Post on 11-Dec-2015
Central Retina Vein Occlusion pada Penderita Diabetes Mellitus dan
Hipertensi
Elchim Reza Rezinta
102012240
F2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 1150
Telp. 021-56942602 Fax. 021-5631731
Email : elchimreza@yahoo.com
Abstract :
Retinal vein occlusion is the blockade of the tiny veins that carry blood out of retina. On the
mechanism of CRVO are most often the central vein of thrombosis and posterior to the lamina
cribrosa. Patiens who have risk factors of hypertension and diabetes mellitus with complaints of
sudden eyesight decline sharply, without pain and unilaterally. pict of funduskopi winding veins
and bleeding of the retina.
Keyword :Retinal vein occlusion, funduskopi
Abstrak :
Oklusi vena retina adalah blockade dari vena kecil yang membawa darah keluar dari retina. Pada
CRVO terdapat mekanisme yang paling sering yakni thrombosis dari vena sentral dan
posteriornya hingga lamina cribrosa. Pasien yang mempunyai factor resiko hipertensi dan
diabetes mellitus dengan keluhan penurunan tajam penglihatan mendadak, tanpa nyeri dan
unilateral. Gambaran funduskopi vena berkelok-kelok dan perdarahan retina.
Kata kunci : Oklusi vena retina, funduskopi
Pendahuluan
Oklusi vena retina merupakan salah satu penyebab penurunan ketajaman penglihatan
pada orangtua yang umum terjadi dan merupakan penyebab tersering kedua dari penyakit
1
vaskuler retina, setelah retinopati diabetik.1 Oklusi vena retina sentral atau Central Retinal Vein
Occlusion (CRVO) merupakan penyakit pembuluh darah retina yang sering dijumpai . Secara
klinis, CRVO ditandai dengan kehilangan visus yang bervariasi; pada daerah fundus dapat
terlihat pendarahan pada retina, berdilatasinya vena retina yang berliku-liku, cotton-wool spots,
edema makula, and edema pada diskus optikus. Oklusi vena retina ini sering dihubungkan
dengan penyakit bagian dalam. Yang paling umum adalah hubungan oklusi vena retina dengan
gangguan vaskuler sistemik, hipertensi, arteriosklerosis dan diabetes mellitus. Pada oklusi vena
retina cabang, oklusi secara khas terjadi pada persimpangan arteri dan vena. Sementara apada
oklusi vena sentral oklusi terjadi pada lamina kribrosa dari saraf optic maupun pada bagian
proksimalnya, dijalur keluar vena sentral dari mata.
Pada oklusi vena retina terjadi penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba.
Walapun umumnya penglihatan pada oklusi vena retina ini dapat kembali be rfungsi, edema
makula dan glaukoma yang terjadi secara bersamaan dapat menghasilkan prognosis yang buruk
pada pasien. Oleh karena itu diperlukan tatalaksana yang memadai untuk mengatasi komplikasi
edema makula dan glaukoma ini. Oleh karena pentingnya oklusi vena retina ini, maka pada
makalah ini akan dibahas mengenai oklusi vena retina, mulai dari definisi hingga
penatalaksanaanya.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui apa saja yang harus
ditanyakan dalam keluhan si pasien tersebut, pemeriksaan fisik dan penunjang yang terkait,
penyebab dan gejala klinis serta terapi juga komplikasi yang diakibatkan oleh keluhan si pasien.
Scenario kasus
Seorang laki-laki 42 tahun dating ke poliklinik dengan keluhan utama pandangan mata kiri kabur
sehari yang lalu. Pasien memakai kacamata dengan ukuran -9,00 D OD, -9,50 D OS. Visus
dengan koreksi 20/30 OD dan 20/200 OS tidak maju dengan pin hole. Pasien menderita DM dan
hipertensi yang kurang terkontrol.
Pembahasan
Anatomi Retina2
2
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semi transparan yang
melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir
sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Ketebalan retina
kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina
posterior terdapat makula lutea yang berdiameter 5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis
dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal.
Makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh
pigmen luteal atau xantofil. Definisi alternatif secara histologis adalah bagian retina yang lapisan
ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Di tengah makula sekitar 3,5 mm disebelah
lateral diskus optikus, terdapat fovea yang secara klinis merupakan suau cekungan yang
memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskuler
di retina. Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya
lapisan-lapisan parenkim karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik
dan penggeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina.
Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah kerucut, dan
bagian retina yang paling tipis.
Substrat metabolisme dan oksigen dikirim ke retina dicapai melalui 2 sistem vaskuler
terpisah, yaitu : sistem retina dan koroid. Metabolisme retina secara menyeluruh tergantung pada
sirkulasi koroid. Pembuluh darah retina dan koroid semuanya berasal dari arteri oftalmik yang
merupakan cabang dari arteri karotis interna.
Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomose. Arteri sentralis retina
keluar pada optic disk yang dibagi menjadi dua cabang besar. Arteri ini berbelok dan terbagi
menjadi arteriole di sepanjang sisi luar optic disk. Arteriol ini terdiri dari cabang yang banyak
pada retina perifer.
Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan arteriol. Vena retina sentralis
meninggalkan mata melalui nervus optikus yang mengalirkan darah vena ke sistem
kavernosus.Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaris yang berada tepat di luar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan fleksiformis luar dan
lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari sentralis
retina, yang mendarahi 2/3 sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria
dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh
3
darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-
retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak
setinggi lapisan epitel pigmen retina.
Gambar 1. Anatomi Mata
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut :
1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca
2. Lapisan serat saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di
dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina
3. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua
4. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel
amakrin dengan sel ganglion
5. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller. Lapis ini
mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
6. Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan tempat sinaps sel fotoreseptor
dengan sel bipolar dan sel horizontal
7. Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis inti sel batang dan sel kerucut
8. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi
9. Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor), merupakan lapisan terluar retina, terdiri
atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut
10. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan kubik tunggal dari sel epithelial berpigmen.
4
Gambar 2. Lapisan Retina
Fisiologi Retina2
Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi impuls saraf yang dihantarkan oleh
lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula
bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan
sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara
fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin
penglihatan yang paling panjang. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel
ganglion yang sama, dan diperlukan system pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan
seperti itu adalah makula digunakan terutama untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan
fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang,
digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina
sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses
penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, yang merupakan suatu
pigmen penglihatan fotosensitif. Rhodopsin merupakan suatu glikolipid membran yang separuh
terbenam di lempeng membrane lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penglihatan
skotopik diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini,
terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna ini tidak dapat dibedakan. Penglihatan
siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala oleh kombinasi sel kerucut
dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.
Anamnesis
5
Anamnesis merupakan hal yang terpenting dalam hubungan dokter pasien apalagi dalam
kasus ini perlu diperinci untuk menegakkan diagnosis apa yang sebenarnya terjadi dengan
keluhan pasien. Untuk menegakkan diagnosis oftalmologi yang terkait harus mencakup seperti
berikut :3
Keluhan Utama, suatu pendorong utama pasien untuk berobat. (Sesuai dengan scenario
didapatkan keluhannya pandangan mata kiri kabur sejak 1 hari yang lalu)
Riwayat Penyakit Sekarang, dari keluhan utama yang terkait kita akan lebih memperinci
tentang yang dikeluhkan. Dimulai dari gejala okulernya seperti onset perlahan atau
mendadak pandangannya kabur, mata sebelah mana yang sakit satu atau keduanya, apa
ada kelainan pada mata terkait (Myopia -9,00D OD, -9,50D OS), adakah riwayat trauma
sebelum keluhan ini, apa mempunyai keluhan lain (co:sakit kepala, sakit didaerah
matanya, mual, muntah, demam).
Riwayat Penyakit Dahulu, kita tanyakan penyakit yang sebelumnya pasien pernah derita.
Apakah ada riwayat penyakit mata yang lain sebelumnya? (Myopia) Riwayat penyakit
sistemik? (Diabetes mellitus dan hipertensi)
Riwayat Keluarga, tanyakan juga dikeluarga apakah ada yang memiliki sakit serupa?
Untuk menghindari kemungkinan penyakit turunan (co:retinitis pigmentosa) maupun
factor resiko (co:glaucoma)
Riwayat Social, apakah ada alergi yang bisa menyebabkan penyakit terkait? Social
ekonomi? Pekerjaan? Pendidikan? Kebiasaan?
Riwayat Medis, Karena pasien ini mempunyai riwayat DM dan hipertensi kita tanyakan
bagaimana pengobatannya terkontrol atau tidak? (kurang terkontrol) Apakah sedang
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menjadi toksik terhadap mata (isoniazid dan
klorokuin)?
Pemeriksaan Fisik4
Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan
dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi
6
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
Stupor (sopor koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.2
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah
Tabel 1. Tekanan Darah
KriteriaTekanan Darah
Sistolik DiastolikHipotensi < 90 < 60Normal 100-120 70-80Perbatasan (high normal) 130 – 139 85 - 89Hipertensi : Derajat 1 : ringan (mild) 140 – 159 90 - 99Derajat 2 : sedang (moderate) 160 – 179 100 - 109Derajat 3 : berat (severe) 180 – 209 110- 119Derajat 4 : sangat berat (very severe)
> 210 > 120
Suhu normal 36-370C Nadi normal 60-100x/menit Pernafasan normal 16-20x/menit
Pemeriksaan fisik
7
Pemeriksaan Visus Jarak Jauh
Snellen Chart tes tajam penglihatan untuk menilai kekuatan resolusi mata dengan
menggunakan kartu snellen yang terdiri dari baris-baris huruf yang ukurannya semakin
kecil. Tiap baris diberi nomor dengan jarak dalam meter atau feet dan lebar tiap huruf
membentuk sudut 1 menit dengan mata. Tajam penglihatan dicatat sebagai jarak baca (20
feet). Pasien diminta duduk pada jarak 5 atau 6 meter dari snellen chart. Pasien diminta
untuk menutup mata sebelah kiri menggunakan telapak tangan atau ocluder. Dimulai dari
mata kanan pasien diminta melihat kedepan dan membaca tanpa melirik dengan
menyebutkan huruf dari yang terbesar sampai terkecil. Normal visus 6/6m atau 20/20
feet. Didapatkan pada pasien ini visus setelah dikoreksi 20/30 OD dan 20/200 OS.
Pin Hole setelah kita mengetahui bahwa visus pasien ini tidak normal kita akan
melanjutkan dengan menggunakan pin hole. Supaya kita tau apakah kelainan pasien ini
termasuk kelainan refraksi atau organic, dengan mengecek kedua mata pasien
menggunakan suatu plakat dengan lubang kecil dan membaca kartu snellen chart disini
kalau kelainan refraksi akan bisa meningkat ketajaman visusnya karena prinsip pin hole
hanya sejumlah kecil berkas sejajar sentral yang bisa mencapai retina sehingga dihasilkan
bayangan yang lebih tajam. Pada pasien ini didapatkan tidak ada perbaikan menggunakan
pin hole OS.
Pemeriksaan Visus Jarak Dekat
Jaegger Chart meminta pasien untuk menutup sebelah mata dengan telapak tangan
pemeriksaan selalu dimulai dari mata kanan dan pasien diminta membaca tulisan berapa
teks dalam jaegger chart dengan jarak baca sekitar 33 cm. Dengan hasil normal Jaegger 1
atau Jaegger 2. Pada pasien didapatkan jaegger 1 OD dan OS tidak terlihat apa-apa.
Pemeriksaan Segmen Anterior
Palpebra kita melihat posisinya kedalam (entropion) atau keluar (ekstropion).
Konjungtiva ada bulbi (didepan sclera), tarsalis inferior dan superior untuk melihat ada
atau tidaknya pigmentasi, perdarahan, benda asing maupun secret.
Kornea normalnya jernih, kalo keruh berarti edema, keabu-abuan ada cicatrix, ada lecet
berarti erosi
Pupil normal bentuknya bundar dengan ukuran 2-3 mm. Lalu kita akan mengecek
dengan pemeriksaan cahaya langsung dan tidak langsung untuk melihat seberapa besar
8
daya akomodasinya. Kalau pupil yang disinari umumnya pupil akan mengecil (miosis)
pada langsung maupun tidak langsung. Normalnya reflex cahaya +/+
COA camera oculi anterior normalnya dalam sudut terbuka
Lensa yang terletak dibelakang pupil normalnya adalah jernih
(Pada pasien semuanya dalam batas normal).
Funduskopi atau Oftalmoskopi
Pemeriksaan untuk melihat bagian dalam mata atau fundus okuli dengan menggunakan
alat oftalmoskopi. Pada oftalmoskopi langsung harus dilakukan pada ruangan yang gelap.
Aturlah oftalmoskop sehingga ada dalam posisi normal (0) sesuai dengan keadaan
refraksi pasien (kalau diketahui). Pasien duduk dan dokter berdiri disebelahnya jika mata
kanan pasien yang diperiksa dengan mata kanan pula pemeriksa melihat menggunakan
oftalmoskop. Pasien duduk tenang dengan pandangan di fiksasi pada 1 titik jauh.
Tempatkan oftalmoskop pada jarak 15-30 cm didepan mata penderita. Setelah terlihat
reflex merah pada pupil maka oftalmoskop didekatkan hingga 2-3 cm pada pasien. Jika
kelopak mata memperlihatkan akan menutup kita bisa menahan dengan tangan yang tidak
memegang alat. Normal hasilnya vitreus jernih, papil warna jingga bentuk bulat batas
tegas, CD ratio 0,3-0,4 , rasio A.V 2:3, reflex macula lutea +, retina tidak ada eksudat
perdarahan dan ablasio. (Pada pasien didapatkan hasil OD normal, OS papil bulat batas
sedikit kabur warna jingga, CD rasio 0,3 , Rasio A.V 2:5 , perdarah intraretina diseluruh
lapang retina, vena berkelok-kelok dan reflek macula -).
Gambar 3. Funduskopi Normal
Pemeriksaan Lapang Pandang
Uji Konfrontasi pemeriksa dan pasien duduk atau berdiri 1 meter berhadapan dengan
posisi mata sama tinggi, lalu kita terangkan pasien untuk mengikuti instruksi mengikuti
suatu pergerakan jari atau benda dari pinggir ketengah harus selalu eye contact dengan
9
pemeriksa tidak boleh melirik dan akan dicek dari perifer ke tengah. Dan bila pasien
sudah melihat benda tersebut bilang melihat kalau tidak juga bilang. Dengan pasien
menutup mata kiri pemeriksa akan menutup mata kanan. (Pada pasien uji lapang pandang
sentral tidak terganggu, perifer ada).
Pemeriksaan Tekanan Bola Mata (Tonometri)
Suatu tindakan untuk melakukan pemeriksaan tekanan intraokuler dan sebaiknya
dilakukan pada setiap orang yang berusia diatas 40 tahun. Pasien diminta untuk melihat
kebawah kearah kaki lalu pemeriksa akan meraba rasakan pada bagian sclera atas dengan
benar dan membandingkannya dengan sclera sendiri. Normalnya 10-21. (Pada pasien
didapatkan OD 17, OS 16).
Pemeriksaan Penunjang4
Angiografi Fluorescein
Teknik ini menghasilkan informasi mendetail mengenai sirkulasi retina. Pewarna fluoresein
disuntikkan pada vena antekubiti. Digunakan kamera fundus untuk mengambil foto retina.
Cahaya biru disinarkan kedalam mata untuk membangkitkan fluoresein pada sirkulasi retina.
Cahaya hijau yang keluar kemudian difoto melalui filter penghambat kuning yang
menghilangkan tiap cahaya biru yang dipantulkan. Dengan cara ini didapatkan gambaran
fluoresein sirkulasi retina. Pewarna keluar dari pembuluh darah abnormal. Area iskemik karena
penutupan kapiler retina, gagal mendemonstrasikan pasase normal pewarna (oklusi vena sentral).
Berguna juga untuk diagnosis maupun rencana terapi.
Elektroretinogram
Retina akan memperlihatkan gelombang lsitrik bila terpajan sinar. Gelombang listrik
retina yang terjadi pada perubahan sinar dinamakan elektroretinografi berguna untuk menilai
kerusakan luas pada retina.
Pemeriksaan Laboratorium
Karena mencurigai adanya factor resiko berupa hipertensi dan diabetes mellitus, maka
perlu dicek beberapa profil lipid dan glukosa untuk menghindari terjadinya proses
arteriosklerosis.
10
Tabel 2. Profil Lipid, Glukosa dan Tekanan Darah
Etiologi
Penyumbatan vena retina sentral mudah terjadi pada pasien dengan faktor resiko yang
memiliki penyakit seperti glaukoma, diabetes mellitus, hipertensi, kelainan darah,
arteriosklerosis. Papiledema, retinopati dan penyakit pembuluh darah yang lain tapi utama adalah
faktor resiko hipertensi disusul dengan penyakit lain.5
Sebab-sebab terjadinya penyumbatan vena retina sentral ialah:
1. Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat pada proses
arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa.
2. Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri seperti fibrosklerosis atau endoflebitis.
3. Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang terdapat pada
kelainan viskositas darah, diksrasia darah, atau spasme arteri retina yang berhubungan.
4. Abnormalitas darah itu sendiri (sindrom hiperviskositas dan abnormalitas koagulasi)
5. Abnormalitas dinding vena (inflamasi)
6. Peningkatan tekanan intraokular.
Gejala Klinis Pasien mengeluhkan kehilangan penglihatan parsial atau seluruhnya mendadak.
Penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer mendadak dapat memburuk sampai hanya
tinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit. Dan hanya mengenai satu mata. Pasien
biasanya berusia tua dengan mengidap penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler.6
Patofisiologi
11
Patogenesis dari CRVO masih belum diketahui secara pasti. Ada banyak faktor lokal dan
sistemik yang berperan dalam penutupan patologis vena retina sentral. Arteri dan vena retina
sentral berjalan bersama-sama pada jalur keluar dari nervus optikus dan melewati pembukaan
lamina kribrosa yang sempit. Karena tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada
keterbatasan tempat bila terjadi displacement. Jadi, anatomi yang seperti ini merupakan
predisposisi terbentuknya trombus pada vena retina sentral dengan berbagai faktor, di antaranya
perlambatan aliran darah, perubahan pada dinding pembuluh darah, dan perubahan dari darah itu
sendiri.7
Perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubah struktur arteri menjadi kaku
dan mengenai/ bergeser dengan vena sentral yang lunak, hal ini menyebabkan terjadinya
disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan pembentukan trombus. Mekanisme ini
menjelaskan adanya hubungan antara penyakit arteri dengan CRVO, tapi hubungan tersebut
masih belum bisa dibuktikan secara konsisten.
Oklusi trombosis vena retina sentral dapat terjadi karena berbagai kerusakan patologis,
termasuk di antaranya kompresi vena , disturbansi hemodinamik dan perubahan pada darah.
Oklusi vena retina sentral menyebabkan akumulasi darah di sistem vena retina dan
menyebabkan peningkatan resistensi aliran darah vena. Peningkatan resistensi ini menyebabkan
stagnasi darah dan kerusakan iskemik pada retina. Hal ini akan menstimulasi peningkatan
produksi faktor pertumbuhan dari endotelial vascular (VEGF=vascular endothelial growth
factor) pada kavitas vitreous. Peningkatan VEGF menstimulasi neovaskularisasi dari segmen
anterior dan posterior. VEGF juga menyebabkan kebocoran kapiler yang mengakibatkan edema
makula.
Epidemiologi
CRVO adalah penyebab penting morbiditas penglihatan pada lansia, terutama mereka yang
mengidap hipertensi dan glaukoma. Insiden CRVO meningkat pada kondisi-kondisi sistemik
tertentu, seperti hipertensi, hiperlipidemia, diabetes militus,penyakit kolagen vaskular, gagal
ginjal kronik, dan sindrom hiperviskositas (misalnya, mieloma dan makroglobulinemia
Wildenstrőm). Merokok juga merupakan faktor resiko. CRVO berkaitan dengan peningkatan
mortalitas penyakit jantung iskemik, termasuk infark miokardium.
Working diagnosis6
12
Diagnosis sumbatan vena retina dapat ditegakkan berdasarkan klinis. Dengan menilai
penurunan visus dan gambaran retina yang diperiksa dengan menggunakan oftalmoskop direk
disertai penilaian perubahan lapang pandang. Untuk menegakkan diagnosis oklusi vena retina
harus dilakukan anamnesis mendalam, pemeriksaan oftalmologis dan pemeriksaan laboratorium
untuk menilai factor yang mempengaruhi kondisi kardiovaskuler. Terapi hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler dapat mempengaruhi prognosis tajam penglihatan.
Oklusi Vena Retina Sentral OS, Myopia OD
Oklusi vena retina adalah blockade dari vena kecil yang membawa darah keluar dari
retina. Jika vena terblok, maka darah kembali akan menyebabkan perdarahan kecil, area akan
membengkak dan tekanan merusak bagian pada retina yang lokasinya berada didekat blok
pembuluh darah.
CRVO terjadi akibat adanya thrombus didalam vena retina sentral pada bagian lamina
cribrosa pada saraf optic, yang menyebabkan keterlibatan seluruh retina. Suatu penelitian
histologist menyimpulkan bahwa pada CRVO terdapat mekanisme yang paling sering yakni
thrombosis dari vena sentral dan posteriornya hingga lamina cribrosa. Pada beberapa kasus,
arteri retina sentral yang mengalami artherosklerosis dapat bergeseran dengan vena retina sentral
yang menyebabkan adanya turbulensi, kerusakan endotel dan pembentukan thrombus. Dan
penyumbatan vena retina sentral mudah terjadi pada pasien dengan glaucoma, diabetes mellitus,
hipertensi dan yang lain. Tajam penglihatan sentral terganggu bila perdarahan mengenai macula
lutea. Penderita biasanya mengeluh penurunan tajam penglihan sentral mendadak tidak terdapat
sakit dan hanya mengenai satu mata. Pada pemeriksaan fundukopi akan terlihat vena yang
berkelok-kelok, edema macula dan retina, perdarahan berupa titik, dan ada bercak-bercak
eksudat berupa wool katun diantara perdarahan disertai penciutan lapang pandang. Dengan
angiografi fluoresein dapat ditentukan seperti letak penyumbatan retina dan ada atau tidaknya
neovakularisasi. CRVO dibagi menjadi 2 berdasarkan jenis respon terhadap angiografi
fluorosein :
Tipe non iskemik atau CRVO ringan dicirikan dengan baiknya ketajaman penglihatan
penderita, afferent pappilary defect ringan dan penurunan lapang pandang ringan.
Funduskopi menunjukkan adanya dilatasi ringan dan adanya gambaran cabang-cabang
13
vena retina yang berliku dan terdapat perdarahan dot dan flame pada seluruh kuadran
retina. Edema macula dengan adanya penurunan tajam penglihatan dan pembengkakan
discus opticus bisa saja terjadi. Fluorescein angiography biasanya menunjukan adanya
perpanjangan dari waktu sirkulasi retina dengan kerusakan dari permeabilitas kapiler
namun dengan area nonperfusi yang minimal. Neovaskularisasi segmen anterior jarang
terjadi pada CRVO ringan.
Tipe iskemik atau CRVO berat biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk,
afferent papillary defect berat dan central scotoma yang tebal. Dilatasi vena yang
menyolok, perdarahan 4 kuadran yang lebih ekstensif, edema retina dan sejumlah cotton
wool spot dapat ditemukan pada kasus ini. Perdarahan dapat saja terjadi pada vitreous
hemorrhage, ablasio retina juga dapat ditemukan pada iskemi berat. Fluorescein
angiography secara khas menunjukkan adanya nonperfusi kapiler yang tersebar luas.
Gambar 4. Kiri CRVO Non Iskemik, Kanan CRVO Iskemik.
Myopia OD
Pada myopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan
media refraksi terlalu kuat. Dikenal bentuk myopia ada refrakter dan axial. Dimana refrakter
adalah bertambahnya indeks bias media penglihatan dimana lensa menjadi cembung sehingga
pembiasan lebih kuat. Sedangkan axial karena panjangnya sumbu bola mata. Menurut derajatnya
diabgi menjadi myopia ringan (1-3 D), myopia sedang (3-6 D) dan myopia berat (> 6D).
Differential Diagnosis6
Oklusi Arteri Retina Sentral
14
Oklusi ini terdapat pada usia tua atau usia pertengahan dengan keluhan penglihatan kabur
yang hilang timbul (amaurosis fugaks) tidak disertai rasa sakit dan gelap menetap. Penyebabnya
bisa arteritik (temporal arteritis) dan nonarteritik (emboli,artherosklerotik). Penurunan visus
berupa serangan berulang dapat disebabkan oleh penyakit spasme pembuluh atau emboli yang
berjalan. Penyumbatan arteri retina sentral akan menyebabkan keluhan penglihatan tiba-tiba
gelap tanpa terlihatnya kelainan pada mata luar. Reaksi pupil menjadi lemah dengan pupil
anisokoria satu sama lain. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina berwarna
pucat akibat edema dan gangguan nutrisi pada retina. Terdapat bentuk gambaran sosis pada arteri
retina akibat pengisian arteri yang tidak merata. Sesudah beberapa jam retina akan tampak pucat,
keruh keabu-abuan yang disebabkan edema lapisa dalam retina dan lapisan sel ganglion. Pada
keadaan ini akan terlihat gambaran merah atau red cherry spot pada macula lutea karena tidak
adanya lapisan ganglion di macula sehingga macula mempertahankan warna aslinya. Emboli
merupakan penyebab penyumbatan arteri retina sentral yang paling sering. Pasien ini harus
secepatnya diberikan O2, pengobatan dini dapat dengan menurunkan tekanan bola mata dan
asetazolamid.
Neuritis Retrobulbar ec DM
Radang saraf optic dibelakang bola mata, biasanya berjalan akut yang mengenai satu atau
kedua mata. Neuritis retrobulbar dapat disebakan skeloris multiple, penyakit myelin saraf,
anemia pernisiosa, diabetes mellitus dan intoksikasi. Bola mata bila digerakkan akan terasa berat
dibagian belakang bola mata. Rasa sakit akan bertambah bila bola mata yang ditekan yang
disertai dengan sakit kepala. Neuritis ini mempunyai gejala seperti penglihatan turun mendadak
dengan saraf yang sakit akan tetapi dengan gambaran fundus yang sama sekali normal. Pada
keadaan lanjut didapatkan reaksi pupil yang lambat. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
lapang pandang yang bisa ditemukan skotoma sentral, cincin dan turunnya tajam penglihatan
yang berat. Pada permulaan tidak terdapat kelainan fundus lama kelamaan akan terlihat
kekaburan batas papil saraf optic dan degenerasi saraf optic dan papil terlihat pucat dengan batas
yang tegas.
Perdarahan Badan Kaca (Vitreus)
15
Kekeruhan badan kaca terkadang terjadi akibat penuaan disertai degenerasi berupa
terjadinya koagulasi protein badan kaca. Perdarahan badan kaca adalah suatu keadaan yang
cukup gawat karena dapat memberikan penyukit yang mengakibatkan kebutaan pada mata.
Perdarahan dapat terjadi spontan pada diabetes mellitus, rupture retina, ablasi badan kaca
posterior, oklusi vena retina dan pecahnya pembuluh darah neovaskuler. Perdarahan dalam
badan kaca dapat disebabkan oleh trauma, setiap keadaan yang menaikkan tekanan darah arteri
dan vena, robekan, bedah intraokuler dan trauma intraokuler. Neovaskularisasi pada retina
mudah menimbulkan perdarahan kedalam badan kaca. Kelaianan darah dan perdarahan juga
dapat memberikan perdarahan pada badan kaca. Diabetes mellitus dan hipertensi merupakan
penyebab utama perdarahan badan kaca. Perdarahan ini akan menyebabkan turunnya penglihatan
mendadak lapang pandang ditutup oleh sesuatu sehingga mengganggu penglihatan tanpa rasa
sakit. Keadaan ini biasanya cepat sekali menggumpal karena susunan badan kaca disertai
terdapatnya bahan seperti tromboplastin didalam badan kaca. Pemeriksaan fundus terlihat adanya
reflex fundus yang berwarna merah dan sering memberikan bayangan hitam yang menutup
retina. Pengobatan berupa istirahat dengan kepala lebih tinggi paling sekit selama 3 hari. Bila
sedang minum obat hentikan obat kecuali sangat dibutuhkan.
Ablasio Retina
Suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen retina.
Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membrane rach. Karena antara sel
kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan structural dengan koroid atau
pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama
akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Tanda dini retina untuk lepas adalah ada
benda kecil yang berterbangan didepan lapang penglihatan, disusul pijaran kilat terang dan
tutunnya penglihatan. Penyebab utama adalah akibat penipisan retina dan terjadinya trauma.
Ablasi retina tarikan/traksi pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan
jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun
tanpa rasa sakit. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes
mellitus proliferative, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah/infeksi. Pengobatannya
16
dapat dilakukan dengan melepaskan tarikan jaringan parut atau fibrosis didalam badan kaca yang
disebut virektomi.
Iskemik Optik Neuropati Akut
Diduga disebabkan oleh thrombus, emboli atau radang pembuluh darah yang menyumbat
pembuluh darah papil saraf optic. Penyebab utama dapat berupa Anterior Iskemik Optik
Neuropati dengan hipertensi dan Anterior Iskemik Optik Neuropati Anterior yang disebabkan
giant cell arthritis. Kelainan dapat terjadi pada unilateral maupun bilateral yang biasanya terjadi
pada usia lebih dari 40 tahun bahkan dengan usia yang lebih lanjut. Gejala yang ditemukan
berupa tajam penglihatan yang turun mendadak disertai dengan skotoma atau defek lapang
pandang sesuai dengan gamabaran serat saraf retina, atau kadang altitudinal. Tidak terdapat rasa
sakit, tidak progresif, disertai sakit kepala, sakit saat mengunyah, polimialgia dan kadang
demam. Pada keadaan akut terlihat papil saraf optic yang sembab pada seluruh tepinya, kadang
terlihat perdarahan peripapil tanpa ada eksudat pada retina. Keadaan lanjut papil jadi pucat dan
edema berkurang. Pengobatan ditujukan pada penyebabnya seperti hipertensi dan diabetes
mellitus.
Penatalaksanaan8
a) Evaluation and Management
Manajemen CRVO disesuaikan dengan kondisi medis terkait, misalnya hipertensi, diabetes
mellitus, hiperhomosisteinemia, dan riwayat merokok. Jika hasil tes negatif pada faktor-faktor
resiko CRVO di atas, maka dipertimbangkan untuk melakukan tes selektif pada pasien-pasien
muda untuk menyingkirkan kemungkinan trombofilia, khususnya pada pasien-pasien dengan
CRVO bilateral, riwayat trombosis sebelumnya, dan riwayat trombosis pada keluarga.
Pengobatan terutama ditujukan kepada mencari penyebab dan mengobatinya, antikoagulasia, dan
fotokoagulasi daerah retina yang mengalami hipoksia. Steroid diberi bila penyumbatan
disebabkan flebitis. Pasien CRVO harus diperingatkan pentingnya melaporkan perburukan
penglihatan karena pada beberapa kasus, dapat terjadi progresifitas penyakit dari noniskemik ke
iskemik.
b) Surgical and Farmacotherapy
17
Dekompresi surgikal dari CRVO via radial optik neurotomi dan kanulasi vena retina dan
pemasukan tissue-plasminogen activator (t-PA). Keefektifan dan resiko dari pengobatan ini tidak
terbukti. Kortikosteroid dan terapi untuk mengurangi perlengketan platelet (aspirin) telah
disarankan, tapi kemanjuran dan resikonya juga masih belum terbukti. Antikoagulasi sistemik
tidak dianjurkan. Edema makula tidak merespon terhadap terapi laser. Penyuntikan intravitreal
triancinolone memberikan sedikit efek. Uji coba dengan menyuntikkan depot steroid atau agen
anti -VEGF memberi hasil yang menjanjikan.
c) Iris Neovascularization
Suatu studi penelitian menemukan bahwa faktor risiko paling penting pada iris
neovaskularisasi adalah ketajaman visual yang jelek. Faktor risiko yang lain yang berhubungan
dengan perkembangan neovaskularisasi iris termasuk di antaranya nonperfusi kapiler retina yang
luas dan darah intraretinal. Bila terjadi neovaskularisasi iris, terapi bakunya adalah fotokoagulasi
laser pan-retina (Laser PRP). Neovaskularisasi juga dapat dikontrol dengan agen anti-VEGF
intravitreal. Namun laser-PRP (Pan Retinal Photocoagulation) dapat menyebabkan skotoma
perifer, berkemungkinan meninggalkan hanya sedikit retina yang dapat berfungsi dengan baik
dan lapangan pandang yang menyempit.
Komplikasi
Penyulit oklusi vena retina sentral berupa perdarahan masif ke dalam retina terutama pada
lapis serabut sarah retina dan tanda iskemia retina. Pada penyumbatan vena retina sentral,
perdarahan juga dapat terjadi di depan papila dan ini dapat memasuki badan kaca menjadi
perdarahan badan kaca. Oklusi vena retina sentral dapat menimbulkan terjadinya pembuluh
darah baru yang dapat ditemukan di sekitar papil, iris, dan retina (rubeosis iridis). Rubeosis iridis
dapat mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder, dan hal ini dapat terjadi dalam waktu 1-3
bulan. Penyulit yang dapat terjadi adalah glaukoma neovaskular.5
Prognosis
Penglihatan biasanya sangat berkurang pada oklusi vena sentral, dan sering pada oklusi
vena cabang, dan biasanya tidak membaik. Keadaan pasien yang berusia muda dapat lebih baik,
dan mungkin terdapat perbaikan penglihatan. Kebanyakan 2/3 dari pasien mengalami penurunan
18
ketajaman penglihatan akibat edema makula, iskemia makula, perdarahan makula, dan
perdarahan vitreous. Oklusi vena retina sentral noniskemia dapat kembali ke keadaan seperti
semula tanpa adanya komplikasi pada sekitar 10% kasus. Sepertiga pasien dapat berlanjut ke tipe
iskemia, umumnya pada 6-12 bulan pertama setelah terjadinya tanda dan gejala. Pada lebih dari
90% pasien dengan oklusi vena retina sentral iskemia, tajam penglihatan akhir dapat mencapai
20/200 atau lebih.
Pencegahan
Mengontrol tekanan darah dan kolesterol pada pasien hipertensi dan artherosklerosis
Pemberian obat antikoagulan
Control teratur pada dokter mata terkait yang memiliki factor resiko tinggi.
Kesimpulan
Oklusi vena retina sentral merupakan penyumbatan vena retina yang mengakibatkan
gangguan perdarahan dalam bola mata sehingga akan menurunkan ketajaman penglihatan yang
banyak disebabkan oleh pasien yang beresiko mengalami hipertensi dan diabetes mellitus yang
tidak terkontrol pada pasien ini. Tatalaksana utama dari oklusi vena retina adalah mengatasi
penyakit yang mendasari terjadinya oklusi, mencegah oklusi berlanjut ke mata sebelah yang
masih sehat, dan mencegah terjadinya komplikasi, yakni glaukoma dan edema makula.
Daftar Pustaka
1. Hayreh SS. Prevalensi oklusi vena retina sentral. Prog retin eye res;2005.h.493.
2. Pearce E. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic. Jakarta: Gramedia;2000.h.314.
3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;2007.h.18-9.
4. James B, Chew C, Bron A. Oftalmologi. 9thed. Jakarta: Erlangga medical
series;2006 .h.18.
5. Vaughan, Asburry. Oftalmologi umum. 17thed. Jakarta: EGC;2007.h.30-5.
6. Ilyas S. Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. 5thed. Jakarta:Fakultas kedokteran
UI;2015.h.196.
7. Wong TY, Scott I. Retinal vein occlusion. England: J Med;2010.h.2135-44.
8. Neal MJ. At a glance farmakologi medis. 5thed. Jakarta:Erlangga;2005.h.23-4.
19