· Web viewadalah mencocokkan aplikasi sumber daya dan kegiatan budidaya pertanian dengan kondisi...
Transcript of · Web viewadalah mencocokkan aplikasi sumber daya dan kegiatan budidaya pertanian dengan kondisi...
ANALISIS SPASIALSISTEM INFORMASI GEOGRAFI (GIS)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah
Mata Kuliah Pertanian Berlanjut
Disusun Oleh:
Andi Mudjianto
105040100111123
Agribisnis D
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAN STUDI AGRIBISNIS
MALANG
2012
I. Contoh Tentang Aplikasi GIS Untuk Kegiatan
1.1 Pemantauan Produksi Dibidang Pertanian
Integrasi data satelit dan model produktivitas tanaman merupakan
metode analisis kuantitatif yang penting untuk menduga hasil panen pada skala
lokal dan regional. Data penginderaan jauh praktis digunakan untuk permodelan
tanaman dengan kondisi kanopi yang selalu dinamis berubah dalam waktu dan
ruang.
Metode pendugaan hasil tanaman yang dilakukan berdasarkan data satelit
dengan menggunakan indikator biomassa tanaman dan IV. Walaupun pendekatan
IV dapat dikatakan sederhana, hubungan antara IV dengan hasil dapat dikatakan
bersifat lokal dan sensitif terhadap terhadap tanah dan kondisi atmosfer. Untuk
prediksi hasil pertanian pada berbagai kondisi, dibutuhkan parameter lainnya
yang dapat menjelaskan mekanisme fisiologis/biologis yang mengontrol
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moulin, et al., 1998). Oleh karena itu
dibutuhkan model-model mekanistis yang mampu mengintegrasikan berbagai
parameter (biofisik tanaman, tanah, iklim dan sistem budidaya) yang
mempengaruhi produksi tanaman. Beberapa model tanaman seperti halnya
Environmental Policy Integrated Climate (EPIC) (Easterling et al.,1998;
Izaurralde et al., 2003) dan FAO model: Specific Water Balance (CSWB)
(Reynolds et al., 2000) telah diintegrasikan dengan SIG untuk menghasilkan
model tanaman spasial yang kemudian diintegrasikan data penginderaan jauh
yang terkini berhasil mensimulasi hasil produksi tanaman secara efisien dalam
skala regional.
Modeling agroekosistem berbasis SIG merupakan metode powerful di
mana dapat membantu pengelola/pengambil keputusan di bidang pertanian untuk
menganalisis secara langsung bukan hanya pengaruh lingkungan biofisik terhadap
produksi tanaman tetapi juga menganalisis pengaruh sistem budidaya terhadap
hasil panen.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 2
Gambar 1. Pemantauan Produksi Dibidang Pertanian
1.2 Penilaian Resiko Usaha Pertanian,
Dalam teknologi pangan, GIS dapat digunakan untuk memetakan
keberadaan tanaman pangan. Aplikasi GIS yang digunakan dalam teknologi
pangan diantaranya adalah foodtrace dan quality trace. Aplikasi ini telah
dikembangkan oleh Thailand. Dengan aplikasi ini kita dapat memperoleh
informasi mengenai bahan baku suatu produk baik itu dari segi mutu dan asal
bahan baku. Di Thailand, salah satu perusahaan pengalengan jagung
menggunakan aplikasi ini untuk mencantumkan informasi bahan baku dan ada
kode-kode yang dapat dicek oleh konsumen untuk mengetahui asal bahan baku.
Selain itu, GIS juga dapat dipergunakan untuk memetakan ketahanan pangan
suatu wilayah berdasarkan data-data yang dimasukkan dalam GIS.
1.3 Pengendalian Hama Dan Penyakit
Contohnya adalah pemetaan penyebaran penyakit di beberapa wilayah
baik itu penyakit lama atau merupakan penyakit baru sehingga dengan
pemanfaatan GIS dapat dilakukan pencegahan. Dalam bidang Hama dan Penyakit
Tumbuhan, penerapan GIS dilakukan untuk melaksanakan pengendalian secara
dini yang bersifat kewilayahan. Dengan pemenfaatan GIS serangan akan adanya
penyakit dapat lebih diantisipasi.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 3
Gambar 2. Diagram Konteks SIG Pengelolaan Kelapa Sawit
Gambar 3. Peta Sebaran OPT di lahan Kelapa Sawit
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 4
Gambar 4. Peta Sebaran Lahan Pertanian dan Sebaran OPT
1.4 Pemantauan Budidaya Pertanian,
Kerangka pendekatan PF dalam pemupukan N, P, dan K pada budidaya
tebu yang diteliti disajikan pada Gambar 3. Selanjutnya hal tersebut dikemas
dalam suatu Sistem Pendukung Keputusan agar pengambilan keputusan dapat
efektif, yang mana di dalamnya terdapat Sistem Informasi Geografis. Konfigurasi
Sistem Pendukung Keputusan untuk pendekatan PF dalam pemupukan N, P, dan
K pada budidaya tebu disajikan pada Gambar 4.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 5
Gambar 5. Kerangka pendekatan pertanian presisi dalam pemupukan pada
budidaya tebu
Gambar 6 Konfigurasi Sistem Pendukung Keputusan untuk pendekatan
pertanian presisi dalam pemupukan pada budidaya tebu.
Sebagai contoh dengan penggunaan aplikasi GIS kita dapat mengetahui
keadaan tanaman, parameter tanah, informasi mengenai lingkungan tumbuh di
lapang, mendeteksi pertumbuhan tanaman, kadar air tanah dan tanaman, hama dan
penyakit tanaman, pemetaan sumber daya, irigasi, mengetahui kebutuhan pupuk,
menentukan posisi lahan, monitoring lingkungan, dan lain sebagainya. GIS juga
dapat digunakan untuk membuat peta persebaran tanaman pangan dalam suatu
wilayah, peta persebaran komoditi hortikultura, jenis tanah, dan lain sebagainya.
Gambar 7. Peta budidaya pertanian
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 6
1.5 Presisi Pertanian
Pertanian Presisi (precision farming/PF) merupakan informasi dan
teknologi pada sistem pengelolaan pertanian untuk mengidentifikasi, menganalisa,
dan mengelola informasi keragaman spasial dan temporal di dalam lahan untuk
mendapatkan keuntungan optimum, berkelanjutan, dan menjaga lingkungan.
Tujuan dari PF adalah mencocokkan aplikasi sumber daya dan kegiatan budidaya
pertanian dengan kondisi tanah dan keperluan tanaman berdasarkan karakteristik
spesifik lokasi di dalam lahan [3]. Hal tersebut berpotensi diperolehnya hasil
yang lebih besar dengan tingkat masukan yang sama (pupuk, kapur, herbisida,
insektisida, fungisida, bibit), hasil yang sama dengan pengurangan input, atau
hasil lebih besar dengan pengurangan masukan dibanding sistem produksi
pertanian yang lain. PF mempunyai banyak tantangan sebagai sistem produksi
tanaman sehingga memerlukan banyak teknologi yang harus dikembangkan agar
dapat diadopsi oleh petani. PF merupakan revolusi dalam pengelolaan sumber
daya alam berbasis teknologi informasi.
PF sebagai teknologi baru yang sudah demikian berkembang di luar
Indonesia perlu segera dimulai penelitiannya di Indonesia untuk memungkinkan
perlakuan yang lebih teliti terhadap setiap bagian lahan sehingga dapat
meningkatkan produktivitas dengan meningkatkan hasil, menekan biaya produksi
dan mengurangi dampak lingkungan. Maksud tersebut dapat dicapai dengan PF
melalui kegiatan pembuatan peta hasil (yield map), peta tanah (soil map), peta
pertumbuhan (growth map), peta informasi lahan (field information map),
penentuan laju aplikasi (variable rate application), pembuatan yield sensor,
pembuatan variable rate applicator, dan lain-lain. Penggabungan peta hasil, peta
tanah, peta pertumbuhan tanaman menghasilkan peta informasi lahan (field
information map) sebagai dasar perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik
lokasi yaitu dengan diperolehnya variable rate application. Pelaksanaan kegiatan
ini akan lebih cepat dan akurat apabila sudah tersedia variable rate applicator.
Pemakaian PF dalam praktek memerlukan pendekatan sistem terintegrasi yang
baik yang mengkombinasikan teknologi keras (hard technology) dan sistem lunak
(soft systems) seperti disajikan pada Gambar 8.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 7
Gambar 8. Interaksi dalam Pertanian Presisi [1]
Pelaksanaan PF merupakan suatu siklus yang berkesinambungan dari
tahap perencanaan (planning season), tahap pertumbuhan (growing season), dan
tahap pemanenan (harvesting season) seperti disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Siklus proses dalam pertanian presisi [2]
Pada saat ini banyak produsen tanaman menerapkan site-specific crop
management (SSCM). Pemantauan hasil secara elektronis (electronic yield
monitoring) seringkali menjadi tahap pertama dalam mengembangkan SSCM atau
program PF. Data hasil tanaman yang presisi dapat digabungkan dengan data
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 8
tanah dan lingkungan untuk memulai pelaksanaan pengembangan sistem
pengelolaan tanaman secara presisi (precision crop management system).
Komponen teknologi dari PF adalah : (1) global positioning system
(GPS), (2) yield monitoring, (3) digital soil fertility mapping, (4) crop scouting ,
dan (5) variable rate application (VRA).
PF diprediksi pada geo-referencing, yaitu penandaan koordinat geografi
untuk titik-titik pada permukaan bumi. Dengan global postioning system (GPS)
dimungkinkan menandai koordinat geografi untuk beberapa objek atau titik dalam
5 cm, walaupun keakuratan dari aplikasi pertanian kisaran umumnya adalah 1
sampai 3 meter. GPS adalah sistem navigasi berdasarkan satelit yang dibuat dan
dioperasikan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. GPS telah terbukti
menjadi pilihan dalam postioning system untuk PF. Metode untuk
meningkatkan keakuratan pengukuran posisi disebut koreksi diferensial atau
DGPS (differential global postiong system). Perangkat keras yang diperlukan
adalah GPS receiver, differential correction signal receiver, GPS antenna,
differential correction antenna, dan computer/monitor interface.
1.6 Pengelolaan Sumberdaya Air
Rice Irrigation Management System (RIMS) di Tanjung Karang,
Malaysia Sistem ini dikembangkan oleh Eltaeb Saeed, Rowshon, M.K., Amin,
M.S.M. Tujuan pembangunan RIMS yang didukung teknologi GIS (Geographic
Information System) adalah untuk melakukan efisiensi penggunaan air dan
meningkatkan produktifitas lahan pertanian. Teknologi GIS berfungsi untuk
menyimpan data ke dalam basis data komputer sehingga memungkinkan untuk
melakukan analisa wilayah geografi dalam hal ini wilayah yang dilalui saluran
irigasi. Kemampuan sistem RIMS yang menggunakan teknologi GIS dapat
mengembangkan manajemen air dengan baik. Sistem RIMS diterapkan di wilayah
irigasi Tanjung Karang, Malaysia.
Pada kasus ini pengguna akan mengembangkan suatu model bahaya erosi
yang dapat mengidentifikasi area-area mana saja yang sangat beresiko mengalami
erosi. Faktor yang mempengaruhi erosi pada suatu lahan dalam kasus ini dibatasi
oleh dua tiga faktor saja terlebih dahulu (sekedar contoh) yaitu : Tingkat
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 9
Kelerengan, Jenis Tanah, dan Keadaan vegetasi penutup di atas tanah. Model ini
akan melibatkan beberapa proses seperti:
a) Mengkonversikan data spasial vektor jenis tanah dan Vegetasi ke dalam
format grid, kemudian.
b) Mengkalsifikasikan nilai-nilai bobot resiko erosi ke dalam setiap jenis
tanah dan vegetasi serta kelerengan tanah ke dalam suatu skala “potensi
bahaya erosi” (Nilai 1 – 5). Selain itu pengguna akan memberikan
prosentase pengaruh terhadap potensi bahaya erosi dari setiap faktor jenis
tanah (25%), vegetasi (25%), dan kelerengan (50%). Akhirnya pengguna
akan mengeksekusi model ini untuk mendapatkan keseluruhan peta digital
potensi bahaya erosi.
Pembuatan Model
Pembuatan model tersebut di atas dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut.
1. Sebagai bahan contoh, copy semua file pada direktori LAT_GIS yang ada ke
dalam direktori “C:\ “ pada komputer anda.
2. Pastikan program ArcView Ver. 3.xx dan Spatial Analyst telah terinstall di
komputer anda.
3. Selanjutnya ikuti langkah-langkah berikut ini.
a) Aktifkan perangkat lunak ArcView berikut extention “spatial analyst” dan
“model builder”
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 10
b) Ubah direktori standat ke “C:\LAT_GIS\S2_SIM\PETA” dengan cara Klik
Menu File dan Klik SubMenu Set Working Directory.
c) Buatlah sebuah objek View baru dengan beberapa propertis-nya sebagai
berikut : “Name” --> “Model Bahaya Erosi”, “Map Unit” --> “”Meters”,
“DIstance Units” --> “Meters”.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 11
d) Ke dalam View ini, tambahkan theme batas_studi.shp, Das_progo.shp,
Ketinggian.Shp, Prop_Yogyakarta.shp, Tanah.shp, dan vegetasi.shp;
dengan cara klik Menu View, Submenu Add Theme kemudian pilih
direktori “C:\LAT_GIS\S2_SIM\PETA”.
e) Kemudian jika berhasil akan tampil seperti gambar berikut ini, dan jika
diinginkan dapat diedit legend tiap-tiap theme agar tampilannya terlihat
baik.
Peta dasar sebagai input model adalah peta kelerengan, vegetasi dan jenis
tanah.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 12
f) Langkah selenjutnya adalah penentuan extend untuk themes hasil-hasil
proses dari model dengan cara Klik menu “Model” lalu Klik Submenu
“Start ModelBuilder”.
g) Pada jendela “Model” klik menu “Model” dan submenu “Model Default”
lalu aktifkan radio button “The Extent of this theme” -->
“Batas_studi.shp”. Kemudian Klik “Cell Size” pada jendela “Model
Default” dan pada radio button “This cell size” ketikkan “100”.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 13
h) Tambahkan proses konversi data ke dalam model “Add Proses|Data
Convertion|Vector to Grid” hingga muncul kotak dialog “Vector
Convertion”. Tentukan nama Theme inputnya adalah “vegetasi.shp” dan
filed masukkannya adalah “Tanaman”. Kemudian klik Next- Next-Next
sampai muncul kotak dialog terakhir yaitu “name the output theme”
Ketikkan “Vegetasi Map” sebagai nama theme grid dan “VegGrd” sebagai
nama file grid hasil konversinya. Kemudian Klik “Finish”.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 14
i) Dengan cara yang sama, tambahkan proses konversi data ke dalam model
“Add Proses|Data Convertion|Vector to Grid”. Tentukan nama Theme
inputnya adalah “tanah.shp” dan filed masukkannya adalah “Jenis_Tanah”.
“Tanah Map” sebagai nama theme grid dan “TanahGrd” sebagai nama file
grid hasil konversinya.
j) Langkah selanjutnya melakukan konversi kelerengan ke dalam slope
dengan cara sebagai berikut :
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 15
o tambahkan proses konversi data ke dalam model “Add Proses|Data
Convertion|Vector to Grid”. Tentukan nama Theme inputnya
adalah “kelerengan.shp” dan filed masukkannya adalah
“Tinggi_id”. “Kelerengan Map” sebagai nama theme grid dan
“KelerenganGrd” sebagai nama file grid hasil konversinya
o tambahkan proses konversi data ke dalam model “Add Proses |
Terrain | Slope”. Tentukan nama Theme inputnya adalah
“Kelerengan Map” kemudian klik Next dan Choose the method
adalah “Degree”. Klik Next spesify the vertical unit “Meters”. Klik
Next dan pilih “Create a discrite grid theme” pada radio button.
Klik Next-Next-Next sampai jendela Name the output theme
ketikkan nama “Slope Map” pada Name dan “SlopeGrd” pada File
Name. Akhiri dengan klik Finish.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 16
k) Langkah berikutnya adalah melakukan overlay theme hasil konversi
dengan cara : Klik menu “Add Proses | Overlay | Weighted Overlay”
l) Kemudian klik Next, pilih “Choose a predifined evaluation scale: “
tentukan “1 to 5”
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 17
m) Kemudian klik Next dan Klik “Add Theme” pilih “Slope Map” pada
Choose the input theme dan “Value” pada Choose the input field.
n) Ulangi langkah di atas untuk menambahkan theme “Tanah Map” dan
“Vegetasi Map”.
Ini berarti kita melakukan overlay 3 theme yaitu Slope, Tanah dan
Vegetasi
o) Isikan kolom “ % Inf ” dengan angka 50 untuk Slope Map, 25 untuk
Tanah Map, dan 25 untuk Vegetasi Map. Ini menunjukkan perbandingan
bobot masing-masing theme terhadap besarnya erosi yang terjadi.
p) Nilai Scala pada masing-masing theme harus seimbang, untuk itu
masukkan angka-angka berikut ini pada tabel “Weighted Overlay”
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 18
q) Setelah semua angka terisi sesuai dengan bobotnya dan Kotak Sum of
Influences = 100, maka langkah selanjutnya adalah klik Next-Next-Next –
Next sampai jendela dialog Name of the output theme. Ketikkan “Tingkat
Bahaya Erosi” pada Enter the name theme dan “TBEgrd” pada Enter the
file name.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 19
r) Kemudian klik Finish dan tampilan jendela model builder tampak seperti
tampilan berikut ini :
Sampai langkah ini berarti kita sudah menyusun model potensi bahaya
erosi dimana sebagai input adalah theme Ketinggian Tempat, Jenis
Tanah, dan Vegetasi penutup tanah, dengan proses yang telah kita
tentukan yaitu perbandingan bobot masing-masing theme tersebut
terhadap besarnya erosi yang terjadi, maka keluaran model yang
diharapkan adalah theme Tingkat Bahaya Erosi.
s) untuk menjalankan model dapat dilakukan langkah sebagai berikut : Klik
menu “Model | Run Model” dan komputer akan melakukan proses
perhitungan untuk kemudian ditampilkan dalam view yang ada.
Output dari model yang disusun adalah sebagai berikut :
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 20
1.7 Kajian Biodiversitas Bentang Lahan Untuk Kegiatan Pertanian Berlanjut
Dalam aspek konservasi hutan dan keragaman hayati, menentukan area
prioritas dan hotspot dari keragaman hayati adalah hal paling mendasar. Aplikasi
SIG untuk ini, baik di negara maju maupun di negara berkembang, sudah cukup
banyak. Hutan tropis mempunyai peranan yang signifikan dalam perubahan iklim
global. SIG merupakan alat yang sangat berguna dalam penelitian perubahan
iklim, yaitu dalam hal pengorganisasian data, dalam bentuk basisdata global, dan
kemampuan analisa spasial untuk pemodelan. Aplikasi SIG untuk penelitian
perubahan iklim berkembang pesat, tetapi untuk negara berkembang masih sangat
terbatas. Basisdata spasial akan semakin penting dalam hal mendukung
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan. Beberapa
basisdata global yang mencakup area hutan tropis sudah tersedia, yaitu meliputi
basisdata topografi, hutan tropis basah, iklim global, perubahan iklim global, citra
satelit, konservasi dan tanah.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 21
II. Penjelasan aplikasi tersebut terkait dengan dimana kegiatan tersebut
dilakukan, pada sistem pertanian yang bagaimana penerapkan GIS tersebut
dilakukan, macam data spatial apa saja yang dibutuhkan dalam menyusun
contoh tersebut, bagaimana manfaat penerapan GIS tersebut dalam
menjalankan sistem pertanian.
2.1 Konsep SIG
Sumber data untuk keperluan SIG dapat berasal dari data citra, data
lapangan, survey kelautan, peta, sosial ekonomi, dan GPS. Selanjutnya diolah di
laboratorium atau studio SIG dengan software tertentu sesuai dengan
kebutuhannya untuk menghasilkan produk berupa informasi yang berguna, bisa
berupa peta konvensional, maupun peta digital sesuai keperluan user, maka harus
ada input kebutuhan yang diinginkan user.
2.2 Komponen SIG
Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi ke dalam lima
komponen utama, yaitu:
o Perangkat keras (Hardware)
o Perangkat lunak (Software)
o Pemakai (User)
o Data
o Metode
Untuk mendukung suatu Sistem Informasi Geografis, pada prinsipnya terdapat
dua jenis data, yaitu:
a. Data spasial
Data yang berkaitan dengan aspek keruangan dan merupakan data yang
menyajikan lokasi geografis atau gambaran nyata suatu wilayah di
permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan berupa grafik, peta, atau
pun gambar dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat
x,y (vektor) atau dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 22
b. Data non-spasial
Data non-spasial disebut juga data atribut, yaitu data yang menerangkan
keadaan atau informasi-informasi dari suatu objek (lokasi dan posisi) yang
ditunjukkan oleh data spasial. Salah satu komponen utama dari Sistem
Informasi Geografis adalah perangkat lunak (software). Dalam
pendesainan peta digunakan salah satu software SIG yaitu MapInfo
Profesional 8.0.
MapInfo merupakan sebuah perengkat lunak Sistem Informasi Geografis
dan pemetaan yang dikembangkan oleh MapInfo Co. Perangkat lunak ini
berfungsi sebagai alat yang dapat membantu dalam memvisualisasikan,
mengeksplorasi, menjawab query, dan menganalisis data secara geografis.
2.3 Pemanfaatan Aplikasi GIS di Bidang Pertanian
Dalam dunia yang serba digital sekarang ini, ditambah lagi teknologi
yang terus berkembang, penerapan aplikasi teknologi dalam berbagai bidang pun
terus dilakukan, tidak terkecuali dalam sektor pertanian, sektor perekonomian
utama di Indonesia mengingat sebagian besar penduduknya menggantungkan
hidup dalam dunia pertanian.
Salah satu contohnya adalah aplikasi GIS atau Geographical Information
System, dan jika diterjemahkan secara bebas ke bahasa Indonesia, kita bisa
menyebutnya SIG atau Sistem Informasi Geografi. SIG adalah suatu sistem
informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau
berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis
data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi
keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja.
GIS ini sudah banyak membantu para ahli dalam mengumpulkan data
secara cepat. Misalnya dalam mengetahui seberapa besar kerusakan yang
diakibatkan tsunami di Aceh beberapa tahun yang lalu. Pencitraan jarak jauh
lewat satelit dapat memberitakan secara cepat perbedaan ujung utara pulau
Sumatera itu sebelum dan sesudah terjadinya tsunami.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 23
Secara garis besar, yang dapat dilakukan GIS dalam bidang pertanian adalah
mencakup inventarisasi, manajemen, dan kesesuaian lahan untuk pertanian,
perkebunan, perikanan, kehutanan, perencanaan tata guna lahan, dan sebagainya.
Yang dapat dibantu GIS untuk dunia pertanian adalah:
a. Mengelola Produksi Tanaman
GIS dapat digunakan untuk membantu mengelola sumber daya pertanian
dan perkebunan seperti luas kawasan untuk tanaman, pepohonan, atau
saluran air. Kita dapat menggunakan GIS untuk menetapkan masa panen,
mengembangkan sistem rotasi tanam, dan melakukan perhitungan secara
tahunan terhadap kerusakan tanah yang terjadi karena perbedaan
pembibitan, penanaman, atau teknik yang digunakan dalam masa panen.
b. Mengelola Sistem Irigasi
Kita dapat menggunakan GIS untuk membantu memantau dan
mengendalikan irigasi dari tanah-tanah pertanian. GIS dapat membantu
memantau kapasitas sistem, katup-katup, efisiensi, serta distribusi
menyeluruh dari air di dalam sistem.
c. Perencanaan dan riwayat sumber daya kehutanan
Perencanaan dan riwayat manajemen pertanahan serta integrasinya dengan
sistem hukum dan integrasinya dengan manajemen basis data relasional
sistem-sistem. ArcView, aplikasi untuk GIS penggunaan GIS ini biasanya
dengan aplikasi tertentu. Yang paling umum dipakai adalah ArcView.
Walaupun saat ini penggunaan GIS dalam bidang pertanian belum umum
dipakai, karena seringnya GIS diapakai untuk melihat kerusakan lahan
akibat bencana alam, tapi bukanya tidak mungkin penerapan GIS dalam
dunia pertanian akan makin sering dipakai. Sistem GIS ini bukan semata-
mata software atau aplikasi komputer, namun merupakan keseluruhan dari
pekerjaan managemen pengelolaan lahan pertanian, pemetaan lahan,
pencatatan kegiatan harian di kebun menjadi database, perencanaan system
dan lain-lain. Sehingga bisa dikatakan merupakan perencanaan ulang
pengelolaan pertanian menjadi sistem yang terintegrasi.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 24
III. Pembahasan Umum Dan Kesimpulan
3.1 Pembahasan umum
Objek spasial : Mempunyai bentuk geometris, ukuran, dan lokasi
(koordinat) Berubah menurut waktu. Contoh : penggunaan tanah, wilayah
penduduk SIG dengan kemampunnya sebagai penyimpan data yang baik serta
mampu memanejemen data walaupun jumlah data itu begitu besar, akan sangup
menerima tantangan tersebut. Selain dapat memajemen data dari berbagai bentuk,
pengintergrasian antara data spasial dan data atribut dalam suatu analisis akan
dapat memberikan gambaran nyata tentang kondisi suatu daerah (spasialnya) serta
informasi (data atribut) dari daerah tersebut dalam waktu bersamaan.
Pemisahan data dari keadan normal dengan akibat variasi iklim atau
akibat pengolahan yang kurang baik dapat dilakukan dengan cepat dan mudah
dengan bantuan fungsi klasifikasi dan generalisasi dalam SIG. Proses peramalan
dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan data-data yang telah ada.
3.2 Kesimpulan
GIS mengatur data geografis sehingga orang membaca peta dapat
memilih data yang diperlukan untuk merancang suatu kegiatan. Sebuah peta
tematik memiliki daftar isi yang memungkinkan pengguna untuk menambahkan
layer informasi ke peta dasar yang memberikan gambaran bentang lahan di
lapangan.
Peta GIS bersifat interaktif. Pada layar komputer, pengguna dapat
menumpang-tindihkan peta peta GIS ke segala arah, memperbesar atau
memperkecil, dan mengubah sifat dari informasi yang terdapat dalam peta.
Mereka dapat memilih apakah akan melihat jalan, berapa banyak jalan untuk
dilihat, dan bagaimana jalan harus digambarkan. Petani kini dapat mengakses data
pertanian online dari layanan pemerintah seperti penilaian tanah dari Pusat
Penelitian Tanah Indonesia, Kementrian Pertanian, data atau cuaca dan data iklim
dari BMG terutama terkait perubahan iklim dan mengintegrasikannya ke dalam
proyek pemetaan mereka.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 25
Hal ini dapat membantu kita dalam membuat keputusan dengan
memanfaatkan informasi tersebut membantu meningkatkan produksi dan
mengurangi biaya yang kita pertanggung jawabkan melalui praktek-praktek
pertanian berkelanjutan. Contoh-contoh pemanfaat GIS adalah digunakan untuk:
1. Memprediksi kondisi kekeringan.
2. Memonitor sumber daya air.
3. Visualisasikan data remote sensing.
4. Model data dari berbagai sumber.
5. Mengevaluasi dampak ekonomi dan lingkungan.
6. Berbagi data dan peta antar lembaga / institusi.
7. Mematuhi peraturan perencanaan dan pelaporan.
8. Mendidik dan menyarankan masyarakat melalui layanan online.
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 26
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Arifin. 1994. Hutan : Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan.
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Bernhardsen, Tor. 1992. Geographics Information Systems. Viak IT, Norway.
Gore, Al (terjemahan), 1994. Bumi Dalam Keseimbangan: Ekologi dan Semangat
Manusia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Sukanto R. Prof. dan Pradono, 1996 (cet. ke 3). Ekonomi Sumberdaya Alam dan
Energi, BPFE, Yogyakarta
Yakin, Addinul, 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan
Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan, Akademi Presindo,
Jakarta
Analisis Spasial – Pertanian Berlanjut | 27