06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

151
ISOLASI SE EKSTRA (Sta FAKU UNIVERSITAS ISLA ENYAWA AKTIF DAN UJI TOKSISITAS AK HEKSANA DAUN PECUT KUDA achytharpheta jamaicensis L.Vahl) SKRIPSI Oleh: LILIS FAUZIA MASROH NIM. 06530001 JURUSAN KIMIA ULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBR MALANG 2010 RAHIM

Transcript of 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

Page 1: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

ISOLASI SEN

EKSTRAK

(Stac

FAKUL

UNIVERSITAS ISLAM

SENYAWA AKTIF DAN UJI TOKSISITAS

TRAK HEKSANA DAUN PECUT KUDA

Stachytharpheta jamaicensis L.Vahl)

SKRIPSI

Oleh:

LILIS FAUZIA MASROH

NIM. 06530001

JURUSAN KIMIA

AKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

SLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRA

MALANG

2010

IBRAHIM

Page 2: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

i

ISOLASI DAN UJI TOKSISITAS SENYAWA AKTIF

EKSTRAK HEKSANA DAUN PECUT KUDA

(Sthachytharpheta jamaicensis L. Vahl)

SKRIPSI

Diajukan Kepada:

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri (UIN)

Maulana Malik Ibrahim Malang

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam

Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

LILIS FAUZIA MASROH

NIM. 06530001

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2010

Page 3: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

ii

SURAT PERNYATAAN

ORISINALITAS PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lilis Fauzia Masroh

NIM : 06530001

Fakultas/Jurusan : Sains dan Teknologi/Kimia

Judul Penelitian : Isolasi Senyawa Aktif dan Uji Toksisitas Ekstrak Heksana

Daun Pecut Kuda (Sthachytharpheta jamaicensis L. Vahl)

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa hasil penelitian saya ini

tidak terdapat unsur-unsur penjiplakan karya penelitian atau karya ilmiah yang

pernah dilakukan atau dibuat oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip

dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata hasil penelitian ini terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan,

maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai

peraturan yang berlaku.

Malang, Juli 2010

Yang Membuat Pernyataan,

Lilis Fauzia Masroh

NIM. 06530001

Page 4: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

iii

ISOLASI SENYAWA AKTIF DAN UJI TOKSISITAS

EKSTRAK HEKSANA DAUN PECUT KUDA

(Stachytharpheta jamaicensis L.Vahl)

SKRIPSI

Oleh:

LILIS FAUZIA MASROH

NIM. 06530001

Telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama

Tri Kustono Adi, M.Sc

NIP. 19710311 200312 1 002

Pembimbing Agama

Dr. Ahmad Barizi, M.A

NIP. 19731212 199803 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

Diana Candra Dewi, M. Si

NIP. 19770720 200312 2 001

Page 5: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

iv

ISOLASI DAN UJI TOKSISITAS SENYAWA AKTIF

EKSTRAK HEKSANA DAUN PECUT KUDA

(Sthachytharpheta jamaicensis L. Vahl)

SKRIPSI

Oleh:

LILIS FAUZIA MASROH

NIM. 06530001

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Tugas Akhir dan

Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Malang, 31 Juli 2010

Susunan Dewan Penguji Tanda Tangan

1. Penguji Utama : Elok Kamilah Hayati, M.Pd ( )

NIP.19790620 200604 2 002

2. Ketua : Akyunul Jannah, S.Si. M.P ( )

NIP.19710311 200312 1 002

3. Sekretaris : Tri Kustono Adi, M.Si ( )

NIP.19710311 200312 1 002

4. Anggota : Dr. Ahmad Barizi, M.A ( )

NIP.19731212 199803 1 001

Mengetahui dan Mengesahkan

Ketua Jurusan Kimia

Diana Candra Dewi, M.Si

NIP. 19770720 200312 2 001

Page 6: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

v

HALAMAN PERSEMBAHANHALAMAN PERSEMBAHANHALAMAN PERSEMBAHANHALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi sederhana ini penulis persembahkan khusus untuk : Allah SWT, Dalam ENGKAU selalu ada harapan….

Terpana melihat jejak perjalanan hidupku bersama ENGKAU. Ibunda tercinta, dan tersayang “Sri Sukwati Hariyani S.Pd” serta Ayahanda

tersayang “H. Abdul Chalim S.Pd” Doa tulus kepada ananda seperti air dan tak pernah berhenti yang terus

mengalir, pengorbanan, motivasi, kesabaran, ketabahan dan tetes air matamu yang terlalu mustahil untuk dinilai, walaupun jauh, engkaulah sebaik-baik

panutan meski tidak selalu sempurna. Dosen UIN Maliki Khususnya dosen Pembimbing, Konsultan, Penguji serta

dosen Kimia UIN MALIKI Malang,,,, Terimakasih atas Doa, bimbingan, Kasih sayang yang telah berkenan

mendidik ananda sehingga ananda bisa seperti saat ini, dapat menyeleseikan Skripsi dan mendapatkan Ilmu Yang Bermanfaat.

Adikku dan Kakakku Tersayang “Muhammad Saiful Arifin dan Muhammad Mashuri Zainul Arif”

Terimakasih atas Kebersamaan, dukungan, doa, kasih sayang, dan perhatianmu padaku, maafkan jika saudaramu ini belum bisa menjadi contoh

yang baik, semoga engkau selalu menjadi yang terbaik…. “Ronny Budianto”

Terima kasih atas perhatian, dan kesabarannya yang telah memberikan semangat aku dalam menyelesaikan Skripsi ini, semoga engkau pilihan terbaik

buatku dan masa depanku,,, Teman-temanku di Kos dan temen-temen ku di jurusan Kimia, khususnya

angkatan 2006, Terimakasih atas kebersamaan dan bantuannya,,,

Aku berharap kita tetap bisa bersatu, walaupun jarak memisahkan kita….

LiLiz F.MLiLiz F.MLiLiz F.MLiLiz F.M ‘06‘06‘06‘06

Page 7: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

vi

MOTTOMOTTOMOTTOMOTTO

“Ï% ©!$# Ÿ≅ yè y_ ãΝä3 s9 uÚ ö‘F{ $# # Y‰ ôγtΒ y7n=y™uρ öΝä3 s9 $ pκ� Ïù Wξç7ß™ tΑ t“Ρ r&uρ zÏΒ Ï!$ yϑ ¡¡9 $# [!$ tΒ $oΨ ô_ t�÷zr' sù ÿϵ Î/

% [`≡uρø—r& ÏiΒ ;N$ t7‾Ρ 4 ®L x© ∩∈⊂∪

Yang Telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-

tumbuhan yang bermacam-macam (Q.S. at-Thaha, 20: 53).

# |¤ tãuρ βr& (#θèδt� õ3 s? $\↔ø‹ x© uθèδuρ ×� ö�yz öΝà6 ©9 ( # |¤tãuρ β r& (#θ™6 Ås è? $\↔ø‹ x© uθ èδuρ @�Ÿ° öΝä3 ©9 3 ª! $# uρ ãΝn=÷è tƒ

óΟ çFΡ r& uρ Ÿω šχθßϑn=÷è s? ∩⊄⊇∉∪

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. al-Baqarah, 2: 216)

Page 8: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

vii

KATA PENGANTAR

بِْسِم اللِه الرْحَمن الرِحيمِ

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Untaian rasa syukur penulis kepada Allah SWT yang tak dapat terwakili

dengan hal apapun, karena rahmatNya yang begitu besar dan tak ternilai harganya.

Segala puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan

hidayahnya, sehingga Skripsi Penelitian dengan judul ”Isolasi Senyawa Aktif

Ekstrak Heksana Daun Pecut Kuda (Stachytharpheta jamaicensis L.Vahl) ”

dapat terselesaikan.

Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada manusia paling

sempurna yakni baginda Rasulullah yang telah menjadi suri tauladan bagi kita

semua.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah

memberikan konstribusi baik dukungan moral maupun spiritual demi suksesnya

penyusunan proposal penelitian hingga dapat terselesainya penyusunan skripsi ini,

antara lain :

1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor Universitas Islam Negeri

(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang beserta stafnya, terimakasih atas

fasilitas yang diberikan selama kuliah di UIN Malang.

2. Diana Chandra Dewi, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia dan semua dosen

Kimia, terimakasih telah memberikan ilmunya dan segala waktunya untuk

Page 9: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

viii

sharing dan masukan, sehingga penulis dapat menyeleseikan skripsi ini

dengan lancar.

3. Tri Kustono Adi, M.Sc dan Dr. Ahmad Barizi, M.A selaku dosen

pembimbing, serta A. Ghanaim Fasya, S.Si selaku dosen konsultan,

terimakasih atas kesediaan dan keikhlasannya meluangkan waktu untuk

membimbing, mengarahkan, memberikan motivasi penulis dalam

menyeleseikan skripsi ini.

4. Elok Kamilah Hayati, M.Si dan Akyunul Jannah S,Si. M.P selaku dosen

penguji, terimakasih atas kesediaan dan keikhlasannya meluangkan waktu

untuk menguji, membimbing, mengarahkan, dan memberikan motivasi

penulis dalam menyeleseikan skripsi ini.

5. Segenap Dosen Fakultas Sains dan Teknologi yang telah banyak

memberikan ilmunya kepada kami.

6. Kedua orang yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan do’a

demi kelancaran selama penyusunan skripsi ini.

7. Laboran Jurusan Kimia khususnya Ana, Rika, Nia, Susi, Abi, Taufik dan

teman-teman khususnya angkatan 2006 dan sahabat-sahabat yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun

tidak langsung sehingga dapat menyeleseikan penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan dunia dan akhirat, atas

segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis, amin.

Page 10: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

ix

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwasannya

masih banyak kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, maka

penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari

semua pihak. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

penulis khususnya dan pembaca pada umumnya, amin.

Malang, 30 Juli 2010

Penulis

Page 11: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

x

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i

Lembar Orisinalitasii ............................................................................................ ii

Halaman Persetujuan ............................................................................................ iii

Halaman Pengesahan ............................................................................................ iv

Halaman Persembahan ......................................................................................... v

Motto ....................................................................................................................... vi

Kata Pengantar ...................................................................................................... vii

Daftar Isi ................................................................................................................ x

Daftar Tabel ........................................................................................................... xiii

Daftar Gambar ...................................................................................................... xiv

Daftar Lampiran ................................................................................................... xvi

Abstrak ................................................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................... 5

1.4 Batasan Masalah ........................................................................................ 6

1.5 Manfaat...................................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanfaatan Tanaman dalam Perspektif Islam ........................................ 7

2.2 Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) .................................. 9

2.3 Ekstraksi Komponen Aktif Bahan Alam ................................................... 11

2.4 Uji Toksisitas Terhadap Larva Udang Artemia salina .............................. 13

2.5 Kandungan Senyawa Aktif Pada Pecut Kuda ........................................... 17

2.5.1 Minyak Atsiri ............................................................................................ 17

2.5.2 Steroid ....................................................................................................... 17

2.5.3 Triterpenoid ............................................................................................... 19

2.5.4 Saponi ........................................................................................................ 20

2.5.5 Alkaloid ..................................................................................................... 22

2.6 Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Lapis Tipis .................. 23

2.7 Spektrofotometer UV-Vis ......................................................................... 26

2.8 Spektrofotometer Infra Red ....................................................................... 30

2.8.1 Gerak Molekul Pada Infra Red.................................................................. 30

2.8.2 Daerah Identifikasi Pada Infra Red ........................................................... 31

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 32

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 32

Page 12: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

xi

3.2.1 Alat Penelitian ........................................................................................... 32

3.2.2 Bahan Penelitian ........................................................................................ 33

3.3 Rancangan Penelitian ................................................................................ 33

3.4 Tahapan Penelitian .................................................................................... 34

3.5 Cara Kerja ................................................................................................. 35

3.5.1 Analisa Kadar Air...................................................................................... 35

3.5.2 Preparasi Sampel ....................................................................................... 36

3.5.3 Ekstraksi Maserasi..................................................................................... 36

3.5.4 Uji Toksisitas Ekstrak dengan Menggunakan Larva Udang Artemia

salina Leach .............................................................................................. 37

3.5.4.1 Penetasan Larva Udang ............................................................................. 37

3.5.4.2 Persiapan Larutan Sampel ......................................................................... 37

3.5.4.3 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT ......................................... 37

3.5.5 Uji Fitokimia ............................................................................................. 38

3.5.5.1 Uji Minyak Atsiri ...................................................................................... 39

3.5.5.2 Uji Sterol dan Triterpen............................................................................. 39

3.5.5.3 Uji Saponin ................................................................................................ 39

3.5.5.4 Uji Alkaloid ............................................................................................... 39

3.5.6 Pemisahan Senyawa aktif dengan Menggunakan Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) ..................................................................................... 40

3.5.6.1 KLT Analitik ............................................................................................. 40

3.5.6.2 KLT Preparatif .......................................................................................... 41

3.5.7 Uji Toksisitas Isolat dengan Menggunakan Larva Udang Artemia

salina Leach .............................................................................................. 41

3.5.7.1 Penetasan Larva Udang ............................................................................. 41

3.5.7.2 Persiapan Larutan Sampel ......................................................................... 42

3.5.7.3 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT ......................................... 42

3.5.8 Identifikasi Daun Pecut Kuda dan Isolat dengan Menggunakan Ultra

Violet (UV-Vis) ......................................................................................... 43

3.5.9 Identifikasi Daun Pecut Kuda dan Isolat dengan Menggunakan

Spektrofotometer Infra Red (IR) ............................................................................. 43

3.6 Analisis Data ............................................................................................. 44

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Analisa Kadar Air...................................................................................... 45

4.2 Preparasi Sampel ....................................................................................... 47

4.3 Ekstraksi Maserasi..................................................................................... 48

4.4 Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dengan Menggunakan Larva Udang ...... 52

4.5 Kandungan Senyawa Aktif Pada Daun Pecut Kuda.................................. 59

4.5.1 Minyak Atsiri ............................................................................................ 60

4.5.2 Steroid ....................................................................................................... 61

4.5.3 Triterpenoid ............................................................................................... 62

4.5.4 Saponin ...................................................................................................... 63

Page 13: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

xii

4.5.5 Alkaloid ..................................................................................................... 64

4.6 Pemisahan Senyawa aktif dengan Menggunakan Kromatografi

Lapis Tipis Analitik (KLTA) .................................................................... 65

4.7 Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif . 73

4.8 Uji Toksisitas Isolat dengan Menggunakan Larva Udang Artemia

salina Leach ............................................................................................. 74

4.9 Identifikasi Daun Pecut Kuda dengan Menggunakan Ultra Violet

(UV-Vis) .................................................................................................... 80

4.10 Identifikasi Daun Pecut Kuda dengan Menggunakan Spektrofotometer

Infra Red (IR) ............................................................................................ 82

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan................................................................................................ 87

5.2 Saran .......................................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 89

LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 94

Page 14: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Warna dan Warna Komplementer .......................................................... 27

Tabel 4.1 Kadar Air yang Terkandung dalam Daun Pecut Kuda

(Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl) .................................................. 47

Tabel 4.2 Hasil Maserasi Serbuk Daun Pecut Kuda ............................................... 51

Tabel 4.3 Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Heksana ..................................................... 56

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Uji Fitokimia dengan Menggunakan Reagen ........... 59

Tabel 4.5 Hasil KLT Senyawa Steroid pada Ekstrak Heksan................................ 72

Tabel 4.6 Interpretasi Spektra FTIR dari Isolat ke-3 dan Ekstrak Heksan dari

Daun Pecut Kuda .................................................................................... 84

Page 15: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) ............ 10

Gambar 2.2 Kista Artemia salina ........................................................................... 15

Gambar 2.3 Artemia salina .................................................................................... 16

Gambar 2.4 Struktur Inti Senyawa Steroid ............................................................ 18

Gambar 2.5 Senyawa Triterpenoid ........................................................................ 19

Gambar 2.6 Struktur Inti Senyawa Saponin........................................................... 20

Gambar 2.7 Struktur Inti Alkaloid ......................................................................... 23

Gambar 2.8 Menunjukkan Lempengan Setelah Pelarut Bergerak Setengah dari

Lempengan ......................................................................................... 25

Gambar 4.1 Tahapan Penetasan Artemia salina Leach .......................................... 54

Gambar 4.2 Kurva Mortalitas Larva Udang Artemia salina Leach Ekstrak

Heksan ................................................................................................ 57

Gambar 4.3 Reaksi Steroid dengan reagen Lieberman Burchard .......................... 62

Gambar 4.4 Profil Kromatografi Lapis Tipis Analitik (KLTA) Fraksi Ekstrak

Heksan Dari Daun Pecut Kuda (Stachytharpheta jamaicensis L.

Vahl) ................................................................................................... 69

Gambar 4.5 Profil Kromatografi Lapis Tipis Analitik (KLTA) Fraksi Ekstrak

Heksan dari Daun Pecut Kuda (Stachytharpheta jamaicensis L.

Vahl) Setelah Disemprotkan dengan Pereaksi Lieberman-Burchard . 71

Gambar 4.6 Grafik Masing-Masing Isolat Hasil KLTP ......................................... 76

Gambar 4.7 Reaksi Dugaan Stigmasterol dengan Ikatan Peptida yang Terdapat

dalam Protein ..................................................................................... 79

Gambar 4.8 Struktur Stigmasterol (Steroid) dari Daun Pecut Kuda ...................... 81

Page 16: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

xv

Gambar 4.9 Spektra Isolat Ke-3 ............................................................................. 84

Gambar 4.10 Spektra Standar Senyawa Stigmasterol .............................................. 85

Page 17: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 94

Lampiran 2 Skema Kerja ....................................................................................... 95

Lampiran 3 Perhitungan dan Pembuatan Reagen dan Larutan .............................. 104

Lampiran 4 Data Pengukuran Kadar Air Sampel Daun Pecut Kuda

(Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl) .............................................. 109

Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian ..................................................................... 112

Lampiran 6 Data Uji Toksisitas Ekstrak Heksan dan Isolat Hasil KLTP .............. 119

Lampiran 7 Data Spektrofotometer UV-Vis dan FTIR ......................................... 133

Page 18: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

xvii

ABSTRAK

Masroh, L.F. 2010. Isolasi Senyawa Aktif dan Uji Toksisitas Ekstrak Heksana

Daun Pecut Kuda (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl).

Pembimbing I : Tri Kustono Adi, M.Sc. Pembimbing II Dr. A. Barizi,

M.A.

Kata Kunci: Daun pecut kuda (Stachytharpheta jamaicensis L.Vahl), Artemia

salina Leach, Uji Fitokimia, Kromatografi Lapis Tipis Analitik

(KLTA), Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP),

Spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.

Daun pecut kuda (Stachytharpheta jamaicensis L.Vahl) dikenal sebagai salah

satu tanaman obat oleh sebagian masyarakat. Keberadaan daun pecut kuda sangat

melimpah, akan tetapi masyarakat lebih mengenalnya sebagai tanaman liar sehingga

perlu adanya penelitian mendukung akan potensinya sebagai obat. Berdasarkan latar

belakang tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: (1) Mengetahui

tingkat toksisitas ekstrak heksan dan isolat daun pecut kuda terhadap larva udang

Artemia salina Leach. (2) Mengetahui golongan senyawa aktif apa yang terdapat

dalam ekstrak heksan dan isolat daun pecut kuda.

Penelitian dilakukan dengan mengekstraksi sampel dengan pelarut metanol

80% yang dilanjutkan dengan partisi menggunakan n-heksana. Ekstrak pekat yang

diperoleh digunakan untuk uji toksisitas terhadap larva udang BST dan uji fitokimia

dengan reagen pemisahan senyawa aktif dengan kromatografi lapis tipis analitik

yang dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis preparatif. Data kematian Artemia

salina dianalisis dengan analisis probit untuk mengetahui nilai LC50.

Hasil dari penelitian menunjukkan pada ekstrak heksan dari daun pecut kuda

memiliki tingkat toksisitas terhadap Artemia salina, yang ditunjukkan dengan nilai

LC50 < 1000 ppm. Tingkat toksisitas ekstrak heksana yaitu dengan nilai LC50 81,35

ppm, dan isolat ke-3 nilai LC50 adalah 78,59 ppm. Kandungan golongan senyawa

yang menunjukkan adanya potensi bioaktivitas dalam ekstrak heksana dari daun

pecut kuda berdasarkan uji fitokimia dengan reagen serta didukung hasil pemisahan

senyawa aktif dengan kromatografi lapis tipis analitik (KLTA) yaitu terdapat

golongan senyawa steroid dalam ekstrak heksana dari daun pecut kuda. Hasil

identifikasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR terdapat senyawa

steroid golongan stigmasterol.

Page 19: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

xviii

ABSTRACT

Masroh, L.F. 2010. Isolation of Active Compounds and Toxicity Test of Hexane

Extract Horse Whip (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl)

Leaves. Supervisor I : Tri Kustono Adi, M. Sc. Supervisor II Dr. A.

Barizi, M.A.

Keywords: Horse Whip (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl) Leaves, Artemia

salina Leach, Phytochemical Test, Analytical Thin Layer

Chromatography (ATLC), Preparative Thin Layer Chromatography

(PTLC), UV-Vis Spectrophotometer and FTIR.

Horse whip (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl) leaves is known as one of

medicinal plants by some communities. The presence of a horse whip leaves are very

abundant, but much people know it as a wild plant that need the existence of research

supporting its potential as a medicine. Based on this background, this research is

conducted with the aim to: (1) To know the level of toxicity of hexane extract and

isolate of the horse whip leaves to Brine shrimp Artemia salina Leach. (2) Determine

what type of active compound contained in the hexane extract and the horse whip

leaves isolate.

This research was conducted by extracting the sample with methanol 80 %,

which was followed by partition using n-hexane. Concentrated extract was used to

test toxicity to shrimp larvae BST and reagents phytochemical test with separation of

active compounds with analytical thin layer chromatography followed by preparative

TLC. Artemia salina Leach mortality data were analyzed using probit analysis to

know LC50.

Results of this research show that in the hexane extract from the leaves of

horse whip has a high toxicity to Artemia salina Leach, as indicated by an LC50 <

1000 ppm. The level of Hexane extract toxicity with the value of LC50 was 81.35

ppm. And from the third isolat, the value of LC50 was 78.59 ppm. Group of

compounds which indicate the bioactivity potential in hexane extract of the leaves of

horse whip based on phytochemical test with reagents and supported by the results of

the separation of active compounds with analytical thin layer chromatography

(ATLC), namely the steroid compound in the hexane extract of the horse whip

leaves. The result of identification using UV-Vis and FTIR showed that the isolate

contain steroid stigmasterol compound.

Page 20: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Allah SWT menciptakan alam dan isinya seperti hewan dan tumbuhan dengan

hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang sia-sia dalam ciptaanNya.

Manusia diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengambil manfaat dari hewan dan

tumbuhan (Ahmad, 2006). Allah SWT berfirman dalam al Quran surat al-Sajdah ayat

27:

öΝ s9uρr& (#÷ρt� tƒ $‾Ρ r& ä−θÝ¡ nΣ u!$yϑ ø9 $# ’n< Î) ÇÚ ö‘ F{ $# Ηã� àfø9 $# ßlÌ� ÷‚ãΨ sù ϵÎ/ % Yæö‘ y— ã≅ à2ù' s? çµ÷Ζ ÏΒ öΝßγßϑ≈ yè÷Ρ r& öΝåκ ߦ à�Ρr&uρ (

Ÿξsùr& tβρç� ÅÇ ö7ム∩⊄∠∪

Artinya:

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasannya Kami menghalau (awan

yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan

itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan? (Q.S. al-Sajdah / 32 : 27).

Tiada sia-sia segala sesuatu yang telah diciptakan Allah SWT di dunia ini

dari yang kecil hingga besar. Allah menciptakan makhluk hidup yang meliputi hewan

dan tumbuhan untuk dimanfaatkan manusia, bagi mereka yang berfikir. Allah sendiri

yang akan menjaga segala sesuatu yang telah Ia ciptakan agar tetap hidup. Hal

tersebut dibuktikan Allah SWT dengan menurunkan air hujan yang merupakan

Page 21: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

2

sumber kehidupan, agar manusia dapat bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah.

Allah SWT berfirman dalam al Quran Surat al-An’am ayat 99.

uθèδ uρ ü“ Ï% ©!$# tΑ t“Ρ r& z ÏΒ Ï !$yϑ ¡¡9 $# [ !$tΒ $oΨ ô_t� ÷z r' sù ϵÎ/ |N$t7 tΡ Èe≅ä. & ó x« $oΨ ô_t� ÷z r' sù çµ÷Ψ ÏΒ #Z� ÅØ yz ßlÌ� øƒ �Υ çµ÷Ψ ÏΒ ${6ym

$Y6Å2# u� tI•Β z ÏΒ uρ È≅ ÷‚̈Ζ9 $# ÏΒ $yγÏèù= sÛ ×β# uθ÷Ζ Ï% ×πuŠ ÏΡ#yŠ ;M≈ ¨Ψ y_uρ ô ÏiΒ 5>$oΨ ôã r& tβθçG ÷ƒ̈“9 $# uρ tβ$̈Β ”�9 $#uρ $YγÎ6oK ô± ãΒ u� ö�xî uρ

>µÎ7≈ t± tFãΒ 3 (# ÿρã� ÝàΡ$# 4’ n<Î) ÿÍν Ì� yϑ rO !#sŒ Î) t� yϑ øOr& ÿϵÏè÷Ζ tƒuρ 4 ¨βÎ) ’ Îû öΝä3 Ï9≡sŒ ;M≈ tƒUψ 5Θ öθs) Ïj9 tβθãΖ ÏΒ ÷σ ム∩∪

Artinya:

"Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan

air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-

tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang

menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai

yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan

delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu

pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada

yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang

beriman" (QS. Al-An’am / 6 : 99).

Shihab (2005) menafsirkan bahwa berbagai tumbuhan dengan kualitas baik

yang tumbuh pada kesuburan tanah dan manfaat yang terkandung di dalamnya.

Begitu pula dengan tanaman pecut kuda yang memiliki manfaat bagi manusia. Ayat

di atas menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan hewan dan tumbuhan untuk

kepentingan manusia. Sungguh maha pemurah Sang Pencipta yang telah memberikan

nikmatNya yang amat besar kepada manusia. Oleh karena itu, manusia tidak

dibenarkan apabila hanya menikmati saja tanpa mau berfikir dan berusaha untuk

Page 22: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

3

meningkatkan kualitas ciptaanNya, serta menjaga dan melestarikannya menjadi suatu

ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

Tumbuhan merupakan salah satu sumber daya alam yang penting.

Tumbuhan merupakan tempat terjadinya sintesis senyawa organik yang kompleks

sehingga menghasilkan sederet golongan senyawa dengan berbagai macam struktur.

Usaha pencarian senyawa baru terhadap tumbuhan yang belum banyak diteliti akan

lebih menarik dan prospektif karena kemungkinan lebih besar menemukan senyawa

baru (Copriady, 2001).

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia sudah mengenal dan memakai

tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya penanggulangan masalah

kesehatan. Hal ini telah dilakukan jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan

obat-obatan moderen menyentuh masyarakat. Pengetahuan tentang tumbuhan obat

merupakan warisan budaya bangsa yang turun-temurun.

Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan ternyata tidak mampu begitu saja

menghilangkan arti pengobatan tradisional. Apalagi keadaan perekonomian Indonesia

saat ini yang mengakibatkan harga obat-obatan moderen menjadi mahal. Oleh karena

itu salah satu alternatif pengobatan yang dilakukan adalah meningkatkan penggunaan

tumbuhan berkhasiat obat di kalangan masyarakat. Agar peranan obat tradisional

dalam pelayanan kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan, perlu dilakukan upaya

pengenalan, penelitian, pengujian dan pengembangan khasiat dan keamanan suatu

tumbuhan obat.

Page 23: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

4

Tumbuhan obat mengandung bahan aktif penting terutama dari senyawa

metabolit sekunder dengan struktur-struktur yang unik dan bervariasi, yang

dikembangkan lebih jauh dengan meninjau hubungan gugus aktif senyawa dengan

reseptor penyakit dalam tubuh. Secara umum metabolit sekunder dalam bahan alam

hayati berdasarkan sifat dan reaksi khasnya dengan pereaksi tertentu yaitu alkaloid,

terpenoid atau steroid, flavonoid, fenolik, saponin dan kumarin (Copriady dkk, 2001).

Menurut Cahyaningrum (2003), tumbuhan pecut kuda atau jarong

(Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) telah dikenal sebagai salah satu tumbuhan obat

yang digunakan oleh masyarakat Asia dan Amerika sebagai obat untuk haid yang

tidak teratur, hepatitis, maupun sakit tenggorokan. Namun demikian, bagi masyarakat

di Indonesia nampaknya tanaman ini belum populer secara umum sebagai tanaman

obat. Karenanya dalam rangka mencari sumber senyawa hayati baru dan sekaligus

mencoba mengangkat tumbuhan yang belum memiliki nilai ekonomi, maka penelitian

ini memilih pecut kuda sebagai bahan penelitian.

Hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan ekstrak kasar daun pecut kuda

positif memiliki efek antibakteri yang kuat terhadap bakteri Eschericia coli dan

Bacillus subtilis masing-masing pada dosis 20 mg (Cahyaningrum, 2003).

Berawal dari asumsi untuk membiarkan tumbuhan ini tetap dapat dilestarikan,

maka dalam penelitian selalu dipilih daun sebagai sampel yang akan diteliti.

Penelitian Indrayani (2006) menjelaskan fraksi heksana memiliki LC50 sebesar 98,33

ppm. Disamping itu pada penelitian Indrayani menyebutkan bahwa pada fraksi

heksana hanya mengandung senyawa steroid. Penelitian ini hendak melanjutkan

Page 24: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

5

penelitian sebelumnya yaitu untuk mengetahui senyawa aktif yang terkandung dalam

fraksi heksana.

Menurut Meyer (1982) dalam Indrayani (2006), metode pengujian BST

dengan menggunakan Artemia salina dianggap memiliki korelasi dengan daya

sitotoksik senyawa-senyawa antikanker, sehingga sering dilakukan untuk skrining

awal pencarian senyawa antikanker. Metode ini dikenal sebagai metode yang cepat,

mudah, murah dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah:

1. Bagaimana tingkat toksisitas ekstrak heksana dan isolat daun pecut kuda

(Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) terhadap larva udang Artemia salina Leach?

2. Golongan senyawa aktif apa yang terdapat dalam ekstrak heksana dan isolat daun

pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl)?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui tingkat toksisitas ekstrak heksana dan isolat daun pecut kuda

(Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) terhadap larva udang Artemia salina

Leach.

2. Mengetahui golongan senyawa aktif apa yang terdapat dalam ekstrak heksana

dan isolat daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl).

Page 25: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

6

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Sampel yang digunakan adalah daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L.

Vahl) dari daerah sekitar Desa Bakalan Kecamatan Sekargadung Kota Pasuruan.

2. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan menggunakan pelarut

metanol 80 %. Dilanjutkan dengan partisi dengan menggunakan pelarut n-

heksana.

3. Uji toksisitas yang dilakukan adalah BST (Brine Shrimp Test).

4. Pemisahan senyawa aktif dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

5. Uji Fitokimia dilakukan dengan Uji Minyak Atsiri, Uji Sterol dan Triterpen, Uji

Saponin, Uji Alkaloid, Uji Flavonoid dan Uji Tanin dengan menggunakan uji

reagen.

6. Identifikasi senyawa aktif dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan

FTIR.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai golongan

senyawa aktif yang terkandung dalam daun pecut kuda dan pemanfaatannya untuk

menghambat perkembangan sel kanker.

Page 26: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanfaatan Tanaman dalam Perspektif Islam

Tumbuhan adalah salah satu benda hidup yang terdapat di alam semesta yang

dapat melakukan fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Dalam melangsungkan

kehidupan, tumbuhan tidak hanya membutuhkan sinar matahari akan tetapi juga

membutuhkan air untuk tumbuh dan berkembang. Sebagaimana Firman Allah SWT

dalam al Quran Surat at-Thaha ayat 53:

“ Ï% ©!$# Ÿ≅ yèy_ ãΝä3 s9 uÚ ö‘ F{ $# # Y‰ôγtΒ y7 n= y™uρ öΝä3 s9 $pκ� Ïù Wξç7 ß™ tΑ t“Ρ r&uρ z ÏΒ Ï!$yϑ ¡¡9 $# [!$tΒ $oΨ ô_t� ÷z r' sù ÿϵÎ/ %[`≡uρø— r&

ÏiΒ ;N$t7 ‾Ρ 4 ®Lx© ∩∈⊂∪

Artinya:

”Yang Telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah

menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan.

Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan

yang bermacam-macam”. (Q.S. at-Thaha / 20 : 53).

Ayat di atas menjelaskan bahwa air adalah syarat utama terwujudnya proses

pertumbuhan. Tumbuh dan berkembangnya tumbuhan di muka bumi menjadi salah

satu bukti adanya kehidupan. Hal ini didukung oleh para ahli yang menyimpulkan

bahwa air merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan bagi kehidupan dan

kelangsungan hidup, dan bahkan sebagian ahli mengatakan bahwa kehidupan itu

Page 27: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

8

adalah air, dan tidak ada satu interaksi kimia pun yang terjadi dalam tubuh tanpa

melibatkan air (Pasya, 2004).

Manusia adalah makhluk yang memiliki banyak kelemahan dan harus selalu

terus-menerus berusaha untuk mengatasi kelemahan tersebut. Gambaran paling jelas

tentang kelemahan tersebut adalah adanya penyakit yang diderita manusia.

Keberadaan berbagai penyakit termasuk sunnah kauniyyah yang diciptakan oleh

Allah SWT. Penyakit-penyakit itu merupakan musibah dan ujian yang ditetapkan

Allah SWT (Mubarok, 2007).

Sesungguhnya kesehatan merupakan salah satu nikmat besar yang Allah

berikan kepada manusia, akan nikmat tersebut kadang kurang disyukuri. Pada

umumnya manusia, termasuk kita menyia-nyiakan kesehatan. Ketika penyakit mulai

menghampiri kita, maka kita berkeluh kesah dan baru sadar betapa mahalnya harga

sebuah kesehatan. Suatu nasihat yang amat bijak mengatakan bahwa ”mencegah

datangnya penyakit memang lebih baik dari pada mengobatinya”. Apabila kehendak

Allah menentukan kita untuk sakit, maka kita wajib untuk berikhtiyar mencari

kesembuhan (Mubarok, 2007).

Allah SWT menurunkan penyakit dan menurunkan obat bersama penyakit itu.

Obat itu pun menjadi rahmat dan keutamaan dariNya untuk hamba-hambaNya, baik

yang mukmin maupun kafir. Rasulullah SAW bersabda: ”Wahai hamba-hamba Allah

berobatlah kalian karena tidaklah Allah Azza wajallah menimpakan suatu macam

penyakit kecuali telah Dia ciptakan obat untuknya, kecuali satu macam penyakit.

Page 28: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

9

”Mereka bertanya : ”Apa penyakit itu ?” jawab Beliau : ”penyakit tua (pikun)”.

(HR. Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan At-Tirmidzi) (Kustoro, 2007).

Sesungguhnya Allah SWT memberitahu kepada manusia makanan pokok dari

bahan makanan yang bermanfaat baginya, sehingga manusia dapat memanfaatkannya

untuk membangun jasmaninya, serta memperoleh energi yang ia butuhkan untuk

berbuat dan beraktifitas (Mahran dan Mubasyir, 2006).

2.2 Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl)

Menurut Cahyaningrum (2003), tumbuhan pecut kuda atau jarong

(Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) dikenal sebagai salah satu tumbuhan obat yang

digunakan oleh sebagai masyarakat Asia dan Amerika sebagai obat haid tidak teratur,

hepatitis, maupun sakit tenggorokan. Tampaknya tanaman ini belum populer secara

umum sebagai tanaman obat bagi masyarakat yang berada di Indonesia. Dalam

rangka mencari sumber senyawa hayati baru serta mencoba mengangkat tumbuhan

yang belum memiliki nilai ekonomi maka pecut kuda dipilih sebagai bahan penelitian

kali ini.

Page 29: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

10

Toksonomi tanaman pecut kuda adalah sebagai berikut (Anonim, 2002):

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua atau dikotil)

Sub-kelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Familia : Verbenaceae

Genus : Stachytarpheta

Spesies : Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl

Gambar 2.1 Tanaman pecut kuda (Cahyaningrum, 2003)

Adapun morfologi tanaman ini adalah sebagai berikut: tumbuhan tahunan,

tumbuh tegak, tinggi ± 50 cm, tumbuh liar di sisi jalan daerah pinggir kota, tanah

kosong yang tidak terawat. Daun letak berhadapan, bentuk bulat telur, tepi bergerigi,

tidak berambut. Bunga duduk tanpa tangkai dan berbentuk seperti pecut, panjang ± 4-

20 cm. Bunga mekar tidak bersamaan, kecil-kecil warna ungu, putih (Anonim, 2002).

Page 30: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

11

2.3 Ekstraksi Komponen Aktif Bahan Alam

Ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan massa zat aktif yang semula

berada dalam sel ditarik oleh pelarut sehingga terjadi larutan zat aktif dalam pelarut

tersebut. Pada umumnya ekstraksi akan bertambah baik bila permukaan serbuk

simplisia yang bersentuhan dengan pelarut makin luas. Dengan demikian, makin

halus serbuk simplisia, seharusnya makin baik ekstraksinya. Tetapi dalam

pelaksanaannya tidak selalu demikian karena ekstraksi masih tergantung juga pada

sifat fisik dan kimia simplisia yang bersangkutan (Ahmad, 2006).

Prinsip metode ekstraksi ini adalah didasarkan pada distribusi zat terlarut

dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti

benzen, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat

ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut (Khopkar,1990).

Menurut Ahmad (2006), pemilihan pelarut untuk ekstraksi harus

mempertimbangkan banyak faktor. Pelarut harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut: murah dan mudah diperoleh, stabil fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak

mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif dan tidak mempengaruhi zat

berkhasiat.

Dalam metode ekstraksi bahan alam, dikenal suatu metode maserasi. Maserasi

merupakan suatu metode ekstraksi menggunakan lemak panas. Akan tetapi

penggunaan lemak panas ini telah digantikan dengan pelarut-pelarut volatil.

Penekanan utama pada maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara

pelarut dan jaringan yang diekstraksi (Guether, 1987).

Page 31: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

12

Maserasi merupakan cara yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara

merendam serbuk sampel dalam pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel dan

masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat-zat aktif sehingga zat aktif akan

larut. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel, maka

larutan yang pekat di desak keluar. Pelarut yang digunakan dapat berupa air, etanol,

air-etanol atau pelarut lain. Keuntungan cara ekstraksi ini, adalah cara pengerjaan

atau peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan

kerugiannya adalah waktu pengerjaannya lama dan ekstraksi kurang sempurna

(Ahmad 2006).

Maserasi adalah pelunakan suatu benda karena suatu cairan, pelunakan

jaringan terendam dalam cairan terutama cairan asam, sehingga jaringan pengikat

pelarut dan bagian-bagian jaringan dapat dipisahkan. Perubahan generasi yang

menyebabkan perubahan warna, pelunakan jaringan, menurut Kashiko dalam Sjahid

(2008).

Maserasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali

pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Secara teknologi termasuk

ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan

(Ferdiansyah, 2006). Menurut Yustina (2008), metode maserasi dipilih karena metode

ini murah dan mudah dilakukan, selain itu dikhawatirkan senyawa yang terkandung

dalam daun pecut kuda merupakan senyawa yang tidak tahan terhadap panas.

Maserasi biasa dilakukan dengan perbandingan 1 : 2, seperti 100 Kg sampel diekstrak

dengan 200 L pelarut (Bernasconi, 1995) dan untuk mendapatkan ekstrak dalam

Page 32: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

13

waktu yang relatif cepat dapat dilakukan pengadukan dengan menggunakan shaker

berkekuatan 120 rpm selama 24 jam.

Menurut Kashiko dalam Sjahid (2008), maserasi merupakan cara penyarian

yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam

cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam

rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga akan larut. Karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel, maka larutan yang terpekat akan

terdesak keluar.

2.4 Uji Toksisitas Terhadap Larva Udang (Artemia Salina Leach)

Toksisitas menurut ilmu kimia adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu

bentuk aksi kimia mempunyai bentuk dan variasi yang luas. Asam-asam kuat atau

alkalis, yang mengalami kontak langsung dengan organ mata, kulit dan atau saluran

pencernaan, dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan dan bahkan kematian pada

sel-sel (Palar, 1994).

Uji toksisitas larva udang Artemia salina telah digunakan sejak 1956 untuk

berbagai pengamatan bioaktivitas senyawa bahan alam. Uji toksisitas larva udang

memang tidak spesifik untuk antitumor, tetapi kemampuannya untuk mendeteksi 14

dari 24 Ettphorbiaceae yang aktif terhadap uji leukimia in vivo mencit dan

mendeteksi 2 dari 6 ekstrak Euphorbiaceae yang aktif terhadap uji karsinoma

nasofaring. Hal ini memungkinkan uji toksisitas larva udang dapat digunakan sebagai

uji penapisan senyawa bioaktif tahap awal dari rangkaian uji toksisitas untuk

Page 33: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

14

mendapatkan dosis yang aman bagi manusia. Beberapa kelebihan dari uji bioaktivitas

dengan Brine Shrimp Test (BST) menggunakan larva udang adalah cepat waktu

ujinya, sederhana (tanpa teknik aseptik), murah (tidak perlu serum hewan), jumlah

organisme banyak, memenuhi kebutuhan validasi statistik dengan sedikit sampel

(Meyer, 1982).

BST merupakan pengujian senyawa secara umum yang dapat mendeteksi

beberapa bioaktivitas dalam suatu ekstrak. Bioaktivitas yang dapat dideteksi dari

skrining awal dengan metode BST diantaranya adalah antikanker, antitumor,

antimalaria, antimikroba, immunosuppressive, antifeedant dan residu pestisida

(Colegate dan Molyneux, 2007).

Larva udang memiliki klasifikasi sebagai berikut (Anonim, 2008):

Kerajaan : Animalia

Divisi : Arthropoda

Subdivisi : Crustacea

Kelas : Branchiopoda

Bangsa : Anostraca

Suku : Artemiidae

Marga : Artemia L.

Jenis : Artemia salina Leach

Artemia merupakan kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda.

Artemia hidup di danau-danau garam (berair asin) yang ada di seluruh dunia. Udang

ini toleran terhadap selang salinitas yang sangat luas, mulai dari nyaris tawar hingga

jenuh garam. Secara alamiah salinitas danau dimana mereka hidup sangat bervariasi,

Page 34: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

15

tergantung pada jumlah hujan dan penguapan yang terjadi. Apabila kadar garam

kurang dari 6 % telur Artemia salina akan tenggelam sehingga telur tidak bisa

menetas, hal ini biasanya terjadi apabila air tawar banyak masuk ke dalam danau

dimusim penghujan. Sedangkan apabila kadar garam lebih dari 25 % telur akan tetap

berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat menetas dengan normal (Anonim,

2008).

Gambar 2.2 Kista Artemia salina (Anonim, 2008)

Telur Artemia salina atau cyste berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan

kering dan bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh

cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio

terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah

pengapungan. Telur dapat mengadsorbsi air, jika tersinari oleh sinar matahari atau

pada suhu sekitar 26-28 ºC maka akan menetas setelah 24-48 jam tergantung pada

kondisi lingkungan. Artemia salina yang baru menetas disebut dengan naupli (larva)

yang memiliki ukuran 0,25 mm (0,01 inci) (Anonim, 2008).

Page 35: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

16

Gambar 2.3 Artemia salina (Anonim, 2008)

Artemia salina mengalami puberitas selama 8-14 hari dan akan hidup selama

4-5 minggu tergantung pada konsentrasi garam, terlalu banyak garam maka harapan

hidup akan berkurang. Hewan ini dapat tumbuh dan berkembang pada air garam.

Larutan air garam dapat dibuat dengan melarutkan 30 g garam ke dalam 1 L air.

Banyak orang menggunakan garam biasa untuk membuat medianya tanpa

adanya penambahan iodium dan zat kimia lainnya karena dapat memperburuk

pertumbuhannya. Air laut merupakan media pertumbuhan yang lebih baik.

Pembiakan Artemia dapat dilakukan melalui perkawinan antara Artemia jantan dan

betina, tetapi Artemia salina juga memiliki sifat partenogenesis sehingga Artemia

betina dapat berkembangbiak tanpa perkawinan. Artemia betina dapat mempunyai

keturunan sekitar 300 setiap 4 hari. Makanan Artemia berupa bubuk alga ataupun ragi

(Anonim, 2008).

Siklus hidup Artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur.

Setelah 15-20 jam pada suhu 25 °C kista akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu

beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini

embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli

Page 36: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

17

yang sudah bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna orange

kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur (Anonim, 2008).

2.5 Kandungan Senyawa Aktif Pada Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L.

Vahl)

Tumbuhan umumnya mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit

sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, tanin, saponin, triterpenoid dan lain-lain.

Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai

kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari

gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya (Lenny,

2006).

2.5.1 Minyak Atsiri

Pada minyak atsiri yang bagian utamanya adalah terpenoid, biasanya

terpenoid itu tedapat pada fraksi atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi,

harum, atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut

penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagian

senyawa cita rasa di dalam industri makanan (Harborne, 1996).

2.5.2 Steroid

Steroid merupakan golongan lipid yang diturunkan dari senyawa jenuh yang

dinamakan siklopentanoperhidrofenantrena, yang memiliki inti dengan 3 cincin

Page 37: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

18

sikloheksana terpadu dan 1 cincin siklopentana yang tergabung pada ujung cincin

sikloheksana tersebut. Beberapa turunan steroid yang penting ialah steroid alkohol

atau sterol. Steroid lain antara lain asam-asam empedu, hormon seks (androgen dan

estrogen) dan hormon kortikosteroid (Poedjiadi, 1994).

Senyawa steroid terdapat dalam setiap makhluk hidup. Steroid yang

ditemukan dalam jaringan tumbuhan disebut fitosterol, sedangkan yang ditemukan

dalam jaringan hewan disebut kolesterol. Beberapa senyawa ini jika terdapat dalam

tumbuhan akan dapat berperan menjadi pelindung. Senyawa ini tidak hanya bekerja

menolak beberapa serangga tetapi juga menarik beberapa serangga lain (Robinson,

1995).

CH3

CH3

R

Gambar 2.4 Struktur inti senyawa steroid (Poedjiadi, 1994)

Reaksi warna yang digunakan untuk uji warna pada steroid adalah dengan

reaksi Lieberman-Burchard yang menghasilkan warna hijau biru. Reaksi warna yang

lain pada steroid dilakukan dengan Brieskorn dan Briner (asam klorosulfonat dan

Sesolvan NK) menghasilkan warna coklat (Robinson, 1995).

Page 38: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

19

2.5.3 Triterpenoid

Triterpenoid merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat

diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan sebagai minyak atsiri. Triterpenoid

adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan isoprena dan secara

biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualena. Senyawa ini

berstruktur siklik yang kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat

(Harborne, 1987). Senyawa ini paling umum ditemukan pada tumbuhan berbiji, bebas

dan sebagai glikosida. Triterpenoid yang paling penting dan paling tersebar luas

adalah triterpenoid pentasiklik (Robinson, 1995).

Skualena

Ursana

Gambar 2.5 Senyawa triterpenoid (Robinson, 1995)

Menurut Harborne (1987), triterpenoid biasanya terdapat dalam daun dan

buah, seperti apel dan per, yang berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga

dan serangan mikroba. Triterpenoid juga terdapat dalam damar, kulit batang dan

getah (Euphorbia, Hevea dan lain-lain). Triterpenoid tertentu dikenal karena rasanya,

Page 39: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

20

terutama kepahitannya. Pereaksi Lieberman-Burchard secara umum digunakan untuk

mendeteksi triterpenoid menghasilkan warna violet.

2.5.4 Saponin

Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam

tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-

bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.

Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai bentuk

penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-

tumbuhan. Kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap serangan serangga.

Dua jenis saponin yang dikenal yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida

struktur steroid. Aglikonnya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam

asam atau menggunakan enzim (Robinson, 1995).

O

O

Gambar 2.6 Struktur inti senyawa saponin (Robinson, 1995).

Page 40: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

21

Menurut Gunawan (2004), saponin mempunyai rasa pahit, dapat

mengadsorbsi Ca dan Si dan membawanya dalam saluran pencernaan. Sebagian besar

berupa glikosida yang dapat mengikat satu (monodesmosida), dua (bidesmosida) atau

tiga (tridesmosida) rantai glukosa dan aglikonnya yang mengikat gugus fungsi –OH,

–COOH dan –CH (Robinson, 1995). Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir

darah merah lewat hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak

di antranya digunakan sebagai racun ikan.

Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut sapogenin.

Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat

dimurnikan dan dipelajari lebih lanjut. Saponin yang berpotansi keras atau beracun

seringkali disebut sapotoksin (Gunawan, 2004).

Saponion memiliki berat molekul tinggi sehingga menjadikan upaya isolasi

untuk mendapatkan saponin yang murni menemui banyak kesulitan. Berdasarkan

aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat dibagi dua macam, yaitu tipe steroid dan

tipe tritepenoid. Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan

memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan

isoprenoid (Gunawan, 2004).

Berdasarkan identifikasi dengan spektrum UV-Visibel dan FTIR

menunjukkan bahwa senyawa saponin mengandung gugus hidroksil, ester, eter,

karboksil dan ikatan rangkap tak terkonjugasi (Robinson, 1995). Semua saponin

mengakibatkan hemolisis. Oleh karena itu, relatif berbahaya bagi semua organisme

binatang bila saponin diberikan secara parentaral.

Page 41: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

22

Kadar saponin yang sangat kecil pun mampu melumpuhkan fungsi pernafasan

dari insang (Gunawan, 2004). Saponin memiliki kegunaan dalam pengobatan,

terutama karena sifatnya yang mempengaruhi absorpsi zat aktif secara farmakologi.

Beberapa jenis saponin bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 1995).

2.5.5 Alkaloid

Menurut Robinson (1995), alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan

telah menarik perhatian terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap binatang

menyusui dan pemakaiannya dibidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan

hampir sama sekali kabur. Alkaloid tesebar luas di dunia tumbuhan. Berbagai

perkiraan menyatakan bahwa persentase jenis tumbuhan yang mengandung alkaloid

teletak dalam rentang 15-30 %.

Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai

kegiatan fisiologi yang menonjol jadi dapat digunakan secara luas dalam bidang

pengobatan. Alkaloid biasanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kabanyakan

berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan misalnya nikotina pada suhu

kamar (Harborne, 1996).

Fungsi alkaloid dalam tumbuhan masih sangat kabur, meskipun masing-

masing senyawa telah dinyatakan terlibat sebagai pengatur tumbuh, atau penghalau

atau penarik serangga. Teori yang menyatakan bahwa alkaloid merupakan bentuk

penyimpan nitrogen dalam tumbuhan, sekarang ini tidak lagi diterima (Harborne,

1996).

Page 42: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

23

Alkaloid dikenal karena pengaruh fisiologinya terhadap binatang menyusui

dan penggunaannya di bidang farmasi. Alkaloid dapat berfungsi sebagai penyimpan

nitrogen, dalam pengatur tumbuh seperti merangsang perkecambahan, karena

memiliki sifat basa maka dapat mempertahankan keseimbangan basa mineral dalam

mempertahankan keseimbangan ion dalam tumbuhan (Robinson, 1995).

NH

Gambar 2.7 Struktur inti alkaloid (Robinson, 1995)

Pelarut atau pereaksi alkaloid biasanya menggunakan kloroform, aseton,

amoniak dan metilena klorida. Pereaksi Mayer (kalium tetraiodomerkurat) paling

banyak untuk mendeteksi alkaloid karena pereaksi ini mengendapkan hampir semua

alkaloid. Pereaksi lain yang sering digunakan seperti pereaksi Wagner (iodium dalam

kalium iodida), asam silikotungstat 5 %, asam tanat 5 %, pereaksi Dragendorff

(kalium tetraiodobismutat), iodoplatinat dan larutan asam pikrat jenuh (Robinson,

1995).

2.6 Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi

komponen-komponennya. Pelaksanaan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan

Page 43: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

24

sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau

logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase

diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana

dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet (Solihat, 2004).

KLT merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa

murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. KLT juga merupakan

analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun

cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang

sifatnya hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan

dengan kromatografi kertas (Anonim, 2009).

KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom,

analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara

kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk

pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan

lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-

pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat (Anonim, 2009).

Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi

senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari

senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh

senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal.

Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 (Anonim, 2009).

Page 44: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

25

Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam

sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.

Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak

berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi

dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini,

dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh

pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.

Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda

dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak

sebagai perbedaan bercak warna (Solihat, 2004).

Gambar 2.8 Menunjukkan lempengan setelah pelarut bergerak setengah dari

lempengan (Solihat, 2004).

Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Hal ini dapat

memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk

kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam. Ketika pelarut mendekati bagian atas

lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai

dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan.

Page 45: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

26

Lapisan tipis seperti pada plat silika gel F254 yang digunakan dalam penelitian

ini mengandung indikator flourosensi yang ditambahkan untuk membantu

penampakan bercak tanwarna pada lapisan yang telah dikembangkan. Indikator

fluorosensi adalah senyawa yang memancarkan sinar, seperti dengan lampu UV

(Gritter, 1991).

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis

menggunakan harga Rf. Harga Rf didefinisikan sebagai berikut (Sastrohamidjojo,

1991):

Harga Rf = asal titik dari digerakkan yangpelarut Jarak

asal titik daridigerakkan yang senyawaJarak

Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan

harga-harga standart. Harga Rf dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi gerakan noda dalam KLT diantaranya adalah struktur kimia dari

senyawa yang sedang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya, jenis

eluennya serta jumlah cuplikan yang digunakan tidak terlalu berlebihan.

2.7 Spektrofotometer UV-VIS (Ultraviolet-Visible)

Spektrofotometer UV-Vis bermanfaat untuk penentuan konsentrasi senyawa-

senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200-400 nm) atau

daerah sinar tampak (400-800 nm). Biasanya cahaya terlihat merupakan campuran

Page 46: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

27

dari cahaya yang mempunyai berbagai panjang gelombang (λ), dari 400-800 nm,

seperti pada Tabel 2.7 (Tahir, 2008).

Tabel 2.1 Warna dan warna komplementer

Panjang

gelombang

(nm)

Warna Warna

Komplementer

400-435 Violet Kuning-hijau

435-480 Biru Kuning

480-490 Hijau- biru Oranye

490-500 Biru- hijau Merah

500-560 Hijau Ungu

560-580 Kuning- hijau Violet

580-595 Kuning Biru

595-610 Oranye Hijau – biru

610-800 Merah Biru – hijau

Menurut Tahir (2008), penyebab kesalahan sistematik yang sering terjadi

dalam analisis menggunakan spektofotometer UV-Vis adalah:

1. Serapan oleh pelarut, hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blanko, yaitu

larutan yang berisi matrik selain komponen yang akan dianalisis.

2. Serapan oleh kuvet, kuvet yang bisa digunakan adalah dari bahan gelas atau

kuarsa. Dibandingkan dengan kuvet dari bahan gelas, kuvet kuarsa

memberikan kualitas yang lebih baik, namun tentu saja harganya jauh lebih

mahal. Serapan oleh kuvet ini diatasi dengan penggunaan jenis, ukuran, dan

bahan kuvet yang sama untuk tempat blangko dan sampel.

3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat

rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi,

Page 47: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

28

sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan. (melalui

pengenceran atau pemekatan).

Untuk mengatasi kesalahan pada pemakaian spektrofotometer UV-Vis maka

perlu dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dalam spektrofotometer UV-Vis dilakukan

dengan menggunakan blanko: setting nilai absorbansi = 0 dan pengaturan nilai

transmitansi = 100 % (Husna, 2009).

Instrumen yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi radiasi

elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang gelombang disebut spektrofotometer.

Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari hukum Lambert-

Beer, yakni dengan penentuan absorbansi dari larutan sampel yang diukur

(Fessenden, 1982):

A = -log T = - log It / I0 = ε . b . C ......................................... 2.1

Keterangan:

A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur

T = Transmitasi

I0 = Intensitas sinar masuk

It = Intensitas sinar yang diteruskan

ε = Koefisien ekstingsi

b = Tebal kuvet yang digunakan

C = Konsentrasi dari sampel

Page 48: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

29

Radiasi elektomagnetik berinteraksi dengan benda berupa berkas sinar yang

disebut foton. Tenaga setiap foton berbanding langsung dengan frekuensi radiasi

(Sastrohamidjojo, 2001).

E = h . υ = h . c / λ ................................................................. 2.2

Foton yang memiliki frekuensi (υ) yang tinggi (panjang gelombang λ pendek)

mempunyai tenaga yang lebih tinggi dari pada foton yang berfrekuensi rendah

(panjang gelombang). Intensitas berkas sinar sebanding dengan jumlah foton yang tak

tergantung pada tenaga setiap foton (Sastrohamidjojo, 2001).

Bila cahaya jatuh pada senyawa maka sebagian dari cahaya akan diserap oleh

molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul. Setiap senyawa mempunyai

tingkatan tenaga yang spesifik. Bila cahaya yang mempunyai tenaga yang sama

dengan perbedaan tenaga tereksitasi jatuh pada senyawa, maka elektron-elektron pada

tingkatan dasar dieksitasi ke tingkatan tereksitasi dan sebagian tenaga cahaya yang

sesuai dengan panjang gelombang yang diserap. Elektron yang tereksitasikan

melepaskan tenaga dengan proses radiasi panas dan kembali ketingkatan dasar asal.

Karena perbedaan tenaga antara tingkat dasar dan tingkat tereksitasi spesifik untuk

tiap-tiap bahan atau senyawa, maka frekuensi yang diserap juga tertentu. Jika foton

yang mengenai cuplikan yang memilki tenaga yang sama dengan yang dibutuhkan

untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga, maka serapan dapat terjadi.

Kekuatan radiasi juga diturunkan dengan adanya penghamburan dan pemantulan,

Page 49: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

30

namun demikian pengurangan-pengurangan ini sangat kecil bila dibandingkan

dengan serapan (Sastrohamidjojo, 2001).

2.8 Spektrofotometer Infra Red (IR)

Spektrofotometer Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang

mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada

daerah panjang gelombang 0,75 - 1,000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000-10

cm-1

. Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang, maka daerah Infra Red

dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: daerah Infra Merah dekat, pertengahan dan

daerah Infra Merah jauh. Berdasarkan pembagian daerah spektrum elektromagnetik

tersebut di atas, daerah panjang gelombang yang digunakan pada alat

spektrofotometer Infra Merah adalah pada daerah Infra Merah pertengahan, yaitu

pada panjang gelombang 2,5-50 µm atau pada bilangan gelombang 4.000-200 cm-1

(Giwangkara, 2007).

2.8.1 Gerak Molekul pada Infra Red (IR)

Taufiq (2007) menjelaskan bahwasannya setiap senyawa pada keadaan tertentu

mempunyai tiga macam gerak, yaitu gerak translasi (perpindahan dari satu titik ke

titik lain), gerak rotasi (berputar pada porosnya) dan gerak vibrasi (bergetar pada

tempatnya). Selain gerak, setiap molekul juga memiliki harga energi tertentu. Bila

suatu senyawa menyerap energi dari sinar Infra Merah, maka tingkatan energi di

dalam molekul itu akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Sesuai

Page 50: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

31

dengan tingkatan energi yang diserap, maka yang akan terjadi pada molekul itu

adalah perubahan energi vibrasi yang diikuti dengan perubahan energi rotasi.

2.8.2 Daerah Identifikasi pada Infra Red (IR)

Harborne (1996), menyebutkan bahwa daerah pada spektrum Infra Merah di

atas 1200 cm-1

menunjukkan pita spektrum atau puncak yang disebabkan oleh getaran

(vibrasi) ikatan kimia atau gugus fungsi dalam molekul yang dianalisis, sedangkan

daerah di bawah 1200 cm-1

menunjukkan pita yang disebabkan oleh getaran seluruh

molekul, dan karena kerumitannya dikenal sebagai daerah sidik jari.

Giwangkara (2007), menjelaskan, bahwa vibrasi yang digunakan untuk

identifikasi adalah vibrasi bengkokan, khususnya goyangan (rocking), yaitu yang

berada di daerah bilangan gelombang 2000-400 cm-1

, karena di daerah antara 4000-

2000 cm-1

merupakan daerah khusus berguna untuk identifikasi gugus fungsional.

Daerah ini menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi regangan, sedangkan

daerah antara 2000-400 cm-1

seringkali sangat rumit, karena vibrasi regangan maupun

bengkokan mengakibatkan absobrsi pada daerah tersebut. Pada daerah 2000-400 cm-1

tiap senyawa organik mempunyai absorbsi yang unik, sehingga daerah tersebut sering

juga disebut sebagai daerah sidik jari (fingerprint region). Meskipun pada daerah

2000-400 cm-1

menunjukkan absorbsi yang sama, pada daerah 2000-400 cm-1

juga

harus menunjukkan pola yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa dua senyawa

adalah sama.

Page 51: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

32

BAB III

METODOLOGI

3.1 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di

Laboratorium Organik, Laboratorium Analitik, Jurusan Kimia Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang dan

Laboratorium Kimia Organik Universitas Brawijaya Malang.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah mortar, pisau, blender, oven,

timbangan analitik (Mettler AE 25), kaca arloji, cawan penguap, penyaring buchner,

pengaduk kaca, pipet tetes, pipet ukur 5 mL, pipet ukur 10 mL, pipet mikro, corong

pisah, penjepit, bunsen spiritus, beaker glass 100 mL, bola hisap, erlenmeyer 250

mL, gelas ukur 100 mL, desikator, corong kaca, corong buchner, cawan, penjepit,

tabung reaksi, aluminium foil, kertas saring, labu ukur 10 mL, lampu penerang,

lampu UV, botol vial, plat silika gel F254, Rotary Evaporator Vaccum, shaker, fortex,

seperangkat alat spektrofotometer UV-Vis merek Varian cary 50 conc, seperangkat

alat FTIR merek Varian 1000 scimitar series.

Page 52: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

33

3.2.2 Bahan penelitian

Tanaman pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) diperoleh dari

daerah Desa Bakalan Kecamatan Sekargadung Kota Pasuruan, dan bagian yang

digunakan adalah daun. Bagian tersebut dikeringanginkan kemudian dihaluskan

sampai menjadi serbuk. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva

udang Artemia salina. Larva udang yang digunakan berasal dari telur Artemia salina

merek UTAH dari Balai Budidaya Air Payau Situbondo.

Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah metanol 80 %, metanol 50 %, n-

heksana, etil asetat, kloroform, Na2SO4, air laut, ragi roti, etanol, asam asetat

anhidrat, H2SO4 pekat, 1,5-2 % HCl, reagensia Dragendroff, reagensia Mayer,

amonia 10 %, FeCl3, Bi(NH3)3.5 H2O, HgCl2, KI, reagen Liberman Burchard, DMSO

dan aquades.

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui pengujian eksperimental di laboratorium.

Sampel yang diambil adalah daun pecut kuda, kemudian sampel dipotong kecil-kecil

dan dikeringkan kemudian diserbukkan. Serbuk sampel diekstraksi maserasi

dilakukan selam 24 jam dengan menggunakan pelarut metanol 80 %. Ekstrak yang

diperoleh selanjutnya diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator

sehingga diperoleh ekstrak pekat. Hasil pemekatan dipartisi dengan menggunakan

pelarut heksana. Ekstrak yang dihasilkan dipekatkan dengan rotary evaporator.

Ekstrak pekat yang dihasilkan akan diuji toksisitasnya untuk mengetahui tingkat

Page 53: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

34

toksisitas larva udang melalui nilai LC50 dan identifikasi dengan menggunakan UV-

Vis dan FTIR.

Pengujian fitokimia dilakukan menggunakan uji reagen untuk

mengidentifikasi golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak pekat heksana

dari daun pecut kuda yang memiliki bioaktivitas. Pemisahan senyawa aktif dapat

dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Identifikasi

senyawa aktif menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.

3.4 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Analisa kadar air

2. Preparasi sampel

3. Ekstraksi komponen aktif

4. Uji toksisitas ekstrak dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach

5. Uji fitokimia dengan Uji reagen

6. Pemisahan senyawa aktif dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

a. Kromatografi Lapis Tipis Analitik (KLTA)

b. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)

7. Uji toksisitas isolat dengan larva udang

8. Identifikasi senyawa aktif dengan menggunakan UV-Vis dan FTIR

Page 54: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

35

3.5 Cara Kerja

3.5.1 Analisa Kadar Air

Analisis kadar air dilakukan dengan metode thermografi yaitu dengan

pemanasan. Analisis ini yang dilakukan yaitu menggunakan daun pecut kuda

sebanyak 3 kali pengulangan. Cawan yang digunakan dipanaskan dahulu dalam oven

pada suhu 100-105 ºC sekitar 15 menit untuk menghilangkan kadar airnya, kemudian

disimpan cawan dalam desikator sekitar 10 menit. Cawan tersebut selanjutnya

ditimbang dan dilakukan perlakuan yang sama sampai diperoleh berat cawan yang

konstan. Sampel dipotong kecil-kecil, Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan

dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya, selanjutnya dikeringkan

di dalam oven pada suhu 100-105 ºC selama sekitar 2 jam. Sampel kering

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dipanaskan kembali dalam oven

± 20 menit pada suhu yang sama, didinginkan dalam desikator dan ditimbang

kembali. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan. Kadar air dalam

tanaman dihitung menggunakan rumus berikut:

Kadar air = %100)(

)(×

ab

cb

Keterangan: a = berat konstan cawan kosong

b = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan

c = berat konstan cawan + sampel setelah dikeringkan

Faktor koreksi =airkadar%100

100

% Kadar air terkoreksi = % Kadar air- Faktor koreksi

Page 55: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

36

3.5.2 Preparasi Sampel

Sebanyak 300 g daun pecut kuda dicuci bersih, diiris kecil-kecil dan

dikeringkan dalam oven dengan suhu 37-40 °C selama 1-2 jam kemudian dijemur

sampai diperoleh berat konstan (kering). Tanaman pecut kuda yang kering kemudian

dihaluskan menjadi serbuk, hasil yang diperoleh digunakan sebagai sampel

penelitian.

3.5.3 Ekstraksi Maserasi

Ekstraksi komponen aktif dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi atau

perendaman. Serbuk daun pecut kuda ditimbang sebanyak 50 g dan diekstraksi secara

maserasi menggunakan 150 mL pelarut metanol 80 %, kemudian dilakukan

pengocokan menggunakan shakker selama 8 jam, kemudian disaring dan ampas yang

diperoleh dimaserasi kembali dengan pelarut dan perlakuan yang sama. Selanjutnya

disaring dan ampasnya dikeringanginkan agar terbebas dari pelarut metanol 80 %.

Ketiga filtrat yang diperoleh selanjutnya digabung menjadi satu. Kemudian filtrat

yang dihasilkan ditampung dan dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator.

Selanjutnya hasil pemekatan dipartisi dengan menggunakan pelarut heksana dengan

perbandingan 1:1. Filtrat yang dihasilkan ditampung dan dipekatkan dengan

menggunakan rotary evaporator. Hasil dari pemekatan dengan menggunakan rotary

evaporator digunakan untuk Uji toksisitas, Uji fitokimia dan identifikasi dengan

menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.

Page 56: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

37

3.5.4 Uji Toksisitas Ekstrak dengan Menggunakan Larva Udang Artemia

salina Leach

3.5.4.1 Penetasan Larva Udang

Disiapkan bejana untuk penetasan Telur Artemia salina Leach di satu ruang

dalam bejana tersebut diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam penetasan,

sedangkan ruang sebelahnya diberi air laut. Ke dalam air laut dimasukkan 2-3 mg

telur udang untuk ditetaskan. Pada bagian telur ditutup dengan aluminium foil, dan

lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan telur. Larva udang yang akan

diuji diambil dengan menggunakan pipet tetes (Juniarti, 2009).

3.5.4.2 Persiapan Larutan Sampel yang Akan Diuji

Ekstrak yang akan diuji dibuat dengan konsentrasi 30 ppm, 60 ppm, 80 ppm,

120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm dalam air laut. Bila sampel tidak larut ditambahkan

100 µL tetes DMSO (Juniarti, 2009).

3.5.4.3 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT

Perlakuan uji toksisitas dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada masing-

masing ekstrak sampel. Botol disiapkan untuk pengujian, untuk masing-masing

konsentrasi ekstrak heksana membutuhkan 6 botol dan 1 botol sebagai kontrol.

Ekstrak pekat heksana ditimbang sebanyak 25 mg dan dilarutkan dengan

menggunakan pelarutnya sebanyak 50 mL. Larutan yang diperoleh selanjutnya

dipipet dengan menggunakan pipet mikro, masing-masing sebanyak 300 µL, 600 µL,

Page 57: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

38

800 µL, 1200 µL, 2400 µL, 4800 µL kemudian dimasukkan ke dalam botol dan

pelarutnya diuapkan selama 24 jam. Selanjutnya dimasukkan 2 mL air laut, 100 µL

dimetil sulfoksida (DMSO), 10 ekor larva udang, dan setetes larutan ragi roti.

Kemudian ditambahkan air laut hingga volumenya menjadi 10 mL, sehingga

konsentrasinya masing-masing larutan menjadi 30 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 120 ppm,

240 ppm dan 480 ppm.

Kontrol negatif dibuat dengan dimasukkan 2 mL air laut, 100 µL DMSO, 10

ekor larva udang dan setetes larutan ragi roti ke dalam botol, kemudian ditambahkan

air laut sampai volumenya menjadi 10 mL. Pengamatan dilakukan selama 24 jam

terhadap kematian larva udang. Analisis data dilakukan untuk mencari LC50

dengan

analisis probit. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik apabila nilai LC50 < 1000 ppm

untuk ekstrak (Juniarti, 2009).

3.5.5 Uji Fitokimia

Uji fitokimia kandungan senyawa aktif dengan uji reagen dari ekstrak pekat n-

heksana daun pecut kuda dilarutkan dengan sedikit masing-masing pelarutnya.

Kemudian dilakukan uji minyak atsiri, uji sterol dan triterpen, uji saponin, uji

alkaloid (Indrayani, 2006).

Page 58: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

39

3.5.5.1 Uji Minyak Atsiri

Sebanyak 3 mg ekstrak heksana dari daun pecut kuda diuapkan sampai kering,

jika residu yang diperoleh berbau enak ditambah dengan etanol. Selanjutnya larutan

alkoholik tersebut diuapkan kembali sampai kering, jika residu tetap berbau enak,

menunjukkan ekstrak positif mengandung minyak atsiri.

3.5.5.2 Uji Sterol dan Triterpen

Sebanyak 3 mg ekstrak daun pecut kuda diuapkan sampai kering, kemudian

residu yang dihasilkan dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform, ditambahkan dengan 0,5

mL asam asetat anhidrat. Selanjutnya campuran ini ditetesi dengan 1–2 mL H2SO4

pekat melalui dinding tabung tersebut. Jika hasil yang diperoleh berupa cincin

kecoklatan atau violet pada perbatasan dua pelarut menunjukkan adanya triterpen,

sedangkan munculnya warna hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol.

3.5.5.3 Uji Saponin

Sebanyak 3 mg ekstrak kasar daun pecut kuda dalam tabung reaksi ditambah

air (1:1) sambil dikocok selama 5 menit. Adanya busa yang dapat bertahan selama 30

menit menunjukkan adanya senyawa saponin.

3.5.5.4 Uji Alkaloid

Sebanyak 3 mg ekstrak daun pecut kuda diuapkan sampai kering, kemudian

residu ditambah 1,5-2 % HCl dan larutan dibagi dalam tiga tabung. Tabung satu

Page 59: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

40

larutan ditambah 0,5 mL larutan asam encer sebagai pembanding, tabung dua

ditambah 2-3 tetes reagen Dragendorff, dan tabung tiga ditambah 2-3 tetes reagen

Mayer. Jika tabung dua terbentuk endapan jingga dan pada tabung tiga terbentuk

endapan kekuningan menunjukkan adanya alkaloid.

3.5.6 Pemisahan Senyawa Aktif dengan Menggunakan Kromatografi Lapis

Tipis (KLT)

3.5.6.1 KLT Analitik

Identifikasi dengan KLT dapat digunakan plat silika gel F254 sebagai fase

diamnya. Disiapkan masing-masing plat dengan ukuran 1x10 cm. Ekstrak heksana

dari daun pecut kuda ditotolkan pada jarak ± 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa

kapiler, kemudian dikeringkan plat silika gel dan ditotolkan kembali ekstrak heksana

dari daun pecut kuda dengan menggunakan pipa kapiler. Perlakuan ini dihentikan

sampai dirasa sudah cukup. Kemudian hasil penotolan dapat dielusi dengan

menggunakan eluen atau fase gerak yaitu berupa campuran n-heksana : EtOAc (7:3)

(Handayani, 2008). Setelah gerakan fase gerak sampai pada garis batas, elusi dapat

dihentikan. Noda-noda pada permukaan plat diperiksa di bawah sinar UV pada

panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, kemudian diamati pada masing-masing hasil

nodanya.

Page 60: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

41

3.5.6.2 KLT Preparatif

Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika GF254 dengan

ukuran 10x20 cm. ekstrak pekat hasil ekstraksi ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1

cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dikeringanginkan dan

ditotolkan kembali ekstrak pekat heksana dari daun pecut kuda sampai dirasa sudah

cukup. Hasil penotolan pada plat silika GF254 dielusi dengan menggunakan eluen

yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT Analitik. Setelah gerakan fase gerak

sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda-noda pada permukaan plat diperiksa

di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, kemudian diamati

pada masing-masing hasil nodanya.

Hasil noda yang dihasilkan terlebih dahulu dikeringanginkan dan dapat diukur

nilai Rf nya, hasil noda yang diperoleh selanjutnya dikerok dan dilarutkan dalam

pelarut heksana. Isolat yang didapatkan dilarutkan dengan pelarutnya kemudian

dilakukan uji toksisitas dengan menggunakan isolat untuk mengetahui nilai LC50 dan

dilakukan identifikasi terhadap isolat dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis

dan FTIR.

3.5.7 Uji Toksisitas Isolat Hasil KLTP dengan Menggunakan Larva Udang

Artemia salina Leach

3.5.7.1 Penetasan Larva Udang

Disiapkan bejana untuk penetasan Telur Artemia salina Leach di satu ruang

dalam bejana tersebut diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam penetasan,

Page 61: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

42

sedangkan ruang sebelahnya diberi air laut. Ke dalam air laut dimasukkan 50-100 mg

telur udang untuk ditetaskan. Pada bagian telur ditutup dengan aluminium foil, dan

lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan telur. Diambil larva udang yang

akan diuji dengan menggunakan pipet (Juniarti, 2009).

3.5.7.2 Persiapan Larutan Sampel yang Akan Diuji

Isolat yang akan diuji dibuat dengan konsentrasi 30 ppm, 60 ppm, 80 ppm,

120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm dalam air laut. Bila sampel tidak larut ditambahkan

2 tetes DMSO (Juniarti, 2009).

3.5.7.3 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT

Perlakuan uji toksisitas dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada masing-

masing isolat. Botol disiapkan untuk pengujian, untuk masing-masing konsentrasi

isolat membutuhkan 6 botol dan 1 botol sebagai kontrol. Isolat ditimbang sebanyak

25 mg dan dilarutkan dengan menggunakan pelarutnya sebanyak 50 mL. Larutan

yang diperoleh selanjutnya dipipet dengan menggunakan pipet mikro, masing-masing

sebanyak 300 µL, 600 µL, 800 µL, 1200 µL, 2400 µL, 4800 µL, kemudian

dimasukkan ke dalam botol vial dan pelarutnya diuapkan selama 24 jam di dalam

desikator. Selanjutnya dimasukkan 2 mL air laut, 100 µL DMSO, 10 ekor larva

udang, dan setetes larutan ragi roti. Kemudian ditambahkan air laut sampai

volumenya menjadi 10 mL, sehingga konsentrasinya masing-masing larutan menjadi

30 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm.

Page 62: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

43

Kontrol dibuat dengan dimasukkan 2 mL air laut, 100 µL dimetil sulfoksida

(DMSO), 10 ekor larva udang dan setetes larutan ragi roti ke dalam botol, kemudian

ditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 10 mL. Pengamatan dilakukan

selama 24 jam terhadap kematian larva udang. Analisis data dilakukan untuk mencari

LC50

dengan analisis probit. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik apabila nilai LC50 <

1000 ppm untuk ekstrak (Juniarti, 2009).

3.5.8 Identifikasi Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) dengan

Menggunakan Ultra Violet Visible (UV-Vis) (Hayati, 2007)

Dimasukkan pelarut heksana ke dalam kuvet sampai penuh, dianalisis dengan

Spektrofotometer UV-Vis Varian Cary 50 pada rentang panjang gelombang 200-800

nm, kemudian disimpan sebagai blanko. Selanjutnya dapat dianalisis ekstrak pekat

heksana dari daun pecut kuda dan isolat hasil pemisahaan ekstrak daun pecut kuda

dengan menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) dalam pelarut n-

heksana pada rentang panjang gelombang 200-800 nm. Diamati spektra yang

terbentuk, dan dicatat panjang gelombang dan adsorbansi pada peak yang terbentuk.

3.5.9 Identifiksi Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) dengan

Menggunakan Spektrofotometer Infra Red (IR) (Taufiq, 2007)

Disiapkan sampel berupa ekstrak pekat heksana dan isolat hasil pemisahan

senyawa aktif dengan KLTP dalam KBR kering, ditumbuk hingga memenuhi ukuran

partikel kurang dari 2 µm, kemudian dimasukkan ke dalam pellet press secara merata.

Pellet press dihubungkan ke pompa kompersi hidraulic dengan kekuatan 100 ton (kg

Page 63: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

44

Newton) serta pompa vakum selama 15 menit. Diusahakan pellet yang terbentuk

mempunyai ketebalan 0,3 mm (transparan), selanjutnya dibuka pellet secara hati-hati

dan dipindahkan ke dalam sel holder menggunakan spatula. Setelah itu diatur alat

Spektrofotometer Infra Merah (IR) dengan kecepatan kertas pada posisi ”normal” dan

ekspansi transmisi ”100 x”. Dicek skala kertas melalui pembuatan spektrum dari film

polystiren. Apabila skala kertas sudah tepat, dengan cara yang sama dibuat spektrum

Infra Merah dari sampel yang sudah disiapkan, kemudian ditentukan gugus-gugus

fungsi.

3.6 Analisis data

Data uji toksisitas dianalisis untuk menguji adanya pengaruh atau perbedaan

antara perlakuan konsentrasi ekstrak daun pecut kuda terhadap pertumbuhan Artemia

Salina Leach.

Data yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian

dideskripsikan hasilnya. Tingkat toksisitas larva udang Artemia salina Leach dapat

diketahui dengan melakukan uji LC50 menggunakan program MINITAB 14.

Page 64: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

45

BAB IV

PEMBAHASAN

Penelitian isolasi dan uji toksisitas senyawa aktif ekstrak heksana daun pecut

kuda (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl) dilakukan dalam delapan tahap, meliputi

analisis kadar air, preparasi sampel, ekstraksi komponen aktif, uji toksisitas ekstrak

heksana dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach, uji fitokimia

dengan menggunakan reagen, pemisahan senyawa aktif dengan menggunakan

kromatografi lapis tipis analitik (KLTA) yang dilanjutkan dengan kromatografi lapis

tipis preparatif (KLTP), uji toksisitas isolat hasil pemisahan dari KLTP dengan

menggunakan larva udang dan identifikasi senyawa aktif dengan menggunakan UV-

Vis dan FTIR.

4.1 Analisis Kadar Air

Analisis kadar air dilakukan dengan metode pemanasan, yaitu dengan

pengeringan, baik melalui penjemuran ataupun penggunaan alat pengering. Pada

umumnya analisis kadar air dapat dilakukan dengan mengeringkan bahan di dalam

oven pada suhu 105-110 0C selama 2 jam atau sampai diperoleh berat konstan. Selisih

berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan

(Winarno, 2002).

Page 65: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

46

Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan daun pecut kuda sebagai

sampel. Sebelum dianalisis kadar air pada sampel, terlebih dahulu dipanaskan cawan

pada suhu 100-105 ºC selama 15 menit agar tidak terdapat kandungan air pada

cawan, kemudian cawan diletakkan dalam desikator selama kurang lebih 10 menit

dan ditimbang berat cawan. Perlakuan ini terus-menerus dilakukan hingga diperoleh

berat konstan. Setelah didapatkan berat konstan pada cawan, disiapkan sampel berupa

daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl).

Sampel daun pecut kuda dipotong kecil-kecil agar luas permukaan semakin

besar, sehingga mempercepat proses pengeringan. Sampel daun pecut kuda ditimbang

sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya,

selanjutnya dikeringkan sampel daun pecut kuda di dalam oven pada suhu 100-105

ºC selama ± 2 jam. Sampel yang telah kering didinginkan dalam desikator dan

ditimbang. Sampel dipanaskan kembali di dalam oven ± 2 jam pada suhu yang sama,

selanjutnya didinginkan sampel ke dalam desikator dan ditimbang kembali. Perlakuan

ini diulangi hingga diperoleh berat yang konstan.

Analisis kadar air ini dilakukan dengan pengulangan sebanyak 3 kali ulangan

dengan tujuan agar diperoleh data yang akurat. Data perhitungan kadar air dengan

sampel berupa daun pecut kuda ditunjukkan pada Lampiran 4. Hasil pengukuran

kadar air pada daun pecut kuda disimpulkan pada Tabel 4.1.

Page 66: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

47

Tabel 4.1 Kadar air yang terkandung dalam daun pecut kuda (Stachytharpheta

jamaicensis L. Vahl)

Sampel

Kadar air yang terkandung dalam sampel daun

pecut kuda

Ulangan I Ulangan II Ulangan III Rata-rata

Daun pecut kuda 61,03 % 63,84 % 62,22 % 62,36 %

Kandungan air dalam bagian daun cukup tinggi disebabkan karena pada

stomata dibagian daun merupakan pusat terjadinya proses fotosintesis yang kaya akan

kandungan air yang mana air akan bereaksi dengan karbondioksida yang

menghasilkan energi dan oksigen yang dikeluarkan saat respirasi.

Kandungan air yang cukup tinggi menunjukkan adanya pengeringan

kandungan airnya untuk proses penyimpanan agar kerusakan akibat degradasi oleh

mikroorganisme maupun penguraian oleh enzim dapat diminimalkan. Sampel yang

telah dihilangkan kadar airnya cenderung mudah menyerap air sehingga perlu

dilakukan penyimpanan dalam tempat yang kedap udara.

4.2 Preparasi Sampel

Sebanyak 300 g daun pecut kuda dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran

yang berupa debu atau kotoran lainnya yang dapat mengganggu dalam proses

ekstraksi, dikeringanginkan daun pecut kuda agar sisa air hasil pencucian kering,

sehingga tidak menganggu proses ekstraksi. Dipotong kecil-kecil daun pecut kuda

untuk memperbesar luas permukaan, sehingga mempercepat proses pengeringan dan

mempermudah proses penggilingan sampel menjadi serbuk. Dikeringkan sampel

Page 67: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

48

dalam oven pada suhu 37-40 °C selama ± 2 jam, kemudian sampel dijemur hingga

diperoleh berat konstan (kering) (Indrayani, 2006). Pengeringan dimaksutkan untuk

mengurangi kadar air dan mencegah tumbuhnya jamur, dengan tujuan sampel daun

pecut kuda dapat disimpan lebih lama dan tidak mudah rusak, sehingga komposisi

kimianya tidak mudah mengalami perubahan.

Daun pecut kuda kering berwarna hijau kecoklatan dihaluskan menjadi

serbuk menggunakan blender, sehingga diperoleh serbuk sampel yang berwarna hijau

dan memiliki bau seperti tembakau, fungsi sampel dihaluskan menjadi serbuk agar

dalam proses pemisahan dihasilkan ekstrak yang maksimal, disamping itu

mempermudah proses ekstraksi, karena apabila semakin kecil bentuk sampel maka

semakin besar luas permukaan yang diperoleh, sehingga dalam proses ekstraksi

semakin efektif. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai sampel penelitian.

4.3 Ekstraksi Maserasi

Prinsip metode ekstraksi adalah didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan

perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, batasannya

adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase

pelarut (Khopkar, 1990).

Ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi maserasi. Menurut Yustina (2008),

ekstraksi maserasi dipilih karena maserasi merupakan cara yang sederhana, murah

dan mudah dilakukan, selain itu dikhawatirkan senyawa yang terkandung dalam daun

Page 68: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

49

pecut kuda merupakan senyawa yang tidak tahan terhadap panas. Sedangkan kerugian

dari ekstraksi maserasi sendiri adalah waktu pengerjaannya lama (Ahmad, 2006).

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam pelarut.

Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat-zat aktif sehingga zat aktif akan larut. Karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel, maka larutan yang pekat didesak

keluar.

Ekstraksi maserasi dilakukan dengan merendam serbuk daun pecut kuda ke

dalam pelarut metanol 80 %. Sebanyak 50 g serbuk kering, dimaserasi menggunakan

150 mL metanol 80 % dan dilakukan pengadukan menggunakan shaker dengan

kecepatan 120 rpm selama 8 jam pada temperatur kamar (Bernasconi, 1995). Metanol

80 % akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung

zat aktif di dalam sel, sehingga larutan yang diinginkan akan tedesak keluar. Setelah

dilakukan pengadukan, sampel didiamkan sesaat, selanjutnya dilakukan penyaringan

dengan menggunakan corong Buchner untuk memisahkan filtrat dan residu.

Filtrat yang diperoleh ditampung dan dipekatkan dengan vacum rotary

evaporator. Proses pemekatan diatur suhu sebesar 69-70 °C, digunakan suhu 69-70

°C karena pelarut yang digunakan adalah metanol 80 % yang masih terdapat

kandungan air. Menurut Mulyono (2006), pada suhu 64,5 °C metanol akan habis

menguap sedangkan air tidak dapat menguap oleh sebab itu digunakan suhu 69-70 °C

untuk memisahkan pelarutnya metanol 80 % yang terdapat kandungan air di dalam

pelarut metanol.

Page 69: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

50

Vaccum rotary evaporator merupakan alat yang menggunakan prinsip vakum

distilasi. Prinsip utama alat ini terletak pada penurunan tekanan sehingga pelarut

dapat menguap pada suhu di bawah titik didihnya. Vacum rotary evaporator lebih

disukai karena mampu menguapkan pelarut dibawah titik didih sehingga zat yang

terkandung di dalam pelarut tidak rusak oleh suhu yang tinggi.

Penguapan dapat terjadi karena adanya pemanasan yang dipercepat oleh

putaran dari labu alas bulat dibantu dengan penurunan tekanan, dengan bantuan

pompa vakum uap larutan penyari akan naik ke kondensor dan mengalami kondensasi

menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung di dalam labu alas

bulat penampung.

Sampel atau ekstrak cair yang akan diuapkan dimasukkan ke dalam labu alas

bulat dengan volume 2/3 bagian dari volume labu alas bulat yang digunakan,

kemudian waterbath dipanaskan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan yaitu 69-

70 °C. Setelah suhu tercapai, labu alas bulat yang telah berisi sampel dipasang

dengan kuat pada ujung rotor yang menghubungkan dengan kondensor. selanjutnya

aliran air pendingin dan pompa vakum dijalankan.

Penguapan pelarut dengan vakum rotary evaporator dihentikan setelah

diperoleh ekstrak yang cukup pekat, sehingga pelarut yang masih ada dalam ekstrak

diuapkan dalam desikator vakum. Setelah proses penguapan selesai, vakum rotary

evaporator dapat dihentikan.

Ekstrak pekat yang dihasilkan dipartisi menggunakan pelarut n-heksana.

Menurut Bernasconi (1995), ekstraksi cair-cair satu komponen bahan atau lebih dari

Page 70: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

51

suatu campuran dapat dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair

digunakan, apabila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin

dilakukan.

Proses pemisahan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut n-heksana. Pada

saat pencampuran antara ekstrak pekat dengan n-heksana terjadi perpindahan massa,

yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang pertama (media pembawa) dan masuk ke

dalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi

dan pelarut tidak saling melarut atau bercampur agar terjadi perpindahan massa yang

baik. Penambahan pelarut n-heksana adalah 1:1 yang mana ekstrak yang dihasilkan

sebanding dengan pelarut n-heksana (Bernasconi, 1995).

Tabel 4.2 Hasil maserasi serbuk daun pecut kuda

Pelarut Volume

(mL)

Perubahan

Filtrat

Warna

Ekstrak

Pekat

Rendemen

(%)

n-heksan 150 Hijau pekat

menjadi hijau

pucat

Hijau tua

kecoklatan

pekat

10,31

Rendemen ekstrak pekat heksana menunjukkan kandungan senyawa nonpolar.

Hasil ekstrak pekat n-heksana yang diperoleh digunakan untuk isolasi dan identifikasi

senyawa aktif. Uji yang dilakukan adalah uji toksisitas ekstrak heksana, uji fitokimia,

pemisahan senyawa aktif dengan kromatografi lapis tipis analitik (KLTA) yang

dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP), uji toksisitas isolat

Page 71: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

52

hasil KLTP dengan menggunakan larva udang, identifikasi UV-Vis dan identifikasi

FTIR pada ekstrak dan isolat hasil pemisahan senyawa aktif dengan KLTP.

4.4 Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dengan Menggunakan Larva Udang Artemia

salina Leach

Toksisitas menurut ilmu kimia adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu

bentuk aksi kimia mempunyai bentuk dan variasi yang luas. Uji toksisitas terhadap

larva udang dapat digunakan sebagai tahapan awal dari rangkaian uji toksisitas untuk

mendapatkan dosis yang aman bagi manusia. Korelasi antara uji toksisitas akut ini

dengan uji sitotoksik adalah jika mortalitas terhadap Artemia salina Leach yang

ditimbulkan memiliki harga LC50 < 1000 µg/mL. Parameter yang ditunjukkan untuk

menunjukkan adanya aktivitas biologi pada suatu senyawa pada Artemia salina Leach

adalah kematiannya (Meyer, 1982).

Brine shrimp test (BST) merupakan pengujian senyawa secara umum yang

dapat mendeteksi beberapa bioaktivitas dalam suatu ekstrak. Bioaktivitas yang dapat

dideteksi dari skrining awal dengan metode BST diantaranya adalah antikanker,

antitumor, antimalaria, antimikroba (Colegate dan Molyneux, 2007).

Artemia salina merupakan kelompok udang-udangan dari phylum

Arthopoda. Artemia salina hidup di danau-danau garam (berair asin) yang ada di

seluruh dunia. Telur Artemia salina atau cyste berbentuk bulat berlekuk dalam

keadaan kering dan bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang

diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat.

Page 72: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

53

Disiapkan bejana untuk penetasan telur Artemia salina disatu ruang, dalam

bejana tersebut diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam penetasan,

sedangkan ruang sebelahnya diberi air laut. Ke dalam air laut dimasukkan ± 0,2 mg

telur udang untuk ditetaskan. Pada bagian telur ditutup dengan aluminium foil, dan

lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan. Diambil larva udang yang akan

diuji dengan menggunakan pipet tetes (Indrayani, 2006).

Penetasan telur dilakukan dengan memasukkan telur Artemia salina ke dalam

air laut sambil diaerasi untuk mengontakkan dengan udara selama 48 jam. Proses

penetasan Artemia salina ada beberapa tahapan yaitu tahapan hidrasi, dimana

pecahnya cangkang dan tahap paying atau tahapan pengeluaran. Tahap hidrasi terjadi

penyerapan air sehingga telur yang diawetkan dalam bentuk kering tersebut akan

menjadi bulat dan aktif bermetabolisme. Tahapan selanjutnya yaitu tahapan pecahnya

cangkang yang disusul dengan tahapan pecahnya paying (telur) yang terjadi beberapa

saat sebelum naupli (larva) keluar dari cangkang sebagaimana pada Gambar 4.1

(Isnanstyo dan Kurniastuty, 1995 dalam Farihah, 2008).

Page 73: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

54

Gambar 4.1 Tahapan penetasan Artemia salina Leach (Isnanstyo dan Kurniastuty,

1995 dalam Farihah, 2008)

Air laut merupakan media pertumbuhan yang digunakan dalam penelitian uji

toksisitas ekstrak heksana dari daun pecut kuda. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, siklus hidup Artemia dimulai dari saat menetasnya telur. Setelah 15-20

jam pada suhu 25 °C kista akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam

embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan

menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah akan

bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna oranye kecoklatan akibat

masih mengandung kuning telur (Anonim, 2008).

Perlakuan uji toksisitas dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Botol kaca

disiapkan untuk pengujian toksisitas ekstrak heksana, untuk masing-masing

konsentrasi ekstrak heksana membutuhkan 6 botol dan 1 botol sebagai kontrol.

Ekstrak pekat heksana ditimbang sebanyak 25 mg dan dilarutkan dengan

menggunakan pelarutnya yaitu n-heksana sebanyak 50 mL. Larutan ekstrak heksana

Page 74: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

55

dibuat dengan konsentrasi 30 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm

serta sebagai pengontrolnya yaitu 0 ppm yaitu pelarutnya tanpa penambahan ekstrak

heksana. Sepuluh larva udang digunakan sebagai hewan uji toksisitas dalam setiap

konsentrasi masing-masing ekstrak.

Larutan uji dibuat dari larutan stok 500 ppm dengan mengambil 300 µL, 600

µL, 800 µL, 1200 µL, 2400 µL, 4800 µL ekstrak heksana ke dalam botol kaca.

Selanjutnya pelarut masing-masing ekstrak diuapkan sampai kering ke dalam

desikator untuk menghilangkan pelarutnya selama 24 jam agar kematian larva tidak

dipengaruhi oleh pelarutnya. Setelah pelarutnya mengering, ditambahkan 2 mL air

laut dimasukkan 100 µL DMSO ke dalam botol uji, kemudian dilarutkan sampai

ekstraknya larut seluruhnya, ekstrak dapat dilarutkan dengan menggunakan vortex

sampai ekstrak benar-benar larut agar hasil uji toksisitas yang diperoleh maksimal.

Pelarutan ekstrak dengan air laut sering menimbulkan masalah karena adanya

perbedaan tingkat kepolaran, ekstrak tidak dapat larut dengan menggunakan air laut

sehingga digunakan DMSO untuk melarutkannya (Colegate dan Molyneux, 2007).

DMSO digunakan sebagai surfaktan karena ekstrak heksana merupakan

senyawa non polar yang tidak dapat larut dalam air laut yang cenderung memiliki

sifat polar. Surfaktan merupakan senyawa yang memiliki ujung hidrofilik dan

hidrofobik sehingga dapat melarutkan ekstrak dengan air laut. Ekstrak yang telah

larut dengan air laut selanjutnya dapat dipindahkan ke dalam labu ukur 10 mL. Larva

udang dimasukkan sebanyak 10 ekor ke dalam labu ukur 10 mL yang berisi ekstrak

Page 75: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

56

yang telah larut dengan air laut. Kemudian ditambah 1 tetes ragi roti sebagai sumber

makanannya dan ditambahkan air laut hingga mencapai tanda batas.

Kontrol negatif dibuat dengan cara yang sama, yaitu dengan cara membuat

larutan yang sama kecuali penambahan ekstrak heksana, dengan cara dimasukkan 2

mL air laut, 100 µL DMSO, 10 ekor larva udang dan setetes larutan ragi roti sebagai

sumber makanannya ke dalam botol, kemudian ditambahkan air laut hingga

volumenya menjadi 10 mL. Pengamatan dilakukan selama 24 jam terhadap kematian

larva udang. Analisis data dilakukan untuk mencari LC50

dengan analisis probit

(Indrayani, 2006).

Tabel 4.3 Hasil uji toksisitas ekstrak heksana

Konsentrasi

(ppm)

Jumlah Hewan Uji

(ekor) *

Mortalitas

(M)

0 30 0

30 30 7

60 30 12

80 30 14

120 30 22

240 30 30

480 30 30

* Keterangan: tiga kali ulangan

Hasil uji toksisitas ekstrak heksana dan hasil analisa dengan program Minitab

14 dengan kepercayaan 95 % dapat dilihat pada Lampiran 6. Kurva mortalitas larva

udang dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Page 76: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

57

konsentrasi

Percent

3002001000-100

99

95

90

80

70

60

50

40

30

20

10

5

1

Table of S tatistics

Mean 81,3520

StDev 52,2986

Median 81,3520

IQ R 70,5497

Probability Plot for Mortalitas

Probit Data - ML Estimates

Normal - 95% CI

Gambar 4.2 Kurva mortalitas larva udang Artemia salina Leach ekstrak heksana

Gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa semakin besar nilai konsentrasi

masing-masing ekstrak maka mortalitas terhadap Artemia salina juga semakin besar.

Daerah sebelah kanan kurva menunjukkan persentase kematian Artemia salina,

sedangkan daerah sebelah kiri kurva menunjukkan persentase Artemia salina yang

masih dapat bertahan hidup pada konsentrasi masing-masing ekstrak pelarut.

Kurva sebelah kanan menunjukkan kurva dari nilai lower, kurva tengah

menunjukkan kurva percentile sedangkan kurva sebelah kiri menunjukkan kurva

upper. Adanya penambahan masing-masing ekstrak menyebabkan kematian Artemia

salina, mengalami gerakan tidak teratur. Hal ini membuktikan Artemia salina mati

disebabkan oleh sifat toksik dari ekstrak heksana.

Meyer (1982) dalam Farihah (2008), menjelaskan bahwa suatu ekstrak

menunjukkan aktivitas ketoksikan dalam BST jika ekstrak dapat menyebabkan

kematian 50 % hewan uji pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm. Pernyataan di atas

Page 77: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

58

menunjukkan ekstrak heksana daun pecut kuda bersifat toksik terhadap Artemia

salina karena memiliki nilai LC50 < 1000 ppm.

Hasil pengujian ekstrak daun pecut kuda pada berbagai konsentrasi terhadap

Artemia salina menunjukkan bahwa pada fraksi heksana memiliki daya toksik. Hal

ini dapat dilihat dari adanya purata mortalitas Artemia salina pada setiap konsentrasi

yang diujikan. Berdasarkan kurva mortalitas larva udang ekstrak heksana di Lampiran

6, diperoleh nilai LC50 sebesar 81,35 ppm yang dapat dilihat dari nilai median pada

kurva di atas. Untuk mortalitas 50 % pada waktu pengamatan 24 jam, pada fraksi

heksana dicapai konsentrasi antara 80 ppm sampai dengan 120 ppm. Hasil penelitian

menunjukkan bahwasannya persentase kematian larva udang Artemia salina Leach

meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak heksana pada daun pecut

kuda.

Hasil analisis probit ekstrak daun pecut kuda terhadap larva udang

menunjukkan bahwa ekstrak heksana dari daun pecut kuda bersifat toksik. Bila

dibandingkan dengan K2Cr2O7 dengan nilai LC50 sebesar 20-40 ppm (Colgate dkk

dalam Indrayani, 2006) sebagai kontrol positif, toksisitas fraksi heksana masih lebih

lemah, namun demikian fraksi heksana tetap dianggap toksik karena memiliki nilai

LC50 kurang dari 1000 ppm.

Page 78: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

59

4.5 Kandungan Senyawa Aktif pada Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta

jamaicensis L. Vahl)

Tumbuhan umumnya mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit

sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, tanin, saponin, triterpenoid dan lain

sebagainya. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya

mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan

tersebut dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri maupun

lingkungannya (Lenny, 2006).

Uji fitokimia merupakan uji kualitatif kandungan golongan senyawa aktif

pada ekstrak daun pecut kuda, sehingga diketahui senyawa yang terdapat di

dalamnya. Biasanya uji senyawa aktif dilakukan dalam tabung reaksi dengan jumlah

sampel yang relatif sedikit. Uji fitokimia dilakukan terhadap kandungan senyawa

minyak atsiri, steroid, terpenoid, saponin dan alkaloid.

Tabel 4.4 Hasil pengamatan uji fitokimia dengan reagen

Golongan Senyawa Ekstrak Heksan

Minyak atsiri -

Steroid ++

Triterpenoid -

Saponin -

Alkaloid -

Keterangan: tanda (++) : terkandung senyawa lebih banyak/warna pekat

tanda (+) : terkandung senyawa/warna muda

tanda (-) : tidak terkandung senyawa/tidak terbentuk warna

Page 79: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

60

Hasil identifikasi senyawa aktif berdasarkan uji fitokimia dengan

menggunakan reagen menunjukkan ketoksikan ekstrak disebabkan adanya senyawa

aktif golongan steroid. Senyawa steroid ternyata memiliki efek toksik yang cukup

tinggi sebagaimana ditunjukkan dengan nilai LC50 yang rendah pada ekstrak n-

heksana dari daun pecut kuda.

Julianti (1999), menyebutkan bahwasannya steroid merupakan lipid yang

memiliki struktur kimia khusus. Golongan senyawa kimia dalam tanaman yang

berkaitan dengan aktifitas antikanker dan antioksida antara lain adalah golongan

alkaloid, terpenoid, steroid, polifenol, flavonoid dan juga senyawa resin (Mills dkk,

2000; Wiryowidagdo, 2000 dalam Lisdawati, 2002).

Penelitian awal yang telah dilakukan terhadap ekstrak heksana pada daun

pecut kuda menunjukkan adanya senyawa steroid (Indrayani, 2006), dengan demikian

memperkuat adanya dugaan terhadap aktivitas antikanker yang terdapat pada daun

pecut kuda. Hal ini menunjukkan kandungan senyawa aktif dari ekstrak heksana

pada daun pecut kuda dapat memperkuat potensi bioaktivitas senyawa dalam daun

pecut kuda ini yang selama ini telah cukup dikenal sebagai tanaman obat.

4.5.1 Minyak Atsiri

Pengujian minyak atsiri yaitu, sebanyak 3 mg ekstrak daun pecut kuda

diuapkan sampai kering, jika residu yang diperoleh berbau enak maka ditambah

dengan etanol. Selanjutnya larutan alkoholik tersebut diuapkan kembali sampai

kering, jika residu tetap berbau enak, menunjukkan ekstrak positif mengandung

Page 80: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

61

minyak atsiri. Hasil yang diperoleh dari uji fitokimia minyak atsiri adalah negatif,

artinya dalam ekstrak heksana tidak terdapat kandungan minyak aitsiri.

4.5.2 Steroid

Steroid merupakan golongan lipid yang diturunkan dari senyawa jenuh yang

dinamakan siklopentanoperhidrofenantrena, yang memiliki inti dengan 3 cincin

sikloheksana terpadu dan 1 cincin siklopentana yang tergabung pada ujung cincin

sikloheksana tersebut (Poedjiadi, 1994).

Reaksi warna yang digunakan untuk uji warna pada steroid adalah dengan

reaksi Lieberman-Burchard yang menghasilkan warna hijau biru. Senyawa steroid

akan mengalami suatu dehidrasi dengan adanya penambahan asam kuat dan

membentuk garam yang dapat memberikan sejumlah reaksi warna. Penambahan

kloroform dilakukan untuk melarutkan senyawaan ini karena dapat larut baik dalam

kloroform dan tidak mengandung molekul air.

Ekstrak heksana menunjukkan adanya senyawa steroid, karena pada tabung

reaksi menunjukkan adanya warna hijau kebiruan pada pelarutnya. Asam asetat

anhidrat dapat digunakan untuk membentuk turunan asetil setelah di dalam

kloroform. Steroid akan menghasilkan warna hijau kebiruan ketika senyawa ini

ditetesi oleh asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi (Robinson, 1995).

Page 81: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

62

+ HOAc / H2SO4

Cholestrol +

AC2O(SO3)

+

SO2

Cholestahexaene sulfonic acid Pentoenylic cation (blue-green)

Gambar 4.3 Reaksi steroid dengan reagen Lieberman Burchard (Burke, 1974).

4.5.3 Triterpenoid

Triterpenoid merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat

diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan sebagai minyak atsiri. Triterpenoid

adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan isoprena dan secara

biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualena. Senyawa ini

berstruktur siklik yang kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat

Page 82: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

63

(Harborne, 1987). Senyawa ini paling umum ditemukan pada tumbuhan berbiji, bebas

dan sebagai glikosida. Triterpenoid yang paling penting dan paling tersebar luas

adalah triterpenoid pentasiklik (Robinson, 1995).

Menurut Harborne (1987) triterpenoid biasanya terdapat dalam daun dan

buah, seperti apel dan per, yang berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga

dan serangan mikroba. Pereaksi Lieberman-Burchard secara umum digunakan untuk

mendeteksi triterpenoid menghasilkan warna violet.

Uji Triterpenoid tidak memberikan reaksi terbentuknya cincin kecoklatan,

ketika senyawa ini ditetesi oleh asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi.

Sehingga dapat disebutkan bahwasannya pada ekstrak heksana dari daun pecut kuda

tidak terdapat kandungan triterpenoid.

4.5.4 Saponin

Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam

tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-

bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.

Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, kemungkinan adalah sebagai

pelindung terhadap serangan serangga (Robinson, 1995).

Pengujian saponin dilakukan dengan uji busa yang mana dilakukan dengan

penambahan air ke dalam ekstrak heksana kemudian dikocok selama 1 menit. Hasil

pengujian yang diperoleh dari pengujian saponin pada ekstrak heksana negatif, yang

artinya pada ekstrak heksana tidak menunjukkan adanya saponin.

Page 83: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

64

Adanya saponin pada ekstrak heksana dapat ditunjukkan dengan timbulnya

busa selama 1 sampai 10 menit yang bertahan kurang lebih selama 10 menit. Busa

yang ditimbulkan saponin dikarenakan oleh adanya kombinasi struktur senyawa

penyusunnya yaitu rantai sapogenin nonpolar dan rantai samping polar yang larut

dalam air (Kristianingsih, 2002).

4.5.5 Alkaloid

Harborne (1996), menjelaskan bahwasannya fungsi alkaloid dalam tumbuhan

masih sangat kabur, meskipun masing-masing senyawa telah dinyatakan terlibat

sebagai pengatur tumbuh, atau penghalau dan penarik serangga. Alkaloid biasanya

tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya

sedikit yang berupa cairan misalnya nikotina pada suhu kamar (Harborne, 1996).

Pelarut atau pereaksi alkaloid biasanya menggunakan kloroform, aseton,

amoniak dan metilena klorida. Pereaksi Mayer (kalium tetraiodomerkurat) paling

banyak digunakan untuk mendeteksi golongan alkaloid karena pereaksi ini dapat

mengendapkan hampir semua alkaloid. Pereaksi lain yang sering digunakan seperti

pereaksi Wagner (iodium dalam kalium iodida), asam silikotungstat 5 %, asam tanat

5 %, pereaksi Dragendorff (kalium tetraiodobismutat), iodoplatinat dan larutan asam

pikrat jenuh (Robinson, 1995).

Berbagai macam cara untuk mendeteksi alkaloid dalam jaringan tumbuhan

telah dikemukakan. Bukti kualitatif untuk menunjukkan adanya alkaloid dapat

diperoleh dengan menggunakan reagen Dragendorff dan Mayer.

Page 84: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

65

Hasil uji alkaloid dari ekstrak heksana tidak ada yang menunjukkan

terbentuknya endapan berwarna jingga dan endapan putih kekuningan ketika

direaksikan dengan reagen Dragendorff dan Mayer, yang artinya ekstrak heksana

pada daun pecut kuda tidak menunjukkan adanya golongan alkaloid.

4.6 Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Lapis Tipis Analitik

Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi

komponen-komponennya. Pelaksanaan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan

sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau

logam atau plastik yang keras. Gel silika merupakan fase diam. Fase diam untuk

kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat

berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran

pelarut yang sesuai (Sastrohamidjojo, 1991).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran

senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang

menggunakan. Kromatografi merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan yang

sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya (Anonim, 2009).

Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan

senyawa yang dianalisis. Fase diam yang digunakan dalam penelitian adalah silika

gel. Fase gerak merupakan medium angkut dan terdiri atas satu atau lebih pelarut, ia

bergerak dalam fase diam yang merupakan suatu lapisan berpori, karena adanya gaya

kapiler. Pemilihan fase gerak ditinjau dari kemampuan mengelusi. Pemilihan fase

Page 85: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

66

gerak sebaiknya menggunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas

serendah mungkin. Salah satu alasan daripada penggunaan itu adalah mengurangi

serapan dari setiap komponen dari campuran pelarut.

Campuran yang baik memberikan fase gerak yang mempunyai kekuatan

bergerak sedang, tetapi sebaiknya dicegah sejauh mungkin mencampur lebih dari dua

komponen, terutama karena campuran yang lebih kompleks cepat mengalami

perubahan fasa-fasa terhadap perubahan suhu. Kemurnian dari pelarut adalah lebih

penting dalam lapisan tipis daripada bentuk-bentuk kromatografi lain, karena disini

digunakan sejumlah materi yang sedikit (Sastrohamidjojo, 1991).

Pengembangan adalah proses pemisahan cuplikan akibat pelarut mengembang

naik dalam lapisan (Sastrohamidjojo, 1991). Pengembangan dilakukan dalam bejana

yang ruangannya jenuh dengan pelarut pengembang yang dituangkan sehingga kertas

saring basah, dan tinggi pelarut pengembang tersebut dalam bejana mencapai 1 cm

dari dasarnya. Hasil pemeriksaan yang diperoleh setelah pengembangan diidentifikasi

dibawah lampu UV 254 dan 366 nm, ditandai ada atau tidaknya fluoresensi. Jika

tidak tampak dengan cara di atas maka dilakukan dengan penyemprotan atau diuapi

dengan pereaksi yang sesuai (Anonim, 2009).

Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi

senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari

senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh

senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal

(Anonim, 2009).

Page 86: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

67

Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam

sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.

Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak

berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi

dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini,

dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh

pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.

Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda

dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak

sebagai perbedaan bercak warna (Sastrohamidjojo, 1991).

Pelarut dapat mencapai bagian atas dari lempengan, ini akan memberikan

pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi

tertentu dari pelarut dan fase diam. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan,

lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah

garis, sebelum mengalami proses penguapan.

Lapisan tipis seperti plat silika gel F254 yang digunakan dalam penelitian ini

mengandung indikator flourosensi yang ditambahkan untuk membantu penampakan

bercak tanwarna pada lapisan yang telah dikembangkan. Indikator fluorosensi adalah

senyawa yang memancarkan sinar, seperti dengan lampu UV (Gritter, 1991).

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis

menggunakan harga Rf. Harga Rf dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi gerakan noda dalam KLT diantaranya adalah struktur kimia dari

Page 87: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

68

senyawa yang sedang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya, jenis

eluennya serta jumlah cuplikan yang digunakan tidak terlalu berlebihan.

Pemisahan senyawa dari ekstrak heksana dapat dilakukan dengan

menggunakan eluen atau fase gerak yaitu berupa campuran n-heksana : etil asetat

dengan perbandingan (7:3) (Handayani, 2008). Plat KLT ini dilengkapi oleh indikator

fluorosensi pada sinar UV yang bergelombang pendek. Pengamatan plat di bawah

lampu UV yang dipasang panjang gelombang emisi 254 nm dan 366 nm untuk

menampakkan komponen senyawanya sebagai bercak yang gelap atau bercak yang

berfluorosensi terang pada dasar yang berfuorosensi seragam (Griter, 1991).

Pengamatan lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm, tidak terdapat noda yang

dapat diamati. Sedangkan pada panjang gelombang 366 nm terlihat komponen

senyawa aktif sebagai bercak dengan warna hijau kebiruan atau bercak yang

berfluorosensi terang yang dapat diamati.

Hasil dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT) fraksi aktif ekstrak heksana daun

pecut kuda dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Page 88: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

69

(a) (b)

6

5

4

3

2

1

6

5

4

3

2

1

Gambar 4.4 Profil kromatografi lapis tipis analitik (KLTA) fraksi ekstrak heksana

dari daun pecut kuda (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl)

Keterangan: Fase gerak adalah n-heksana : etil asetat (7:3); fase diam: Silika gel

F254. (a) hasil elusi, (b) hasil pengamatan di bawah sinar UV pada

panjang gelombang λ 366 nm

Dari Gambar 4.4 Terlihat hasil KLT dengan fase gerak n-heksana : etil asetat

dengan perbandingan (7:3) (Handayani, 2008) dengan visualisasi UV 366 nm,

nampak pada fraksi heksana dari daun pecut kuda muncul 6 noda yaitu noda 1, noda

2, noda 3, noda 4, noda 5, dan noda 6 yang berwarna merah muda. Noda yang

memiliki nilai Rf rendah 0,27 dalam pemisahan senyawa aktif dengan KLT

(kromatografi lapis tipis) cenderung memiliki kepolaran yang lebih tinggi

dibandingkan dengan noda yang memiliki nilai Rf yang lebih besar 0,82. Hal ini

dapat dilihat dari sampel yang digunakan dan eluen yang digunakan saat pemisahan

Page 89: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

70

senyawa aktif menggunakan KLT. Sampel yang terdapat dalam ekstrak heksana

sendiri merupakan senyawa nonpolar dan eluen yang digunakan dalam pemisahan

merupakan pelarut nonpolar yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan (7:3).

Hasil identifikasi dengan KLT golongan senyawa steroid dalam ekstrak

heksana dengan menggunakan fase gerak berupa campuran n-heksana : etil asetat

(7:3) (Handayani, 2008). Adapun hasil KLT dari pemisahan steroid ekstrak heksana

ini dapat ditunjukkan pada Gambar 4.5.

Penelitian (Handayani, 2008) menunjukkan hasil KLT golongan senyawa

steroid dengan pereaksi Liberman Burchard menunjukkan terbentuknya warna hijau

kebiruan. Noda hasil KLT ekstrak heksana menunjukkan terbentuknya warna hijau

kebiruan, sehingga dapat diasumsikan bahwa dalam ekstrak heksana positif terdapat

golongan steroid.

Hasil identifikasi dengan KLT golongan senyawa steroid dalam ekstrak

heksana dari daun pecut kuda dengan eluen n-heksana : etil asetat (7: 3) (Handayani,

2008) yang disemprotkan dengan pereaksi Lieberman-Burchard menunjukkan

terbentuknya 6 noda (senyawa) yang terpisah di bawah sinar UV pada panjang

gelombang 366 nm. Hal ini menunjukkan penampakan di bawah sinar UV pada

panjang gelombang 366 nm. Hasil KLT dari pemisahan steroid ekstrak heksana ini

dapat ditunjukkan pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.5.

Page 90: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

71

(a) (b)

6

5

4

3

2

1

6

5

4

3

2

1

Gambar 4.5 Profil kromatografi lapis tipis analitik (KLTA) fraksi ekstrak heksana

dari daun pecut kuda (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl) setelah

disemprotkan dengan pereaksi Lieberman-Burchard.

Keterangan: Fase gerak adalah n-heksana : etil asetat (7:3); fase diam : Silika gel

F254. (a) hasil elusi setelah disemprotkan dengan pereaksi Lieberman-

Burchard, (b) hasil pengamatan di bawah sinar UV pada

panjang gelombang λ 366 nm, setelah disemprotkan dengan pereaksi

Lieberman-Burchard

Page 91: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

72

Tabel 4.5 Hasil KLT senyawa steroid pada ekstrak heksana setelah disemprot dengan

reagen Lieberman-Burchard

Rf

tiap

noda

Warna

noda

tanpa

sinar UV

Warna noda

di bawah

sinar UV

pada λ 254

nm

Warna noda

di bawah

sinar UV

pada λ 366

nm

Pola

pemisahan

senyawa

Bentuk

noda

0,27 Hijau

kekuningan - Merah muda

Sedikit

berekor Bulat kecil

0,40 Kuning

kehijauan - Ungu

Seperti ada

senyawa

yang

tertumpuk

Lonjong

0,57 Hijau - Hijau

kebiruan

Sedikit

berekor

Lonjong

memanjang

0,62 Kuning

kehijauan - Merah muda Baik Bulat

0,71 Kuning - Merah muda Baik Lonjong

besar

0,82 Kuning - Merah muda Baik Lonjong

melebar

Penelitian sebelumnya (Handayani, 2008) menunjukkan hasil KLT golongan

senyawa steroid dengan pereaksi Lieberman-Burchard menunjukkan terbentuknya

bercak noda berwarna hijau kebiruan. Isolat 3 hasil KLT, ekstrak heksana ini

menunjukkan terbentuknya warna hijau kebiruan, sehingga dapat diasumsikan bahwa

dalam ekstrak heksana daun pecut kuda mengandung senyawa steroid. Berdasarkan

pemisahan yang terbentuk diasumsikan pemisahan senyawanya sudah cukup baik dan

eluen yang digunakan sudah sesuai.

Page 92: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

73

4.7 Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan biaya murah dan memakai

peralatan sangat sederhana ialah kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Pada

kromatografi lapis tipis preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa

garis pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus

pada garis cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita.

Pengembangan plat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat

menampung beberapa plat. Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara

pengembangan berulang. Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa

berkontak dengan penyerap, maka semakin besar kemungkinan penguraian

(Handayani, 2008).

Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika

atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang

keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi

lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour

dalam sinar ultra violet.

Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Pada

pemisahan dengan KLTP digunakan plat silika GF254 dengan ukuran 10 x 20 cm.

ekstrak pekat hasil ekstraksi ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis

bawah dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dikeringanginkan dan ditotolkan kembali

ekstrak pekat daun pecut kuda sampai dirasa cukup. Hasil penotolan pada plat silika

gel F254 dielusi dengan menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (7:3) pada KLTA.

Page 93: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

74

Setelah gerakan fase gerak sampai pada garis batas, elusi dapat dihentikan. Noda-

noda pada permukaan plat diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 366

nm, kemudian diamati pada masing-masing hasil nodanya.

Hasil noda yang dihasilkan terlebih dahulu dikeringanginkan dan dapat diukur

nilai Rf nya, selanjutnya hasil noda diperoleh dikerok dan dilarutkan dalam pelarut

heksana. Isolat hasil KLTP digunakan untuk Uji toksisitas dengan menggunakan

larva udang sehingga diperoleh nilai LC50 dan identifikasi terhadap isolat dengan

menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.

4.8 Uji Toksisitas Isolat Hasil Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)

dengan Larva Udang (Artemia salina Leach)

Perlakuan uji toksisitas dilakukan sebanyak 3 kali ulangan untuk masing-

masing isolat hasil KLTP yang dihasilkan. Pada uji toksisitas disini isolat ke-3 yang

merupakan suatu senyawaan steroid. Adapun isolat lainnya juga dilakukan uji

toksisitas untuk memperoleh keakuratan data, sehingga dapat dibandingkan antara

isolat ke-3 dan isolat lainnya.

Terlebih dahulu disiapkan botol kaca untuk pengujian toksisitas isolat, untuk

masing-masing konsentrasi membutuhkan 6 botol dan 1 botol sebagai kontrol.

Masing-masing isolat hasil KLTP ditimbang sebanyak 25 mg dan dilarutkan

menggunakan pelarutnya yaitu n-heksana sebanyak 50 mL. Larutan isolat dibuat

dengan konsentrasi 30 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm, dan

sebagai pengontrolnya yaitu 0 ppm yaitu pelarutnya tanpa penambahan sampel

Page 94: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

75

berupa isolat. Sepuluh larva udang digunakan sebagai hewan uji toksisitas dalam

setiap konsentrasi masing-masing isolat.

Larutan uji dibuat dari larutan stok 500 ppm dengan mengambil 300 µL, 600

µL, 800 µL, 1200 µL, 2400 µL, 4800 µL isolat ke dalam botol kaca. Selanjutnya

pelarut masing-masing isolat diuapkan sampai kering ke dalam desikator untuk

menghilangkan pelarutnya selama 24 jam, tujuan dihilangkan pelarutnya agar

kematian larva udang tidak dipengaruhi oleh adanya pelarut dari sampel. Setelah

pelarutnya diuapkan, ditambahkan dengan 100 µL DMSO (dimetil sulfoksida) dan

dimasukkan 2 mL air laut, kemudian dilarutkan sampai isolat larut seluruhnya, isolat

dapat dilarutkan dengan menggunakan vortex hingga isolat benar-benar larut agar

hasil yang diperoleh maksimal. Pelarutan isolat dengan air laut sering menimbulkan

masalah karena adanya perbedaan tingkat kepolaran, isolat tidak dapat larut dengan

menggunakan air laut sehingga dapat digunakan DMSO untuk melarutkannya

(Colegate dan Molyneux, 2007).

DMSO digunakan sebagai surfaktan karena isolat yang merupakan senyawa

nonpolar tidak dapat larut dalam air laut yang cenderung polar. Surfaktan merupakan

senyawa yang memiliki ujung hidrofilik dan hidrofobik sehingga dapat melarutkan

isolat dengan air laut. Isolat yang telah larut dengan air laut selanjutnya dipindahkan

ke dalam labu ukur 10 mL. Larva udang dimasukkan sebanyak 10 ekor ke dalam labu

ukur yang masing-masing berisi isolat yang telah larut dengan air laut. Kemudian

ditambahkan dengan 1 tetes larutan ragi roti sebagai sumber makanannya dan

ditambahkan air laut hingga tanda batas.

Page 95: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

76

Kontrol dibuat dengan cara yang sama yaitu membuat larutan yang sama

kecuali penambahan isolat. Dimasukkan 2 mL air laut, 100 µL DMSO, 10 ekor larva

udang dan setetes larutan ragi roti sebagai sumber makanannya ke dalam botol,

kemudian ditambahkan dengan air laut sampai volumenya menjadi 10 mL.

Pengamatan dilakukan selama 24 jam terhadap kematian larva udang. Analisis data

dilakukan untuk mencari LC50

dengan analisis probit. Suatu zat dikatakan aktif atau

toksik apabila nilai LC50 < 1000 ppm untuk ekstrak (Handayani, 2008).

Hasil uji toksisitas masing-masing isolat dan hasil analisa dengan program

Minitab 14 dengan kepercayaan 95 % dapat dilihat pada Lampiran 6. Gambar hasil

uji toksisitas untuk masing-masing isolat dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut:

Gambar 4.6 Grafik nilai LC50 isolat hasil KLTP

Page 96: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

77

Gambar 4.6 di atas menunjukkan bahwa semakin besar nilai konsentrasi

masing-masing isolat maka mortalitas terhadap larva udang juga semakin besar.

Adanya penambahan konsentrasi masing-masing isolat menyebabkan kematian larva

udang, mengalami gerakan peningkatan kematian larva udang. Hal ini membuktikan

larva udang mati disebabkan oleh sifat toksik dari masing-masing isolat.

Meyer (1982) dalam Farihah (2008), menjelaskan bahwa suatu isolat

menunjukkan aktivitas ketoksikan dalam BST jika ekstrak dapat menyebabkan

kematian 50 % hewan uji pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm. Pernyataan di atas

menunjukkan bahwasannya masing-masing isolat bersifat toksik terhadap larva udang

karena memiliki nilai LC50 < 1000 ppm.

Hasil pengujian KLTP pada berbagai konsentrasi terhadap larva udang

menunjukkan bahwa pada masing-masing isolat memiliki daya toksik. Hal ini dapat

dilihat dari adanya purata mortalitas larva udang pada setiap konsentrasi yang

diujikan terhadap masing-masing isolat. Berdasarkan kurva mortalitas larva udang

isolat ke-1 diperoleh nilai LC50 sebesar 285,01 ppm, isolat ke-2 diperoleh nilai LC50

sebesar 214,45 ppm, isolat ke-3 diperoleh nilai LC50 sebesar 78,59 ppm, isolat ke-4

diperoleh nilai LC50 sebesar 268,78, isolat ke-5 diperoleh nilai LC50 sebesar 267,72,

isolat ke-6 diperoleh nilai LC50 sebesar 346,29 ppm yang dapat dilihat dari nilai

median pada masing-masing kurva mortalitas yang terdapat di Lampiran 6. Untuk

mortalitas 50 % pada waktu pengamatan 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan

bahwasannya persentase kematian larva udang meningkat seiring dengan peningkatan

konsentrasi masing-masing isolat.

Page 97: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

78

Hasil analisis probit masing-masing isolat terhadap larva udang menunjukkan

bahwasannya isolat dari ekstrak heksana daun pecut kuda dikatakan bahwa isolat ke-

3 yang bersifat paling toksik karena isolat ke-3 memiliki nilai LC50 paling rendah

dibandingkan dengan isolat ke-1, isolat ke-2, isolat ke-4, isolat ke-5 dan isolat ke-6.

Hasil LC50 keenam isolat tersebut menunjukkan bahwa tingkat toksisitas senyawa

dari masing-masing isolat adalah sebagai berikut, isolat ke-3 > isolat ke-2 > isolat ke-

5 > isolat ke-4 > isolat ke-1 > isolat ke-6, dengan nilai LC50 sebesar 78,59 ppm >

214,45 ppm > 267,72 ppm > 268,78 ppm > 285,01 ppm > 346,29 ppm.

Isolat ke-3 memiliki nilai LC50 sebesar 78,59 ppm sedangkan ekstrak heksana

memiliki LC50 yang lebih besar yaitu 81,35 ppm. Selisih dari keduanya sangat

dimungkinkan terjadi, disebabkan pada isolat ke-3 merupakan hasil pemisahan

senyawa aktif kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) yang merupakan senyawa

tunggal isolat ke-3 murni, sehingga interaksi diantara keduanya saling menguatkan.

Hal ini yang mengakibatkan isolat ke-3 memiliki kecenderungan nilai LC50 lebih

kecil dibandingkan dengan LC50 pada ekstrak heksana yang menunjukkan ketoksikan

pada isolat ke-3 lebih baik.

Ekstrak heksana merupakan campuran dari senyawa-senyawa lain yang belum

dipisahkan, sehingga senyawa lain tersebut dapat melemahkan senyawa yang diduga

adalah steroid. Hal ini yang mengakibatkan nilai LC50 pada ekstrak heksana

cenderung lebih besar nilainya yaitu sebesar 81,35 ppm. Namun demikian pada

ekstrak heksana dan isolat ke-3 apabila dibandingkan dengan K2Cr2O7 dengan nilai

LC50 sebesar 20-40 ppm (Colgate dkk dalam Indrayani, 2006). Toksisitas isolat ke-3

Page 98: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

79

pada ekstrak heksana daun pecut kuda masih lebih lemah. Terlepas dari nilai LC50

dari ekstrak heksana dan isolat ke-3 lebih lemah dibandingkan kontrol positif

K2Cr2O7, namun demikian ekstrak heksana dan isolat ke-3 tetap dianggap toksik

karena memiliki nilai LC50 < 1000 ppm.

Reaksi dugaan bagaimana suatu senyawa aktif stigmasterol dapat membunuh

larva udang Artemia salina Leach.

+

Stigmasterol Ikatan peptida

+

Page 99: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

80

+

Gambar 4.7 Reaksi dugaan stigmasterol dengan ikatan peptida yang terdapat dalam

protein.

4.9 Identifikasi Senyawa Aktif Ektrak Heksana dan Isolat Hasil KLTP dengan

Menggunakan UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis merupakan suatu analisis berdasarkan atas

pengukuran resapan suatu larutan yang dilalui radiasi monokromatis. Penyerapan

cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet bergantung pada struktur

elektronik dari molekul. Spektrum ultraviolet dari senyawa-senyawa organik

berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara tingkatan-tingkatan tenaga elektronik

(Sastrohamidjojo, 1998).

Spektrum UV-Vis merupakan suatu gambar antara panjang gelombang atau

frekuensi serapan lawan intensitas serapan (transmisi atau absorbansi).

Spektrofotometri ultraviolet berguna pada penentuan struktur molekul organik dan

pada analisis kuantitatif (Sastrohamidjojo, 1998). Panjang gelombang cahaya

ultraviolet bergantung pada mudahnya promosi elektron dimana molekul-molekul

yang memerlukan banyak energi untuk promosi elektron yang menyerap radiasi

ultraviolet pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan

Page 100: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

81

energi yang lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang

(Sastrohamidjojo, 1998).

Spektrofotometer UV-Vis merupakan suatu metode identifikasi struktur dari

suatu senyawa. Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk menentukan secara

deskriptif senyawa steroid yang didapat dari hasil pemisahan senyawa dengan KLT

preparatif. Metode ini digunakan untuk membantu mengidentifikasi senyawa steroid.

Dari hasil identifikasi menggunakan UV-Vis, tidak terdapat ikatan diena

rangkap terkonjugasi yang terdapat pada struktur stigmasterol sendiri. Oleh karena itu

dibutuhkan adanya identifikasi FTIR untuk menduga senyawa aktif yang terdapat

pada ekstrak dan isolat ke-3 hasil pemisahan dengan menggunakan KLTP.

Gambar 4.8 Struktur stigmasterol (steroid yang diduga terdapat dalam

daun pecut kuda)

Page 101: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

82

4.10 Identifikasi Senyawa Aktif Ektrak Heksana dan Isolat Hasil KLTP dengan

Menggunakan FTIR

Spektrofotometer FTIR merupakan suatu metode identifikasi gugus fungsi

dari suatu senyawa berdasarkan perbedaan momen dipol. Molekul yang memiliki

perbedaan momen dipol yang dapat bervibrasi dan dapat terbaca oleh sinar FTIR.

Sinar inframerah apabila dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka

sejumlah frekuensi akan diserap sedangkan frekuensi yang lain diteruskan tanpa

diserap. Spektrofotometri inframerah memungkinkan identifikasi gugus fungsional

karena gugus fungsi tersebut menunjukkkan serapan yang spesifik pada daerah

inframerah. Spektrum inframerah khas untuk senyawa tertentu, sehingga metode ini

tepat untuk menentukan struktur senyawa yang belum dikenal yaitu dengan cara

membandingkannya terhadap senyawa yang sudah diketahui. Sangat jarang dua

senyawa organik memiliki spektrum inframerah yang identik baik dalam posisi

maupun intensitas puncak-puncaknya (Sastrohamidjojo, 1998).

Isolat terbaik dalam uji toksisitas terhadap larva udang adalah isolat ke-3 dari

ekstrak heksana yang diduga adalah senyawa steroid golongan stigmasterol. Hal ini

didukung oleh penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya warna hijau

kebiruan pada hasil KLT setelah disemprotkan dengan pereaksi Lieberman Burchard.

Analisa hasil KLT tersebut kemudian didukung dengan identifikasi menggunakan

spektrofotometer FTIR.

Menurut Hayati (2007), ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengolah

cuplikan yang berupa padatan, yaitu lemspeng KBr, “mull” dan lapisan tipis. Pada

Page 102: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

83

penelitian kali ini dipilih lempeng (pelet) KBr, yaitu dengan cara menggerus cuplikan

(0,1-2 % berat) dengan kalium bromida (KBr) dalam mortar dari batu agate untuk

mengurangi kontaminasi yang menyerap radiasi IR, kemudian dimasukkan ke dalam

tempat khusus dan divakumkan untuk melepaskan air. Campuran dipres beberapa saat

(10 menit) pada tekanan 80 Torr (8 hingga 20 ton per satuan luas). Kalium bromida

yang digunakan harus kering dan dianjurkan penggerusan dilakukan di bawah lampu

inframerah untuk mencegah kondensasi uap air. Kerugian metode pelet KBr adalah

sifat KBr yang hidroskopis sehingga sukar memperoleh pelet yang bebas sempurna

terhadap kontaminasi air, yang memberikan serapan lebar pada 35000 cm-1

dan sukar

mendapat ulangan yang tinggi.

Spektrofotometer FTIR dapat digunakan untuk menentukan gugus-gugus

fungsi yang terdapat pada suatu senyawa. Sehingga serapan yang ditunjukkan dapat

memperkuat dugaan isolat tersebut merupakan senyawa steroid golongan

stigmasterol. Hasil interpretasi spektra FTIR isolat ke-3 dari ekstrak heksana daun

pecut kuda dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Page 103: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

84

Tabel 4.6 Interpretasi spektra FTIR dari isolat ke-3 dan ekstrak heksana dari daun

pecut kuda (Socrates, 1994):

Puncak Bilangan gelombang (cm-) Jenis vibrasi Intensitas

Isolat 3 Spektra

SDBS

Ekstrak

heksana Pustaka

1

3472,59

3410 3423,41 3550-3230

Ikatan

hidrogen –

OH

antarmolekul

m-s

2 2933,53 2955

2924,85

2850-2950 -CH- alkana m-s

3 - - 2858,31 2870-2840 -CH2-

(asiklik) M

4 - - 1734,85 1780-1730

Exocyclic

double bonds

C=C (CH2)2

M

5 1639,3 1634 1641,31 1680-1620 Rentangan

C=C w-m

6 1409,87 1443 - 1409-1450

Vinyl

hydrocarbon

compounds

-CH=CH2

M

Keterangan: vs = very strong; s = strong; m = medium; w = weak

Gambar 4.9 Spektra isolat ke-3

Page 104: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

85

Gambar 4.10 Spektra standar senyawa stigmasterol (SDBS, 2004)

Hasil spektra inframerah dari hasil pemisahan KLTP menunjukkan bahwa

isolat ke-3 dan ekstrak heksana mengandung gugus fungsi seperti jenis hidrogen O-H

antarmolekul dari gugus alkohol. Puncak serapan sangat lebar terbentuk pada

bilangan gelombang 3472,59 cm-1

pada isolat ke-3 dan pada bilangan gelombang

3423,41 cm-1

pada ekstrak heksana, sebagai akibat dari vibrasi ikatan hidrogen

antarmolekul (Sastrohamidjojo, 2001).

Menurut Socrates (1994), Serapan yang timbul karena uluran C-H pada alkana

terletak pada daerah 2850-2950 cm-1

. Letak getaran rentangan C-H dalam sebuah

spektrum adalah yang paling stabil. Getaran rentangan metilena dalam struktur

polimetilena siklik yang rentangannya sama saja yang teramati pada parafin tak-

siklik.

Page 105: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

86

Menurut Hartomo (1981), urutan C=C tak terkonjugasi biasanya

menunjukkan serapan yang sedang sampai lemah pada 1645-1615 cm-1

. Sedangkan

menurut Socrates (1994), rentangan C=C terletak pada bilangan gelombang 1680-

1620 cm-1

. Serapan oleh ikatan ganda dalam pada sistem sikloheksana pada

hakekatnya sama dengan isomer cis sebuah sistem tak-siklik. Getaran rentangan C=C

terkopelkan dengan rentangan C-C yang bersebelahan (Hartomo, 1981).

Pada Gambar 4.9 merupakan spektra isolat ke-3 yang mana terdapat

kemiripan dengan Gambar 4.10 yang merupakan spektra murni dari senyawa steroid

golongan stigmasterol. Kemiripan diantara keduanya yaitu adanya serapan gugus

fungsi –OH pada bilangan gelombang sebesar 3472,59 cm-1

pada isolat ke-3 dan

bilangan gelombang 3410 cm-1

pada senyawa murni stigmasterol. Disamping itu

kemiripan lainnya, adanya ikatan –CH2 pada isolat ke-3 dan senyawa stigmasterol

pada bilangan gelombang 2955 cm-1

dan bilangan gelombang pada isolat ke-3 sebesar

2933,53 cm-1

. Disamping itu terdapat alkena yaitu C=C pada bilangan gelombang

1639,3 cm-1

pada isolat ke-3 dan pada spektra senyawa stigmasterol bilangan

gelombangnya sebesar 1634 cm-1

.

Page 106: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

87

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Ekstrak heksana daun pecut kuda memiliki tingkat toksisitas terhadap hewan uji

larva udang, ditunjukkan dengan nilai LC50 < 1000 ppm. Tingkat toksisitas

ekstrak heksana pada larva udang diperoleh nilai LC50 81,35 ppm. Keenam

isolat dari hasil pemisahan senyawa aktif dengan KLTP memiliki tingkat

toksisitas terhadap hewan uji, ditunjukkan dengan nilai LC50 < 1000 ppm.

Tingkat toksisitas masing-masing isolat pada larva udang sebagai berikut: isolat

3 > isolat 2 > isolat 5 > isolat 4 > isolat 1 > isolat 6, dengan nilai LC50 sebesar

78,59 ppm > 214,45 ppm > 267,72 ppm > 268,78 ppm > 285,01 ppm > 346.29

ppm.

2. Golongan senyawa aktif berdasarkan uji fitokimia dengan reagen dan didukung

dengan pemisahan senyawa aktif menggunakan KLTA, terdapat senyawa steroid

pada ekstrak heksana dari daun pecut kuda, yang menunjukkan adanya potensi

bioaktivitas terhadap larva udang. Identifikasi dengan menggunakan UV-Vis dan

FTIR pada ekstrak heksana dan hasil isolat dari KLTP menunjukkan adanya

senyawa stigmasterol.

Page 107: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

88

5.2 Saran

1. Pada bagian daun yang telah diteliti, diperoleh dugaan senyawa aktif

stigmasterol, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pada bagian sampel yang

berbeda misalnya pada bagian akar, batang, bunga dan lain sebagainya.

2. Perlu dilakukan pemisahan dan pemurnian senyawa aktif ketahapan selanjutnya

misal dengan menggunakan KCKT, GC-MS maupun instrumen yang lainnya

untuk memperkuat senyawa stigmasterol yang terdapat dalam daun pecut kuda.

3. Perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut dengan meenggunakan instrumen lain

seperti MS dan NMR.

4. Sebagai pengetahuan, daun pecut kuda sebaiknya dimanfaatkan bagi kalangan

masyarakat, karena daun pecut kuda memiliki banyak manfaat diantaranya dapat

digunakan sebagai obat radang tenggorokan, hepatitis dan sebagai antikanker.

Page 108: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

89

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Artemia salina. http://animaldiversity.ummz.umich.

edu/site/account/information/Artemia-Salina.html. Diakses tanggal 15 April

2009.

Anonim. 2009. Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

http://greenhati.blogspot.com/2009/01/kromatografi-lapis-tipis.html. Diakses

tanggal 20 Juni 2009.

Anonim. 2002. Pecut Kuda. http://naturindonesia.com/tanaman-obat-

indonesia/abjad-awal-p-/280-pecut-kuda.html. Diakses tanggal 15 April 2009.

Anonim. 2004. Spectral Data Base System For Organic Compounds.

http://riodb01.ibase.aist.go.jp/sdbs/cgi-bin/direct_frame_top.cgi. Diakses

tanggal 02 Juli 2010.

Ahmad, A. 2006. Buah Penuh Hikmah yang Disebut di Dalam Al-Qur’an, (Online)

http://www.sasak.net/modules/newbb/viewtopic.php?viewmode=flat&topic_id=

2452&forum=23. Diakses tanggal 15 April 2009.

Ahmad, M. 2006. Anti Inflammatory Activities of Nigella Sativa Linn. (kalogi, black

seed). http: // lailanurhayati. Multiply.com/ jurnal. Diakses 13 nov 2007.

Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia 2. Penerjemah: Handojo L. Jakarta: PT

Prandya Paramitha.

Burke, R.W. 1974. Mechanisms Of The Liebermann-Burchard and Zak Color

Reactions For Cholestrol. jurnal. Washington. Clinical Chemistry.

Cahyaningrum, DI. 2003. Pemisahan Senyawa Antibakteri yang Terdapat dalam

Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L.

Vahl). Jurnal Fakultas Sains dan Matematika Jurusan Kimia. Universitas

Kristen Satya Wacana Salatiga.

Colegate, S. M, dan Molyneux, R. J. 2007. Bioactive Natural Products:

Determination, Isolation and Structural Determination Second Edition. Prancis:

CRC Press.

Copriady, J. Miharty dan Herdini. 2001. Gallokatekin : Senyawa Flavonoid Lainnya

Dari Kulit Batang Rengas (Gluta rengas Linn). Jurnal Nature Indonesia.

Page 109: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

90

Farihah. 2006. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Ficus Benjamina L terhadap Artemia salina

Leach dan Profil Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surakarta:

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ferdiansyah, I. A. 2006. Ekstraksi Daun Mindi (Melia Adedarach Linn) Kering

Secara Maserasi Menggunakan Pelarut Etanol 90%. Malang: FTP UNIBRAW.

Fessenden, R.J., Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Giwangkara, S. 2007. Kategori Kimia Instrmentasi Spektrofotometri Infra Merah.

http://persembahanku.wordpress.com/2007/06/. Diakses tanggal 10 Desember

2009.

Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi Edisi Kedua. Penerjemah: Kokasih

Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I. Penerjemah: Kateren. S. Jakarta: Universitas

Jakarta.

Gunawan, D. dan Mulyani S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jakarta:

Penerbit Swadaya.

Handayani D., N. Sayuti dan Dachriyanus. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa

Antibakteri Epidioksi Sterol dari Spon Laut Petrosia nigrans, Asal Sumatera

Barat. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008. Lampung:

Universitas Lampung.

Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB.

Hartomo, A.J, dkk. 1984. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Jakarta:

Erlangga.

Hayati, E. K dan Dewi. C.D. 2009. Diktat Praktikum Kimia Instrumen. Malang: UIN

Press.

Husnah, M. 2009. Identifikasi dan Uji Aktivitas Golongan Senyawa Antioksidan

Ekstrak Kasar Buah Pepino (Solanum muricatum Aiton) Berdasarkan Variasi

Pelarut. Skripsi Jurusan Kimia. Malang: Universitas Islam Negeri (UIN)

Malang.

Page 110: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

91

Indrayani, L. 2006. Skrining Fitokimia Dan Uji Toksisitas Ekstrak Daun Pecut Kuda

(Stachytarpheta jamaicensis L.Vahl) Terhadap Larva Udang Artemia salina

Leach. Fakultas Sains dan Matematika: Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga.

Juniarti. 2009. Kandungan Senyawa Kimia, Uji Toksisitas (Brne Shrimp Lethality

Test) Dan Antioksidan (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl) Dari Ekstrak Daun Saga

(Abrus precatorius L.). Jakarta: Universitas YARSI.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Mahran, J. dan Mubasyir, A.A.H. 2006. Alqur’an Bertutur Tentang Makanan dan

Obat-Obatan Penerjemah : Irwan Raihan. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Manan, M. H. A. 2008. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Bumi

Aksara.

Meyer, B. N., N. R. Fergini, J. E. Putnam, L. B. Jacobsen, D. E. Nicholas dan J. L.

Mc Laughin. 1982. Brine Shrimp: a Convient General Bioassay for Active

Plant Constituents. Plant Medica 45 (5): 31-34.

Mubarok, C.H. 2007. Pengobatan Nabawiyah (At-Thibbun Nabawi) Bukan

Pengobatan Alternatif. http://bandungruqyahcenter.blogspot.com/2007/07/

pengobatan-nabawiyah-at-thibbun-nabawi.html. Diakses tanggal 23 Maret

2009.

Kimball, J. W. 1983. Biologi Umum Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Kristianingsih. 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Triterpenoid dari Akar

Tanaman Kedondong Laut (Polyscias fruticosa). Skripsi Tidak Diterbitkan.

Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya.

Kustoro. 2007. Pengobatan Nabi. http://Kustoro.Wordpress.com/2007/1

1/17pengobatan -nabi/. Diakses tanggal 23 Maret 2009.

Lenny, S. 2006. Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan

Metode Brine Shirmp. Medan: Penerbit USU.

Page 111: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

92

Lisdawati, V. 2002. Berdasar Uji Penapsisan Farmakologi pada Buah Mahkota Dewa.

Fakultas Kedokteran. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

http://www.farmakologi.fk.ugm.ac.id/2008/05/30/berdasar-uji-penapsisan-

farmakologi-pada-buah-mahkota-dewa/. Diakses tanggal 15 Januari 2009.

Lulan, J.K.T. 2002. Efek Moluscisida Ekstrak Kasar Tumbuhan Jarong

(Stachytarpheta jamicensis L.) terhadap Keong Mas (Pamoceae canaliculata).

Jurnal Fakultas Sains dan Matematika Jurusan Kimia: Universitas Kristen

Satya Wacana salatiga.

Lutfillah, M. 2008. Karakterisasi Senyawa Alkaloid Hasil Isolasi dari Kulit Batang

Angsret (Spathoda campanulata Beauv) Serta Uji Aktivitasnya Sebagai

Antibakteri Secara In Vitro. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia

FMIPA Universitas Brawijaya.

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.

Pasya, A.F. 2004. Dimensi Sains dan Al-Qur’an Menggali Ilmu Pengetahuan dar Al-

Qur’an. Solo: Penerbit Tiga Serangkai.

Poedjiadi, A. dan F. M. T. Supriyanti. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI

Press.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung: ITB.

Sastrohamidjojo, H. 2001. Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty.

Shihab, M.Q. 2001. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.

Bandung: Penerbit ITB.

Sjahid, L. 2008. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid Dari Daun Dewan Daru (Eugenia

Uniflora L.). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Socrates, G. 1994. Infrared Characteristic Group Frequencies tables and Charts.

Newyork: John Wiley and Sons.

Solihat, U. 2004. Analisis Kromatografi Tipis dan Kromatografi Kertas. Bandung:

Dinas Pendidikan Program Analisis Kimia.

Page 112: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

93

Tahir, I. 2008. Arti Penting Kalibrasi pada Proses Pengukuran Analitik: Aplikasi

pada Penggunaan pH meter dan Spektrofotometer UV-Vis. Yogyakarta:

Laboratorium Kimia Dasar UGM.

Taufiq, M. 2007. Pemurnian Minyak Goreng (Jelantah) menggunakan Biji Kelor

(Moringa Oleifera Lamk). Malang: UIN Press.

Wagner, H. dan S. Bladt. 2001. Plant Drug Analysis; a Thin Layer Chromatography

Atlas. Berlin: Springer.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Yustina. 2008. Daya Antibakteri Campuran Ekstrak Etanol Buah Adas (Foeniculum

vulgare mill) dan Kulit Batang Pulasari (Alyxia reinwardtii bl).

http://www.usd.ac.id/06/publ_dosen/far/yustina.pdf. Diakses tanggal 01

Desember 2009.

Page 113: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

94

Lampiran 1

L. 1 Diagram Alir Penelitian

- preparasi sampel

- diekstraksi maserasi dengan pelarut

metanol 80 %

- dirotary evaporator

- dipartisi dengan n-heksana

- diuji toksisitas ekstrak kasar dengan

menggunakan Artemia salina

- diuji fitokimia dengan reagen

- diuji KLT A

- diuji KLTP

- diuji toksisitas isolat dengan

menggunakan Artemia salina

- diidentifikasi dengan spektrofotometer

UV-Vis

- diidentifikasi dengan spektrofotometer

FTIR

- dianalis

Daun pecut kuda

Serbuk sampel

Ekstrak metanol Ampas

Pelarut Ekstrak pekat metanol

Ekstrak pekat fraksi heksana

Data

Hasil

Page 114: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

95

Lampiran 2

Skema Kerja

L.2.1 Analisa Kadar Air

- dilakukan sebanyak 3 kali ulangan

- digunakan cawan yang dipanaskan terlebih dahulu dalam oven pada

suhu 100-105 ºC sekitar 15 menit untuk menghilangkan kadar airnya

- disimpan cawan dalam desikator sekitar 10 menit

- ditimbang cawan tersebut

- dilakukan perlakuan yang sama sampai diperoleh berat cawan yang

konstan

- dipotong kecil-kecil sampel

- ditimbang sampel sebanyak 5 g

- dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya

- dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-105 ºC selama sekitar 2 jam

- didinginkan sampel kering dalam desikator dan ditimbang

- dipanaskan sampel tersebut kembali dalam oven ± 20 menit pada suhu

yang sama

- didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali

- perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan

- dihitung kadar air dalam tanaman menggunakan rumus berikut

Kadar air = %100)(

)(×

ab

cb

Faktor koreksi =airkadar%100

100

% Kadar air terkoreksi = Kadar air- Faktor koreksi

L.2.2 Preparasi Sampel (Indrayani, 2006)

- diambil daun pecut kuda sebanyak 300 g

- dicuci daun pecut kuda

- dikeringkan dengan oven pada suhu sekitar 37- 40 ºC selama ± 2 jam

- dijemur sampai diperoleh berat konstan (kering)

- dihaluskan sampai terbentuk serbuk

Sampel

Serbuk Daun pecut kuda

Daun Pecut Kuda

Hasil

Page 115: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

96

L.2.3 Ekstraksi Komponen Aktif (Indrayani, 2006)

- ditimbang sebanyak 50 g

- direndam dengan 150 mL pelarut

metanol 80 %

- dishakker selama 24 jam

- disaring dan ampasnya dimaserasi

kembali dengan pelarut yang sama

- dilakukan 3 kali ulangan

- disaring dan filtratnya digabung

- dirotary evaporator

- dipartisi dengan menggunakan fraksi n-heksana

- dirotary evaporator

L.2.4 Uji Toksisitas Ekstrak dengan Larva Udang Artemia salina Leach

L.2.4.1 Penetasan Telur (Juniarti, 2009)

- disiapkan bejana untuk penetasan Telur Artemia salina Leach di satu

ruang dalam bejana

- diberi air laut pada bejana

- dimasukkan 5-10 mg telur udang untuk ditetaskan ke dalam air laut

- ditutup dengan aluminium foil pada bagian telur

- dimasukkan aerator ke dalam air laut

- dinyalakan lampu selama 48 jam untuk menetaskan telur

- diambil larva udang yang akan diuji dengan menggunakan pipet

Sampel

Ekstrak metanol Ampas

Ekstrak pekat metanol

Pelarut Ekstrak fraksi heksana

Air laut

Larva udang

Ekstrak pekat heksana

Page 116: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

97

L.2.4.2 Persiapan Larutan Sampel yang Akan Diuji (Juniarti, 2009)

- Ekstrak yang akan diuji dibuat dengan konsentrasi 30, 60, 80, 120, 240

dan 480 ppm dalam air laut

- Apabila sampel tidak larut ditambahkan 100 µL DMSO

L.2.4.3 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT

- perlakuan uji toksisitas dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada

masing-masing ekstrak sampel

- disiapkan botol untuk pengujian, untuk masing-masing konsentrasi

ekstrak heksana membutuhkan 6 botol dan 1 botol sebagai kontrol

- ditimbang ekstrak pekat heksana sebanyak 25 mg

- dilarutkan dengan menggunakan pelarutnya sebanyak 50 mL

- dipipet larutan yang diperoleh masing-masing sebanyak 300 µL, 600

µL, 800 µL, 1200 µL, 2400 µL dan 4800 µL

- dimasukkan ke dalam botol dan pelarutnya diuapkan selama 24 jam

- dimasukkan 2 mL air laut, 100 µL dimetil sulfoksida (DMSO), 10 ekor

larva udang, dan setetes larutan ragi roti

- ditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 10 mL, sehingga

konsentrasinya masing-masing larutan menjadi 30 ppm, 60 ppm, 80

ppm, 120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm

- dibuat kontrol dengan dimasukkan 2 mL air laut, 100 µL dimetil

DMSO, 10 ekor larva udang dan setetes larutan ragi roti ke dalam

botol

- ditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 10 mL

- dilakukan pengamatan selama 24 jam terhadap kematian larva udang.

Analisis data dilakukan untuk mencari LC50

dengan analisis probit.

Ekstrak pekat heksana

Ekstrak pekat

Hasil

Hasil

Page 117: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

98

L.2.5 Uji Fitokimia

Uji fitokimia kandungan senyawa aktif dengan uji reagen dari ekstrak pekat n-

heksana daun pecut kuda dilarutkan dengan sedikit masing-masing pelarutnya.

Kemudian dilakukan uji minyak atsiri, uji sterol dan triterpen, uji saponin dan uji

alkaloid (Indrayani, 2006).

L.2.5.1 Uji Minyak Atsiri

-

- diuapkan sampai kering

- ditambah dengan etanol jika residu yang diperoleh berbau enak

- diuapkan larutan alkoholik tersebut kembali sampai kering

-

Keterangan:

jika residu tetap berbau enak, menunjukkan ekstrak positif mengandung

minyak atsiri

L.2.5.2 Uji Sterol dan Triterpen

- diuapkan sampai kering

-

- dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform

- ditambah dengan 0,5 mL asam asetat anhidrat

- ditetesi campuran dengan 1-2 mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung

tersebut

Keterangan:

Jika hasil yang diperoleh berupa cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan

dua pelarut menunjukkan adanya triterpen, sedangkan munculnya warna hijau

kebiruan menunjukkan adanya sterol.

Residu

Hasil

3 mg ekstrak pekat

Hasil

3 mg ekstrak pekat

Page 118: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

99

L.2.5.3 Uji Saponin

- dimasukkan ke dalam tabung reaksi

- ditambah air (1:1)

- dikocok selama 5 menit

Keterangan:

Jika terdapat busa yang dapat bertahan selama 30 menit menunjukkan adanya

senyawa saponin.

L.2.5.4 Identifikasi Alkaloid

- diuapkan sampai kering

- ditambah 1,5-2% HCl

- dibagi larutan menjadi 3 tabung

- ditambah 0,5 mL larutan asam encer sebagai pembanding pada tabung 1

- ditambah 2-3 tetes Dragendorff pada tabung 2

- ditambah 2-3 tetes reagensia Mayer pada tabung 3

Keterangan:

Jika terbentuk endapan kekuningan-kuningan menunjukkan adanya alkaloid

Residu

Hasil

3 mg ekstrak pekat

3 mg ekstrak pekat

Hasil

Page 119: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

100

L.2.6 Uji Fitokimia dengan Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

L.2.6.1 KLT Analitik (Indrayani, 2006)

- digunakan plat silika gel F254 yang sudah diaktifkan dengan pemanasan

dalam oven pada suhu 30-40 ○C selama 10 menit

- disiapkan plat dengan ukuran 1x10 cm

- ditotolkan pada jarak ± 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa kapiler

- dikeringkan dan dielusi dengan fase gerak berupa campuran n-heksana :

EtOAc dengan perbandingan (7:3)

- dihentikan elusi setelah gerakan fase gerak sampai pada garis batas

- dikeringanginkan dan dapat diukur nilai Rf nya

- diperiksa di bawah sinar UV noda-noda pada permukaan plat pada

panjang gelombang 254 nm dan 366 nm

- diamati pada masing-masing hasil nodanya.

L.2.6.2 KLT Preparatif (Indrayani, 2006)

- digunakan plat silika GF254 dengan ukuran 20x10 cm.

- ditotolkan ekstrak pekat hasil ekstraksi sepanjang plat pada jarak 1 cm

dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi

- dielusi dengan menggunakan eluen berupa campuran n-heksana : EtOAc

dengan perbandingan (7:3)

- dihentikan elusi setelah gerakan fase gerak sampai pada garis batas

- diperiksa di bawah sinar UV noda-noda pada permukaan plat pada

panjang gelombang 254 nm dan 366 nm

- diamati pada masing-masing hasil nodanya.

- dikeringanginkan dan dapat diukur nilai Rf nya

- dikerok hasil noda yang diperoleh

- dilarutkan dalam pelarut heksana

- dipekatkan dengan menggunakan desikator sampai kering sehingga dapat

- dilakukan Uji toksisitas dengan menggunakan isolat untuk mengetahui

nilai LC50 dan

- dilakukan identifikasi terhadap isolat dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.

Ekstrak pekat

Hasil

Ekstrak pekat

Hasil noda

Isolat

Hasil

Page 120: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

101

L.2.7 Uji Toksisitas Isolat dengan Larva Udang Artemia salina Leach

L.2.7.1 Penetasan Artemia salina (Juniarti, 2009)

- disiapkan bejana untuk penetasan Telur Artemia salina Leach di ruang

dalam bejana

- diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam penetasan

- diberi air laut ruang sebelahnya

- dimasukkan 5-10 mg telur udang untuk ditetaskan ke dalam air laut

- dimasukkan aerator ke dalam air laut

- ditutup dengan aluminium foil pada bagian telur

- dinyalakan lampu selama 48 jam untuk menetaskan telur

- diambil larva udang yang akan diuji dengan menggunakan pipet

L.2.7.2 Persiapan Larutan Sampel yang Akan Diuji (Juniarti, 2009)

- Isolat yang akan diuji dibuat dengan konsentrasi 30, 60, 80, 120, 240

dan 480 ppm dalam air laut

- Apabila sampel tidak larut ditambahkan 2 tetes DMSO

Air laut

Larva udang

Isolat

Hasil

Page 121: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

102

L.2.7.3 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT

- dilakukan perlakuan uji toksisitas sebanyak 3 kali ulangan pada

masing-masing isolat

- disiapkan botol untuk pengujian, untuk masing-masing konsentrasi

membutuhkan 6 botol dan 1 botol sebagai kontrol

- ditimbang isolat sebanyak 25 mg

- dilarutkan dengan menggunakan pelarutnya sebanyak 50 mL heksana

- dipipet larutan yang diperoleh masing-masing sebanyak 300 µL, 600

µL, 800 µL, 1200 µL, 2400 µL dan 4800 µL

- dimasukkan ke dalam botol dan pelarutnya diuapkan selama 24 jam.

- dimasukkan 2 mL air laut, 100 µL dimetil sulfoksida (DMSO), 10 ekor

larva udang, dan setetes larutan ragi roti

- ditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 10 mL, sehingga

konsentrasinya masing-masing larutan menjadi 30 ppm , 60 ppm, 80

ppm, 120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm

- dibuat kontrol dengan dimasukkan 2 mL air laut, 100 µL DMSO, 10

ekor larva udang dan setetes larutan ragi roti ke dalam botol

- ditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 10 mL

- dilakukan pengamatan selama 24 jam terhadap kematian larva udang.

Analisis data dilakukan untuk mencari LC50

dengan analisis probit.

L.2.8 Identifikasi Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl)

dengan Menggunakan Ultra Violet Visible (UV-Vis) (Hayati, 2007)

- dimasukkan pelarut heksana ke dalam kuvet sampai penuh, dianalisis

dengan Spektrovotometer UV-Vis Varian Cary 50 pada rentang panjang

gelombang 200-800 nm

- disimpan sebagai blanko

- dianalisis hasil pemisahaan ekstrak daun pecut kuda dengan

menggunakan KLTP yang berbentuk larutan dalam pelarut metanol

pada rentang panjang gelombang 200-800 nm

- diamati spektra yang terbentuk

- dicatat panjang gelombang dan adsorbansi pada peak yang terbentuk.

Ekstrak pekat

Hasil

Isolat

Hasil

Page 122: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

103

Keterangan: Perlakuan di atas juga digunakan untuk isolat hasil pemisahan dengan

menggunakan KLTP

L.2.9 Identifiksi Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl)

dengan Menggunakan Spektrofotometer Infra Red (IR) (Taufiq, 2007)

- disiapkan sampel berupa ekstrak pekat dan isolat kering dalam KBR

kering

- ditumbuk hingga memenuhi ukuran partikel kurang dari 2 um

- dimasukkan ke dalam pellet press secara merata

- dihubungkan pellet press ke pompa kompersi hidraulic dengan kekuatan

100 ton (kg Newton) serta pompa vakum selama 15 menit

- diusahakan pellet yang terbentuk mempunyai ketebalan 0,3 mm

(transparan)

- dibuka pellet secara hati-hati

- dipindahkan ke dalam sel holder menggunakan spatula

- diatur alat Spektrofotometer Infra Merah (IR) dengan kecepatan kertas

pada posisi ”normal” dan ekspansi transmisi ”100 x”.

- dicek skala kertas melalui pembuatan spektrum dari film polystiren.

- dibuat spektrum Infra Merah dari sampel yang sudah disiapkan apabila

skala kertas sudah tepat, dengan cara yang sama

- ditentukan gugus-gugus fungsi.

Daun pecut kuda

Hasil

Page 123: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

104

Lampiran 3

Perhitungan dan Pembuatan Reagen dan Larutan

L.3.1 Pembuatan Reagen Dragendorff

Larutan I. 0,6 g Bi(NH3)3.5H2O dalam 2 mL HCl pekat dan 10 mL H2O.

Larutan II. 6 g KI dalam 10 mL H2O.

Cara pembuatannya adalah:

Larutan I dibuat dengan 0,6 g Bi(NH3)3.5H2O yang dilarutkan ke dalam 2 mL

HCl pekat dan 10 mL aquades dan larutan II dibuat dengan 6 g KI yang

dilarutkan ke dalam 10 mL aquades. Kedua larutan tersebut dicampur dengan 7

mL HCl pekat dan 15 mL H2O (Wagner, 2001).

L.3.2 Pembuatan Reagen Mayer

Larutan I. HgCl2 1,358 g dalam aquades 60 mL

Larutan II. KI 5 g dalam aquades 10 mL

Cara pembuatannya adalah:

Larutan I dibuat dengan HgCl2 1,358 g yang dilarutkan dengan aquades 60 mL

dan larutan II dibuat dengan KI 5 g yang dilarutkan dengan aquades 10 mL.

Larutan I dituangkan ke dalam larutan II, diencerkan dengan aquades sampai

tanda batas pada labu ukur 100 mL (Manan, 2006).

L.3.3 Pembuatan HCl 2 %

M1 x V1 = M2 x V2

37 % x V1 = 2 % x 10 mL

V1 = 0,5 mL

Cara pembuatannya adalah:

dipipet larutan HCl pekat 37 % sebanyak 0,5 mL kemudian dimasukkan dalam

labu ukur 10 mL yang berisi 5 mL aquades. Selanjutnya ditambahkan aquades

sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.

Page 124: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

105

L.3.4 Pembuatan metanol 80 %

M1 x V1 = M2 x V2

99,8 % x V1 = 80 % x 10 mL

V1 = 8 mL

Cara pembuatannya adalah:

Diambil larutan metanol 99,8 % sebanyak 5 mL kemudian dimasukkan dalam

labu ukur 10 mL yang berisi 5 mL aquades. Selanjutnya ditambahkan aquades

sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.

L.3.5 Pembuatan NH3 10 %

M1 x V1 = M2 x V2

50 % x V1 = 10 % x 10 mL

V1 = 2 mL

Cara pembuatannya adalah:

Diambil larutan NH3 50 % sebanyak 2 mL, kemudian dimasukkan dalam labu

ukur 10 mL yang berisi ± 5 mL aquades. Ditambahkan aquades sampai tanda

batas dan dikocok hingga homogen.

L.3.6 Pembuatan reagen Lieberman-Burchard

Asam sulfat pekat 5 mL

Anhidrida asetat 5 mL

Etanol absolut 50 mL

Cara pembuatannya adalah asam sulfat pekat 5 mL dan anhidrida asetat 5 mL

dicampur ke dalam etanol absolut 50 mL, kemudian didinginkan dalam lemari

pendingin. Penggunaan reagen ini digunakan langsung setelah pembuatan

(Wagner, 2001).

Page 125: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

106

L.3.7 Perhitungan Konsentrasi Larutan Ekstrak Untuk Uji Toksisitas

a. Pembuatan larutan stok 500 ppm dari ekstrak daun pecut kuda:

ppm = mg/L

larutan stok 500 ppm = mg/L dalam 50 mL pelarutnya

500 ppm = mg

50.10-3

L

mg = 500 mg/L. 50. 10-3

L

mg = 25 mg

Jadi, larutan stok 500 ppm pada masing-masing ekstrak dan isolat dibuat

dengan dilarutkan 25 mg sampel ke dalam 50 mL pelarutnya.

b. Pembuatan larutan ekstrak 30 ppm

V1.M1 = V2.M2

V1. 500 ppm = 5. 10-3

L. 30 ppm

V1 = 1,5. 10-1

L.ppm/5.102 ppm

V1 = 0,3. 10-3

L

= 0,3 mL

= 300 µL

Jadi, larutan ekstrak 30 ppm dibuat dengan 300 µL larutan stok yang

dilarutkan dalam 10 mL air laut.

c. Pembuatan larutan ekstrak 60 ppm

V1.M1 = V2.M2

V1. 500 ppm = 5. 10-3

L. 60 ppm

V1 = 3. 10-1

L.ppm/5. 102 ppm

V1 = 0,6. 10-3

L

= 0,3 mL

= 600 µL

Page 126: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

107

Jadi, larutan ekstrak 60 ppm dibuat dengan 600 µL larutan stok yang

dilarutkan dalam 10 mL air laut.

d. Pembuatan larutan ekstrak 80 ppm

V1.M1 = V2.M2

V1. 500 ppm = 5. 10-3

L. 80 ppm

V1 = 4. 10-1

L.ppm/5. 102 ppm

V1 = 0,8. 10-3

L

= 0,8 mL

= 800 µL

Jadi, larutan ekstrak 80 ppm dibuat dengan 800 µL larutan stok yang

dilarutkan dalam 10 mL air laut.

e. Pembuatan larutan ekstrak 120 ppm

V1.M1 = V2.M2

V1. 500 ppm = 5. 10-3

L. 120 ppm

V1 = 6. 10-1

L.ppm/5. 102

ppm

V1 = 1,2. 10-3

L

= 1,2 mL

= 1200 µL

Jadi, larutan ekstrak 120 ppm dibuat dengan 1200 µL larutan stok yang

dilarutkan dalam 10 mL air laut.

f. Pembuatan larutan ekstrak 240 ppm

V1.M1 = V2.M2

V1. 500 ppm = 5. 10-3

L. 240 ppm

V1 = 12. 10-1

L.ppm/5. 102 ppm

V1 = 2,4. 10-3

L

Page 127: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

108

= 2,4 mL

= 2400 µL

Jadi, larutan ekstrak 240 ppm dibuat dengan 2400 µL larutan stok yang

dilarutkan dalam 10 mL air laut.

g. Pembuatan larutan ekstrak 480 ppm

V1.M1 = V2.M2

V1. 500 ppm = 5. 10-3

L. 480 ppm

V1 = 4,8. 10-1

L.ppm/5. 102 ppm

V1 = 4,8. 10-3

L

= 4,8 mL

= 4800 µL

Jadi, larutan ekstrak 480 ppm dibuat dengan 4800 µL larutan stok yang

dilarutkan dalam 10 mL air laut.

Page 128: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

109

Lampiran 4. Data Pengukuran Kadar Air Sampel Daun Pecut Kuda

(Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl)

1. Data Pengukuran Kadar Air Sampel Daun Pecut Kuda (Stachytharpheta

jamaicensis L. Vahl)

Sampel Berat cawan kosong (g)

Ulangan

1

Ulangan

2

Ulangan

3

Ulangan

4

Ulangan

5

Ulangan

6

Ulangan

7

Rata-rata

1. 32,8723 32,8720 32,8718 32,8715 32,8710 32,8708 32,8706 32,4714

2. 32,8735 32,8720 32,8716 32,8713 32,8710 32,8706 32,8703 32,8712

3. 32,8511 32,88493 32,8482 32,8476 32,8460 32,8458 32,8449 32,8462

Sampel

Berat cawan kosong + sampel (g)

Sampel

basah

Ulangan

1

Ulangan

2

Ulangan

3

Ulangan

4

Ulangan

5

Ulangan

6

Ulangan

7

Rata-

rata

1 37,8714 33,6838 34,6831 34,6827 34,6820 34,6815 34,6810 34,6809 34,6819

2 37,8712 34,5307 34,5299 34,5286 34,5280 34,5271 34,5263 34,5260 34,5285

3 37,8462 35,0191 34,5893 34,5890 34,5890 34,5882 34,5876 34,5862 34,5922

Kadar air = %100)(

)(×

ab

cb

Keterangan: a = berat konstan cawan kosong

b = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan

c = berat konstan cawan + sampel setelah dikeringkan

Faktor koreksi =airkadar%100

100

% Kadar air terkoreksi = Kadar air- Faktor koreksi

1) Kadar air 1 = % 100a)- (b

c) - (bx

= % 100g 32,8714 - g 37,8714

g 34,6819 - g 37,8714x

Page 129: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

110

= % 100g 5

g 3,1895x

= 63,79 %

Faktor koreksi =79,63100

100

−= 2,761

% Kadar air terkoreksi = 63,79 % - 2,761 % = 61,029 %

2) Kadar air 1 = % 100a)- (b

c) - (bx

= % 100g 32,8712 - g 37,8712

g 34,5285 - g 37,8712x

= % 100g 5

g 3,3427x

= 66,854 %

Faktor koreksi =854,66100

100

−= 3,017

% Kadar air terkoreksi = 63,79 % - 3,017 % = 63,837 %

3) Kadar air 3 = % 100a)- (b

c) - (bx

= % 100g 32,8462 - g 37,8462

g 34,5922 - g 37,8462x

= % 100g 5

g 3,254x

= 65,08 %

Faktor koreksi =08,65100

100

−= 2,863

% Kadar air terkoreksi = 65,08 % - 2,863 % = 62,217 %

2. Data Perhitungan Rendemen

Rendemen = % 100sampelBerat

ekstrakBerat x

Page 130: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

111

= %1000070,50

1562,5x = 10,31 %

3. Data Perhitungan Harga Rf

• Eluen n-heksana : etil asetat (7:3)

Harga Rf = pelarutditempuh yangJarak

senyawaditempuh yangJarak

Harga Rf 1 = 9

2,6

= 0,28

Harga Rf 2 = 9

3,7

= 0,41

Harga Rf 3 = 9

5,2

= 0,57

Harga Rf 4 = 9

6,3

= 0,7

Harga Rf 5 = 9

7,4

= 0,82

Harga Rf 6 = 9

8,2

= 0,91

Page 131: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

112

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

L.5.1 Gambar daun pecut kuda segar, daun pecut kuda setelah dipotong dan daun

pecut kuda yang sudah dihaluskan (sampel).

L.5.2 Gambar maserasi daun pecut kuda menggunakan pelarut metanol 80 %

L.5.3 Gambar filtrat hasil maserasi daun pecut kuda dengan pelarut metanol 80 %

Page 132: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

113

L.5.4 Proses penyaringan menggunakan corong buchner

L.5.5 Gambar filtrat hasil maserasi daun pecut kuda dengan metanol 80% sesudah di

vacum rotary evaporator

Page 133: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

114

Lapisan n-heksan

L.5.6 Gambar ekstraksi cair-cair filtrat sesudah di vacum rotary evaporator dengan n-

heksana

L.5.7 Gambar ekstrak pekat hasil ekstraksi cair-cair sebelum dan sesudah diuapkan ke

dalam desikator

Lapisan air

Page 134: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

115

L.5.8 Gambar hasil pengamatan uji fitokimia

Gambar. Uji minyak atsiri

Gambar. Uji steroid

Gambar. Uji triterpenoid

Gambar. Uji alkaloid (R. Mayer)

Page 135: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

116

Gambar. Uji alkaloid (R.

Dragendorff)

L.5.9 Gambar uji toksisitas pada ekstrak heksana

Gambar. Proses penetasan larva

udang

Gambar. Proses menghilangkan

pelarut dalam desikator

Gambar. Proses vortex

Gambar. Pengujian toksisitas

Page 136: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

117

L.5.10 Gambar hasil KLTA menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (7:3) dan hasil

KLTA setelah disinari dengan lampu UV 366 nm.

6

5

4

3

2

1

6

5

4

3

2

1

L.5.11 Gambar hasil KLT preparatif menggunakan eluen n-heksana : etil asetat

dengan perbandingan (7:3) dan hasil KLTP setelah disinari dengan lampu UV

366 nm

Page 137: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

118

L.5.12 Gambar uji toksisitas pada Isolat

Gambar. Larva udang

Gambar. Masing-masing isolat

Gambar. Desikator

Gambar. Pengujian toksisistas

Page 138: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

119

Lampiran 6. Data dan Grafik Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dan Isolat Hasil

KLTP

L.6.1 Ekstrak Heksana

Konsentrasi

Percent

3002001000-100

99

95

90

80

70

60

50

40

30

20

10

5

1

Table of Statistics

Mean 81.3520

StDev 52.2986

Median 81.3520

IQ R 70.5497

Probability Plot for Mortalitas

Probit Data - ML Estimates

Normal - 95% CI

————— 6/18/2010 8:13:58 AM ————————————————————

Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal

Response Information

Variable Value Count

Mortalitas Success 115

Failure 95

Jumlah hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard

Variable Coef Error Z P

Constant -1.55553 0.237248 -6.56 0.000

Konsentrasi 0.0191210 0.0030429 6.28 0.000

Natural

Response 0

Page 139: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

120

Log-Likelihood = -77.359

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P

Pearson 3.78107 5 0.581

Deviance 5.49072 5 0.359

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI

Parameter Estimate Error Lower Upper

Mean 81.3520 6.42698 68.7554 93.9487

StDev 52.2986 8.32282 38.2851 71.4415

Table of Percentiles

Standard 95.0% Fiducial CI

Percent Percentile Error Lower Upper

1 -40.3126 18.2753 -91.4531 -12.5213

2 -26.0561 16.1527 -71.0233 -1.36507

3 -17.0108 14.8284 -58.1063 5.75815

4 -10.2063 13.8474 -48.4197 11.1471

5 -4.67146 13.0613 -40.5644 15.5546

6 0.0395977 12.4022 -33.8986 19.3264

7 4.17027 11.8333 -28.0720 22.6515

8 7.86880 11.3319 -22.8715 25.6453

9 11.2325 10.8836 -18.1574 28.3835

10 14.3287 10.4781 -13.8329 30.9189

20 37.3365 7.78675 17.6305 50.4301

30 53.9266 6.46727 38.9812 65.8358

40 68.1024 6.06633 55.5978 80.6260

50 81.3520 6.42698 69.4538 96.1254

60 94.6017 7.39621 81.9430 112.991

70 108.777 8.88168 94.3295 132.012

80 125.368 10.9594 108.111 154.987

90 148.375 14.1547 126.579 187.493

91 151.472 14.6014 129.031 191.901

92 154.835 15.0899 131.688 196.697

93 158.534 15.6307 134.602 201.977

94 162.664 16.2385 137.849 207.882

95 167.376 16.9363 141.542 214.626

96 172.910 17.7614 145.871 222.560

97 179.715 18.7828 151.180 232.327

98 188.760 20.1505 158.216 245.331

99 203.017 22.3245 169.270 265.863

Page 140: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

121

Probability Plot for Mortalitas

L.6.2 Isolat 1

Konsentrasi

Percent

150010005000-500

99

95

90

80

70

60

50

40

30

20

10

5

1

Table of S tatistics

Mean 285.012

StDev 270.693

Median 285.012

IQ R 365.159

Probability Plot for Mortalitas

Probit Data - ML Estimates

Normal - 95% CI

————— 6/18/2010 7:29:40 AM ————————————————————

Welcome to Minitab, press F1 for help.

Probability Plot for Mortalitas

Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah Hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal

Response Information

Variable Value Count

Mortalitas Success 67

Failure 143

Jumlah Hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard

Variable Coef Error Z P

Constant -1.05290 0.137896 -7.64 0.000

Page 141: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

122

Konsentrasi 0.0036942 0.0006234 5.93 0.000

Natural

Response 0

Log-Likelihood = -112.341

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P

Pearson 11.8165 5 0.037

Deviance 15.9027 5 0.007

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI

Parameter Estimate Error Lower Upper

Mean 285.012 33.6527 219.053 350.970

StDev 270.693 45.6776 194.465 376.800

Table of Percentiles

Standard 95.0% Fiducial CI

Percent Percentile Error Lower Upper

1 -344.714 88.8249 -601.082 -211.971

2 -270.923 77.0061 -492.077 -155.269

3 -224.106 69.6220 -423.146 -119.065

4 -188.886 64.1483 -371.454 -91.6673

5 -160.238 59.7621 -329.540 -69.2482

6 -135.854 56.0867 -293.982 -50.0486

7 -114.474 52.9174 -262.913 -33.1062

8 -95.3312 50.1299 -235.197 -17.8336

9 -77.9211 47.6434 -210.090 -3.84417

10 -61.8952 45.4023 -187.077 9.13135

20 57.1908 31.1447 -21.1312 110.609

30 143.060 26.1566 86.7982 195.511

40 216.432 27.7962 165.374 281.702

50 285.012 33.6527 228.945 372.135

60 353.591 41.9549 287.176 467.907

70 426.963 52.2338 346.547 573.304

80 512.832 65.1980 414.117 698.565

90 631.918 84.0064 506.154 873.951

91 647.944 86.5817 518.452 897.642

92 665.354 89.3880 531.795 923.395

93 684.497 92.4831 546.447 951.732

94 705.877 95.9504 562.790 983.400

95 730.261 99.9171 581.406 1019.54

96 758.910 104.592 603.248 1062.03

Page 142: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

123

97 794.129 110.358 630.063 1114.31

98 840.946 118.050 665.654 1183.85

99 914.737 130.224 721.651 1293.56

Probability Plot for Mortalitas

L.6.3 Isolat 2

Konsentrasi

Percent

10005000-500

99

95

90

80

70

60

50

40

30

20

10

5

1

Table of S tatistics

Mean 214.453

StDev 260.131

Median 214.453

IQ R 350.911

Probability Plot for Mortalitas

Probit Data - ML Estimates

Normal - 95% CI

————— 6/18/2010 7:51:21 AM ————————————————————

Welcome to Minitab, press F1 for help.

Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah Hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal

Response Information

Variable Value Count

Mortalitas Success 84

Failure 126

Jumlah Hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard

Variable Coef Error Z P

Constant -0.824403 0.131171 -6.28 0.000

Page 143: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

124

Konsentrasi 0.0038442 0.0006369 6.04 0.000

Natural

Response 0

Log-Likelihood = -120.944

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P

Pearson 21.8777 5 0.001

Deviance 27.1647 5 0.000

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI

Parameter Estimate Error Lower Upper

Mean 214.453 26.8566 161.815 267.091

StDev 260.131 43.0948 188.008 359.921

Table of Percentiles

Standard 95.0% Fiducial CI

Percent Percentile Error Lower Upper

1 -390.703 91.9803 -654.606 -253.037

2 -319.791 80.7080 -550.536 -198.569

3 -274.800 73.6332 -484.661 -163.857

4 -240.955 68.3642 -435.211 -137.640

5 -213.425 64.1205 -395.072 -116.229

6 -189.992 60.5448 -360.980 -97.9323

7 -169.446 57.4424 -331.154 -81.8238

8 -151.050 54.6949 -304.510 -67.3393

9 -134.319 52.2251 -280.336 -54.1077

10 -118.919 49.9797 -258.141 -41.8711

20 -4.47912 34.6474 -96.0032 51.8442

30 78.0398 26.6627 14.3548 125.975

40 148.549 24.2637 98.7017 199.266

50 214.453 26.8566 166.400 278.909

60 280.356 33.0488 226.003 366.647

70 350.866 41.8697 285.047 465.241

80 433.384 53.6009 351.226 583.551

90 547.824 71.0274 440.657 749.973

91 563.225 73.4305 452.576 772.486

92 579.955 76.0522 465.502 796.964

93 598.352 78.9466 479.692 823.903

94 618.898 82.1924 495.514 854.016

95 642.330 85.9091 513.529 888.390

96 669.860 90.2935 534.659 928.809

97 703.705 95.7062 560.591 978.545

Page 144: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

125

98 748.697 102.934 594.999 1044.72

99 819.608 114.384 649.115 1149.15

Probability Plot for Mortalitas

L.6.4 Isolat 3

Konsentrasi

Percent

3002001000-100

99

95

90

80

70

60

50

40

30

20

10

5

1

Table of Statistics

Mean 78.5959

StDev 63.4820

Median 78.5959

IQ R 85.6359

Probability Plot for Mortalitas

Probit Data - ML Estimates

Normal - 95% CI

————— 6/18/2010 7:58:40 AM ————————————————————

Welcome to Minitab, press F1 for help.

Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal

Response Information

Variable Value Count

Mortalitas Success 120

Failure 90

Jumlah hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard

Variable Coef Error Z P

Constant -1.23808 0.198961 -6.22 0.000

Konsentrasi 0.0157525 0.0023986 6.57 0.000

Page 145: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

126

Natural

Response 0

Log-Likelihood = -84.096

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P

Pearson 9.00834 5 0.109

Deviance 9.92342 5 0.077

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI

Parameter Estimate Error Lower Upper

Mean 78.5959 7.21705 64.4507 92.7410

StDev 63.4820 9.66628 47.1020 85.5581

Table of Percentiles

Standard 95.0% Fiducial CI

Percent Percentile Error Lower Upper

1 -69.0852 22.1477 -130.002 -35.1279

2 -51.7801 19.6681 -105.642 -21.4933

3 -40.8006 18.1177 -90.2320 -12.7972

4 -32.5411 16.9665 -78.6701 -6.22501

5 -25.8226 16.0420 -69.2890 -0.855392

6 -20.1042 15.2649 -61.3241 3.73491

7 -15.0902 14.5923 -54.3581 7.77727

8 -10.6008 13.9979 -48.1368 11.4127

9 -6.51787 13.4648 -42.4938 14.7339

10 -2.75952 12.9810 -37.3135 17.8053

20 25.1681 9.69254 0.548496 41.2599

30 45.3059 7.91357 26.5988 59.4231

40 62.5129 7.12467 47.2567 76.5440

50 78.5959 7.21705 64.7042 94.4075

60 94.6788 8.08735 80.4116 114.011

70 111.886 9.64037 95.8601 136.341

80 132.024 11.9413 112.918 163.497

90 159.951 15.5751 135.663 202.069

91 163.710 16.0873 138.676 207.307

92 167.793 16.6481 141.942 213.006

93 172.282 17.2696 145.522 219.282

94 177.296 17.9691 149.511 226.302

95 183.014 18.7729 154.047 234.320

96 189.733 19.7246 159.363 243.756

97 197.992 20.9037 165.879 255.374

98 208.972 22.4844 174.515 270.844

Page 146: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

127

99 226.277 24.9998 188.078 295.275

Probability Plot for Mortalitas

L.6.5 Isolat 4

Konsentrasi

Percent

150010005000-500-1000

99

95

90

80

70

60

50

40

30

20

10

5

1

Table of Statistics

Mean 268.777

StDev 303.455

Median 268.777

IQR 409.355

Probability Plot for Mortalitas

Probit Data - ML Estimates

Normal - 95% CI

————— 6/18/2010 8:03:36 AM ————————————————————

Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal

Response Information

Variable Value Count

Mortalitas Success 74

Failure 136

Jumlah hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard

Variable Coef Error Z P

Constant -0.885721 0.132374 -6.69 0.000

Konsentrasi 0.0032954 0.0006090 5.41 0.000

Natural

Response 0

Log-Likelihood = -120.600

Page 147: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

128

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P

Pearson 16.2078 5 0.006

Deviance 21.3631 5 0.001

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI

Parameter Estimate Error Lower Upper

Mean 268.777 35.3747 199.444 338.110

StDev 303.455 56.0798 211.246 435.914

Table of Percentiles

Standard 95.0% Fiducial CI

Percent Percentile Error Lower Upper

1 -437.166 112.884 -780.059 -272.850

2 -354.444 98.1606 -651.472 -211.010

3 -301.960 88.9180 -570.085 -171.578

4 -262.478 82.0347 -508.999 -141.776

5 -230.363 76.4921 -459.424 -117.421

6 -203.028 71.8240 -417.328 -96.5911

7 -179.060 67.7762 -380.509 -78.2360

8 -157.600 64.1947 -347.629 -61.7144

9 -138.083 60.9787 -317.810 -46.6045

10 -120.117 58.0590 -290.444 -32.6127

20 13.3823 38.4558 -91.4789 75.7389

30 109.645 29.4948 40.5460 165.311

40 191.897 29.1741 135.992 259.212

50 268.777 35.3747 209.718 362.463

60 345.656 45.3356 274.959 474.200

70 427.909 57.9869 340.503 598.004

80 524.171 74.0215 414.676 745.427

90 657.671 97.2740 515.491 951.930

91 675.636 100.455 528.955 979.823

92 695.154 103.920 543.562 1010.15

93 716.614 107.742 559.601 1043.51

94 740.581 112.021 577.491 1080.79

95 767.917 116.916 597.868 1123.34

96 800.032 122.682 621.776 1173.36

97 839.514 129.792 651.127 1234.90

98 891.998 139.274 690.084 1316.76

99 974.720 154.273 751.377 1445.90

Probability Plot for Mortalitas

Page 148: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

129

L.6.6 Isolat 5

Konsentrasi

Percent

125010007505002500-250-500

99

95

90

80

70

60

50

40

30

20

10

5

1

Table of Statistics

Mean 267.721

StDev 248.136

Median 267.721

IQ R 334.730

Probability Plot for Mortalitas

Probit Data - ML Estimates

Normal - 95% CI

————— 6/18/2010 8:09:20 AM ————————————————————

Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal

Response Information

Variable Value Count

Mortalitas Success 69

Failure 141

Jumlah hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard

Variable Coef Error Z P

Constant -1.07893 0.139213 -7.75 0.000

Konsentrasi 0.0040300 0.0006336 6.36 0.000

Natural

Response 0

Log-Likelihood = -110.547

Goodness-of-Fit Tests

Page 149: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

130

Method Chi-Square DF P

Pearson 15.1299 5 0.010

Deviance 19.3945 5 0.002

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI

Parameter Estimate Error Lower Upper

Mean 267.721 29.5786 209.748 325.694

StDev 248.136 39.0094 182.336 337.681

Table of Percentiles

Standard 95.0% Fiducial CI

Percent Percentile Error Lower Upper

1 -309.530 77.3134 -525.224 -191.907

2 -241.888 67.2868 -428.658 -138.998

3 -198.972 61.0320 -367.603 -105.217

4 -166.687 56.4015 -321.824 -79.6539

5 -140.427 52.6955 -284.708 -58.7389

6 -118.074 49.5936 -253.222 -40.8308

7 -98.4760 46.9218 -225.712 -25.0319

8 -80.9280 44.5743 -201.172 -10.7946

9 -64.9687 42.4822 -178.941 2.24139

10 -50.2782 40.5983 -158.564 14.3268

20 58.8844 28.6239 -11.3836 108.375

30 137.598 24.2307 85.5009 185.432

40 204.856 25.1271 157.780 261.781

50 267.721 29.5786 217.222 341.256

60 330.586 36.2458 271.859 425.537

70 397.844 44.7169 327.510 518.514

80 476.558 55.5538 390.750 629.216

90 585.720 71.4148 476.776 784.418

91 600.411 73.5939 488.264 805.393

92 616.370 75.9698 500.727 828.197

93 633.918 78.5919 514.411 853.290

94 653.516 81.5310 529.673 881.337

95 675.868 84.8953 547.055 913.348

96 702.129 88.8628 567.448 950.987

97 734.414 93.7593 592.480 997.297

98 777.330 100.296 625.701 1058.91

99 844.972 110.650 677.961 1156.13

Probability Plot for Mortalitas

Page 150: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

131

L.6.7 Isolat 6

Konsentrasi

Percent

150010005000-500

99

95

90

80

70

60

50

40

30

20

10

5

1

Table of Statistics

Mean 346.299

StDev 257.964

Median 346.299

IQR 347.987

Probability Plot for Mortalitas

Probit Data - ML Estimates

Normal - 95% CI

————— 6/18/2010 8:13:58 AM ————————————————————

Welcome to Minitab, press F1 for help.

Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal

Response Information

Variable Value Count

Mortalitas Success 52

Failure 158

Jumlah hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard

Variable Coef Error Z P

Constant -1.34243 0.152149 -8.82 0.000

Konsentrasi 0.0038765 0.0006292 6.16 0.000

Natural

Response 0

Log-Likelihood = -97.138

Goodness-of-Fit Tests

Page 151: 06530001 Lilis Fauzia Masroh Skripsi.ps

132

Method Chi-Square DF P

Pearson 12.3133 5 0.031

Deviance 14.8858 5 0.011

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI

Parameter Estimate Error Lower Upper

Mean 346.299 37.8897 272.036 420.561

StDev 257.964 41.8715 187.670 354.586

Table of Percentiles

Standard 95.0% Fiducial CI

Percent Percentile Error Lower Upper

1 -253.814 75.0354 -465.138 -139.941

2 -183.494 64.4767 -363.704 -84.8967

3 -138.877 57.9460 -299.686 -49.6343

4 -105.314 53.1547 -251.774 -22.8618

5 -78.0135 49.3580 -213.006 -0.879817

6 -54.7761 46.2155 -180.190 18.0128

7 -34.4015 43.5424 -151.587 34.7476

8 -16.1584 41.2270 -126.139 49.8937

9 0.432874 39.1969 -103.152 63.8263

10 15.7052 37.4022 -82.1486 76.8070

20 129.191 27.6114 66.2376 180.951

30 211.023 26.9164 158.877 270.404

40 280.944 31.1717 226.976 357.896

50 346.299 37.8897 284.581 445.718

60 411.653 46.0939 339.031 536.695

70 481.575 55.7766 395.416 635.901

80 563.406 67.7686 460.063 753.345

90 676.892 85.0367 548.440 917.499

91 692.165 87.3965 560.261 939.661

92 708.756 89.9673 573.090 963.752

93 726.999 92.8021 587.179 990.258

94 747.374 95.9771 602.896 1019.88

95 770.611 99.6087 620.802 1053.68

96 797.912 103.888 641.813 1093.42

97 831.475 109.166 667.610 1142.31

98 876.091 116.206 701.856 1207.34

99 946.412 127.348 755.740 1309.94

Probability Plot for Mortalitas