RANCANGAN. BURU_10_2009.doc · Web viewPengobat tradisional Ramuan adalah pengobat tradisional...

17
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 10 TAHUN 2009 TENTANG Retribusi Pemberian Perijinan Bidang Kesehatan DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, Menimbang : a c . bahwa dalam rangka mendukung perkembangan usaha di bidang kesehatan diperlukan pengaturan dan pengawasan mengenai perijinan; bahwa pengaturan mengenai pengawasan dan perijinan di Bidang Kesehatan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam bidang kesehatan; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah; Mengingat : 1. 2. 3. 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 22 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Maluku (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 79) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1617); Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3684 ); Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara

Transcript of RANCANGAN. BURU_10_2009.doc · Web viewPengobat tradisional Ramuan adalah pengobat tradisional...

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURUNOMOR : 10 TAHUN 2009

TENTANG

Retribusi Pemberian Perijinan Bidang Kesehatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BURU,

Menimbang : a.

b.

c.

bahwa dalam rangka mendukung perkembangan usaha di bidang kesehatan diperlukan pengaturan dan pengawasan mengenai perijinan; bahwa pengaturan mengenai pengawasan dan perijinan di Bidang Kesehatan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam bidang kesehatan;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

Mengingat : 1.

2.

3.

4.

5.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 22 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Maluku (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 79) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1617);

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3684 );

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495 );

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048) ;

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 174, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3895) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3961);

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Repulik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844 ) ;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438) ;

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138) ;

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 473);

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

Peraturan Daerah Kabupaten Buru Nomor 02 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Buru (Lembaran Daerah Kabupatan Buru Tahun 2008 Nomor 02) ;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BURU

dan

BUPATI BURU

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU TENTANG RETRIBUSI PERIJINAN BIDANG KESEHATAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :1. Daerah adalah Kabupaten Buru2. Pemerintah Daerah adalah Bupati Buru dan Perangkat Daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah.3. Bupati adalah Bupati Buru.4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Buru yang selanjutnuya disebut DPRD merupakan lembaga Perwakilan Daerah sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

5. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Buru.6. Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan

kefarmasian dan penyalurabn perbekan farmasi kepada masyarakat. 7. Optikal adalah suatu tempat dimana diselenggarakan pelayanan kaca mata

baik melalui resep Dokter maupun dengan melakukan pemeriksaan refraksi sendiri.

8. Surat Ijin Praktek adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga Dokter / Bidan / Perawat / Fisioterafis yang menjalankan praktek setelah memenuhi persyaratan sebagai pengakuan kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan profesinya

9. Rumah Sakit adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan spesialis tertentu, pelayanan medik penunjang, pelayanan instalasi dan pelayanan perawatan secara rawat jalan dan rawat inap.

10.Praktek berkelompok adalah penyelenggara pelayanan medik secara bersama oleh Dokter Umum, Dokter Gigi, Dokter Spesialis atau Dokter Gigi Spesialis dengan atau tanpa petunjuk medis.

11.Balai Pengobatan ( Klinik ) adalah tempat untuk memberikan pelayanan medik dasar secara rawat jalan.

12.Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak selanjutnya disingkat BKIA dalah tempat untuk untuk memberikan pelayanan medik dasar kepada wanita hamil, bayi, anak prasekolah dan pelayanan keluarga berencana.

13.Rumah Bersalin adalah tempat penyelenggaraan pelayanan kebidanan bagi wanita hamil, bersalin dan masa nifas fisiologik termasuk pelayanan keluarga berencana serta pelayanan baru lahir.

14.Tukang gigi adalah mereka yang melakukan pekerjaan dibidang penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan tidak mempunyai pendidikan berdasarkan ilmu pengetahuan Kedokteran gigi tiruan lepasan dari akrilik sebagian atau penuh dan memesang gigi tiruan lepasan.

15.Toko Obat adalah tempat yang memiliki ijin untuk penyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas (daftar W) untuk dijual secara eceran ditempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat ijin.

16.Laboraturium Klinik adalah laboraturium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan dibidang hematology, mikro biologi klinik, himonologi klinik dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan terutama untuk penunjang upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

17.Laboraturium Kesehatan Masyarakat adalah laboraturium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan dibidang mikro biologi, fisika , kimia dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatn masyarakat dan kesehatan lingkungan terutama yang menunjang upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.

18.Laboraturium Gigi adalah tempat usaha untuk melakukan pengolahan, pencampuran dan perubahan bentuk bahan kimia dalam rangka pembuatan gigi palsu.

19.Praktek Swasta Perorangan adalah penyelenggaraan pelayanan medik oleh seorang Dokter Umum, Dokter Gigi, Dokter Spesialis atau Dokter Gigi Spesialis dengan atau tanpa menggunakan penunjang medik.

20.Surat Ijin Kerja Perawat adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Perawat untuk melakukan praktek keperawatan disarana pelayanan kesehatan.

21.Surat Ijin Praktek Fisioterafis yang selanjutnya disingkat SIPF adalah bukti tertulis yang diberikan kepada fisioterafis untuk menjalankan praktek Fisioterafis.

22.Surat Ijin Praktek Perawat adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktek Perawat perorangan / berkelompok

23.Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara obat dan pengobatannya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun dan atau pendidikan / pelatihan dan keterampilan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

24.Surat Terdaftar Pengobatan Tradisional yang selanjutnya disingkat STPT adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pengobat tradisional yang metodenya telah dikaji, diteliti dan diuji aman dan bermanfaat bagi kesehatan.

25.Surat Ijin Pengobat Tradisional yang selanjutnya disingkat SIPT adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pengobat tradisional yang metodenya telah dikaji, diteliti dan diuji terbukti aman bagi kesehatan.

26.Pengobat tradisional ketrampilan adalah pengobat tradisional pijat urut, patah tulang, dan pengobat tradisional lainnya dengan metoda sejenis.

27.Pengobat tradisional Ramuan adalah pengobat tradisional ramuan Indonesia (jamu), gurah tabib dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.

28.Pengobat Tradisional Pendekatan Agama terdiri dari pengobat tradisional dengan pendekatan Agama Islam, Kristen , Katolik, Hindu atau Budha.

29.Pengobat tradisional Supra Natural adalah pengobat tradisional tenaga dalam (prana), paranormal dan pengobat tradisional lainya yang metodenya sejenis.

30.Sertifikat Penyuluhan adalah sertifikat yang diberikan kepada pengusaha produksi pangan industri kecil rumah tangga setelah mengikuti penyuluhan keamanan pangan serta diperiksa sarana produksinya dalam memenuhu persyaratan kesehatan.

31.Surat Penugasan adalah bukti tertulis yang diberikan Depertemen Kesehatan kepada tenaga medis yang telah mendaftarkan diri (registrasi) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

32.Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khususnya disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

33.Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi.

BAB II

JENIS-JENIS PERIJINAN

Pasal 2

1) Setiap kegiatan pelayanan bidang kesehatan di daerah wajib memiliki ijin.2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan ijin

diatur dengan Peraturan Bupati.3) Ijin kegiatan pelayanan bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada

ayat 1, meliputi :a. Ijin bagi Pelayanan Medik Dasar yaitu :

1. Ijin praktek dokter umum;2. Ijin praktek dokter gigi;3. Ijin penyelenggaraan praktek berkelompok dokter

umum;4. Ijin penyelenggaraan praktek berkelompok dokter

gigi;5. Ijin praktek bidan;6. Ijin praktek perawat;7. Ijin kerja perawat;8. Ijin penyelenggaraan balai pengobatan ( Klinik );9. Ijin penyelenggaraan Balai Kesehatan Ibu dan

Anak (BKIA);10. Ijin penyelenggaraan Rumah Bersalin ( RB );

b. Ijin bagi pelayanan medik spesialis ( Rujukan ) yaitu :1. Ijin praktek dokter spesialis;2. Ijin praktek dekter gigi Spesialis;3. Ijin penyelenggaraan praktek berkelompok dokter spesialis;4. Ijin penyelenggaraan praktek berkelompok dokter gigi spesialis;

c. Ijin bagi pelayanan medik penunjang yaitu :

1. Ijin pendirian Apotek;2. Ijin penyelenggaraan Laboraturium Klinik;3. Ijin penyelenggaraan Laboraturium Kesehatan Masyarakat;4. Ijin penyelenggaraan Laboraturium Gigi;5. Ijin praktek fisioterafis;6. Ijin penyelenggaraan optikal;7. Ijin toko obat;8. Ijin tukang gigi;

d. SIPT atau STPT yaitu :1. Pengobat Tradisonal Ketrampilan;2. Pengobat Tradisional Ramuan;3. Pengobat Tradisional Pendekatan Agama;4. Pengobat Tradisional Supranatural;

Pasal 3

1) Perijinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, dan angka 8, serta huruf d, berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali.

2) Ijin pendirian apotik dan ijin toko obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf c angka 1 dan angka 7 berlaku untuk seterusnya selama apotik dan toko yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan.

Pasal 4

Untuk pengalihan ijin, pindah lokasi dan perubahan jenis pelayanan kesehatan wajib dilakukan perijinan baru dan diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB III

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI

Pasal 5

1) Dengan nama retribusi perijinan bidang kesehatan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan pemberian perijinan bidang kesehatan.

2) Obyek retribusi adalah jasa pelayanan yang disediakan pemerintah daerah dalam pemberian ijin bidang kesehatan.

3) Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh ijin bidang kesehatan dari pemerintah daerah.

Pasal 6

1) Dikecualikan dari obyek Retribusi adalah penyelenggaraan pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

2) Penyelenggaraan pelayanan / kegiatan yang dilakukan BUMD atau BUMN tidak termasuk yang dikecualikan dari obyek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB IV

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal 7

Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis kegiatan pelayanan kesehatan yang memperoleh pelayanan jasa dalam proses penerbitan ijin retribusi bidang kesehatan.

BAB V

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPANTARIF SERTA WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 8

1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutupi biaya perijinan

2) Retribusi perijinan bidang kesehatan dipungut di wilayah daerah.

BAB VI

GOLONGAN RETRIBUSI, STRUKTURDAN BESARNYA TARIF

Pasal 9

1) Retribusi perijinan bidang kesehatan termasuk golongan retribusi lain-lain2) Struktur dan besarnya tarif retribusi perijinan bidang kesehatan ditetapkan

sebagai berikut :

NO JENIS JASA SATUAN TARIF(Rp)

1. Surat Pelayanan Medik Dasara. Surat ijin Praktek Dokter

Umumb. Surat ijin Praktek Dokter

Gigic. Surat ijin praktek

berkelompok Dokter Umumd. Surat ijin praktek

berkelompok Dokter Gigie. Surat ijin praktek bidanf. Surat ijin Kerja Perawatg. Surat ijin praktek Perawath. Surat ijin balai pengobatani. Surat Ijin BKIAj. Surat ijin Balai Pngobatan

Perorangan

Perorangan Perorangan

Perorangan

PeroranganPerorangan PeroranganPerorangan Perorangan Perorangan

250,000-,

250,000-,500,000-,

500,000-,

200,000-,150,000,-150,000,-500,000-,300,000,-500,000,-

2. Ijin Bagi Pelayanan Medik Spesialis ( Rujukan )a. Surat ijin praktek Perorangan 300,000-,

perorangan Dokter Spesialisb. Surat ijin praktek

perorangan dokter gigi Spesialis

c. Surat ijin praktek berkelompok Dokter Spesialis

d. Surat ijin praktek berkelompok Dokter Gigi Spesialis

Perorangan

Berkelompok

Berkelompok

300,000,-

100,000,-

100,000-,

3. Perijinan bagi Pelayanan Medik Penunjanga. Ijin Apotek

b. Ijin Laboraturium Klinik

c. Ijin Penyelenggaraan Laboraturium Kesehatan Masyarakat

d. Surat Ijin Penyelenggaraan Laboraturium Gigi

e. Surat Ijin Praktek Fisioterapi

f. Surat Ijin Toko Obat

g. Surat Ijin Optikal

h. Surat Ijin Tukang Gigi

Per Perusahan

Per Perusahan

Per Perusahan

Per Perusahan

Per Perusahan

Per Perusahan

Per Perusahan

Per Perusahan

500,000,-

750,000,-

750,000,-

500,000,-

300,000,-

250,000,-

500,000,-

100,000,-4. SIPT dan STPT

a. Surat Ijin Pengobat Tradisional atau Surat terdaftar Pengobat tradisional Ketrampilan

b. Surat Ijin Pengobat Tradisional atau Surat terdaftar Pengobat tradisional Ramuan

c. Surat Ijin Pengobat Tradisional atau Surat terdaftar Pengobat tradisional Pendekatan Agama

d. Surat Ijin Pengobat Tradisional atau Surat terdaftar Pengobat tradisional Supra Natural

Perorangan

Perorangan

Perorangan

Perorangan

100,000,-

100,000,-

100,000,-

100,000,-

BAB VII

TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN

Pasal 10

1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.2) Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah

(SKRD) atau dokumen lain yang sah.

BAB VIII

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 11

1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3,dan Pasal 4 Peratutran Daerah ini dapat dikenakan sanksi administrasi oleh Bupati mulai dari teguran tertulis sampai dengan penghentian kegiatan dan pencabutan ijin.

2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.

3) Apabila sampai dengan teguran tertulis terakhir yang bersangkutan tetap tidak memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku, Perijinan Bidang Kesehatan yang bersangkutan dapat dilakukan tindakan administrasi dalam bentuk penghentian sementara kegiatan pelayanan.

4) Perintah penghentian sementara kegiatan pelayanan kesehatan swasta dapat dicabut apabila yang bersangkutan telah melaksanakan perbaikan sesuai dengan persyaratan.

5) Apabila sampai jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak penghentian sementara kegiatan pelayanan dilampaui yang bersangkutan tidak melakukan perbaikan maka dilakukan pencabutan tetap terhadap ijin, rekomendasi dan sertifikat kegiatan pelayanan kesehatan.

Pasal 12

Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terhutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

BAB IX

TATA CARA PENAGIHAN

Pasal 13

1) Pengeluaran Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.

2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain sejenisnya, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terhutang.

3) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk.

BAB X

KADALUARSA

Pasal 14

1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terhutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi.

2) Kadaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertanggung apabila :

a. Diterbitkan Surat Teguran atau ;b. Ada pegakuan Utang Retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung

maupun tidak langsung

BAB XI

PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

Pasal 15

Dalam rangka pengendalian dan pengawasan pelayanan bidang kesehatan di daerah dibentuk Tim Pengawasan Perijinan Bidang Kesehatan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB XII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 16

1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkukan Pemerintah Daerah, diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. Menerima, mencari mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap;

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan pidana Retribusi Daerah;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lainnya, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidik tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;

g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;

i. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. Mengadakan penghentian penyidikan;k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak

pidana dibidang Retribusi Daerah menurut hukum yang dapat di pertanggungjawabkan.

BAB XIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 17

1) Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 4 diancam dengan Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Limapuluh juta rupiah)

2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 18

Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (5) yang telah memiliki ijin pada saat ditetapkannya Peraturan Daerah ini, tetap berlaku sampai batas waktu berlakunya berakhir.

BAB XX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Buru.

Disahkan di NamleaPada tanggal 24 Juni 2009

BUPATI BURU,

M. HUSNIE HENTIHUDiundangkan di NamleaPada tanggal 24 Juni 2009

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BURU,

JUHANA SOEDRAJAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BURU TAHUN 2009 NOMOR : 10

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU

NOMOR : 10 TAHUN 2009

TENTANG

RETRIBUSI PEMBERIAN PERIJINAN BIDANG KESEHATAN

I. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Bahwa pemberian Ijin Dibidang Kesehatan diperlukan dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada Pemerintah Daerah dalam pelayanan kepada masyarakat sekaligus memberikan kepastian kepada masyarakat yang berusaha dibidang kesehatan.Pemberian ijin dibidang kesehatan ini juga akan diikuti dengan pengawasan oleh pemerintah daerah, untuk menciptakan iklim yang baik bagi dunia usaha yang menggunakan jasa pemerintah daerah di bidang kesehatan, selain itu pemerintah daerah dalam pemberian ijin ini akan melakukan pungutan retribusi kepada pengguna jasa dibidang kesehatan.

II. UMUM :

Pasal 1cukup jelas

Pasal 2 cukup jelasPasal 3

cukup jelasPasal 4

cukup jelasPasal 5

cukup jelasPasal 6

cukup jelasPasal 7

cukup jelasPasal 8

cukup jelasPasal 9

cukup jelasPasal 10

cukup jelasPasal 11

cukup jelasPasal 12

cukup jelasPasal 13

cukup jelasPasal 14

cukup jelasPasal 15

cukup jelas

Pasal 16cukup jelas

Pasal 17cukup jelas

Pasal 18cukup jelas

Pasal 19cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 10