000 FIX

60
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Goiter disebut juga struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan kelenjar tiroid yang dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipetiroidisme). 1,2 Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan berlebihan. Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar yang hasil akhirnya antara lain penyakit gondok. 2,3 Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal 1

Transcript of 000 FIX

Page 1: 000 FIX

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Goiter disebut juga struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh

karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan kelenjar tiroid yang dapat

berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.

Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien

yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi

hormon (hipetiroidisme).1,2

Jika kelenjar kurang aktif memproduksi hormon, terjadilah defisiensi

hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon yang dihasilkan akan

berlebihan. Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran kelenjar

yang hasil akhirnya antara lain penyakit gondok.2,3

Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid

yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian

posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat

mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara

sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan

berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan

elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang

besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan

disfagia.2,4

Goiter diantaranya disebabkan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium

(GAKI) yang merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, dan

tersebar hampir di seluruh provinsi. Pada saat ini Indonesia diperkirakan

sekitar 42 juta penduduk tinggal didaerah yang lingkungannya miskin 

iodium, dari jumlah ini 10 juta penderita gondok, 750.000 – 900.000

menderita kretin endemic dan 3,5 juta menderita GAKI lainnya. Pada tahun

1998 diperkirakan 8,2 juta penduduk tinggal didaerah endemic sedang dan

8,8 juta tinggal didaerah endemic berat.5,6

1

Page 2: 000 FIX

Pengaruh negatif GAKI terhadap kelangsungan hidup manusia dapat

terjadi sejak masih dalam kandungan, setelah lahir sampai dewasa. GAKI

yang terjadi pada ibu hamil mempunyai resiko terjadinya abortus, lahir mati,

cacat bawaan. Hal yang sangat menghawatirkan adalah akibat negatif pada

susunan saraf pusat, karena berpengaruh terhadap kecerdasan dan

perkembangan sosial masyarakat dikemudian hari.5,6

Hipertiroid merupakan penyakit metabolik yang menempati urutan kedua

terbesar setelah diabetes melitus. Struma difusa toksik (Graves disease)

merupakan penyebab hipertiroid terbanyak pertama kemudian disusul oleh

Plummer’s disease, dengan perbandingan 60% karena Graves disease dan

40% karena Plummer’s disease. 7

Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1999

diperkirakan 200 juta, 12 juta di antaranya terdapat di Indonesia. Angka

kejadian hipertiroid yang didapat dari beberapa klinik di Indonesia berkisar

antara 44,44% – 48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar

gondok.7

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin membahas lebih dalam mengenai

goiter.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi goiter?

2. Bagaimana epidemiologi goiter?

3. Apa etiologi goiter?

4. Bagaimana patofisiologi goiter?

5. Apa manifestasi klinis goiter?

6. Apa data penunjang goiter?

7. Bagaimana penatalaksanaan goiter?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi goiter

2. Untuk mengetahui epidemiologi goiter

3. Untuk mengetahui etiologi goiter

4. Untuk mengetahui patofisiologi goiter

5. Untuk mengetahui manifestasi klinis goiter

2

Page 3: 000 FIX

6. Untuk mengetahui data penunjang goiter

7. Untuk mengetahui penatalaksanaan goiter

3

Page 4: 000 FIX

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri dari 2 lobus yang

dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Setiap lobus

tiroid berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat

kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan asupan yodium. Pada orang

dewasa berat normalnya antara 10-20 gram. Kapsul fibrosa menggantungkan

kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan

selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan

dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan

dengan kelenjar tyroid atau tidak.8,9

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari : A. Tiroidea superior yang

merupakan cabang dari A. Carotis Externa, A. Tiroidea Inferior yang

merupakan cabang dari A. Subclavia, dan A. Tiroidea Ima yang merupakan

cabang dari Arcus Aorta. Sistem venanya berasal dari pleksus parafolikuler

yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan

inferior. Vena tiroidea superior berjalan bersama arteria tiroidea superior dan

berdrainase langsung ke dalam vena jugularis interna. Vena thyroidea media

terpisah dan berdrainase langsung ke dalam vena jugularis interna. Vena

tiroidea inferior mendrainase darah dari kutub bawah tiap lobus dan berjalan

ke vena brachicephalica dextra.8,9

Persarafan kelenjar tiroid:8

1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior

2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens

(cabang N.vagus)

3. N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya

pita suara terganggu (serak/stridor)

Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan

pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang

4

Page 5: 000 FIX

tepat berada di atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan

sebagian ada yang langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini

penting untuk menduga penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar

tiroid.8,9

B. Embriologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan.

Kelenjar tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu

pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan

faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul

divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami

desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring.1,9

C. Hormon Tiroid

a. Tahap-tahap pembentukan hormon tiroid : 10,11

1. Iodide Trapping, yaitu penangkapan iodium oleh pompa Na+/K+

ATPase.

2. Iodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar

tiroid merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I

hingga mencapai status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini

melibatkan enzim peroksidase.

3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi

dengan residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang

mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim

peroksidase).

4. Pembentukan iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT

(diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau

perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3

(triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim

tiroperoksidase.

5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone)

tetapi dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT)

akan tetap berada dalam sel folikel.

5

Page 6: 000 FIX

6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke

dalam darah. Proses ini dibantu oleh TSH.

7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami

deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim

deiodinase sangat berperan dalam proses ini.

8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum

endoplasma dan kompleks golgi.

b. Mekanisme Kerja Hormon Tiroid

Kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat mekanisme :4,11

1. Sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas

tirotropin hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan

dari hormon perangsang-tiroid hipofisis anterior (TSH), yang pada

gilirannya merangsang sekresi hormon dan pertumbuhan oleh

kelenjar tiroid.

2. Deiodininase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek dari T4

dan T3.

3. Autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam

hubungannya dengan suplai iodinnya.

4. Stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor

TSH.

Thyrotropin-Releasing Hormone (TRH) merupakan suatu

tripeptida, piroglutamil-histidil-prolineamida, disintesis oleh neuron

dalam nuklei supraoptik dan supraventrikuler dari hipotalamus . Hormon

ini disimpan eminensia mediana dari hipotalamus dan kemudian diangkut

via sistem venosa portal hipofisis ke batang hipofisis ke kelenjar hipofisis

anterior, di mana ia mengendalikan sintesis dan pelepasan dari TSH.

TRH juga ditemukan pada bagian lain dari hipotalamus, otak, dan

medula spinalis, di mana ia berfungsi sebagai suatu neurotransmiter. Gen

untuk preproTRH mengandung suatu unit transkripsi 3.3-kb yang

menyandi enam molekul TRH. Gen ini juga menyandi neuropeptida lain

yang secara biologik kemungkinan bermakna. Pada kelenjar hipofisis

anterior, TRH berikatan dengan reseptor membran spesifik pada tirotrop

6

Page 7: 000 FIX

dan sel pensekresi-prolaktin, merangsang sintesis dan pelepasan TSH

maupun prolaktin. Hormon tiroid menyebabkan suatu pengosongan

lambat dari reseptor TRH hipofisis, mengurangi respons TRH; estrogen

meningkatkan reseptor TRH, meningkatkan kepekaan hipofisis terhadap

TRH.4,10,11

Gambar . Hubungan TRH,

TSH, dan hormon tiroid

TSH mempunyai banyak aksi pada sel tiroid. Sebagian besar dari

aksinya diperantarai melalui sistem G protein-adenilil siklase-cAMP,

tetapi aktivasi dari sistem fosfatidilinositol (PIP2) dengan peningkatan

dair kalsium 14 intraselular dapat juga terlibat). Aksi utama dari TSH

termasuk yang berikut ini :4,10

a) Perubahan Morfologi Sel Tiroid : TSH secara cepat menimbulkan

pseudopod pada batas sel-koloid, mempercepat resorpsi tiroglobulin.

Kandungan koloid berkurang. Tetesan koloid intraselular dibentuk

dan pembentukan lisosom dirangsang, meningkatkan hidrolisis

tiroglobulin .

7

Page 8: 000 FIX

b) Pertumbuhan Sel : Masing-masing sel tiroid bertambah ukurannya;

vaskularisasi meningkat; dan setelah beberapa waktu, timbul

pembesaran tiroid, atau goiter.

c) Metabolisme Iodin : TSH merangsang semua fase metabolisme

iodida, dari peningkatan ambilan dan transpor iodida hingga

peningkatan iodinasi tiroglobulin dan peningkatan sekresi hormon

tiroid. Peningkatan dari cAMP memperantarai peningkatan transpor

iodida, sementara hidrolisa PTP2 dan peningkatan Ca2+ intraselular

merangsang iodinasi dari tiroglobulin. Efek TSH terhadap transpor

iodida adalah bifasik : Pada awalnya terdepresi (effluks iodida); dan

kemudian, setelah suatu kelambatan beberapa jam, ambilan iodida

meningkat. Efluks dari iodida dapat disebabkan oleh peningkatan

yang cepat dari hidrolisis tiroglobulin dengan pelepasan hormon dan

keluarnya iodida dari kelenjar.

d) Peningkatan mRNA untuk tiroglobulin dan peroksidase tiroidal,

dengan suatu peningkatan pemasukan I ke dalam MIT, DIT, T3 dan

T4.

e) Peningkatan aktivitas lisosomal, dengan peningkatan sekresi T4 dan

T3 dari kelenjar. Juga terdapat peningkatan aktivitas deiodinase-5'

tipe 1, memelihara iodin intratiroid.

f) TSH mempunyai banyak efek lain terhadap kelenjar tiroid, termasuk

stimulasi dari ambilan glukosa, konsumsi oksigen, produksi CO2,

dan suatu peningkatan dari oksidase glukosa via lintasan

heksosemonofosfat dan siklus Krebs. Terdapat suatu percepatan

penggantian fosfolipid dan perangsangan sintesis prekursor purin

dan pirimidin, dengan peningkatan sintesis DNA dan RNA.

c. Pengangkutan Hormon Tiroid

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat

lipofilik secara cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang

dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak

terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya

8

Page 9: 000 FIX

hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel

sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek.10

Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon

tiroid :4,10,11

1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat

55% T4 dan 65% T3 yang ada di dalam darah.

2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone

lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3.

3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35%

T4.

Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4,

walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten

daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian

dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu

yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari

sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan

perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara

biologis aktif di tingkat sel

d. Efek Fisiologi Hormon Tiroid

Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini :

1. Efek pada Perkembangan Janin

Sistem TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada

janin manusia sekitar 11 minggu. Sebelum saat ini, tiroid janin tidak

mengkonsentrasikan 12 I. Karena kandungan plasenta yang tinggi dari

deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar T3 dan T4 maternal diinaktivasi

dalam plasenta, dan sangat sedikit sekali hormon bebas mencapai

sirkulasi janin. Dengan demikian, janin sebagian besar tergantung

pada sekresi tiroidnya sendiri. Walaupun sejumlah pertumbuhan janin

terjadi tanpa adanya sekresi hormon tiroid janin, perkembangan otak

dan pematangan skeletal jelas terganggu, menimbulkan kretinisme

(retardasi mental dan dwarfisme/cebol).

9

Page 10: 000 FIX

2. Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan

Radikal Bebas

T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian

melalui stimulasi Na+-K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak,

lien, dan testis. Hal ini berperan pada peningkatan kecepatan

metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 hewan saat istirahat)

dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme.

Hormon tiroid juga menurunkan kadar dismutase superoksida,

menimbulkan peningkatan pembentukan radikal bebas anion

superoksida. Hal ini dapat berperan pada timbulnya efek mengganggu

dari hipertiroidisme kronik.

3. Efek Kardiovaskular

T3 merangsang transkripsi dari rantai berat miosin dan

menghambat rantai berat miosin, memperbaiki kontraktilitas otot

jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam

retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi diastolik jantung;

mengubah isoform dari gen Na+ -K+ ATPase gen; dan meningkatkan

reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi protein G. Dengan demikian,

hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata

terhadap jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran jantung

dan peningkatan nadi yang nyata pada hipertiroidisme dan

kebalikannya pada hipotiroidisme.

4. Efek Simpatik

Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta

dalam otot jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit.

Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial. Di

samping itu; mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin pada

tempat pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap

katekolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi

dengan obat-obatan penyekat adrenergik-beta dapat sangat membantu

dalam mengendalikan takikardia dan aritmia.

5. Efek Hematopoetik

10

Page 11: 000 FIX

Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme

menyebabkan peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan

eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak meningkat karena

hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon tiroid

meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan

peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan

O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada

hipotiroidisme.

6. Efek Neuromuskuler

Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari

banyak protein struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan

penggantian protein dan kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini

dapat berkaitan dengan kreatinuria sontan. Terdapat juga suatu

peningkatan kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik

diamati adanya hiperefleksia atau hipertiroidisme-atau sebaliknya

pada hipotiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan

fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada

hipertiroidisme serta kelambanan pada hipotiroidisme dapat

mencolok.

7. Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat

Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan

glikogenolisis hati demikian pula absorpsi glukosa usus. Dengan

demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi diabetes melitus

primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya meningkat oleh

hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh

suatu peningkatan dari reseptor low-density lipoprotein (LDL) hati,

sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang

berlebihan. Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak dan

gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol meningkat pada hipotiroidisme.

8. Efek Skeletal

Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang,

meningkatkan resorpsi tulang, dan hingga tingkat yang lebih kecil,

11

Page 12: 000 FIX

pembentukan tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme dapat

menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat,

hiperkalsemia sedang, hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi

hidroksiprolin urin dan hubungan-silang pyridinium.

D. Definisi Goiter

Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat

terjadi pada kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien yang kekurangan

hormon tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon

(hipetiroidisme).1,2

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang

disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada dibawah normal sedangkan

kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter

atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali

pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat

mengakibatkan kompresi pada trakea.2,3

Hipotiriodisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid

sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Hipertiroid

didefinisikan sebagai respon jaringa-jaringan tubuh terhadap pengaruh

metabolisme hormon tiroid yang berlebihan.2,3

E. Klasifikasi Goiter

Menurut American Society for Study of Goiter membagi :12

1. Goiter Nodusa Non Toksik

2. Goiter Diffusa Non Toksik

3. Goiter Diffusa Toksik

4. Goiter Nodusa Toksik

Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi

fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan

istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi. Struma

difus adalah pembesaran yang merata dengan konsistensi lunak pada seluruh

kelenjar tiroid. Struma nodusa adalah jika pembesaran tiroid terjadi akibat

12

Page 13: 000 FIX

nodul, apabila nodulnya satu maka disebut uninodusa, apabila lebih dari satu,

baik terletak pada satu atau kedua sisi lobus, maka disebut multinodusa.12

1. Goiter Nodusa Non Toksik

Struma nodosa nontoksik merupakan struma nodosa tanpa disertai

tanda- tanda hipertiroidisme. Pada penyakit struma nodosa nontoksik

tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara

difus dan permukaan licin. Pembesaran kelenjar tiroid ini bukan

merupakan proses inflamasi atau neoplastik dan tidak berhubungan dengan

abnormalitas fungsi tiroid.12

a) Epidemiologi

Perbandingan struma nodosa pada perempuan dan laki –laki

adalah 5-10 : 1. Struma nodosa endemik terjadi pada 10% populasi

suatu daerah. Sedangkan struma nodosa yang bersifat sporadik

disebabkan oleh multifaktor seperti lingkungan dan genetik dan tidak

melibatkan populasi umum.

Struma endemis biasanya timbul pada masa kanak – kanak.

Struma sporadik karena penyebab lain jarang terjadi sebelum pubertas

dan tidak memiliki usia insiden puncak. Struma multinodosa biasanya

terjadi pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada

kelenjar berupa kombinasi bagian yang hiperplasia dan bagian yang

berinvolusi.

b) EtiologiPenyebab paling banyak dari struma non toksik adalah

kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma

yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toksik

disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :2,3,13

1) Kekurangan iodium: Defisiensi iodin merupakan penyebab

terbanyak struma nontoksik endemik maupun sporadik..

Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang

kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah

kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan

cretinism.

13

Page 14: 000 FIX

2) Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada

preexisting penyakit tiroid autoimun.

3) Goitrogen :

Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,

aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium

Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative

dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.

Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis,

lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet,

singkong, dan goitrin dalam rumput liar.

4) Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon

kelejar tiroid

5) Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa

kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna

c) PatofisiologiStruma yang terjadi akibat kekurangan iodium yang dapat

menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga

terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis

anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH

dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel

tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke

dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah

besar.2,3,14

Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa

nontoksik adalah respon dari sel-sel folikular tiroid yang heterogen

dalam satu kelenajr tiroid pad tiap individu. Dalam satu kelenjar tiroid

yang normal, sensitivitas sel-sel dalam folikel yang sama terhadap

stimulus TSH dan faktor perumbuhan lain ( IGF dan EGF ) sangat

bervariasi. Terdapat sel-sel autonom yang dapat bereplikasi tanpa

stimulasi TSH dan sel-sel sangat sensitif TSH yang lebih cepat

bereplikasi. Sel- sel akan bereplikasi menghasilkan sel dengan sifat

yang sama. Sel-sel folikel dengan daya replikasi yang tinggi ini tidak

14

Page 15: 000 FIX

tersebar merata dalam satu kelenjar tiroid sehingga lama –kelamaan

tumbuh bernodul –nodul.4,13,14

Aktivitas fungsional sel –sel folikular juga sangat bervariasi. Sel –

sel autonom dapat mengambil dan mensintesis iodin tanpa bantuan

TSH. Sel –sel ini akan mensintesis tiroglobulin ( termasuk T4 dan T3)

dan memiliki aktivitas endositotik. Ketidakseimbangan antara sintesis

tiroglobulin dan aktivitas endositotik ini menyebabkan pertumbuhan

nodul yang bervariasi. Penyebab dari munculnya sel –sel autonom ini

kemungkinan disebabkan karena adanya mutasi pada reseptor TSH sel

folilkular.4,12,13

2. Goiter Diffusa Non Toksik

Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah

pembesaran yang tampak tanpa membentuk nodul. Benttuk ini biasa

ditemukan dengan sifat non-toksik (fungsi tiroid normal), oleh karena itu

bentuk ini disebut juga goiter simpel.12

Pada goiter simpel, terdapat dua fase evolusinya, yaitu hiperplastik

dan involusi koloid. Pada fase hiperplastik, kelenjar tiroid membesar

secara difus dan simetris, walaupun pembesarannya tidak terlalu besar

(hingga 100-150 gram). Folikel-folikelnya dilapisi oleh sel kolumner yang

banyak dan berdesakan. Akumulasi sel ini tidak sama di keseluruhan

kelenjar. Apabila setelah itu konsumsi iodin ditingkatkan atau kebutuhan

tubuh akan hormon tiroid menurun, terjadi involusi sel epitel folikel

sehingga terbentuk folikel yang besar dan dipenuhi oleh koloid. Biasanya

secara makroskopik tiroid akan terlihat coklat dan translusen, sementara

secara histologis akan terlihat bahwa folikel dipenuhi oleh koloid serta sel

epitelnya gepeng dan kuboid.12

Etiologi struma difusa nontoksik diantaranya :2,3,4

1) Defisiensi Iodium

2) Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis

3) Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium,

dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.

15

Page 16: 000 FIX

4) Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi

hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-

stimulating immunoglobulin

5) Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam

biosynthesis hormon tiroid.

6) Terpapar radiasi

3. Goiter Diffusa Toksik

Struma diffusa toksik (tirotoksikosis) merupakan hipermetabolisme

karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan

dalam darah. Penyebab tersering adalah penyait Grave (gondok

eksoftalmik/exopthalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak

ditemukan di antara hipertiroidisme lainnya.2,3,15

a) Epidemiologi

Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun

1999 diperkirakan 200 juta, 12 juta di antaranya terdapat di Indonesia.

Angka kejadian hipertiroid yang didapat dari beberapa klinik di

Indonesia berkisar antara 44,44% – 48,93% dari seluruh penderita

dengan penyakit kelenjar gondok. Diantara pasien-pasien dengan

hipertiroid, 60 – 80% merupakan penyakit grave. Insidensi tiap tahun

pada wanita berusia diatas 20 tahun sekitar 0,7% per 1000. tertinggi

pada usia 40 – 60 tahun. Angka kejadian penyakit grave 1/5 – 1/10

pada laki-laki maupun perempuan, dan tidak umum diapatkan pada

anak-anak. Prevalensi penyakit grave sama pada orang kulit putih dan

Asia, dan lebih rendah pada orang kulit hitam. 2

b) Etiologi

Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit autoimun yang

disebabkan thyroid-stimulating antibodies (TSAb). Antibodi ini

berikatan dan mengaktifkan thyrotropin receptor (TSHR) pada sel

tiroid yang mensintesis dan melepaskan hormon tiroid. Penyakit

16

Page 17: 000 FIX

Graves berbeda dari penyakit imun lainnya karena memiliki

manifestasi klinis yang spesifik, seperti hipertiroid, vascular goitre,

oftalmopati, dan yang paling jarang infiltrative dermopathy.2,15

Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana

15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan

penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita

penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya.

Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan

pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka kejadian tertinggi

terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.3,4,15

Faktor- faktor resiko antara lain : faktor genetik, faktor

imunologis, infeksi, faktor trauma psikis, penurunan berat badan

secara drastis, chorionic gonadotropin, periode post partum,

kromosom X, dan radiasi eksternal.2,3,4,15

1) Faktor genetik

Penyakit Hashimoto dan penyakit graves sering terjadi

secara mengelompok dalam keluarga nampak bersifat genetik.

Dalam praktek sehari-sehari sering ditemukan pengelompokkan

penyakit graves dalam satu keluarga atau keluarga besarnya dalam

beberapa generasi. Abnormalitas ini meliputi antibodi anti-Tg,

respon TRH yang abnormal. Meskipun demikian TSAb jarang

ditemukan. Predisposisi untuk penderita penyakit gaves diturunkan

lewat gen yang mengkode antigen HLA.

Setidaknya ada dua gen yang dipostulasikan berperan

dalam penyakit graves. Pertama gen dari HLA, yang kedua gen

yang berhubungan dengan alotipe IgG rantai berat (IgG heavy

chain) yang disebut Gm. Pada orang kulit putih (Eropa) hubungan

erat terlihat antara penyakit graves dan HLA-B8 dan HLA-D3

sedangakan pada orang Jepang HLA-Bw35 dan DW13, untuk Cina

HLA-BW 4 dan di Filipina seperti dilaporkan oleh Pascasio erat

dengan HLA-B13 dengan risk-ration 5,1.

17

Page 18: 000 FIX

Adanya gen Gm menunjukkan bahwa orang tersebut

mampu memproduksi immunoglobulin tertentu. Sehingga gen

HLA berparan dalam mengatur fungsi limfosit T-supresor dan T-

helper dalam memroduksi TSAb, dan Gm menunjukkan

kemampuan limfosit B untuk membuat TSAb.

2) Faktor imunologis

Penyakit graves merupakan contoh penyakit autoimun yang

organ spesifik, yang ditandai oleh adanya antibodi yang

merangsang kelenjar tiroid (thyroid stimulating antibody atau

TSAb).

Teori imunologis penyakit graves :

a) persistensi sel T dan sel B yang autoreaktif

b) diwariskannya HLA khusus dang en lain yang berespon

immunologic khusus

c) rendahnya sel T dengan fungsi suppressor

d) adanya cross reacting epitope

e) adanya ekspresi HLA yang tidak tepat

f) adanya klon sel T atau B yang mengalami mutasi

g) stimulus poliklonal dapat mengaktifkan sel T

h) adanya reeksposure antigen oleh kerusakan sel tiroid.

Keadaan normal sistem imun tidak bereaksi atau

memproduksi antibodi yang tertuju pada komponen tubuh sendiri

yang disebut mempunyai toleransi imunologik terhadap komponen

diri. Apabila toleransi ini gagal dan sistem imun mulai bereaksi

terhadap komponen diri maka mulailah proses yang disebut

autoimmunity. Akibatnya ialah bahwa antibodi atau sel bereaksi

terhadap komponen tubuh, dan terjadilah penyakit. Toleransi

sempurna terjadi selama periode prenatal. Toleransi diri ini dapat

berubah atau gagal sebagai akibat dari berbagai faktor, misalnya

gangguan faktor imunologik, virologik, hormonal dan faktor lain,

sedangkan faktor-faktor tersebut dapat berefek secara tunggal

maupun sinkron dengan faktor lainnya. Adanya autoantibodi dapat

18

Page 19: 000 FIX

menyebabkan kerusakan autoimune jaringan, dan sebaliknya

seringkali autoantibodi ini akibat dari kerusakan jaringan.2,15

Pada penyakit graves anti-self-antibody dan cell mediated

response, yang biasanya ditekan, justru dilipatgandakan. Reaksinya

mencakup meningkatnya TSAb, Anti TgAb, Anti TPO-Ab, reaksi

antibodi terhadap jaringan orbita, TBII dan respons CMI (Cell

Mediated Immunoglobulin).2,15

Hipertiroidisme pada penyakit graves disebabkan karena

TSAb. Setelah terikat dengan reseptor TSH, antibodi ini berlaku

sebagai agonis TSH dan merangsang adenilat siklase dan cAMP.

Diperkirakan ada seribu reseptor TSH pada setiap sel tiroid.

Kecuali berbeda karena efeknya yang lama, efek seluler yang

ditimbulkannya identik dengan efek TSH yang berasal dari

hipofisis. TSAb ini dapat menembus plasenta dan transfer pasif ini

mampu menyebabkan hipertiroidisme fetal maupun neonatal, tetapi

hanya berlangsung selama TSAb masih berada dalam sirkulasi

bayi. Biasanya pengaruhnya akan hilang dalam jangka waktu 3-6

bulan.

Pada penyakit graves terjadi kegagalan sistem imun umum.

Terbentuknya TSAb dapat disebabkan oleh:2,3,4,15

a) Paparan infeksi atau zat lain yang menyebabkan terbentuknya

antibodi yang dapat bereaksi silang dengan jaringan tiroid.

Salah satu bahan yang banyak diteliti adalah organisme

Yersinia enterocolica. Beberapa subtipe organisme ini

mempunyai binding sites untuk TSH, dan beberapa pasien

dengan penyakit graves juga menunjukkan antibodi terhadap

anti-Yersinia.

b) Produksi TSAb diawali dengan injury yang merubah susunan

normal komponen tiroid, mungkin sebagian dari reseptor TSH

berubah jadi antigenik, sehingga bertindak sebagai stimulus

bagi pembentukan TSAb.

19

Page 20: 000 FIX

c) Produksi TSAb disebabkan karena aktivasi sel limfosit B yang

selama dirahim tidak deleted. Kemampuan sel T untuk

membentuk TSAb harus dirangsang dan mengalami

diferensiasi menjadi antibody-secreting cells yang secara terus-

menerus distimulasi. Aktivasi, pengembangan dan

kelanjutannya mungkin terjadi karena rangsangan interleukin

atau sitokin lain yang diproduksi oleh sel T helper inducer.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyakit graves

adalah kondisi autoimmun dimana terbentuk antibody terhadap

reseptor TSH. Penyakit graves adalah gangguan multifaktorial,

susceptibilitas genetik berinteraksi dengan faktor endogen dan

faktor lingkungan untuk menjadi penyakit. Termasuk dalam hal ini

HLA-DQ dan HLA-DR juga gen non HLA seperti TNF-β, CTLA 4

(Cytotoxic T Limphocyte Antigen 4), dan gen reseptor TSH.

Penyakit graves bersifat poligenik dan suseptibilitas gennya

dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti stress, merokok, dan

beberapa faktor infeksi.

3) Trauma Psikis

Pada stress kadar glukokortikoid naik tetapi justru

menyebabkan konversi dari T3 ke T4 terganggu, produksi TRH

terhambat, dan akibatnya produksi hormon tiroid justru turun.

Secara teoritis stress mengubah fungsi limfosit T supresor atau T

helper, meningkatkan respon imun dan memungkinkan terjadinya

penyakit graves. Baik stress akut maupun kronik menimbulkan

supresi sistem imun lewat non antigen specific mechanism, diduga

karena efek kortisol dan CRH ditingkat sel immun.

4) Radiasi Tiroid eksternal

Dilaporkan kasus eksoftalmus dan tirotoksikosis sesudah

mengalami radioterapi daerah leher karena proses keganasan.

Secara teoritis radiasi ini yang merusak kelenjar tiroid dan

menyebabkan hipotiroidisme, dapat melepaskan antigen serta

menyulut penyakit tiroid autoimmun. Iradiasi memberi efek

20

Page 21: 000 FIX

bermacam-macam pada subset sel T, yang mendorong disregulasi

imun.

5) Chorionic Gonadothropin Hormon

Hipertiroidisme dapat disulut oleh stimulator yang

dihasilkan oleh jaringan trofoblastik. Tirotropin trofoblast ini bukan

suatu IgG, tetapi secara imunologik cross-react dengan TSH

manusia. Diduga bahan ini ialah hCG (yang mempunyai sub unuit

alfa yang sama dengan TSH) atau derivat hCG yang desialated.

Efek yang menyerupai efek TSH pun dikeluarkan oleh karsinoma

testis embrional (seminoma testis). Secara klinis gejala

tirotoksikosis ini terlihat pada hyperemesis gravidarum, dimana T4

dan juga T3 dapat meningkat disertai menurunnya TSH, kalau

hebat maka klinis terlihat tanda hipertiroidisme juga. Apabila

muntahnya berhenti maka kadar hormon tiroid diatas kembali

normal

c) Patofisiologi

Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan

terhadap antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya

akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap

antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan

reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang

pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody.

Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang

erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme

autoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya

hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves.2

Sampai saat ini dikenal ada 3 autoantigen utama terhadap

kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan

reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein

dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan

sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan

kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves.2

21

Page 22: 000 FIX

Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen

diatas dan bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon

gamma) akan mengekspresikan molekul-molekul permukaan sel kelas

II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan antigen pada

limfosit T.2,15

Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik

(killer cells) dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat

adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R

pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang

terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan

miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola

mata, proptosis dan diplopia.2,4,15

Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat

stimulasi sitokin didalam jaringan fibroblast didaerah pretibial yang

akan menyebabkan terjadinya akumulasi glikosaminoglikans. 2

Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan

perangsangan katekolamin, seperti takhikardi, tremor, dan keringat

banyak. Adanya hiperreaktivitas katekolamin, terutama epinefrin

diduga disebabkan karena terjadinya peningkatan reseptor

katekolamin didalam otot jantung.2

d) Gambaran Klinis

Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama

yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak.

Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan

hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-

gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan

aktifitas simpatis yang berlebihan. Manifestasi ekstratiroidal berupa

oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada

tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80%

pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar,

kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam

mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Gambaran

22

Page 23: 000 FIX

klinik klasik dari penyakit graves antara lain adalah hipertitoidisme,

goiter difus dan eksoftalmus.4,15

e) Tes Laboratorik

Kadar T3 dan T4 meninggi, ambilan yodium radio aktif biasanya

meningkat. Kombinasi hasil pemeriksaan laboratorium Thyroid

Stimulating Hormone Sensitif (TSHS) yang tak terukur atau jelas

subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat, jelas menunjukkan

hipertiroidisme. Pemeriksaan auto antibodi tiroid membantu untuk

membedakan penyakti autoimun dengan penyebab lain.15

4. Goiter Nodusa Toksik

Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung

nodul tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan

suatu keadaan hipertiroid.2,4,12

a) Epidemiologi

Struma nodular toksik lebih sering terjadi pada wanita

daripada pria. Pada wanita dan pria berusia diatas 40 tahun, rata – rata

prevalensi nodul yang bisa teraba adalah 5 – 7 % dan 1 – 2 %.

Kebanyakan pasien struma nodular toksik berusia lebih dari 50 tahun.

Pada area endemik kekurangan iodium, struma nodular toksik

terjadi sekitar 40 % dari kasus hipertiroidism, 10 % berbentuk nodul

toksik yang solid (mononoduler/adenoma toksik) dan 30% berbentuk

multinoduler. Grave disease terjadi sekitar 58 % dari seluruh kasus

hipertiroidisme.

b) Etiologi dan Patogenesis

Fungsi otonomik dari kelenjar tiroid berhubungan dengan

kekurangan iodium. Berbagai variasi mekanisme , diantaranya :2,3,4,12

1) Keadaan yang menjurus pada struma nodular toksik

Defisiensi iodium berdampak pada penurunan kadar T4, yang

mencetus hyperplasia sel tiroid untuk mengkompensasi kadar T4

yang rendah. Peningkatan replikasi sel tiroid merupakan factor

predisposisi sel tunggal untuk mengalami mutasi somatic dari

reseptor TSH. Aktifasi konstitutif dari reseptor TSH bisa membuat

23

Page 24: 000 FIX

factor autokrin yang mempromosikan pertumbuhan yang

menghasilkan proliferasi klonal. Sel klon memproduksi nodul yang

multiple.

2) Mutasi Somatik dari reseptor TSH dan G α protein merubah

aktifasi konstitutif menjadi kaskade cyclic adenosine

monophosphate (cAMP) dari jalur inostol phosphate.

Mutasi ini terdapat pada fungsi otonomik nodul tiroid, solid

sampai pada kelenjar multinodul. Laporan frekuensi mutasi ini

bervariasi, sekitar 10 – 80 %. Insidensi tertinggi dilaporkan pada

pasien dengan defisiensi  iodium.

3) Polimorphism dari reseptor TSH telah dilakukan penelitian pada

pasien dengan struma nodular toksik. Mutasi ini terdapat pada jalur

sel yang lain, indikasi mutasi germline. Salah satunya, D727E

memiliki frekuensi lebih besar pada pasien struma nodular toksik

dari orang yang sehat. Ini menunjukkan polymorphism mempunyai

hubungan dengan penyakit ini.

Kehadiran tahap heterozigot dari Varian D727E dari reseptor

TSH manusia tidak berhubungan langsung pada struma nodular

toksik. Sekitar 10 % dari individu yang sehat memiliki

polymorphism.

4) Mediator pertumbuhan yang terlibat diantaranya:

Produksi Endhotelin 1 (ET – 1) meningkat pada kelenjar

tiroid tikus yang mengalami hyperplasia, ini menunjukkan bahwa

produksi ET-1 melinatkan pertumbuhan kelenjar tiroid dan

vaskularisasinya. Kontras antara sel tiroid yang normal dengan

kanker papilari tiroid, jaringan tiroid pasien dengan struma nodular

toksik menunjukkan pewarnaan positif dari struma akan tetapi

negative pada sel folikular. Signifikansi dari temuan ini belum

jelas, akn tetapi ET-1 merupakan suatu vasokonstriktor, mitogen

dari vascular endothelium, sel otot polos dan sel folkular tiroid.

F. Penegakkan Diagnosis Goiter

1. Anamnesis

24

Page 25: 000 FIX

Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa

berupa benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-

gejala hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya

benjolan di leher, maka harus digali lebih jauh apakah pembesaran terjadi

sangat progresif atau lamban, disertai dengan gangguan menelan,

gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru ditanyakan ada

tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu

juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk

mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah goiter. Sebaliknya jika

pasien datang dengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun

hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih jauh ke arah hiper atau hipo dan

ada tidaknya benjolan di leher.3,4,16

Hal yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi pasien dengan

struma nontoksik adalah pola pertumbuhan struma, gejala obstruksi atau

kompresi (rasa tercekik di tenggorokan, suara serak, kesulitan menelan

kesulitan bernafas, disfagia), dan keluhan kosmetik. Sedangkan pada

struma toksik yang perlu diperhatikan gejala dan tanda hipertiroid.16

25

Page 26: 000 FIX

Indeks Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami

eutiroid, hipotiroid atau hipertiroid. 4

Tabel 1. Indeks Wayne

2. Pemeriksaan Fisik Tiroid

1) Inspeksi

a) Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita sedikit duduk dengan

kepala sedikit fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m.

26

Gejala subjektif Angka Gejala objektif Ada Tidak

Dispneu d’ effort +1 Tiroid teraba +3 -3

Palpitasi +2 Bruit diatas systole +2 -2

Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -

Suka panas -5 Lid retraksi +2 -

Suka dingin +5 Lid lag +1 -

Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2

Nervous +2 Tangan panas +2 -2

Tangan basah +1 Nadi

Tangan panas -1 <80x/m - -3

Nafsu makan ↑ +3 80-90x/m -

Nafsu makan ↓ -3 >90x/m +3

BB ↑ -3 < 11 à Hipotiroid

11-18 à normal

> 19 à hipertiroid

BB ↓ +3

Fibrilasi atrium +3

Jumlah

Page 27: 000 FIX

sternokleidomastoideus relaksasi sehingga kelenjar tiroid mudah

dievaluasi.

b) Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan

beberapa komponen berikut:

c) Lokasi: lobus kanan, lobus kiri, atau ismus

d) Ukuran: besar/kecil, permukaan rata/noduler

e) Jumlah: uninodusa atau multinodusa

f) Bentuk: apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler

lokal

g) Gerakan: pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya

ikut bergerak

h) Pulsasi: bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan

2) Palpasi

a) Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa

berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan

kedua tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan

palpasi:

b) Perluasan dan tepi

c) Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak

dapat diraba trakea dan kelenjarnya

d) Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan

e) Hubungan dengan m. sternokleidomastoideus (tiroid letaknya lebih

dalam dari musculus ini)

f) Limfonodi dan jaringan sekitarnya

3) Auskultasi

Bruit sound pada ujung bawah kelenjar tiroid.

Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan

nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik :3,4,16

1) Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan

sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi

kistik dan kemudian menjadi lunak.

27

Page 28: 000 FIX

2) Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun

nodul yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia

adenomatosa yang sudah berlangsung lama.

3) Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan,

walaupun nodul ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika ditemukan

ptosis, miosis, dan enoftalmus merupakan tanda infiltrasi ke jaringan

sekitar

4) 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang

ganas.

5) Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas

terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba

membesar progresif

6) Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah

bening regional atau perubahan suara menjadi serak.

Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus

sternokleidomastoideus karena desakan pembesaran nodul (Berry’s Sign).

3. Pemeriksaan Fisik Khusus

a. Pumberton’s sign: mengangkat kedua tangan ke atas, muka menjadi

merah

b. Tremor sign: tangan kelihatan gemetaran. Jika tremor halus, diperiksa

dengan meletakkan sehelai kertas di atas tangan

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit

tiroid terbagi atas :2,3,4

a. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan untuk

mengetahui kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering menggunakan

teknik radioimmunoassay (RIA) dan ELISA dalam serum atau plasma

darah. Kadar normal T4 total pada orang dewasa adalah 50-120 ng/dl.

Kadar normal untuk T3 pada orang dewasa adalah 0,65-1,7 ng/dl.

b. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi

terhadap macam-macam antigen tiroid yang ditemukan pada serum

28

Page 29: 000 FIX

penderita dengan penyakit tiroid autoimun. Seperti antibodi tiroglobulin

dan thyroid stimulating hormone antibody

c. Pemeriksaan radiologis

Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau

pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis

pun sudah bisa diduga. Foto rontgen leher posisi AP dan lateral

biasanya menjadi pilihan.

USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah nodul,

membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya

jaringan kanker yang tidak menangkap iodium dan bisa dilihat

dengan scanning tiroid.

Scanning Tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari I 131 yang

didistribusikan tiroid. Dari uptake dapat ditentukan teraan ukuran,

bentuk lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid

(distribusi dalam kelenjar). Uptake normal 15-40% dalam 24 jam.

Dari hasil scanning tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu cold

nodule bila uptake nihil atau kurang dari normal dibandingkan

dengan daerah disekitarnya, ini menunjukkan fungsi yang rendah

dan sering terjadi pada neoplasma. Bentuk yang kedua adalah warm

nodule bila uptakenya sama dengan sekitarnya, menunjukkan fungsi

yang nodul sama dengan bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot

nodule bila uptake lebih dari normal, berarti aktifitasnya berlebih

dan jarang pada neoplasma.

d. Pemeriksaan histopatologis FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) dapat

membantu menegakkan 80 % diagnosis. FNAB tidak perlu dilakukan pada

lesi berukuran kurang dari 10 mm. Satu sampai sepuluh persen struma

multinodosa merupakan karsinoma.

G. Penatalaksanaan

Beberapa faktor hams dipertimbangkan, ialah :

1. Faktor penyebab hipertiroidi

2. Umur penderita

3. Berat ringannya penyakit

29

Page 30: 000 FIX

4. Ada tidaknya penyakit lain yang menyertai

I. Pengobatan Hipertiroid

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi

hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat

antitiroid) atau merusak jaringan tiroid.

1. Obat antitiroid

Indikasi :7

1) terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi

yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai

sedang dan tirotoksikosis.

2) Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum

pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang

mendapat yodium aktif.

3) Persiapan tiroidektomi

4) Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

5) Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan dari golongan

thionamide adalah propylthiouracyl (PTU), 1 - methyl - 2

mercaptoimidazole (methimazole, tapazole, MMI), carbimazole.

Obat ini bekerjamenghambat sintesis hormon tetapi tidak

menghambat sekresinya, yaitu dengan menghambat terbentuknya

monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT), serta

menghambat coupling diiodotyrosine sehingga menjadi hormon

yang aktif. PTU juga menghambat perubahan T4 menjadi T3 di

jaringan tepi, serta harganya lebih murah sehingga pada saat ini

PTU dianggap sebagai obat pilihan.17,18

Obat antitiroid diakumulasi dan dimetabolisme di kelenjar

gondok sehingga pengaruh pengobatan lebih tergantung pada

konsentrasi obat dalam kelenjar dari pada di plasma. MMI dan

30

Page 31: 000 FIX

carbimazole sepuluh kali lebih kuat daripada PTU sehingga dosis

yang diperlukan hanya satu persepuluhnya.17,18

Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari

untuk PTU atau 30 - 60 mg per hari untuk MMI/carbimazole,

terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis tunggal setiap 24

jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau

carbimazole dosis tinggi akan memberi remisi yang lebih besar.

Secara farmakologi terdapat perbedaan antara PTU dengan

MMI/CBZ, antara lain adalah : 17,18

1) MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih

lama dibanding PTU di clalam kelenjar tiroid. Waktu paruh

MMI ± 6 jam sedangkan PTU + 11/2 jam.

2) Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang

toksik dibanding PTU.

3) MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir 80%

terikat pada albumin serum, sehingga MMI lebih bebas

menembus barier plasenta dan air susu,sehingga untuk ibu

hamil dan menyusui PTU lebih dianjurkan.

Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing penderita

(6 - 24 bulan) dan dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50 -

70%) akan mengalami perbaikan yang bertahan cukup lama.

Apabila dalam waktu 3 bulan tidak atau hanya sedikit memberikan

perbaikan, maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan yang

dapat menggagalkan pengobatan (tidak teratur minum obat, struma

yang besar, pernah mendapat pengobatan yodium sebelumnya atau

dosis kurang). 17,18

Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatal-

gatal, skin rash dapat ditanggulangi dengan pemberian anti

histamin tanpa perlu penghentian pengobatan. Dosis yang sangat

tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera pengecap, cholestatic

jaundice dan kadang-kadang agranulositosis (0,2 - 0,7%),

kemungkinan ini lebih besar pada penderita umur di atas 40 tahun

31

Page 32: 000 FIX

yang menggunakan dosis besar. Efek samping lain yang jarang

terjadi. berupa : arthralgia, demam, rhinitis, conjunctivitis,

alopecia, sakit kepala, edema, limfadenopati, hipoprotombinemia,

trombositopenia, gangguan gastrointestinal.

Obat-obat yang sering digunakan :

Obat Dosis awal (mg/hari)

Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltourasil 300-600 5-200

2. Pengobatan dengan iodium radioaktif (Radioiodine 131)

Iodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang

tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan.

Indikasi pengobatan ini : 17,18

1) pasien umur 35 tahun atau lebih

2) hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi

3) gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

4) adenoma toksik, goiter multinodular toksik

Pengobatan dengan radioiodine 131 diindikasikan untuk: (1)

small goiter (volume <100 mL), (2) tanpa ada kecurigaan

malignancy, (3) penderita dengan riwayat operasi sebelumnya, (4)

penderita dengan resiko tindakan bedah. (AME Guideline, 2006)

Jika penderita mempunyai lesi nodul yang besar maka ia akan

membutuhkan radioiodine dalam jumlah banyak dan hal ini dapat

menyebabkan terjadinya efek resiten terhadap terapi. Satu-satunya

32

Page 33: 000 FIX

kontra indikasi prosedur ini adalah kehamilan dan laktasi, yang bisa

dideteksi segera dengan tes kehamilan pada penderita. 17,18

Terapi dengan radioiodine berhasil pada 85% - 100% penderita

tiroid nodul. Masa nodul dapat mengecil sebesar 35% setelah tiga

bulan, bahkan mengecil sampai 45% setelah 24 bulan terapi).

Pengobatan ini efektif dan aman, meskipun penelitian lain

melaporkan bahwa pengunaan dosis tinggi dapat menyebabkan

thyroid cancer, leukemia; namun demikian, studi epidemiologi

tidak menunjukkan efek klinis yang signifikan terhadap timbulnya

carcinoma dan leukemia. 17,18

Penggunaan high-iodine-content-drugs (misalnya:

amiodarone) hendaknya dihindari sebelum melakukan prosedur

terapi dengan radioiodine, agar tidak mempengaruhi thyroid

radioiodine uptake. Jika mungkin, obat anti-tiroid hendaknya

distop tiga mingu sebelim prosedur pengobatan, dan tidak boleh

diberikan selama 3-5 hari pasca prosedur terapi dengan radioiodine,

untuk mencegah menurunnya efektifitas terapi. 17,18

Jumlah radioiodine yang dipergunakan secara fixed adalah 300

– 1800 MBq, dosis ini tanpa mempertimbangkan ukuran nodul.

Sehinga prosedur ini simple, murah, dan hasilnya memuaskan. 17,18

Prosedur ini dibilang berhasil jika nilai TSH mecapai 0,5 µIU/mL.

Jika kondisi ini belum tercapai, maka terapi dapat diulang setelah 3

sampai 6 bulan. 17,18

3. Beta Blocker

Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh

adanya hipersensitivitas pada sistim simpatis. Meningkatnya

rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat meningkatnya

kepekaan reseptor terhadap katekolamin. 17,18

Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan

akan menghambat pengaruh hati.Reserpin, guanetidin dan penyekat

beta (propranolol) merupakan obat yang masih digunakan. Berbeda

dengan reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama

33

Page 34: 000 FIX

dalam kasus-kasus yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jam setelah

pemberian akan tampak penurunan gejala. Khasiat propranolol :

1) penurunan denyut jantung permenit

2) penurunan cardiac output

3) pengurangan nervositas

4) pengurangan produksi keringat

5) pengurangan tremor

Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat

menghambat konversi T4 ke T3 di perifer. Bila obat tersebut

dihentikan, maka dalam waktu ± 4 - 6 jam hipertiroid dapat

kembali lagi. Hal ini penting diperhatikan, karena penggunaan

dosis tunggal propranolol sebagai persiapan operasi dapat

menimbulkan krisis tiroid sewaktu operasi.8 24 Penggunaan

propranolol sebagai : persiapan tindakan pembedahan atau

pemberian yodium radioaktif, mengatasi kasus yang berat dan

krisis tiroid. 17,18

II. Penatalaksanaan Hipotiroid

Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk mengecilkan struma dan

mengatasi hipotiroidisme yang mungkin ada. Bila struma tidak juga

mengecil maka pengobatan medikamentosa tidak berhasil dan harus

dilakukan tindakan operatif. Tiroksin digunakan untuk menyusutkan

ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid

dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah

mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk

mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan

kelenjar tiroid.19

Terapi Supresi dengan Hormon Levothyroxine bertujuan untuk

mengecilkan nodul tiroid dan mencegah kembali munculnya nodul baru

atau pertumbuhan kecil massa yang serupa dengan nodul awal.12

Pemberian Levothyroxine (LT4) hendaknya setengah sampai satu jam

sebelum makan (kondisi lambung kosong) agar absorbsinya maksimal.

Disarankan agar minum tablet Levothyroxine (LT4) dengan menggunan

34

Page 35: 000 FIX

segelas air agar tablet lebih mudah larut dan mudah terserap. Jangan

mengkonsumsi tablet calcium, iron supplements, dan antasida karena akan

menghambat absorbsi obat Levothyroxine (LT4).19

Dosis penggantian rata-rata levotiroksin pada dewasa adalah berkisar

0,05-0,2 mg/hari, dengan rata-rata 0,125 mg/hari. Dosis levotiroksin

bervariasi sesuai dengan umur dan berat badan.19

Tabel 2. dosis Levotiroksin

Umur Dosis levotiroksin (g/kg/hari)

0-6 bulan7-11 bulan1-5 tahun6-10 tahun11-20 tahun

Dewasa

8-106-85-63-42-31-2

Pengunaan Levothyroxine (LT4) harus dihindari pada penderita: (1)

dengan nodule yang besar (large nodule), (2) pada kasus long-standing

goiter, (3) jika level TSH <1 µIU/mL, (4) wanita post-menopause, (5)

penderita usia lebih dari 60 tahun, (6) penderita dengan osteoporosis, (7)

penderita dengan penyakit kardiovaskuler, dan (8) penderita dengan

systemic illness.12,19

Berikut ini adalah hal-hal penting lain yang perlu diperhatikan

terhadap penggunaan Levothyroxine (LT4), antara lain: Pengobatan dengan

Levothyroxine (LT4) hanya menunjukkan hasil klinis yang signifikan pada

minoritas jumlah penderita dan variasi respons-nya belum diketahui

dengan baik. Pengobatan dengan Levothyroxine (LT4) hendaknya tidak

boleh terlalu suppressive karena akan menimbulkan adverse effect. Jika

nodul tiroid tidak mengecil dengan pemberian Levothyroxine (LT4),

tindakan reaspiration harus segera dilakukan. Pengobatan dengan

Levothyroxine (LT4) tidaklah berguna untuk tindakan pencegahan

recurrent goiter pasca tindakan lobectomy.12,19

III. Tindakan Operatif Pada Struma

35

Page 36: 000 FIX

Pembedahan pada struma dapat dibedakan menjadi dua, yakni

pembedahan teurapetik, dan pembedahan diagnostik. Bedah diagnostik

meliputi

Indikasi :2,3,4,19

1.  Pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa :

a. Gangguan menelan

b. Gangguan pernafasan

c. Suara parau

2.  Keganasan kelenjar tiroid

3.  Struma nodus dan difusa toksik

4.  Kosmetik

Kontraindikasi:

1) Struma toksika yang belum dipersiapkan operasi

2) Struma dengan dekompensasi kordis, penyakit sistemik (DM,

hipertensi)

3) Struma besar kemungkinan keganasan anaplastik

4) Struma (karsinoma) disertai vena cava superior syndrom

Persiapan operasi pada struma toksika

Pasien harus sudah dalam kondisi eutiroid dengan cara:

a. Diberi minum lugol (fortir) 3 x 10 tts/hari selama 7-10 hari

b. PTU atau Neomercazole tetap diminum selama menunggu operasi

c. Pasca operasi lugol dihentikan, tetapi PTU tetap diberikan sampai 2

hari pasca operasi.

Macam Teknik Operasi  :

Isthmulobectomy , mengangkat isthmus

Lobectomy,  mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram

Tiroidectomi Total,  semua kelenjar tiroid diangkat

Tiroidectomy subtotal bilateral

Mengangkat sebagian besar tiroid lobus kanan dan sebagian kiri,

sisa jaringan 2-4 gram dibagian posterior untuk mencegah kerusakan

parathyroid atau syaraf reccurent laryngeus. Biasanya dilakukan

pemeriksaan Frosen section

36

Page 37: 000 FIX

Near Total tiroidectomi

Isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra dan

sebaliknya, sisa jaringan tiroid 1-2 gram. Mengangkat semua nodi

yang terlibat

RND  (Diseksi Neck Radikal)

Mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher sisi yang

bersangkutan dengan menyertakan n. assesorius , v.jugularis eksterna

dan interna, m. sternocleidomastoideus dan m.omohyoideus dan

kelenjar ludah submandibularis dan tail parotis.

Ada 3 modifikasi :

Modifikasi  1 : mempertahankan n. Ascessorius

Modifikasi  2 : mempertahankan n.Acessorius dan v.Jugularis

interna

Fungsional: n.Acessorius, vena jugularis interna,

m.sterrnocleidomastoideus

Komplikasi Operasi :

a.  Segera

Perdarahan dari  a. tiroidea superior

Dispneu

Gangguan n. recurrens

Tracheomalacia atau trachea kolaps

Krisis tiroid ,terjadi  8 – 24 jam pasca operasi

Tanda-tanda  :

- Gelisah

- Gangguan saluran gastrointestinal

- Kulit hangat & basah

- Suhu  >  38 C

- Nadi  >  160 x/menit

- Tekanan darah naik

b.  Lama

Suara kasar  karena  kerusakan n. reccurent laryngeus

37

Page 38: 000 FIX

Kelenjar paratiroid terangkat  menyebabkan hipokalsemia sehingga

terjadi tetani (sindrom carpo-pedal : kejang fokal pada tangan dan

kaki)

Hypotyroid  terjadi setelah 2 tahun

Pencegahan dengan pemberian Euthyox atau Thyrax dosis 1 x 50

mg/hari berangsur-angsur diturunkan dosisnya.

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan dari referat ini adalah :

1. Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat terjadi pada

kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid

(hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipetiroidisme)

2. Klasifikasi goiter menurut American society for Study of Goiter : goiter nodusa

non toksik, goiter diffusa non toksik, goiter diffusa toksik, goiter nodusa toksik

3. Penegakan diagnosis goiter dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang

4. Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid,

hipotiroid atau hipertiroid

5. Pemeriksaan penunjang pada goiter diantaranya : pemeriksaan untuk mengukur

fungsi tiroid, pemeriksaan radiologis ( rontgen tiroid, USG tiroid, scanning

tiroid), pemeriksaan histopatologis FNAB

6. Beberapa faktor hams dipertimbangkan, ialah : faktor penyebab hipertiroidi, umur

penderita, berat ringannya penyakit, ada tidaknya penyakit lain yang menyertai.

7. Pengobatan goiter dapat dengan medikamentosa dan tindakan operatif.

8. Tujuan pengobatan hipertiroidisme secara medikamentosa adalah membatasi

produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat

antitiroid) atau merusak jaringan tiroid, yaitu dengan : obat antitiroid, pengobatan

dengan iodium radioaktif (Radioiodine 131), dan beta blocker.

38

Page 39: 000 FIX

9. Tujuan dari pengobatan goiter dengan hipotiroid adalah untuk mengecilkan

struma dan mengatasi hipotiroidisme, yaitu dengan .

39