08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

76
LAPORAN AKHIR Studi Konservasi DAS Kuaro BAB VII RENCANA KONSERVASI DAS KUARO 7.1. UMUM Aspek Konservasi Sumber daya air tidak akan terlepas dari Rencana Pengelolaan SDA suatu Wilayah Sungai. Kegiatan rencana konservasi DAS Kuaro harus memiliki kesinambungan dengan Rencana Pengelolaan SDA WS Kandilo. Aspek konservasi dalam pengelolaan sumber daya air akan mengambil peran utama dalam menjaga kelestarian dan kesimbangan antara pemanfaatan dan ketersediaan potensi sumber daya air. Adanya payung hukum berupa kebijakan- kebijakan pengelolaan SDA perlu disertai dengan upaya keras pemerintah dalam penegakan hukum dan harus didukung pula oleh seluruh elemen masyarakat dengan kesadaran akan pentingnya pelestarian dan kearifan dalam pemanfaatan sumber daya air. 7.2. KEBIJAKAN YANG BERLAKU DALAM PENGELOLAAN SDA 7.2.1. Kebijakan Pemerintah yang Berlaku di Daerah Terkait 1. Undang-Undang Dasar 1945 VII - 1

Transcript of 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

Page 1: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

BAB VIIRENCANA KONSERVASI DAS KUARO

7.1. UMUMAspek Konservasi Sumber daya air tidak akan terlepas dari Rencana

Pengelolaan SDA suatu Wilayah Sungai. Kegiatan rencana konservasi DAS

Kuaro harus memiliki kesinambungan dengan Rencana Pengelolaan SDA WS

Kandilo.

Aspek konservasi dalam pengelolaan sumber daya air akan mengambil

peran utama dalam menjaga kelestarian dan kesimbangan antara pemanfaatan

dan ketersediaan potensi sumber daya air. Adanya payung hukum berupa

kebijakan-kebijakan pengelolaan SDA perlu disertai dengan upaya keras

pemerintah dalam penegakan hukum dan harus didukung pula oleh seluruh

elemen masyarakat dengan kesadaran akan pentingnya pelestarian dan kearifan

dalam pemanfaatan sumber daya air.

7.2. KEBIJAKAN YANG BERLAKU DALAM PENGELOLAAN SDA7.2.1. Kebijakan Pemerintah yang Berlaku di Daerah Terkait

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

3. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional

4. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

5. Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineal dan

Batubara.

VII - 1

Page 2: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

6. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun1999 tentang Kehutanan

9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati.

10.Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria

11.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya

Tanaman

12.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

13.Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

14.Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).

15.Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.

16.Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sumber Daya Air.

17.Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.

18.Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan

Sistem Penyediaan Air Minum.

19.Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

20.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai.

21.Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan

Hutan.

22.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Rawa.

VII - 2

Page 3: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

23.Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan

Kawasan Lindung. Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan

Sumber Daya Air pada Tingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota dan Wilayah

Sungai.

24.KEPPRES No. 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai

25.Peraturan Menteri PU No. 11 A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan

Penetapan Wilayah Sungai

26.Keputusan Presiden RI No.12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah

Sungai.

7.2.2. Kebijakan Daerah

Kebijakan Terkait Tata Ruang

Kondisi pemanfaatan ruang/lahan di DAS Kuaro dapat diketahui dari

Peta RTRW Kabupaten Paser (tahun 2007-2017). Rencana

pemanfaatan ruang ini terbagi menjadi beberapa bagian yaitu meliputi

Hutan, Hutan Rawa, Hutan Sekunder Tua, Kebun Campuran, Lahan

Terbuka, Mangrove, Permukiman, Semak Belukar, Tambak, Pertanian,

Perkebunan, Sawah dan Pertambangan. Gambaran kondisi

pemanfaatan ruang di wilayah sungai Kandilo secara keseluruhan

dapat dilihat dalam gambar berikut .

VII - 3

Page 4: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Gambar 7.1. Rencana Tata Ruang Wilayah studi di Kabupaten Paser (sumber : RTRW Kab. Paser tahun 2007-2017)

#S

#S

#S#S#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S #S#S

#S

#S

#S

#S#S

#S

#S#S

#S

#S#S

#S#S

#S

#S

#S

#S

#S#S

#S

#S

#S

#Y

#Y

#Y#Y

#Y

#Y

#Y

#Y

#Y

#Y

#S

#S

#S

#S#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S#S

#S #S #S#S

#S

#S#S#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S#S

#S#S

#S

#S#S

#S#S

#S#S

#S#S #S

#S#S#S

#S #S

#S #S #S#S#S#S#S

#S

#S

#S

#S

#S

#S#S

#S

#S

#S #S

#S

#S

#S

#S

#S

#S#S

#S#S

#S

#S

#S

#S#S

#S

#S

#S#S

#S

#S

#S

#S#S

#S

#S

#S

#S#S

#S

#S

#S

#S#S

#S

#S

#S

#S

KAB. KUTAI BARATPROV. KALIMANTAN TIMUR

KAB. TABALONGPROV. KALIMANTAN SELATAN

KAB. BALANGANPROV. KALIMANTAN SELATAN

KAB. KOTA BARUPROV. KALIMANTAN SELATAN

KAB. PENAJAM PASER UTARAPROV. KALIMANTAN TIMUR

KAB. BARITO UTARAPROV. KALIMANTAN TENGAH

Ipi

Goa

Ba i

Kate

Bajau

RindaSetiu

Me li ri

Prepat

Pe ti ku

Pu tang

Sen ipah

Lom ubia

Jangk ar

Randong

Landing

Serak it

Kadem an

Saloba tu

Seburung

Rangan II

Sei langi r

Jonem as ih

Pengguren

An tangpait

Sungaiko tok

Sarangalang

Rangantim u r

Sunga ibuay a

Gunungputar

Kay ungotr ans

Trans su li l i ran

Lam bak anbas ibak

Trans Bel imbing

Tg .Ungu

Tg.Ray a

Tg.Saban

Tg.Tanah

Tg .M andu

Tg .Gil i ng

Tg .Teriti

Tg .Parapat

Tg.Tobotobo

Tg.PulauTi ram

Tg .Sarangge lang

KECAMAT AN M UARA KO MAM

An de h

Uko

Jon e

Lom u

Lor i

Mu ser

Leg ai

Dam it

Bu su i

Jan ju

Lus an

Tiwe i

Ta jur

Ku ar o

Ke ra ng

Be ko so

Pr ay on

Su we to

Pe pa ra

Riwan g

Mo da ng

Lom b ok

Me nd ik

Mu ng gu

Ran ga n

So ng ka

Lem p esu

Ke lad en

Lab ur an

Lan gg ai

Air m ati

Ta mp ak an

Me ng kud u

Sa nd ele y

Se m un tai

Pe rk uwin

Bin an go n

Lon gs ayo

Ka su ng ai

Pe ta ng is

Se len go t

Se ge nd an g

Ba tu bu tok

Sa witja yaJem pa rin g

Te lukw aru

Mu ar apia s

Ke rt ab um i

Be lim bin g

Mu ar ato yu

Su lilira n

Pa sir ba ru

Ran tau ata s

Sa m ur ang au

Mu ar aku ar o

Kr ay anja ya

Mu ar aad an g

Ta nju nga ru

Ke ra ng da yo

Ran tau bu ta

Lon gg ela ng

Mu ar apa sir

Pa da ng jaya

Mu ar ako ma m

Se ba ku ng V

Ba tu Kaja ng Po nd on gb ar u

Ke lua ng lolo

Sa ng ku rim an

Mu ar apa ya ng

Sw an slutu ng

Su at an gbu lu

Lab ur an ba ru

Se ku ra ujay a

Ka yu ngo sa ri

Be nt etu ala n

Me nd ikkar ya

Su ng ait erik

Pa sir ma yan g

Pin an gja tus

Se ba ku ng IVMu ar ate lake

Bu kits elo ka

Se niu ng jaya

Su at an gba ru

Libu rd ind ing

Lua n/ bilint i

Me nd ikma km urMe nd ikbh akt i

Ran tau layu ng

Ke pa lat elak e

Lab ua ng kallo

Mu ar aad an g 1

Ta nju ngp ina ng

Su lilira nb ar u

Mu ar alam b aka n

Ran tau pa nja ng

Kr ay ans en tos a

Ran tau bin tua ng

Pa da ng pe ng rap at

Se ba ku ngKe rt ab akt i

Olun g

Ka yu ngoLon gik is

Kr ay anb ah ag iaPa it

Se m pu lang

Su ng ait uakTa na hgr og ot

Biu

Mu ar alan go n

Te pia nba ta ng

Kr ay anm a km ur

Pa sir be leng ko ng

Lon gk ali

Tel uk M uara P as ir

S. Kerang

S. Se gendang

S.Ke

ndilo

S.Telake

S. Apar besar

S.Jenge r u

S.Pas ir

S.K uaro

S. Lom bok

S. Toyu

S .Lan di

ng

S. Raya

S. Pias

S.P eke sau

S.Bangkung

S.Ka

sunga

i

S.L ero ng

S. Apar kecil

S. Ri wang

S.K ua ro

S.R ind a

S .Samu

S. Kel ade n

S.Langgai

S. Payang

S. Janju

S. Komam

S.T ua

kon

S.Ta

mpaka

n

S.Pi nang

S.Telake

SELAT MAKASSAR

KOTA BALIKPAPANPROV. KALIMANTAN TIMUR

T. Per iuk

KECAMAT AN L ONG KAL I

KECAMAT AN L ONG IKIS

KECAMAT AN BATU SO PANG

KECAMAT AN KUARO

KECAMAT AN M UARA SAM U

KECAMAT AN B AT U ENG AU

KECAMATAN TANJ UNG HARAPAN

KECAMAT AN PASIR BEL EN GKO NG

KECAMAT AN TANAH GROG OT

#S

#S

#Y%U Ibukota Kabupaten

Ibukota KecamatanIbukota Desa/KelurahanDusun/Perkampungan

Sungai

Batas ProvinsiBatas KabupatenBatas Kecamatan

# #

## ## ##

Jalan NasionalJalan ProvinsiJalan KabupatenJalan Desa/LingkunganJalan Perusahaan KayuJalan Perusahaan Tambang

##

##

PEN UTUPAN LAHAN WIL AYAH KABUPAT EN PASIR

TAHU N 20 06

PETA 3.8

LEGENDA

Sumber :BAPPEDA Kabupaten Pasir Tahun 2006

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASIR TAHUN 2007-2017

PEM ERINT AH DAERAH KABUPATEN PASI R

N

0 10 20 30 Kilometers

SKALA 1 : 1.000.000

KETERANGAN TEMATIK

2°00

' 2°00'1°

30' 1°30'

1°00

' 1°00'

115°30'

115°30'

116°00'

116°00'

116°30'

116°30'

Hutan

Hutan Rawa

Hutan Sekunder Tua

Kebun Campuran

Lahan Tidak Berhutan (Lahan Terbuka)

Mangrove

Permukiman

Semak Belukar

Tambak

Pertanian

Perkebunan

Sawah

Pertambangan

VII - 4

Page 5: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air di DAS Kandilo, aspek tata ruang

merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan yaitu dari segi

pengembangan pemanfaatan ruang untuk pemanfaatan sumber daya air

bagi masyarakat perkotaan dan pedesaan. Kebijaksanaan pengelolaan

sumber daya air di Kabupaten Paser sebagaimana ditetapkan dalam

PROPEDA no. 17 Tahun 2002 pada tanggal 17 Mei 2002 yang lebih

banyak menyoroti pengembangan pemanfaatan ruang pada masalah

irigasi. Hal ini merupakan sebagai akibat dari pemekaran Kabupaten Pasir

menjadi 2 (dua) Kabupaten yaitu Kabupaten Pasir dan Kabupaten

Penajam Paser Utara. Dimana karena pemekaran tersebut Kabupaten

Pasir kehilangan lumbung padinya dikarenakan daerah lumbung padinya

berada di kabupaten Penajam Paser Utara.

Kebijakan Terkait Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencamaran Air.

Kondisi kualitas air pada sumber air di wilayah DAS Kuaro semakin

menurun akibat pembuangan air limbah domestik, industri dan kegiatan

lainnya, sehingga untuk meningkatkan daya tampung beban pencemaran

air pada sumber air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan

pengendalian pencemaran air. Berdasarkan pertimbangan ini, maka

diperlukan adanya Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Kualitas Air

dan Pengendalian Pencamaran Air.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur No. 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air sebagai

kebijakan daerah terkait pelestarian fungsi air pada sumber air karena air

merupakan salah satu sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

orang banyak, sehingga perlu dilestarikan fungsinya agar tetap

bermanfaat bagi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Perda ini merupakan bagian dari aspek legal upaya melestarikan fungsi

air pada sumber air dengan melakukan pengelolaan kualitas air pada

sumber air secara terpadu dengan memperhatikan kepentingan generasi

sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis.

VII - 5

Page 6: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

7.3. PERENCANAAN KONSERVASI SEMI DETAILArahan konservasi lahan disusun pada setiap satuan lahan dengan

mempertimbangkan karakteristik lahan pada masing-masing satuan lahan. Manfaat

dari pekerjaan ini adalah tersusunnya suatu konsep alternatif pengelolaan lahan

berbasis konservasi biofisik di kawasan DAS Kuaro dengan melibatkan partisipasi

masyarakat lokal. Selain memperhatikan kondisi biofisik lahan, penyusunan arahan

konservasi juga harus memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Sehingga

fungsi ekologi, sosial da ekonomi dapat berjalan secara seimbang.

Berdasarkan hasil dari identifikasi sumberdaya lahan di DAS Kuaro yang

meliputi; karakteristik tanah dan lahan, tingkat erosi tanah, penetapan lahan kritis,

serta klasifikasi kelas kemampuan lahannya, maka dapat disusun suatu

perencanaan konservasi semi detail dalam bentuk arahan konservasi. Adapun

tutupan lahan di DAS Kuaro berdasarkan peta rupa bumi dari Bakosurtanal dan citra

satelit Landsat tahun 2013 dan dicocokkan dengan peta alokasi pemanfaatan ruang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Paser (RTRW), diketahui tutupan lahan di

DAS Kuaro adalah :

Penggunaan Lahan Luas (ha) Prosencase luas (%)

Hutan 19565.285 50.2%Sawah 116.079 0.3%Permukiman 708.286 1.8%Sawit 12266.448 31.4%Tambak 1185.284 3.0%Sungai 1581.883 4.1%Semak Belukar 3167.684 8.1%Tambang 159.868 0.4%Tanah Gundul 254.856 0.7%

39005.673 100.0%

Sehingga dalam menyusun perencanaan konservasi semi detail ini lebih

menekankan pada pengembalian fungsi daerah resapan air dan fungsi penyangga di

kawasan lindung terutama di DAS bagian hulu dengan tidak mengabaikan fungsi

budidaya.

Identifikasi sumber daya lahan menunjukkan terjadinya perubahan kondisi biofisik,

apabila perubahan ini dibiarkan terus menerus akan mengganggu fungsi hidrologi

DAS. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pencegahan dengan melakukan

tindakan konservasi lahan.

VII - 6

Page 7: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Upaya-upaya yang perlu dilaksanakan dalam pengembalian fungsi hidrologi di DAS

Kuaro disusun dalam suatu arahan konservasi untuk setiap satuan lahan, yaitu

arahan secara vegetatif maupun mekanis.

7.3.1. Arahan Konservasi

Klasifikasi Kemampuan Lahan

Langkah pertama dari usaha konservasi tanah adalah menggunakan tanah

sesuai dengan kemampuannya. Kemampuan lahan adalah kemampuan suatu

lahan untuk digunakan sebagai usaha pertanian yang paling intensif, termasuk

penentuan tindakan pengelolaannya tanpa menyebabkan tanah menjadi rusak

(Utomo, 1994: 74). USDA (Departemen Pertanian Amerika Serikat) telah

mengembangkan sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak digunakan

di negara-negara agraris, termasuk Indonesia. Pada sistem USDA, klasifikasi

kemampuan lahan dapat digolongkan menjadi divisi, kemudian dari divisi

digolongkan menjadi kelas, kemudian subkelas, dan akhirnya satuan

pengelolaan.

a. Divisi

Pembagian lahan menjadi divisi berdasarkan pada mampu tidaknya suatu

lahan untuk diusahakan menjadi lahan pertanian. Ada dua divisi lahan,

yaitu :

Divisi (1) adalah lahan yang dapat diusahakan untuk lahan pertanian

Divisi (2) untuk lahan yang tidak dapat diusahakan untuk lahan

pertanian.

b. Kelas

Kelas merupakan klasifikasi kemampuan tanah yang lebih detail dari pada

divisi. Penggolongan dalam kelas berdasarkan pada intensitas faktor

pembatas yang tidak dapat diubah, yaitu kelerengan lahan, tekstur tanah,

kedalaman efektif, kondisi drainasi tanah, dan tingkat erosi yang terjadi.

Lahan dikelompokkan ke dalam kelas I sampai kelas VIII. Ancaman

kerusakan dan besarnya faktor penghambat meningkat seiring dengan

VII - 7

Page 8: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

bertambahnya kelas kemampuan lahan. Tanah kelas I-IV merupakan lahan

yang sesuai untuk usaha pertanian, sedangka kelas V-VIII tidak sesuai

untuk usaha pertanian. Walaupun dipaksakan untuk pertanian,

dikhawatirkan akan mendapatkan hasil yang tidak optimal, membutuhkan

biaya yang sangat tinggi, maupun dapat merusak kondisi lahan.

• Kelas I

Termasuk dalam kelas ini adalah tanah tidak mempunyai/hanya sedikit

faktor pembatas tetapnya dan resiko kerusakan. Tanah-tanah yang

termasuk kelas ini sangat baik dan dapat diusahakan untuk tanaman

semusim, dengan selamat/tanpa atau sedikit sekali menimbulkan erosi.

Tanah-tanah ini pada umumnya mempunyai kedalaman efektif yang

dalam, produktif, serta mudah dikerjakan. Tanah-tanah yang termasuk

kelas I pada umumnya tidak/sedikit menghadapi resiko adanya aliran

permukaan. Tetapi perlu diperhatikan bahwa tanah-tanah ini

menghadapi resiko penurunan kesuburan dan pemadatan. Oleh karena

itu agar supaya tetap produktif, kita mutlak perlu mempertahankan

kesuburan tanahnya. Hal ini dapat dilakukan dengan tanaman

penambah N, pemberian pupuk hijau, pemakaian tanaman penutup

tanah, dan lain-lain.

• Kelas II

Termasuk dalam kelas-kelas II adalah tanah-tanah yang mempunyai

sedikit faktor pembatas dalam pemakaiannya. Tanah-tanah ini

merupakan tanah-tanah yang baik, tetapi dalam pengusahaannya

sudah memerlukan perhatian yang besar terhadap resiko kerusakan

tanah. Tanah-tanah dalam kelas ini mempunyai kemiringan sedikit agak

miring, menghadapi bahaya erosi kecil-sedang, kedalaman efektif

sedang, kadang-kadang ada aliran permukaan dan perlu dibuat saluran

drainase. Faktor-faktor ini tentu agak memerlukan perhatian yang serius

jika kita akan mengusahakan tanah ini. Disamping mempertahankan

kesuburan tanah, dalam pengusahaannya perlu melakukan tindakan-

tindakan konservasi tanah, misalnya pengaturan cara-cara pengolahan

VII - 8

Page 9: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

tanah, saluran-saluran air, rotasi tanaman atau kombinasi-kombinasi

dari pekerjaan-pekerjaan konservasi tanah.

• Kelas III

Tanah-tanah dalam kelas III masih dapat digunakan untuk usaha

pertnian semusim, tetapi sudah memerlukan perhatian yang serius.

Tanah-tanah dalam kelas ini berlereng agak miring, manghadapi resiko

erosi yang cukup besar, dan mempunyai kesuburan yang rendah.

Dalam kelas ini sistem pertanaman yang dilakukan harus mampu

menutup tanah dengan sempurna. Usaha-usaha pengawetan tanah

sangat diperlukan baik mekanis, biologis, atau kombinasi antara

keduanya.

• Kelas IV

Terdiri dari tanah-tanah yang mempunyai faktor pembatas tetap yang

besar. Tanah-tanah ini masih dapat ditanami tanaman semusim tetapi

sangat terbatas pilihannya dan harus disertai dengan usaha

pengawetan tanah yang intensif. Kelas ini berlereng miring (15-30 %),

berdrainasi buruk, serta mempunyai kedalaman efektif yang dangkal.

Oleh karena itu jika digunakan untuk tanaman semusim diperlukan

pembuatan teras atau saluran drainase, serta membutuhkan pergiliran

tanaman penutup tanah, diusahakan agar hijau. Demikian setelah

pengolahan tanah, diusahakan agar tanah selalu dalam keadaan

tertutup, misalnya dalam pemberian mulsa.

• Kelas V

Tanah kelas V terletak pada tempat yang datar atau agak cekung.

Tanah-tanah dalam kelas ini hanya mempunyai sedikit faktor pembatas

permanen penyebab erosi. Tetapi tidak dapat digunakan untuk tanaman

semusim, karena selalu tergenang air dan terlalu banyak batu pada

permukaan tanah. Oleh karena itu harus selalu diusahakan tertutup

vegetsai misalnya dengan tanaman makanan ternak (pasture) atau

hutan.

• Kelas VI

VII - 9

Page 10: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Tanah kelas ini terletak pada lereng yang agak curam (30-45 %).

Tanah-tanah ini tidak dapat digunakan untuk tanaman semusim. Tanah

ini dapat digunakan untuk padang penggembalaan atau hutan, jika

dipakai sebagai padang rumput hendaknya penggembala tidak

merusak rumput penutup tanahnya. Selain curam, tanah-tanah ini

seringkali dangkal atau telah mengalami erosi yang berat. Jika dipakai

untuk hutan, penebangan kayu untuk selektif. Jika dibandingkan

dengan tanah kelas IV, tanah kelas VI lebih curam dan lebih menjadi

obyek erosi angin.

• Kelas VII

Tanah kelas VII terletak pada lereng yang curam (45-64 %), telah

tererosi berat, kasar, dangkal atau daerah rawa. Karena itu hanya dapat

digunakan untuk vegetasi permanen. Jika digunakan untuk padang

rumput atau hutan produksi, harus disertai perlakuan yang khusus.

• Kelas VIII

Tanah kelas VIII terletak pada lereng yang sangat curam (90 %),

permukaannya sangat kasar, tertutup batuan lepas, atau teksturnya

sangat kasar. Tanah ini tidak cocok walaupun untuk padang rumput,

atau hutan produksi sekalipun. Jadi harus dibiarkan dalam keadaan

alami (hutan lindung, cagar alam, atau tempat rekreasi).

c. Subkelas

Subkelas adalah pembagian labih lanjut dari kelas berdasarkan jenis

faktor penghambat dominan, yaitu bahaya erosi (e), kedalaman tanah

(s), dan gradien lereng (g). Jenis-jenis faktor penghambat ditulis

dibelakang angka kelas, misalnya IIIe artinya lahan yang masalah

utama yaitu terjadinya erosi. Ancaman erosi dapat berasal dari

kecuraman lereng dan kepekaan erosi tanah.

d. Satuan Pengelolaan

Kemampuan lahan dalam tingkat satuan pengelolaan memberi keterangan

yang lebih spesifik tentang cara pengelolaan lahan tersebut. Dalam

klasifikasi kemampuan suatu pengelolaan lahan diberi simbol dengan

VII - 10

Page 11: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

menambahkan angka-angka Arab dibelakang simbol subkelas, yang

menunjukkan besarnya tingkat faktor penghambat. Misalnya IIIe3

menunjukkan lahan kelas III dengan faktor penghambat erosi sedang.

Tabel 7.1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan

Sumber : Hardjowigeno, 2003

Keterangan :

(+) = dapat mempunyai nilai faktor penghambat dari kelas yang lebih

rendah, (+)(+) = permukaan tanah selalu tergenang

Tekstur : Drainasi : Erosi :

ah = agak halus b = baik t = tidak ada

h = halus ab = agak baik r = ringan

ak = agak kasar aj = agak jelek s = sedang

k = kasar j = jelek b = berat

s = sedang sj = sangat jelek sb = sangat berat

Pola Rehabilitasi dan Konservasi Tanah

Kegiatan konservasi tanah merupakan bagian dari program nasional yang

lebih luas yaitu program penyelamatan hutan, tanah dan air yang mempunyai

sasaran, antara lain memperbaiki fungsi hidrologi DAS, meningkatkan

produktivitas sumberdaya alam, meningkatkan kesadaran masyarakat

pemakai lahan terhadap prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, serta

meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Program konservasi tanah tersebut

No. Faktor Penghambat Kelas Kemampuan Lahan I II III IV V VI VII 1 Tekstur tanah ah-s h-ak h-ak (+) (+) (+) (+) 2 Lereng lahan (%) 0-3 3-8 8-15 15-30 0-3 30-45 45-65 3 Drainasi b-ab aj j sj (++) (+) (+) 4 Kedalaman Efektif (cm) >90 >90 90-50 50-25 (+) <25 (+) 5 Keadaan Erosi t R r s (+) b Sb

VII - 11

Page 12: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

dikenal sebagai program konservasi tanah pola RLKT (Rehabilitas Lahan dan

Konservasi Tanah) atau Rencana Konservasi Lahan dan Air (RKLA) dan berisi

aturan penggunaan lahan, arahan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah

dalam skala DAS serta penetapan prioritas penanganannya agar dapat

kembali dan sesuai dengan fungsi masing-masing (Anonim, 1986). Dalam

pelaksanaannya di lapangan, pola konservasi tanah tersebut dijabarkan

menjadi Rencana Teknik Lapangan (RLT) – RLKT DAS atau Sub DAS.

Pola RLKT atau RKLA adalah suatu rencana jangka panjang (25 tahun) yang

memuat arahan umum tentang :

1. Penggunaan/pemanfaatan lahan sesuai kemampuannya.

2. Metode atau teknik RLKT untuk setiap kawasan penggunaan lahan

3. Urutan prioritas penanganan DAS atau Sub DAS sesuai dengan tingkat

kekritisannya.

Sesuai dengan namanya ‘arahan umum’, maka arahan dalam RKLA masih

bersifat umum dan merupakan hasil analisis atau perumusan yang

didasarkan, sebagian besar, pada faktor-faktor biofisik. Faktor-faktor sosial

ekonomi-budaya belum banyak dijadikan masukan atau pertimbangan dalam

perencanaan pola RKLA. Arahan pengaturan lahan lebih ditekankan pada

fungsi masing-masing kawasan,yaitu kawasan lindung, kawasan penyangga

dan kawasan budidaya.

Berikut ini adalah uraian format pogram konservasi pola RKLA yang

dilaksanakan dalam skala DAS atau Sub DAS dan terdiri atas arahan

penggunaan lahan, arahan RKLA, dan urutan tingkat kekritisan DAS.

Arahan Penggunaan Lahan

Arahan penggunaan lahan ditetapkan berdasarkan kriteria dan tata cara

penetapan hutan lindung dan hutan produksi yang berkaitan dengan

karakteristik fisik DAS. Karakteristik fisik DAS, antara lain :

1. Kemiringan lereng

2. Jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi

3. Curah hujan harian rata-rata

VII - 12

Page 13: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Kemiringan lereng dapat ditentukan dengan melihat garis-garis kontur pada

peta topografi. Hasil interpretasi kemiringan lereng ini kemudian dipetakan

menjadi peta kemiringan lereng. Jenis tanah diperoleh dari interpretasi peta

tanah ditinjau dari DAS atau sub DAS yang menjadi kajian. Besarnya curah

hujan ditentukan dari data hujan pada stasiun penakar hujan yang terdekat.

Data lain yang dibutuhkan adalah sistem drainasi (pola aliran) dan tata guna

lahan.

Untuk karakteristik DAS yang terdiri dari kemiringan lereng, jenis tanah, dan

curah hujan harian rata-rata pada setiap satuan lahan perlu diklasifikasikan

dan diberi bobot (skor) sebagai berikut (Asdak, 2002: 415):

Tabel 7.2. Kemiringan Lereng

Kela

sKemiringan Lereng Skor

1

2

3

4

5

0-8% (datar)

8-15% (landai)

15-25% (agak curam)

25-45% (curam)

≥ 45% (sangat curam)

20

40

60

80

100

Sumber : Asdak, 2002 : 415

VII - 13

Page 14: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Tabel 7.3. Jenis Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi

Kelas Jenis Tanah Skor

1

2

3

4

5

Aluvial, Planosol, Hidromorf kelabu, Laterik (tidak

peka)

Latosol (agak peka)

Tanah hutan coklat, tanah mediteran (kepekaan

sedang)

Andosol Laterik, Grumosol, Podsol, Podsolic (peka)

Regosol, Litosol, Organosol, Renzina (sangat peka)

15

30

45

60

75

Sumber : Asdak, 2002 : 416

Tabel 7.4. Intensitas Hujan Harian Rata-rata

Kelas Hujan harian rata-rata Skor

1

2

3

4

5

≤ 13,6 mm/hari (sangat rendah)

13,6-20,7 mm/hari (rendah)

20,7-27,7 mm/hari (sedang)

27,7-34,8 mm/hari (tinggi)

≥ 34,8 mm/hari (sangat tinggi)

10

20

30

40

50

Sumber : Asdak, 2002 : 416

Penetapan penggunaan lahan setiap satuan lahan kedalam suatu kawasan

fungsional dilakukan dengan menjumlahkan skor dari ketiga faktor tersebut

diatas dengan mempertimbangkan keadaan setempat. Tetapi sebelumnya

ketiga peta yaitu peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, dan peta intensitas

hujan harian rata-rata dioverlaykan satu sama lain. Dengan demikian, dapat

menentukan status kawasan yang tepat untuk suatu DAS atau sub DAS

tersebut.

VII - 14

Page 15: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Menurut Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT)

Departemen Kehutanan atau saat ini Badan Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai (BPDAS), kriteria yang digunakan untuk menentukan status kawasan

berdasarkan fungsinya, adalah sebagai berikut :

1. Kawasan Lindung

Satuan lahan dengan jumlah skor dari ketiga faktor fisik yang sama

dengan atau lebih besar dari 175 dan memenuhi salah satu atau beberapa

syarat di bawah ini :

- Mempunyai kemiringan lereng > 45%

- Tanah dengan klasifikasi sangat peka terhadap erosi dan mempunyai

kemiringan lereng > 15%

- Merupakan jalur pengaman aliran sungai, sekurang-kurangnya 100 m

di kiri-kanan alur sungai

- Merupakan pelindung mata air, yaitu 200 m dari pusat mata air

- Berada pada ketinggian ≥ 2000 m dpl

- Guna kepentingan khusus dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai

kawasan lindung

2. Kawasan Penyangga

Satuan lahan dengan jumlah skor dari ketiga faktor fisik antara 125-174

serta memenuhi kriteria umum sebagai berikut :

- Keadaan fisik areal memungkinkan untuk dilakukan budidaya pertanian

secara ekonomis

- Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan

penyangga

- Tidak merugikan dari segi ekologi atau lingkungan hidup.

3. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan

Satuan lahan dengan jumlah skor dari ketiga faktor fisik ≤ 124 serta sesuai

untuk dikembangkan usaha tani tanaman tahunan (tanaman perkebunan,

VII - 15

Page 16: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

tanaman industri). Selain itu areal tersebut harus memenuhi kriteria umum

untuk kawasan penyangga.

4. Kawasan Budidaya Tanaman Semusim

Satuan lahan dengan kriteria seperti dalam penetapan kawasan budidaya

tanaman tahunan serta terletak di tanah milik, tanah adat, dan tanah

negara yang seharusnya dikembangkan sebagai usaha tani tanaman

semusim.

Untuk menghasilkan arahan penggunaan lahan dan menduga potensi sumber

daya lahan untuk berbagai kegunaannya, maka dilakukan

pengukuran/penilaian terhadap kondisi lahan. Manfaat utama evaluasi sumber

daya lahan adalah menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu,

karena dengan evaluasi ini diketahui hubungan-hubungan antara kondisi

lahan dengan perbandingan dan alternatif penggunaan yang diharapkan

berhasil.

7.3.2. Usaha Konservasi

Konservasi tanah adalah usaha yang dilakukan untuk meningkatkan

produktivitas tanah. Pada umumnya konservasi tanah dimaksudkan untuk

(Hardjowigeno, 1995:163):

a. Melindungi tanah dari curahan langsung air hujan

b. Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.

c. Mengurangi limpasan permukaan.

d. Meningkatkan stabilitas agregat tanah.

Adapaun secara umum usaha yang dilakukan dalam arahan tersebut antara

lain:

1. Usaha konservasi secara vegetasi

Metode vegetatif memanfaatkan bagian-bagian dari tanaman untuk

menahan air hujan agar tidak langsung mengenai tanah misalnya daun,

VII - 16

Page 17: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

batang dan ranting. Selain itu akar tanaman juga berfungsi untuk

memperbesar kapasitas infiltrasi tanah. Upaya konservasi secara vegetatif

merupakan salah satu upaya dalam memperbaiki kondisi biofisik

lingkungan yang telah rusak. Konservasi secara vegetatif ini diharapkan

mampu memberikan dampak positif dalam segi ekologi, ekonomi, dan

sosial. Oleh karena itu, perlu diupayakan suatu sistem yang perlindungan

lingkungan berbasis vegetasi dengan pilihan teknologi antara lain :

a. Penanaman tanaman keras di daerah sempadan sungai (sabuk hiaju).

Dengan melakukan penanaman tanaman keras ini diharapkan mampu

menanggulangi bahaya erosi yang sering terjadi di daerah bantaran

sungai.

b. Penanaman tanaman filter sedimen, tanaman filter diperlukan untuk

mengurangi sedimentasi ke sungai dengan menahan tanaman

penyangga tanah seperti bambu di tebing-tebing sungai, dan rumput di

bibir-bibir teras sebagai tanaman penguat teras

c. Pada areal persawahan padi dilakukan dengan sistem intensifikasi

pertanian dan sistem rotasi antara tanaman padi dan palawija serta

didukung dengan sarana prasarana pertanian yang memadai dan

sarana produksi (saprodi). Dengan sistem intensifikasi pertanian

diharapkan akan meningkatkan hasil produksi pertanian.

d. Agroforestry karena dengan agroforestry pola penutupan lahannya

lebih bervariasi. Selain itu dengan agroforestry petani mempunyai

alternatif pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Selain itu,

pola ini dapat dikombinasikan dengan peternakan dimana jenis yang

ditanam adalah pohon-pohon sumber makanan ternak, perikanan,

perlebahan dimana tanaman yang ditanam adalah sumber pakan

lebah. Atau untuk kawasan mangrove maka dapat digunakan sistem

sylvopastory atau silvofishery.

VII - 17

Page 18: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Gambar 7.1. Contoh agroforestry

Gambar 7.2. Kombinasi agroforestry dengan teras

e. Reboisasi hutan dengan cara pengkayaan pohon, sistem ini sangat

diperlukan untuk lahan-lahan hutan yang agak sedikit terbuka dengan

memadukan tanaman hutan dengan tanaman-tanaman non hutan yang

telah banyak dikenal masyarakat maupun belum. Sehingga populasi

dan jenis tanaman di kawasan hutan semakin heterogen dan banyak.

VII - 18

Page 19: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Gambar 7.3. Contoh reboisasi hutan

f. Penghijauan areal pemukiman yaitu penanaman kembali tanah-tanah

selain tanah hutan negara antara lain tanah rakyat dan tanah desa.

Tanaman-tanaman yang digunakan antara lain cengkeh, jambu, durian,

nangka.

Gambar 7.4. Penghijauan areal permukiman

g. Penanaman secara kontur yaitu penanaman tanaman yang searah

garis kontur atau tegak lurus lereng. Semua tindakan pengolahan tanah

juga harus searah kontur. Metode ini sangat cocok untuk tanah yang

memiliki lereng dengan kemiringan 3 – 8%.

VII - 19

Page 20: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Gambar 7.5. Contoh penanaman secara kontur

h. Penanaman tanaman dalam larikan (Strip Cropping System) Metode ini

menggunakan beberapa tanaman yang ditanam dalam strip yang

berselang-seling dan searah garis kontur. Cara yang efektif adalah

dengan membuat larikan-larikan secukupnya. Larikan pertama ditanami

tanaman penutup tanah, misalnya rumput-rumputan, sedangkan larikan

kedua ditanami palawija, begitu seterusnya. Hal ini dimaksudkan untuk

memperlambat lajunya aliran permukaan. Biasanya terdiri dari tanaman

pangan atau tanaman semusim, dan digunakan untuk lereng dengan

kemiringan antara 6 – 15% dengan lebar strip 20 – 50 m.

Gambar 7.6. Contoh penanaman tanaman dalam larikan

i. Pergiliran tanaman yaitu suatu sistem bercocok tanam pada sebidang

tanah, terdiri dari beberapa macam tanaman yang ditanam secara

VII - 20

Page 21: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

berturut-turut pada waktu tertentu kemudian setelah masa panennya

kembali lagi pada tanaman semula. Hal ini bertujuan untuk mencegah

erosi, meningkatkan produksi pertanian, memberantas tumbuhan

pengganggu, serta memperbaiki sifat-sifat fisik tanah dan kesuburan

tanah.

j. Tanaman lorong (Alley Cropping) yaitu sistem bercocok tanam dengan

menggunakan dua atau lebih jenis tanaman dalam satu bidang tanah,

dimana, salah satu jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman

legume non pangan.Penghijauan areal pemukiman adalah penanaman

kembali tanah-tanah selain tanah hutan negara antara lain tanah rakyat

dan tanah desa. Tanaman-tanaman yang digunakan antara lain

cengkeh, jambu, durian, nangka.

k. Pemulsaan (Mulching) yaitu menutupi permukaan tanah dengan sisa-

sisa tanaman. Pemulsaan berfungsi untuk melindungi tanah

permukaan dari daya pukul butir-butir hujan dari daya kikis aliran

permukaan.

Gambar 7.7. Pemberian mulching

l. Hutan produksi yaitu tanaman kayu-kayuan secara murni atau

campuran dengan jenis tanaman pohon lainnya namun dengan

tanaman kayu-kayuan sebagai tanaman utama. Hutan produksi

berfungsi meningkatkan produktifitas lahan dengan berbagai hasil dari

tanaman hutan rakyat.

VII - 21

Page 22: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Gambar 7.8. Hutan produksi

m. Kebun/perkebunan yaitu penanaman pohon kayu-kayuan atau

campuran antara kayu-kayuan dan jenis pohon lainnya dengan maksud

utama sebagai pelindung tanah, pada lahan kering yang diusahakan

untuk pertanian tanaman semusim/setahun sebagai tanaman utama.

Kebun/perkebunan berfungsi untuk membantu peresapan air ke dalam

tanah dan mengurangi evaporasi (penguapan air secara langsung dari

permukaan tanah.

Gambar 7.9. Kombinasi kebun dengan teras

VII - 22

Page 23: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Gambar 7.10. Contoh skema kebun campuran

n. Strip rumput yaitu tanaman penghasil hijauan pakan ternak secara

murni atau campuran dengan jenis lain secara strip/lajur. Tujuannya

adalah memperbaiki penutupan tanah dan mencegah erosi percikan.

2. Usaha konservasi lahan secara mekanis

Upaya konservasi secara mekanis diperlukan secara temporal terutama

pada lahan-lahan yang telah mengalami kerusakan parah guna

mengurangi sedimen ke sungai dan erosi lahan sebelum usaha secara

vegetatif mampu mengurangi tingkat sedimentasi di sungai dan erosi

lahan. Usaha konservasi dengan mekanik bertujuan untuk memperkecil

laju limpasan permukaan, sehingga daya rusaknya berkurang untuk

menampung limpasan permukaan kemudian mengalirkannya melalui

bangunan atau saluran yang telah dipersiapkan. Ada beberapa metode

yang dapat digunakan (Utomo, 1994:85):

1. Pembuatan Saluran Pemisah. Saluran ini berfungsi agar limpasan

permukaan dari lahan atas tidak masuk ke lahan, kemudian limpasan

tersebut dialirkan melalui jalan air (Utomo,1989:85).

2. Saluran Pembuang Air (SPA). Saluran pembuang air adalah saluran

pembuang untuk menampung dan mengalirkan limpasan permukaan.

Saluran ini dibangun searah lereng. Agar dasar saluran tidak terkikis,

VII - 23

Page 24: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

maka dasar saluran dilengkapi dengan pasangan batu-batuan atau

dengan vegetatif linning (Utomo, 1989: 89).

Gambar 7.11. Komponen dasar pengawetan tanah dengan teras

(a) Tampak depan

(b) Tampak samping

3. Pembuatan teras. Pembuatan teras dimaksudkan untuk mengurangi

panjang dan kemiringan lereng, sehingga dapat memperkecil limpasan

permukaan. Berdasarkan bentuk dan fungsinya ada beberapa macam

teras, yaitu (Utomo, 1989: 86):

(1) Teras Saluran (channel terrace).

Teras saluran dibangun untuk mengumpulkan air aliran

permukaan pada saluran yang telah dipersiapkan, kemudian

dialirkan ke jalan air. Teras ini dibuat searah lereng dengan

membuat tanggul dengan saluran diatasnya. Tanah untuk

tanggul diambil dari sisi atas atau dari kedua sisi tanggul. Ada

tiga macam teras saluran :

- Teras Datar . Teras datar digunakan untuk tanah dengan

kemiringan kurang dari 3% dan untuk tanah dengan

permeabilitas tinggi dan jenis tanah yang kering.

VII - 24

Page 25: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Gambar 7.12. Skema teras datar

- Teras Kredit. Teras ini digunakan untuk tanah dengan

kemiringan 3-10 % dengan jarak antar guludan bervariasi 5-12

m.

Gambar 7.13. Skema teras kredit

- Teras Gulud. Teras gulud digunakan untuk tanah dengan

kemiringan 10-40%.

Gambar 7.14. Skema teras gulud

(2) Teras Bangku atau Tangga (Bench Terrace)

Teras bangku dimaksudkan untuk mengurangi panjang lereng,

dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di

VII - 25

Page 26: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

bawahnya, sehingga terbentuk deretan bangku atau tangga.

Teras bangku dibangun pada tanah dengan kemiringan antara

20-30% dan mempunyai solum tanah yang cukup dalam. Ada

berbagai macam teras bangku yang dapat ditemukan di

lapangan:

(a) Teras Bangku Datar (Level Terrace)

(b) Teras Bangku Miring (Slope Terrace)

(c) Teras Bangku Berlawanan Lereng atau Teras Tajam (Steep

Terrace)

(d) Teras Pengairan (Irrigation Terrace). Dibangun dengan cara

membuat tanggul di ujung teras agar air dapat tersimpan di

teras tersebut.

Gambar Skema teras bangku

Gambar 7.15. Teras bangku dengan tebing dibuat dari batu

VII - 26

Page 27: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

(3) Bangunan Terjunan (drop structure)

Fungsi bangunan terjunan adalah untuk menghindari kerusakan

dasar jalan air karena adanya lereng yang curam. Jika dibiarkan

secara alami lerengnya sangat curam, karena itu panjang lereng

perlu dipotong. Pada perpotongan lereng ini perlu dibuat bangunan

penguat sehingga air yang mengalir deras (terjun) tidak merusak

dasar saluran. Biasanya dinding bangunan dibuat dari bambu dan

dasar saluran diperkuat oleh batu.

Gambar 7.16. Jalan air dan bangunan terjunan

(4) Bangunan check dam

Dapat dibangun dari bambu atau kayu tetapi dapat juga dari batu

dan beton. Tujuan pembangunan check dam adalah untuk

pengendalian erosi jurang sehingga erosi jurang tidak berkembang

lebih lanjut dan menjadi semakin dalam dan besar. Terdapat dua

jenis check dam yaitu: jenis kedap air dan jenis lolos air dimana

sedimen tertahan tetapi aliran air tidak terhambat.

(5) Rorak (sill pilt)

Tujuan utamanya dibangunnya rorak adalah untuk menangkap air

limpasan permukaan dan juga tanah yang tererosi, sehingga

diharapkan air dapat masuk kedalam tanah dapat mengendalikan

VII - 27

Page 28: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

erosi. Rorak dibuat dengan menggali lubang berukuran dalam 60

cm, lebar 50 cm dan panjang 400-500 cm yang dibuat memanjang

searah garis kontur, jarak horisontal antar rorak 10-15 m dan jarak

antara rorak berkisar antara 20 m (lereng landai) sampai 10 m

(lereng curam). Rorak banyak digunakan di perekebunan

Gambar 7.17. Skema rorak

(6) Embung

Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk

menampung air hujan dan air limpasan atau air rembesan dari

lahan tadah hujan sebagai cadangan air pada musim kemarau.

Tujuan dari pembuatan embung adalah :

a. Menampung dan mengalirkan air pada kolam penampung

b. Cadangan persediaan air untuk berbagai kebutuhan pada

musim kemarau

c. Menekan laju erosi dan sedimentasi

Manfaat daripada pembuatan embung yaitu persediaan air di

musim kemarau dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan

(pertanian, peternakan, rumah tangga dsb). Adapun sasarannya

adalah lahan-lahan kering dan lahan-lahan tadah hujan pada hulu

DAS :

VII - 28

Page 29: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

a. Bertipe iklim C (5-6 bulan basah), tipe iklim D (3-4 buloan

basah) dan tipe iklim E (<3 bulan basah), serta daerah kering

lainnya yang memrlukan embung

b. Air tanah sangat dalam atau tidak ada sama sekali

c. Tekstur tanah liat (tidak permeable) liat berlempung dan

lempung liat berdebu

Gambar 7.18. Embung

(7) Jurang Pengendali (gully plug)

Pengendalian gully dapat dilakukan dengan metode vegetatif atau

kombinasinya dengan konstruksi yang sederhana. Tebing gully

diusahakan tidak terlalu terjal, sehingga diperlukan penggalian

ujung tebing selanjutnya tebing ini ditanami lempengan rumput.

Pada border juga ditanami tanaman untuk menghindari erosi.

Dilahan sebelah kanan atas dilakukan penterasan untuk mereduksi

erosi. Konstruksi sederhana ini dapat dibuat dari timbunan batu

dan timbunan tanah. Untuk menyatukan material konstruksi

digunakan kawat anyaman. Di hulu bangunan diberi ranting-ranting

pohon. Dengan konstruksi sederhana tersebut, akan dapat

menahan sedimen yang lewat sehingga saluran gully bisa tertutup.

Bangunan ini dapat dibuat dengan interval sama dengan tinggi

bangunan. Pada gully plug, kedalaman kurang dari 1 m,

VII - 29

Page 30: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara menempatkan

potongan-potongan tanaman (brushwood) sepanjang gully. Untuk

kemiringan yang besar, brushwood dapat diangker dengan

perancah dari bambu atau kayu. Dengan cara ini laju aliran dapat

direduksi dan sedimen dapat terdeposisi.

Gambar 7.19. Dam penahan untuk erosi selokan di Ngantang

Gambar 7.20. Bangunan penahan longsor akibat erosi jurang yang

terbuat dari bamboo

VII - 30

Page 31: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Gambar 7.21. Gully Plug (pengendali jurang) dari kayu dan batu

Gambar 7.22. Gully Plug (pengendali jurang) dari bambu

(8) Sumur Resapan

Bangunan sumur resapan air adalah salah satu rekayasa teknik

konservasi air berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa

sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman

tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air dan

meresapkannya ke dalam tanah. Tujuan bangunan sumur ini

adalah untuk mengurangi aliran permukaan dan meningkatkan air

VII - 31

Page 32: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

tanah sebagai upaya untuk mengembalikan dan mengoptimalkan

fungsi/kerja setiap komponen system tata air DAS sesuai dengan

kapasitasnya. Sasaran lokasi bangunan sumur resapan adalah

daerah peresapan air di kawasan budidaya, pemukiman,

pertokoan, industri, sarana dan prasarana olah raga serta fasilitas

umum lainnya.

Gambar 7.23. Sumur Resapan

(9) Dam Penahan

Bendalian kecil yang lolos air dengan konstruksi bronjong batu,

anyaman ranting atau trucuk bambu/kayu yang dibuat pada alur

jurang dengan tinggi maksimal 4 m. Adapun tujuan dari pembuatan

bangunan dam penahan adalah mengendalian endapan dan aliran

air permukaan dari daerah tangkapan air dibagian hulu dan

meningkatkan permukaan air tanah di bagian hilirnya. Sedangkan

sasaran dari pembuatan bangunan dam penahan adalah:

a. Daerah kritis dengan kemiringan lereng (15 – 35 ) %

b. Daerah yang sudah diupayakan RLKT tetapi hasilnya belum

efektif

c. Daerah tangkapan airnya sekitar 30 ha

d. Lokasi terletak pada tempat yang stabil

VII - 32

Page 33: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Gambar 7.24. Dam Penahan dengan Bronjong

Gambar 7.25. Dam Penahan dengan Anyaman Ranting,

Kayu/Bambu

Gambar 7.26. Dam Penahan dengan Kayu/Bambu

VII - 33

Page 34: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

(10)Dam Pengendali

Dam pengendali adalah Bendalian kecil yang dapat menampung

air (tidak lolos air) dengan konstruksi urugan tanah dengan lapisan

kedap air atau konstruksi beton (tipe busur) untuk pengendalian

erosi dan aliran permukaan dan dibuat pada alur jurang/sungai

kecil dengan tinggi maksimum 8 meter. Tujuan pembuatan

bangunan dam pengendali adalah:

a. Mengendalikan endapan/aliran air yang ada dipermukaan tanah

yang berasal dari daerah tangkapan air dibagian hulunya

b. Menaikkan permukaan air tanah sekitarnya

c. Tempat persediaan air bagi masyarakat (rumah tangga, irigasi,

ternak dll)

Adapun sasaran lokasi pembuatan bangunan dam pengendali adalah :

a. Daerah kritis dengan kemiringan lereng (15 – 35) %, bukan daerah

longsor/bergerak atau patahan dengan luas daerah tangkapan

(catchment area) sekitar 100 – 250 ha.

b. Luas genangan : luas daerah tangkapan air adalah 1 : 50 sampai 1 :

100

c. Mudah mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan.

Gambar 7.27. Dam Pengendali (tipe busur)

VII - 34

Page 35: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Gambar 7.28. Dam Pengendali (tipe urugan tanah)

Dari identifikasi Sumberdaya lahan DAS Kuaro dibagi dalam 4 zona yaitu:

(1) Zona I

Zona I merupakan daerah Sabuk Hijau Bendung Muru, serta daerah

sabuk hijau sumber-sumber mata air dan rencana pengembangannya.

(2) Zona II

Zona II merupakan lahan pertanian/ladang/tegalan yang di DAS Kuaro.

(3) Zona III

Zona III merupakan daerah pemukiman penduduk di wilayah administrasi

Kota Kuaro.

(4) Zona IV

Zona IV merupakan daerah hulu dari sungai Kuaro yang banyak

didominasi area perbukitan.

Zona I

Zona I merupakan daerah sabuk hijau yaitu 50 m di kanan dan kiri sungai

Kuaro sepanjang 5 km kearah hulu dari Bendung Muru. Topografi daerah ini

didominasi oleh perbukitan dengan penutupan lahan berupa hutan dan semak

VII - 35

Page 36: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

belukar, semak belukar. Sedangkan lahan yang menjadi rencana bukit

sandaran Bendung Muru (kiri-kanan) merupakan perbukitan sedang dengan

tinggi ± 30 meter dengan vegetasi penutupan lahan berupa semak belukar

dan pepohonan non produktif. Zona I ini merupakan kawasan lindung RTRW

Kabupaten Paser (hutan lindung).

Zona I berikutnya adalah lokasi sumber mata air dan rencana

pengembangannya dimana disyaratkan untuk daerah sabuk hijau adalah

kawasan sekitar sumber air yang lebarnya antara 50 meter dari titik pasang

tertinggi ke arah darat.

Permasalahan :

1. Tutupan vegetasi yang dominasi oleh tumbuhan semak belukar dan hutan

perlu dijaga kelestariannya sebab telah ditemukan adanya kegiatan

penambangan pasir batu (sirtu) di sekitar bantaran sungai Muru.

Penambang pasir batu juga menimbung sebagian alur sungai.

2. Karena tutupan lahan kurang dikhawatirkan menyebabkan tanah mudah

longsor.

3. Kualitas air permukaan (jembatan Muru – Sungai Muru) tergolong dalam

kategori kelas II (lihat hasil tes sampel air di Laporan Hasil Analisa

Sedimentasi dan Kualitas Air).

4. Kesuburan tanah untuk pertanian tergolong rendah.

Prioritas Pemecahan :

1. Penanaman atau reboisasi dengan tanaman keras seperti (Mahoni, Suren,

Mindi, Ampupu dan beringin).

2. Penyiapan lahan, pengadaan pembibitan, penanaman dan pemeliharaan,

pembuatan bangunan dam penahan.

3. Konservasi lahan perhutani.

VII - 36

Page 37: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

4. Peningkatan kualitas air dari kelas II menjadi kelas I dengan pengolahan

sehingga dapat dimanfaatkan untuk air baku.

5. Perlu disosialisasikan pertanian dengan sistem intensifikasi pertanian

dengan penambahan unsur-unsur hara tanah yang diperlukan tanaman.

6. Perbaikan sarana dan prasarana transportasi di daerah hulu DAS.

7. Sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan terkait rehabilitasi lahan dan

konservasi tanah.

Zona II

Zona II merupakan daerah pertanian, ladang/tegalan. Dalam wilayah

administrasi Kecamatan Kuaro khususnya dalam DAS Kuaro mempunyai

lahan pertanian (seluas sekitar 116 hektar), namun lahan pertanian di

Kecamatan Kuaro yang termasuk dalam area DAS Kuaro sendiri jumlah

lahannya sangat sedikit.

Permasalahan :

1. Adanya adanya alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit,

ladang dan permukiman.

2. Kecamatan Kuaro bukan merupakan daerah agraris karena merupakan

kawasan permukiman dan berkembang kearah kawasan perkebunan dan

pertambangan.

Prioritas Pemecahan :

1. Perencanaan sistem irigasi yang baik

2. Konservasi lahan perhutani

3. Perlu disosialisasikan pertanian dengan sistem intensifikasi pertanian

dengan penambahan unsur-unsur hara tanah yang diperlukan tanaman.

4. Perbaikan sarana dan prasarana transportasi di daerah hulu DAS.

VII - 37

Page 38: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

5. Sosialisasi, dan penyuluhan masyarakat terkait rehabilitasi lahan dan

konservasi tanah.

Zona III

Zona III merupakan daerah pemukiman, jarak rumah penduduk terdekat

dengan bangunan Bendung Muru kurang lebih 1 km.

Permasalahan :

1. Masih terjadinya banjir di beberapa kawasan permukiman akibat drainase

yang kurang memadai.

2. Berkurangnya area resapan air di perkotaan.

3. Diperlukan kolam-kolam retensi maupun sumur-sumur resapan untuk

resapan air .

Prioritas Pemecahan :

1. Membangun kolam-kolam retensi banjir dan sumur-sumu resapan.

2. Melakukan konservasi lahan atau reboisasi di bagian hulu DAS Kuaro

terutama bagian hulu untuk memngembalikan fungsi resapan air dan

kawasan penyangga.

3. Memperbaiki sistem drainase Kecamatan Kuaro dan sekitarnya secara

komprehensif.

4. Sosialisasi, dan penyuluhan masyarakat terkait rehabilitasi lahan dan

konservasi tanah termasuk Ruang Terbuka Hujau perkotaan.

Zona IV

Zona IV merupakan daerah hulu dari DAS Kuaro, dengan vegetasi penutupan

lahan berupa hutan lindung, hutan produksi, semak belukar dan terdapat

tanaman sawit di daerah perbukitannya. Vegetasi atau tataguna lahan pada

zona IV ini merupakan lokasi hutan lindung pada saat ini sebagian lahan telah

berubah fungsi menjadi area perkubunan sawit. Dengan adanya perubahan

tataguna lahan ini akan mengurangi tampungan air tanah dan memperbesar

VII - 38

Page 39: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

limpasan permukaan sehingga dikhwatirkan lamban laun sumber air di hulu

dari pada sungai Muru dan sungai-sungai lainnya akan manjadi berkurang

dan debit sungai juga akan berkurang seiring waktu.

Permasalahan :

1. Tutupan lahan hulu DAS Kuaro berupa daerah perbukitan dengan penutup

lahan areal hutan lindung, hutan produksi, semak belukar dan terdapat

perkebunan (kelapa sawit).

2. Terdapat area tambang galian sirtu di DAS bagian tengah.

3. Adanya alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan sawit yang

merupakan daerah hulu dari DAS Kuaro

4. Meskipun saat ini sebagian besar belum termasuk lahan dalam kondisi

kritis/sangat kritis, namun jika tidak dilakukan upaya-upaya konservasi

maka dikhawatirkan dapat menjadi sangat kritis dimasa datang.

Prioritas Pemecahan :

1. Memperketat ijin perubahan penggunaan lahan, pembinaan kegiatan

galian pertambangan, perlindungan kawasan mudah erosi dan longsor.

2. Reboisasi skala luas dan dipadukan dengan bangunan teknis sipil

(konservasi secara vegetatif dan teknis).

3. Sosialisasi, dan penyuluhan masyarakat terkait rehabilitasi lahan dan

konservasi tanah.

VII - 39

Page 40: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

7.4. PERENCANAAN DETAIL KONSERVASIPerencanaan konservasi semi detail menghasilkan arahan pola rehabilitasi

lahan dan konservasi tanah. Pola arahan ini masih perlu dikembangkan menjadi

rencana detail konservasi agar dapat dipakai sebagai pedoman perencanaan tingkat

lapangan atau dengan kata lain dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan fisik di

lapangan.

Dari hasil identifikasi sumberdaya lahan yang berada di DAS Kuaro maka

dapat ditentukan Rencana Konservasi Tanah Desa (RKTD) atau disebut lokasi

Rencana Rehabilitasi Lahan dan Air (RLKA) DAS Kuaro yang dipetakan dalam 4

zona konservasi. Berdasarkan hasil analisa baik secara teknis maupun non teknis

serta sesuai dengan kondisi biogeofisik, sosial, ekonomi dan budaya, maka arahan

lokasi RLKA daerah sabuk hijau DAS Kuaro antara lain terdapat di upstream (hulu)

site Bendung Muru dan lahan kawasan sempadan sumber mata air, yang dilakukan

secara vegetatif dan mekanis.

7.4.1. Rencana Konservasi Secara Vegetatif

Rencana konservasi secara vegetatif dilakukan dengan cara penanaman

tanaman di daerah sabuk hijau Bendung Muru yaitu di sebelah kanan dan kiri

sungai Kuaro sejauh 50 m dengan panjang 5 km dari site Bendung Muru ke

arah hulu. Vegetasi yang di usulkan untuk di tanam di sabuk hijau adalah jenis

tanaman keras antara lain; mahoni, suren, mindi, ampupu dan beringin

ataupun tanaman produktif buah-buahan. Adapun tabel kesesuaian tempat

tumbuh tanaman keras tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7.5. Kesesuaian Tempat Tumbuh Tanaman Keras Yang Diusulkan

Mahoni Suren Mindi Ampupu Beringin

1 Altitud (m dpl) 50-1400 0-1800 0-1200 0-2000 0-2000

2 Rata-rata curah hujan (mm/tahun) 1600-4000 800-4000 600-2000 1300-2400 500-4500

3 pH tanah Netral-basa Netral-basa Netral-basa Asam-netral Asam-netral

4 Tekstur tanah Sedang-berat Sedang-berat Halus-sedang Ringan-sedang Halus-berat

5 Kebutuhan cahaya Senang cahaya Senang cahaya Senang cahaya Senang cahaya Senang cahaya

Sumber : Alrasyid H, 1988, Teknik Silvikultur HTI, Balitbang Kehutanan, Bogor

Tempat Tumbuh (Tapak) Alam KeteranganUraianNo

VII - 40

Page 41: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Tabel 7.6. Rekomendasi Pemanfaatan, Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman

Keras Yang Direkomendasikan

7.4.2. Rancangan Penyediaan Bibit

Penyediaan bibit dalam pelaksanaan konservasi sabuk hijau Bendung Muru

dilakukan dengan pengadaan bibit. Dalam skim penyediaan bibit dengan cara

pengadaan bibit, bibit dapat disediakan melalui proses pembuatan bibit atau

dengan cara mendatangkan bibit, baik yang berasal dari sekitar areal maupun

dari luar wilayah. Untuk bibit yang didatangkan dari lokasi yang berjauhan

dengan lokasi tanam, sebaiknya dilakukan aklimatisasi bibit agar tidak terjadi

stress yang menyebabkan kematian bibit saat ditanam. Aklimatisasi dapat

dilakukan dengan menginapkan bibit pada lokasi yang berdekatan dengan

lokasi tanam. Lokasi inap bibit ini dikenal sebagai tempat pengumpulan

sementara bibit (TPS). Di TPS dilakukan pemeliharaan bibit hingga siap

tanam, biasanya dilakukan 7 hingga 14 hari.

No Jenis Tanaman Bagian Yang Dimanfaatkan

Kayu

Biji

GetahPepaganCangkang buah

KayuKulit kayu dan akar

Daun

Kulit dan Buah

KayuBuji dan daun

4 Ampupu Batang

Akar udara

DaunBeringin5

Tanin

Obat tradisiona: pilek, demam tinggi, radang amandel (tonsilitis), rematik dan memar

Obat tradisional : influenza, radang saluran napas (bronkitis), batuk rejan (pertusis), malaria, radang usus akut (akut enteritis), disentri, dan kejang panas pada anak.

Furnitur/perabot rumah tanggaUntuk pestisida nabati (biopestisida)Mindi

2

3

Obat tradisional : tonik, obat diare

Diekstrak menjadi antibiotik dan bioinsektisida (anti serangga), zat tanin untuk penyamakan kulit dan industri tasDiekstrak menjadi minyak aromatik (minyak atsiri)

Suren

Medium pengepotan

Mahoni1

Furnitur/perabot rumah tangga

Minyak Nabati, obat rematik, malaria, tekanan darah tinggi, diabetes melitus, demam, masuk angin, kurang nafsu makan, eksim

Furnitur/perabot rumah tangga

PerekatPewarna dan penyamak belulang, penghasil gom

Pemanfaatan dan Pengolahan

VII - 41

Page 42: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

7.4.3. Rancangan Penanaman

a. Penentuan arah larikan

Arah larikan atau arah jalur tanaman dibuat untuk memudahkan

dilakukannya penanaman dan menghitung jumlah bibit yang ditanam. Arah

larikan biasanya dilakukan dengan memotong lereng atau tegak lurus garis

kontur. Oleh karena itu jarak antar tanaman sesarah larikan biasanya

berbeda-beda sesuai dengan kelas kelerengannya, sebagai contoh, pada

lereng yang datar, maka jarak antar tanaman adalah 3 meter, sedangkan

pada areal yang berlereng curam jarak lapangan antar tanaman bisa

mencapai 4,6 meter.

Untuk membantu membuat arah larikan dibuat terlebih dahulu patok arah

larikan. Untuk setiap hektar dibutuhkan patok sebanyak 100 buah. Patok

arah larikan ditanam dengan jarak disesuaikan dengan jarak antar

tanaman yaitu 3 meter. Patok larikan ditanam di pangkal larikan dan

menjadi titik ikat pemasangan ajir.

b. Pembersihan lahan dan pengolahan tanah

Penyiapan lahan terdiri dari kegiatan pembersihan lahan dan pengolahan

tanah. Pembersihan lahan dilakukan untuk memperoleh lahan siap tanam

yang bebas dari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman

seperti gulma, semak belukar dan tumbuhan liar. Untuk

pembersihan/pengolahan tanah dilakukan secara jalur dengan lebar jalur 1

meter. Pembersihan lapangan pada lokasi semak belukar dilakukan

dengan cara memotong atau menebang semua jenis semak/belukar

dengan menggunakan parang, sedangkan pada lokasi yang didominasi

oleh alang-alang (gulma/tumbuhan liar) dapat dilakukan dengan

menggunakan herbisida.

Penolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki sifat fisik

tanah sehingga aerasinya meningkat dan terciptanya kondisi lingkungan

yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah dilakukan

secara minimum tillage untuk menghindari terjadinya kerusakan lahan dan

fungsi tata air dan tata tanah (hidoorologis) lahan hutan.

VII - 42

Page 43: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Pengolahan tanah di areal alang-alang maupun areal semak belukar

dilakukan dengan menggunakan cangkul. Tanah yang diolah (lapisan olah)

seluas radius satu meter dari lubang tanam.

c. Pengadaan dan pemasangan ajir

Ajir merupakan tanda/tempat dimana akan dilakukan penggalian lubang

tanam dan penanaman. Ajir terbuat dari bambu atau kayu yang lurus (tidak

bengkok) dengan diameter 1-2 cm dan tinggi 125 cm. Pembuatan ajir

dilakukan sebelum kegiatan pembuatan lubang tanam dengan jumlah

disesuaikan dengan jumlah bibit yang akan ditanam yaitu 1.100 batang per

hektar. Ajir dipancangkan tegak lurus di dalam jalur/larikan yang sudah

dibersihkan dengan jarak antar ajir kira-kira 3 meter. Ajir dipancang cukup

dalam agar tidak mudah rebah dan tetap berdiri sampai tiba tanam.

d. Pembuatan piringan dan lubang tanam

Pembuatan lubang tanaman adalah kegiatan penggalian tanah berbentuk

persegi sebagai tempat tanaman. Jumlah lubang tanam disesuaikan

dengan jumlah bibit yang akan ditanam yaitu 1.100 batang per hektar.

Perkiraan jarak tanam yang akan dipakai adalah sekitar 3 m x 3 m (jarak

datar).

Lubang tanaman dibuat ditempat ajir berdiri dan sementara ajir di cabut

dahulu dan ditancapkan disamping lubang tanam. Lubang dibuat dengan

ukuran 30 x 30 x 30 cm (panjang/lebar/dalam). Tanah galian lubang

bagian atas diletakan disamping kiri dan tanah bagian dalam disebelah

kanan. Tanah tersebut merupakan bahan penutup tanaman yang

diletakkan seperti kondisi semula, untuk tanah bagian bawah terlebih

dahulu dimasukkan disusul tanah bagian atas.

e. Distribusi bibit

Distribusi bibit adalah pengangkutan bibit dari lokasi persemaian ke tempat

penyimpanan/pengumpulan sementara dan dari tempat pengumpulan bibit

sementara ke lubang tanam.

VII - 43

Page 44: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan distribusi bibit agar bibit

tidak mengalami kerusakan dalam pengepakan dan pengangkutannya

adalah sebagai berikut :

I. Pemindahan bibit dari lokasi penampungan bibit ke lokasi penanaman.

- Pemindahan harus memperhitungkan waktu dan jumlah agar tidak

mati/rusak

- Bibit yang akan diangkut dicatat dalam buku mutasi bibit : jenis,

jumlah dan tujuan (blok)

- Pengangkutan sebaiknya dilakukan sore atau malam hari, hal ini

untuk menghindari penguapan/transpirasi akibat panas (kering/layu)

dalam proses pemindahan

- Bibit diangkut beserta media semainya (polybag), untuk menjaga

agar tetap segar dilakukan penyiraman terlebih dahulu

- Sebelum diangkut, bibit diseleksi kelayakannya dan dihitung., Bibit

yang rusak tidak diangkut.

II. Pengangkutan bibit dari tempat penyimpanan/pengumpulan sementara

ke lubang tanam.

- Pendistribusian bibit dicatat dalam buku mutasi bibit berdasrkan

jenis, jumlah dan lokasi penanaman (petak)

- Distribusi bibit dilakukan pada hari pelaksanaan penanaman

- Satu lubang tanam mendapat jatah satu bibit

f. Penanaman

Bibit tanaman yang telah tersedia dan sesuai dengan syarat-syarat

pembibitan (leher bibit berkayu, batang tunggal, tinggi 30 cm ke atas)

dipindahkan ke lubang tanaman. Bibit tanaman diangkut dari pembibitan

ke blok tanaman secara hati-hati agar tidak rusak atau patah. Spesifikasi

teknis dari penanaman pada lokasi konservasi sabuk hijau adlah sebagai

berikut :

VII - 44

Page 45: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

- Penanaman dilakukan dengan sistem jalur, dengan mengikuti arah.

- Jarak tanam sekitar 3 m x 3 m (jarak datar)

- Jumlah bibit yang disediakan untuk setiap hektarnya adalah sebanyak

1.100 batang dengan sulaman tahun berjalan sebesar 10 % (110

batang).

7.4.4. Rancangan Pemeliharaan Tanaman

1. Pemeliharaan Tahun Berjalan

Pemupukan

Pemupukan dilakukan untuk menambah kekurangan unsur hara di

dalam tanah, sehingga dalam masa pertumbuhannya tanaman tidak

mengalami kekurangan unsur hara. Kekurangan unsur hara yang

diperlukan, akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman,

dan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kematian pada

tanaman.

Beberapa jenis pupuk organik yang umum digunakan beserta dosisnya

adalah pupuk Urea dengan dosis 30 gram per pohon dan pupuk TSP

dengan dosis 70 gram per pohon. Waktu pemupukan pertama dilakukan

2-4 minggu setelah penanaman, sedangkan pemupukan lanjutan

tergantung kebutuhan. Pemupukan lanjutan hanya dilakukan apabila

kondisi tanaman sangat memerlukan

Penyulaman

Setelah tanaman berumur satu bulan akan dilakukan perhitungan

keberhasilan tanaman dengan intensitas 5% dan dievaluasi. Tanaman

baik apabila kondisinya sehat, kokoh dan tidak rusak, sedangkan tidak

baik sebaliknya. Tegakan dikatakan berhasil apabila tanaman baik lebih

dari 80% atau dalam hal kegiatan adalah sebagaimana ketentuan, maka

tidak perlu dilakukan penyulaman, dan apabila tanaman baik kurang dari

80%, maka perlu dilakukan penyulaman.

Penyiangan dan Pendangiran

VII - 45

Page 46: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Pendangiran atau penggemburan tanah dengan maksud untuk memacu

pertumbuhan tanaman akan dilakukan hanya pada tanaman yang

memerlukan. Apabila kondisi tanah pada tanaman sudah cukup baik,

maka tidak perlu dilakukan pendangiran. Untuk mengetahui kondisi

tanah ini bisa dilihat sewaktu melakukan kegiatan penanaman atau

melalui prientasi lapang.

Penyiangan tanaman adalah kegiatan pengendalian gulma atau

pengurangan populasi gulma agar tidak mengganggu pertumbuhan

tanaman pokok. Tujuan penyiangan adalah untuk mengurangi

persaingan gulma berkenaan dengan cahaya, kelembaban tanah dan

nutrisi. Penyiangan pertama akan dilakukan pada saat tanaman berumur

2-3 bulan atau menurut kondisi pertumbuhan gulma/rumput liar, dimana

40-50% tanaman pokok tertutup. Penyiangan dilakukan hingga umur

tanaman mencapai 2-3 tahun atau pada saat tanaman pokok mampu

bersaing dengan tumbuhan liar dalam hal persaingan akan kebutuhan

cahaya.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Berbagai jenis hama/penyakit dapat mengganggu tanaman pada saat

tanaman masih berumur relatif muda. Diantara hama yang potensial

menimbulkan kerusakan pada tanaman muda adalah:

1. Rayap pemakan akar

2. Ulat penggundul daun

3. Ulat pemotong daun

4. Belalang pemotong batang muda

5. Ulat pemotong batang muda

Untuk mencegah dari gangguan hama-hama tersebut dapat digunakan

insektisida sistemik misalnya Furadan 3G, Sevin 5G, Basudin 10G dan

insektisida lain yang dianjurkan. Cara penggunaan insektisida sistemik

formula G (granular) adalah dengan cara menguburkan di sekeliling

batang dengan dosis ± 10gr perbatang. Penggunaan insektisida tersebut

VII - 46

Page 47: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

dilakukan minimum sekali pada saat penanaman dan bila perlu diulang

3-4 bulan kemudian.

Sedangkan untuk jenis-jenis hama yag merusak bagian tanaman di atas

tanah dianjurkan dengan penyemprotan suspensi dan insektisida

kontak/sistemik misalnya Dipel, Thuricide dan lain-lain jenis insektisida

yang dianjurkan. Bila kesediaan tenaga tidak cukup, maka dapat

dilakukan penyemprotan dengan insektisida formula ULV dengan Micron

Ulva Sprayer yang sangat efisien dalam penggunaan tenaga kerja dan

tidak memerlukan air pengencer, tetapi insektisidanya harus yang

berformula emulsi pekat.

Penanggulangan jenis-jenis hama selanjutnya pada tanaman yang lebih

tua dapat didasarkan pada hasil pemantauan yang berkesinambungan.

Dalam kegiatan pemantauan tersebut perlu dilakukan serangkaian

kegiatan sebagai berikut : koleksi (pengumpulan contoh serangga),

identifikasi/penguraian bentuk gejala, tingkat serangan/kerusakan, pola

penyebaran dari setiap jenis hama dan kepadatan populasinya,

pencatatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk setiap jenis

hama dan tindakan penanggulangannya serta tidak boleh dilupakan

adalah pelaporan secara rutin.

Bila terdapat kecenderunganterjadinya peningkatan populasi sesuatu

jenis hama yang mengkhawatirkan, maka dapat dilakukan tindakan

sesuai dengan kondisi setempat antara lain penyemprotan dengan

insektisida.

2. Pemeliharaan Tahun Kesatu dan Kedua

Pemeliharaan tanaman muda pada tahun kedua setelah penanaman,

bentuk pekerjaannya sama seperti pada pemeliharaan tahun pertama,

sedangkan pada tahun ketiga setelah penanaman, bentuk pekerjaannya

yang penting adalah pendangiran, pemupukan dan penyiangan.

Pada pemeliharaan tanaman tahun kedua disediakan sulaman sebanyak

20% dari kebutuhan bibit untuk setiap hektarnya atau 220 batang

VII - 47

Page 48: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

perhektar. Pemeliharaan tahun I dapat dilaksanakan apabila persentase

tumbuh tanaman setelah dilakukan pemeliharaan berjalan dengan

persentase tumbuh tanaman yang hidup mencapai ≥ 70%.

Pemeliharaan tanaman tahun II dapat dilaksanakan apabila persentase

tumbuh tanaman yang hidup mencapai ≥ 90% per petak tanaman,

setelah dilakukan penyulaman 20% yang telah dilakukan pada tahun

pertama. Pemeliharaan tahun II dapat diserah terimakan, apabila

persentase tumbuh tanaman telah mencapai ≥ 60% per petak t6anaman

dan telah dilakukan kegiatan penyiangan, pendangiran dan pemupukan,

serta pemberantasan hama dan penyakit tanaman.

7.4.5. Rencana Konservasi Secara Mekanis

Rencana konservasi secara mekanis dilakukan dengan cara pembuatan

konstruksi bangunan dam penahan atau check dam. Bangunan dam penahan

adalah Bendalian kecil yang lolos air dengan konstruksi bronjong batu,

anyaman ranting atau trucuk bambu/kayu yang dibuat pada alur jurang

dengan tinggi maksimal 4 m. Adapun tujuan dari pembuatan bangunan dam

penahan adalah mengendalian endapan dan aliran air permukaan dari daerah

tangkapan air dibagian hulu dan meningkatkan permukaan air tanah di bagian

hilirnya. Sedangkan sasaran dari pembuatan bangunan dam penahan adalah:

a. Daerah kritis dengan kemiringan lereng (15 – 35 ) %

b. Daerah yang sudah diupayakan RLKA tetapi hasilnya belum efektif

c. Daerah tangkapan airnya sekitar 30 ha

d. Lokasi terletak pada tempat yang stabil

Penyusunan rancangan

Penyusunan rancangan mengacu kepada RTT yang sesuai. Rancangan

bangunan dam penahan berisi antara lain:

a. Kondisi/keadaan sosial ekonomi setempat

VII - 48

Page 49: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

b. Kondisi fisik sekitar lokasi

c. Manfaat bangunan dam penahan

d. Bestek/gambar-gambar rancangan bangunan dam penahan

e. Rincian kebutuhan biaya (Perencanaan, Pelaksanan, Pemeliharaan

tahun berjalan dan pengawasan)

f. Jadwal pelaksanaan pembuatan bangunan dam penahan

g. Lembar Sunlaisah (disusun oleh Sub Dinas yang membidangi

Kehutanan Kabupaten/Kota, dinilai oleh BPDAS dan disahkan oleh

Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi kehutanan)

Rincian secara lengkap lengkap mengenai teknis, mekanisme dan prosedur

penyusunan rancangan diatur lebih lanjut dalam Pedoman Penyusunan

Rancangan Teknis GN-RHL/Gerhan

Pelaksanaan

1. Persiapan

a. Penyiapan rancangan sebagai acuan pelaksanaan

b. Pembersihan lapangan

c. Pengukuran kembali (ouitzetting) dan pematokan

d. Pembuatan jalan masuk

e. Pembuatan barak kerja dan gudang bahan bangunan

f. Pengadaan bahan dan peralatan

2. Pembuatan bangunan dam penahan

a. Penganyaman/pembuatan kawat bronjong, ranting, trucuk

bambu/kayu

b. Pemasangan bronjong kawat, anyaman ranting, trucuk bambu/kayu

c. Pengisian batu kedalam bronjong kawat

d. Pengikatan kawat bronjong, anyaman ranting dan bambu/kayu

e. Penguatan tebing

VII - 49

Page 50: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

3. Organisasi pelaksana

Sebagai pelaksana pembuatan bangunan dam penahan adalah

kelompok masyarakat didampingi atau bekerja sama dengan LSM

setempat dibawah koordinasi Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi

kehutanan

4. Tahapan dan jadwal kegiatan

Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang

tertuang dalam rancangan.

5. Hasil kegiatan

Dam penahan yang telah dibangun sesuai rancangan dan setelah

selesai masa pemeliharaannya diserahkan kepada aparat desa

setempat dengan berita acara penyerahan

6. Pemeliharaan

Pemeliharaan meliputi perbaikan/penyulaman kawat bronjong, anyaman,

ranting dan trucuk bambu/kayu yang putus atau rusak dan pengisian kembali

batu kedalam bronjong kawat serta penguatan dinding tanah disekitar dam

penahan.

7.5. MATRIK RENCANA KONSERVASI DAS KUARO Upaya rencana konservasi DAS Kuaro merupakan bagian dari aspek

konservasi dalam pengelolaan sumber daya air di WS Kandilo yang memegang

peran utama dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian potensi sumber daya

air, sehingga segala upaya penanganan konservasi di DAS Kuaro harus dapat

dilakukan secara terpadu dan komprehensif. Dengan mempertimbangkan uraian

perencanaan detail sebaimana telah dijelaskan diatas, maka konsep konservasi DAS

Kuaro hendaknya juga mengacu sebagai berikut:

Daerah Aliran Sungai Kuaro merupakan satu kesatuan sistem yang

utuh.

Konservasi DAS Kuaro didasarkan atas landasan azas keterpaduan,

kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kelayakan serta akuntabilitas.

VII - 50

Page 51: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Konservasi DAS Kuaro dilakukan secara terpadu, menyeluruh,

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Konservasi DAS Kuaro meguntungkan dari aspek teknis, ekonomis,

kemudahan pelaksanaan dan ramah lingkungan.

Konservasi DAS Kuaro bersinergi terhadap arah pengembangan

wilayah kabupaten/kota.

Konservasi DAS Kuaro berintegrasi terhadap Pola Pengelolaan WS

Kandilo sebagai satu kesatuan wilayah sungai.

Rencana konservasi DAS Kuaro ini disusun untuk mencangkup semua upaya

stuktural dan non stuktural dalam penanganan konservasi. Rencana Konservasi

Tanah dan Air (RKLA) merupakan bagian upaya rehabilitasi lahan dan konservasi

tanah DAS Kuaro yang lokasi-lokasinya telah dipetakan dalam 4 zona konservasi

sebagaimana di jelaskan di atas.

Upaya penanganan konservasi DAS Kuaro di dituangkan dalam matrik upaya

konservasi DAS Kuaro sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut.

VII - 51

Page 52: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

<< jangan diprint >>

ContentsBAB VI....................................................................................................................................................................1RENCANA KONSERVASI DAS KUARO..........................................................................................................17.1. UMUM.........................................................................................................................................................17.2. KEBIJAKAN YANG BERLAKU DALAM PENGELOLAAN SDA........................................................1

7.2.1. Kebijakan Pemerintah yang Berlaku di Daerah Terkait.........................................................17.2.2. Kebijakan Daerah.........................................................................................................................3

7.3. PERENCANAAN KONSERVASI SEMI DETAIL...................................................................................67.3.1. Arahan Konservasi.......................................................................................................................77.3.2. Usaha Konservasi......................................................................................................................16

7.4. PERENCANAAN DETAIL KONSERVASI............................................................................................407.4.1. Rencana Konservasi Secara Vegetatif...................................................................................407.4.2. Rancangan Penyediaan Bibit...................................................................................................417.4.3. Rancangan Penanaman...........................................................................................................427.4.4. Rancangan Pemeliharaan Tanaman......................................................................................457.4.5. Rencana Konservasi Secara Mekanis....................................................................................48

7.5. MATRIK RENCANA KONSERVASI DAS KUARO.............................................................................50

Tabel 7.1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan..........................................................................................11Tabel 7.2. Kemiringan Lereng............................................................................................................................13Tabel 7.3. Jenis Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi..................................................................14Tabel 7.4. Intensitas Hujan Harian Rata-rata..................................................................................................14Tabel 7.5. Kesesuaian Tempat Tumbuh Tanaman Keras Yang Diusulkan...............................................40Tabel 7.6. Rekomendasi Pemanfaatan, Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Keras Yang

Direkomendasikan........................................................................................................................................41 Gambar 7.1. Contoh agroforestry.....................................................................................................................18Gambar 7.2. Kombinasi agroforestry dengan teras.......................................................................................18Gambar 7.3. Contoh reboisasi hutan................................................................................................................19Gambar 7.4. Penghijauan areal permukiman.................................................................................................19Gambar 7.5. Contoh penanaman secara kontur............................................................................................20Gambar 7.6. Contoh penanaman tanaman dalam larikan............................................................................20Gambar 7.7. Pemberian mulching....................................................................................................................21Gambar 7.8. Hutan produksi..............................................................................................................................22Gambar 7.9. Kombinasi kebun dengan teras..................................................................................................22Gambar 7.10. Contoh skema kebun campuran..............................................................................................23Gambar 7.11. Komponen dasar pengawetan tanah dengan teras..............................................................24Gambar 7.12. Skema teras datar......................................................................................................................25Gambar 7.13. Skema teras kredit.....................................................................................................................25Gambar 7.14. Skema teras gulud.....................................................................................................................25Gambar 7.15. Teras bangku dengan tebing dibuat dari batu.......................................................................27Gambar 7.16. Jalan air dan bangunan terjunan.............................................................................................27Gambar 7.17. Skema rorak................................................................................................................................28Gambar 7.18. Embung........................................................................................................................................29Gambar 7.19. Dam penahan untuk erosi selokan di Ngantang...................................................................30Gambar 7.20. Bangunan penahan longsor akibat erosi jurang yang terbuat dari bamboo.....................30Gambar 7.21. Gully Plug (pengendali jurang) dari kayu dan batu...............................................................31Gambar 7.22. Gully Plug (pengendali jurang) dari bambu............................................................................31Gambar 7.23. Sumur Resapan..........................................................................................................................32

VII - 52

Page 53: 08 bab 7 rencana konservasi das kuaro

LAPORAN AKHIRStudi Konservasi DAS Kuaro

Gambar 7.24. Dam Penahan dengan Bronjong.............................................................................................33Gambar 7.25. Dam Penahan dengan Anyaman Ranting, Kayu/Bambu....................................................33Gambar 7.26. Dam Penahan dengan Kayu/Bambu......................................................................................33Gambar 7.27. Dam Pengendali (tipe busur)....................................................................................................34Gambar 7.28. Dam Pengendali (tipe urugan tanah)......................................................................................35

VII - 53