02 BAB I TERTUTUP ok.docx

45
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji sebagaimana telah diubah denga Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Ibadah Haji sebagai tugas nasional. Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Agama, ditunjuk sebagai Institusi yanag mewakili Pemerintah dalam hal pengorganisasian Ibadah Haji di Indonesia (meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan) kepada jemaah haji dengan tujuan agar pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan aman, tertib dan lancer dengan menjungjung tinggi semangat keadilan, transparansi, partisipasi dan akuntabilitas, sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan bersih (clean government). 1

Transcript of 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

Page 1: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji

sebagaimana telah diubah denga Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009

mengamanatkan bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan

Ibadah Haji sebagai tugas nasional. Pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian

Agama, ditunjuk sebagai Institusi yanag mewakili Pemerintah dalam hal

pengorganisasian Ibadah Haji di Indonesia (meliputi pembinaan, pelayanan, dan

perlindungan) kepada jemaah haji dengan tujuan agar pelaksanaan ibadah haji

dapat berjalan dengan aman, tertib dan lancer dengan menjungjung tinggi

semangat keadilan, transparansi, partisipasi dan akuntabilitas, sesuai dengan

prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan bersih (clean

government).

Dalam pelaksanaannya secara teknis dikoordinasikan oleh Menteri Agama

dan bekerjasama dengan kementerian/lembaga terkait, masyarakat, dan hubungan

Bilateral dengan Pemerintah Arab Saudi. Koordinasi dalam penyelenggaraan

ibadah haji diperlukan dalam rangka kelancaran tugas sesuai dengan siklus

penyelenggaraan ibadah haji sejak perencanaan, pengorganisasian, operasional

sampai dengan pengendalian dan evaluasi.

Ibadah haji merupakan rukun islam kelima, sekaku menjadi niat dan

keinginan ‘lifetime’ bagi setiap muslim. Ibadah ini bukan saja kegiatan ‘manasik’,

tetapi juga memiliki berbagai implikasi dan dampak dalam kehidupan individu

1

Page 2: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

2

dan masyarakat muslim. Ibadah haji hampir selalu memiliki dampak

transformative dalam kehidupan individu, social jemaah dan umat islam. Oeleh

karena itu, tidak mengherankan jika ibadah haji yang meruoakan ‘life time

physical and spiritual journey itu selalu menjadi concern pemerintah pada

masyarakat muslim di manapun.

Indonesia telah mencoba berbagai kemungkinan penyelenggaraan ibadah

haji diantaranya dengan membentuk kementerian haji, swastanisasi haji, dan

yayasan di bawah kementerian agama. Dalam sejarah perjalanannya menunjukkan

bahwa penyelenggaraan haji tidak bisa di lepas dari manajemen pemerintah

sebagai fungsi pelayanan public dan perlindungan kepada masyarakat.

Dalam perkembangan dari waktu ke waktu, penyelenggaraan ibadah haji

selalu saja ada masalah. Memang tidak mudah mengimplementasikan manajemen

dalam penyelenggaraan ibadah haji, karena banyak pihak yang ingin terlibat

dalam perhetan ini. Di samping itu, dari sisi pekerjaan juga sarat risiko.

Bayangkan, pemerintah dalam waktu singkat harus mampu memobilisasi lebih

dari 220.000 jemaah dari Negara Indonesia ke arab Saudi. Sedangkan kegiatan ini

memiliki karakteristik tersendiri, yaitu: 1) Suatu perjalanan spiritual dan puncak

ibadah seorang muslim; 2) Profil jemaah yang beragam, baik tingkat pendidikan,

usia, maupun social budaya; 3) Jemaah dan petugas haji selalu berganti setiap

tahun; 4) Jemaah sebagai subjek ikut dalam proses dan sekaligus menjadi output;

5) Melibatkan banyak lembaga/kementrian dan mitra kerja lainnya; 6)

Menyangkut peredaran uang yang luar biasa; 7) Puncak kegiatan dilakukan di

‘negara orang’ – dengan sistem, budaya, dan aturan yang berbeda; 8) Fasilitas

Page 3: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

3

terbatas, tidak sebanding dengan jemaah yang dating dari berbagai Negara –

tempat kegiatan terpusat dan dilaksanakan pada waktu bersamaan.

Dalam manajemen modern, karakteristik penyelenggaraan haji termasuk

dalam kelompok risk management. Pengelolaannya termasuk dalam beresiko

tinggi, sedangkan prinsip yang harus dipegang teguh adalah tidak boleh

mengambil keuntungan (nirlaba). Ini tentu saja selaras dengan konsep manajemen

umumnya: high risk high income. Kondisi tersebut dapat dijelaskan karena

menunaikan ibadah haji merupakan perintah agama yang pengelolaannya tidak

lepas dari nila-nilai ajaran agama.

Penyelenggaraan ibadah haji secara teknis dikelola dan dilaksanakan oleh

Ditjen PHU, Kementerian Agama. Berdasarkan PMA No. 10 Tahun 2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama dinyatakan Ditjen (PHU)

mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi

teknis di bidang penyelenggaraan haji dan umrah. Untuk melaksanakan tuags

dimaksud, Ditjen PHU menyelenggarakan fungsiL: 1) Perumusan kebijakan di

bidang penyelenggaraan haji dan umrah; 2) Pelaksanaan kebijakan di bidang

penyelenggaraan haji dan umrah; 3) Penyusunan norma, standar, prosedur, criteria

di bidang penyelenggaraan haji dan umrah; 4) Pemberian bimbingan teknis dan

evaluasi, penyelenggaraan haji dan umrah; dan 5) Pelaksanaan administrasi.

Sesuai Keputusan Dirjen PHU No. D/54 Tahun 2010 dirumuskan

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yaitu: Terwujudnya

pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah hai dan umrah

berdasarkan asas keadilan, professional, akuntabel dengan prinsip nirlaba.

Sedangkan Misi Ditjen PHU yaitu: 1) Meningkatkan kualitas penyuluha,

Page 4: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

4

bimbingan, dan pemahaman manasik haji; 2) Meningkatkan profesionalisme dan

dedikasi petugas haji; 3) Memnerdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan

ibadah haji melalui pembinaan haji khusu, umrah, dan kelompok bimbingan

ibadah; 4) Meningkatkan pelayanan pendaftaran, dokumen, akomodasi,

transportasi dan katering sesuai standar pelayanan minimal penyelenggaraan haji;

5) Memberikan perlindungan kepada jemaah sehingga diperoleh rasa aman,

keadilan, dan kepastian melaksanakan ibadah haji; 6) Meningkatkan transparansi

dan akuntabilitas pengelolaan dana haji serta pengembangan sistem informasi

haji; dan 7) Meningkatkan kualitas dukungan manajemen dan dukungan teknis

lainnya dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

Ketetapan visi dan misi seharusnya mempunyai daya laku (validity) dan

daya guna (efficacy) serta merupakan pedoman dalam menysun kebijakan

penyelenggaraan haji, dan menjadi acuan keberhasilan tugas Ditjen PHU

Kemenag. Dalam hal ini, visi dan misi tersebut kurang dihayati oleh aparatur

penyelenggara haji baik di pusat, daerah maupun Arab Saudi.

Dalam kaitan permasalahan tersebut, pada sistem penyelenggaranya

terdapat peluang sekaligus tantangan dalam peningkatan kinerja layanan dalam

penyelenggaraan haji di Indonesia, dimana jumlah pendaftar haji terus bertambah

setiap tahun secara signifikan. Data jemaah pendaftar haji masa tunggu (waiting

list) sesuai Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) hingga

saat ini mencapai 1,6 juta orang, dengan total nilai setoran awal sebesar 44 triliun

rupiah. Sedangkan jumlah jemaah umrah rata-rata setiap tahunnya selama tiga

tahun terakhir sebanyak 61.000 orang.

Page 5: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

5

Data jemaah haji Indonesia yang telah memperoleh pelayanan haji dari

tahun 2009 s.d. 2013, sebagaimana tabel berikut:

Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Profil Jemaah Haji Tahun 2009-2013

Tahun Jemaah

Profil Jemaah Haji (%)

Usia > 60 Th

Pendidikan Dasar

Ibu Rmh

TanggaWanita Risti

Belum Haji

2009 204.941 22,60 32,75 26,73 52,33 31,01 97,87

2010 208.941 26,21 35,18 29,04 54,60 30,27 98,34

2011 208.989 21,74 35,53 28,73 54,65 33,68 98,03

2012 220.041 47,72 35,50 28,83 54,78 35,97 98,07

2013 220.885 46,83 34,12 26,43 51,32 34,62 98,22

Sumber: Siskohat Kemeterian Agama (2013)

Dari contoh tabel ini dapat dinyatakan bahwa adanya indikasi

menunjukkan tanggung jawab dalam pengurusan jamaah haji belum terselesaikan

dengan baik. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa penyelesaian tugas

pekerjaan yang merujuk pada kinerja para pegawai belum cukup baik.

Masyarakat memang selalu menuntut pelayanan ibadah haji yang lebih

baik setaip tahunnya. Sebuah tuntutan dan harapan yang wajar diberikan oleh

Ditjen PHU, Kementerian Agama sebagai penyelenggara ibadah haji. Tentu

diperlukan model kepemimpinan, motivasi, dan komitmen bagi aparatur

penyelenggara haji dalam memenuhi tuntutan sesuai kemampuan. Oleh karena itu,

kepuasan pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara haji dapat mempengaruhi

kekhusukan bagi jemaah dalam menunaikan ibadah sesuai ketentuan syariat islam.

Kaitan dengan Ditjen PHU, terdapat tiga temuan, yaitu: 1) Pelayanan

perizinan operasional Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan

perpanjangannya; 2) Pelayanan perizinan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusu

Page 6: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

6

(PIHK) dan perpanjangannya; 3) Kajian KPK terkait penyelenggaraan ibadah haji

2011. Dalam suatu pertemuan konsultasi dengan jajaran Kementerian Agama,

pihak KPK menjelaskan mengenai pelayanan perizinan KBIH dan PIHK. Meski

pelayanan tersebut tidak dipungut biaya, kebanyakan penggunanya tetep

memberikan uang kepada pegawai yang bertugas.

Hasil survei tersebut perlu disikapi dengan lapang dada sebagai kritik

untuk melakukan pembenahan, baik terkait sistem pelayanan dan pengembangan

sikap maupun komitmen dan kinerja pegawai di Ditjen PHU. Oleh karena itu,

pimpinan harus dapat meningkatkan perannya untuk menguatkan kembali

komitmen organisasi dengan tetap menjaga citra lembaga melalui peningkatan

kinerja pegawai.

Tantangan hai ke depan semakin berat. Karena itu diperlukan seseorang

pemimpin yang memiliki keseimbangan memahami visi dan misis organisasi.

Tidak hanya mereka yang andal berteori tetapi rapuh dipelaksanaan. Namun orang

yang mampu memegang amanah, memiliki nurani dengan hati yang bersih untuk

melayani tamu-tamu Allah (dzuyufurrahman). Kinerja pegawai harus dilandasi

dengan hati ikhlas sehingga tingkat kepuasan layanan bagi jemaah haji terus dapat

ditingkatkan.

Uapaya terus meningkatkan kinerja pegawai harus dilakukan agar

penyelenggaraan haji tidak lagi carut marut. Kelemahan administrasi keuangan

dan prosedur kerja yang dilakukan oleh pegawai dalam hal ini dinilai sebagai

tindakan korupsi, karena melanggar ketentuan perundang-undangan dan diyakini

memperkaya pihak lain.

Page 7: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

7

Peningkatan kinerja pegawai dapat terjadi jika organisasi bergerak dari

pendekatan yang berorientasi pada fungsi pengendalian (controlling) pada setiap

aktivitas pekerjaan dalam berbagai unit dan melaksanakan control dan mencapai

efesiensi dalam pengelolaan SDM, seyogyanya konsisten dan berkelanjutan,

sehingga para pegawai dapat meresponnya dengan sangat baik dan positif bukan

dengan control ketat tidak beraturan dan diberlakukan seperti suatu tekanan.

Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup

banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain: 1) Faktor personal/individu,

meliputi: pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri,

motivasi, dan komitmen yang dimiliki setiap individu; 2) Faktor kepemimpinan,

meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan

yang diberikan manajer dan team leader; 3) Faktor lain, meliputi: kualitas

dukungan terhadap sesame anggota tim, kekompakan dan keeratan tim; 4) Faktor

sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau insfrastruktur yang diberikan

oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi; 5) Faktor

kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan peruabahan lingkungan eksternal

dan internal.

Kinerja diartikan sebagai perilaku seseorang dalam proses pekerjaan

yang didukung dengan kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu, dalam

mencapai harapan keberhasilan kinerjanya. Kinerja pegawai negeri sipil (PNS)

dikenal dengan sebutan penilaian pelaksanaan pekerjaan sesuai PP Nomor 10

Tahun 1979. Penilaian kinerja tersebut dilaksanakan menggunakan Daftar

Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), dengan unsur-unsur yang terdapat di

Page 8: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

8

dalamnya , meliputi: kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan,

kejujuran, kerja sama, prakarsa dan kepemimpinan.

Dalam pelaksanaan DP3 tersebut belum konsisten digunakan untuk

menilai kinerja pegawai secara keseluruhan. Sesuai hasil pengamatan 18 tahun

menjadi PNS di dua kementerian, hasil penilaian DP3 belum dievaluasi sebagai

dasar penetapan reward dan punishment, karena memang dalam

pengisian/penilaian terkadang pegawai itu sendiri mengisi blangko yang sudah

disiapkan bagian ke pegawai di setiap akhir tahun.

Berdasarkan Strategis Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan

Umrah Tahun 2010-2014, sasaran kinerja yang ingin dicapai Ditjen PHU yaitu

terwujudnya jemaah haji mandiri, petugas haji yang professional dan dedikatif,

penerapan standar pelayanan minimal pada seluruh jenis pelayanan haji, sistem

informasi yang andal, dukungan manajemen dalam penyelenggaraan haji,

ketersediaan peraturan perundang-undangan, pemberdayaan penyelenggara ibadah

haji khusus, umrah, dan kelompok bimbingan haji, serta perlindungan kepada

jemaah.

Untuk mencapai sasaran kinerja tersebut disusun indicator kinerja utama

(key performance indicator). Dalam Peraturan Ditjen PHU No. D/55/2010

dinyatakan sebagai berikut: 1) Ketaatan pada peraturan perundang-undangan

dalam penyelenggaraan ibadah haji; 2) Pembinaan kepada petugas, jemaah dan

masyarakat secara professional; 3) Pelayanan umum tentang pelaksanaan ibadah

yang prima kepada jemaah haji; 4) Perlindungan, keamanan, dan kesehatan

kepada jemaah haji; 5) Penyediaan sumber daya yang sesuai dan dapat

dipertanggungjawabkan; 6) Peningkatan sistem manajemen penyelenggaraan

Page 9: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

9

ibadah haji secara berkelanjutan. Namun dalam implementasinya masih belum

optimal.

Setiap organisasi yang baik, tumbuh, dan berkembang akan

memperhatikan pengemmbangan SDM sebagai aset yang mampu menjalankan

tugas dan fungsi organisasi dengan optimal. Peningkatan kemampuan teknis,

teoretis, konseptual, moral bagi aparat penyelenggara haji dari para pelaku

organisasi/perusahaan di semua tingkat pekerjaan sangat dibutuhkan. Peran

pimpinan harus mampu mendorong organisasi menampilkam norma perilaku,

nilai, dan keyakinan sebagai sarana penting dalam peningkatan kinerjanya.

Disadari perilaku dan nilai kedisiplinan merupakan salah satu faktor

penting yang harus menjadi perhatian pimpinan dalam mendongkrak kinerja

pegawai. Sedangkan tingkat kedisiplinan pegawai Ditjen PHU dapat dilihat dari

kehadiran masuk kantor selama tahun 2011-2013 sebagai berikut:

Table 1.2Prosentase Tingkat Kehadiran Pegawai Ditjen PHU Tahun 2011-2013

No. Unit Kerja Tingkat Kehadiran (%) Standar

(%)2011 2012 2013

1. Sekretariat 71 72 71 100

2.Direktorat Pembina

Haji dan Umrah74 73 72 100

3.Direktorat Pelayanan

Haji75 76 74 100

4.

Direktorat

Pengeloloan Dana

Haji

72 71 70 100

Jumlah

Rata-rata (%)73 73 72 100

Sumber: Bagian Ortala dan Kepegawaian, Sekretariat Ditjen PHU (2013)

Page 10: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

10

Berdasarkan tabel tersebut yang menunjukkan tingkat kehadiran

pegawai dalam pelaksanaan tuagas memberikan gambaran dari tahun 2011-2013

belum cukup optimal.

Kehadiran pegawai dalam pelaksanaan tugas pekerjaan pada dasarnya

dapat diidentifikasikan sebagai salah satu aspek dalam perilaku kinerjanya. Oleh

karena itu, jawaban ketidakhadiran sebagaiamana di laporan tersebut memberikan

indikasi bahwa pencapaian kerja individu (pegawai pun) terganggu dan belum

optimal.

Demikian pula hasil kajian KPK terhadap sistem penyelenggaraan ibadah

haji (2010), pada komponen SDM dan kelembagaan, yaitu keterbatasan SDM

penyelenggara ibadah haji berlatar belakang akuntansi, tidak adilnya proses

seleksi petugas haji di daerah, minimnya petugas haji yang berpengalaman untuk

petugas di Arab Saudi, dan tidak adanya kode etik yang spesifik bagi aparat

penyelenggara haji.

Dengan berbagai permasalahan di atas, perlu upaya peningkatan kinerja

pegawai pada Ditjen PHU Kementrian Agama. Bila kinerja pegawai dapat

ditingkatkan secara optimal, maka pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi

niscaya akan lebih mudah dicapai. Dengan demikian, peneliti akan mengkaji

pengaruh kepemimpinan transformasional, pengembangan karier, dan komitmen

organisasi terhadap kinerja pegawai pada Ditjen PHU, Kemenetrian Agama.

Untuk mengukur keberhasilan tugas dan fungsi Ditjen penyelenggaraan

Haji dan Umrah dalam memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan

kepada jemaah maka ditetapkan sasaran mutu sebagai berikut; (a) Seluruh Jamaah

haji yang terdaftar dan memenuhi syarat dapat diberangkatkan ke Arab Saudi; (b)

Page 11: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

11

Seluruh Jamaah haji yang telah berada di Arab Saudi memperoleh pelayanan

akomodasi, katering dan transportasi; (c) Seluruh Jamaah haji dapat melaksanakan

Wukuf di Arafah; dan (d) Seluruh Jamaah haji yang telah menunaikan ibadah haji

dapat dipulangkan kembali ke Tanah Air (Buku Rencana Strategis Ditjen

penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2010-2014).

Berbagai upaya peningkatan penyelenggaraan ibadah haji dilakukan

seperti pengembangan struktur organisasi, merekontruksi komponen Biaya

Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), penyempurnaan system pendaftaran,

rekuitmen lebih ketat, selektif, dan rasionalisasi petugas, meningkatkan kualitas

pemondokan, katering, transfortasi, serta meningkatka kuantitas dan kualitas

bimbingan ibadah, meningkatkan pengamanan serta menerapkan sistem

manajemen mutu ISO 9000:2008.

Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kinerja

penyelenggaraan Ibadah Haji masih belum optimal. Seperti, hasil evaluasi yang

dilaksanakan secara bertahap dimulai dari Arab Saudi, embarkasi, bidang-bidang

tugas, dan diakhiri dengan evaluasi nasional yang dihadiri oleh

kementerian/lembaga terkait, DPR.RI, DPD, BPK serta unsur masyarakat lain

merekomendasikan beberapa kelemahan penyelenggaraan ibadah haji yaitu:

Kualitas pemondokan dan transfortasi di Mekkah, struktru organisasi

penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi, Akuntabilitas keuangan dana haji, dan

prosedur kerja yang belum sistematis.

Kinerja pegawai di lingkungan Direktorat Jendral Perjalanan Haji dan

Umroh Kementrian Agama Republik Indonesia sungguh dipertaruhkan untuk

memberikan kepercayaan terhadap ketentraman masyarakat muslim Indonesia.

Page 12: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

12

Berdasarkan survey awal terhadap tingkat kinerja p egawai di lingkungan

Direktorat Jendral Perjalanan Haji dan Umroh Kementrian Agama Republik

Indonesia di sajikan sebagai berikut:

Tabel 1.3 Rekapitulasi Data Tugas Pegawai Direktorat Jemdral Perjalanan Haji dan Umroh

No Jenis TugasTahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013

Target Capaian Target Capaian Target Capaian1 Kehadiran

kerjaSangat Baik (100%)

Baik (81%)

Sangat Baik (100%)

Baik (76%)

Sangat Baik (100%)

Baik (75%)

2 Penyelesaian pekerjaan

Sangat Baik (100%)

Baik (82%)

Sangat Baik (100%)

Baik (80%)

Sangat Baik (100%)

Baik (80%)

3 Ketepatan waktu kerja

Sangat Baik (100%)

Baik (83%)

Sangat Baik (100%)

Baik (83%)

Sangat Baik (100%)

Cukup (70%)

4 Akurasi pekerjaan

Sangat Baik (100)

Cukup (70%)

Sangat Baik(100%)

Cukup (72)

Sangat Baik (100%)

Cukup (72%)

5 Kecepatan & Pemahaman atas pekerjaan

Sangat Baik (100%)

Cukup (72%)

Sangat Baik (100%)

Cukup (72%)

Sangat Baik (100%)

Cukup (70%)

6 Kreativitas Sangat Baik (100%

Cukup (72%)

Sangat Baik (100%)

Cukup (72%)

Sangat Baik (100%)

Cukup (70%)

7 Inisiatif Sangat Baik (100%)

Cukup (70%)

Sangat Baik (100%)

Cukup (72%)

Sangat Baik (100%)

Cukup (70%)

8 Kerja sama Sangat Baik (100%)

Baik (82%)

Sangat Baik (100%)

Baik (80%)

Sangat Baik (100%)

Baik (80

9 Kehandalan kerja

Sangat Baik (100)

Cukup (70)

Sangat Baik(100)

Cukup (72)

Sangat Baik (100)

Cukup (70)

Sumber: Sekretariat Ditjen PHU Kementrian Agama , 2013

Berdasarkan data di atas bahwa kinerja pegawai di lingkungan

Direktorat Jendral Perjalanan Haji dan Umroh Kementrian Agama Republik

Indonesia rata-rata pada level cukupdan pada tiga tahun terakhir tidak

menunjukkan peningkatan. Dengan demikian hal tersebut mengindikasikan bahwa

kinerja pegawai belum dilaksanakan dengan optimal.

Selain itu, masih ditemukan berbagai permasalahan seputar pelaksanaan

seperti miss-manajemen ONH yang relatif mahal, keterlambatan pemberangkatan,

Page 13: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

13

pemondokan, katering, hingga indikasi adanya korupsi di dalam instansi-instansi

yang terkait dengan penyelenggaraan haji.

Di sisi lain beberapa aspek yang menyebabkan munculnya permasalahan

dalam penyelenggaraan Haji selama ini, diantaranya; pertama, Aspek substantive

dari pelayanan, bimbingan, dan perlindungan terhadap jamaah haji yang belum

berjalan optimal; kedua, biaya atau ongkos naik haji (ONH) yang mahal dan tidak

efesien; ketiga, tidak professional dan transfaran dalam pengelolaan dana haji,

dikarenakan masih ditemukan selisih kemahalan harga apabila dihitung secara riil

berdasarkan cost di lapangan; keempat, adanya indikasi terjadinya praktek

korupsi; dan kelima, Daya serap anggaran belum optimal, seperti yang

disampaikan oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, dari anggaran

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah tahun 2009 sebesar Rp

160.403.129.000,00 hanya dapat direalisasikan sebesar Rp 142.324.502.154,00

(88,73%). Realisasi anggaran tersebut terdiri atas:

Tabel 1.4Realisasi Anggaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2010-2013No

.Jenis Belanja Pagu Realisasi Persentase

1 Pegawai 10.663.129.000 9.797.263.433 91,88%

2 Barang 121.413.233.000 106.296.387.828 87,55%

3 Modal 28.326.767.000 26.230.850.893 92,60%

TOTAL 160.403.129.000 142.324.502.154 88,73%

Sumber: Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah tahun 2010

Dilihat dari penyerapan anggaran antara tahun 2010 s.d. 2013, terjadi

pengemdapat dana sebesar 11,27%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya

dana yang tersedia cukup memadai, akan tetapi pada kenyataannya permasalahan

Page 14: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

14

penyelenggaraan haji setiap tahun sering terjadi, ini menunjukan bahwa ada

indikasi kurangnya kemampuan SDM dalam pengelolaan haji ( Kompetensi

pegawai yang lemah)

Jika mekanisme dan alur penyelenggaraan ibadah haji sudah tertata dan

terstruktur secara kenegaraan sebagaimana dalam perundang-undangan, maka

yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah sikap dan perilaku individu serta

kebijakan teknis yang ditetapkan, bentuk operasional yang dilakukan oleh

penyelenggara haji. Pengalaman menunjukkan bahwa perilaku individu sering

mewarnai dan mendominasi jalannya roda organisasi di lingkungan birokrasi

pemerintahan di negara kita. Jadi sebaik apapun undang-undang yang telah

disusun tanpa di dukung oleh pelaksana yang berkualitas dan sistem teknik

operasional yang sesuai dengan tuntutan realitas di lapangan, maka undang-

undang tersebut tidak akan berjalan secara optimal. Oleh karena itu, yang lebih

penting adala peningkatan professional dan kualitas sumber daya manusia dan

penataan sistem pelaksanaan teknis operasional haji secara komprehensif.

Dalam upaya perbaikan penguatan dan meningkatkan kinerja pelayanan

bagi jemaah haji, pemanfaatan terhadap nilai-nilai organisasi perlu sosialisasi dan

dedikasi serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Untuk

meningkatkan profesionalisme SDM tersebut, kepemimpinan transformative

dibutuhkan. Ini berguna untuk member motivasi kepada petugas haji sekaligus

menyatukan pencapaian tujuan serta keyakinan dengan cara-cara yang dapat

meningkatkan kinerja organisasi.

Dalam pelayanan haji baik di Tanah Air maupun di Arab Saudi

pengembangan sistem dan manajemen harus terus ditingkatkan. Demikian pula

Page 15: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

15

penguatan kelembagaan dan organisasinya serta peningkatan kualitas sumber daya

manusia dan sumber daya lainnya termasuk pemenuhan sarana prasarana yang

dapat mendukung keberhasilan tujuan organisasi secara efektif dan efesien.

Organisasi sebagai kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara

sadar, dengan sebuah batasan yang relative dapat diidentifikasi, (Robbin &

Judges, 2013) yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai

tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Akibat terjadinya interaksi dengan

karakteristik masing-masing serta banyak kepentingan yang membentuk gaya

hidup, pola perilaku dan etika kerja, semuanya akan mencirikan kondisi suatu

organisasi.

Setiap individu dalam organisasi tidak lepas dari hakikat nilai-nilai

budaya yang dianutnya. Ini pada akhirnya akan bersinergi dengan perangkat

organisasi, teknologi, siste, strategi, dan peran kepemimpinan. Pola interaksi

sumber daya manusia dalam organisasi haru diseimbangkan dan diselaraskan

sehingga organisasi dapat dipertahankan kedudukannya.

Setiap organisasi membutuhkan pemimpin yang andal, memiliki

kemampuan mempengaruhi perilaku anggota atau bawahannya. Jadi, seorang

pemimpin dalam mempengaruhi dan mampu mengarahkan bawahannya tetap

berkomitmen meningkatkan kinerja untuk mencapai tujuan bersama. Tidak setiap

pemimpin mampu menjalankan kepemimpinan, akan tetap menjadi pemimpin

karena posisinya dan tugasnya.

Kualitas seorang pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting

dari keberhasilan atau kegagalan organisasi. Demikian pula keberhasilan atau

kegagalan suatu organisasi – baik yang berorientasi bisnis maupun public –

Page 16: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

16

biasanya dipersepsikan sebagai keberhasilan atau kegagalan pemimpinnya Stone

(2010). Begitu pentingnya peran pemimpin sehingga isu mengenai kepemimpinan

menjadi faktor yang menarik perhatian para peneliti bidang perilaku organisasi.

Hal tersebut dapat membawa konsistensi bahwa setiap pemimpin berkewajiban

memberikan perhatian yang sungguh-sunggu untuk membina, memotivasi dan

mengarahkan berbagai potensi sumber daya termasuk SDM, transformasi inilah

yang menjadi penting bagi seluruh anggota organisasi.

Setiap pegawai dalam organisasi harus memiliki motivasi kerja yang

tinggi terhadap pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Dalam organisasi

sektor publik, ikatan batin antara pegawai dengan organisasi dapat dibangun dari

kesamaan visi, misi, dan tujuan organisasi, bukan sekedar ikatan kerja.

Bagi mereka yang bekerja di instansi pemerintah, ikatan kerja bukan

hanya gaji. Namun juga ikatan batin, misalnya ingin menjadi abdi negara dan abdi

masyarakat, status sosial, dan sebagainya. Di Ditjen PHU, Kementerian Agama,

ikatan batin itu diwujudkan dengan moto “Ikhlas Beramal” sebagai nilai dasar

budaya kerja yang dapat diformulasikan sebagai bekerja secara total tanpa pamrih

dan aspek-aspek tersebut menjadi budaya organisasinya. Rumusan tersebut

mengandung dua unsur utama. Pertama, bekerja total. Yakni mengerahkan

segenap kemampuan, kemauan, dan kesemptana untuk mewujudkan kinerja sesuai

tugas dan fungsinya sebagai aparatur Kementerian Agama. Kedua, tanpa pamrih.

Yaitu bekerja dengan ketulusan hati dalam rangka beribadah kepada Tuhan, demi

mewujudkan kemaslahatan serta kemampuan bnagsa dan negara.

Namun, keinginan dan harapan di atas, belum sesuai dengan kondisi di

Kementerian Agama. Berdasarkan hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi

Page 17: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

17

(KPK) tentang Indeks Integritas Pusat (IIP), cukup mengejutkan. Dari 22 instansi

yang disurvei, Kementerian Agama menjadi instansi yang memperoleh nilai

paling rendah, yaitu 5,37 (Senin, 18/11/2011). Survei bertujuan memberi masukan

kepada instansi layanan public untuk meningkatkan kinerja dan upaya pencegahan

korupsi bagi aparatur pemerintah dalam memberikan layanan kepada masyarakat.

Kepemimpinan diperlukan agar terwujud volume dan beban kerja yang

terarah pada tujuan organisasi. Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang

sungguh-sungguh terhadap karier pegawai agar dapat meningkatkan kinerja yang

tinggi. Ketika pemimpin menunjukkan kepemimpinan yang baik, para pegawai

akan berkesempatan untuk mempelajari perilaku yang tepat untuk berhadapan

dengan pekerjaan mereka. Demikian pula dengan birokrasi publik pemimpin

memegang peran yang sangat strategis sehingga berhasil atau tidaknya birokrasi

publik menjalankan tugas dan fungsinya, sangat ditentukan oleh kualitas

pimpinannya.

Dalam organisasi pemerintahan, bawahan bekerja sangat tergantung pada

pimpinan. Bila pimpinan tidak memiliki kompetensi sebagai seorang pemimpin

dan tidak professional, tugas yang sangat kompleks tidak dapat dikerjakan dengan

baik. Bahkan kegiatan yang dilakukan cenderung tidak efektif, efisien, dan

ekonomis.

Pemimpin yang menginspirasikan motivasi pada bawahan menyebabkan

kerja bawahan bergairah, namun sebaliknya bila kepemimpinannya hanya

menguntungkan diri sendiri motivasi yang diberikan justru menurunkan semangat

dan harapan pegawai. Pemimpin yang menjadi idola, menstimulasi bawahan dan

menjadi teladan, menyebabkan tingginya tingkat kepercayaan bawahan terhadap

Page 18: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

18

pemimpin dan menimbulkan motivasi yang kuat untuk meniru pemimpin, serta

kepuasan kerja bagi bawahan. Tetapi akibat lain adalah bisa terjadi teladan yang

buruk pun akan diikuti ketika pemimpin membuat kebijakan yang

menguntungkan kelompok atau golongan tertentu demi mendapatkan keuntungan

pribadi, hal tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai (value) organisasi yang

diharapkan.

Motivasi merupakan suatu unsur penting dalam meningkatkan kinerja

pegawai dimana motivasi dapat memberikan suatu dorongan yang mampu

menggerakkan segala potensi yang ada, menciptakan keinginan yang tinggi serta

dapat meningkatkan kebersamaan, masing-masing pegawai bekerja menurut

aturan atau ukuran yang telah ditetapkan, dengan jalan saling menghormati, saling

pengertian dan saling menghargai hak dan kewajiban masing-masing.

Berdasarkan pandangan Kaplan dan Norton (2000) menyatakan, bahwa motivasi

dan kepuasan pekerja akan berdampak pada peningkatan kinerja pegawai,

produktivitas kerja, daya tanggap, dan ,mutu layanan pegawai.

Motivasi muncul karena adanya kebutuhan baik materi maupun non-materi

dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Kebutuhan materi dapat berupa

kebutuhan fisiologis, atau kebutuhan fisik berupa pakaian, rumah, fasilitas

transportasi, uang dan lainnya. Sedangkan kebutuhan bukan materi dapat berupa

keamanan/keselamatan, sosial, penghargaan/harga diri, aktualisasi diri.

Sebaliknya bila budaya organisasi terbentuk baik, efektivitas atau keberhasilan

kepemimpinan dalam menjalankan peran, tugas dan tanggung jawabnya untuk

mencapai kinerja yang memuaskan (superior / high performer) mempengaruhi

Page 19: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

19

gairah kerja pegawai. Jadi, budaya organisasi menjadi kekuatan yang dapat

mendukung motivasi kerja.

Sementara itu dalam pemikiran lain, pemimpin transformasional memiliki

kemampuan untuk memotivasi bawahan, meneladani bawahan, meningkatkan

kohesi, menstimulasi intelektual. Pemimpin yang dapat menjadi teladan dan

mampu memotivasi bawahan akan dapat membuat bawahan berperilaku jujur dan

memberikan pelayanan yang tulus tanpa pandang bulu, loyal dan menaati

peraturan yang ada.

Pemimpin yang dipersepsikan dapat meningkatkan kohesi kelompok dan

menstimulasi intelektual bawahan akan membuat anak buah saling mendukung.

Hal tersebut dapat diketahui dalam pekerjaan selalu ada upaya saling membantu

satu sama lain. Dalam menyelesaikan suatu pekerjaan akan lebih mudah untuk

mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) yang mampu

memberikan pelayanan kepada publik secara baik. Di samping itu, kualitas

seorang pemimpin dapat diketahui dari kemampuan menjalin komunikasi dan

pendelegasian kewenangan terhadap bawahannya, mewujudkan akuntibilitas

kinerja unit organisasinya dengan baik, melakukan evaluasi dan mampu

memberikan masukan yang konstruktif dalam peningkatan kualitas program.

Dengan dukungan berbagai unsur kepemimpinan, kelembagaan, system

dan kinerja SDM yang memadai, ke depan pelayanan haji Indonesia tidak

mustahil akan mencapai pelayanan kelas dunia (world class services). Hal ini

wajar, sebab jemaah haji Indonesia termasuk yang terbanyak dari sekitar 178

negara pengirim jemaah haji. Di samping itu, jemaah haji Indonesia dikenal

jemaah Negara lain sebagai pribadi yang taat beragama, ramah, dan mudah diatur.

Page 20: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

20

Memang selama ini, ada beberapa Negara - seperti Rusia, Turki, Iran,

Syria, Aljazair, Nigeria, dan Norwegia - yang sudah berbagi pengalaman tentang

manajemen haji dengan pemerintah Indonesia. Seperti Rusia pernah meminta

pemerintah Indonesia untuk mengadakan pelatihan pengelolaan ibadah haji di

Negara mereka. Materi pelatihan meliputi aspek manajemen yang dibagi dalam

tiga kelompok utama yaitu manajemen pembinaan jemaah dan petugas,

manajemen pelayanan haji, dan manajemen pengelolaan dana haji.

Kepemimpinan transformasional oleh Bass dan Avolio dalam Yulk

(2010) cenderung ke fungsi (function), karena fungsi utama dari seorang

pemimpin transformasional adalah memberikan pelayanan sebagai katalisator dari

perubahan (catalyst of change ), namun saat bersamaan sebagai seorang pengawas

dari perubahan ( a controller of change )

Kualitas kepemimpinan Ditjen PHU Kementrian Agama dapat diketahui

dari kemampuan mereka telah menyelesaikan diklat dalam jabatan sebagai syarat

untuk menduduki jabatan tertentu. Kondisi diklat jabatan tersebut dapat diketahui

pada tabel berikut:

Tabel 1.5. Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Bagi Pejabat Ditjen PHU Kmenetrian Agama s.d. Tahun 2013

No.

Pejabat Eselon

JumlahPersyaratan

Diklat Jabatan

SudahBelum

Jml %

1. I 1Diklat

Pimpinan Tingkat I

0 1 100

2. II 4Diklat

Pimpinan Tingkat II

0 4 100

3. III 16Diklat

Pimpinan Tingkat III

11 5 31,25

4. IV 55 Diklat 30 21 38,18

Page 21: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

21

Pimpinan Tingkat IV

Sumber: Bagian Ortala dan Kepegawaian, Sekertariat Ditjen PHU Kementrian Agama (2013)

Berdasarkan tabel di atas memberikan gambaran, bahwa pembekalan

terhadap pendidikan dan pelatihan begi paran pejabat di lingkungan Direktorat

Jendral Perjalanan Haji dan Umroh Kementrian Agama Republik Indonesia masih

terbatas.

Dalam mewujudkan SDM yang berkualitas untuk penyelenggaraan haji,

selain faktor kepemimpinan transformasional (kemampuan memimpin),

pengembangan karir, kepuasan kerja, dan kinerja bagi pegawai juga menjadi

perhatian utama dalam organisasi. Bila pengembangan karir tidak jelas, apalagi

kesejahteraam tidak memperoleh perhatian, motivasi dan komitmen organisasi

juga rendah, tentu akan terjadi turnover, satu per satu pegawai akan keluar dari

organisasi. Mereka akan mencari organisasi yang mampu memenuhi kebutuhan

pengembangan karier atau meningkatkan kesejahteraanya.

Pengembangan karir menurut Rivai (2005) adalah proses peningkatan

kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karier yang

diinginkan. Selanjutnya, Chen (2003) mengatakan bahwa ketika individu

memasuki organisasi, dia mempunyai rencana karier yang berbeda dengan

individu lain. Perencanaan karier didasarkan pada organisasi di mana individu

tersebut bekerja. Semuanya memiliki implikasi bagi organisasi untuk

mengusahakan diri dalam memuaskan kebutuhan karier individu yang

kemudian dapat mempengaruhi sikapnya untuk berkomitmen pada organisasi

dan kinerja yang bersangkutan.

Page 22: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

22

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi permasalahan

sebagai berikut:

1) Budaya kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan

Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia masih lemah;

2) Motivasi kerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan

Haji dan Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia belum optimal

3) Pengembangan Karir Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal

Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia

belum optimal;

4) Kinerja Pegawai di lingkungan Direktorat JEnderal Penyelenggaraan Haji dan

Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia belum optimal;

5) Disiplin kerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan

Haji dan Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia belum optimal;

6) Masih sering terjadinya keterlambatan dalam penyelsaian pekerjaan di

lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian

Agama Republik Indonesia.

7) Sarana dan prasarana yang belum memadai di lingkungan Direktorat Jenderal

Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia.

8) Upaya-upaya dalam menumbuh kembangkan Inovasi Kreasi dan Motivasi

Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah

Kementrian Agama Republik Indonesia belum optimal.

Page 23: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

23

9) Masih terbatasnya usaha-usaha melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam

rangka peningkatan kualitas SDM di lingkungan Direktorat Jenderal

Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia.

10) Belum optimalnya pimpinan dalam mendorong pegawai untuk menerima

respon atau pengaduan dari masyarakat di lingkungan Direktorat Jenderal

Penyelenggaaraan Haji dan Umrah Kemenetrian Agama Republik Indonesia.

11) Implementasi pemimpin yang menyebarkan visi, misi, dan berorientasi pada

perubahan (transformasional) belum optimal sehingga berdampak pada

rendahnya kinerja pegawai.

12) Ketidaksiapan pegawai dalam menghadapi tantangan perubahan baik yang

berasal dari lingkungan internal maupun eksternal organisasi diduga

berdampak pada rendahnya pencapaian kinerja.

13) Kurangnya perencanaan dan sosialisasi mengenai pegembangan karier

pegawai, sehingga berdampak pada rendahnya komitmen dan kinerja

pegawai.

14) Pegembangan karir pegawai belum berjalan efektif, sehingga berdampak

pada rendahnya kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

15) Tingkat kehadiran dan disiplin pegawai yang masih rendah dalam

pelaksanaan pekerjaan sehari-hari diduga berdampak pada kinerja pegawai

secara keseluruhan.

16) Komitmen organisasi yang kurang kuat diduga karena belum konsistennya

pengembangan karier pegawai yang dilakukan oleh pimpinan.

Page 24: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

24

1.3. Pembatasan Masalah

Masalah utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bahwa

kinerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan

Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia belum optimal. Hal ini diduga

antara lain dipengaruhi oleh kepemimpinan, pengembangan karir, budaya

organisasi dan motivasi kerja pegawai belum optimal.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti sangat tertarik untuk melakukan

penelitian di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah

Kementrian Agama Republik Indonesia. Masalah yang dibahas adalah sejauh

mana pengaruh kepemimpinan transformasional , pengembangan karir, budaya

organisasi, terhadap motivasi kerja dan kinerja pegawai.

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan hasil identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1) Apakah terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap motivasi

kerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan

Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia?

2) Apakah terdapat pengaruh pengembangan karir terhadap motivasi kerja

pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah

Kementrian Agama Republik Indonesia?

3) Apakah terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja pegawai

di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah

Kementrian Agama Republik Indonesia?

Page 25: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

25

4) Apakah terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional, pengembangan

karir, dan budaya organisasi secara bersama-sama (simultan) terhadap

motivasi kerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan

Haji dan Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia?

5) Apakah terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja

pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah

Kementrian Agama Republik Indonesia?

6) Apakah terdapat pengaruh pengembangan karir terhadap kinerja pegawai di

lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian

Agama Republik Indonesia?

7) Apakah terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai di

lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian

Agama Republik Indonesia?

8) Apakah terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai di

lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian

Agama Republik Indonesia?

9) Apakah terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional, pengembangan

karir, budaya organisasi dan motivasi kerja secara bersama-sama ( simultan)

terhadap kinerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan

Haji dan Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia?

Page 26: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

26

1.5. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan

menganalisis besarnya kontribusi ;

1) Pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap motivasi kerja pegawai di

lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian

Agama Republik Indonesia?

2) Pengaruh pengembangan karir terhadap motivasi kerja pegawai di lingkungan

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama

Republik Indonesia?

3) Pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja pegawai di lingkungan

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama

Republik Indonesia?

4) Pengaruh kepemimpinan transformasional, pengembangan karir, dan budaya

organisasi secara bersama-sama (simultan) terhadap motivasi kerja pegawai di

lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian

Agama Republik Indonesia?

5) Pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pegawai di

lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian

Agama Republik Indonesia?

6) Pengaruh pengembangan karir terhadap kinerja pegawai di lingkungan

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama

Republik Indonesia?

Page 27: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

27

7) Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai di lingkungan

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama

Republik Indonesia?

8) Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai di lingkungan Direktorat

Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama Republik

Indonesia?

9) Pengaruh kepemimpinan transformasional, pengembangan karir, budaya

organisasi dan motivasi kerja secara bersama-sama ( simultan) terhadap

kinerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan

Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia?

1.6 Kegunaan Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian, maka hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan kegunaan dan kontribusi sebagai berikut:

1.6.1 Kegunaan Operasional

Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan operaasional sebagai

berikut:

1) Bagi Pimpinan, hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur dalam

pengambilan keputusan strategis Lembaga untuk meningkatkan Kinerja

Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah

Kementrian Agama Republik Indonesia.

2) Bagi pegawai, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar dalam melaksanakan

tugasnya terutama yang berkaitan dengan motivasi kerja.

Page 28: 02 BAB I TERTUTUP ok.docx

28

3) Bagi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian

Agama Republik Indonesia, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam

menguatkan atau meningkatkan efektivitas kepemimpinan, pengembangan

karir pegawai, budaya organisasi, dan motivasi kerja dalam melaksanakan

tugasnya sehari-hari sebagai upaya mengoptimalkan Kinerja pegawai.

1.6.2 Kegunaan Bagi Pengembangan Ilmu

Selain kegunaan operasional yang telah diuraikan sebelumnya, dari

penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan hal-hal sebagai berikut:

1) Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk mempertajam dan memperkaya

hasil penelitian-penelitian terdahulu tentang Kepemimpinan, pengembangan

karir pegawai, budaya organisasi, Motivasi kerja dan Kinerja pegawai di

lingkungan lembaga pemerintahan.

2) Hasil penelitian ini dapat memberikan konfirmasi atau tanggapan terhadap

teori-teori yang menjelaskan penelitian terdahulu tentang Kepemimpinan,

pengembangan karir pegawai, budaya organisasi, motivasi kerja dan kinerja

pegawai.