1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · para dewa. Legenda menyebutkan bahwa dahulu kala...

9
Universitas Kristen Petra 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negeri kaya adat dan budaya, terdiri dari beragam suku, agama, dan ras. Tak dipungkiri berdasarkan sejarah dan perkembangan peradaban, salah satu penyumbang budaya-budaya penting di Indonesia adalah etnis Tionghoa. Masyarakat Tionghoa tidak hanya dikenal memiliki karya-karya sastra dan cerita-cerita legenda, namun juga memiliki seni pertunjukan untuk perayaan keagamaan yang sudah diwariskan ribuan tahun. Salah satunya adalah wayang Potehi. Wayang Potehi merupakan satu dari banyak warisan budaya Tionghoa Peranakan di Indonesia. Tionghoa Peranakan merupakan sebutan masyarakat keturunan asli daratan Tiongkok khususnya dari bagian selatan yang bermigrasi di Indonesia. Migrasi ini tentunya menghasilkan proses akulturasi budaya, salah satunya tercermin pada seni-seni pertunjukan Tiongkok. Pada awalnya, wayang Potehi dibawa oleh masyarakat Tionghoa sebagai ritual keagamaan Kong Hu Chu. Wayang yang belum diketahui pasti usianya di Indonesia ini setiap hari ditampilkan di klenteng sebagai hiburan persembahan para dewa. Legenda menyebutkan bahwa dahulu kala wayang Potehi sering dimainkan di kerajaan sebagai hiburan favorit Kaisar setiap hari (Soedarsono dalam Kuardhani, 2009, p. 8) wayang Potehi pada waktu itu menjadi sangat populer di antara rakyat Tiongkok karena pada dasarnya wayang Potehi adalah versi kecil dari Beijing Opera. Di Indonesia, masyarakat Tionghoa memang sudah hidup berdampingan dan membaur dengan penduduk setempat. Meskipun ada banyak perbedaan, namun ternyata agama Kong Hu Chu dan segala adat-budayanya diterima oleh masyarakat. Hal ini tampak dari partisipasi masyarakat yang membuat budaya- budaya tersebut tetap hidup hingga melewati ratusan tahun. Namun sayang, pada jaman Orde Baru (1966-1998) muncul sebuah Instruksi Presiden yang membatasi gerak budaya Tionghoa pada tahun 1976. Aturan tersebut yang melarang perayaan-perayaan hari raya dan budaya-tradisi Tionghoa di Indonesia. Bahkan,

Transcript of 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · para dewa. Legenda menyebutkan bahwa dahulu kala...

Page 1: 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · para dewa. Legenda menyebutkan bahwa dahulu kala wayang Potehi sering dimainkan di kerajaan sebagai hiburan favorit Kaisar setiap hari

Universitas Kristen Petra 1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negeri kaya adat dan budaya, terdiri dari beragam

suku, agama, dan ras. Tak dipungkiri berdasarkan sejarah dan perkembangan

peradaban, salah satu penyumbang budaya-budaya penting di Indonesia adalah

etnis Tionghoa. Masyarakat Tionghoa tidak hanya dikenal memiliki karya-karya

sastra dan cerita-cerita legenda, namun juga memiliki seni pertunjukan untuk

perayaan keagamaan yang sudah diwariskan ribuan tahun. Salah satunya adalah

wayang Potehi.

Wayang Potehi merupakan satu dari banyak warisan budaya Tionghoa

Peranakan di Indonesia. Tionghoa Peranakan merupakan sebutan masyarakat

keturunan asli daratan Tiongkok khususnya dari bagian selatan yang bermigrasi di

Indonesia. Migrasi ini tentunya menghasilkan proses akulturasi budaya, salah

satunya tercermin pada seni-seni pertunjukan Tiongkok.

Pada awalnya, wayang Potehi dibawa oleh masyarakat Tionghoa sebagai

ritual keagamaan Kong Hu Chu. Wayang yang belum diketahui pasti usianya di

Indonesia ini setiap hari ditampilkan di klenteng sebagai hiburan persembahan

para dewa. Legenda menyebutkan bahwa dahulu kala wayang Potehi sering

dimainkan di kerajaan sebagai hiburan favorit Kaisar setiap hari (Soedarsono

dalam Kuardhani, 2009, p. 8) wayang Potehi pada waktu itu menjadi sangat

populer di antara rakyat Tiongkok karena pada dasarnya wayang Potehi adalah

versi kecil dari Beijing Opera.

Di Indonesia, masyarakat Tionghoa memang sudah hidup berdampingan

dan membaur dengan penduduk setempat. Meskipun ada banyak perbedaan,

namun ternyata agama Kong Hu Chu dan segala adat-budayanya diterima oleh

masyarakat. Hal ini tampak dari partisipasi masyarakat yang membuat budaya-

budaya tersebut tetap hidup hingga melewati ratusan tahun. Namun sayang, pada

jaman Orde Baru (1966-1998) muncul sebuah Instruksi Presiden yang membatasi

gerak budaya Tionghoa pada tahun 1976. Aturan tersebut yang melarang

perayaan-perayaan hari raya dan budaya-tradisi Tionghoa di Indonesia. Bahkan,

Page 2: 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · para dewa. Legenda menyebutkan bahwa dahulu kala wayang Potehi sering dimainkan di kerajaan sebagai hiburan favorit Kaisar setiap hari

Universitas Kristen Petra 2

warga Tionghoa harus sembunyi-sembunyi untuk sekedar beribadah (Dewi, par.

3). Hal ini tentu membuat wayang Potehi mati suri.

Kini di era reformasi, wayang Potehi mulai menggeliat lagi. Bila pada

jaman Orde Baru pertunjukan hanya bisa dilakukan di dalam klenteng, kini

wayang Potehi bisa sering dijumpai di pusat perbelanjaan hingga lapangan

terbuka pada saat menjelang Hari Raya Imlek. Tentu saja perubahan ini tidak

lepas dari Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menghapus larangan Orde Baru

tersebut. Masyarakat Tionghoa seakan dapat bernafas lega karena Gus Dur telah

memberikan kebebasan yang mana hal tersebut sangat berarti bagi masyarakat

Tionghoa untuk identitas etnis mereka (Kuardhani 64).

Dalam setahun akhir ini, wayang Potehi terus dipromosikan agar kembali

berjaya seperti tahun-tahun silam. Meskipun jumlah penonton tidak meningkat

dengan drastis, namun masyarakat tampaknya sudah mulai mengenal wayang

Potehi. Pemberitaan wayang Potehi di media cetak, media penyiaran, dan lain-lain

akhir-akhir ini ternyata sudah banyak bermunculan. Banyak sekali organisasi dan

perkumpulan yang giat mengadakan pertunjukan wayang Potehi di tempat umum.

Apresiasi wayang Potehi juga terlihat dari barisan penonton yang bukan dari

masyarakat Tionghoa.

Sebuah keunikan dari wayang Potehi, mayoritas dalang wayang atau yang

biasa disebut sai-hu Potehi berasal dari penduduk pribumi. Justru sangat jarang

ditemui sai-hu baru dari etnis Tionghoa sendiri. Keunikan tersebut yang membuat

wayang Potehi menjadi simbol akulturasi dan pluralisme di Indonesia.

Namun di sisi lain, realita wayang Potehi dirasa cukup ironis bagi kaum

etnis Tionghoa sendiri. Bagaimana bisa sebuah budaya ternyata dihidupkan

kembali oleh mereka yang tidak berasal dari negeri asalnya? Bagi Toni Harsono,

seorang maecenas Wayang Potehi asal Gudo, Jombang, kenyataan tersebut kurang

bisa diterima. Beliau yang memiliki latar belakang keluarga sai-hu Potehi merasa

bertanggung jawab akan nasib budaya wayang Potehi ini di masa depan. Beliau

merasa bahwa sudah saatnya mencari bibit penerus wayang Potehi terutama

mereka yang berketurunan Tionghoa. (Kuardhani, 2011, p. 51)

Untuk saat ini masih belum ada orang yang mau menggeluti wayang

Potehi seperti yang Toni Harsono lakukan selama ini. Wayang Potehi tentu tidak

Page 3: 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · para dewa. Legenda menyebutkan bahwa dahulu kala wayang Potehi sering dimainkan di kerajaan sebagai hiburan favorit Kaisar setiap hari

Universitas Kristen Petra 3

bisa hidup hanya dengan penyiaran di media massa agar lebih dikenal rakyat,

tidak bisa hanya hidup dengan pertunjukan-pertunjukan di tempat umum, tetapi

wayang Potehi harus bisa hidup karena ada partisipasi masyarakat terhadap

wayang tersebut.

Sebuah budaya hanya akan hidup bila ada banyak orang membudayakan

budaya tersebut. Upaya melestarikan sebuah budaya tidak hanya dengan datang

dan duduk melihat, namun juga ikut terjun di dalamnya. Dengan melakukan

timbal balik yang aktif, budaya ini bisa berkembang. Masyarakat baru perlu diajak

untuk memahami dengan betul budaya tersebut, mendapat pengalaman

sebenarnya, sehingga budaya benar-benar bisa hidup di dalam masyarakat.

Untuk itu perlu sebuah gagasan yang mengajak masyarakat untuk mau

belajar dan menggemari wayang Potehi. Dari sisi estetika dan seni pertunjukkan,

ada banyak hal yang menarik dari wayang Potehi. Salah satunya adalah permainan

wayang Potehi itu sendiri yang mana Potehi dikenal dari tingkat kesulitan

permainan akrobatik bela dirinya. Untuk itu hanya dengan usaha untuk belajar

atau paling tidak pernah memainkan wayang, orang tersebut dianggap sudah

memberi kontribusi dan dukungan agar Potehi tidak kembali mati suri.

Seseorang belum dikatakan melestarikan Potehi hingga orang tersebut mau

belajar mendalang. Gagasan ini diangkat perancang sebagai ide utama untuk

mengembangkan budaya wayang Potehi ke tahap yang lebih lanjut. Dengan

strategi media komunikasi visual yang interaktif, masyarakat diharapkan mau

mengalami pengalaman mendalang Potehi dari ahlinya tanpa harus datang ke

setiap hari pertunjukan Potehi di klenteng (secara mandiri). Dengan mereka

mencoba bermain terlebih dahulu, diharapkan media perancangan ini dapat

menemukan orang yang potensial menjadi penerus dalang wayang Potehi.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana cara mengajak masyarakat untuk belajar dan gemar Wayang

Potehi sebagai usaha pelestarian wayang Potehi melalui media komunikasi visual

yang interaktif?

1.3. Tujuan Perancangan

Page 4: 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · para dewa. Legenda menyebutkan bahwa dahulu kala wayang Potehi sering dimainkan di kerajaan sebagai hiburan favorit Kaisar setiap hari

Universitas Kristen Petra 4

Mampu mengajak masyarakat untuk belajar dan gemar wayang Potehi

sebagai usaha pelestarian wayang Potehi melalui media komunikasi visual yang

interaktif.

1.4. Batasan Lingkup Perancangan

Subjek yang menjadi sasaran perancangan ini adalah pria dan wanita

dengan kisaran usia 20 sampai 39 tahun. Bentangan umur tersebut merupakan

kelompok umur dewasa awal pada teori perkembangan manusia menurut Erik

Erickson. Pada masa ini, manusia memulai mengembangkan pikiran dewasanya

pada hal-hal hubungan dengan manusia lain, seperti membina hubungan masa

depan. Di tahap inilah manusia mulai berpikir untuk lebih membuka diri, berpikir

dewasa untuk pilihan hidup jangka panjang. Perancangan ini memerlukan sasaran

yang memiliki sifat dewasa karena materi perancangan menyangkut masalah

sosial dan kebudayaan.

Sasaran merupakan kaum muda yang beranjak dewasa yang memiliki

penghasilan menengah ke atas. Penghasilan ini berpengaruh terhadap tingkat

pendidikan yang ditempuh sasaran. Bila dilihat dari rentang umur, target sasaran

sedang atau telah menempuh jenjang universitas.

Lokasi untuk perancangan ini adalah kota Surabaya. Surabaya dipilih

karena merupakan salah satu kota metropolitan terbesar di Pulau Jawa yang mana

penduduknya kurang mempelajari budaya. Hal ini tampak dari jumlah peminat

atau murid baru yang datang ke klenteng. Berdasarkan hasil wawancara, jumlah

peminat di kota kecil seperti Jombang dan Kediri jauh lebih tinggi daripada di

kota besar seperti Surabaya. Menurut pengakuan narasumber, hal tersebut

dipengaruhi oleh lingkungan sekitar klenteng. Lingkungan di sekitar klenteng di

Jalan Dukuh, Surabaya, 90% berupa tempat usaha/toko yang setiap hari sibuk dan

hanya buka setengah hari. Sedangkan lingkungan di Jombang dan Kediri,

sebagian besar adalah rumah penduduk yang setiap hari banyak anak kecil

bermain di halaman rumah, jalan, hingga halaman depan klenteng. Fenomena ini

menjelaskan mengapa anak kecil di desa lebih familiar terhadap wayang Potehi

dan banyak dari mereka yang bisa bermain boneka Potehi.

Page 5: 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · para dewa. Legenda menyebutkan bahwa dahulu kala wayang Potehi sering dimainkan di kerajaan sebagai hiburan favorit Kaisar setiap hari

Universitas Kristen Petra 5

Dari segi psikologis audiens, aktivitas audiens sebagian besar adalah

bersekolah, bekerja, dan bersosialisasi. Dengan gaya hidup modern yang serba

berteknologi ini, audiens adalah penggemar gadget atau smartphone (perangkat

telepon genggam pintar). Karakter seorang gadget mania adalah mereka yang

gemar meng-update aplikasi-aplikasi pada gadget mereka, selalu mencari hal baru

dalam teknologi, dan juga gemar bermain games di smartphone mereka. Perilaku

audiens seperti ini cenderung open-minded, yakni terbuka untuk menerima hal-hal

atau ide-ide baru. Hal ini disebabkan karena masyarakat sekarang sudah melek

teknologi, mereka dapat dengan cepat mencari, menyerap, dan menyebarkan

informasi-informasi baru.

Perancangan ini bersifat terbuka, tidak terbatas pada etnis Tionghoa dan

agama Budha. Berdasarkan data lapangan, terbukti bahwa 90% dalang Potehi

adalah etnis pribumi. Oleh sebab itu, wayang Potehi tidak hanya milik kalangan

tertentu, namun milik semua pihak yang menaruh cinta dan perhatian terhadap

warisan budaya akulturasi Indonesia.

1.5. Manfaat Perancangan

1.5.1. Bagi Mahasiswa

Perancangan diharapkan dapat menjadi sarana untuk menambah

pengetahuan dan pengalaman baru dengan mempraktekkan teori dan ilmu

yang didapat selama kuliah ke dalam praktek nyata. Perancangan ini juga

menjadi bekal sebelum perancang terjun ke dunia profesional.

1.5.2. Bagi Institusi

Perancangan ini dapat dijadikan bahan referensi pembelajaran yang

akan datang dan inspirasi pihak lainnya.

1.5.3. Bagi Masyarakat

Melalui karya tugas akhir ini, perancang selaku mahasiswa Desain

Komunikasi Visual memberi kontribusi tidak langsung terhadap

perkembangan budaya Indonesia, serta dukungan besar terhadap

masyarakat yang berhubungan langsung dengan perancangan.

Page 6: 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · para dewa. Legenda menyebutkan bahwa dahulu kala wayang Potehi sering dimainkan di kerajaan sebagai hiburan favorit Kaisar setiap hari

Universitas Kristen Petra 6

1.6. Definisi Operasional

• “Komunikasi”

Didefinisikan sebagai suatu proses penyampaian informasi dari

satu pihak kepada pihak lain.

• “Visual”

Didefinisikan sebagai bentuk atau gambar yang dapat dilihat

dengan indra penglihatan.

• “Interaktif”

Didefinisikan sebagai sifat yang saling melakukan aksi; antar-

hubungan; saling aktif.

• “Gemar”

Didefinisikan sebagai perilaku yang menyukai suatu hal.

• “Belajar”

Didefinisikan sebagai usaha untuk memperoleh sebuah informasi,

ilmu, atau kepandaian.

• “Wayang”

Didefinisikan sebagai boneka tiruan yang terbuat dari pahatan

kulit, kayu, dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk

memerankan tokoh di pertunjukkan drama tradisional, dimainkan oleh

seseorang yang disebut dalang.

• “Potehi”

Didefinisikan sebagai nama wayang khas Tionghoa yang berasal

dari Cina bagian Selatan yang telah di-Indonesiakan (kata asal:

Budaixi). Wayang Potehi berarti wayang boneka dari kantung kain.

1.7. Metode Perancangan

1.7.1. Data yang Dibutuhkan

1.7.1.1. Data Primer:

• Wawancara

1.7.1.2. Data Sekunder:

• Referensi literatur

Page 7: 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · para dewa. Legenda menyebutkan bahwa dahulu kala wayang Potehi sering dimainkan di kerajaan sebagai hiburan favorit Kaisar setiap hari

Universitas Kristen Petra 7

• Internet

1.7.2. Metode Pengumpulan Data

• Metode Kepustakaan

Metode ini merupakan teknik observasi secara tidak

langsung yang mengkaji informasi melalui media cetak atau media

elektronik. Media cetak seperti buku, majalah, koran, dan lain-lain,

sedangkan media elektronik seperti internet dari dunia maya. Pada

umumnya berupa foto, video, gambar, ilustrasi, serta artikel.

• Wawancara Terstruktur:

Mengumpulkan data dengan cara berkomunikasi langsung

dengan responden. Metode wawancara ini menggunakan daftar

pertanyaan yang telah disusun secara sistematis.

1.7.3. Alat Pengumpulan Data

• Kamera

• Laptop

• Buku catatan

1.8. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan

metode 5W+1H. Metode deskriptif kualitatif adalah metode dimana

penelitian yang dilakukan tidak mencari atau menjelaskan hubungan dan

tidak menguji hipotesa maupun membuat prediksi, tetapi menggunakan

data-data berupa kalimat lisan maupun tulisan, fenomena, peristiwa,

pengetahuan, dan objek studi. Diutarakan Rakhmat, metode penelitian

deskriptif timbul karena suatu peristiwa menarik minat peneliti, tetapi belum

ada kerangka teoritis untuk menjelaskannya. (24)

Metode 5W + 1H:

• Who (Siapa):

Siapa pelaku Wayang Potehi, dan juga siapa yang menjadi

sasaran pertunjukan Wayang Potehi?

Page 8: 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · para dewa. Legenda menyebutkan bahwa dahulu kala wayang Potehi sering dimainkan di kerajaan sebagai hiburan favorit Kaisar setiap hari

Universitas Kristen Petra 8

• What (Apa):

Apa yang terjadi pada Wayang Potehi akhir-akhir ini?

• When (Kapan):

Sejak kapan masalah kurangnya minat kaum muda terhadap

Wayang Potehi mulai muncul?

• Where (Dimana):

Dimana perilaku kurangnya minat kaum muda ini sering

ditemui?

• Why (Mengapa):

Mengapa kurangnya minat kaum muda terhadap Wayang

Potehi ini dapat terjadi?

• How (Bagaimana):

Bagaimana kurangnya minat kaum muda terhadap Wayang

Potehi ini bisa terjadi?

1.9. Konsep Perancangan

Berdasarkan analisis dan kajian tentang media interaktif di atas, maka

diusulkan sebuah perancangan yang menggabungkan antara media interaktif yang

dengan media konvensional, yang mana disebut sebagai Cross Communication

Media. Penggabungan dua media dengan jenis yang berbeda ini berfungsi sebagai

skenario untuk menggerakkan audiens. Media-media tersebut dipilih karena

kekurangan media conventional dapat ditutupi dengan kelebihan media

unconventional, begitu juga sebaliknya.

Page 9: 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · para dewa. Legenda menyebutkan bahwa dahulu kala wayang Potehi sering dimainkan di kerajaan sebagai hiburan favorit Kaisar setiap hari

Universitas Kristen Petra 9

1.10. Skematika Perancangan

Gambar 1.1. Skematika Perancangan.