-Proposal Disertasi-pdf.docx

53
ARTIKULASI POLITIK ORMAS ISLAM TERHADAP LEMBAGA PENDIDIKAN TINGGI NEGERI DI LOMBOK Studi Terhadap Kontestasi NU, Muhammadiyah dan NW pada Universitas Negeri Mataram (UNRAM) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram DISERTASI Oleh : Ihsan Hamid SEKOLAH PASCASARJANA PENGKAJIAN ISLAM KONSENTRASI POLITIK ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1

Transcript of -Proposal Disertasi-pdf.docx

ARTIKULASI POLITIK ORMAS ISLAM TERHADAP LEMBAGA PENDIDIKAN TINGGI NEGERI DI LOMBOKStudi Terhadap Kontestasi NU, Muhammadiyah dan NW pada Universitas Negeri Mataram (UNRAM) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram

DISERTASI

Oleh :Ihsan HamidSEKOLAH PASCASARJANA PENGKAJIAN ISLAM KONSENTRASI POLITIK ISLAMUNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

AbstrakKendatipun sudah lama akrab dan mengalami dinamika transformasi ke dalam Sistem Pendidikan Nasional, lembaga pendidikan negeri yang diselenggarakn dan disediakan oleh negara, hingga kini kadang masih menjadi wadah semaian untuk mengartikulasikan kepentingan politik dan ideologi oleh organisasi keagamaan tertentu. Keragaman kepentingan politik dan ideologi keagamaan yang dimiliki oleh organisasi keagamaan tersebut kemudian diartikulasikan dalam berbagai aspek dalam lembaga pendidikan tinggi, sehingga lembaga pendidikan tinggi baik yang umum maupun berlabelkan Islam, dituntut memiliki tiga beban sekaligus academic purpose (target akademik yang harus dicapai), social-religious expectation (kurikulum agama bagi pendidikan yang berlabelkan Islam) disatu sisi, dan interest organization (kepentingan organisasi yang harus dicapai) disisi lain. Dalam konteks ini research question yang diajukan adalah bagaimana kepentingan politik organisasi keagamaan diartikulasikan pada lembaga pendidikan tinggi negeri di Lombok?. Rumusan masalah ini akan dijadikan fokus dalam penelitian ini, dengan menitikberatkan pada proses desiminasi (konstruksiaktualisasi), signifikansi dan ekspektasi masyarakat terhadap muatan kepentingan politik. Relevan dengan permasalahan ini, secara tentatif memunculkan simpulan awal bahwa Besarnya beban yang ditanggung dan terdapatnya berbagai macam keragaman kepentingan yang ada di dalamnya, diasumsikan menjadi penyebab yang kadang menjadikan lambannya pendidikan tinggi negeri di Lombok dan kurang akomodatif terhadap dinamika yang dihadapi civitas akademik dalam proses belajar mengajar, selain itu berimplikasi juga terhadap ketidak mampuan sepenuhnya oleh perguruan tinggi negeri dalam memenuhi ekspektasi masyarakat kendatipun sudah lama mengalami transformasi. Pada saat bersamaan, penelitian ini secara tentative setidaknya akan memverifikasi dan bahkan akan mengkonfirmasi beberapa pendapat pemikir seperti Robert W. Hefner (2009), Charlene Tan (2011), Karen Bryner (2013), Zaniah Marshallsay (2012), Noorhaidi Hasan (2012), Kamaruzzaman Bustaman-Ahmad dan Patrick Jory (2011), dan Azyumardi Azra (2012), yang dipersatukan oleh pandangan bahwa lembaga pendidikan atau lembaga pendidikan tinggi baik yang umum maupun berlabelkan Islam merupakan realitas yang kompleks (beragam). Walaupun memperlihatkan transformasi dan akselerasi target, namun tetap memiliki keramagaman dan kemampuan mempertahankan identitas dan orientasi ideologisnya, meskipun terkadang harus berpacu dengna kepentingan politik yang diagendakan oleh Ormas. Demikian juga Amin Abdullah (2007), Imam Suprayogo (2007), dan Minako Sakai (2012), mentengarai bahwa muatan ideologi dan kepentingan politik Ormas keagamaan yang diartikulasikan dalam lembaga pendidikan tinggi tidak lagi signifikan dalam merespon dinamika masyarakat. Simpulan awal dan dan pertanyaan mendasar di atas dalam penelitian ini kemudian akan dibahas dalam beberapa bab sebagaimana tergambar di berikut ini. Penelitian ini direncanakan memuat enam bab. Susunan bab didasarkan pada unsur-unsur penelitian ilmiah dan sistematika dalam tahapan penelitian yang dilakukan. Masing-masing bab memayungi satu gagasan dan dispesifikasi dalam beberapa sub, dan merupakan kesatuan yang terkait. Bab 1 memuat latar belakang yang mendeskripsikan penelitian dilakukan, dan dirumuskan spesifik pada identifikasi dan perumusan Masalah. Bagian ini juga berisi overview berbagai temuan dan diskusi kajian terdahulu yang relevan, yang selanjutnya dijadikan kerangka teoritis dalam memposisikan dan menganalisis data penelitian. Menjawab permasalahan penelitian, bagian ini juga memuat metodologi penelitian dan sistematika yang secara operasional mencerminkan langkah-langkah penelitian di lapangan, sampai pada pelaporan. Bab 2 memuat kajian teoritik tentang ideologi organisasi keagamaan dalam lembaga pendidikan tinggi. Berdasarkan pembaban penelitian, bagian ini secara konseptual memperjelas variabel penelitian. Maka pemaknaan ideologi organisasi keagamaan merupakan bagian pertama yang akan disajikan, selanjutnya diikuti kajian relasi ideologi organisasi keagamaan dengan lembaga pendidikan tinggi dalam aspek bentuk penetrasi penyemaian ideologi, dan modus operandi kepentingan politik Ormas bekerja yang dimainkan oleh oknum elit kampus dalam lembaga pendidikan tinggi. Bab 3 merupakan bagian yang secara lebih luas mendeskripsikan lokus dan field data sesuai tema penelitian, yang memuat deskripsi potret lembaga pendidikan tinggi negeri di Lombok. Bagian ini diawali dengan setting sosial lembaga pendidikan tinggi negeri di Lombok yang diikuti oleh deskripsi profil, dinamika orientasi, dan karakteristik masing-masing lembaga pendidikan tinggi negeri masing-masing, yaitu Universitas Negeri Mataram (UNRAM): Profil, Ideologi dan Orientasi, dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram: Profil, Ideologi dan Orientasi. Kemudian disusun dengan pembahasan mengenai Peta Ideologi Pendidikan dan Kecendrungan Lembaga Pendidikan Tinggi Negeri. Sedangkan dalam bab 4 merupakan bagian yang secara spesifik memuat data dan anlisis sesuai dengan fokus penelitian, yang memuat proses penetrasi politik dalam lembaga pendidikan tinggi negeri. Pembahasan ini kemudian peneliti bahas dan bagi menjadi empat sub bab yang meliputi: pemetaan agenda politik organisasi keagamaan NU, Muhammadiyah dan NW terhadap Kampus Unram dan IAIN Mataram. Kemudian, manifestasi strategi politik NU terhadap Kampus UNRAM dan IAIN Mataram, manifestasi strategi politik Muhammadiyah terhadap Kampus UNRAM dan IAIN Mataram, dan terakhir membahas masalah manifestasi strategi politik NW terhadap Kampus UNRAM dan IAIN Mataram. Dan bab 5 merupakan bagian deskripsi data dan analisis sesuai dengan fokus kedua dalam studi ini, yang memuat signifikansi dan ekspektasi masyarakat yang meliputi pembahasan tentang signifikansi politik: kampus, organisasi keagamaan, pemerintah dan masyarakat, kemudian masalah pergeseran orientasi masyarakat dan relevansi artikulasi politik organisasi keagamaan dalam lembaga pendidikan tinggi negeri, dan terakhir mencoba membahas mengenai wujud ekpektasi masyarakat dalam lembaga pendidikan tinggi negeri di Lombok.Terakhir bab 6 sebagaimana lazimnya, merupakan bagian akhir dalam penelitian, yang memuat kesimpulan dan saran. Kesimpulan memuat statement abstrak yang dirumuskan berdasarkan refleksi atas temuan dan hasil analisis. Sedangkan saran memuat beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan statement direction untuk tindak lanjut baik secara teoritis maupun praktis. Untuk menganalisis dan membedah data penelitian ini, sesuai dengan fokus studi, maka penelitian ini merupakan field research, dengan paradigma fenomenologi sebagai cognitif frame work. Sedangkan sumber data ditentukan secara purposive sampling, dengan mempertimbangkan aspek keragaman latar belakang keragaman organisasi pejabat kampus secara kultural atau afiliasi ideologi ormas keagamaan.

OUT LINE

BAB I : PENDAHULUANA. Latar BelakangB. Identifikasi C. Pembatasan dan Perumusan MasalahD. Kajian TerdahuluE. Metodologi PenelitianF. Sistematika Penulisan

BAB II : DIALEKTIKA IDEOLOGI, POLITIK DAN PENDIDIKAN A. Ideologi dan Ideologi Organisasi KeagamaanB. Penetrasi Ideologi: Setrategi Desiminasi dalam Menyemai di Lembaga Pendidikan TinggiC. Penetrasi Politik: Manifestasi Setrategi Politik dalam Lembaga Pendidikan Tinggi

BAB III : LEMBAGA PENDIDIKAN TINGGI: UNIVESITAS NEGERI MATARAM (UNRAM) DAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM A. Setting Sosial Lembaga Pendidikan Tinggi di LombokB. Lembaga Pendidikan Tinggi Negeri di Lombok: Dinamika dan Identitas 1. Universitas Negeri Mataram (UNRAM): Profil, Ideologi dan Orientasi 2. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram: Profil, Ideologi dan Orientasi C. Peta Ideologi Pendidikan dan Kecendrungan Lembaga Pendidikan Tinggi Negeri

BAB IV : ORGANISASI KEAGAMAAN DI LOMBOK: PENETRASI POLITIK DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN TINGGI NEGERIA. Pemetaan Agenda Politik Organisasi Keagamaan NU, Muhammadiyah dan NW terhadap Kampus Unram dan IAIN MataramB. Manifestasi Strategi Politik NU Terhadap Kampus UNRAM dan IAIN MataramC. Manifestasi Strategi Politik Muhammadiyah Terhadap Kampus UNRAM dan IAIN MataramD. Manifestasi Strategi Politik NW Terhadap Kampus UNRAM dan IAIN Mataram

BAB V : PENETRASI POLITIK: SIGNIFIKANSI DAN EKSPEKTASI MASYARAKAT A. Signifikansi Politik: Kampus, Organisasi Keagamaan, Pemerintah dan Masyarakat B. Pergeseran Orientasi Masyarakat dan Relevansi artikulasi politik organisasi Keagamaan dalam Lembaga Pendidikan Tinggi NegeriC. Wujud Ekpektasi Masyarakat dalam Lembaga Pendidikan Tinggi Negeri di Lombok

BAB VI : PENUTUPA. KesimpulanB. Implikasi TeoritisC. Saran

DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

ARTIKULASI POLITIK ORMAS ISLAM TERHADAP LEMBAGA PENDIDIKAN TINGGI NEGERI DI LOMBOKStudi Terhadap Kontestasi NU, Muhammadiyah dan NW pada Universitas Negeri Mataram (UNRAM) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram

A. Latar BelakangDalam bingkai yang lebih luas, isu ideologi, dan penyemaian kepentingan politik organisasi keagamaan dalam hubungannya dengan lembaga pendidikan tinggi menguat beberapa dekade terakhir, bahkan hingga kini masih menjadi diskursus akademis di berbagai negara, tidak hanya negara-negara Barat, juga negara-negara Islam. Berbagai kajian mutakhir tentang pendidikan dan lembaga pendidikan tinggi baik yang berstatus negeri maupun swasta, atau yang umum maupun berlabelkan Islam, kadang menempatkan isu ideologi dan politik keagamaan dalam berbagai derivasi dan aspeknya sebagai objek kajian yang dominan. Charlene Tan mengintrodusir berbagai publikasi media massa, hasil penelitian dan buku yang memuat stereotype lembaga pendidikan baik yang umum maupun Islam sering dijadikan sebagai wadah indoktrinasi dan wadah artikulasi kepentingan hingga kini masih menjamur di negara-negara Barat maupun timur khususnya bagain asia tenggara. Tidak hanya lembaga pendidikan tinggi umum dan Islam seperti universitas Islam, juga lembaga pendidikan universitas umum juga menjadi sorotan utama, tidak terkecuali lembaga pendidikan tinggi di Indonesia.[footnoteRef:2] [2: Charlene Tan, Islamic Education and Indoctrination: the Case in Indonesia (New York: Routledge, 2011), 1. ]

Tidak berlebihan jika kemudian, Azyumardi Azra, memberikan pendapat bahwa hubungan antara dunia pendidikan dengan politik bukanlah suatu hal yang baru. Sejak zaman Plato dan Aristotieles, para filsuf dan pemikir politik telah memberikan perhatian yang cukup intens kepada masalah ini. Kenyataan ini misalnya ditegaskan dengan ungkapan sebagaimana negara, seperti itulah sekolah, atau apa yang anda inginkan dalam negara, harus anda masukkan kesekolah. Juga terdapat teori yang dominan dalam demokrasi yang mengasumsikan bahwa pendidikan adalah sebuah korelasi, jika tidak sebuah persyaratan, bagi suatu tatanan demokrasi.[footnoteRef:3] Setting sosial ini kemudian selalu ditempatkan sebagai latar belakang dan pintu masuk dalam kajian-kajian lembaga pendidikan tinggi kontemporer. Kondisi ini menurut Charlene Tan, karena masih kuatnya stereotype yang menempatkan pendidikan Islam sebagai wadah untuk aktualisasi agenda politik dan bahkan lebih jauh sebagai wadah indoktrinasi.[footnoteRef:4] Konstalasi global ini, berdampak luas tidak hanya terhadap dialektika dunia pendidikan indonesia, melainkan interaksi internal Ormas Islam dengan kampus. [3: Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru (Jakarta: Logos, 1999), 61. ] [4: Istilah ini digunakan sebagai proses penanaman keyakinan tertentu untuk membentuk control beliefs, yaitu keyakinan yang mendalam secara psikologis dan kognitif. Charlene Tan, Islamic Education and Indoctrination, 1, 20-25]

Kini lembaga pendidikan tinggi tidak hanya dihadapkan dengan isu global dan tuntutan akademis, tetapi juga dihadapkan dengan tuntutan segilintir oknum elit yang disusupi oleh Ormas tertentu. Hal ini misalnya banyak terjadi dalam kasus di Turki sebagaimana hasil studi Beqim Agai misalnya, yang menunjukkan kontrol dan penetrasi negara terhadap lembaga pendidikan baik umum maupun Islam. Berbagai regulasi dan sistem pendidikan yang ditawarkan pemerintah menjadi kewajiban kampus dan sekolah. Kuatnya kontrol negara menjadikan lembaga pendidikan kadang menjadikan lembaga pendidikan kehilangan identitasnya. Bahkan menurut Agai kebijakan tersebut dipandang sebagai akhir dari dikotomi pendidikan Islam di satu sisi dan sistem pendidikan negara (education state) di sisi lain.[footnoteRef:5] Maka sekali lagi hal ini membuktikan dan memperkuat pernyataan di atas tadi sebagaimana negara, seperti itulah sekolah. [5: Bekim Agai, Islam and Education in Secular Turkey: State Policies and the Emergence of The Fethullah Gulen Group, dalam Robert W. Hefner dan Muhammad Qasim Zaman. eds. Schooling Islam the Culture and Politics of Modern Muslim Education (New Jersey: Princeton University Press, 2007), 168.]

Dalam pandangan yang lebih sfesifik, dimana pada saat yang bersamaan, dalam konteks Ormas yang hubungannya dengan lembaga pendidikan tinggi. Bahwa lembaga pendidikan tinggi yang diintervensi oleh Ormas, yang memasukkan muatan ideologis sesuai dengan ideologinya masing-masing serta intervensi Ormas dalam bentuk menyemai agenda politiknya. Hal ini dimungkinkan dapat terjadi sebagaimana dalam konteks contoh Turki di atas, namun memiliki model dan corak yang berbeda. Artinya proses intervensi yang terjadi di kampus berbeda dengan yang terjadi pada negara. Kampus dijadikan wadah artikulasi politik oleh Ormas dengan memanfaatkan kadernya yang menjadi pejabat kampus untuk memanfaatkan jabatannya dalam memaksimalkan peran dan keuntungan golongannya. Ini menjadi hal biasa jika melihat kecendrungan yang sering terjadi. Hal ini sesuai yang diutarakan oleh Azra yang melihat bahwa kampus merupakan wadah setrategis untuk menyemai kepentingan Ormas. Ini sangat mudah dipahami jika melihat kampus yang memiliki dunia yang lebih matang jika dibandingkan dengan lembaga sekolah.[footnoteRef:6] [6: Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru (Jakarta: Logos, 1999), 67.]

Belum lagi jika kita melihat dalam fokus ideologi Ormas yang menyemai dalam lembaga pendidikan tinggi. Dimana metamorfosis ideologi Ormas dalam lembaga pendidikan tinggi memperlihatkan bahwa kampus dalam hal ini memiliki dua sisi, yaitu sebagai lembaga pendidikan formal yang disediakan dan dibiyai negara dan juga sebagai media transmisi ideologi keagamaan tertentu.[footnoteRef:7] Cultural framing sebagai muara dari ideologisasi menurut Charlene Tan menempat lembaga pendidikan tinggi sebagai teks dan koteks indoktrinasi.[footnoteRef:8] Sebagai teks, lembaga pendidikan tinggi menghadirkan berbagai sumber dan bahan belajar yang secara spesifik bersesuain dengan misi ideologis. Sedangkan sebagai konteks, lembaga pendidikan dapat menjadi setting sosial atau wadah cultural framing tersebut dan wadah artikulasi agenda politik. Dalam konteks ini memungkinkan apa yang disebut Apple sebagai knowlegde as legitimate[footnoteRef:9] (pengetahuan sebagai legimitasi) kepentingan tertentu. [7: Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia, 27] [8: Teks dapat berupa kitab-kitab suci, dan konteks mengacu pada latar belakang sosial politik. Lihat Charlene Tan Islamic Education and Indoctrination, 29] [9: Michael W. Apple, The Politic of Official Knowledge: Does a National Curriculum Make Sense?, Discourse, vol. 14, no. 1 (1993), 1. Lihat juga Michael W. Apple, Democratic Education in a Conservative Age (New York: Routledge, 1993). Lihat juga David Karen, "Life Course: Stages and Institutions - Official Knowledge: Democratic Education in a Conservative Age by Michael W. Apple." Contemporary Sociology 23, no. 4 (07, 1994): 572, proQuest.com]

Penyemaian ideologi sebagai upaya ekspansi komunitas dan reproduksi kader, dan dalam batas tertentu apa yang disebut Charlene Tan sebagai proses control beliefs.[footnoteRef:10] Bahkan ideologisasi dengan afialiasi ormas Islam dan bahkan terkadang dengan partai politik. Hal ini terkadang memberikan kesan tanpa disenganja dan disadari, berarti negara memberikan wadah dan ruang bagi terjadinya proses ideologisasi dan artikulasi politik dalam pendidikan formal, walaupun secara yuridis belum ada regulasi yang dijadikan dasar pelaksanaannya. [10: Istilah Control beliefs sebagaimana dimaknai Charlene Tan, sebagai upaya transmisi dan kontrol sistem keyakinan sehingga terbentuk cara pandang terhadap diri dan lingkungan sesuai dengan keyakinan tertentu. Charlene Tan Islamic Education and Indoctrination, 13. ]

Namun fakta dan realitas kadang tidak bisa kita pungkiri jika dinamika itu selalu inheren terjadi dalam lembaga pendidikan tinggi. Persoalan ini, studi kasusnya dapat kita lihat di dua lembaga pendidikan tinggi negeri di Lombok yakni Universitas Negeri Mataram (UNRAM) dan IAIN Mataram. Dimana di kedua kampus negeri itu sering terjadi dinamika tarik ulur kepentingan yang diasumsikan akibat adanya intervensi dari ormas begitu juga dengan internalisasi ideologi masing-masing Ormas Islam.[footnoteRef:11] Bab tentang pola model keterlibatan ormas ini akan peneliti perdalam pembahasannya dibab tentang pembahasan data. [11: Wawancara dengan Saparwadi, M.Ag, salah seorang Dosen IAIN Mataram, 15 Januari 2015. ]

Dari gambaran sepintas di atas terkait UNRAM dan IAIN Mataram mengasumsikan bahwa ideologi dan bahkan agenda politik Ormas dalam lembaga pendidikan tinggi terkadang merupakan unsur fundamental dalam melihat survive-nya suatu kelompok atau organisasi sosial. Fundamental, maka penetrasi ideologi politik cenderung bersifat hegemonik, dimana mendiktekan seluruh citarasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik seluruh hubungan sosial, terutama dalam persepektif moral dan intelektual.[footnoteRef:12] Kondisi ini sebagaimana dilansir Bartolome memiliki potensi untuk diterjemahkan secara diskriminatif dalam proses pembelajaran di kampus dan lebih khusu di kelas.[footnoteRef:13] Dengan mengutip pendapat Gramsci, Bartolome menunjukkan kemungkinan dapat diwujudkan baik melalui literatur dan sistem pendidikan, dan media pendukung lainnya dalam kultur di lembaga pendidikan. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan terjadi hegemoni untuk memperkuat ideologi politik, yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kultural, pemaknaan, ritual, dan memberikan peluang mewakili status quo.[footnoteRef:14] Kepentingan ideologis terasa begitu kuat sehingga cenderung mengabaikan realitas keberagaman dan espektasi masyarakat terhadap fungsi dan peran lembaga pendidikan. [12: Peter Burke, History and Social Theory (New York: Cornel University Press, 1993), 127-128] [13: Lilia I. Bartomole, Ideologies in Education Unmasking The Trap of Teacher Neutrality (New York, 2008), xiv.] [14: Joe L. Kincheloe, Afteword: The Importance of Ideology in Contemprorary Education, dalam Ideologies in Education Unmasking The Trap of Teacher Neutrality (New York, 2008), 266.]

Kondisi di atas akan terasa semakin kompleks ketika mengamati kecenderungan pengembangan dan pengelolaan lembaga pendidikan tinggi yang bermetamorfosis dengan ideologi di satu sisi,[footnoteRef:15] dan prioritas target capaian akademik di sisi lain. Imam Suprayogo misalnya mentengarai besarnya beban ideologis tersebut menjadikan lembaga pendidikan tinggi baik umum maupun Islam memikul beban terlalu berat sehingga susah untuk diajak berlari lebih cepat.[footnoteRef:16] Pandangan ini merefleksikan muatan kurikulum pada universitas yang memikul tiga beban sekaligus. Yakni academic purpose (target akademik yang harus dicapai), social-religious expectation (kurikulum agama bagi pendidikan yang berlabelkan Islam), dan interest organization (kepentingan organisasi yang harus dicapai). Dengan kata lain, pendidikan Islam tidak hanya bergulat antara academic expectation dengan social expectation sebagaimana diungkapkan Azyamurdi Azra,[footnoteRef:17] lebih dari itu juga ideology and agenda politic expectation. [15: Noorhaidi Hasan, The Salafi Madrasas of Indonesia, dalam Faris A. Noor, Yoginder Sikand dan Martin van Bruinessen, eds. The Madrasa in Asia Pilitical Activism and Transnational Linkages (Amsterdam: Amsterdam University Press, 2008), 245-248.] [16: Imam Suprayogo, Quo Vadis Madrasah, Gagasan, Aksi dan Solusi Pembangunan Madrasah (Yogyakarta: Hikayat, 2007), 68-70. ] [17: Azyumardi Azra dan Jamhari, Pendidikan Islam Indonesia dan Tantangan Globalisasi: Perspektif Sosio-Historis, dalam Jajat Burhanudin dan Dina Afrianty (ed), Mencetak Muslim Modern Peta Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006), 4. ]

Merefleksikan realitas di atas, agar pendidikan lebih dinamis progresif, maka menurut Imam Suprayogo pendidikan sudah saatnya melepaskan diri dari semaian ideologis apalagi intervensi politik, kemudian diletakkan pada posisi sebagai lembaga akademis keilmuan yang lebih objektif, rasional, empiris dan mengedepankan nilai-nilai universalisme akademis. Hal ini penting karena kini telah terjadi pergeseran orientasi masyarakat terutama di wilayah perkotaan. Mereka tidak menjadikan ideologi sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan lembaga pendidikan, melainkan kebutuhan yang lebih pragmatis yang dapat menjawab tuntutan kehidupan mereka.[footnoteRef:18] [18: Imam Suprayogo, Quo Vadis Madrasah, Gagasan, Aksi dan Solusi Pembangunan Madrasah (Yogyakarta: Hikayat, 2007), 68-70. ]

Catatan Imam Suprayogo di atas, sesungguhnya ingin menempatkan lembaga pendidikan dalam posisi sebagai lembaga akademis dan ilmiah yang excellent. Relevan, karena konstruksi dan proses ideologisasi secara formal dan struktural dalam manajemen dan sistem pembelajaran di kampus, dapat berimplikasi terhadap tertindihnya prinsip-prinsip ilmiah - paedagogis dalam dunia pendidikan di satu sisi, dan besarnya beban lembaga pendidikan di sisi lain. Logis, karena pendidikan yang dikelola secara ideologis akan melahirkan out put yang ideologis pula. Bila demikian, maka lembaga pendidikan hanya akan melahirkan ego-sektarian berdasarkan kelompok keagamaan. Mempertegas uraian di atas, penelitian ini difokuskan untuk menggali dialektika dan pergolakan internal lembaga pendidikan tinggi negeri dalam memperkuat identitas dalam bingkai sistem pendidikan nasional. Dengan pertanyaan dan persoalan mendasar yang dibahas adalah masalah kepentingan politik organisasi keagamaan yang diartikulasikan pada lembaga pendidikan tinggi negeri di Lombok. Pertanyaan itu akan dijadikan fokus kajian ini, dengan menitikberatkan pada proses desiminasi (konstruksiaktualisasi), signifikansi dan ekspektasi masyarakat terhadap muatan kepentingan politik.Hal ini dimungkinkan mengingat dua universitas negeri yang menjadi objek penelitian ini merupakan kampus negeri yang sebagian besar dikelola tiga kader dari organisasi yang dominan di Lombok yakni NU, Muhammadiyah dan NW.[footnoteRef:19] Hal ini diperkuat oleh model prilaku keberagamaan masyarakat Islam Lombok yang secara ideologis, 85-90% berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Nahdlatul Wathan. Namun afiliasi ideologis ini nampaknya bukan menjadi pembatas (distance) dalam menentukan lembaga pendidikan tinggi. [19: Wawancara dengan Saparwadi, M,Ag, Dosen IAIN Mataram, 15 Januari 2015.]

Sehingga menjadi persoalan terkadang pada saat, Ormas-ormas di atas, terkadang secara tidak langsung bersikukuh melakukan artikulasi agenda politik dan bahkan ideologisasi, walaupun dilakukan hanya oleh beberapa gelintir elit pejabat kampus tapi kecendrungan dan kebiasaan itu selalu ada. Jadi kampus negeri yang dijalankan dan diselenggarakannya dijadikan wadah semaian ideologi, bahkan dalam batas tertentu kontestasi kepentingan agenda politik masing-masing. Tidak berlebihan jika ada asumsi bahwa lembaga pendidikan Islam lebih merepresentasikan Ormasnya ketimbang kebutuhan masyarakat yang dalam batas tertentu dapat mengaburkan visi ilmiahnya. Sehingga saya tegaskan sekali lagi lembaga pendidikan tinggi negeri tersebut memiliki tiga beban sekaligus, yaitu academic purpose (target akademik yang harus dicapai), social-religious expectation (kurikulum agama bagi pendidikan yang berlabelkan Islam), dan interest organization (kepentingan organisasi yang harus dicapai). Besarnya beban yang diemban ini diasumsikan merupakan penyebab kadang lambannya lembaga pendidikan tinggi dalam merespon kecenderungan, mobilitas dan harapan masyarakat.

B. PermasalahanStudi ini walaupun ingin menegasikan persepsi stereotype dan beberapa temuan tentang identitas dan kebijakan lembaga pendidikan tinggi dan hubungannya dengan ormas Islam, namun fokus kajian ini adalah merupakan pergumulan identitas ideologis dan politis internal organisasi massa Islam, yang terwadahi dalam bingkai kebijakan lembaga pendidikan tinggi. Aspek ini kadang luput dari kajian-kajian sebelumnya yang cenderung meletakkan identitas dan kebijakan lembaga pendidikan tinggi berhadapan dengan aspek eksternal seperti muatan ideologi politik organisasi massa Islam yang berada di sekitarnya. 1. Identifikasi MasalahSecara umum hubungan lembaga pendidikan dengan ideologi dan visi politik ormas dan lembaga keagamaan, sesungguhnya memiliki akar sejarah yang panjang. Dalam kajian akademis sejarah peradaban Islam, masalah ini memperoleh perhatian ketika menjelang akhir masa kejayaan Abbasiyah, dimana lembaga pendidikan Madrasah Nizamiyah sebagai titik awal. Walaupun tidak sekuat masa awal tersebut, pergumulan ideologi politik keagamaan dalam hubungannya dengan lembaga pendidikan Islam maupun umum masih memperoleh tempat saat ini. Di era kontemporer, semaian artikulasi politik organisasi keagamaan dalam lembaga pendidikan Islam dan umum, sekilas tidak memiliki implikasi apa-apa terhadap proses belajar mengajar, karena memang sama-sama diakomodasi dan dipayungi Sistem Pendidikan Nasional. Namun, di tengah perubahan kebijakan lembaga pendidikan, dinamika struktur organisai pejabat kampus, dan pergeseran orientasi kebijakan, muatan kepentingan politik organisasi keagamaan tersebut dipertanyakan signifikansi dan relevansinya dalam menjawab dan menjadi solusi dari berbagai dinamika kampus yang ada. Dalam konteks ini ada beberapa persoalan yang dapat diidentifikasi:a. Walaupun lembaga pendidikan tinggi seperti lembaga pendidikan tinggi umum negeri dan lembaga pendidikan tinggi Islam negeri sudah lama menjadi bagian dari Sistem Pendidikan Nasional, namun masih menjadi wadah semaian ideologi bahkan kontestasi eksistensi politik bagi organisasi keagamaan tertentu. Implikasinya, elit atau aktor yang dipasang atau dititipi dalam suatu jabatan lalu mengeluarkan kebijakan seringkali diasumsikan lebih merepresentasikan kepetingan kelompok dan Ormasnya ketimbang merepresentasikan masyarakat akademik secara umum.b. Lembaga pendidikan yang diselenggarakan dengan basis muatan ideologis politis, logikanya akan melahirkan out put yang berorientasi ideologis politis pula. c. Adanya pergeseran orientasi dan semakin tingginya harapan masyarakat terhadap peran lembaga pendidikan tinggi negeri yang berkualitas, semaian visi ideologi dan politik yang dikonstruksi secara formal di atas dipertanyakan signifikansinya. Ormas keagamaan yang menjadikan lembaga pendidikan tinggi negeri sebagai wadah kontestaasi, dan terkadang ideologisasi menjadi tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan keragaman dan ekspektasi masyarakat yang semakin pragmatis.d. Semaian artikulasi politik dan bahkan ideologi tersebut, memunculkan asumsi bahwa lembaga pendidikan tinggi negeri memiliki standar ganda: sebagai bagian pendidikan nasional di satu sisi, dan sebagai lembaga pendidikan yang mengakomodasi kepentingan Ormas melalui penempatan kader-kadernya disisi lain.e. Muatan kepentingan politik tersebut berdampak terhadap semakin besarnya beban yang harus diemban oleh lembaga pendidikan tinggi negeri baik umum maupun Islam. Di satu sisi harus sukses dalam menjalankan kurikulum nasional dan targer universitas, di sisi lain juga harus sukses dalam menjalankan kepentingan politik.f. Besarnya beban muatan lembaga pendidikan tinggi negeri di atas, diasumsikan sebagai salah satu faktor lambannya dinamika pendidikan tinggi di Lombok dalam menjawab berbagai persoalan yang dihadapi, yang menuntut pendidikan yang berkualitas, sebagaimana lembaga pendidikan tinggi yang tidak dikontaminasi oleh kepentingan politik Ormas.g. Terkait dengan permasalahan poin (c) di atas, sebenarnya siapa yang diuntungkan dengan muatan kepentingan politik tersebut? apakah masyarakat, pemerintah, ataukah hanya sebatas kepentingan Ormas yang memenangi kontestasi.h. Kendatipun muatan ideologi politik Ormas tersebut dikonstruksi dan diinternalisasi dalam pendidikan formal, nampaknya belum ada kebijakan dan regulasi spesifik yang mengatur kepentingan ideologi politik keagamaan tersebut, baik oleh Kementerian Agama maupun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, karena terkadang perjabat pusat melalui dua kementrian tersebut juga kadang diasumsikan ikut memainkan dinamika tersebut, entah dilatarbelakangi oleh kesamaan organisasi maupun dengan berbagai macam tujuan yang lain. Berbagai masalah yang berhasil diidentifikasi di atas, memungkinkan lembaga pendidikan tinggi negeri dalam hubungannya dengan artikulasi politik Ormas, dapat dikaji dari berbagai sudut pandang. Kondisi ini akan memberikan ruang bagi para peneliti, dengan paradigma tertentu, untuk melakukan studi mendalam sesuai dengan sense crisis of academic masing-masing.

2. Pembatasan MasalahBerbagai permasalahan yang berhasil di identifikasi di atas, penting dilakukan pembatasan, sehingga penelitian ini lebih terarah dan memudahkan dalam penentuan fokus penelitian. Berdasarkan urgensinya, penelitian ini dibatasi pada tiga aspek:a. Bagaimana kepentingan politik organisasi keagamaan didesiminasikan (dirumuskan dan diaktualisasikan) dalam sistem dan jalannya proses pendidikan di lembaga pendidikan tinggi negeri di Lombok. Aspek ini dibatasi pada postur organisasi kampus mulai tingkat rektorat, dekanat dan jurusan, postur organisasi kemahasiswaan mulai tingkat badan eksekutif mahasiswa universitas, badan eksekutif mahasiswa fakultas, dan himpunan mahasiswa jurusan, dan maupun hidden agenda dalam pengambilan kebijakan. b. Bagaimana espektasi masyarakat Lombok terhadap dinamika muatan kepentingan politik organisasi keagamaan yang dikonstruksi dan diinternalisasi melalui lembaga pendidikan formal tersebut?. Espektasi ini ditekankan dalam dua aspek, yaitu harapan masyarakat ketika memilih lembaga pendidikan negeri tertentu, dan harapan masyarakat terhadap muatan politik organisasi keagamaan dalam lembaga pendidikan pendidikan tinggi negeri tersebut. c. Apa signifikansi muatan politik organisasi keagamaan tersebut bagi berbagai pihak yang terkait. Pihak-pihak yang terkait adalah mereka yang secara langsung bersentuhan dengan proses maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan negeri tersebut, yaitu lembaga pendidikan negeri yang bersangkutan, organisasik keagamaan yang mengintervensi, masyarakat, dan pemerintah.

3. Rumusan MasalahMerujuk pada latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah yang disajikan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana kepentingan politik organisasi keagamaan NU, Muahmmadiyah, dan NW diartikulasikan pada lembaga pendidikan tinggi negeri di Lombok?. Rumusan masalah ini akan dijadikan fokus dalam penelitian ini, dengan menitikberatkan pada proses desiminasi (konstruksiaktualisasi), signifikansi dan ekspektasi masyarakat terhadap muatan kepentingan politik.

C. Tujuan Konsisten dengan batasan dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan:a. Membuktikan bahwa kendatipun lembaga pendidikan tinggi negeri baik umum maupun Islam sudah lama menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional, namun masih menjadi wadah semaian kepentingan politik keagamaan yang dikonstruksi dan internalisasi secara formal.b. Membuktikan bahwa adanya muatan kepentingan politik organisasi keagamaan yang diartikulasikan dalam berbagai aspek pendidikan sebagai indikasi kurangnya kebijakan yang mengatur masalah itu dan kurangnya kesadaran oleh oknum elit organisasi keagamaan dalam menempatkan lembaga pendidikan tinggi yang harusnya bebas dari intervensi dan muatan kepentingan politik.c. Menggali espektasi masyarakat Lombok khusunya dan masyarakat Indonesia umum terhadap muatan kepentingan politik organisasi keagamaan tersebut dan berbagai faktor yang mengitari mereka dalam penentuan lembaga pendidikan negeri sebagai tempat belajar bagi anak mereka.

D. Signifikansi Kehadiran lembaga pendidikan tinggi negeri sebagai bagian dari kewajiban negara untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas dan murah di tanah air, memberikan warna dan alternatif pilihan pendidikan bagi masyarakat Indonesia. Eksistensi lembaga pendidikan tinggi negeri dalam kurun waktu, sejarah dan ruang yang luas mencerminkan adanya dialektika positif yang terjaddi terus menerus dalam sistem pendidikan Indonesia. Dialektika ini mengantarkan lembaga pendidikan tinggi negeri - sampai pada - mengukuhkan eksistensinya sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional. Di satu sisi transformasi ini merupakan langkah maju untuk memperkuat eksistensi pendidikan nasional yang disediakan oleh negara, namun di sisi lain, lembaga pendidikan tinggi negeri khususnya di Lombok baik yang umum maupun Islam kadang oknumnya bersikukuh untuk tetap mempertahankan role model dalam pemilihan pejabatnya. Pada akhirnya, lembaga pendidikan tinggi negeri tersebut memiliki tiga beban sekaligus, yaitu academic purpose (target akademik yang harus dicapai), social-religious expectation (kurikulum agama bagi pendidikan yang berlabelkan Islam), dan interest organization (kepentingan organisasi yang harus dicapai). Besarnya beban ini, dan adanya keragaman kepentingan di dalamnya, diasumsikan menjadi penyebab lambannya pendidikan tinggi negeri di Lombok dan kurang akomodatif terhadap dinamika yang dihadapi dalam bingkai keragaman masyarakat. Dalam konteks inilah, studi ini diharapkan memiliki dua signifikansi utama:a. Bagi pemerintah, masyarakat Lombok khususnya, dan organisasi sosial keagamaan sebagai pihak yang harusnya menjadi partner kerja dari lembaga pendidikan tinggi negeri, hasil studi ini dapat dijadikan informasi kualitatif dan empiris, terkait dengan bagaimana kepentingan politik organisasi keagamaan tersebut dikonstruksi dan diaktualisasikan dalam proses pendidikan di lembaga pendidikan tinggi negeri. Informasi tersebut, dapat dijadikan salah satu pertimbangan dan bahan evaluasi dalam merumuskan kembali efektifitas dan dampak bagi yang diakibatkan oleh dinamika tersebut. b. Walaupun secara empiris dan institusional lembaga pendidikan tinggi negeri merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, namun masih diwarnai pergumulan internal kepentingan politik organisasi keagamaan. Menarik dan penting di satu sisi, dan artikulasi kepentingan politik disisi lain, secara teoritis akan memberikan dan menambah khazanah intelektual dan memperkaya informasi empiris mengenai fakta di lapangan terkait realitas dan dinamika pendidikan tinggi negeri di beberap wilayah di Indonesia dan di Lombok khususnya.

E. Kajian Penelitian TerdahuluBerdasarkan hasil identifikasi, ada beberapa hasil kajian yang membahas tentang lembaga pendidikan Islam dan umum yang memimiliki titik singgung dan relevansi dengan fokus penelitian ini. Sebagaimana akan dijelaskan, setidaknya terdapat kecenderungan dalam studi-studi yang dilakukan yakni; pertama, mengkaji respon dan dialektika lembaga pendidikan dalam mempertahankan identitasnya terhadap pengaruh dan upaya intervensi oleh lembaga eksternal seperti Ormas guna menyemai tujuan politiknya, dan kedua, mengkaji dinamika institusional lembaga organisasi Ormas dan identitasnya dalam hubungannya dengan lembaga pendidikan tinggi negeri di beberapa tempat tertentu.Reflianti dalam bukunya yang berjudul, NU, Muhammadiyah dan Modal Sosial: Studi Tentang Peranan Ormas Islam dalam Pembangunan Institusi Modern,[footnoteRef:20] sebuah buku yang dihasilkan dari penelitian yang dijadikan tesis di Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku ini lebih banyak membincang terkait peran kedua ormas islam ini dalam membentuk dan mempelopori organisasi yang memiliki basis struktur organisasi modern. Kekuatan jaringan organisasi yang dimiliki oleh kedua organisasi tersebut hingga tingkat bawah, pada gilirannya menjadikannya memiliki modal sosial yang kuat. Hal ini sebagaimana dalam simpulan penelitain ini diinvertarisir merupakan bagian yang tidak lepas dari kemudahan kedua organisasi tersebut dalam membentuk institusi organisasi yang modern. [20: Reflianti, NU, Muhammadiyah dan Modal Sosial: Studi Tentang Peranan Ormas Islam dalam Pembangunan Institusi Modern, (Yogyakarta: Ngudi Ilmu, 2013).]

Kang Young Soon, dalam Antra Tradisi dan Konflik: Kepolitikan NU,[footnoteRef:21] sebuah buku yang berasal dari disertasi di Universitas Indonesia, membahas tentang NU yang ditinjau dari aspek tradisi pesantrennya yang di dalamnya dipaparkan secara panjang lebar antara hubungan kiyai dan santri. Young Soon menjelaskan secara deteail mengenai kekuatan kiyai dan santri yang kemudian bermertamorposa menjadi kekuatan politik sehingga bermuara kepada NU yang menjadi basis massa Islam terbesar di Indonesia dengan jumlah jamaah lebih dari 40 juta orang. Kelebihan ini kemudian bagi NU kadang menjadi boomerang tersendiri bagi NU, karena jumlah massanya yang banyak kadang menjadikan sebagian elit NU berupaya meraih jabatan melaluinya. Akan tetapi keinginan itu kadang tidak berjalan lurus dengan apa yang diinginkannya, sehingga menjadikan itu sebagai akar konflik dalam tubuh NU. Konflik inilah yang juga banyak dibahas dalam buku ini. [21: Kang Young Soon, Antra Tradisi dan Konflik: Kepolitikan Nahdlatul Ulama (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2008). ]

Masnun, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Gagasan Pembaruan di Nusa Tenggara Barat.[footnoteRef:22] Dalam buku yang merupakan hasil penelitian ini membahas tentang bagaimana konsep dan pemikiran pendidikan menurut TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid di NTB, sehingga Masnun menyimpulkan bahwa pendidikan modern di NTB pertama kali dibawa dan diperaktekkan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid dengan membuka sekolah sistem madrasah, serta perannya dalam usaha membumikan faham Ahlussunnah Wal Jamaah melalui dakwah-dakwahnya. Dalam penelitain ini juga terdapat sedikit pembahasan tentang bagaimana TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid berpolitik sambil berdakwah dan bagaimana bentuk persamaan antara NW dan NU. [22: Masnun, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Gagasan Pembaruan di Nusa Tenggara Barat (Desertasi PPs UIN Jakarta, 2005) (Jakarta: Pustaka al-Miqdad, cet. 1 2007).]

Fahrurrozi, Dakwah Tuan Guru dan Transpormasi Sosial di NTB, disertasi pada Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta.[footnoteRef:23] Penelitian ini membahas tentang peran para tuan guru dalam berdakwah dan perannya dalam transformasi dalam perubahan sosial, ekonomi, politik dan agama. Dalam penelitian dijelaskan bahwa tuan guru khususnya di Lombok memiliki peran yang sangat besar dalam perubahan masyarakat, baik dalam bidang sosial budaya, politik, ekonomi dan agama. Fahrurrozi dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa peran tokoh agama sebagai katalisator, pemberi pemecah masalah dan sebagai pemacu proses, sangat signifikan dalam menciptakan transformasi sosial pada masyarakat dengan mengedepankan kepemimpinan dakwah transformatif. [23: Fahrurrozi, Dakwah Tuan Guru dan Transpormasi Sosial di NTB (Desertasi pada Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta, 2010-Tidak Terbit).]

Baharuddin, Nahdlatul Wathan dan Perubahan Sosial.[footnoteRef:24] Buku ini banyak mengkaji tentang peran salah satu lembaga NW yang berlokasi di Narmada Lombok Barat yakni lembaga Nurul Haramain dengan tokoh TGH. M. Juani Muhtar dan TGH Afifuddin Adnan, dengan lembaga dan kiprahnya dapat mewarnai perubahan sosial di Narmada Lombok Barat khususnya dan NTB pada umumnya. Buku ini juga membahas tentang prospek NW secara umum dalam menghadapi berbagai permasalah keumatan yang ada. Dalam penelitian ini Baharuddin menemukan bahwa NW telah berperan besar dalam proses pembaruan dan perbaikan umat di wilayah Narmada melalui lembaga pesantrennya yang ada di sana. [24: Baharuddin, Nahdlatul Wathan dan Perubahan Sosial, cet. 1 (Yogyakarta: Genta Press, 2007).]

Khirjan Nahdi, Nahdlatul Wathan dan Peran Modal; Studi Etnografi- Historis Modal Spiritual dan Sosiokultural,[footnoteRef:25] (Yogyakarta: Insyira, 2012), buku penelitian yang lumayan serius ini membahas banyak hal tentang NW Pancor, tetapi dalam buku ini lebih difokuskan berbicara tentang organisasi NW yang memiliki banyak elemen, seperti lembaga pendidikannya dan jamaahnya yang luas dan tersebar dimana-mana. Hal ini kemudian menurut Khirjan merupakan modal sosial dan modal kultural bagi NW. Lebih jauh dalam buku ini banyak dibahas dan di tekankan pada aspek pendidikannya yang menjadi salah satu modal kuat dalam tradisi NW. Sehingga Khirjan pada kesimpulannya menemukan bahwa NW memiliki peran modal yang cukup kuat baik dari segi sosial, pendidikan dan ekonomi. [25: Khirjan Nahdi, Nahdlatul Wathan dan Peran Modal; Studi Etnografi- Historis Modal Spiritual dan Sosiokultural (Yogyakarta; Insyira, 2012).]

Hasil penelitian yang penting untuk disebutkan adalah Charlene Tan yang berjudul, Islamic Education and Indoctrination The Case in Indonesia.[footnoteRef:26] Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kuatnya perspektif stereotype yang menempatkan lembaga pendidikan Islam sebagai wadah indoktrinasi yang melahirkan radikalisme. Tan mengidentifikasi beberapa pesantren, dan 12 sekolah Islam dan madrasah dengan mempertimbangkan perbedaan orientasi ideologis keagamaan, yaitu lembaga pendidikan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis dan lainnya. Berdasarkan temuannya ia sampai pada kesimpulan bahwa pada lembaga pendidikan Islam formal seperti madrasah dan sekolah Islam secara umum tidak melakukan proses ideologisasi. Menurut Tan, sekolah Islam dan madrasah sudah menerima ilmu non-agama yang ditetapkan kurikulum negara. Ideologisasi menurutnya hanya terjadi pada lembaga pendidikan nonformal seperti pesantren, sebagaimana yang terjadi pada pondok Pesantren al-Mukmin, Pimpinan Abu Bakar Baashir. [26: Charlene Tan, Islamic Education and Indoctrination: the case in Indonesia (New York: Routledge, 2011). ]

Hasil studi studi yang cukup respentatif yang bersentuhan langsung dengan ideologi keagamaan dalam pendidikan Islam adalah studi Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20 Pergolakan antara Modernisasi dan Identitas.[footnoteRef:27] Karya ini merupakan hasil disertasi yang dipertahankan pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Fokus kajiannya adalah modernisasi pendidikan Islam dengan melihat strategi mempertahankan identitas dalam bentuk ideologi keagamaan yang berlangsung selama abad ke- 20. Sebagaimana ditunjukkan oleh Subhan, lembaga pendidikan di bawah naungan Muhammadiyah, Nahd}atul Ulama, dan Salafi, kendatipun sudah sejak lama melakukan modernisasi (walaupun dalam intensitas yang berbeda), namun tidak mau kehilangan identitasnya. Subhan berhasil mengidentifikasi tidak hanya respon dan model lembaga yang dikembangkan berhadapan dengan moderniasai, namun juga keragaman ideologi keagamaan yang menjadi identitas kelembagaan. Dengan mengambil sejumlah pesantren, madrasah, dan Sekolah Islam di Jawa tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat sebagai sampel, ia sampai pada kesimpulan bahwa lembaga pendidikan Islam bukanlah realitas yang tunggal, tetapi merupakan realitas yang kompleks, sejalan dengan dinamika historisnya. [27: Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20 Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas (Jakarta: Kencana, 2012).]

Selain karya di atas, buku Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantagan Milenium III[footnoteRef:28] yang ditulis Azyumardi Azra, penting untuk disebutkan. Kendati buku ini lebih dominan menyajikan kembali isi buku yang sudah diterbitkan sebelumnya dengan penambahan beberapa isu kontemporer, namun informasi dan substansi yang dimuatnya masih relevan dan menarik untuk dijadikan kerangka mencermati dinamika pendidikan Islam saat ini. Beberapa aspek yang disajikan buku ini, tidak hanya berkaitan dengan berbagai tantangan yang dihadapi, juga tipologi pendidikan Islam berdasarkan responnya terhadap lingkungan dan modernisasi. Cakupan yang cukup luas, menjadikan buku ini dapat memotret beberapa sisi pendidikan yang bersifat holistik (lembaga, substansi, metodologi) dari perspektif historis dan kontemporer. [28: Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III (Jakarta: UIN Press-Kencana, 2012).]

Studi yang cukup obyektif dalam memotret pendidikan Islam disajikan Sarfaroz Niyozov dan Nadeem Memon, dalam karyanya Islamic Education and Islamization: Evolution of Themes, Continuities and New Directions.[footnoteRef:29] Berdasarkan pembacaan dari perspektif historis dan kontemporer studi ini memberikan informasi tidak hanya dinamika pendidikan Islam dalam merespon isu-isu kontemporer di beberapa negera Islam sendiri, juga menyajikan dialektika pendidikan Islam di dunia Barat, terutama Amerika Serikat. Studi ini juga menyajikan adanya keragaman interpertasi internal seperti sunny dan shii yang mewarnai pendidikan Islam, tidak hanya di negara-negara Islam, juga di Amerika Serikat. Hasil analisis atas berbagai respon yang diberikan umat Islam, Niyozov dan Memon mengungkapkan adanya continuity and change dalam pendidikan Islam sesuai dengan ruang dan waktu. Pendidikan Islam mencerminkan akomodasinya terhadap isu-isu dan tuntutan global, tanpa kehilangan identitas internalnya. [29: Sarfaroz Niyozov and Nadeem Memon. "Islamic Education and Islamization: Evolution of Themes, Continuities and New Directions." Journal Of Muslim Minority Affairs 31, no. 1 (March 2011): 5-30. Religion and Philosophy Collection, EBSCOhost (accessed November 19, 2013)]

Berkaitan dengan keragaman pemahaman keagamaan masyarakat Islam Indonesia, disajikan Departemen Agama, Nalar Islam Nusantara Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irshad, Persis, dan NU.[footnoteRef:30] Studi ini menyajikan variasi tradisi Islamic Studies yang berbasis ormas-ormas Islam di Indonesia. Ormas sebagaimana yang tampak dalam judul ini, digali dan dipetakan berdasarkan epistemologi atas pemahaman yang tumbuh dan berkembang serta mentradisi dalam prilaku keberagamaan umat Islam, baik aspek teologis, fiqih, tasawuf maupun dakwah. Studi yang merupakan serial penelitian kompetitif ini, berhasil mengelaborasi dialektika Islam dengan realitas sejarah yang kemudian pemahaman dan pemaknaan versi masing-masing ormas keagamaan. Berdasarkan analisis atas temuan yang diperoleh, studi ini menyimpulkan bahwa corak gerakan dan pemikiran keislaman di indonesia merupakan hasil dari dialektika antara pemahaman teks-teks keagamaan, dengan realitas sosial, politik dan kebudayaan. Hal ini sebagai konskuensi dari kergaman kerangka epistimologi, yaitu tradisionalisme, modernisme, literalisme, dan liberalisme. Keragaman ini dapat dijadikan setting epistimologi untuk memotret perbedaan teologis yang berkembang menjadikan ideologis, dimana lembaga pendidikan seperti madrasah dan sekolah menjadi wadah doktrinasi. [30: Departemen Agama, Nalar Islam Nusantara Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis, dan NU (Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Departemen Agama RI, 2007). ]

Studi yang lebih operasional terkait dengan transmisi ilmu pengetahuan dan metode pembelajaran dalam pendidikan Islam dilakukan, Adel al-Sharaf, Development Scientific Thinking Methods and Applications in Islamic Education.[footnoteRef:31] Artikel ini menyajikan tradisi keilmuan dalam dunia Islam dari perspektif historis, dimana metodologi ilmiah, kritis, elaboratif, inovatif, pemikiran logis dan sistematis, mewarnai transmisi keilmuan dalam pendidikan Islam. Al-Sharaf sampai pada kesimpulan bahwa walaupun tidak ada konsep paedagogis secara spesifik sebagaimana dunia pendidikan kontemporer, metodologi tersebut telah dipraktikkan secara luas dalam dunia Islam, dan berhasil melahirkan peradaban dan ilmuan dunia yang berpengaruh. Hasil studi ini mensiratkan, agar transmisi keilmuan di dunia pendidikan Islam saat ini diletakkan dalam posisi menjunjung metodologi dan prinsip-prinsip akademis ilmiah. [31: Adel al-Sharaf, Development Scientific Thinking Methods and Applications in Islamic Education 2013. Education 133, no. 3: 272-282. Education Research Complete, EBSCOhost (accessed October 3, 2013).]

Berdasarkan identifikasi dan pemetaan literatur (theorical mapping) yang peneliti lakukan di atas, kajian terhadap hubungan ideologi keagamaan dengan pendidikan Islam sudah cukup banyak dilakukan dalam berbagai aspek. Namun demikian, kajian-kajian tersebut mencerminkan kecenderungan menempatkan pendidikan Islam dalam hubungannya dengan wacana-wacana eksternal, seperti modernisasi, globalisasi, dunia Barat, dan nation state. Kajian yang secara spesifik bagaimana dialektika keragaman ideologi keagamaan diartikulasikan dan diterjemahkan secara internal dalam lembaga pendidikan tinggi baik umum maupun Islam belum sepenuhnya mendapat perthatian, untuk menyebutnya terabaikan. Dalam posisi inilah penelitian ini akan ditempatkan. Urgen, karena dalam faktanya, ideologi keagamaan telah dan masih dikonstruksi sedemikian rupa dalam sistem pendidikan tinggi, karenanya turut serta dalam menentukan ritme dan kualitas out put yang dihasilakan.

F. Metodologi Penelitiana. Pendekatan Sesuai dengan fokus kajian, penelitian ini merupakan field research, yang dilakukan pada latar alamiah dengan lokus lembaga pendidikan tinggi negeri pada masyarakat di Lombok. Maka dipandang relevan metode kualitatif dengan paradigma fenomenologi dijadikan sebagai cognitive frame work dalam proses penelitian. Penggunaan pendekatan ini - sesuai karakternya, mengharuskan peneliti sebagai key instrument terjun ke lapangan dalam waktu yang memadai. Fenomenologi mengharuskan peneliti menyatu dengan subyek penelitian dan subyek pendukungnya.[footnoteRef:32] Sebagai salah satu pendekatan dalam sosiologi, fenomenologi menekankan pada makna (meaning) dari suatu peristiwa dan interaksi yang dikonstruksi oleh subyek yang diteliti,[footnoteRef:33] bukan oleh peneliti sendiri. [32: Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Ediisi IV (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), 25 ] [33: Robert C. Bogdan dan Bilken Sari Knopp, Qualitive Research for Education An Introduction to Theory and Methods, Thrid Edition (Needham Heights: Viacom Company, 1998), 23]

Penggunaan fenomenologi dalam studi ini karena: pertama, sesuai dengan fokus penelitian, yang dikaji adalah artikulasi politik yang mengandung pemaknaan dan manifestasi kepentingan dalam berbagai aspek lembaga pendidikan negeri Sehingga yang diamati bukan saja realitas yang manifes, tetapi yang lebih penting adalah apa mendasari artikulasi politik Ormas itu muncul sebagai desiminasi kepentingan keagamaan; kedua, artikulasi kepentingan politik Ormas melibatkan dimensi belief dan kepentingan sesat yang bersifat subyektif, sehingga data yang diperoleh tergantung dan ditentukan oleh subyek itu sendiri. Sebagai paradigma fenomenologi data-data yang diperoleh tersebut akan dikonstruksi dan diabstraksikan sesuai dengan subyek itu sendiri; ketiga, signifikansi dan espektasi masyarakat terhadap artikulasi politik organisasi keagamaan pada lembaga pendidikan tinggi negeri sebagai unit analisis, juga melibatkan harapan, motivasi dan persepsi (meaning), merupakan realitas yang relevan diungkap dengan fenomenologi. Konsisten dengan pendekatan di atas, secara operasional peneliti tidak akan berhenti pada realitas yang mudah diamati, seperti konstruksi dan internalisasi kepentingan politik organisasi keagamaan dalam postur organisasi kampus baik tingkat pemangku kebijakaannya seperti Rektor Dekan dan Ketua Jurusan, Ketua BEM, BEM F, dan Ketua HMJ di tingkat Mahasiswa, melainkan juga struktur psikologis dan sosiologis pimpinan organisasi keagamaan serta aparatur pemerintah, yang inheren dan mengitari subyek penelitian. Demikian juga terkait ekspektasi masyarakat, tidak akan berhenti pada pilihan lembaga pendidikan tinggi negeri tertentu dapat dipahami sebagai dorongan ideologi tertentu, tetapi lebih dari itu latar belakang yang mendasari pilihan tersebut merupakan bagian yang urgen. Cara kerja demikian diharapkan pergumulan internal dan penguatan identitas melalui muatan kepentingan politik keagamaan yang diartikulasikan di lingkungan lembaga pendidikan tinggi negeri, dan bagaimana ekspektasi masyarakat dapat diamati secara utuh dalam proses penelitian.Namun sebelum terjun ke lapangan, sebagaimana disarankan Marguerite,[footnoteRef:34] maka terlebih dahulu dilakukan penyusunan kerangka teoritis (overview) yang diperoleh dari berbagai hasil studi sebelumnya (prior research) yang relevan, baik dalam bentuk buku, jurnal ilmiah, dan disertasi. Sebagaimana dijelaskan pada bagian kajian terdahulu, berbagai hasil kajian pendidikan tinggi dalam beragam aspeknya (terutama hasil penelitian empiris), diidentifikasi dan diletakkan sesuai dengan fokus dalam studi ini. Langkah selanjutnya, walaupun fokus kajian sudah diidentifikasi, dalam waktu bersamaan peneliti akan melakukan identifikasi terhadap wilayah spesefik yang menjadi entry point, sekaligus menentukan karakteristik sumber data (sebagaimana tercermin dalam sumber data). Langkah-langkah ini diterapkan, diharapkan proses penelitian akan lebih terarah dan sistematis dalam menggali data yang holistik. [34: Marguerite G. Lodico, Methods in Educational Research From Theory to Practice (Francisco, Jossey-Bass, 2006), 265-266]

b. Sumber Data Pemilihan sumber data dalam penelitian ditentukan secara purposive sampling, dengan mempertimbangkan kesesuainnya dengan kepentingan penelitian. Penggunaan purposive, merupakan langkah yang tepat sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan (kualitatif), sehingga hal-hal yang dicari tampil menonjol dan lebih mudah dicari maknanya.[footnoteRef:35] Konsisten dengan teknik ini, lembaga pendidikan tinggi negeri baik umum maupun berlabel Islam yang dijadikan sumber data ditelusuri dan ditetapkan berdasarkan dua pertimbangan. Pertama, keragaman basis atau afiliasi ideologi keagamaan para pejabatnya. Berdasarkan identifikasi terhadap corak identitas kelembagaan pendidikan tinggi di Lombok, maka ada dua lembaga pendidikan tinggi negeri yang akan dijadikan objek kajian, yaitu Universitas Mataram (UNRAM) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram Kedua, seberapa kuat muatan politik organisasi keagamaan diartikulasikan dalam aspek formal (rekonstruksi postur organisasi atau kebijakan yang dikeluarkan)[footnoteRef:36] dan kultural (iklim) pendidikan di lembaga tersebut. [35: Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, 149 ] [36: Seperti mata pelajaran Ahli al-Sunnah wa al-Jama>ah (ASWAJA) di lembaga pendidikan Nahd}atul Ulama, Ke-NW-an pada lembaga pendidikan Nahd}atul Wat}an, Kemuhammadiyahan pada lembaga pendidikan Muhammadiyah, dan muatan tarbiyah pada lembaga pendidikan Islam Terpadu yang berafiliasi dengan PKS.]

Pemilihan pulau Lombok sebagai lokus lokasi penelitian didasarkan pada: pertama, diversifikasi corak artikulasi ideologi keagamaan pada lembaga pendidikan di atas yang cukup merata. Kedua, hadirnya Nahdatul Wathan sebagai organisasi sosial keagamaan yang bersifat lokal, namun memiliki pengaruh yang paling dominan dalam pengembangan dan pengelolaan lembaga pendidikan tinggi negeri tersebut di daerah ini. Ketiga, kecenderungan masyarakat Lombok yang semakin dinamis dalam menentukan lembaga pendidikan tinggi, di tengah kebutuhan pragmatis dan keragaman ideologi yang mengitarinya. Didasarkan pada tiga pertimbangan ini, Lombok akan dijadikan sebagai entry point untuk melihat fenomena yang sama di berbagai daerah bahkan negara. Karenya diharapkan dapat merepresentasikan fenomena pendidikan tinggi negeri secara umum, dan dalam batas tertentu dapat memotret realitas mutakhir pendidikan tinggi secara global baik yang umum maupun yang berlabelkan Islam, dalam kaitannya dengan ideologi dan kepentingan politik organisasi keagamaan dalam pendidikan tinggi. Tidak berlebihan, karena realitas pendidikan pendidikan tinggi negeri, baik dalam perspektif historis maupun kontemporer, nasional dan global belum sepenuhnya bisa lepas dari muatan ideologis politis tersebut. Dengan demikian, Lombok akan dijadikan pintu masuk untuk melihat fenomena pendidikan tinggi negeri yang lebih luas.

c. Teknik Pengumpulan DataAgar penelitian ini dapat menggali data secara utuh dan holistik, maka teknik wawancara mendalam (indept interview), observasi dan dokumentasi akan digunakan secara simultan. Berpedoman pada garis-garis besar bahan wawancara (semi terstruktur), wawancara akan dilakukan dengan unsur pimpinan perguruan tinggi negeri dan organisasi sosial keagamaan yang memiliki kepentingan dan terlibat langsung, ketua organisasi intra mahasiswa BEM U, BEM F dan HMJ, wali mahasiswa, anggota komite kampus, lembaga-lembaga terkait (Kemenag dan Kemendiknas pusat), dan Mahasiswa. Sesuai dengan teknik penentuan sumber data secara purposive, maka mereka yang akan diwawancarai dan diobservasi ditentukan berdasarkan kedalaman pengetahuan, peran, dan posisinya sesuai dengan fokus dalam studi ini. Dari mereka diperoleh informasi tentang pemaknaan, manifestasi, konstruksi, motivasi, persepsi, dan proses berbagai aspek tentang muatan ideologi keagamaan dalam proses pendidikan di madrasah dan sekolah di atas. Sedangkan dokumentasi digunakan untuk menggali data dalam bentuk dokumen, baik yang berterkaitan dengan kebijakan, regulasi, kurikulum (intra dan ekstrakurikuler), sumber dan bahan ajar, media, metode, majalah, maupun news paper yang memuat artikulasi kepentingan politik keagamaan tertentu. Sedangkan observasi diarahkan untuk menggali data tentang setting sosial lokus penelitian, proses pengambilan kebijakan, aktivitas kampus, berbagai kegiatan kampus yang relevan dengan fokus kajian.

d. Teknik Analisis Prosedur analisis data yang digunakan dalam studi ini adalah mengacu pada prosedur analisis Milles dan Huberman. Menurut Milles dan Huberman analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum dimulai sejak pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.[footnoteRef:37] Penggunaan prosedur ini dalam memahami artikulasi politik organisasi keagamaan dalam lembaga pendidikan tinggi negeri, mengingat unsurunsur metodologis dalam prosedur ini bersifat interaktif dan fleksibel, sehingga sesuai dengan pendekatan dan karakteristik data yang dibutuhkan. [37: Matthew B. Milles dan A. Michael Huberman. Qualitative Data Analysis: A Sourecbook of New Methods (Bavery Hills: Sage Publication, 1986), 16.]

Kegiatan analisis selama pengumpulan data dimaksudkan untuk menetapkan fokus di lapangan, penyusunan temuan sementara, pembuatan rencana pengumpulan data berikutnya, pengembangan pernyataan-prnyataan analitik dan penetapan sasaran-sasaran pengumpulan data berikutnya. Kemudian dari pengumpulan data (data collection) tersebut, direduksi (data reduction) sebagai upaya pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, dan pengabstrakan data-data lapangan. Dalam proses reduksi data ini peneliti melakukan pemilihan atau pemetaan dengan membuat kategori-kategori berdasarkan rumusan permasalahan yang diteliti. Ketika penulis berada di lapangan tidak hanya mencari dan mengumpulkan data, tetapi langsung melakukan klasifikasi dan mengolah data.Setelah hasil dari seperangkat reduksi baik yang berkaitan dengan proses artikulasi ideologi keagamaan, signifikansinya, maupun ekspektasi masyarakat, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan sekumpulan informasi atau data yang disusun, kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama kegiatan berlangsung, sehingga akan jelas bagaimana karakteristik data tersebut secara utuh, sebagai dasar perumusan simpulan akhir.

G. Sistematika PenulisanPenelitian ini direncanakan memuat enam bab. Susunan bab didasarkan pada unsur-unsur penelitian ilmiah dan sistematika dalam tahapan penelitian yang dilakukan. Masing-masing bab memayungi satu gagasan dan dispesifikasi dalam beberapa sub, dan merupakan kesatuan yang terkait. Bab 1 memuat latar belakang yang mendeskripsikan penelitian dilakukan, dan dirumuskan spesifik pada identifikasi dan perumusan Masalah. Bagian ini juga berisi overview berbagai temuan dan diskusi kajian terdahulu yang relevan, yang selanjutnya dijadikan kerangka teoritis dalam memposisikan dan menganalisis data penelitian. Menjawab permasalahan penelitian, bagian ini juga memuat metodologi penelitian dan sistematika yang secara operasional mencerminkan langkah-langkah penelitian di lapangan, sampai pada pelaporan. Bab 2 memuat kajian teoritik tentang ideologi organisasi keagamaan dalam lembaga pendidikan tinggi. Berdasarkan pembaban penelitian, bagian ini secara konseptual memperjelas variabel penelitian. Maka pemaknaan ideologi organisasi keagamaan merupakan bagian pertama yang akan disajikan, selanjutnya diikuti kajian relasi ideologi organisasi keagamaan dengan lembaga pendidikan tinggi dalam aspek bentuk penetrasi penyemaian ideologi, dan modus operandi kepentingan politik Ormas bekerja yang dimainkan oleh oknum elit kampus dalam lembaga pendidikan tinggi. Bab 3 merupakan bagian yang secara lebih luas mendeskripsikan lokus dan field data sesuai tema penelitian, yang memuat deskripsi potret lembaga pendidikan tinggi negeri di Lombok. Bagian ini diawali dengan setting sosial lembaga pendidikan tinggi negeri di Lombok yang diikuti oleh deskripsi profil, dinamika orientasi, dan karakteristik masing-masing lembaga pendidikan tinggi negeri masing-masing, yaitu Universitas Negeri Mataram (UNRAM): Profil, Ideologi dan Orientasi, dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram: Profil, Ideologi dan Orientasi. Kemudian disusun dengan pembahasan mengenai Peta Ideologi Pendidikan dan Kecendrungan Lembaga Pendidikan Tinggi Negeri. Bab 4 merupakan bagian yang secara spesifik memuat data dan anlisis sesuai dengan fokus penelitian, yang memuat proses penetrasi politik dalam lembaga pendidikan tinggi negeri. Pembahasan ini kemudian peneliti bahas dan bagi menjadi empat sub bab yang meliputi: pemetaan agenda politik organisasi keagamaan NU, Muhammadiyah dan NW terhadap Kampus Unram dan IAIN Mataram. Kemudian, manifestasi strategi politik NU terhadap Kampus UNRAM dan IAIN Mataram, manifestasi strategi politik Muhammadiyah terhadap Kampus UNRAM dan IAIN Mataram, dan terakhir membahas masalah manifestasi strategi politik NW terhadap Kampus UNRAM dan IAIN Mataram.Bab 5 merupakan bagian deskripsi data dan analisis sesuai dengan fokus kedua dalam studi ini, yang memuat signifikansi dan ekspektasi masyarakat yang meliputi pembahasan tentang signifikansi politik: kampus, organisasi keagamaan, pemerintah dan masyarakat, kemudian masalah pergeseran orientasi masyarakat dan relevansi artikulasi politik organisasi keagamaan dalam lembaga pendidikan tinggi negeri, dan terakhir mencoba membahas mengenai wujud ekpektasi masyarakat dalam lembaga pendidikan tinggi negeri di Lombok.Bab 6 sebagaimana lazimnya, merupakan bagian akhir dalam penelitian, yang memuat kesimpulan dan saran. Kesimpulan memuat statement abstrak yang dirumuskan berdasarkan refleksi atas temuan dan hasil analisis. Sedangkan saran memuat beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan statement direction untuk tindak lanjut baik secara teoritis maupun praktis.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abdullah, Amin. Kesadaran Multikultural: Sebuah Gerakan Interest Minimalizatioan dalam Meredakan Konflik Sosial. dalam Pendidikan Multikultural Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media, 2007.Agai, Bekim. Islam and Education in Seculer Turkey: State Policies and the Emergence of The Fethullah Gulen Group. dalam Schooling Islam the Culture and Politics, ed. Robert W. Hefner dan Muhammad Qasim Zaman. New Jersey: Princeton University Press, 2007.Azra, Azyumardi dan Jamhari. Pendidikan Islam Indonesia dan Tantangan Globalisasi: Perspektif Sosio-Historis. dalam Mencetak Muslim Modern Peta Pendidikan Islam di Indonesia, ed. Jajat Burhanudin dan Dina Afrianty. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006. ----------,. Dina Afrianty dan Robert W. Hefner. Pesantren dan Madrasah: Muslim Schools and National Ideals in Indonesia., dalam Schooling Islam the Culture and Politics, ed. Robert W. Hefner dan Muhammad Qasim Zaman. New Jersey: Princeton University Press, 2007.---------,. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III. Jakarta: UIN Press-Kencana, 2012.Bartomole, Lilia I. Ideologies in Education Unmasking The Trap of Teacher Neutrality . New York, 2008.Berkey, Jonathan P. Madrasah Madievel and Modern: Politic, Education, and The Problem of Muslim Identity. dalam Schooling Islam the Culture and Politics, ed. Robert W. Hefner dan Muhammad Qasim Zaman. New Jersey: Princeton University Press, 2007. Bogdan, Robert C. dan Bilken Sari Knopp. Qualitive Research for Education An Introduction to Theory and Methods, Thrid Edition. Needham Heights: Viacom Company, 1998.Burhanudin, Jajat. Pesantren, Madrasah, dan Islam di Lombok. dalam Mencetak Muslim Modern Peta Pendidikan Islam di Indonesia, ed. Jajat Burhanudin dan Dina Afrianty. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006. Burke, Peter. History and Social Theory. New York: Cornel University Press, 1993.Departemen Agama, Nalar Islam Nusantara Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irshad, Persis, dan NU. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Departemen Agama RI, 2007. Departemen Pendidikan Nasional. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003.Hefner, Robert W. Introduction: The Culture, Politics, and Future of Muslim Education. dalam Schooling Islam the Culture and Politics of Modern Muslim Education, ed. Robert W. Hefner dan Muhammad Qasim Zaman. New Jersey: Princeton University Press, 2007.----------. Islamic School, Social Movement, and Democrasi in Indonesia. dalam Making Modern Muslim the Politic of Islamic Education in Southeast Asia, ed. Robert W. Hefner. Hawai: University of Hawai Press, 2009.----------. Making Modern Muslim the Politic of Islamic Education in Southeast Asia. Hawai: University of Hawai Press, 2009. Jamil, M. Mukhsin, dkk. Nalar Islam Nusantara Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irshad, Persis, dan NU. Jakarta: Diktis Departemen Agama RI, 2007. Milles, Matthew B. dan Huberman, A. Michael. Qualitative Data Analysis: A Sourecbook of New Methode. Bavery Hills: Sage Publication, 1986Michael Stanton, Charles. Pendidikan Tinggi dalam Islam. Terj. oleh Affandi dan Hasan Asari. Jakarta: Logos, 1994. Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif Ediisi IV. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000.Nata, Abuddin. Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.-----------. Sejarah Pendidikan Islam. Kencana: Jakarta, 2011.Subhan, Arif. Potret Madrasah Islam di Dunia Islam: Keragaman, Kompleksitas, dan Persaingan Konsep Keislaman. Studia Islamika, Vol. 14, no. 3, 2007.----------,. Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20 Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas. Jakarta: Kencana, 2012.Suprayogo, Imam. Quo Vadis Madrasah, Gagasan, Aksi dan Solusi Pembangunan Madrasah. Yogyakarta: Hikayat, 2007.Reflianti. NU, Muhammadiyah dan Modal Sosial: Studi Tentang Peranan Ormas Islam dalam Pembangunan Institusi Modern. Yogyakarta: Ngudi Ilmu, 2013.Tan, Charlene. Islamic Education and Indoctrination: the case in Indonesia. New York: Routledge, 2011.

Jurnal:

Arifin, Syamsul. Agama sebagai Instrumen Gerakan Sosial Tawaran Teoritik Kajian Fundamentalisme Agama (2008): Studia Philosophica et Theologica, Vol. 8 No. 1, 2008, 41.Karen, Karen. "Life Course: Stages and Institutions - Official Knowledge: Democratic Education in a Conservative Age by Michael W. Apple." Contemporary Sociology 23, no. 4 (07, 1994): 572, proQuest.comMarshallsay, Zaniah. Twists and Turns of Islamic Education across the Islamic World." International Journal Of Pedagogies & Learning (2012): 7, no. 3: 180-190 Education Research Complete, EBSCO (accessed October 3, 2013).Muhtar, Fathurrahman. Pola Pengembangan Ponpes NW Pasca Wafatnya TGH. M. Zainuddin Abdul Majid. Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, no. 1, 2013. Niyozov, Sarfaroz, and Memon, Nadeem. "Islamic Education and Islamization: Evolution of Themes, Continuities and New Directions (2011): Journal Of Muslim Minority Affairs 31, no. 1, 5-30. Religion and Philosophy Collection, EBSCOhost (accessed November 19, 2013)Pohl, Florian. Negotiating Religious and National Identitities in Contemporary Indonesia Islamic Education (2011): Cross Currents 61, no. 3: 399-414. Humanities Full Text (H.W. Wilson), EBSCOhost (accessed November 20, 2013). Sakai, Minako. Preaching on Muslim Youth in Indonesia: the Dakwah Activities of Habiburrahman El-Shirazi, dalam rima Review of Indonesian and Malaysian Affairs, Vol. 46, number 1, 2012.

1