jurnaljp3.files.wordpress.com · Web viewPengetahuan prosedural adalah jenis pengetahuan khusus,...

16
KETERCAPAIAN INDIKATOR KETERAMPILAN DASAR DALAM BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP Yayan Eryk Setiawan Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Lumajang Email: [email protected] Abstrak: Keterampilan berpikir kritis penting untuk dimiliki oleh setiap orang dalam kelangsungan hidupnya agar lebih baik dan sukses. Salah satu indikator keterampilan berpikir kritis adalah membangun keterampilan dasar. Membangun keterampilan dasar merupakan indikator awal yang harus dicapai sebelum mencapai indikator yang lainnya. Keterampilan dasar dalam berpikir kritis termasuk ke dalam pengetahuan prosedural. Pengetahuan prosedural telah di ajarkan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama, hal ini diketahui dari Kompetensi Inti-3 yaitu pengetahuan. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan prosedural khususnya ketercapaian indikator keterampilan berpikir kritis maka diperlukan analisis lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ketercapaian salah satu indikator keterampilan berpikir kritis yaitu membangun keterampilan dasar pada siswa SMP. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan sampel penelitian adalah 131 siswa kelas 9 SMP Negeri 1 Sukodono Lumajang yang sudah melaksanakan kurikulum 2013. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Instrumen untuk mengumpulkan data yaitu soal nomor 4 dan 5 pada paket tes geometri untuk mengukur keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Setiawan dkk (2016), hal ini didasarkan bahwa soal nomor 4 dan 5 indikatornya adalah membangun keterampilan dasar. Analisis data menggunakan rubrik penskoran paket tes tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketercapaian indikator keterampilan dasar dalam berpikir kritis yaitu 29,77% siswa dengan kategori tercapai, 31,3% siswa dengan kategori cukup, dan 38,93% siswa dengan kategori tidak tercapai. Kata Kunci: Berpikir Kritis, Keterampilan Dasar. PENDAHULUAN Salah satu keterampilan berpikir yang sangat penting untuk di kembangkan dalam diri peserta didik adalah keterampilan berpikir kritis. Hasil penelitian Schafersmen dalam Setiawan (2016:2) menyatakan bahwa seseorang yang berpikir kritis bisa menanyakan pertanyaan yang tepat, dapat memilah dan memilih informasi, memberi

Transcript of jurnaljp3.files.wordpress.com · Web viewPengetahuan prosedural adalah jenis pengetahuan khusus,...

KETERCAPAIAN INDIKATOR KETERAMPILAN DASAR DALAM BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

Yayan Eryk SetiawanProgram Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Lumajang

Email: [email protected]

Abstrak: Keterampilan berpikir kritis penting untuk dimiliki oleh setiap orang dalam kelangsungan hidupnya agar lebih baik dan sukses. Salah satu indikator keterampilan berpikir kritis adalah membangun keterampilan dasar. Membangun keterampilan dasar merupakan indikator awal yang harus dicapai sebelum mencapai indikator yang lainnya. Keterampilan dasar dalam berpikir kritis termasuk ke dalam pengetahuan prosedural. Pengetahuan prosedural telah di ajarkan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama, hal ini diketahui dari Kompetensi Inti-3 yaitu pengetahuan. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan prosedural khususnya ketercapaian indikator keterampilan berpikir kritis maka diperlukan analisis lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ketercapaian salah satu indikator keterampilan berpikir kritis yaitu membangun keterampilan dasar pada siswa SMP. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan sampel penelitian adalah 131 siswa kelas 9 SMP Negeri 1 Sukodono Lumajang yang sudah melaksanakan kurikulum 2013. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Instrumen untuk mengumpulkan data yaitu soal nomor 4 dan 5 pada paket tes geometri untuk mengukur keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Setiawan dkk (2016), hal ini didasarkan bahwa soal nomor 4 dan 5 indikatornya adalah membangun keterampilan dasar. Analisis data menggunakan rubrik penskoran paket tes tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketercapaian indikator keterampilan dasar dalam berpikir kritis yaitu 29,77% siswa dengan kategori tercapai, 31,3% siswa dengan kategori cukup, dan 38,93% siswa dengan kategori tidak tercapai.

Kata Kunci: Berpikir Kritis, Keterampilan Dasar.

PENDAHULUANSalah satu keterampilan berpikir yang

sangat penting untuk di kembangkan dalam diri peserta didik adalah keterampilan berpikir kritis. Hasil penelitian Schafersmen dalam Setiawan (2016:2) menyatakan bahwa seseorang yang berpikir kritis bisa menanyakan pertanyaan yang tepat, dapat memilah dan memilih informasi, memberi alasan yang logis, dan memperoleh kesimpulan yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan sehingga memungkinkan seseorang menjadi lebih baik dan lebih sukses dalam hidupnya. Hal tersebut didukung oleh Langrehr (2006) yang menyatakan bahwa keterampilan berpikir kreatif dan kritis penting bagi kelangsungan hidup pada abad 21 ini.

Membahas mengenai keterampilan berpikir kritis, banyak para ahli memberikan definisi yang berbeda. Ennis dalam Octaviano (2016:451) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah berpikir reflektif dan masuk akal yang difokuskan pada keputusan yang harus dilakukan atau dipercaya. Langrehr (2006:48) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah berpikir dengan penilaian atau reflektif. Scriven dalam Octaviano (2016:451) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah proses penyusunan alasan dari pengonseptualan, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi informasi. Dari pendapat para ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir evaluasi dan

penyusunan alasan berdasarkan pengonseptualan, penerapan, analisis, dan sintesis. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, peneliti hanya mengambil bagian kecil dari definisi berpikir kritis tersebut yaitu penerapan.

Sesuai dengan fokus penelitian ini, maka dalam penelitian ini peneliti berfokus pada salah satu indikator keterampilan berpikir kritis yang dikemukakan oleh Ennis

dalam Setiawan (2016:22) yaitu membangun keterampilan dasar (basic support). Alasan peneliti mengambil indikator membangun keterampilan dasar yaitu didasarkan pada hasil penelitian Setiawan (2016:98) yang menyatakan bahwa membangun keterampilan dasar merupakan kemampuan penerapan. Penjelasan mengenai indikator membangun keterampilan dasar dalam berpikir kritis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penjelasan Indikator Membangun Keterampilan DasarIndikator

Berpikir KritisSub Indikator Berpikir

Kritis Penjelasan

Membangun Keterampilan Dasar (Basic Support)

Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber

a) Menggunakan prosedur yang telah diakuib) Kemampuan memberikan alasan

Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi

a) Merekam gambaran secara umumb) Laporan lebih baik dari yang dibuat orang

lainSumber: Adaptasi dari Ennis dalam Setiawan (2016:22)

Menggunakan prosedur yang diakui merupakan pengetahuan prosedural. Pengetahuan prosedural bukan merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi, tetapi menjadi prasyarat untuk berpikir ke tingkat yang lebih tinggi. Pengetahuan prosedural adalah jenis pengetahuan khusus, pengetahuan tentang aturan dan penerapan (Crowl dkk., 1997; King dkk., 2013). Pengetahuan prosedural juga dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang tahapan sistematis mengenai sistem program (meliputi; input, proses, dan output). Prosedur berarti tahap demi tahap suatu proses untuk mencapai hasil yang diharapkan. Penguasaan pengetahuan prosedural berarti penguasaan proses. Dalam penelitian ini indikator siswa dapat menggunakan prosedur yang diakui antara lain: (1) dapat merumuskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan, (2) dapat menentukan berbagai alternatif solusi yang

relevan dengan masalah serta sesuai dengan konsep matematika, (3) dapat menerapkan alternatif solusi yang telah di tentukan, (4) dapat membuat kesimpulan dari hasil penerapan alternatif solusi. Dalam penelitian ini indikator siswa dapat memberikan alasan yaitu: (1) alasan tersebut dapat berdasarkan fakta, konsep yang benar, (2) alasan tersebut sesuai dengan logika, yaitu menggunakan aturan-aturan dalam berlogika, (3) alasan-alasan memiliki hubungan satu dengan yang lainnya.

Jika kita kaitkan antara keterampilan berpikir kritis dengan pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama, yaitu apakah pada jenjang SMP sudah diajarkan keterampilan berpikir kritis, terutama dalam menggunakan prosedur yang diakui dan memberikan alasan yang logis? Jawabannya adalah iya. Kurikulum 2013 telah membekali siswa keterampilan berpikir yang dibutuhkan pada abad 21 ini, hal ini dapat

dilihat dari landasan filosofis yang mendasari pengembangan kurikulum 2013 serta metode pembelajaran yang digunakan. Selain itu pada jenjang SMP sudah dibekali keterampilan berpikir kritis yang berupa

pengetahuan prosedural. Hal ini dapat dilihat pada Kompetensi Inti Pengetahuan Sekolah menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kompetensi Inti Pengetahuan Sekolah Menengah PertamaKompetens Inti

Kelas VIIKompetensi Inti

Kelas VIIIKompetensi Inti

Kelas IXMemahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata

Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata

Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata

Sumber: Permendikbut No. 68 Tahun 2013 (2013:6)

Banyak penelitian tentang keterampilan berpikir kritis pada jenjang Sekolah Menengah Pertama. Salah satunya oleh Setiawan dan Sunardi (2016:933) yang menunjukkan bahwa 0% siswa sangat kritis, 13% siswa berpikir kritis, 29,8% siswa cukup kritis, 22,1% siswa kurang kritis, 24,4% siswa tidak kritis, 10,7% siswa sangat tidak kritis. Lebih lanjut lagi dipaparkan bahwa hasil analisis indikator membangun keterampilan berpikir kritis yang terdiri dari keunggulan dan kelemahan siswa SMP didapatkan keunggulan siswa SMP dalam membangun keterampilan dasar adalah dapat menggunakan prosedur yang telah diakui, dapat merekam gambaran secara umum. Sedangkan kelemahan siswa SMP dalam membangun keterampilan dasar adalah kurang dapat memberikan alasan logis (Setiawan & Sunardi, 2016:935).

Untuk mengetahui lebih lanjut lagi tentang ketercapaian indikator keterampilan dasar dalam berpikir kritis maka diperlukan analisis lebih lanjut lagi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

ketercapaian indikator keterampilan dasar dalam berpikir kritis pada siswa SMP. Dengan diketahui ketercapaiannya, maka dapat dilakukan refleksi terhadap pembelajaran yang diberikan oleh guru.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan subjek penelitian sebanyak 131 siswa kelas 9 SMP Negeri 1 Sukodono. Alasan peneliti memilih sekolah tersebut sebagai sampel, yaitu sekolah tersebut merupakan sekolah unggul di Kabupaten Lumajang, sekolah tersebut telah menerapkan kurikulum 2013, banyaknya prestasi yang telah diraih (baik dalam bidang akademik maupun non akademik). Teknik pengambilan sampel yaitu secara random, meliputi kelas A sampai dengan kelas H. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal nomor 4 dan nomor 5 pada paket tes geometri untuk mengukur keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Setiawan, Sunardi, & Kusno (2016) yang

meliputi: soal-soal keterampilan berpikir kritis, lembar jawaban, rubrik penilaian, dan rekomendasi pembelajaran.

Alasan peneliti memilih soal nomor 4 dan nomor 5 karena soal tersebut dikembangkan dari indikator keterampilan berpikir kritis yang berupa membangun keterampilan dasar. Alasan peneliti menggunakan paket tersebut adalah telah memenuhi syarat-syarat paket tes yang baik, yaitu memiliki validitas secara teori maupun secara empiris, memiliki reliabilitas, memiliki daya beda, hasil uji coba lingkup yang lebih luas menunjukkan bahwa paket tes telah memenuhi reliabilitas. Selain itu paket tes yang berhasil dikembangkan telah memenuhi kepraktisan, antara lain: kalimat pada soal dapat dipahami oleh siswa, ketercukupan lembar jawaban (jika soal uraian), gambar yang disajikan di soal harus jelas, ketercukupan waktu dalam mengerjakan soal.

Hasil siswa dalam mengerjakan soal nomor 4 dan nomor 5 paket tes geometri untuk mengukur keterampilan berpikir kritis dianalisis menggunakan rubrik penilaian yang dikembangkan. Langkah-langkah analisis yaitu memberi skor dari nilai siswa mengerjakan paket tes, mengubah skor tersebut menjadi skor dengan skala 1-100, mengelompokkan nilai yang diperoleh siswa berdasarkan rubrik penilaian paket tes, melakukan analisis nilai siswa berdasarkan

indikator siswa dapat membangun keterampilan dasar yang meliputi siswa dapat menggunakan prosedur yang diakui dan siswa dapat memberikan alasan.

Dari hasil analisis dibuat deskripsi ketercapaian indikator keterampilan dasar dalam keterampilan berpikir kritis yang berupa gambaran tentang keterampilan dasar dalam keterampilan berpikir kritis yang dimiliki oleh siswa Sekolah Menengah Pertama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sesuai dengan metode penelitian ini, hasil penelitian berupa hasil analisis kuantitatif dari skor siswa mengerjakan soal nomor 4 dan 5 paket tes geometri untuk mengukur keterampilan berpikir kritis berdasarkan pedoman penskoran paket tes geometri tersebut. Sampel penelitian terdiri dari 131 siswa kelas 9 SMP, dengan rincian: 25 siswa mengerjakan paket tes A, 25 siswa mengerjakan paket tes B, 25 siswa mengerjakan paket tes C, 25 siswa mengerjakan paket tes D, dan 31 siswa mengerjakan paket tes E. Hasil dari 131 siswa mengerjakan soal nomor 4 dan 5 pada paket tes geometri untuk mengukur keterampilan berpikir kritis dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Siswa Mengerjakan Soal Nomor 4 dan 5 Paket Tes Geometri Kategori Skor Siswa (s) Jumlah Persentase (%)

Sangat Tercapai 80 s 100 14 10,69Tercapai 60 s < 80 25 19,08Cukup Tercapai 40 s < 60 25 19,08Kurang Tercapai 30 s < 40 16 12,22Tidak Tercapai 20 s < 30 22 16,79Sangat Tidak Tercapai s < 20 29 22,14

Dari Tabel 3 di atas dilakukan analisis berdasarkan indikator siswa dapat membangun keterampilan dasar yang meliputi siswa dapat menggunakan prosedur yang diakui dan siswa dapat memberikan alasan. Analisis dilakukan dari masing-masing tingkat ketercapaian. Agar lebih mudah melakukan analisis, dari 6 tingkat ketercapaian di atas disederhanakan menjadi tiga tingkat ketercapaian. Tingkat 1 adalah tercapai yang terdiri dari sangat tercapai dan tercapai, tingkat 2 adalah cukup yang terdiri dari cukup tercapai dan kurang terapai,

tingkat 3 adalah tidak tercapai yang terdiri dari tidak tercapai dan sangat tidak tercapai. Sesuai dengan prosedur analisisnya, hasil analisis dari ketercapaian indikator keterampilan dasar dalam berpikir kritis siswa SMP dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan kemampuan dalam menerapkan prosedur yang diakui dan berdasarkan kemampuan dalam memberikan alasan. Hasil analisis jawaban siswa berdasarkan kemampuan dalam menerapkan prosedur yang diakui dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisis Jawaban Siswa dalam Menggunakan Prosedur yang DiakuiKriteria Deskripsi dalam menggunakan prosedur

Tercapai Dalam menggunakan prosedur siswa SMP sudah dapat merumuskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan, dapat menerapkan alternatif solusi (tetapi belum dapat merumuskan berbagai alternatif solusi) dan dapat membuat kesimpulan dari hasil penerapan alternatif solusi.

Cukup Dalam menggunakan prosedur siswa SMP sudah dapat merumuskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan, dapat menerapkan alternatif solusi(tetapi belum dapat merumuskan berbagai alternatif solusi) dan belum dapat membuat kesimpulan dari hasil penerapan alternatif solusi.

Tidak Tercapai

Dalam menggunakan prosedur siswa SMP hanya dapat merumuskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan, alternatif solusi yang diberikan salah dan tidak dapat membuat kesimpulan dari hasil penerapan alternatif solusi.

Dari Tabel 4 di atas didapatkan bahwa siswa SMP masih belum dapat merumuskan berbagai alternatif solusi yang relevan dengan masalah serta sesuai dengan konsep matematika. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran siswa jarang dilatih untuk menentukan berbagai alternatif solusi, dimana guru mengajarkan kepada siswa hanya menulis yang diketahui dan yang ditanya, kemudian dijawab. Sehingga penyelesaian siswa tidak sistematis.

Penelitian Yusriana (2016) yang menunjukkan bahwa siswa SMP banyak melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal, salah satunya dikarenakan tidak merencanakan penyelesaian secara sitematis. Contoh jawaban siswa dengan kategori tercapai dapat dilihat pada Gambar 1. Sedangkan contoh jawaban siswa dengan kategori belum tercapai dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Contoh Hasil Pengerjaan Siswa dengan Kategori Tercapai

Gambar 2. Contoh Hasil Pengerjaan Siswa dengan Kategori Tidak Tercapai

Gambar 1 dan 2 di atas adalah contoh hasil pengerjaan soal nomor 4 pada paket tes C oleh siswa SMP yang menjadi sampel penelitian. Terdapat 25 siswa yang mengerjakan paket tes tersebut, ada 6 siswa yang berada pada kriteria tercapai, 12 siswa berada pada kategori cukup tercapai, dan ada 7 siswa berada pada kategori tidak

tercapai. ini artinya 24% siswa berada pada tingkat tercapai, 48% siswa berada pada kategori cukup, 28% siswa berada pada kategori tidak tercapai. Hal ini menunjukkan bahwa siswa SMP sudah mampu menerapkan prosedur yang diakui, tetapi banyaknya siswa perlu ditingkatkan lagi. Analisis berikutnya adalah analisis jawaban

siswa berdasarkan kemampuan siswa dalam memberikan alasan. Hasil analisis jawaban siswa berdasarkan kemampuan siswa SMP

dalam memberikan alasan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Jawaban Siswa SMP dalam Memberikan AlasanKriteria Deskripsi dalam memberikan alasan

Tercapai Dalam memberikan alasan, siswa SMP berdasarkan fakta dan konsep matematika yang benar (saling berhubungan) tetapi belum dapat memberikan alasan-alasan yang menggunakan aturan-aturan logika.

Cukup Dalam memberikan alasan, siswa SMP berdasarkan fakta dan konsep matematika yang benar (secara terpisah), tetapi belum dapat memberikan alasan-alasan yang menggunakan aturan-aturan logika.

Tidak Tercapai

Dalam memberian alasan, siswa SMP berdasarkan tidak berdasarkan fakta dan konsep matematika yang benar (hanya berdasarkan perkiraan saja) tetapi belum dapat memberikan alasan-alasan yang menggunakan aturan-aturan logika.

Dari tabel 5 di atas didapatkan bahwa siswa SMP belum dapat memberikan alasan berdasarkan fakta dan konsep matematika yang benar secara bersamaan, hal ini berarti siswa tidak mampu mengkaitkan fakta dengan konsep matematika. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Husna (2015) yang menyatakan bahwa kendala yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika adalah kesulitan siswa dalam menemukan kata kunci dan memahami informasi dalam soal dan ketidakmampuan siswa mengaitkan informasi dengan konsep matematika yang sesuai. Selain itu siswa SMP belum dapat memberikan alasan-alasan yang menggunakan aturan-aturan logika. Hal ini didasarkan bahwa pada mata pelajaran matematika SMP belum terdapat materi tentang aturan-aturan berlogika. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilkukan oleh Setiawan & Sunardi (2016:935) yang menyatakan bahwa

kelemahan siswa SMP dalam membangun keterampilan dasar adalah kurang dapat memberikan alasan logis. Contoh jawaban siswa dengan kategori cukup dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Sedangkan contoh jawaban siswa dengan kategori tidak tercapai dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 3, 4, dan 5 adalah contoh hasil pengerjaan soal nomor 4 pada paket tes A oleh siswa SMP yang menjadi sampel penelitian. Terdapat 25 siswa yang mengerjakan paket tes tersebut, tidak ada siswa yang mencapai kriteria tercapai, terdapat 7 siswa dengan kategori cukup, dan 18 siswa dengan kategori tidak tercapai. ini artinya 0% siswa berada pada tingkat tercapai, 28% siswa berada pada kategori cukup, 72% siswa berada pada kategori tidak tercapai. Hal ini menunjukkan bahwa siswa SMP belum mampu memberikan alasan yang sesuai dengan fakta dan konsep yang benar secara bersamaan.

Gambar 3. Contoh Hasil Pengerjaan Siswa dengan Kategori Cukup

Gambar 4. Contoh Hasil Pengerjaan Siswa dengan Kategori Cukup

Gambar 5. Contoh Hasil Pengerjaan Siswa dengan Kategori Tidak Tercapai

KESIMPULAN DAN SARANHasil penelitian menunjukkan bahwa

ketercapaian indikator keterampilan dasar dalam berpikir kritis siswa SMP dengan kemampuan menerapkan prosedur yang benar serta memberikan alasan didapatkan 29,77% siswa dengan kategori tercapai, 31,3% siswa dengan kategori cukup, dan 38,93% siswa dengan kategori tidak tercapai. Ketercapaian siswa dalam menerapkan prosedur ditunjukkan dengan kemampuan merumuskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan, dapat menerapkan alternatif solusi dan dapat membuat kesimpulan dari hasil penerapan alternatif solusi. Sedangkan ketercapaian siswa dalam memberikan alasan masih berdasarkan fakta atau konsep matematika secara tepisah. Ketidaktercapaian siswa dalam menerapkan prosedur di tunjukkan dengan tidak ditulis berbagai alternatif penyelesian, sedangkan ketidaktercapaian siswa dalam memberikan alasan yaitu alasan yang diberikan tidak berdasarkan fakta dan konsep matematika yang benar, belum dapat menggunakan aturan-aturan logika.

Dari hasil penelitian tersebut di atas, saran yang dapat peneliti berikan kepada Bapak/Ibu guru ada 2, yaitu : (1) dalam menyelesaikan masalah atau soal cerita hendaknya Bapak/Ibu guru menggunakan format pada Gambar 6. Hal ini didasarkan bahwa untuk melatih siswa berpikir kritis, maka keterampilan dasar harus dipenuhi, keterampilan dasar yang masih kurang yaitu siswa belum dapat merumuskan berbagai alternatif solusi. (2) dalam melatih siswa memberikan alasan hendaknya siswa tidak hanya dilatih secara konsep matematika, tetapi juga secara fakta. Hal ini didasarkan bahwa pembelajaran bermakna adalah pembelajaran yang mampu mengintegrasikan antara pengetahuan faktual dan konseptual. Dengan dikuasainya keterampilan dasar diharapkan siswa mulai mampu berpikir kritis. Untuk para peneliti dapat melakukan penelitian tentang ketercapaian indikator-indikator berpikir kritis yang lain.

Gambar 6. Format untuk Menyelesaikan Masalah atau Soal Cerita

DAFTAR RUJUKAN

Husna, Asmaul. 2015. Analisis Kemampuan Representasi Matematis Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Kontes Literasi Matematika (Klm) Pada Kelas Ix Smpn 6 Banda Aceh Tahun Ajaran 2014/2015 Skripsi: Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Syiah Kuala Darus Salam Banda Aceh, (online) http://etd.unsyiah.ac.id/pdf.php?id=13883 (diakses 21 Mei 2016)

King, FJ., Ludwika Goodson, & Faranak Rohani. 2013. Higher Order Thinking Skills (Definition, Teaching Strategis, and Assessment). (online) (www.cala.fsu.edu) diakses 13 Desember 2015.

Langrehr, John. 2006. Thingking Skills Mengajarkan Keterampilan Berpikir pada Anak. Alih Bahasa: Emilia Sekti Ariyanti. Jakarta: PT Gramedia.

Octaviano, Yusuf., Abdur Rahman As’ari, Santi Irawati. 2016. Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika dengan tema “Pengembangan 4C’s dalam Pembelajaran Matematika: Sebuah Tantangan Pengembangan Kurikulum Matematika, di Universitas Negeri Malang, Malang, 28 Mei 2016. Hal. 451-457.

Sekretariat Negara. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Sekretariat Negara.

Setiawan, Sunardi, & Kusno. 2016. Pengembangan Paket Tes Geometri untuk Mengukur Keterampilan Berpikir Kritis. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika dengan tema “Pengembangan 4C’s dalam Pembelajaran Matematika: Sebuah Tantangan Pengembangan Kurikulum Matematika, di Universitas Negeri Malang, Malang, 28 Mei 2016. Hal. 62-78.

Setiawan & Sunardi. 2016. Profil Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika dengan tema “Pengembangan 4C’s dalam Pembelajaran Matematika: Sebuah Tantangan Pengembangan Kurikulum Matematika, di Universitas Negeri Malang, Malang, 28 Mei 2016. Hal. 933-942.

Setiawan, Sunardi, & Kusno. 2016. Pengembangan Paket Tes Geometri untuk Mengukur Keterampilan Berpikir Kritis. Jember: Program Studi Magister Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember. Tesis: Tidak diterbitkan.

Yusriana. 2016. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-soal PISA pada Konten Space and Shape Kelas IX SMP Negeri 1 Banda Aceh. Skripsi: Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Syiah Kuala Darus Salam Banda Aceh, (online), (http://etd.unsyiah.ac.id/pdf.php?id=21128) diakses 21 Mei 2016.