repositori.unud.ac.id...efektivitas irigasi, peningkatan SDM, memfasilitasi berbagai kepentingan...
Transcript of repositori.unud.ac.id...efektivitas irigasi, peningkatan SDM, memfasilitasi berbagai kepentingan...
-
1
-
2
-
3
-
4
-
5
-
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan subak sebagai lembaga irigasi tradisional yang bercorak sosio
religius dengan dilandasi oleh jiwa dan semangat gotong royong yang tinggi, rupanya
telah menarik minat banyak peneliti asing untuk mempelajarinya secara lebih
mendalam. Peranan subak sebagai mitra pemerintah dalam ikut mensukseskan
program–program pembangunan dibidang pertanian, khususnya dalam produksi
beras, tidak dapat diabaikan. Oleh sebab itu subak sebagai warisan budaya yang
bernilai luhur, kiranya perlu dilestarikan eksistensinya. Dilestarikan dalam arti bukan
sekedar mempertahankan nilai–nilai lama, tetapi sekaligus membina dan
mengembangkannya, agar subak menjadi lebih kuat dan mandiri sehingga tangguh
menghadapi segala tantangan modernisasi. Tantangan yang menghambat laju
pembangunan pertanian saat ini antara lain menurunnya kuantitas dan kualitas air,
alih fungsi lahan yang terus meningkat dan peningkatan produksi pangan yang tidak
sebanding dengan pesatnya pertumbuhan penduduk (Sutawan, dalam subak 1993)
Pernyataan ini sesuai dengan uraian yang tertuang dalam Kebijakan
Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Bali 2007, tentang permasalahan
yang dihadapi dalam pembangunan sub sektor tanaman pangan antara lain : 1) Rata-
rata kepemilikan lahan sempit, kebanyakan petani di Bali (54,81%) mengusahakan
lahan sawah dibawah 0,50 Ha dan lahan tersebut cenderung mengecil karena adanya
proses fragmentasi lahan sebagai akibat dari sitem/pola warisan, 2) Alih fungsi lahan
-
7
pertanian produktif khususnya lahan sawah cenderung berkurang setiap tahun karena
beralih fungsi ke non pertanian, 3) belum adanya jalinan kemitraan yang mantap antar
petani/kelompok tani dengan pengusaha. Sebagai suatu konskuensi dari
pembangunan daerah baik untuk sektor pertanian maupun non pertanian, maka
permasalahan tersebut perlu diatasi sedini mungkin dan sekaligus merupakan suatu
tantangan didalam program–program pembangunan dimasa depan. Untuk itu perlu
adanya pemikiran guna mengantisipasi terjadinya alih fungsi profesi maupun alih
fungsi lahan pertanian yang dapat mengancam kelestarian lahan sawah di kota
Denpasar. Pernyataan ini didukung dengan direncanakannya Kebijakan
Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Bali Tahun 2007, yaitu tentang
program pembangunan pertanian tanaman pangan melalui : 1) pengembangan SDM
petani melalui penyuluhan maupun pelatihan, 2) pemantapan kelembagaan melalui
pembinaan dan fasilitasi kelompok tani/subak.
Seiring dengan laju pembangunan di berbagai sektor di kota Denpasar,
khususnya industri dan prasarana phisik lainnya, ternyata telah memberikan pengaruh
yang sangat signifikan terhadap pembangunan pertanian, terutama adanya penyusutan
lahan sawah.
Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius bagi semua pihak karena
keadaan ini dapat memberikan konskuensi pada keterjaminan ketahanan pangan dan
juga keberlanjutan sistem irigasi subak, sebagai salah satu sumberdaya budaya Bali
umumnya, dan kota Denpasar khususnya. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1993
tercatat 45 subak yang ada di kota Denpasar, sedangkan pada tahun 2006 tercatat 41
-
8
subak yang tersebar Empat kecamatan di kota Denpasar. Terdapat beberapa
penyebab terhadap ketidak berlanjutan empat subak tersebut antara lain : 1) beralih
fungsinya seluruh lahan sawah menjadi lahan non pertanian, 2) beralihnya mata
pencaharian petani dari sektor pertanian ke non pertanian, 3) terganggunya jaringan
irigasi subak sebagai akibat pembangunan untuk pengembangan pemukiman.
Sejalan dengan berbagai permasalahan yang terkait antara yang satu dengan yang
lainnya akan menempatkan petani pada posisi yang sulit karena berpengaruh terhadap
hasil produksi dan kelangsungan usaha tani jangka panjang.
Atas dasar kenyataan tersebut maka sangat diperlukan konsep pemikiran tentang
usaha pembinaan, pelestarian, pengembangan dan perlindungan terhadap anggota
subak/para petani agar tetap dapat berdaya guna dalam pengembangan pembangunan
pertanian khususnya dalam pemeliharaan semua fasilitas bangunan irigasi yang ada di
setiap wilayah subak.. Hal ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan fungsi dan
efektivitas irigasi, peningkatan SDM, memfasilitasi berbagai kepentingan petani
dengan tujuan dapat meningkatkan peran serta petani dalam menjaga kelangsungan
pembangunan pertanian. Menurut pandangan N. Sutawan (1993:193) perlu adanya
pemikiran tentang strategi pelestarian dan pengembangan subak, dengan langkah–
langkah kebijakan yang kiranya perlu ditempuh antara lain :
1) Meningkatkan partisipasi petani dalam proyek–proyek peningkatan/
pembangunan jaringan irigasi.
2) Memberikan peranan yang lebih besar kepada subak dalam pengelolaan
jaringan irigasi.
-
9
3) Memfasilitasi pembentukan wadah koordinasi antar subak
4) Memberikan bantuan perbaikan/penyempurnaan jaringan irigasi sebelum
diserahkan pengelolaannya kepada subak
5) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam bidang yang
berkaitan dengan pengelolaan jaringan irigasi dan usaha tani.
Penekanan dari uraian tentang strategi pelestarian dan pengembangan subak tersebut
diatas adalah dengan melibatkan para petani (anggota subak) dalam pengambilan
keputusan karena telah terbukti dapat memberikan dampak positif terhadap
keterpaduan sistem operasional pemeliharaan bangunan irigasi dan pengelolaan air
dalam pemberdayaan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Disamping itu
dengan adanya pendekatan partisipatif (action research), juga bertujuan untuk
mendapatkan pemecahan persoalan berdasarkan kebutuhan nyata para petani
(anggota subak) secara langsung di wilayah irigasi mereka. Kondisi ini sesuai dengan
yang termuat dalam Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air antara lain menyatakan :
1) Masyarakat ikut berperan dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber
daya air
2) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem jaringan ditetapkan sebagai
berikut:
- Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan sekunder
menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sesuai kewenangannya.
-
10
- Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier menjadi hak dan
tanggung jawab Petani Pemakai Air (P3A) yang di Bali dikenal dengan
Subak.
Pelaksanaan dari Undang–Undang ini diharapkan dapat menunjang pencapaian hasil
produksi pangan seoptimal mungkin sesuai kemampuan sumber air, serta menjaga/
mempertahankan kelestarian prasarana irigasi agar dapat dimanfaatkan seoptimal
mungkin oleh para petani subak.
Dalam pembangunan pertanian yang berbasis subak salah satu langkah
strategis pelestarian dan pengembangan subak yang perlu diperhatikan adalah
meningkatkan pengetahuan dan kepemimpinan subak dalam bidang yang berkaitan
dengan pengelolaan dan pemeliharaan bangunan penunjang jaringan irigasi yang
menjadi tanggung jawab dari petani khususnya di jaringan tersier.
-
11
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut
1) Adakah pengaruh faktor pengetahuan dan kepemimpinan subak secara
dominan terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier di
Kecamatan Denpasar Selatan
2) Manakah diantara faktor pengetahuan dan kepemimpinan subak yang
berpengaruh secara dominan terhadap pemeliharaan bangunan air pada
jaringan irigasi tersier di Kecamatan Denpasar Selatan
1.3 Tujuan Penelitian
2) Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh faktor pengetahuan dan
kepemimpinan subak secara dominan terhadap pemeliharaan bangunan air
pada jaringan irigasi tersier di Kecamatan Denpasar Selatan.
3) Untuk mengetahui manakah diantara faktor pengetahuan dan kepemimpinan
subak yang berpengaruh secara dominan terhadap pemeliharaan bangunan air
pada jaringan irigasi tersier di Kecamatan Denpasar Selatan
1.4 Manfaat Penelitian
1) Manfaat teoritis
- Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu Teknik Sipil
(hidro) dalam pembangunan pertanian berbasis subak, khususnya mengenai
konsep pemberdayaan petani dalam usaha pelestarian subak
-
12
- Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi bagi para pihak yang
ingin melakukan penelitian lebih lanjut dan sebagai sarana untuk
membuktikan teori tentang faktor pengetahuan dan kepemimpinan subak,
yang dapat mempengaruhi partisipasi petani dalam pembangunan pertanian.
2) Manfaat praktis
- Dapat digunakan untuk mengidentifikasi setiap variabel tersebut diatas
dalam keterkaitannya untuk evaluasi dan mengaplikasikannya lebih
lanjut dalam praktek dilapangan.
- Dapat memberikan masukan kepada instansi terkait, kelompok petani/
subak tentang faktor–faktor dominan yang terkait dengan usaha
pembangunan pertanian.
- Selanjutnya dapat dijadikan dasar membuat kebijakan dalam rangka
mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan yang akan
dikerjakan
-
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan Pertanian Berbasis Subak
Dalam pembangunan pertanian, pembangunan irigasi merupakan salah satu
komponen kegiatan yang sangat penting, karena keberhasilan pembangunan
pertanian, khususnya pertanian lahan basah akan sangat ditentukan oleh ketersediaan
air (kontinyuitas air). Pembangunan pertanian, khususnya dalam usaha meningkatkan
produksi pertanian, secara umum dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu intensifikasi
dan ekstensifikasi. Untuk pertanian lahan sawah, baik intensifikasi maupun
ekstensifikasi harus dibarengi dengan perbaikan serta perluasan irigasi (Wardoyo,
1982 ). Salah satu pemikiran dalam paradigma baru pembangunan pertanian adalah
bagaimana kita dapat menciptakan kebijaksanaan pertanian yang menjamin agar para
petani memperoleh hak mereka atas air dan bibit, yang mereka butuhkan untuk
mengelola usaha tani secara lestari. Oleh karena itu, usaha pertama yang perlu
dilakukan untuk menjamin hak petani atas air adalah memberdayakan organisasi
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Pemerintah negara–negara yang sedang
berkembang perlu memberikan hak-hak politik bagi organisasi tersebut, untuk
melindungi dan memperjuangkan hak petani atas air (Loekman Soetrisno, 1999: 62 ).
Menurut pendapat Sumodiningrat (2000:7) menyebutkan bahwa pembangunan
pertanian harus ditujukan untuk mempersiapkan masyarakat petani berkemampuan
dalam memantapkan proses perubahan–perubahan struktur yang muncul dan
kemampuan petani itu sendiri. Perubahan struktur masyarakat petani diawali dari
-
14
pengelolaan kegiatan sosial ekonomi produktif. Kegiatan produksi dilakukan untuk
menghasilkan pendapatan yang dapat memberikan nilai tambah secara efektif dan
efisien sehingga menimbulkan surplus yang dapat dimanfaatkan.
Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional,
karena visi dan misi pembangunan pertanian dirumuskan dalam kerangka dan
mengacu pada pencapaian visi dan misi pembangunan nasional. Visi pembangunan
pertanian nasional adalah terwujudnya pertanian modern, tangguh dan efisien menuju
masyarakat Indonesia yang sejahtera. Sedangkan misi pembangunan pertanian
nasional adalah : 1) menggerakan berbagai upaya untuk memanfaatkan sumberdaya
pertanian secara optimal dan menerapkan teknologi tepat serta spesifik lokasi dalam
rangka membangun pertanian yang berdaya saing tinggi dan berkelanjutan, 2)
memberdayakan masyarakat pertanian menuju wiraswasta agribisnis yang mandiri,
maju dan sejahtera.
Upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam agenda reformasi pembangunan
pertanian adalah mengembangkan ketahanan pangan yang berbasis pada kemampuan
produksi, keragaman sumberdaya pangan, serta kelembagaan dan budaya lokal
(Departemen Pertanian, 2000). Hal ini bisa ditempuh dengan pemberdayaan petani
melalui usaha kelompok agar mampu secara efektif mengartikulasikan aspirasi
kepentingan petani. Adanya organisasi petani yang kuat merupakan faktor kunci agar
kepentingan petani dapat lebih diperhatikan dalam kebijakan pembangunan dan
kemampuan mereka dalam melaksanakan pembangunan pertanian agar dapat lebih
diberdayakan. Pengmbangan lembaga tradisional dalam pembangunan pertanian
-
15
yang mengarah ke bidang ekonomi/komersial yang berpola agribisnis perlu mendapat
perhatian yang serius.
Dewasa ini, pembangunan pertanian masih menjadi prioritas dalam
pembangunan nasional kita mengingat sebagian terbesar masyarakat adalah petani
baik yang mengusahakan lahan di lahan sawah maupun di lahan kering. Oleh karena
itu jumlah petani sangat besar, maka setiap kebijakan yang terkait dengan pertanian
haruslah berorientasi pada kesejahteraannya, peningkatan produksi, kualitas produksi
dan memiliki daya saing sehingga pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat petani (Sedana, dalam Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era
Globalisasi).
Pembangunan pertanian berbasis subak yang ada di Bali memiliki beberapa
kewajiban yang harus dilaksanakan seperti tercantum dalam Peraturan Daerah
Tingkat I Bali, No.02/PD/DPRD/1972 yang menyebutkan bahwa : 1) Subak
berkewajiban mengatur rumah tangganya sendiri baik dalam mengusahakan adanya
air maupun mengatur air dengan tertib dan efektif untuk persawahan para anggota
subak di dalam wilayahnya, 2) subak memelihara dan menjaga prasarana–prasarana
irigasi dengan sebaik–baiknya yang diperlukan untuk menjamin kelancaran dan
tertibnya di dalam wilayahnya, 3) Dalam melaksanakan urusan rumah tangganya,
subak menjalankan peraturan–peraturan, awig–awig dan sima subak yang baru, 4)
subak menyelesaikan perselisihan–perselisihan/sengketa yang timbul dalam rumah
tangganya, 5) apabila ada pelanggaran dan tindak pidana diselesaikan menurut hukum
yang berlaku.
-
16
Subak sebagai suatu sistem irigasi yang dikelola petani secara swadaya untuk
tanaman semusim khususnya padi, memiliki beberapa elemen yang saling terkait
yaitu : 1) organisasi petani pengelola air irigasi, 2) jaringan irigasi/sarana prasarana
irigasi, 3) produksi pangan, 4) ekosistem lahan sawah berigasi, 5) ritual keagamaan
terkait dengan budidaya petani. Kelestarian subak dalam pembangunan pertanian
akan terwujud jika kelestarian organisasi subak (institutional Sustainability),
kelestarian jaringan irigasi (technical sustainability), kelestrian produksi pangan
(economic sustainability), kelestarian ekosistem lahan sawah (ecological
Sustainability), kelestarian nilai–nilai sosial budaya/ritual keagamaan (socio cultural
sustainability) dan kelestarian DAS dan sumber air bagian hulu (environmental
sustainability) dapat dijaga.
2.2 Pemberdayaan Petani Dalam Pembangunan Pertanian Berbasis Subak
Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai proses yang mengembangkan dan
memperkuat kemampuan masyarakat untuk terus terlibat dalam proses pembangunan
yang berlangsung secara dinamis dan masyarakat dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapinya dan mengambil keputusan secara bebas (independent) dan mandiri.
Pemberdayaan P3A seperti dimaksud dalam inpres No.3/1999 adalah untuk
mewujudkan kelembagaan P3A yang otonom, mandiri, mengakar di masyarakat,
bersifat sosial, ekonomi, budaya dan berwawasan lingkungan serta memberikan
kemudahan dan peluangnya kepada anggota untuk secara demokratis membentuk
organisasi/unit usaha ekonomi ditingkat usaha tani sesuai dengan pilihannya.
Memberdayakan mengandung pula arti melindungi, melindungi harus dilihat sebagai
-
17
upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi
terhadap yang lemah (Syamsul, Dewi 2007). Salah satu misi yang ditetapkan dalam
Rencana pembangunan Jangka panjang Tahun 1999–2004 yaitu pemberdayaan
masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil,
menengah dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang
bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan berbasis pada sumberdaya alam
dan sumberdaya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
Subak sebagai lembaga tradisional yang bergerak dibidang pertanian dikenal
sebagai organisasi agraris, religius yang ada di Bali sejak dahulu dipertahankan
keberadaannya sampai sekarang merupakan salah satu kekayaan budaya nasional di
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nama subak yang kita warisi ini sudah terkenal
di seluruh dunia dan khususnya untuk tingkat nasional telah banyak mempelajari
sistem subak ini untuk diterapkan di beberapa daerah di Indonesia (Dinas
Kebudayaan Provinsi Bali 2007). John. S. Ambler (1990) menyatakan bahwa “ subak
dengan alat keirigasiannya yang nampaknya sederhana saja merupakan salah satu
organisasi petani pemakai air yang paling canggih di seluruh dunia “. Dari pernyataan
diatas mengandung makna bahwa keberadaan subak di Bali hendaknya tetap
dipertahankan dan perlu lebih ditingkatkan peranannya di bidang pertanian dalam arti
yang seluas–luasnya. Pemberdayaan adalah rangkaian upaya aktif yang dilakukan
dalam rangka menjaga agar kondisi dan keberadaan lembaga subak dapat lestari dan
makin kokoh, sehingga dapat berperan positif dalam pelaksanaan pembangunan. Kata
-
18
pemberdayaan mengandung arti bahwa upaya yang dilakukan diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia baik secara pribadi maupun secara
organisatoris dalam rangka memajukan usaha tani khususnya dan usaha–usaha
lainnya yang erat kaitannya dengan sektor pertanian (Dinas Kebudayaan Provinsi
Bali 2007 ).
Beberapa langkah strategis dalam upaya pelestarian dan pemberdayaan subak
adalah memperkuat/memperdayakan kelembagaan subak mulai pendekatan–
pendekatan berikut : 1) peningkatan penyediaan pelayanan pendukung (support
services) seperti kredit usaha tani yang mudah diakses tanpa prosedur yang berbelit–
belit, informasi pasar, penyuluhan pertanian, 2) pelatihan dan pendidikan khususnya
bagi para pimpinan subak dalam berbagai bidang seperti operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi, pembukuan/manajemen keuangan, kepemimpinan, kewiraswastaan/
entrepeneurship, perkoperasian, 3) memfasilitasi pengembangan subak menjadi
lembaga irigasi berorientasi agribisnis, agrowisata, dan ekowisata guna meningkatkan
kemampuan finansialnya tanpa melalaikan tugas–tugas pokoknya sebagai pengelola
air irigasi yang bercorak sosio–religius, 4) memfasilitasi kemitraan subak dengan
desa adat/desa pekraman, koperasi, asosiasi perhotelan, asosiasi restoran dan
lembaga–lembaga lain baik pemerintah maupun swasta sesuai kebutuhan, 5) bantuan
pemerintah bagi subak yang benar-benar membutuhkan perbaikan jaringan irigasi
yang rusak berat karena tidak dapat ditangani sendiri berdasarkan pendekatan
partisipatoris, 6) pengakuan subak sebagai badan hukum agar bisa melakukan
transaksi ekonomi dan mencari kredit di bank, melalui peraturan daerah (Perda) tanpa
-
19
harus melalui prosedur yang kini masih dianggap memberatkan petani karena harus
diproses melalui Pengadilan Negeri setempat. Langkah lainnya dalam pemberdayaan
subak adalah dengan membatasi alih fungsi lahan, dapat dilakukan dengan :1)
perencanaan tata ruang dan penggunaan tanah yang cermat dengan
mempertimbangkan ketersediaan air, 2) pembuatan perangkat hukum atau peraturan
yang melarang penggunaan sawah untuk usaha non pertanianpada tempat–tempat
yang sudah jelas ditetapkan sebagai tempat konservasi sawah dengan penegakan
hukum yang ketat, 3) bebas/keringanan pajak bagi petani anggota subak dan insentif
lainnya untuk mendorong para petani tidak mengalih fungsikan sawahnya, untuk
mewujudkan semua itu, maka tidak kalah pentingnya adalah melakukan penelitian
mengenai subak dari berbagai aspeknya termasuk penelitian–penelitian mengenai
kearifan lokal agar mendapat pemahaman yang lebih holistik (Sutawan dalam
Revitalisasi Subak Dalam Memasuki Era Globalisasi 2007)
Melihat bahwa tantangan petani ke depan menuntut adanya berbagai usaha
pemberdayaan terhadap petani anggota subak, yang harus dilakukan dengan
pendekatan partisipatif. Pemberdayaan subak diharapkan mampu menimbulkan sikap
petani yang semakin loyal terhadap profesinya, mandiri dalam pengambilan
keputusan dan memiliki wawasan ekonomis/agribisnis. Pemberdayaan ini
merupakan prasyarat dalam usaha pelestarian subak (Gede Sedana, dalam Revitalisasi
Subak Dalam Memasuki Era Globalisasi 2007).
-
20
2.3 Pengetahuan Petani Dalam Pembangunan Pertanian
Perbedaan tingkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat yang satu dengan
masyarakat lainnya, akan menimbulkan perbedaan pandangan dan kesadaran akan
kebutuhan teknologi sebagai sarana menuju perbaikan kehidupan dalam mengatasi
berbagai permasalahan yang ada ditengah–tengah masyarakat tersebut. Suatu
masyarakat dengan tingkat pengetahuan yang tinggi biasanya dibarengi dengan
kesadaran akan kebutuhan hidup yang tinggi pula. Dengan adanya kesadaran akan
kebutuhan tuntutan hidup yang tinggi (lebih baik), timbul kesadaran akan pentingnya
suatu teknologi yang dapat menciptakan perbaikan–perbaikan dalam kehidupan.
Dengan demikian, suatu masyarakat dengan tingkat pengetahuan yang tinggi akan
lebih mudah menyerap suatu teknologi yang diperkenalkan dan atau ditengah–tengah
lingkungannya (Dikti 1990: 23). Pandangan umum lainnya tentang pengetahuan
adalah hasil belajar baik formal maupun non formal yang diperoleh dari hasil
interaksi dengan masyarakat. Disebutkan pula luasnya cakrawala pengetahuan
seseorang tidak terlepas dari pengetahuannya dalam hidup masyarakat. Akibatnya
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tidaklah berbeda jauh dengan warga
lainnya apabila pengetahuan yang didapat semata–mata berasal dari interaksi sosial
sesama warga tempat ia hidup (Depdibud 2000:9). Kemiskinan dalam ilmu
pengetahuan akan menjadi salah satu penyebab mundurnya tingkat keberlanjutan
proses pembangunan. Dampaknya adalah penduduk yang relatif miskin ilmu
pengetahuan akan menjadi kurang peduli dan memiliki kesadaran rendah terhadap
lingkungannya serta semakin tertutup akan adanya inovasi–inovasi teknologi. Untuk
-
21
itu, dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia anggota petani yang tercermin
dari tingkat pengetahuan yang dimiliki, ada beberapa aspek yang perlu ditumbuhkan
: 1) adanya pengetahuan teknis, 2) penciptaan peluang–peluang beragribisnis, 3) juga
aspek-aspek administrasi (Sedana 2003, dalam Revitalisasi Subak Dalam Memasuki
Era Globalisasi ). Program pendidikan dan pelatihan bagi para petani, khususnya
pengurus subak perlu dilakukan terutama pada hal–hal yang berkaitan dengan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang seperti
operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi, manajemen agribisnis, pembukuan dan
kewirausahaan. Pelaksanaan Sekolah Lapangan (SL) yang merupakan salah satu
metode pembelajaran orang dewasa untuk memberikan keterampilan kepada petani
sangat cocok dilakukan sehingga petani mampu menemukenali permasalahan yang
dihadapinya, selanjutnya mencari alternatif pemecahannya (Sutawan 1998, dalam
Revitalisasi Subak Dalam Memasuki Era Globalisasi). Dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan yang didapat baik formal maupun non formal yang diperoleh secara
mandiri atau dari hasil interaksi dapat meningkatkan wawasan dan kepekaan mereka
terhadap tuntutan perubahan termasuk kepedulian mereka akan inovasi, dalam hal ini
adalah pembangunan pertanian.
2.4 Kepemimpinan Subak Dalam Pembangunan Pertanian
Kepemimpinan telah menjadi topik yang sangat menarik dari para ahli sejarah
dan filsafat sejak masa dahulu, dan menawarkan 350 definisi tentang kepemimpinan.
Salah seorang ahli menyimpulkan bahwa ” kepemimpinan merupakan salah satu
-
22
fenomena yang paling mudah diobservasi”, tetapi menjadi salah satu hal yang paling
sulit untuk dipahami (Triantoro Safaria, 2004).
Untuk lebih mempermudah pemahaman, maka akan diacu satu definisi yang kiranya
mampu menjadi landasan untuk membahas konsep kepemimpinan itu sendiri.
Menurut (Joseph C. Rost, 1993 dalam kepemimpinan 2004) kepemimpinan adalah
sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut
(bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersama.
Kepemimpinan melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam, yang terjadi diantara
orang–orang yang menginginkanperubahan signifikan, dan perubahan tersebut
mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan pengikutnya.
Pengaruh (influence) dalam hal ini berarti hubungan diantara pemimpin dan pengikut
sehingga bukan sesuatu yang pasif, tetapi merupakan suatu hubungan timbal balik
dan tanpa paksaan. Dengan demikian, kepemimpinan itu sendiri merupakan proses
yang saling mempengaruhi.
Kepemimpinan lebih menekankan bagaimana mengkomunikasikan visi dan
mengembangkan budaya yang dimiliki bersama dan menyusun seperangkat nilai–
nilai pokok di dalam organisasi yang menjadi pedoman utama untuk mencapai tujuan
tertinggi organisasi. Penekanan ini melibatkan bawahan sebagai pemikir, pelaksana
dan pemimpin mendorong rasa kebersamaan akan komitmen dan kepemilikan
organisasi.Menurut (Robert J House, 1971 dalam Kepemimpinan 2004), teori Path–
goal memberikan empat klasifikasi perilaku pemimpin yang dapat di adopsi oleh
seorang pemimpin, salah satu diantaranya adalah : Kepemimpinan Partisipatif
-
23
(Participative Leadership) digambarkan sebagai pemimpin yang lebih banyak
mengkonsultasikan dan mendiskusikan masalah pada bawahan sebelum membuat
keputusan. Perilaku pemimpin yang muncul termasuk menanyakan opini dan saran
dari bawahan, mendorong partisipasi dalam pembuatan keputusan, dan banyak
berdiskusi dengan bawahan di lokasi kerja.
Sedangkan pada sistem pertanian tradisional atau subak, dalam pelaksanaannya
pada pengelolaan lahan pertanian dipimpin oleh seorang Pekaseh. Kepemimpinan
seorang Pekaseh dalam organisasi subak memiliki lima tugas utama yang harus
dilaksanakan yaitu : 1) pencarian dan distribusi air, 2) operasi dan pemeliharaan air
irigasi, 3) mobilisasi sumberdaya, 4) penanganan persengketaan, 5) kegiatan
upacara/ritual (Subak, 1993 :10)
Dari uraian tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa kepemimpinan dalam
organisasi menekankan kepada komunikasi, menampung aspirasi, memberikan solusi,
menciptakan budaya dan iklim organisasi, memberi motivasi dan mendorong prestasi
anggotanya.
2.5 Operasional Dan Pemeliharaan Bangunan Air Pada Jaringan Irigasi
Keberlanjutan pertanian beririgasi berbasis subak sangat tergantung pada
keberlanjutan dari sistem irigasi sebagai faktor pendukung penyelenggaraan sistem
pertanian dalam suatu institusi subak. Kebijakan penyerahan pengelolaan irigasi (PPI)
seperti tertuang dalam INPRES RI, nomor 3 tahun 1999, yang dalam UU RI nomor 7
tahun 2004 dikenal sebagai pengelolaan irigasi partisipatif (PIP) merupakan upaya
pemerintah untuk memberikan peran yang lebih besar kepada masyarakat petani
-
24
termasuk subak dalam hal pengelolaan jaringan irigasi, sebagai akibat semakin
terbatasnya kemampuan pemerintah dari segi personil maupun dana terutama untuk
melaksanakan operasional dan pemeliharaan (O & P) jaringan irigasi. Ketentuan yang
termuat dalam undang–undang tersebut adalah : 1) masyarakat ikut berperan dalam
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air, 2) pelaksanaan operasi dan
pemeliharaan sistem jaringan ditetapkan sebagaiu berikut : a) pelaksanaan operasi
dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah daerah sesuai kewenangannya, b)
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier menjadi hak dan
tanggung jawab petani pemakai air/subak (Budiasa, dalam Revitalisasi subak dalam
memasuki era globalisasi, 2005 ).
Pelaksanaan operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi bertujuan untuk dapat
mempertahankan adanya kontinyuitas air yang diperlukaan oleh petani, pelaksanaan
operasional dan pemeliharaan meliputi : pengaturan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi untuk menjamin kelestarian fungsi dari jaringan irigasi beserta bangunannya.
Dalam hal perkumpulan petani pemakai air tidak mampu melaksanakan operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi yang menjadi hak dan tanggung jawabnya, pemerintah,
pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten kota, dapat memberikan bantuan
dan/atau dukungan fasilitas berdasarkan permintaan dari perkumpulan petani pemakai
air dengan memperhatikan prinsip kemandirian (UU RI No 7 tahun 2004).
Peran sektor pertanian sangat strategis dalam perekonomian nasional dan
kegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari air. Oleh sebab itu, irigasi sebagai salah
-
25
satu komponen pendukung keberhasilan pembangunan pertanian mempunyai peran
yang sangat penting. Berdasarkan atas uraian tersebut diatas maka dapat dijelaskan
bahwa implimentasi dari operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi (O & P) pada
daerah irigasi terhadap seluruh fasilitas irigasi akan berpengaruh pada kontinyuitas air
,penetapan pola tanam, intensitas tanam, efektifitas saluran dan bangunan fasilitas
serta produksi hasil pertanian. Meskipun operasional dan pemeliharaan ditingkat
tersier menjadi tanggung jawab petani namun kenyataannya tetap mendapat perhatian
dari pemerintah untuk menjaga kontinyuitas air irigasi.
-
26
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Paradigma baru dalam pembangunan pertanian yang sedang dikembangkan saat
ini adalah pengembangan system agribisnis dan peningkatan ketahanan pangan ,serta
mengedepankan pembangunan yang berkelanjutan dan memperhatikan kesejahteraan
petani. Dalam upaya menghadapi tantangan di masa ke depan, sangat diperlukan
langkah–langkah antisipatif bagi subak–subak, khususunya di dalam berusaha tani
yang berorientasi ekonomis dan tetap mempertahankan nilai–nilai yang bersifat
sosio–agraris–religius. Pemberdayaan masyarakat petani sejalan dengan paradigma
baru pembangunan pertanian yang mengembangkan agribisnis yang berdaya saing,
berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisir. (Revitalisasi subak dalam
memasuki era globalisasi, 2005:78)
Faktor–faktor mendasar yang perlu diperhitungkan dalam mendukung
operasional dan pemeliharaan terhadap jaringan irigasi subak yang berkelanjutan dan
penguatan subak sebagai lembaga ekonomi antara lain, faktor non teknis meliputi :
pengetahuan petani dan kepemimpinan subak sedangkan faktor yang bersifat teknis
adalah pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi khususnya dalam wilayah
pengelolaan 7 subak ( subak Panjer, subak Renon, subak Sanur, subak Sidakarya,
subak Sesetan , subak Intaran Barat dan subak Intaran Timur) di Kecamatan Denpasar
Selatan
-
27
Penggunaan variabel–variabel tersebut diatas diharapkan dapat digunakan untuk
menilai keberhasilan dan memprediksi kelangsungan pembangunan pertanian, serta
dapat dijadikan dasar untuk mendukung visi pembangunan pertanian yaitu
terwujudnya masyarakat yang sejahtera khususnya petani melalui pembangunan
sistem agribisnis dan usaha–usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan,
berkelanjutan dan desentralisasi merupakan visi pembangunan pertanian (Departemen
Pertanian 2001) .
Pemberdayaan petani merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak terkait, baik
lembaga pemerintah maupun non pemerintah untuk memberikan akses dan
keberpihakkan kepada masyarakat guna dapat mengembangkan potensinya sehingga
dapat meningkatkan kemandirian masyarakat. Pengetahuan petani terbentuk antara
lain dari proses pembelajaran baik formal maupun non formal, berdasarkan
pengalaman diri sendiri atau orang lain serta faktor lainnya. Akumulasi dari hasil
proses ini akan membentuk pengetahuan petani untuk memahami suatu aspek atau
suatu objek.
Pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi merupakan suatu rutinitas
kegiatan yang dilakukan baik oleh petani maupun instansi terkait dalam
pengoperasian dan pemeliharaan khususnya diwilayah jaringan irigasi pengelolaan
perkumpulan petani pemakai air tersier dan jaringan sekunder, primer pada
umumnya. Berdasarkan penerapan kedua komponen tersebut akan berpengaruh
terhadap pembangunan pertanian berbasis subak yang ada khususnya di kecamatan
Denpasar Selatan, selanjutnya dapat dipergunakan untuk memprediksi kondisi
-
28
maupun potensi pengembangannya kedepan salah satu diantaranya adalah kebijakan
melestarikan dan melindungi subak itu sendiri.
Dari kajian teoritis, maka dapat disusun kerangka alur berpikir dan kerangka
konsep penelitian seperti Gambar 3.1 dan Gambar 3.2 sebagai berikut :
-
29
Kerangka Alur Berpikir
Ide
Latar Belakang Dan Permasalahan
Kajian Pustaka
Kerangka Konsep Penelitian
Data Skunder Data Primer
Pengumpulan Dan Tabulasi Data
Analisis Data
Uji Validitas Data
Uji Reliabilitas Data
Uji Normalitas Data
Hasil Penelitian
Pembahasan
Hipotesis Penelitian
Analisis Kualitatif
Simpulan Dan Saran
Gambar 3.1 Kerangka Alur Berpikir
-
30
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Keterangan:
Pengetahuan Petani
(X1)
Kepemimpinan subak
(X2)
Pemeliharaan
Bangunan Air Pada
Jaringan Irigasi
Tersier (Y)
Pengaruh Parsial
Pengaruh Simultan
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian
-
31
3.2 Hipotesis
Berdasarkan rurmusan masalah dan menggunakan dua variabel yaitu
pengetahuan dan kepemimpinan subak terhadap pemeliharaan bangunan air pada
jaringan irigasi tersier berdasarkan serta atas kajian kepustakaan maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1) Terdapat pengaruh yang dominan faktor pengetahuan dan kepemimpinan
subak terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier
2) Faktor kepemimpinan subak berpengaruh dominan terhadap pemeliharaan
bangunan air pada jaringan irigasi tersier
-
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam wilayah pengelolaan 7 subak ( subak
Panjer, subak Renon, subak Sanur, subak Sidakarya, subak Sesetan , subak Intaran
Barat dan subak Intaran Timur) di Kecamatan Denpasar Selatan. Karakteristik
kawasan wilayah subak merupakan sektor pertanian lahan basah dengan sistem
irigasi semi teknis. Yang dimaksud dengan irigasi semi teknis adalah sistem
pemanfaatan air irigasi untuk pertanian dimana salurannya masih berfungsi ganda
yaitu untuk irigasi dan drainase serta bangunan fasilitas tidak sepenuhnya
permanen
4.2 Identifikasi Variabel
Berdasarkan uraian hipotesis dan tujuan penelitian yang ingin dicapai , maka
dapat dilakukan identifikasi baik terhadap variabel terikat (dependen variable)
yaitu pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier maupun variabel
bebas ( independen variable ) yaitu : 1) pengetahuan petani, 2) kepemimpinan
subak, Identifikasi terhadap variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
(1) Pengetahuan petani meliputi
a) Tingkat pendidikan petani
b) Perolehan pengetahuan bertani
c) Pengetahuan budidaya pertanian
d) Perolehan pengetahuan kewirausahaan
e) Perolehan pengetahuan operasional dan pemeliharaan
f) pengetahuan pemasaran dan peningkatan pendapatan petani
-
33
(2) Kepemimpinan subak meliputi :
a) Adanya petunjuk penjelasan teknis irigasi pertanian
b) Pimpinan aktif memantau perkembangan organisasi subak
c) Pimpinan subak dapat mengayomi anggotanya
d) Pimpinan mampu memotivasi anggotanya
e). Adanya inovasi dari pimpinan
f) Adanya komunikasi yang baik dalam organisasi subak
(3) Pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier meliputi
a) Adanya rutinitas monitoring jaringan irigasi
b) Kontinyuitas kebutuhan air irigasi
c) Berfungsinya bangunan fasilitas irigasi dengan baik
d) Adanya koordinasi yang baik antara subak dan pemerintah
e) Kesiapan subak terhadap O & P
f) Adanya insentif dari pemerinta
4.3 Definisi Operasional Variabel
Untuk melihat dimensi variabel penelitian maka sebelumnya dibuat
operasional konsep variabel menjadi definisi operasional, sehingga jelas dimensi
yang diukur dari masing–masing variabel sebagai berikut :
1) Pengetahuan petani
Yang dimaksud dengan pengetahuan petani adalah pemahaman petani tentang
organisasi subak, pemahaman tentang perkembangan teknologi, pemahaman
tentang operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi dan pemahaman tentang
produksi serta pemasarannnya.
Definisi operasional dari pengetahuan petani dapat dilihat dari dimensi :
-
34
a) Tingkat pendidikan petani, diukur dari latar belakang pendidikan yang
mempengaruhi pengetahuannya dalam bertani.
b) Pengetahuan petani yang diperoleh, dan diukur dari tingkat
pemahamannya terhadap proses bertani.
c) Pengetahuan petani tentang budidaya pengolahan pertanian diukur dari
pengetahuannya tentang pembangunan pertanian
d) Pengetahuan petani tentang kewirausahaan dapat diukur dari
pengalaman petani dalam bekerjasama dengan mitra usaha lainnya.
e) pengetahuan petani tentang operasional dan pemeliharaan bangunan air
jaringan irigasi diukur dari kemampuan petani dapat memanfaat secara
optimal fasilitas irigasi.
f) Pengetahuan petani tentang sistem pemasaran, diukur dari pendapatan
petani.
2) Kepemimpinan subak
Yang dimaksud dengan kepemimpinan subak adalah kemampuan pemimpin
dalam melakukan kegiatan pengelolaan sistem pertanian dan organisasi subak
sesuai dengan aturan yang telah disepakati
Definisi operasional dari kepemimpinan subak dapat dilihat dari dimensi :
a) Penjelasan teknis pertanian dari pimpinan mudah dipahami dapat
diukur dari kemampauan anggota petani dapat lebih mengerti tentang
fungsi bangunan irigasi dan usaha tani.
b) Pimpinan aktif memantau perkembangan organisasi subak dapat diukur
dari berjalannya organisasi seperti yang diharapkan.
c) Pimpinan subak dapat mengayomi anggota dapat diukur dari tidak
-
35
pernah terjadi persengketaan sesama anggota subak atau dengan
anggota subak lainnya.
d) Pimpinan mampu memotifasi anggota petani dapat diukur dari
semangat yang ditunjukan oleh petani dalam memajukan usaha taninya.
e) Adanya inovasi dari pimpinan diukur dari hal-hal baru yang diterapkan
dalam pertanian.
f) Komunikasi pimpinan dengan anngota berjalan baik dapat diukur dari
pimpinan selalu mendengarkan dan menampung aspirasi anggotanya.
3) Pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier
Yang dimaksud dengan pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi
tersier adalah aktifitas yang terkait dengan pengoperasian bangunan fasilitas dan
pemeliharaan terhadap bangunan air agar efektifitasnya dapat dipertahankan.
Definisi operasional pemeliharaan bangunan air jaringan irigasi tersier dapat
dilihat dari dimensi :
a) Rutinitas monitoring jaringan irigasi dapat diukur dari jaringan irigasi
dapat mengalirkan air sesuai pola aliran yang direncanakan.
b) Terpenuhinya kontinyuitas air irigasi dapat diukur dari tercapainya
ketinggian air minimum di lahan pertanian.
c) Berfungsinya bangunan fasilitas irigasi dengan baik dapat diukur dari
tidak pernah terjadi keluhan dari anggota petani.
d) Adanya koordinasi yang baik antara subak dan pemerintah dapat
diukur dari sering dilakukan peninjauan langsung ke lahan pertanian
oleh pemerintah.
e) Kesiapan subak terhadap O & P dapat diukur dari kemampuan subak
-
36
untuk mengelola secara mandiri jaringan irigasinya tanpa campur
tangan pemerintah.
f) Adanya intensif dari pemerintah dapat diukur dari jumlah bantuan yang
telah disalurkan oleh pemerintah dalam penanganan O & P jaringan
irigasi.
4.4 Populasi Dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 1999:72). Populasi
petani yang tersebar pada 7 wilayah subak di Kecamatan Denpasar Selatan
4.4.1 Metode Penentuan Sampel
Menurut Sugiyono (1999: 76) teknik sampling daerah digunakan untuk
menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas,
untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka
pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan.
Teknik sampling daerah ini digunakan melalui dua tahapan, tahapan pertama
menentukan sampel daerah dilakukan dengan purposive sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Tahapan kedua menentukan
jumlah sampel yang ada pada daerah itu dengan cara proportionate stratified
random sampling, penentuan jumlah sampel dilakukan dari jumlah populasi di 7
subak di Denpasar Selatan yang ada di Daerah Irigasi Oongan dengan taraf
kesalahan 10 % menurut rumus yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael
dalam (Sugiyono : 81)
-
37
n = 2Ne 1
N
Dimana :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = Taraf kekurang telitian
Nama subak di Daerah Irigasi Oongan yang terdapat di Kecamatan Denpasar
Selatan ditunjukkan pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Nama Subak
No Nama Subak
1 Panjer
2 Renon
3 Sanur
4 Sidakarya
5 Sesetan
6 Intaran Barat
7 Intaran Timur
Sumber : Dinas Pertanian Dan Kelautan Kota Denpasar, (2006)
4.4.2 Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Data kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka seperti jumlah penduduk,
jumlah subak, jumlah anggota subak, luas sawah, luas wilayah kota
Denpasar.
-
38
2) Data kualitatf yaitu data yang berupa pernyataan responden dan pertanyaan
yang diberikan dalam bentuk kuisioner.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Data primer adalah data yang bersumber dari hasil wawancara terhadap
responden dengan menggunakan kuisioner penelitian yang telah disiapkan,
yaitu anggota pada subak yang telah dipilih.
2) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari beberapa instansi pemerintah
terkait yang terlibat dalam program pembangunan pertanian berbasis subak
antara lain Kantor Dinas Pertanian Pertanian Dan Kelautan, Kantor Dinas
Pekerjaan Umum, Kantor Dinas Pendapatan, Kantor Biro Pusat Statistik di
lingkungan kota Denpasar.
4.4.3 Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1) Kuisioner/angket
Dalam pengumpulan data dipergunakan daftar kuisioner yang disebarkan
kepada seluruh responden dengan tujuan memperoleh data tentang
pemberdayaan, tingkat pengetahuan, sikap, kepemimpinan subak, operasional
dan pemeliharaan, dan partisipasi petani dalam pembangunan pertanian
berbasis subak di kota Denpasar.
2) Observasi
Pengumpulan data melalui observasi dilakukan di Dinas Pertanian dan
Kelautan kota Denpasar, Dinas Pekerjaan Umum kota Denpasar dan Dinas
Pendapatan kota Denpasar.
-
39
4.4.4 Skala Pengukuran
Skala pengukuran yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Skala Likert,
yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan
menggunakan skala Likert, maka dimensi dijabarkan menjadi variabel kemudian
variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya
indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat
item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh
responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan
sikap dalam kategori skala pengukuran sebagai berikut:
a. Sangat Setuju (SS) = 4
b. Setuju (S) = 3
c. Tidak Setuju = 2
d. Sangat Tidak Setuju = 1
4.4.5 Teknik Analisis Data
Uji validitas dan reliabilitas
Untuk mengetahui kelayakan dari instrumen penelitian (questionair) yang
akan dipakai dalam penelitian ini, sebelumnya dilakukan uji coba instrumen
pada 40 responden di kawasan Denpasar.
Menutur Lerbin R (2005) menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran
yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Sebuah
instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel
yang diteliti secara tepat.
-
40
Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi antara
bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan
setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah setiap skor
butir, dengan rumus Pearson Product Moment adalah :
2222 ....
YYnXXn
YXXYnrhitung
Dimana :
rhitung = Koefisien korelasi
∑Xi = Jumlah skor item
∑Yi = Jumlah skor total (seluruh item)
n = Jumlah responden
Selanjutnya, dihitung dengan Uji-t dengan rumus :21
2
r
nrthitung
Dimana :
t = Nilai t hitung
r = Koefisien korelasi hasil rhitung
n = Jumlah responden
Distribusi (Tabel t) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n-2)
Kaidah keputusan : Jika thitung > ttabel berarti valid, sebaliknya
jika thitung < ttabel berarti tidak valid
Untuk menghitung tingkat validitasnya dilakukan dengan menggunakan alat
bantu program SPSS for window sehingga dapat diketahui nilai dari kuesioner
pada setiap variabel bebas.
-
41
Selanjutnya terhadap skor jawaban tiap item dilakukan uji reliabilitas dengan
tujuan menunjukkan sejauh mana pengukuran itu memberikan hasil yang
relative tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek
yang sama mengenai kemantapan, keandalan/stabilitas dan keadaan tidak
berubah dalam waktu pengamatan pertama dan selanjutnya. Menurut
Sugiyono (2007), instrument yang reliable adalah instrument yang bila
digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan
menghasilkan data yang sama.
Uji reliabilitas dilakukan secara eksternal dengan test-retest yaitu dengan cara
mencobakan instrumen yang sama dua kali pada responden yang sama dalam
waktu yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara
percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan
significant maka instrument tersebut dinyatakan reliable.
4.4.6 Uji Signifikansi Koefisien Regresi
Untuk mengetahui diterima atau tidaknya hipotesis yang diajukan,
dapat dilakukan dengan uji signifikansi koefisien regresi
4.4.6.1 Uji Signifikansi Koefisien Regresi secara simultan
Untuk melihat signifikan tidaknya pengaruh variabel bebas
secara simultan terhadap variabel terikat, langkah-langkah pengujiannya
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Nata Wirawan,2002):
(1) Merumuskan hipotesis
0: 6543210
Artinya, tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara
simultan dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Hi : Minimal salah satu dari 0i dimana i = (1,2,........,5,6)
Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari
seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
-
42
(2) Menentukan taraf nyata yaitu α = 0.05
(3) Statistik uji dan daerah kritis seperti gambar 4.1
Gambar 4.1
Pengujian Hipotesis Pengaruh Simultan
Sumber: Nata Wirawan, 2002
4) Menghitung statistik uji berdasarkan initial -2 log Likehood rasio (χ2)
(Imam Ghozali,2005)
5). Menarik kesimpulan/keputusan pengujian
4.4.6.2 Uji signifikansi koefisien regresi secara parsial
Untuk mengetahui signifikan tidaknya pengaruh masing-masing
variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikatnya,
digunakan uji t.
Dengan langkah- langkah pengujian berikut ini (Nata
Wirawan,2002)).
(1) Merumuskan hipotesis
H0 : βi = 0
Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan secara parsial dari
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dimana
(i=1,2,3,4,5,6)
Hi : βi > 0
2 tabel
f(2)
-
43
Artinya ada pengaruh positif yang signifikan secara parsial dari
masing-masing variabel bebas terhadapvariabel terikat.
(2) Menentukan nilai t tabel tingkat signifikan α = 0.05 dengan derajat
kebebasan dk = n-k dimana n adalah jumlah observasi, k adalah
jumlah variabel (Sugiyono, 2004).
(3) Statistik Uji dan Daerah Kritis
Statistik uji dan daerah kritis disesuikan dengan arah pengujian
hipotesis yang dipergunakan (uji satu sisi kiri atau uji sisi kanan).
Bila pengujiannya menggunakan uji satu sisi kanan maka dapat
dgambarkan seperti Gambar 4.2
Gambar 4.2
Pengujian Hipotesis Pengaruh Parsial
Sumber: Nata Wirawan,2002
(4) Menghitung statistik uji
Nilai statistik yang digunakan untuk menguji pengaruh parsial
variabel bebas terhadap variabel terikat adalah Wald statistik.
Nilai statistik Wald koefisien regresi sebuah variabel bebas
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Imam Ghozali,2005).
Wald = (/s.e )2 .................................................................................................... 9)
Nilai statitik Wald adalah nilai kuadrat dari statistik t hitung
Selanjutnya nilai t hitung dapat dicari dengan rumus berikut.
ticWaldstatist
(5) Menarik kesimpulan / mengambil keputusan pengujian
t tabel 0
Daerah
Penerimaan H0
Daerah
Penolakan H0
-
44
a) Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak, artinya variabel bebas yang
diuji secara parsial mempunyai pengaruh yang bermakna atau
signifikan terhadap variabel terikat.
b) Jika thitung < ttabel maka H0 diterima, artinya variabel bebas yang
diuji secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang bermakna
atau signifikan terhadap variabel terikat.
-
45
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
Suatu instrumen dalam penelitian dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang ingin diukur dan dikatakan reliabel jika dapat mengukur
gejala yang sama secara tetap atau konsisten. Suatu instrumen dikatakan valid
apabila memiliki koefisien korelasi antara butir dengan skor total dalam instrumen
tersebut lebih besar dari 0,300 dengan tingkat kesalahan Alpha 0,05. Suatu
instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki koefisien Alpha Cronbach minimal
0,60. Untuk .Pengolahan data terhadap instrumen penelitian ini dapat dilihat pada
lampiran 4 sampai dengan lampiran 6, sedangkan hasil rangkuman olah data uji
validitas dan reliabilitas instrumen penelitian baik variabel terikat maupun
variabel bebas seperti terlihat dalam Tabel 5.1 dan tabel 5.2 sebagai berikut :
No Variabel Terikat Pemeliharaan Bangunan
Air Pada Jaringan Irigasi Tersier (Y)
Koefisien Korelasi Keterangan
1 Adanya rutinitas dalam memonitoring
jaringan irigasi sehingga dapat
mengalirkan air sesuai dengan pola yang
direncanakan
0.701 Valid
2 Terpenuhinya kebutuhan air yang
digunakan untuk irigasi secara
kontinuitas
0.589 Valid
3 Bangunan fasilitas irigasi yang ada
semuanya dapat berfungsi dengan baik
0.617 Valid
4 Terdapat koordinasi yang baik antara
pemerintah dengan subak dilihat dari
seringnya pemerintah secara langsung
melakukan peninjauan ke lahan pertanian
0.757 Valid
-
46
5 Organisasi subak sudah memiliki
kesiapan terhadap O&P tanpa campur
tangan pemerintah
0.738 Valid
6 Pemerintah telah memberikan insentif
dalam penanganan O&P jaringan irigasi
0.517 Valid
Variabel Bebas Pengetahuan Petani (X1)
7 Tingkatan pendidikan atau latar belakang
pendidikan yang dimiliki oleh petani
0.449 Valid
8 Kemampuan bertani yang diperoleh para
petani berdasarkan tingkat pemahaman
dalam proses pertanian
0.597 Valid
9 Pengetahuan yang dimiliki oleh petani
tentang budidaya pengolahan dan
pembangunan pertanian
0.704 Valid
10 Petani memiliki pengetahuan tentang
kewirausahaan yang digunakan dalam
kegiatan bertani sehari-hari
0.620 Valid
11 Petani memiliki pengetahuan tentang
cara mengoperasikan dan memelihara
bangunan air untuk jaringan irigasi
0.688 Valid
12 Pengetahuan yang dimiliki petani tentang
cara memasarkan hasil panen serta
peningkatan pendapatan dalam bertani
0.472 Valid
Variabel Bebas Kepemimpinan Subak
(X2)
13 Pimpinan subak dapat memberikan
penjelasan teknis tentang pertanian serta
irigasi yang mudah dipahami dan sesuai
dengan kemampuan petani
0.340 Valid
14 Pimpinan subak secara aktif memantau
perkembangan organisasi subak
0.538 Valid
-
47
15 Pimpinan subak dapat mengayomi
anggotanya sehingga tidak terjadi
persengketaan atau perselisihan dalam
organisasi
0.728 Valid
16 Anggota subak dapat bersemangat dalam
memajukan usaha taninya karena
dimotivasi oleh pimpinan subak
0.703 Valid
17 Pimpinan subak dapat memberikan
inovasi-inovasi baru dalam pertanian
yang dapat membantu meningkatkan
kinerja petani
0.606 Valid
18 Pimpinan subak mampu menampung
berbagai aspirasi dari anggota serta mau
mendengarkan berbagai pendapat
sehingga komunikasi dapat terjalin
dengan baik
0.707 Valid
No Variabel Koefisien Alpha Keterangan
1 Pemeliharaan Bangunan
Air Pada Jaringan Irigasi
Tersier (Y)
0.729 Reliabel
2 Pengetahuan Petani (X1) 0.619 Reliabel
3 Kepemimpinan Subak
(X2)
0.635 Reliabel
-
48
Dari hasil analisis frekuensi jawaban responden terhadap beberapa
indikator instrumen penelitian dapat seperti pada lampiran 6.
5.2. Hasil Uji Analisis Regresi Linier Berganda
Dari persamaan regresi linier berganda yang diperoleh dari hasil olah data
seperti pada lampiran 5 didapat bentuk persamaan regresi sebagai berikut , Y =
0.824 + 0.656X1 + 0.283X2 maka dapat diinterpretasikan bahwa semua variabel
bebas yaitu pengetahuan petani dan kepemimpinan subak mempunyai pengaruh
terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier dengan besarnya
pengaruh yang berbeda-beda. Besarnya koefisien dari variabel pengetahuan petani
dalam mempengaruhi Pemeliharaan Bangunan Air Pada Jaringan Irigasi Tersier
adalah 0.656 sedangkan besarnya koefisien dari variabel kepemimpinan subak
dalam mempengaruhi Pemeliharaan Bangunan Air Pada Jaringan Irigasi Tersier
adalah 0.283. Dapat disimpulkan bahwa faktor pengetahuan petani mempunyai
pengaruh yang lebih besar terhadap Pemeliharaan Bangunan Air Pada Jaringan
Irigasi Tersier daripada faktor kepemimpinan subak
5.3. Uji Ketepatan Model Secara Simultan
Pengujian secara simultan menggunakan uji - f. Analisis uji - f pada
dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam
model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat.
Hipotesis awal yang digunakan adalah H0 : 0 yang artinya tidak terdapat
pengaruh yang signifikan secara simultan dari seluruh variabel bebas terhadap
variabel terikat serta Hi : 0 yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan
secara simultan dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan f hitung dengan f tabel.
Apabila f hitung > f tabel maka H0 ditolak dan Hi diterima demikian sebaliknya.
-
49
Diperoleh :
f hitung = 50.126
f tabel = df untuk pembilang : 3 (jumlah variabel) ; df untuk penyebut = 70
(jumlah sampel), diperoleh f tabel = 2.74
f hitung > f tabel (berpengaruh signifikan secara simultan
Gambar 1. Pengujian pengaruh simultan variabel pengetahuan petani dan
kepemimpinan subak terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan
irigasi tersier
5.4 Uji Ketepatan Model Secara Parsial
Pengujian secara parsial menggunakan uji - t. Analisis uji - t menunjukkan
apakah variabel bebas secara parsial atau individual memberikan pengaruh
terhadap variabel terikat. Dengan dilakukan uji - t ini akan dapat diketahui apakah
variabel pengetahuan petani dan variabel kepemimpinan subak berpengaruh
terhadap pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier. Hipotesis awal
yang digunakan adalah H0 : 0, 21 yang artinya tidak ada pengaruh yang
signifikan secara parsial dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel
terikat serta Hi : 0, 21 yang artinya ada pengaruh positif yang signifikan
secara parsial dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat.
Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan t hitung dengan t tabel.
Apabila t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan Hi diterima, dan sebaliknya.
t tabel diperoleh : α = 0.05 ; df = 70-2 =68
t tabel = 1.66757
f hitung = 50.126
f tabel = 2.74
-
50
No Variabel Bebas t - hitung t - tabel Probabilitas
1 Pengetahuan
Petani
7.96300 1.66757 0.000
2 Kepemimpinan
Subak
3.32600 1.66757 0.001
Berdasarkan hasil uji - t dinyatakan bahwa faktor pengetahuan petani dan
faktor kepemimpinan subak masing-masing berpengaruh signifikan terhadap
pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier. Hal ini dibuktikan dengan
nilai t hitung > t tabel sehingga H0 ditolak.
Gambar 2. Pengujian pengaruh parsial variabel pengetahuan petani terhadap
pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier
Gambar 3. Pengujian pengaruh parsial variabel kepemimpinan subak terhadap
pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier
Daerah
Penerimaan H0
t tabel = 1.66757
t hitung = 7.96300
Daerah
Penolakan H0
Daerah
Penerimaan H0
t tabel = 1.66757
Daerah
Penolakan H0
t hitung = 3.32600
-
51
5.5. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari tabel pengujian regresi linier
berganda dapat diketahui bahwa koefisien determinasi sebesar 0.686. Hal ini
menunjukkan bahwa 68.6% dari variasi yang terjadi didalam variabel
pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier secara bersama-sama
dipengaruhi oleh variabel pengetahuan petani dan variabel kepemimpinan subak.
Sedangkan sisanya sebesar 31.4% dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar faktor-
faktor tersebut.
-
52
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengujian pengaruh simultan variabel pengetahuan petani dan
kepemimpinan subak terhadap pemeliharaan bangunan air pada
jaringan irigasi tersier, diperoleh hasil nilai F hitung (50,126) > dari F
tabel (2,74) berarti baik pengetahuan petani maupun kepemimpinan subak
secara bersamaan sangat berpengaruh terhadap pemeliharaan bangunan air
pada jaringan irigasi tersier.
2. Berdasarkan hasil uji parsial (hasil uji – t) dinyatakan bahwa faktor
pengetahuan petani berpengaruh secara signifikan terhadap pemeliharaan
bangunan air pada jaringan irigasi tersier, seperti hasil yang diperoleh
nilai t hitung 7,96300 > nilai t tabel (1,66757)
3. Berdasarkan hasil uji parsial (hasil uji – t) dinyatakan bahwa faktor
kepemimpinan subak berpengaruh secara signifikan terhadap
pemeliharaan bangunan air pada jaringan irigasi tersier, seperti hasil yang
diperoleh nilai t hitung 3,32600 > nilai t tabel (1,66757)
6.2 Saran
1. Dari hasil analisis yang diperoleh perlu dilakukan analisis berupa
penelitian lanjutan dengan menambahkan beberapa faktor lainya seperti
Pengetahuan petani tentang pemahaman sistim irigasi teknis, sikap petani
terhadap alih fungsi lahan dll. Hal ini dimaksudkan untuk dapat menjaga
kelestarian sistim irigasi tradisional (Subak) di masa yang akan datang.
2. Perlu dipertimbangkan bagi instansi terkait untuk memberikan perhatian
yang lebih khususnya dalam pemberdayaan terhadap petani hal ini
dimaksudkan untuk dapat menjaga kelestarian sistim irigasi tradisional
(Subak) di masa yang akan datang.
-
53
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Kota Denpasar, Rencana Induk (Master Plan) Jaringan Irigasi Dan
Drainase Kota Denpasar 2002-2007-08-21
Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Tahun 2007, Pedoman Dan Kriteria Penelitian
Subak Provinsi Bali.
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Pengairan.1997. Pedoman
Umum Operasi Dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi .
Dinas Pertanian Dan Kelautan Kota Denpasar. 2006. Laporan Statistik Pertanian
Tanaman Pangan Dan Hortikultura .
Dinas Pertanian Dan Kelautan Kota Denpasar. 2006. Laporan Inventarisasi
Lahan Sawah di Kota Denpasar
Karwan. A. Salikin. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan, Kanisius, Yogyakarta.
Lerbin. R. Aritonang.R. 2005. Kepuasan Pelanggan, Pengukuran Dan
Penganalisaan Dengan SPSS, Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Mudrajat Kuncoro. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi.
Pitana I Gede Dan Setiawan I Gede. 2005. Revitalisasi Subak Dalam Memasuki
Era Globalisasi, Andi Yogyakarta
Pitana I Gede.1993. Sistem Irigasi Tradisional Di Bali, Upada Sastra Denpasar.
Robert. J. Kodoatie dan Roestam Sjarief. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air
Terpadu, Andi Yogyakarta.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta
Bandung.
Sumarta I Ketut.1992. Subak Inspirasi Manajemen Pembangunan Pertanian, Cita
Budaya.
Triantoro Safaria. 2004. Kepemimpinan, Graha Ilmu Yogyakarta.
Trie M Sunaryo. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air, Bayumedia Publishing,
Malang
Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya
Air.
-
54
LAMPIRAN:
1. Jadwal Penelitian
No Uraian Waktu Pelaksana ksanaan Penelitian Tahun 2014
Juni Juli Agustus September
1 Persiapan
2 Survai Lapangan
3 Analisis Data
4 Pembuatan Laporan
5 Penyerahan Laporan
Bukit Jimbaran, Mei 2014
Ketua Tim Peneliti
( Ir. I Ketut Suputra, MT )
NIP: 195408171986011001
-
55
2. Personalia Penelitian
Tim Peneliti :
Dosen :
Ketua Tim Peneliti Nama : Ir.I Ketut Suputra, MT.
Golongan Pangkat dan NIP : IV/a, NIP.195408171986011001
Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
Jabatan Struktural : -
Bidang Keahlian : Hidro(Hidrologi dan Hidrolika)
Anggota Tim Peneliti 1. Nama : Prof. Ir. I Nyoman Norken, SU, Ph.D
Golongan Pangkat dan NIP : IV.d/195308191980031004
Jabatan Fungsional : Guru Besar Madya
Jabatan Struktural : -
Bidang Keahlian : Hidro (Sumber Daya Air)
2. Nama : Ir. IBN Purbawijaya, MSi
Golongan Pangkat dan NIP : IV/a, NIP.196004171986011001
Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
Jabatan Struktural : -
Bidang Keahlian : Hidro (Irigasi)
3. Nama Mahasiswa : Kadek Dedy Sudiatmika
NIM :
4. Nama Mahasiswa : Nanda Angga Parahita
NIM :
-
56
3. Rencana Biaya Penelitian
Biaya Penelitian Terdiri Dari :
a Honorarium Tim Peneliti (max 30% dari total
biaya Rp 10.000.000,00)
Nilai (Rp)
Ketua Tim Peneliti 800.000,00
Anggota Tim Peneliti 600.000,00
Anggota Tim Peneliti 600.000,00
Mahasiswa 1 400.000,00
Mahasiswa 2 400.000,00
Jumlah 2.800.000,00
b Biaya Operasional
Usulan Penelitian 600.000,00
Pembuatan Dan Penyebaran Kuesioner 3.500.000,00
Transportasi 1.500.000,00
Pengolahan Dan Analisa Data 800.000,00
c Laporan Penelitian 800.000,00
Jumlah 7.200.000,00
Total 10.000.000,00
Bukit Jimbaran, Mei 2014
Ketua Tim Peneliti
( Ir. I Ketut Suputra,MT )
NIP : 195408171986011001
-
57
Lampiran 4
Correlations
Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y
Y1 Pearson Correlation 1 .290* .270* .508** .413** .270* .701**
Sig. (2-tailed) .015 .024 .000 .000 .024 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
Y2 Pearson Correlation .290* 1 .360** .382** .324** -.005 .589**
Sig. (2-tailed) .015 .002 .001 .006 .969 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
Y3 Pearson Correlation .270* .360** 1 .303* .454** .088 .617**
Sig. (2-tailed) .024 .002 .011 .000 .468 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
Y4 Pearson Correlation .508** .382** .303* 1 .441** .315** .757**
Sig. (2-tailed) .000 .001 .011 .000 .008 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
Y5 Pearson Correlation .413** .324** .454** .441** 1 .268* .738**
Sig. (2-tailed) .000 .006 .000 .000 .025 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
Y6 Pearson Correlation .270* -.005 .088 .315** .268* 1 .517**
Sig. (2-tailed) .024 .969 .468 .008 .025 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
Y Pearson Correlation .701** .589** .617** .757** .738** .517** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
-
58
Correlations
Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y
Y1 Pearson Correlation 1 .290* .270* .508** .413** .270* .701**
Sig. (2-tailed) .015 .024 .000 .000 .024 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
Y2 Pearson Correlation .290* 1 .360** .382** .324** -.005 .589**
Sig. (2-tailed) .015 .002 .001 .006 .969 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
Y3 Pearson Correlation .270* .360** 1 .303* .454** .088 .617**
Sig. (2-tailed) .024 .002 .011 .000 .468 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
Y4 Pearson Correlation .508** .382** .303* 1 .441** .315** .757**
Sig. (2-tailed) .000 .001 .011 .000 .008 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
Y5 Pearson Correlation .413** .324** .454** .441** 1 .268* .738**
Sig. (2-tailed) .000 .006 .000 .000 .025 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
Y6 Pearson Correlation .270* -.005 .088 .315** .268* 1 .517**
Sig. (2-tailed) .024 .969 .468 .008 .025 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
Y Pearson Correlation .701** .589** .617** .757** .738** .517** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
-
59
b) Variabel Bebas X1
Correlations
X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1
X1.1 Pearson Correlation 1 .108 .051 .181 .110 .120 .449**
Sig. (2-tailed) .374 .678 .134 .365 .324 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
X1.2 Pearson Correlation .108 1 .358** .280* .312** .066 .597**
Sig. (2-tailed) .374 .002 .019 .009 .589 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
X1.3 Pearson Correlation .051 .358** 1 .427** .532** .135 .704**
Sig. (2-tailed) .678 .002 .000 .000 .266 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
X1.4 Pearson Correlation .181 .280* .427** 1 .246* .067 .620**
Sig. (2-tailed) .134 .019 .000 .040 .579 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
X1.5 Pearson Correlation .110 .312** .532** .246* 1 .238* .688**
Sig. (2-tailed) .365 .009 .000 .040 .047 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
X1.6 Pearson Correlation .120 .066 .135 .067 .238* 1 .472**
Sig. (2-tailed) .324 .589 .266 .579 .047 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
X1 Pearson Correlation .449** .597** .704** .620** .688** .472** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
-
60
c) Variabel Bebas X2
Correlations
X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6 X2
X2.1 Pearson Correlation 1 .089 .042 .053 -.074 .016 .340**
Sig. (2-tailed) .464 .730 .664 .544 .896 .004
N 70 70 70 70 70 70 70
X2.2 Pearson Correlation .089 1 .258* .144 .144 .231 .538**
Sig. (2-tailed) .464 .031 .235 .233 .055 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
X2.3 Pearson Correlation .042 .258* 1 .559** .383** .457** .728**
Sig. (2-tailed) .730 .031 .000 .001 .000 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
X2.4 Pearson Correlation .053 .144 .559** 1 .366** .485** .703**
Sig. (2-tailed) .664 .235 .000 .002 .000 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
X2.5 Pearson Correlation -.074 .144 .383** .366** 1 .425** .606**
Sig. (2-tailed) .544 .233 .001 .002 .000 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
X2.6 Pearson Correlation .016 .231 .457** .485** .425** 1 .707**
Sig. (2-tailed) .896 .055 .000 .000 .000 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
X2 Pearson Correlation .340** .538** .728** .703** .606** .707** 1
Sig. (2-tailed) .004 .000 .000 .000 .000 .000
N 70 70 70 70 70 70 70
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
-
61
Lampiran 5
Variables Entered/Removed
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 Kepemimpinan Subak, Pengetahuan
Petania
. Enter
a. All requested variables entered.
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .824 .260 3.167 .002
PengetahuanPetani .656 .082 .647 7.963 .000
KepemimpinanSubak .283 .085 .270 3.326 .001
a. Dependent Variable: PemeliharaanBangunanAirPadaJaringanIrigasiTersier
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .774a .686 .587 .343001
a. Predictors: (Constant), KepemimpinanSubak, PengetahuanPetani
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 11.795 2 5.897 50.126 .000a
Residual 7.883 67 .118
Total 19.677 69
a. Predictors: (Constant), KepemimpinanSubak, PengetahuanPetani
b. Dependent Variable: PemeliharaanBangunanAirPadaJaringanIrigasiTersier
-
62
Lampiran 6
Pimpinan subak dapat memberikan penjelasan teknis tentang pertanian serta
irigasi yang mudah dipahami dan sesuai dengan kemampuan petani
No Jawaban Responden Jumlah
1 1 (sangat tidak setuju)
8
2 2 ( tidak setuju) 17
3 3 (setuju) 22
4 4 (sangat setuju) 23
Total 70
Pimpinan subak secara aktif memantau perkembangan organisasi subak
No Jawaban Responden Jumlah
1 1 (sangat tidak setuju)
16
2 2 ( tidak setuju) 21
3 3 (setuju) 16
4 4 (sangat setuju) 17
Total 70
-
63
Pimpinan subak dapat mengayomi anggotanya sehingga tidak terjadi
persengketaan atau perselisihan dalam organisasi
No Jawaban Responden Jumlah
1 1 (sangat tidak setuju)
0
2 2 ( tidak setuju) 20
3 3 (setuju) 49
4 4 (sangat setuju) 1
Total 70
-
64
Anggota subak dapat bersemangat dalam memajukan usaha taninya karena dimotivasi oleh pimpinan subak
No Jawaban Responden Jumlah
1 1 (sangat tidak setuju)
2
2 2 ( tidak setuju) 16
3 3 (setuju) 50
4 4 (sangat setuju) 2
Total 70
-
65