dan fisik, keterbatasan
pengetahuan serta kurangnya pengertian
pasien akan kemampuan melaksanakan
kegiatan secara mandiri. Kegiatan itu
dilakukan dalam upaya pencapaian
peningkatan kesehatan dengan
menekankan pada upaya pelayanan
kesehatan yang memungkinkan individu
mencapai kemampuan hidup sehat dan
produktif (Wordpress cit Aditama, 2007).
Perawat (nurse) berasal dari bahasa
Latin yaitu nutrix yang artinya merawat
atau memelihara. Seseorang perawat yaitu
seseorang yang berperan dalam merawat
atau memelihara, membantu dan
melindungi seseorang karena sakit,
cedera, dan proses penuaan (Gaffar cit.
Taylor, 1999).
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 16
Seorang perawat dikatakan
professional jika memiliki ilmu
pengetahuan, ketrampilan keperawatan
professional serta memiliki sikap
profesional sesuai kode etik profesi.
Sedangkan profil perawat dalam
melakukan aktifitas keperawatan meliputi
peran dan fungsi pembinaan
asuhan/pelayanan keperawatan praktik
keperawatan, pengelolaan institusi
keperawatan, pendidik klien serta kegiatan
penelitian dibidang keperawatan. (Gaffar,
1999)
Kinerja
Kinerja adalah sebuah kata dalam
bahasa Indonesia dari kata dasar kerja.
Yang diterjemahkan dari bahasa asing
prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.
Pengertian kinerja dalam organisasi
merupakan jawaban dari berhasil atau
tidaknya tujuan organisasi yang telah
ditetapkan (Wikipedia, 2008).
Kinerja atau prestasi kerja adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugasnya sesuai tanggung
jawab yang diberikan kepadanya
(Wikipedia cit Mangkunegara, 2008).
Kinerja dapat juga diartikan hasil yang
dibebankan kepadanya didasarkan atas
kecakapan, pengalaman, kesungguhan
serta waktu (Wikipedia cit Hasibuan, 2008).
Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi
yang dituntut dari seseorang, kinerja
adalah suatu perbuatan, suatu prestasi,
suatu pameran umum ketrampilan
(Wikipedia cit Whitmore, 2008).
Faktor-Faktor yang mempengaruhi
kinerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja yaitu : kemampuan, motivasi
dukungan yang diterima, keberadaan
pekerjaan yang dilakukan, dan hubungan
dengan anggota (Wikipedia cit Mathis &
Jackson, 2008). Berdasar pengertian di
atas bisa disimpulkan bahwa kinerja
merupakan kualitas dan kuantitas dari
suatu hasil kerja (output) individu/kelompok
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 17
dalam suatu aktivitas tertentu yang
diakibatkan oleh kemampuan alami atau
kemampuan yang diperoleh dari proses
belajar serta kegiatan untuk berprestasi.
Mangkunegara (2000), faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah :
1) Faktor kemampuan secara
psikologis
Kemampuan (ability) terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan
pendidikan (realita). Sehingga seseorang
perlu ditempatkan sesuai dengan
keahliannya.
2) Faktor motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap
(attitude) dalam menghadapi situasi kerja.
Motivasi adalah kondisi yang
menggerakkan seseorang secara terarah
untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental
merupakan kondisi yang mendorong
seseorang untuk berusaha mencapai
potensi kerja secara maksimal. Ada
hubungan yang positif antara motivasi
berprestasi dengan pencapaian kerja.
Motivasi
Motivasi merupakan sebuah konsep yang
sangat sulit diselidiki secara langsung,
karena motivasi merupakan konstruksi
hipotesis. Motif hanya dapat disimpulkan
berdasarkan tingkah laku, tetapi motivasi
dan pelaksanaan juga tidak sinonim.
Pelaksanaan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu keahlian, kecakapan dan
kondisi-kondisi yang berlaku. Melihat
motivasi seperti melihat kaledoskop
kombinasi tanpa batas. Kita menekankan
butir-butir tentang kompleksitas motivasi
ini, karena harus dipadukan dalam teori
apapun tentang motivasi kerja yang
memiliki teori apapun tentang motivasi
kerja yang memiliki nilai praktis bagi
lingkungan profesi keperawatan (Pauline,
1990).
Menurut Siagian (1995), motivasi adalah
daya pendorong yang mengakibatkan
seseorang anggota organisasi mau dan
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 18
rela untuk menyerahkan kemampuan
dalam bentuk keahlian atau ketrampilan,
tenaga dan waktunya untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
menjadi tanggung jawabnya dan
menunaikan kewajibannya dalam rangka
pencapaian tujuan dan berbagai sasaran
organisasi yang telah ditentukan
sebelumnya.
Hamalik (1995) mengatakan bahwa
motivasi merupakan suatu proses tingkah
laku yang diamati dan meramalkan tingkah
laku orang lain, serta menentukan
karakteristik proses berdasarkan petunjuk-
petunjuk tingkah laku seseorang. Petunjuk-
petunjuk tersebut dapat dipercaya apabila
tampak kegunaannya untuk meramalkan
dan menjelaskan tingkah laku lainnya.
Motivasi mengacu pada dorongan
dan usaha untuk merumuskan kebutuhan
atau suatu tujuan. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa istilah motivasi menunjuk pada
pembangkitan kecenderungan untuk
berbuat, untuk memperoleh satu atau lebih
hasil (Hasibuan cit Koohtz, 1996).
Pusorowati (1994) dalam seminar
sehari keperawatan di RSUD Dr. Sardjito
mengenai motivasi sebagai dasar kinerja
mengatakan bahwa motivasi adalah
sesuatu yang mendorong individu atau
dorongan untuk melakukan perbuatan
tertentu untuk memuaskan kebutuhannya.
Ngatini (1998) dalam pelatihan
manager keperawatan untuk pimpinan
keperawatan Rumah Sakit, menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan motivasi
adalah daya penggerak atau daya dorong
yang ada dalam diri seseorang yang
mendorong orang tersebut berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu.
Dari sejumlah teori tersebut di atas
sebenarnya tidak ada pertentangan, tetapi
saling melengkapi. Apabila disimpulkan
maka motivasi meliputi hal-hal sangat
komplek. Hal ini dalam kenyataannya
motivasi manusia terhadap sesuatu
memang sangat beragam pula. Tiap
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 19
individu akan berbeda tujuan maupun cara
pencapaiannya, motivasi bisa timbul dari
luar maupun dalam diri manusia.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Rancangan penelitian ini berbentuk
non eksperimental dengan jenis penelitian
survey analitik dengan pendekatan cross
sectional. Yaitu masing-masing variabel
diobservasi dan dilakukan pengumpulan
data dalam waktu bersamaan.
Populasi dan Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini populasi adalah
seluruh perawat fungsional atau pelaksana
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun
2008, dengan jumlah populasi 192
orang.Besarnya sampel dalam penelitian
harus representatif bagi populasi, oleh
karena jumlah populasi kurang dari 10.000
maka penentuan besarnya sampel
menggunakan rumus (Wiharsono, 2004).
Analisa Data
Setelah data dikelompokkan
kemudian dilakukan analisa data dengan
menggunakan SPSS for Windows Release
13. Untuk menghilangkan bias hasil
penelitian dengan menggunakan data
tambahan yaitu lembar observasi yang diisi
oleh masing-masing Kepala Ruang
perawat fungsional yang menjadi
responden berisi point variabel dependen
kinerja.
Hasil Penelitian
Hubungan Antara Motivasi dan Kinerja
Perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta
Uji statistik yang digunakan untuk
menjelaskan hubungan antara variable
motivasi dengan kinerja pada perawat di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
adalah uji Product Moment Pearsons
dengan menggunakan bantuan SPSS for
Windows versi 13.00 dengan kriteria jika r
hitung > r tabel hipotesis diterima artinya
ada hubungan antara motivasi dan kinerja
perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta.
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 20
Berdasarkan perhitungan uji Product
Moment Pearsons dengan bantuan
program komputer aplikasi statististik
SPSS for windows versi 13.00 diperoleh
hasil seperti pada tabel 3 sebagai berikut:
Tabel Rangkuman hasil uji Pearsons Motivasi dan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Motivasi Kinerja Motivasi Pearson Correlation
1 ,396** Sig. (2-tailed) ,001
N 66 66
Kinerja Pearson Correlation
,396** 1 Sig. (2-tailed) ,001
N 66 66
Berdasarkan tabel diatas diperoleh
nilai r hitung 0,396 > r tabel 0,244 dengan
tingkat kepercayaan 95%, dengan
demikian
r hitung > r tabel hipotesis diterima,
jadi ada hubungan yang signifikan antara
motivasi dan kinerja perawat di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
Hubungan Antara Motivasi Internal dan
Motivasi Eksternal dan Kinerja Perawat
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Uji statistik juga dipakai untuk
menjelaskan hubungan antara motivasi
internal dan motivasi eksternal terhadap
kinerja perawat di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta. Dari motivasi internal
dan eksternal, motivasi yang mana yang
lebih berpengaruh terhadap kinerja
perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta, dengan bantuan SPSS for
Windows versi 1 3 diperoleh hasil
seperti pada tabel 4 di bawah ini.
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 21
Tabel Rangkuman uji Pearsons Motivasi Internal dan Motivasi Eksternal terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Motivasi Internal
Motivasi Eksternal
Kinerja
Motivasi Internal Pearson Correlation
1 ,470** ,418** Sig. (2-tailed) ,000 ,000
N 66 66 66
Motivasi Eksternal Pearson Correlation
,470** 1 ,235
Sig. (2-tailed) ,000 ,058
N 66 66 66
Kinerja Pearson Correlation
,418** ,235 1 Sig. (2-tailed) ,000 ,058
N 66 66 66
Berdasarkan tabel di atas diperoleh
hasil r hitung untuk motivasi internal
sebesar 0,418 dan r hitung untuk motivasi
eksternal sebesar 0,235 dengan tingkat
signifikansi 0,01. Jadi motivasi
internal lebih kuat mempengaruhi kinerja
perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah
dibandingkan dengan motivasi eksternal
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 22
Pembahasan
Motivasi Perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Sejumlah 66 perawat yang menjadi responden penelitian mempunyai tingkat
motivasi tinggi 56,1%dan motivasi sedang 42,4% dan hanya 1,5% yang mempunyai
motivasi yang rendah. Motivasi merupakan konsep yang sangat sulit untuk diselidiki
secara langsung karena motivasi tidak kelihatan secara langsung dan motivasi dapat
dengan mudah berubah. Seperti pendapat Spencer(1993) motivasi adalah komponen
dalam konpetensi yang tidak kelihatan, kompetensi seperti gunung es di mana ada
yang terlihat dan banyak yang tidak terlihat, yang terlihat adalah ketrampilan dan ilmu
dan yang tidak terlihat adalah perilaku sosial, pandangan terhadap diri sendiri,
karakteristik perilaku dan motivasi.
Motivasi pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dipengaruhi oleh
banyak faktor, baik itu faktor dari dalam individu perawat maupun faktor dari luar
individu perawat, hal tersebut sesuai dengan pendapat Wibowo(2008) terdapat dua
faktor yang mendorong orang untuk memberikan kinerja terbaiknya yaitu faktor internal
ditunjukkan oleh keinginan untuk membuktikan diri atau pengakuan, pencapaian tujuan
pribadi, kemungkinan untuk berkembang atau promosi, mencari tantangan dari
pekerjaan itu sendiri atau tanggung jawab yang diberikan kepada individu, dan faktor
dari luar atau eksternal ditunjukkan oleh perasaan dan tindakan tertentu akan
memperbaiki kualitas hidup atau membantu pekerjaan seperti reward, supervisi, kondisi
pekerjaan hubungan interpersonal dan kebijakan dari perusahaan atau organisasi.
Dari karakteristik responden di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta motivasi
tinggi pada jenis kelamin perempuan karena dari sejarahnya ilmu keperawatan adalah
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 23
mother instinc atau dunia keperawatan identik dengan wanita atau ibu. Dari tingkat
pendidikan D3 secara kuantitas paling banyak di Rumah Sakit Jiwa Daearah Surakarta
karena untuk peningkat Sumber Daya Manusia khususnya perawatan, kebijakan
manajemen Rumah Sakit mempermudah untuk program alih fungsi dari non perawat di
beri kesempatan untuk sekolah menjadi perawat, maupun alih jenjang perawat dengan
latar belakang SPK untuk menempuh pendidikan D3 dan S1. Untuk perawat dengan
latar pendidikan S1 kebanyakan adalah pegawai baru, untuk perawat yang senior lebih
banyak dengan latar belakang pendidikan D3. Dari tingkat usia pada rentang usia 21-
30 tahun dengan tingkat motivasi tinggi yang terbanyak.
Usia 21-30 adalah usia sangat produktif pada usia ini aktualisasi diri yang tinggi
dengan motivasi yang tinggi perawat dibutuhkan, pada usia ini perawat bisa
membuktikan diri untuk diakui keberadaannya. Lama kerja 10-15 tahun merupakan
masa kerja dengan tingkat motivasi yang tertinggi, dengan lama kerja 10-15 tahun
seorang perawat sudah mengenali seluruh permasalahan dan sudah mengerti akan
tugas dan tanggung jawab yang dihadapi.
Kinerja Perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
Tingkat kinerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada penelitian
ini yang terbanyak pada tingkat cukup sebesar 59,1%, kemudian pada tingkat baik
sebesar 36,4%, dan perawat yang mempunyai tingkat kinerja kurang hanya 4,5%.
Kinerja adalah suatu proses yang berkelanjutan, kinerja adalah suatu perbuatan, atau
suatu pameran umum ketrampilan. Wibowo(2008) kinerja adalah suatu proses, yang
memberikan hasil kerja atau prestasi. Suatu proses kinerja dikatakan selesai apabila
telah mencapai target tertentu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 24
sebelumnya. Dari target yang telah ditetapkan kemudian dilakukan evaluasi untuk
menetapkan langkah perbaikan kinerja selanjutnya.
Berdasar karakteristik responden di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta kinerja
tinggi pada jenis kelamin perempuan, karena perempuan lebih baik dalam melakukan
pekerjaan yang monoton dan dalam jangka waktu lama serta memerlukan ketelatenan
atau perempuan lebih tahan menghadapi tekanan dan rutinitas. Dari tingkat pendidikan
D3 secara kuantitas paling banyak di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, latar
belakang pendidikan D3 yang ada merupakan penigkatan sumber daya manusia
melalui pendidikan yang berkelanjutan. Untuk perawat dengan latar pendidikan S1
kebanyakan adalah pegawai baru untuk perawat yang senior lebih banyak dengan latar
belakang pendidikan D3. Dari tingkat usia pada rentang usia 21-30 tahun dengan
tingkat kinerja tinggi yang terbanyak, usia 21-30 adalah usia sangat produktif, pada usia
ini butuh aktualisasi diri yang tinggi. Dengan kinerja yang tinggi perawat pada usia bisa
membuktikan diri untuk bisa diakui keberadaannya. Lama kerja 10-15 tahun
merupakan masa kerja dengan tingkat motivasi yang tertinggi, dengan lama kerja10-15
tahun perawat dapat mengenali tugas dan tanggung jawabnya dan mulai beradaptasi
dengan tugas dan tanggung jawab tersebut sehingga perawat lebih percaya diri dalam
melakukan tugasnya.
Hubungan antara Motivasi dan Kinerja Perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 25
Motivasi merupakan komponen dalam kompetensi yang dapat berubah, motivasi
dapat berubah dengan pemberian apresiasi dan dorongan dari atasan, pemberian
pengakuan dan perhatian individual dari atasan (Wibowo 2008).
Kinerja merupakan suatu proses yang berkelanjutan menurut Lee dan Larry
(1999), perbaikan kinerja melalui siklus Plan (menyeleksi dan menetapkan langkah
perbaikan kinerja), Do (menjalankan proses perbaikan kinerja dan memonitor), Check
(menganalisis proses dengan tujuan yang ditetapkan), Act (mendokumentasikan proses
untuk perbaikan selanjutnya).
Pada penelitian Faktor faktor yang mempengaruhi motivasi kerja Perawat di
Rumah sakit Jiwa Daerah Surakarta terbukti ada hubungan yang signifikan antara
Motivasi dan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Derah Surakarta. Hal ini dibuktikan
hasil uji statistic Product Moment Pearsons sebesar 0,396 pada taraf signifikansi 0,001
atau lebih besar dari r tabel pada taraf signifikansi 1% sebesar 0,317.Sehingga
hipotesis diterima, Motivasi Kerja berpengaruh terhadap kinerja Perawat di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Wibowo (2008), Kinerja suatu
organisasi sangat ditentukan oleh suber daya yang berada di dalamnya. Apabila
sumber daya manusia mempunyai motivasi yang tinggi, kreatif dan mampu
mengembangkan inovasi maka kinerjanya akan semakin baik.
Hubungan antara Motivasi Internal dan Motivasi Eksternal terhadap Kinerja
Perawat di Rumah Sakit Jiwa Dearah Surakarta
Dari penelitian tentang Faktor Faktor yang mempengaruhi Motivasi Kerja
Perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah surakarta dengan uji statistic Product Moment
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 26
Pearsons antara Faktor internal yang meliputi pencapaian, pengakuan, tanggung
jawab, perkerjaan dan kemungkinan untuk berkembang dan faktor eksternal yang
meliputi kebijakan dan administrasi, supervisi, gaji, hubungan interpersonal dan kondisi
kerja yang lebih berpengaruh terhadap kinerja adalah faktor internal, dengan hasil uji
0,418 pada taraf signifikansi 0,01 sedangkan untuk faktor eksternal 0,235 pada taraf
signifikansi 0,01.
Penelitian tersebut sejalan dengan pendapat Elliot et-al( 2000) motivasi internal
adalah dorongan dari dalam individu sehingga seseorang senang melakukan tugasnya,
tertarik dan nyaman melakukan aktivitas pekerjaannya.
Simpulan
Berdasar hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat
ditarik sipulan sebagai berikut:
1. Motivasi perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tingkat sedang
dan tinggi, dan terbanyak pada kategori tinggi berdasarkan karakteristik responden
motivasi tinggi pada perawat perempuan, dengan pendidikan D3, pada umur 21-30
tahun, dengan masa kerja 10-15 tahun.
2. Kinerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tingkat baik dan
cukup, berdasarkan karakteristik responden kinerja lebih tinggi pada perawat
perempuan, kinerja tinggi pada taraf pendidikan D3 kinerja tinggi pada usia 21-30
tahun, dengan masa kerja 10-15 tahun.
3. Ada hubungan yang signifikan/berarti antara motivasi dan kinerja perawat di
Rumah Sakit Jiwa Dearah Surakarta dengan diperoleh r hitung sebesar 0,396, lebih
besar dibanding r tabel sebesar 0,244 dengan tingkat kepercayaan 95%.
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 27
4. Faktor internal motivasi, berpengaruh terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta dengan r hitung sebesar 0,418, faktor eksternal motivasi
berpengaruh terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dengan r
hitung sebesar 0,235, jadi faktor internal motivasi lebih kuat mempengaruhi kinarja
perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dibandingkan dengan faktor motivasi
eksternal.
DAFTAR PUSTAKA Anwar Prabu Mangkunegara. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, PT. Remaja Rosda Karya Basu Swastha, Bandung.
Azwar, A.1994. Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta.
Arikunto Suharsimi. 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi V, Jakarta, Rieka Cipta.
Carpenito, L.J. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan : Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif (Nursing Care Plants and Documentation : Nursing Diagnosis and Colaborative Problems), Edisi 2, EGC, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23, Arkala, Surabaya.
Elliot,A.J. Faler, J. McGregor,H.A. Camphell, W.F. Sedikes, C. Harackewiz, J.M. 2000. Competence Valuation As a Strategic Intrinsic Motivation Process. Juornal Of Organizational Behavior Vol 25
Gaffar, L. J. 1999. Pengantar Keperawatan Profesional. EGC, Jakarta.
Gibson,J.L. Richard,D. 199. Organisation. Irwin, Inc, USA
Gillies, D. 1994. Nursing Management : Assistant Approach. Third Edition,Philadelphia, WB Souders.
Hamalik, O. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara, Yogyakarta.
Hasibuan, P.S. 1996. Organisasi dan Motivasi. Bumi Aksara, Yogyakarta.
Wikipedia.org/wiki/kinerja, id 14-9-2008.
Irc.kmpk.ugm.ac.id/id/up.pdf/-working, tgl. 11-9-2008.
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 28
Keliat, B.A., Herawata, N., Panjaitan, R., Helena, N., 1999, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC, Jakarta.
Klinis.wordpress.com/2007/12/28/kua, 10-10-2008.
Krajewski Lee J. dan Larry P. Ritzman.1999. Operations Management. New York. Addison-Wesley Publishing Compani, Inc.
Monica, L.E. 1998. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Pendekatan Berdasarkan Pengalaman. Alih Bahaas Nurahman E., Waluyo A. M, EGC, Jakarta.
Ngatini. 1998. Komunikasi Supervisi Motivasi dan Evaluasi. dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan untuk Keperawatan Rumah Sakit, Yogyakarta, tidak dipublikasikan.
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Pauline Donoghoe. 1990. Pengelolaan Sumber Daya Manusia. Alih Bahasa Suparman, Bumi Aksara, Yogyakarta.
Priharjo, R. 1995. Praktek Keperawatan Profesional Konsep Dasar dan Hukum. EGC, Jakarta.
Pusorowati. 1994. Motivasi Sebagai Dasar Kinerja. Dalam Seminar Sehari Keperawatan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, untuk kalangan sendiri.
Ridwan. 2008. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Alfabeta, Bandung.
Roper Nancy. 1996. Prinsip-prinsip Keperawatan. Penterjemah Hartono A., Yayasan Essentiva Media, Yogyakarta.
Sariningdyah, R. 2004. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Bidan Puskesmas Induk Terhadap Standar Pelayan Anterafil di Kabupaten Klaten. Tesis, FKM, Universitas Gajah Mada, tidak dipublikasikan.
Siagian, P.S. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasi. Bina Aksara, Yogyakarta.
Spencer. Lyle, M.Jr. dan Signe M. Spencer.1993. Competence at Work. New York. John Wiley& Sons, Inc.
Stevens, J.M. 1999. Ilmu Keperawatan. Jilid I Edisi 2, EGC, Jakarta.
Stuart, G.W. Sundeen, S.J. 1998. Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Alih Bahasa : Hamis A.Y.S, EGC, Jakarta.
Sutrisno Hadi. 1994. Metodologi Riset 2. Andi Offset, Yogyakarta.
Tim Penyusun Kamus. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, 1977.
-
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 29
Wibowo, S.E.2007. Manajemen Kinerja. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Wiharsono, T. 2004. Statistik dan Penelitian Psikologi Pendidikan. Malang, Universitas Muhammadiyah Malang.
Wright, T.D. 2004. Accuntability and Liability in Professional Nursing Practice. Center for American Nurse