08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

14
ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia” Mira Maulidiana - 1 Prospek Pengembangan LNG Lepas Pantai Mira Maulidiana Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia. Email: [email protected] Abstrak – Pengembangan teknologi LNG lepas pantai pada dasarnya merupakan penggabungan dari teknologi pencairan, transportasi, penyimpanan, dan regasifikasi LNG yang telah berkembang hingga saat ini dengan teknologi substruktur lepas pantai yang digunakan di industri minyak dan gas. Pengembangan terminal produksi dan ekspor LNG lepas pantai dapat meningkatkan peluang untuk pemanfaatan gas terasosiasi serta stranded gas di lepas pantai yang selama ini tidak termanfaatkan. Sedangkan pengembangan terminal penerimaan LNG lepas pantai dapat menjadi solusi alternatif di tengah semakin semakin sulitnya mendapatkan lahan yang memenuhi berbagai kriteria untuk terminal penerimaan LNG. Hingga saat ini sudah terdapat banyak konsep terminal LNG lepas pantai baik untuk terminal produksi dan ekspor maupun terminal penerimaan. Beberapa wilayah lepas pantai di dunia bahkan telah diidentifikasikan berpotensi untuk penempatan terminal LNG lepas pantai. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi fasilitas LNG lepas pantai telah mencapai titik di mana realisasinya sudah memungkinkan. Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai konsep- konsep terminal LNG lepas pantai yang sudah dikembangkan di dunia hingga saat ini, beserta prospeknya di waktu-waktu mendatang 1. Pendahuluan Sekitar sepertiga atau 60 tcm cadangan gas alam di dunia berada di lepas pantai (Sheffield, LNG Review). Sebagian cadangan gas merupakan cadangan gas yang tak terasosiasi dengan produksi minyak (non associated gas), sedangkan sisanya merupakan gas terasosiasi (associated gas). Penyaluran gas dari fasilitas produksi lepas pantai melalui pipa ke darat biasanya merupakan opsi pertama dalam pemanfaatan produksi gas lepas pantai. Meskipun demikian, seperti yang dapat terlihat pada peta konsep transportasi gas alam di bawah ini, penyaluran gas melalui pipa baru dapat secara ekonomis dilakukan apabila produksi gas tersebut memadai dengan jarak yang relatif dekat. Hal tersebut juga menjadi alasan mengapa jenis-jenis gas berikut sulit untuk dibawa ke darat untuk dimanfaatkan. Gas terasosiasi, yaitu gas yang terproduksi bersamaan dengan produksi minyak, yang umumnya tidak bisa, secara ekonomis, untuk diproses serta disalurkan melalui pipa ke darat. Gas tersebut sebelumnya sering dibakar. Namun dari segi lingkungan, pengurangan CO 2 , serta pemanfaatan energi secara efektif membuat pilihan untuk membakar gas lepas pantai bukan merupakan suatu pilihan yang tepat. Pilihan lain adalah dengan menginjeksikan kembali gas tersebut ke reservoir. Hal tersebut dapat menguntungkan dalam jangka pendek dalam hal meningkatkan produksi minyak. Namun injeksi gas dalam jangka panjang justru akan menaikkan rasio gas/minyak. Stranded gas, yaitu gas yang umumnya berasal dari daerah terisolasi atau lapangan gas yang jauh dari darat atau infrastruktur yang ada, sehingga menjadi tidak ekonomis untuk memasang pipa untuk menyalurkan gas ke darat. Gas jenis tersebut umumnya ditemukan seperti di laut dalam (lebih dalam daripada 1000 m) atau pada lapangan yang sangat terisolasi dari pembangunan lapangan lainnya yaitu lebih dari 250 km. Gas tersebut umumnya sulit dieksploitasi karena kondisi yang ada menyebabkannya menjadi tidak ekonomis untuk dikembangkan. Gambar 1. Peta Konsep Transportasi Gas Alam (Sumber: Hetland) Salah satu alternatif lain untuk pemanfaatan gas lepas pantai adalah dengan LNG terapung (floating LNG). Opsi LNG terapung ini dapat digunakan untuk pemanfaatan gas dengan ukuran cadangan menengah yaitu sekitar 8 - 10 MMsm 3 /d jarak ke pasar antara 3000 – 4800 km. Alternatif pemanfaatan gas lepas pantai dengan LNG terapung ini diharapkan dapat semakin membuka peluang untuk pemanfaatan gas di lepas pantai khususnya untuk gas terasosiasi serta

Transcript of 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

Page 1: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 1

Prospek Pengembangan LNG Lepas Pantai

Mira Maulidiana

Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia. Email: [email protected]

Abstrak – Pengembangan teknologi LNG lepas pantai pada dasarnya merupakan penggabungan dari teknologi pencairan, transportasi, penyimpanan, dan regasifikasi LNG yang telah berkembang hingga saat ini dengan teknologi substruktur lepas pantai yang digunakan di industri minyak dan gas. Pengembangan terminal produksi dan ekspor LNG lepas pantai dapat meningkatkan peluang untuk pemanfaatan gas terasosiasi serta stranded gas di lepas pantai yang selama ini tidak termanfaatkan. Sedangkan pengembangan terminal penerimaan LNG lepas pantai dapat menjadi solusi alternatif di tengah semakin semakin sulitnya mendapatkan lahan yang memenuhi berbagai kriteria untuk terminal penerimaan LNG. Hingga saat ini sudah terdapat banyak konsep terminal LNG lepas pantai baik untuk terminal produksi dan ekspor maupun terminal penerimaan. Beberapa wilayah lepas pantai di dunia bahkan telah diidentifikasikan berpotensi untuk penempatan terminal LNG lepas pantai. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi fasilitas LNG lepas pantai telah mencapai titik di mana realisasinya sudah memungkinkan. Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai konsep-konsep terminal LNG lepas pantai yang sudah dikembangkan di dunia hingga saat ini, beserta prospeknya di waktu-waktu mendatang

1. Pendahuluan Sekitar sepertiga atau 60 tcm cadangan gas alam di dunia berada di lepas pantai (Sheffield, LNG Review). Sebagian cadangan gas merupakan cadangan gas yang tak terasosiasi dengan produksi minyak (non associated gas), sedangkan sisanya merupakan gas terasosiasi (associated gas). Penyaluran gas dari fasilitas produksi lepas pantai melalui pipa ke darat biasanya merupakan opsi pertama dalam pemanfaatan produksi gas lepas pantai. Meskipun demikian, seperti yang dapat terlihat pada peta konsep transportasi gas alam di bawah ini, penyaluran gas melalui pipa baru dapat secara ekonomis dilakukan apabila produksi gas tersebut memadai dengan jarak yang relatif dekat. Hal tersebut juga menjadi alasan mengapa jenis-jenis gas berikut sulit untuk dibawa ke darat untuk dimanfaatkan.

Gas terasosiasi, yaitu gas yang terproduksi bersamaan dengan produksi minyak, yang umumnya tidak bisa, secara ekonomis, untuk diproses serta disalurkan melalui pipa ke darat. Gas tersebut sebelumnya sering dibakar. Namun dari segi lingkungan, pengurangan CO2, serta pemanfaatan energi secara efektif membuat pilihan untuk membakar gas lepas pantai bukan merupakan suatu pilihan yang tepat. Pilihan lain adalah dengan menginjeksikan kembali gas tersebut ke reservoir. Hal tersebut dapat menguntungkan dalam jangka pendek dalam hal meningkatkan produksi minyak. Namun injeksi gas dalam jangka panjang justru akan menaikkan rasio gas/minyak. Stranded gas, yaitu gas yang umumnya berasal dari daerah terisolasi atau lapangan gas yang jauh dari darat atau infrastruktur yang ada, sehingga menjadi tidak ekonomis untuk memasang pipa untuk menyalurkan gas ke darat. Gas jenis tersebut umumnya ditemukan seperti di laut dalam (lebih dalam daripada 1000 m) atau pada lapangan yang sangat terisolasi dari pembangunan lapangan lainnya yaitu lebih dari 250 km. Gas tersebut umumnya sulit dieksploitasi karena kondisi yang ada menyebabkannya menjadi tidak ekonomis untuk dikembangkan.

Gambar 1. Peta Konsep Transportasi Gas Alam

(Sumber: Hetland) Salah satu alternatif lain untuk pemanfaatan gas lepas pantai adalah dengan LNG terapung (floating LNG). Opsi LNG terapung ini dapat digunakan untuk pemanfaatan gas dengan ukuran cadangan menengah yaitu sekitar 8 - 10 MMsm3/d jarak ke pasar antara 3000 – 4800 km. Alternatif pemanfaatan gas lepas pantai dengan LNG terapung ini diharapkan dapat semakin membuka peluang untuk pemanfaatan gas di lepas pantai khususnya untuk gas terasosiasi serta

Page 2: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 2

stranded gas seperti yang tersebut di atas. Pemanfaatan produksi gas lepas pantai menjadi LNG dapat memperpendek rantai LNG karena adanya penggabungan eksplorasi dan produksi gas alam dengan fasilitas pencairan LNG. Permasalahan keterbatasan area, lingkungan, keselamatan, dan keamanan juga mendorong adanya terminal penerimaan LNG di lepas pantai. Berbagai konsep terminal LNG lepas pantai dapat dilihat pada Gambar 2.

Meskipun sebagian besar terminal LNG lepas pantai pada Gambar 2 masih berupa konsep, pada tahun 2005 Bureau Veritas telah menerbitkan buku pedoman klasifikasi dan sertifikasi LNG lepas pantai. Klasifikasi terminal LNG lepas pantai yang dilakukan oleh Bureau Veritas adalah sebagai berikut: � Jenis terminal LNG: - GB: Gravity Based terminal - F: Floating terminal � Konfigurasi penggunaan terminal LNG lepas

pantai: - LNG – GPE: LNG Global Production and

Exporting terminal - LNG – PE: LNG Production and Exporting

terminal

- LNG – R: LNG Receiving terminal - LNG – S: LNG Storage terminal

� Material yang digunakan: - baja - beton - komposit

Konfigurasi fasilitas-fasilitas LNG yang berada pada terminal terapung mempengaruhi penggolongan terminal LNG lepas pantai sebagai berikut: 1. Fasilitas produksi gas (hulu) 2. Inlet dan fasilitas pengolahan gas 3. Fasilitas pencairan dan fraksinasi 4. Instalasi penyimpanan LNG 5. Terminal ekspor LNG 6. Kemampuan transportasi 7. Sistem bongkar muat LNG 8. Tangki penyimpanan LNG 9. Unit regasifikasi LNG 10. Pompa LNG 11. Sistem penanganan uap Utilitas pendukung, perpipaan, katup, sistem kontrol, dan sistem keselamatan yang dibutuhkan untuk pengoperasian ekspor dan impor secara aman.

Gambar 2. Terminal-terminal LNG Lepas Pantai (Sumber: Moss Maritime)

LNG GPE

LNG PE

LNG R

Page 3: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 3

Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai pengembangan konsep terminal-terminal LNG lepas pantai yang sudah dilakukan di dunia hingga saat ini. Prospek penggunaan terminal-terminal LNG lepas pantai pada waktu-waktu mendatang juga akan dikemukakan pada makalah ini. 2. Terminal Produksi dan Ekspor LNG

Lepas Pantai Berbagai studi mengenai terminal produksi dan ekspor LNG lepas pantai telah dilakukan dalam berbagai tingkatan sejak awal 1970-an. Barulah pada pertengahan tahun 1990-an, seiring dengan perkembangan teknologi Floating Production, Storage, and Offloading (FPSO) untuk produksi minyak yang semakin mapan dan banyak digunakan, studi terminal produksi LNG lepas pantai didukung dengan konsep yang lebih matang. FPSO untuk produksi minyak secara umum adalah integrasi dari teknologi fasilitas produksi minyak dengan kapal. Fasilitas pengolahan minyak tersebut umumnya terdiri dari fasilitas penerimaan, pemisahan gas / minyak serta reinjeksi gas. Minyak kemudian disimpan pada tangki yang terletak pada lambung kapal untuk kemudian ditransferkan ke kapal tanker melalui fasilitas offloading yang biasanya berupa selang fleksibel (flexible hose). Berbeda dengan FPSO untuk produksi minyak, terminal untuk produksi LNG lepas pantai adalah lebih kompleks di mana di dalamnya diperlukan fasilitas pengolahan gas dan pencairan gas pada suhu kriogenik. Selain itu, sifat proses LNG yang sedemikian sehingga dibutuhkan daya listrik yang cukup besar (sekitar 50 MW untuk 1 MMTPA) dan kondisi pengolahan kriogenik menimbulkan adanya kebutuhan perpipaan yang lebih kompleks di tengah tata letak fasilitas produksi pada area yang sangat terbatas. Penyimpanan LNG yang membutuhkan sistem penanganan khusus serta sifat produksi lepas pantai di mana tangki selalu diisi sebagian juga menjadi isu tersendiri. Transfer LNG dari terminal produksi LNG lepas pantai ke tanker LNG juga membutuhkan penanganan khusus. Proses pencairan umumnya memiliki porsi biaya 30 - 40% dari keseluruhan biaya kapital kilang LNG, serta memiliki pengaruh yang besar padaa biaya operasi serta utilitas yang digunakan. Pemilihan proses yang tepat untuk digunakan di lepas pantai adalah hal yang sangat penting untuk mengefektifkan biaya dalam suatu proyek LNG. Foster Wheeler Energy Limited telah melakukan studi untuk memilih proses pencairan LNG yang tepat untuk digunakan di lepas pantai. Fasilitas pencairan LNG yang digunakan di lepas pantai memiliki kriteria

pemilihan teknologi yang berbeda dibandingkan jika untuk digunakan di kilang darat, untuk mencapai proses yang optimal. Beberapa kriteria proses pencairan LNG Lepas Pantai adalah sebagai berikut: � Fasilitasnya harus kompak dan ringan

Hal ini berkaitan dengan area yang sangat terbatas pada terminal lepas pantai. Selain itu, berbeda dengan fasilitas produksi di darat yang berada di atas tanah, fasilitas produksi di lepas pantai diletakkan pada suatu substruktur yang terpasang di laut, di mana bebannya menjadi faktor yang perlu diperhitungkan.

� Memiliki keamanan proses yang tinggi Kebutuhan akan adanya keamanan proses yang tinggi untuk fasilitas produksi lepas pantai disebabkan karena area yang terbatas di mana pada satu lokasi tersebut juga terdapat fasilitas akomodasi bagi orang-orang yang mengoperasikan fasilitas tersebut.

� Dapat bertahan pada lingkungan laut Lingkungan laut merupakan lingkungan yang dinamis di mana terdapat pergerakan laut yang bisa mempengaruhi terminal. Faktor cuaca juga berpengaruh terhadap operasi di lepas pantai. Untuk itu, adalah penting untuk memilih proses yang dapat bertahan serta sesuai dengan kondisi lingkungan laut.

� Mudah dioperasikan Pengoperasian yang mudah juga hal yang penting dalam pemilihan proses di lepas pantai, mengingat lebih banyaknya keterbatasan di laut dibanding dengan pengoperasian di darat.

� Jumlah peralatan relatif sedikit Jumlah peralatan yang digunakan berkaitan dengan keterbatasan area pada terminal lepas pantai. Semakin sedikit peralatan yang digunakan, semakin sedikit pula area yang dibutuhkan, yang juga berpengaruh pada struktur penyangga yang dibutuhkan.

� Availabilitas tinggi Hal ini terkait dengan ketersediaan peralatan di mana diharapkan downtime proses seminimal mungkin, untuk menjamin kehandalan pasokan produksinya terlebih lagi pengoperasian produksi di lepas pantai yang cukup mahal dibandingkan dengan di darat.

Page 4: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 4

� Modularitas tinggi

Pembangunan terminal LNG terapung membutuhkan lapangan fabrikasi. Keterbatasan lapangan fabrikasi yang dapat melakukan membangun terminal LNG keseluruhan secara terintegrasi, menuntut adanya kebutuhan modularitas tinggi pada proses yang digunakan. Selain itu, adanya modularitas yang tinggi bisa mengurangi ketergantungan antara satu sistem dengan sistem lainnya, khususnya apabila terjadi permasalahan pada suatu sistem.

� Memiliki efisiensi yang memadai Dibutuhkan efisiensi yang memadai untuk pengoperasian produksi LNG di lepas pantai karena efisiensi juga berkaitan dengan semakin besarnya kapasitas peralatan yang harus digunakan beserta utilitas pendukungnya, yang berarti juga berkaitan dengan besarnya area yang akan digunakan serta biaya kapital yang harus dikeluarkan.

� Lebih toleran dengan variasi kondisi proses Penggunaan FPSO untuk mengolah gas dari lapangan marginal menimbulkan kebutuhan adanya toleransi yang lebih terhadap variasi

kondisi proses termasuk dari gas umpan yang masuk.

� Proses handal serta kokoh Dengan adanya kondisi lingkungan laut yang menimbulkan banyak keterbatasan, adalah penting untuk memilih proses yang handal dan kokoh, terlebih lagi produksi LNG membutuhkan spesifikasi gas hasil pengolahan yang lebih ketat dibandingkan dengan gas pipa.

Salah satu proses yang direkomendasikan untuk digunakan untuk proses pencairan LNG lepas pantai adalah dengan menggunakan proses yang menggunakan turboekspander gas. Siklus pendinginan ekspander dengan siklus Brayton secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 3. Sekalipun siklus ekspander memiliki efisiensi yang lebih rendah dibandingkan dengan proses pendingin campuran dan proses bertingkat dengan pendingin murni yang biasa digunakan di darat, proses ini memenuhi banyak kriteria yang disebutkan di atas untuk pencairan LNG lepas pantai. Perbandingan antara proses ekspander dengan proses pencairan LNG dengan menggunakan pendingin campuran serta proses bertingkat dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 3. Proses Ekspander untuk LNG (Sumber: Foster Wheeler)

Page 5: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 5

Tabel 1. Perbandingan Proses LNG (Sumber: Foster Wheeler)

�������� ������ �� �����������

��������

�� ��

�����������

���������������������������

��������������

�������������

��������������

������������

�����������

��������� Dibandingkan dengan proses pendingin campuran, proses ekspander membutuhkan lebih sedikit area dibanding proses pendingin campuran. Siklus ekspander ini banyak memiliki keuntungan untuk penggunaan di lepas pantai karena menggunakan N2 sebagai pendinginnya. Penggunaan N2 tidak membutuhkan penyimpanan pendingin yang besar. Sifat N2 yang inert yang berarti tidak mudah terbakar juga dapat mengurangi keterbatasan tata letak peralatan. Selain itu penggunaan N2 yang inert, dari segi keselamatan, memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan pendingin hidrokarbon. Proses turboekspander juga lebih mudah dioperasikan serta dikendalikan. Proses ekspander yang lebih sederhana juga mengakibatkan lebih sedikitnya jumlah peralatan yang dibutuhkan serta start-up yang lebih cepat. Meskipun proses ekspander memiliki banyak keuntungan khususnya untuk produksi LNG skala kecil dari lapangan marginal di lepas pantai dengan belanja kapital yang lebih rendah, biaya pengoperasian yang lebih mahal serta biaya lainnya harus diperhatikan juga untuk umur lapangan yang lebih panjang serta cadangan gas yang lebih besar. Pada dasarnya, penentuan proses akhirnya akan bergantung pada hal

yang berbeda pada masing-masing proyek serta juga potensi pengembangan proses yang lebih inovatif. Selain itu, hal yang perlu dipertimbangkan dalam terminal LNG lepas pantai adalah penyimpanan LNG. Jenis penyimpanan LNG yang digunakan adalah jenis yang digunakan ada tanker LNG, seperti dapat dilihat pada Gambar 4. Masing-masing jenis penyimpanan LNG memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri seperti dipaparkan di bawah ini. Self-Supporting Prismatic Type-B (SPB) - IHI: � Tidak ada keterbatasan pengisian � Adanya penguat struktur internal � Memungkinkan tempat yang lapang untuk fasilitas

produksi di atasnya � Kemungkinan adanya sloshing Moss: � Tidak ada keterbatasan pengisian � Tidak ada penguat struktur internal � Tidak memungkinkan tempat yang lapang untuk

fasilitas produksi di atasnya � Tidak terpengaruh oleh sloshing Membran: � Ada keterbatasan pengisian � Ada penguat struktur internal � Memungkinkan tempat yang lapang untuk fasilitas

produksi di atasnya � Terpengaruh oleh sloshing Pada akhirnya keputusan pemilihan jenis tangki penyimpanan yang digunakan juga tergantung dari kondisi yang ada serta dipengaruhi juga oleh struktur lepas pantai yang akan digunakan.

Gambar 4. Tipe Penyimpanan LNG Terapung (Sumber: Moss Maritime)

Page 6: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 6

Telah banyak studi yang dilakukan untuk pengembangan terminal produksi dan ekspor LNG lepas pantai ini. Salah satunya yang dilakukan oleh Ishikawajima-Harima Heavy Industries di Jepang (Gambar 5). Perusahaan rekayasa dan konstruksi yang telah memiliki banyak pengalaman dalam pembangunan tanker serta terminal penerimaan LNG ini mengembangkan konsep terminal produksi LNG dengan menggunakan tangki LNG jenis Self-Supporting Prismatic Type-B (SPB) yang ditempatkan pada lambung kapal. Di atas lambung kapal,

diletakkanlah peralatan-peralatan untuk pemrosesan gas menjadi LNG yang menggunakan proses pendinginan Pendingin Campuran Ganda (Dual Mixed Refrigerant) Shell. Diagram blok proses produksi pada FPSO LNG ini bisa dilihat pada Gambar 6, di mana secara garis besar proses dapat dibagi menjadi sistem produksi LNG dan sistem penyimpanan dan bongkar muat LNG. Sistem tersebut didukung oleh sistem utilitas yang mendukung proses.

Gambar 5. FPSO LNG SPB IHI (Sumber: Ishikawajima-Harima Heavy Industries (IHI))

Gambar 6. Diagram Blok Proses LNG Lepas Pantai (Sumber: Ishikawajima-Harima Heavy Industries)

Page 7: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 7

Sementara itu Shell mengembangkan konsep Floating Oil and Natural Gas (FONG) serta Floating LNG (FLNG) dari penggabungan konsep FPSO, kilang LNG, serta pengiriman LNG. FONG merupakan konsep pengembangan gas terasosiasi dari suatu lapangan minyak dan gas, di mana dipasang fasilitas pencairan, penyimpanan, serta ekspor LNG. Sedangkan konsep FLNG digunakan untuk mengembangkan lapangan gas tak terasosiasi. Faktor kunci dalam pengembangan FONG ini adalah membuat fasilitas pengolahan, penyimpanan, serta ekspor LNG sesederhana dan seinovatif mungkin. Teknologi pencairan yang digunakan untuk FONG adalah dengan menggunakan pendingin nitrogen. Sedangan untuk FLNG digunakan teknologi Pendingin Campuran Ganda Shell (Dual Mixed Refrigerant). Baik FONG maupun FLNG menggunakan struktur kapal

dari baja dengan jenis tangki membran digunakan untuk FONG dan prismatik digunakan untuk FLNG. Pada FONG, aliran fluida dari sumur diproses menjadi minyak mentah serta LNG sesuai dengan spesifikasi penjualan, tanpa perlu membakar LPG atau penyimpanan dan offloading LPG (propana dan butana) terpisah. Hal ini memungkinkan melalui ekstraksi fraksi ringan (C1 - C4) dari aliran minyak mentah serta ekstraksi dan stabilisasi LPG dan kondensat (C3 – C5) dari aliran gas dengan menggunakan deetaniser. Bagian atas deetaniser (C1 – C2) dialirkan ke sistem pencairan, kondensat yang distabilkan dialirkan menuju minyak, sedangkan LPG didistribusikan ke aliran minyak dan LNG yang digunakan sebagai bahan bakar turbin pembangkit tenaga, untuk menjaga aliran minyak dan LNG sesuai dengan spesifikasi penjualan.

Gambar 7. Floating LNG (FLNG) dan Floating Oil and Natural Gas (FONG) (Sumber: Shell)

Gambar 8. Diagram Alir Proses di FONG (Sumber: Shell)

Page 8: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 8

Untuk FLNG, awalnya Shell melakukan studi untuk kapasitas produksi LNG sebesar 2 MMTPA, setara dengan skala menengah kapasitas kilang LNG darat. Untuk meningkatkan keekonomian, kapasitas produksinya ditingkatkan hingga 4 MMTPA. Studi juga dilakukan untuk kapasitas kilang hingga 5 MMTPA. Sementara itu untuk FONG, studi yang dilakukan oleh Shell menunjukkan bahwa unit FONG dengan produksi 85.000 BOPD minyak dan 85 MMSCFD gas (skenario dasar 85/85) bisa dijadikan titik awal, dengan kemungkinan untuk melipatgandakan volume minyak atau gas (skenario ekspansi 170/170) serta meningkatkan derajat fleksibilitas produksi. Konsep FLNG yang dirancang, direncanakan untuk dipasang di Namibia dan Australia, sedangkan FONG direncanakan untuk dapat dipasang di Teluk Meksiko, Afrika Barat, serta Brazil.

Konsep terminal produksi LNG lainnya dikembangkan pada proyek AZURE yang didukung program Thermie Uni Eropa serta beberapa perusahaan minyak dan gas. Pada konsep AZURE ini digunakan sistem penyimpanan membran. Untuk tongkang pencairan, dipersiapkan dua skenario. Untuk Asia Tenggara, dirancang pengembangan lapangan gas dengan menggunakan kapasitas proses LNG sebesar 3 MMTPA dengan mengunakan Pendingin Campuran Ganda (Dual Mixed Refrigerant). Sedangkan untuk di Afrika Barat, dirancang 1 train tunggal dengan kapasitas 1 MMTPA dengan menggunakan siklus ekspander nitrogen untuk mencairkan gas terasosiasi untuk lapangan laut dalam. Pada proyek AZURE ini juga dikembangkan konsep yang menggunakan substruktur baja maupun beton.

Gambar 9. Skenario Penerapan Sistem Produksi FONG / FLNG (Sumber: Shell)

Gambar 10. Konsep AZURE yang Menggunakan Substruktur Beton (Sumber: John Kernaghan, Noble Denton Europe Ltd.)

Page 9: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 9

Pengembangan konsep fasilitas LNG lepas pantai lainnya adalah dengan menggunakan substruktur beton untuk produksi, penyimpanan, dan bongkat muat LNG, yang studinya dilakukan oleh Arup dan Foster Wheeler. Terdapat dua konsep yang diajukan yaitu Gravity Based Substructure (GBS) yang dirancang untuk laut dangkal dengan kisaran 15-30 m dengan beton yang terpancang hingga dasar laut, serta Concrete FPSO (FPSO) yang dirancang untuk laut yang lebih dalam hingga lebih dari 200 m. Keduanya dirancang untuk digunakan di perairan Nigeria. Karena struktur beton lebih stabil dibanding baja, baik GBS maupun CFPSO menggunakan tangki penyimpanan jenis membran. Jenis substruktur beton ini memiliki berbagai kelebihan seperti: � beton cocok untuk konstruksi lokal, � substruktur beton dikonstruksikan pada dok yang

tidak terkendala masalah ukuran, � substruktur beton lebih tahan terhadap pergerakan

laut dibandingkan lambung kapal yang terbuat dari baja,

� substruktur beton cocok untuk penyimpanan LNG, � substruktur beton tahan terhadap kondisi

tumpahnya LNG, � beton adalah material yang awet, dan biaya operasi

beton adalah relatif kecil. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa tantangan dalam konstruksi, transportasi, dan instalasi terminal dengan substruktur beton, yang salah satunya adalah relatif kurangnya pengalaman pada penggunaan substruktur beton yang sekaligus digunakan sebagai tempat penyimpanan LNG di tengah laut. Di samping itu, hingga saat ini masih sedikit tersedia kode perancangan dan aturan yang khusus mengatur terminal LNG lepas pantai yang menggunakan beton. Jika akhirnya beton akhirnya menjadi pilihan dalam membangun suatu terminal LNG lepas pantai, rancangan beton yang digunakan haruslah beton yang berkualitas tinggi. Pada akhirnya keputusan untuk menggunakan substruktur beton atau baja dipengaruhi oleh kondisi yang ada.

Gambar 11. Terminal Produksi, Penyimpanan, dan Offloading LNG dengan Konsep Gravity Based Substructure (GBS)

(Sumber: Brian Raine, LNG Journal)

Gambar 12. Terminal Concrete FPSO (FPSO) LNG (Sumber: Brian Raine, LNG Journal)

Page 10: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 10

1. Terminal Penerimaan LNG Lepas Pantai

Terminal penerimaan LNG merupakan suatu keberhasilan dalam mengintegrasikan substruktur lepas pantai yang biasa digunakan pada industri minyak dan gas, transportasi LNG dan sistem pengisian/bongkar muat LNG serta rancangan regasifikasi di darat. Terminal penerimaan adalah bagian yang penting dalam suatu rantai nilai LNG. Lokasi terminal penerimaan harus memenuhi berbagai kriteria termasuk di dalamnya dari segi keselamatan, keamanan, adanya akses terhadap laut, kedekatan dengan jaringan distribusi gas, serta luas area yang memadai untuk menjamin jarak yang aman dari aktivitas manusia di sekitarnya. Terminal penerimaan juga harus memenuhi persyaratan lingkungan. Dengan berbagai kriteria di atas, dibutuhkan area lahan yang cukup luas untuk membangun terminal penerimaan LNG. Di tengah semakin sulitnya lahan yang dapat memenuhi kriteria tersebut, konsep terminal penerimaan LNG di lepas pantai bisa menjadi suatu alternatif solusi. Secara garis besar, selain hal-hal di atas, hal lain yang melatarbelakangi diperlukannya suatu terminal penerimaan LNG yang terletak di lepas pantai di antaranya adalah adanya laut dangkal dekat pantai. Seperti yang dijelaskan di atas, tidaklah mudah menemukan lokasi di daratan sekitar pantai yang memenuhi kriteria-kriteria yang disebutkan di atas. Laut dangkal di dekat pantai bisa berpotensi untuk dijadikan terminal penerimaan LNG karena letaknya yang bisa menjangkau baik untuk bongkar muat LNG dari tanker dan untuk penyaluran gasnya melalui sistem pipa distribusi. Pemasangan terminal LNG di lepas pantai berarti juga menjauhkan aktivitas terminal penerimaan tersebut dari aktivitas manusia di sekitarnya, yang berarti akan bisa lebih diterima oleh masyarakat selain juga memperkecil konsekuensi apabila terjadi kecelakaan -- terlebih lagi didukung oleh catatan keselamatan yang bagus pada pengiriman LNG melalui laut. Hal ini bisa menjadikan perizinan untuk terminal lepas pantai relatif lebih mudah

dibanding terminal penerimaan di darat. Selain itu, pemasangan terminal LNG di lepas pantai juga memiliki kelebihan dari segi keamanan, di mana peluang untuk disabotase oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab menjadi lebih kecil. Dengan kelebihan-kelebihan terminal LNG lepas pantai seperti yang disebutkan di atas artinya terminal penerimaan LNG lepas pantai bisa mengatasi masalah yang biasanya kurang mendapat perhatian dari pihak pengembang pada pembangunan terminal penerimaan LNG di wilayah tertentu atau yang biasa disebut dengan not in my back yard (NIMBY). Selain itu karena pembangunan terminal penerimaan LNG lepas pantai tidak membutuhkan lahan yang besar yang terletak di pantai, hal ini berarti tidak menimbulkan masalah build absolutely nothing anywhere near anything (BANANA). Dalam pembangunan terminal penerimaan LNG di lepas pantai, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi adalah sebagai berikut. � Kedekatan dengan lalu lintas laut � Kedalaman laut � Arus dan gelombang � Kondisi laut dan angin � Kedekatan dengan infratruktur pipa gas � Kendala fisik serta identifikasi bahaya � Hal lainnya seperti adanya es, dsb. Hal-hal yang disebutkan di atas juga akan mempengaruhi jenis substruktur terminal yang akan digunakan. Konsep terminal penerimaan di lepas pantai secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu dengan menggunakan Konsep Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) dan menggunakan Gravity Based Substructure (GBS). Konsep terminal FSRU menggunakan lambung kapal dari baja sedangkan GBS menggunakan beton sebgai substruktur. GBS dirancang untuk laut dangkal yang berada di dekat pantai, sedangkan FSRU digunakan untuk kedalaman laut yang lebih dalam.

Gambar 13. Alasan dibutuhkannya terminal Penerimaan LNG Terapung (Sumber: Moss Maritime)

Page 11: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 11

Gambar 14 memperlihatkan contoh konsep FSRU yang menggunakan tangki penyimpanan berbentuk Moss di mana fasilitas regasifikasi terdapat pada bagian depan kapal, sedangkan akomodasi berada pada bagian belakang kapal. Sistem bongkar muat LNG berada pada bagian tengah di mana transfer LNG dari tanker dilakukan dari sisi ke sisi (side by side). Kapal ini dilengkapi dengan mooring di bagian depan untuk menjaga posisi kapal. Gas hasil regasifikasi dikirimkan melalui riser untuk kemudian dialirkan melalui pipa dasar laut ke darat. Kapal yang digunakan untuk FSRU

dapat berupa kapal yang dibangun baru ataupun konversi dari tanker LNG. Gambar 15 menunjukkan penggunaan konsep GBS untuk terminal penerimaan. GBS yang digunakan pada dasarnya hampir sama dengan GBS yang digunakan untuk terminal produksi, hanya saja di atasnya terdapat fasilitas regasifikasi. Untuk bongkar muat LNG, fasilitas bongkar muatnya hampir sama dengan yang digunakan pada dermaga terminal penerimaan LNG konvensional di darat.

Gambar 14. Konsep Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) ) (Sumber: Moss Maritime)

Gambar 15. Konsep Terminal Penerimaan LNG GBS (Sumber: Moss Maritime)

Gambar 16. Terminal Penerimaan LNG Terapung Pertama di Dunia (Sumber: El Paso)

Page 12: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 12

Ketika terminal produksi LNG lepas pantai masih dalam tataran konsep, telah terdapat terminal penerimaan LNG lepas pantai yang mulai beroperasi. Terminal penerimaan LNG lepas pantai yang pertama di dunia ini mulai beroperasi pada bulan Maret 2005, dikembangkan oleh El Paso Global LNG Company. Terminal penerimaaan ini dipasang di lepas pantai Teluk Meksiko. Konsep yang digunakan adalah FSRU yang menggunakan buoy dan riser untuk menyalurkan LNG yang sudah diuapkan menuju daratan melalui pipa bawah laut, dengan kedalaman laut sekitar 35 m. Kapal yang dipakai juga dapat digunakan sebagai tanker LNG konvensional. Diagram blok proses yang digunakan untuk sistem regasifikasinya dapat dilihat pada Gambar 17, yang menggunakan air laut sebagai media penguapnya.

4. Status Fasilitas LNG Lepas Pantai Teknologi LNG lepas pantai pada dasarnya merupakan penggabungan teknologi pencairan, transportasi, penyimpanan, dan regasifikasi LNG yang bisa dikatakan sudah cukup mapan dengan teknologi substruktur lepas pantai yang digunakan di industri

minyak dan gas. Dari penjelasan pada bagian sebelumnya, dari berbagai konsep yang telah ada, dapat diketahui bahwa teknologi fasilitas LNG lepas pantai telah mencapai titik di mana implementasinya sudah memungkinkan. Terminal produksi LNG lepas pantai berpotensi untuk mengeksploitasi gas tak terasosiasi sehingga dapat memproduksi LNG dapat jumlah produksi yang besar, baik yang terletak pada laut dangkal maupun laut dalam. Terminal produksi LNG lepas pantai juga sangat potensial untuk dikembangkan untuk memproduksikan gas dari lapangan gas terasosiasi bersamaan dengan produksi minyak. Hingga saat ini, selain sudah terdapat satu terminal penerimaan LNG lepas pantai yang sudah terpasang di Teluk Meksiko, terdapat beberapa terminal LNG lepas pantai lainnya yang segera akan direalisasikan baik yang meggunakan konsep FSRU maupun GBS. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 18, terdapat beberapa wilayah yang berpotensi untuk dipasang terminal pernerimaan LNG lepas pantai antara lain di lepas pantai California, Laut Mediterania,serta Laut Adriatik.

Gambar 17. Diagram Alir Proses Regasifikasi yang Digunakan di Gulf Coast (Sumber: El Paso)

Gambar 18. Peta Potensi Terminal LNG Lepas Pantai di Dunia (Sumber: Moss Maritime)

Page 13: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 13

Proyek terminal penerimaan LNG laut dalam Cabrillo sudah berada pada tahap studi untuk segera dikonstruksikan. Terminal Cabrillo ini direncanakan untuk dipasang di lepas pantai California. Terminal penerimaan LNG yang akan dibangun berupa FSRU yang dibangun baru dengan menggunakan tiga buah tangki penyimpanan jenis Moss. Kapasitas penyimpanan dirancang dapat menampung hingga 275.700 m3 LNG. Kapasitas pengiriman mencapai hingga 11,5 MMTPA. Sementara itu di Laut Mediterania, direncanakan untuk dipasang terminal penerimaan LNG berbentuk FSRU Livorno. Proyek Livorno yang saat ini berada pada tahap perancangan, direncanakan untuk mulai beroperasi pada tahun 2008 mendatang. Kapal yang digunakan merupakan konversi dari tanker LNG. Kapasitas penyimpanan LNG mencapai hingga 137.000 m3, dengan menggunakan 4 buah tangki jenis Moss. Kapasitas pengiriman mencapai hingga 4 MMTPA. Proyek terminal penerimaan LNG Rovigo yang direncanakan untuk dipasang di Laut Adriatik, konstruksinya dimulai pada tahun 2005. Konsep yang digunakan adalah GBS yang dirancang untuk menyimpan 200.000 m3 LNG dengan kapasitas mencapai hingga 5 MMTPA. Jenis tangki penyimpanan yang digunakan adalah prismatik. Sedangkan wilayah yang berpotensi untuk dipasang teminal produksi LNG antara lain adalah lapangan stranded gas di lepas pantai barat laut Australia serta lapangan gas terasosiasi yang terletak di pantai barat Afrika. Namun sekalipun sudah banyak terdapat banyak konsep terminal produksi LNG lepas pantai, sayangya belum satupun konsep tersebut yang direalisasikan. Hal ini mengindikasikan bahwa alasan keekonomian masih menjadi permasalahan tersendiri, yang menjadikan masih tertanamnya konservatisme preferensi terhadap fasilitas LNG di darat. Terlebih lagi di dalam bisnis LNG, yang sebagian besar perdagangannya masih berupa kontrak jangka panjang, pembeli menjadi kunci utama pembangunan suatu terminal LNG. Peran pembeli sangat berpengaruh, di mana mereka cenderung memiliki preferensi untuk membeli LNG dari fasilitas di darat karena terkait masalah harga. Industri pencairan LNG juga lebih berfokus pada kilang dengan kapasitas besar (5 – 8 MMTPA), yang secara konvensional bisa menurunkan biaya produksi LNG. Hal tersebut juga menjadikan LNG lepas pantai menjadi lebih sulit lagi untuk diwujudkan mengingat konsep LNG lebih pantai sebagian besar memiliki konsep produksi untuk skala kecil hingga menengah (1 – 3 MMTPA). Dan untuk meningkatkan produksi hingga skala besar, tentunya dibutuhkan pengalaman yang memadai di lepas pantai.

Pembangunan terminal LNG lepas pantai akhirnya harus bersaing dengan fasilitas konvensional di darat, kecuali dalam kondisi tertentu. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah pengendali dari bisnis LNG ini ada pada sisi pasokan ataukah permintaan gas. Pasar gas yang semakin terliberalisasi saat ini diharapkan bisa membuka peluang adanya pembeli yang semakin inovatif dalam mendapatkan pasokan gasnya.

5. Kesimpulan Pengembangan teknologi LNG lepas pantai pada dasarnya merupakan penggabungan teknologi pencairan, transportasi, penyimpanan, dan regasifikasi LNG yang bisa dikatakan sudah cukup mapan, dengan teknologi substruktur lepas pantai yang digunakan di industri minyak dan gas. Selain dapat memperpendek rantai nilai LNG, pengembangan LNG lepas pantai juga memiliki banyak keuntungan baik dari segi pengembangan terminal produksi dan ekspor maupun terminal penerimaannya. Hal inilah yang mendorong dikembangkannya berbagai konsep terminal LNG lepas pantai. Banyaknya konsep yang dikembangkan untuk berbagai terminal LNG lepas pantai menunjukkan bahwa teknologi fasilitas LNG lepas pantai telah mencapai titik di mana implementasinya sudah memungkinkan. Dengan kata lain, tidak terdapat kendala teknis yang signifikan pada pengembangan LNG di lepas pantai. Meskipun demikian, hingga saat ini belum satupun konsep produksi LNG lepas pantai yang terealisasi, walaupun di lain pihak sudah terdapat beberapa terminal penerimaan LNG lepas pantai yang mulai terealisasi. Faktor keekonomian menjadi salah satu alasan mengapa pembangunan terminal produksi LNG di lepas pantai sulit direalisasikan. Terlebih lagi hingga saat ini pembeli masih mempunyai pengaruh yang kuat dalam bisnis LNG. Diharapkan di masa-masa mendatang, dengan adanya perkembangan pasar gas yang semakin terliberalisasi, semakin membuka peluang adanya pembeli yang semakin inovatif dalam mendapatkan pasokan gasnya. Dengan demikian, konservatisme akan adanya preferensi pengolahan LNG di darat pelan-pelan dapat dihilangkan.

6. Referensi [1] Barklay, Michael & Noel Denton, 2003, Selecting

Offshore LNG Processes, LNG Journal, October 2003.

[2] Bureau Veritas, 2006, Offshore LNG Terminals, Singapore: LNG Terminal Summit 2006.

[3] Department of Trade and Industry UK, 2005, UK Capability in the LNG Global Market, London.

[4] Faber, F., et al., 2002, Floating LNG Solutions from Drawing Board to Reality, Houston: Offshore Technology Conference 2002.

Page 14: 08 Prospek LNG Lepas Pantai - Mira a

ISSN: 1829-9466 2006 Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Published by “Komunitas Migas Indonesia”

Mira Maulidiana - 14

[5] Kernaghan, John, 2004, Offshore Floating LNG Plants.

[6] Moss Maritime, 2005, LNG Mottaksterminaler av MossMaritime.

[7] Perry, Wayne, 2003, On Board Regasification for LNG Ships, Tokyo: 22nd World Gas Conference 2003.

[8] Poten & Partners, 2002, Floating LNG Gaining Ground as Companies Pursue Technology Options, LNG in World Markets.

[9] Raine, Brian dan Al Kaplan, 2003, Concrete-based Offshore LNG Production in Nigeria, LNG Journal September/October 2003, hal 30.

[10] Sheffield, John A., 2005, Offshore LNG Production – How to Make it Happen, Business Briefing: LNG Review 2005.

[11] http://www.ihi.co.jp

7. Biografi

Mira Maulidiana, lahir di Palembang, 30 Januari 1980, lulus dari Teknik Industri Universitas Indonesia pada tahun 2002 sebagai salah satu lulusan terbaik. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa Magister Teknik, Manajemen Gas Alam, Teknik Kimia,

Universitas Indonesia. Karir di dunia migas dimulai sejak bergabung dengan ConocoPhillips Indonesia Inc. Ltd. pada Enginering Graduate Training Program pada tahun 2002-2003. Posisi saat ini adalah sebagai Project Planning Engineer.