09 Wetland Restoration Plan
-
Upload
fitryasari-rahmawati -
Category
Documents
-
view
224 -
download
0
Transcript of 09 Wetland Restoration Plan
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
1/64
9RENCANA RESTORASI
LAHAN RAWA
Wetland Restoration Plan
Hairul BasriProgram Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Unsyiah,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh,
Indonesia 23111, [email protected]
Ahmad Reza KasuriProgram Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsyiah,Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh,
Indonesia 23111, [email protected]
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
h b h (wetlands) d l h l h t k i t li ti di b i
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
2/64
ahan basah (wetlands) adalah salah satu ekosistem yang paling penting di bumi
3
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Namun, fungsi hidrologi lahan rawa tersebut terus menurun seiring dengan semakin
meningkatnya tuntutan ekonomi akan lahan yang memacu alih fungsi lahan lahan rawamenjadi lahan budidaya.
Hutan Rawa Bergambut di Kawasan Rawa Tripa (Tripa Peat Swamp Forest = TPSF)
terdapat di Provinsi Aceh atau tepatnya di Kecamatan Darul Makmur (Kabupaten Nagan
Raya) dan Kecamatan Babahrot (Kabupaten Aceh Barat Daya).Ditinjau dari segi
pengelolaan wilayah sungai, kawasan Rawa Tripa terletak di hilir Wilayah Sungai
(WS)Tripa –Batee. Kondisi hidro-klimatologi Rawa Tripa sangat dipengaruhi oleh kondisi
sungai-sungai yang mengalir melalui rawa dan Samudera Hindia. Imbuhan air kedalamsistem rawa sangat dipengaruhi oleh over bank flow banjir di sungai-sungai tersebut dan
imbuhan akibat air hujan. Rawa gambut memiliki peran penting sebagai pengatur
hidrologi karena berfungsi sebagai daerah penangkap air pada saat banjir dan kemudian
melepaskannya secara perlahan pada saat musim kering.
Endapan sedimen di areal TPSF umumnya terletak pada daerah rendah yang relatif datar
dengan aliran sungai-sungai melalui rawa Tripa memiliki pola meander. Mata air sungai-
sungai ini sebagian besar bersumber dari daerah bukan gambut yang berada jauh di
hulu. Sedangkan sumber air lainnya berasal dari kubah gambut yang mengalir melalui
saluran-saluran alam atau buatan menuju sungai utama. Pola aliran alam yang ada di
TPSF merupakan pola radial. Sedangkan saluran buatan yang dibangun untuk
kepentingan perkebunan sawit dan memiliki kemampuan drainase yang besar.
Di samping areal TPSF merupakan ekosistem air yang sangat penting sebagai pengatur
hidrologi, Rawa Tripa juga mempunyai keanekaragaman hayati yang relatif tinggi.
Terdapat aneka biotik dan non-biotik yang merupakan plasma nuftah endemik kawasan
ini Beberapa hewan dan tumbuhan yang ada di kawasan ini telah lama dimanfaatkan
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
3/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 311
ekologi suatu ekosistem yang rusak termasuk berbagai variabel keragaman hayati
penting, struktur dan proses-proses ekologi konteks sejarah dan kewilayahan, dankelestarian praktik-praktik budaya (Clewell et al ., 2005, Perrow & Davy, 2002).
Tujuan utama restorasi lahan rawa adalah mengembalikan struktur dan fungsi ekosistem
rawa awal. Namun, tujuan utama ini tidak dapat dilakukan dengan mudah dan dalam
waktu singkat. Karena realita di lapangan, pemanfaatan lahan rawa sebagai areal
perkebunan kelapa sawit telah berlangsung lama dan cenderung tidak ramah lingkungan
dan menyebabkan terdegradasinya areal hutan gambut rawa Tripa (TPSF). Untuk itu
perlu dilakukan kajian yang mendasar dan komprehensif terhadap dinamika ekologisrawa gambut di areal TPSF untuk mendukung upaya rencana restorasi areal TPSF.
B. Tujuan
Kajian rencana restorasi lahan rawa ini memiliki beberapa tujuan yaitu :
1. Analisis hidrologi sungai di TPSF ditujukan untuk memberikan gambaran tentang
kondisi sungai-sungai yang melintasi TPSF, informasi tentang berbagai komponen
hidrologi, pemetaan kondisi hidrologi, hubungan hujan-aliran, banjir rencana sertalama genangan di saat banjir,hubungan komponen hidrologi dengan emisi karbon.
2. Analisa hidraulika sungai di TPSF ditujukan untuk mengetahui karakteristik hidrolika
sungai, parameter hidrolis sungai kondisi normal dan banjir tahunan, karakteristik
sedimen, hubungan antar berbagai parameter hidrolika sungai, pembentukan
meander sungai dan perkembangan konfigurasi dasar sungai.
3.
Analisa kualitas air di TPSF ditujukan untuk memberikan informasi tentang kondisi
kualitas air di sungai-sungai yang melintasi Rawa Tripa;kualitas air di saluran kebun
sawit dan kualitas air di lahan dan genangan di Rawa Tripa kondisi kualitas air
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
4/64
3 2
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
hubungan kecepatan kritis dengan debit, hubungan bilangan Froude dengan
kecepatan; pembentukan meander sungai; perkembangan konfigurasi dasar sungai.3.
Analisa Kualitas Air di TPSF melalui pengujian kualitas air di sungai-sungai Rawa Tripa,
Seumayam, Batee Seunaam, Tripa;pengujian kualitas air di saluran perkebunan
kelapa sawit, pengujian kualitas air di lahan dan genangan di areal Rawa Tripa;
Pembahasan tentang kondisi kualitas air berdasarkan baku mutu air.
4. Manajemen Restorasi Lahan Rawa di TPSF meliputi kajian antropogenik; Rencana
restorasi sistem tata air rawa melalui rekayasa aliran sungai pada manajemen tata air
dengan skema recharge dan discharge aktualrawa Tripa pada musim kemarau, upaya
menaikkan elevasi muka air hingga mencapai lapisan gambut pada saat tertentu
melalui kontruksi bendung sederhana, skema recharge dan discharge rencana rawa
Tripa pada musim kemarau setelah bendung dibuat, tipikal konstruksi bendung yang
direkomendasikan untuk merekayasa elevasi aliran sungai di Rawa Tripa; Konservasi
DAS membahas karakteristik tanah, kedalaman bahan gambut di lokasi rawa Tripa
dan lokasi utama yang perlu dikonservasi;Uraian restorasi lahan gambut melalui
manajemen air dengan sistem drainase terkendali.
5.
Monitoring dan Evaluasi Kondisi Rawa Tripa membahas pentingnya aktivitas
monitoring dan evaluasi kondisi Rawa Tripa pasca penelitian dan mengetahui realisasi
rencana implementasi beberapa rekomendasi penting di masa yang akan datang. Hal
ini dilakukan agar hasil kajian menjadi bermanfaat dan ekosistem TPSF menjadi lebih
baik dan berkelanjutan.
Output dari kajian restorasi lahan rawa adalah Rancangan Teknis untuk restorasi lahan
rawa di areal TPSF.
II METODOLOGI PENELITIAN
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
5/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 313
Tabel 1. Kebutuhan Data
No Jenis Data Sumber Data Tahun Data
1 Data Hujan PT. Socfindo 1996 – 2003, 2006 - 2012
BPP Tadu 2010 - 2012
BPP Darul Makmur 2010 – 2012
Data Stasiun Beutong 1998, 2012-2013
Data Alu Ie Mirah 2012-2013
2 Data Debit Kanwil PU/ADU Sesuai ketersedian data
lapangan
BWS I - Sumatera Sesuai ketersedian data
lapangan
3 Data iklim PT Socfindo 2005 – Jan 2013
4 Data kejadian banjir WS Tripa - Batee BWS I - Sumatera 2005 – 2012
5 Pola Pengelolaan Wilayah Sungai
Tripa - Batee
BWS I - Sumatera 2009
6 Study ketersediaan Air Provinsi NAD BAPPEDA Prov. Aceh 2007
7 Hidrometri Sungai Pengukuran Langsung 2013
8 Kualitas Air Sungai Pengukuran Langsung 2013
9 Hidrometri Kanal Rawa Pengukuran Langsung 2013
10 Kualitas Air Rawa Pengukuran Langsung 2013
Tabel 2. Peralatan Survai yang Digunakan
No Peralatan Unit Vol
1 Perahu untuk hidrometri/ Boats for hydrometric. 1 buah sewa 8 hari
2 Water Quality Checker (WQC) 1 unit sewa 15 hari
2 18 b t l i
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
6/64
3 4
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Kegiatan Persiapan
Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah secara lebih
spesifik berdasarkan TOR dan studi terdahulu yang telah dilakukan, menyusun hipotesa
dan menyusun rencana kerja. Kegiatan persiapan meliputi : (1) penyusunan rencana
kerja, (2) studi Literatur dan (3) pengumpulan data sekunder.
Penyusunan Rencana Kerja
Penyusunan rencana kerja dilakukan berdasarkan penjabaran dari scope of work dan
activities yang diharapkan di dalam TOR Wetland-Restoration Plan For In The TPSF Area.Berdasarkan TOR, cakupan analisa yang diharapkan meliputi dampak kondisi hidrologi
terhadap tingkat cadangan karbon, emisi karbon, dan kondisi hidrologi terhadap tata
guna lahan dan fungsi lahan.
Studi Literatur .
Studi literatur dilakukan dengan mengkaji laporan terdahulu terhadap kegiatan yang
telah pernah dilakukan di Rawa Tripa. Selain itu, sebagai pengayaan referensi
penyusunan teori, dilakukan kajian tentang studi lain yang berkaitan dengan rawa.Literature yang dijadikan rujukan merupakan literature yang memuat teori dan aplikasi
mengenai pengembangan rawa, petunjuk teknis kegiatan pembangunan rawa,
hidraulika sungai, kondisi hidrologi dan hidraulika rawa, antropogenik rawa, dan teori
lainnya.
Pengumpulan Data Sekunder.
Pengumpulan data sekunder dilakukan di institusi yang terletak di Kota Banda Aceh.
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
7/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 315
Tabel 3. Titik Survai Hidrometri dan Kualitas Air
No Kode Titik Koordinat Deskripsi
1 T-00 3°49'22.87"U ; 96°40'32.31"T Saluran Buatan
2 T-01 3°48'39.89"U ; 96°41'53.04"T Kolam alam
3 T-01a 3°45'13.74"U ; 96°42'11.85"T Kolam alam
4 T-02 3°46'47.97"U ; 96°40'11.55"T Saluran Buatan
5 T-02a 3°47'8.83"U ; 96°38'44.82"T Saluran buatan
6 T-02b 3°46'17.82"U ; 96°37'35.13"T Saluran buatan
7 T-03 3°45'27.06"U ; 96°39'43.92"T Saluran alam8 T-03a 3°45'4.60"U ; 96°39'24.41"T Kolam alam
9 T-03b 3°46'4.08"U ; 96°38'1.30"T Kolam alam
10 T-04 3°49'22.62"U ; 96°37'35.35"T Kolam alam
11 T-05 3°48'10.84"U ; 96°38'0.31"T Saluran buatan
12 T-07 3°50'21.13"U ; 96°38'18.69"T Saluran buatan
13 T-10 3°51'37.92"U ; 96°37'7.53"T Saluran buatan
14 T-11 3°51'47.32"U ; 96°34'32.63"T Saluran buatan
15 T-12 3°49'56.26"U ; 96°34'16.05"T Saluran buatan
16 T-12a 3°48'29.45"U ; 96°34'31.20"T Saluran buatan
17 T-12b 3°49'16.83"U ; 96°32'15.89"T Saluran buatan
18 T-13 3°45'21.20"U ; 96°36'24.05"T Kolam alam
19 T-14 3°45'6.90"U ; 96°35'54.38"T Saluran buatan
20 T-16 3°46'14.62"U ; 96°34'28.30"T Saluran buatan
21 T-17 3°48'34.06"U ; 96°30'13.90"T Saluran alam
22 T-18 3°54'5.23"U ; 96°26'41.81"T Saluran buatan
23 T-20 3°52'20.53"U ; 96°27'27.24"T Saluran buatan
24 T 21 3°56'15 79"U 96°28'22 17"T S l b t
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
8/64
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
9/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 317
Jenis parameter (pengukuran insitu dan eksitu). Pengukuran langsung yang dilakukan di
lapangan meliputi : Kecepatan aliran, pH air, Turbidity , Conductivity , Suhu dan Oksigenterlarut.
Kegiatan Laboratorium
Kegiatan ini meliputi pengujian sampel dari lapangan di laboratorium. Analisis
Laboratorium meliputi : Uji butiran, sediment content, parameter fisik dan kimia air.
Penentuan baku mutu air mengacu kepada Pasal 1 PP No. 82 tahun 2001.
Rencana Restorasi Sistem Tata Air Rawa
Kajian ini menguraikan rencana restorasi sistem tata air di areal hutan gambut rawa
Tripa (TPSF) melalui rekayasa aliran sungai untuk manajemen tata air, termasuk upaya
rehabilitasi dan manajemen tata air melalui pengaturan drainase untuk mengatasi
drainase yang berlebihan (over drainage).
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi TPSF ditujukan untuk memberikan informasi pentingnya
pemantauan kondisi aktual hidrologi Rawa Tripa pasca kajian dan mengetahui realisasirencana implementasi beberapa rekomendasi penting di masa yang akan datang untuk
memperbaiki dan menjaga agar ekosistem TPSF menjadi lebih baik, lestari,
berkelanjutan serta bermanfaat.
D. Tinjauan Teoritis
Untuk analisis hidrologi syarat data yang digunakan harus; konsisten dan homogen,
i d d t t tif ti t j d t k S b l
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
10/64
3 8
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Penyaringan data hujan secara statistik yang dimaksud adalah analisa sebagai berikut:
(1) Analisis ketidakadaan trend pada data hujan (homogenitas), (2) Analisis kestabilandata (stationary ), (3) Analisis ketidakadaan persistensi data, data bersifat acak
(randomness) atau tingkat independensi data dan (4) Analisis data hujan yang jarang
terjadi (outlier ). Pengujian data hujan hasil penyaringan dilakukan untuk melihat tingkat
kevalidan data. Metode pengujian yang digunakan adalah uji Wald-Wolflowtz, Mann
Whitney, dan Grubbs & Beck dengan derajat kepercayaan 95%. Prosedur penyaringan
data hujan harian maksimum tahunan dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengumpulan data
Hujan Harian
Maksimum
Tahunan (HHMT)
Periksa simbol
pencatatan dataPeriksa panjang
pencatatan data
Tidak lolosTidak
di unakan
Lolos dan meragukan
Periksa HHMT < 20 mm
Periksa HHMT H
bulannya
Periksa HHMT >400 mmH
bulannya
Periksa HHMT > 400
mmH1..H2
Pen u ian statustik
Tidak
digunakan
Tidak
digunakan
Tidak
digunakan
Tidak
di unakan
Tidak
digunakan
Tidak lolos
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Lolos dan meragukan
Lolos dan meragukan
Lolos dan meragukan
Lolos dan meragukan
L l d k
START
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
11/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 319
Analisis Distribusi Hujan
Distribusi hujan per jam ditetapkan dengan cara pengamatan langsung terhadap data
pencatatan hujan setiap jam pada stasiun yang paling berpengaruh pada DAS. Distribusi
tersebut diperoleh dengan pengelompokkan tinggi hujan ke dalam range dengan tinggi
tertentu. Dari data yang telah disusun dalam range tinggi hujan tersebut dipilih distribusi
tinggi hujan rancangan dengan berdasarkan hasil analisis frekuensi kemunculan tertinggi
pada distribusi hujan jam-jaman tertentu. Selanjutnya prosentase hujan tiap jam
diperoleh dengan menbandingkan tinggi pada setiap jam terhadap tinggi hujan totalpada distribusi hujan yang ditetapkan. Namun demikian jika tersedia data hujan
otomatis ( Automatic Rainfall Recorder, ARR), maka pola distribusi hujan jam-jaman
dapat dibuat dengan menggunakan metode kurva massa (mass curve) untuk tiap
kejadian hujan lebat dengan mengabaikan waktu kejadian.
Distribusi hujan per jam dengan interval tertentu perlu diketahui untuk menghitung
hidrograf banjir rancangan dengan cara hidrograf satuan (unit hidrograf). Salah satu
persamaan dari agihan hujan jam-jaman dirumuskan oleh Dr. Ishiguro yang dikenal
dengan rumus Mononobe (Brook et al ., 2003), yakni :
t
R 24
Ro ............................................................................ 1)
3/2
T
tRoRt .................................................................... 2)
RT = t . Rt – (t - 1) R(t -1) ......................................................... 3)
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
12/64
32
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
dibuat suatu ekstrapolasi secara tepat, hanya mungkin jika persamaan matematis dari
lengkungnya diketahui berdasarkan hasil perhitungan.
Distribusi Gumbel. Distribusi ini menghasilkan estimasi paling besar diantara distribusi
peluang yang lain. Persamaan umum estimasi banjir/hujan rencana periode T tahun (Sri
Harto, 2000) adalah:
x GT SK X X ................................................................. 5)
n
nT
G
S
Y Y K
dan))
11ln(ln(
T
Y T
......................... 6)
Persamaan di atas dapat disubstitusikan menjadi:
x
n
nT
T SS
Y Y X X
......................................................... 7)
jika:n
x
S
S
a
1
dan a
Y X b n
Maka persamaan umum distribusi Gumbel menjadi :
T T Y a
b X 1
.................................................................... 8)
Di
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
13/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 321
Distribusi Normal . Persamaan umum distribusi Normal (Sri Harto, 2000) adalah:
x N T SK X X ................................................................ 11)
Koefisien kekerapan normal KNdirumuskan seperti berikut:
32
2
001308,0189269,0432788,11
010328,0802853,0515517,2
w w w
w w w K
N
......... 12)
Variabel w untuk kemungkinan terlampaui p = 1/T, dapat dihitung dengan:
2
1ln
pw untuk p < 0,5 dan nilai KN bertanda positif ................ 13)
2)1(
1ln
pw untuk p > 0,5 dan nilai KN bertanda negatif ........ 14)
Hujan dengan Periode Ulang
Curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar yang mungkin terjadi dalam suatu
daerah dengan kala ulang tertentu, yang dipakai sebagai dasar perhitungan
perencanaan dimensi suatu bangunan. Analisis probabilitas dilakukan untuk
memperoleh curah hujan rancangan dengan periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200, 500
d 1000 h
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
14/64
322
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
yang dibagi dalam kelompok kelas. Persamaan uji kecocokan ini (Sri Harto, 2000)sebagai
berikut.
k
i
hEi
EiOi
1
2
2
.......................................................... 15)
Dimana:
h = parameter chi-kuadrat terhitung
k = jumlah sub kelompok
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke I
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke i
Jika hasilnya besar menunjukkan bahwa distribusi yang dipilih tidak cocok, uji ini akan
memberikan hasil yang baik jika mempunyai panjang pencatatan (n) yang besar.
Kottegoda (1996) menyarankan sebaiknya n 50 tahun dan jumlah kelas interval 5.
Uji Smirnov – Kolmogorov. Uji kecocokan ini adalah uji kecocokan non parametrik karena
tidak mengikuti distribusi tertentu. Uji ini menghitung besarnya jarak maximum secaravertical antara pengamatan dan teotitisnya dari distribusi sampelnya. Perbedaan jarak
maksimum untuk Smirnov – Kolmogorov (Sri Harto, 2000) tertera pada persamaan
berikut.
)()(max 0 x P x P Dn ...................................................... 16)
Dimana :
D J k ik l i d i i
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
15/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 323
Probable Maximum Precipitation (PMP)
Hujan maksimum boleh jadi atau probable maximum precipitation (PMP) diartikan
sebagai besaran hujan terbesar dengan durasi tertentu yang secara hidrologis dan
meteorologis dimungkinkan bagi suatu daerah pengaliran dalam suatu waktu dalam
tahun, tanpa adanya kelonggaran yang dibuat untuk trend klimatologis jangka panjang.
Rumus yang digunakan dan kemudian dimodifikasi oleh Herschfield dengan
menggunakan data curah hujan maksimum harian, didasarkan atas persamaan frekuensi
umum (Subramanya, 2009), yaitu:
nmnm SK X X ............................................................. 18)
Dimana :
X m = curah hujan rancangan dengan periode ulang T
n X = rerata (mean) curah hujan yang dikoreksi
K m = faktor frekuensi
Sn = standar deviasi data yang dikoreksi
Langkah-langkah perhitungan PMP adalah sebagai berikut: (1) Perhitungan parameter
statistik. Rerata n X dan standar deviasi Sn hujan maksimum harian dapat dihitung dari
data, kemudian dihitung mn X dan Sn-m dengan tidak menyertakan data curah hujan
maksimum terbesar; (2) Penyesuaian n X dan Sn untuk Maximum Observed Event.
Faktor penyesuaian n X (f x1) dan Sn(f s1) untuk maximum observed rainfall didapat dari
kurva penyesuaian Hershfield, (3) Penyesuaian n X dan Sn untuk ukuran sampel. Faktor
i X (f ) d S (f ) k j did d i k
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
16/64
324
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
untuk memperkirakan debit banjir akan menggunakan metode empiris, metode unit
hidrograf.
Gambar 2. Faktor Penyesuaian rerata (a) dan standar deviasi (b) terhadap
Pengamatan Maksimum
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
17/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 325
)3,0(6,3
2,1
3,0T T
R AQ
p
o
p
.................................................. 26)
r g p T T T 8,0 .................................................................. 27)
T0,3 adalah waktu yang diperlukan untuk penurunan debit, dari debit puncak sampai
menjadi 30 % dari debit puncak.
gT T 3,0 ........................................................................ 28)
7,02,0 LT g untuk L 15 km
LT g 058,04,0 untuk L 15 km
Bagian lengkung naik (rising limb) hidrograf mempunyai persamaan:4,2
p
paT
tQ Q
............................................................................. 29)
0 < t < Tp
Bagian lengkung turun (decreasing limb) hidrograf dirumuskan :
Tp< t < (Tp + T0,3) :3.030.0
T
Tpt
pd Q Q
............................ 30)
( 0 3) ( 0 3 1 0 3)
3.0
3.0
5.1
50.0
30.0 T
T Tpt
d QQ
31)
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
18/64
326
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
di bagian hulu garis yang ditarik melalui titik di sungai yang terdekat dengan titik berat
DAS, tegak lurus garis hubung titik tersebut dengan stasiun hidrometri (RUA), (10) Faktor` yaitu waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai saat terjadinya debit
puncak, dinyatakan dengan persamaan (Sri Harto, 2000):
2775,10665,1100
43,0
3
SIM
SF
LT R
...................... 33)
Debit puncak hidrograf dinyatakan dengan persamaan :
4008,02381,05886,01836,0
R p T JN AQ ......................... 34)
Waktu dasar hidrograf yaitu waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai
berakhirnya limpasan langsung, atau debit sama dengan nol, dinyatakan dengan
persamaan:
2574,07344,00986,01457,04132,27 RUASN ST T RB
......... 35)
Koefisien tampungan yang menunjukkan kemampuan DAS dalam fungsinya menampungair, dinyatakan dengan persamaan:
0452,00897,11446,01798,05617,0 DSF S AK .................. 36)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik DAS
il h i ( ) i iliki i i i i
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
19/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 327
A
L D
d
……………………………………………………………………….37)
Dimana :
Dd = Kepadatan aliran (km/km2)
L = Panjang sungai total (km)
A = Luas DAS (km2)
Jika nilai kepadatan aliran lebih kecil dari 1 mile/mile2 (0,62 km/km
2), DAS akan
mengalami penggenangan, sedangkan jika nilai kepadatan aliran lebih besar dari 5
mile/mile2 (3,10 km/km2), DAS sering mengalami kekeringan. Dalam artian lain semakin
besar angka kerapatan maka makin memperpendek waktu konsentrasi, sehingga
memperbesar laju aliran permukaan.
DAS Krueng Seumayam mempunyai kerapatan drainase (Dd) sebesar 1,32 km/km2
sehingga dapat dikategorikan sebagai DAS yang mempunyai kemungkinan
penggenangan sedang. Secara umum, penggenangan di DAS Seumayam terjadi pada
areal-areal tertentu yang mempunyai cekungan dan di hilir. Penggenangan di hilir ini
kemudian disebut sebagai Kawasan Rawa Tripa.
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
20/64
328
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
dianggap dapat mewakili kawasan terdekat. Peta pengaruh hujan areal disajikan pada
Gambar 5.
Pada WS Tripa – Batee, terdapat beberapa stasiun hujan. Stasiun tersebut memberikan
pengaruh yang besar terhadap kondisi hujan aliran di WS Tripa – Batee. Diantara stasiun
tersebut, terdapat 5 stasiun yang member informasi mengenai kondisi hujan-aliran di
WS tripa Batee. Lokasi dari masing-masing stasiun hujan disajikan pada Lampiran Peta
Hujan Areal. Berdasarkan hasil analisa, distribusi hujan areal yang terjadi di WS Tripa –
Batee disajikan pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa hujan – aliran di WS Tripa – Batee sangatdipengaruhi oleh hujan yang terjadi di hulu WS. Pada kondisi tertentu, wilayah hilir
sungai-sungai di WS ini mengalami banjir walau tidak terjadi hujan di hilir. Akan tetapi,
bila hujan terjadi di hulu dan tengah, maka dapat mengakibatkan banjir di sungai.
Tabel 4. Hujan Areal WS Tripa – Batee dan Rawa Tripa
No Nama Stasiun
Pengaruh
Terhadap WS
Pengaruh Terhadap
Kawasan Rawa Tripa
1 Sta BMKG Cut Nyak Dhien 2,82% 0,00%
2 Sta Socfindo 46,86% 100,00%
3 BPP Beutong 2,95% 0,00%
4 101b (Sta Ceumpa) 41,17% 0,00%
5 97b (BPP Kota Baro) 6,21% 0,00%
Total 100,00% 100,00%
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
21/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 329
C. Hujan – Aliran
Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi.
Mengingat DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari DAS-DAS kecil, dan DAS kecil ini
juga tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil lagi. Secara umum DAS dapat didefinisikan
sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam seperti punggung bukit-bukit atau
gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan yang turun di
wilayah tersebut terdistribusi berupa aliran pengeluarannya. Batas aliran tidak
ditetapkan berdasarkan air bawah tanah karena permukaan air tanah selalu berubah
sesuai dengan musim dan tingkat kegiatan pemakaian.
Aliran permukaan yang terjadi di kawasan studi (Rawa Tripa) secara alamiah terjadi
akibat hujan yang turun di daerah tangkapan. Pada studi ini, aliran permukaan yang
terjadi dianalisa berdasarkan kejadian hujan yang menyebabkan aliran air di dalam
sungai. Berdasarkan kondisi hujan areal dan debit hasil pengukuran AWLR di Krueng
Seumayam, hubungan antara hujan aliran di Rawa Tripa disajikan pada Gambar 6. Banjir
di kawasan Rawa Tripa terjadi pada bulan Februari, Maret, Agustus, Oktober, November
dan Desember.
Analisa Banjir
Kajian banjir yang terjadi di kawasan Rawa Tripa bersumber dari banjir akibat limpasan
sungai dan banjir yang terjadi akibat hujan setempat. Banjir yang terjadi akibat limpasan
sungai di dominasi oleh kejadian banjir dari sungai Krueng Seumayam dan sungai-sungai
kecil yang melintasi kawasan Rawa Tripa. Beberapa sungai kecil yang memberikan
konstribusi dominan terhadap kejadian banjir di Rawa Tripa seperti Alue Ie Mirah, Suak
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
22/64
33
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
23/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 331
Mononobe. Pola distribusi hujan jam-jaman di kawasan Rawa Tripa disajikan pada Tabel
7 dan Gambar 6. Berdasarkan pola distribusi tersebut, hujan di kawasan rawa Tripamencapai puncak pada jam hujan ke – 2.
Tabel 7. Distribusi Hujan di Rawa Tripa
JAM DISTRIBUSI
1 15,00%
2 35,00%3 25,00%
4 15,00%
5 6,00%
6 4,00%
Jumlah 100,00%
1.
2.
3.
4.
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
24/64
332
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
digunakan dan kemudian dimodifikasi oleh Herschfield. Perhitungan PMP untuk
kawasan Rawa Tripa disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Perhitungan PMP untuk Kawasan Rawa Tripa
No. Parameter Nilai Unit Keterangan
1 Sx = 28,339 mm
2 Sx-m = 28,339 mm
3 Xn = 125,125
4 Xn-m = 126,8265 (Xn-m)/Xn = 1,014
6 (Sx-m)/Sx = 1,000
7 Grafik Km = 11,57 GRAFIK
Faktor Adjusment:
8 Xn = 108,00 % GRAFIK
9 Sn = 119,40 % GRAFIK
10 Xn Terkoreksi = 135,132 mm
11 Sn Terkoreksi = 33,836 mm
12 Hujan Terpusat = 526,534 mm13 Faktor Reduksi Luas DAS
110,60 km2
=
85,36 %
14 Fixed Time Internal = 101,00 % GRAFIK
15 Hujan PMP Terkoreksi = 445,020 mm
16 Hujan PMP diambil dengan
koefisien
=
100 %
17 Sehingga hujan PMP adalah = 445,020 mm
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
25/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 333
Tabel 9. Pengujian kecocokan distribusi dengan metode Smirnov-Kosmonogorov
pada hujan rencana Rawa Tripa
Data
Prob
EmpirisProb.Teoritis (%) Delta Probability
(%)EJ.
Gumbel
Log
PearsonPearson
Log
Normal
EJ.
Gumbel
Log
PearsonPearson
Log
Normal
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
195 3,45 3,6367 2,631 1,982 2,673 0,188 0,817 1,466 0,775
175 6,90 7,8823 6,385 6,090 5,962 0,986 0,512 0,806 0,935
173 10,34 8,5067 6,937 6,729 6,560 1,838 3,408 3,615 3,785
165 13,79 11,5055 9,210 9,285 9,024 2,288 4,583 4,508 4,769
155 17,24 16,6372 14,223 14,926 14,035 0,604 3,019 2,316 3,207
150 20,69 19,9106 17,228 18,098 17,057 0,779 3,461 2,591 3,632
148 24,14 21,3701 18,459 19,368 18,295 2,768 5,679 4,770 5,843
135 27,59 33,1890 32,005 34,153 31,873 5,603 4,418 6,567 4,286
133 31,03 35,3842 34,390 36,511 34,286 4,350 3,355 5,477 3,251
132 34,48 36,5197 35,596 37,690 35,506 2,037 1,113 3,207 1,023
131 37,93 37,6800 36,811 38,869 36,735 0,251 1,120 0,938 1,196
129 41,38 40,0741 39,269 41,227 39,223 1,305 2,110 0,152 2,157
127 44,83 42,5629 41,766 43,586 41,749 2,265 3,062 1,242 3,079
121 48,28 50,5400 49,500 50,854 49,573 2,264 1,224 2,578 1,297
116 51,72 57,6408 57,263 58,477 57,941 5,917 5,539 6,753 6,217
111 55,17 64,9389 65,454 66,100 66,786 9,767 10,282 10,927 11,614
107 58,62 70,7389 72,277 72,198 74,154 12,118 13,656 13,578 15,533
107 62,07 70,7389 72,277 72,198 74,154 8,670 10,208 10,129 12,085
106 65,52 72,1629 74,022 73,723 76,039 6,646 8,505 8,206 10,521
106 68,97 72,1629 74,022 73,723 76,039 3,197 5,057 4,758 7,073
106 72,41 72,1629 74,022 73,723 76,039 0,251 1,609 1,309 3,625
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
26/64
334
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Berdasarkan hasil analisa, terlihat bahwa jam puncak banjir dengan analisa
menggunakan metode GAMA-1 dalah 3,4658 jam. Hidrograf banjir di kawasan RawaTripa dengan menggunakan metode GAMA-1 disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Hidrograf Satuan Sintetik metode GAMA – I untuk banjir
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
27/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 335
Tabel 11. Karakteristik DAS dan Parameter Banjir Metoda Satuan GAMA-1
No Karakteristik DAS Nilai UnitSumber
data
1 Jumlah pangsa sungai tingkat 1 (N1) = 25,00 buah Peta RBI
2 Jumlah pangsa sungai semua tingkat (Nt) = 49,00 buah Peta RBI
3 Panjang pangsa sungai tingkat 1(L1) = 93,49 km Peta RBI
4 Panjang pangsa sungai semua tingkat (Lt) = 169,07 km Peta RBI
5 Jumlah pertemuan sungai (JN) = 22,00 buah Peta RBI
6 Luas DTA (A) = 122,41 km2 Peta RBI
7 Luas DTA hulu (AU) = 101,02 km2 Peta RBI
8 Panjang sungai utama (L) = 57,04 km Peta RBI
9 0.75 L = 42,78 km Peta RBI
10 0.25 L = 14,26 km Peta RBI
11 Kemiringan sungai rata-rata (S) = 0,0067 Peta RBI
12 Faktor sumber ( SF) = 0,55 L1 / Lt
13 Frekuensi sumber (SN) = 0,51 N1 / Nt
14 Kerapatan jaringan kuras (D) = 1,38km/km2
Lt / A
15 B . 0.75 L (Wu) = 8,38 km Peta RBI
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
28/64
336
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Tabel 12. Karakteristik DAS untuk Perhitungan hidrograf Satuan Nakayasu
No. Karakteristik DAS Nilai
1 Panjang sungai ( Km ) = 57,04
2 Luas DAS ( Km2 ) = 122,41
3 tg = 0,4 + 0,058L = 3,71
4 tr = ( 0,5 – 1,0 ) tg = 1,85
5 Tp = tg + 0,8 tr = 5,19
6 T0,3 = 2tg = 7,427 Qp = A Ro/3,6/(0,3 Tp + T0,3) = 3,79
8 Konstanta Untuk Nilai T0,3 = 2,00
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
29/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 337
Berdasarkan hasil perhitungan secara empiris dan kondisi lapangan, metode yang lebih
mendekati dengan kondisi yang terjadi di lapangan adalah Metode Gama-1. Rekapitulasidebit banjir di kawasan Rawa Tripa berdasarkan metode Gama-1 disajikan pada Gambar
10 dan Tabel 13.
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
30/64
338
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Tabel 13. Rekapitulasi Perhitungan Hidrograf Banjir dengan Berbagai Kala ulang
Waktu
(jam)
Kala Ulang
2
Tahun
5
Tahun
10
Tahun
15
Tahun
20
Tahun
25
Tahun
50
tahun
75
Tahun
100
Tahun
0 14,27 14,27 14,27 14,27 14,27 14,27 14,27 14,27 14,27
1 29,18 34,18 37,63 39,63 41,05 42,16 45,65 47,75 49,26
2 78,89 100,56 115,52 124,17 130,32 135,12 150,26 159,34 165,89
3 160,39 209,40 243,22 262,78 276,70 287,55 321,80 342,32 357,13
4 242,30 318,79 371,57 402,09 423,81 440,76 494,20 526,22 549,34
5 271,62 357,94 417,50 451,95 476,47 495,59 555,90 592,03 618,13
6 265,47 349,73 407,87 441,49 465,42 484,09 542,96 578,23 603,70
7 237,89 312,90 364,66 394,59 415,89 432,50 484,91 516,31 538,99
8 206,78 271,36 315,91 341,68 360,02 374,32 419,44 446,47 465,99
9 173,81 227,33 264,25 285,61 300,80 312,66 350,05 372,45 388,63
10 146,49 190,84 221,44 239,13 251,73 261,55 292,54 311,10 324,51
11 123,84 160,60 185,96 200,62 211,06 219,20 244,88 260,27 271,38
12 105,08 135,53 156,55 168,71 177,36 184,10 205,38 218,13 227,34
13 89,52 114,77 132,18 142,26 149,42 155,01 172,65 183,22 190,85
14 76,63 97,55 111,99 120,34 126,28 130,91 145,53 154,28 160,61
15 65,95 83,29 95,25 102,17 107,09 110,93 123,05 130,30 135,5416 57,10 71,47 81,38 87,12 91,20 94,38 104,42 110,43 114,77
17 49,77 61,67 69,89 74,64 78,02 80,66 88,98 93,96 97,56
18 43,69 53,55 60,36 64,30 67,10 69,29 76,18 80,31 83,30
19 38,65 46,83 52,47 55,73 58,05 59,86 65,58 69,00 71,47
20 34,47 41,25 45,93 48,63 50,55 52,06 56,79 59,63 61,68
21 31,01 36,63 40,50 42,75 44,34 45,58 49,51 51,86 53,56
22 28,15 32,80 36,01 37,87 39,19 40,22 43,47 45,42 46,83
23 25,77 29,63 32,29 33,83 34,92 35,78 38,47 40,09 41,25
24 23,80 27,00 29,20 30,48 31,39 32,09 34,33 35,66 36,63
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
31/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 339
Banjir yang terjadi di Kawasan Rawa Tripa selain berasal dari sungai Krueng Seumayam,
sungai Krueng Tripa dan Krueng Batee. Rekapitulasi kejadian banjir di sungai KruengSemayam, Krueng Tripa dan Krueng Batee disajikan pada Tabel 14.
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
32/64
34
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
D. Analisa Hidraulika Sungai
Kajian kondisi hidrometri WS Tripa – Batee, secara garis besar merupakan kajianterhadap hidrometri di sungai dengan sedimentasi/alluvium. Pengetahuan hidrolika
fluvial ini di tekankan pada transportasi sedimen sebagai dasar dalam perencanaan
bangunan pengendalian sungai. Faktor-faktor yang menentukan transportasi sedimen
adalah sifat-sifat aliran air ( flow characteristic); sifat-sifat sedimen (sediment
characteristic); dan pengaruh timbal balik (interaction). Transportasi sedimen pada
sungai sangat dipengaruhi oleh debit yang masuk ke sungai tersebut, oleh sebab itu
diperlukan suatu pengukuran hidrometri yang meliputi pengukuran debit sesaat dan
pengambilan sampel sedimen.
Sungai adalah jalur aliran air di atas permukaan bumi yang selain mengalirkan air, juga
mengangkut sedimen terkandung dalam air sungai tersebut. Besarnya material
terangkut dari suatu sungai dapat ditentukan dengan pengukuran pengangkutan
sedimen pada titik kontrol dan semi empiris yang ada. Beberapa faktor yang
mempengaruhi laju proses sedimentasi di daerah pengaliran sungai diuraikan sebagai
berikut:
Cakupan Areal Daerah. Pengaliran.Kapasitas sedimen yang dihanyutkan oleh suatu
sungai biasanya berbanding lurus dengan luas daerah pengaliran.
Kondisi Geologi Daerah Pengaliran. Kondisi geologi sangat mempengaruhi intensitas
proses-proses degradasi dan erosi pada batuan yang selanjutnya akan mempengaruhi
intensitas sedimentasi pada sungai yang bersangkutan.
Kondisi Topografi . Elevasi suatu daerah pengaliran, kondisi perbukitan maupun
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
33/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 341
Pengukuran Hidrometri Sesaat
Pengukuran debit sesaat dilakukan untuk mendapatkan debit yang terjadi persatuanwaktu sehingga diperoleh kecepatan air yang mengalirkan sedimen dari hulu ke hilir.
Pengukuran debit sesaat dilakukan untuk mendapatkan angka koefisien yang nantinya
dapat digunakan sebagai koefisien routing aliran dari stasiun hidrometri yang ada . Debit
(discharge) atau besarnya aliran sungai (stream flow ) adalah volume aliran yang
mengalir melalui suatu penampang melintang sungai persatuan waktu. Biasanya
dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/det) atau liter per detik (l/det).
Menurut Asdak (1995), salah satu teknik pengukuran debit sesaat di lapangan adalahdengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas penampang melintang
sungai. Pengukuran ini dilakukan dengan mengukur kecepatan air dan penampang
melintang sungai yang diteliti. Pengukuran debit yang dilaksanakan di suatu pos duga air
tujuannya adalah untuk membuat lengkung debit dari pos duga air yang bersangkutan.
Lengkung debit dapat merupakan hubungan yang sederhana antara tinggi muka air dan
debit, dapat pula merupakan hubungan yang komplek apabila debit di samping fungsi
dari tinggi muka air juga merupakan fungsi dari kemiringan muka air, tingkat perubahan
muka air dan fungsi dari faktor lainnya. Pada dasarnya pengukuran debit adalahpengukuran luas penampang basah, kecepatan aliran dan tinggi muka air.
Keadaan aliran yang terdapat pada dasar sungai berbeda-beda, kadang-kadang ada
kalanya sungai tersebut berarus cepat dan ada kalanya berarus lambat, keadaan aliran
tersebut sangat ditentukan oleh besarnya kecepatan aliran yang terjadi pada sungai
tersebut, dimana secara formulasi dapat dirumuskan sebagai bilangan Froude (Fr)
sebagai berikut (Chow, 1959).
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
34/64
342
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Hasil perhitungan parameter hidrolis sungai dapat dilihat pada Tabel 16 dan 17.
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa kondisi aliran di sungai utama dalam rawaTripa berada pada kondisi sub kritis pada kondisi normal dan banjir.
Tabel 15. Luas Tampang Basah, Debit Normal dan Debit Banjir Tahunan
NoLokasi
Normal
Asungai
(m2)
Banjir
Tahunan
(m3/det)
Banjir 2
Tahunan
(m3/det)
PMF
(m3/det)
KeteranganAbasah
(m2)
V
(m/det
)
Q
(m3/det)
1 Tripa 137,76 0,52 71,64 290,67 274,30 293,53 2926,80 Normal
2 Tripa 144,60 0,55 79,53 267,80 274,30 293,53 2926,80
Melimpah
pada banjir
tahunan
3 Seumayam 77,10 0,43 33,15 90,87 256,05 271,62 1427,03
Melimpah
pada banjir
tahunan
4 Seumayam 70,70 0,46 32,53 89,30 256,05 271,62 1427,03
Melimpah
pada banjir
tahunan
5 Seumayam 82,67 0,33 27,28 107,80 256,05 271,62 1427,03
Melimpah
pada banjirtahunan
6 Batee 98,80 0,58 57,30 286,70 264,60 272,57 1755,84 Normal
7 Batee 91,70 0,51 46,77 140,40 264,60 272,57 1755,84
Melimpah
pada banjir
tahunan
Tabel 16. Parameter Hidrolis Sungai Kondisi Normal
Berat Parameter Hidrolis
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
35/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 343
Karakteristik Sedimen
Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya atau mengen-
dapnya material fragmental oleh air. Sedimentasi merupakan akibat adanya erosi dan
menimbulkan banyak dampak sebagai berikut: (1) Di sungai; pengendapan di sungai
mengakibatkan naiknya dasar sungai, meningginya muka air dan mengakibatkan banjir.
Hal ini dapat pula menyebabkan aliran terganggu dan mencari alur baru, 2) Di
saluran;jika saluran irigasi dialiri oleh air yang banyak sedimen maka akan terjadi
pengendapan sedimen di dasar saluran sehingga akan diperlukan biaya yang cukup besaruntuk pengerukan tersebut, (3) Di daerah sepanjang sungai; daerah yang dilindungi oleh
tanggul akan aman, selama tanggulnya selalu dipertinggi sesuai dengan kenaikan dasar
sungai, dan permukaan airnya akan mempengaruhi drainase daerah sekitarnya. Lama
kelamaan drainase dengan cara gravitasi tidak memungkinkan lagi.
Untuk transportasi sedimen di sungai terdiri dari 2 (dua) cara yaitu sedimen melayang
(suspended load ) dan sedimen dasar (bed load ). Pada suspended load butir bergerak di
atas dasar secara melayang. Berat butir terus menerus dipengaruhi oleh gerak turbulensi
air (Brownlie, 1981). Suspended load ini dapat di ukur tetapi menimbulkan kesukaran
dalam perhitungan.
Pada bed load butir bergerak di dasar secara menggelinding (rolling); menggeser
(sliding); meloncat ( jumping). Bed load ini dapat dihitung dengan rumus semi empirik,
tetapi pada pengukuran menimbulkan kesulitan. Beban sedimen dasar (bedload )
biasanya terdiri dari lempung, lanau atau pasir dengan ukuran butiran (0,06-2) mm dan
kerikil dengan ukuran (2-20) mm. Ukuran, bentuk dan berat jenis sedimen berbeda-beda
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
36/64
344
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Dimana:
dm = Diameter butiran rata-rata (d50)R = Jari – jari hidrolis sungai (m)
I = Kemiringan sungai (%),
T’b = Berat sedimen (padat) dalam air tiap satuan lebar tiap satuan waktu (m3/m’/dt),
(S-9) = Grafik yang menghubungkan parameter intensitas aliran )( ripple dan
intensitas bed load ,
= Ripple yang merupakan hubungan dari I h
dm
.
dan dengan menggunakan grafik
(S-10) untuk parameter Niger dan Benue, maka akan didapatkan Ripple Faktor ( ) pada
sungai.
Langkah perhitungan jumlah sedimen pada pias Kr. Seumayam dengan menggunakan
metode Frijlink dalah sebagai berikut:
γs = 2,666 t/m3; γw = 1 t/m
3; R= H; 1
Q
Q s
w
Q
Q s R I = 0,047 (s - w ) dm + 0,25
3/1
g
w
(Tb)2/3
1x1x0,484x2,600x0,010 = 0,047x1,666x0.0791x10-3
+0,25x
3/1
81,9
1
x Tb
2/3
Tb= 0,0035 t/m.det
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
37/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 345
Tabel 18. Perhitungan Sedimentasi dengan Metode Frijlinkuntuk Sungai Krueng Seumayam
1 2 3 4 5 6 7
D50 0.0791 0.0441 0.1124 0.3625 0.0310 0.0310 0.2551
m 0.484 0.481 0.385 0.593 0.387 0.351 0.534
gw 1 1 1 1 1 1 1
Qs/Q 1 1 1 1 1 1 1
R = H 2.6000 2.1000 5.4000 5.5020 4.6820 5.5820 4.7820
gw*(Qs/Q)*m*R*I 0.0027 0.0026 0.0011 0.0013 0.0140 0.0149 0.0128
s 2.666 3.017 2.736 2.825 2.656 2.656 2.178
.047*(s-gw)*d 0.000006 0.000004 0.000009 0.000031 0.000002 0.000002 0.000014
.25*(gw/g)^(1/3) 0.1168 0.1168 0.1168 0.1168 0.1168 0.1168 0.1168
0.003 0.003 0.001 0.001 0.014 0.015 0.013
(Tb)^(2/3) 0.023 0.023 0.009 0.011 0.120 0.127 0.109
Tb 0.0035 0.0034 0.0009 0.0011 0.0417 0.0455 0.0360
Sumber : Hasil Perhitungan
Titik PengamatanParameter
Perhitungan sedimen bed load dipakai untuk pias Kr. Seumayam sebagai berikut: (1)
Lebar sungai (B) = 44.35 m, (2) Kedalaman rata-rata sungai (h) = 2.10 m, (3) Jari – jari
hidrolis sungai (R) = 1.30 m, (4) Kemiringan memanjang sungai (I) = 0.0392, (5) Diameter
3
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
38/64
346
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
4. Menghitung ripple factor ( )
RI
UC = 33.5778
υ
R URe =
610
60,25778.33
x
= 45332583
Dari grafik Sd ; R/k = 2 k = 1.300
k
12R Log18C = 18 Log
300,1
600,212 x= 24,844 2
1
m /det
90
d90d
12R Log18C = 18 Log
31018,0
600,212
x
x
= 40,319 21
m /det
2/3
90
d C
C =
2/3
319,40
844,24
= 0,484
5.
Menghitung volume timbunan sedimen berdasarkan Frijlink
RI
d m
=
1000
10002660x
010,060,2484,0
07912,0
x x
= 0,1011
dari grafik S9 ;
gRIμd
Tb
m
= 5
Tb = 5 x 0,07912x10-3
x xxx = 0,172 t/m.det
Dari grafik Sd ; R/k
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
39/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 347
Tabel 19. Perhitungan Sedimentasi Metode MPM
sampel 1 2 3 4 5 6 7
H 2.6000 2.1000 5.4000 5.5020 4.6820 5.5820 4.7820
B 71.35 71.35 44.00 44.00 88.45 88.45 88.45
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
40/64
348
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Umumnya untuk perhitungan debit sedimen melayang pengukuran, ditulis sebagai
berikut:
Qs = 0,0864 x C x Q ……………………………………… 43)
Dimana :
Qs=debit sedimen melayang (ton/hari);
C=konsentrasi sedimen melayang (mg/l atau g/m3) ;
Q=debit (m3/dt).
Apabila didalam periode 1 hari dilaksanakan pengukuran debit, maka debit rata-rata
pada hari itu dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
n
it QiQ124
1…………………………………….....… 44)
Dimana :
Q = debit rata-rata harian, (m3/dt);
Qi = debit yang diukur pada saati
t , (m3/dt);
it = interval waktu pengukuran debit, (jam);
n = banyaknya waktu pengukuran debit.
Konsentrasi sedimen rata-rata harian dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
n
it CiC 124
1………………………………….......…. 45)
Dimana :
C = konsentrasi sedimen melayang rerata harian, (mg/l);
Ci = konsentrasi sedimen pada saat t , (mg/l);
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
41/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 349
Keterangan :
Qs = debit sedimen melayang rata-rata harian, (ton/hari);C = konsentrasi rata-rata harian, (mg/l);
Qw = debit rata-rata, (m3/dt).
Tabel 21. Perhitungan Suspended Load (m3/det)
1 Tripa 257.40 0.927 80,061.70
2 Tripa 242.50 0.873 75,427.20
3 Seumayam 236.00 0.850 73,405.44
4 Seumayam 230.70 0.831 71,756.93
5 Seumayam 271.10 0.976 84,322.94
6 Batee 253.50 0.913 78,848.64
7 Batee 204.30 0.735 63,545.47
Sumber : Hasil Perhitungan
No.Lokasi
Pengukuran
Turb
(mg/ltr)
Ts
(m3
/det)
Ts
(m3
/hari)
Sedimen Total
Beban sedimen total merupakan gabungan dari bedload dan suspended load sehingga
dapat dituliskan (Blench 1961 dalam Gregory, 1977):
Tt= Tb + Ts ………………………………………………………….. 48)
Dimana:
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
42/64
35
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Hubungan Kecepatan Geser dan Debit
Secara alamiah, debit sungai tidaklah tetap, melainkan selalu berubah dengan kecepatangesernya. Intensitas transpor sedimen juga akan berubah dengan perubahan debitnya.
Grafik hubungan kecepatan geser dengan debit dapat dilihat pada Gambar 12.
0
500
1000
1500
2000
2500
0.0034 0.0132 0.0039 0.0144 0.0043 0.0043 0.0107
Kecepatan Kritis
D e
b i t
Gambar 12. Grafik Hubungan Kecepatan Kritis dengan Debit
Dari hasil analisa data dan perhitungan yang telah didapatkan, maka dapat juga
diperoleh hubungan antara beberapa parameter yang dijelaskan dalam bentuk grafik
yaitu : (1) grafik hubungan antara debit aliran (Q) dengan kecepatan aliran (V), (2) grafik
hubungan antara debit aliran (Q)dengan sedimen bedload (Tb) dan (3) grafik hubungan
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
43/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 351
Gambar 14. Hubungan Bilangan Froude dengan Kecepatan
Pembentukan Meander Sungai
Pada analisa debit sesaat ada analisa tentang gerak turbulensi air yang dapatmenjelaskan pembagian kecepatan dan nilai rata-rata kecepatan. Dalam keadaan ini
keadaan batas (boundary ) yang sangat menentukan adalah dasar/dinding saluran.
Dalam hidraulika sedimen diketahui bahwa boundary tersebut terdiri atas sedimen
granuler sehingga terjadi pengaruh timbal balik antara dasar dan aliran yang tampak dari
perubahan kekasaran dasar. Gerak longitudinal dari sungai seiring dengan gerakan yang
membujur, dan ini dinyatakan sebagai pola penting bagi saluran yang dapat memberi
pengaruh secara langsung.
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
44/64
352
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
kecepatan aliran sungai mulai menurun. Aliran sungai ini membentuk alur di lekukan
dalam dan lekukan luar sungai. Lekukan luar memiliki kecepatan aliran yang lebih besardibanding lekukan dalam, sehingga di bagian lekukan dalam sering terjadi erosi.
Gambar 15. Konsep Morfologi Sungai
Perkembangan Konfigurasi Dasar Sungai
Pada kondisi awal diketahui diperoleh informasi bahwa air bersih/tawar, dasar rata, bed
material granuler/non kohesif dan butir material seragam. Klasifikasi tahapan kejadian
konfigurasi dasar sungai diuraikan pada Tabel 23.
Tabel 23. Klasifikasi Tahapan Kejadian Konfigurasi Dasar Sungai
Tebing sungai
Erosi tebin sun ai
Pengendapan
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
45/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 353
Gambar 16. Bentuk Dunes
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
46/64
354
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Pengaturan yang terkait dengan kualitas air meliputi zoning, regulasi, peraturan-
peraturan spesifik tentang air dan tanah, pengendalian, perizinan, larangan dan lisensi.Pengaturan ini menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan pencemaran air baik dari
polusi sumber titik ( point source pollution) maupun polusi bukan sumber titik (non-point
source pollution. Pengertian sumber titik adalah titik-titik dimana limbah cair
dikeluarkan, misalnya limbah cair yang dialirkan melalui pipa-pipa dan dibuang ke
sungai. Sedangkan polusi bukan sumber titik adalah polusi yang dihasilkan dari suatu
kawasan tertentu.
Zat pencemar atau kontaminan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori. Zat
pencemar yang ditinjau disini adalah zat pencemar yang berbentuk cair atau dapat larut
dalam air, yang dapat dibagi menjadi : (1) Kontaminan anorganik;(2) Kontaminan
organik; (3) Material radioaktif, dan (4) Mikroorganisme. Selanjutnya, penentuan baku
mutu pemanfaatan air mengacu kepada Pasal 1 PP No. 82 tahun 2001.
Berdasarkan hasil pengujian di lapangan, kualitas air di sungai-sungai utama Rawa Tripa
berada dalam kondisi baik sampai tercemar ringan. Pada umumnya parameter pH untuk
titik pemantauan ini masih memenuhi baku mutu kualitas air sungai dengan PPRI Nomor
82 Tahun 2001. Terjadi peningkatan jumlah padatan tersuspensi (TSS) yang signifikanpada kondisi sesaat sebelum sampai dengan sesaat setelah banjir. Kondisi ini seiring
dengan peningkatan jumlah erosi lahan di hulu yang masuk ke badan sungai. Kondisi
sebaliknya terjadi pada jumlah padatan terlarut (TDS).
Jumlah padatan terlarut di Sungai Krueng Tripa lebih besar dari sungai-sungai lain di
kawasan ini. Hal ini disebabkan pemanfaatan lahan di hulu DAS yang yang sangat
dominan untuk pertanian semusim atau pengelolaan tanah yang tidak sesuai dengan
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
47/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 355
dan DAS Alu Ie Mirah juga melintasi Rawa Tripa. Kawasan Rawa Tripa yang secara
administratif berlokasi di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya danKecamatan Bahbarot, Kabupaten Abdya.
Desa-desa yang berada di kawasan Rawa Tripa secara umum berlokasi di hilir sungai-
sungai yang melintasi Rawa Tripa. Hasil dari wawancara dengan penduduk memberikan
informasi bahwa beberapa desa yang berlokasi dihilir berdekatan dengan bantaran
sungai sering mengalami banjir. Frekuensi banjir yang terjadi setiap tahun pada curah
hujan cukup tinggi yang menyebabkan badan sungai tidak mampu lagi mengalirkan
limpasan permukaan. Dari konteks hidrologi, kawasan Rawa Tripa dikatagorikan sebagai
daerah banjir. Hal ini disebabkan oleh lokasinya yang berada di hilir beberapa sungai
yang melintasi Rawa Tripa.
Hasil wawancara dan observasi lapangan memberikan informasi bahwa sejumlah desa di
Kecamatan Darul Makmur seperti Desa Kuta Trieng dan Desa Seunaam sering
mengalami banjir dan tinggi air mencapai 1-2 meter. Frekuensi banjir yang terjadi lebih
dari satu kali dalam setahun. Banjir tersebut menyebabkan warga mengungsi ke tempat
yang lebih tinggi.
Selanjutnya, banjir yang melanda Kecamatan Darul Makmur dan sebagian Kecamatan
Bahbarot akibat meluapnya Krueng Ie Mirah menyebabkan penduduk mengungsi. Hasil
pemetaan banjir seperti yang dijelaskan sebelumnya memberikan informasi bahwa
periode (lamanya) banjir 1-5 hari. Informasi yang diperoleh dari penduduk bahwa
lamanya banjir tersebut cenderung lebih panjang di bandingkan dengan lamanya banjir
20 (dua puluh) tahun yang lalu, yang pada umumnya lamanya banjir 1-2 hari. Dengan
kata lain, banjir telah surut pada hari ke dua. Jika terjadi banjir, sumber air untuk minum
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
48/64
356
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
lahan budidaya kelapa sawit telah mengalami erosi tebing (stream bank erosion) yang
menyebabkan tanaman kelapa sawit jatuh ke badan sungai.
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
49/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 357
menyatakan bahwa ukuran bangunan pengendali terutama lebar saluran tergantung
komoditas yang diusahakan, untuk tanaman padi memerlukan kondisi lahan tetaptergenang sehingga relatif sempit agar aliran muka air relatif terkendali, dan untuk
tanaman perkebunan yang memerlukan kedalaman muka air tanah relatif dalam
sehingga perlu dikendalikan sesuai dengan kedalaman zone perakarannya. Ilustrasi
manajemen air dengan sistem terkendali dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 19. Prinsip Utama dalam Penyekatan Parit atau Saluran di Lahan Gambut
Sumber : Barkah dan Sidiq, 2009
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
50/64
358
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
rekayasa aliran air yang dapat mengatur pemasukan air (recharge water ) dan
pengeluaran air (discharge water ) secara seimbang dan terkendali pada lahan rawagambut. Dengan kata lain, pada saat air di lahan rawa gambut dalam kondisi berlebihan
di musim penghujan maka air harus dikeluarkan (discharge). Di sisi lain, pada musim
kemarau dimana air telah berkurang drastis di lahan rawa gambut dan tidak dapat
memenuhi kebutuhan air minimal yang dapat dipertahankan setinggi 60 cm, maka
diperlukan pemasukan air (recharge water ) dari sungai yang dapat dialirkan ke areal
lahan rawa gambut tersebut.
Sumber air alternatif untuk menjaga keseimbangan di lahan rawa gambut Tripa adalah
sungai yang melintasi lahan rawa gambut. Sungai Krueng Seumayam merupakan sungai
yang memiliki pengaruh besar terhadap keseimbangan air di lahan rawa gambut. Oleh
karena itu, rekayasa aliran Sungai Krueng Seumayam menjadi alternatif untuk
pembuatan bendung.
Rekayasa aliran sungai pada manajemen air di Rawa Tripa yang berkaitan dengan
deskripsi pola aliran dan tipikal konstruksi bangunan air (bendung) serta penentuan
elevasi mercu bendung untuk menaikkan elevasi muka air air sungai agar dapat dialirkan
ke lahan rawa gambut diuraikan berikut ini.
Deskripsi Pola Aliran. Sistem tata air rawa merupakan bentuk sistem yang terintegrasi
antara banjir, topografi dan geologi permukaan. Pada kondisi rawa Tripa, pembentukan
rawa akibat banjir sangat dipengaruhi oleh struktur geologi pembentukan dataran banjir
(aluvial) yang terlapisi oleh struktur organik (gambut). Satuan endapan aluvium sungai
dan pantai di sepadan antara Krueng Tripa sampai Krueng Batee, terdiri dari lempung,
pasir, dan kerakal. Deskripsi sayatan geologi di Rawa Tripa dideskripsikan pada Gambar
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
51/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 359
Gambar 22. Skema Recharge Water dan Discharge Water Rawa Tripa
Aktual pada Musim Kemarau
Sungai Krueng Seumayam
Sungai Krueng Batee
Rawa Tripa
Sungai Krueng Tripa
Samudera
Hindia
Saluran alami
Rawa Tripa
Saluran alami
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
52/64
36
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Tabel 25. Parameter Hidrologis DAS Krueng Seumayam
No Parameter Hidrologis Keterangan1 Catchment area (pada site AWLR) = 110,60 km
2
2 Elevasi hulu sungai = + 1.660,00 m
3 Elevasi hilir sungai (pada site bendung) = + 13,00 m
4 Slope rata-rata sungai = 0,000041
5 Panjang sungai utama = 64.17 km
Selain kondisi tersebut di atas, sungai Krueng Seumayam dipilih sebagai lokasi bendung
karena : (1) merupakan sungai utama yang membelah Rawa Tripa; (2) memiliki tampangsungai yang lebih stabil bila dibandingkan dengan sungai Krueng Tripa dan sungai Krueng
Batee; (3) memiliki pengaruh banjir lebih dominan bila dibandingkan dengan sungai
Krueng Tripa dan sungai Krueng Batee terhadap kejadian banjir di Rawa Tripa; (4) areal
sepadan sungai merupakan kawasan perkebunan yang memiliki ketebalan gambut
berkisar antara 0,50 m sampai >2,00 m; (5) merupakan outlet utama bagi 64% areal
gambut yang drain sehingga akan memudahkan untuk dilakukan pengawasan dan
pengendalian; (6) memiliki stasiun pemantauan debit dan hujan.
Penentuan Elevasi Mercu Bendung. Elevasi mercu bending ditentukan berdasarkan: (1)
elevasi rawa tertinggi, dan (2) faktor tinggi tekan untuk pembilasan. Uraian masing-
masing faktor yang diperhitungkan dapat dilihat pada Tabel 26 dan 27.
Dari dua metode perhitungan ditetapkan bahwa elevasi mercu bendung adalah yang
tertinggi, yaitu pada elevasi +11,50 m. Selanjutnya, penentuan panjang mercu bendung,
lebar lubang dan pilar pembilas, panjang mercu bendung efektif tinggi muka air di udik
bendung, nilai jari-jari mercu bendung dan resume perhitungan hidraulik bendung dapat
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
53/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 361
Tabel 27. Penentuan Elevasi Bendung berdasarkan Faktor Tinggi Tekan untuk Pembilasan
No Faktor yang
diperhitungkan Keterangan
1 Penangkap sedimen - Panjang = 50,0 m;- Panjang saluran pengantar = 20,0 m;
- Pemiringan permukaan sedimen di penangkap sedimen =
0,00015;
- Elevasi hilir penangkap sedimen + 8,50 m;
- Elevasi muka air penangkap sedimen bagian hilir + 11,0 m.
2 Cara perhitungan-
Elevasi muka air dikantong sedimen bagian udik: + 11,0 +(50x0,00015) = +11,005 m.
- Elevasi muka air di udik saluran pengantar/tepat di hilir intake
bendung: + 11,0 + (50+20)x0,00015 = +11,0105 m.
- Kehilangan tinggi tekan di intake diambil = 0,20 m.
- Elevasi muka air di udik intake : + 11,0105+0,20 = +11,2105 m.
- Kehilangan tinggi tekan akibat eksploitasi diambil = 0,10 m.
Ketinggian elevasi
mercu bendung
+11,2105 + 0,10 = +11,3105 m
Tabel 28. Penentuan Hidraulika Bendung
No Hidraulika
BendungKeterangan
1 Penentuan Panjang - Panjang mercu bendung ditentukan 120% lebar sungai rata-rata yang
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
54/64
362
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
-He3/2
=
BeC
Qd
.
= 2,73 m (perhitungan ‘trial and error’ )
- Be = 45 – 0,24 (2.73) = 44.35 m.
- Tinggi tekanan (desain head), Ha dihitung dengan:
- Hd = He – V2/2 g dan dianggap V2/2g = 0, maka Ha = He = 2.73 m.
- Jadi tinggi muka air di udik bendung Ha = 2.73 m
- Elevasi muka air banjir = Elevasi Mercu + Ha = 11,50 + 2.73 = +14,23 m.
6 Penentuan Nilai
Jari-Jari MercuBendung
- Jari-jari mercu bendung ditentukan berdasarkan ha = Ha = 2,73 m;
- q = 439,5/44,35 = 9,8 m3/det/m’ diperoleh R = 2,25 m.
7 ResumePerhitungan
Hidraulik Bendung
- Lebar pembilas 2 x 1,90 = 3.80 m.
- Lebar pilar pembilas 2 x 1,50 = 3,00 m.
- Tinggi muka air diudik bending =73 m.
- Elevasi muka air banjir = + 14.23 m.
- Tinggi pembendungan = 4.0 m.
- Kemiringan tubuh bending = 1:1
Pemilihan tipe peredam energi. Jenis sungai merupakan sungai aluvial dengan angkutansedimen dominan dari fraksi pasir dan kerikil. Dengan sungai yang demikian maka
bangunan energi yang dipilih adalah tipe lantai datar dengan ujung berkotak-kotak
(MDO). Setelah dilakukan rekayasa terhadap aliran di Seumayam, maka sistem tata air
di Rawa Tripa pada puncak musim kemarau mengalami perubahan. Perubahan tersebut
adalah terjadinya recharge kedalam sistem rawa dan pengendalian atau penutupan
drainase keluar dari rawa. Skema di Rawa Tripa akibat adanya pengaturan recharge dan
discharge disajikan pada Gambar 23 yang menunjukkan bahwa seluruh saluran drainase
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
55/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 363
lalu seluruh jenis tanah di kawasan Rawa Tripa pada awalnya adalah termasuk ke dalam
jenis tanah Histosol.
Gambar 23. Skema Recharge dan Discharge Rencana Rawa Tripa pada musim
kemarau setelah dibangun bendung
Bendung
RawaTripa
Sungai Krueng Seumayam
Sungai Krueng Batee
Rawa Tripa
Sungai Krueng Tripa
i
iHujan dan saluran alami
Hujan dan saluran alami
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
56/64
364
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Tabel 29. Kedalaman Bahan Gambut di Lokasi Rawa Tripa
No Kedalaman Luas Areal
1 Gambut (cm) (Ha) (%)
a < 200 2.844, 46 4,69
b 200-300 19.411,40 32,00
c >300 12.296,22 20,27
2 Tanah mineral 26.105,20 43,04
Total 60.657,29 100,00
Sumber : Laporan kajian 5 (2013)
Gambut yang memiliki kedalaman > 3 m harus menjadi daerah konservasi, sementara
gambut yang < 3 m dapat dipertimbangkan menjadi areal budidaya. Demikian juga
daerah bantaran sungai (sisi kiri dan kanan) sungai juga termasuk areal konservasi.
Arahan alokasi ruang di areal TPSF dapat dilihat pada Gambar 24.
H1
H2
Tanah gambut> 3 m
Areal Konservasi (AK) BudidayaBudidaya
AKAK AK AK
Kubah gambut
< 3 m< 3 m
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
57/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 365
Gambar 25. Lokasi Rawa Tripa yang harus Dikonservasi
Dari konteks hidrologi, faktor utama yang menyebabkan tingginya emisi CO2 yang terjadi
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
58/64
366
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Gambar 26. Hubungan antara emisi CO2 dengan Kedalaman Air Tanah Gambut
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi kondisi lahan rawa gambut Tripa perlu dilakukan dengan tujuan
antara lain: (1) memonitor apakah rekomendasi kajian ini ditindaklanjuti oleh pihak-
pihak terkait, (2) mengevaluasi secara lebih mendalam tentang kondisi kekinian areal
TPSF pasca kajian setelah rekomendasi rencana restorasi dilaksanakan termasuk kajian
dampak positif dan negatifnya terhadap lingkungan di TPSF.
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
59/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 367
Beberapa rekomendasi untuk restorasi areal TPSF seperti meredesain kembali alokasi ruang
di TPSF, sistem tata air untuk pengendalian drainase, rekayasa aliran melalui pembuatan
bendung, upaya konservasi DAS serta dampak postif dan negatif terhadap lingkungan
muncul akibat pelaksanaaan kegiatan tersebut penting ditindaklanjuti serta dimonitor secara
konprehensif. Demikian juga dengan keterlibatan masyarakat dan perusahaaan perkebunan
di TPSF dalam upaya restorasi areal TPSF perlu dimonitor dan dievaluasi secara periodik.
Bagaimana pun juga, restorasi areal TPSF tidak hanya mempertimbangkan aspek lingkungan,
tetapi juga aspek ekonomi, khususnya masyarakat yang berada di sekitar TPSF. Selanjutnya,
rekomendasi kegiatan monitoring dan evaluasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 30.
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
1.
Kawasan Rawa Tripa pada dasarnya merupakan kawasan banjir yang terletak di hilir
dari WS Woyla – Tripa. Banjir yang terjadi di kawasan ini merupakan banjir tahunan
dengan lama genangan berkisar antara 1 sampai 5 hari;
2.
Terdapat 3 sungai utama pada Kawasan Rawa Tripa. Sungai terbesar di kawasan iniadalah sungai Krueng Tripa. Sedangkan 2 sungai besar lainnya adalah sungai Krueng
Batee dan sungai Krueng Seumayam. Sungai Krueng Seumayam ini terletak tepat di
tengah-tengah Rawa Tripa;
3. Dari sungai-sungai yang terdapat di Rawa Tripa, sungai Krueng Seumayam memiliki
pengaruh yang sangat dominan terhadap banjir di Rawa Tripa. Limpasan banjir dari
sungai ini sangat mempengaruhi sistem imbangan air rawa dan kualitas air rawa.
Perubahan terhadap kualitas air rawa memberikan pengaruh yang sangat besar pada
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
60/64
368
| SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
9. Konservasi DAS di aeral TPSF dapat dilakukan dengan mengatur alokasi ruang gambut
sesuai dengan yang direkomendasikan, perbaikan sistem pembuang air rawa,
perlindungan sepadan sungai dan pantai.
B. Rekomendasi
1.
Rencana restorasi lahan di TPSF perlu ditindaklanjuti melalui penyiapan dokumen
untuk pengaturan alokasi ruang TPSF skala detil, DED pengendalian drainase, DED
pembangunan bendung dan DED konservasi DAS, pelaksanaan kegiatan restorasi
serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan restorasi.
2.
Perlu segera dilakukan kajian mengenai hasil air (water yield ) terhadap pola
penggunaan lahan di TPSF untuk mendukung program monitoring dan evaluasi
kegiatan restorasi.
3.
Pembukaan lahan baru di TPSF perlu dihentikan dan rehabilitasi lahan yang telah
rusak di luar konsesi perkebunan kelapa sawit seperti bantaran sungai dan sempadan
pantai serta areal terlantar lainnya perlu segera dilakukan.
4.
Kerjasama semua pihak yang melibatkan pihak pemerintah (pemerintah pusat,pemerintah Aceh, pemerintah Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya),
perusahaan kelapa sawit, masyarakat di sekitar areal TPSF, perguruan tinggi serta
pihak terkait lainnya sangat diperlukan agar area Hutan Rawa Gambut Tripa (TPSF)
dapat bermanfaat secara adil dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
61/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 369
Hooijer, A., Silvius, M., Wösten, H. and Page, S (2006). PEAT-CO2, Assessment of CO2
emissions from drained peatlands in SE Asia. Delft Hydraulics report Q3943.
Leopod, et al. (1957 dalam Chang H.H. 1986). River Channel Change. A Justment of
Equilibirium. J. Hydraulic Engineering. Vol. 112 (1), p 43-45.
Leopod, et al. (1964 dalam Gregory, K. J. 1977). River Channel Change. A Wiley Interscience,
Publication, New York, USA.
Natural Resources Conservation Service. (1986). Conservation engineering division.
Technical Release 55 . Urban Hidrology for Small Watershed, US Departement of
Agriculture, Washington.
Mitsch, W.J., and Gosselink, J. G. (2011). Wetlands. Ecological Studies, Vol. 190, John Wiley& Sons.
Perrow, M.R., and Davy, A.J. 2002. Handbook of Ecological Restoration. Volume 1. Principles
of restoration. Cambridge: Cambridge University Press.
Sri Harto (2000). Hidrologi ; Teori Masalah Penyelesaian, Nafiri, Yokyakarta.
Subramanya, K. (2009), Engineering Hydrology, Mc Graw Hill, Singapore.
Verhoeven, J.T.A., Beltman, B., Bobbink, R., and Whigham, D.F. (2006) Wetlands and
Natural Resource Management, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Ward, A.D., and Elliot, W.I. (1995). Environmental hydrology. Lewis Publishers, CRC Press
Inc., New York.
http://www.google.co.id/search?hl=id&tbo=p&tbm=bks&q=inauthor:%22William+J.+Mitsch%22http://www.google.co.id/search?hl=id&tbo=p&tbm=bks&q=inauthor:%22James+G.+Gosselink%22http://www.google.co.id/search?hl=id&tbo=p&tbm=bks&q=inauthor:%22James+G.+Gosselink%22http://www.google.co.id/search?hl=id&tbo=p&tbm=bks&q=inauthor:%22William+J.+Mitsch%22
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
62/64
37 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
LAPORAN UTAMA
Lampiran 1. Hasil Pengujian Kualitas Air di Sungai-Sungai Rawa Tripa
NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU METODE ANALISAHASIL ANALISA (KODE LOKASI)
SM 1 A SM 2 A SS 01 STR 4 A STR 2 A SB A
A FISIKA
1 Bau - Tidak Berbau Organoleptik Tidak Berbau
2 Rasa - Tidak Berasa Organoleptik Tidak Berasa
3 Warna TCU 50 Spektofotometri 13,12 0,625 5 10,16 15,31 2,187
4 Kekeruhan/turbidity NTU 25 Termometri 41,2 2,65 5,57 19,02 15,32 4,65
5 Suhu :C Suhu udara ±3 :C Termometri 27,3 27,3 27,6 27,2 27,5 27,4
6 Zat Padatan Terlarut mg/l 1500 Gravimeter 25,6 42,8 34,3 82 66,7 32,3
B KIMIA
7 Air Raksa (Hg) mg/l 0,001 SSA TT TT TT TT TT TT
8 Arsen (As) mg/l 0,05 SSA TT TT TT TT TT TT
9 Besi (Fe) mg/l 1 SSA 0,0708 0,01 0,0502 0,065 0,0687 0,0099
10 Flourida (F) mg/l 1,5 Photometri 1,03 1,23 1,53 0,74 0,49 0,65
11 Kadmium (Cd) mg/l 0,005 SSA 0,0009 0,0003 0,0001 0,0003 0,0012 0,000612 Kesadahan (CaCO3) mg/l 500 Trimetri 44 52 26 76 76 44
13 Klorida (Cl-) mg/l 600 Argentometri 5,68 5,68 9,23 8,52 11,36 6,39
14 Kromium (Cr total) mg/l 0,05 SSA 0,001 0,0016 0,0008 0,0022 0,0025 0,0012
15 Mangan (Mn) mg/l 0,5 SSA 0,0741 0,1174 0,1242 0,1068 0,1121 0,0991
16 Nitrat (NO3) mg/l 10 Brucin 0,061 0,003 0,006 0,168 0,213 0,012
17 Nitrit (NO2) mg/l 1 Spektrofotometri 0,021 0,008 0,023 0,03 0,062 0,004
18 pH - 6,5 – 9 Elektrometri 6,56 7,06 5,96 6,85 6,72 6,8
19 Seng (Zn) mg/l 15 SSA 0,0011 0,0016 0,0012 0,0031 0,0051 0,0009
20 Sianida (Cn) mg/l 0,1 Photometri 0,006 0,004 0,011 0,043 0,03 0,007
21 Sulfat (SO4) mg/l 400 Turbidimetri 6,544 2,279 0,172 19,78 6,709 0,441
22 Timbal (Pb) mg/l 0,05 SSA 0,0014 0,0003 0,0006 0,0004 0,0008 TT
23 Selenium (Se) mg/l 0,01 SSA TT TT TT TT TT TT
24 Zat Organik mg/l 10 Trimetri 0,217 0,821 0,236 0,304 0,623 0,405Catatan :
SM = Sungai Krueng Seumayam, SB = Sungai Krueng Batee, SS = Sungai Krueng Seunaam, STR = Sungai Krueng Tripa
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
63/64
RENCANA RESTORASI LAHAN RAWA | 371
Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa
Universitas Syiah Kuala
Lampiran 2. Hasil Pengujian Kualitas Air di Saluran Kebun Sawit Rawa Tripa
NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU METODE ANALISAHASIL ANALISA (KODE LOKASI)
RO 2 A RO 2 C RO 3 RO 6 A RO 7 A RO 12 A RO 13
A FISIKA
1 Bau - Tidak Berbau Organoleptik Tidak Berbau
2 Rasa - Tidak Berasa Organoleptik Tidak Berasa
3 Warna TCU 50 Spektofotometri 28,906 35,469 135,14 21,875 6,094 11,72 22,34
4 Kekeruhan/turbidity NTU 25 Termometri 3,18 2,8 3,34 3,73 2,75 7,33 8,23
5 Suhu :C Suhu udara ±3 :C Termometri 27,9 28,1 27,7 27,7 27,9 27,3 27,5
6 Zat Padatan Terlarut mg/l 1500 Gravimeter 83,6 24,9 33,6 33,6 24,9 43,2 61,7
B KIMIA
7 Air Raksa (Hg) mg/l 0,001 SSA TT TT TT TT TT TT TT
8 Arsen (As) mg/l 0,05 SSA TT TT TT TT TT TT TT
9 Besi (Fe) mg/l 1 SSA 0,0988 0,1371 0,1986 0,0877 0,021 0,1104 0,1518
10 Flourida (F) mg/l 1,5 Photometri 0,77 0,69 0,39 0,83 1,95 1 2,28
11 Kadmium (Cd) mg/l 0,005 SSA 0,0011 0,0017 0,0027 0,0017 0,0016 0,0012 0,0009
12 Kesadahan (CaCO3) mg/l 500 Trimetri 110 60 100 26 44 50 5613 Klorida (Cl
-) mg/l 600 Argentometri 9,23 7,1 7,1 9,94 8,52 7,81 7,81
14 Kromium (Cr total) mg/l 0,05 SSA 0,0023 0,0039 0,004 0,0038 0,0041 0,0037 0,0035
15 Mangan (Mn) mg/l 0,5 SSA 0,1397 0,1654 0,1243 0,1134 0,1261 0,1267 0,002
16 Nitrat (NO3) mg/l 10 Brucin 2,332 1,141 0,855 0,523 0,003 0,614 1,404
17 Nitrit (NO2) mg/l 1 Spektrofotometri 0,072 0,018 0,024 0,005 0,001 0,118 1,966
18 pH - 6,5 – 9 Elektrometri 6,46 5,93 5,63 5,8 6,08 6,23 6,39
19 Seng (Zn) mg/l 15 SSA 0,0014 0,0032 0,0031 0,0023 0,0008 0,0051 0,015
20 Sianida (Cn) mg/l 0,1 Photometri 0,004 0,003 0,007 0,005 0,003 0,006 0,012
21 Sulfat (SO4) mg/l 400 Turbidimetri 14,14 6,299 18,43 12,55 7,525 14,26 4,093
22 Timbal (Pb) mg/l 0,05 SSA 0,0005 0,0004 0,0011 0,0099 0,0002 0,0003 0,0006
23 Selenium (Se) mg/l 0,01 SSA TT TT TT TT TT TT TT
24 Zat Organik mg/l 10 Trimetri 0,724 0,186 0,245 0,512 0,167 1,186 10,97
Catatan :RO 2, RO 3 dan RO 6 berada di antara sungai Krueng Tripa dan sungai Krueng Seumayam
RO 7, RO 12 dan RO 13 berada di antara sungai Krueng Seumayam dan Krueng Batee
-
8/19/2019 09 Wetland Restoration Plan
64/64
372 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION AND MANAGEMENT OFTHE TRIPA PEAT-SWAMP FOREST
Lampiran 3. Hasil Pengujian Kualitas Air di lahan dan Genangan di lahan Rawa Tripa
NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU METODE ANALISAHASIL ANALISA (KODE LOKASI)
4 A 3 A 2 A 1 A 5 AA FISIKA
1 Bau - Tidak Berbau Organoleptik Tidak Berbau
2 Rasa - Tidak Berasa Organoleptik Tidak Berasa
3 Warna TCU 50 Spektofotometri 233,44 418,59 468,75 173,75 182,5
4 Kekeruhan/turbidity NTU 25 Termometri 136 263 323 170,3 61,8
5 Suhu :C Suhu udara ±3 :C Termometri 27,4 27,7 28 28,1 27,6
6 Zat Padatan Terlarut mg/l 1500 Gravimeter 20,7 32,4 34,1 21,2 33,9
B KIMIA
7 Air Raksa (Hg) mg/l 0,001 SSA TT TT TT TT TT
8 Arsen (As) mg/l 0,05 SSA TT TT TT TT TT
9 Besi (Fe) mg/l 1 SSA 0,0686 0,2793 0,3312 0,0491 0,0964
10 Flourida (F) mg/l 1,5 Photometri 2,49 2,88 3,36 0,95 1,2811 Kadmium (Cd) mg/l 0,005 SSA 0,0013 0,0018 0,0016 0,0013 0,0008
12 Kesadahan (CaCO3) mg/l 500 Trimetri 560 540 560 400 720
13 Klorida (Cl-) mg/l 600 Argentometri 71 8,52 78,1 78,1 71
14 Kromium (Cr total) mg/l 0,05 SSA 0,0023 0,0022 0,0016 0,0011 0,002
15 Mangan (Mn) mg/l 0,5 SSA 0,0964 0,1158 0,0676 0,122 0,0028
16 Nitrat (NO3) mg/l 10 Brucin 3,832 7,255 12,82 2,961 2,675
17 Nitrit (NO2) mg/l 1 Spektrofotometri 0,114 0,589 0,812 0,278 0,187
18 pH - 6,5 – 9 Elektrometri 4,86 5,29 5,27 5,05 4,36
19 Seng (Zn) mg/l 15 SSA 0,0116 0,0111 0,0137 0,012 0,0179
20 Sianida (Cn) mg/l 0,1 Photometri 0,122 0,211 0,255 0,087 0,063
21 Sulfat (SO4) mg/l 400 Turbidimetri 89,39 162,4 208,5 95,88 87,79
22 Timbal (Pb) mg/l 0,05 SSA 0,0004 0,0014 0,0006 0,0001 0,0001
23 Selenium (Se) mg/l 0,01 SSA TT TT TT TT TT
24 Zat Organik mg/l 10 Trimetri 1,149 5,892 8,123 2,781 1,873