1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP8692-fc63365b9afullabstract.pdf · Fakultas Psikologi...
-
Upload
nguyencong -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
Transcript of 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP8692-fc63365b9afullabstract.pdf · Fakultas Psikologi...
1 / 3
Table of Contents
No. Title Page
1 Studi Deskriptif Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi di SMP Negeri InklusiSe-Surabaya
1 - 8
2 Keterlibatan Orang Tua Dalam Pendidikan Anak Di TK Anak Ceria 9 - 17
3 Perbedaan Tingkat Ketergantungan Bermain Game Online Ditinjau dari PersepsiRemaja Terhadap Pola Asuh Orangtua
18 - 24
4 Hubungan antara Keyakinan Motivasional Orang Tua dengan Keterlibatan OrangTua dalam Pendidikan Anak Usia Dini di Taman Kanak-Kanak PKK KalijudanSurabaya
25 - 31
5 Pengaruh Kepercayaan Epistemologis Terhadap Kecenderungan untukLifelong Learning Pada Calon Guru
32 - 45
6 HUBUNGAN SIBLING RIVALRY DENGAN MOTIVASI BEERPRESTASI PADAREMAJA
46 - 56
7 Regulasi Emosi pada Wanita Dewasa Awal yang Ditolak Cintanya (Studi KasusPada Cinta Tak Terbalas)
57 - 62
8 Perbedaan Communication Privacy Management di Media Sosial Twitter padaRemaja dengan Tipe Kepribadian Extravert dan Introvert
65 - 70
9 Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Gaya Manajemen Konflik padawanita dewasa awal yang telah menikah
71 - 78
2 / 3
Vol. 4 - No. 1 / 2015-04TOC : 5, and page : 32 - 45
Pengaruh Kepercayaan Epistemologis Terhadap Kecenderungan untuk Lifelong Learning Pada Calon Guru
Pengaruh Kepercayaan Epistemologis Terhadap Kecenderungan untuk Lifelong Learning Pada Calon Guru
Author :Riskyana Wulandari |Fakultas PsikologiTino Leonardi |Fakultas Psikologi
Abstract
Penelitian ini berfokus pada pentingnya karakteristik lifelong learner pada guru, terutama ketika mereka menjalaniprogram pendidikan guru (calon guru). Salah satu faktor yang sangat penting dalam memprediksi kecenderungan untuklifelong learning ini adalah kepercayaan epistemologis. Terdapat 102 mahasiswa S1 ilmu pendidikan yang telah mengisikuesioner kepercayaan epistemologis dan kecenderungan untuk lifelong learning dalam penelitian ini. Teknik analisisdata yang digunakan adalah multiregresi dengan program statistik SPSS 16 for windows. Hasil penelitian menunjukkanbahwa kepercayaan epistemologis berpengaruh secara signifikan terhadap kecenderungan untuk lifelong learning (tarafsignifikansi p ≤ 0,05). Faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh adalah structure of knowledge, justification ofknowledge, dan speed of learning. Koefisien beta yang diperoleh menunjukkan nilai negatif (-) yang berarti setiapkenaikan pada ketiga prediktor kepercayaan epistemologis ini (menunjukkan kepercayaan naif) akan menurunkankecenderungan untuk lifelong learning seseorang.
Keyword : kepercayaan, epistemologis, lifelong, learning, calon, guru,
Daftar Pustaka :1. Pallant, J, (2011). SPSS survival manual: A step by step guide to data analysis using SPSS (4th edition). Australia :Allen & Unwin
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
3 / 3
32
Pengaruh Kepercayaan Epistemologis Terhadap Kecenderungan untuk Lifelong Learning Pada Calon Guru
Riskyana Wulandari
Tino Leonardi
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Abstract.
This research focusses on the importance of lifelong learner characteristics in teachers, especially when they
undergo teacher education (preservice teacher). One important factor that predicts the involvement in
lifelong learning is epistemological beliefs. There are 102 students who undergo a bachelor degree of
education that completed the epistemological beliefs and lifelong learning tendency scales in this study.
Then the data is analyzed by multiregression technique using statistical program SPSS 16 for windows. The
results showed that epistemological beliefs significantly predicted the tendency for lifelong learning on
preservice teacher (p value ≤ 0,05). The factors that significantly contributed to the model are structure of
knowledge, justification of knowledge, and speed of learning. The value of the beta coefficients is negative (-)
which means that any rise within these three predictors (indicates naive beliefs) would influence for the
lower tendency for lifelong learning.
Keywords: epistemological beliefs, lifelong learning, preservice teacher
Abstrak. Penelitian ini berfokus pada pentingnya karakteristik lifelong learner pada guru, terutama
ketika mereka menjalani program pendidikan guru (calon guru). Salah satu faktor yang sangat penting
dalam memprediksi kecenderungan untuk lifelong learning ini adalah kepercayaan epistemologis.
Terdapat 102 mahasiswa S1 ilmu pendidikan yang telah mengisi kuesioner kepercayaan epistemologis dan
kecenderungan untuk lifelong learning dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah
multiregresi dengan program statistik SPSS 16 for windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kepercayaan epistemologis berpengaruh secara signifikan terhadap kecenderungan untuk lifelong
learning (taraf signifikansi p ≤ 0,05). Faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh adalah structure of
knowledge, justification of knowledge, dan speed of learning. Koefisien beta yang diperoleh menunjukkan
nilai negatif (-) yang berarti setiap kenaikan pada ketiga prediktor kepercayaan epistemologis ini
(menunjukkan kepercayaan naif) akan menurunkan kecenderungan untuk lifelong learning seseorang.
Kata kunci: kepercayaan epistemologis, lifelong learning, calon guru
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 2015
PENDAHULUAN
Guru yang berkualitas diyakini dapat mencetak
peserta didik yang berkualitas pula. Namun
berdasarkan skor PISA yang diperoleh dalam tiga
bidang mata pelajaran yang diuji, peserta didik
Indonesia memperoleh peringkat yang cukup
terbelakang, yaitu peringkat 63 dari 64 negara
untuk bidang matematika, peringkat 59 dari 64
negara untuk bidang membaca, dan peringkat 63
dari 64 negara untuk bidang sains (OECD, 2012-
2013). Rendahnya performa peserta didik
Indonesia ini lantas mengindikasikan kurang
memadainya kualitas mengajar di Indonesia.
Ternyata kualifikasi guru Indonesia juga
terbilang masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari
data statistik guru bahwa pada akhir tahun 2013
masih terdapat 1.034.080 guru yang belum sarjana
atau D-IV (“2015 belum sarjana, guru dijadikan
tenaga administrasi”, 2013). Padahal kualifikasi
akademik pengajar diyakini dapat berpengaruh
pada prestasi siswanya (Hammond, Berry, &
Thoreson, 2001).
Secara inputnya pun, calon guru yang diterima
di LPTK cenderung tidak dilandasi motivasi
menjadi guru (Azhar, 2011). Mahasiswa yang tidak
berhasil mencapai program studi yang
diinginkannya menjadikan LPTK sebagai
alternatif terakhir. Daripada kuliah di program
studi kependidikan, para siswa lulusan terbaik
lebih memilih untuk kuliah di prodi favorit. Para
lulusan yang nonkependidikan yang berminat
mengambil akta mengajar pun menurut Azhar
( 2 0 1 1 ) d i k a re n a k a n m e re k a ke s u l i t a n
mendapatkan profesi lain selain guru. Oleh karena
itu tidaklah mengherankan apabila mutu calon
guru yang diperoleh juga rendah.
Kualitas mahasiswa kependidikan belum
dapat dikatakan memuaskan. Hal ini bisa dilihat
dari penelitian-penelitian terhadap calon guru
yang telah dilakukan. Paidi dan Wilujeng (2008)
menyebutkan bahwa para calon guru MIPA dalam
penelitiannya masih belum menguasai beberapa
aspek dalam keterampilan proses sains. Kemudian
dalam penelitian Anwar, Rustaman, dan Widodo
(2012) disebutkan bahwa hanya lima dari dua
puluh dua calon guru biologi dalam penelitian
yang menunjukkan peningkatan paling baik
dalam penguasaan kemampuan subjek spesifik
pedagogi. Lalu dalam penelitian Sukasni, Karno
dan Wijayanto (2012), para mahasiswa prodi
kependidikan teknik mesin yang dijadikan subjek
penelitian menunjukkan minat membaca yang
kurang serta masih pasif dalam proses belajarnya.
Padahal minat membaca ini dibutuhkan agar
calon guru terdorong untuk mengembangkan
pengetahuan dan wawasannya melalui berbagai
sumber informasi.
Ulasan di atas menunjukkan bagaimana
permasalahan calon guru dalam proses
belajarnya. Padahal pengalaman belajar yang
dimiliki oleh calon guru selama pendidikan akan
sangat berpengaruh dalam penerapannya ketika
menjadi guru (Paidi & Wilujeng, 2008). Para
calon guru cenderung akan mengajar
sebagaimana mereka dulu diajar (Fadlan, 2010).
Oleh karena itu pemerintah seharusnya lebih
memperhatikan persiapan calon guru demi
menjawab permasalahan kualifikasi dan
profesionalisme guru. Persiapan semenjak masih
sebagai calon guru lebih dimungkinkan karena
mengubah metode mengajar guru yang telah
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 2015
33
Riskyana Wulandari & Tino Leonardi
(2012), para mahasiswa prodi kependidikan teknik
mesin yang dijadikan subjek penelitian
menunjukkan minat membaca yang kurang serta
masih pasif dalam proses belajarnya. Padahal
minat membaca ini dibutuhkan agar calon guru
terdorong untuk mengembangkan pengetahuan
dan wawasannya melalui berbagai sumber
informasi.
Ulasan di atas menunjukkan bagaimana
permasalahan calon guru dalam proses belajarnya.
Padahal pengalaman belajar yang dimiliki oleh
calon guru selama pendidikan akan sangat
berpengaruh dalam penerapannya ketika menjadi
guru (Paidi & Wilujeng, 2008). Para calon guru
cenderung akan mengajar sebagaimana mereka
dulu diajar (Fadlan, 2010). Oleh karena itu
pemerintah seharusnya lebih memperhatikan
pers iapan ca lon guru demi menjawab
permasalahan kualifikasi dan profesionalisme
guru. Persiapan semenjak masih sebagai calon
guru lebih dimungkinkan karena mengubah
metode mengajar guru yang telah berkiprah
puluhan tahun akan lebih sulit dilakukan (Fadlan,
2010). Jadi diperlukan persiapan sejak dini yaitu
dari calon guru atau mahasiswa pendidikan guru
(Paidi & Wilujeng, 2008; Fadlan, 2010).
Ambarita (2011) berargumen bahwa guru
Indonesia perlu didorong untuk mengembangkan
wawasan dan kompetensinya sesuai dengan
perkembangan yang ada. Lantas menarik untuk
diteliti di sini bagaimana para calon guru sebagai
individu yang terus belajar dan berkembang.
Lifelong learning adalah topik yang sangat
diperhatikan dalam dunia pendidikan. Lifelong
learning adalah pembelajaran yang bersifat
berkelanjutan dalam berbagai latar baik formal,
nonformal, maupun informal (Kirby, dkk., 2010).
Individu yang memiliki karakter lifelong learner
akan berperan secara aktif dalam proses belajarnya
serta senantiasa mengikuti ritme perubahan dan
perkembangan yang ada karakter ini sangat
dibutuhkan agar dapat menghadapi berbagai
tantangan perubahan di masa mendatang.
Profesi guru memang cenderung dikaitkan
dengan lifelong learning. Lifelong learning bahkan
tertuang dalam prinsip pekerjaan guru (Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen). Karakter lifelong learner
dibutuhkan untuk menjaga dan mengembangkan
pengetahuan profesional guru sehingga guru akan
senatiasa melakukan review dan memperbarui
pengetahuan serta keterampilannya (Day, 1999).
Selain itu guru juga diharapkan dapat memotivasi
para siswanya dengan menjadi model bagi mereka
untuk mengembangkan karakter lifelong learning
(Day, 1999). Arsal (2011) bahkan berpendapat
bahwa lifelong learning sebaiknya ditanamkan
pada calon guru semenjak mereka menempuh
SMA guna mendukung perkembangan personal
dan profesionalnya.
Terdapat beberapa faktor yang dapat
memengaruhi kecenderungan untuk lifelong
learning . Faktor-faktor tersebut adalah
pendekatan, belajar, kepercayaan epistemologis,
efikasi diri, openness to experience, dan change
readiness (Bath & Smith, 2009). Bath dan Smith
(2009) berargumen bahwa kepercayaan
epistemologis merupakan faktor yang paling
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 2015
34
Pengaruh Kepercayaan Epistemologis Terhadap Kecenderungan untuk Lifelong Learning Pada Calon Guru
efikasi diri, openness to experience, dan change
readiness (Bath & Smith, 2009). Bath dan Smith
(2009) berargumen bahwa kepercayaan
epistemologis merupakan faktor yang paling
penting dalam memprediksi lifelong learning.
Kepercayaan epistemologis adalah keyakinan atau
kepercayaan seseorang terhadap hakekat sifat
pengetahuan dan kepercayaan dalam belajar
(Schommer-Aikins, 2004). Faktor ini diyakini akan
memengaruhi seorang guru dalam konsep
mengajar dan pemilihan strategi mengajarnya
(Tanriverdi, 2012). Selain itu kepercayaan
epistemologis yang naif juga akan menjadi
penghalang dalam proses belajar seseorang dan
dapat memengaruhi performa akademik individu
tersebut menjadi buruk (Schommer, 1994).
Penelitian yang telah mengkaji kedua topik
ini adalah Bath dan Smith (2009). Bath dan Smith
(2009) menyimpulkan berdasarkan hasil
penelitiannya bahwa kepercayaan epistemologis
berpengaruh terhadap kecenderungan untuk
lifelong learning. Namun minimnya penelitian
kedua topik di Indonesia serta lemahnya
pengukuran lifelong learning dalam budaya yang
berbeda (Meerah, dkk., 2011) menunjukkan bahwa
masih diperlukan kajian yang lebih lanjut. Lantas
bagaimana pengaruh kepercayaan epistemologis
terhadap kecenderungan untuk lifelong learning
pada calon guru?
Calon Guru
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
online, arti kata calon dapat merujuk pada “orang
yang dididik dan dipersiapkan untuk menduduki
jabatan atau profesi tertentu, termasuk guru”.
Dalam penelitian pun, istilah calon guru atau
preservice teacher digunakan pada mahasiswa
yang menempuh program kependidikan (lihat
Arsal, 2011). Lantas dalam penelitian ini yang
dimaksud dengan calon guru adalah mahasiswa
kependidikan yang terdaftar dan menempuh
program kependidikannya di Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Lifelong Learning
Lifelong learning adalah kecenderungan
seseorang untuk melakukan pembelajaran secara
berkelanjutan dalam memperoleh pengetahuan
dan keterampilan pada latar formal, nonformal,
maupun informal. Untuk memahami lifelong
learning maka penting untuk melihat bagaimana
kecenderung seseorang sebagai seorang lifelong
learner (Meerah, dkk., 2011). Oleh karena itu
beberapa pengukuran terhadap lifelong learning
dilakukan dengan mengukur karakteristiknya
karena dianggap dapat memprediksi bagaimana
kecenderungan seseorang dalam lifelong learning
(lihat Bath & Smith, 2009; Kirby, dkk., 2010).
Penelitian ini menggunakan konsep karakteristik
lifelong learner yang dikemukakan oleh Medel-
Anonuevo, Ohsako, dan Mauch (2001). Berikut
adalah keempat karakterisitik yang disusun:
1) Pembelajar sebagai penjelajah dunia yang
aktif dan kreatif
2) Pembelajar sebagai agen yang reflektif
3) Pe m b e l a j a r s e b a g a i a ge n y a n g
beraktualisasi
4) Pembelajar sebagai pelaku integrasi
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 2015
35
Riskyana Wulandari & Tino Leonardi
dalam lifelong learning (lihat Bath & Smith, 2009;
Kirby, dkk., 2010). Penelitian ini menggunakan
konsep karakteristik lifelong learner yang
dikemukakan oleh Medel-Anonuevo, Ohsako, dan
Mauch (2001). Berikut adalah keempat
karakterisitik yang disusun:
1) Pembelajar sebagai penjelajah dunia yang
aktif dan kreatif
2) Pembelajar sebagai agen yang reflektif
3) Pe m b e l a j a r s e b a g a i a ge n y a n g
beraktualisasi
4) Pembelajar sebagai pelaku integrasi
pembelajaran
Kepercayaan Epistemologis
Berbeda dengan peneliti pendahulunya yang
menyebutkan kepercayaan epistemologis sebagai
konsep yang unidimensi (Perry dalam Schommer,
1990), Schommer (1990) berpendapat bahwa
untuk memahami kepercayaan epistemologis
secara kompleks maka konsep ini harus
dipandang sebagai konstruk yang multidimensi.
Multidimensi berarti seseorang dapat memiliki
kepercayaan yang sophisticated (maju) pada
dimensi tertentu namun tidak pada dimensi
lainnya. Kepercayaan yang sophisticated pada
d i m e n s i - d i m e n s i d a l a m k e p e r c a y a a n
epistemologis pun telah terbukti berkontribusi
dalam berbagai aspek pembelajaran (Schommer,
1990; Schommer, 1993b).
S c h o m m e r - A i k i n s ( 2 0 0 4 )
mengkonseptualisasi kepercayaan epistemologis
ke dalam kepercayaan akan pengetahuan dan
kepercayaan dalam belajar. Berikut penjelasannya
(Walter, 2009; Seales, 2011):
a) Kepercayaan akan pengetahuan
1) Source of knowledge, ditandai dengan
kepercayaan naif yang percaya bahwa
pengetahuan bersifat diturunkan
d a r i p i h a k a h l i h i n g g a
berkepercayaan sophisticated yang
yakin bahwa pengetahuan dapat
ditemukan dan dibangun oleh
siapapun melalui proses interaksi dan
nalar.
2) Justification of knowledge, ditandai
dengan kepercayaan naif yang
meyakini bahwa pengetahuan
bersifat pasti dan tidak akan berubah,
sedangkan kepercayaan sophisticated
berkeyakinan bahwa pengetahuan
dapat berkembang dan berubah
seiring waktu.
3) Structure of knowledge, ditandai
dengan kepercayaan naif yang
percaya bahwa pengetahuan bersifat
terpisah satu sama lain hingga
berkepercayaan sophisticated yang
yakin bahwa pengetahuan bersifat
kompleks dan saling berhubungan
satu sama lain.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 201536
Pengaruh Kepercayaan Epistemologis Terhadap Kecenderungan untuk Lifelong Learning Pada Calon Guru
b) Kepercayaan dalam belajar
1) Control of learning, ditandai dengan
kepercayaan naif yang meyakini
bahwa kemampuan belajar telah
ditentukan sejak lahir, sedangkan
kepercayaan sophisticated yakin
bahwa kemampuan belajar dapat
berkembang jika berusaha.
2) Speed of learning, ditandai dengan
kepercayaan naif yang percaya bahwa
proses belajar dapat terjadi dengan
cepat hingga berkeyakinan bahwa
belajar membutuhkan waktu dalam
memahaminya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian dengan
pendekatan kuantitatif dengan tujuan penelitian
eksplanatoris. Subjek dalam penelitian ini adalah
102 mahasiswa kependidikan dengan jumlah 32
laki-laki dan 70 perempuan. Mahasiswa subjek
penelitian berasal dari UNIPA dan UNESA dengan
latar belakang prodi ilmu pendidikan yang
bervariasi. Subjek terdiri dari angkatan 2010 (n =
16), 2011 (n = 40), 2012 (n = 24), dan 2013 (n = 22).
Kemudian jika dilihat dari usianya, subjek terdiri
dari kelompok usia ≤ 19 tahun (n = 23), 20 tahun (n =
24), 21 tahun (n = 28), dan ≥ 22 tahun (n = 27).
Penelitian ini menggunakan metode survei
dalam pengumpulan datanya. Terdapat dua skala
yang digunakan, yaitu skala kepercayaan
epistemologis dan skala kecenderungan untuk
lifelong learning. Kedua skala ini dikembangkan
oleh penulis berdasarkan teori kepercayaan
epistemologis dari Schommer-Aikins (2004) dan
teori karakteristik lifelong learner dari Medel-
Anoneuvo, Ohsako, dan Mauch (2001). Skala
kepercayaan epistemologis dalam penelitian ini
mengukur kepercayaan naif sehingga semakin
rendah nilai yang diperoleh maka akan semakin
bagus (menunjukkan kepercayaan epistemologis
yang sophisticated).
Penelitian dilakukan secara langsung dengan
pengisian kuesioner secara manual. Penulis
ditemani oleh satu orang asisten melakukan
pengambilan data di kawasan gedung FIP UNESA
dan UNIPA. Penulis juga memastikan terlebih
dahulu bahwa calon responden merupakan
mahasiswa kependidikan dan inform consent
dilakukan secara lisan.
Kemudian untuk teknik analisis data yang
digunakan adalah multiregresi. Teknik ini
digunakan untuk menguji pengaruh setiap faktor
k e p e r c a y a a n e p i s t e m o l o g i s t e r h a d a p
kecenderungan untuk lifelong learning. Asumsi
dasar yang harus dipenuhi untuk melakukan
multiregresi adalah asumsi normalitas, asumsi
mulitkolinieritas, dan asumsi homoeksedasitas
(Pallant, 2011). Uji statistik dilakukan dengan
menggunakan program bantu SPSS 16 for windows.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 2015
37
Riskyana Wulandari & Tino Leonardi
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 1 : Deskripsi Sebaran Data Subjek
Dari hasil tabel 1 diketahui bahwa subjek dalam penelitian banyak tersebar dalam kategori sedang
berdasarkan lifelong learning, source of knowledge, justification of knowlegde, structure of knowledge, dan
control of learning. Namun untuk prediktor speed of learning, subjek banyak tersebar dalam kategori yang
rendah yang berarti kepercayaan yang cenderung sophisticated.
Tabel 2 : Korelasi Pearson Antar Variabel
Hasil pada tabel 2 menunjukkan bahwa kelima prediktor kepercayaan epistemologis berkorelasi
secara signifikan dengan lifelong learning. Jika dilihat dari besar nilai koefisien korelasinya maka
diketahui bahwa prediktor source of knowledge, justification of knowledge, dan control of learning dengan
lifelong learning termasuk dalam hubungan negatif yang sedang, sedangkan korelasi prediktor structure
of knowledge dan speed of learning dengan lifelong learning termasuk ke dalam hubungan negatif yang
mantap.
6 °≤©°¢• ̈0•≤≥•Æ¥°≥• Χط Ψ
. 34 4 3 2 32
, ©¶•¨ØÆß , •°≤Æ©Æß Ẅ�¤ ¤¤Ẅ�� ��Ẅ�� ��Ẅ�� �Ẅ�� ��¤ 3ص≤£• ض +ÆØ∑ •̈§ß• �Ẅ�� �Ẅ� ��Ẅ�� ��Ẅ�� Ẅ�¤ ��¤ *µ≥¥©¶©£°¥©ØÆ Ø¶ +ÆØ∑ •̈§ß• �Ẅ�� ¤�Ẅ�� ��Ẅ�� ��Ẅ�� �Ẅ�� ��¤ 3¥≤µ£¥µre of Knowledge �Ẅ�� ¤�Ẅ�� �Ẅ¤� ¤�Ẅ�� �Ẅ�¤ ��¤ # ØÆ¥≤Ø̈ ض , •°≤Æ©Æß �Ẅ�� �Ẅ�� ��Ẅ�� ¤�Ẅ�� �Ẅ�� ��¤ 3∞•• § ض , •°≤Æ©Æß Ẅ�¤ ¤�Ẅ�� ¤�Ẅ�� ��Ẅ¤� �Ẅ�� ��¤ + •¥•≤°Æß°Æỳ ST= Sangat Tinggi; T= Tinggi; S= Sedang; R= Rendah; SR= Sangat Rendah; N= Jumlah Subjek
Y◘ʼnś▄Ăℓ╜ ي ي ى ى و و ] و ╜źś▄◘■┼ [ śĂʼn■╜■┼ ھھھو ĵ◘} و ʼnľś ◘ź Y■◘Ŏ▄śŕ┼ś �0,391* ھھھو Wĵ ى ℓĊ╜ź╜ľ ĂĊ╜◘■ ◘ź Y■◘Ŏ▄śŕ┼ś �0,470* ھھىھ ھھھو Ċʼnĵ} ى ľĊĵ ʼnś ◘ź Y■◘Ŏ▄śŕ┼ś �0,624* یىوھ یووھ ھھھو / ي ◘■Ċʼn◘▄ ◘ź [śĂʼn■╜■┼ �0,467* یىھ یىھ ىوىھ و ھھھو و śśŕ♫} ي ◘ź [ śĂʼn■╜■┼ �0,571* یوھ یوىھ وووھ ي ھھىھ ھھھو Ǜℓ╜┼■╜ź╜╫Ă■ℓ╜ Ỹǃ -tailed) p = 0,05
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 2015
38
Pengaruh Kepercayaan Epistemologis Terhadap Kecenderungan untuk Lifelong Learning Pada Calon Guru
Tabel 3 : Besar Kontribusi Variabel Independen terhadap Dependen
2 Dari tabel 3 di atas diperoleh nilai R (R Square) sebesar 0,600. Nilai ini jika diterjemahkan dalam
persentase (dikalikan dengan 100) maka hasilnya adalah 60% yang berarti bahwa variasi dalam variabel
kepercayaan epistemologis berpengaruh terhadap lifelong learning sebesar 60%, sedangkan 40% lainnya
dipengaruhi oleh variabel selain kepercayaan epistemologis.
Tabel 4 : Model Uji Multiregresi
Kemudian jika meninjau tabel 4 di atas maka dapat disimpulkan bahwa model multiregresi dalam
penelitian ini adalah signifikan (p = 0,000 dengan taraf signifikansi p ≤ 0,05). Hal ini berarti kepercayaan
epistemologis secara signifikan berpengaruh terhadap kecenderungan untuk lifelong learning.
Selain itu penulis juga menganalisis prediktor manakah yang berpengaruh terhadap kepercayaan
epistemologis dan bagaimana besaran kontribusinya. Berdasarkan nilai beta standardized coefficents
yang diperoleh, prediktor structure of knowledge secara signifikan berkontribusi paling besar yaitu -0,397
dengan nilai signifikansi 0,000 (taraf signifikansi p ≤ 0,05). Hal ini berarti structure of knowledge memiliki
kontribusi terbesar terhadap kecenderungan untuk lifelong learning apabila prediktor lainnya dikontrol.
Kemudian speed of learning menunjukkan koefisien beta sedikit lebih rendah yaitu -0,303 dengan nilai
signifikansi 0,000 (taraf signifikansi p ≤ 0,05). Lalu justification of knowledge dengan koefisien beta -0,255
dan nilai signifikansi 0,001 (taraf signifikansi p ≤ 0,05). Jadi prediktor yang berpengaruh secara signifikan
adalah structure of knowledge, speed of learning dan justification of knowledge.
Apabila hendak menghitung besaran ketiga prediktor ini secara persentase maka yang
perlu dilakukan adalah menghitung nilai kuadrat dari koefisien part correlation masing-
masing prediktor (Pallant, 2011). Dari hasil analisis diperoleh bahwa structure of knowledge
memiliki nilai part correlation sebesar -0,347 yang menunjukkan kontribusi prediktor ini
R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
0,775a 0,600 0,579 12,311
a. Predictors: (Constant), Source of Knowledge, Justification of Knowledge, Structure of Knowledge, Control of Learning, Speed of Learning b. Dependent Variable: Lifelong Learning
a ◘ŕś▄ { ĵ ▓ ◘ź Squares
5 f a śĂ■ Square
C { ╜┼
wś┼ʼnśℓℓion وResidual Total
Total
یوو یيى آلو14550,700 36386,520
ي96 101
یيىى ىيو151,570
یىو ھھھھ ىو a
ĂỐ Predictors: (Constant), Source of Knowledge, Justification of Knowledge, { Ċʼnĵ ľĊĵ ʼnś ◘ź Y ■◘Ŏ▄śŕ ┼śọ / ◘■Ċʼn◘▄ ◘ź [ śĂʼn■╜■┼ọ { ♫śśŕ ◘ź [ śĂʼn■ing b. Dependent Variable: Lifelong Learning
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 2015
39
Riskyana Wulandari & Tino Leonardi
justification of knowledge.
Apabila hendak menghitung besaran ketiga
prediktor ini secara persentase maka yang perlu
dilakukan adalah menghitung nilai kuadrat dari
koefisien part correlation masing-masing
prediktor (Pallant, 2011). Dari hasil analisis
diperoleh bahwa structure of knowledge memiliki
nilai part correlation sebesar -0,347 yang
menunjukkan kontribusi prediktor ini sebesar 12%
terhadap lifelong learning. Kemudian disusul
prediktor speed of learning dengan koefisien part
correlation sebesar -0,262 dan justification of
knowledge dengan koefisien part correlation
sebesar -0,222, yang secara berturut-turut berarti
kontribusi terhadap lifelong learning sebesar
6,86% dan 4,9%
PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
kepercayaan epistemologis berpengaruh secara
signifikan terhadap kecenderungan untuk lifelong
learning dengan prediktor structure of knowledge,
justification of knowledge dan speed of learning.
Koefisien beta tiap prediktor bernilai negatif (-)
yang berarti semakin rendah nilai yang diperoleh
pada ketiga prediktor tersebut maka akan semakin
meningkatkan nilai untuk lifelong learning. Perlu
diingat bahwa skala kepercayaan epistemologis
dalam penelitian ini mengukur kepercayaan naif.
Oleh karena itu hasil analisis ini dapat dijelaskan
bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan naifnya
maka akan semakin rendah kecenderungannya
untuk lifelong learning. Kemudian sebaliknya, jika
semakin rendah tingkat kepercayaan naifnya
(menunjukkan kepercayaan sophisticated yang
t i n g g i ) m a k a a k a n s e m a k i n t i n g g i
kecenderungannya untuk lifelong learning.
S e c a r a ke s e l u r u h a n , ke p e r c a y a a n
epistemologis berpengaruh terhadap lifelong
learning sebesar 60%. Apabila ditinjau
berdasarkan tiap prediktor, structure of knowledge
berkontribusi paling besar yaitu senilai 12%,
kemudian speed of learning senilai 6,86% dan
terendah adalah justification of knowledge senilai
4,9%.
Hasil dalam penelitian ini sesuai secara
ko n s e p te o r e t i s d i m a n a ke p e r c ay a a n
epiestemologis berpengaruh terhadap proses
belajar seseorang (Schommer, 1990; 1993b; 1994).
Kepercayaan structure of knowledge berpengaruh
paling besar bisa jadi dikarenakan kesesuaiannya
dengan salah satu karakteristik lifelong learner
yaitu pembelajar sebagai pelaku integrasi
pembelajaran. Structure of knowledge mendukung
lifelong learning melalui kepercayaannya bahwa
pengetahuan saling berhubungan satu sama lain
sehingga diharapkan individu tersebut lebih dapat
mengaitkan berbagai pemahaman dan ilmu yang
dimilikinya bahkan secara lintas ilmu maupun
dalam pengaplikasiannya. Kemudian prediktor
speed of learning tampak mendukung lifelong
learning secara keseluruhan karena diharapkan
individu dengan kepercayaan ini akan
memandang bahwa proses belajar bersifat
bertahap dan membutuhkan waktu yang cukup
sehingga ia akan terdorong untuk belajar
sepanjang hidup dan tidak menyerah ketika
menghadapi suatu kesulitan dalam belajar. Lalu
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 2015
40
Pengaruh Kepercayaan Epistemologis Terhadap Kecenderungan untuk Lifelong Learning Pada Calon Guru
learning tampak mendukung lifelong learning
secara keseluruhan karena diharapkan individu
dengan kepercayaan ini akan memandang bahwa
p ro s e s b e l a j a r b e r s i f a t b e r t a h a p d a n
membutuhkan waktu yang cukup sehingga ia akan
terdorong untuk belajar sepanjang hidup dan
tidak menyerah ketika menghadapi suatu
kesulitan dalam belajar. Lalu untuk prediktor
justification of knowledge tampaknya mendukung
salah satu karakteristik lifelong learner yaitu
pembelajar sebagai penjelajah dunia yang aktif
dan kreatif. Kepercayaan ini diindikasi dapat
mendorong seseorang untuk berperan lebih aktif
dengan memandang bahwa pengetahuan tidak
bersifat pasti sehingga akan menguji pengetahuan
dengan lingkungannya serta berusaha mencoba
menemukan berbagai cara atau metode baru
dalam menyelesaikan masalah.
Selain itu, penelitian ini juga sesuai dengan
penelitian pendahulunya yaitu Bath dan Smith
(2009). Penelitian di sini lantas memperkuat
pernyataan bahwa kepercayaan epistemologis
merupakan prediktor yang penting terhadap
kecenderungan untuk lifelong learning. Namun
terdapat pula perbedaan dengan Bath dan Smith
(2009) terkait faktor yang berpengaruh. Di dalam
penelitian Bath dan Smith (2009) faktor yang
berpengaruh adalah justification of knowledge,
structure of knowledge, dan control of learning.
Pada penelitian ini, control of learning tidak
menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap
kecenderungan untuk lifelong learning (nilai
signifikansi 0,481, lebih besar daripada taraf
signifikansi p ≤ 0,05). Menurut Debacker, dkk.,
(2008), kepercayaan epistemologis memang
cukup bermasalah ketika diuji dalam berbagai
penelitian lain seperti gagal memunculkan faktor
atau faktor yang gugur dalam analisis faktor dapat
berbeda-beda. Penel i t ian Chan (2003)
memberikan gambaran mengenai penelitian yang
memunculkan faktor baru ketika dianalisis faktor,
yaitu keyakinan akan usaha. Munculnya faktor
keyakinan akan usaha tersebut menurut Chan
(2003) dikarenakan adanya pengaruh budaya Cina
atas ajaran Confucius. Lantas munculnya faktor
speed of learning secara signifikan dan bahkan
kecenderungan subjek untuk banyak tersebar di
kategori rendah (berarti kepercayaan yang
sophisticated) dalam prediktor ini dikarenakan
adanya faktor budaya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh antara kepercayaan
epistemologis terhadap kecenderungan untuk
lifelong learning. Secara lebih rinci, prediktor
dalam kepercayaan epistemologis yang
berpengaruh terhadap lifelong learning adalah
structure of knowledge, justification of knowledge
dan speed of learning . Nilai pengaruh
menunjukkan negatif yang berarti bahwa semakin
tinggi nilai yang diperoleh pada ketiga prediktor
(menunjukkan kepercayaan naif) maka akan
semakin rendah kecenderungan seseorang untuk
lifelong learning. Kemudian sebaliknya, semakin
rendah nilai yang diperoleh pada ketiga prediktor
(menunjukkan kepercayaan sophisticated) maka
41Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 2015
Riskyana Wulandari & Tino Leonardi
learning. Nilai pengaruh menunjukkan negatif
yang berarti bahwa semakin tinggi nilai yang
diperoleh pada ketiga prediktor (menunjukkan
kepercayaan naif) maka akan semakin rendah
kecenderungan seseorang untuk lifelong
learning. Kemudian sebaliknya, semakin rendah
nilai yang diperoleh pada ketiga prediktor
(menunjukkan kepercayaan sophisticated) maka
akan semakin tinggi kecenderungan seseorang
untuk lifelong learning.
PUSTAKA ACUAN2015 belum sarjana, guru dijadikan tenaga
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 201542
Pengaruh Kepercayaan Epistemologis Terhadap Kecenderungan untuk Lifelong Learning Pada Calon Guru
administrasi, (2013, Juli 26). Jpnn.com Jaringan Berita Terluas di Indonesia [on-line]. Diakses
pada tanggal 14 Juni 2014 dari http://www.jpnn.com/read/2013/07/26/183682/2015-Belum-
Sarjana,-Guru-Dijadikan-Tenaga-Administrasi-#.
Ambarita, B. (2011). Upaya peningkatan sikap profesional guru melalui peningkatan kebiasaan membaca. Cakrawala Pendidikan, 30(2), 314-325.
Anwar, Y., Rustaman, N.Y., & Widodo, A. (2012). Kemampuan subject specific pedagogy calon guru
biologi peserta program pendidikan profesional guru (PPG) yang berlatar belakang basic sains
pra dan post workshop. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 1(2), 157-162.
Arsal, Z. (2011). Lifelong learning tendencies of the prospective teachers in the Bologna process in Turkey. ATEE Annual Conference 2011 Riga: Teachers' Life-cycle from Initial Teacher Education to Experienced Professional (hal. 496-509). Riga: Latvia University.
Bath, D., & Smith, C. (2009). The relationship between epistemological beliefs and the propensity for lifelong learning. Studies in Continuing Education, 31(2), 173-189.
Chan, K. (2003). Preservice teachers' epistemological beliefs and conceptions about teaching and learning: Cultural implications for research in teacher education. NZARE AARE Conference 2003 (hal. 1-13). Auckland: Australian Association for Research in Education.
Day, C. (1999). Developing teachers: The challenges of lifelong learning. Bristol: Falmer Press.
DeBacker, T.K., Crowson, H.M., Beesley, A.D., Thoma, S.J., & Hestevold, N. (2008). The challenges of measuring epistemic beliefs: An analysis of three self-report instruments. Journal of Experimental Education, 76(3), 281-312.
Fadlan, A. (2010). Strategi peningkatan keterampilan calon guru dalam menerapkan pembelajaran aktif melalui MEI (modelling, engaging, and integrating). Jurnal Kependidikan Dasar, 1(1), 22-32.
Kirby, J., Knapper, C., Lamon, P., & Egnatoff, W. (2010). Development of a scale to measure lifelong learning. International Journal of Lifelong Education, 29(3), 291-302.
Medel-Anonuevo, C., Ohsako, T., & Mauch, W. (2001). Revisiting lifelong learning for the 21st century. Philippines: UNESCO Institute for Education.
Meerah, T., Lian, D., Osman, K., Zakaria, E., Iksan, Z., & Soh, T. (2011). Measuring life-long learning in the Malaysian institute of higher learning context. Procedia Social and Behavioral Science, 18, 560-564.
OECD. (2012-2013). Indonesia student performance (PISA 2012). OECD [on-line]. Diakses pada tanggal 9 Juni 2014 dari http://gpseducation.oecd.org/ CountryProfile?primaryCountry=IDN&treshold=10&topic=PI.
Paidi, I M.S., & Wilujeng, I. (2008). Peningkatan kemampuan calon guru MIPA mengembangkan kerja
ilmiah (scientific process) dalam pengajaran mikro, menuju terbentuknya guru pemula bidang
IPA yang kompeten. Diakses pada tanggal 10 Juni 2014 dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/ Keterampilan%20Proses%20Sains-
Paidi%20UNY%20dkk.pdf.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 2015
43
Riskyana Wulandari & Tino Leonardi
Pallant, J. (2011). SPSS survival manual: A step by step guide to data analysis using SPSS (4th edition). Australia: Allen & Unwin.
Schommer, M. (1990). Effects of beliefs about the nature of knowledge on comprehension. Journal of Educational Psychology, 82(3), 498-504.
Schommer, M. (1993b). Epistemological development and academic performance among secondary
students. Journal of Educational Psychology, 85(3), 406-411.
Kependidikan Dasar, 1(1), 22-32.
Hammond, L., Berry, B., & Thoreson, A. (2001). Does teacher certification matter? Evaluating the
evidence. Educational Evaluation and Policy Analysis, 23(1), 57-77.
Kirby, J., Knapper, C., Lamon, P., & Egnatoff, W. (2010). Development of a scale to measure lifelong learning. International Journal of Lifelong Education, 29(3), 291-302.
Medel-Anonuevo, C., Ohsako, T., & Mauch, W. (2001). Revisiting lifelong learning for the 21st century. Philippines: UNESCO Institute for Education.
Meerah, T., Lian, D., Osman, K., Zakaria, E., Iksan, Z., & Soh, T. (2011). Measuring life-long learning in the Malaysian institute of higher learning context. Procedia Social and Behavioral Science, 18, 560-564.
OECD. (2012-2013). Indonesia student performance (PISA 2012). OECD [on-line]. Diakses pada tanggal 9 Juni 2014 dari http://gpseducation.oecd.org/ CountryProfile?primaryCountry=IDN&treshold=10&topic=PI.
Paidi, I M.S., & Wilujeng, I. (2008). Peningkatan kemampuan calon guru MIPA mengembangkan kerja
ilmiah (scientific process) dalam pengajaran mikro, menuju terbentuknya guru pemula bidang
IPA yang kompeten. Diakses pada tanggal 10 Juni 2014 dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/ Keterampilan%20Proses%20Sains-
Paidi%20UNY%20dkk.pdf.
Pallant, J. (2011). SPSS survival manual: A step by step guide to data analysis using SPSS (4th edition). Australia: Allen & Unwin.
Schommer, M. (1990). Effects of beliefs about the nature of knowledge on comprehension. Journal of Educational Psychology, 82(3), 498-504.
Schommer, M. (1993b). Epistemological development and academic performance among secondary
students. Journal of Educational Psychology, 85(3), 406-411.
Schommer, M. (1994). Synthesizing epistemological belief research: Tentative understandings and
provocative confusions. Educational Psychology Review, 6(4), 293 - 319.
Schommer-Aikins. (2004). Explaining the epistemological belief system: Introducing the embedded systemic model and coordinated research approach. Educational Psychologist, 39(1), 19-29.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 201544
Pengaruh Kepercayaan Epistemologis Terhadap Kecenderungan untuk Lifelong Learning Pada Calon GuruPengaruh Kepercayaan Epistemologis Terhadap Kecenderungan untuk Lifelong Learning Pada Calon Guru
Seales, S. (2011). Epistemological beliefs of administrators: A comparisons of beliefs and actions of elementary amd secondary school leaders. Disertasi. University of Alabama, Alabama.
Sukasni, N.S., Karno, M.W., & Wijayanto, D.S. (2012). Hubungan antara motivasi belajar dan prestasi belajar dengan minat menjadi guru mahasiswa PTM JPTK FKIP UNS Surakarta tahun akademik 2011/2012. Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Mesin, 1(2), 1-16.
Tanriverdi, B. (2012). Pre-service teachers' epistemological beliefs and approaches to learning. Social and Behavioral Sciences, 46, 2635-2642.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Walter, B. (2009). Epistemological beliefs: Differences among educators. Tesis. Wichita State University, Kansas.
45Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVolume. 4, No. 1, April 2015
Riskyana Wulandari & Tino Leonardi