108-214-1-RV

29
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 1 INTISARI HUBUNGAN KONSUMSI TEH DENGAN KADAR HAEMOGLOBIN DI KECAMATAN JENAWI KABUPATEN KARANGANYAR Setiyarno, Titik Anggraeni Latar Belakang : Kebiasaan minum teh sudah menjadi budaya bagi penduduk dunia. Teh mempunyai banyak manfaat kesehatan, tetapi teh juga mampu menghambat penyerapan non-heme iron. Teh mempunyai senyawa tannin yang mengikat zat besi sehingga sulit diserap oleh tubuh. Kondisi penyerapan zat besi mempengaruhi kadar Hb seseorang. Pemeriksaan pendahuluan terhadap 10 penduduk: 4 orang (40,0%) = kadar Hb < 8 gr/dl yang tergolong berat, 3 orang (30,0%) = kadar Hb 8-10 gr/dl yang tergolong sedang, dan 3 orang (30,0%) = kadar Hb ± 9-11 gr/dl yang tergolong ringan. Tujuan : Untuk mengetahui hubungan konsumsi teh dengan kadar haemoglobin di Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif non eksperimental Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan crossectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pengkonsumsi teh di Desa Jenawi, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar yang berjumlah kurang lebih 249 orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 71 orang dengan teknik purposive sampling. Alat analisis data yang digunakan dengan analisis chi square. Hasil: Konsumsi teh para pengkonsumsi teh pada kategori sedang sebanyak 52 responden (73,2%), Kadar haemoglobin pada pengkonsumsi teh di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar pada kategori anemia sedang sebanyak 32 responden (45,10). Simpulan: Ada hubungan antara konsumsi teh dengan kadar haemoglobin di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar dengan X 2 hitung (13.585) > X 2 tabel (3,481)

description

jurnal

Transcript of 108-214-1-RV

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 1

    INTISARI

    HUBUNGAN KONSUMSI TEH DENGAN KADAR HAEMOGLOBIN DI KECAMATAN JENAWI KABUPATEN KARANGANYAR

    Setiyarno, Titik Anggraeni

    Latar Belakang : Kebiasaan minum teh sudah menjadi budaya bagi penduduk dunia. Teh mempunyai banyak manfaat kesehatan, tetapi teh juga mampu menghambat penyerapan non-heme iron. Teh mempunyai senyawa tannin yang mengikat zat besi sehingga sulit diserap oleh tubuh. Kondisi penyerapan zat besi mempengaruhi kadar Hb seseorang. Pemeriksaan pendahuluan terhadap 10 penduduk: 4 orang (40,0%) = kadar Hb < 8 gr/dl yang tergolong berat, 3 orang (30,0%) = kadar Hb 8-10 gr/dl yang tergolong sedang, dan 3 orang (30,0%) = kadar Hb 9-11 gr/dl yang tergolong ringan. Tujuan : Untuk mengetahui hubungan konsumsi teh dengan kadar haemoglobin di Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif non eksperimental Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan crossectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pengkonsumsi teh di Desa Jenawi, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar yang berjumlah kurang lebih 249 orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 71 orang dengan teknik purposive sampling. Alat analisis data yang digunakan dengan analisis chi square. Hasil: Konsumsi teh para pengkonsumsi teh pada kategori sedang sebanyak 52 responden (73,2%), Kadar haemoglobin pada pengkonsumsi teh di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar pada kategori anemia sedang sebanyak 32 responden (45,10). Simpulan: Ada hubungan antara konsumsi teh dengan kadar haemoglobin di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar dengan X2 hitung (13.585) > X2 tabel (3,481)

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 2

    PENDAHULUAN

    Haemoglobin memerankan

    peranan penting dalam pengangkutan

    oksigen selama ia dapat kembali mengikat

    oksigen. Menurut Saputri (2006), kadar

    haemoglobin dalam darah maupun kerja

    atau fungsi hemoglobin yang optimal

    dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa

    hal, yaitu: 1) makanan atau gizi, 2) fungsi

    jantung dan paru, 3) fungsi organ-organ

    tubuh lain; 4) kebiasaan merokok; 5)

    penyakit yang menyertai. Anemia

    merupakan suatu gejala kekurangan kadar

    Hb darah pada seseorang biasanya

    ditandai dengan kadar hemoglobin dalam

    darah rendah, kadar Hb darah untuk

    wanita dewasa normal 12,00 gr% - 14,00

    gr% (Depkes, 2002).

    Secara global data

    menunjukkan 20% penduduk dunia atau

    1500 juta orang menderita anemia

    (Sastroadmadjo, 2001). Di Indonesia

    prevalensi anemia sebesar 57,1% diderita

    oleh remaja putri, 27,9% diderita oleh

    Wanita Usia Subur (WUS) dan 40,1%

    diderita oleh ibu hamil (Herman, 2006).

    Penyebab utama anemia gizi di Indonesia

    adalah rendahnya asupan zat besi (Fe).

    Anemia gizi besi dapat menyebabkan

    penurunan kemampuan fisik, produktivitas

    kerja, dan kemampuan berpikir. Selain itu

    anemia gizi juga dapat menyebabkan

    penurunan antibodi sehingga mudah sakit

    karena terserang infeksi.

    Kebiasaan minum teh sudah

    menjadi budaya bagi penduduk dunia.

    Selain air putih, teh merupakan minuman

    yang paling banyak dikonsumsi oleh

    manusia. Rata-rata konsumsi teh

    penduduk dunia adalah 120 ml/hari per

    kapita (Besral, dkk, 2007). Teh diketahui

    banyak manfaat kesehatan, antara lain

    menurunkan resiko terjadinya penyakit

    kardiovaskuler (Hertog, dalam Besral, dkk,

    2007).

    Walaupun teh mempunyai

    banyak manfaat kesehatan, namun

    ternyata teh juga diketahui menghambat

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 3

    penyerapan zat besi yang bersumber dari

    bukan hem (non-heme iron). Herrell (cit

    Besral, dkk, 2007) melaporkan bahwa teh

    hitam dapat menghambat penyerapan zat

    besi non-heme sebesar 79-94% jika

    dikonsumsi bersama-sama. Di samping itu,

    dalam teh ada senyawa yang bernama

    tanin. Tanin ini dapat mengikat beberapa

    logam seperti zat besi, kalsium, dan

    aluminium, lalu membentuk ikatan

    kompleks secara kimiawi. Karena dalam

    posisi terikat terus, maka senyawa besi

    dan kalsium yang terdapat pada makanan

    sulit diserap tubuh sehingga menyebabkan

    penurunan zat besi (Fe) (Imam, 2010).

    Hasil pemeriksaan pendahuluan

    terhadap 10 penduduk yang saat ini

    mengkonsumsi teh di Kecamatan Jenawi

    diketahui bahwa yang mempunyai kadar

    Hb < 8 gr/dl yang tergolong berat tidak

    ada, 2 orang (20,0%) mempunyai kadar Hb

    8-10 gr/dl yang tergolong sedang,

    sebanyak 3 orang (30,0%) mempunyai

    kadar Hb 9-11 gr/dl yang tergolong

    ringan, dan sisanya 5 orang (50,0%)

    mempunyai kadar Hb 13,5-18 gr/dl yang

    tergolong normal.

    Hasil wawancara terhadap 10

    penduduk di Kecamatan Jenawi

    Kabupaten Karanganyar menyatakan

    bahwa mereka kadang-kadang merasakan

    pandangannya berkunang-kunang, mudah

    lelah, dan pusing-pusing di kepala setelah

    duduk lama. Hasil wawancara tersebut

    menunjukkan bahwa efek dari anemia dan

    kadar haemoglobin yang kurang pada

    pengkonsumsi teh tersebut.

    Melihat permasalahan di atas, maka

    peneliti tertarik melakukan penelitian

    dengan judul Hubungan antara

    Mengkonsumsi Teh dengan Kadar

    Haemoglobin di Kecamatan Jenawi,

    Kabupaten Karanganyar.

    Landasan Teori

    Teh adalah minuman yang kaya

    antioxidan. Cao et al, 1996 (cit Sofic E, dan

    Prior R., 1996) menemukan bahwa teh

    hijau dan teh hitam mempunyai kadar

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 4

    antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan

    sayuran seperti bawang putih, bayam, dan

    kale. Di samping itu, menurut Imam (2010),

    ada zat yang terkandung dalam teh yang

    berakibat kurang baik untuk tubuh, zat itu

    adalah tenin. Tenin pada teh (tehine) dapat

    menyebabkan proses penyerapan

    makanan menjadi terhambat. Batas aman

    untuk mengkonsumsi tenin dalam sehari

    adalah 750 mg/hari atau setara dengan 5

    cangkir teh berukuran 200 ml.

    Teh diketahui mempunyai

    banyak manfaat kesehatan, antara lain

    menurunkan risiko terjadinya penyakit

    kardiovaskuler (Hertog, 1997) dan

    menghambat perkembangan kanker (Yang

    et al., 2000), mempunyai efek untuk

    menjaga kesehatan gigi dan mulut karena

    kandungan natural florida yang dimilikinya

    dapat mencegah terjadinya karies pada

    gigi (Jones C et al., 1999), mengurangi

    risiko terjadinya patah tulang pada usila

    karena densitas tulang pada mereka yang

    minum teh lebih baik daripada mereka

    yang tidak minum teh (Hegarty et al.,

    2000). Hindmarch et al. (2006) melaporkan

    bahwa konsumsi teh dapat meningkatkan

    kondisi kognitif dan psikomotor pada orang

    dewasa. Curhan et al, (1998) melaporkan

    bahwa adanya hubungan yang negatif

    antara konsumsi teh dengan kejadian batu

    ginjal pada wanita usia 40-65 tahun.

    Setelah dikontrol oleh variabel

    pengganggu, konsumsi teh sebanyak 240

    ml per hari dapat menurunkan risiko

    terjadinya batu ginjal sebesar 8%.

    Kadar Haemoglobin

    Haemoglobin adalah suatu protein

    yang membawa oksigen dan yang

    memberi warna merah pada sel darah

    merah (Barger, 1992). Dengan kata lain

    haemoglobin merupakan komponen yang

    terpenting dalam eritrosit.

    Haemoglobin juga merupakan protein yang

    kaya zat besi yang memiliki afinitas (daya

    gabung) terhadap oksigen dan dengan

    oksigen itu membentuk oxsihaemoglobin di

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 5

    dalam sel darah merah. Jumlah

    haemoglobin dalam darah normal ialah 15

    gram setiap 100 ml darah, dan jamlah itu

    biasanya disebut 100 persen.

    Menurut Costill (1998),

    haemoglobin adalah zat yang terdapat

    dalam butir darah merah. Haemoglobin

    sebenarnya adalah merupakan protein

    globuler yang di bentuk dari 4 sub unit, dan

    setiap sub unit mengandung hame. Hame

    ini di buat dalam mitokokondria dan

    menambah acetid acid manjadi alpha

    ketoglutaricacid + glicine membentuk

    pyrrole compound menjadi

    protopophyrine II yang dengan Fe berubah

    menjadi hame. Selanjutnya 4 hame

    bersenyawa dengan globulin membentuk

    haemoglobin.

    Menurut Poppy Kumaila dalam

    Kamus Saku Kedokteran Dorland (1996)

    Haemoglobin adalah pigmen pembawa

    oksigen eritrosit, dibentuk oleh eritrosit

    yang berkembang dalam sumsum tulang,

    merupakan empat rantai polipeptida globin

    yang berbeda, masing-masing terdiri dari

    beberapa ratus asam amino.

    Haemoglobin mempunyai peranan

    penting dalam pengangkutan oksigen

    selama ia dapat kembali mengikat oksigen.

    Haemoglobin mengikat oksigen pada

    lingkungan yang penuh dengan oksigen

    dan melepaskan oksigen dalam lingkungan

    dengan kadar oksigen rendah. Ini berarti

    haemoglobin mengangkut oksigen dalam

    paru sebagai hasil dari pernafasan dan

    selanjutnya didistribusikan ke jaringan-

    jaringan lain dengan kadar oksigen yang

    rendah seperti otot aktif.

    Pada orang-orang yang

    mengandung haemoglobin normal,

    kapasits darahnya membawa oksigen kira-

    kira 20 ml oksigen per 100 ml darah.

    Hampir dalam semua keadaan, darah

    mengandung banyak sekali oksigen ketika

    bergerak melalui paru.

    Ketika darah arteri mencapai

    kapiler dalam jaringan yang menyerap

    oksigen darah menemui lingkungan yang

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 6

    relatif rendah konsentrasi oksigen. Dalam

    kedaan seperti itu, sebagian oksigen

    dilepaskan dari haemoglobin darah dan

    bercampur dalam sel jaringan, dimana

    oksigen dapat digunakan dalam

    metabolisme aerobik. Sebagai oksigen

    darah yang telepas ke jaringan tersebut

    ditentukakan oleh konsentrasi oksigen

    jaringan tersebut.

    Pada jaringan yang lambat

    menyerap oksigen, oksigen yang

    dilepaskan dari sel darah merah relatif

    kecil, namun pada jaringan yang cepat

    menyerap oksigen bagian-bagian oksigen

    terkurangi lebih besar. Jadi, pelepasan

    oksigen oleh sel-sel darah merah ke

    jarangan meningkat sesuai dengan tingkat

    penggunaan oksigen oleh jaringan

    tersebut.

    Haemoglobin dibawa oleh sel

    darah merah (eritrosit) sirkulasi. Sirkulasi

    ini berputar selama kurang lebih 10 hari

    yang mengandung kira-kira 3 x 10 sel

    darah merah. Estimasi kasar kadar

    haemoglobin darah dapat diperoleh dari

    jumlah hematokrit atau dari jumlah darah

    dengan rekonsumsi tiap sel darah merah

    yang mempunyai haemoglobin normal

    (Astrand, 1986).

    METODE PENELITIAN

    Jenis Penelitian

    Penelitian ini

    menggunakancrossectional(belah lintang)

    yaitu dengan melakukan pengukuran

    sesaat atau satu kali (Sugiyono, 2005).

    Dalam hal ini peneliti hanya ingin

    mengetahui gambaran tentang kadar

    haemoglobin pada pengkonsumsi teh di

    Kecamatan Jenawi, Kabupaten

    Karanganyar.

    Populasi dan sempel

    Populasi dalam penelitian ini

    adalah pengkonsumsi teh di desa Jenawi,

    Kecamatan Jenawi, Kabupaten

    Karanganyar yang berjumlah kurang lebih

    249 orang yang telah di data sebelumnya

    (Data Monografi desa Jenawi,

    2009).Sampel penelitian meliputi sejumlah

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 7

    elemen (responden) yang lebih besar dari

    persyaratan minimal sebanyak 30 elemen

    (responden). Menurut Guilford cit

    Notoatmodjo (2005) dimana makin besar

    sampel (makin besar nilai n = banyaknya

    elemen sampel) akan memberikan hasil

    yang lebih akurat. Besarnya sampel dalam

    penelitian ini harus representatif bagi

    populasi

    Analisis Data

    1.Analisis univariat

    Analisis univariat bertujuan untuk

    menggambarkan karakteristik sampel

    dengan cara menyusun tabel, frekuensi

    dari masing-masing variabel. Adapun

    variabel yang dianalisis adalah jenis

    kelamin umur, pendidikan, pekerjaan,

    konsumsi teh dan kadar Hb..

    1. Analisis bivariat.

    Analisis Bivariat secara Deskriptif

    Analisis bivariat secara deskriptif dilakukan

    dengan cara membuat tabel silang antara

    variabel bebas dan variabel terikat.

    Analisis Bivariat secara Analitik

    Analisis bivariat secara analitik dilakukan

    dengan sistem komputerisasi melalui uji

    Chi-Square program SPSS dengan tingkat

    signifikan 0,05 dengan CI 95%. Ho ditolak

    dan Ha diterima atau ada hubungan antara

    konsumsi teh dengan kadar haemoglobin

    apabila nilai X hitung > X2 tabel (11,070)

    atau p value < 0,05 (Sugiyono, 2005).

    Hasil Penelitian

    Tabel silang antara konsumsi teh dengan kadar Hb di Kecamatan Jenawi

    Konsumsi Teh

    Kadar Haemoglobin

    Anemia Berat Anemia Sedang

    Anemia Berat

    Tidak Anemia

    Total

    F % F % F % F % F %

    Berat 0 .0 6 8.5 4 5.6 0 .0 10 14.1

    Sedang 5 7.0 24 33.8 19 26.8 4 5.6 52 73.2

    Ringan 1 1.4 2 2.8 2 2.8 4 5.6 9 12.7

    Total 6 8.5 32 45.1 25 35.2 8 11.3 71 100.0

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 8

    Berdasarkan hasil penelitian pada

    tabel diatas diketahui bahwa frekuensi

    terbesar adalah responden dengan

    konsumsi teh sedang dan kadar Hb pada

    kategori anemia sedang yaitu sebanyak 24

    responden (33,8%), tetapi tidak ada

    responden dengan kategori konsumsi teh

    berat pada kadar haemoglobin anemia

    berat dan tidak anemia.

    Tabel Ringkasan Uji Statistik Hubungan Konsumsi Teh dengan Kadar Hb di Kecamatan Jenawi

    X2 Hitung X2 Tabel P value Keterangan

    13,585 11,070 .035 Berhubungan bermakna

    Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa

    X2 hitung (13,585) lebih besar dari X2 tabel

    (11,070) dan p value = 0,035 yang lebih

    kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha

    diterima yang berarti ada hubungan antara

    konsumsi teh dengan kadar haemoglobin.

    Pembahasan

    Berdasarkan jenis kelamin,

    kebanyakan responden mempunyai kadar

    Hb sebanyak 8-10 gram/dl dengan jenis

    kelamin laki-laki yaitu sebanyak 19 orang.

    Menurut Wiharmoko (2004), bahwa laki-

    laki dewasa normal mengandung sekitar

    800 gram haemoglobin (nilai rujukan di

    dalam darah: 13-18 g/dl), yang sekitar 7

    gram dihasilkan dan dirusak tiap hari, dan

    pada wanita, haemoglobin tubuh total

    sekitar 600 g (nilai rujukan didalam darah:

    11,5-16,5 g/dl). Menurut Kosasih (2002),

    tiap gram haemoglobin mampu mengikat

    1,33 ml oksigen. Oleh karena itu pada laki-

    laki normal 20 ml oksigen dapat diangkut

    dengan haemoglobin dalam tiap-tiap 100

    ml darah. Sedangkan pada wanita normal

    dapat diangkut 18 ml oksigen.

    Pendidikan seseorang yang tinggi

    memungkinkan untuk diperolehnya

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 9

    pengetahuan yang lebih tinggi

    dibandingkan pendidikan seseorang yang

    lebih rendah. Kemampuan seseorang

    dalam menanggapi suatu rangsangan

    berbeda-beda, tergantung pada tingkat

    pendidikan yang dimiliki. Kemampuan

    melakukan evaluasi dimiliki oleh seseorang

    dengan tingkat pendidikan tinggi,

    kemampuan menerapkan dan

    menganalisis terhadap pengetahuan yang

    diterapkan dimiliki oleh seseorang dengan

    tingkat pendidikan menengah, dan pada

    tingkat pendidikan dasar kemampuan yang

    dimiliki hanya sampai pada tahap tahu dan

    paham (Notoatmodjo, 2007: 73).

    Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian

    besar mempunyai pendidikan SLTP.

    Pendidikan seseorang yang tinggi

    memungkinkan untuk diperolehnya

    pengetahuan yang lebih tinggi

    dibandingkan pendidikan seseorang yang

    lebih rendah. Notoatmodjo menambahkan

    bahwa pengetahuan merupakan dasar

    terbentuknya perilaku sehat. Diharapkan

    semakin tinggi tingkat pendidikan

    seseorang maka kejadian anemia dapat

    berkurang.

    Berdasarkan umur responden

    kebanyakan mempunyai umur antara 40

    50 tahun. Berdasarkan beberapa

    penjelasan di atas jelasnya bahwa hasil

    penelitian ini didukung oleh penelitian yang

    dilakukan oleh Besral, dkk (2007), bahwa

    kejadian anemia pada usila di Kota

    Bandung adalah 47,7%. Separuh dari

    responden (49%) mempunyai kebiasaaan

    selalu minum teh tiap hari (40%58%).

    Usila yang selalu minum teh tiap hari

    mempunyai risiko untuk anemia 92 kali

    lebih tinggi (8221) dibandingkan usila

    yang tidak pernah minum teh setelah

    dikontrol dengan variabel konsumsi lauk

    dan konsumsi pauk. Apabila kebiasaan

    minum teh setiap hari dapat dikurangi

    maka kejadian anemia pada usila dapat

    diturunkan sebesar 85%, dari 47,7%

    menjadi 7,3%. Kejadian anemia dapat

    diturunkan dengan cara mengurangi

    kebiasaan minum teh atau meningkatkan

    konsumsi protein, namun mengingat

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 10

    kondisi gizi serta keuangan usila, maka

    perubahan kebiasaan minum teh

    merupakan pilihan yang paling bijak untuk

    menurunkan kejadian anemia.

    Berdasarkan hasil penelitian tentang

    cara mengkonsumsi teh pada responden

    diketahui bahwa sebagian besar

    mempunyai kategori konsumsi teh sedang

    yaitu sebanyak 52 responden (73,2%).

    Berdasarkan hasil penelitian tentang kadar

    haemoglobin pada pengkonsumsi teh di

    Kecamatan Jenawi Kabupaten

    Karanganyar diketahui bahwa sebanyak 32

    orang (45,10%) mempunyai anemia

    sedang. Berdasarkan hasil uji statistik chi

    square diperoleh nilai x2 = 13,585 dan p

    value = 0,035 yang lebih kecil dari 0,05

    sehingga dapat dikatakan ada hubungan

    antara konsumsi teh dengan kadar Hb. Di

    mana semakin berat konsumsi teh, maka

    anemia yang diderita pada kategori berat,

    demikian juga pada kategori konsumsi

    sedang distribusi terbesar pada anemia

    kategori sedang. Tanin yang terdapat

    dalam teh dapat mengikat beberapa logam

    seperti zat besi, sehingga sulit diserap

    tubuh, yang pada akhirnya dapat

    menyebabkan anemia. Teh diketahui

    menghambat penyerapan zat besi yang

    bersumber dari bukan hem (non-heme

    iron). Hurrell RF, Reddy M, dan Cook JD,

    1999 8 melaporkan bahwa teh hitam dapat

    menghambat penyerapan zat besi non-

    heme sebesar 79-94% jika dikonsumsi

    bersama-sama.Anemia kekurangan zat

    besi pada anak-anak di Arab Saudi dan di

    Inggris juga dilaporkan berhubungan

    dengan kebiasaan minum teh (Gibson,

    1999). Dilaporkan juga bahwa dampak dari

    interaksi teh dengan zat besi ini

    bergantung pada status konsumsi zat besi

    dan karakteristik individu

    Simpulan

    1. Konsumsi teh para pengkonsumsi

    teh pada kategori sedang sebanyak 73,2%

    2. Kadar haemoglobin pada

    pengkonsumsi teh di Kecamatan Jenawi

    Kabupaten Karanganyar diketahui bahwa

    yang mempunyai kadar Hb pada kategori

    anemia sedang sebanyak 45,1%.

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 11

    3. Ada hubungan antara konsumsi teh

    dengan kadar haemoglobin para

    pengkonsumsi teh dibuktikan dengan

    X2hitung (13,585) > X2 tabel (11,070) dan p

    value = 0,035 < 0,05.

    DAFTAR PUSTAKA

    Astarnd, PO and Rodahl. 1986. Tex book of Work Physiology, Physiological Bases of Exercise Third Edition. New York : Mc. Graw Hill Book Campany. Barger, R.A.1982. Applied Exercise Physiology. Philadelphia : Lea & Fibiger. Besral, Lia Meilianingsih, Junaiti Saliar. 2007. Pengaruh Minum The terhadap Kejadian Anemia pada Usila di Kota Bandung. MAKARA, Kesehatan, Vol. 11, No. 1. Juni 2007. Costill, D.L.1998. Fractional Utilization if the Aerobic Capacity During Distance Running. Dalam Medicine and Science in Sport. Delia. 2003. http://www.geocities.ws.uky2k2003/anemia.html. Diakses tanggal 27 Januari 2008. D.N. Baron.1990. Kapita Selekta Patologi Dalam Praktek. Bandung : Alumni Depkes RI. 2000. Program Perbaikan Gizi Menuju Indonesia Sehat 2010. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Ganda Soebrata.1995. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat Giam, CK dan Teh K.C. 1993. Ilmu Kedokteran Olahraga. Terjemahan Hartono Satmoko. Jakarta : Binarupa Aksara

    Gibson, Invancevich, Donelly, 1999, Organisasi (Perilaku, Struktur dan Proses) Terjemahan Agus Dharma, Jakarta: Erlangga. Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Kosasih, E.N. 1994. Hematodologi Dalam Praktek. Bandung : Alumni Mary E. Beck. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungan dengan penyakit-penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica. Poppy Kumaila, dkk.1996.Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: Buku Saku Kedokteran EGC. Notoatmodjo, Sukitjo. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Sastroadmadjo, 2001, Anemia, Suara Merdeka, 14 September 2008. Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suharsimi, Arikunto. 2006. Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. V.O, Wiharmoko P.2004. Perbedaan Kadar Haemoglobin Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Program Latihan Aerobik pada Siswa Putri Kelas 1 SMU Virgo

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 12

    Filadelis Bawen. Skripsi, Universitas Negeri Semarang.

    INTISARI

    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

    Mustaan, Nuning

    Latar Belakang: Pelayanan perawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Dalam memberikan pelayanan professional perawat dituntut memiliki motivasi kerja yang baik. Mutu pelayanan di Rumah Sakit selalu dikaitkan dengan kinerja perawat. Motivasi kerja perawat akan memberikan pengaruh terhadap kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Perawat yang bekerja di rumah sakit jiwa perlu melakukan pendekatan dengan komunikasi therapeutik yang dilandasi rasa saling percaya antara perawat klien dan keluarga serta masyarakat, karena klien dengan gangguan jiwa secara fisik bisa memenuhi kebutuannya sendiri tapi perlu pengarahan yang terus menerus dengan komunikasi yang therapeutik. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara motivasi dan kinerja, hubungan antara motivasi internal dan eksternal terhadap kinerja dan mendeskripsikan motivasi dan kinerja berdasarkan karakteristik responden. Metode Penelitian: Metode penelitian menggunakan survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Polulasi penelitian perawat fungsional Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.Pengambilan sampel dengan randon sampling. Data diolah dengan menggunakan program komputer SPSS versi 13.00 dengan uji korelasi Product Moment Pearsons Hasil: Motivasi dan Kinerja perawat berhubungan secara signifikan,dengan taraf signifikansi 5% diperoleh hasil dengan angka statistic r hitung 0.396 lebih besar dari r tabel 0,244. Motivasi internal lebih berpengaruh terhadap kinerja di banding motivasi eksternal dengan angka statistik r hitung 0,418. Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara motivasi dan kinerja perawat, motivasi internal lebih berpengaruh terhadap kinerja dari pada motivasi eksternal

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 13

    PENDAHULUAN

    Seorang perawat yang bekerja di

    organisasi kesehatan dengan

    permasalahan yang komplek harus

    mempunyai performance yang baik.

    Performance diartikan sebagai kinerja hasil

    kerja dan prestasi kerja. Performace

    bagaikan gunung es, yang tampak

    dipermukaan adalah ilmu dan ketrampilan,

    dan yang tidak tanpak di permukaan

    adalah perilaku sosial, pandangan

    terhadap diri sendiri, karakteristik perilaku

    dan motivasi. (Wibowo, 2007).

    Pelayanan perawatan merupakan

    bagian integral dari pelayanan kesehatan,

    pelayanan keperawatan didasarkan pada

    ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk

    pelayanan yang komprehensif serta

    ditujukan pada individu, keluarga,

    masyarakat, baik yang sehat maupun yang

    sakit mencakup seluruh siklus kehidupan

    (Priharjo, 1995). Dalam memberikan

    pelayanan profesional perawat dituntut

    memiliki akuntabilitas sesuai

    kewenangannya. Puas atau tidaknya

    masyarakat akan pelayanan kesehatan

    selalu dikaitkan dengan pelayanan

    keperawatan, ketidakpuasan pasien dan

    keluarga selalu dikaitkan dengan

    rendahnya motivasi perawat dalam

    memberikan pelayanan profesional

    (Wikipedia cit Hendrawati, 2008).

    Motivasi dan pelaksanaan asuhan

    keperawatan menentukan kualitas

    pelayanan keperawatan yang berdampak

    terhadap kepuasan pasien dan keluarga

    terhadap pelayanan perawatan. Makin kuat

    motivasi seseorang, makin kuat pula usaha

    untuk mencapainya. Motivasi merupakan

    faktor yang dapat berubah. Motivasi

    berkembang sesuai dengan taraf

    kesadaran seseorang akan tujuan yang

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 14

    hendak dicapainya. Dengan memberikan

    dorongan, apresiasi, pengakuan dan

    perhatian individual akan berpengaruh

    positif terhadap motivasi seseorang

    (Wibowo, 2007).

    Perawatan klien dengan gangguan

    masalah kejiwaan memerlukan perhatian

    besar bagi pelaksana asuhan keperawatan

    khususnya, karena asuhan keperawatan

    klien dengan masalah kejiwaan tidak

    tampak hanya dengan pengamatan fisik,

    namun harus digali melalui komunikasi

    terapeutik yang dilandasi hubungan saling

    percaya (trust). Sehingga hal itu menjadi

    masalah yang melekat pada perawatan

    jiwa, dimana perawat merasakan tugas

    sehari-harinya sebagai suatu rutinitas dan

    merupakan sebuah intuisi semata,

    sehingga perawat yang dapat

    melaksanakan asuhan keperawatan di

    Rumah Sakit Jiwa sesuai standar sangat

    mempengaruhi mutu pelayanan. Mutu

    pelayanan akan sangat dipengaruhi oleh

    motivasi dan kinerja perawat, apabila

    perawat memperoleh suatu kepuasan

    sesuai yang diharapkan (Gibson.et-al,

    1997).

    Fenomena di ruang perawatan

    untuk pasien kronis di Rumah Sakit Jiwa

    Dearah Surakarta, perawat cenderung

    merasa bosan karena pasien yang dirawat

    sebagian besar adalah orang yang sama,

    dengan waktu perawatan yang lama,

    pasien yang datang lagi karena kambuh,

    pasien yang kondisinya statis, pasien yang

    lama tidak diambil keluarga. Sehingga

    kegiatan di ruang perawatan monoton.

    Dari hasil wawancara dan observasi

    dengan perawat dan struktural perawatan

    di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta,

    keluhan dari pelaksana perawatan karena

    belum adanya penghargaan secara

    proporsional atas hasil pelaksanaan

    asuhan keperawatan, baik dalam

    pemberian jasa pelayanan maupun

    pengusulan kenaikan pangkat hanya

    disamakan tanpa memperhitungkan

    perawat mana yang kinerjanya benar-

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 15

    benar baik, sehingga akan memicu

    menurunnya motivasi perawat.

    Melihat fenomena diatas

    sangatlah penting untuk diteliti Faktor-

    faktor yang mempengaruhi motivasi

    kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa

    Daerah Surakarta.

    Landasan Teori

    Perawat

    Menurut DEPKES (1992), perawat

    adalah seseorang yang telah

    menyelesaikan program pendidikan dasar

    keperawatan, memenuhi syarat dan diberi

    wewenang oleh pemerintah untuk

    memberikan pelayanan perawatan yang

    bermutu dan penuh tanggung jawab dalam

    upaya peningkatan kesehatan,

    pencegahan penyakit, perawatan orang

    sakit dan rehabilitasi. Perawat profesional

    adalah wanita atau pria yang mengenal

    dan mengerti kebutuhan dasar manusia

    yang sakit maupun sehat dan yang

    mengetahui bagaimana kebutuhan ini

    dapat terpenuhi.

    Perawat adalah seseorang yang

    memberikan pelayanan profesional dimana

    pelayanannya berbentuk pelayanan

    biologis, psikologis, spiritual yang ditujukan

    kepada individu, keluarga dan masyarakat.

    Pelayanan diberikan karena adanya

    kelemahan mental dan fisik, keterbatasan

    pengetahuan serta kurangnya pengertian

    pasien akan kemampuan melaksanakan

    kegiatan secara mandiri. Kegiatan itu

    dilakukan dalam upaya pencapaian

    peningkatan kesehatan dengan

    menekankan pada upaya pelayanan

    kesehatan yang memungkinkan individu

    mencapai kemampuan hidup sehat dan

    produktif (Wordpress cit Aditama, 2007).

    Perawat (nurse) berasal dari bahasa

    Latin yaitu nutrix yang artinya merawat

    atau memelihara. Seseorang perawat yaitu

    seseorang yang berperan dalam merawat

    atau memelihara, membantu dan

    melindungi seseorang karena sakit,

    cedera, dan proses penuaan (Gaffar cit.

    Taylor, 1999).

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 16

    Seorang perawat dikatakan

    professional jika memiliki ilmu

    pengetahuan, ketrampilan keperawatan

    professional serta memiliki sikap

    profesional sesuai kode etik profesi.

    Sedangkan profil perawat dalam

    melakukan aktifitas keperawatan meliputi

    peran dan fungsi pembinaan

    asuhan/pelayanan keperawatan praktik

    keperawatan, pengelolaan institusi

    keperawatan, pendidik klien serta kegiatan

    penelitian dibidang keperawatan. (Gaffar,

    1999)

    Kinerja

    Kinerja adalah sebuah kata dalam

    bahasa Indonesia dari kata dasar kerja.

    Yang diterjemahkan dari bahasa asing

    prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.

    Pengertian kinerja dalam organisasi

    merupakan jawaban dari berhasil atau

    tidaknya tujuan organisasi yang telah

    ditetapkan (Wikipedia, 2008).

    Kinerja atau prestasi kerja adalah

    hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

    yang dicapai seseorang dalam

    melaksanakan tugasnya sesuai tanggung

    jawab yang diberikan kepadanya

    (Wikipedia cit Mangkunegara, 2008).

    Kinerja dapat juga diartikan hasil yang

    dibebankan kepadanya didasarkan atas

    kecakapan, pengalaman, kesungguhan

    serta waktu (Wikipedia cit Hasibuan, 2008).

    Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi

    yang dituntut dari seseorang, kinerja

    adalah suatu perbuatan, suatu prestasi,

    suatu pameran umum ketrampilan

    (Wikipedia cit Whitmore, 2008).

    Faktor-Faktor yang mempengaruhi

    kinerja

    Faktor-faktor yang mempengaruhi

    kinerja yaitu : kemampuan, motivasi

    dukungan yang diterima, keberadaan

    pekerjaan yang dilakukan, dan hubungan

    dengan anggota (Wikipedia cit Mathis &

    Jackson, 2008). Berdasar pengertian di

    atas bisa disimpulkan bahwa kinerja

    merupakan kualitas dan kuantitas dari

    suatu hasil kerja (output) individu/kelompok

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 17

    dalam suatu aktivitas tertentu yang

    diakibatkan oleh kemampuan alami atau

    kemampuan yang diperoleh dari proses

    belajar serta kegiatan untuk berprestasi.

    Mangkunegara (2000), faktor-faktor yang

    mempengaruhi kinerja adalah :

    1) Faktor kemampuan secara

    psikologis

    Kemampuan (ability) terdiri dari

    kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan

    pendidikan (realita). Sehingga seseorang

    perlu ditempatkan sesuai dengan

    keahliannya.

    2) Faktor motivasi

    Motivasi terbentuk dari sikap

    (attitude) dalam menghadapi situasi kerja.

    Motivasi adalah kondisi yang

    menggerakkan seseorang secara terarah

    untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental

    merupakan kondisi yang mendorong

    seseorang untuk berusaha mencapai

    potensi kerja secara maksimal. Ada

    hubungan yang positif antara motivasi

    berprestasi dengan pencapaian kerja.

    Motivasi

    Motivasi merupakan sebuah konsep yang

    sangat sulit diselidiki secara langsung,

    karena motivasi merupakan konstruksi

    hipotesis. Motif hanya dapat disimpulkan

    berdasarkan tingkah laku, tetapi motivasi

    dan pelaksanaan juga tidak sinonim.

    Pelaksanaan dipengaruhi oleh beberapa

    faktor, yaitu keahlian, kecakapan dan

    kondisi-kondisi yang berlaku. Melihat

    motivasi seperti melihat kaledoskop

    kombinasi tanpa batas. Kita menekankan

    butir-butir tentang kompleksitas motivasi

    ini, karena harus dipadukan dalam teori

    apapun tentang motivasi kerja yang

    memiliki teori apapun tentang motivasi

    kerja yang memiliki nilai praktis bagi

    lingkungan profesi keperawatan (Pauline,

    1990).

    Menurut Siagian (1995), motivasi adalah

    daya pendorong yang mengakibatkan

    seseorang anggota organisasi mau dan

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 18

    rela untuk menyerahkan kemampuan

    dalam bentuk keahlian atau ketrampilan,

    tenaga dan waktunya untuk

    menyelenggarakan berbagai kegiatan yang

    menjadi tanggung jawabnya dan

    menunaikan kewajibannya dalam rangka

    pencapaian tujuan dan berbagai sasaran

    organisasi yang telah ditentukan

    sebelumnya.

    Hamalik (1995) mengatakan bahwa

    motivasi merupakan suatu proses tingkah

    laku yang diamati dan meramalkan tingkah

    laku orang lain, serta menentukan

    karakteristik proses berdasarkan petunjuk-

    petunjuk tingkah laku seseorang. Petunjuk-

    petunjuk tersebut dapat dipercaya apabila

    tampak kegunaannya untuk meramalkan

    dan menjelaskan tingkah laku lainnya.

    Motivasi mengacu pada dorongan

    dan usaha untuk merumuskan kebutuhan

    atau suatu tujuan. Lebih lanjut dijelaskan

    bahwa istilah motivasi menunjuk pada

    pembangkitan kecenderungan untuk

    berbuat, untuk memperoleh satu atau lebih

    hasil (Hasibuan cit Koohtz, 1996).

    Pusorowati (1994) dalam seminar

    sehari keperawatan di RSUD Dr. Sardjito

    mengenai motivasi sebagai dasar kinerja

    mengatakan bahwa motivasi adalah

    sesuatu yang mendorong individu atau

    dorongan untuk melakukan perbuatan

    tertentu untuk memuaskan kebutuhannya.

    Ngatini (1998) dalam pelatihan

    manager keperawatan untuk pimpinan

    keperawatan Rumah Sakit, menyatakan

    bahwa yang dimaksud dengan motivasi

    adalah daya penggerak atau daya dorong

    yang ada dalam diri seseorang yang

    mendorong orang tersebut berbuat sesuatu

    atau tidak berbuat sesuatu.

    Dari sejumlah teori tersebut di atas

    sebenarnya tidak ada pertentangan, tetapi

    saling melengkapi. Apabila disimpulkan

    maka motivasi meliputi hal-hal sangat

    komplek. Hal ini dalam kenyataannya

    motivasi manusia terhadap sesuatu

    memang sangat beragam pula. Tiap

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 19

    individu akan berbeda tujuan maupun cara

    pencapaiannya, motivasi bisa timbul dari

    luar maupun dalam diri manusia.

    METODE PENELITIAN

    Jenis Penelitian

    Rancangan penelitian ini berbentuk

    non eksperimental dengan jenis penelitian

    survey analitik dengan pendekatan cross

    sectional. Yaitu masing-masing variabel

    diobservasi dan dilakukan pengumpulan

    data dalam waktu bersamaan.

    Populasi dan Sampel Penelitian

    Dalam penelitian ini populasi adalah

    seluruh perawat fungsional atau pelaksana

    Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun

    2008, dengan jumlah populasi 192

    orang.Besarnya sampel dalam penelitian

    harus representatif bagi populasi, oleh

    karena jumlah populasi kurang dari 10.000

    maka penentuan besarnya sampel

    menggunakan rumus (Wiharsono, 2004).

    Analisa Data

    Setelah data dikelompokkan

    kemudian dilakukan analisa data dengan

    menggunakan SPSS for Windows Release

    13. Untuk menghilangkan bias hasil

    penelitian dengan menggunakan data

    tambahan yaitu lembar observasi yang diisi

    oleh masing-masing Kepala Ruang

    perawat fungsional yang menjadi

    responden berisi point variabel dependen

    kinerja.

    Hasil Penelitian

    Hubungan Antara Motivasi dan Kinerja

    Perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah

    Surakarta

    Uji statistik yang digunakan untuk

    menjelaskan hubungan antara variable

    motivasi dengan kinerja pada perawat di

    Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

    adalah uji Product Moment Pearsons

    dengan menggunakan bantuan SPSS for

    Windows versi 13.00 dengan kriteria jika r

    hitung > r tabel hipotesis diterima artinya

    ada hubungan antara motivasi dan kinerja

    perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah

    Surakarta.

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 20

    Berdasarkan perhitungan uji Product

    Moment Pearsons dengan bantuan

    program komputer aplikasi statististik

    SPSS for windows versi 13.00 diperoleh

    hasil seperti pada tabel 3 sebagai berikut:

    Tabel Rangkuman hasil uji Pearsons Motivasi dan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

    Motivasi Kinerja Motivasi Pearson Correlation

    1 ,396** Sig. (2-tailed) ,001

    N 66 66

    Kinerja Pearson Correlation

    ,396** 1 Sig. (2-tailed) ,001

    N 66 66

    Berdasarkan tabel diatas diperoleh

    nilai r hitung 0,396 > r tabel 0,244 dengan

    tingkat kepercayaan 95%, dengan

    demikian

    r hitung > r tabel hipotesis diterima,

    jadi ada hubungan yang signifikan antara

    motivasi dan kinerja perawat di Rumah

    Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

    Hubungan Antara Motivasi Internal dan

    Motivasi Eksternal dan Kinerja Perawat

    Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

    Uji statistik juga dipakai untuk

    menjelaskan hubungan antara motivasi

    internal dan motivasi eksternal terhadap

    kinerja perawat di Rumah Sakit Jiwa

    Daerah Surakarta. Dari motivasi internal

    dan eksternal, motivasi yang mana yang

    lebih berpengaruh terhadap kinerja

    perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah

    Surakarta, dengan bantuan SPSS for

    Windows versi 1 3 diperoleh hasil

    seperti pada tabel 4 di bawah ini.

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2012 21

    Tabel Rangkuman uji Pearsons Motivasi Internal dan Motivasi Eksternal terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

    Motivasi Internal

    Motivasi Eksternal

    Kinerja

    Motivasi Internal Pearson Correlation

    1 ,470** ,418** Sig. (2-tailed) ,000 ,000

    N 66 66 66

    Motivasi Eksternal Pearson Correlation

    ,470** 1 ,235

    Sig. (2-tailed) ,000 ,058

    N 66 66 66

    Kinerja Pearson Correlation

    ,418** ,235 1 Sig. (2-tailed) ,000 ,058

    N 66 66 66

    Berdasarkan tabel di atas diperoleh

    hasil r hitung untuk motivasi internal

    sebesar 0,418 dan r hitung untuk motivasi

    eksternal sebesar 0,235 dengan tingkat

    signifikansi 0,01. Jadi motivasi

    internal lebih kuat mempengaruhi kinerja

    perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah

    dibandingkan dengan motivasi eksternal

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 22

    Pembahasan

    Motivasi Perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

    Sejumlah 66 perawat yang menjadi responden penelitian mempunyai tingkat

    motivasi tinggi 56,1%dan motivasi sedang 42,4% dan hanya 1,5% yang mempunyai

    motivasi yang rendah. Motivasi merupakan konsep yang sangat sulit untuk diselidiki

    secara langsung karena motivasi tidak kelihatan secara langsung dan motivasi dapat

    dengan mudah berubah. Seperti pendapat Spencer(1993) motivasi adalah komponen

    dalam konpetensi yang tidak kelihatan, kompetensi seperti gunung es di mana ada

    yang terlihat dan banyak yang tidak terlihat, yang terlihat adalah ketrampilan dan ilmu

    dan yang tidak terlihat adalah perilaku sosial, pandangan terhadap diri sendiri,

    karakteristik perilaku dan motivasi.

    Motivasi pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dipengaruhi oleh

    banyak faktor, baik itu faktor dari dalam individu perawat maupun faktor dari luar

    individu perawat, hal tersebut sesuai dengan pendapat Wibowo(2008) terdapat dua

    faktor yang mendorong orang untuk memberikan kinerja terbaiknya yaitu faktor internal

    ditunjukkan oleh keinginan untuk membuktikan diri atau pengakuan, pencapaian tujuan

    pribadi, kemungkinan untuk berkembang atau promosi, mencari tantangan dari

    pekerjaan itu sendiri atau tanggung jawab yang diberikan kepada individu, dan faktor

    dari luar atau eksternal ditunjukkan oleh perasaan dan tindakan tertentu akan

    memperbaiki kualitas hidup atau membantu pekerjaan seperti reward, supervisi, kondisi

    pekerjaan hubungan interpersonal dan kebijakan dari perusahaan atau organisasi.

    Dari karakteristik responden di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta motivasi

    tinggi pada jenis kelamin perempuan karena dari sejarahnya ilmu keperawatan adalah

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 23

    mother instinc atau dunia keperawatan identik dengan wanita atau ibu. Dari tingkat

    pendidikan D3 secara kuantitas paling banyak di Rumah Sakit Jiwa Daearah Surakarta

    karena untuk peningkat Sumber Daya Manusia khususnya perawatan, kebijakan

    manajemen Rumah Sakit mempermudah untuk program alih fungsi dari non perawat di

    beri kesempatan untuk sekolah menjadi perawat, maupun alih jenjang perawat dengan

    latar belakang SPK untuk menempuh pendidikan D3 dan S1. Untuk perawat dengan

    latar pendidikan S1 kebanyakan adalah pegawai baru, untuk perawat yang senior lebih

    banyak dengan latar belakang pendidikan D3. Dari tingkat usia pada rentang usia 21-

    30 tahun dengan tingkat motivasi tinggi yang terbanyak.

    Usia 21-30 adalah usia sangat produktif pada usia ini aktualisasi diri yang tinggi

    dengan motivasi yang tinggi perawat dibutuhkan, pada usia ini perawat bisa

    membuktikan diri untuk diakui keberadaannya. Lama kerja 10-15 tahun merupakan

    masa kerja dengan tingkat motivasi yang tertinggi, dengan lama kerja 10-15 tahun

    seorang perawat sudah mengenali seluruh permasalahan dan sudah mengerti akan

    tugas dan tanggung jawab yang dihadapi.

    Kinerja Perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

    Tingkat kinerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada penelitian

    ini yang terbanyak pada tingkat cukup sebesar 59,1%, kemudian pada tingkat baik

    sebesar 36,4%, dan perawat yang mempunyai tingkat kinerja kurang hanya 4,5%.

    Kinerja adalah suatu proses yang berkelanjutan, kinerja adalah suatu perbuatan, atau

    suatu pameran umum ketrampilan. Wibowo(2008) kinerja adalah suatu proses, yang

    memberikan hasil kerja atau prestasi. Suatu proses kinerja dikatakan selesai apabila

    telah mencapai target tertentu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 24

    sebelumnya. Dari target yang telah ditetapkan kemudian dilakukan evaluasi untuk

    menetapkan langkah perbaikan kinerja selanjutnya.

    Berdasar karakteristik responden di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta kinerja

    tinggi pada jenis kelamin perempuan, karena perempuan lebih baik dalam melakukan

    pekerjaan yang monoton dan dalam jangka waktu lama serta memerlukan ketelatenan

    atau perempuan lebih tahan menghadapi tekanan dan rutinitas. Dari tingkat pendidikan

    D3 secara kuantitas paling banyak di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, latar

    belakang pendidikan D3 yang ada merupakan penigkatan sumber daya manusia

    melalui pendidikan yang berkelanjutan. Untuk perawat dengan latar pendidikan S1

    kebanyakan adalah pegawai baru untuk perawat yang senior lebih banyak dengan latar

    belakang pendidikan D3. Dari tingkat usia pada rentang usia 21-30 tahun dengan

    tingkat kinerja tinggi yang terbanyak, usia 21-30 adalah usia sangat produktif, pada usia

    ini butuh aktualisasi diri yang tinggi. Dengan kinerja yang tinggi perawat pada usia bisa

    membuktikan diri untuk bisa diakui keberadaannya. Lama kerja 10-15 tahun

    merupakan masa kerja dengan tingkat motivasi yang tertinggi, dengan lama kerja10-15

    tahun perawat dapat mengenali tugas dan tanggung jawabnya dan mulai beradaptasi

    dengan tugas dan tanggung jawab tersebut sehingga perawat lebih percaya diri dalam

    melakukan tugasnya.

    Hubungan antara Motivasi dan Kinerja Perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah

    Surakarta

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 25

    Motivasi merupakan komponen dalam kompetensi yang dapat berubah, motivasi

    dapat berubah dengan pemberian apresiasi dan dorongan dari atasan, pemberian

    pengakuan dan perhatian individual dari atasan (Wibowo 2008).

    Kinerja merupakan suatu proses yang berkelanjutan menurut Lee dan Larry

    (1999), perbaikan kinerja melalui siklus Plan (menyeleksi dan menetapkan langkah

    perbaikan kinerja), Do (menjalankan proses perbaikan kinerja dan memonitor), Check

    (menganalisis proses dengan tujuan yang ditetapkan), Act (mendokumentasikan proses

    untuk perbaikan selanjutnya).

    Pada penelitian Faktor faktor yang mempengaruhi motivasi kerja Perawat di

    Rumah sakit Jiwa Daerah Surakarta terbukti ada hubungan yang signifikan antara

    Motivasi dan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Derah Surakarta. Hal ini dibuktikan

    hasil uji statistic Product Moment Pearsons sebesar 0,396 pada taraf signifikansi 0,001

    atau lebih besar dari r tabel pada taraf signifikansi 1% sebesar 0,317.Sehingga

    hipotesis diterima, Motivasi Kerja berpengaruh terhadap kinerja Perawat di Rumah

    Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

    Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Wibowo (2008), Kinerja suatu

    organisasi sangat ditentukan oleh suber daya yang berada di dalamnya. Apabila

    sumber daya manusia mempunyai motivasi yang tinggi, kreatif dan mampu

    mengembangkan inovasi maka kinerjanya akan semakin baik.

    Hubungan antara Motivasi Internal dan Motivasi Eksternal terhadap Kinerja

    Perawat di Rumah Sakit Jiwa Dearah Surakarta

    Dari penelitian tentang Faktor Faktor yang mempengaruhi Motivasi Kerja

    Perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah surakarta dengan uji statistic Product Moment

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 26

    Pearsons antara Faktor internal yang meliputi pencapaian, pengakuan, tanggung

    jawab, perkerjaan dan kemungkinan untuk berkembang dan faktor eksternal yang

    meliputi kebijakan dan administrasi, supervisi, gaji, hubungan interpersonal dan kondisi

    kerja yang lebih berpengaruh terhadap kinerja adalah faktor internal, dengan hasil uji

    0,418 pada taraf signifikansi 0,01 sedangkan untuk faktor eksternal 0,235 pada taraf

    signifikansi 0,01.

    Penelitian tersebut sejalan dengan pendapat Elliot et-al( 2000) motivasi internal

    adalah dorongan dari dalam individu sehingga seseorang senang melakukan tugasnya,

    tertarik dan nyaman melakukan aktivitas pekerjaannya.

    Simpulan

    Berdasar hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat

    ditarik sipulan sebagai berikut:

    1. Motivasi perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tingkat sedang

    dan tinggi, dan terbanyak pada kategori tinggi berdasarkan karakteristik responden

    motivasi tinggi pada perawat perempuan, dengan pendidikan D3, pada umur 21-30

    tahun, dengan masa kerja 10-15 tahun.

    2. Kinerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tingkat baik dan

    cukup, berdasarkan karakteristik responden kinerja lebih tinggi pada perawat

    perempuan, kinerja tinggi pada taraf pendidikan D3 kinerja tinggi pada usia 21-30

    tahun, dengan masa kerja 10-15 tahun.

    3. Ada hubungan yang signifikan/berarti antara motivasi dan kinerja perawat di

    Rumah Sakit Jiwa Dearah Surakarta dengan diperoleh r hitung sebesar 0,396, lebih

    besar dibanding r tabel sebesar 0,244 dengan tingkat kepercayaan 95%.

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 27

    4. Faktor internal motivasi, berpengaruh terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit

    Jiwa Daerah Surakarta dengan r hitung sebesar 0,418, faktor eksternal motivasi

    berpengaruh terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dengan r

    hitung sebesar 0,235, jadi faktor internal motivasi lebih kuat mempengaruhi kinarja

    perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dibandingkan dengan faktor motivasi

    eksternal.

    DAFTAR PUSTAKA Anwar Prabu Mangkunegara. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, PT. Remaja Rosda Karya Basu Swastha, Bandung.

    Azwar, A.1994. Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta.

    Arikunto Suharsimi. 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi V, Jakarta, Rieka Cipta.

    Carpenito, L.J. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan : Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif (Nursing Care Plants and Documentation : Nursing Diagnosis and Colaborative Problems), Edisi 2, EGC, Jakarta.

    Departemen Kesehatan RI. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23, Arkala, Surabaya.

    Elliot,A.J. Faler, J. McGregor,H.A. Camphell, W.F. Sedikes, C. Harackewiz, J.M. 2000. Competence Valuation As a Strategic Intrinsic Motivation Process. Juornal Of Organizational Behavior Vol 25

    Gaffar, L. J. 1999. Pengantar Keperawatan Profesional. EGC, Jakarta.

    Gibson,J.L. Richard,D. 199. Organisation. Irwin, Inc, USA

    Gillies, D. 1994. Nursing Management : Assistant Approach. Third Edition,Philadelphia, WB Souders.

    Hamalik, O. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara, Yogyakarta.

    Hasibuan, P.S. 1996. Organisasi dan Motivasi. Bumi Aksara, Yogyakarta.

    Wikipedia.org/wiki/kinerja, id 14-9-2008.

    Irc.kmpk.ugm.ac.id/id/up.pdf/-working, tgl. 11-9-2008.

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 28

    Keliat, B.A., Herawata, N., Panjaitan, R., Helena, N., 1999, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC, Jakarta.

    Klinis.wordpress.com/2007/12/28/kua, 10-10-2008.

    Krajewski Lee J. dan Larry P. Ritzman.1999. Operations Management. New York. Addison-Wesley Publishing Compani, Inc.

    Monica, L.E. 1998. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Pendekatan Berdasarkan Pengalaman. Alih Bahaas Nurahman E., Waluyo A. M, EGC, Jakarta.

    Ngatini. 1998. Komunikasi Supervisi Motivasi dan Evaluasi. dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan untuk Keperawatan Rumah Sakit, Yogyakarta, tidak dipublikasikan.

    Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

    Pauline Donoghoe. 1990. Pengelolaan Sumber Daya Manusia. Alih Bahasa Suparman, Bumi Aksara, Yogyakarta.

    Priharjo, R. 1995. Praktek Keperawatan Profesional Konsep Dasar dan Hukum. EGC, Jakarta.

    Pusorowati. 1994. Motivasi Sebagai Dasar Kinerja. Dalam Seminar Sehari Keperawatan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, untuk kalangan sendiri.

    Ridwan. 2008. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Alfabeta, Bandung.

    Roper Nancy. 1996. Prinsip-prinsip Keperawatan. Penterjemah Hartono A., Yayasan Essentiva Media, Yogyakarta.

    Sariningdyah, R. 2004. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Bidan Puskesmas Induk Terhadap Standar Pelayan Anterafil di Kabupaten Klaten. Tesis, FKM, Universitas Gajah Mada, tidak dipublikasikan.

    Siagian, P.S. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasi. Bina Aksara, Yogyakarta.

    Spencer. Lyle, M.Jr. dan Signe M. Spencer.1993. Competence at Work. New York. John Wiley& Sons, Inc.

    Stevens, J.M. 1999. Ilmu Keperawatan. Jilid I Edisi 2, EGC, Jakarta.

    Stuart, G.W. Sundeen, S.J. 1998. Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Alih Bahasa : Hamis A.Y.S, EGC, Jakarta.

    Sutrisno Hadi. 1994. Metodologi Riset 2. Andi Offset, Yogyakarta.

    Tim Penyusun Kamus. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, 1977.

  • Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 1, No. 1, Februari 2010 29

    Wibowo, S.E.2007. Manajemen Kinerja. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

    Wiharsono, T. 2004. Statistik dan Penelitian Psikologi Pendidikan. Malang, Universitas Muhammadiyah Malang.

    Wright, T.D. 2004. Accuntability and Liability in Professional Nursing Practice. Center for American Nurse