jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/.../2016/03/naskah-publikasi-ok.docx · Web viewEVALUASI...
Transcript of jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/.../2016/03/naskah-publikasi-ok.docx · Web viewEVALUASI...
EVALUASI KEGIATAN PENANGANAN TENAGA KERJA INDONESIA
BERMASALAH DI DEBARKASI TANJUNGPINANG
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
HELVI YULITA
NIM. 110563201035
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2015
1
A B S T R A K
Kota Tanjungpinang termasuk 11 daerah penanganan TKI Bermasalah dari Negara Malaysia dan juga jaraknya yang berdekatan dengan Negara Malaysia memungkinkan pemulangan TKI Bermasalah terbanyak dan terbesar di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penanganan pemulangan TKI Bermasalah ke debarkasi Tanjungpinang Adapun jenis penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, karena tujuannya adalah untuk mendiskripsikan dan menggambarkan apa adanya mengenai suatu variabel, gejala keadaan dan fenomena sosial tertentu. Kemudian untuk menentukan informan, penulis menggunakan Purposive Sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dimana yang menjadi sampel ialah 9 (sembilan) orang informan dan 1 (satu) orang informan kunci. Penulis menggunakan teknik analisis data oleh Miles dan Huberman yang dikutip dari Sugiyono (2014:246) bahwa dalam analisa data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
Berdasarkan Hasil penelitian yang terkait dengan evaluasi penanganan pemulangan TKI Bermasalah di debarkasi Tanjungpinang sudah berjalan cukup baik. Program penanganan pemulangan TKI Bermasalah berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor. 106 Tahun 2004 tentang tim koordinasi pemulangan TKI bermasalah dan keluarganya dari Malaysia. Namun, yang menjadi kendala atau hambatan dalam pelaksanaannya ialah faktor ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas yang dibutuhkan baik dari alat transportasi yang masih menggunakan angkutan umum dan kurang memadainya fasilitas di tempat penampungan seperti tempat tidur yang terlihat kotor dan kumuh, klinik kesehatan dan musholla yang tidak terawat.
Kata Kunci : Evaluasi, Penanganan, Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah.
2
ABSTRACT
Tanjungpinang including 11 regional handling of the Troubled TKI Negara Malaysia and also within adjacent to the Malaysian state allows deportation Troubled tallest and largest in Indonesia. This study aimed to evaluate the handling of deportations Troubled disembarkation to Tanjungpinang This research uses descriptive qualitative, because the aim is to illustrate and describe what it is about the variable, the symptoms of circumstances and certain social phenomena. Then to determine informants, the author uses purposive sampling, the sampling technique with a certain considerations. Where the sample is 9 ( nine ) informant and 1 ( one ) key informants . The author uses data analysis techniques with Miles and Huberman cited Sugiyono ( 2014: 246 ) found in the data analysis, namely data reduction, data display, and conclusion drawing / verification.
Based on the results of research related to the evaluation of the handling of deportations Problematic in Tanjungpinang disembarkation is good enough. Program handling of deportations Troubled by virtue of Presidential Decree No. 106 of 2004 on the coordination team deportations problems and their families from Malaysia. However, the constraints or obstacles in implementation is the availability of infrastructure and facilities required at either of the means of transportation they use public transport and inadequate facilities were adequate shelter as the bed were visibly dirty and rundown, a health clinic and mosque untreated.
Keywords: Evaluation, Handling, Troubled Labor.
3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemenuhan kebutuhan hidup
yang terus menerus semakin
meningkat dari tahun ke tahunnya
menuntut setiap orang harus bekerja
dan mendapat pekerjaan agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari. Namun, pada era moderenisasi
saat ini mendapatkan pekerjaan yang
layak di Indonesia sulit untuk
sebagian orang karena keterbatasan
latarbelakang pendidikan dan
keahlian yang dimiliki. Sehingga
menimbulkan tingkat pengangguran
yang tinggi. Pengangguran menjadi
masalah tersendiri di Indonesia
sampai saat ini. Pada umumnya
disebabkan karena jumlah angkatan
kerja tidak sebanding dengan jumlah
lapangan pekerjaan yang mampu
menyerap tenaga kerja, pertumbuhan
penduduk yang cepat, dan kurangnya
informasi lowongan pekerjaan dan
syarat kualifikasi yang dibutuhkan
tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Kurangnya lapangan
pekerjaan di Indonesia membuat
pemerintah berusaha untuk
mengatasi masalah pengangguran di
Indonesia dengan cara perekrutan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk
di tempatkan ke luar negeri. Hal ini
dianggap dapat mengurangi
pengangguran di Indonesia. Hal ini
tercantum dalam Undang-undang
No. 39 Tahun 2004 tentang
penempatan dan perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di luar
negeri menyatakan bahwa
“penempatan Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) di luar negeri
merupakan suatu upaya untuk
mewujudkan hak dan kesempatan
yang sama bagi tenaga kerja untuk
memperoleh pekerjaan dan
4
penghasilan yang layak, dan
pelaksanaannya dilakukan dengan
tetap memperhatikan harkat,
martabat, hak asasi manusia, dan
perlindungan hukum serta
pemerataan kesempatan kerja dan
penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan nasional”.
Kebijakan penempatan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke
luar negeri merupakan program
nasional dalam rangka untuk
menyejahterakan masyarakat
Indonesia menjadi lebih baik dan
dapat mengurangi masalah
kemiskinan di Indonesia. Tenaga
Kerja Indonesia atau yang sering
disingkat menjadi TKI adalah “setiap
warga negara Indonesia yang
memenuhi syarat untuk bekerja di
luar negeri dalam hubungan kerja
untuk jangka waktu tertentu dengan
menerima upah”. Hal ini tercantum
pada pada pasal 1 ayat 1 Undang-
undang No 39 Tahun 2004.
Keberadaan TKI di luar
negeri mempunyai dampak positif
dan dampak negatif untuk dua negara
yaitu negara penempatan TKI dan
penyalur TKI. Salah satu dampak
positif antar dua negara ini adalah
terpenuhinya kebutuhan kedua
negara dalam hal ketenagakerjaan
karena negara penempatan TKI dapat
menyerap dan membutuhkan TKI
dalam bidang-bidang pekerjaan yang
dibutuhkan dan untuk negara
penyalur dapat mengatasi masalah
pengangguran di Indonesia. Dampak
negatif untuk negara penempatan
TKI adalah menjadi musuh utama
dalam tindak kejahatan dan pintu
masuknya barang-barang terlarang
atau narkotika yang dibawa
pendatang serta imigran gelap yang
masuk secara ilegal dan untuk negara
5
penyalur TKI dampak negatifnya
ialah perdagangan manusia
(Trafficking Human) karena tidak
sedikit para TKI mendapat pekerjaan
yang layak.
Faktor pendorong minat
masyarakat Indonesia untuk menjadi
TKI di luar negeri sangat besar
karena didorong atas dasar ingin
meningkatkan taraf hidup keluarga
dan menjamin kesejahteraan
sehingga mereka memilih menjadi
TKI. Tetapi tidak sedikit dari mereka
memilih menjadi TKI sesuai
prosedur dan ada juga tidak sesuai
syarat yang ditentukan membuat
mereka memilih dengan cara instan
atau dengan proses gampang, cepat
dan biaya murah. Faktor ini
dimanfaatkan oleh calo/taekong
untuk merauk keuntungan dari para
masyarakat yang ingin bekerja ke
luar negeri dengan cara instan tetapi
ketika mereka menggunakan jasa
calo/taekong ketika sampai di negara
penempatan mereka ditinggal atau
dibiarkan dan juga tidak sedikit dari
mereka menjadi perdagangan
manusia (trafficking human). Untuk
itu perlunya pengawasan dari
pemerintah dalam hal
ketenagakerjaan dan menindaklanjuti
apabila terjadi keganjalan
Perusahaan Jasa TKI (PJTKI) swasta
atau calo/taekong agar diperiksa dan
dihukum sesuai perbuatan mereka
agar tidak ada lagi Calon Tenaga
Kerja Indonesia (CTKI) yang ikut
menjadi korban.
Banyaknya masyarakat
Indonesia yang menjadi TKI di luar
negeri tidak menutup kemungkinan
adanya masalah yang muncul di
negara penempatan sehingga tidak
dapat dipekerjakan lagi dan pihak
penempatan harus mendeportasi atau
6
memulangkan ke negara asal
masing-masing. Seperti halnya yang
tercantum pada Undang-undang No.
45 Tahun 2013 pasal 2 ayat 2 bahwa
“situasi khusus meliputi : a). terjadi
bencana alam, wabah penyakit,
perang : b). pendeportsian besar-
besaran dan c). negara penempatan
tidak lagi menjamin keselamatan
TKI”.
Bukan hanya masalah situasi
khusus yang muncul tetapi masih
banyak lagi masalah TKI yang harus
dideportasi atau dipulangkan ke
negara asal. Berikut ini masalah-
masalah TKI yang dideportasi dan
dipulangkan adalah a) masalah
dokumen keimigrasian seperti
penyalahgunaan visa pelancong
menjadi visa kerja, dan visa kerja
habis masa kerja tetapi tetap tinggal
(overstay). b) melakukan tindak
pidana seperti melakukan kejahatan
kriminalitas, pencurian, perampokan,
pembunuhan dan lain-lain. Hal ini
termasuk kedalam golongan TKI
Bermasalah atau biasa disebut TKI
Ilegal.
Namun bukan hanya itu,
adapula kategori TKI Bermasalah
yang juga harus dideportasi karena
tertangkap oleh pihak keimigrasian
dan pihak kepolisian negara
penempatan yaitu para Imigran gelap
ialah orang yang datang ke luar
negeri yang awalnya menjadi
wisatawan atau pengunjung yang
mempunyai niat hanya untuk jalan-
jalan ke luar negeri tetapi ketika
disana mereka melihat peluang untuk
bekerja sehingga mereka bekerja
secara sembunyi-sembunyi. Dan ada
juga awalnya TKI Legal menjadi
TKI Ilegal yaitu bekerja melalui
prosedur dan sesuai dengan
perjanjian kerja namun tidak sesuai
7
dengan pekerjaan yang mereka
dihadapi, sehingga TKI memilih
kabur dari majikan dan mencari
pekerjaan lain karena passport sudah
diambil majikan yang pertama maka
akhirnya mereka bekerja ditempat
lain tanpa dokumen.
Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah atau TKI Bermasalah
atau biasa disingkat TKI-B ini harus
dideportasi selanjutnya dipulangkan
melalui titik-titik debarkasi yang
tersebar di seluruh Indonesia yang
mempunyai tugas untuk menangani
pemulangan TKI Bermasalah
sebelum dipulangkan lagi ke daerah
asal masing-masing. Ada 11 titik
debarkasi di seluruh Indonesia yaitu
Tanjungpinang (Kepulauan Riau),
Tanjung Balai Karimun (Kepulauan
Riau), Belawan (Medan), Dumai
(Riau), Pontianak-Entikong
(Kalimantan Barat), Nunukan
(Kalimantan Timur), Pare-pare
(Sulawesi Selatan), Tanjung Priok
(Dki Jakarta), Tanjung Emas (Jawa
Tengah), Tanjung Perak (Jawa
Timur, dan Mataram (Nusa Tenggara
Barat). (www.kemensos .go.id)
Tanjungpinang termasuk
salah satu tempat transit/ debarkasi/
entrypoint bagi pemulangan TKI
Bermasalah asal Negara Malaysia.
Karena Tanjungpinang yang letaknya
juga tidak jauh dari negara Malaysia
memungkinkan pemulangan TKI
Bermasalah dengan cepat dan
terkendali. Hal ini sudah diatur
dalam Surat Keputusan Republik
Indonesia Nomor 106 Tahun 2004
menyatakan bahwa “proses
pemulangan tenaga kerja Indonesia
Bermasalah dan keluarganya dari
Malaysia perlu mendapat perhatian
khusus, ditangani secara koordinatif
dengan tetap menjunjung tinggi
8
harkat dan martabatnya sebagai
manusia, hak-hak pekerja dan
keluarganya sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku
dan kaedah-kaedah hukum
internasional”.
Grafik I.1 Perkembangan Jumlah TKI
Bermasalah yang di Deportasi Melalui Debarkasi Tanjungpinang
2005 - 2014
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014*
0 20000 40000
Total
PR
LK
Ket : * Data Tahun 2015 baru
sampai Bulan Juli
Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Tanjungpinang
Berdasarkan Grafik diatas
dapat dilihat bahwa jumlah
perkembangan TKI Bermasalah
mengalami peningkatan dan
penurunan setiap tahunnya. Jumlah
pemulangan TKI Bermasalah yang
paling tinggi yaitu pada tahun 2008
yang mencapai 35.114 dan jumlah
pemulangan TKI Bermasalah yang
paling rendah atau sedikit pada tahun
2012 yaitu 7.843 orang.
Tingginya jumlah angka
pemulangan TKI Bermasalah dari
Malaysia yang tidak dapat
diprediksikan banyak atau sedikitnya
TKI yang bermasalah yang
dipulangkan. Untuk itu, tidak
menutup kemungkinan adanya
bermacam-macam kendala
dilapangan yang dilakukan oleh tim
satgas penanganan yang ada di
debarkasi tanjungpinang. Tim satuan
tugas penanganan TKI Bermasalah
adalah gabungan dari beberapa
instansi pemerintahan Kota
Tanjungpinang yaitu Dinas Sosial
9
dan Tenaga Kerja, Dinas
Perhubungan, Kepolisian, Satpol PP,
Kantor Imigrasi Pelabuhan, Kantor
Kesehatan Pelabuhan, RSUD,
Puskesmas, Kodim, Bin, dan Intel
yang mempunyai tugas dan
fungsinya masing-masing.
Deportasi dilakukan setiap
minggunya dengan jumlah rata-rata
pemulangan berkisar antara 200-300
orang. Serta sarana dan prasarana
yang dibutuhkan mencukupi atau
belum mencukupi. Dengan demikian,
penulis ingin melihat seberapa
berhasilnya kegiatan penanganan
yang dilakukan oleh tim satuan tugas
penanganan di debarkasi
Tanjungpinang. Untuk itu, penulis
mengangkat judul peenlitian “
Evaluasi Kegiatan Pemulangan
Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah di Debarkasi
Tanjungpinang ”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas
yang telah dijelaskan dalam latar
belakang bahwa kebanyakan
deportasi TKI Bermasalah adalah
masalah dokumen keimigrasian serta
pendatang imigran gelap yang
ditangkap karna tidak mempunyai
dokumen yang sah atau
penyalahgunaan visa.
Jumlah TKI Bermasalah yang
dipulangkan setiap tahunnya
meningkat seperti jumlah data TKI
Bermasalah yang sudah dijelaskan
dibagian latar belakang bahwa pada
Tahun 2012 berjumlah 7.843 orang,
pada Tahun 2013 meningkat dengan
berjumlah 19.634 orang dan pada
tahun 2014 berjumlah 14.402 ini
sampai dengan Bulan Juli. Dan
mungkin akan meningkat lagi setiap
tahunnya apabila kebanyakan dari
TKI tersebut menggunakan
10
calo/taekong untuk bekerja keluar
negeri secara instan atau tidak sesuai
prosedur yang dibutuhkan. Sehingga
pemulangan TKI Bermasalah akan
dilakukan secara besar-besaran setiap
minggunya dan tidak menutup
kemungkinan adanya kendala dalam
pelaksanaan. Berdasarkan uraian
tersebut, maka rumusan masalah
yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah “Bagaimana penanganan
TKI Bermasalah di Debarkasi
Tanjungpinang ?”
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui
bagaimana Penanganan
TKI Bermasalah oleh Tim
Satuan Tugas di
Debarkasi
Tanjungpinang.
2. Kegunaan Penelitian
a. Sebagai gambaran yang
jelas kepada semua pihak
yang berhubungan
tentang pemulangan TKI
Bermasalah di Kota
Tanjungpinang.
b. Sebagai bahan masukan
atau perbandingan
peneliti selanjutnya yang
akan melakukan
penelitian atau
pembahasan yang sama
dan memperkaya literatur
dan referensi.
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang
digunakan bersifat Deskriptif
Kualitatif, karena tujuannya adalah
untuk mendiskripsikan dan
menggambarkan apa adanya
mengenai suatu variabel, gejala
keadaan dan fenomena sosial
11
tertentu. Menurut (Sugiyono
2013:11) bahwa penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui nilai
variabel mandiri, baik suatu variabel
atau lebih (independen) tanpa
membuat perbandingan, atau
menghubungkan antara satu variabel
dengan variabel lain. Dengan
pendekatan deskriptif ini, peneliti
hanya menggambarkan dan
menjelaskan realita yang terjadi
dalam suatu objek dan mencoba
mengkaji secara mendalam.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di
Kantor Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Tanjungpinang. Dengan
alasan karena Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Tanjugpinang
mempunyai peranan penting dalam
proses pelaksanaan pemulangan TKI
Bermasalah yang dideportasi dari
Negara penempatan (khususnya
Negara Malaysia) dan Kota
Tanjungpinang merupakan daerah
yang menjadi daerah entry point
penanganan pemulangan TKI
Bermasalah dan juga Dinas Sosial
dan Tenaga Kerja Kota
Tanjungpinang bertanggung jawab
dalam program pemulangan TKI
Bermasalah ke debarkasi
Tanjungpinang.
3. Jenis dan Sumber data
Sumber data yang digunakan
dalam menganalisa penelitian ini
bersumber pada data primer dan data
sekunder, yaitu :
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang
diperoleh langsung dari informan
yang menjadi sasaran penelitian
yaitu dari para satuan tugas lapangan
yang menangani proses pemulangan
TKI B.
b. Data Sekunder
12
Data sekunder yaitu data
yang diperoleh secara tidak langsung
yang berupa dokumen-dokumen
yang diperoleh dari Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja yang menjadi
pelaksana kepulangan TKI
Bermasalah.
4. Informan
Untuk memperoleh informasi
dalam penelitian ini menggunakan
sebutan informan. Informan menurut
Arikunto (2010:188) adalah orang
yang memberikan informasi. Jumlah
tim satgas penganan TKI Bermasalah
di debarkasi Tanjungpinang
berjumlah 45 orang. Dalam
penelitian ini teknik sampel yang
digunakan adalah Non Probability
Sampling. Menurut Sugiyono
(2013:122) Non Probability
Sampling adalah teknik pengambilan
sampel yang tidak memberi
peluang/kesempatan sama bagi setiap
unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel. Penarikan
sampel pada penelitian ini
menggunakan Purposive Sampling
yang merupakan bagian dari Non
Probability Sampling. Menurut
Sugiyono (2013:124) Purposive
Sampling adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan
tertentu. Key Informan penelitian ini
adalah Kepala Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang
selaku Penanggung Jawab
Penanganan Pemulangan TKI B.
Informan dalam penelitian ini
sebanyak 6 orang yaitu dari anggota
tim satgas penanganan TKI
Bermasalah dari Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang, 1
orang anggota tim satgas dari Satpol
PP, 1 orang anggota tim satgas dari
Dishubkominfo dan 1 orang tim
satgas dari Kantor Imigrasi.
13
5. Teknik dan Alat
Pengumpulan Data
a. Wawancara
Menurut Esterberg dalam
Sugiyono (2014:231)
mendefenisikan wawancara
(interview) adalah merupakan
pertemuan dua orang atau bertukar
informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat
dikontruksikan makna dalam suatu
topic tertentu. Hasil percakapan
tersebut dicatat dan direkam oleh
pewawancara. Alat yang digunakan
adalah pedoman wawancara.
b. Observasi
Menurut Sugiyono
(2014:145) observasi sebagai teknik
pengumpulan data yang mempunyai
ciri yang spesifik bila dibandingkan
dengan teknik yang lain, yaitu
wawancara dan kuesioner. Kalau
wawancara dan kuesioner selalu
berkomunikasi dengan orang, maka
observasi tidak terbatas pada orang,
tetapi juga obyek-obyek alam yang
lain. Dengan teknik ini penulis dapat
memperoleh gambaran langsung dan
mengetahui keadaan yang
sesungguhnya terjadi dilapangan.
Observasi dilakukan dengan cara
melihat kondisi dilapangan serta ikut
terjun ke lapangan sehingga akan
didapatkan jawaban yang jelas
mengenai penelitian tersebut. Alat
yang digunakan adalah daftar check
list.
c. Dokumentasi
Dalam sebuah penelitian
alangkah lebih baiknya dilengkapi
dokumentasi guna memperkuat fakta
– fakta di lapangan, menurut
Arikunto (2010:274) tidak kalah
penting dari metode-metode lain
mencari data mengenai hal-hal
variabel yang berupa catatan,
14
transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti notulen rapat, agenda dan
sebagainya. Alat yang digunakan
yaitu kamera dan buku catatan.
H. Teknik Analisa Data
Analisis data dalam
penelitian kualitatif, dilakukan pada
saat pengumpulan data berlangsung,
dan setelah selesai pengumpulan data
dalam periode tertentu. Pada saat
wawancara, peneliti sudah
melakukan analisis terhadap jawaban
yang diwawancarai. Bila jawaban
yang diwawancarai setelah dianalisis
terasa belum memuaskan, maka
peneliti akan melanjutkan pertanyaan
lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh
data yang dianggap kredibel. Miles
dan Huberman dalam Sugiyono
(2014:246) mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif
dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam
analisa data, yaitu data reduction,
data display, dan conclusion
drawing/verification.
LANDASAN TEORI
Evaluasi
Menurut Wirawan (2012:7)
mendefinisikan riset evaluasi atau
evaluasi sebagai riset untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan
menyajikan informasi yang
bermanfaat mengenai objek evaluasi
menilainya dengan
membandingkannya dengan
indikator evaluasi dan hasilnya
dipergunakan untuk mengambil
keputusan mengenai objek evaluasi.
Menurut Hadi (2011:13)
mendefenisikan evaluasi sebagai
proses mengumpulkan informasi
mengenai suatu objek, menilai suatu
objek, dan membandingkannya
15
dengan kriteria, standar dan
indikator. Selanjutnya Hadi
92011:13-14) memaparkan riset
evaluasi sebagai:
“Aplikasi sistematis dari prosedur riset sosial untuk menaksir atau menilai konseptualisasi dan desain, implementasi serta utilitas program intervensi sosial. Riset evaluasi melibatkan pemakaian metodologi riset sosial memberikan putusan atau penilaian dan untuk meningkat perencanaan, pemantauan, efektivitas, dan efesien suatu program sosial”.
Menurut Suchman dalam
Arikunto dan Safruddin (2014:1)
evaluasi sebagai sebuah proses
menentukan hasil yang telah dicapai
beberapa kegiatan yang direncanakan
untuk mendukung tercapainya
tujuan.
Selanjutnya defenisi lain
evaluasi yang dikemukakan oleh
Mustofadijaya dalam Widodo
(2007:111) bahwa:
evaluasi merupakan kegiatan pemberian nilai atas sesuatu fenomena didalamnya terkandung pertimbangan nilai tertentu. Apabila konteks kebijakan public maka fenomena yang dinilai adalah berkaitan dengan tujuan, sasaran kebijakan, kelompok sasaran yang ingin depengaruhi, berbagai instrument kebijakan yang terjadi dan sebagainya.
Arikunto dan Safruddin
(2014:1) mengatakan bahwa ada tiga
istilah yang digunakan dan perlu
disepakati pemakaiannya, sebelum
disampaikan uraian lebih jauh
tentang evaluasi program, yaitu
evaluasi (evaluation), pengukuran
(measurement), dan penilaian
(assessment).
Selanjutnya menurut
Arikunto dan Safruddin (2014:29)
mengatakan evaluasi program adalah
langkah awal dalam supervisi, yaitu
mengumpulkan data yang tepat agar
dapat dilanjutkan dengan pemberian
pembinaan yang tepat pula. Evaluasi
16
program itu sangat bermanfaat
terutama bagi pengambil keputusan
karena dengan masukan hasil
evaluasi program itulah para
pengambilan keputusan akan
menentukan tindak lanjut dari
program yang sedang atau telah
dilaksanakan. Wujud dari hasil
evaluasi adalah sebuah rekomendasi
dari evaluator untuk pengambil
keputusan (decision maker).
Pendapat yang sama
dikemukakan oleh Arikunto dan
Cepi (2008:2) bahwa:
evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut disunakan untuk menentukanalternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.
Tujuan Evaluasi
Wirawan (2012:22-24)
mengatakan tujuan evaluasi
dilaksanakan untuk mencapai
berbagai tujuan sesuai dengan objek
evaluasinya. Tujuan melaksanakan
evaluasi antara lain :
a) Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat.
b) Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana.
c) Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar.
d) Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan mana dimensi program yang jalan, mana yang tidak berjalan.
e) Pengembangan staf program.
f) Memenuhi ketentuan undang-undang.
g) Akreditai program.h) Mengukur cost effectiveness
dan cost-efficiency.i) Mengambil keputuisan
mengenai program.j) Akuntabilitas.k) Memberikan balikan kepada
pimpinan dan program.l) Memperkuat posisi politik.m) Mengembangkan teori
evaluasi dan riset evaluasi.
PEMBAHASAN
1. Organisasi
17
Dalam evaluasi kegiatan
pemulangan TKI Bermasalah dari
negara Malaysia ke debarkasi
Tanjungpinang, penulis mencoba
mengkaji evaluasi kegiatan
organisasi/ satuan tugas penanganan
pemulangan TKI Bermasalah untuk
itu dimensi organisasinya yaitu
meliputi koordinasi, tata kerja,
komunikasi, dan tugas dan fungsinya
dalam organisasi.
a. Koordinasi
Koordinasi sangat penting
dalam keorganisasian, karena tujuan
organisasi untuk menciptakan dan
memelihara efektivitas organisasi
setinggi mungkin melalui
sinkronisasi, penyerasian,
kebersamaan antara berbagai
kegiatan, dan juga koordinasi
diperlukan untuk mencegah
terjadinya konflik dalam
keorganisasian. Dalam penanganan
pemulangan TKI Bermasalah
dibutuhkan koordinasi antar satgas
(satuan tugas) dalam mencapai tugas
bersama melalui perencanaan yang
matang sehingga tidak adanya
pekerjaan yang tumpang tindih.
Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan mengenai bentuk
koordinasi yang dilakukan. Semua
informan mengatakan hal yang sama
yaitu bentuk koordinasi yang
dijalankan sudah berjalan dengan
baik sesuai tugas dan fungsinya
masing-masing satgas. Bentuk
koordinasinya yaitu berupa laporan
atau informasi yang didapatkan dan
selanjutnya ketika kedatangan TKI
Bermasalah semua anggota sudah
tahu apa yang mau dikerjakan.
b. Tata Kerja
Tata Kerja adalah suatu cara
yang ditempuh untuk mengatur
sebuah pekerjaan agar terlaksana
18
dengan baik dan efesien. Dalam tata
kerja tidak terlepas dengan prosedur
kerja dan sistem kerja yang harus
dijalani sesuai apa yang harus
dikerjakan agar dapat terselesaikan
dengan baik. Dalam penanganan TKI
Bermasalah perlunya tata kerja yang
baik dalam satuan tugas. Untuk itu,
penulis mencoba mengkaji evaluasi
kegiatan organisasi dengan tata kerja
yang dijalani. Apakah tata kerja atau
sistem yang dijalankan selama ini
berjalan dengan baik.
Berdasarkan hasil wawancara
terhadap semua informan dan key
informan mengenai tata kerja. Semua
berpendapat bahwa tata kerja yang
dijalankan sudah berjalan dengan
baik karena prosedur ini sudah diatur
oleh Kementerian Pusat dan tata
kerja ini juga sudah diatur dalam
Surat Keputusan Presiden No. 106
Tahun 2004 dalam Pasal 11 yang
berbunyi bahwa Tim Koordinasi
Pemulangan TKI Bermasalah (TK-
PTKIB) melaporkan hasil
pelaksanaan tugas TK-PTKIB
kepada Presiden. Di dalamnya berisi
tata kerja, kerja sama dan tugas dan
fungsi masing-masing satgas dalam
menjalankan tugas.
c. Komunikasi
Komunikasi sangat berperan
penting dalam proses pelaksanaan
pemulangan TKI Bermasalah antara
pihak Konsulat Jenderal di Johor
dengan pihak Tim Satgas di Kota
Tanjungpinang agar tidak terjadinya
miss communication. Untuk itu
perlunya, terjalin hubungan yang
harmonis, selaras antar dua Negara
ini yaitu Malaysia dan Indonesia.
Dalam suatu organisasi selain
dibutuhkan tata kerja/ sistem kerja,
koordinasi, dibutuhkan juga
komunikasi yang baik antar tim
19
satgas baik di lapangan maupun di
kantor.
Berdasarkan hasil wawancara
dan observasi didapatkan hasil yang
jelas mengenai komunikasi dalam
penanganan. Semua mengatakan
sudah berjalan dengan baik
kerjasama atau komunikasi antar tim
satgas. Namun hambatan komunikasi
adalah dari pihak Konjen Johor
Bahru sendiri, yaitu informasi
kedatangan TKI Bermasalah.
Informan mengatakan pemulangan
ketika TKI Bermasalah sudah diatas
kapal sehingga keteteran dalam
penyediaan hal-hal yang dibutuhkan
karena bukan Dinsosnaker saja tetapi
ada beberapa tim satgas yang
tergabung seperti Dishubkominfo,
Satpol PP, Keimigrasian, Kepolisian,
Kantor Kesehatan Pelabuhan,
Kodim, Bin, RSUD dan Puskesmas.
Telah diutarakan bahwa komunikasi
merupakan proses penyampaian
informasi dari satu pihak kepada
pihak lain untuk mendapatkan saling
pengertian. Yang dimaksud dengan
komunikasi dalam organisasi adalah
suatu proses penyampaian informasi,
ide-ide, diantara para anggota
organisasi secara timbal balik dalam
rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
d. Tugas dan Fungsi
Suatu organisasi diperlukan
peran/ tugas dan fungsi setiap
masing-masing staf atau petugas
yang menjalankan suatu kegiatan
sesuai peran dan fungsinya sehingga
terhindar dari tumpang tindih
pekerjaan. Tugas adalah pekerjaan
yang di embankan atau diperintahkan
kepada seseorang atas pemberian
dalam jabatan yang wajib dilakukan.
Fungsi kerja adalah melakukan
pekerjaan sesuai dengan jabatannya,
20
setiap jabatan dalam organisasi
mempunyai fungsi yang berbeda-
beda, sesuai dengan bidangnya.
Untuk itu, perlunya tugas dan fungsi
masing-masing petugas dalam
penanganan TKI Bermasalah di
debarkasi Tanjungpinang.
Berdasarkan hasil wawancara
dan observasi dapat disimpulkan
bahwa tugas dan fungsi masing-
masing tim satgas berbeda-beda
setiap tim satgasnya. Dalam hal
penanganan TKI Bermasalah di
debarkasi Tanjungpinang sehingga
terhindar dari tumpang tindih
kewenangan karena sudah ada
tupoksinya masing-masing sesuai
dengan Surat Keputusan Presiden
No. 106 Tahun 2004.
2. Fasilitas dan Sarana &
Prasarana
Berdasarkan hasil observasi
penulis ke tempat penampungan
sementara yang ada di Jl.Transito
BT. 8 Kota Piring bahwa tempat
penampungannya belum layak
karena tempat tidur atau biasa
disebut barak dalam keadaan kumuh,
bau dan kotor serta hanya beralaskan
tikar seadanya, mushola dan klinik
kesehatan juga tidak terawat dan
seperti jarang dipakai. Tetapi disana
juga disediakan Kantin untuk para
TKI Bermasalah yang ingin
berbelanja karena TKI Bermasalah
ini tidak diperbolehkan berbelanja
atau berkeliaran di luar gedung. Dan
transportasi yang digunakan
angkutan umum juga merusak
pemandangan taman kota yang ada
di tepi laut karena transport ini akan
menunggu di tepi-tepi jalan taman
kota. Untuk menunggu kedatangan
TKI Bermasalah ini biasa tiba antara
pukul 5 sore – 7 malam. Sehingga
angkutan umum tersebut menunggu
21
1 jam atau setengah jam setelah
kedatangan. Bukan hanya 1 angkutan
umum saja tetapi belasan angkutan
umum. Untuk itu, perlunya menukar
angkutan umum menjadi BUS
sebagai alat transportasi darat saat
penjemputan karena lebih efektif dan
efesien. Karena menyangkut pula
dengan keselamatan TKI Bermasalah
juga.
3. Proses Pemulangan
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan dan key informan
bahwa proses pemulangan sudah
berjalan dengan baik dari kedatangan
hingga kepulangan kedaerah masing-
masing. Namun sangat disayangkan
bahwa program yang sudah berjalan
16 tahun ini sejak tahun 2005 belum
ada Standar Operasional Prosedur
(SOP). Demikian yang dikatakan
oleh informan dan Key Informan
bahwa Kementerian Pusat sampai
sekarang belum juga ada kejelasan
tentang SOP tersebut. Jadi, program
ini dijalankan berdasarkan ketentuan
Surat Keputusan Presiden No. 106
Tahun 2004 tentang tim koordinasi
pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan keluarganya dari
Malaysia. Surat Keppres tersebut
berbunyi bahwa proses pemulangan
TKI Bermasalah dan keluarganya
dari Malaysia perlu emndapat
perhatian khusus, ditangani secara
koordinatif dan tetap menjunjung
tinggi harkat dan martabatnya
sebagai manusia, hak-hak pekerja
dan keluarganya sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku
dan kaidah-kaidah hukum
internasional.
4. Kebijakan dan Anggaran
a. Kebijakan
Berdasarkan hasil dari data
sekunder berupa dokumen yang
22
didapatkan di lokasi penelitian.
Penulis mendapatkan bahwa azas
atau dasar hukum kebijakan program
ini sudah ditetapkan menurut Surat
Keputusan Presiden No. 106 Tahun
2004. Surat Keppres tersebut berisi
tentang Pembentukkan dan Tugas,
Organisasi, Kesekretarian, Satuan
Tugas, Tata Kerja dan Pembiayaan.
Bukan hanya Surat Keppres saja, ada
dasar hukum atau UU yang
menyangkut tentang pemulangan
TKI Bermasalah seperti Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor
45 Tahun 2013 tentang Koordinasi
Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
yang berisi bahwa dalam rangka
pemulangan TKI dari luar negeri
dalam situasi khusus, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah perlu bekerja
sama secara terkoordinasi.
b. Anggaran
Dalam melakukan
kegiatan/program/kebijakan pasti
tidak terlepas dengan anggaran/biaya
yang diperlukan. Ketersediaan
anggaran/biaya sangat diperlukan
dalam penunjang keberhasilan suatu
program. Anggaran/biaya yang
mencukupi ini nantinya akan
membuat kegiatan/program yang
diselenggarakan akan dapat berjalan
dengan baik. Untuk itu, penulis ingin
mencari tahu dari mana sumber dana
anggaran tersebut dan apakah
anggaran tersedia dapat mencukupi
program tersebut.
Berdasarkan jawaban dari
informan dan key informan bahwa
anggaran yang tersedia bersumber
dari APBN. Yaitu untuk pembayaran
transportasi darat, makanan,
minuman, kebutuhan
dipenampungan seperti membayar
air dan listrik dan juga biaya honor
23
tim satgas. Informan mengatakan
bahwa pembayaran ini bersifat
reimbursement (pembayaran
kemudian atau penggantian
pembayaran). Jadi dalam bentuk
rincian biaya dan selanjutnya
dikirimkan ke Pemerintah Pusat.
Anggaran/biaya sudah diatur dalam
Surat Keputusan Presiden Nomor
106 Tahun 2004 dalam Pasal 12
bahwa segala biaya yang diperlukan
bagi pelaksanaan tugas TK-PTKIB
dan pelaksanaan pemulangan TKI
Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia ke Indonesia dibebankan
kepada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
5. Hasil Yang Di Peroleh
Yaitu manfaat dan kegunaan
yang diperoleh dari pelaksanaan
Pemulangan TKI Bermasalah di
debarkasi Tanjungpinang yang
menyangkut proses pemulangan,
tempat penampungan, biaya
kehidupan sehari-hari selama di
penampungan sementara serta
pengamanan yang diberikan kepada
petugas.
1. Membantu Program
Pemerintah dalam
Pemulangan TKI
Bermasalah dari Negara
Malaysia Debarkasi
Tanjungpinang Yang di
Tunjuk sebagai Daerah
Entry Point.
Program pemulangan TKI
Bermasalah ini adalah program dari
Kementerian Sosial dan Tenaga
Kerja Republik Indonesia untuk
memulangkan TKI yang tersandung
masalah seperti penyalahgunaan
dokumen kerja, menjadi TKI ilegal,
dan melakukan tindak kejahatan,
maka Kota Tanjungpinang dipilih
menjadi daerah entry point
24
kedatangan TKI Bermasalah ke
daerah Tanjungpinang serta
memberikan tempat tinggal
sementara (penampungan sementara)
sampai mereka dikembalikan ke
daerah asal masing-masing. TKI
Bermasalah juga termasuk
masyarakat Indonesia dan
seharusnya para aparatur negara
membantu dalam kepulangannya.
Dalam hal ini sudah diatur dalam
Surat Keputusan No. 106 Tahun
2004 tentang Tim Koordinasi
Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia. Sebagai penanggung
jawab program ini adalah Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Tanjungpinang dan juga dibantu oleh
beberapa instansi yang terkait seperti
Kantor Imigrasi, Dishubkominfo,
Satpol PP, kantor Kesehatan
Pelabuhan, RSUD Tanjungpinang,
Puskesmas, BIN, Intel, dan Kodim.
Program Pemulangan TKI B ini
sudah berjalan 16 tahun dari tahun
2005 sampai sekarang. Diharapkan
program ini dapat berjalan terus ke
depannya untuk membantu para TKI
Bermasalah yang dipulangkan ke
daerah entrypoint sebelum
dipulangkan ke daerah asal.
2. Memberikan Pelayanan,
Perlindungan,
Keamanan Serta Rasa
Nyaman Kepada TKI
Bermasalah Selama Di
Debarkasi
Tanjungpinang
Memberikan pelayanan,
perlindungan, keamanan serta rasa
nyaman selama di debarkasi
Tanjungpinang merupakan
kewajiban setiap individu/ dalam hal
ini penerima program/ kebijakan
yaitu tim satgas penanganan TKI
25
Bermasalah dari Malaysia. Objek
yang menjadi program kebijakan
pemulangan TKI Bermasalah ini
adalah TKI Bermasalah yang
tersandung penyalahgunaan
dokumen, masuk tanpa izin
menggunakan paspor pelancong,
masa kontrak kerja habis, dan
melakukan tindak pidana. Dan
mereka ditahan sementara waktu di
Pasir Gudang, Johor Bahru sebelum
menunggu kepulangan ke tanah air
Indonesia.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat diambil kesimpulan
bahwa evaluasi kegiatan penanganan
Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah
di debarkasi Tanjungpinang sudah
berjalan cukup baik. Hal ini dapat
dilihat dari indikator evaluasi
kegiatan, sebagai berikut :
1. Pada dimensi organisasi
dalam evaluasi kegiatan
penanganan TKI Bermasalah
di debarkasi Tanjungpinang
sudah berjalan dengan baik.
Pada indikator koordinasi dan
komunikasi yang dijalankan
sudah berjalan dengan baik
sesuai tugas dan fungsinya
masing-masing satgas. Tata
kerja yang dijalankan sesuai
prosedur karena sudah diatur
dalam Surat Keputusan
Presiden No. 106 Tahun 2004
dalam Pasal 11 yang
berbunyi bahwa Tim
Koordinasi Pemulangan TKI
Bermasalah (TK-PTKIB)
melaporkan hasil pelaksanaan
tugas TK-PTKIB kepada
Presiden. Di dalamnya berisi
tata kerja, kerja sama dan
tugas dan fungsi masing-
26
masing satgas dalam
menjalankan tugas.
2. Pada dimensi Fasilitas dan
Sarana & Prasarana dalam
evaluasi kegiatan penanganan
TKI Bermasalah di debarkasi
Tanjungpinang. Sarana dan
prasarana yang disediakan
sudah mencukupi tetapi
fasilitas yang tersedia belum
layak. Seperti halnya
penampungan sementara
untuk laki-laki di Jl. Transito
Kota Piring fasilitasnya
belum layak terlihat dari
tempat tidur/ barak yang
kumuh dan kotor, Klinik
kesehatan dan Musholla yang
tidak terawat. Dan juga alat
transportasi yang digunakan
tidak efektif dan efesien
karena masih menggunakan
angkutan umum/ transport
sedangkan TKI Bermasalah
yang dipulangkan jumlahnya
200- 300 lebih setiap
pemulangan.
3. Pada dimensi proses
pemulangan dalam evaluasi
kegiatan penanganan TKI
Bermasalah di debarkasi
Tanjungpinang sudah
berjalan dengan baik dari
kedatangan hingga
kepulangan kedaerah masing-
masing. Namun sangat
disayangkan bahwa program
yang sudah berjalan 16 tahun
ini sejak tahun 2005 belum
ada Standar Operasional
Prosedur (SOP). Program ini
dijalankan berdasarkan Surat
Keputusan Presiden No. 106
Tahun 2004 tentang tim
koordinasi pemulangan
Tenaga Kerja Indonesia
27
Bermasalah dan keluarganya
dari Malaysia.
4. Pada dimensi Kebijakan dan
Anggaran dalam evaluasi
kegiatan penanganan di
debarkasi Tanjungpinang
sudah ditetapkan menurut
Surat Keputusan Presiden
No. 106 Tahun 2004. Surat
Keppres tersebut berisi
tentang Pembentukkan dan
Tugas, Organisasi,
Kesekretarian, Satuan Tugas,
Tata Kerja dan Pembiayaan.
Anggaran yang tersedia
bersumber dari APBN. Yaitu
untuk pembayaran
transportasi darat, makanan,
minuman, kebutuhan
dipenampungan seperti
membayar air dan listrik dan
juga biaya honor tim satgas.
Pembayaran ini bersifat
reimbursement (pembayaran
kemudian atau penggantian
pembayaran). Jadi dalam
bentuk rincian biaya dan
selanjutnya dikirimkan ke
Pemerintah Pusat.
Adapun saran yang dapat
disampaikan dari hasil penelitian ini
mengenai evaluasi penanganan TKI
Bermasalah di debarkasi
Tanjungpinang agar selanjutnya
dapat berlangsung secara lebih
optimal lagi, maka perlu diperhatikan
beberapa hal-hal seperti berikut ini :
1. Diharapkan kepada Tim
Satuan Tugas Penanganan
Pemulangan TKI Bermasalah
debarkasi Tanjungpinang
sebagai pelaksana program
pemulangan TKI Bermasalah
dari Malaysia untuk dapat
mengoptimalkan lagi
pelaksanaan dilapangan dan
28
dapat bekerjasama dengan
instansi yang tergabung dalan
tim penanganan TKI
Bermasalah dalam
meningkatkan pengawasan
dan pelayanan ketika TKI
Bermasalah selama di
debarkasi Tanjungpinang
sampai mereka dikembalikan
lagi ke daerah asal masing-
masing.
2. Diharapkan kepada Tim
Satuan Tugas Penanganan
TKI Bermasalah debarkasi
Tanjungpinang dan pihak
Malaysia sebagai Negara
Penempatan TKI agar dapat
menjalin hubungan kerja sama
dalam hal
pemulangan/deportasi TKI
Bermasalah. Untuk dapat
menkoordinasikan serta dapat
berkomunikasi dengan lancar
agar selanjutnya terhindar dari
miss communication.
3. Diharapkan tentang masalah
jadwal kepulangan dari
Negara Malaysia baik
pemulangan ke daerah
entrypoint Kota
Tanjungpinang maupun
pemulangan ke daerah
masing-masing. Sebaiknya
lebih ditingkatkan dalam hal
komunikasi kepada pihak
manajemen kapal Pelni
dengan tim satgas penanganan
TKI Bermasalah. Jika terjadi
hambatan dalam
keberangkatan yang tidak
sesuai dengan jadwal yang
direncanakan agar dapat
langsung diketahui dan dicari
solusi yang terbaik agar tidak
terjadinya penumpukkan TKI
29
Bermasalah di penampungan
sementara.
4. Diharapkan kepada Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Tanjungpinang sebagai
penanggung jawab
penanganan pemulangan TKI
Bermasalah agar dapat
memperbaiki sarana dan
prasarana yang kurang
memadai seperti halnya
fasilitas di tempat
penampungan yang tidak
layak dan dari segi kesehatan
yang kurang terjaga yaitu
tempat tidur/barak/bangsal,
wc, musholla, klinik
kesehatan dan lain-lain. Dan
juga alat transportasi darat
yang digunakan selama ini
yaitu angkutan umum yang
dipakai ketika penjemputan ke
Pelabuhan Sri Bintan Pura
maupun pemulangan ke
Pelabuhan Sri Bayintan
Kijang. Sebaiknya mengganti
dengan yang lebih efektif dan
efesien agar terhindar dari
kemacetan seperti
menggunakan BUS yang
kapasitas penumpang lebih
besar daripada angkutan
umum.
30
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Agustino, Leo. 2014. Dasar-Dasar
Kebijakan publik. Bandung :
Alfabeta.
Al-amin, Mufham. 2006. Manajemen
Pengawasan. Jakarta : Kalam
Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian. Jakarta : PT Asdi
Mahasatya.
, dan Safruddin.
2014. Evaluasi Program Pendidikan
(Edisi Kedua). Jakarta : Rineka
Cipta.
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Tanjungpinang. (2011). Penanganan
TKI B dan Keluarga Debarkasi
Tanjungpinang. Tanjungpinang :
Dinsosnaker.
Dunn, William N. 2003. Pengantar
Analisis Kebijakan Publik Edisi
Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
(2011). Pedoman Penulisan Usulan
Penelitian & Skripsi Serta Ujian
Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Maritim
Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
Mulyatiningsih, Endang. 2011.
Metode Penelitian Terapan Bidang
Pendidikan. Bandung : CV. Alfabeta
Sugiyono, 2005. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
, 2013. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
, 2014. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D.
Bandung : Alfabeta.
Tambunan, Watarsa. 2000. Evaluasi
Pelaksanaan Kerjasama Antara
Pemerintah DKI Jakarta Dengan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
31
Dengan Penanganan Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS (TESS). Jakarta : Universitas
Indonesia.
Umar, Husein. 2002. Evaluasi
Kinerja Perusahaan. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Widodo, Joko. 2007. Analisa
Kebijakan Publik. Malang : Bayu
Media Publishing.
Wirawan, 2012. Evaluasi (Teori,
Model, Standar, Aplikasi, dan
Profesi). Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Wursanto, Ignatius. 2003. Dasar-
Dasar Ilmu Organisasi. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
DOKUMEN :
Undang – undang No. 13 Tahun
2003 Pasal 3 Tentang
Ketenagakerjaan.
Undang - Undang No. 39 Tahun
2004 Tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia ke Luar Negeri.
Peraturan Presiden No. 45 Tahun
2013 Tentang Pembentukkan Tim
Koordinasi Penanganan TKI B.
Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 106 Tahun 2004
Tentang Tim Koordinasi
Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia.
KARYA ILMIAH :
Palebangan, Herson. 2014.
Koordinasi Dalam Pemulangan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di
Kabupaten Nunukan. e-journal Ilmu
Pemerintahan, 2 (3) 2014. (Diakses
pada tanggal 27 Desember 2015
pukul 14:00 wib).
Setiawan, Yuda, Deni. 2013.
“Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah (TKI-B) Di
Tanjungpinang”. Skripsi pada
32