repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA...

100
TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK PENERBIT TERHADAP RISIKO KERUGIAN NASABAH KARTU KREDIT AKIBAT CARDING Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: QORY EKA FITRI NIM : 11140480000134 P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1440 H/2019 M

Transcript of repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA...

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK PENERBIT TERHADAP RISIKO

KERUGIAN NASABAH KARTU KREDIT AKIBAT CARDING

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

QORY EKA FITRI

NIM : 11140480000134

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H/2019 M

Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

i

TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK PENERBIT TERHADAP RISIKO

KERUGIAN NASABAH KARTU KREDIT AKIBAT CARDING

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

QORY EKA FITRI

NIM : 11140480000134

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H/2019 M

Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id
Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id
Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id
Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

v

ABSTRAK

Qory Eka Fitri. NIM: 11140480000134. “TANGGUNG JAWAB HUKUM

BANK PENERBIT TERHADAP RISIKO KERUGIAN NASABAH KARTU

KREDIT AKIBAT CARDING”. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah

dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

1440H/2019M. 1x +76 halaman +8 halaman lampiran.

Penelitin ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab bank BNI

sebagai issuer dalam memberikan perlindungan hukum kepada nasabah kartu

kredit yang mengalami kerugian akibat kegiatan carding. Kemudian akan

dijelaskan bagaimana langkah yang harus dilakukan nasabah kartu kredit yang

mengalami kerugian dan langkah yang ditempuh bank BNI dalam menyelesaikan

pencurian data kartu kredit tersebut. Carding merupakan transaksi penyimpangan

kartu kredit dengan menggunakan informasi kartu kredit milik pemegang kartu

yang dilakukan secara daring (on-line) maupun melalui transaksi non-daring (off

line). Kegiatan carding merupakan salah satu bentuk kejahatan yang sangat

merugikan nasabah kartu kredit.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan

menggunakan pendekatan normatif - doktriner dan library research dengan

melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku yang

berkaitan dengan judul skripsi ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya perlindungan hukum terhadap

nasabah kartu kredit dapat terwujud jika nasabah sadar akan hak dan

kewajibannya, kemudian bank BNI lebih proaktif dalam memberikan edukasi

kepada nasabah kartu kredit. Bank BNI dalam melakukan investigasi terhadap

kerugian pemilik kartu kredit akibat carding membutuhkan waktu yang lama.

Bentuk pertanggung jawaban bank BNI dalam kerugian materil atas hasil

investigasi yaitu jika kerugian yang dialami nasabah kartu kredit merupakan

kelalaian bank BNI dan/atau pihak ketiga maka nasabah berhak memperoleh

pertanggung jawaban berupa pengembalian uang.

Kata Kunci : Tanggung Jawab Bank, Kerugian Nasabah Kartu Kredit, Carding

Pembimbing : M. Mujiburrohman, S.Ag., M.A.

Daftar Pustaka : 1990 s.d. 2016

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

vi

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمان الرحيم

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah S.W.T karena dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK

PENERBIT TERHADAP RISIKO KERUGIAN NASABAH KARTU KREDIT

AKIBAT CARDING”. Selanjutnya, dalam penelitian skripsi ini, peneliti

mengucapkan terimakasih untuk berbagai pihak, yaitu yang terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum

dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.

3. Terkhusus M. Mujiburrohman, S.Ag., M.A. Pembimbing Skripsi dan Nur

Habibi., M.H. selaku Dosen Penasihat Akademik yang telah bersedia

membimbing dalam penulisan skripsi ini.

4. Kelompok Pengkajian dan Pengembangan Hukum – Divisi Hukum Bank BNI

tempat penulis melakukan penelitian dan mendapatkan informasi terkait

skripsi ini.

5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

khususnya para Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan

pembelajaran hidup serta ilmu pengetahuan yang tak terhingga.

6. Kepala dan Staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, dan

Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kedua orangtua tercinta, yaitu Ibu (Marsiah) dan bapak (Sholihin), dan adik-

adikku Rizky Amelia & Adnan Yogi Khadafi yang telah mendoakan,

mendukung, dan menjadi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini, tanpa

mereka saya tidak akan bisa sampai ke tahap ini. Kawan-kawan Ilmu Hukum

angakatan 2014, khususnya Hafizah, Rizka, Furba, Dina, dan Muslimah. Serta

sahabat- sahabat saya Nelda, Nia, Wida, dan Siti.

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

vii

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan

akademis, masyarakat serta para pembaca kalangan umumnya.

Jakarta, Januari 2019

Qory Eka Fitri

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ......................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 7

D. Metode Penelitian ............................................................................ 9

E. Sistematika Penulisan .................................................................... 14

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori ............................................................................. 16

B. Kerangka Konseptual .................................................................... 18

C. Tanggung Jawab Hukum Bank Penerbit ....................................... 19

D. Perlindungan Nasabah ................................................................... 23

E. Kerahasiaan Data Nasabah ............................................................ 26

F. Kartu Kredit ................................................................................... 29

G. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ............................................ 34

BAB III : PEMBATASAN HUKUM TANGGUNG JAWAB BANK

PENERBIT DALAM TRANSAKSI KARTU KREDIT

A. Profil PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk ........................... 38

B. Pembatasan Hukum Kewajiban dan Tanggung Jawab Bank

Penerbit dalam Transaksi Kartu Kredit ......................................... 41

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

ix

BAB IV :TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK PENERBIT TERHADAP

RISIKO KERUGIAN NASABAH KARTU KREDIT AKIBAT

CARDING

A. Tanggung Jawab Hukum Bank BNI dalam Memberikan

Perlindungan Hukum Terhadap Risiko Kerugian Nasabah Kartu

Kredit Akibat Carding .................................................................. 48

B. Tanggung Jawab Hukum Bank BNI Sebagai Bank Penerbit dalam

Menyelesaikan Pencurian Data Kartu Kredit (Carding) ............... 56

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................... 67

B. Rekomendasi ................................................................................. 71

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 73

LAMPIRAN ......................................................................................................... 77

A. Surat Permohonan Data Wawancara kepada PT Bank Negara

Indonesia (Persero)Tbk dan BNI Corporate University

B. Hasil Wawancara dengan Narasumber

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 : Mekanisme Chargeback ............................................................. 54

Gambar 4.2 : Skema Media Penyampaian Pengaduan Pemegang Kartu

BNI ................................................................................................ 61

Gambar 4.3 : Alur Penyampaian dan Penyelesaian Pengaduan ................... 63

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ekonomi nasional saat ini tidak terlepas dari pengaruh

perekonomian global yang menunjukkan tren perbaikan. Perkembangan ekonomi

nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan

tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju

merupakan faktor pemicu perubahan pada Bank dan Lembaga Keuangan lainnya.1

Saat ini lembaga keuangan di sektor perbankan di Indonesia mengalami kemajuan

yang pesat dalam memberikan jasa kepada pemegang kartu.

Perkembangan teknologi mempengaruhi temuan sistem perbankan. Membuat

kegiatan transaksi keuangan mengarah pada penggunaan uang sebagai suatu

komoditi yang tidak berbentuk secara konkret (intangible money). Pada abad 21,

masyarakat lebih tertarik melakukan transaksi dengan uang non-tunai, untuk

belanja ataupun untuk kegiatan lainnya. Kemajuan yang pesat didukung oleh

adanya teknologi informasi yang semakin hari semakin canggih sehingga

memudahkan masyarakat untuk melakukan transaksi. Dapat disimpulkan bahwa

teknologi informasi berhasil membuat perubahan tatanan kebutuhan hidup

masyarakat dibidang sosial dan ekonomi, yang sebelumnya bertransaksi secara

konvensional menuju transaksi secara elektronik.2

Persaingan antar bank dalam meluncurkan inovasi-inovasi terbaru,

banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dari luar negeri, selain itu

ditandai beberapa faktor seperti himpunan produk dan layanan yang ditawarkan

kepada para pemegang kartu. Salah satunya adalah pelayanan electronic

transaction (e-banking) melalui ATM, phone banking, kartu kredit, kartu debet

1 Wiji Nurastuti, Teknologi Perbankan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 1

2 Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber crime), (Jakarta: Rajawali

Pers, 2012), h. 2

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

2

dan internet banking misalnya, telah mendorong layanan perbankan menjadi

relatif tidak terbatas, baik dari sisi waktu maupun dari sisi jangkauan geografis.

Saat ini seluruh lembaga perbankan telah memberikan jasa pelayanan perbankan

menggunakan kartu. Fungsi uang tunai sebagai alat bayar semakin tergantikan

dengan kartu plastik. Untuk membangun kepercayaan masyarakat tentunya

perbankan harus memberikan kepastian hukum dan keamanan serta kenyamanan

dari penggunaan suatu produk perbankan guna memercayainya dan yakin dalam

menggunakan produk perbankan yang ditawarkan tersebut.3

Dengan adanya

penawaran produk perbankan tersebut, maka harapan bank sebagai lembaga

keuangan adalah memudahkan pemegang kartunya dalam melakukan segala

bentuk transaksi keuangan.

Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/2/PBI/2012 Tentang

Penyelenggara Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)

menetapkan kartu ATM, kartu kredit, dan kartu debit merupakan kartu yang

digunakan untuk melakukan pembayaran maupun penarikan uang tunai dan/atau

pemindahan dana. Dalam Pasal 1 Ayat (4) disebutkan

“Kartu Kredit adalah alat permbayaran menggunakan kartu yang dapat

digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari

suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembayaran dan/atau untuk

melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu

dipenuhi terlebih dahulu oleh penerbit dan acquirer, dan pemegang kartu

berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik

dengan pelunasan secara sekaligus (change card) ataupun dengan

pembayaran dengan angsuran”.

Dalam penjelasan tersebut dapat disimbulkan bahwa kartu kredit merupakan

salah satu alat pembayaran yang efisien, simple, dan memberikan nilai yang lebih

bagi pemegang kartu.4

3 Wijayanto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Pustaka Umum

Grafiti, 1993), h. 33 4 Aep S. Hamidin, Tips & Trik Kartu Kredit; Memaksimalkan Manfaat dan Mengelola Risiko

Kartu Kredit, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2010), h. 9

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

3

Sebagai pilar utama bagi pembangunan ekonomi, peran bank sebagai lembaga

intermediasi sangat dibutuhkan. Beragam layanan yang diberikan juga harus

memberikan nilai keamanan serta kenyamanan bagi pemegang kartu. Dalam

pemberian layanan tersebut Pemerintah juga melalui kebijakan berupa peraturan

yang dibuat oleh Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan. Kebijakan

yang diberikan sebagai upaya pemberian rasa aman bagi pemegang kartu adalah

aturan Tentang perlindungan konsumen.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberikan perlindungan kepada konsumen. Organization for Economic Co-

operation and Development (OECD) memberikan beberapa rekomendasi yang

dipakai dalam pembentukan suatu ketentuan baru tentang perlindungan konsumen

dalam transaksi menggunakan e-commerce yang didalamnya diatur tentang

transparasi serta perlindungan yang efektif bagi konsumen.5

Salah satu hak pemegang kartu yang merupakan konsumen perbankan adalah

mendapatkan kerahasiaan atau keamanan atas data pribadi yang telah mereka

berikan kepada Bank. Namun kenyataannya banyak fenomena jual beli data

pemegang kartu bank di media sosial atau forum komunitas.

Kejahatan terjadi tidak hanya di dunia nyata, tetapi juga terjadi di dunia maya

dengan bentuk yang berbeda dengan wajah kejahatan yang konvensional karena

telah diperluas. Setiap kejahatan yang terjadi mempunyai identifikasi bentuk atau

tipe kejahatan yang berbeda-beda dari tiap masyarakat, tetapi suatu kejahatan

identik dengan keberadaan suatu kejahatan itu sendiri.6

Kejahatan di dunia maya terjadi karena perkembangan dalam pemanfaatan

jasa internet yang pesat menimbulkan dampak negatif lain, ialah dalam bentuk

5 Sukarmi, Cyber Law; Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha, (Bandung:

Pustaka Sutra, 2008), h. 169 6 Agus Rahardjo, Cyber crime-Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi,

(Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2002), h. 31

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

4

aktivitas kejahatan dengan memanfaatkan komputer atau jaringan komputer

sebagai alat, yang kemudian muncul istilah cyber crime, yang merupakan

perkembangan lebih lanjut dari computer crime.7

Cyber crime merupakan

pemanfaatan jaringan komputer untuk tujuan kriminal berteknologi tinggi dengan

menyalahgunakan kemudahan teknologi digital. Menlu Jerman dalam konfersi

cyber crimes international di London pada bulan Februari 2001 menyatakan,

bahwa cyber crime adalah salah satu dari aktivitas kriminal yang paling cepat

tumbuh di planet ini.8 Bentuk kejahatan cyber crime yang berkaitan dengan dunia

perbankan adalah pencurian data dan pemalsuan kartu kredit.

Dalam praktiknya sering terjadi penyalahgunaan fungsi kartu kredit. Salah

satunya yaitu pencurian data kartu kredit dengan memanfaatkan internet dan

komputer, kegiatan tersebut biasa disebut carding. Kejahatan dengan

menggunakan kartu kredit secara ilegal melalui dunia internet mengacu kepada

proses penggunaan kartu kredit ilegal tersebut.

Carding merupakan salah satu kejahatan dunia maya (cyberspace) dalam

transaksi perbankan menggunakan sarana internet sebagai basis transaksi secara

online. Carding adalah pencurian kartu kredit dengan cara memperoleh data kartu

kredit secara tidak sah yaitu dengan cara melakukan pemesanan di toko online

menggunakan nomor kartu kredit orang lain.9 Carding merupakan tindak pidana

yang bersifat illegal interception10

, dengan mencuri data pemegang kartu kredit

dengan memanfaatkan internet kemudian dibelanjakan secara on-line tanpa

7 Niniek Suparni, Cyberspace Problematika & Antisipasi Pengaturannya, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2009), h. 9 8 Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, (Bogor: Ghalia Indonesia,

2005), h. 189 9 Leo T. Panjaitan, “Analisis Penanganan Carding dan Perlindungan Pemegang kartu dalam

Kaitannya dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008”,

Jurnal Telekomunikasi & Komputer, III, 1 (Jakarta: Universitas Mercu Buana, 2012), h. 3 10

Beberapa contoh dari Illegal Interception yaitu antara lain: penggunaan kartu asli yang

tidak diterima oleh pemegang kartu sesungguhnya, kartu asli hasil curian/ temuan, kartu asli yang

dirubah datanya, kartu kredit palsu, penggandaan sales draft oleh oknum pedagang kemudian

diserahkan kepada oknum merchant lainnya untuk diisi dengan transaksi fiktif, dan lain-lain.

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

5

sepengetahuan pemilik kartu kredit itu sendiri. Carder adalah penjahat di internet

merupakan sebutan bagi pelaku kejahatan carding, untuk melakukan proses

tersebut, tidak perlu mencuri kartu secara fisik, tetapi hanya dengan tahu nomor

kartu dan tanggal kadaluwarsanya saja. Atau data kartu kredit bisa didapatkan

secara langsung, untuk tahu nomor kartu kredit orang lain yang diperoleh

diberbagai tempat seperti restauran, hotel, atau segala tempat yang melakukan

transaksi pembayaran dengan kartu kredit dimasukan kedalam aplikasi pembelian

barang di internet.11

Wakil Kabid Informatika KADIN, Rommy Alkatiry mengatakan bahwa kasus

cybercrime terbesar yang berkaitan dengan dunia bisnis di Indonesia adalah

penyalahgunaan kartu kredit milik orang lain dengan memanfaatkan internet.

Dalam data Security Threat 2013 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara

paling berisiko mengalami serangan cybercrime. Karenanya Indonesia telah

masuk ke dalam blacklist di beberapa toko online ternama, khususnya di

amazon.com dan ebay.com.12

Menurut riset Clear Commerce Inc, merupakan

perusahaan berbasis teknologi di Texas-AS, Indonesia menempati posisi kedua

dalam hal memiliki carder terbanyak setelah Ukraina. Terbukti dari banyaknya

transaksi melalui internet dari Indonesia adalah hasil dari carding sekitar 20%.13

Menurut ICT Watch, lembaga yang mengamati dunia internet di Indonesia, para

carder kini beroperasi semakin jauh dengan melakukan penipuan melalui ruang-

ruang chatting di MIRC.14

Di Indonesia sendiri belum ada aturan khusus bagi

para pelaku carding oleh karena itu saat ini pelaku hanya dijerat dengan Pasal 362

11

Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime), (Jakarta: Rajawali

Pers, 2012), h. 18 12

Aep S. Hamidin, Tips & Trik Kartu Kredit; Memaksimalkan Manfaat dan Mengelola Risiko

Kartu Kredit, h. 80 13

Dominikus Juju, Hitam dan Putih Facebook, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010),

h. 75 14

Chandra Restu Kurniawan, Cerdas Menggunakan Kartu Kredit, (Yogyakarta: FlashBooks,

2016), h. 94

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

6

KUHP yaitu tentang pencurian, dan Pasal 31 Ayat (1) & Ayat (2) UU ITE tentang

hacking.

Keberhasilan suatu bank tidak hanya memberikan kayanan-layanan yang

memudahkan para pemegang kartu kredit, akan tetapi juga menjaga kepercayaan

masyarakat sehingga suatu bank akan tetap dipandang baik bagi pemegang kartu

kredit. Bank tidak hanya menghimpun dana masyarakat, namun wajib juga

menjaga kerahasiaan data pemegang kartunya dengan temuan-temuan sistem

teknologi informasi. Agar pemegang kartu kredit terhindar dari penurian data

kartu kredit atau carding.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian terkait tanggung kawab bank terhadap korban

kejahatan di dunia perbankan dalam bentuk skripsi yang berjudul “TANGGUNG

JAWAB HUKUM BANK PENERBIT TERHADAP RISIKO KERUGIAN

NASABAH KARTU KREDIT AKIBAT CARDING”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Penyalahgunaan kartu kredit semakin meningkat dengan beranekaragam

modus operandi sehingga timbul berbagai macam permasalahan. Kemajuan

teknologi informasi juga mempengaruhi masalah carding. Oleh sebab itu akan

dikumpulkan alternatif-alernatif sebab terjadinya masalah yang pada

gilirannya nanti akan diteliti sesuai dengan batasan kemampuan peneliti.

Masalah yang dapat diidentifikasi peneliti adalah sebagai berikut:

a. Risiko kerugian yang di alami nasabah kartu kredit akibat pencurian

data kartu kredit melalui internet.

b. Perlindungan hukum bank penerbit terhadap risiko kerugian nasabah

kartu kredit akibat pencurian data kartu kredit melalui internet.

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

7

c. Upaya pemerintah dalam melindungi pemegang kartu kredit terhadap

risiko kerugian nasabah kartu kredit akibat pencurian data kartu kredit

melalui internet.

d. Kepastian hukum di Indonesia dalam mengatur kejahatan carding

e. Tanggung jawab hukum bank penerbit (card issuer) dalam

menyelesaikan masalah jika terjadi carding.

2. Pembatasan Masalah

Karena luasnya masalah-masalah tersebut dan agar penelitian ini dapat

fokus membahas lebih tuntas, serta dapat mencapai sasaran yang diharapkan,

maka perlu adanya pembatasan masalah. Berdasarkan identifikasi masalah

yang ada, penelitian ini lebih memfokuskan kepada hubungan hukum antara

card issuer dan card holder, kejahatan dalam perbankan, tanggung jawab

bank penerbit kartu kredit terhadap pencurian data kartu kredit, penyebab

terjadinya pencurian data kartu kredit, penyelesaian masalah pencurian data

kartu kredit. Peneliti mencoba mengaitkan antara pendapat atau data dari hasil

analisis Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Kemudian wawancara pada tanggal 13 September 2018 dengan staf

Pengembangan dan Penelitian Hukum dari Divisi Hukum Bank BNI yang

berlokasi di Jakarta Pusat.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi serta pembatasan

masalah yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa permasalahan yang

akan dikaji secara lebih lanjut dan mendalam tentang perlindungan hukum

bank penerbit (card issuer) terhadap risiko kerugian pemegang kartu kredit

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

8

akibat carding dan tanggung jawab hukum bank penerbit (card issuer) dalam

menyelesaikan masalah jika terjadi pencurian data kartu kredit (carding).

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum bank penerbit (card issuer)

mengenai kebijakan ketika pemegang kartu kredit mengalami kerugian.

b. Untuk mengetahui penanganan yang dilakukan bank penerbit (card issuer)

ketika pemegang kartu kredit mengalami kerugian.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,

sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi

dunia perbankan, dunia Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan

dunia hukum.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi peneliti

Menambah wawasan peneliti mengenai tanggung jawab bank dalam

menyelesaikan permasalahan, mengetahui bentuk cybercrime

khususnya kejahatan carding dan bagaimana kepastian hukum di

Indonesia dalam mengatur dan memberikan perlindungan pemegang

kartu terhadap pencurian data kartu kredit (carding), untuk

selanjutnya dijadikan sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku.

2) Bagi pemegang kartu

Sebagai masukan yang bermanfaat dalam menggunakan kartu kredit

dalam bertransaksi non-tunai. Untuk mengetahui hukum yang dapat

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

9

melindungi pemegang kartu jika menjadi korban carding dan

tindakan yang diambil oleh bank sebagai pihak penerbit (card issuer).

3) Bagi pemerintah

Sebagai masukan untuk melakukan pengawasan, memblokir situs-

situs fraud, dan mernasang sistem yang baik untuk melindungi

pemegang kartu pemilik kartu kredit dari ancaman carding.

4) Bagi bank

Mengetahui tindakan yang tepat ketika terjadi pencurian data kartu

kredit oleh orang luar.

5) Bagi ilmu pengetahuan

a) Menambah keilmuan mengenai tanggung jawab hukum bank

sebagai penerbit (card issuer) terhadap kerugian pemegang kartu

kartu kredit akibat carding.

b) Sebagai bahan referensi dalam ilmu hukum sehingga dapat

memperkaya dan menambah wawasan.

6) Bagi peneliti berikutnya

Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan

lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Studi ini menggunakan metode pendekatan normatif – doktriner, yaitu

suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum tetapi disamping itu juga

mengacu pada peraturan perundang-undangan, dan menelaah kaidah-kaidah

yang berlaku di masyarakat.15

Pendekatan normatif – doktriner dilakukan

melalui upaya pengkajian atau penelitian hukum kepustakaan (library

research) dengan menganalisis peraturan perundang-undangan dan regulasi

yang terkait dengan kejahatan carding maupun penelitian lapangan (field

15

Hanitijo Ronny Seomitra, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1990), h. 106

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

10

research)16

Studi ini menggunakan pendekatan perundang-undangan berupa

semua peraturan terkait dengan perbankan dan pencurian kartu kredit serta

penelitian lapangan yaitu dengan melakukan wawancara dengan legal staff

Bank BNI Pusat, yang bertindak sebagai bank penerbit (card issuer).

2. Jenis Penelitian

Studi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menyajikan

data dengan pendeskripsian masalah.17

Artinya data yang dikumpulkan bukan

berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara,

catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi

lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah

ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mandalam,

rinci dan tuntas. 18

Oleh karena itu, cara yang digunakan dalam studi ini untuk

memecahkan permasalahan dalam karya tulis ini adalah dengan meninjau

produk-produk hukum terkait, dan bahan kepustakaan yang ada.

3. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari

mana data dapat diperoleh.19

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autotiratif,

artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari

perundang- undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan undang-undang, dan putusan-putusan hakim,20

yaitu:

16

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 96 17

Yayan Sopyan, Buku Ajar Pengantar Metodelogi Penelitian, (Ciputat: FSH UIN Jakarta,

2010), h. 58 18

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.

131 19

Suharsimi Arikunto, Preosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Ranika

Cipta, 2010), h. 12 20

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 96

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

11

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)

3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan.

4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen.

5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia

perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang

Bank Indonesia.

6) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa

Keuangan.

7) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan

Teknologi Elektronik (ITE) perubahan atas Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008.

8) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/2005 Tentang Transparasi

Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Pemegang

kartu.

9) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

10) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.

11) Surat Edaran Bank Indonesia nomor 14/17/DASP 2012 7 Juni 2012

Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia (BI) nomor

11/10/DASP/2009 13 April 2009 Tentang Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

12) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/SEOJK.07/2014

Tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada

Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

12

13) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009

Perubahan Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61

Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan.

14) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No

1251/KMK.013/1998 Tentang Ketentuan dan Tata Cata

Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder ialah semua publikasi Tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi seperti buku-buku teks,

kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar atas putusan

pengadilan21

, terdiri dari:

1) Wawancara dengan Bank BNI. Teknik wawancara yang dilakukan

adalah wawancara terarah. Wawancara terarah ini mempergunakan

daftar pertanyaan yang disiapkan terlebih dahulu.22

2) MasterCard International Guide and Policy.

3) Hasil penelitian yang berkaitan dengan kartu kredit.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.23

Dengan tujuan

memperoleh informasi terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya,

terdiri dari:

1) Kamus Hukum.

2) Ensikolepedia Hukum.

4. Teknik Pengumpulan Data

21

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 141 22

Burhan Ashsofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 6 23

Faisal Ananda Arfa, Metode Penelitian Hukum Islam, (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama,

2016), h.88

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

13

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode

wawancara yaitu percakapan antara pe-riset seseorang yang berharap

mendapatkan informasi, dan informan seseorang yang diasumsikan

mempunyai informasi penting tentang sesuatu objek. Wawancara merupakan

metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi

langsung dari sumbernya. Wawancara ini dilakukan dengan mewawancarai

pihak yang ahli pada bidang hukum perbankan yaitu Bagian Pengembangan

dan Penelitian Hukum - Divisi Hukum Bank BNI Jakarta Pusat. Dalam

wawancara tersebut peneliti akan menanyakan beberapa pertanyaan terkait

penelitian yang sudah disiapkan sebelumnya. Penelitian dilakukan secara

mendalam tentang hubungan bank penerbit dengan pemegang kartu/nasabah

kartu kredit. Selain wawancara, peneliti akan meneliti data dari berbagai

tulisan yang telah ada dengan bersumber pada kepustakaan dan arsip.

Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara bebas

terpimpin, yaitu wawancara dilaksanakan dengan jalan informasn diberik

kebebasan untuk menjawab pertanyaan yang ditentukan.24

Hasil data

wawancara tersebut kemudian diubag dari format audio menjadi visual dalam

bentuk teks.25

5. Subjek Penelitian

Subjek dan narasumber yang dilibatkan dalam penelitian ini memiliki

karakteristik, yaitu: subjek penelitian ini berjumlahkan 1 orang yang berasal

dari Bagian Pengembangan dan Penelitian Hukum - Divisi Hukum Bank BNI

Jakarta Pusat.

6. Metode Analisis Data

Dalam penyusunan studi ini menggunakan metode deskriptif analitis

terhadap data pustaka dan lapangan. Data yang telah didapat kemudian

24

Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia, 1989),h. 162 25

Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif HidAyatullah Jakarta, Pedoman Penelitian

Skripsi, (Jakarta: FSH, 2017), h. 37

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

14

dikumpulkan kemudian dianalisis dengan pertama-tama data dicek kembali

sambal meringkas dan menghilangkan duplikasi-duplikasi. Dilanjutkan

dengan peng-kode-an atau pengklasifikasian. Hasil dari pengkodean akan

menghasilkan deskripsi, pola dan tema.26

7. Metode Penulisan

Metode penulisan mengacu kepada buku pedoman penulisan skripsi yang

dikeluarkan doleh Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2017.

E. Sistematika Penulisan

Sesuai dengan buku Pedoman Penulisan Skripsi tahun 2017 dimana

didalamnya termaktub kebijakan skripsi untuk Fakultas Syariah dan Hukum maka

sistematika penulisan terbagi dalam lima bab. Adapun perinciannya sebagai

berikut:

BAB I : Pada bagian pertama berisi pendahuluan akan dimuat; latar

belakang masalah yang berisi mengenai alasan yang melatar

belakangi studi ini diteliti, dilanjutkan dengan pembatasan dan

perumusan masalah yang berisi poin-poin pertanyaan dari

masalah yang akan dibahas baik khusus maupun umum, tujuan

dan manfaat penelitian untuk instansi, mahasiswa maupun

masyarakat umum, kajian terdahulu (Review Studi) yang berisi

penjeleasan mengenai penelitian atau karya tulis yang

dilakukan oleh peneliti sebelumnnya, dan metode penelitian

memaparkan metode apa saja yang digunakan dalam studi

sehingga menjawab permasalahan yang ada.

BAB II : Pada bab ini mengulas tentang kerangka konseptual dan

kerangka teori mengenai tanggung jawab bank terhadap

26

Conny R. Semiawan, Metode Penelitian Kualitatif. Jenis, Karakteristik dan

Keunggulannya, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010), h. 120.

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

15

pencurian data pribadi pemegang kartu pengguna kartu kredit

dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang

mencakup hukum data pribadi pemegang kartu pada perbankan,

ruang lingkup dan bentuk-bentuk tanggung jawab bank

terhadap pemegang kartu pengguna kartu kredit dan konsepsi

umum mengenai pencurian data kartu kredit (carding) dalam

peraturan perundang-undangan. Kemudian dalam bab ini akan

diuraikan mengenai tinjauan (review) kajian terdahulu.

BAB III : Pada bab ini berisi data penelitian meliputi undang-undang

yang digunakan dalam penelitian. Bab ini membahas mengenai

profil PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang

digunakan sebagai subjek penelitian.

BAB IV : Pada bab ini berisi tentang perlindungan hukum yang diberikan

bank penerbit (card issuer) terhadap resiko kerugian pemegang

kartu kredit akibat carding dan tanggung jawab hukum bank

BNI sebagai bank penerbit (card issuer) dalam menyelesaikan

masalah jika terjadi pencurian.

BAB V : Pada bab ini sebagai penutup akan menguraikan tentang

kesimpulan atas pembahasan dan penelitian, dan saran-saran

yang bermanfaat untuk pihak-pihak yang berkepentingan.

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

Tanggung jawab hukum bank adalah suatu bentuk perwujudan hak dan

kewajiban yang diberikan pihak bank kepada subyek hukum dalam bentuk

perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun represif, baik secara lisan

maupun tertulis.

Menurut sistem perbankan Indonesia, perlindungan hukum terhadap

pemegang kartu dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara. Hermansyah dalam

bukunya Hukum Perbankan Nasional Indonesia mengutip pendapat Marulak

Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai

perlindungan terhadap pemegang kartu penyimpan dana, dapat dilakukan melalui

2 (dua) cara, yaitu: 1

1. Perlindungan secara implisit (Implict deposit protection), yaitu perlindungan

yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang

dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank.

2. Perlindungan secara eksplisit (Explisit deposit protection) yaitu perlindungan

melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,

sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan

mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.

Beberapa prinsip tanggung jawab pelaku usaha dalam hukum menurut Edmon

Makarim dalam bukunya Pengantar Hukum Telematika yaitu:2

1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan

Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang dapat dimintai pertanggung

jawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal

1365 KUH Perdata mengharuskan adanya 4 (empat) unsur pokok untuk bisa

1 Hermasnyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 145

2 Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), h. 401

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

17

dimintai pertanggung jawaban hukum dalam perbuatan melawan hukum,

yaitu adanya perbuatan, adanya unsur kesalahan, adanya kerugian yang

diderita, dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab

Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha selalu dianggap bertanggung

jawab sampai ia dapat membuktikan tidak bersalah. Dalam Pasal 22 UU

Perlindungan Konsumen juga menegaskan bahwa pembuktian dibebankan

kepada pelaku usaha.

3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab

Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip kedua dan hanya dikenal dalam

lingkup transaksi yang sangat terbatas yang secara common sense dapat

dibenarkan.

4. Prinsip tanggung jawab mutlak

Prinsip ini menetapkan bahwa suatu tindakan dapat dihukum atas dasar

perilaku berbahaya yang merugikan tanpa mempersoalkan ada tidaknya

kesengajaan atau kelalaian. Prinsip ini dalam perlindungan konsumen

diterapkan pada produsen yang memasarkan produk cacar sehingga dapat

merugikan konsumen.

5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan

Prinsip ini sering dipakai pelaku usaha untuk membatasi beban tanggung

jawab yang seharusnya ditanggung oleh mereka, yang umumnya dikenal

dengan pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang

dibuatnya.

Carding merupakan salah satu jenis kejahatan yang dikenal dalam

perdagangan di Internet dengan menggunakan data kartu kredit.3

Modus

kejahatan kartu kredit (carding) diantaranya:4

3 FN Jovan, Pembobol Kartu Kredit, (Jakarta: Mediakita, 2006), h. 2

4 Dony Arius, Komputer Security, (Yogyakarta: Andi, 2006), h. 55

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

18

a. Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang

asing.

b. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di Internet.

c. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan penipuan di Internet,

dengan memakai website palsu.

d. Melakukan pemesanan barang ke perusahaan di luar negeri dengan

menggunakan jasa Internet.

e. Mengambil dan memanipulasi data di Internet.

f. Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada

saat pengambilan barang di jasa.

g. Pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex, DHL, TNT, dan sebagainya).

B. Kerangka Konseptual

Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan

hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti.5 Salah

satu cara untuk menjelaskan konsep adalah definisi. Definisi merupakan suatu

pengertian yang relative lengkap tentang suatu istilah, dan biasanya definisi

bertitik tolak pada referensi.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa istilah mengenai definisi

atau pengertian serta istilah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanankan

kegiatan usahanya.

2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk

kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup

rakyat.

5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta: UI-Press,

2010), h. 132

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

19

3. Pemegang kartu kredit (card holder) adalah pengguna yang sah dari kartu

kredit.

4. Prinsipal adalah bank atau Lembaga Selain Bank (LSB) yang bertanggung

jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang

berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi kartu kredit yang

kerja sama anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.

5. Penerbit (issuer) merupakan pihak yang mengeluarkan dan mengelola suatu

kartu kredit. Penerbit dapat berupa Bank atau LSB yang menerbitkan kartu

kredit.

6. Acquirer adalah pihak yang mengelola penggunaan kartu kredit terutama

dalam hal penagihan dan pembayaran antara pihak issuer dan merchant

dan/atau antara pemegang dan penerbit.

7. Pihak penjual barang/jasa (merchant) adalah pihak yang ditunjuk/disetujui

oleh pihak pengelola untuk dapat melakukan transaksi dengan pemegang

kartu kredit sebagai pengganti uang tunai.

C. Tanggung Jawab Hukum Bank Penerbit

Pengertian tanggung jawab dalam Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia

adalah keadaan dimana wajib menanggung segala sesuatu, sehingga berkewajiban

menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan

jawab dan menanggung akibatnya. Pertanggung jawaban dalam kamus hukum,

yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang

menunjukan semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang

bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara

aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi

yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility

merupakan hal yang dapat dipertanggung jawabkan atas suatu kewajiban, dan

termasuk putusan, keterampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

20

kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan.6

Pertanggung jawaban dimaksudkan untuk menuntut pertanggung jawaban suatu

atau seorang aktor atas kelalaian atupun perbuatan yang disengaja yang

menimbulkan kerugian pada orang atau pihak lain.7

Tanggung jawab merupakan suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan

oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman

baik fisik maupun mental, kepada korban atau saksi, dari ancaman, gangguan,

terror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap

penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

Keberadaan hukum bertujuan untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan

kepastian hukum. Hak yang diberikan oleh hukum bukan hanya mengandung

unsur perlindungan dan kepentingan saja tetapi juga unsur kehendak. Pada

dasarnya hukum adalah sesuatu yang abstrak, namun dalam perwujudannya dapat

berupa wujud konkret. Suatu ketentuan hukum dapat dinilai baik jika dari

penerapannya menghasilkan akibat-akibat berupa kebaikan, kebahagiaan yang

sebesar-besarnya, dan berkurangnya penderitaan.8

Pengertian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam buku Zainal

Asikin Pengantar Ilmu Hukum, yang memadai harus tidak hanya memandang

hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur

kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga

(institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam

kenyataan.9Sedangkan Van Aperdoorn dalam buku R. Seoroso Pengantar Ilmu

Hukum, memberikan definisi atau batasan hukum, sebenarnya hanya bersifat

menyama-ratakan saja, dan itupun tergantung siapa yang memberikan.10

Dapat

6 Nurdiman Munir, Pengantar Hukum Siber Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 263

7 Nadya Meta Puspita, “Tanggung Jawab HAM Korporasi Transnasional”, Padjajaran Jurnal

Ilmu Hukum, III, 1 (2016), h. 195 8 Zulham, Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 4

9 Zainal Asikin, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 11

10 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 27

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

21

disimpulkan bahwa hukum merupakan himpunan peraturan yang dibuat oleh

pihak berwenang untuk mengatur dan melindungi tata kehidupan masyarakat

yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat bersifat memaksa

dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan pengertian

bank menurut Pasal 1 butir 2 adalah,

“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan

atau bentuk kredit lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak.”

Pengertian Bank adalah salah satu badan usaha lembaga keuangan yang

bertujuan memberikan kredit dan pemberian jasa-jasa. Pengertian bank dapat

dilihat dari tiga sisi dimana bank menjadi penerima kredit, bank menjadi pemberi

kredit dan bank menjadi pemberi kredit bagi masyarakat. Adapun pemberian

kredit dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang

dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan penciptaan uang bank atau

bank money creation.11

Dalam Pasal 1365, 1366 dan 1367 KUH Perdata disebutkan apabila seseorang

melakukan perbuatan melawan hukum akan mengakibatkan harus membayar

ganti rugi. Atau jika melanggar suatu perjanjian atau perikatan maka harus

dihukum akibat wanprestasi atau memberikan ganti rugi akibat pelanggaran

kesepakatan yang dibuat. Tanggung jawab profesional adalah tanggung jawab

hukum dalam hubungan antara pemberi jasa yang diberikan klien. Tanggung

jawab tersebut muncul karena mereka tidak memenuhi perjanjian yang disepakati

atau akibat dari kelalaian penyedia jasa mengakibatkan terjadinya perbuatan

11

Joice Irma Runtu Thomas, “Pertanggungjawaban Bank Terhadap Hak Pemegang kartu

Yang Dirugikan Dalam Pembobolan Rekening Pemegang kartu”, Lex et Societatis, I, 1 (Januari-Maret,

2013), h. 126

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

22

melawan hukum.12

Sama halnya tanggung jawab hukum menurut Hans Kelsen

menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu

perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subjek berarti

bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang

bertentangan.13

Pengertian tanggung jawab hukum bank adalah suatu bentuk

perwujudan hak dan kewajiban yang diberikan pihak bank kepada subyek hukum

dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun represif, baik

secara lisan maupun tertulis.

Beberapa prinsip tanggung jawab pelaku usaha dalam hukum menurut Edmon

Makarim dalam bukunya Pengantar Hukum Telematika yaitu:14

1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan

Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang dapat dimintai pertanggung jawaban

secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUH

Perdata mengharuskan adanya 4 (empat) unsur pokok untuk bisa dimintai

pertanggung jawaban hukum dalam perbuatan melawan hukum, yaitu adanya

perbuatan, adanya unsur kesalahan, adanya kerugian yang diderita, dan

adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab

Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha selalu dianggap bertanggung

jawab sampai ia dapat membuktikan tidak bersalah. Dalam Pasal 22 UU

Perlindungan Konsumen juga menegaskan bahwa pembuktian dibebankan

kepada pelaku usaha.

3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab

Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip kedua dan hanya dikenal dalam

lingkup transaksi yang sangat terbatas yang secara common sense dapat

dibenarkan.

12

Nurdiman Munir, Pengantar Hukum Siber Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 263 13

https://yuokysurinda.wordpress.com/2018/02/24/beberapa-teori-hukum-Tentang-tanggung-

jawab/. 14

Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), h. 401

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

23

4. Prinsip tanggung jawab mutlak

Prinsip ini menetapkan bahwa suatu tindakan dapat dihukum atas dasar

perilaku berbahaya yang merugikan tanpa mempersoalkan ada tidaknya

kesengajaan atau kelalaian. Prinsip ini dalam perlindungan konsumen

diterapkan pada produsen yang memasarkan produk cacar sehingga dapat

merugikan konsumen.

5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan

Prinsip ini sering dipakai pelaku usaha untuk membatasi beban tanggung

jawab yang seharusnya ditanggung oleh mereka, yang umumnya dikenal

dengan pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang

dibuatnya.

D. Perlindungan Nasabah

Menurut sistem perbankan Indonesia, perlindungan hukum terhadap

pemegang kartu dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara. Hermansyah dalam

bukunya Hukum Perbankan Nasional Indonesia mengutip pendapat Marulak

Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai

perlindungan terhadap pemegang kartu penyimpan dana, dapat dilakukan melalui

2 (dua) cara, yaitu:15

1. Perlindungan secara implisit (Implict deposit protection), yaitu perlindungan

yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang

dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang

diperoleh melalui:

a. Peraturan perundang-undangan di bidang perbanka (UU Nomor 7 Tahun

1992 Jo UU Nomor 10 Tahun 1998);

b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang

efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia;

15

Hermasnyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 145

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

24

c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada

khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya;

d. memelihara tingkat kesehatan bank;

e. Melakukan usaha dengan prinsip kehati-hatian;

f. Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan

pemegang kartu;

g. Menyediakan informasi risiko pada pemegang kartu.

2. Perlindungan secara eksplisit (Explisit deposit protection) yaitu perlindungan

melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,

sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan

mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.

Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin

simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI

Nomor 26 Tahun 1998 Tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.

Pengertian perlindungan secara implisit adalah, perlindungan yang dihasilkan

oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan

terjadinya kebangkrutan bank yang diawasi. Sedangkan yang dimaksud

perlindungan secara eksplisit adalah pelindungan melalui pembentukan suatu

lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami

kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang

disimpan pada bank yang gagal tersebut.

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 Tentang Perbankan hanya mengatur perlindungan kepada pemegang kartu

secara implisit. Dalam Undang-Undang tersebut, pada dasarnya perlindungan

kepada nasabah tidak dapat dipisahkan dengan upaya menjaga kelangsungan bank

sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem

perbankan pada umumnya. Pelindungan pemegang kartu yang diberikan oleh

bank juga terdapat di dalam Pasal 29 angka 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 Tentang perbankan dimana untuk kepentingan nasabah bank wajib

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

25

menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian

sehubungan dengan transaksi pemegang kartu yang dilakukan oleh bank.

Asas-asas perlindungan konsumen yaitu;16

1. Asas manfaat: perlindungan konsumen harus memberikan manfaat

semaksimal mungkin, baik bagi kepentingan konsumen maupun bagi pelaku

usaha.

2. Asas keadilan: memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha

untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas keseimbangan: memberikan keseimbangan antara kepentingan

konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen: memberikan jaminan keamanan

dan keselamatan konsumen atau barang dan jasa yang digunakan.

5. Asas kepastian hukum: para pelaku usaha dan konsumen harus menaati

hukum dan memperoleh keadilan, dimana negara menjamin kepastian hukum.

Pada dasarnya perlindungan konsumen dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:17

1. Perlindungan hukum yang diberikan undang-undang atau hukum sebagai

akibat otomatis dari suatu keadaan tertentu.

2. Perlindungan hukum berdasarkan perjanjian, yang merupakan satu jaminan

atas kualitas produk yang dinyatakan secara lisan atau tertulis.

Aspek perlindungan konsumen terhadap kartu kredit, di antaranya:18

1. Tool kit19

, yaitu pemberian informasi penting, pelatihan dan bantuan supaya

para penegak hukum bisa melakukan investigasi kasus penipuan kartu kredit

dengan pemakaian teknologi cangih.

16

Laksanto Utomo, Aspek Hukum Kartu Kredit dan Perlindungan Konsumen, (Bandung: PT

Alumni, 2011), h. 197 17

Ahmad Heidar, Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Trasnsaksi Perdagangan Dengan

Mempergunakan Electronic Commerce, (Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran,

Lembaga Penelitian Perkembangan Hukum, Universitas Padjajaran, 2000) 18

Ahmad Muliadi, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Akademia Permata, 2013), h. 103 19

Merupakan program software yang user friendly didesain membantu apparat hukum dalam

menangkap data rekening yang menucrigakan ketika ada transaksi. Isinya berupa detail sistem kartu

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

26

2. Pada kartu kredit tercantum foto dan tanda tangan pemegang kartu yang akan

menambah rasa aman dan percaya diri pada saat digunakan untuk segala

keperluan. Sehingga pada saat terjadi transaksi penjualan, dengan adanya foto

tersebut memperkecil kemungkinan penggunaan kartu kredit oleh orang lain.

3. Kolom tanda tangan. Untuk keamanan dalam melakukan segala bentuk

transaksi, biasanya pihak bank mewajibkan bagi pemegang kartu kredit untuk

mencantumkan tanda tangan yang sesuai dengan yang terletak pada sisi depan

kartu. Apabila terjadi keganjalan atau perbedaan tanda tangan, maka

pemegang kartu harus menunjukkan atau memperlihatkan kartu atau tanda

pengenal lainnya.

4. PIN berfungsi untuk menghindari penggunaan atau pemakaian yang

berlebihan atau merugikan pemegang kartu itu sendiri.

E. Kerahasiaan Data Nasabah

Dari segi kacamata hukum, hubungan antara pemegang kartu dan bank terdiri

dari dua bentuk yaitu hubungan kontraktual dan hubungan non-kontraktual.20

Hubungan antara bank dengan nasabahnya tidak hanya seperti hubungan

kontraktual biasa, melainkan suatu hubungan yang terdapat kewajiban bagi bank

untuk tidak membuka rahasia nasabahnya kepada pihak manapun kecuali jika ada

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.21

Istilah rahasia bank mengacu

pada rahasia dalam hubungan antara bank dan nasabahnya. Dalam Pasal 1 Ayat

(28) Undang-Undang Perbankan, yang dimaksud dengan rahasia bank adalah

segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai pemegang kartu

penyimpanan dan simpanannya.

pembayaran, fitur keamanan kartu, tren palsu beserta bariasi, operasi penipuan bank, support teknis

dan operasional bank. 20

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2003), h.100 21

Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan

Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 5

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

27

Menurut Munir Fuadi dalam bukunya yang mengatakan terdapat 2 (dua) teori

mengenai rahasia bank, yaitu:

1. Teori mutlak

Menurut teori ini bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau

keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena

kegiatan usahanya dalam keadaan apapun juga, dalam keadaan biasa atau

dalam keadaan luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu,

sehingga kepentingan negara dan masyarakat sering terabaikan.

2. Teori Relatif

Menurut teori ini bank diperbolehkan membuka rahasia atau memberi

keterangan mengenai nasabahnya, apabila untuk kepentingan yang mendesak,

misalnya untuk kepentingan negara atau kepentingan hukum. Menurut teori

ini rahasia bank tetap diikuti, tetapi dalam hal-hal khusus, yakni dalam hal

termasuk luar biasa prinsip kerahasiaan bank tersebut dapat diterobos.

Misalnya, untuk kepentingan perpajakan atau kepentingan perkara pidana.22

Menurut Bambang Setioprodjo, secara filosofis kewajiban bank dalam

memegang rahasia keuangan pemegang kartu atau perlindungan atas kerahasiaan

keuangan pemegang kartu didasarkan pada:

1. Hak setiap orang atau badan untuk tidak dicampuri atas masalah yang bersifat

pribadi (personal privacy);

2. Hak yang timbul dari perikatan antara bank dan pemegang kartunya, dalam

kaitan ini bank berfungsi sebagai kuasa dari pemegang kartunya dan dengan

itikad baik wajib melindungi kepentingan pemegang kartu;

3. Atas dasar ketentuan undang-undang yang berlaku, yaitu Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang menegaskan bahwa

berdasarkan fungsi utama bank dalam menghimpun dana dari masyarakat,

22

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2003), h.89

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

28

maka pengetahuan bank tentang keadaan keuangan pemegang kartu tidak

disalahgunakan dan wajib dijaga kerahasiaannya oleh setiap bank;

4. Kebiasaan dan kelaziman dalam dunia perbankan;

5. Karakteristik kegiatan usaha bank.23

Disamping itu, Yunus Husein dalam bukunya Rahasia Bank dan Penegakan

Hukum juga memberikan beberapa alasan utama mengenai perlunya rahasia bank

dalam praktik perbankan, yaitu:

Pertama, untuk meyakinkan pemegang kartu ketika mereka menyerahkan

keterangan pribadinya yang bersifat rahasia kepada bank yang mempunyai

hubungan kontraktual dengannya. Penyerahan keterangan dan dokumen yang

bersifat rahasia ini sudah tentu untuk keuntungan kedua belah pihak. Bank tidak

dapat menjalankan tugas dan usahanya (juga untuk kepentingan pemegang kartu)

apabila pemegang kartu tidak menyediakannya dengan keterangan yang

diperlukan. Hubungan antara bank dan pemegang kartu tersebut mirip dengan

hubungan antara lawyer dengan kliennya atau hubungan antara dokter dan

pasiennya. Semuanya sama-sama mengandung kewajiban untuk merahasiakan

data diri kilen/pemegang kartu/pasiennya.24

Keterangan yang diberikan klien dan

pasien itu harus dirahasiakan untuk mendorong mereka agar memberikan

keterangan selengkapnya.

Kedua, untuk kepentingan bank dalam usahanya memerlukan kepercayaan

dari pemegang kartu yang menyimpan uangnya dibank, maka rahasia pribadi

tentang penyimpanan dan simpanannya harus dirahasiakan.

Ketiga, pengaturan rahasia bank dalam Undang-Undang Dasar atau Undang-

Undang suatu negara biasanya didasarkan pada pola berpikir dikotomis, yaitu

adanya negara/pemerintah yang berkuasa di satu pihak dan adanya rakyat yang

tunduk pada pemeerintah atau negara. Pengaturan tersebut terutama dimaksudkan

23

Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2012), h. 330 24

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2003), h.87

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

29

untuk membatasi campur tangan negara/pemerintah pada kehidupan pribadi setiap

anggota masyarakat.

Keempat, ketentuan rahasia bank ini diperlukan untuk mencegah terjadinya

penyitaan yang sewenang-wenang, misalnya seorang investor asing pada suatu

negara yang kebijakannya sering berubah-ubah.25

F. Kartu Kredit

Kartu kredit merupakan salah satu alat pembayaran yang simple, efisien dan

memberikan nilai lebih pada pemegangnya. Merupakan jenis penyelesaian

transaksi ritel yang diterbitkan kepada pengguna sistem tersebut sebagai alat

pembayaran yang dapat digunakan untuk membayar suatu transaksi.26

Kartu

kredit disebut jenis alat pembayaran yang dapat digunakan oleh pemegangnya

sebagai alat pembayaran bersifat elektronis. Kartu Kredit merupakan alat

pembayaran yang memiliki prinsip “buy now pay later”, dimana pada saat

transaksi kewajiban pemegang kartu ditalangi terlebih dahulu oleh penerbit Kartu

Kredit. Pemegang kartu dapat melunasi pembayaran berdasarkan waktu yang

disepakati antara pemegang kartu dan penerbit. Saat ini fasilitas yang ditawarkan

bagi pengguna Kartu Kredit sangat beragam, mulai dari diskon di merchant, point

rewards yang dapat digunakan untuk berbelanja, sampai dengan pembelian

barang dengan bunga cicilan 0%.27

Kartu kredit (credit card) adalah alat pembayaran pengganti uang tunai atau

cek. Menurut Suryohadibroto dan Prakoso, kartu kredit adalah alat pembayaran

sebagai pengganti uang tunai yang sewaktu-waktu dapat digunakan konsumen

untuk ditukarkan dengan produk barang dan jasa yang diinginkannya pada

tempat-tempat yang menerima kartu kredit (mechant) atau bisa digunakan

25Yunus Husein, Rahasia Bank dan Penegakan Hukum, (Jakarta: Pustaka Juanda Tigalima,

2010), hal. 38-39 26

Aep S. Hamidin, Tips & Trik Kartu Kredit; Memaksimalkan Manfaat dan Mengelola Risiko

Kartu Kredit, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2010), h. 9 27

www.bi.go.id (ID). https://www.bi.go.id/id/iek/alat-pembayaran/Contents/Default.aspx.

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

30

konsumen untuk menguangkan kepada bank penerbit atau jaringannya (cash

advance).28

Kartu kredit diterbitkan oleh bank penerbit atau lembaga pengelola

kartu kredit untuk kepentingan pemegang kartu dan dapat digunakan oleh

pemegangnya sebagai alat pembayaran yang sah secara kredit. Kartu kredit

merupakan sebuah kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik, dengan

dibubuhkan identitas dari pemegang dan penerbitnya bersifat magnetis yang

memberikan hak kepada siapa kartu ini diisukan untuk menandatangani tanda

pelunasan pembayaran harga dari suatu jasa atau barang-barang yang dibeli di

tempat tertentu, yang pembayarannya dapat dilakukan sekaligus atau angsuran

pada jangka waktu tertentu.29

Jadi pihak-pihak yang terkait dalam penggunaan kartu kredit, yaitu:

1. Pemegang kartu kredit (card holder) adalah pengguna yang sah dari kartu

kredit. 30

2. Prinsipal adalah bank atau Lembaga Selain Bank (LSB) yang bertanggung

jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang

berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi kartu kredit yang

kerja sama anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.

3. Penerbit (issuer) merupakan pihak yang mengeluarkan dan mengelola suatu

kartu kredit. Penerbit dapat berupa Bank atau LSB yang menerbitkan kartu

kredit.31

4. Acquirer adalah pihak yang mengelola penggunaan kartu kredit terutama

dalam hal penagihan dan pembayaran antara pihak issuer dan merchant

dan/atau antara pemegang dan penerbit.

28

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 90 29

Ahmad Muliadi, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Akademia Permata, 2013), h. 76 30

Serfianto Dibyo Purnomo, Untung Dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang

Elektronik, (Jakarta: Visimedia, 2012), h. 113 31

Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 129

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

31

5. Pihak penjual barang/jasa (merchant) adalah pihak yang ditunjuk/disetujui

oleh pihak pengelola untuk dapat melakukan transaksi dengan pemegang

kartu kredit sebagai pengganti uang tunai.32

6. Perusahaan switching adalah perusahaan yang menyediakan jasa switching

atau routing atas transaksi elektronik yang menggunakan kartu kredit melalui

terminal ATM Electronic Data Capture (EDC) dalam rangka memperoleh

otoritas dari penerbit.

7. Penyelenggara kliring adalah bank atau LSB yang melakukan perhitungan hak

dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam

rangka transaksi kartu kredit.

Sejak diterbitkan aturan PBI yang mengatur kartu kredit, yaitu PBI Nomor

14/2/PBI/2012, penggunaan kartu kredit untuk tujuan selain sebagai alat

pembayaran dilarang secara tegas oleh BI. Pelarangan tersebut diatur dalam Pasal

18 Ayat (1) dan (2) PBI tersebut yang berbunyi, “kartu kredit dilarang digunakan

diluar peruntukan sebagai alat pembayaran”.

Carding merupakan bentuk kejahatan dengan cara mencuri dan menipu suatu

website e-commersial untuk mendapatkan produk yang ditawarkan. Pelaku

carding memperoleh data kartu kredit korban, secara tidak sah (illegal

interception), dan kemudian menggunakan kartu kredit tersebut untuk berbelanja

di toko on-line (forgery).33

Carding atau disebut Card Not Present Transaction

adalah bentuk kejahatan menggunakan nomor kartu kredit orang lain untuk

dibelanjakan (non face to face transaction) tanpa sepengetahuan pemiliknya yang

sah biasanya dilakukan secara elektronik.34

Pencurian data kartu kredit sering kali

32

Ahmad Muliadi, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Akademia Permata, 2013), h. 90 33

Nazarudin Tianotak, “Urgensi Cyberlaw di Indonesia dalam Rangka Penanganan

Cybercrime di Sektor Perbankan”, Jurnal Sasi, 17, 4 (Oktober - Desember 2011), h. 22 34

Leo T. Panjaitan, “Analisis Penanganan Carding dan Perlindungan Pemegang kartu dalam

Kaitannya dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008”,

Jurnal Telekomunikasi & Komputer, III, 1 (Jakarta: Universitas Mercu Buana, 2012), h. 10

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

32

digolongkan sebagai kejahatan kerah putih (white collar crime).35

Ciri-ciri

kejahatan kartu kredit ini menggunakan modus operandi yang cukup canggih dan

oleh sindikat kejahatan baik yang bersifat nasional maupun internasional.

Berbagai cara dilakukan carder untuk mendapatkan kartu kredit milik orang

lain, antara lain dengan membuat website palsu, agar pemilik kartu kredit

memasukkan nomor kartu kreditnya. Data yang sudah dikumpulkan dimanfaatkan

untuk kepentingan sendiri. Carding merupakan salah satu jenis kejahatan yang

dikenal dalam perdagangan di Internet dengan menggunakan data kartu kredit.36

Modus kejahatan kartu kredit (carding) diantaranya:37

1. Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang asing.

2. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di Internet.

3. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan penipuan di Internet,

dengan memakai website palsu.

4. Melakukan pemesanan barang ke perusahaan di luar negeri dengan

menggunakan jasa Internet.

5. Mengambil dan memanipulasi data di Internet.

6. Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada saat

pengambilan barang di jasa.

7. Pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex, DHL, TNT, dan sebagainya).

Cara lainnya mendapatkan data kartu kredit adalah dengan menggunakan

lima teknik yaitu: menguras database toko online, membuat situs web jebakan

(web trap), menciptakan rangkaian data kartu kredit dengan software,

memanfaatkan situs web yang menyediakan fasilitas untuk menciptakan data

kartu kredit, dan membuat halaman palsu (scam page).38

35

Yaitu suatu kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang intelektual (orang-orang berdasi) 36

FN Jovan, Pembobol Kartu Kredit, (Jakarta: Mediakita, 2006), h. 2 37

Dony Arius, Komputer Security, (Yogyakarta: Andi, 2006), h. 55 38

FN Jovan, Pembobol Kartu Kredit, (Jakarta: Mediakita, 2006), h. 11

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

33

Menururt Chandra Restu Kurniawan carding dilakukan dengan bermacam-

macam modus dan metode yaitu:39

1. Extrapolasi, dilakukan pada sebuah kartu kredit yang biasa disebut sebagai

kartu master sehingga dapat diperoleh nomor kartu kredit lainnya yang nanti

akan digunakan untuk bertransaksi. Metode ini sudah lama ditinggalkan

karena berkembangnya piranti pengaman.

2. Hacking, pembajakan yang dilakukan dengan membobol sebuah website toko

yang memiliki sistem pengaman yang lemah. Dengan tujuan mengambil data

pelanggan toko tersebut.

3. Software Sniffer, dilakukan dengan mengendus dan merekam transaksi yang

dilakukan oleh seorang pengguna kartu kredit dengan menggunakan software.

Carder akan menggunakan software sniffer untuk menyadap transaksi yang

dilakukan seorang yang berada dalam satu jaringan (warnet atau hotspot area)

yang sama sehingga pelaku akan memperoleh semua data yang diperlukan

untuk selanjutnya dilakukan carding.

4. Phising, carder akan mengirim e-mail secara acak dan massal atas nama suatu

instansi seperti bank, toko, atau penyedia layanan jasa, yang berisikan

pemberitahuan dan ajakan untuk login ke situs instansi tersebut. Tetapi situs

yang disiapkan adalah jebakan yang dibuat sangat mirip dengan situs aslinya.

Selanjutnya, korban diminta mengisi database di situs tersebut. Metode ini

paling berbahaya diantara lainnya karena carder dapat mengetahui seluruh

data korban melalui korbannya sendiri.

Carder merupakan bentuk kejahatan lama dengan cara baru. Terdapat dua

kegiatan perbankan di Internet yang potensial menjadi taget cybercrime. Yaitu

layanan pembayaran menggunakan kartu kredit pada toko-toko online dan

39

Chandra Restu Kurniawan, Cerdas Menggunakan Kartu Kredit, (Yogyakarta: FlashBooks,

2016), h. 92

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

34

perbankan online (online banking).40

Dari cara kerjanya carder dapat dipilih

menjadi dua tipe. Pertama, carder yang bekerja seorang diri. Kedua, carder yang

bekerja secara bersama-sama sebagai sebuah tim.41

G. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Joice Irma Runtu Thomas (2013), membahas tanggung jawab bank terhadap

hak pemegang kartu yang dirugikan dalam pembobolan rekening pemegang kartu.

Menurutnya pelanggaran hak pemegang kartu dapat diselesaikan dengan cara

mengedepankan asas musyawarah yaitu melalui mediasi. Selain itu Bank

Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan Indonesia dalam upaya

memenuhi standart telah memprioritaskan program-program terkait perlindungan

pemegang kartu termasuk penanganan pengaduan pemegang kartu, penanganan

perbankan pembentukan lembaga mediasi perbankan independen. Menurutnya

perlu adanya manajemen resiko sebagai bentuk membangun kepercayaan

masyarakat terhadap dunia perbankan, sehingga perlu menghindari potensi

terjadimya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bank. Pemegang

kartu dapat menggugat pihak bank yang telah merugikannya jika hanya terdapat

wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Apabila tidak terdapat hubungan

kontraktual diantara keduanya, maka tidak ada tanggung jawab hukum pelaku

usaha kepada pemegang kartu. Dalam praktik perbankan berlaku ketentuan bahwa

pemegang kartu yang akan menyimpan dananya disuatu bank dilakukan bukan

dengan cuma-cuma. Pemegang kartu berhak untuk menerima bunga atas dana

yang disimpan pada bank. Secara yuridis, hubungan antara bank dengan

pemegang kartu penyimpanan adalah berkaitan satu sama lain.

Ni Nyoman Anita Candrawati (2014), membahas mengeni perlindungan

hukum terhadap pemegang kartu e-money sebagai alat pembayaran dalam

40

Nazarudin Tianotak, “Urgensi Cyberlaw di Indonesia dalam Rangka Penanganan

Cybercrime di Sektor Perbankan”, Jurnal Sasi, 17, 4 (Oktober - Desember 2011), h. 22 41

FN Jovan, Pembobol Kartu Kredit, (Jakarta: Mediakita, 2006), h. 6

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

35

transaksi komersial dilakukan melalui upaya perlindungan hukum secara

preventif yaitu melalui aturan-aturan yang diterapkan pemerintah maupun dalam

bentuk perjanjian antara penerbit dan pemegang kartu e-money guna mencegah

terjadinya pelanggaran dan melalui upaya represif yaitu penyelesaian sengketa

melalui pengadilan maupun alternative penyelesaian sengketa. Bank Indonesia

selaku Bank Sentral akan melakukan perannya sebagai pengawas dalam proses

pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan uang elektronik yang dilakukan oleh

penyelenggara agar kegiatan pembayaran melalui uang elektronik dapat berjalan

sesuai ketentuan berlandaskan prinsip perlindungan pemegang kartu. Kemudian

Bank Indonesia juga akan memberikan sanksi teerhadap pelanggaran-pelanggaran

yang dilakukan oleh penyelenggara kegiatan uang elektronik yang tidak

dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain peraturan yang

dikeluarkan oleh Bank Indonesia penerbit juga menetapkan perjanjian baku yang

berisi syarat dan ketentuan antara penerbit dan pemegang e-money yang bertujuan

untuk mengikat masing-masing pihak dan memberikan batasan kepada pemegang

kartu terhadap karakteristik uang elektronik guna menghindari kesalahan atau

penyalahgunaan dalam pemakaian sehingga kerugian yang akan terjadi dapat di

minimalisir.

Leo T. Panjaitan (2012), membahas mengenai analisis penanganan carding

dan perlindungan pemegang kartu dalam kaitannya dengan Undang-Undang

Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 merupakan payung

hukum secara general (lex generalis) bagi penegakan hukum di bidang kejahatan

dunia maya. Kejahatan dunia maya dalam bidang perbankan khususnya kartu

kredit adalah carding. Carding merupakan bentuk kejahatan di internet yang

melibatkan transaksi fraud. Menurutnya perlindungan kepada pemegang kartu

sangat diperlukan dengan tujuan menciptakan kondisi yang saling

menguntungkan antara berbagai pihak, tidak hanya antara penerbit dan pemegang

kartu, guna meningkatkan transaksi e-commerce di Indonesia. Dalam

penelitiannya pada bank BNI sebagai bank penerbit melakukan upaya internal

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

36

melalui kebijakan bank seperti mekanisme chargeback yaitu beban balik akibat

transaksi fraud yang tidak dilakukan oleh pemegang kartu kredit yang sah dan

pembentukan tim Early Detection Unit (EDU) untuk melindungi kepentingan

pemegang kartu dalam menghindari dan menuntaskan kejahatan carding.

Rendi Binanggal (2016), membahas mengenai perlindungan hukum terhadap

pemegang kartu bank yang menjadi korban kejahatan ITE menurut Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008. Pertama, melalui kebijakan perlindungan hukum

terhadap pemegang kartu yang menjadi korban. Untuk mengatasinya, perbankan

bekerjasama dengan masyarakat memiliki beberapa kegiatan yang harus

dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat perlindungan pemegang kartu.

Kegiatan tersebut yaitu: menyusun mekanisme pengajuan pemegang kartu,

membentuk lembaga mediasi perbankan, meningkatkan transparasi perbankan,

meningkatkan trasnparasi produk dan melaksankan edukasi produk-produk dan

jasa bank kepada masyarakat luas. Kedua, kebijakan pertanggungjawaban hukum

terhadap pemegang kartu yang menjadi korban kejahatan yaitu dengan

meningkatkan sistem rahasia perbankan. Kemudian bentuk tanggung jawab

kepada pemegang kartu kejahatan ITE yaitu dibagi menjadi dua. Pertanggung

jawaban pidana dengan memberikan efek jera kepada pelaku yang melanggar

tindak pidana perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dengan menerapkan dasar hukum acara

pidana dalam proses penyelesaian kejahatan ITE di bidang perbankan.

Pertanggung jawaban hukum perdata dengan cara litigasi atau melalui jalur

pengadilan yang didasarkan pada Undang-Undang perbankan dan peraturan Bank

Indonesia.

Selvana Nur Amalia (2016), membahas analisis perlindungan data pribadi

pemegang kartu pada bank syariah mandiri terhadap regulasi dengan objek

penelitian di tiga cabang kantor bank syariah mandiri dapat disimpulkan bahwa

terdapat kesesuaian antara peraturan internal Bank Syariah Mandiri dalam hal

perlindungan data pribadi pemegang kartu terhadap regulasi pemerintah. Yaitu

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

37

diterbitkannya Surat Edaran Operasi Nomor 12/030/OPS Bank Syariah Mandiri

perihal Revisi Standar Prosedur Operasional (SPO) Penghimpunan Dana Terikat

Formulir Aplikasi Pembukaan Rekening Dana Perorangan. Tetapi dalam praktik

di lapangan terdapat ketidaksesuaian pada salah satu kantor cabang Bank Syariah

Mandiri. Yaitu frontliners pada kantor cabang tersebut tidak menjelaskan kepada

pemegang kartu mengenai surat persetujuan penggunaan data pribadi pemegang

kartu yang diberikan oleh bank. Ketiga kantor cabang bank syariah mandiri tidak

menyertakan materai pada surat permohonan persetujuan pemegang kartu.

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

38

BAB III

REGULASI MENGENAI TANGGUNG JAWAB BANK PENERBIT

DALAM TRANSAKSI KARTU KREDIT

A. Profil PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk

Didirikan pada tanggal 5 Juli 1946, PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk

atau BNI menjadi bank pertama milik negara yang lahir setelah kemerdekaan

Indonesia. Lahir pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, BNI

sempat berfungsi sebagai bank sentral dan bank umum sebagaimana tertuang

dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1946,

sebelum akhirnya beroperasi sebagai bank komersial sejak tahun 1955.

Oeang Republik Indonesia atau ORI sebagai alat pembayaran resmi pertama

yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia pada tanggal 30 Oktober 1946 dicetak dan

diedarkan oleh Bank Negara Indonesia. Menyusul penunjukan De Javache Bank

yang merupakan warisan dari Pemerintah Belanda sebagai bank sentral pada tahun

1949, Pemerintah membatasi peran BNI sebagai bank sentral. BNI lalu ditetapkan

sebagai bank pembangunan dan diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa

pada tahun 1950 dengan akses langsung untuk transaksi luar negeri.

Kantor cabang BNI pertama di luar negeri dibuka di Singapura pada tahun

1955. Peranan BNI untuk mendukung perekonomian Indonesia semakin strategis

dengan munculnya inisiatif untuk melayani seluruh lapisan masyarakat dari

Sabang sampai Merauke pada tahun 1960-an dengan memperkenalkan berbagai

layanan perbankan seperti Bank Terapung, Bank Keliling, Bank Bocah dan Bank

Sarinah. Tujuan utama dari pembentukan Bank Terapung adalah untuk melayani

masyarakat yang tinggal di kepulauan seperti di Kepulauan Riau atau daerah yang

sulit dijangkau dengan transportasi darat seperti Kalimantan. BNI juga

meluncurkan Bank Keliling, yaitu jasa layanan perbankan di mobil keliling

sebagai upaya proaktif untuk mendorong masyarakat menabung.

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

39

Sesuai dengan UU Nomor17 Tahun 1968 sebagai bank umum dengan nama

Bank Negara Indonesia 1946, BNI bertugas memperbaiki ekonomi rakyat dan

berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional. Segmentasi pemegang kartu

juga telah dibidik BNI sejak awal dengan dirintisnya bank yang melayani khusus

pemegang kartu wanita yaitu Bank Sarinah di mana seluruh petugas bank adalah

perempuan dan Bank Bocah yang memberikan edukasi kepada anak-anak agar

memiliki kebiasaan menabung sejak dini. Pelayanan Bank Bocah dilakukan juga

oleh anak-anak. Bahkan sejak 1963, BNI telah merintis layanan perbankan di

perguruan tinggi saat membuka Kantor Kas Pembantu di Universitas Sumatera

Utara (USU) di Medan. Saat ini BNI telah memiliki kantor layanan hampir di

seluruh perguruan tinggi negeri maupun swasta terkemuka di Indonesia.

Dalam masa perjalanannya, BNI telah mereposisi identitas korporatnya untuk

menyesuaikan dengan pasar keuangan yang dinamis. Identitas pertama sejak BNI

berdiri berupa lingkaran warna merah dengan tulisan BNI 1946 berwarna emas

melambangkan persatuan, keberanian, dan patriotisme yang memang

merefleksikan semangat BNI sebagai bank perjuangan. Pada tahun 1988, identitas

korporat berubah menjadi logo layar kapal & gelombang untuk merepresentasikan

posisi BNI sebagai Bank Pemerintah Indonesia yang siap memasuki pasar

keuangan dunia dengan memiliki kantor cabang di luar negeri. Gelombang

mencerminkan gerak maju BNI yang dinamis sebagai bank komersial Negara yang

berorientasi pada pasar.

Setelah krisis keuangan melanda Asia tahun 1998 yang mengguncang

kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, BNI melakukan program

restrukturisasi termasuk diantaranya melakukan rebranding untuk membangun &

memperkuat reputasi BNI. Identitas baru ini dengan menempatkan angka „46‟ di

depan kata „BNI‟. Kata „BNI‟ berwarna tosca yang mencerminkan kekuatan,

keunikan, dan kekokohan. Sementara angka „46‟ dalam kotak orange diletakkan

secara diagonal untuk menggambarkan BNI baru yang modern.

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

40

Peningkatan Shareholders Value BNI kembali mencatat sejarah dengan

menjual saham perdananya kepada masyarakat melalui Bursa Efek Jakarta (BEJ)

dan Bursa Efek Surabaya (BES) pada tahun 1996. Dalam sejarah perbankan

nasional, BNI menjadi bank negara pertama yang go-public. Bersamaan dengan

program divestasi saham pemerintah, BNI menerbitkan saham baru pada tahun

2007 dan 2010 melalui Penawaran Umum Terbatas (right issue) dengan

memperluas komposisi kepemilikan saham publik menjadi 40%. Dengan

meningkatnya kepemilikan publik, BNI dituntut untuk meningkatkan kinerja

unggul sehingga dapat memberikan nilai lebih kepada pemegang saham.

Globalisasi juga menuntut industri perbankan untuk selalu meningkatkan

kemampuan dalam memberikan solusi perbankan kepada seluruh pemegang kartu.

Secara historis BNI fokus pada corporate banking yang didukung dengan

infrastruktur retail banking yang kuat. Kini BNI terus berupaya meningkatkan

kapitalisasi keduanya menjadi keunggulan BNI.1

Sebagai perusahaan perbankan yang sudah berjalan lama di Indonesia, BNI

memiliki Visi & Misi yaitu:2

1. Visi BNI

Menjadi lembaga keuangan yang unggul dalam layanan dan kinerja.

2. Misi BNI

a. Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada

seluruh pemegang kartu, dan selaku mitra pilihan utama.

b. Meingkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor.

c. Menciptakan kondisi terbaik bagi karyawan sebagai tempat kebanggaan

untuk berkarya dan berprestasi.

d. Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab kepada lingkungan dan

komunitas.

1Humas BNI. https://mediakonsumen.com

2http://www.bni.co.id

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

41

e. Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola perusahaan yang

baik.

B. Pembatasan Hukum Kewajiban dan Tanggung Jawab Bank Penerbit dalam

Transaksi Kartu Kredit

Dalam KUH Perdata pengaturan tanggung jawab tidak dijelaskan secara

eksplisit, tetapi undang-undang memberikan saran bagi pemegang kartu untuk

menuntut pihak bank penerbit apabila terjadi kerugian dikemudian hari. Adapun

tuntutan tersebut, yaitu:

1. Pemenuhan perikatan

2. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi

3. Ganti rugi

4. Pembatalan perjanjian

5. Pembatalan perjanjian dengan disertai ganti rugi

Bentuk-bentuk ganti rugi dalam KUH Perdata yang diatur jelas dalam Pasal

1243 KUH Perdata, yaitu:

1. Biaya yaitu kerugian yang telah dikeluarkan (cost) oleh salah satu pihak.

2. Kerugian yaitu kerugian yang terjadi dikarenakan kerusakan barang-barang

kepunyaan pemegang kartu yang dilakukan oleh pihak bank penerbit.

3. Bunga yaitu kerugian berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan

atau dihitung oleh pemegang kartu.

Dalam Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa tiap perbuatan melanggar

hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang

karena salahnya menerbitkan kerugian tersebut. Maksud dalam ketentuan tersebut

adalah pertanggung jawaban yang diakibatkan karena adanya perbuatan melawan

hukum baik karena berbuat atau karena tidak berbuat. Dalam Pasal 1367 alinea 1

KUH Perdata juga mengatur tanggung jawab pelaku usaha dalam hal ini bank

yang berisi seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang

disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

42

perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan barang-

barang yang berada di bawah pengawasannya. Akibat perbuatan melawan hukum

secara yuridis dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pelaku maupun orang-

orang yang mempunyai hubungan hukum seperti bank dan pemegang kartu yang

timbulnya perbuatan melawan hukum. Jadi akibat dari perbuatan melawan hukum

akan menyebabkan kerugian dan akan diwujudkan dalam bentuk ganti kerugian

kepada korban dalam hal ini pemegang kartu kartu kredit.

Beban pembuktian dalam hal ini dapat dibebankan kepada pemegang kartu

untuk membuktikan bahwa telah terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh pihak

bank penerbit. Tetapi dalam Pasal 1244 KUH Perdata, pihak bank penerbit dapat

melepaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan bahwa tidak

terlaksanakanya perjanjian karena keadaan yang tidak terduga dan tidak dapat

dipersalahkan kepadanya.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen juga

berupaya melindungi nasabah bank dengan cara memberikan batasan terhadap

klausula baku yang ditetapkan oleh bank sesuai dalam Pasal 18. Menurut

ketentuan dalam Undang-Undang tersebut, tanggung jawab pihak bank penerbit

diatur dalam Pasal 19 yaitu tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi terhadap

kerusakan, pencemaran dan atau yang dihasilkan atau diperdagangkan. Dalam hal

ini ganti kerugian diwujudkan dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian

uang.

Adapaun batas waktu mengenai pemberian ganti kerugian adalah 7 (tujuh)

hari setelah tanggal transaksi. Pemberian ganti kerugian tersebut tidak menghapus

kemungkinan adanya unsur kesalahan. Sebaliknya, ketentuan diatas menjadi tidak

berlaku jika pihak bank penerbit dapat membuktikan bahwa kesalahan merupakan

kelalaian pihak pemegang kartu.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah memberikan pembatasan

tanggung jawab yang dilakukan pihak penerbit. Pembatasan tersebut diatur dalam

Pasal 27 yakni di dalam hal bisa:

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

43

1. Barang tersebut seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk

diedarkan;

2. Cacat barang yang timbul pada kemudian hari;

3. Cacat yang timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;

4. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;

5. Lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.

Perlindungan pemegang kartu yang diberikan oleh Undang-Undang

Nomor 7 tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perbankan, hanya mengatur perlindungan kepada pemegang kartu secara implisit.

Perlindungan secara implisit maksudnya perlindungan yang dihasilkan oleh

pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan

terjadinya kebangkrutan bank yang diawasi. Perlindungan pemegang kartu dalam

Pasal 29 angka 4 dimana untuk kepentingan pemegang kartu bank wajib

menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian

sehubungan dengan transaksi pemegang kartu yang dilakukan oleh bank.

Penyediaan informasi mengenai timbulnya risiko kerugian nasabah bertujuan

agar nasabah dapat mengakses informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank.

Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan

mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Pasal 40 Ayat (1) dan (2) UU

10 Nomor 1998 Tentang Perbankan menyatakan:

1. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan

simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal

41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.

2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) berlaku pula bagi Pihak

Terafiliasi.

Adanya jaminan kerahasiaan atas semua data masyarakat dalam

hubungannya dengan bank, maka masyarakat dapat me mpercayai bank tersebut.

Selanjutnya nasabah akan mempercayakan uangnya pada bank atau

memanfaatkan jasa bank.

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

44

Dalam Undang-Undang tersebut, pada dasarnya perlindungan kepada

pemegang kartu tidak dapat dipisahkan dengan upaya menjaga kelangsungan

bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem

perbankan pada umumnya. Bank yang mampu menjaga kesehatannya dengan

baik adalah bank tetap dapat menjaga kelangsungan usahanya dan tetap tanggung

dalam persaingan dunia perbankan yang semakin ketat. Bank yang sehat dan

tangguh pada dasarnya akan mampu mengamankan dana yang dipercayakan oleh

pemegang kartunya dan mampu menjalankan sistem perbakan yang sehat.

Upaya menjaga kelangsungan hidup bank agar tetap sehat terlihat dengan

terbentuknya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa

Keuangan yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan

pengawasan terhadap kegiatan dalam sektor jasa keuangan secara terpadu,

independen, dan akuntabel. Sebagai lembaga pengawas dalam sektor jasa

keuangan, maka OJK mempunyai peranan besar dalam mewujudkan sistem

keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, selain itu mampu

melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang

Perlindungan konsumen Sektor Jasa Keuangan adalah untuk melaksanakan

ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Pasal 31 mengenai

perlindungan konsumen dan masyarakat. Dalam Pasal tersebut menjelaskan

mengenai:

1. Pelaku usaha jasa keuangan dilarang dengan cara apapun, memberikan

data/atau informasi mengenai konsumennya kepada pihak ketiga.

2. Larangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dikecualikan dalam

hal:

a. Konsumen memberikan persetujuan tertulis; dan/atau

b. Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

3. Dalam hal pelaku usaha jasa keuangan memperoleh data dan/atau

informasi pribadi seseorang dan/atau sekelompok orang dari pihak lain

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

45

dan pelaku usaha jasa keuangan akan menggunakan data/atau

informasi tersebut untuk melaksanakan kegiatannya, pelau usaha jasa

keuangan wajib memiliki pernyataan tertulis dari seseorang dan/atau

sekelompok orang tersebut untuk memberikan data/atau informasi

pribadi dimaksud kepada pihak manapun, termasuk pelaku jasa

keuangan.

4. Pembatalan atau perubahan sebagian persetujuan atas pengungkapan

data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) huruf a

dilakukan secara tertulis oleh konsumen dalam bentuk surat

pernyataan.

Perlindungan konsumen adalah perlindungan terhadap konsumen dengan

cakupan perilaku pelaku usaha jasa keuangan. Dalam Pasal 28 sampai dengan

Pasal 30 perlindungan pemegang kartu yang difasilitasi oleh OJK berupa

tindakan pencegahan kerugian konsumen, pelayanan pengaduan konsumen dan

pembelaan hukum. Untuk menyediakan payung hukum yang kuat dalam membei

perlindungan kepada konsumen sektor jasa keuangan, OJK mengeluarkan

Peraturan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa

Keuangan. Melalui peraturan tersebut OJK memberikan fasilitas pengaduan

konsumen dan penyelesaian pengaduan oleh Otoritas Jasa Keuangan,

pengendalian internal, pengawasan perlindunan konsumen sektor jasa keuangan

dan sanksi yang diberikan pelaku usaha jasa keuangan oleh OJK.

Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elektronik Nomor 19 Tahun 2016

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 secara jelas

memberikan perlindungan kepada warga negara dari kejahatan yang

berhubungan dengan transaksi elektronik baik melalu penegakan hukum perdata

maupun pidana. Karena carding sendiri merupakan transaksi yang dilakukan

tanpa tatap muka maka perlindungan pemegang kartu diatur oleh Pasal 31 Ayat

(1) dan Ayat (2) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan

hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

46

dokumen elektronik dalam suatu komputer dan/atau system elektronik tertentu

milik orang lain. Serta setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan

hukum melakukan intersepsi atas transmisi informasi electronik dan/atau

dokumen elektronik yang tidak bersifat public dari, ke, dan di dalam suatu

komputer dan/atau system elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak

menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan,

penghilangan, dan/atau penghentian informasi elektronik dan/atau dokumen

elektronik yang sedang ditransmisikan. Pasal tersebut membahas mengenai

hacking, salah satu cara untuk mendapatkan nomor kartu kredit orang lain carder

melakukan hacking ke situs-situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk

masuk ke system keamanannya untuk kemudian mencuri nomor-nomor kartu

kredit milik orang lain. Kemudian dalam Pasal 32 Ayat (1) yaitu setiap orang

dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun

mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,

menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik public. Kasus carding

yang berhubungan dengan pencurian data dan informasi kartu kredit dapat dijerat

dengan Pasal tersebut. Meskipun dalam Pasal tersebut tidak disebutkan kata

“pencurian” tetapi pengaturan carding mengacu pada Pasal 32 Ayat (1).

Mengenai kasus carding jika nomor kartu kredit tersebar luas dan dapat

diakses public, Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elektronik Nomor 19

Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

dalam Pasal 34 Ayat (1) butir b mengatur sandi lewat Komputer, Kode Akses,

atau hal yang sejenis dengan itu ditunjukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat

diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 27 sampai dengan Pasal 33 oleh karena itu bank memiliki kewajiban untuk

melindungi kepentingan pemegang kartu penyimpan, karena adanya hubungan

kontraktual sebelumnya. Seperti bank berkewajiban melindungi data pribadi

pemegang kartu kartu kredit, merupakan sesuatu yang harus dirahasiakan dalam

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

47

menjalankan bisnis perbankan. Jika bank tidak dapat menjaga kepentingan

pemegang kartu akan berdampak terhadap kepercayaan pemegang kartu kepada

bank. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Pasal 40 Ayat (1)

mengatur Bank wajib merahasikan keterangan mengenai Pemegang kartu

Penyimpanan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A.

Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/2005 Tentang

Transparasi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah

menekankan bahwa transparansi terhadap penggunaan dara pribadi pemegang

kartu yang disampaikan pemegang kartu kepada bank diperlukan untuk

meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak pribadi pemegang kartu dalam

berhubungan dengan bank, serta transparansi informasi mengenai produk bank

dan penggunaan data pribadi pemegang kartu dilakukan agar hak-hak pemegang

kartu tetap terlindungi.

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

48

BAB IV

TANGGUNG JAWAB HUKUM BANK PENERBIT TERHADAP RISIKO

KERUGIAN NASABAH KARTU KREDIT AKIBAT CARDING.

A. Tanggung Jawab Hukum Bank BNI dalam Memberikan Perlindungan

Hukum Terhadap Risiko Kerugian Nasabah Kartu Kredit Akibat Carding

Penerbit adalah Bank atau lembaga selain Bank yang menerbitkan Alat

Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yang merupakan alat pembayaran

yang berupa Kartu Kredit, kartu Automated Teller Machine (ATM) dan/atau

Kartu Debet. Dalam penerbitan kartu kredit, bank penerbit tidak terlepas dari

pertanggung jawaban sebagai pihak penerbit. Bank penerbit selaku pihak usaha

harus mampu memberikan perlindungan hukum bagi pemegang kartu pengguna

kartu kredit sama halnya perlindungan yang diberikan kepada pemegang kartu

penyimpan dana lainnya.

Beberapa faktor penghambat yang mempengaruhi perlindungan hukum

kepada pemegang kartu kredit, yaitu:

1. Pemegang kartu kredit tidak memahami informasi dengan jelas dan lengkap

mengenai produk kartu kredit sehingga pemegang kartu tidak akan menyadari

jika ada link atau peasan spam yang dikirimkan pelaku untuk mengetahui

data peribadi pemegang kartu kredit.

2. Penggunaan electronic banking merupakan sistem pemindahan uang atau

dana secara elektronik. Kecanggihan dalam penemuan teknologi dan

informasi di dalam bidang perbankan telah menciptakan temuan sistem

tersebut. Penerapan sistem tersebut bertujuan untuk membuat pelayanan lebih

cepat.

Dalam sistem perbankan, perlindungan hukum terhadap pemegang kartu

dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu secara eksplisit dan implisit.

1. Perlindungan secara implisit (Implict deposit protection), yaitu perlindungan

yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

49

dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Bank BNI sebagai bank

penerbit telah memberikan perlindungan secara implisit kepada pemegang

kartu kredit yaitu mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang

berlaku terkait dengan perbankan dan perlindungan konsumen, serta

peraturan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Kemudian bank BNI

sebagai bank penerbit berupaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai

suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan

pada umumnya.

2. Perlindungan secara eksplisit (Explisit deposit protection) yaitu perlindungan

melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,

sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan

mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.

Dalam penerbitan kartu kredit, pertanggung jawaban hukum juga dapat

dilihat dari dua aspek yaitu aspek perjanjian dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Dalam aspek hukum perjanjian, isi perjanjian pada dasarnya adalah

ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak.

Ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat ini mengatur dengan jelas hak dan

kewajiban serta tanggung jawab dari para pihak dalam perjanjian tersebut. Dalam

perjanjian penerbitan kartu kredit bank penerbit menetapkan syarat-syarat

perjanjian secara sepihak tanpa memperhatikan dengan sungguh-sungguh

kepentingan konsumen sehingga tidak ada hak bagi konsumen untuk mengubah

syarat-syarat yang ada untuk mempertahankan kepentingannya. Syarat-syarat

dalam perjanjian sepenuhnya atas kehendak bank penerbit, pemegang kartu kartu

kredit hanya punya satu pilihan take it or leave it. Karena kebutuhan yang harus

dipenuhi, biasanya pemegang kartu hanya bisa menyetujui perjanjian tersebut

tetapi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

juga berupaya melindungi nasabah bank dengan cara memberikan batasan

terhadap klausula baku yang ditetapkan oleh bank.

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

50

Perjanjian tersebut merupakan perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat

untuk menimbulkan akibat hukum. Ketika perjanjian tersebut disepakati maka

perjanjian tersebut akan berlaku sebagai undang-undang yang mengatur tingkah

laku kedua belah pihak. Terkait klausula yang ada dalam perjanjian penerbitan

kartu kredit, sebuah perjanjian harus berpedoman pada peraturan yang berlaku

dan tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku. Jika

perjanjian penerbitan kartu kredit bertentangan dengan perundang-undangan yang

berlaku maka perjanjian tersebut akan dianggap batal demi hukum. Karena

melanggar Pasal 1320 KUH Perdata Tentang klausula yang halal dan Pasal 1337

KUH Perdata Tentang isi perjanjian tidak boleh berlawanan dengan peraturan

perundang-undangan yang ada.

Beberapa aspek perlindungan konsumen terhadap kartu kredit yang

diberikan oleh bank BNI kepada pemegang kartu kredit, di antaranya:

1. Tool kit, merupakan pemberian informasi penting kepada pemegang kartu

kredit yang berisi pelatihan dan bantuan supaya para penegak hukum bisa

melakukan investigasi jika pemegang kartu kredit mengalami kasus penipuan

kartu kredit dengan pemakaian teknologi cangih.

2. Pada kartu kredit tercantum foto dan tanda tangan pemegang kartu yang akan

menambah rasa aman dan percaya diri pada saat digunakan untuk segala

keperluan. Sehingga pada saat terjadi transaksi penjualan, dengan adanya foto

tersebut memperkecil kemungkinan penggunaan kartu kredit oleh orang lain.

3. Kolom tanda tangan. Merupakan saah satu bentuk keamanan dalam

melakukan segala bentuk transaksi, pihak bank BNI mewajibkan bagi

pemegang kartu kredit untuk mencantumkan tanda tangan yang sesuai dengan

yang terletak pada sisi depan kartu. Jika dalam suatu transaksi terjadi

keganjalan atau perbedaan tanda tangan, maka pemegang kartu harus

menunjukkan atau memperlihatkan kartu atau tanda pengenal lainnya yang

menyatakan bahwa benar kartu kredit tersebut milik pemegang kartu.

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

51

4. Dalam pemakaian kartu kredit, pemegang kartu wajib memiliki PIN 6 digit

pada kartu kredit. Penggunaan PIN tersebut dilakukan untuk meningkatkan

keamanan penggunaan kartu kredit. PIN tersebut berfungsi untuk menghindari

penggunaan atau pemakaian yang berlebihan. PIN bersifat rahasia yang hanya

boleh diketahui oleh pemiliknya saja, jika PIN karu kredit sampai tersebar

luas maka kemungkinan pemilik kartu akan mengalami kerugian.

Bank BNI mempunyai hak dan kewajiban sebagai bank penerbit dalam

rangka melindungi pemegang pemegang kartu kredit, yaitu:

1. Hak penerbit kartu kredit

a. Menyetujui atau menolak transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu

kredit berdasarkan pertimbangan dan ketentuan yang berlaku di bank.

b. Menentukan/menyesuaikan pagu kredit pemegang kartu kredit sesuai

dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.

c. Memblokir/membekukan/menutup/membatalkan/tidak memperpanjang

fasilitas kredit yang diberikan kepada pemegang kartu sesuai dengan

ketentuan dan peraturan yang berlaku di bank, antara lain karena:

1) Meninggal dunia.

2) Pemegang kartu kredit mengajukan permohonan penutupan fasilitas

kredit.

3) Terlibat dalam transaksi mencurigakan atau kasus tindak pidana

lainnya.

4) Memiliki catatan rekening yang tidak baik.

5) Menerima laporan dari pemegang kartu kredit untuk dilakukan

pemblokiran dengan alasan hilang/ dicuri.

d. Memberikan informasi secara terbatas/tidak terbatas data pemegang

kartu kredit dalam rangka pengalihan dan/atau penagihan dari bank

kepada pihak lain yang telah bekerja sama dengan bank.

e. Memindahkan saldo terhutang atas kartu kredit pemegang kartu kepada

pihak ketiga sesuai dengan kebijakan yang berlaku di bank.

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

52

f. Syarat dan ketentuan ini sewaktu-waktu dapat berubah sepenuhnya atas

dasar kebijakan bank.

g. Menetapkan kurs/nilai tukar untuk transaksi dengan mata uang selain

Rupiah berdasarkan kurs Bank, VISA, MasterCard dan JCB. Kurs

bersifat fluktuatif, sehingga perbedaan kurs sangat mungkin terjadi.

h. Menghentikan fasilitas kredit secara otomatis pada saat status/kualitas

kredit mengalami penurunan menjadi kurang lancar, diragukan, dan/atau

macet.

i. Menyesuaikan limit atau menutup fasilitas kartu kredit apabila pemegang

kartu melakukan transaksi yang dilarang atau menggunakan kartu tidak

sesuai peruntukannya.

j. Apabila pemegang kartu kredit tidak memenuhi kewajiban

pembayarannya, maka pemegang kartu kredit dengan ini memberikan

kuasa kepada bank untuk memblokir dan/atau mendebet atau mencairkan

dana pemegang kartu kredit di rekening giro, tabungan atau jenis

simpanan lainnya yang ada di bank baik yang telah ada maupun yang

akan ada dikemudian hari untuk menyelesaikan kewajiban pemegang

kartu kredit kepada bank.

2. Kewajiban penerbit kartu kredit.

Penerbit wajib menerapkan prinsip perlindungan kepada pemegang

kartu kredit dalam menyelenggarakan kegiatan APMK. Kewajiban bank

BNI sebagai penerbit diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor

14/2/PBI/2012 Tentang Perubahan atas PBI nomor 11/11/PBI/2009

Tentang penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan

Menggunakan Kartu (PBI Perubahan APMK), yaitu:

a. Penyampaian Informasi kepada pemegang kartu bahwa penerbit kartu

kredit harus memberikan informasi yang jelas kepada pemegang kartu

mengenai produk yang ditawarkan, dalam hal ini kartu kredit.

b. Menyampaikan lembar tagihan kartu kredit.

Page 64: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

53

c. Menyampaikan informasi tertulis dalam lembar tagihan

d. Mematuhi pokok-pokok etika penagihan kartu kredit

e. Mengimplementasikan transaction alert kepada pemegang kartu untuk

transaksi dengan kriteria tertentu

f. Menyediakan sistem yang dapat dikoneksikan dengan sistem APMK

yang lain

Tanggung jawab Bank BNI dalam penerbitan kartu kredit mengatur

beberapa ketentuan pertanggung jawaban oleh bank terhadap pemegang kartu

kredit yang merasa dirugikan akibat produk dari Bank BNI dalam hal ini adalah

carding, yaitu:

1. Bank BNI wajib menjaga keamanan simpanan, dana, atau aset pemegang

kartu kredit yang berada dalam tanggung jawab Bank BNI.

2. Bank BNI wajib bertanggung jawab atas kerugian pemegang kartu kredit

yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian, pengurus, pegawai Bank

BNI, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Bank BNI.

Pertanggung jawaban Bank harus mempunyai dasar, yaitu hal yang

menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain

sekaligus berupa hak yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk

memberi pertanggung jawabannya. Dengan demikian barangsiapa karena

perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian, ia wajib mengganti

kerugian itu. Maka berdasarkan tanggung jawab tersebut bank BNI selaku bank

penerbit berkewajiban menjaga keamanan simpanan, dana, atau asset konsumen.

Selanjutnya bank bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang timbul

akibat bukan dari kesalahan konsumen dan/atau pihak ketiga yang bekerja

untuk kepentingan bank penerbit. Dalam hal ini bank tidak akan mengajukan

tagihan kepada pemegang kartu kredit yang dirugikan akibat carding atau bank

akan mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan oleh pemegang kartu akibat

dari tagihan yang tidak dilakukan sama sekali oleh pemegang kartu. Selama

Page 65: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

54

pemegang kartu mampu membuktikan bahwa kerugian yang dilakukan adalah

adanya pihak ketiga dan tanpa unsur kesengajaan dari pemegang kartu kredit.

Mekanisme beban balik tersebut yang terjadi akibat transaksi fraud yang

tidak dilakukan oleh pemegang kartu kredit yang sah dinamakan chargeback.

Mekanisme chargeback ini dilakukan oleh pihak penerbit yaitu bank BNI akan

melakukan pembebanan atas sejumlah tagihan akibat transaksi yang dilakukan

oleh pihak ketiga kepada pihak acquirer karena mereka telah membuka peluang

terjadinya transaksi fraud. Bank Penerbit selanjutnya akan melakukan

investigasi terhadap perselisihan tersebut dan akan membebankan tagihan yang

berasal dari transaksi awal langsung dari bank sebagai acquirer. Chargeback

dilakukan secara elektronik dengan menggunakan sarana Card Link yang

terkoneksi ke jaringan Visa atau MasterCard.

Gambar 4.1 Mekanisme Chargeback.

Dapat disimpulkan bahwa dengan chargeback ini issuer akan

mendapatkan dananya kembali, dengan mendapatkan dananya kembali issuer

dapat menghapus transaksi dari pemegang kartu kredit yang merasa dirugikan

akibat carding.

Page 66: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

55

Visa atau MasterCard sebagai pihak principal membuat regulasi

mengenai mekanisme chargeback, regulasi tersebut mengatur mengenai periode

waktu bagi issuer untuk melakukan chargeback dan bagaimana pengajuan

teknis chargeback. Dijelaskan bahwa issuer dapat melakukan beban balik

secara layak atas transaksi fraud yang terjadi kepada pemegang kartu yang

tertera dalam Global Security Bulletin selama periode beban balik itu masih

berlaku. Beban balik harus diajukan tidak boleh lebih dari 120 hari kalender

setelah tanggal publikasi pertama Global Security Bulletin yang mencantumkan

lokasi merchant. Adapun pengajuan teknis chargeback yaitu issuer dapat

menggunakan kode 4863 untuk seluruh transaksi carding apabila: (1) Pemegang

kartu menyangkal adanya transaksi yang muncul dalam lembar tagihan

pemegang kartu; (2) Issuer telah melakukan usaha-usaha yang cukup baik

untuk mengidentifikasi jenis transaksi tersebut bagi pemegang kartu; dan (3)

Issuer menginstruksikan kepada pemegang kartu untuk menghubungi merchant

untuk mendapatkan informasi lebih lanjut sebelum mereka melakukan

chargeback.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berlakunya prinsip dasar

pertanggung jawaban atas dasar kesalahan yang berarti bahwa Bank BNI

sebagai issuer harus bertanggung jawab karena melakukan kesalahan karena

merugikan orang lain, baik dengan cara mengganti rugi dengan mengembalikan

dana dengan melakukan investigasi. Dalam investigasi Bank BNI juga

bertanggung jawab membuktikan terhadap ada tidaknya unsur kesalahan karena

semua pembuktian dibebankan kepada pelaku usaha. Hal tersebut juga diatur

dalam Pasal 28 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Pertanggung jawaban didasarkan atas hasil investigasi yaitu jika kerugian

yang dialami pemegang kartu merupakan kesalahan atau kelalaian Bank BNI

sebagai penerbit dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan bank

penerbit atas terjadinya carding, seperti kerugian atas adanya tagihan transaksi

dalam Billing Statement atau e–Billing namun pemegang kartu tidak melakukan

Page 67: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

56

transaksi tersebut, pemegang kartu dapat melakukan laporan kepada Penerbit

dan memperoleh pertanggungjawaban.

Jadi berdasarkan hal-hal tersebut apabila kerugian disebabkan bukan dari

kesalahan pemegang kartu kredit, maka kerugian tersebut adalah tanggung

jawab Bank BNI sebagai penerbit. Namun apabila dalam proses analisis dan

investigasi terbukti bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesengajaan dari

pemegang kartu kredit, maka kerugian tersebut bukan merupakan tanggung

jawab Bank BNI sebagai penerbit.

B. Tanggung Jawab Hukum Bank BNI Sebagai Bank Penerbit dalam

Menyelesaikan Pencurian Data Kartu Kredit (Carding).

Carding merupakan transaksi fraud (penyimpangan) kartu kredit dengan

menggunakan informasi kartu kredit milik pemegang kartu yang dilakukan

secara daring (on-line) maupun melalui transaksi non-daring (off line). Carding

merupakan bentuk kejahatan dengan cara mencuri atau menipu suatu website e-

commersial untuk mendapatkan produk yang ditawarkan dengan menggunakan

kartu kredit milik orang lain. Menurut peneliti carding merupakan bentuk

pencurian data atau informasi kartu kredit milik orang lain yang kemudian

dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan transaksi pembelian barang pada

kartu kredit untuk kepentingan pelaku melalui online payment gateway.

Untuk mendapatkan data pada kartu kredit milik orang lain, carding

dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan menggunakan software sniffer

dan phising. Carder akan menggunakan software sniffer untuk menyadap

transaksi yang dilakukan seseorang yang berada dalam satu jaringan seperti

warnet atau hotspot area yang sama sehingga carder akan memperoleh semua

data pemilik kartu kredit. Namun ketika carder menggunakan metode phising

maka carder akan mengirim e-mail atas nama instansi seperti bank, toko, atau

penyedia layanan jasa kepada targetnya secara acak dan massal. E-mail tersebut

berisikan pemberitahuan yang menganjurkan si korban untuk login ke situs

Page 68: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

57

instansi tersebut. Selanjutnya, korban diminta mengisi database di situs palsu

tersebut.

Modus kejahatan yang dilakukan carder untuk mendapatkan barang yang

diinginkan melakui kegiatan carding yaitu, carder mendapatkan nomor kartu

kredit melalui kegiatan-kegiatan yang dijelaskan diatas, kemudian melakukan

pemesanan barang ke perusahaan luar negeri dengan menggunakan jasa internet,

melakukan pembayaran dengan cara memanipulasi data di internet,

memberikan keterangan palsu, baik padawaktu pemesanan maupun pada saat

pengambilan barang, kemudian meminta pengiriman melalui jasa pengiriman

seperti kantor pos.

Berdasarkan penjelasan diatas banyak pemegang kartu yang merasa tidak

aman untuk menitipkan uangnya di bank yang menyebabkan ketidak percayaan

pemegang kartu kredit kepada bank. Oleh karena itu bank wajib melindungi

pemegang kartu dari kegiatan carding sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan penelitian

mengenai tanggung jawab bank BNI sebagai penerbit terhadap kerugian

pemegang kartu kredit terdapat 3 (tiga) tahapan, yaitu:

1. Tahap Sebelum Transaksi

Tahap sebelum transaksi merupakan suatu upaya yang dilakukan

sebelum terjadinya transaksi atau sebelum terjadinya perjanjian antara bank

BNI sebagai penerbit dan calon pemegang kartu kredit, yaitu peristiwa

yang terjadi sebelum calon pemegang kartu memutuskan untuk

menggunakan atau memakai produk yang ditawarkan oleh BNI kepada

calon pemegang kartu.

Pada tahap ini bank BNI selaku pelaku usaha ketika melakukan

penawaran terhadap produk kartu kredit secara langsung kepada calon

pemegang kartu dengan cara melalui pemberian informasi mengenai

produk kartu kredit yang menjelaskan berbagai macam fasilitas atau

keuntungan yang didapat pemegang kartu ketika memilih kartu kredit

Page 69: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

58

tersebut. Kemudian calon pemegang kartu mempunyai hak sebagai

konsumen, diantaranya yaitu calon pemegang kartu bisa mencari informasi

mengenai kartu kredit tersebut. Pelindungan pemegang kartu kredit yang

diberikan oleh bank juga terdapat di dalam Pasal 29 angka 4 Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang perbankan dimana untuk

kepentingan nasabah bank wajib menyediakan informasi mengenai

kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi

pemegang kartu yang dilakukan oleh bank.

Bank BNI juga memberikan edukasi kepada pemegang kartu kredit

sebagai bentuk tanggung jawab untuk melindungi para pemegang kartu

dari kerugian yang akan timbul dikemudian hari, diantaranya yaitu:

a. Tidak memberikan nomor kartu kredit melalui telepon kecuali

pemegang kartu yang berinisiatif menelpon.

b. Tidak dengan mudah memberikan informasi kartu kredit memalui

email ataupun website yang tidak pemegang kartu kenal dengan baik.

c. Tidak pernah mencatat nomor kartu kredit di tempat umum.

d. Tidak menulis nomor PIN kartu kredit atau dimanapun yang mudah

dilihat orang lain.

e. Tidak pernah meninggalkan kartu kredit dan bukti transaksi

disembarang tempat dan simpan bukti pembelanjaan.

f. Periksa tagihan kartu kredit, pastikan tidak ada tagihan palsu dan tidak

ada tagihan yang tanpa bukti pembelanjaannya.

g. Hancurkan dan buang setiap transaksi yang salah dan segala hal

catatan mengenai kartu kredit.

h. Tidak boleh menandatangani bukti transaksi yang kosong.

i. Sebaiknya membawa kartu kredit secara terpisah dari dompet dan

diletakkan di tempat yang ada risleting atau kantong kecil.

j. Tidak pernah meminjamkan kartu kredit kepada orang lain.

Page 70: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

59

k. Informasikan setiap perubahan data pribadi kepada pihak bank

penerbit kartu kredit.

l. Apabila kartu kredit tertelan di mesin ATM, beberapa langkah untuk

keamanan kartu kredit adalah dengan:

1) Segera menghubungi Call Center bank penerbit.

2) Pastikan bahwa petugas call center telah memblokir kartu kredit.

3) Tidak memberi tahu PIN kartu kredit walaupun kepada pegawai

bank penerbit. Nomor PIN hanya untuk pemegang kartu dan

sifatnya confidential.

4) Pegawai bank penerbit tidak akan pernah menanyakan PIN untuk

keperluan apapun.

5) Apabila di lokasi ATM ada yang meminta bantuan untuk

menerima transfer ke rekening pemegang kartu, kemudian

meminta untuk menarik tunai dari kartu kredit pemegang kartu,

tidak dilayani karena kemungkinan transfer tersebut merupakan

hasil tindak kejahatan.

m. Apabila pemegang kartu berencana untuk bepergian ke luar negeri

untuk waktu yang cukup lama, informasikan kepada bank penerbit.

n. Simpan hati-hati seluruh kartu kredit maupun kartu ATM, Travellers

Cheque, dan passport pemegang kartu. Apabila memungkinkan

simpan di Safe Deposits Box jika tidak dipergunakan.

o. Tidak meninggalkan kartu kredit, ATM, Travellers Cheque, dan

passport pemegang kartu di dalam mobil.

p. Segera hubungi bank penerbit jika pemegang kartu kehilangan kartu

kredit untuk minta diblokir, dan pastikan tagihan dan transaksi terakhir

adalah yang memang pemegang kartu lakukan.

q. Menginformasikan setiap perubahan data pemegang kartu kepada

pihak bank penerbit kartu kredit.

Page 71: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

60

r. Bagi Online User, pemegang kartu dapat melindungi data dan

informasinya agar selalu aman dari pencurian data atau informasi

melalui internet dengan cara:

1) Pemegang kartu agar memastikan bahwa setiap email yang

meminta informasi tentang rekening pemegang kartu adalah email

resmi dan agar memastikan bahwa pemegang kartu mengunjungi

situs resmi milik bank penerbit.

2) Pemegang Kartu agar memastikan telah memasukkan alamat URL

yang lengkap dalam alamat browser pemegang kartu. Jika

pemegang kartu menerima email yang berisi peringatan mengenai

apapun tentang kartu kredit pemegang kartu, tidak membalas atau

mengklik link yang ada dalam e-mail. Tetapi ketik alamat URL

yang sebenarnya di browser Pemegang Kartu.

Perlindungan hukum diberikan mulai dari tahap sebelum transaksi

yaitu Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimana pelaku

usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suaru barang

dan/atau jasa secara tidak benar. Dan pemberian informasi kartu kredit

kepada nasabah dalam Pasal 7 butir b Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

2. Tahap Transaksi

Tahap transaksi adalah ketika pemegang kartu dan bank BNI telah

melakukan suatu perikatan, pada tahap ini berada pada tahap penerbitan

kartu kredit. Sebelum kartu kredit diterbitkan oleh bank BNI, pemegang

kartu akan diberikan aplikasi berupa formulir untuk diisi. Formulir berisi

syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh pemohon

kartu kredit. Isi dari formulir tersebut telah dibuat secara standar oleh bank

BNI. Pemegang kartu hanya dapat menyetujui ketentuan-ketentuan yang

Page 72: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

61

telah tercantum dalam formulir tersebut. Pada tahap transaksi perlindungan

hukum diberikan ketika penandatanganan aplikasi kartu kredit yang dibuat

sepihak atau pencantuman klausula baku oleh pihak penerbit dalam Pasal

18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimana pelaku usaha dalam

menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan

dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen

dan/atau perjanjian. Para pihak harus memperhatikan prinsip kehati-hatian

dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh

tanggung jawab yang dapat dibebankan kepada mereka. Ketentuan-

ketentuan tersebut merupakan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan

oleh pemegang kartu kredit dan penerbit kartu kredit. Pemegang kartu tidak

diberikan pilihan untuk merubah atau mengganti ketentuan-ketentuan dari

formulir tersebut, oleh karena itu hal ini menunjukan adanya pembatasan

hak dan kewajiban pemegang kartu. Biasanya pemegang kartu mau tidak

mau harus menyetujui ketentuan-ketentuan tersebut karena terdorong oleh

kebutuhan yang dirasakan. Bentuk tanggung jawab pada tahap ini adalah

tanggung jawab kontraktual dimana tanggung jawab yang dibebankan

adalah tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian dari Bank kepada

pemegang kartu kredit yang telah disepakati atas kerugian yang dialami

oleh pemegang kartu kredit karena menggunakan kartu kredit yang

ditawarkan oleh bank penerbit. Dalam hal ini bank sebagai pelaku usaha

wajib memberikan perlindungan kepada pemegang kartu sebagai

konsumen apabila pemegang kartu kredit sudah melakukan perjanjian

dengan pihak bank. Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian baku.

Bank BNI sebagai bank penerbit juga berusaha dalam meningkatkan

keamanan teknologi berdasarkan Pasal 29 Peraturan Bank Indonesia

Nomor 11/11/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran

dengan Menggunakan Kartu. Bank BNI sebagai bank penerbit telah

menggunakan sistem yang aman dan andal, selalu memelihara dan

Page 73: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

62

meningkatkan keamanan teknologi APMK, memiliki kebijakan dan

prosedur tertulis (standart operating procedure) penyelenggaraan kegiatan

APMK, dan menjaga keamanan dan kerahasiaan data.

Dalam meningkatkan keamaanan teknologi untuk terus mendukung

kenyamanan dan keamanan pemegang kartu, bank BNI sebagai bank

penerbit telah menerbitkan kartu kredit yang dilengkapi oleh chip yang

memiliki tingkat perlindungan yang lebih baik dari kartu kredit yang

menggunakan magnetic stripe. Tujuan penggantian dari magnetic stripe

menjadi chip yang paling utama adalah sisi keamanan bertransaksi, selain

lebih aman kartu berteknologi chip memiliki kapasitas penyimpanan data

yang lebih besar serta dapat melakukan pemrosesan transaksi dengan cepat.

Selain itu terdapat fasilitas layanan 3D Secure yang dilengkapi dengan

verifikasi berupa One-Time Password (OTP)/Pasword sekali pakai sebagai

kode otentifikasi yang akan dikirimkan ke ponsel pemegang kartu.

Sehingga pemegang kartu harus memasukkan One-Time Password

(OTP)/Pasword yang pemegang kartu terima ke merchant online untuk

melakukan pembayaran dengan layanan 3D Secure. Transaksi tersebut

akan diverifikasi menggunakan One-Time Password (OTP) sehingga lebih

aman dan diharapkan untuk menghindari terjadinya kejahatan yang terjadi

kemudian menimbulkan kerugian kepada pemegang kartu.

3. Tahap Setelah Transaksi

Tahap setelah transaksi merupakan upaya penyelesaian masalah antara

pemegang kartu kredit dengan pihak bank BNI sebagai penerbit apabila

terjadi pengaduan atau sengketa. Apabila terdapat transaksi dalam Billing

Statement atau e–Billing yang disanggah oleh pemegang kartu kredit,

pemegang kartu kredit harus melakukan laporan kepada pihak Penerbit

dalam hal ini adalah bank BNI dengan tujuan agar dapat dilakukan

investigasi dan pengembalian limit Kartu Kredit yang disanggah tersebut.

Page 74: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

63

Bagi pemegang kartu kredit yang mengalami kerugian atas

penggunaan kartu kredit dapat menghubungi bank BNI melalui BNI

Contact Center. BNI Contact Center merupakan salah satu layanan yang

diberikan BNI untuk para pemegang kartu BNI, bertujuan untuk

memberikan penyelesaian atas setiap pengaduan pemegang kartu baik

untuk layanan perbankan maupun kartu kredit.

Dalam proses pelayanan dan penyelesaian pengaduan pemegang kartu

BNI diberikan kemudahan. Pemegang kartu BNI dapat mengakses layanan

pengaduan dengan berbagai pilihan media baik melalui lisan yaitu

pemegang kartu kredit dapat menghubungi BNI Call 150046 atau

pemegang kartu kredit dapat mendatangi BNI Cabang terdekat. Media

penyamapaian pengaduan pemegang kartu BNI dapat tertulis yaitu

pemegang kartu kredit dapat mengunjungi www.bni.co.id pada menu

Hubuni Kami, atau pemegang kartu kredit dapat mengirimkan email ke

bnicall @bni.co.id atay faksimili (021) 25541203, pilihan terakhir

pemegang kartu kredit dapat mendatangi BNI Cabang terdekat untuk

menyampaikan pengaduannya terkait kerugian yang dialami.

Gambar 4.2 Skema Media Penyampaian Pengaduan Pemegang kartu BNI

Page 75: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

64

Salah satu bentuk tanggung jawab bank BNI sebagai penerbit adalah

dengan mengeluarkan aplikasi penanganan pengaduan Online Request

Management merupakan aplikasi yang terintegrasi sehingga aktivitas

penerimaan dan proses penyelesaian pengaduan pemegang kartu dapat

dilakukan pada aplikasi tersebut serta mempermudah pemantauan status

penyelesaian pengaduan pemegang kartu.

Dalam prosedur dan penyelesaian pengaduan pemegang kartu BNI

juga dijelaskan bagaimana alur penyampaian dan penyelesaian pengaduan

untuk pemegang kartu kartu kredit bank BNI yaitu:

Pertama, pemegang kartu dapat menyampaikan pengaduan dengan

cara pertama melakukan registrasi pengaduan ke petugas BNI. Kedua,

pemegang kartu kartu kredit memberikan tanda terima atau nomor

registrasi ke petugas BNI. Ketiga, bank BNI akan menyampaikan hasil

penyelesaian pengaduan ke pemegang kartu kredit. Sesuai dengan hasil

investigasi yang dilakukan oleh pihak yang berwajib. Pada saat diketahui,

petugas Bank akan melakukan investigasi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Apabila dari hasil investigasi diketahui bahwa transaksi masuk

dalam kategori fraud, maka akan ditindaklanjuti dengan pengejaran

transaksi melalui system, pelaporan terhadap pihak berwajib, dan dilakukan

pula pengembalian dana yang terdebet di kartu kredit milik pemegang kartu

kredit. Dalam hal kelalaian yang disebabkan oleh sendiri tidak akan ada

pengembalian uang, tetapi untuk menjaga kepercayaan pemegang kartunya

bank BNI tetap akan mengembalikan uang yang sudah terdebet akibat

kegiatan carding tersebut, karena bank BNI sendiri sudah menyiapkan

sejumlah dana tak terduga yang biasa dipakai untuk mengganti kerugian-

kerugian yang dialami oleh pemegang kartunya. Bank BNI sebagai

penerbit mengupayakan penyelesaian pengaduan dalam waktu maksimal

20 hari kerja. Keempat, menyampaikan pemberitahuan perpanjangan waktu

jika pemegang kartu tidak cukup puas dengan penyelesaian yang dilakukan

Page 76: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

65

dalam langkah ketiga. Sesuai POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan solusi penyelesaian

pengaduan pemegang kartu dilakukan dalam waktu 20 hari kerja dan dapat

diperpanjang dalam kondisi tertentu hingga paling lama 20 (dua puluh) hari

kerja berikutnya. Perpanjangan waktu penyelesaian pengaduan

diberitahukan secara tertulis kepada konsumen. Kelima, petugas BNI akan

menyampaikan hasil dari penyelesaian pengaduan yang diajukan oleh

pemegang kartu kredit yang bermasalah. Sesuai Surat Edaran OJK (SE

OJK) Nomor 2/SEOJK.07/2014 BNI akan memberikan informasi

penyelesaian atas pengaduan pemegang kartu melalui sarana telepon, email,

surat ataupun pesan singkat.

Gambar 4.3 Alur Penyampaian dan Penyelesaian Pengaduan

Tahap-tahap penyelesaian terhadap kejahatan carding diatas

merupakan bentuk tanggung jawab yang dilakukan oleh bank BNI

sebagai penyelenggara kartu kredit karena bank BNI menerima keluhan

pemegang kartu atas kerugian yang dideritanya dan menyelesaikan

permasalahan tersebut dengan jalan damai.

Page 77: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

66

Dilihat dalam Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dimana setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat

pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa

antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada

dilingkungan peradilan umum. Tahap ini merupakan tahap penyelesaian

masalah antara pihak bank BNI dengan pemegang kartu kredit jika

terdapat pengaduan nasabah karena adanya masalah. Jika jalan damai

tidak mampu ditempuh tidak dapat menyelesaikan permasalahan maka

pemegang kartu kredit bisa menempuh jalur legal yaitu dengan

mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap bank BNI selaku pelaku

usaha karena telah menyebabkan kerugian dan tidak mampu untuk

menyelesaikannya. Pemegang kartu kredit dapat mengajukan gugatan

perdata ataupun gugatan pidana ke Pengadilan Negeri yang ditunjuk oleh

bank BNI untuk menyelesaikan permasahalan kerugian yang diderita

pemegang kartu kredit. Dalam Pasal 47 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dimana penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan

diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan

besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin

tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang

diderita oleh konsumen.

Apabila pemegang kartu merasa solusi penyelesaian yang diberikan

tidak memberikan penyelesaian, maka pemegang kartu dapat melanjutkan

proses penyelesaian pengaduan melalui layanan mediasi Bank Indonesia,

Otoritas Jasa Keuangan ataupun Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

Page 78: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah peneliti paparkan di atas, maka peneliti dapat

mengambil kesimpulan dari permaslaahn yang dibahas yakni tentang

Tanggung Jawab Hukum Bank Penerbit Terhadap Risiko Kerugian Nasabah

Kartu Kredit Akibat Carding, yaitu:

1. Tanggung jawab bank BNI dalam memberikan perlindungan hukum

terhadap risiko kerugian nasabah kredit akibat carding yaitu, pertanggung

jawaban bank harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan

timbulnya hak hukum bagi seseorang untuk menuntut orang lain sekaligus

berupa hak yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi

pertanggung jawabannya. Dalam penerbitan kartu kredit tanggung jawab

pihak penerbit terhadap pemegang kartu kredit dapat dilihat melalui

beberapa aspek yaitu pemberian informasi penting kepada pemegang kartu

kredit yang berisi pelatihan dan bantuan supaya para penegak hukum bisa

melakukan investigasi jika pemegang kartu kredit mengalami kasus

penipuan kartu kredit dengan pemakaian teknologi cangih. Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan menuntut bank

menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian

nasabah, dengan tujuan agar pemegang kartu kredit dapat memperoleh

informasi perihal kegiatan dan kondisi bank. Kemudian pada kartu kredit

tercantum foto dan tanda tangan pemegang kartu yang akan menambah

rasa aman dan percaya diri pada saat digunakan untuk segala keperluan.

Terdapat kolom tanda tangan merupakan salah satu bentuk keamanan

dalam melakukan segala bentuk transaksi, pihak bank BNI mewajibkan

bagi pemegang kartu kredit untuk mencantumkan tanda tangan yang

sesuai dengan yang terletak pada sisi depan kartu. Dalam pemakaian kartu

Page 79: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

68

kredit, pemegang kartu wajib memiliki PIN 6 digit pada kartu kredit.

Penggunaan PIN tersebut dilakukan untuk meningkatkan keamanan

penggunaan kartu kredit. PIN tersebut berfungsi untuk menghindari

penggunaan atau pemakaian yang berlebihan. PIN bersifat rahasia yang

hanya boleh diketahui oleh pemiliknya saja, jika PIN karu kredit sampai

tersebar luas maka kemungkinan pemilik kartu akan mengalami kerugian.

Pertanggung jawaban didasarkan atas hasil investigasi yaitu jika kerugian

yang dialami pemegang kartu merupakan kesalahan atau kelalaian Bank

BNI sebagai penerbit dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk

kepentingan Bank Penerbit atas terjadinya Carding, seperti kerugian atas

adanya tagihan transaksi dalam Billing Statement atau e–Billing namun

pemegang kartu tidak melakukan transaksi tersebut, pemegang kartu dapat

melakukan laporan kepada penerbit dan memperoleh pertanggungjawaban.

Jika pemegang kartu dapat membuktikan bahwa kerugian yang

ditimbulkan akibat pihak ketiga maka akan dilakukan mekanisme beban

balik yang dinamakan chargeback. Jadi berdasarkan hal-hal tersebut

apabila kerugian disebabkan bukan dari kesalahan pemegang kartu kredit

itu sendiri, maka kerugian tersebut adalah tanggung jawab Bank BNI

sebagai penerbit. Namun apabila dalam proses analisis dan investigasi

terbukti bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesengajaan dari

pemegang kartu kredit, maka kerugian tersebut bukan merupakan

tanggung jawab Bank BNI sebagai penerbit. Bank BNI sebagai bank

penebrit telah melakukan upaya internal secara maksimal untuk

melindungi kepentingan pemegang kartu dalam menghindari dan

menuntaskan kerugian akibat carding dengan cara melakukan mekanisme

chargeback dan menyiapkan dana khusus untuk pengembalian dana

kepada pemegang kartu jika terjadi pencurian data pemegang kartu karena

bank BNI sangat mengedepankan kepercayaan pemegang kartunya. Selain

bank BNI, pemerintah juga melakukan upaya untuk melindungi pemegang

Page 80: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

69

kartu kredit melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen. Berlakunya Undang-Undang tersebut menuntut

bank untuk memberikan konsekuensi terhadap layanan jasa perbankan

diantaranya:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai produk

yang ditawarkan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur; dan

d. Menjamin kegiatan usahanya berdasarkan ketentuan standar yang

berlaku.

2. Tanggung jawab hukum bank BNI sebagai bank penerbit dalam

menyelesaikan pencurian data kartu kredit (carding) dilakukan melalui

tiga tahap yaitu;

a. Tahap sebelum transaksi, upaya yang dilakukan sebelum terjadinya

transaksi antara penerbit dan pemegang kartu kredit. Dalam tahap ini

bank BNI wajib memberikan informasi mengenai produk kartu kredit

yang ditawarkan. Misalnya menjelaskan berbagai macam fasilitas

yang didapatkan, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemegang

kartu, hak dan kewajiban sebagai pemegang kartu kredit, dan resiko

yang akan timbul dari penggunaan kartu kredit. Bank BNI juga

memberikan edukasi kepada calon pemegang kartu kredit sebagai

bentuk tanggung jawab untuk melindungi calon pemegang kartunya

dari kerugian yang akan timbul dikemudian hari.

b. Tahap transaksi, upaya yang dilakukan saat pemegang kartu telah

terikat perjanjian oleh bank BNI karena telah berada pada tahap

penerbitan kartu kredit. Bentuk tanggung jawab dalam tahap ini yaitu

meningkatkan keamanan teknologi untuk mendukung kenyamanan

dan keamanan pemegang kartu, misalnya dalam penerbitan kartu

kredit telah dilengkapi oleh chip yang menggunakan magnetic stripe.

Page 81: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

70

Selain itu, terdapat fasilitas layanan 3D Secure yang dilengkapi

dengan verifikasi berupa One-Time Password (OTP)/Pasword sekali

pakai sebagai kode otentifikasi yang akan dikirimkan ke ponsel

pemegang kartu. Sehingga transaksi menjadi lebih aman dan

diharapkan untuk menghindari terjadinya kejahatan yang terjadi

dikemudian hari yang menimbulkan kerugian pemegang kartu.

Berdasarkan Pasal 29 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/2009

Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan

Menggunakan Kartu. Bank BNI sebagai bank penerbit telah

menggunakan sistem yang aman dan andal, selalu memelihara dan

meningkatkan keamanan teknologi APMK, memiliki kebijakan dan

prosedur tertulis (standart operating procedure) penyelenggaraan

kegiatan APMK, dan menjaga keamanan dan kerahasiaan data.

c. Tahap setelah transaksi, upaya penyelesaian masalah antara pemegang

kartu kredit dengan bank BNI sebagai penerbit apabila terjadi

pengaduan atau sengketa. Apabila terdapat transaksi dalam Billing

Statement atau e–Billing yang disanggah oleh pemegang kartu kredit,

pemegang kartu kredit harus melakukan laporan kepada pihak Penerbit

dalam hal ini adalah bank BNI dengan tujuan agar dapat dilakukan

investigasi dan pengembalian limit kartu kredit yang disanggah

tersebut. Penyelesaian pengaduan atau sengketa akibat kejahatan

carding dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan jalan damai dan

melalui pengadilan. Apabila pemegang kartu merasa solusi

penyelesaian yang diberikan tidak memberikan penyelesaian, maka

pemegang kartu dapat melanjutkan proses penyelesaian pengaduan

melalui layanan mediasi Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan

ataupun Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sesuai dalam

Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimana

setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha

Page 82: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

71

melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara

konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada

dilingkungan peradilan umum.

B. Rekomendasi

Berdasarkan uraian yang telah peneliti paparkan di atas, maka peneliti dapat

memberikan rekomendasi dari permaslaahn yang dibahas yakni tentang

Tanggung Jawab Hukum Bank Penerbit Terhadap Risiko Kerugian Nasabah

Kartu Kredit Akibat Carding, yaitu:

1. Bank BNI sebagai bank penerbit kartu kredit harus memaksimalkan dalam

memberikan informasi kepada pemegang kartu dengan jelas dan lengkap

mengenai produk kartu kredit dan harus memastikan bahwa pemegang

kartu kredit dapat memahami informasi tersebut sehingga tidak akan

tertipu oleh e-mail pemberitahuan kepada pemilik kartu log-in kedalam

situs web yang mengatas namakan instansi seperti bank, toko, atau

penyedia jasa lainnya. Selain itu, penggunaan sistem electronic banking

harus disosialisasikan dengan benar kepada pemegang kartu agar tujuan

utama dari penerapan sistem tersebut dapat sampai kepada seluruh

pemegang kartu kredit baik muda maupun tua.

2. Pemegang Kartu senantiasa diberikan edukasi untuk melihat dan

memeriksa lembar tagihan kartu kreditnya, karena apabila terdapat

transaksi yang tidak pernah dilakukan dan transaksi tersebut tidak

disanggah, maka akan menjadi transaksi yang ditagihkan kepada

pemegang kartu.

3. Ketika melakukan investigasi seharusnya Bank BNI mengupayakan

penyelesaian pengaduan dipersingkat menjadi 1 minggu, karena durasi 20

hari kerja membuat penyelesaian pengaduan nasabah kartu kredit terkesan

lambat. Bank BNI harus cepat tanggap jika terjadi pengaduan dan

melakukan tindakan yang tepat agar pemegang puas dengan hasil

Page 83: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

72

investigasi dan tidak melakukan upaya hukum lainnya yang menyebabkan

nama baik bank BNI tercemar dan kehilangan kepercayaan pemegang

kartu kredit lainnya.

Page 84: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

73

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arius, Dony, Komputer Security. Yogyakarta: Andi, 2006.

Arfa, Faisal Ananda, Metode Penelitian Hukum Islam. Jakarta: PT Kharisma Putra

Utama, 2016.

Ashsofa, Burhan, Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Asikin, Zainal, Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Hamidin, Aep S, Tips & Trik Kartu Kredit; Memaksimalkan Manfaat dan Mengelola

Risiko Kartu Kredit. Yogyakarta: Media Pressindo, 2010.

Hermasnyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana, 2014.

Husein, Yunus, Rahasia Bank dan Penegakan Hukum. Jakarta: Pustaka Juanda

Tigalima, 2010

Juju, Dominikus, Hitam dan Putih Facebook. Jakarta: PT Elex Media Komputindo,

2010.

Jovan, FN, Pembobol Kartu Kredit. Jakarta: Mediakita, 2006.

Kurniawan Chandra Restu, Cerdas Menggunakan Kartu Kredit. Yogyakarta:

FlashBooks, 2016.

Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia, 1989.

Makarim, Edmon, Pengantar Hukum Telematika. Jakarta: Rajawali Pers, 2005.

Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.

Muliadi, Ahmad, Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Akademia Permata,

2013.Rahardjo, Agus, Cybercrime-Pemahaman dan Upaya

Pencegahan Kejahatan Berteknologi. Bandung: Citra Aditya

Bhakti, 2002.

Munir, Nurdiman, Pengantar Hukum Siber Indonesia. Depok: Rajawali Pers, 2017.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2013.

Page 85: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

74

Nurastuti, Wiji, Teknologi Perbankan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.

Purnomo, Serfianto Dibyo, Untung Dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang

Elektronik. Jakarta: Visimedia, 2012.

Semiawan, Conny R., Metode Penelitian Kualitatif. Jenis, Karakteristik dan

Keunggulannya. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia,

2010.

Seomitra, Hanitijo Ronny, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurumetri. Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1990.

Soeroso, R, Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Sopyan, Yayan, Buku Ajar Pengantar Metodelogi Penelitian. Ciputat: FSH UIN

Jakarta, 2010.

Sutedi, Adrian, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,

Likuidasi, dan Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Suhariyanto, Budi, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime). Jakarta:

Rajawali Pers, 2012.

Suparni, Niniek, Cyberspace Problematika & Antisipasi Pengaturannya. Jakarta:

Sinar Grafika, 2009.

Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Sukarmi, Cyber Law; Kontrak Elektronik dalam Baying-Bayang Pelaku Usaha.

Bandung: Pustaka Sutra, 2008.

Usman, Rachmadi, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika, 2012.

Utomo, Laksanto, Aspek Hukum Kartu Kredit dan Perlindungan Konsumen. Bandung:

PT Alumni, 2011.

Wijayanto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT Pustaka

Umum Grafiti, 1993.

Zulham, Perlindungan Konsumen. Jakarta: Kencana, 2013.

Page 86: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

75

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan perubahan atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Teknologi Elektronik

(ITE) perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/2005 Tentang Transparasi Informasi Produk

Bank dan Penggunaan Data Pribadi Pemegang kartu.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.

Surat Edaran Bank Indonesia nomor 14/17/DASP 2012 7 Juni 2012 Perubahan Atas

Surat Edaran Bank Indonesia (BI) nomor 11/10/DASP/2009 13

April 2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran

Dengan Menggunakan Kartu.

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/SEOJK.07/2014 Tentang Pelayanan

dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa

Keuangan.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Perubahan Atas

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988

Tentang Lembaga Pembiayaan.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 1251/KMK.013/1998 Tentang

Ketentuan dan Tata Cata Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

Page 87: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

76

Jurnal

Aprilia, Annisa. “Tanggung Jawab Bank Penerbit (Card Issuer) Terhadap Kerugian

Pemegang kartu Kartu Kredit Akibat Pencurian Data (Carding)

Dalam Kegiatan Transaksi”. Diponegoro Jurnal Law. Vol. VI, 2.

2017.

Binanggal, Rendi. “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang kartu Bank yang

Menjadi Korban Kejahatan ITE Menurut Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008”. Lex et Societatis. Vol. IV, 5. 2016.

Heidar, Ahmad. Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Trasnsaksi Perdagangan

Dengan Mempergunakan Electronic Commerce. Lembaga

Penelitian Universitas Padjajaran, Lembaga Penelitian

Perkembangan Hukum, Universitas Padjajaran. 2000.

Puspita, Nadya Meta. “Tanggung Jawab HAM Korporasi Transnasional”, Padjajaran

Jurnal Ilmu Hukum. Vol III, 1. 2016.

Panjaitan, Leo T. “Analisis Penanganan Carding dan Perlindungan Pemegang kartu

dalam Kaitannya dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik Nomor 11 Tahun 2008”, Universitas Mercu Buana

Jurnal Telekomunikasi & Komputer. Vol. III, 1. 2012.

Thomas, Joice Irma Runtu. “Pertanggungjawaban Bank Terhadap Hak Pemegang

kartu Yang Dirugikan Dalam Pembobolan Rekening Pemegang

kartu”, Lex et Societatis. Vol. I, 1. 2013.

Tianotak, Nazarudin. “Urgensi Cyberlaw di Indonesia dalam Rangka Penanganan

Cybercrime di Sektor Perbankan”, Jurnal Sasi. Vol. 17, 4. 2011.

Internet

Humas BNI. https://mediakonsumen.com

Bank BNI. http://www.bni.co.id

Bank Indonesia. www.bi.go.id (ID). https://www.bi.go.id/id/iek/alat

pembayaran/Contents/Default.aspx.

Page 88: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

77

Page 89: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

78

Page 90: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

79

Page 91: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

80

Hasil Wawancara dengan Narasumber

Judul Penelitian : Tanggung Jawab Hukum Bank Penerbit Terhadap Kerugian

Nasabah Kartu Kredit Akibat Carding

Narasumber : Ridovi Kemal, Kelompok Pengkajian dan Pengembangan

Hukum – Divisi Hukum BNI Pusat

1. Bagaimana hak dan kewajiban BNI sebagai Penerbit?

Penerbit adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menerbitkan Alat

Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yang merupakan alat pembayaran

yang berupa Kartu Kredit, kartu Automated Teller Machine (ATM) dan/atau

Kartu Debet.

a. Hak Penerbit Kartu Kredit

1) Menyetujui atau menolak transaksi yang dilakukan oleh pemegang

Kartu Kredit berdasarkan pertimbangan dan ketentuan yang berlaku

di Bank.

2) Menentukan/menyesuaikan pagu kredit pemegang Kartu Kredit

sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.

3) Memblokir/membekukan/menutup/membatalkan/tidak

memperpanjang fasilitas kredit yang diberikan kepada pemegang

kartu sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku di Bank,

antara lain karena:

a. Meninggal dunia.

b. Pemegang Kartu Kredit mengajukan permohonan penutupan

fasilitas kredit.

c. Ditengarai terlibat dalam transaksi mencurigakan atau kasus

tindak pidana lainnya.

Page 92: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

81

d. Memiliki catatan rekening yang tidak baik.

e. Menerima laporan dari pemegang Kartu Kredit untuk dilakukan

pemblokiran dengan alasan hilang/ dicuri.

4) Memberikan informasi secara terbatas/tidak terbatas data pemegang

Kartu Kredit dalam rangka pengalihan dan/atau penagihan dari Bank

kepada pihak lain yang telah bekerja sama dengan Bank.

5) Memindahkan saldo terhutang atas Kartu Kredit Pemegang Kartu

kepada pihak ketiga sesuai dengan kebijakan yang berlaku di Bank.

6) Syarat dan ketentuan ini sewaktu-waktu dapat berubah sepenuhnya

atas dasar kebijakan Bank.

7) Menetapkan kurs/nilai tukar untuk transaksi dengan mata uang selain

Rupiah berdasarkan kurs Bank, VISA, MasterCard dan JCB. Kurs

bersifat fluktuatif, sehingga perbedaan kurs sangat mungkin terjadi.

8) Menghentikan fasilitas kredit secara otomatis pada saat status/kualitas

kredit mengalami penurunan menjadi Kurang Lancar, Diragukan,

dan/atau Macet.

9) Menyesuaikan limit atau menutup fasilitas Kartu Kredit apabila

pemegang kartu melakukan transaksi yang dilarang atau

menggunakan kartu tidak sesuai peruntukannya.

10) Apabila pemegang Kartu Kredit tidak memenuhi kewajiban

pembayarannya, maka pemegang Kartu Kredit dengan ini

memberikan kuasa kepada Bank untuk memblokir dan/atau mendebet

atau mencairkan dana pemegang Kartu Kredit di rekening giro,

tabungan atau jenis simpanan lainnya yang ada di Bank baik yang

telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari untuk

menyelesaikan kewajiban pemegang Kartu Kredit kepada Bank.

Page 93: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

82

b. Kewajiban Penerbit Kartu Kredit.

Kewajiban Penerbit diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor

14/2/PBI/2012 Tentang Perubahan atas PBI nomor 11/11/PBI/2009

Tentang penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan

Menggunakan Kartu (PBI Perubahan APMK).

1) Penyampaian Informasi kepada Pemegang Kartu (Pasal 16 PBI

Perubahan APMK).

2) Menyampaikan lembar tagihan Kartu Kredit (Pasal 16A PBI

Perubahan APMK).

3) Menyampaikan informasi tertulis dalam Lembar Tagihan (Pasal 16B

PBI Perubahan APMK).

4) Mematuhi pokok-pokok etika Penagihan Kartu Kredit (Pasal 17B

PBI Perubahan APMK).

5) Mengimplementasikan transaction alert kepada Pemegang Kartu

untuk transaksi dengan kriteria tertentu (Pasal 29A PBI Perubahan

APMK). Dan

6) Menyediakan sistem yang dapat dikoneksikan dengan sistem APMK

yang lain (Pasal 32 PBI Perubahan APMK).

2. Bagaimana manajemen penanganan Carding di BNI?

Dapat kami sampaikan bahwa belum terdapat definisi resmi dari peraturan

perundang-undangan mengenai “Carding”. Adapun definisi Carding yang

kami sadur dari berbagai sumber yaitu Carding adalah transaksi fraud

(penyimpangan) Kartu Kredit dengan menggunakan informasi Kartu Kredit

milik Pemegang Kartu yang dilakukan secara daring (on-line) maupun

melalui transaksi non-daring (off line).

Page 94: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

83

Manajemen penanganan Carding di Bank adalah dengan melakukan upaya-

upaya preventif terhadap seluruh kemungkinan terjadinya Carding dan upaya

represif dengan melakukan legal action untuk menemukan dan melaporkan

pelaku kepada pihak berwajib.

3. Bagaimana upaya-upaya pencegahan Carding di BNI?

Berdasarkan PBI Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang penyelenggaraan kegiatan

Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (PBI APMK):

a. Peningkatan Keamanan Teknologi, sesuai dengan Pasal 29 Ayat (1)

APMK:

1) Menggunakan sistem yang aman dan Pemegang Kartu.

2) Memelihara dan meningkatkan keamanan teknologi APMK.

3) Memiliki kebijakan dan prosedur tertulis (Standard Operating

Procedure) penyelenggaraan kegiatan APMK. dan

4) Menjaga keamanan dan kerahasiaan data.

Untuk terus mendukung kenyamanan dan keamanan pemegang kartu,

Bank Penerbit saat ini telah menggunakan Kartu Kredit chip yang

memiliki tingkat perlindungan yang lebih baik dari Kartu Kredit yang

menggunakan magnetic stripe. Selain itu terdapat Fasilitas layanan 3D

Secure yang dilengkapi dengan verifikasi berupa One-Time Password

(OTP)/Password sekali pakai sebagai kode otentifikasi yang akan

dikirimkan ke ponsel Pemegang Kartu. Sehingga Pemegang Kartu harus

memasukkan OTP yang Pemegang Kartu terima ke merchant online untuk

melakukan pembayaran dengan layanan 3D Secure. Transaksi tersebut

akan diverifikasi menggunakan OTP sehingga lebih aman.

Page 95: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

84

b. Edukasi kepada Pemegang Kartu.

Selain peningkatan teknologi keamanan, Bank mengedukasi Pemegang

Kartu agar lebih aware terhadap keamanan dengan memberikan tips

keamanan dengan Kartu Kredit untuk:

1) Tidak memberikan nomor Kartu Kredit melalui telepon kecuali

Pemegang Kartu yang berinisiatif menelpon.

2) Tidak mudah memberikan informasi Kartu Kredit Pemegang Kartu

memalui email ataupun website yang tidak Pemegang Kartu kenal

dengan baik.

3) Tidak pernah mencatat nomor Kartu Kredit Pemegang Kartu di tempat

umum.

4) Pemegang Kartu Kredit Pemegang Kartu segera setelah diterima.

5) Tidak menulis nomor PIN di Kartu Kredit atau dimanapun dekat

dengan Kartu Kredit Pemegang Kartu.

6) Tidak pernah meninggalkan Kartu Kredit dan bukti transaksi

Pemegang Kartu disembarang tempat dan simpan bukti pembelanjaan

Pemegang Kartu.

7) Periksa tagihan Kartu Kredit Pemegang Kartu, pastikan tidak ada

tagihan palsu dan tidak ada tagihan yang tanpa bukti pembelanjaannya.

8) Hancurkan dan buang setiap transaksi yang salah dan segala hal

catatan mengenai Kartu Kredit Pemegang Kartu.

9) Tidak pernah Pemegang Kartutangani bukti transaksi yang kosong.

10) Sebaiknya membawa Kartu Kredit secara terpisah dari dompet

Pemegang Kartu dan diletakkan di tempat yang ada risleting atau

kantong kecil.

Page 96: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

85

11) Tidak pernah meminjamkan Kartu Kredit kepada orang lain.

12) Informasikan setiap perubahan data Pemegang Kartu kepada pihak

bank penerbit Kartu Kredit Pemegang Kartu.

13) Apabila Kartu Kredit tertelan di mesin ATM, beberapa langkah untuk

keamanan Kartu Kredit adalah dengan:

a) Segera menghubungi Call Center Bank Penerbit.

b) Pastikan bahwa petugas Call Center telah memblokir Kartu Kredit.

c) Tidak memberi tahu PIN Kartu Kredit walaupun kepada pegawai

Bank Penerbit. Nomor PIN hanya untuk Pemegang Kartu dan

sifatnya confidential.

d) Pegawai Bank Penerbit tidak akan pernah menanyakan PIN untuk

keperluan apapun.

e) Apabila di lokasi ATM ada yang meminta bantuan untuk

menerima transfer ke rekening Pemegang Kartu, kemudian

meminta untuk menarik tunai dari Kartu Kredit Pemegang Kartu,

tidak dilayani karena kemungkinan transfer tersebut merupakan

hasil tindak kejahatan.

14) Apabila pemegang kartu berencana untuk bepergian ke luar negeri

untuk waktu yang cukup lama, informasikan kepada Bank Pemegang

Kartu.

15) Simpan hati-hati seluruh Kartu Kredit maupun Kartu ATM, Travellers

Cheque, dan passport Pemegang Kartu. Apabila memungkinkan

simpan di Safe Deposits Box jika tidak dipergunakan.

16) Tidak meninggalkan Kartu Kredit, ATM, Travellers Cheque, dan

Passport Pemegang Kartu di dalam mobil.

Page 97: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

86

17) Segera hubungi bank Pemegang Kartu jika Pemegang Kartu

kehilangan Kartu Kredit untuk minta diblokir, dan pastikan tagihan

dan transaksi terakhir adalah yang memang Pemegang Kartu lakukan.

18) Menginformasikan setiap perubahan data Pemegang Kartu kepada

pihak Bank Penerbit Kartu Kredit.

19) Bagi Online User, Pemegang Kartu dapat melindungi data dan

informasinya agar selalu aman dari pencurian data atau informasi

melalui internet dengan cara:

a) Pemegang Kartu agar memastikan bahwa setiap email yang

meminta informasi tentang rekening Pemegang Kartu adalah email

resmi dan agar memastikan bahwa Pemegang Kartu mengunjungi

situs resmi milik Bank Penerbit.

b) Pemegang Kartu agar memastikan telah memasukkan alamat URL

yang lengkap dalam alamat browser Pemegang Kartu. Jika

Pemegang Kartu menerima email yang berisi peringatan mengenai

apapun tentang Kartu Kredit Pemegang Kartu, tidak membalas

atau mengklik link yang ada dalam email. Tetapi ketik alamat

URL yang sebenarnya di browser Pemegang Kartu.

4. Bagaimana tanggung jawab hukum BNI dalam menyelesaikan masalah

Carding?

Pertanggungjawaban Bank harus mempunyai dasar, yaitu hal yang

menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain

sekaligus berupa hak yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk

memberi pertanggungjawabannya.

Berdasarkan POJK nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen

Sektor Jasa Keuangan (POJK Perlindungan Konsumen) mengatur ketentuan

Page 98: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

87

pertanggungjawaban Bank terhadap nasabah/konsumen yang merasa

dirugikan akibat produk dari Bank tersebut, yaitu:

a. Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menjaga keamanan simpanan, dana,

atau aset Konsumen yang berada dalam tanggung jawab Pelaku Usaha

Jasa Keuangan (Pasal 25 POJK Perlindungan Konsumen).

b. Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian

Konsumen yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian, pengurus,

pegawai Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja

untuk kepentingan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (Pasal 29 POJK

Perlindungan Konsumen).

Berdasarkan ketentuan tersebut Bank berkewajiban untuk menjaga keamanan

simpanan, dana, atau aset Konsumen. Selanjutnya Bank bertanggungjawab

atas kerugian konsumen yang timbul akibat bukan dari kesalahan Konsumen

dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Bank Penerbit.

5. Bagaimana prosedur penyelesaiannya ketika terjadi Carding?

Pada saat diketahui, petugas Bank akan melakukan investigasi sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Apabila dari hasil investigasi diketahui bahwa

transaksi masuk dalam kategori fraud, maka akan ditindaklanjuti dengan

pengejaran transaksi melalui system, pelaporan terhadap pihak berwajib, dan

dilakukan pula pengembalian dana yang terdebet di Kartu Kredit milik

Pemegang Kartu.

6. Bagaimana tanggung jawab BNI terhadap kerugian yang dialami oleh

nasabah akibat Carding?

Page 99: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

88

Prinsip dasar pertanggung jawaban atas dasar kesalahan mengandung arti

bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena ia melakukan kesalahan

karena merugikan orang lain. Hal-hal tersebut dijabarkan sebagai berikut:

a. Berdasarkan Pasal 28 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen menegaskan pembuktian terhadap ada tidaknya unsur

kesalahan merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.

b. Sesuai dengan Pasal 38 POJK Perlindungan Konsumen, setelah menerima

pengaduan Konsumen, Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib melakukan:

1) Pemeriksaan internal atas pengaduan secara kompeten, benar, dan

obyektif.

2) Melakukan analisis untuk memastikan kebenaran pengaduan. dan

3) Menyampaikan pernyataan maaf dan menawarkan ganti rugi

(redress/remedy) atau perbaikan produk dan atau layanan, jika

pengaduan Konsumen benar.

c. Pertanggungjawaban didasarkan atas hasil investigasi yaitu jika kerugian

yang dialami Pemegang Kartu merupakan kesalahan atau kelalaian Bank

Penerbit dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Bank

Penerbit atas terjadinya Carding tersebut, seperti kerugian atas adanya

tagihan transaksi dalam Billing Statement atau e–Billing namun

Pemegang Kartu tidak melakukan transaksi tersebut, Pemegang Kartu

dapat melakukan laporan kepada Penerbit dan memperoleh

pertanggungjawaban.

d. Pasal 1367 KUH Perdata menyatakan bahwa “Seseorang tidak hanya

bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya

sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-

Page 100: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44843/1/QORY EKA FITRI-FSH.pdfrepository.uinjkt.ac.id

89

orang yang tanggungannya, atau disebabkan barang-barang yang berada

di bawah pengawasannya”.

e. Sesuai dengan Pasal 29 POJK Perlindungan Konsumen, Bank Penerbit

akan bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul akibat

kesalahan dan/atau kelalaian, pengurus, pegawai Bank Penerbit dan/atau

pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Bank Penerbit atas

terjadinya Carding tersebut.

f. Berdasarkan hal-hal diatas tersebut apabila kerugian disebabkan bukan

dari kesalahan Konsumen, kerugian tersebut adalah tanggung jawab Bank.

Namun apabila dalam proses analisis dan investigasi terbukti bahwa

kerugian tersebut disebabkan oleh kesengajaan dari Pemegang Kartu,

kerugian tersebut bukan merupakan tanggung jawab Bank.

7. Siapa yang akan bertanggung jawab untuk tagihan yang diminta?

Apabila terdapat transaksi dalam Billing Statement atau e–Billing yang

disanggah oleh Pemegang Kartu, Pemegang Kartu harus melakukan laporan

kepada Penerbit agar dapat dilakukan investigasi dan pengembalian limit

Kartu Kredit yang disanggah tersebut.

Oleh karena itu, Pemegang Kartu senantiasa diberikan edukasi untuk melihat

dan memeriksa lembar tagihan Kartu Kreditnya, karena apabila transaksi

tersebut tidak disanggah, maka akan menjadi transaksi yang ditagihkan

kepada Pemegang Kartu.-