repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1747... · Web viewLihat...
Transcript of repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1747... · Web viewLihat...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Salah satu tuntutan Reformasi 98’ adalah Otonomi Daerah. Lahirnya tuntutan
ini bisa dimaknai sebagai strategi atau solusi atas maraknya isu disintegrasi daerah.
Ada banyak sebab lahirnya tuntutan itu. Salah satunya karena cara-cara
penyelesaian problem kebangsaan oleh pemerintah yang militeristik. Padahal
militeristik adalah ciri fasisme1. Selain itu, otonomi daerah ini adalah bentuk
kompromi dari pertikaian panjang antara dua konsep bentuk negara dengan akar
historis dan filosofis sangat berbeda. Kedua konsep itu adalah bentuk negara federal
dan bentuk Negara kesatuan yang masing-masing diadopsi dan dipertahankan oleh
Muhammad Hatta dan Soekarno.
Reformasi telah membawa suasana baru dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Prestasi reformasi (Chrisnandi, 2008)2 ditandai dengan rezim lama
diturunkan dan digantikan rezim baru. Politik otoritarianisme digantikan politik
demokrasi. Sentralisme dikubur dengan desentralisasi. Konstitusi lama (UUD 1945)
diamandemen sebanyak empat kali. Multipartai menyediakan ruang bagi setiap
orang untuk berkumpul dan mendirikan partai politik. Dibentuk lembaga baru seperti
1 Menurut Mansour Faqih, pemerintah dan bangsa ini dalam menyelesaikan konflik atas sumber-
sumber alam menggunakan cara-cara yang mengkombinasi teror dan represi, penjinakan ideologi
serta hegemoni. Lebih lengkap lihat di, Kata Pengantar Mansour Faqih dalam Hugh Purcell,
Fasisme, Resist Book, Yogyakarta, 2004 hal. xiii dan xiv. Alih bahasa Faisol Feza dkk.2 Chrisnandi menulis, “”terlepas dari prestasi itu, keprihatinan tengah merundung perjalanan
reformasi. Bayangkan, sewindu reformasi belum juga tampak Indonesia menepi dari keterpurukan”.
Lebih lengkap lihat, Yuddy Chrisnandi, Beyond Parlemen: Dari Politik Kmapus Hingga Suksesi
Kepemimpinan Nasional, Penerbit Indo Hill Co, Jakarta, 2008, Cetakan 2, hal 31 dan 32.
1
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat
daerah.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia3. Melalui asas desentralisasi, otonomi
daerah hadir untuk memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sendiri
urusan pemerintahan dalam upaya meningkatkan kemandirian daerah.
Desentralisasi merupakan sebuah proses di mana pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Pemerintah daerah memiliki
kewenangan untuk menjalankan segala urusan pemerintahan kecuali urusan
pemerintahan yang berkaitan dengan urusan Politik Luar Negeri, Pertahanan,
Keamanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal Nasional, dan Agama4. Karena itu adalah
urusan pemerintahan yang hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota
merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota. Urusan itu meliputi: (a)
perencanaan dan pengendalian pembangunan, (b) perencanaan, pemanfaatan, dan
pengawasan tata ruang, (c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat, (d) penyediaan sarana dan prasarana umum, (e) penanganan bidang
kesehatan, (f) penyelenggaraan pendidikan, (g) penanggulangan masalah sosial, (h)
pelayanan bidang ketenagakerjaan, (i) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil
3 Lebih lengkap lihat UU RI Nomor 12 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 7.4 Idem Pasal 10 Ayat 3.
2
dan menengah, (j) pengendalian lingkungan hidup, (k) pelayanan pertanahan, (l)
pelayanan kependudukan, dan catatan sipl, (m) pelayanan administrasi umum
pemerintahan, (n) pelayanan administrasi penanaman modal, (o) penyelenggaraan
pelayanan dasar lainnya, (p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan5.
Selanjutnya, dalam urusan keuangan, diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah.
Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah merupakan
subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara
Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. Pemberian sumber keuangan Negara
kepada Pemerintah Daerah didasarkan atas penyerahan tugas kepada Pemerintah
Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.
Otonomi Daerah telah lama menjadi wacana publik Indonesia6. Meski
demikian, dalam pelaksanaan otonomi daerah ini belum berjalan sebagaimana tujuan
awalnya. Terdapat banyak ketimpangan dalam upaya pengimplementasian konsep
otonomi daerah. Beragam realitas empirik dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Menurut Keban (Fakrulloh dkk, 2004)7, ada beberapa hal yang dapat mengganggu
kinerja pencapaian tujuan otonomi daerah yaitu (1) adanya kesalahan strategis 5 Lebih lengkap lihat UU No 12 Tahun 2008 Pasal 14. Lihat juga PP No 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.6 Landasan hukumnya adalah UUD 1945 Pasal 18, UU No 1 Tahun 1945, UU No 22 Tahun 1948,
UUDS 1950 Pasal 131-133, UU No 44 Tahun 1950, UU No 1 Tahun 1957, UU No 6 Tahun 1959, UU
No 5 Tahun 1960, UU No 18 Tahun 1965, Ketetapan No XXI/MPRS/1966, Ketetapan No
V/MPR/1973, UU No 5 Tahun 1974, dan UU No 22 Tahun 1999, UU No 32 Tahun 2004, dan UU RI
No 12 Tahun 2008.
3
dalam perwujudan otonomi daerah, (2) perbedaan persepsi dan pemahaman tentang
konsep otonomi daerah, (3) perbedaan paradigma otonomi daerah yang dianut oleh
para elit politik, (4) paradigma birokrasi masih kuat.
Sebagai salah satu daerah otonom pasca pemekaran dari Kabupaten Poso8
tahun 2000, kabupaten Morowali tidak jauh dari realitas empirik tersebut.
Pembangunan infrastruktur jalan dan fasilitas pelayanan umum lainnya belum begitu
memadai. Berdasarkan data Dinas Kimpraswil Kabupaten Morowali dalam Angka
2001, menunjukkan bahwa ada 55% jalan negara, provinsi, dan kabupaten yang
mengalami kerusakan. Hanya 18% jalan dalam kondisi baik. Atas dasar itu, pada
Tahun Anggaran 2003 Kabupaten Morowali mendapatkan DAK non reboisasi
sebesar Rp 1,6 M untuk perbaikan jalan.
Selain itu, salah satu problema yang dihadapi oleh sebagian daerah
kabupaten/kota khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah dewasa ini adalah berkisar
pada upaya peningkatan PAD. Problema ini muncul karena adanya kecenderungan
berpikir dari sebagian kalangan birokrat di daerah yang menganggap bahwa
parameter utama yang menentukan kemandirian suatu daerah dalam berotonomi
adalah terletak pada besarnya PAD9. Kecenderungan berpikir ini tidak lahir begitu
saja tanpa landasan rasional dan empiris mengingat masih banyak daerah otonom
yang masih mengandalkan dana perimbangan sebagai sumber utama keuangan
7 Fakrulloh, Z.A., Eko, S., dan Saragi, T. P. Kebijakan Desentralisasi di Persimpangan Jalan, Jakarta:
CV. Cipruy. 2004, hal 22-25. 8 Pembentukan Kabupaten Morowali berdasarkan pada UU No 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Banggai Kepulauan.9 Lihat di artikel, Ochan, 2009, “Implementasi Peraturan Daerah Kota Palu yang Berorientasi Bagi
Kepentingan Masyarakat Dalam Menunjang Otonomi Daerah”. http://www. 017-implementasi-
peraturan-daerah-kota.html (5/8/2011)
4
daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Artinya,
daerah-daerah itu belum mampu menjalankan desentralisasi.
Merujuk pada hasil penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Departemen
Dalam Negeri bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada, Syarifuddin Tayeb
menyatakan bahwa dari 292 Daerah Kabupaten yang diteliti menunjukkan rendahnya
konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah. Berikut rinciannya:
122 Daerah Kabupaten berkisar antara 0,53 % - 10 %
86 Daerah Kabupaten berkisar antara 10 % - 20 %
43 Daerah Kabupaten berkisar antara 20,1 % - 30 %
17 Daerah Kabupaten berkisar antara 31,1 % - 50 %
2 Daerah Kabupaten berkisar di atas 50 %
Rendahnya konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah,
karena daerah hanya diberikan kewenangan mobilisasi sumber dana pajak dan yang
mampu memenuhi hanya sekitar 20% - 30% dari total penerimaan untuk membiayai
kebutuhan rutin dan pembangunan, sementara 70% - 80% didrop dari pusat10.
Mengingat banyaknya sumber-sumber PAD11 yang bisa dioptimalkan, daerah
otonom tidak perlu mengandalkan dana perimbangan dalam pembiayaan
10 Syarifuddin Thayeb, Hasil Penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Depdagri UGM,
Yogyakarta, 2001, hlm.5.11 Pendapatan Asli Daerah (PAD) digolongkan menjadi 4 bagian yaitu Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Lihat,
UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. Baca juga Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (perubahan dari
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006) Pasal 26.
5
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Apalagi dalam konteks Kabupaten
Morowali yang memiliki banyak kekayaan sumber daya alam. Pengelolaan kekayaan
alam itu berbanding lurus dengan peningkatan jumlah wajib pajak dan retribusi
daerah.
Kabupaten dengan visi “Morowali Menuju Kabupaten Agribisnis 2012" ini
menyimpan kekayaan alam di sektor perkebunan, pertanian, peternakan, kelautan,
pertambangan, dan pariwisata yang melimpah yang bisa dikelola untuk menambah
sumber-sumber PAD dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah dalam
membiayai secara mandiri urusan rumah tangga daerah. Sektor-sektor potensial ini
jika dikelola secara maksimal akan membantu mempercepat pertumbuhan
perekonomian masyarakat yang pada gilirannya akan menambah jumlah objek PAD.
Misalnya, di sektor pertambangan dan perkebunan yang cukup mendominasi di
Kabupaten Morowali, para pengusaha pertambangan dan perkebunan untuk
melaksanakan usahanya pasti mengurus Surat Izin Usaha dan dokumen-dokumen
lain yang dikenakan pajak maupun retribusi. Sebagai gambaran, pada tahun 2010
sektor pertambangan nikel memberikan kontribusi ke PAD sebesar Rp 4 M12.
Sektor pertanian adalah tumpuan 76 persen penduduk. Pada tahun 2001 nilai
kegiatan ekonomi pertanian Rp 527 miliar, sekitar 37 persen berasal dari
perkebunan13. Sektor perikanan, di antara 10 kecamatan hanya Kecamatan Mori Atas
12 Lihat Harian ANTARA News, Koran Lokal Palu, ” Pertambangan Nikel Sumbang PAD Morowali
Rp5 Miliar , Jumat, 21 Januari 2011”.13 Lihat, Harian KOMPAS, Selasa, 01 Juli 2003. Selengkapnya ada di
http://www.kompas.com/kompas cetak/0307/01/daerah/401669.htm diunduh tanggal 5 Agustus
2011.
6
dan Lembo yang tidak memiliki garis pantai, sehingga ada 80 persen wilayah
Morowali yang berpotensi untuk perikanan14.
Di sektor pertambangan, terdapat Nikel dan marmer. Nikel dengan luas
arealnya mencapai lebih kurang 149.700 hektar dengan cadangan terduga 8 juta
WMT. Di sektor Minyak dan gas, terdapat Lapangan minyak Tiaka Blok Trili dengan
fasilitas penunjang terletak sekitar 17 mil dari garis pantai. Hasil evaluasi
menunjukkan bahwa cadangan minyak di lapangan Tiaka (Original oil in Place –
OOIP) sebesar 106,56 MMBO (Million barrel oil/juta barrel minyak). Total kapasitas
produksi per hari mencapai sekitar 6.500 barrel (BOPD) yang diperoleh dari enam
sumur produksi atau rata-rata produksi setiap sumur sebesar sekitar 1.100 BOPD.
Gas bumi, dari hasil pemboran sumur produksi, dihasilkan juga gas ikutan sebanyak
sekitar 3,5 TCF (Ton cubic feet) dengan air terproduksi sekitar 3.000 BOPD15.
Menurut data dari BPS Kabupaten Morowali tercatat lebih dari 100 Pemegang Izin
Usaha Pertambangan di wilayah ini.
Melihat potensi kekayaan SDA Kabupaten Morowali sebagaimana diuraikan di
atas, DPPKAD sebagai salah satu SKPD, berpeluang besar untuk mengoptimalkan
manajemen keuangan daerah hasil penerimaan dari sumber-sumber PAD. Dalam hal
ini, dituntut efektifitas dan efisiensi pelaksanaan peran DPPKAD dalam manajemen
keuangan daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Kecerdasan
pengelolaan penerimaan keuangan dibutuhkan untuk memastikan semua pos
14 Ochan Sangadji, (27/11/2008), dalam artikel “Morowali, Kabupaten Terkaya di Sulteng”. Sumber
data artikel ini dilengkapi dengan data dari BPS dan Dinas Pertambangan Kabupaten Morowali.
Selengkapnya baca di http://www.ochansangadji.co.nr diunduh tanggal 7 Oktober 2011. 15 Ochan Sangadji, Ibid.
7
anggaran pembelanjaan daerah dalam setiap tahun anggaran mendapat bagian
secara proporsional. Selain itu, juga untuk menekan defisit APBD dalam setiap tahun
anggaran.
Persoalannya kemudian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Morowali dalam tiga tahun anggaran terakhir mengalami defisit. Tahun
2006 defisit APBD Morowali mencapai lebih Rp 75 miliar, tahun 2007 lebih Rp 63
miliar dan tahun anggaran 2008 mencapai lebih 63 miliar16.
Di sisi lain, realisasi penerimaan PAD Kabupaten Morowali selama tiga Tahun
berturut-turut yakni pada tahun anggaran 2007 sebesar Rp 8,80 M, 2008 sebesar Rp
14,53 M, 2009 sebesar Rp 13,82 M17. Angka ini menunjukkan peningkatan PAD.
Pertanyaannya, apakah rasio perbandingan antara kekayaan alam dengan PAD
Kabupaten Morowali dalam tiga tahun terakhir itu, seimbang? Artinya, dengan
melihat potensi kekayaan SDA, bukankah pemerintah daerah dalam hal ini DPPKAD
dapat membuat target pencapaian PAD yang lebih besar?
Selain itu, Penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Morowali pada
tahun anggaran 2007 sebesar Rp 434,48 M, pada tahun 2008 sebesar Rp 373,308 M
dan pada tahun 2009 sebesar Rp 368,918 M18. Dibandingkan dengan
Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tengah, DAU Kabupaten Morowali tahun 2008 berada
di urutan tertinggi ke dua setelah Kabupaten Banggai. Pada tahun 2009 berada pada
16 Ochan Sangadji, Idem hlm. 317 Data ini diperoleh dari DPPKAD Kabupaten Morowali.18 DPPKAD dan Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tanggal 24
Desember 2008 tentang Rincian Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun
2009. Lihat juga di http://www.ngada.org (27/09/2011)
8
urutan tertinggi ke tiga setelah Kabupaten Banggai19. Padahal DAU hanya
diperuntukkan bagi daerah dengan PAD kecil sebagai upaya pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Artinya, Kabupaten ini masih sangat
tergantung pada dana dari Pemerintah Pusat dalam membiayai penyelenggaraan
urusan pemerintahan daerah.
Terkait dengan itu, ada beberapa hal yang relevan untuk dipertanyakan.
Misalnya apakah secara aktual aparat DPPKAD Kabupaten Morowali dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sudah sesuai dengan ketentuan
sebagaimana Peraturan Daerah?
Dalam hal strategi, apakah Pemerintah Daerah telah mengubah strategi
mengenai teknis operasional lapangan terutama sistem pendataan ulang dalam
rangka menjaring semaksimal mungkin obyek pajak maupun subyek pajak sebagai
dasar perhitungan dan pengenaan pajak? Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
apakah Pemerintah Kabupaten Morowali melalui DPPKAD telah melakukan
intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap seluruh sumber penerimaan daerah, telah
mengidentifikasi secara optimal sumber-sumber PAD yag baru?
Atas dasar ini, penulis melakukan penelitian tentang bagaimana peran salah
satu SKPD yang banyak bergelut dalam pengelolaan keuangan daerah. Penelitian ini
dilakukan di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah dengan judul “Peran DPPKAD
dalam Manajemen Keuangan Daerah (Studi Tentang Pengelolaan Pendapatan
Asli Daerah) Kabupaten Morowali Tahun 2008-2011”.
19 Ibid., hlm 1
9
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul penelitian ini, rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.2.1. Bagaimana Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali
pada tahun 2008-2011?
1.2.2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Peran DPPKAD dalam
Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali pada tahun 2008-2011?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Untuk mengetahui Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten
Morowali pada tahun 2008-2011.
1.3.2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Peran DPPKAD
dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali pada tahun 2008-2011.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Secara Teoritis
a. Sebagai bahan studi ilmiah untuk mengetahui Peran DPPKAD dalam
Manajemen Keuangan Daerah dan secara spesifik pengelolaan PAD
Kabupaten Morowali dalam kurun waktu 2008-2011.
b. Sebagai bahan studi perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang
berkaitan dengan Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan Daerah
dan secara spesifik pengelolaan PAD Kabupaten Morowali dalam kurun
waktu 2008-2011 beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
10
c. Sebagai bahan studi pustaka di almamater peneliti yakni di Program
Studi Ilmu Pemerintahan Jurusan Politik Pemerintahan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Universitas Hasanuddin.
1.4.2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan kajian praksis bagi DPPKAD Kabupaten Morowali untuk
mengevaluasi kinerjanya selama kurun waktu 2008-2011.
b. Sebagai bahan kajian praksis bagi DPPKAD Kabupaten Morowali untuk
merumuskan desain strategi dalam upaya pengelolaan PAD Kabupaten
Morowali ke depannya.
1.5. Metode Penelitian
1.5.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dipusatkan di Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Morowali Provinsi
Sulawesi Tengah.
1.5.2. Dasar dan Jenis Penelitian
a. Dasar penelitian deskriptif. Peneliti akan melihat langsung realitas-
realitas di lapangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Realitas-
11
realitas itu akan dipilah berdasarkan kebutuhan penelitian lalu
dikumpulkan untuk kemudian dianalisis.
b. Jenis penelitian deskriptif kualitatif yakni suatu metode yang
menggambarkan atau melukiskan kenyataan serta keadaan objek yang
diteliti secara sistematis, faktual dan akurat untuk kemudian dianalisis
secara mendalam.
1.5.3. Teknik Pengumpulan Data
Data digolongkan menjadi dua bagian yaitu data sekunder dan data
primer. Penggolongan ini dilakukan demi menjaga keakuratan dan relevansi
serta kekayaan data yang diperoleh di lapangan sehubungan dengan objek
penelitian ini. Data primer adalah data yang bersumber dari studi lapang
berupa wawancara mendalam dan observasi yang dilakukan dengan tujuan
untuk memperoleh data-data yang faktual dan akurat mengenai objek
penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang bersumber dari
kepustakaan berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek
penelitian. Adapun data dari studi lapang diperoleh dengan menggunakan
teknik-teknik sebagai berikut :
1.5.3.1. Wawancara
Teknik pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mendapatkan
gambaran mengenai objek penelitian dengan cara tanya jawab secara
mendalam dan terbuka dengan bertatap muka langsung dengan
informan/responden. Bentuk data yang diperoleh terdiri dari kutipan langsung
12
yang merupakan pengalaman langsung dan pengetahuan informan/responden
dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara.
Wawancara dilakukan dengan beberapa informan/responden terpilih yang
menguasai informasi mengenai objek penelitan.
1.5.3.2. Observasi
Teknik ini berupa pengamatan langsung terhadap objek penelitian guna
memperoleh keterangan berupa informasi, data dan fakta akurat yang
berhubungan dengan objek penelitian. Teknik ini juga digunakan untuk
mengetahui relevansi antara keterangan informan/responden dan data dengan
kenyataan yang ada dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek
penelitian dan tetap mengontrol keabsahannya. Data yang didapat melalui
observasi langsung terdiri dari keterangan kegiatan berupa perilaku, tindakan,
dan keseluruhan kemungkinan interaksi interpersonal dan proses penataan
yang merupakan kecenderungan dan pengalaman manusia yang dapat
diamati.
1.5.3.3. Studi kepustakaan
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data-data pendukung (data
sekunder) dari berbagai literatur baik berupa buku, makalah, majalah, hasil
penelitian yang relevan, koran dan dokumen-dokumen tertulis lain sebagai
referensi yang berkaitan dengan objek penelitian.
1.5.4. Penentuan Informan
13
Dalam desain penelitian deskriptif kualitatif, jenis informan/responden
ada dua yaitu informan kunci (key informan) dan informan sekunder
(secondary informan). Informan kunci adalah mereka yang dianggap
menguasai objek penelitian. Sedangkan informan sekunder dibutuhkan untuk
melengkapi informasi/data tentang objek penelitian guna memperkaya
analisis, tetapi tidak mesti ada.
Dalam struktur organisasi DPPKAD Kabupaten Morowali, terdapat
enam (6) bidang yang bekerja sesuai dengan kewenangannya masing-masing
berdasarkan Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008. Keenam
bidang yang dimaksud yakni Bidang Pendapatan, Bidang Anggaran, Bidang
Akuntansi, Bidang Perbendaharaan dan Bidang Aset. Masing-masing bidang
tersebut membawahi tiga (3) seksi.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pada kegiatan pra
penelitian, penulis menemukan fakta bahwa tidak semua bidang dalam
DPPKAD memiliki kewenangan dalam pengelolaan PAD, masing-masing
bidang dalam menjalankan perannya dibatasi dengan tugas pokok dan
fungsinya. Bahkan hanya satu bidang yang memiliki peran langsung dalam
pengelolaan PAD yakni Bidang Pendapatan20. Sedangkan bidang lain seperti
Bidang Anggaran, dan Bidang Akuntasi tidak mempunyai “peran langsung”21
20 Lihat tupoksi masing-masing bidang dalam Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008.21 Maksud penulis dalam penggunaan prasa “peran langsung” adalah peran yang bersentuhan
langsung dalam pengelolaan PAD yakni perencanaan dan pelaksanaan pemungutan (realisasi) yang
hanya dilakukan oleh Bidang Pendapatan. Sedangkan maksud dari “peran tidak langsung” adalah
peran yang tidak berhubungan langsung dengan pengelolaan PAD yakni pada saat dilakukan
rekonsiliasi yang melibatkan bidang lain seperti Bidang Akuntansi dan Bidang Anggaran. Rekonsiliasi
14
dalam pengelolaan PAD. Namun demikian, untuk memperkaya analisis,
penulis tetap melakukan wawancara dengan beberapa informan yang kapabel
pada masing-masing bidang tersebut, termasuk para Kepala Seksi. Selain itu,
penulis juga melakukan wawancara mendalam dengan Kepala Dinas,
Sekretaris Dinas, Kepala Sub Bagian Urusan Perencanaan dan Program dan
Kepala UPTD Kecamatan atau Camat dalam lingkup DPPKAD. Adapun
informan/responden yang dimaksud yaitu:
1. Kepala DPPKAD (Haeruddin Rompone, S.Sos)
2. Sekretaris DPPKAD (Drs Yusman Mahbub)
3. Kepala Sub Bagian Perencanaan Program (Sappa Sao, M.Si)
4. Kepala Bidang Pendapatan (Jufri M. Taiyeb, SE)
5. Kepala Bidang Anggaran (Alamsyah, MEC.DEV)
6. Kepala Bidang Akuntansi (Alwi Gawi, SE)
7. Kepala Seksi Pajak/Retribusi Daerah (Yohanes P. Labunga)
8. Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan (Yaumi T. Baduddun, SE)
9. Kepala Seksi Pengkajian Anggaran (Charles M. Toha)
10.2 orang Staf Bidang Pendapatan (Nani Sari, SE dan M. Ramli)22
11.Kepala UPTD Kecamatan Lembo (Deitje Dewanto, SE)
12.Sekretaris Camat Witaponda (Muh Ridwan, S.Ag, M.Si)
dilakukan dalam setiap tahun anggaran yang juga melibatkan UPTD Kecamatan dalam lingkup
DPPKAD.22 Penulis memilih dua orang informan ini dengan pertimbangan kedua orang staf dalam Bidang
Pendapatan tersebut adalah peserta magang di Kantor DPPKAD dan Kantor Pelayanan Perpajakan
Kabupaten Poso pada tahun 2011 sebagai salah satu upaya DPPKAD Kabupaten Morowali dalam
meningkatkan kualitas aparaturnya dalam pengelolaan PAD.
15
13.Camat Bahodopi (Syamsu Abdullah)
Pasca pemekaran pada tahun 2011, Kabupaten Morowali terdiri dari 18
kecamatan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa setiap kecamatan
memiliki UPTD yang membantu DPPKAD dalam pemungutan PAD. Petugas-
petugas UPTD inilah sebagai ujung tombak DPPKAD dalam pemungutan PAD
karena mereka yang turun langsung ke lapangan. Dari 18 kecamatan, empat
kecamatan di antaranya belum memiliki UPTD pasca pemekaran. Dan karena
keterbatasan waktu, dana dan tenaga, penulis memilih tiga UPTD kecamatan
sebagai informan dengan pertimbangan berdasarkan capaian realisasi
penerimaan PAD dari sektor yang memiliki kontribusi besar dalam PAD pada
tahun anggaran 2011 dan pertimbangan jarak tempuh antara Ibu Kota
Kabupaten dengan Ibu Kota Kecamatan.
Selain karena masalah waktu, tenaga dan biaya, kesulitan-kesulitan
yang penulis temui selama proses pengumpulan data menjadi salah satu
pertimbangan penulis dalam memilih informan/responden. Kesulitan-kesulitan
yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam pengumpulan data yang
dimaksud di antaranya adalah keterbatasan informan/responden dalam
memberikan data yang dibutuhkan karena adanya ketakutan pembahasan
akan membias karena persoalan keuangan masih dianggap sebagai
persoalan yang sensitif meski penulis sudah memberikan pemahaman bahwa
penelitian ini hanya untuk tujuan kajian akademik, tidak ada hubungannya
dengan persoalan audit sebagaimana yang dilakukan BPK (Badan
Pemberantasan Korupsi).
16
Penulis memulai penelitian pada bulan Desember 2011. Bertepatan
dengan waktu evaluasi pengelolaan APBD tahun anggaran 2011 dan
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD)
Kabupaten Morowali tahun 2012. Dalam perumusan, pembahasan dan
penetapan yang dilakukan dalam Rapat Paripurna di DPRD melibatkan
seluruh SKPD pengelola/pengguna keuangan daerah, tidak terkecuali
DPPKAD sebagai koordinator pengelola PAD. Hal ini menjadi salah satu
kesulitan bagi penulis dalam pengumpulan data. Padatnya agenda kegiatan
yang yang dilakukan di internal DPPKAD dan agenda rapat di DPRD membuat
penulis kesulitan melakukan wawancara mendalam dengan Kepala Dinas,
Kepala Bidang dan Kepala Seksi dalam lingkup DPPKAD. Untuk mengatasi
hal itu, penulis “mencuri” waktu istrahat informan pada malam hari di rumah
masing-masing.
1.6. Definisi Operasional
1.6.1. Peran DPPKAD
Peran yang dimaksud dalam penelitian ini ialah peran DPPKAD dalam
penggelolaan PAD Kabupaten Morowali Tahun 2008-2011 berdasarkan tugas
pokok dan fungsinya. Peran itu digambarkan dalam empat indikator
pengelolaan PAD, yaitu:
Perencanaan Target
Pelaksanaan Pemungutan
Pengawasan atas Penatausahaan
Pelaporan dan Evaluasi Realisasi
17
1.6.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Penelitian ini dibatasi pada sektor tertentu yang besar konstribusinya
dalam penerimaan PAD Kabupaten Morowali dalam kurun waktu 2008-201123.
1.6.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan PAD
Faktor-faktor yang dimaksud adalah faktor-faktor pendukung dan faktor-
faktor penghambat dalam pengelolaan PAD Kabupaten Morowali Tahun 2008-
2011.
1.7. Analisis Data
Penelitian ini dilakukan secara berkesinambungan. Artinya, tahap
pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data dilakukan secara bersamaan
selama proses penelitian. Jadi pengolahan data tidak harus dilakukan setelah data
terkumpul tetapi juga dilakukan ketika proses pengumpulan data sedang
berlangsung.
Bentuk analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data,
menjabarkannya kedalam unit-unit, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, menguraikan dalam bentuk kata dan kalimat, dan
selanjutnya membuat kesimpulan.
23 Lihat Tabel 4.3.-4.6. tentang Target dan Realisasi PAD Kab Morowali tahun 2008-2011.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini berisi deskripsi singkat tentang landasan teori yang digunakan
sesuai dengan fokus penelitian, kerangka konsep dan skema kerangka konsep
sesuai dengan desain penelitian, serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang
berhubungan erat dengan objek penelitian.
Posisi teori dalam desain deskriptif kualitatif sangat penting mengingat teori
dalam desain ini adalah acuan dalam menganalisis hasil-hasil penelitian. Teorisasi
penelitian ini adalah deduktif. Konsekuensinya, peneliti dituntun oleh teori saat
mengumpulkan data dan ketika melakukan analisis. Pengaruh teori dalam
pembahasan hasil penelitian sangat membantu peneliti dalam melakukan analisis.
19
Namun tidak berarti data-data hasil penelitian tidak objektif karena telah dicemari
oleh teori.
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Bungin (2007:31) bahwa:
“ketika sebuah masalah penelitian telah ditemukan, maka peneliti mencoban membahas masalah penelitian tersebut dengan teori-teori yang dipilihnya. Model deduktif dalam format deskriptif kualitatif akan sangat membantu peneliti tidak saja saat menemukan masalah, tetapi juga untuk membangun hipotesis, menyusun kerangka metodologis, menganalisis data maupun pembahasan hasil penelitian, bahwa teori ini akan dibahas untuk dikritik atau disempurnakan”24
Oleh karena itu, penulis menggunakan dua teori utama untuk mengungkap
gejala atas fenomena objek penelitian, yaitu teori peran (role theory) dan teori
manajemen.
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Toeri Peran
Peran berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan
yang terutama25. Levinson (Soekamto, 1982)26, menulis bahwa peranan adalah
suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang
dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat,
peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang
membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
24 Burhan Bungin, 2007, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial
Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Putra Group, Edisi Pertama, Cetakan Kedua. Hlm 3125 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985), hlm. 73526 Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), hlm. 238
20
Selanjutnya, Levinson mengemukakan bahwa peranan dapat
mencakup tiga hal yaitu:
1. norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang
dalam masyarakat. Peranan arti ini merupakan rangkaian peraturan-
peraturan yang membimbing sesorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
2. suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
3. sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat27.
Menurut Robert M. Z. Lawang, peran diartikan sebagai suatu pola
perilaku yang diharapkan dari sesorang yang memiliki status atau posisi
tertentu dalam organisasi28.
Dalam perspektif Sosiologi, Antropologi dan Psikologi Sosial, peran
(role) adalah sebuah bangunan teori tersendiri yang disebut dengan Role
27 Ibid hlm 239. 28 Lihat Lawang, Robert M Z. Pengantar Sosiologi, PT. Karunika Universitas terbuka, Jakarta, 1985
hlm 89.
21
Theory29. Ditinjau dari perspektif sosiologi, Barbara (Gana, 2009)30, peran
adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil.
Peran pemerintah daerah terbagi atas peran yang lemah dan peran
yang kuat. Menurut Leach, Stewart dan Walsh (Muluk, 2005)31, peran
pemerintah daerah yang lemah ditandai dengan beberapa indikator yakni
rentang tanggungjawab fungsi atau kewenangan yang sempit, cara
penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat reaktif, derajat otonomi yang
rendah terhadap fungsi-fungsi yang diemban dan tingginya derajat kontrol
eksternal. Peran pemerintah daerah yang kuat ditandai oleh beberapa
29 Dalam teori ini dijelaskan bahwa sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada skenario yang
disusun oleh masyarakat. Skenario itu mengatur apa dan bagaimana peran setiap orang dalam
lingkungannya. Seseorang yang patuh akan hidup harmoni, tetapi jika seserang menyalahi skenario,
maka hidupnya tidak akan harmoni, ia akan dihujat. Jadi jangan heran jika terjadi demonstrasi karena
pemimpin menyalahi skenario. Selengkapnya baca di Janah, Lailia Fatkul. 2009. Sumber :
http://bidanlia.blogspot.com/2009/07/teori-peran.html. Dan baca juga di Syakira, Gana. 2009. Teori
Peran, tersedia di http://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/konsep-diri-peran.html diunduh tanggal 17
September 2011. Sumber-sumber itu di antaranya mengambil pemikiran Robert Linton dan Glen
Elder. 30 Syakira, Gana. 2009. Teori Peran (Online). Sumber:
http://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/konsep-diri-peran.html diunduh tanggal 17 September 2011.31 Identiikasi atas beragam faktor penyebab atas pilihan dominasi instrumen kebijakan, didasarkan
pada kerangka Leach, Stewart, dan Walsh. Pilihan kerangka ini dapat membantu menyusun model
penyelenggaraan pemerintahan daerah baik yang bersifat ex ante maupun ex post facto. Ada
beberapa faktor yang berpengaruh dalam kerangka ini yaitu dimensi ekonomi, pemerintahan dan
politik yang berkaitan dengan bentuk demokrasi lokal. Pembagian peran pemerintah daerah yang
lemah dan yang kuat adalah turunan dari dimensi pemerintahan. Selengkapnya ada di Muluk, K.,
2007, Model Peran Pemerintah Daerah, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Edisi Pertama,
Cetakan Kedua, hlm 62 dan 63, Penerbit Bayumedia Publishing, Malang.
22
indikator yakni rentang tanggungjawab fungsi atau kewenangan yang luas,
cara penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat positif, derajat
otonomi yang tinggi atas fungsi-fungsi yang diemban dan derajat kontrol
eksternal yang terbatas.
Sehubungan dengan itu, Taufik Manji dalam skripsinya, “Analisis Peran
Pemerintah Kota terhadap Perkelahian antar Kelompok di Kota Makassar”
mengungkapkan:
“peran dan defenisinya memberikan pahaman bahwa dalam setiap kelompok masyarakat setiap individu dituntut untuk menjalankan perannya masing-masing. Kesinambungan sistem sosial tentunya dipengaruhi oleh berjalannya peran-peran dari individu. Mandegnya sistem peran akan sangat berpengaruh pada sistem sosial sebuah masyarakat. Ketika salah satu sistem peran tidak berjalan maka sistem peran yang lain akan dipengaruhi oleh sistem peran yang tidak berjalan tersebut. Maka tak jarang menimbulkan persoalan sosial dalam masyarakat”32.
2.1.2. Teori Manajemen
Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan apa pun
manajemen sangatlah diperlukan untuk seluruh sumber daya organisasi demi
terwujudnya cita-cita atau misi organisasi yang bersangkutaan. Demikian
halnya dalam pengelolaan PAD. Manajemen sangat penting untuk
memaksimalkan pengelolaan PAD. Manajemen berasal dari bahasa Inggris
yakni “manage” yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola
dan lain sebagainya. Kegiatan manajerial yang baik adalah pra syarat dalam 32 Selengkapnya lihat Taufik Manji dalam Analisis Peran Pemerintah Kota terhadap Perkelahian antar
Kelompok di Kota Makassar , 2010, Politik Pemerintahan FISIP Universitas Hasanuddin Makassar,
hlm 27-28 tentang Definisi Peran.
23
pengelolaan PAD yang baik. Manajemen dapat dipahami sebagai suatu
proses pengaturan seluruh sumber daya dalam sebuah organisasi yang di
dalamnya terdaapt kerja sama demi tercapaiannya tujuan yang telah
ditetapkan. Berikut ini beberapa definisi/pengertian manajemen yang
dikemukakan oleh para pakar manajemen.
George R. Terry dalam Arif (1989) menyatakan bahwa: ” manajemen
adalah kegiatan yang merencanakan, mengorganisasikan dan mengontrol
atau mengoperasikan unsur-unsur dasar manusia, benda-benda, mesin-
mesin, metode-metode, uang dan pasar, memberikan kepemimpinan pada
usaha-usaha manusia untuk mencapai tujuan dari badan usaha”33.
Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Sarwoto bahwa :
“manajemen sebagai proses menghimpun dan meluncurkan pekerjaan dari
orang-orang yang dikoordinasi secara kelompok untuk memperoleh tujuan
yang diinginkan.”34
Selanjutnya Sondang P. Siagian menjelaskan bahwa: “manajemen
adalah kemampuan dan ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam
rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain”35. Dalam
bahasa berbeda M. Manulang memberikan pengertian bahwa: “manajemen
adalah sebuah proses yang khas, yang terdiri dari atas perencanaan,
33 Ishak Arif dalam “Pokok-Pokok Organisasi Dan Manajemen”, Yayasan Pembinaan Umat “NURUL
FALAH”, Palu, 1989, hlm. 1634 Sarwoto, dalam “Dasar-Dasar Organisasi Dan Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hlm. 4535 Selengkapnya lihat di SP. Siagian, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku organisasi, Gunung
agung, Jakarta, 1994, hlm. 8
24
pengorganisasian, penggerakan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan
baik ilmu seni agar dapat menyelesaiakan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.”36
Demikian halnya dengan S. Kimball dan D.S Kimball Jr yang
mengemukakan bahwa: “manajemen terdiri dari semua tugas dan fungsi yang
meliputi penyusunan sebuah perusahaan, pembiayaan, penetapan garis-garis
besar kebijaksanaan, penyediaan semua peralatan yang diperlukan dan
penyusunan kerangka organisasi serta pemilihan pejabat terasnya.”37
Berdasarkan beberapa pengertian/definisi di atas, penulis
menyimpulkan bahwa pada dasarnya para ahli dalam memberikan
definisi/pengertian tidak terlepas dari beberapa hal yang sangat penting dalam
manajemen yaitu:
1. adanya wadah dan alat pencapaian tujuan
2. adanya proses/fungsi tertentu termasuk kerjasama dalam mencapai tujuan
3. adanya tujuan bersama yang ingin dicapai.
Pada dasarnya, pembahasan tentang manajemen adalah pembahasan
tentang beberapa fungsi fundamental yang harus dilaksanakan untuk
memperoleh gambaran utuh tentang apa yang mesti dilakukan demi
36 Lihat juga M. Manulang dalam “Dasar-Dasar Manajemen”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1997, hlm. 5437 S. Kimball dan D.S Kimball Jr, Manajemen Pelayanan Masyarakat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994,
hlm. 43
25
tercapapianya tujuan bersama. Berikut beberapa pendapat para ahli mengenai
fungsi manajemen.
Menurut Luther Gulk dalam Sutopo fungsi manajemen mencakup
“POSDCRB” yaitu:
1. Perencanan (planning)
2. Pengorganisasian (organizing)
3. Penyusunan pegawai (staffing)
4. Pemberian bimbingan (directing)
5. Pengkoordinasian (coordinating)
6. Pelaporan (reporting)
7. Penganggaran (budgeting)38
Kemudian Harol Kont dalam Sarwoto merumuskan fungsi manajemen
dalam “POSC” yaitu :
1. Perencanaan (planning)
2. Pengorganisasian (organizing)
3. Penyusunan Pegawai (staffing)
4. Pengawasan (controlling)39
Selanjutnya George R. Terry dalam Sutopo memberikan gambaran
yang lebih jelas tentang fungsi manajemen yang dikenal dengan “POAC”
yaitu:
1. Perencanaan (planning)
38 Selengkapnya di Sutopo,”Administrasi Manajemen Dan Organisasi”, Lembaga Administrasi Negara
RI, Jakarta 2001, hlm. 2439 Sarwoto, op.cit, hlm. 24
26
2. Pengorganisasian (organizing)
3. Penggerakan (actuating)
4. Pengawasan (controlling)40
Dari beberapa rumusan tersebut oleh para ahli dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnnya rumusan tersebut hanya berkisar pada empat fungsi
sebagaimana yang dirumuskan oleh George R. Terry. Berikut ini penjelasan
ke empat fungsi tersebut.
2.1.2.1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah fungsi yang sangat vital yang bukan hanya tugas
seorang pemimpin tetapi juga harus melibatkan setiap orang dalam sebuah
organisasi guna menentukan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara
mencapainya.
Sondang P. Siagian, menjelaskan bahwa: “perencanaan (planning)
adalah keseluruhan proses perkiraan dan penentuan secara matang hal-hal
yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.”41
Selanjutnya, M. Manulang mendefinisikan bahwa: “perencanaan adalah
apa yang harus dicapai (penentuan waktu secara kuantitatif) dan bila hak itu
harus dicapai, dimana hal itu harus dicapai, bagaimana hal itu harus dicapai,
siapa yang bertanggung jawab, dan mengapa harus dicapai.”42
40 Sutopo, op.cit, hlm. 2441 S.P. Siagian, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, 1984, hlm. 1342 M. Manulang, op.cit, hlm. 25
27
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa perencanaan merupakan
suatu proses perumusan tentang apa yang akan dilakukan dan dan
bagaimana pelaksanaannya.
2.1.2.2. Pengorganisasian (Organizing)
S. P. Siagian mengemukakan bahwa: “pengorganisasian adalah
keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas,
tanggung jawab dan wewenang yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu
organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka
pencapaian yang telah ditentukan.”43
Seteleh perencanaan dilakukan, maka fungsi selanjutnya adalah
pengorganisasian. Dari definisi diatas pengorganisasian merupakan suatu
proses pengaturan keseluruhan sumber daya dalam sebuah organisasi.
Pengaturan itu mencakup pembagian tugas, alat-alat, sumber daya manusia,
wewenang dan sebagainya untuk menghindari kesimpangsiuran dalam
pelaksanaan kegiatan. Fungsi ini lebih cenderung pada pengaturan kegiatan
administratif.
2.1.2.3. Penggerakan (Actuating)
Menurut George R. Terry dalam Sarwoto yang dimaksud dengan
penggerakan adalah “tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota
suka berusaha untuk mencapai sasaran-sasaran agar sesuai dengan
perencanaan dan usaha-usaha organisasi.”44
43 Ibid, hlm. 11644 Sarwoto, op.cit, hlm. 30
28
Penggerakkan atau pelaksanaan dilakukan setelah fungsi
perencanaan. Agar pelaksanaan berjalan sesuai dengan perencanaan maka
sangat ditekankan pada bagaimana cara/strategi seorang pemimpin dalam
menggerakkan pegawainya. Hal ini sangat penting untuk menghindari agar
bawahan tidak melaksanakan tugasnya di bawah tekanan atau paksaan tetapi
atas dasar pilihan sadar dengan penuh tanggungjawab.
2.1.2.4. Pengawasan (Controlling)
Tanpa adanya fungsi pengawasan maka fungsi-fungsi yang lainnya
tidak akan berjalan efektif dan efisien karena pengawasan tidak hanya
berlangsung pada saat pelaksanaan tetapi juga pada saat perencanaan dan
pengorganisasian. Dan pada dasarnya dalam fungsi pengawasan juga
terdapat proses pengevaluasian untuk menjaga agar seluruh kegiatan tidak
melenceng dari tujuan yang ingin dicapai.
Pengawasan sangat penting untuk memastikan bahwa apa telah
dilaksanakan sesuai dengan rencana, penempatan orang-orangnya sudah
tepat (the right men in the right place) dan waktunya sudah sesuai. Jika belum
maka akan diadakan perbaikan agar tujuan dapat tercapai.
Rekso Hadiprojo mengemukakan bahwa “perencanaan pada
hakekatnya merupakan usaha memberikan petunjuk pada para pelaksana
agar mereka selalu bertindak sesuai dengan perencanaan”45
45 Dikutip dari Rekso Hadiprojo dalam “Dasar-Dasar Manajemen”, BPFE, Yogyakarta, 1993, hlm. 53
29
Selanjutnya, menurut Susilo Martoyo, “pengawasan adalah suatu proses
untuk menentukan apa yang harus dikerjakan, apa yang sedang dikerjakan,
nilai proses dan hasil pelaksanaan pekerjaan atau tugas, melakukan koreksi-
koreksi atas kesalahan-kesalahan atau sesuai rencana sebagainya.”46
2.2. Kerangka Konsep
2.2.1. Konsep Peran
Atas dasar uraian di atas, peran DPPKAD Kabupaten Morowali di sini
ialah segala tindakan DPPKAD baik dalam bentuk kebijakan strategis,
kebijakan teknis ataupun peran dalam bentuk kerja sama dengan institusi
lain/SKPD pengelola PAD, yang terkait dengan pengelolaan PAD.
2.2.2. Konsep Keuangan Daerah
Keuangan daerah dapat diartikan sebagai: ”semua hak dan kewajiban
yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa
uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum
dimiliki/dikuasai oleh Negara atau Daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak
lain sesuai ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku ”
(Mamaseh, 1995)47.
46 Susilo Martoyo dalam “Pengetahuan Dasar Manajemen Dan Kepemimpinan”, BPFE, Yogyakarta,
1988, hlm. 12347 Lihat, Halim dalam “Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah”, Penerbit Salemba
Empat, 2004, hlm 18-20
30
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daeah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan
uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut48.
Semua hak yang dimaksud di sini adalah hak untuk memungut sumber-
sumber penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah, dan lain-lain, dan/atau hak untuk menerima sumber-
sumber penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi
Khusus sesuai peraturan tang ditetapkan. Sedangkan semua kewajiban yang
dimaksud adalah kewajiban untuk mengeluarkan uang untuk membayar
tagihan-tagihan kepada daerah dalam rangka penyelenggaraan fungsi
pemerintahan, infrastruktur, pelayanan umum, dan pengembangan ekonomi.
Keuangan daerah memiliki ruang lingkup yang terdiri atas keuangan
daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Keuangan daerah yang dikelola langsung terdiri atas Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah.
Kekayaan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD).
Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah.
Manajemen keuangan daerah adalah “pengorganisasian dan pengelolaan
sumber-sumber daya atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk
48 Lihat poin 6 Pasal 1 Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pokok-
pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Morowali.
31
mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut ”49. Alat untuk
melaksanakan manajemen keuangan daerah disebut dengan tata usaha
daerah.
Menurut Mamaseh (1995), tata usaha keuangan daerah dibagi menjadi
dua golongan, yaitu tata usaha umum dan tata usaha keuangan. Tata usaha
umum menyangkut kegiatan surat-menyurat, mengagenda, mengekspedisi,
meyimpan surat-surat penting atau mengarsipkan serta kegiatan dokumentasi
lainnya. Sedangkan tata usaha keuangan pada intinya adalah tata buku yang
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis di bidang
keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta
prosedur-prosedur tertentu sehigga dapat memberikan informasi aktual di
bidang keuangan.
Dalam penelitian ini, manajemen keuangan daerah dipersempit menjadi
pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD). Pengelolaan keuangan daerah
adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan
daerah50.
Penting untuk diketahui bahwa Pemegang Kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Daerah adalah Kepala Daerah yang karena jabatannya mempunyai
49 Lihat, Halim dalam “Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah”, Penerbit Salemba
Empat, 2004, hlm 20.50 Lihat poin 7 (Pasal 1), poin 10, poin 13, poin 14, poin 15, poin 32m dan poin 61 Peraturan Daerah
Kabupaten Morowali Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah
Kabupaten Morowali.
32
kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.
Kekuasaan pengelolaan keuangan Negara dari Presiden sebagian diserahkan
kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut
berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah yaitu bahwa
gubernur/bupati/walikota bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan
daerah sebagaio bagian dari kekuasaan pemerinah daerah51.
Dalam menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah,
Kepala Daerah membentuk Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
(SKPKD). SKPKD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku
pengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakan pengelolaan
keuangan daerah. Selanjutnya, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)
adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya
disebut dengan kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah.
Bendahara Umum (BU) adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitasnya
sebagai Bendahara Umum Daerah.
51Selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, Kepala Daerah melimpahkan sebagian
atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan daerah kepada Sekretaris Daerah selaku
koordinator pengelolaan keuangan daerah, Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Barang Dareah. Selengkapnya Lihat di Darise, Nurlan dalam
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Pedoman Untuk Eksekutif dan Legislatif, Rangkuman 7 UU,
30 PP dan 15 Permendagri). Penerbit Indeks Jakarta tahun 2009 edisi 2 hlm 30-33.
33
Setiap tahun anggaran, ada yang disebut dengan Rencana Kerja dan
Anggaran yang disusun oleh setiap SKPD (RKA-SKPD). RKA-SKPD adalah
dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan,
rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan
sebagai dasar penyusunan APBD. RKA-SKPD ini kemudian dibahas pada
saat Musrembang lalu dibahas di DPRD untuk kemudian dibuatkan regulasi
dalam bentuk peraturan daerah (perda). Perda inilah yang kemudian menjadi
acuan dalam penuyusunan Domuken Pelaksanaan Anggaran (DPA).
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
(DPA-PPKD) adalah dokumen pelaksanaan anggaran badan pengelola
keuangan daerah selaku Bendahara Umum Daerah.
2.2.3. Konsep Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa
satu tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember52. APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah
yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD
terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran
pembiayaan. Anggaran pendapatan berasal dari Pendapatan Asli Daerah,
Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan.
52 Lihat Pasal 1 poin 17 dan Pasal 70, dan Pasal 179 UU No 12 Tahun 2008.
34
Sebelum menjadi APBD, berbentuk RAPBD. RAPBD dibahas di DPRD
untuk kemudian dibuatkan regulasi dalam bentuk peraturan daerah tentang
APBD53. ABPD ini adalah akumulasi dari seluruh RKA setiap SKPD dalam satu
tahun anggaran pemerintah daerah. Inilah yang menjadi acuan seluruh
instansi pemerintah daerah dalam menjalankan urusan pemerintahan sesuai
dengan kewenangan masing-masing instansi/SKPD baik itu dalam hal
pendapatan untuk SKPD pengelola teknis dalam pemungutan PAD, maupun
urusan belanja dan pembiayaan.
2.2.4. Konsep Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Otonomi daerah perlu diwujudkan dalam rangka mewujudkan
kemandirian daerah. Untuk mewujudkan otonomi daerah dibutuhkan
kecerdasan untuk mengelola segala potensi yang dimiliki daerah untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pegelolaan itu mencakup Sumber
Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA). SDM berkaitan erat
dengan pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan, informasi dan
keterampilan. Sedangkan SDA mencakup segala kekayaan alam yang dimiliki
suatu daerah. Dalam hubungannya dengan peningkatan PAD, kehandalan
SDM dan kekayaan SDA suatu daerah sangat diperlukan. SDA yang didukung
dengan SDA yang memadai untuk mengelola kekayaan yang dimiliki daerah
akan melahirkan daerah dengan PAD yang baik.
53 Lihat Lampiran 13 tentang Perda ABPD Kabupaten Morowali tahun 2008-2011.
35
Merujuk pada UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, penerimaan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan
pembiayaan. Pendapatan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan dan lain-lain pendapata. Pembiayaan bersumber dari sisa lebih
perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan
daerah dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Sedangkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sendiri bersumber dari Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan
Lain-lain PAD yang Sah54. Artinya, PAD adalah pendapatan tetap pemerintah
daerah dari berbagai sumber yang ditetapkan dalam peraturan daerah
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Senada dengan
itu, Halim (2004:67) menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli
daerah. Lebih jauh, Yani (2002:106)55 menyatakan bahwa ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan PAD diantaranya:
1. Memberikan peluang kepada masyarakat untuk memberikan usaha yang
dapat meningkatkan pendapatan daerah.
2. Adanya dukungan dan dorongan dari pihak pemerintah untuk mencari dan
menggali sumber-sumber PAD yang ada di daerah.
54 Lebih lengkapnya buka Pasal 5 Ayat (1), (2) dan (3) dan Pasal 6 Ayat (1) dan (2) UU No 33 Tahun
2004 tentang Perimbangn Keuangan Antara Pemerinntah Pusat dengan Pemerintah Daerah.55 Dikutip dari Tesis Charles N Toha, 2010, Universitas Tadulako Palu, Analisis Implementasi
Kebijakan Retribusi Pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Morowali.
36
3. Membuka peluang yang seluas-luasnya untuk melakukan berbbagai
hubungan kemitraan dengan semua pihak baik swasta, investor dan
kalangan pengusaha dalam memperoleh pendapatan.
Senada dengan hal itu, Soedjamanto (1999;72) mengemukakan:
“PAD merupakan potensi yang sangat kuat didalam meningkatkan taraf
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang diperoleh dari berbagai
pencarian dan pengalian sumber-sumber dana daerah yang
pengelolaannya dapat dilakukan oleh semua pihak yang ada di daerah,
baik pemerintah, swasta, pengusaha dan lainnya”.
Sehubungan dengan itu, kebijakan keuangan daerah dengan kebijakan
keuangan negara perlu disinkronkan karena saling berhubungan erat.
Hubungan tersebut tidak hanya bersifat keuangan, tetapi juga berhubungan
dengan faktor-faktor lain seperti penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Oleh karena itu diperlukan perencanaan. Perencanaan PAD perlu dilakukan
dengan penuh perhitungan dan pertimbangan yang matang, cepat dan tepat
serta mempermudah tercapainya tujuan, dengan tetap memperhitungkan
resikonya.
Pada dasarnya, setiap pemerintah daerah selalu berupaya seoptimal
mungkin untuk memperbaharui manajemen pengelolaan PAD mengingat PAD
adalah cerminan pendapatan masyarakat suatu daerah. Selain itu, pemerintah
daerah akan dianggap gagal jika hanya mengandalkan bantuan keuangan dari
pemerintah pusat. Untuk itu perlu adanya rumusan strategi bagi pemerintah
daerah dalam pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah. Pemerintah
37
daerah harus lebih cerdas mengidentifikasi titik-titik yang berpotensi
meningkatkan PAD. Meningkatnya pendapatan masyarakat jelas
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sekaligus
berpengaruh pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Peningkatan PAD
tidak terlepas dari kemampuan pemerintah dalam membina masyarakat dan
unsur swasta dalam mewujudkan berbagai bidang usaha, yang pada
gilirannya berperan besar dalam pemasukkan di kas daerah.
2.2.4.1. Pajak Daerah
Menurut Sunarto (2005:15), pajak daerah merupakan pajak yang
dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang
berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil
penerimaan tersebut masuk di dalam APBD.
Berdasarkan UU No 34 Tahun 2000, dari segi kewenangan pemungutan
pajak atas objek pajak di daerah, dibagi atas dua hal yaitu pajak daerah yang
dipungut oleh pemerintah provinsi dan pajak daerah yang dipungut oleh
pemerintah Kabupaten atau kota.
Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah Provinsi adalah pajak yang
kewenangan pungutannya terdapat pada pemerintah daerah provinsi. Pajak
provinsi terbagi atas beberapa jenis yaitu, pajak Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di
Atas Air, pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan pajak Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
38
Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah Kabupaten/kota adalah
pajak yang kewenangan pemungutan ada pada pemerintah daerah kabupaten
atau kota. Berdasarkan UU Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah, jenis
pajak kabupaten atau kota ditetapkan sebanyak tujuh, yaitu pajak Hotel, pajak
Restoran, pajak Hiburan, pajak Reklame, pajak Penerangan Jalan, pajak
Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan pajak Parkir56. Namun dalam
penelitian dibatasi hanya pada pajak daerah Kabupaten.
Selain itu, kehadiran Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah membuka peluang sebesar-besarnya
kepada daerah untuk meningkatkan PAD. Ada pajak-pajak baru yang
kewenangan pemungutannya diserahkan kepada daerah kabupaten sebagai
sumber penerimaaan PAD bagi pemerintah daerah. Pajak-pajak baru yang
sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah pusat itu terdiri dari pajak bumi
dan bangunan (PBB) perdesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan (BPHTB).
2.2.4.2. Retribusi Daerah
Selain pajak daerah, penerimaan pemerintah daerah yang
diperuntukkan dalam peyelenggaraan urusan pemerintah daerah berasal dari
retribusi daerah. Namun, untuk retribusi tiap daerah memiliki potensi yang
berbeda satu sama lain, untuk itu pemerintah daerah harus dapat melihat
56 UU No 34 Tahun 2000 ini adalah pengganti UU No 18 Tahun 1997. UU No 34 Tahun 2000 kemudian
diganti dengan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pencantuman UU
No 34 Tahun 2000 dalam tulisan ini karena dianggap masih relevan dan tidak bertentangan dengan
UU No 28 Tahun 2009.
39
peluang apa saja yang dapat dilakukan dalam menggali penerimaan dari
retribusi untuk menunjang penerimaan.
Menurut Siahaan (2005:5), retribusi adalah pembayaran wajib dari
penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh
negara bagi penduduknya secara perorangan. Namun tidak semua jasa yang
diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya. Tetapi, hanya
jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial-ekonomi layak
dijadikan sebagai objek retribusi.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, pungutan daerah dalam bentuk retribusi
digolongkan menjadi tiga, yaitu golongan retribusi jasa umum, retribusi jasa
usaha dan retribusi perizinan tertentu.
Retribusi jasa umum terdiri dari 14 jenis retribusi, retribusi jasa usaha 11
jenis dan retribusi perizinan tertentu ada 4 jenis yaitu izin mendirikan bangunan
(IMB), izin tempat penjualan minuman beralkohol, izin gangguan (HO), izin
trayek dan izin usaha perikanan.
Jelas bahwa jenis pajak daerah dibatasi. Sedangkan untuk retribusi
daerah masih dimungkinkan jenis lain apabila ditetapkan dalam peraturan
pemerintah (PP). Khususnya retribusi perizinan tertentu, berdasarkan pasal
150 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, jenis retribusi selain yang
ditetapkan itu masih memungkinkan untuk menetapkan jenis retribusi lain
sepanjang memenuhi kriteria.
40
Kriteria yang dimaksud yaitu perizinan tersebut termasuk kewenangan
pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan asas
desentralisasi, perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi
kepentingan umum, dan biaya yang menjadi beban daerah dalam
penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulanginya dampak
negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari
retribusi, ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2.2.4.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Penerimaan pendapatan daerah dari pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan ialah penerimaan pendapatan yang berasal dari laba BUMD
dan hasil kerja sama pemerintah daerah dengan pihak ketiga. Jenis hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan jika dirinci menurut objek
pendapatan mencakup57:
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/BUMN
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta
atau kelompok usaha masyarakat.
2.2.4.4. Lain-lain PAD yang sah
57 Lihat, Pasal 26 ayat 3 Permendagri No 59 Tahun 2007 (Perubahan Permendagri No 13 Tahun
2006) tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
41
Penerimaan pendapatan daerah yang terakhir ialah melalui pendapatan
lain-lain daerah yang sah58, yakni meliputi:
Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
Jasa giro
Pendapatan bunga
Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau jasa oleh Daerah.
Gambar 2.1.
Bagan Indikator Pengelolaan PAD
2.3. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini bukanlah yang pertama. Beberapa peneliti sebelumnya telah
mengangkat topik/objek penelitian yang sama dengan topik/objek penelitian penulis.
Dari hasil kegiatan pra penelitian, penulis menemukan informasi bahwa ada
58 Lihat, Pasal 6 ayat 2 UU No 33 Tahun 2004.
42
PENGELOLAAN PADPERENCANAAN TARGET (1) PELAKSANAAN(2) PENGAWASAN ATAS PENATAUSAHAAN (3)PELAPORAN DAN EVALUASI (4)
beberapa orang peneliti sebelumnya yang telah melakukan penelitian di DPPKAD
Kabupaten Morowali dalam jarak waktu yang relatif berdekatan yaitu tahun 2010 dan
2011 dengan topik/objek penelitian yang hampir sama sebagaimana yang penulis
uraikan di bawah ini. Hasil-hasil penelitian itu penulis jadikan sebagai rujukan untuk
menambah referensi dan memperkaya analisis. Berikut ini adalah beberapa hasil
penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan erat dengan objek penelitian
penulis.
Pertama, laporan Akhir Program D4 Keuangan Daerah, “Implementasi
Kebijakan Pengelolaan Retribusi Pasar dalam Meningkatkan PAD di Kabupaten
Banggai Provinsi Sulawesi Tengah” oleh Syamsul Bahri Lanta dari IPDN. Dari hasil
analisis dan pembahasan yang dilakukan penulis, diperoleh suatu gambaran umum
bahwa pelaksanaan kebijakan pengelolaan retribusi pasar sebagai salah satu
komponen PAD di Kabupaten Banggai sudah cukup baik. Dari distribusi jawaban
responden/masyarakat terhadap sub variabel (dimensi tujuan kebijakan) yang
dilakukan menunjukkan bahwa dimensi tujuan kebijakan belum berjalan sesuai yang
diharapkan. Penyebabnya, masyarakat/pedagang sebagai pihak yang menggunakan
jasa pasar belum mengetahui secara jelas tujuan dari program. Komunikasi antara
pelaksana kebijakan dengan sasaran kebijakan kurang baik. Petugas pemungut
dalam menyampaian informasi ataupun kegiatan sosialisasi program tidak berjalan
sesuai yang diharapkan.
Oleh karena itu, penulis menyarankan agar Pemerintah Daerah harus
menyikapi kondisi ini dengan melakukan sosialisasi program kepada masyarakat
tentang penjelasan tujuan dari program raining of trainers (ToT) yakni peningkatan
43
keterampilan dan pengetahuan, sehingga dapat mengoptimalkan penarikan retribusi
dengan baik sebagai salah satu komponen PAD.
Kedua, laporan Penelitian Lembaga Pusat Pengkajian Kebijakan dan Otonomi
Daerah, “Optimalisasi Pengelolaan Sumber-Sumber PAD Kabupaten Morowali” oleh
Drs Darwis, M.Si dkk. Dari hasil penelitian itu menunjukkan bahwa potensi retribusi
pasar cukup besar sementara realisasi penerimaan retribusi ini masih kecil. Oleh
karena itu, penulis menyarankan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan retribusi pasar guna meningkatkan penerimaan PAD yaitu:
a. peningkatan perencanaan, koordinasi, pengawasan;
b. peningkatan kualitas (pengetahuan dan keterampilan) pengelola retribusi
pasar untuk membangun kreativitas pengelola pasar yang professional di
masa yang akan datang;
c. pengelolaan retribusi pasar diserahkan ke aparatur pemerintah
Kecamatan;
d. kelengkapan fasilitas pasar seperti air dan penerangan yang memadai;
e. mengoptimalkan potensi-potensi pasar seperti lahan, petak dan pelataran;
f. memperbaiki penataan pasar sehingga nyaman dan indah.
Ketiga, laporan Penelitian PT Esa Pratama Cipta Celebes Konsultan,
“Optimalisasi Pengelolaan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten
Morowali” oleh Konsultan Manajemen Perencanaan. Hasil penelitian itu menunjukkan
bahwa optimalisasi pengelolaan retribusi pasar terutama dalam hal pemungutan
retribusi pasar sangat perlu dilakukan mengingat nilai pemasukan dari sektor retribusi
pasar bagi PAD cukup besar. Dari hasil survey lapangan diperoleh data bahwa
44
sebagian besar pasar tradisonal yang bersifat swabangun maupun pasar inpres
(pasar permanen) yang dibangun oleh pemerintah belum cukup memadai. Hal ini
sangat mempengaruhi pengelolaan pungutan retribusi. Akibatnya, di beberapa pasar,
pungutan retribusi pasar tidak dilakukan secara rutin, bahkan ada beberapa
pedagang yang tidak dikenakan biaya retribusi tempat berjualan. Selain itu, di
beberapa pasar tradisonal tidak dikenakan pungutan apa pun.
Keempat, hasil penelitian untuk penyusunan Tesis, “Analisis Implementasi
Kebijakan Retribusi Pasar Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten
Morowali” oleh Charles N Toha dari Universitas Tadulako Palu tahun 2010.
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengungkapkan bahwa hampir sebagian
besar aparat pemungut retribusi pasar belum maksimal melaksanakan tugasnya
dengan baik. Hal ini disebabkan antara lain masih minimnya pengetahuan petugas
dan tingkat pendidikan rata-rata masih SLTA bahkan ada yang SLTP, kurangnya
dukungan dana operasional serta tidak adanya pemberian insentif. Kondisi ini
mengakibatkan semakin lemahnya mental aparat pelaksana karena apa yang harus
dikerjakan tidak akan sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Ini berarti
bahwa pelaksanaan kebijakan retribusi pasar dalam meningkatkan pendapatan asli
daerah belum baik.
Sehubungan dengan hal itu, Charles menyarankan kepada pemerintah
bahwa dalam rangka peningkatan PAD perlu adanya pemberian insentif serta
dukungan dana operasional, sarana dan prasarana yang memadai sehingga dapat
meningkatkan kinerja. Selain itu, menurutnya, dalam proses pemungutan retribusi
45
daerah, utamanya retribusi pasar yang harus dilakukan oleh aparat Dinas PPKAD
Kabupaten Morowali, adalah:
a. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi daerah;
b. melakukan intensifikasi data melalui pemutakhiran data;
c. frekuensi jam kerja pemungutan ditingkatkan/ditambah;
d. setiap bulan secara periodik mengadakan evaluasi permasalahan dan
hambatan yang terjadi dilapangan, dan
e. mengubah Perda yang sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang dan
meningkatkan kesejahteraan aparat pemungut.
Keenam, hasil penelitian untuk Skripsi, ”Optimalisasi Pengelolaan Pendapatan
Asli Daerah Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Morowali” oleh Rena Kamaruddin Program Studi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako tahun 2011. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan satu variabel yaitu, optimalisasi pengelolaan
PAD dengan indikatornya yaitu perencanaan pemerintah setempat, kerjasama yang
dilakukan, pelaksanaan dan pengawasan dari pemerintah daerah. Indikator ini
dirumuskan dengan menggunakan teori manajemen G.R. Terry.
Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, Rena menemukan fakta
bahwa, dalam penentuan target PAD diperoleh gambaran bahwa pelaksanaan
perencanaan penentuan target yang terkait dalam pengelolaan pendapatan asli
daerah sudah sesuai dengan data potensi sumber PAD. Dari 10 responden 4 orang
atau 40% menyatakan sesuai, 3 orang atau 30% menyatakan cukup sesuai dan 3
orang atau 30% menyatakan kurang sesuai karena aparatur DPPKAD sendiri turun
46
langsung mencari informasi. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan dalam
perencanaan penentuan target PAD Kabupaten Morowali masih belum sesuai.
Setelah melakukan pembahasan dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk
dimasukkan ke dalam RAPBD dan dibahas oleh DPRD untuk menjadi APBD masih
terdapat perubahan anggaran dari target yang telah ditentukan. Menurut Rena, hal ini
menunjukkan bahwa proses pengumpulan atau penyampaian informasi/data
mengenai potensi penerimaan PAD masih belum begitu akurat sehingga penentuan
perencanaan target PAD tidak didasarkan pada data yang ril.
Dari indikator kerjasama, Rena mengungkapkan bahwa pelaksanaan
hubungan kerjasama yang dilakukan oleh DPPKAD dengan isntansi pemerintah yang
lain dalam rangka meningkatkan penerimaan PAD Kabupaten Morowali adalah baik.
Dari 10 responden 6 orang atau 60% menyatakan baik, 3 orang atau 30%
menyatakan cukup baik dan 1 orang atau 10% menyatakan kurang baik.
Bentuk kerjasama yang dilakukan DPPKAD dengan instansi pemerintah yang
lain misalkan penyampaian laporan data realisasi pendapatan daerah dari SKPD
maupun UPTD melalui rapat evaluasi terhadap realisasi pendapatan yang dilakukan
per 3 bulan, yang dilanjutkan dengan monitoring bersama terhadap hasil evaluasi
pendapatan. Selain itu Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
juga melakukan hubungan kerjasama dengan dinas lain melalui penagihan secara
tim terhadap objek-objek yang berpotensi besar misalkan dalam penagihan pajak
terhadap perusahaan-perusahaan pertambangan yang ada di Kabupaten Morowali.
Sehingga dapat disimpulkan hubungan kerjasama yang dilakukan dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dengan dinas-dinas lain sudah baik.
47
Dari indikator Pelaksanaan, Rena menemukan bahwa prosedur pelaksanaan
penerimaan dan penyetoran PAD sudah baik. Dari 10 responden 5 orang atau 50%
menyatakan baik. 1 orang atau 10% menyatakan sangat baik dan 4 orang atau 40%
menyatakan cukup baik.
Dari indikator Pengawasan, ditemukan bahwa tingkat pengawasan dalam
pengelolaan PAD pada DPPKAD cukup baik. Dari 10 responden 7 orang atau 70%
menyatakan cukup diawasi, 1 orang atau 10% menyatakan diawasi dan 2 orang atau
20% menyatakan kurang diawasi. Bentuk pengawasan yang dilakukan seperti rapat
evaluasi yang dilakukan per 3 bulan bersama SKPD dan UPTD serta membahas
kendala-kendala yang didapatkan dilapangan apabila hasil yang dicapai tidak
mencapai target.
Bentuk pengawasannya juga dilakukan melalui penyetoran langsung hasil
penerimaan ke rekening PAD Kabupaten Morowali dan setiap hasil setoran tersebut
juga akan dibahas dalam rapat evaluasi, sehingga dalam bentuk pengawasan seperti
diatas akan dapat menghasilkan kemungkinan terjadinya kecurangan sangat kecil.
Akan tetapi berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, belum ada transparansi
pemanfaatan atas hasil PAD tersebut walaupun pengawasan pengelolaannya sudah
dilakukan seoptimal mungkin. Dapat dilihat dari hasil pembangunan Kabupaten
Morowali yang masih belum begitu nampak maksimal, baik pembangunan fisik
maupun pembangunan sumber daya manusianya. Selain itu, Rena juga
mengungkapkan beberapa kendala yang dihadapi dalam optimalisasi pengelolaan
PAD yakni aktualisasi data, sumber daya pengelola dan tingkat kesadaran
masyarakat. Data potensi penerimaan PAD Kabupaten Morowali masih belum
48
Indkator Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD:
1. Perencanaan Target 2. Pelaksanaan Pemungutan3. Pengawasan Penatausahaan4. Pelaporan dan Evaluasi Realisasi PAD
akurat, kebanyakan masih merupakan data yang lama. Akibatnya, dalam
perencanaan penentuan target PAD Kabupaten Morowali masih terdapat perubahan
anggaran dari target yang telah ditentukan.
Faktor personil atau sumber daya pengelola yang masih rendah. Ini nampak
dari tingkat pendidikan aparatur DPPKAD dari jumlah pegawai yang berpendidikan
setingkat SMA 62,5 % atau 130 orang dari pegawai keseluruhan DPPKAD. Oleh
karena itu, DPPKAD telah mengupayakan melakukan pelatihan-pelatihan kepada
semua pegawainya. Dari segi tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak
dan retribusi,juga masih sangat rendah. Dapat terlihat dari 91.839 Wajib Pajak
Kabupaten Morowali yang membayar hanya 81.747 Wajib Pajak. Hal ini dikarenakan
masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan DPPKAD kepada masyarakat.
49
Landasan Hukum:
1. UUD RI 1945 4. UU No 28/20092. UU No 12/2008 5. Perda Kab. Morowali No 10/20093. UU No 33/2004 6. Perbup Morowali No 14/2008
Pengelolaan PAD
Landasan Teori
1. Role Theory2. POACE
Faktor-faktor yang mempengaruhi:
pendukung penghambat
Gambar 2.2.Bagan Kerangka Konsep
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1. Keadaan Geografis
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun 1999, Kabupaten Morowali
merupakan salah satu daerah otonom yang terbentuk bersama dua kabupaten
lainnya di Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Buol dan Kabupaten Banggai
Kepulauan.
Kabupaten ini sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Poso.
Wilayahnya membentang dari arah tenggara ke barat dan melebar ke bagian timur
serta berada di daratan Pulau Sulawesi dan wilayah lainnya terdiri dari pulau-pulau
kecil. Bagian paling utara terdapat wilayah Kecamatan Mamosalato dan Bungku
Utara, di bagian paling selatan terdapat wilayah Kecamatan Menui Kepualauan, yang
terdiri dari beberapa pulau besar dan pulau kecil. Sedangkan di bagian timur adalah
perairan Teluk Tolo serta bagian paling barat terdapat wilayah Kecamatan Moro
Atas.
Dilihat dari posisi di permukaan bumi, wilayah Kabuapten Morowali terletak
pada pesisir pantai di perairan Teluk Tomori dan Teluk Tolo, serta kawasan lainnya
terletak di kawasan hutan dan lembah pegunungan.
Pada tahun 2004, Kabupaten Morowali mengalami pemekaran sehingga
Kecamatan yang semula berjumlah 10 menjadi 13 Kecamatan dan pada tahun 2009
50
bertambah lagi satu Kecamatan sehingga berjumlah 14 Kecamatan59. Kecamatan
Bungku Utara dimekarkan menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Bungku Utara
dan Kecamatan Mamosalato. Bungku Barat dimekarkan menjadi tiga kecamatan
yaitu Kecamatan Bungku Barat, Bumi Raya, dan Wita Ponda. Mori Atas dimekarkan
menjadi Kecamatan Mori Atas dan Mori Utara. Kemudian tahun 2011 bertambah
menjadi 18 Kecamatan dengan tambahan Kecamatan Bungku Pesisir dengan Ibu
Kota Lafeu, Kecamatan Bungku Timur dengan Ibu Kota Kolono, Kecamatan Petasia
Timur dengan Ibu Kota Bungintimbe, dan Kecamatan Lembo Raya dengan Ibu Kota
Petumbea60.
3.1.1. Batas dan Luas Wilayah
Secara administratif, Kabupaten Morowali memiliki batas-batas wilayah
sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Tojo Una-Una
Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dan Sulawesi Selatan
Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Banggai dan
Perairan Teluk Tolo
Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Propinsi Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Tojo Una-Una.
Belahan utara wilayah ini terdiri dari Kecamatan Mamosalato, Bungku
Utara, Petasia, dan Soyo Jaya. Belahan Selatan terdiri dari Kecamatan 59 Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.60 Data ini penulis peroleh dari diskusi dengan pegawai BPS. Empat kecamatan tersebut belum diinput
dalam data Morowali Dalam Angka 2011 karena masih menggunakan data 2010. Sedangkan buku
Morowali Dalam Angka 2012 belum diterbitkan karena datanya belum rampung.
51
Menui Kepulauan, Bungku Selatan dan Bahodopi. Di belahan barat terdapat
Kecamatan Lembo dan Moro Atas. Sedangkan di belahan timur terdapat
Kecamatan Bungku Tengah, Bungku Barat, Bumi Raya, dan Witaponda.
Luas daratan Kabupaten Morowali kurang lebih 15.490,12 km2 atau
sekitar 22,77 % dari luas daratan Propinsi Sulawesi Tengah. Luas wilayah
Kabupaten Morowali menempati urutan pertama bila dibandingkan dengan
luas daratan kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Tengah. Perhatikan tabel
berikut:
Tabel 3.1.Perbandingan Luas Daratan Kabupaten Morowali dengan Kabupaten/Kota lainnya di Sulawesi
Tengah, Tahun 2010
No Kabupaten/Kota Luas (km2) Persentase
1 Banggai Kepulauan 3.214,46 4,73
2 Banggai 9.672, 70 14,22
3 Morowali 15.490,12 22,77
4 Poso 8.712,25 12,81
5 Tojo Una-Una 5.721,51 8,41
6 Donggala61 10.471,71 15,39
7 Parigi Moutong 6.231,85 9,16
8 Toil-Toli 4.079,77 6,00
9 Buol 4.043,57 5,94
10 Palu 395,06 0,58
Sulawesi Tengah 68.033,00 100,00
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali
61 Termasuk luas wilayah Kabuapten Sigi.
52
Wilayah Kabupaten Morowali terdiri dari 18 Kecamatan dengan wilayah
daratan yang terluas adalah Kecamatan Bungku Utara yaitu 2.406,79 km2 atau
15,54 % dari luas daratan Kabupaten Morowali. Wilayah daratan terkecil
adalah Menui Kepulaun dengan luas 223,63 km2 atau 1,44 % dari total luas
daratan Kabupaten Morowali. Perhatikan tabel berikut ini.
Tabel 3.2.Luas Wilayah Daratan Kabupaten Morowali menurut Kecamatan, 2010
No Kecamatan Luas (km2) Persentase
1 Menui Kepulaun 223,63 1,44 2 Bungku Selatan 1.271,19 8,21
3 Bahodopi 1.080,98 6,984 Bungku Tengah 1.112,80 7,185 Bungku Barat 758,93 4,906 Bumi Raya 504,77 3,267 Witaponda 519,70 3,368 Lembo 1.332,84 8,609 Mori Atas 1.508,81 9,79
10 Mori Utara 1.048,93 6,7711 Petasia 1.635,24 10,5612 Soyo Jaya 605,51 3,9113 Bungku Utara 2.406,79 15,5414 Mamosalato 1.480,00 9,55
Kabupaten Morowali 15.490,12 100,00Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.
Hingga akhir tahun 2010, Kabupaten Morowali terdiri dari 240 Desa
dengan topografi 169 desa/kelurahan berupa tanah datar dan 71
desa/kelurahan berupa perbukitan. Secara geografis, 132 desa di antaranya
berbatasan dengan pantai, 14 desa terletak di sekitar daerah aliran
sungai/lembah, 29 desa berada di daerah perbukitan/lereng dan 65 desa
lainnya terletak di daerah daratan. Lihat tabel 3.3.
53
3.1.2. Letak dan Jarak Tempat
Kabupaten Morowali terletak antara 01031’12” LS dan 03046’48” LS serta
antara 121002’24” BT dan 123015’36” BT. Pada saat dibentuk, ibukota
Kabupaten Morowali bertempat di Kolonodale. Namun berdasarkan UU No 51
tahun 1999, ibukota definitif, yakni di Bungku (Bungku Tengah) telah
difungsikan kembali. Bungku berbatasan dengan Perairan Teluk Tolo
sehingga dapat dicapai melalui laut, darat, atau kombinasi keduanya sesuai
dengan keadaan geografis wilayah lainnya. Jarak antara Bungku dengan
ibukota kecamatan baik melalui darat maupun laut dapat dilihat pada tabel 3.4.
Tabel 3.3.Banyaknya Desa menurut Kecamatan dan Letak Geografis, 2010
No Kecamatan Pantai Lembah/DAS Lereng/Punggung Bukit
Dataran Jumlah
1 Menui Kepulaun 19 - - - 192 Bungku Selatan 32 - 1 - 333 Bahodopi 10 - - 2 124 Bungku Tengah 23 - 1 5 295 Bungku Barat 9 - - 1 106 Bumi Raya 5 - 3 5 137 Witaponda 4 - - 5 98 Lembo - 3 7 14 249 Mori Atas - 2 4 6 1210 Mori Utara - - 2 6 811 Petasia 13 4 2 9 2812 Soyo Jaya 3 1 5 - 913 Bungku Utara 8 - 2 10 2014 Mamosalato 6 4 2 2 14
Kabupaten Morowali
132 14 29 65 240
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.
Tabel 3.4.Jarak Ibu Kota Kabupaten dengan Ibu Kota Kecamatan
No Ibu Kota Kabupaten
Kecamatan/Ibu Kota
Jarak Melalui Ditempuh dengan Kedaraan Darat (Km) Laut (Mil)
1 Bungku Menui Kepulaun/Ulunambo
-…
9964
LautDarat+Laut
54
2 - Bungku Selatan/Kaleroang
-…
44-
LautDarat+Laut
3 - Bahodopi/Bahodopi
41 - Darat
4 - Bungku Tengah/Bungku
0-
0-
Darat Laut
Tabel 3.4. (lanjutan)
5 - Bungku Barat/Wosu
27 - Darat
6 - Bumi Raya/Bahonsuai
48 - Darat
7 - Witaponda/Lantula Jaya
61 - Darat
8 - Limbo/Beteleme
149 - Darat
9 - Mori Atas/Tomata
200 - Darat
10 - Mori Utara/Mayumba
221 - Darat
11 - Petasia/Kolonodale
115 - Darat
- Soyo Jaya/Lembasumara
115 15 Darat+Laut
13 - Bungku Utara/Baturube
115 45 Darat+Laut
14 - Mamosalato/Tanasumpu
161 45 Darat/Laut
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.
3.2. Keadaan Demografis
3.2.1. Persebaran dan Kepadatan Penduduk
Dari hasil registrasi penduduk dan juga hasil Sensus Penduduk
(SP2010) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Morowali setiap
tahunnya selalu bertambah. Jumlah penduduk Kabupaten Morowali tahun 2004
tercatat 166.477 jiwa, tahun 2005 tercatat 170.200 jiwa, tahun 2006 tercatat
178.328 jiwa, tahun 2007 tercatat 190.012 jiwa, tahun 2008 tercatat 198.998
jiwa, pada akhir tahun 2009 tercatat 203.864 jiwa, dan pada saat Sensus
55
Penduduk 2010 tercatat sebesar 206.322 jiwa. Ditinjau dari jenis kelaminnya,
pada akhir tahun 2009 jumlah laki-laki lebih besar dari pada perempuan yaitu
104.074 jiwa dibanding 99.790 jiwa dengan rasio jenis kelamin 104,29. Pada
tahun 2010 jumlah laki-laki 107.006 jiwa sedangkan perempuan berjumlah
99.316 jiwa dengan rasio jenis kelamin 107,74. Perhatikan tabel berikut ini.
Tabel 3.5.Jumlah Penduduk menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin, 2007-201062
No Kecamatan Laki-laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin
1 Menui Kepulaun 5.920 6.144 96,35 2 Bungku Selatan 8.677 8.596 100,94
3 Bahodopi 3.508 3.086 113,674 Bungku Tengah 14.242 13.532 105,255 Bungku Barat 5.321 4.772 111,506 Bumi Raya 5.960 5.528 107,817 Witaponda 8.820 8.122 108,598 Lembo 10.677 9.623 110,959 Mori Atas 5.540 4.878 113,57
10 Mori Utara 3.627 3.192 113,6311 Petasia 17.556 16.149 108,7112 Soyo Jaya 4.281 3.603 118,8213 Bungku Utara 7.569 7.130 106,1614 Mamosalato 5.308 4.961 106,99
Kabupaten Morowali2010200920082007
107.006104.074101.48197.349
99.31699.79097.51792.680
107,74104,29104,06105,02
Penduduk Morowali tahun 2010 saat Sensus Penduduk 2010 tersebar
di 14 kecamatan dengan penduduk terbanyak berada di Kecamatan Petasia
dengan jumlah 33.705 jiwa atau sekitar 16,34% dari total penduduk.
62 Sumber: Registrasi Penduduk 2006-2009/Population Registration 2006-2009 Sensus Penduduk
2010/Popuation Census 2010.
56
Sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Bohodopi dengan
jumlah 6.594 jiwa atau sekitar 3,20% dari total penduduk.
Tabel 3.6.Penyebaran Penduduk Menurut Kecamatan, 2007-2010
No Kecamatan Jumlah Penduduk % terhadap penduduk kabupaten
1 Menui Kepulaun 12.064 5,852 Bungku Selatan 17.273 8,373 Bahodopi 6.594 3,204 Bungku Tengah 27.774 13,465 Bungku Barat 10.093 4,896 Bumi Raya 11.488 5,577 Witaponda 16.942 8,218 Lembo 20.300 9,849 Mori Atas 10.418 5,0510 Mori Utara 6.819 3,3111 Petasia 33.705 16,3412 Soyo Jaya 7.884 3,8213 Bungku Utara 14.699 7,1214 Mamosalato 10.269 4,98
Kabupaten Morowali 2010200920082007
206.322203.864198.998190.012
100,00100,00100,00100,00
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.
Pada akhir tahun 2010 di Kabupaten Morowali terdapat 50.747 rumah
tangga/KK, sehingga rata-rata jumlah penduduk setiap rumah tangga/KK
adalah 4 jiwa per rumah tangga/KK.
Dari segi kepadatan penduduk, Kecamatan Menui Kepulauan
merupakan daerah terpadat yaitu 54 jiwa/ per km2 dan dua kecamatan lain
57
yakni Kecamatan Bungku Utara dan Kecamatan Bahodopi dengan kepadatan
paling rendah yaitu 6 jiwa per km2. Secara umum kepadatan penduduk di
Morowali pada tahun 2010 sebesar 13 jiwa.km2.
Tabel 3.7.Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan, 2007-2011
No Kecamatan Jumlah Penduduk
Luas Wilayah
Kepadatan Penduduk Per km2
1 Menui Kepulaun 12.064 223,63 542 Bungku Selatan 17.273 1.271,19 143 Bahodopi 6.594 1.080,98 64 Bungku Tengah 27.774 1.112,80 255 Bungku Barat 10.093 758,93 136 Bumi Raya 11.488 504,77 237 Witaponda 16.942 519,70 338 Lembo 20.300 1.332,84 159 Mori Atas 10.418 1.508,81 710 Mori Utara 6.819 1.048,93 711 Petasia 33.705 1.635,24 2112 Soyo Jaya 7.884 605,51 1313 Bungku Utara 14.699 2.406,79 614 Mamosalato 10.269 1.480,00 7
Kabupaten Morowali
2010200920082007
206.322203.864198.998190.012
15.490,1215.490,1215.490,1215.490,12
13131312
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.
3.2.2. Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Pengangguran sebagai salah satu masalah yang ditimbulkan dalan
dunia ketenagakerjaan sudah menjadi masalah nasional yang hingga kini
masih sulit pemecahannya. Dalam teorinya, masalah ini terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk yang pesat yang
berpengaruh pada pertambahan jumlah pencari kerja setiap tahun dengan
58
jumlah lapangan kerja yang tersedia. Di Kabupaten Morowali berdasarkan data
pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial,
tahun 2010 jumlah pencari yang belum tersalurkan sudah menurun karena
sudah ditempatkan berdasarkan komposisinya. Adapun pencari kerja yang
masih terdaftar terdiri dari lulusan SLTA (43,09%), Diploma (27,42%) dan
Sarjana (28,93%). Sisanya adalah lulusan SD dan SLTP.
Tabel 3.8.Jumlah Pencari Kerja dan Lowongan Pekerjaan menurut Jenis Kelamin, 201063
No Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Sisa Pencari Kerja dari Tahun Lalu 2.274 3.469 5.743
2 Pencari Kerja yang Terdaftar (sisa tahun lau+tahun ini)
3.173 4.871 8.044
3 Ditempatkan Tahun ini 161 155 3164 Dihapuskan Tahun ini 104 242 3465 Pencari Kerja yang Belum
Ditempatkan 2.908 4.474 7.382
6 Sisa Lowongan dari Tahun lalu - - -7 Permintaan Lowongan Tahun ini 161 155 3768 Pemenuhan Lowongan Tahun ini 161 155 3769 Penghapusan Lowongan
- - -
10 Sisa Lowongan yang Belum Terpenuhi
- - -
Kabupaten Morowali2010 … … …
Tabel 3.9.Pencari Kerja yang Masih Terdaftar menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2007-2010
No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah1 SD 6 2 8
2 SLTP
29 4 33
3 SLTA 1.341 1.840 3.181
4 D1-D3 608 1.416 2.024
5 SARJANA 924 1.212 2.136
63 Sumber data pada Tabel 3.8.-3.10. ini diambil dari Dinas Nakertranssos Kabupaten Morowali.
59
Kabupaten Morowali20102009 20082007
2.9082.2741.0091.726
4.4743.4691.6741.999
7.3825.7432.6833.725
Tabel 3.10.
Penempatan Pencari Kerja yang Masih Terdaftar menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2007-2010
No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah 1 SD - - -
2 SLTP
5 - 5
3 SLTA 20 5 26
4 D1-D3 - - -
5 SARJANA 136 150 285
Kabupaten Morowali20102009 20082007
1611.009 40 264
1551.674 2 264
3152.683 42 528
3.2.3. Pendidikan
Salah satu indikator utama untuk melihat keberhasilan proses
pembangunan suatu daerah adalah dukungan sumber daya manusia (SDM)
yang berkualitas dengan tetap tidak mengabaikan kuantitas. Pendidikan
sebagai salah satu wahana untuk melahirkan SDM yang memiliki daya saing
tinggi yang diharapkan dapat mempercepat kemajuan dan kesejahteraan
bangsa dan Negara. Beberapa program pendidikan nasional yang diterapkan
pemerintah seperti wajib belajar 9 tahun dan beberapa program pendidikan
60
lainnya adalah sederet upaya untuk mewujudkan manusia Indonesia yang
tangguh dan mampu bersaing di era globalisasi.
Sasaran pendidikan selama ini yang lebih diutamakan adalah
peningkatan SDM dengan memberikan kesempatan kepada seluruh kalangan
masyarakat untuk mengecap pendidikan seluas-luasnya khususnya penduduk
usia sekolah (7-24 tahun). Ketersediaan fasilitas pendidikan baik sarana
maupun prasarana pendidikan menjamin peningkatan mutu pendidikan, meski
itu tidak selalu berbanding lurus.
Berbagai problem yang muncul di dunia pendidikan kita dewasa ini
bukan lagi hanya informasi elitis, masyarakat dewasa ini sudah cukup cerdas
dan kritis untuk mengetahuinya. Oleh karena itu, pemerintah selalu
mengupayakan pemecahan masalah-maslah itu dengan meluncurkan berbagai
program pendidikan yang dianggap rasional untuk meningkatkan kualitas SDM.
Demikian halnya dengan Kabupaten Morowali dengan berbagai problem
teoritis dan praktis dalam pelaksanaan pendidikan yang juga belum teratasi
secara optimal.
Sebagai gambaran, tabel berikut ini memuat data tentang jumlah
sekolah, pelajar, tenaga pendidik atau guru dari tingkat sekolah tingkat
menengah atas (SMA dan SMK)64. Perhatikan Tabel 3.11.
64Selengkapnya, tabel yang memuat data tentang jumlah sekolah, pelajar, tenaga pendidik atau guru
dan jumlah Peserta dan Lulusan Ujian Akhir dari tingkat taman kanak-kanak (TK) sampai tingkat
sekolah tingkat menengah atas (SMA dan SMK), lihat tabel 4.1.1.-4.1.10. hlm 53-62 di Morowali
Dalam Angka 2011, BPS Kabuparen Morowali.
61
Untuk melihat gambaran pelaksanaan pendididkan di Kabupaten
Morowali pada tahun ajaran 2010/2011, dapat dilakukan dengan melihat
beberapa segi seperti tingkat pendayagunaan tenaga pendidik, tingkat
efisiensi ;penggunaan dan kecukupan sarana pendidikan, dan tingkat
kelulusan65.
Tingkat pendayagunaan tenaga pendidik pada tahun ajaran 2010/2011
yang merupakan perbandingan antara jumlah murid dengan guru
menunjukkan bahwa beban tenaga pengajar di tingkat SD adalah 12. Hal ini
berarti bahwa rata-rata satu orang guru harus mengajar 12 orang murid SD.
Beban mengajar yang lain yaitu untuk SMP, SMU, dan SMK masing-masing
sebesar 17;18; dan 16.
Tingkat efisiensi; penggunaan dan kecukupan sarana pendidikan. dapat
diketahui dari rasio murid terhadap sekolah atau perbandingan jumlah murid
dengan jumlah sekolah yang ada di Kabupaten Morowali. Pada tahun ajaran
2010-2011 rasio pendidikan di tingkat SD, SMP, SMU, SMK yaitu rata-rata
murid per sekolah sebanyak 119, 162, 273, dan 193.
Tingkat kelulusan SD, SMP, SMU, dan SKM pada tahun 2010 masing-
masing sebesar 97,32% ;99,38%; 99,02%; dan 91,32%. Pada tahun
sebelumnya tingkat kelulusan siswa masing-masing sebesar 89,02%; 87,77%;
73,70%; dan 86,78%. Angka ini menunjukkan peningkatan persentase yang
cukup drastis. Terutama untuk tingkat SMA.
65 Selengkapnya lihat di Morowali Dalam Angka 2010 yang disusun oleh BPS Kabupaten Morowali.
62
3.2.4. Kesehatan
Secara teoritis, kelengkapan fasilitas kesehatan sangat mempengaruhi
kualitas pelayan dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya peningkatan
kualitas kesehatan melalui fasilitas kesehatan, pelayanan kesehatan, dan
mendorong partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat dengan
pendapatan di bawah rata-rata.
Tabel 3.11.Banyaknya Sekolah, Pelajar, dan Guru SMP menurut Kecamatan dan Status Sekolah T.A. 2010/201166
No Kecamatan Negeri Swasta JumlahSekolah Pelajar Guru Sekolah Pelajar Guru Sekolah Pelajar Guru
1 Menui Kepulaun 3 582 29 - - - 3 528 292 Bungku Selatan 6 863 41 - - - 6 863 413 Bahodopi 2 291 20 - - - 2 291 204 Bungku Tengah 7 1.367 107 - - - 7 1.367 1075 Bungku Barat 2 312 9 - - - 2 312 96 Bumi Raya 3 529 32 1 49 - 4 578 -7 Witaponda 2 787 31 - - - 2 787 318 Lembo 4 775 56 1 125 15 5 900 719 Mori Atas 3 456 34 1 140 10 4 596 4410 Mori Utara 2 223 15 1 101 11 3 324 2611 Petasia 6 1.398 86 2 228 12 8 1.626 9812 Soyo Jaya 2 152 21 - - - 2 152 2113 Bungku Utara 5 540 19 - - - 5 540 1914 Mamosalato 4 349 17 - - - 4 349 17
Kabupaten Morowali
2010200920082007
51494933
8.5708.1527.5886.658
517640578526
6556
643579562530
48656064
57545439
9.2138.7318.1507.188
533704638590
Upaya penyediaan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas pada
tahun 2008 sudah menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun 66 Sumber: Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Morowali.
63
sebelumnya. Hal ini terlihat ketika RSUD di Bungku mulai difungsikan. Hingga
tahun 2010, rumah sakit di Kabupaten Morowali berjumlah 2 unit. Selain itu,
jumlah puskesmas sampai pada tahun 2010 menjadi 98 unit yang terdiri dari
Puskesmas perawatan 11 unit, Puskesmas non-perawatan 7 unit, dan
Pusmesmas Pembantu (PUSTU) 80 unit. Fasilitas kesehatan lainnya seperti
posyandu dan poskesdes pada tahun 2010 tercatat sebanyak 286 unit dan 72
unit yang sudah hampir tersebar di 14 kecamatan67.
Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah seperti peningkatan
pelayanan kesehatan masyarakat melalui pencegahan penyakit antara lain
telah dilakukan berbagai vaksinasi hingga ke pelosok pedesaan oleh pihak
kesehatan di daerah ini. Pencegahan penyakit melalui vaksinasi di antaranya
berupa vaksin BCG, DPT HB3, Polio, Campak, TT1, TT2 dll. Dibandingkan
tahun sebelumnya, kuantitas akumulatif kegiatan vaksinasi pada tahun 2009
cenderung menurun. Selain itu, juga dilakukan upaya peningkatan pelayanan
kesehatan masyarakat melalui usaha penyediaan tenaga medis dan tenaga
kesehatan lainnya yang terus diupayakan melalui penempatan tenaga
kesehatan seperti dokter di setiap kecamatan dan bidan-bidan desa yang
hampir tersebar di seluruh desa.
Dalam upaya pelayanan kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan
anak, bidan di desa dibantu dukun bayi untuk menangani persalinan dan
perawatan iuy dan balitanya. Pada tahun 2009 jumlah bidan sebanyak 65
67 Selengkapnya lihat Morowali Dalam Angka, 2011 pada Tabel 4.2.1-4.2.8 hlm 63-73.
64
orang sedangkan dukun bayi tercatat 296 orang di antaranya 58,11% (172
orang) merupakan dukun terlatih.
Tabel 3.12.Banyaknya Tenaga Dokter menurut Kecamatan 2010
No Kecamatan Dokter Jumlah
Umum Spesialis Gigi
1 Menui Kepulaun 1 - - 12 Bungku Selatan 1 - - 13 Bahodopi - - - -4 Bungku Tengah 11 1 2 145 Bungku Barat 1 - - 16 Bumi Raya 1 - - 17 Witaponda 1 - - 18 Lembo 1 - 1 29 Mori Atas 1 - - 110 Mori Utara … … … …11 Petasia 7 2 1 1012 Soyo Jaya 1 - - 113 Bungku Utara - - - -14 Mamosalato 1 - - 1
Kabupaten Morowali
2010200920082007
27303027
3333
4775
34404035
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.
3.2.5. Pemerintahan
Pada awal pemekaran yakni pada tahun 1999, wilayah administrasi
Kabupaten Morowali terdiri dari 8 kecamatan, kemudian pada tahun 2003
menjadi 10 kecamatan yang membawahi 218 desa definif dan 1 unit
pemukiman transmigrasi (UPT), di antaranya 10 yang berstatus kelurahan
65
serta kedudukan Ibu Kota Kabupaten Morowali di Kota Kolonodale. Pada tahun
2009 Kabupaten Morowali mengalami pemekaran menjadi 14 kecamatan.
Kemudian pada tahun 2011 menjadi 18 kecamatan.
Berdasarkan status pemerintahan, pada tahun 2009 sampai 2010
terdapat 240 kelurahan/desa yang terdiri dari 230 desa dan 10 kelurahan.
Perhatikan tabel di bawah ini68.
Tabel 3.13.Nama Ibu Kota Kecamatan, Desa Definitif menurut Kecamatan dan Status Pemerintahan, 2010
No Kecamatan Nama Ibu Kota Kecamatan
Status Desa Kelurahan
1 Menui Kepulauan Ulunambo 18 12 Bungku Selatan Kaleroang 33 -3 Bahodopi Bahodopi 12 -4 Bungku Tengah Bungku 23 65 Bungku Barat Wosu 10 -6 Bumi Raya Bahonsuai 13 -7 Witaponda Lantula Jaya 9 -8 Lembo Beteleme 24 -9 Mori Atas Tomata 12 -
10 Mori Utara Mayumba 8 -11 Petasia Kolonodale 25 312 Soyo Jaya Lembah Sumara 9 -13 Bungku Utara Baturube 20 -14 Mamosalato Tanasumpu 14 -
Kabupaten Morowali Bungku Tengah 230 10
3.2.6. Keuangan, Perbankan dan Pendapatan Regional
Realisasi penerimaan pajak pada tahun 2008 mencapai Rp 33.874,8
juta, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 34.774,8 juta.
68 Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Morowali yang tercantum dalam
Morowali Dalam Angka, 2011, BPS Kabupaten Morowali.
66
Sektor pertambangan memberikan konstribusi realisasi pajak yang sangat
besar yakni Rp 31.242,06 juta69.
Pada tahun 2009 mencapai Rp 36.507,649 juta. Lebih tinggi jika
dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 34.774,792 juta. Sektor
pertambangan memberikan konstribusi realisasi pajak yang sangat besar yakni
Rp 33.874,856 juta70.
Pada tahun 2010 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 57.720,014
juta, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 36.507,649 juta.
Konstribusi realisasi pajak sektor pertambangan sebesar Rp 54.985,493 juta71.
Lihat Tabel 3.14.
Selain pajak daerah sebagaimana yang dirinci dalam tabel di atas, juga
ada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB) yang sejak dikeluarkannya UU Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak dan Retribusi Daerah, menjadi kewenangan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam pemungutannya namun realisasinya nanti pada tahun
2012. Sebagai gambaran, berikut ini adalah tabel tentang Realisasi
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2007-200972.
69 Kabupaten Morowali Dalam Angka 2008.70 Ibid 200971 Ibid 201072 Sumber data adalah DPPKAD yang tercantum dalam Morowali Dalam Angka 2010 di Kantor BPS
Kabupaten Morowali.
67
Tabel 3.14.Realisasi Penerimaan Pajak dan Retribusi Kabupaten Morowali, 2007-2010 (ribu rupiah)73
No Jenis Penerimaan 2007 2008 2009 2010
I Bagian Pendapatan Asli Daerah
8.807.252 14,533,137 13,820,311 17,417,709
1 Pajak Daerah a. Pajak Hotelb. Pajak Hiburanc. Pajak Restorand. Pajak Penerangan
Jalane. Pajak Reklame Papanf. Pajak Bahan Galian
Golongan Cg. Pajak Parkirh. Pajak Alat Tangkap
Ikan
693.962 4.352 1.398 1.000 60.345
522.237104.630
--
988.144 14.731
--
449.828
76.000 426.778
- 20.808
2.433.766 17.834
- 4.583 588.836
110.422 400.145
- 36.945
1.664.10012.409 2.000 25.871
632.750
133.402857.668
--
2 Retribusi Daerah a. Retribusi Pelayanan
Kesehatanb. Retribusi
Penggantian Biaya KTP & Catpil
c. Retribusi Pasard. Retribusi Kendaraan
Bermotor e. Retribusi Pasar
Grosir & Pertokoan f. Retribusi Terminalg. Retribusi RPH
h. Retribusi Pengangkutan Ikan
i. Retribusi Ijin Peruntukkan Pengunaan Tanah
1.073.645 246.414
33.351
80.201-
113.041 42.043
-
11.875
17.282
976.253209.205
23.661
91.099 21.108
- 11.120
-
85.462
14.000
1.930.843 874.662
143.109
110.920 24.554
99.15116.093
- -
148.449
6.931.9995.362.038
-
166.073 40.551
-26.40825.000
240.098
-
73 Sumber data pada tabel 3.14 dan tabel 3.15 dari DPPKAD Kabupaten Morowali.
68
j. Retribusi IMBk. Retribusi Tempat
Khusus Parkirl. Retribusi Izin
Gangguan HOm. Retribusi Izin Trayekn. Retribusi Hasil
Hutan Ikutano. Retribusi lainnya
25.641 -
503.788
--
56.15074.302
6.027
384.119--
36.437-
13.490 ---
222.087 11.850
-
13.505 67.273 757.116
Tabel 3.14. (lanjutan)
3 Laba Usaha Milik Daerah 6000 - 382.671 -
4 Penerimaan dari Dinas-Dinas
- 164.285 - -
5 Penerimaan Lain-lain 3.815.100 10.941.327 9.785.855 3.597.787
II Bagian Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
35.335.844 51.306.754 50.669.668 49.827.269
1 Bagi Hasil Pajak 34.630.289 41.054.248 43.520.876 49.172.666
2 Bagi Hasil Bukan Pajaka. Iuran Hasil Hutanb. Iuran Hasil
Pengusahaan Hutanc. Pemberian Hak Atas
Tanah Negarad. Landrente. Iuran
Eksplorasi/Eksploitasi/Royalti
f. Lainnya
705.555705.555
-
-
--
-
10.252.506--
-
127.0982.316.411
7.808.997
7.148.791--
-
358.231118.373
-
654.603--
-
237.498417.105
-
Tabel 3.15.Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Sektor, 2007-2010
No Sektor Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pedesaan 529.970 334.818 829.066 1.092.767
2 Perkotaan 85.847 29.697 510.999 127.661
69
3 Perkebunan 189.523 272.870 1.292.728 1.514.091
4 Kelautan - - - -
5 Pertambangan 29.740.314 34.137.407 33.874.856 54.985.493
Jumlah 30.545.365,5 34.774.792 34.507.649 57.720.014
3.3. Gambaran Umum DPPKAD Kabupaten Morowali
Optimalisasi penyelenggaraan urusan pemerintahan adalah impian setiap
pemerintah daerah. Ini adalah konsekuensi dari pemberlakuan kebijakan Otonomi
Daerah bahwa Pemerintah Daerah dituntut untuk mandiri dalam segala hal dalam
menyelenggarakan urusan rumah tangganya. Tidak terkecuali pelayanan kepada
masyarakat khususnya dalam bidang pendapatan dan keuangan. Untuk itu perlu
dibentuk Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan
Asset Daerah. Demikian halnya dengan Kabupaten Morowali sebagal salah satu
daerah otonom yang juga dilengkapi dengan DPPKAD74.
3.3.1. Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Tugas Pokok dan Fungsi Masing-masing Jabatan pada Organisasi Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Morowali,
Tugas pokok dan fungsi DPPKAD Kabupaten Morowali adalah sebagai berikut:
74 Bagan Struktur Organisasi DPPKAD Periode 2008-2012 dapat dilihat pada Lampiran 2.
70
3.3.1.1. Kepala Dinas
Kepala Dinas mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan
pemerintahan daerah di bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Adapun fungsi Kepala
Dinas adalah:
Perumusan kebijakan teknis di bidang Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Asset
Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di
bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
3.3.1.2. Sekretaris
Sekretaris mempunyai tugas pokok melaksanakan pemberian
pelayanan administrasi kepala satuan unit kerja di lingkungan Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset. Adapun fungsi Sekretaris
adalah:
Pelaksanaan urusan perencanaan dan program
Pelaksanaan urusan kepegawaian dan umum
Pelaksanaan urusan keuangan dan asset
Pelaksanaan urusan administrasi perkantoran.
71
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, sekretaris membawahi
beberapa Sub Bagian seperti Sub Bagian Perencanaan Program yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi mempersiapkan kebijakan teknis,
rencana dan program di bidang Pendapatan ,Pengelolaan Keuangan dan
Asset Daerah. Selain itu, ada juga Sub Bagian Keuangan dan Asset, dan Sub
Bagian Kepegawaian dan Umum.
3.3.1.3. Bidang Pendapatan
Bidang Pendapatan mempunyai tugas pokok melaksanakan
pendataan, meginventarisir dan mengkaji potensi sumber-sumber
pendapatan daerah serta menyusun kebijakan operasional pendapatan
daerah yang meliputi pajak daerah dan retribusi daerah, pendapatan lain-lain
dan dana perimbangan, serta evaluasi dan pelaporan daerah. Fungsi Bidang
Pendapatan adalah
Menetapkan kebijakan pegelolaan pajak daerah, reribusi daerah, dana
perimbangan dan pendapatan lain-lain
Mengawasi dan mengendalikan kegiatan pengelolaan pendapatan
daerah
Mengkoordinasikan tentang penerimaan daerah dengan instansi terkait
Memberikan bimbingan dan pertimbangnan teknis terhadap kegiatan
pendataan, perhitungan, penetapan, penagihan pajak dan retribusi
Melaksanakan pendaftaran wajib pajak dan wajib retribusi
72
Menetapkan pajak dan retribusi daerah
Melaksanakan penagihan pada seluruh komponen pendapatan daerah
Melaksanakan evaluasi dan pelaporan terhadap realisasi penerimaan
pendapatan.
Bidang Pendapatan membawahi tiga Seksi yakni Seksi Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, Seksi Pendapatan Lain-lain dan Dana Perimbangan,
dan Seksi Evaluasi dan Pelaporan Pendapatan.
3.3.1.4. Bidang Anggaran
Bidang Anggaran mempunyai tugas pokok menyiapkan dan
mengkaji data serta dasar-dasar dalam rangka penyusunan dan
pengelolaan anggaran. Adapun Fungsi Bidang Anggaran adalah:
Mengumpulkan Data dan bahan dalam penyusunan APBD dan
perubahan APBD
Mengkaji data dalam perencanaan anggaran
Menyiapkan dasar-dasar pelaksanaan anggaran
Menyiapkan pengesahan dokumen anggaran.
3.3.1.5. Bidang Akuntansi
Bidang Akuntansi mempunyai tugas pokok mengkoordinir,
melakukan pembinaan, memberikan petunjuk teknis operasional serta
pengawasan atas penatausahaan dan pelaporan keuangan pemerintah
daerah terhadap pelaksanaan APBD. Adapun Fungsi Bidang Akuntansi
yaitu:
73
Menyusun draft SK tim kerja penyusunan laporan keuangan pemerintah
daerah baik laporan semesteran maupun laporan tahunan
Menyusun laporan semesteran pelaksanaan APBD
Menyusun laporan keuangan pemerintah daerah (laporan tahunan)
yang terdiri dari: Rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD,
neraca daerah, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan.
Melakukan koordinasi dengan SKPD dalam hal pelaporan keuangan,
pelaksanaan pemeriksaan keuangan dan tindak lanjut laporan hasil
pemeriksaan.
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
3.3.1.6. Bidang Perbendaharaan
Bidang Perbendaharaan mempunyai tugas pokok melakukan
pembinaan operasional, mengkoordinasikan dan melakukan evaluasi serta
merumuskan kebijakan operasional, penyelenggaraan keuangan bidang
perbendaharaan pada pendapatan dan pengelolaan keuangan asset
daerah. Adapun Fungsi Bidang Perbendaharaan adalah:
Menyiapkan Anggaran Kas
Menyiapkan SPD (Surat Penyediaan Dana)
Menyiapkan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana)
Menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah
74
Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh Bank
dan atau lembaga Keuangan lainnya yang ditunjuk
Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam
pelaksanaan APBD
Menyimpan uang APBD
Melaksanakan penetapan uang daerah dan mengelola/menata
usahakan inventaris daerah
Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna
angaran atas beban rekening kas umum
Melaksanakan pemberian pinjaman atas nama daerah
Melakukan penagihan piutang.
3.3.1.7. Bidang Aset
Bidang Aset mempunyai tugas pokok menyusun kegiatan
pengelolaan asset, pengelolaan asset, pengawasan asset yang meliputi
inventarisasi, penghapusan, penyimpanan dan pengamanan serta
pengawasan dan penertiban. Adapun Fungsi Bidang Aset adalah:
Menetapkan kebijakan pengelolan asset daerah kabupaten
Melaksanakan pengelolaan asset daerah kabupaten
Melaksanakan pengawasan asset daerah kabupaten
Memfasilitasi pengelolaan asset daerah pemekaran skala kabupaten.
3.3.1.8. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
75
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) mempunyai tugas pokok dan
fungsi membantu Dinas dalam penyelenggaraan tugas teknis di Bidang
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah. Adapun tugas
pokok dan fungsi UPTD sebagaimana dimaksud pada ayat diatur dan
ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Dinas sepanjang tehnis
pelaksanaannya.
3.3.1.9. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas pokok dan fungsi
melaksanakan sebagian tugas Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Asset sesuai dengan keahliannya. Kelompok Jabatan
Fungsional yang dimaksud terdiri dari sejumlah tenaga dalam jenjang
jabatan fungsional yang terbagi dalam beberapa kelompok sesuai dalam
bidang keahliannya. Setiap kelompok sebagaimana dimaksud dipimpin
oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Bupati dan
bertanggungjawab kepada Kepala Dinas. Jumlah jabatan sebagaimana
dimaksud ditentukan berdasarkan kebutuhan, beban kerja dan kebutuhan
Daerah. Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud,
diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.3.2. Keadaan Pegawai
Jumlah Pegawai DPPKAD sampai dengan akhir tahun 2011 berjumlah
216 0rang. Pada Tabel 3.16 digambarkan mengenai jumlah pegawai dilihat dari
segi pangkat/golongan, eselon, dan tingkat pendidikan formal.
76
Tabel 3.16 menunjukkan bahwa dari segi kepangkatan/golongan,
pegawai DPPKAD Kabupaten Morowali sebagian besar berpangkat/golongan
II, yaitu berjumlah 64 orang atau sebesar 29,62 %. Sedangkan Tabel 3.17,
pegawai yang berpangkat/golongan III dilihat dari tingkat pendidikannya, yang
berpendidikan sarjana sebanyak 60 orang atau 44,11 %, dan yang
berpendidikan SLTA dengan pangkat/golongan II berjumlah 63 orang atau
46,32 %.
Tabel 3.16. Keadaan Pegawai menurut Pangkat/Golongan75.
No Pangkat/ Golongan Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
IV / c
IV / b
IV / a
III / d
III / c
III / b
III / a
II / d
II / c
II / b
II / a
I / c
Pegawai Non Organik
1
1
3
2
14
7
39
1
3
8
52
5
80
Jumlah 216
Tabel 3.17. Keadaan Pegawai Menurut Eselon dan Pendidikan Formal76
No. Eselon Jumlah Pendidikan Jumlah
75 Sumber, DPPKAD Kab. Morowali Tahun 2011.76 Sumber, DPPKAD Kab. Morowali Tahun 2010.
77
1
2
3
4
5
II
III
IV
V
Non Eselon
1
5
18
-
112
Magister (S2)
Sarjana (S1)
Diploma
SLTA
SLTP
3
60
3
63
5
Jumlah total 136 Jumlah total 136
3.3.3. Tingkat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai
Seiring dengan tuntutan masyarakat akan efektifitas dan efisiensi
pelayanan publik, peningkatan kualitas aparatur di setiap instansi pemerintah
merupkaan suatu keniscayaan. Demikian halnya dengan DPPKAD Kabupaten
Morowali melalui peningkatan kemampuan pegawainya dengan pelaksanaan
pendidikan dan latihan (Diklat), baik Diklat Struktural, Diklat Teknis maupun
Fungsional serta dengan memberikan peluang kepada pegawainya untuk
melanjutkan pendidikan formal pada jenjang pendidikan Sarjana dan Program
Magister maupun pendidikan informal seperti kursus-kursus dan lain
sebagainya.
Tabel 3.18.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil berdasarkan pendidikan umum di lingkungan DPPKAD Kabupaten Morowali Keadaan : juni 201177
NO
TINGKAT PENDIDDIKAN
JUMLAHPASCA PASCA SARJANA SARJANA
D.1 SLTA SLTP SDSARJANA SARJANA MUDA
S.3 S.2 S.1
77 Sumber: Kasubag Kepegawaian dan Umum DPPKAD tahun 2011.
78
1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 5 54 3 67 1 130
JUMLAH 5 54 3 67 1 10
Pegawai DPPKAD Kabupaten Morowali yang telah mengikuti pendidikan
dan pelatihan dapat dilihat pada Tabel 3.19. Dari 136 orang PNS di DPPKAD
Kabupaten Morowali terdapat 50 orang yang sudah mengikuti pendidikan dan
latihan serta pelatihan penjenjangan. Jumlah tersebut sudah representatif dari
jumlah jabatan stuktural di DPPKAD, yakni berjumlah 24 orang. Hal ini
berdasarkan aturan kepegawaian yang berlaku bahwa setiap pegawai yang
menduduki jabatan stuktural harus menempuh pendidikan penjenjangan
sesuai dengan eselon yang dimiliki.
Tabel 3.19.Keadaan Pegawai menurut Pendidikan Struktural dan Teknis Fungsional78
No. Pendidikan dan Latihan Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Diklat PIM I,II / SPAMEN
Diklat PIM III / SPAMA
Dilkat PIM IV /ADUM/ADUMLA
Latihan Keuangan Daerah (LKD)
Kursus Keuangan Daerah (KKD)
Latihan Sistem Keuangan Daerah (SKD)
Latihan Teknis Fungsional Pendapatan
Kursus Bendaharawan
Kursus Manajemen Proyek
1 orang
5 orang
10 orang
10 orang
2 orang
10 orang
2 orang
5 orang
5 orang
78 Sumber : Dinas PPKAD Kab. Morowali Tahun 2010
79
10. Belum pernah mengikuti Diklat 86 orang
Jumlah 136 orang
3.3.4. Sarana dan Prasarana Pendukung
Selain kualitas SDM yang harus diolah untuk meningkatkan kualitas
pelayanan, sarana prasaran juga harus memadai. Kedua perangkat ini niscaya
ada untuk tujuan pelayanan kepada masyarakat. Berikut ini tabel tentang
inventaris milik DPPKAD.
Tabel 3.20.
Keadaan perlengkapan kantor DPPKAD Kabupaten Morowali79
No Nama Perlengkapan Jumlah
1 Gedung kantor 1 buah
2 Mobil 8 Unit
3 Sepeda motor 69 unit
4 Air Conditioner 13 buah
5 Brankas 4 buah
6 Lemari 31 buah
7 Mesin tik 16 buah
8 Kalkulator 76 buah
9 Filling kabinet 11 buah
10 Laptop 18 buah
11 UPS 7 unit
12 Meja rapat pimpinan 1 buah
13 Meja biro 124 buah
14 Kursi putar sandaran 16 buah
15 Kursi lipat 73 buah
16 Komputer 4 unit
17 Printer 17 buah
18 Meja kerja 20 buah
19 Papan data 1 buah
20 Kursi rapat 50 buah
79 Sumber: Bidang Aset Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Morowali, 2011
80
21 Meja rapat penjang 1 buah
22 Mesin fax 1 unit
23 Kursi sofa 2 unit
24 Meja staf 15 buah
25 Genset 1 unit
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Salah satu Grand Strategy80 Pemerintah Kabupaten Morowali yang tertuang
dalam Visi Kabupaten Morowali, “Kabupaten Agrobisnis (Kabupaten Si’E)” adalah
menciptakan pemerintahan yang akuntabel. Grand Strategy ini dijabarkan dalam misi
bahwa setiap SKPD menerapkan Standar Operasional Prosedur dalam
perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pengawasan yang tepat waktu dan
terintegrasi berbasis teknologi informasi serta data yang akurat. Untuk DPPKAD,
penjabarannya adalah bahwa SKPD ini harus menerapkan pengelolaan,
penatausahaan dan penyajian laporan keuangan secara tepat waktu dan akurat,
sistem informasi keuangan (SIMKEU) secara online dan terintegrasi dan asset yang
diinventarisir secara tepat81.80 Selengkapnya lihat Visi Misi Kabupaten Morowali Periode 2008-2012 pada Lampiran 14.81 Selain itu, beberapa penjabaran lain dari salah satu Grand Strategy ini yaitu:
a. Setiap SKPD memiliki persentase ketepatan waktu dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan kegiatan, kelengkapan data secara akurat dan pemenuhan terhadap SOP.
b. Setiap SKPD mencapai sasaran kinerjanya secara terukur dalam administrasi yang tertib dan
lancar, persentase kelancaran kegiatan dengan administrasi yang tertib. Rasio realisasi PAD
terhadap potensi di setiap SKPD pengelola PAD.
c. Seluruh aparatur pemerintah memiliki kompetensi sesuai bidangnya dengan pengembangan
karir dan kaderisasi yang jelas. Untuk DPPKAD, persentase kemampuan sumber daya
81
Berdasarkan penjabaran salah satu poin Grand Strategy di atas, setiap SKPD
dalam lingkup Kabupaten Morowali terikat dengan Grand Strategy ini dalam
menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan bidang kerjanya masing-
masing. Konsekuensinya adalah bahwa ada program kegiatan tertentu dalam setiap
SKPD yang menjadi prioritas Pemerintah Kabupaten Morowali dalam
memyelenggarakan urusan pemerintahan selama satu periode kepemimpinan.
Grand Strategy itu dijabarkan dalam setiap SKPD sesuai dengan bidang kerjanya.
Tidak terkecuali dengan DPPKAD.
4.1. Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali Tahun
2008-2011
Pada dasarnya, pengelolaan pendapatan daerah adalah bagian integral dari
pengelolaan APBD dalam setiap tahun anggaran. Demikian halnya dengan PAD
yang merupakan salah satu komponen dalam pendapatan daerah. Selain dari
pengelolaan belanja dan pembiayaan, pengelolaan pendapatan adalah bagian
integral dalam pengelolaan APBD. Penelitian ini difokuskan pada pengelolaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu komponen dalam APBD.
Oleh karena itu, untuk menghindari pembahasan yang membias, peran yang
dimaksud dalam penelitian ini ialah peran DPPKAD yang berhubungan langsung
dengan pengelolaan PAD82. Sedangkan indikator pengelolaan yang dimaksud
aparatur dalam pengelolaan keuangan
d. setiap SKPD memilki persentase aparatur yang memiliki kompetensi sesuai bidangnya. Dan
penurunan pelanggaran disiplin pegawai. Selengkapnya lihat di Lampiran 3 tentang Grand
Strategy Kabupaten Norowali.82 Peran yang dimaksud di sini bukan hanya apa yang ada dalam Tugas Pokok dan Fungsi DPPKAD,
tetapi juga peran lain yang berhubungan langsung dengan Pengelolaan PAD. Selain itu, karena tujuan
82
meliputi: Perencanaan Target PAD, Pelaksanaan Pemungutan PAD, Pengawasan
atas Penatausahaan PAD, Pelaporan dan Evaluasi Realisasi PAD, yang dilakukan
DPPKAD selama selang waktu 2008, 2009, 2010 dan 2011.
Berdasarkan tipe penelitian ini yakni deskriptif kualitatif, maka dalam
pembahasan hasil penelitian, penulis menggambarkan tentang bagaimana peran
DPPKAD dalam pengelolaan PAD. Dari hasil kegiatan pra penelitian83, penulis
menemukan fakta bahwa bidang yang bersentuhan langsung dengan pengelolaan
PAD adalah Bidang Pendapatan. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini penulis
hanya memfokuskan pembahasan pada bagaimana peran DPPKAD dalam hal ini
Bidang Pendapatan dalam pengelolaan PAD dalam empat tahun terakhir. Akan
tetapi, tidak berarti bahwa peran bidang lain yang berhubungan dengan pengelolaan
PAD tidak dibahas sama sekali, demikian halnya dengan SKPD lain yang memiliki
keterkaitan dalam penelitian ini. Penulis tetap menghubungan peran bidang lain
dalam lingkup DPPKAD dan SKPD-SKPD lain pengelola PAD sebagai sebuah kerja
sistem dalam pengeloaan keuangan daerah dalam hal ini Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kabupaten Morowali. Untuk itu, ada indikator yang penulis rumuskan dalam
definisi operasional dengan mengacu pada tugas pokok dan fungsi Bidang
Pendapatan dalam Pengelolaan PAD sesuai dengan Peraturan Bupati Morowali
Nomor 14 Tahun 2008.
Perlu diketahui bahwa tugas pokok dan fungsi DPPKAD yang dirumuskan
dalam Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008 hanya berupa acuan umum
penelitian ini bukan untuk mengetahui implementasi Peraturan Bupati No 14 Tahun 2008. 83 Pra Penelitian penulis lakukan, 22-29 November 2011, untuk mencari informasi awal tentang objek
penelitian guna mempermudah pelaksanaan penelitian.
83
dalam pengelolaan PAD. Sedangkan pelaksanaan operasional tupoksi itu dijabarkan
dalam kegiatan rutin setiap bidang dan seksi. Selain itu, dalam menjalankan
perannya, DPPKAD juga mengacu pada visi dan misi Kabupaten Morowali yang
terangkum dalam Grand Strategy sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Salah satu
poin dalam Grand Strategy ini dijabarkan bahwa DPPKAD harus menerapkan
pengelolaan, penatausahaan dan penyajian laporan keuangan secara tepat waktu
dan akurat, sistem informasi keuangan (SIMKEU) secara online dan terintegrasi dan
asset yang diinventarisir secara tepat
Uraian dari kegiatan-kegiatan rutin DPPKAD adalah penjabaran dari
indikator-indikator dalam penelitian ini,untuk menggambarkan bagaimana peran
DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali dalam empat tahun
terakhir84.
Atas dasar itu, untuk menggambarkan bagaimana pengelolaan PAD yang
dilakukan DPPKAD dalam kurun waktu 2008-2011, penulis merumuskan indikator
pengelolaan yang terdiri dari Perencanaan Target PAD, Pelaksanaan Pemungutan
PAD, Pengawasan atas Penatausahaan PAD, Pelaporan dan Evaluasi Realisasi
PAD.
4.1.1. Perencanaan Target PAD
84 Pada minggu pertama penelitian, penulis sangat kesulitan mengumpulkan informasi karena aparatur
DPPKAD terutama Kepala Dinas, Sekretaris, Kepala Bidang Pendapatan, Kepala Bidang Anggaran,
Kepala Bidang Perebndaharaan dan Kepala Bidang Akuntansi sedang sibuk menyusunan laporan
pertanggungjawaban penerimaan keuangan daerah Kabupaten Morowali untuk akhir tahun anggaran
2011, dan perumusan rencana anggaran setiap SKPD.
84
Setiap tahun anggaran, ada Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-
SKPD). RKA-SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang
berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta
rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD. RKA ini dibuat oleh
setiap SKPD terutama SKPD Pengelola PAD. DPPKAD selaku koordinator
pengelola PAD pun demikian. Di dalam RKA itu terdapat target PAD.
Dalam DPPKAD, perencanaan target PAD dilakukan di Bidang
Pendapatan dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna di DPRD Kabupaten dalam
pembahasan rencana APBD untuk kemudian ditetapkan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Morowali. Perencanaan target PAD ini diserahkan
sepenuhnya kepada Bidang ini sebagai yang paling mengetahui kondisi objektif
potensi PAD. Kegiatan perencanaan sangat penting untuk mencapai sebuah
tujuan85. Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, dalam perencanaan target
PAD setiap tahun anggaran, Bidang Pendapatan melakukan fungsi koordinasi
dengan bidang lain, seperti Bidang Anggaran dan Sub Bagian Urusan
Perencanaan dan Program.
Sub Bagian Urusan Perencanaan dan Program bekerja atas limpahan
wewenang yang diberikan oleh Sekretaris DPPKAD karena berdasarkan tugas
pokok dan fungsinya, Sekretaris DPPKAD di wilayah teknis tidak terlibat
langsung dalam pengelolaan PAD. Tetapi peran itu dilaksanakan oleh Sub
Bagian Urusan Perencanaan dan Program DPPKAD.
85 Fungsi Perencanaan juga dilakukan oleh SKPD lain seperti Dinas Pertambangan, Dinas Perikanan
dan Kelautan, Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, Kantor Pelayanan Perizinan, RSUD dll,
sedangkan realisasi dilakukan oleh DPPKAD
85
Tugas pokok dan fungsi sub Bagian Urusan Perencanaan Program
adalah mempersiapkan kebijakan teknis, rencana dan program di bidang
pengelolaan PAD. Dalam pelaksanaan fungsi tersebut, Sub Bagian
ini ,melaksanakan fungsi koordinasi dengan Bidang Pendapatan.
Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Kepala Sub Bagian Urusan
Perencanaan dan Program (Sappa Sao, S.Sos. Msi):
“tugas sub Bagian Urusan Perencanaan Program adalah mempersiapkan kebijakan teknis, rencana dan program di bidang pengelolaan PAD. Untuk itu, dalam pelaksanaan fungsi ini, kami melaksanakan fungsi koordinasi dengan Bidang Pendapatan”86.
Setiap bidang dalam lingkup DPPKAD menyusun RKT (Rencana Kerja
Tahunan) sebagai input di Sub Bagian Urusan Perencanaan dan Program.
RKT-RKT itu kemudian dikoreksi, diverifikasi dan dikompilasi untuk kemudian
dijadikan RKT DPPKAD.
Untuk itulah, dalam upaya untuk memantapkan perencanaan program
dalam setiap tahun anggaran, Bagian Urusan Perencanaan Program
melakukan koordinasi dengan bidang lain, salah satunya adalah Bidang
Pendapatan.
“dari Bidang Pendapatan, Bagian Urusan Perencanaan Program menerima input berupa RKT yang berisi target, kondisi objektif di lapangan dan masalah-masalah teknis lain dalam pemungutan PAD karena Bidang ini yang paling mengetahui kondisi objektif di lapangan”87.
86 Hasil wawancara tanggal 4 Desember 2012 pukul 09:30 WITA di Kantor DPPKAD Kabupaten
Morowali. 87 Hasil wawancara tanggal 22-29 November 2011 pukul 10:00 WITA di Kantor DPPKAD Kabupaten
Morowali pada kegiatan Pra Penelitian.
86
Selain itu, Bagian Urusan Perencanaan dan Program juga melakukan
koordinasi dengan Bidang Anggaran. Salah satu fungsi Bidang Anggaran
adalah Salah tugas pokok dan fungsi Bidang Anggaran adalah mengumpulkan
Data dan bahan dalam penyusunan APBD dan perubahan APBD. Data awal
dalam penyusunan APBD adalah Rencana Kerja Pemerintah Daerah sebagai
penjabaran visi dan misi Bupati. Selain itu, sebagai data awal diambil dari
Bidang Pendapatan yakni estimasi pendapatan tahun anggaran berjalan.
Sedangkan data perencanaan Pendapatan Daerah termasuk PAD
sepenuhnya diambil dari Bidang Pendapatan. Hal ini sebagaimana yang
diungkapkan Kepala Bidang Anggaran (Alamsyah, S.STP.MEC.DEV) bahwa:
“dalam hal perencanaan target PAD, pada dasarnya bidang anggaran hanya menuggu data dari Bidang Pendapatan karena mereka yang paling mengetahui kondisi objektif di lapangan. Data ini tidak dikaji lagi karena sudah dalam bentuk angka. Data ini diolah untuk kemudian dimasukkan dalam rencana anggaran pendapatan tahunan DPPKAD. Selanjutnya, rencana anggaran tersebut dibahas bersama Tim Anggaran Pemerintahan Daerah (TAPD) dalam rapat di DPRD88”.
Selain itu, salah satu fungsi Bidang Pendapatan adalah menetapkan
kebijakan pengelolaan PAD. Dalam menetapkan kebijakan itu, ada beberapa
indikator yang perlu untuk diketahui yaitu mengetahui potensi PAD, dasar
kewenangan, dan arah kebijakan.
4.1.1.1. Mengetahui potensi PAD
Potensi-potensi PAD adalah sumber-sumber yang diperkirakan dapat
memberikan konstribusi PAD. Di Kabupaten Morowali, sumber-sumber PAD
yang paling berpotensi dalam memberikan konstribusi PAD adalah Pajak 88 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Anggaran tanggal 04 Januari 2012 pukul 21:00 WITA di
Kantor DPPKAD Kabupaten Morowali.
87
Bahan Galian Mineral Bukan Logam dan Batuan. Sumber PAD ini telah
dibuatkan regulasinya yakni Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Air
Tanah dan Pajak Bahan Galian Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagai
acuan dasar dalam pengelolaannya. Sedangkan potensi lain adalah Pajak Air
Bawah Tanah yang juga dibuatkan regulasi yakni Perda Nomor 3 Tahun 2011
tentang BPHTB. Urutan sumber PAD Kabupaten Morowali berdasarkan
konstribusi dalam angka tahun 2011, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Kepala Bidang Pendapatan (Djufri M. Taiyeb, SE) bahwa89:
“urutan sumber PAD berdasarkan jumlah konstribusi terhadap APBD dalam empat tahun terakhir yaitu sebagai berikut: dari sektor pajak, urutannya adalah,1. Pajak mineral bukan logam dan batuan2. Pajak penerangan jalan3. Pajak reklame4. Pajak restoran5. Pajak hotel6. Pajak hiburan7. BPHTB8. Pajak Air Bawah Tanah,
dari sektor retribusi, urutannya adalah 1. Retribusi Jasa umum, terdiri dari:
a. Pelayanan Kesehatanb. Pelayanan Pasarc. Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotord. Pelayanan Parkir
2. Retribusi Jasa usaha, terdiri dari:a. PKD (Pemakaian Kekayaan Daerah)b. Pelayanan Terminalc. Pelayanan Tempat Khusus Parkird. Pelayanan Kepelabuhanane. Pelayanan Jasa Usaha Pemotongan Hewan”
Selain itu, mengenai potensi PAD Kabupaten Morowali yang bisa
dikelola untuk meningkatkan PAD, Kepala Bidang Akuntansi (Alwi Gawi, SE)
menambahkan:89 Hasil wawancara tanggal 29 Desember 2011 pukul 20:00 WITA.
88
“di Kabupaten Morowali, dalam 4 tahun terakhir ini yang paling potensial adalah pajak restoran. Capaian PAD tahun 2011 adalah Rp 20 M”90.
Mengetahui sumber-sumber PAD yang berpotensi memberikan
konstribusi besar sangat berperan penting dalam pencapaian target. Hal ini
berdasarkan pengalaman dari empat tahun terakhir dalam pengelolaan PAD
yang dilakukan DPPKAD Kabupaten Morowali. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Kepala Bidang Pendapatan (Djufri M. Taiyeb, SE):
“berdasarkan pengalaman 3-4 tahun sebelumnya, pemda dalam menetapkan target PAD dalam APBD terlalu dipaksakan. Potensi-potensi PAD yang ditargetkan itu tidak realistis. Akhirnya, antara target dan realisasi terjadi selisih yang sangat jauh”91.
Selanjtunya, mengenai target dan sumber PAD yang paling potensial
untuk meningkatkan PAD Kabupaten Morowali ke depan tidak jauh berbeda
sebagaimana yang diungkapkan Kepala DPPKAD (Haeruddin Rompone,
S.Sos) bahwa:
“mengenai target PAD Kabupaten Morowali dalam empat tahun terakhir ini terlalu tinggi sehingga susah dicapai. Berdasarkan pengalaman itu, maka DPPKAD Kabupaten Morowali menempuh langkah-langkah yang dianggap paling efektif untuk meningkatkan PAD misalnya dengan mengidentifikasi sumber-sumber PAD yang paling potensial mengingat banyaknya urusan pemerintahan daerah yang harus dibiayai secara mandiri oleh pemerintah daerah. Sehingga pada tahun 2014, setelah penyerahan PBB ke Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Kabupaten Morowali memaksimalkan pengeloaan PAD dengan mengandalkan Pajak Produksi mengingat potensi Pajak ini sangat luar biasa. Misalnya, pajak produksi di sektor pertambangan, pertanian dan perkebunan”92.
90 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Akuntansi tanggal 10 Januari 2012 pukul 20:30 WITA di
Kantor DPPKAD. 91 Sumber data: Hasil Wawancara tanggal 29 Desember 2011 pukul 20:0092 Hasil wawancara dengan Kadis DPPKAD pada tanggal 30 Desember 2011 pukul 13:00 di Kantor
DPPKAD
89
Oleh karena itu, untuk mengetahui potensi-potensi itu, Bidang
Pendapatan melakukan langkah-langkah taktis dalam bentuk intensifikasi dan
ekstensifikasi. Intensifikasi adalah suatu model perbaikan atau pengelolaan
manajemen untuk mengefektifkan semua potensi pendapatan yang ada atau
potensi yang tersedia. Sedangkan Ekstensifikasai PAD adalah suatu upaya
untuk meningkatkan pendapatan melalui pembangunan objek pajak baru,
meningkatkan nilai objek pajak itu. Misalnya dengan membangun pasar baru.
Salah satu fungsi Seksi Evaluasi dan Pelaporan adalah
melaksanakan/membuat daftar penetapan penerimaan serta daftar tunggakan
wajib pajak dan wajib retribusi. Berdasarkan tupoksi tersebut, Seksi ini terlibat
langsung dalam persiapan perencanaan PAD dengan melakukan pendataan
ulang terhadap potensi PAD yakni pajak dan retribusi daerah.
Mengenai hal ini, Yohanes P. Labunga (Kepala Seksi Evaluasi dan
Pelaporan) menambahkan bahwa:
“personil DPPKAD yang di-SK-kan oleh Bupati dirurunkan ke lapangan untuk melakukan pendataan tentang objek pajak/retribusi di awal tahun jika memang diperlukan. Karena ada beberapa jenis PAD yang tidak memerlukan pendataan ulang. Sedangkan yang dievaluasi adalah beberapa penerimaan yang tidak mencapai target.
Adapun Langkah-langkah dalam menetapkan Target yaitu; pertama asumsi . Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi potensi PAD yang dimulai dari ketidakberhasilan rencana tindakan PAD. Misalnya di sektor retribusi pasar di Morowali. Untuk menentukan besar asumsi dalam satu sektor, harus diketahui dalam satu hari berapa hasil yang diperoleh kemudian dikali 360 hari (satu tahun). Rumus ini berlaku untuk semua komponen pajak dan retribusi. Asumsi ini dirumuskan oleh Panitia Anggaran yang dibentuk. Selama ini, berdasarkan pengalaman empat tahun terakhir, defisit dalam PAD Kabupaten Morowali selalu terjadi
90
karena asumsi tidak baik. Sebagai contoh, pada APBD tahun 2011 sangat dipaksakan yaitu Rp 47 M dan yang terealisasi hanya Rp 18 M. Kedua, Prediksi/perkiraan. Prediksi ini berdasarkan pada asumsi. Bahwa dari asumsi itu, akan diambil ½ atau ¾ untuk menentukan besar prediksi dengan pertimbangan bahwa ada resiko-resiko atau kendala-kendala yang cukup signifikan sebagai penyebab tidak terwujudnya asumsi itu yang akan dihadapi. Ketiga, Penetapan target. Target ini diperoleh dari prediksi. Dengan pertimbangan sebagaimana pada saat melakukan prediksi, maka pada saat menetukan target harus dibuang 20% dari preiksi”93.
4.1.1.2. Dasar Kewenangan
Konsekuensi pemberlakuan otonomi daerah adalah bahwa pelimpahan
wewenang menuntut berbagai upaya penyesuaian manajemen keuangan
daerah (APBD) termasuk arah pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD).
Oleh karena itu, dalam manajemen keuangan daerah, dan lebih spesifik
perencanaan pengelolaan PAD, satu hal yang mendesak untuk dikelola dan
dikembangan secara profesional, adalah sistem informasi manajemen
keuangan.
Secara spesifik, landasan hukum pengelolaan di bidang pendapatan
daerah adalah: UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; PP No 66 Tahun
2001 tentang Retribusi Daerah; PP No 16 Tahun 2005 tentang Perhitungan
Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor.; PERMENDAGRI Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Perubahan PERMENDAGRI Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
93 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Bidang Pendapatan DPPKAD pada
tanggal 30 Januari 2012 pukul 10:45 WITA di Kantor DPPKAD Kabupaten Morowali.
91
Pengelolaan Keuangan Daerah; dan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah
Sejak diberlakukannya UU No 34 Tahun 200094 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, Pemerintah Kabupaten Morowali telah melakukan
restrukturisasi dasar pemungutan pandapatan daerah termasuk Pendapatan
Asli Daerah (PAD) melalui perubahan dan/atau penghapusan beberapa
Peraturan Daerah bahkan penerbitan Peraturan Daerah baru. Beberapa jenis
PAD dari pajak/retribusi daerah yang diterapkan di Kabupaten Morowali
merupakan hasil penyesuaian tersebut. Lihat Tabel 4.1.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa sejak diberlakukannya UU No 28
Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pemerintah Kabupaten
Morowali telah melakukan penyesuaian Peraturan Daerah sebagai dasar
kewenangan dalam pengelolaan PAD. Berdasarkan tabel di atas, terdapat 7
jenis pajak daerah dan 22 jenis retribusi daerah yang telah disesuaikan
dengan UU No 28 Tahun 2009.
4.1.1.3. Arah Kebijakan Pengelolaan PAD
Empat tahun terakhir (2008-2011), Pemerintah Kabupaten Morowali
melakukan langkah-langkah yang dapat menjamin terselenggaranya
peningkatan kinerja DPPKAD dalam pengelolaan PAD tanpa pembebanan
yang lebih berat pada masyarakat. Pengelolaan PAD mengacu pada potensi
94 UU ini adalah perubahan atas UU No18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
92
daerah yang dimiliki Kabupaten Morowali sebagaimana yang tercantum dalam
visi Kabupaten Morowali yakni menjadikan Kabupaten Morowali sebagai
Lumbung pangan (Si’E). Selain dari sumber-sumber pendapatan yang sudah
dikelola selama ini, masih terdapat beberapa sumber-sumber Pendapatan Asli
Daerah yang berpotensi untuk digali dan dioptimalkan penerimaannya dengan
tetap memperhitungkan kemampuan ekonomi masyarakat.
Arah kebijakan umum yang dilakukan pada periode Rencana
Pembangunan Jangkah Menengah (RPJM) tahun 2008-2012 adalah menggali
dan mendayagunakan seluruh potensi pendapatan daerah guna memperkuat
perekomomian daerah dan penyelenggaraan otonomi daerah. Tujuannya agar
terjadi peningkatan kinerja pengelolaan pendapatan daerah dan khususnya
PAD. Upaya menggali sumber potensi yang dimaksud dibarengi dengan
peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat mengingat faktor ini
adalah salah satu masalah utama dalam pelaksanaan pemungutan PAD.
Tidak jarang rendahnya kualitas pelayanan kepada masyarakat menjadi
alasan rasional keengganan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam
peningkatan PAD.
Tabel 4.1.
Jenis Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Morowali Hasil Penyesuaian dengan UU No 28 Tahun 200995
No Jenis Pajak Jenis Retribusi1 Hotel Pengganti Biaya Cetak Akte Catatan Sipil2 Restoran Jasa Usaha Pemakaian Kekayaan Daerah; 3 Hiburan Jasa Usaha Tempat Pelelangan4 Reklame Jasa Usaha Tempat Penginapan
95 Sumber: BAPPEDA Kabupaten Morowali dalam RPJMD 2008-2012
93
5 Penerangan Jalan Jasa Usaha Pelayanan Kapal6 Pengambilan Bahan Galian Gol C Jasa Usaha Pelayanan Kapal7 Televesi dan Parabola Usaha Penjualan Produksi Izin Tempat
Penjualan Minuman Beralkohol8 Izin Gangguan9 Izin Trayek10 Izin Usaha Angkuatan11 Pengendalian Komoditi Perkebunan dll12 Izin Usaha Perdagangan13 Biaya Administrasi Wajib Daftar Perusahaan14 Penyediaan Administrasi Proyek15 Izin Pengusahaan di Bidang Minyak dan Gas
Bumi16 Penumpang Kapal Laut17 Penggantian Biaya Cetak dan Jasa KTP18 Izin Tanda Pendaftaran Usaha Peredaran Kaset19 Penjualan Bibit Tanaman20 Izin Usaha Perikanan21 Izin Usaha Pertambangan22 Lain – lain Retribusi yang sah
Untuk mewujudkan arah kebijakan pengelolaan pendapatan daerah
tersebut, pemerintah Kabupaten Morowali secara bertahap menata
infrastruktur dan suprastruktur daerah agar satu dengan yang lainnya tidak
terjadi tumpang tindih.
Dalam kebijakan umum anggaran pendapatan, Pemkab Morowali
berupaya untuk meningkatkan PAD melalui optimalisasi sumber PAD baik
pajak dan retribusi sebagai andalan penerimaan APBD. Kebijakan tersebut di
atas diarahkan pada :
a. Penyusunan dan penggunaan anggaran mengikuti besarnya APBD
yang tersedia menurut tahun anggaran,
94
b. Meningkatkan penerimaan melalui intensifikasi sumber-sumber
pendapatan asli daerah yang telah dilaksanakan selama ini,
terutama bagi sumber-sumber penerimaan yang wajar yakni meliputi
sumber-sumber penerimaan yang telah ditetapkan dalam Undang-
Undang dan yang telah dikembangkan berdasarkan ruang lingkup
kewenangan Kabupaten.
c. Memperluas diversifikasi (ekstensifikasi) sumber pendapatan asli
daerah berdasarkan kewenangan Kabupaten. Perluasan sumber
penerimaan daerah mengarah pada upaya mendayagunakan
seluruh potensi daerah yang dibarengi dengan kualitas pelayanan
kepada masyarakat.
d. Mendayagunakan Badan Usaha Milik Daerah sebagai sumber
pendapatan daerah.
e. Mewujudkan kerjasama pemerintah daerah dengan pihak
ketiga/swasta.
f. Meningkatkan pelayanan publik sesuai bidang kewenangan dari
setiap satuan kerja.
g. Memberikan kepastian hukum dalam kaitan penaman modal baik
asing maupun swasta
h. Secara terbuka bersama-sama dalam kaitan dengan perhitungan
objek pajak maupun retribusi
i. Mengembangkan mekanisme on line pelayanan guna efektif dan
efisien.
95
4.1.2. Pelaksanaan Pemungutan PAD
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) mempunyai tugas pokok dan
fungsi membantu DPPKAD dalam penyelenggaraan tugas teknis di Bidang
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah. Adapun tugas pokok
dan fungsi UPTD diatur dan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Dinas
sepanjang tehnis pelaksanaannya. Setiap kecamatan memiliki UPTD, kecuali
kecamatan yang baru dimekarkan96. Petugas UPTD setiap kecamatan terdiri
dari Kepala UPTD, Pembantu UPTD dan Bendahara Penerimaan Kecamatan.
Dalam menjalankan tugasnya, setiap UPTD kecamatan dibantu Kepala Desa
dalam pemungutan pajak/retribusi. Hasil pungutan kemudian disetor ke
Bendahara Kecamatan untuk kemudian diteruskan ke Bidang Perbendaharaan
DPPKAD atau disetor langsung ke BPD kemudian bukti pembayaran
diserahkan ke Bendahara Penerimaan DPPKAD.
Namun tidak semua jenis PAD dikelola langsung oleh DPPKAD.
Pemungutan retribusi diserahkan pada SKPD-SKPD lain sesuai dengan
kewenangan masing-masing. Lihat tabel 4.2. tentang jenis-jenis PAD yang
dikelola langsung oleh DPPKAD.
Setiap SKPD pengelola PAD yang berjumlah 13 SKPD di Kabupaten
Morowali juga memiliki UPTD Kecamatan yang melakukan pemungutan. Untuk
jenis PAD yang dikelola/dipungut oleh SKPD lain, DPPKAD hanya menerima
laporan bulanan yang kemudian direkap sebagai bahan pembahasan dalam
rapat evaluasi yang dilakukan setiap tiga bulan.
96 Daftar nama-nama Kepala UPTD 14 Kecamatan ada di halaman Lampiran 12.
96
Dalam hal pelaksanaan pemungutan PAD yang dilakukan UTPD
Kecamatan, Kepala UPTD Kecamatan Lembo, (Deitje Dewanto, SE)
menjelaskan bahwa:
“dalam hal pemungutan, berdasarkan pengalaman empat tahun terakhir dalam pemungutan PAD sektor rumah makan dan penginapan, sudah cukup bagus. Namun masih ada beberapa kendala teknis seperti, masyarakat tidak mau menggunakan nota penjualan. Padahal nota ini adalah sekaligus sebagai alat kontrol untuk mengetahui jumlah pelanggan setiap harinya. Tapi ada juga yang memiliki kesadaran yang sangat bagus. Untuk itu, dalam rangka untuk memaksimalkan pengelolaan pemungutan, Kabupaten (DPPKAD) memberikan imbalan kepada petugas Kecamatan (UPTD) yang berprestasi. Misalnya di Lembo ini, pada tahun 2008 mendapatkan 1 unit mobil untuk sebagai kendaraan operasional Camat dalam pemungutan PAD. Kemudian pada tahun 2010 mendapatkan 1 unit sepeda motor atas prestasi yang dicapai dalam tahun anggaran 2010”97.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan Sekretaris
Kecamatan Witaponda (Muh Ridwan, S.Ag, M.Si.) bahwa:
“dalam pelaksanaan pemungutan, kami kekurangan tanaga dan fasilitas. Tenaga pemungut selama ini hanya mengandalkan tenaga honorer. Soal dana operasional, yang ada hanya upah pungut dari kepada Kades dari Kabupaten (DPPKAD). Kesadaran masyarakat sudah cukup bagus. Kemajemukan komposisi masyarakat cukup membuat mereka untuk paham kewajibannya. Pengalaman tahun 2008-2011, kalau mereka lambat mendapatkan SPPT, mereka yang datang sendiri mengambil. Namun sebelumnya ada sosialisasi dan evaluasi teknis yang silakukan oleh pemerintah Kecamatan”98.
Kemudian ditambahkan oleh Camat Bahodopi (Syamsu Abdullah)
bahwa:
97 Hasil wawancara tanggal 26 januari 2012 pukul 10:15 WITA di Kantor UPTD Kecamatan Lembo
yang berjarak 149 km dari Ibu Kota Kabupaten Morowali.98 Hasil wawancara tanggal 25 Januari 2012 pukul 14:00 WITA di Kantor Kecamatan Witaponda yang
berjarak 61 km dari Ibu Kota Kabupaten Morowali.
97
“selama ini, pelaksanaan pemungutan sudah maksimal. Masyarakat selalu tepat waktu membayar. Bahkan tidak jarang mereka datang sendiri untuk menanyakan jumlah pajaknya”99.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Seksi Penerimaan Bidang
Perbendaharaan (Bustan) bahwa:
“pelaksanaan pemungutan pengelolaan PAD ini sudah maksimal tergantung dari objek yang dituju. Capaian target setiap tahun anggaran sudah bagus Dan pastinya, hambatan yang membuat target tidak tercapai tetap ada misalnya masih banyak masyarakat yang enggan membayar karena saling menunggu. Contoh, si A akan bayar pajak kalau si B sudah bayar pajak”100
Sebelum pelaksanaan pemungutan/penagihan, terlebih dahulu
dilaksanakan pendaftaran dan penetapan wajib pajak dan wajib retribusi.
Dalam setiap tahun ada monitoring di lapangan yang dilakukan DPPKD untuk
mengidentifikasi sumber-sumber PAD. Monitoring ini adalah pendataan awal.
Misalnya monitoring terhadap sector pajak reklame. Semua pengusaha yang
memasang papan reklame akan didaftar sebagai subjek pajak dan reklame
sebagai objek pajak. Pelasanaan pedaftaran wajib pajak dan wajib retribusi
hanya dilakukan ketika wajib pajak sudah tetap. Misalnya, untuk sektor pajak
bahan galian golongan C, wajib pajaknya hanya boleh didaftar ketika terjadi
transaksi. Transaksi yang dimaksud adalah proses jual beli bahan galian itu.
Tabel 4.2.
Jenis-Jenis PAD yang dikelola langsung DPPKAD Kabupaten Morowali101
99 Hasil wawancara tanggal 22 Januari 2012 pukul 10:15 WITA di Rumah Camat Bahodopi yang
berjarak 41 km dari Ibu Kota Kabupaten Morowali.100 Hasil wawancara tanggal 27 Januari 2012 pukul 10:30 WITA di Kantor DPPKAD Kab Morowali. 101 Data ini diperoleh dari Laporan Realisasi Penerimaan PAD Kabupaten Morowali oleh DPPKAD
Kabupaten Morowali Tahun Anggaran 2011 yang disahkan pada tanggal 20 Desember 2011.
98
No Jenis PAD Pengelola
1.Pajak Hotel
Dinas PPKAD
2. Pajak Restoran
Dinas PPKAD
3.Pajak Hiburan
Dinas PPKAD
4.Pajak Reklame
Dinas PPKAD
5.Pajak Penerangan Jalan
Dinas PPKAD
6.Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C
Dinas PPKAD
7.~ Batu
Dinas PPKAD
8.~ Batu Pecah
Dinas PPKAD
9.~ Pasir
Dinas PPKAD
10.~ Sirtu
Dinas PPKAD
11.~ Kerikil
Dinas PPKAD
12.~ Urugan (Pasir dan Kerikil)
Dinas PPKAD
13.~ Marmer
Dinas PPKAD
14.~ Blok Marmer
Dinas PPKAD
15.Pajak Air Bawah Tanah
Dinas PPKAD
16. Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Dinas PPKAD
Mengenai pelaksanaan teknis pendaftaran wajib pajak sebagaimana
dikemukakan Kepala Bidang Pendapatan (M. Jufri Taiyeb):
“pelaksanaan teknis pendaftaran wajib pajak: pertama, data pada tri wulan ke empat sebagai data awal pada tahun anggaran berikutnya adalah dasar dalam menetapkan wajib pajak. Kedua, setelah didaftar dan ditetapkan, data awal itu disebarkan ke UPTD-UPTD kecamatan untuk melakukan penagihan. Ketiga, hasil pungutan disetor ke kas daerah oleh bendahara khusus penerimaan (BKP). Keempat, setiap bulan UPTD kecamatan memasukkan lapiran realisasi yang diserahkan ke Bidang Pendapatan. Kelima, laporan realisasi itu diserahkan ke Kepala Dinas. Sedangkan uang fisiknya diserahkan kepada Kepala Seksi Penerimaan di Bidang Perbendaharaan.
99
Hanya saja, ada beberapa kendala klasik yang kami hadapi. Misalnya, selama ini masih banyak SKPD yang tidak membuat laporan realisasi bulanan. Selain itu, SKPD tidak efektif dalam melakukan penagihan. Untuk menutupi kelemahan itu, kami mengejar potnsi PAD yang besar seperti pajak bahan mineral bukan logam dan batuan. Sektor ini sangat potensial dengan pertimbangan bahwa di Kabupaten Morowali ada banyak pengusaha yang sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur”102.
Selain itu, juga dilakukan strategi tertentu dalam upaya peningkatan
sistem pendataan ulang untuk menjaring semaksimal mungkin objek pajak
sebagai dasar perhitungan dan penetapan pajak dilakukan melalui monitoring,
pemberian hadiah (doorprise), ajakan untuk bertanggungjawab, dan
sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan penerangan
pemahaman.
Setelah pendaftaran juga dilakukan penetapan wajib pajak dan
retribusi. Adapun penetapkan pajak dan retribusi daerah itu ada dua macam
yaitu penetapan nilai transaksi dan penetapan secara jabatan. Penetapan
nilai transaksi, maksudnya adalah pemberlakuan pengenaan nominal pajak
secara normal sesuai dengan peraturan yang berlaku. Misalnya, sector pajak
hotel. Setiap pengunjung dikenakan biaya 10% dari transaksi. Untuk itu harus
dilakukan pengawasan yang ketat karena tidak ajrang pengelola hotel juga
melakukan kecurangan.
Namun kalau penetapan ini tidak berhasil, maka dilakukan penetapan
secara jabatan. Maksudnya, ada kesepakatan bersama tentang nominal yang
harus disetor restoran setiap bulan, misalnya Rp 500.000/bulan. Angka ini
102 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pendapatan tanggal 9 Januari 2012 pukul 21:30 WITA.
100
tidak berpatokan pada biaya 10% dari transaksi. Konsekuensinya, sedikit atau
banyaknya pengunjung tidak berpengaruh pada nominal itu.
4.1.3. Pengawasan atas Penatausahaan PAD
Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah.
Manajemen keuangan daerah adalah “pengorganisasian dan pengelolaan
sumber-sumber daya atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut ”103. Sedangkan alat untuk
melaksanakan manajemen keuangan daerah disebut dengan tata usaha
daerah.
Menurut Mamaseh (1995), tata usaha keuangan daerah dibagi menjadi
dua golongan, yaitu tata usaha umum dan tata usaha keuangan. Tata usaha
umum menyangkut kegiatan surat-menyurat, mengagenda, mengekspedisi,
meyimpan surat-surat penting atau mengarsipkan serta kegiatan dokumentasi
lainnya. Sedangkan tata usaha keuangan pada intinya adalah tata buku yang
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis di bidang
keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta
prosedur-prosedur tertentu sehigga dapat memberikan informasi aktual di
bidang keuangan.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan tata usaha keuangan
daerah adalah penatausahaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah
satu indikator dalam pengelolaan PAD. Dari hasil observasi yang penulis
103 Lihat, Halim dalam “Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah”, Penerbit Salemba
Empat, Jakarta, 2004, hlm 20.
101
lakukan selama pra penelitian, fungsi penatausahaan PAD di DPPKAD
Kabupaten Morowali adalah kewenangan Bidang Akuntansi DPPKAD
berdasarkan tugas pokok dan fungsinya. Oleh karena itu, pembahasan fungsi
pengawasan atas penatausahaan PAD dalam penelitian ini difokuskan pada
Bidang Akuntansi dengan tetap mengamati keterkaitannya dengan bidang
atau seksi lain dalam lingkup DPPKAD Kabupaten Morowali.
Salah satu tugas pokok Bidang Akuntansi melakukan pengawasan atas
penatausahaan dan pelaporan keuangan pemerintah daerah terhadap
pelaksanaan APBD, termasuk di dalamnya jenis PAD sebagai salah satu
komponen Keuangan Daerah dalam struktur APBD setiap tahun anggaran.
Mengenai penajabaran dalam pelaksanaan fungsi tersebut, Kepala
Bidang Akuntansi (Alwi Gawi, SE) menjelaskan bahwa:
“inti dari tugas pokok dan fungsi Bidang Akuntansi adalah melakukan pencatatan dan pelaporan penerimaan PAD per SKPD per semester bahkan per bulan berdasarkan peraturan yang berlaku, bukan melakukan pembinaan, itu terlalu berlebihan, para perumus tupoksi itu tidak mengerti realitas objektif di lapangan”104.
Pencatatan dan pelaporan adalah bentuk pengawasan yang dilakukan
Bidang Akuntansi berdasarkan kewenangannya. Pencatatan itu meliputi data
target dan realisasi PAD setiap tahun anggaran, laporan realisasi yang
dimasukkan oleh petugas UPTD Kecamatan, laporan realisasi setiap SKPD
pengelola PAD, termasuk laporan keuangan dari jenis PAD pada bidang
perbendaharaan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesesuaian dan keakuratan
104 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Akuntansi tanggal 10 Januari 2012 pukul 20:30 WITA di
Kantor DPPKAD.
102
data laporan pengelolaan PAD oleh DPPKAD sebelum dilakukan pembahasan
pada rapat pertanggungjawaban di DPRD dalam setiap tahun anggaran.
Untuk melengkapi pencatatan itu, Bidang Akuntansi melakukan
pencatatan terhadap bukti pembayaran/penyetoran dari setiap jenis PAD
terutama dari jenis pajak dan retribusi daerah dari petugas pemungut PAD
yakni dari UPTD DPPKAD setiap kecamatan. Hal ini sebagaimana yang
diungkapkan Kepala Bidang Akuntansi (Alwi Gawi, SE):
“setelah uang fisik PAD masuk di rekening daerah yang dibayarkan di PT Bank Sulteng, Bidang Akuntansi melakukan pencatatan penerimaan PAD beserta bukti-bukti penyetoran/pembayaran setiap SKPD dan UPTD DPPKAD setiap kecamatan. Ini dilakukan setiap enam bulan bahkan setiap bulan. Bukti-bukti penyetoran/pembayaran itu dicatat sebagai bahan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban keuangan sebagai tugas akhir Bidang Akuntansi. Laporan pertanggungjawaban keuangan ini dibahas dalam rapat evaluasi tahunan dalam setiap akhir tahun anggaran di DPRD, diaudit BPK”105.
Hubungannya dengan Bidang/Seksi lain dalam lingkup DPPKAD dan
SKPD-SKPD lain pengelola PAD, Bidang Akuntansi melakukan rekonsiliasi
sebelum rapat evaluasi tahunan dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menjaga
keakuratan data laporan pengelolaan PAD dalam setiap tahun anggaran.
Rekonsiliasi yang dilakukan dibagi menjadi dua yaitu rekonsiliasi
internal dan rekonsiliasi eksternal. Rekonsiliasi internal dilakukan dengan
Bidang-Bidang lain dalam internal DPPKAD, termasuk UPTD kecamatan.
Tujuannya adalah untuk memastikan kesamaan data realisasi PAD karena
tidak jarang terjadi perbedaan. Ketika terjadi perbedaan akan diidentfikasi
105 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Akuntansi tanggal 10 Januari 2012 pukul 21:00 WITA di
Kantor DPPKAD.
103
letak masalahnya untuk kemudian dilakukan penyesuian. Rekonsilliasi ini
sangat penting sebagaimana yang diungkapkan oleh Kepala Bidang Akuntansi
(Alwi Gawi, SE) bahwa:
“dalam melakukan penyusunan laporan pertanggungjawaban kami super hati-hati karena ini hal yang sangat sensitive. Salah sedikit akan dibongkar habis-habisan di dalam rapat di DPRD. Akurasi data sangat penting dalam penyusunan laporan sebelum rapat di DPRD. Kalau dalam laporan SKPD menyatakan bahwa penerimaan misalnya Rp 100.000 dari target Rp 200.000, maka laporan di DPPKAD juga harus begitu. DPRD selalu ribut kalau target tidak tercapai karena sangat berpengaruh pada belanja APBD dalam tahun anggaran berjalan”106.
Rekonsiliasi eksternal dilakukan dengan SKPD-SKPD pengelola PAD
yang berjumlah 13 SKPD. Dalam pelaksanaannya, SKPD-SKPD itu diundang
secara bergilir setiap hari dalam setiap akhir tahun anggaran. Ini juga
dilakukan untuk melakukan penyesuaian data penerimaan PAD. Tujuannya
adalah untuk lebih memantapkan keakuratan data sehingga tidak lagi
diragukan karena tidak jarang terjadi perbedaan data antara SKPD-SKPD
dengan DPPKAD selaku Koordinator Pengelola PAD.
4.1.4. Pelaporan dan Evaluasi Realisasi PAD
Dalam studi manajemen keuangan daerah, evaluasi dan pelaporan
adalah kegiatan penting untuk menjaga terlaksananya pengelolaan keuangan
daerah dengan efektif dan efisien. Demikian halnya dengan pengelolaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Morowali oleh Pemerintah Daerah
dalam hal ini DPPKAD Kabupaten Morowali. Di DPPKAD terdapat Seksi
106 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Akuntansi tanggal 10 Januari 2012 pukul 21:30 WITA di
Kantor DPPKAD.
104
Evaluasi dan Pelaporan di bawah Bidang Pendapatan yang melakukan fungsi
evaluasi dan pelaporan tentang PAD107.
Salah satu tugas pokok dan fungsi Seksi Evaluasi dan Pelaporan
adalah mengevaluasi/mencatat jenis penerimaan pendapatan asli daerah dari
pajak dan retribusi daerah. Dalam pelaksanaannya, Seksi Evaluasi dan
Pelaporan menerima laporan dari Seksi Pajak Retribusi Daerah. Laporan itu
diterima setiap tanggal 10 bulan berjalan. Laporan itu adalah hasil yang diinput
Seksi Evaluasi dan Pelaporan untuk kemudian disampaikan/dibahas pada
saat rapat evaluasi yang dilaksanakan setiap tiga bulan dalam satu tahun
anggaran.
Yohanes P. Labunga (Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Bofdang
Pendapatan) mengungkapkan bahwa:
“laporan itu berisi data realisasi dan potensi PAD yang disusun Seksi Evaluasi dan Pelaporan. Idealnya, laporan harus selesai disusun setiap tiga bulan. Namun tidak jarang dilakukan dalam dua bulan, tergantung dari kebijakan pimpinan dan yang paling penting adalah koordinasi harus kuat. Biasanya sebelum dilakukan pelaporan, Kepala Dinas menanyakan kesiapan laporan sebelum dilakukan evaluasi”108.
Dalam setiap tahun anggaran, DPPKAD mengadakan rapat evaluasi
yang dilakukan setiap 3 bulan sekali. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh
Kepala Bidang Pendapatan (M. Jufri Taiyeb):
107 Setiap Bidang dalam DPPKAD terdapat Seksi Evaluasi dan Pelaporan sesuai dengan kewenangan
masing-masing. Dan yang melakukan fungsi Evaluasi dan Pelaporan PAD adalah Seksi Evaluasi dan
Pelaporan Bidang Pendapatan. 108 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Bidang Pendapatan DPPKAD pada
tanggal 30 Januari 2012 pukul 10:45 WITA di Kantor DPPKAD Kabupaten Morowali.
105
“rapat evaluasi dilakukan setiap tri wulan dalam satu tahun. Pada tri wulan pertama, yang dibahas adalah perencanaan target dan penetapannya. Pada tri wulan ke dua, yang dibahas adalah evaluasi pelaksanaan atau penagihan. Pada tri wulan ke tiga, yang dibahas adalah hasil evaluasi pada tri wulan ke dua sebagai input dala APBD-P. Sedangkan pada rapat evaluasi tri wulan ke empat, yang dibahas adalah realisasi pencapaian dan merupakan data pertanggungjawaban pemungutan ke DPRD”109.
Tujuan diadakannya rapat evaluasi ini ada dua. Pertama, untuk
melakukan rekonsiliasi dengan SKPD-SKPD lain pengelola PAD110. Tujuan
rekonsiliasi ini adalah untuk mengetahui capain pendapatan masing-masing
SKPD. DPPKAD selaku koordinator pengelola PAD, melakukan penyelerasan
dan memadukan data yang masuk. Dari pengalaman 4 tahun terakhir,
seringkali ada SKPD yang tidak memasukkan laporan realisasi. Selain itu,
data realisasi penerimaan tidak sesuai dengan data realisasi penerimaan di
DPRD sehingga DPPKAD dalam hal ini Bidang Pendapatan mengidentifikasi
letak masalahnya melalui rapat evaluasi/rekonsiliasi sebagai data awal untuk
kemudian ditentukan langkah-langkah penyelesaiannya. Selain itu, laporan
yang masuk sering terjadi perbedaan. Misalnya, laporan yang dimasukkan
SKPD pengelola PAD dengan laporan UPTD kecamatan berbeda dalam
nominal. Untuk itu, DPPKAD menyesuaikan atau mencocokkan data tersebut.
Jika tidak cocok, diidentifikasi apa masalahnya.
109 Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang Pendapatan DPPKAD tanggal 29 Desember 2011 pukul
22:00 WITA110 Saat penulis melakukan penelitian, terdapat 13 SKPD pengelola PAD di Kabupaten Morowali.
106
Kedua, untuk mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan. Ini dilakukan
untuk mengetahui apakah target tercapai atau tidak. Jika tidak, diidentifikasi
apa masalahnya. Ada dua jenis pendekatan yang dilakukan, yaitu:
1. Monitoring lapangan yang dilakukan langsung oleh aparat DPPKAD.
Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi objektif di lapangan.
Misalnya di sektor pajak restoran , ketika ada selisih yang cukup
besar antara target dengan realisasi, aparat DPPKAD turun ke
lapangan untuk mengidentifikasi penyebabnya. Dari hasil observasi
kemudian dapat diketahui permasalahan/penyebabnya. Sebagai
contoh, penerimaan Pajak Restoran disebabkan karena jumlah
pengunjung pada restoran tersebut menurun.
2. Evaluasi ulang dilakukan hanya pada sektor PBB, bentuknya adalah
memperbaharui data objek pajak. Misalnya bentuk fisik bangunan
rumah yang sudah berubah.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam setiap tahun
anggaran dilakukan Rapat Evaluasi setiap tiga bulan untuk mengevaluasi
pelaksanaan pengelolaan PAD. Dalam hal ini yang dibahas bukan hanya
nominal realisasi PAD dalam setiap tahun anggaran tetapi juga berbagai
permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan PAD sebagai bahan
pertimbangan bagi DPPKAD dalam upaya meningkatkan realisasi PAD untuk
tahun anggaran berikutnya. Dari berbagai permasalahan itu kemudian disusun
langkah-langkah perbaikan dalam pengelolaan PAD.
107
Dari hasil pengamatan, penulis menemukan bahwa tahapan evaluasi
dan pelaporan dalam pengelolaan PAD sangat urgen dilakukan guna
menemukan masalah utama yang menjadi kendala dalam merealisasikan
target PAD dalam setiap tahun anggaran untuk kemudian merumuskan
langkah-langkah perbaikan. Apalagi setelah pemberlakuan UU Nomor 28
Tahun 2009, pemungutan retribusi diserahkan kepada Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu. Sedangkan SKPD teknis pengelola PAD hanya
memberikan pertimbangan teknis111. Ketika UU ini diberlakukan, beberapa
jenis retribusi yang sebelumnya dikelola langsung SKPD tertentu diserahkan
kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu. Tidak terkecuali DPPKAD
selaku koordinator pengelola PAD. Artinya, DPPKAD yang sebelumnya
mengalami masalah dalam berkoordinasi dengan SPKD lain dalam
pengelolaan PAD harus merumuskan langkah-langkah inovatif untuk
memaksimalkan pengelolaan PAD yang pengelolaannya secara langsung
telah banyak melibatkan SKPD lain. Koordinasi ini sangat penting terutama
dalam menyelaraskan/menyesuaikan data target dan realisasi dengan SKPD
lain pengelola PAD. Apalagi dalam pengelolaan PAD selama empat terakhir
DPPKAD mengalami kesulitan dalam menyesuaiakan data target dan
realisasi. Salah satunya disebabkan karena masih saja ada SKPD yang tidak
atau terlambat memasukkan datanya sebelum dilakukan laporan
pertanggungjawaban di DPRD.
111 Selengkapnya lihat UU Nomor 28 Tahun 2009.
108
Sehubungan dengan itu, Kepala Bidang Pendapatan (M. Jufri Taiyeb)
menjelaskan bahwa:
“untuk menyikapi pemberlakuan UU Nomor 28 Tahun 2009, pada tahun 2012 ini Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali dalam hal ini DPPKAD melakukan; peningkatan kapasitas dinas melalui penguatan fungsi UPTD. UPTD setiap kecamatan saling berkoordinasi untuk mempertanggungjawabkan semua pengeloaan dan pendapatan di wilayah kecamatan masing-masing. Hal ini sangat penting mengingat UPTD Kecamatan adalah ujung tombak pengelolaan PAD. Jumlah standar personil UPTD kecamatan yang memungut pajak minimal sebanyak 3 orang masing-masing Kepala UPTD, Pembantu UPTD dan BKP (Bendahara Khusus Penerimaan). Mereka harus membuat laporan realisasi setiap bulan. Khusus untuk BKP, akan lebih dimaksimalkan fungsinya sehingga laporan realisasi bulanan masuk tanpa kendala.
Untuk itulah akan dikuatkan fungsinya karena selama ini, kapasitas personil masih sangat lemah. Untuk konteks saat ini, langkah-langkah yang dilakukan untuk mengantisipasi masalah tersebut adalah dengan melakukan bimbingan teknologi (bintek), magang di DPPKAD kabupaten/kota lain seperti saat ini dilakukan di Kota Palu dan Kabupaten Poso. Selain itu, ke depannya akan dilakukan studi banding ke daerah-daerah yang telah sukses dalam pengelolaan PAD-nya112”.
Selanjutnya, dari hasil wawancara mendalam dengan informan yang
sama (M Jufri Taiyeb, SE), penulis memperoleh informasi tentang langkah-
langkah taktis DPPKAD untuk meningkatkan PAD meski informasi ini tidak
detail karena Kepala Bidang Pendapatan tidak bersedia memberikan informasi
ini secara detail. Menurut Taiyeb, hal itu adalah rahasia internal DPPKAD.
Selanjutnya Taiyeb mengungkapkan bahwa:
“rencana ke depan, pada tahun 2012, dalam upaya mengoptimalkan pemungutan PAD, Bidang Pendapatan akan melakukan langkah-langkah taktis dengan mengunakan pendekatan seperti;
1. Pembinaan melalui sosialisi bahwa akan diterapkan disiplin pajak dan retribusi. Jadi otomatis tidak ada wajib pajak dan wajib retribusi yang akan lolos dari kewajiban pajak dan retribusi. Untuk itu,
112 Hasil wawancara tanggal 8 Januari 2012 Pukul 20:30 WITA.
109
regulasi yang dibuat pemerintah daerah harus realistis dan mendukung.
2. Pada tahun 2014, berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) sudah masuk dalam golongan PAD. Oleh karena itu, DPPKAD memasang strategi peningkatan kesadaran masyarakat wajib pajak untuk melakukan kewajiban tanpa ada paksaan atau bentuk intimidasi apapun. Tetapi dengan memberikan doorprise kepada wajib pajak yang dengan kesadaran sendiri menyetor pajak paling lambat tanggal 30 Mei sejak jatuh tempo. Semua wajib pajak dapat kupon yang akan diundi untuk dapat doorprise. Setiap kecamatan dapat kesempatan. Ini adalah langkah baru karena sebelumnya, hanya pengelola yang diberi kesempatan. Pembiayaan doorprise didapat dari insentif.
3. Pendataan dan pemetaan kembali untuk menaikkan nilai nominal dengan melakukan pendataan dan pemetaan objek PBB untuk kemudian dilakukan penetapan ulang tentang nilai nominal pajak sesuai dengan kondisi objektif di lapangan.
4. Memberikan reward (pengharagaan) pada pengelola PAD. Setiap kecamatan mendaftarkan calon penerima penghargaan untuk kemudian dinilai atau dievaluasi di DPPKAD Kabupaten dan selajutnya ditatapkan sebagai peneriman penghargaan. Bentuk penghargaan itu ada dua macam yaitu:a. Upah PungutBentuk penghargaan ini adalah Upah pungut yang dibayarkan sebesar 5% yang diberikan ketika pengelola mencapai target. b. Pemberian fasilitas operasionalPenghargaan ini terkait dengan pengelolaan PBB. Bentuk pemberian penghargaan ini adalah mobil opresional yang diberikan kepada camat. Alhamdulillah, berkat strategi ini sudah empat tahun berturut-turut selau dapat insentif. Pada tahun 2011 kami dapat insentif PBB sebesar Rp 3,5 M dari Pemerintah Pusat atas keberhasilan pencapaian dengan penerimaan dari PBB sebesar Rp 165,1 M dari target tang ditetapkan. Makanya pendekatan ini kami anggap cukup efektif”113.
Sebagai salah upaya untuk meningkatkan kualitas SDM aparatur dalam
pengelolaan PAD, DPPKAD memberikan penghargaan kepada pengelola PAD
yang memenuhi kriteria. Kriteria yang dimaksud adalah indikator keberhasilan
113 Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang pendapatan DPPKAD tanggal 29 Desember 2011 pukul
20:30 WITA.
110
Adapun indikator keberhasilan untuk pemberian penghargaan kepada
pengelola di tingkat kecamatan adalah:
1) Kecamatan dengan lunas PBB tercepat
2) Berdasarkan kriteria besaran.
a) Kriteria A adalah Kecamatan dengan tetapan potensi dan
capaian PBB di atas Rp 150.000.000.
b) Kriteria B adalah Kecamatan dengan tetapan potensi dan
capaian PBB di atas Rp 75.000.000- Rp 150.000.000.
c) Kriteria C adalah Kecamatan dengan tetapan potensi dan
capaian PBB di bawah Rp 75.000.000.
Sehubungan dengan pemberian reward, Kepala Bidang Pendapatan
(Djufri M. Taiyeb, SE) menambahkan bahwa:
“pada tahun 2011, ada 2 kecamatan yang dapat doorprise dengan kriteria A, 2 kecamatan dengan kriteria B dan 1 kecamatan dengan criteria C. Selain itu, ada 2 orang Kepala Desa yang diberi hadiah kendaraan. Kades yang juara I di setiap kecamatan mendapatkan bonus dalam bentuk Tabanas untuk biaya operasional. Mekanisme penetuan juaranya yakni dengan dilaporkan/didaftarkan di Kecamatan masaing-masing untuk dinilai di kabupaten. Dan ke depannya, Pemda harus tetapkan regulasi dengan konsep peningkatan kapasitas DPPKAD dengan penguatan UPTD kecamatan. Sehingga ke depannya camat berperan sebagai koordinator dan UPTD sebagai pengelolaan di lapangan, bukan lagi SKPD yang harus turun langsung karena itu sangat memboroskan anggaran”114.
Senada dengan yang diungkapkan Kepala DPPKAD Kabupaten
Morowali (Haeruddin Rompone, S.Sos) bahwa:
114 Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang Pendapatan DPPKAD tanggal 29 Desember 2011 pukul
22:00 WITA.
111
“dalam upaya peningkatan PAD Kabupaten Morowali DPPKAD menyediakan fasilitas penunjang dalam pelaksanaan tugas operasional pemungutan PAD. Sebagai contoh, pada tahun 2011, untuk UPTD Kecamatan, DPPKAD Kabupaten Morowali menghadiahkan 6 unit mobil kepada 6 camat dan beberapa unit motor kepada para Kades untuk mendukung kelancaran tugas operasional pemungutan PAD”115.
Berdasarkan data target dan realisasi PAD Kabupaten Morowali Tahun
Anggaran 2008-2011, penulis kemudian menemukan beberapa sub bahasan
yang erat kaitannya dengan salah satu indikator penelitian peran DPPKAD
Kabupaten Morowali yang penulis rumuskan dalam definisi operasional.
Indikator peran yang penulis maksud dalam penelitian ini Pelaporan dan
Evaluasi Realisasi PAD. Adapun sub-sub bahasan yang dimaksud yaitu PAD
dengan Kontribusi Terbesar dalam empat tahun terakhir, Realisasi
Penerimaan PAD Terbesar Per SKPD, Realisasi Penerimaan PAD Terbesar
Per UPTD, dan Hubungan DPPKAD dengan SKPD lain dalam Pengelolaan
PAD. Dari pengamatan dan analisis penulis, selain sub bahasan pertama,
kedua dan ketiga, sub bahasan keempat juga sangat urgen untuk diuraikan
dalam pembahasan Pelaporan dan Evaluasi Realisasi PAD karena itu
memberikan gambaran tentang bagaimana hubungan DPPKAD dengan SKPD
lain pengelola PAD untuk kemudian dianalisis bagaimana pengaruhnya
terhadap pengelolaan PAD khususnya dalam Evaluasi dan Pelaporan PAD
dalam setiap tahun anggaran.
4.1.4.1. PAD dengan Konstribusi Terbesar dalam Empat Tahun Terakhir
115 Hasil wawancara dengan Kadis DPPKAD pada tanggal 30 Desember 2011 pukul 13:00 WITA di
Kantor DPPKAD.
112
Pada Tabel 4.3, Tabel 4.4, Tabel 4.5, dan Tabel 4.6 berikut diuraikan
tentang target dan realisasi dari seluruh komponen jenis PAD Kabupaten
Morowali dalam tahun anggaran 2008, 2009, 2010 dan 2011. Berdasarkan
tabel-tabel ini dapat ditentukan jenis PAD yang paling besar kontribusinya
dalam pendapatan daerah. Selanjutnya dapat pula dilihat apakah terjadi
peningkatan dalam pengelolaan PAD atau tidak dalam empat tahun terakhir.
Berdasarkan Tabel 4.3, jenis PAD yang paling besar kontribusinya dari
jenis Pajak Daerah adalah Pajak Bulk Sampling yaitu sebesar Rp
1.275.000.000 dari target Rp 1.175.000.000. Dari jenis Retribusi yang paling
besar adalah Retribusi Pelayanan Kesehatan yakni sebesar Rp
874.662.375 dari target Rp 549.950.000. Dari jenis Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan yang besar adalah Bagian Laba Alat
Penyertaan Modal/Investasi yakni sebesar Rp 382.671.540 dari target Rp
382.000.000. Sedangkan dari jenis Lain-lain PAD yang Sah, yang paling besar
adalah Pendapatan Lainnya yakni sebesar Rp 7.586.556.969 dari target Rp
2.890.000.000.
Berdasarkan Tabel 4.4. jenis PAD yang paling besar kontribusinya dari
jenis Pajak Daerah adalah Pajak Penerangan Jalan yaitu sebesar Rp
591.346.587 dari target Rp 588.836.405. Dari jenis Retribusi yang paling
besar adalah Retribusi Pelayanan Kesehatan yakni sebesar Rp 4.200.680.108
dari target Rp 4.121.000.000. Dari jenis Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan yang besar adalah Bagian Laba Alat Penyertaan
Modal/Investasi yakni sebesar Rp 776.594.929. dari target Rp 700.000.000.
113
Sedangkan dari jenis Lain-lain PAD yang Sah, yang paling besar adalah
Pendapatan Asli Daerah Lainnya yakni sebesar Rp 3.377.192.060 dari target
Rp 16.495.892.367.
Berdasarkan tabel 4.5. jenis PAD yang paling besar kontribusinya dari
jenis Pajak Daerah adalah Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C yaitu
sebesar Rp 841.160.829 dari target Rp 7.297.158.560. Dari jenis Retribusi
yang paling besar adalah Retribusi Pelayanan Kesehatan yakni sebesar Rp
5.226.222.113 dari target Rp 10.750.000.000. Dari jenis Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan tidak dapat terealisasi. Dari target Rp.
1.000.000.000, tidak dapat direalisasikan karena laba atas penyertaan
modal/investasi di Tahun 2010 masuk ke kas daerah Januari Tahun 2011116.
Sedangkan dari jenis Lain-lain PAD yang Sah yang paling besar adalah
Pendapatan Asli Daerah Lainnya yakni sebesar Rp 7.437.606.852 dari target
Rp 7.401.265.449.
Berdasarkan tabel 4.6. jenis PAD yang paling besar kontribusinya dari
jenis Pajak Daerah adalah Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C yaitu
sebesar Rp 1.731.147.491 dari target Rp 4.850.543.120,27. Dari jenis
Retribusi yang paling besar adalah Retribusi Pelayanan Kesehatan yakni
sebesar Rp 7.953.809.883 dari target Rp 8.893.297.691. Dari jenis Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan adalah Bagian Laba Alat
Penyertaan Modal/Investasi yakni sebesar Rp 1.847.791.562 dari target Rp
116 Rena Kamaruddin dalam Skripsinya “OPTIMALISASI PENGELOLAAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH PADA DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH
KABUPATEN MOROWALI”, Untad, Palu 2011. Hlm 75.
114
1.000.000.000. Sedangkan dari jenis Lain-lain PAD yang Sah, yang paling
besar adalah Pendapatan Asli Daerah Lainnya yakni sebesar Rp
4.964.035.927 dari target Rp12.927.695.090.
Dari Tabel 4.3., Tabel 4.4., Tabel 4.5., dan Tabel 4.6., dapat dilihat tren
pengelolaan PAD Kabupaten Morowali dalam tahun anggaran 2008, 2009,
2010 dan 2011. Realisasi PAD Kabupaten Morowali dalam tahun anggaran
2008 sebesar Rp 14.533.137.053 dari target Rp 13.375.442.795 atau surplus
sebesar Rp 1.157.694.258 Pada tahun anggaran 2009 sebesar Rp
13.820.311.687 dari target Rp 30.457.238.927 atau defisit Rp 16.636.927.240.
Pada tahun anggaran 2010 sebesar Rp 17.417.709.460 dari target Rp
49.110.252.215 atau defisit Rp 31.692.542.755. Sedangkan pada tahun
anggaran 2011 sebesar Rp 19.651.390.324 dari target Rp 46.947.535.901
atau defisit Rp 27.296.145.577.
Tabel 4.3. Target dan Realisasi PAD Tahun 2008
JENIS PADTARGET
PERUBAHAN REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH Rp 13.375.442.795 Rp 14.533.137.053 PAJAK DAERAH Rp 2.760.894.070 Rp 2.433.766.659,00
Pajak Hotel Rp 50.400.000 Rp 17.834.750 Pajak Restoran Rp 25.200.000 Rp 4.583.000 Pajak Hiburan Rp 1.000.000 Rp - Pajak Reklame Rp 75.000.000 Rp 110.422.374 Pajak Penerangan Jalan Rp 504.257.820 Rp 588.836.405 Pajak P. Bahan Galian Gol. C Rp 500.036.250 Rp 400.145.130Pajak Alat Tangkap Ikan Rp 30.000.000 Rp 36.945.000
115
Bulk Sampling Rp 1.175.000.000 Rp 1.275.000.000 Pajak Galian C Lainya Rp 400.000.000 Rp -
RETRIBUSI DAERAH Rp 4.106.430.725 Rp 1.930.843.008
Ret Pelayanan Kesehatan Rp 549.950.000 Rp 874.662.375 ~ Dinas Kesehatan Rp 42.000.000 Rp 44.734.500 ~ Badan Pengelola RSUD Rp 507.950.000 Rp 829.927.875
Ret Penggantian Biaya Cetak KTP Rp 90.000.000 Rp 90.000.000 Ret Pembuatan Kartu Keluarga Rp 30.000.000 Rp 53.109.000 Ret Pelayanan Pasar Rp 104.844.000 Rp 110.920.600 Ret Pengujian Kendaraan Bermotor Rp 29.230.000 Rp 24.554.000 Ret Pelayanan Kepelabuhan Rp 1.250.000 Rp 1.986.000 Ret Pemakaian Kekayaan Daerah Rp 200.000 Rp - Ret Izin Usaha Perikanan Rp 85.462.075 Rp 99.151.331 Ret Jasa Usaha Rumah Potong Hewan Rp 6.935.000 Rp 8.199.000 Ret Peruntukan Lahan Rp 600.000.000 Rp - Ret Terminal Rp 25.624.000 Rp 16.093.000
Ret Penguasaan Atas Lahan Rp 1.000.000.000 Rp - Ret Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Rp 350.000.000 Rp 148.449.387 Ret Izin Gangguan (HO) Rp 27.991.150 Rp 36.437.750 Ret Izin Trayek Rp 2.204.000 Rp 13.490.000 Ret Sewa Alat Rp 100.000.000 Rp 90.631.468 Ret Izin Usaha Industri Rp 90.000.000 Rp 83.313.975 Ret Penjualan Produksi Hasil Hutan Rp 300.000.000 Rp 194.332.122 Ret Pelayanan Administrasi Rp 10.960.500 Rp 14.368.500 Ret Izin Pemungutan Hasil Hutan Rp 1.000.000 Rp - Ret Pembinaan Dan Pengawasan Hasil
Bumi Industri Rp 35.000.000 Rp 5.164.500 Ret Izin Usaha Jasa Kontruksi Rp 65.980.000 Rp 65.980.000
HASIL PERUSAHAAN MILIK DAERAH & HASIL
Rp 382.000.000 Rp 382.671.540 PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DISAHKAN
Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah Morowali Rp - Rp -
Tabel 4.3 (lanjutan)
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Rp - Rp - Bagian Laba Alat Penyertaan
Modal/Investasi Rp 382.000.000 Rp 382.671.540 Kepada Pihak Ketiga Rp - Rp -
LAIN - LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH Rp 6.126.118.000 Rp 9.785.855.846
Penerimaan Jasa Giro Rp 2.000.000.000 Rp 2.199.298.877 Denda Keterlambatan Pelaksanaan
Pekerjaan Rp 116.000.000 Rp - Daerah Rp - Sumbangan Pihak Ketiga Rp 1.120.118.000 Rp -
116
Pendapatan Lainnya Rp 2.890.000.000 Rp 7.586.556.969 Penjualan Hasil Pertanian Rp - Rp -
Gambar 4.1Sumber PAD Terbesar di Kabupaten Morowali Tahun 2008
Keterangan
Pajak : Rp 2,433,766,659
Retribusi : Rp 1,930,843,008
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan : Rp 382,671,540
Lain-Lain Pad Yang Sah : Rp 9,785,855,846
Tabel 4.4. Target dan Realisasi PAD Tahun 2009
JENIS PAD TARGET PERUBAHAN REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH Rp 30.457.238.927 Rp 13.820.311.687 PAJAK DAERAH Rp 2.595.236.405 Rp 1.314.533.345
Pajak Hotel Rp 50.400.000 Rp 14.499.210 Pajak Restoran Rp 75.000.000 Rp 10.515.550 Pajak Hiburan Rp 1.000.000 Rp - Pajak Reklame Rp 75.000.000 Rp 91.547.343 Pajak Penerangan Jalan Rp 588.836.405 Rp 591.346.587 Pajak P. Bahan Galian Gol. C Rp 600.000.000 Rp 580.844.655Pajak Alat Tangkap Ikan Rp 30.000.000 Rp 25.780.000 Bulk Sampling Rp - Rp - Pajak Galian C Lainya Rp 1.175.000.000 Rp -
RETRIBUSI DAERAH Rp 7.936.539.500 Rp 6.190.794.175 Ret Pelayanan Kesehatan Rp 4.121.000.000 Rp 4.200.680.108
~ Dinas Kesehatan Rp 61.000.000 Rp 7.160.000 ~ RSUD Bungku Rp 60.000.000 Rp 183.524.791 ~ RSUD Kolonodale Rp 4.000.000.000 Rp 4.009.995.317
Ret Penggantian Biaya Cetak KTP/Akte Catatan Sipil Rp 150.000.000 Rp 161.893.000
Ret Pelayanan Pasar Rp 104.844.000 Rp 150.505.765 Ret Pengujian Kendaraan Bermotor Rp 45.000.000 Rp 28.522.000 Ret Pelayanan Kepelabuhan Rp 6.200.000 Rp 3.940.000 Ret Pemakaian Kekayaan Daerah Rp 436.000.000 Rp - Ret Izin Usaha Perikanan Rp 125.000.000 Rp 118.330.000 Ret Jasa Usaha Rumah Potong Hewan Rp 6.935.000 Rp 6.935.000 Ret Peruntukan Lahan Rp 300.000.000 Rp 221.500.000 Ret Terminal Rp 34.980.000 Rp 29.140.000
Ret Penguasaan Atas Lahan Rp 1.000.000.000 Rp -
117
Ret Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Rp 1.000.000.000 Rp 587.087.642 Ret Izin Gangguan (HO) Rp 50.000.000 Rp 18.805.200 Ret Izin Trayek Rp 14.620.000 Rp 11.189.000 Ret Sewa Alat Rp - Rp 227.873.816 Ret Izin Usaha Industri Rp 35.000.000 Rp 93.579.345 Ret Penjualan Produksi Hasil Hutan Rp 100.000.000 Rp 98.174.600 Ret Pelayanan Administrasi Rp 10.960.500 Rp 12.017.050 Ret Izin Pemungutan Hasil Hutan Rp 1.000.000 Rp - Ret Pembinaan Dan Pengawasan Hasil
Bumi Industri Rp 350.000.000 Rp 42.851.070 Ret Jasa konstruksi
HASIL PERUSAHAAN MILIK DAERAH & HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DISAHKAN
Rp 45.000.000
Rp 700.000.000
Rp 177.770.574
Rp 776.594.929
Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah Morowali Rp - Rp - Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Rp - Rp - Bagian Laba Alat Penyertaan Modal/Investasi Rp 700.000.000 Rp 776.594.929 Kepada Pihak Ketiga Rp - Rp -
Tabel 4.4. (lanjutan)
LAIN - LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH Rp 19.225.463.022 Rp 5.538.389.238 Penerimaan Jasa Giro Rp 1.500.000.000 Rp 683.976.970 Denda Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan Rp 116.000.000 Rp 321.414.322 Daerah Rp -
Sumbangan Pihak Ketiga Rp 52.764.769 Rp - Pendapatan Lainnya Rp 16.495.892.367 Rp 3.377.192.060
Pendapatan dari Pengembalian Pajak Rp 1.060.805.886 Rp 1.155.805.886
118
10%
45%
5%
40%
TA 2009
Pajak Retribusi HPKDyd Lain-lain PAD
Gambar 4.2
Sumber PAD Terbesar di Kabupaten Morowali Tahun 2009
Keterangan
Pajak : Rp 1,314,533,345
Retribusi : Rp 6,190,794,175
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan : Rp 776,594,929
Lain-Lain Pad Yang Sah : Rp 5,538,389,238
Tabel 4.5. Target dan Realisasi PAD Tahun 2010
JENIS PAD TARGET PERUBAHAN REALISASI
PENDAPATAN ASLI DAERAH Rp 49.110.252.215,94 Rp 17.417.709.460 PAJAK DAERAH Rp 8.451.158.560,00 Rp 1.660.857.251
Pajak Hotel Rp 75.000.000 Rp 17.737.501 Pajak Restoran Rp 100.000.000 Rp 36.686.603 Pajak Hiburan Rp 4.000.000 Rp 2.000.000 Pajak Reklame Rp 175.000.000 Rp 130.521.812 Pajak Penerangan Jalan Rp 800.000.000 Rp 632.750.506 Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C Rp 7.297.158.560 Rp 841.160.829 ~ Batu Rp 124.872.910 Rp 127.106.688 ~ Batu Pecah Rp 38.401.920 Rp 54.516.496 ~ Pasir Rp 124.632.898 Rp 172.562.103
119
~ Sirtu Rp 128.673.100 Rp 179.542.102 ~ Kerikil Rp 48.535.760 Rp 66.121.646 ~ Urugan (Pasir dan Kerikil) Rp 32.270.800 Rp 122.173.754 ~ Marmer Rp 2.450.000 Rp - ~ Blok Marmer Rp 3.281.250 Rp - ~ Bulk Sampling Rp 3.020.137.873 Rp - ~ Pajak Galian C Lainnya Rp 3.773.902.049 Rp 119.138.040 Pajak Alat Tangkap Ikan Rp - Rp -
RETRIBUSI DAERAH Rp 15.968.497.951 Rp 6.894.976.056 Ret. Pelayanan Kesehatan Rp 10.750.000.000 Rp 5.226.222.113 ~ Dinas Kesehatan Rp 1.750.000.000 Rp 1.129.677.129 ~ Badan Pengelola RSUD Kolonodale Rp 6.500.000.000 Rp 3.643.477.285 ~ Badan Pengelola RSUD Morowali Rp 2.500.000.000 Rp 453.067.699 Ret. Sewa Alat Rp 500.000.000 Rp 47.921.573 Ret. Izin Usaha Jasa Konstruksi Rp 500.000.000 Rp 113.627.912 Ret. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Rp 1.000.000.000 Rp 224.306.297 Ret. Pengujian Kendaraan Bermotor Rp 60.000.000 Rp 40.551.000 Ret. Terminal Rp 60.000.000 Rp 26.400.000 Ret. Tempat Khusus Parkir Rp 9.500.000 Rp 13.150.000 Ret. Pelayanan Kepelabuhanan Rp 100.000.000 Rp 103.573.613 Ret. Izin Trayek Rp 20.000.000 Rp 12.505.000 Ret. Pembinaan & Pengawasan Hasil Bumi &
Industri Rp 1.500.000.000 Rp 313.439.828 Ret. Izin Usaha Industri Rp 150.000.000 Rp 117.350.000 Ret. Pelayanan Pasar Rp 250.000.000 Rp 255.970.290 Ret. Pemakaian Kekayaan Daerah Rp 50.000.000 Rp - Ret. Pelayanan Administrasi Rp 30.000.000 Rp 25.057.000 Ret. Izin Gangguan HO Rp 55.000.000 Rp 43.282.210 Ret. Rumah Potong Hewan Rp 25.000.000 Rp 24.920.000 Ret. Penjualan Produksi Hasil Hutan Rp 68.997.951 Rp 63.062.838 Ret. Peruntukan Lahan Rp 250.000.000 Rp - Ret. Penguasaan Atas Lahan Rp - Rp 3.538.232 Ret. Pemakaian Kekayaan Daerah Rp 320.000.000 Rp - Ret. Izin Usaha Perikanan Rp 270.000.000 Rp 240.098.150 Ret. Balai Benih Udang Rp - Rp -
Tabel 4.5. (lanjutan)
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG Rp 1.000.000.000 Rp - DIPISAHKAN
Bagian Laba Atas Penyertaan Modal/Investasi Rp 1.000.000.000 Rp - LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH Rp 23.690.595.704,94 Rp 8.861.876.152
Jasa Giro Kas Daerah Rp 1.500.000.000 Rp 131.327.406 Denda Keterlambatan Pekerjaan Rp 450.000.000 Rp 316.552.431
120
Pendapatan dari Pengembalian Pajak Pengh. Rp 1.500.000.000 Rp 192.721.100 Sumbangan Pihak Ketiga Rp 12.839.330.255 Rp - Pendapatan Asli daerah lainnya Rp 7.401.265.449 Rp 7.437.606.852 Penerimaan Pembiayaan Rp - Rp 783.668.363
9%
40%
51%
TA 2010
Pajak Retribusi HPKDyd Lain-lain PAD
Gambar 4.3
Sumber PAD Terbesar di Kabupaten Morowali Tahun 2010
Keterangan
Pajak : Rp 1,660,857,251
Retribusi : Rp 6,894,976,056
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan : Rp -
Lain-Lain Pad Yang Sah : Rp 8,861,876,152
Tabel 4.6. Target dan Realisasi PAD Tahun 2011
JENIS PAD TARGET PERUBAHAN REALISASI
PENDAPATAN ASLI DAERAH Rp 46.947.535.901,49 Rp 19.651.390.324 PAJAK DAERAH Rp 6.657.543.120,27 Rp 2.876.509.750
Pajak Hotel Rp 75.000.000 Rp 32.917.804 Pajak Restoran Rp 125.000.000 Rp 43.244.145 Pajak Hiburan Rp 5.000.000 Rp 2.350.000 Pajak Reklame Rp 200.000.000 Rp 114.537.817 Pajak Penerangan Jalan Rp 900.000.000 Rp 952.312.493 Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C Rp 4.850.543.120,27 Rp 1.731.147.491
121
~ Batu Rp 150.000.000 Rp 16.764.452 ~ Batu Pecah Rp 50.000.000 Rp 9.897.294 ~ Pasir Rp 150.000.000 Rp 121.009.287 ~ Sirtu Rp 150.000.000 Rp 116.555.485 ~ Kerikil Rp 50.000.000 Rp 12.588.802 ~ Urugan (Pasir dan Kerikil) Rp 50.000.000 Rp 44.314.963 ~ Marmer Rp 10.000.000 Rp - ~ Blok Marmer Rp 10.000.000 Rp - ~ Bulk Sampling Rp 1.120.000.000 Rp - ~ Pajak Galian C Lainnya Rp 3.110.543.120,27 Rp 1.410.017.208 Pajak Air Bawah Tanah Rp 2.000.000 Rp - Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Rp 500.000.000 Rp -
RETRIBUSI DAERAH Rp 10.662.297.691 Rp 9.521.557.299
Ret. Pelayanan Kesehatan Rp 8.893.297.691 Rp 7.953.809.883 ~ Dinas Kesehatan Rp 1.750.000.000 Rp 1.916.846.213 ~ Badan Pengelola RSUD Kolonodale Rp 4.643.297.691 Rp 3.441.097.798 ~ Badan Pengelola RSUD Morowali Rp 2.500.000.000 Rp 2.595.865.872 Ret. Sewa Alat Rp 150.000.000 Rp 159.802.111 Ret. Izin Usaha Jasa Konstruksi Rp 9.000.000 Rp 36.150.000 Ret. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Rp 200.000.000 Rp 393.454.323 Ret. Pengujian Kendaraan Bermotor Rp 30.000.000 Rp 29.926.000 Ret. Terminal Rp 25.000.000 Rp 30.740.000 Ret. Tempat Khusus Parkir Rp 25.000.000 Rp 12.800.000 Ret. Pelayanan Kepelabuhanan Rp 180.000.000 Rp 8.180.000 Ret. Izin Trayek Rp 20.000.000 Rp 17.185.000 Ret. Pembinaan & Pengawasan Hasil Bumi & Industri
Rp 75.000.000 Rp 70.626.100
Ret. Izin Usaha Industri Rp 125.000.000 Rp 139.300.000 Ret. Pelayanan Pasar Rp 500.000.000 Rp 200.521.434 Ret. Pemakaian Kekayaan Daerah Rp 50.000.000 Rp 250.000.000 Ret. Pelayanan Administrasi Rp 65.000.000 Rp 26.360.900 Ret. Izin Gangguan HO Rp 100.000.000 Rp 29.120.860 Ret. Rumah Potong Hewan Rp 15.000.000 Rp 10.700.000 Ret. Peruntukan Lahan Rp - Rp 10.342.958 Ret. Penguasaan Atas Lahan Rp - Rp - Ret. Izin Usaha Perikanan Rp 200.000.000 Rp 142.537.730 Ret. Balai Benih Udang Rp - Rp -
Tabel 4.6. (lanjutan)
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG
Rp 1.000.000.000 Rp 1.847.791.562
DIPISAHKAN
Bagian Laba Atas Penyertaan Modal/Investasi
Rp 1.000.000.000 Rp 1.847.791.562
LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
Rp 28.627.695.090,22 Rp 5.405.531.713,82
Jasa Giro Kas Daerah Rp 500.000.000 Rp 45.019.922 Denda Keterlambatan Pekerjaan Rp 200.000.000 Rp 154.719.880 Sumbangan Pihak Ketiga Rp15.000.000.000 Rp -
122
Pendapatan Asli daerah lainnya Rp12.927.695.090 Rp 4.964.035.927 Penerimaan Pembiayaan Rp - Rp 241.755.985
14%
49%
9%
28%
TA 2011
Pajak Retribusi HPKDyd Lain-lain PAD
Gambar 4.4
Sumber PAD Terbesar di Kabupaten Morowali Tahun 2011
Keterangan
Pajak : Rp 2,876,509,750
Retribusi : Rp 9,521,557,299
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan : Rp 1,847,791,562
Lain-Lain Pad Yang Sah : Rp 5,405,531,713
123
PAD Tahun 2008 PAD Tahun
2009 PAD Tahun 2010 PAD Tahun
2011
00.5
11.5
22.5
33.5
44.5
5
Target
Realisasi
Sisa
Target RealisasiSisa
Gambar 4.5. Realisasi, Target, dan Sisa PAD Tahun Anggaran 2008, 2009, 2010 dan 2011117
* Keterangan:
1. Tahun Anggaran 2008; Target Rp13.375.442.795, Realisasi Rp 14.533.137.053, Sisa Surplus Rp 1.157.694.258
2. Tahun Anggaran 2009; Target Rp 30.457.238.927, Realisasi Rp 13.820.311.687, dan Sisa Defisit Rp 16.636.927.240
3. Tahun Anggaran 2010; Target Rp 49.110.252.215, Realisasi Rp17.417.709.460, dan Sisa Defisit Rp 31.692.542.755
4. Tahun Anggaran 2011; Target Rp 46.947.535.901, Realisasi Rp 19.651.390.324, dan Sisa Defisit Rp 27.296.145.577
117 Sumber Data Sekunder: Bidang Pendapatan DPPKAD Kabupaten Morowali
124
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.50
5
10
15
20
25
Gambar 4.6.
Kurva Pergerakan Nilai Realisasi Penerimaan PAD Kabupaten Morowali Tahun 2008-2011 (dalam angka milyaran rupiah)118
Keterangan:
Realisasi Penerimaan PAD Kabupaten Morowali Tahun Anggaran;
(1) 2008 sebesar Rp14.533.137.053;(2) 2009 sebesar Rp13.820.311.687;(3) 2010 sebesar Rp17.417.709.460;(4) 2011 sebesar Rp19.651.390.324.
Dari Gambar 4.5 dapat diketahui bahwa kurva pergerakan angka
realisasi penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali dari hasil
pengelolaan PAD dalam kurun waktu 2008-2011 mengalami pasangan
surut. Demikian juga dengan target PAD yang ditentukan (pasca APBD-P).
Pada Tahun Anggaran 2008, target PAD Kabupaten Morowali sebesar
Rp13.375.442.795 dan yang terealisasi sebesar Rp 14.533.137.053 atau
melebihi target yang ditentukan dengan surplus sebesar Rp 1.157.694.258.
Sebaliknya, pada Tahun Anggaran 2009 target PAD Kabupaten Morowali
sebesar Rp 30.457.238.927, sedangkan yang terealisasi hanya Rp 118 Sumber Data Sekunder: Bidang Pendapatan DPPKAD Kabupaten Morowali.
125
13.820.311.687, atau defisit sebesar Rp 16.636.927.240. Hal ini berarti
bahwa selain defisit, realisasi penerimaan PAD pada Tahun Anggaran 2009
menurun dibandingkan dengan Tahun Anggaran sebelumnya (2008) yang
mencapai Rp 14.533.137.053.
Realisasi PAD Kabupaten Morowali kembali normal bahkan
meningkat dibandingkan dengan 2 tahun anggaran sebelumnya yakni
sebesar Rp17.417.709.460 pada Tahun Anggaran 2010. Meski demikian,
sisa target yang tidak terealisasi (defisit) sebesar Rp 31.692.542.755 dari
target Rp 49.110.252.215. Selanjutnya pada Tahun Anggaran 2011
meningkat lagi menjadi Rp 19.651.390.324 dari target Rp 46.947.535.901.
Meski demikian juga masih tersisa Rp 27.296.145.577 yang tidak terealisasi
atau defisit. Selengkapnya, untuk mengetahui trend pengelolaan PAD
Kabupaten Morowali pada Tahun Anggaran 2003-2011, perhatikan Gambar
4.7.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
5
10
15
20
25
Gambar 4.7. Kurva Pergerakan Nilai PAD Kabupaten Morowali Tahun 2003-2011 (dalam angka milyaran rupiah)119
Keterangan:
119 Sumber data: DPPKAD dan BAPPEDA Kabupaten Morowali.
126
PAD Kabupaten Morowali Tahun Anggaran;
(5) 2003 sebesar Rp 3.857.832.000;(6) 2004 sebesar Rp 3.856.498.000; (7) 2005 sebesar Rp 4.346.474.000;(8) 2006 sebesar Rp 5.588.707.000;(9) 2007 sebesar Rp 8.807.252.820;(10)2008 sebesar Rp14.533.137.053;(11)2009 sebesar Rp13.820.311.687;(12)2010 sebesar Rp17.417.709.460;(13)2011 sebesar Rp19.651.390.324.
.
4.1.4.2. Realiasi Penerimaan PAD Terbesar Per SKPD
Di Kabupaten Morowali terdapat 13 SKPD yang mengelola PAD yang
bekerja berdasarkan kewenangannya. Masing-masing SKPD itu dalam
melaksanakan fungsi pengelolaannya dibantu dengan UPTD SKPD yang
bersangkutan. Berikut ini tabel tentang beberapa SKPD pengelola PAD dan
realisasi penerimaan PAD dalam tahun anggaran 2011.
Berdasarkan Tabel 4.7, dapat dilihat bahwa urutan SKPD dengan
Realisasi Penerimaan PAD terbesar hingga 30 Oktober 2011 sebagai berikut.
Pertama, DPPKAD dengan realisasi penerimaan sebesar Rp 6.908.997.470.
Kedua, RSUD Kolonodale dengan realisasi penerimaan sebesar Rp
3.441.097.798 dari jenis Pajak Retribusi Pelayanan Kesehatan. Ketiga, RSUD
Morowali dengan realisasi penerimaan sebesar Rp 2.034.230.660 dari jenis
Pajak Retribusi Pelayanan Kesehatan. Keempat, Dinas Kesehatan Morowali
dengan realisasi penerimaan sebesar Rp 1.497.485.213 yang juga dari jenis
Pajak Retribusi Pelayanan Kesehatan. Kelima PLN Kabupaten Morowali
dengan realisasi penerimaan sebesar Rp 950.588.312 dari jenis Pajak
penerangan jalan, Dinas Perumahan dan Penataan Ruang dengan realisasi
127
penerimaan sebesar Rp 340.793.440 dari jenis Retribusi IMB, Dinas Kelautan
dan Perikana Daerah dengan realisasi penerimaan sebesar Rp129.642.480
dari jenis Retribusi Izin Usaha Perikanan dan Dinas Koperasi, UMKM,
Perindustrian dan Perdagangan Daerah dengan realisasi penerimaan
sebesar Rp 193.453.550 dari jenis Retribusi Pembinaan dan Pengawasan
Hasil Bumi dan Industri, dan Retribusi Izin Usaha Industri. Sedangkan realisasi
penerimaan PAD dari SKPD lain tidak begitu besar yakni berada di bawah
angka ratusan juta120.
4.1.4.3. Realiasi Penerimaan PAD Terbesar Per UPTD DPPKAD
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsinya, DPPKAD memiliki UPTD di setiap kecamatan yang
diberikan kewenangan dalam pengelolaan PAD khususnya dalam
pemungutan PAD dari beberapa jenis PAD seperti Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Retribusi Pasar serta PBB
sektor Pedesaan/Perkotaan. Perhatikan Tabel 4.8.
Dari Tabel 4.8 dapat dilihat capaian penerimaan PAD setiap Kecamatan
dari berbagai sektor PAD termasuk PBB. Dari sektor Pajak Hotel, kecamatan
yang paling besar capaian penerimaan PAD-nya adalah Kecamatan Lembo
yakni sebesar Rp 14.189.343. Dari sektor Pajak Restoran adalah Kecamatan
Mori Utara, Kecamatan Lembo, Kecamatan Petasia yakni masing-masing Rp
120 Hasil analisis ini adalah salah satu alasan penulis untuk memfokuskan penelitian pada DPPKAD
Kabupaten Morowali. Adapun dari SKPD lain, penulis melakukan penelusuran data sekunder untuk
memperkaya analisis.
128
10.315.000, Rp 10.221.668 dan Rp 8.851.000. Dari sektor Pajak Hiburan
hanya Kecamatan Petasia yang terealisasi yakni Rp 650.000. Dari sektor
Pajak Reklame adalah Kecamatan Witaponda, Kecamatan Lembo dan
Kecamatan Petasia yakni masing-masing sebesar Rp 8.488.797, Rp
7.384.134 dan Rp 6.481.000. Dari sektor Retribusi Pasar adalah Kecamatan
Petasia yakni sebesar Rp 50.210.000, Kecamatan Lembo sebesar Rp
49.352.500, dan Kecamatan Bungku Tengah yakni sebesar Rp 17.950.250.
Sedangkan dari sektor PBB Perkotaan/Pedesaan adalah Kecamatan
Witaponda yakni sebesar Rp 227.550.138, Kecamatan Lembo sebesar Rp
180.420.994, Kecamatan Bumi Raya sebesar Rp 165.428.070 dan Kecamatan
Petasia sebesar Rp 132.901.171.
4.1.4.4. Hubungan DPPKAD dengan SKPD Lain Pengelola PAD
Konsekuensi otonomi daerah adalah tuntutan kemandirian pemerintah
daerah dalam menjalankan urusan pemerintahan daerah. Untuk itu, harus
ditopang dengan kemandirian keuangan daerah. Hal ini berarti bahwa
tanggungjawab keuangan daerah adalah tanggungjawab pemerintah daerah
sepenuhnya yang dilakukan bersama dengan instansi-instansi pemerintah
daerah terkait. Di Kabupaten Morowali, ada 13 SKPD pengelola PAD yang
bertanggungjawab dalam pengelolaan keuangan daerah dan pada khususnya
pengelolaan PAD. Oleh karena itu, penting untuk penulis gambarkan bahwa
dalam pengeolaan PAD, DPPKAD Kabupaten Morowali selalu melibatkan
SKPD pengelola PAD baik dalam perencanaan target, pelaksanaan
pemungutan, penatausahaan hingga evaluasi dan pelaporan.
129
Dalam setiap tahun anggaran, setiap SKPD menyusun Recana Kerja
Tahunan (RKT) sebagai bahan pembahasan dalam Musrembang
(Musyawarah Rencana Pembangunan) tahunan. RKT ini mencakup rencana
pendapatan dan pembiayaan penerimaan dan pembiayaan pengeluaran.
Peserta Musrembang adalah semua SKPD yang terkait dengan rencana
pembangunan tahunan Kabupaten Morowali yang dilaksanakan BAPPAEDA.
Sebelum musrembang dimulai, ada gambaran umum dari Kepala DPPKAD
mengenai laporan target dan realisasi penerimaan daerah termasuk PAD.
Hasil musrembang itu dituangkan dalam bentuk RKA (Rencana Kerja
Anggaran). RKA yang kemudian menjadi RAPBD ini dibahas di DPRD dalam
Sidang Paripurna untuk dibuatkan peraturan daerah. RAPBD menjadi APBD
ketika sudah dibuatkan peraturan daerahnnya. APBD ini kemudian menjadi
pedoman dalam penyusunan DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran). DPA
ini dibuat oleh masing-masing SKPD. Dalam satu tahun anggaran tidak jarang
terjadi perubahan dalam RKA (RKA-P). Perubahan ini disebabkan adanya
kegiatan mendesak yang harus dimasukkan tetapi tidak menambah beban
anggaran. RKA-P itu dibahas ulang di DPRD untuk kemudian dibuatkan
peraturan Bupati.
Selanjutnya dari hasil pengamatan selama penelitian penulis
menemukan bahwa dalam rencana pendapatan yang tertuang dalam RKT,
DPPKAD melakukan kerjasama dengan SKPD lain untuk meningkatkan
realisasi PAD dalam setiap tahun anggaran. Hal ini penting ditegaskan untuk
mengamati bagaimana hubungan DPPKAD dengan SKPD lain dalam
130
pengelolaan PAD. Salah satu bentuk hubungan itu teraktualkan dalam
perumusan langkah-langkah perbaikan pengelolaan dalam rangka
peningkatan PAD yang melibatkan SKPD lain. Sebagaimana yang
diungkapkan Kepala DPPKAD (Haeruddin Rompone, S.Sos) bahwa:
“langkah-langkah peningkatan PAD Kabupaten Motrowali yaitu; pertama, Kerjasama dengan Kantor Pajak Pratama Poso untuk mengaudit Pajak Produksi Pertambangan. Kedua, semua komponen PAD dimaksimalkan dengan mengoptimalkan semua UPTD dengan memperhatikan kesejahteraan Pegawai UPTD termasuk kendaraan operasional. Alhasil, dalam APBD-P tahun 2011, target PAD terlampaui. Sektor andalan Morowali dalam peningkataan PAD adalah Pajak Produksi Nikel. Mulai tahun 2008, perusahaan-perusahaan nikel yang sudah bereporasi sudah banyak. Untuk itu, Pemda sekarang membentuk Tim untuk melakukan penataan dan penilaian tentang nominal. Ketiga, mengoptimalkan kerjasama dengan instansi-instansi pengelola PAD karena pengelolaan PAD pada khususnya bukan hanya tanggungjawab DPPKAD. Termasuk dengan melibatkan para camat dalam setiap rapat evaluasi untuk mengidentifikasi masalah pengelolaan PAD yang dihadapi. Keempat, meningkatkan kualitas SDM pengelola PAD melalui Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) bukan pendidikan formal. Pada akhir tahun 2011, DPPKAD mengirim pegawainya untuk mengikuti Diklat di PPKAD Poso121”.
Selanjutnya, Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Bidang Pendapatan
menambahkan bahwa:
“dalam rangka peningkatan PAD, DPPKAD ke depannya perlu melakukan langkah-langkah perbaikan yang sifatnya teknis seperti; membentuk panitia anggaran berdasarkan SK Bupati dengan melibatkan 13 SKPD pengelola PAD yang mampu bekerja ekstra. Kemudian harus mampu menghitung realisasi PAD lima tahun yang lalu untuk menetukan 5 tahun ke depan yang juga sifatnya masih asumsi. Realisasi lima tahun itu dijumlah kemudian dibagi 5 untuk mendapatkan 5 tahun ke depan. Selanjutnya dihitung apakah terjadi surplus atau defisit. Ini dilakukan oleh Panitia Analisis Rencana Anggaran122.
121 Hasil wawancara dengan Kadis DPPKAD pada tanggal 30 Januari 2012 pukul 13:00 WITA di
Kantor DPPKAD. 122 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Bidang Pendapatan DPPKAD pada
tanggal 30 Januari 2012 pukul 10:45 WITA di Kantor DPPKAD Kabupaten Morowali.
131
Hasil wawancara tersebut memperkuat analisis penulis bahwa dalam
pengelolaan PAD, DPPKAD tidak berdiri sendiri tetapi juga ditopang oleh
SKPD lain pengelola PAD. Hal ini terlihat jelas pada saat penyusunan RKT
yang mencakup rencana pendapatan, rencana pembiayaan pengeluaran dan
pembiayaan penerimaan. RKT dari masing-masing SKPD itu menjadi RKA
pasca musrembang yang kemudian ditetapkan menjadi RAPBD dan terakhir
menjadi APBD. Sedangkan langkah-langkah perbaikan dalam pengelolaan
PAD sebagaimana diuraikan sebelumnya ditetapkan oleh DPPKAD setelah
dilakukan evaluasi dengan SKPD lain pengelola PAD pada saat rekonsilisasi.
Langkah-langkah perbaikan itu bertujuan untuk meningkatkan realisasi PAD
untuk tahun anggaran berikutnya yang tertuang secara implisit dalam
perencanaan target PAD.
Tabel 4.7. Daftar realisasi Penerimaan PAD per SKPD Keadaan Sampai dengan 30 Oktober 2011123
S K P D JENIS PENERIMAAN TARGET (P) REALISASIDinas Kesehatan Daerah Retribusi Pelayanan Kesehatan Rp 1.750.000.000 Rp 1.497.485.213 RSUD Kolonodale Retribusi Pelayanan Kesehatan Rp 3.000.000.000 Rp 3.441.097.798 RSUD Morowali Retribusi Pelayanan Kesehatan Rp 2.500.000.000 Rp 2.034.230.660 Dinas Pekerjaan Umum Daerah Retribusi Sewa Alat Rp 150.000.000 Rp 95.700.028 Retribusi Izin Jasa Konstruksi Rp 9.000.000 Rp 36.150.000 Dinas Perumahan dan Penata Ruang Retribusi I M B Rp 500.000.000 Rp 340.793.440 Dinas Perhubungan, Ret. Pengujian Kendaraan Rp 50.000.000 Rp 29.926.000
123 Sumber: Bidang Pendapatan DPPKAD Kabupaten Morowali dalam Tahun Anggaran 2011
132
Komunikasi dan BermtrInformatika Daerah Retribusi Terminal Rp 25.000.000 Rp 23.926.000 Ret. Tempat Khusus Parkir Rp 25.000.000 Rp 11.100.000 Ret. Pelayanan Kepelabuhan Rp 180.000.000 Rp 6.180.000 Ret. Izin Trayek Rp 20.000.000 Rp 12.185.000 Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian
Ret. Pembinaan dan Pengawasan Rp 1.500.000.000 Rp 64.053.550
dan Perdagangan Daerah Hasil Bumi dan Industri Ret. Isin Usaha Industri Rp 200.000.000 Rp 129.400.000 Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Pajak Pengambilan Bahan Gal Gol C Rp 4.850.543.120 Rp 1.314.994.866
Keuangan dan Asset Daerah Pajak Air Bawah Tanah Rp 2.000.000 Rp - B P H T B Rp 500.000.000 Rp -
Ret. Pemakaian Kekayaan Daerah Rp 50.000.000 Rp 250.000.000
Ret. Pelayanan Administrasi Rp 65.000.000 Rp 25.566.800 Ret. Izin Gangguan H.O Rp 100.000.000 Rp 27.263.360 Sumbangan Pihak Ketiga Rp 15.000.000.000 Rp - Bagi Hasil Pajak dari Provinsi Rp 11.268.137.538 Rp 5.291.172.444 Dinas Pertanian, Peternakan dan Ret. Rumah Potong Hewan Rp 15.000.000 Rp 8.120.000 Kesehatan Hewan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Ret. Peruntukan Lahan Rp - Rp 10.342.958 Dinas Energi & Sumber Daya Mineral Ret. Penguasaan Atas Lahan Rp 250.000.000 Rp - Dinas Kelautan & Perikanan Daerah Ret. Izin Usaha Perikanan Rp 200.000.000 Rp 129.642.480 Ret. Balai Benih Perikanan Rp - Rp - P L N Pajak penerangan jalan Rp 900.000.000 Rp 950.588.312 Jumlah Rp 43.109.680.658 Rp 15.729.918.909
Tabel 4.8.Daftar realisasi Penerimaan PAD dan PBB Kecamatan Se-Kabupaten Morowali Tahun 2011 (Keadaan
Sampai dengan 30 Oktober 2011)124
Kecamatan Pajak Hotel (Rp) Pajak Restoran (Rp) Pajak Hiburan (Rp) Menui Kepulaun 300.000 160.000 -Bungku Selatan - 150.000 -Bahodopi 1.000.000 500.000 -Bungku Tengah 2.577.500 1.300.000 -Bungku Barat 400.000 2.030.000 -Bumi Raya 1.600.000 2.000.000 -Witaponda 2.220.000 1.500.000 -Lembo 14.189.343 10.221.668 -Mori Atas 750.000 2.854.750 -Mori Utara - 10.315.000 -
124 Sumber: Bidang Pendapatan DPPKAD Kabupaten Morowali Tahun 2011
133
Petasia 6.000.000 8.851.000 650.000Soyo Jaya - - -Bungku Utara 46.600 44.225 -Mamosalato - - -
Jumlah 29.083.443 39.926.643 650.000
Tabel 4.8. (lanjutan)
Kecamatan Pajak Reklame (Rp) Retribusi Pasar (Rp) PBB Sektor Pedesaan/ Perkotaan
(Rp) Menui Kepulaun 3.395.500 8.165.750 38.557.109Bungku Selatan 1.522.705 5.952.600 34.271.704Bahodopi 606.000 4.000.000 36.582.012Bungku Tengah 3.700.000 17.950.250 53.658.735Bungku Barat 1.427.450 3.202.000 76.042.129Bumi Raya 6.000.000 3.000.000 165.428.070Witaponda 8.488.797 5.390.000 227.550.138Lembo 7.384.134 49.352.500 180.420.994Mori Atas 5.868.950 7.500.000 98.699.410Mori Utara 2.285.000 3.916.000 48.364.925Petasia 6.481.000 50.210.000 132.901.171Soyo Jaya 1.500.000 3.483.334 58.596.633Bungku Utara 1.420.975 2.300.000 63.778.120Mamosalato 2.570.000 - 38.994.971
Jumlah 52.650.511 164.422.434 1.253.846.121
4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peran DPPKAD dalam Pengelolaan
PAD Kabupaten Morowali Tahun 2008-2011
4.2.1. Faktor-faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung dalam pengelolaan PAD oleh DPPKAD
Kabupaten Morowali yang dimaksud dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
wawancara, observasi dan hasil penelusuran dokumen yang kemudian
dianalisis. Jadi tidak dirumuskan sendiri oleh penulis untuk menjaga
keakuratan data.
134
Faktor-faktor pendukung yang dimaksud dapat dilihat dari segi
ketersediaan fasilitas operasional dalam pelaksanaan pemungutan PAD. Di
antaranya melalui pemberian Upah Pungut dan pemberian fasilitas
operasional sebagai bentuk penghargaan dalam rangka mengoptimalkan
pengelolaan PAD khususnya bagi pelaksana teknis di lapangan (UPTD
DPPKAD Kecamatan).
4.2.1.1. Pemberian Upah Pungut
Upah Pungut ini dibayarkan sebesar 5% yang diberikan ketika
pengelola UPT5D DPPKAD Kecamatan ketika mencapai target yang telah
ditentukan berdasarkan jenis PAD yang dikelola/dipungut.
4.2.1.2. Pemberian Fasilitas Operasional
Pemberian fasilitas operasional ini terkait dengan pengelolaan PBB
yang belum termasuk dalam komponen PAD. Bentuk penghargaan ini adalah
pemberian mobil opresional yang diberikan kepada Camat dan kendaraan roda
dua kepada Kepala Desa berdasarkan kriteria sebagaimana yang diuraikan
pada sub pembahasan Langkah-Langkah Perbaikan dalam Pengelolaan PAD
ke depan. Meski dalam pelaksanaan pemeberian penghargaan ini belum
maksimal karena bergantung pada prestasi yang dicapai setiap kecamatan
dalam pengelolaan PAD, langkah ini merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi guna meningkatkan capaian realisasi PAD dalam setiap tahun
anggaran.
135
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Kepala Bidang Pendapatan
(Djufri M. Taiyeb, SE):
“di tahun 2011, sudah ada beberapa kecamatan yang mendapatkan kendaraan operasional dengan kriteria A, B dan C serta ada 2 Kepala Desa yang diberi hadiah kendaraan roda dua. Selain itu, Kades yang juara I di setiap Kecamatan mendapatkan bonus dalam bentuk Tabanas untuk biaya operasional.”125.
Senada dengan yang diungkapkan Kepala DPPKAD Kabupaten
Morowali (Haeruddin Rompone, S.Sos) bahwa:
“dalam upaya peningkatan PAD Kabupaten Morowali DPPKAD menyediakan fasilitas penunjang dalam pelaksanaan tugas operasional pemungutan PAD. Sebagai contoh, pada tahun 2011, untuk UPTD Kecamatan, DPPKAD Kabupaten Morowali menghadiahkan 6 unit mobil kepada 6 camat dan beberapa unit motor kepada para Kades untuk mendukung kelancaran tugas operasional pemungutan PAD”126.
4.2.2. Faktor-faktor Penghambat
Dari hasil penelitian, penulis menemukan beberapa faktor yang menjadi
penghambat bagi DPPKAD Kabupaten Morowali dalam pengelolaan PAD
berdasarkan pengalaman tahun 2008-2011. Berikut ini hasil wawancara
penulis dengan beberapa informan/responden terpilih.
Menurut Kepala Bidang Pendapatan DPPKAD Kabupaten Morowali
(Djufri M. Taiyeb, SE) bahwa:
“faktor-faktor penghambat DPPKAD dalam pengelolaan PAD selama empat tahun terakhir yaitu; pertama, untuk BPHTB, NJOPTK (Nilai Jual
125 Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang Pendapatan DPPKAD tanggal 29 Desember 2011 pukul
22:00 WITA. 126 Hasil wawancara dengan Kadis DPPKAD pada tanggal 30 Desember 2011 pukul 13:00 WITA di
Kantor DPPKAD.
136
Objek Pajak Tidak Kena Pajak) terlalu tinggi yakni sebesar Rp 60.000.000. Kedua, Penetapan target tidak berdasarkan pemetaan potensi PAD. Sebagai contoh, dalam ABPD 2011, pemda menagetkan PAD sebesar Rp 46 M dan yang terealisasi hanya Rp 23,5 M. Ini berarti terjadi ketimpangan yang sangat besar. Untuk itu, perlu adanya penetapan ulang sesuai dengan perhitungan ril di lapangan. Ketiga, Sumber Daya Manusia yang masih sangat lemah. Kelima, regulasi yang belum tepat dan masih perlu dispesifikasikan. Sebagai contoh, dalam hal kebijakan pemungutan retribusi, tidak jarang SKPD seperti Dinas Perindag melakukan kegiatan pemungutan pada objek retribusi yang sama dengan SKPD lain. Padahal masing-masing memiliki ruang kerja yang jelas berbeda. Oleh karena itu, perlu adanya pengorganisasian kembali. Keenam, Tingkat kesadaran masyarakat masih sangat rendah. Solusi sosialisasi dan regulasi harus tepat (penetapan ulang). Ketujuh, Rendahnya pendapatan masyarakat”127.
Penjelasan ini dieperkuat dengan apa yang diungkapkan Kepala
DPPKAD (Haeruddin Rompone, S.Sos) bahwa:
“kendala-kendala yang kami hadapi dalam pengelolaan PAD selama empat tahun terakhir yaitu; pertama, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tidak merata untuk semua Kabupaten/Kota di Indonesia. NJOP Morowali terlalu tinggi. Contoh, NJOP tanah sebesar Rp 60.000.000. Kedua, kesadaran masyarakat dan SDM masih rendah. Makanya akan dimaksimalkan sosialisasi”128.
Hal senada diungkapkan Kepala Seksi Penerimaan Bidang
Perbendaharaan (Bustan ) bahwa:
“faktor-faktor penghambat dalam pengelolaan PAD selama empat tahun terakhir ini yaitu; pertama fasilitas tidak memadai seperti perangkat lunak. Kedua, dana operasional yang masih sangat terbatas. Ketiga, kesadaran masyarakat: kalaupun misalnya dana operasional memungkinkan tetapi kesadaran masyarakat masih rendah, pengelolaan PAD tetap tidak akan maksimal. Dari pengalaman 4 tahun terakhir di lapangan, sering kami melakukan penagihan berulang kali pada wajib pajak yang sama pada masyarakat yang tidak mau
127 Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang pendapatan DPPKAD tanggal 29 Desember 2011 pukul
20:30 WITA .128 Hasil wawancara tanggal 30 Desember 2011 pukul 13:00 WITA di Kantor DPPKAD.
137
membayar pajak. Salah satu penyebabnya adalah, masih banyak masyarakat yang tidak mau menyadari peruntukkan pajak”129.
Dalam bahasa yang berbeda, Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan
BIdang Pendapatan (Yohanes P. Labunga) menjelaskan bahwa:
“kendala-kendala yang dihadapi DPPKAD Kabupaten Morowali dalam pengelolaan PAD empat tahun terakhir adalah kualitas SDM masih rendah, tunjangan masih rendah, Wilayah Kabupaten Morowali yang terlalu luas dan terdiri dari pulau-pulau dan target PAD yang terlalu tinggi sehingga susah dicapai karena selama ini dalam perencanaan target tidak berdasarkan pada asumsi”.130
Menurut Kepala Bidang Akuntansi (Alwi Gawi, SE), dalam pengelolaan
PAD, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh aparatur DPPKAD
khususnya petugas UPTD yang tersebar di 18 Kecamatan se-Kabupaten
Morowali, meskipun sifatnya sangat teknis tetapi sangat menentukan dalam
pengelolaan PAD seperti kredibilitas pemungut PAD. Menurut beliau, berapa
pun besarnya hasil pungutan, jika petugas lapangan tidak jujur maka itu juga
percuma. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kejujuran para pemungut PAD
karena DPPKAD tidak setiap saat turun langsung ke lapangan untuk
melakukan pengawasan tetapi hanya melakukan monitoring terbatas, itu pun
dilakukan ketika ada masalah teknis di lapangan. Selain itu, kesadaran
masyarakat yang masih rendah, dana operasional dan kendaraan operasional
yang masih terbatas juga sangat mempengaruhi.131
129 Hasil wawancara tanggal 27 Januari 2012 pukul 10:35 WITA di Kantor DPPKAD.130 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan Bidang Pendapatan DPPKAD pada
tanggal 30 Januari 2012 pukul 10:45 WITA di Kantor DPPKAD Kabupaten Morowali. 131 Hasil wawancara tanggal 10 Januari 2012 pukul 20:30 WITA di Kantor DPPKAD Kabupaten
Morowali.
138
Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan yang kemudian dianalisis
penulis menemukan bahwa ada faktor lain yang menjadi penghambat bagi
DPPKAD dalam pengelolaan PAD seperti soal kedisiplinan waktu masuk
kantor dan penggunaan waktu untuk bekerja dalam setiap hari kerja. Masih
banyak pegawai DPPKAD yang masuk kantor di atas pukul 10:00. Padahal
semestinya harus masuk pada pukul 08:00. Bahkan tidak jarang Kepala Dinas
atau Kepala Bidang yang datang terlebih dahulu dan harus menunggu
pegawainya untuk mengerjakan tugas-tugas teknis.
Demikian halnya dengan penggunaan waktu jam kerja. Pada saat jam
kerja masih banyak pegawai, baik yang berstatus PNS maupun honorer, yang
tidak menggunakan jam kerja secara maksimal untuk mengerjakan tugas-
tugas kantor berdasarkan tugas pokok dan fungsinya masing-masing
sehingga tidak jarang ada pekerjaan teknis yang tidak diselesaikan pada
waktu yang semestinya. Sebagai contoh, seorang Kepala Bidang
memerintahkan salah seorang pegawainya untuk membuat surat undangan.
Surat undangan itu selesai dikerjakan dalam waktu kurang lebih 1 minggu
kemudian yang seharusnya bisa diselesaikan dalam satu hari saja.
139
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang kemudian dianalisis, penulis menyimpulkan
beberapa hal penting yakni sebagai berikut:
5.1.1. Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali tahun
2008-2011
140
Setiap instansi pemerintah daerah dalam menjalankan urusan
pemerintahan berdasarkan kewenangannya tidak terlepas dari Visi Misi
Kabupaten yang dirumuskan dalam Grand Strategy dengan tetap berpedoman
pada tugas pokok dan fungsinya.
Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008 tentang tugas pokok
dan fungsi DPPKAD, hanya berupa acuan umum dalam pengelolaan PAD.
Sedangkan pelaksanaan operasional tupoksi itu dijabarkan dalam kegiatan
rutin setiap bidang dan seksi. Untuk itu penulis menjabarkan empat indikator
yaitu: Perencanaan Target PAD, Pelaksanaan Pemungutan, Pengawasan atas
Penaatausahaan, Evaluasi dan Pelaporan.
Pertama, Perencanaan Target PAD sebagai kewenangan Bidang
Pendapatan DPPKAD berdasarkan tugas pokok dan fungsinya dengan tetap
melakukan koordinasi dengan bidang lain dalam lingkup DPPKAD termasuk
UPTD setiap kecamatan dan SKPD lain pengelola PAD. Bidang inilah yang
paling mengetahui kondisi objektif potensi/sumber PAD yang memungkinkan
untuk meningkatkan PAD dalam setiap tahun anggaran. Dalam menetapkan
kebijakan pengelolaan PAD, ada beberapa indikator yang harus diketahui
yaitu potensi PAD, dasar kewenangan, dan arah kebijakan.
Kedua, secara teknis, pemungutan PAD dikelola setiap UPTD
Kecamatan/Camat yang fungsinya adalah membantu DPPKAD. Petugas
UPTD ini terdiri dari Kepala UPTD/Camat, Bendahara Penerima dan
Pembantu UPTD. Camat dibantu oleh setiap Kepala Desa dalam pemungutan
141
beberapa jenis PAD yang dikelola kecamatan. Selain itu, dengan
pertimbangan efisiensi dan efektifitas, ada beberapa jenis PAD yang dikelola
UPTD lain pengelola PAD yang juga melakukan pemungutan berdasarkan
kewenangannya masing-masing.
Untuk menanggulangi kendala-kendala teknis dalam pemungutan PAD,
DPPKAD melakukan langkah-langkah seperti pembinaan kepada masyarakat
dan peningkatan kualitas petugas pemungut, memberikan hadiah kepada
petugas UPTD yang berprestasi, dan pendataan serta pemetaan kembali
objek pajak/retribusi untuk menaikkan nilai nominal sesuai dengan kondisi
objektif di lapangan.
Ketiga, fungsi pengawasan atas penatausahaan PAD dilakuikan Bidang
Akuntansi. Dalam hal ini adalah pencatatan dan pelaporan karena inti dari
tugas pokok dan fungsi Bidang Akuntansi adalah melakukan pencatatan dan
pelaporan penerimaan PAD per SKPD per semester bahkan per bulan
berdasarkan peraturan yang berlaku. Pencatatan dan pelaporan adalah
bentuk pengawasan yang dilakukan Bidang Akuntansi berdasarkan
kewenangannya. Pencatatan itu meliputi data target dan realisasi PAD setiap
tahun anggaran, laporan realisasi yang dimasukkan oleh petugas UPTD
Kecamatan, laporan realisasi setiap SKPD pengelola PAD, termasuk laporan
keuangan dari jenis PAD pada bidang perbendaharaan. Hal ini dilakukan
untuk menjaga kesesuaian dan keakuratan data laporan pengelolaan PAD
oleh DPPKAD sebelum dilakukan pembahasan pada rapat
pertanggungjawaban di DPRD dalam setiap tahun anggaran. Untuk
142
melengkapi pencatatan itu, Bidang Akuntansi melakukan pencatatan terhadap
bukti pembayaran/penyetoran dari setiap jenis PAD terutama dari jenis pajak
dan retribusi daerah dari petugas pemungut PAD yakni dari UPTD DPPKAD
setiap kecamatan.
Keempat, Evaluasi dan Pelaporan adalah kegiatan penting untuk
menjaga terlaksananya pengelolaan keuangan daerah dengan efektif dan
efisien. Di DPPKAD Kabupaten Morowali terdapat Seksi Evaluasi dan
Pelaporan dalam Bidang Pendapatan yang melakukan fungsi evaluasi dan
pelaporan tentang PAD. Salah satu tugas pokok dan fungsi Seksi Evaluasi
dan Pelaporan adalah mengevaluasi/mencatat jenis penerimaan pendapatan
asli daerah dari pajak dan retribusi daerah. Dalam pelaksanaannya, Seksi
Evaluasi danPelaporan menerima laporan dari Seksi Pajak Retribusi Daerah.
Laporan itu diterima setiap tanggal 10 bulan berjalan. Laporan itu adalah hasil
yang diinput Seksi Evaluasi dan Pelaporan untuk kemudian
disampaikan/dibahaas pada saat rapat evaluasi yang dilaksanakan setiap tiga
bulan dalam satu tahun anggaran.
Berdasarkan keempat indikator tersebut, penulis menemukan bahwa
pengelolaan PAD Kabupaten Morowali dalam kurun waktu 2008-2011 belum
maksimal. Hal ini bisa dilihat dari target dan realiasi PAD selama empat tahun
terakhir. Pada tahun anggaran 2009, realisasi PAD Kabupaten Morowali
sebesar Rp 13.820.311.687 dari target Rp 30.457.238.927 atau defisit Rp
16.636.927.240. Pada tahun anggaran 2010 sebesar Rp 17.417.709.460 dari
target Rp 49.110.252.215 atau defisit Rp 31.692.542.755. Sedangkan pada
143
tahun anggaran 2011 sebesar Rp 19.651.390.324 dari target Rp
46.947.535.901 atau defisit Rp 27.296.145.577. Selisih antara target dengan
realisasi PAD sangat besar dalam kurun waktu 2009-2011. Artinya, hanya
pada tahun anggaran 2008, realisasi (sebesar Rp 14.533.137.053) PAD
Kabupaten Morowali melampaui target (sebesar Rp 13.375.442.795) yakni
surplus sebesar Rp 1.157.694.258.
5.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi Peran DPPKAD dalam Pengelolaan
PAD Kabupaten Morowali tahun 2008-2011 meliputi faktor-faktor pendukung
dan faktor-faktor penghambat.
Faktor-faktor pendukung di antaranya adalah pemberian upah pungut
dan pemberian fasilitas operasional. Sedangkan faktor-faktor penghambat di
antaranya:
a. untuk BPHTB, NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak) terlalu tinggi (60 M) padahal menurut Perda Morowali No 3 Tahun 2011 tentang BPHTB tarif pajak BPHTB hanya 5% dari NPOP;
b. SDM aparatur yang masih lemah sehingga berimbas pada rendahnya kedisiplinan waktu dan kedisiplinan kerja;
c. rendahnya pendapatan masyarakat. Data BPS di Morowali Dalam Angka 2011 tabel 3.2.1. hlm 41 menunjukkan bahwa terdapat 7.382 Pencari Kerja yg Belum Ditempatkan. Selain itu, data PDRB Kabupaten Morowali Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010 versi BPS Morowali, PDRB Morowali atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 adalah Rp 9.726.480 (dengan migas) dan Rp 8.128.697 (tanpa Migas) dari jumlah Penduduk 206.322 jiwa;
144
d. wilayah Kabupaten Morowali yang sangat luas (15.490,12 km2 atau 22,77% dari luas daratan Sulteng) dan beberapa kecamatan terdiri dari pulau-pulau;
e. target PAD tiap tahun anggaran terlalu tinggi dan tidak berdasarkan potensi tapi kebutuhan sehingga sulit dicapai.
5.2. Saran
1. Kabupaten Morowali adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah dengan
potensi SDA yang sangat besar terutama dari sektor perikanan dan kelautan,
pertanian dan pertambangan. Artinya, ada banyak peluang bagi pemerintah
Kabupaten dalam hal ini DPPKAD untuk menggali sumber-sumber PAD untuk
meningkatkan Pendapatan Daerah. Oleh karena itu, DPPKAD harus
merumuskan langkah-langkah strategis baru untuk mengekstensifikasi
sumber-sumber PAD baru yang belum ditetapakan dalam peraturan daerah
dengan meningkatkan akurasi data lapangan.
2. Kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh seluruh instansi pemerintah
Kabupaten Morowali kepada masyarakat perlu ditingkatkan. Misalnya dengan
memperbaiki falisitas publik seperti jalanan yang rusak yang hingga penulis
menyelesaikan penelitian ini masih banyak yang rusak bahkan tidak diaspal,
pelayanan penerangan/listrik yang sering bermasalah seperti seringnya terjadi
pemadaman listrik yang bahkan tidak teratur sehingga sering menimbulkan
protes dari masyarakat, dan masih banyak bentuk pelayanan publik lainnya
yang masih perlu ditingkatkan. Hal sangat penting karena sangat berpengaruh
pada semangat dan kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak/retribusi
dalam melunasi kewajibannya. Khususnya DPPKAD sebagai salah satu
145
instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat,
massifikasi sosialisasi tentang pentingnya membayar pajak/retribusi dan
sumber-sumber PAD lainnya adalah salah satu langkah yang masih relevan
untuk ditingkatkan.
3. Disiplin waktu dan disiplin kerja aparatur DPPKAD harus ditingkatkan
sehingga pada gilirannya akan berpengaruh pada kerja DPPKAD dalam
meningkatkan PAD Kabupaten Morowali. Selain itu, kualitas SDM aparatur
DPPKAD penting untuk diperhatikan karena berbanding lurus dengan hasil
kerja.
4. Akurasi data tentang objek pajak, retribusi dan komponen PAD lainnya perlu
ditingkatkan sehingga dalam perencanaan target PAD dalam setiap tahun
anggaran tidak berdasarkan pada kebutuhan belanja daerah tetapi
berdasarkan pada potensi PAD. Hal ini juga dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya defisit yang sangat besar antara realisasi dengan target pasca
perubahan target PAD dalam APBD-P seperti yang terjadi pada APBD tahun
anggaran 2008-2011. Khususnya di sektor pajak dan retribusi, lapangan
kerja masyarakat penting untuk diperhatikan karena sangat berpengaruh pada
kemampuan masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi.
5. Untuk menghindari kesalahan berfikir karena hanya meneliti satu sampel yakni
DPPKAD Kabupaten Morowali, penulis tidak menyimpulkan bahwa PP No 41
Tahun 2008 tentang penggabungan beberapa urusan pemerintahan dalam
satu SKPD tidak efektif. Tetapi dalam konteks Kabupaten Morowali,
penggabungan beberapa urusan pemerintahan daerah kabupaten seperti
146
bidang pendapatan, keuangan dan aset daerah dalam satu SKPD yaitu
DPPKAD perlu dipertimbangkan. Dari hasil penelitian penulis, hal itu sangat
berpengaruh pada kualitas pelayanan yang diberikan karena DPPKAD harus
mengurusi tiga bidang urusan pemerintah daerah kabupaten sekaligus. Hal ini
sangat berpengaruh pada upaya DPPKAD dalam memaksimalkan
pengelolaan untuk meningkatkan PAD.
6. Kabupaten Morowali sangat kaya akan SDA. Ini berarti sangat berpotensi
untuk meningkatkan PAD. Namun, SDA tanpa didukung dengan SDM yang
memadai tidak akan memberikan kontribusi yang baik dalam upaya
peningkatan PAD. Untuk itu, DPPKAD masih perlu untuk memberikan
kesempatan yang lebih besar kepada aparaturnya untuk mengikuti pendidikan
dan pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, I, 1989, Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen, Palu: Yayasan Pembinaan
Umat “NURUL FALAH”.
Bagir, M., 1994, Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah menurut UUD 1945, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Bungin, B., 2007, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Busroh, A.D., 1990. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara.Chrisnandi, Y., 2008, Beyond Parlemen: Dari Politik Kampus Hingga Suksesi
Kepemimpinan Nasional, Jakarta: Penerbit Indo Hill Co. Darise, N., 2009. Pengelolaan Keuangan Daerah: Pedoman Untuk Eksekutif dan
Legislatif, Rangkuman 7 UU, 30 PP dan 15 Permendagri. Jakarta: Indeks Jakarta.
147
Fakrulloh, Z.A., Eko, S., dan Saragi, T. P., 2004, Kebijakan Desentralisasi di Persimpangan Jalan, Jakarta: CV. Cipruy.
Gade, M., 2000. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Lembaga Penerbit Halim, A., 2004, Akuntansi Pendapatan Daerah, Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi
Keuangan Daerah, Jakarta: Salemba Empat.Hadiprojo, R., 1993, Dasar-Dasar Manajemen, Yogyakarta: BPFE.
Manulang, M., 1997, Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Martoyo, S., 1988, Pengetahuan Dasar Manajemen Dan Kepemimpinan, Yogyakarta:
BPFE.
Kamaruddin, R., 2011. Optimalisasi Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Morowali. Palu: Universitas Tadulako.
Kansil, C.S.T dkk. 2008. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.Kimball, S., dan Kimball Jr, D.S., 1994, Manajemen Pelayanan Masyarakat, Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Moleong, L.J. 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Muluk, K., 2007, Model Peran Pemerintah Daerah, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Malang: Bayumedia Publishing.
Ndraha, T., 2003, Kybernology 1 (Ilmu Pemerintahan Baru), Jakarta: PT. Asdi Mahasatya,.
Nuralam, A,, 200I, Pemerintahan Daerah, Jurnal Otonomi Daerah, Jakarta: DEPDAGRI,
Poerwadarminta, W.J.S., 1985, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka,
Purcell, H., 2004, Fasisme (Alih bahasa Faisol Feza dkk), Yogyakarta: Resist Book. Rasyid, M. R., 1997, Makna Pemerintahan, Jakarta: PT. Mutiara Sumber WidyaSarwoto, 1998, Dasar-Dasar Organisasi Dan Manajemen, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Siagian, S.P., 1984, Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung.
Siahaan, M. P., 2005. Pajak daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Siagian, SP., 1994, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku organisasi, Jakarta:
Gunung agung.
Singarimbun, M., Effendi S., 1980, Metode Penelitian Survai, Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan, Universitas Gadjah Mada.
Soekamto, S., 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press.Sunarto, 2005. Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: BPFE UGM.Sutopo, 2001, Administrasi Manajemen Dan Organisasi, Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara RI.
148
Thayeb, S., 2001, Hasil Penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Depdagri dan UGM, Yogyakarta.
Thoha, M., 2008. Perilaku Organisasi (konsep dasar dan aplikasinya), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tim Penyusun. 2008. Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan. FISIP UNHAS. Makassar.
Toha, Charles., 2010, Analisis Implementasi Kebijakan Retribusi Pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Morowali. Palu: Universitas Tadulako
Usman, H., dkk. 2008. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara. Widjaja, HAW. 2003. Otonomi Daerah Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan
Utuh. Jakarta: Rajawali Pers. Yani, A, 2008, HUBUNGAN KEUANGAN antara PEMERINTAH PUSAT dan
PEMERINTAH DAERAH di INDONESIA, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Dokumen Lain
Harian ANTARA News, Koran Lokal Palu, Jumat, 21 Januari 2011Harian KOMPAS, Selasa, 01 Juli 2003RPJMD Kabupaten Morowali Tahun 2008-2012Morowali Dalam Angka 2008Morowali Dalam Angka 2009Morowali Dalam Angka 2010Morowali Dalam Angka 2011 Peraturan Bupati Morowali No 14 Tahun 2008 tentang Tupoksi DPPKAD Kabupaten
MorowaliPerda Kab. Morowali No 10 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Pengelolaan
Keuangan DaerahPeraturan Menteri Dalam Negeri No 59 Tahun 2007 perubahan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2007 Tanggal 6 Desember 2007 Tentang Rincian Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi Dan Kabupaten/Kota Tahun 2008.
Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tanggal 24 Desember 2008 tentang Rincian Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2009. Kunjungi
Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Masing-masing Jabatan pada Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Morowali, susunan organisasi DPPKAD Kabupatej Morowali.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
UUD Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen IV)
149
UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi DaerahUU No 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali,
dan Kabupaten Banggai KepulauanUU No 34 Tahun 2000 tentang Pajak DaerahUU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan DaerahUU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dengan Pemerintah Daerah UU No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan DaerahUU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi DaerahPP No 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah dan PP No 66 Tahun 2001 Tentang
Retribusi Daerah
Data Online
http://www. 017-implementasi-peraturan-daerah-kota.html http://bidanlia.blogspot.com/2009/07/teori-peran.html.http://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/konsep-diri-peran.html.http://www.ngada.orghttp://www.kompas.com/kompas cetak/0307/01/daerah/401669.htmhttp://www.ochansangadji.co.nr
150