Post on 28-Dec-2020
i
UJI TOKSISITAS AKUT (LC50 - 96jam) LOGAM BERAT KROMIUM (Cr)
PADA SALINITAS BERBEDA TERHADAP MORTALITAS UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) PL-25
SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
Oleh :
MOHAMMAD SAHURI NIM. 135080100111008
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
ii
UJI TOKSISITAS AKUT (LC50 - 96jam) LOGAM BERAT KROMIUM (Cr)
PADA SALINITAS BERBEDA TERHADAP MORTALITAS UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) PL-25
SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakulatas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh :
MOHAMMAD SAHURI NIM. 135080100111008
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
SKRIPSI
iii
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Usulan Skripsi yang saya tulis
ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Usulan Skripsi ini
hasil penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 28 Juli 2017
Mahasiswa
MOHAMMAD SAHURI NIM. 135080100111008
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ibu Ir. Kusriani, MP. selaku pembimbing pertama, yang telah berkenan
membimbing saya selama ini dengan sabar dan bijaksana.
2. Ibu Dr. U’un Yanuhar, S.Pi, M.Si. selaku pembimbing kedua, yang telah
berkenan membimbing saya selama ini dengan sabar dan bijaksana.
3. Bapak Kepala Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Pengembangan Budidaya Air
Payau (PBAP) Bangil, yang telah berkenan mengizinkan saya untuk
melaksanakan Skripsi di tempat Bapak.
4. Sujud dan terima kasih yang dalam penulis persembahkan kepada Ibunda dan
Ayahanda tercinta, atas dorongan yang kuat, kebijaksanaan dan do’a.
5. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman, yang selama
ini telah banyak membantu dalam proses Skripsi penulis.
Malang, 28 Juli 2017
Penulis
vi
Ringkasan
Mohammad Sahuri. Skripsi tentang Uji Toksisitas Akut (Lc50 - 96jam) Logam Berat Kromium (Cr) pada Salinitas Berbeda terhadap Mortalitas Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) PL-25 (di bawah bimbingan Ir. Kusriani, M.P dan Dr. U’un Yanuhar, S.Pi, M.Si.) Logam berat merupakan polutan yang berbahaya dalam perairan dan dapat membunuh biota perairan seperti ikan dan crustacea khususnya udang vannamei. Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan spesies yang dapat hidup pada kisaran salinitas yang lebar. Salinitas merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan bagi biota perairan dan meningkatkan daya toksisitas logam berat kromium. Senyawa aktif yang memiliki daya bioaktif yang tinggi seperti logam berat (Cr), dapat diketahui berdasarkan nilai Lethal Concentration 50% (LC50) pada suatu hewan uji. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai toksisitas akut 50 (Lethal Concentration 50) logam berat kromium pada salinitas berbeda terhadap mortalitas udang vannamei. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen dengan mengadakan observasi di bawah kondisi buatan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 2 tahap uji yaitu uji pendahuluan dan uji sesungguhnya. Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui ambang atas dan bawah yang akan digunakan pada uji sesungguhnya. Konsentrasi yang digunakan pada uji pendahuluan sesuai dengan skala logaritmik yaitu dengan konsentrasi 0,01 ppm; 0,1 ppm; 1 ppm; 10 ppm; 100 ppm dan 0 ppm (kontrol). Uji sesungguhnya menggunakan tiga konsentrasi logam berat kromium dan tiga salinitas dengan pengamatan dilakukan selama 96 jam (4 hari). Hasil uji mortalitas udang vannamei yang terpapar logam berat kromium (Cr) selama 96 jam pada salinitas 5 ppt dengan konsentrasi logam berat kromium 18 ppm sebesar 56,67%, konsentrasi 32 ppm sebesar 73,33% dan konsentrasi 56 ppm sebesar 90%. Salinitas 15 ppt dengan konsentrasi 18 ppm sebesar 36,67%, konsentrasi 32 ppm sebesar 56,67% dan konsentrasi 56 ppm sebesar 73,33%. Saliitas 25 ppt pada konsentrasi logam berat kromium 18 ppm sebesar 33,33%, konsentrasi 32 ppm sebesar 43,33% dan pada konsentrasi 56 ppm sebesar 66,67%. Hasil pengukuran kualitas air dan nilai toksisitas akut (LC50 - 96 jam) selama penelitian pada salinitas 5 ppt sebagai berikut: derajat keasaman (pH) sebesar 8,3 – 8,7, oksigen terlarut (DO) sebesar 5,80 – 6,46 mg/l, suhu sebesar 28,60C – 30,30C dan LC50 - 96 jam sebesar 15,59 ppm. Salinitas 15 ppt, derajat keasaman (pH) sebesar 8,0 - 8,6, oksigen terlarut (DO) sebesar 5,80 – 6,50 mg/l, suhu sebesar 28,50C – 30,20C dan LC50 - 96 jam sebesar 23,67 ppm. Salinitas 25 ppt derajat keasaman (pH) sebesar 7,8 - 8,5, oksigen terlarut (DO) sebesar 5,79 – 6,50 mg/l, suhu sebesar 28,50C – 30,70C dan LC50 - 96 jam sebesar 25,31 ppm. Hasil uji statistik ANOVA dengan α = 5% menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata antar perlakuan untuk perbedaaan salinitas (Faktor A) dan tingkat konsentrasi logam kromium (Faktor B). Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu nilai LC50-96 jam logam berat kromium terhadap mortalitas udang vannamei pada salinitas 5 ppt sebesar 15,59 ppm, pada salinitas 15 ppt sebesar 23,67 ppm serta pada salinitas 25 ppt sebesar 25,31 ppm termasuk bahan pencemar dengan toksik sedang. Perbedaan tingkat konsentrasi dan perbedaan salinitas, berpengaruh terhadap tingkat mortalitas. Kisaran kualitas air (suhu, pH dan oksigen terlarut) yang diperoleh dalam penelitian tergolong dalam kisaran yang normal untuk kelangsungan hidup udang vannamei.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadiran Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian skripsi tentang “Uji
Toksisitas Akut (LC50-96jam) Logam Berat Kromium (Cr) pada Salinitas
Berbeda terhadap Mortalitas Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) PL-
25” Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana perikanan di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan usulan penelitian skripsi ini. Penulis menyadari
bahwa usulan penelitian skripsi ini terdapat kekurangan dan kesalahan yang
disebabkan oleh keterbatasan penulis. Maka dari itu kritik, saran dan masukan dari
semua pihak sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan usulan penelitian
skripsi ini.
Malang, 28 Juli 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
ORISINALITAS SKRIPSI ............................................................................ iv
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... v
RINGKASAN .............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 4 1.3 Tujuan ............................................................................................. 4 1.4 Hipotesis ......................................................................................... 5 1.5 Kegunaan ........................................................................................ 5 1.6 Tempat, Waktu/ Jadwal Pelaksanaan .............................................. 7
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 8 2.1 Lethal Concentration (LC50) ............................................................ 8 2.2 Logam Berat Kromium (Cr).............................................................. 9 2.3 Salinitas .......................................................................................... 12 2.4 Mortalitas ......................................................................................... 13 2.5 Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) ...................................... 13 2.6 Uji Pendahuluan (Nilai Kisaran) ....................................................... 16 2.7 Uji toksisitas .................................................................................... 17 2.8 Analisis Data ................................................................................... 18 2.9 Kualitas Air ...................................................................................... 19 2.9.1 Suhu ...................................................................................... 20 2.9.2 Derajat Keasama (pH) ............................................................ 21 2.9.3 Oksigen Terlarut (DO) ............................................................ 21
3. METODE PENELITIAN .......................................................................... 23 3.1 Materi Penelitian .............................................................................. 23 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................ 23 3.3 Metode Penelitian ............................................................................ 24 3.3.1 Data Primer ............................................................................ 25 3.3.2 Data Sekunder ....................................................................... 25 3.4 Tahapan Penelitian ........................................................................ 25
ix
3.4.1 Aklimatisasi Hewan Uji ........................................................... 26 3.4.2 Pembuatan Toksitan .............................................................. 27 3.4.3 Uji Pendahuluan ..................................................................... 27 3.4.4 Pelaksanaan Percobaan ........................................................ 29 3.5 Desain Penelitian ............................................................................ 31 3.6 Analisis Probit .................................................................................. 32 3.7 Analisis Anova .................................................................................. 33
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 35 4.1 Uji Toksisitas Logam Berat Kromium (Cr) Terhadap Udang ............ 35 4.1.1 Uji Pendahuluan ..................................................................... 35 4.1.2 Uji Sesungguhnya .................................................................. 37 4.1.3 Analisa Probit ......................................................................... 40 4.2 Analisis Data (ANOVA) .................................................................... 42 4.3 Analisis Data Kualitas Air ................................................................ 43 4.3.1 Power of Hidrogen (pH) .......................................................... 43 4.3.1 Dissolved Oksigen (DO) ......................................................... 46 4.3.2 Suhu ...................................................................................... 48
5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 52 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 52 5.2 Saran .............................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 53
LAMPIRAN ................................................................................................. 60
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Parameter Kualitas Air ............................................................................ 18
2. Mortalitas Udang Vanamei pada Uji Pendahuluan .................................. 36
3. Mortalitas Udang Vanamei pada Uji Sesungguhnya ............................... 38
4. Analisis ANOVA ...................................................................................... 43
5. Analisis Kualitas Air Power of Hidrogen (pH) .......................................... 44
6. Analisis Kualitas Air Dissolved Oksigen (DO) ......................................... 46
7. Analisis Kualitas Air Suhu ....................................................................... 49
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Udang Vannamei .................................................................................. 14
2. Letak Wadah Uji ................................................................................... 32
3. Grafik Mortalitas pada Uji Pendahuluan ................................................ 35
4. Grafik Mortalitas pada Uji Sesungguhnya ............................................. 38
5. Grafik Nilai Probit pada Salinitas 5 ppt .................................................. 40
6. Grafik Nilai Probit pada Salinitas 15 ppt ................................................ 41
7. Grafik Nilai Probit pada Salinitas 25 ppt ................................................ 41
8. Grafik Nilai Power of Hidrogen (pH) pada Salinitas 5 ppt ...................... 44
9. Grafik Nilai Power of Hidrogen (pH) pada Salinitas 15 ppt .................... 45
10. Grafik Nilai Power of Hidrogen (pH) pada Salinitas 25 ppt .................. 45
11. Grafik Nilai Dissolved Oksigen (DO) pada Salinitas 5 ppt ..................... 47
12. Grafik Nilai Dissolved Oksigen (DO) pada Salinitas 15 ppt ................... 47
13. Grafik Nilai Dissolved Oksigen (DO) pada Salinitas 25 ppt ................... 47
14. Grafik Nilai Suhu pada Salinitas 5 ppt ................................................... 49
15. Grafik Nilai Suhu pada Salinitas 15 ppt ................................................. 50
16. Grafik Nilai Suhu pada Salinitas 25 ppt ................................................. 50
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Tabel Alat ............................................................................................... 60
2. Tabel Bahan ........................................................................................... 51
3. Uji Pendahuluan ..................................................................................... 52
4. Tabel Skala Rand ................................................................................... 63
5. Uji Sesungguhnya (Mortalitas) ................................................................ 66
5a. Kualitas Air (Power of Hidrogen (pH)) ................................................... 67
5b. Kualitas Air (Dissolved Oksigen) ........................................................... 68
5c. Kualitas Air (Suhu) ................................................................................ 69
6. Analisa Probit ......................................................................................... 70
7. Tabel Transformasi Probit ....................................................................... 73
8. Tingkah Laku Udang yang Terpapar Kromium ........................................ 75
9. Anova ..................................................................................................... 76
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Logam berat merupakan polutan yang berbahaya dalam perairan dan dapat
membunuh biota perairan seperti ikan dan crustacea. Logam berat merupakan
elemen logam yang memiliki kepadatan tinggi dan bersifat toksik pada konsentrasi
yang rendah. Logam berat yang telah teridentifikasi sebagai polutan dalam
perairan antara lain arsenik (Ar), copper (Cu), kadmium (Cd), timbal (Pb), kromium
(Cr), nikel (Ni), merkuri (Hg) dan seng (Zn). Jenis logam ini dikelompokkan sebagai
senyawa toksik dalam konsentrasi tinggi dan berbahaya bagi kesehatan baik biota
perairan maupun manusia (Purnamawati et al., 2015).
Kromium merupakan logam berat dimana penggunaannya sangat luas
namun berbahaya bagi manusia karena sifat toksik, persisten, bioakumulatif dan
terakumulasi dalam lingkungan (Tyas et al., 2016). Logam berat kromium (Cr)
adalah logam yang berwarna putih, tidak begitu liat (keras tapi rapuh) dan tidak
dapat ditempa. Limbah kromium dalam perairan berasal dari aktivitas seperti
penyamaan kulit, manufaktur tekstil, konsentrasi kimia ataupun pelapisan kromium
untuk keperluan industri. Kromium juga merupakan logam berat yang
menyebabkan polutan dan mikronutrien yang penting bagi organisme. Meskipun
kromium berguna bagi organisme jika keberadaannya yang terlalu banyak akan
mengganggu dalam kehidupan hewan, tumbuhan maupun manusia karena
bersifat toksik (Edelynna et al., 2012). Dalam perairan logam berat kromium
dijumpai dalam dua bentuk yaitu ion kromium valensi III (Cr3+) dan ion kromium
valensi VI (Cr6+). Kromium dengan valensi VI lebih toksik karena ion tersebut sukar
terurai, tidak mengendap, stabil dan toksik. Kromium bervalensi III mempunyai
sifat sukar terlarut pada pH diatas 5 dan mudah dioksidasi (Puspita et al., 2011).
2
Faktor lingkungan dalam perairan yang mempengaruhi sifat toksisitas dari
logam berat selain jumlah masukan logam berat sendiri adalah pH perairan,
temperatur dan salinitas (Rochyatun dan Rozak, 2007). Salinitas menggambarkan
konsentrasi total ion yang terdapat pada perairan baik organik maupun anorganik.
Salinitas dalam perairan akan mempengaruhi logam berat dalam perairan jika
mengalami penurunun. Penurunan salinitas akan meningkatkan daya toksik logam
berat karena tingkat bioakumulasinya yang semakin besar ketika salinitas dalam
suatu perairan menurun (Yudiati et al., 2009).
Senyawa aktif yang memiliki daya bioaktif yang tinggi seperti logam berat
(Cr) dapat diketahui berdasarkan nilai Lethal Concentration 50% (LC50). LC50
(Lethal Concentration-50) adalah suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi zat
toksik dinyatakan dalam miligram bahan kimia per meter kubik media uji (part per
million/ ppm), yang dapat menyebabkan kematian hewan uji sampai 50% (Inayah
et al., 2012). Tingkat toksisitas logam berat kromium terhadap udang vannamei
dapat diukur atau diuji dengan uji LC50.
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu biota air
yang dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemeran air, termasuk pencemaran
oleh logam berat kromium. Udang dapat menunjukan reaksi terhadap perubahan
fisik air maupun adanya bahan pencemar yang melebihi batas konsentrasi. Udang
vannamei adalah jenis spesies introduksi yang dibudidayakan di indonesia. Udang
ini pertama kali masuk di asia dalam skala penelitian yaitu pada tahun 1978-1979
dan mulai dikembangkan dalam skala komersil pada tahun 1996 di wilayah cina
dan taiwan. Budidaya udang vannamei mulai masuk di indonesia sendiri pada
tahun 2000-2001 (Budiardi, 2008). Keunggulan udang vannamei (Litopenaeus
vannamei) diantaranya tahan terhadap penyakit, pertumbuhannya relatif cepat
dan dapat dibudidayakan pada ruang yang lebih efisien (Utami et al., 2016). Udang
jenis ini merupakan jenis udang yang dapat hidup pada kisaran salinitas yang lebar
3
(euryhaline), sehingga dapat dengan mudah dibudidayakan di berbagai daerah di
indonesia (Darmawan, 2008).
Seiring bertambahnya waktu karena aktifitas manusia yang tidak ramah
lingkungan menyebabkan terjadi pencemaran perairan. Salah satunya yang perlu
diwaspadai adalah banyaknya logam berat yang terdapat dalam perairan.
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.
03/MENKLH/II/1991 dalam Dwiasi dan Kartika (2008), mengemukakan tentang
penetapan baku mutu lingkungan yang menyatakan bahwa ambang batas Cr (VI)
yang diizinkan berada dalam perairan adalah sebesar 0,05 mg/L, batas maksimum
Cr(III) dan Cr(IV) yang diizinkan pada air minum 100 µg/L. Kadar kromium pada
perairan tawar biasanya kurang dari 0,001 mg/l dan pada perairan laut sekitar
0,00005 mg/l. Kadar kromium yang dianggap aman bagi kehidupan biota akustik
perairan tawar adalah 0,05 mg/l. Kadar kromium yang dianggap berbahaya bagi
kehidupan biota laut yaitu 0,1 mg/l (Apriadi, 2005). Pernyataan ini diperkuat Junaidi
et al. (2010), bahwa batas ambang logam kromium bervalensi 6 Cr(VI) dalam
perairan yang diperbolehkan sebesar 0,05 ppm dan jika konsentrasinya melebihi
batas tersebut akan menyebabkan keracunan organisme perairan.
Guna menentukan kadar toksisitas logam berat kromium terhadap udang
vannamei (Litopenaeus vannamei) pada kualitas air dengan salinitas 5, 15 dan 25
ppt maka, perlu dilakukan uji toksisitas akut ataupun kronis. Salah satu uji yang
dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat toksik logam berat kromium terhadap
biota budidaya perikanan salah satunya udang vannamei adalah dengan
melakukan uji toksisitas Lethal Concectration 50 % (LC50). Uji toksisitas LC50
dilakukan untuk mengetahui kematian atau efek lethal dari logam berat kromium
yang telah dipaparkan biota uji (Tyas et al., 2016). Karena logam berat kromium
memberikan dampak yang kurang baik pada lingkungan dan biota perairan
diantaranya udang vannamei jika keberadaannya berlebihan, maka dalam
4
penelitian ini, penulis tertarik untuk mengambil judul “Uji Toksisitas Akut (LC50-
96jam) Logam Berat Kromium (Cr) pada Salinitas 5, 15 dan 25 ppt terhadap
Mortalitas Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) PL-25 pada Bak-bak
Percobaan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada Skripsi yang berjudul Uji Toksisitas Akut
(LC50-96jam) Logam Berat Kromium (Cr) pada Salinitas Berbeda terhadap
Mortalitas Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) PL-25 adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana cara mengetahui tingkat toksisitas akut (LC50 - 96jam) logam berat
Kromium (Cr) terhadap udang vannamei (Litopenaeus vannamei) pada
salinitas berbeda?
2. Berapa kisaran konsentrasi atau nilai ambang batas LC50 dari konsentrasi
logam berat kromium yang dapat membunuh biota perairan khususnya untuk
udang vannamei?
3. Apakah logam berat Kromium (Cr) pada salinitas berbeda berpengaruh
terhadap tingkat mortalitas udang vannamei (Litopenaeus vannamei)?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya Skripsi dengan judul Uji Toksisitas Akut
(LC50 - 96jam) Logam Berat Kromium (Cr) pada Salinitas Berbeda terhadap
Mortalitas Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) PL-25 adalah sebagai
berikut :
1. Untuk menentukan menilai tinggat toksisitas akut (LC50 - 96jam) logam berat
kromium (Cr) terhadap udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dengan
kualitas air pada salinitas berbeda.
5
2. Mengetahui kisaran nilai ambang batas (LC50 - 96jam) dari konsentrasi logam
berat kromium (Cr) yang dapat membunuh udang vannamei dan
direkomendasikan untuk masuk dan berada di lingkungan perairan.
3. Mengetahui pengaruh logam berat Kromium (Cr) pada salinitas berbeda
terhadap tingkat mortalitas udang vannamei (Litopenaeus vannamei).
1.4 Hipotesis
Hipotesis tentang Uji Toksisitas Akut (LC50 - 96jam) Logam Berat Kromium
(Cr) pada Salinitas Berbeda terhadap Mortalitas Udang Vannamei (Litopenaeus
vannamei) PL-25 adalah sebagai berikut :
H0 : Perbedaan konsentrasi logam berat kromium (Cr) pada salinitas berbeda tidak
berpengaruh terhadap jumlah kematian hewan uji.
H1 : Perbedaan konsentrasi logam berat kromium (Cr) pada salinitas berbeda
berpengaruh terhadap jumlah kematian hewan uji.
1.5 Kegunaan
Kegunaan Skripsi tentang Uji Toksisitas Akut (LC50 - 96jam) Logam Berat
Kromium (Cr) pada Salinitas Berbeda terhadap Mortalitas Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) PL-25 adalah sebagai berikut :
1. Pribadi (Mahasiswa)
a) Mahasiswa dapat mempelajari cara penerapan ilmu pengetahuan yang
didapat pada bangku kuliah. Mahasiswa dapat membandingkan
kesesuaian teori dengan penerapan secara langsung melalui penelitian
yang dilakukan.
b) Mahasiswa dapat melatih diri untuk bekerja sesuai prosedur-prosedur yang
telah ditentukan.
c) Mahasiswa mendapatkan wawasan tambahan dari studi literatur yang
dilakukan.
6
d) Mahasiswa mampu meningkatkan kemandirian dan kepribadian baik
setelah selesai melaksanakan penelitian.
e) Mahasiswa mampu menyusun prosedur-prosedur pekerjaan dengan baik
yang akan sangat berguna di kemudian hari.
2. Lembaga Pendidikan (Lembaga Perguruan Tinggi)
Hasil dari kegiatan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi
yang lebih lanjut mengenai Uji Toksisitas Akut (LC50 - 96jam) Logam Berat
Kromium (Cr) pada Salinitas Berbeda terhadap Mortalitas Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) PL-25.
3. Masyarakat
Terkhusus pada masyarakat yang ada di sekitar kawasan lokasi pabrik yang
berpotensi mempunyai limbah kromium (Cr), agar dijadikan sebagai sebuah
informasi atau acuan serta bahan pertimbangan dalam pemilihan lokasi budidaya
udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Masyarakat mampu memantau kondisi
yang ada di kawasan sekitar pabrik agar tetap terjaga kualitas perairan sehingga
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain itu, hasil Skripsi ini diharapkan dapat
memberi informasi kepada masyarakat setempat bahwa terdapat manfaat yang
dapat diambil dari limbah kromium yang dihasilkan oleh pabrik dalam konsentrasi
yang sesuai baku mutu.
4. Pemerintah
Hasil Skripsi ini, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan tentang pengelolaan limbah untuk menciptakan kelestarian
lingkungan yang berkelanjutan serta penanganan limbah yang ada di daerah
tersebut.
7
1.6 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Skripsi tentang Uji Toksisitas Akut (LC50 - 96jam) Logam Berat Kromium (Cr)
pada Salinitas Berbeda terhadap Mortalitas Udang Vannamei (Litopenaeus
vannamei) PL-25 dilaksanakan di UPT. Pengembangan Budidaya Air Payau
Bangil. Waktu pelaksanaannya mulai pada Maret 2017 sampai dengan April 2017.
8
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lethal Concentration (LC50)
Uji toksisitas merupakan uji yang berguna untuk menentukan tingkat
toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar. Suatu senyawa kimia dikatakan
bersifat racun akut jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam
jangka waktu singkat, dalam hal ini 24 jam. Sedangkan jika senyawa tersebut
baru menimbulkan efek dalam jangka waktu yang panjang, disebut racun kronis
(karena kontak yang berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit). LC50
adalah konsentrasi efektif toksikan yang mampu mematikan 50% biota dalam
waktu tertentu (Effendi et al., 2012).
LC50 (Median Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang menyebakan
kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik
dan perhitungan pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC50-24 jam,
LC50-48 jam, LC50-96 jam sampai waktu hidup hewan uji. Pengujian selanjutnya
yaitu menghitung efek toksik dengan menentukan nilai LC50. Cara mendapatkan
nilai LC50, terlebih dahulu menghitung mortalitas dengan rumus: akumulasi udang
mati dibagi jumlah akumulasi udang yang hidup dan mati (total) dikali 100%. Grafik
dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap mortalitas sebagai
sumbu y. Nilai LC50 merupakan konsentrasi dimana zat menyebabkan kematian
50% yang diperoleh dengan memakai persamaan regresi linier y = a + bx. Suatu
zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai LC50 < 1000 µg/ml untuk ektrak dan < 30
µg/ml untuk suatu senyawa. Kasifikasi tingkat toksisitas logam berat suatu ekstrak
berdasarkan LC50 dapat dibagi menjadi beberapa katagori. Tinggat kategori sangat
tinggi / highly toxic apabila mampu membunuh 50% larva pada konsentrasi 1 – 10
µg/ml, katagori sedang / medium toxic pada konsentrasi 10 – 100 µg/ml, dan
rendah / low toxic pada konsentrasi 100 – 1000 µg/ml (Juniarti et al., 2009).
9
2.2 Logam Berat Kromium (Cr)
Logam berat merupakan istilah yang digunakan untuk sekelompok logam
dan metaloid dengan densitas atom lebih dari 5 g/cm3 (Sari dan Zulaika, 2015).
Logam kromium merupakan salah satu logam unsur transisi golongan IV B dengan
nomor atom 24, berat atom 51,996 sma, titik cair 1875oC, titik didih 2665oC, dan
massa jenis 7,19 gr/cm3. Kromium merupakan logam yang keras, tahan panas,
elektropositif, dan merupakan penghantar panas yang baik. Unsur kromium pada
alam bebas tidak ada dalam bentuk logam murni. Kromium (Cr) dalam badan
perairan dapat masuk melalui dua cara, yaitu secara alamiah dan nonalamiah.
Masuknya kromium secara alamiah dapat terjadi karena disebabkan oleh
beberapa faktor fisika, seperti erosi yang terjadi pada batuan mineral dan partikel-
partikel kromium yang ada di udara akan dibawa turun oleh air hujan. Masuknya
Cr yang terjadi secara nonalamiah lebih merupakan dampak dari aktivitas
manusia, seperti limbah atau buangan industri sampai buangan rumah tangga
(Tyas et al., 2016). Logam berat kromium yang ada di perairan dapat masuk
kedalam sedimen melalui adsorpsi. Kandungan logam berat kromium yang
terendap akan memberikan dampak bagi biota dasar perairan seperti udang,
karena dapat masuk kedalam tubuh udang dan mengganggu proses metabolisme
biota tersebut (Diantariani dan Putra, 2006).
Sumber alami kromium sangat sedikit, yaitu batuan chromite (FeCr2O4) dan
chromic oxide (Cr2O3). Keberadaan kromium pada perairan alami jarang
ditemukan dan biasanya dalam bentuk kromium trivalent (Cr3+) dan kromium
hexavalent (Cr6+). Sumber Cr6+ berasal dari industri pelapisan logam dan produksi
pigmen. Cr3+ banyak terdapat dalam limbah industri pencelupan tekstil, keramik
gelas, dan dari kegiatan penyamakan kulit. Organisme akuatik dapat terpapar oleh
Cr melalui media itu sendiri, sedimen maupun makanan (Apriadi, 2005). Kondisi
beberapa perairan di indonesia memiliki kandungan kromium yang tinggi. Kadar
10
logam Kromium (Cr) pada perairan estuaria sungai Matangpondo/ Poboya Palu
berada pada kisaran 10,40 mg/Kg sampai dengan 62,00 mg/Kg dengan rata-rata
39,24±23,67 mg/Kg (Said et al., 2009). Kandungan logam berat kromium di dasar
perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta sebesar 0,087 – 13,15 mg/l (Apriyadi, 2005).
Pada perairan yang memiliki pH lebih dari 5, Cr trivalen tidak ditemukan apabila
masuk ke perairan. Cr trivalen akan dioksidasi menjadi Cr heksavalen yang lebih
toksik. Cr trivalen biasanya terserap dalam partikulat, sedangkan Cr heksavalen
tetap dalam larutan (Taftazani, 2007).
Kromium merupakan salah satu logam berat yang mempunyai sifat
akumulatif dan beracun. Logam berat ini pada konsentrasi rendah dapat
berpengaruh langsung hingga terakumulasi pada rantai makanan. Kromium dalam
perairan terdapat dalam dua keadaan yang stabil yaitu Cr(III) dan Cr(VI). Kromium
bervalensi 6 atau Cr(VI) dalam larutan berair terdapat sebagai CrO42-, Cr2O7
2-,
HCrO4-, dan HCr2O7
-. Logam kromium bervalensi 3 atau Cr(III) terdapat dalam
beberapa jenis hidroksida diantaranya CrOH2+, Cr(OH)2+, Cr(OH)4
-, Cr2(OH)24+,
dan Cr3(OH)45+. Cr(VI) merupakan jenis kromium yang toksik dan karsinogenik
bagi manusia meskipun dalam konsentrasi yang relatif rendah dibandingkan
dengan Cr(III) (Dwiasi dan Kartika, 2008). Cr (III) dalam jumlah kecil merupakan
logam yang esensial untuk metabolisme seperti perombakan glukosa dalam tubuh,
membantu proses pencernaan protein dan lemak baik pada hewan dan manusia
(Gitarama, 2016). Jumlah kadar kromium maksimum yang diperbolehkan dalam
lingkungan perairan adalah 51 mg/kg (Said et al., 2009).
Logam berat lebih banyak pada sedimen perairan karena logam berat
mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan kemudian akan
mengendap pada dasar perairan. logam berat kromium akan berpindah dalam
sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang
melapisi permukaan sedimen dan penyerapan langsung oleh partikel sedimen.
11
Proses ini yang menyebabkan logam berat kromium pada sedimen lebih tinggi dari
pada badan perairan (Nurkhasanah, 2015).
Logam berat masuk dalam jaringan tubuh udang melalui beberapa cara,
yaitu melalui saluran pernafasan (insang), pencernaan dan penetrasi melalui kulit
(Tafrazani, 2007). Logam berat yang masuk pada biota perairan melalui proses
akumulasi dan absorsi. Logam berat dapat masuk dalam tubuh udang dengan
memapar insang yang merupakan organ penting untuk respirasi, eksresi,
keseimbangan asam basa, osmotik dan ionik regulasi. Bagian insang lebih mudah
terpapar logam dberat dibandingkan bagian tubuh yang terlindung eksoskeleton,
karena mempunyai posisi yang terbuka, gampang terdedah oleh lingkungan
terutama logam berat (Yudiati et al., 2009). Tahap awal proses akumulasi logam
berat yaitu dengan adanya interaksi antara logam dengan ligan yang berada pada
permukaan membran luar sel, selanjutnya secara langsung logam akan terserap
oleh membran luar insang, baik secara difusi aktif maupun pasif. Logam kromium
(Cr) masuk melalui insang dengan transportasi anion dan difusi pasif. Kompetisi
tersebut terjadi pada bagian channel Ca2+ di membran insang. Logam tersebut
nantinya akan terikat ke lapisan lendir pada sel mukus lamela membentuk ikatan
kompleks yang mampu mengikat kelompok hidroksil, karboksil, sulfhidril, dan
asam amino. Pengikatan tersebut terjadi karena keberadaan glikoprotein yang
menjadi komposisi utama penyusun lendir pada insang (Nur et al., 2015). Cr(VI)
merupakan oksidator kuat dan mampu bergerak menembus dinding membran
biologis. Kromium bervalensi 6 atau Cr(VI) dalam sel dapat berikatan dengan
protein intrasel dan berinteraksi dengan asam nukleat. Cr(VI) juga dapat merusak
molekul protein dan ikatan silang pada molekul DNA. Cr(III) bila bertemu oksidator
yang sesuai (misalnya MnO2) dapat terokisidasi menjadi Cr(VI) yang sangat toksik
(Triatmojo et al., 2001).
12
2.3 Salinitas
Salinitas merupakan tingkat kadar garam yang terlarut dalam air laut
(Kusumaningtyas et al., 2014). Tinggi rendahnya nilai salinitas pada perairan
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah curah hujan, masukan air
dari sungai dan penguapan yang terjadi pada perairan (Katili, 2011). Salinitas
merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan bagi biota perairan
baik ikan maupun udang. Udang vannamei sendiri dapat hidup dengan optimum
pada salinitas 15 – 25 ppt bahkan, pada perairan dengan salinitas 5 ppt masih
dapat tumbuh dengan baik. Udang vannamei dapat hidup dengan kisaran salinitas
0,5-40 ppt dan dapat bertahan hidup dan tumbuh kembang dengan baik pada
kisaran salinitas 33-40 ppt (Ambarsari, 2013). Salinitas pada organisme perairan
khususnya udang vannamei berperan dalam pengaturan osmoregulasi (Suwoyo
dan Mangampa, 2010).
Kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air laut.
Menunjukkan adanya akumulasi logam berat dalam sedimen yang dimungkinkan
karena logam berat dalam air mengalami proses pengenceran dengan adanya
pengaruh pola arus pasang surut. Rendahnya kadar logam berat dalam air laut,
bukan berarti bahan cemaran yang mengandung logam berat tersebut tidak
berdampak negatif terhadap perairan, tetapi lebih disebabkan oleh kemampuan
perairan tersebut untuk mengencerkan bahan cemaran yang cukup tinggi. Baku
mutu logam berat di dalam lumpur atau sedimen di Indonesia belum ditetapkan,
padahal senyawa-senyawa logam berat lebih banyak terakumulasi dalam sedimen
(karena proses pengendapan) yang terdapat kehidupan biota dasar. Biota dasar
seperti udang vannamei merupakan biota yang resisten terhadap perubahan
kualitas lingkungan (tercemar oleh logam berat) sehingga dapat dijadikan sebagai
indikator pencemaran. (Rochyatun et al., 2006).
13
2.4 Mortalitas
Mortalitas adalah presentasi dari jumlah ikan atau udang yang mati dari
populasi (Monalisa dan Minggawati, 2010). Kriteria udang vanamei mengalami
kematian adalah tidak lagi adanya pergerakan hewan terhadap sentuhan ataupun
rangsangan (Swastika et al., 1992 dalam Yudiati et al., 2009). Larva pada ikan
ataupun udang sangat rentan mengalami kematian karena pada waktu ini daya
tahan tubuh ikan masih lemah. Meskipun kondisi kualitas perairan relatif normal
dan pakan mencukupi namun tingkat mortalitas larva ikan masih tinggi (Kelabora,
2010). Perhitungan mortalitas udang vannamei menurut (Dani et al., 2005) adalah
sebagai berikut:
Mortalitas = ∑ 𝑢𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑙𝑖𝑡𝑖𝑎𝑛
∑ 𝑢𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑙𝑖𝑡𝑖𝑎𝑛 x 100%
Uji toksisitas mortalitas bisa saja terjadi meskipun dalam kondisi kontrol.
Supaya hewan uji tidak mengalami kematian maka hal-hal yang mendukung
kehidupan dan kematian hewan uji harus diperhatikan seperti kualitas air. Kondisi
yang layak bagi kehidupan udang menjadikan kematian hewan uji sepenuhnya
karena efektifitas bahan toksik yang diberikan sehingga data yang didapatkan
akurat (Supriyono, 2005).
2.5 Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan spesies introduksi
yang dibudidayakan di Indonesia. Udang vannamei berasal dari perairan Amerika
Tengah dan mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Komoditas udang
vannamei sampai saat ini sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dan telah
berhasil dikembangkan oleh para pembudidaya vannamei. Pemerintah
mendukung kegiatan tersebut dengan adanya regulasi dan program kerja
14
pemerintah terkait dengan didirikannya hatchery (balai benih) udang di berbagai
daerah untuk memenuh permintaan pasar. Pembuatan hatchery dapat membantu
kebutuhan para petani tambak karena ketersediaan benur dari alam sangat
terbatas (Yustianti et al., 2013). Luas tambak udang windu air payau dengan luas
140,000 ha (40 % dari luas tambak air payau) dialihkan ke udang vannamei
dengan target 600-1500kg/ ha/ tahun, dan tambak intensif udang windu dengan
luas 8,000 ha dialihkan ke udang vannamei dengan target 20 – 30 ton / ha / tahun
(Statistik Kelautandan Perikanan, 2010 dalam Andriyanto et al., 2013).
Wyban & Sweeney (1991) dalam Manoppa (2011), klasifikasi udang
vannamei adalah sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Crustacea
Class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Sub genus : Litopenaeus
Species : Litopenaeus vannamei
Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan jenis udang yang
mempunyai toleransi cukup tinggi terhadap fluktuasi kualitas air, terutama di
musim kemarau (Budiardi et al., 2005). Habitat asli udang vanamei adalah dasar
perairan yang cenderung berlumpur pada daerah pantai dengan kedalaman
mencapai 72 m. Penyebarannya meliputi wilayah perairan Pasifik Barat, Teluk
Meksiko, Panama, Peru, dan Ekuador. Udang vanamei memijah pada perairan
bersalinitas tinggi, larvanya yang bersifat planktonik, terbawa arus ke wilayah
Gambar 1. Udang Vannamei (Hudi dan Shahab, 2005)
15
perairan estuaria atau teluk yang terlindung dengan subtrat lumpur (Utojo dan
Tangko, 2008).
Siklus hidup udang vannamei setelah telur mengalami fertilisasi dan terlepas
tubuh induknya yaitu stadia nauplius, zoea, mysis dan post larva. Stadia nauplius
terjadi selama 46-50 jam dengan ukuran larva 0,32 – 0,58 mm. Stadia zoea terjadi
selama 4 hari dengan ukuran larva zoea 1,05 – 3,30 mm. Tahap zoea udang
mengalami moulting sebanyak 3 kali yaitu pada stadia zoea 1, zoea 2,dan zoea 3.
Stadia mysis berlangssung selama 4-5 hari, bentuk udang mirip dengan udang
dewasa dan bersifat planktonis. Stadia post larva udang sudah seperti udang
dewasa, bersifat bentik dengan pakan yang disenangi berupa zooplankton (Wyben
dan Sweeney, 1991 dalam Manoppa, 2011).
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan hewan yang aktif
pada kondisi gelap (nokturnal). Udang jenis ini dapat hidup pada kisaran salinitas
yang lebar (euryhaline), suka memangsa sesama jenis (kanibal), tipe pemakan
lambat (continous feeder), dan mencari makan lewat organ sensor
(hemoreceptor). Udang vannamei juga mengalami fase yang dinamakan moulting
seperti pada jenis udang yang lain. Moulting merupakan cara udang tumbuh
dengan berganti kulit. Udang vannamei dewasa mengalami moulting pada 7 - 20
hari sekali ditandai dengan menurunnya nafsu makan 1-2 hari sebelum moulting
dan berhenti total pada saat akan moulting. Moulting biasanya terjadi pada malam
hari ditandai dengan udang sering muncul ke permukaan air sambil meloncat-
loncat untuk melepaskan kulit luarnya. Setelah proses moulting selesai, udang
tampak lemas dan berbaring di dasar perairan selama 3 – 4 jam (Darmawan,
2008).
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) memiliki ciri-ciri spesifik yang
berbeda dengan udang putih lainnya. Penampakan luarnya bewarna putih
transparan disertai warna agak kebiruan akibat dominannya kromofor warna biru
16
yang terkonsentrasi di dekat telson dan uropoda. Kromofor merupakan bagian dari
pigmen yang paling sensitif terhadap rangsangan cahaya. Litopenaeus vannamei
termasuk dalam famili Penaeidae dan berbeda dengan anggota decapoda yang
lain, dimana anggota famili ini menetaskan telurnya di luar tubuh, yang
sebelumnya dikeluarkan oleh si betina dan udang ini juga memiliki tanduk
(rostrum). Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) juga termasuk anggota genus
Penaeus. Ditandai dengan adanya gigi pada bagian atas dan bawah rostrum juga
ditandai dengan hilangnya bulu cambuk (setae) pada tubuhnya. Lebih jauh lagi
udang penaeid dapat dibedakan dengan jenis lainnya dari bentuk dan jumlah gigi
pada rostrumnya. Litopenaeus vannamei memiliki 2 gigi pada tepi rostrum bagian
ventral dan 8-9 gigi pada tepi rostrum bagian dorsal (Sutrisno et al., 2010).
2.6 Uji Pendahuluan (Nilai Kisaran)
Penelitian pendahuluan atau uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan
konsentrasi ambang atas (LC100-96 jam ) dan konsentrasi ambang bawah (LC0- 96
jam). Konsentrasi bahan uji yang digunakan dalam penelitian pendahuluan
berdasarkan deret logaritmik, yaitu: 10-2, 10-1, 100, 101, 102 dan control 0 ppm. Tiap
perlakuan diulang tiga kali dengan pengamatan mortalitas dilakukan dalam selang
waktu berdasar deret geometris yaitu 15 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 4 jam, 8
jam, 16 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam (Hendri et al., 2010).
Uji untuk mencari nilai kisaran dilakukan untuk menentukan kadar ambang
atas (konsentrasi yang menyebabkan kematian hewan uji relatif lebih dari 95%
dalam waktu dedah tertentu) dan ambang bawah (konsentrasi yang menyebabkan
kelangsungan hidup hewan uji relatif lebih dari 95% dalam waktu dedah tertentu),
dengan hewan uji post larva udang vannamei. Uji Toksisitas akut bertujuan untuk
mengetahui kemampuan logam berat kromium (Cr) dalam mematikan hewan uji
udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Toksisitas bahan uji dinyatakan dalam
17
Median Lethal Concentration (LC50), yaitu kadar bahan uji yang mematikan 50%
hewan uji selama waktu dedah tertentu (Supriyono et al., 2008).
Uji penentuan kisaran bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi ambang
atas (LC100-96jam) dan konsentrasi ambang bawah (LC0-96jam) pada hewan uji
udang vannamei. Uji definitif (uji toksisitas) bertujuan untuk menentukan nilai LC50-
96jam dengan menggunakan deret konsentrasi yang besarnya berada dikisaran
ambang atas dan ambang bawah (Fahrizki et al., 2015). Konsentrasi ambang atas
merupakan konsentrasi terendah, yang menyebabkan seluruh biota uji mati dalam
24 jam. Sementara itu, konsentrasi ambang bawah, merupakan konsentrasi
tertinggi, yang membuat seluruh biota uji hidup selama 24 jam (Effendi et al.,
2012).
2.7 Uji toksisitas
Uji toksisitas dilakukan untuk mengevaluasi konsentrasi bahan kimia dan
durasi pemaparan yang dibutuhkan agar dihasilkan kriteria efek. Efek dari suatu
bahan kimia bisa jadi tidak signifikan dimana organisme perairan dapat melakukan
seluruh aktivitasnya secara normal, dan hanya dengan keberadaan stress
lingkungan (contoh : perubahan dalam pH, DO, dan suhu) bahan kimia tersebut
menimbulkan dampak buruk yang terdeteksi dengan baik. Efek buruk juga dapat
ditimbulkan oleh terjadinya interaksi antara bahan kimia minoritas (yang tidak
terdeteksi pada awal uji) dengan bahan kimia utama yang diuji, walaupun tanpa
kehadiran stress lingkungan. Uji toksisitas dilakukan untuk mengukur tingkatan
respons yang dihasilkan oleh level spesifik dari suatu stimulus (konsentrasi bahan
uji kimia) (Tahir, 2012).
Penelitian toksisitas sangat penting untuk mengetahui ambang batas
toksisitas dan konsentrasi aman, sehingga akan ada kerugian minimum untuk
biota air kedepannya. Penelitian tentang toksisitas logam berat kromium dengan
18
hewan uji dilakukan dengan metode bioassay. Metode tersebut merupakan salah
satu metode paling umum digunakan dalam studi lingkungan akuatik dengan
organisme yang sesuai. Penggunaan ikan ataupun udang sebagai bioassay
dikarenakan ikan dan udang dapat beradaptasi terhadap kondisi laboratorium
serta ketersediaan mereka melimpah dan tingkat bervariasi kepekaan terhadap
zat beracun (Damayanty dan Abdulgani, 2013).
Uji toksisitas bertujuan untuk mengetahui nilai LC50-96 jam udang vannamei
yang terpapar logam berat kromium pada salinitas yag berbeda. Konsentrasi yang
digunakan pada uji toksisitas letal merupakan hasil dari perhitungan logaritma
pada uji pendahuluan. Nilai n, yaitu nilai untuk konsentrasi ambang bawah, nilai N,
yaitu konsentrasi ambang atas. Nilai a, b, c diperoleh dari uji pendahuluan yang
telah dilakukan. Sehingga diperoleh konsentrasi untuk uji toksisitas letal (Tyas et
al., 2016).
2.8 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian LC50-96 jam diperoleh
dengan menggunakan analisa probit dan untuk menentukan hubungan mortalitas
udang vannamei dengan nilai konsentrasi logam berat kromium dan salinitas yang
berbeda menggunakan uji anova. Penggunaan analisa probit dimaksudkan untuk
menyederhanakan perhitungan, dimana nilai persentase kematian diubah dalam
nilai probit (probit = probability-peluang) dengan menggunakan tabel transformasi
probit dan konsentrasi/dosis dinyatakan sebagai nilai logaritmanya (Finney, 1971
dalam Sukarsa, 2005). Analisis tersebut merupakan hubungan nilai logaritma
konsentrasi bahan toksik uji dan nilai probit dari persentase mortalitas hewan uji
yang merupakan fungsi linier Y = a + bx. Nilai LC50 diperoleh dari anti log m, di
mana m adalah logaritma konsentrasi bahan toksik pada Y = 5, yaitu nilai Probit
19
50% hewan uji (Rand dan Petrocelli, 1985 dalam Hendri et al., 2010). Secara
matematis maka persamaan regresi LC50 – 96 jam adalah sebagai berikut:
Nilai LC50 =antilog m
𝑚 =5 − 𝑎
𝑏
Nilai a dan b diperoleh berdasarkan persamaan sebagai berikut:
b =∑XY − 1/n(∑X∑Y)
∑𝑋2 − 1/𝑛(∑𝑋)2
𝑎 =1
𝑛(∑𝑌 − 𝑏∑𝑋)
Keterangan:
Y : Nilai Probit Mortalitas
X : Logaritma konsentrasi bahan uji
a : Konstanta
b : Slope/kemiringan
m : Nilai X pada Y = 5
n : Jumlah hewan uji per akuarium
2.9 Kualitas Air
Kualitas air mempunyai peranan penting sebagai pendukung kehidupan dan
pertumbuhan udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Kualitas air mempunyai
dampak yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan udang vannamei.
Rendahnya kualitas air pada media pemeliharaan dapat mengakibatkan
rendahnya tingkat pertumbuhan, sintasan dan frekuensi ganti kulit, serta
peningkatan bakteri yang merugikan bagi udang vannamei (Suwoyo dan
Mangampa, 2010). Kualitas air yang berpengaruh untuk pertumbuhan udang
20
vannamei diantaranya suhu, derajat keasaman (pH), salinitas dan oksigen terlarut
(DO) seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter Kualitas Air
Parameter Satuan Alat
Suhu 0C DO meter
Derajat Keasaman (pH) - pH meter
Oksigen Terlarut (DO) mg/l DO meter
Salinitas Ppt Refraktometer
2.9.1 Suhu
Udang vannamei merupakan spesies yang hidup pada daerah tropis. Pada
iklim tropis kondisi perairan cenderung hangat karena masukan intensitas sinar
matahari. Pengaruh suhu pada biota dapat terjadi melalui kelarutan oksigen dalam
perairan. Meningkatnya suhu atau tingginya suhu dalam perairan akan
menyebabkan semakin rendah daya larut oksigen dalam perairan begitu pula
sebaliknya. Suhu yang tinggi dalam suatu perairan akan berpengaruh terhadap
perkembangan organismenya karena energi yang ada lebih banyak digunakan
untuk mempertahankan hidup. Suhu perairan yang ideal untuk pertumbuhan
udang vannamei berkisar antara 25-30 0C (Suparjo, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya suhu air suatu tambak
diantaranya adalah cahaya matahari dan angin. Cahaya matahari merupakan
salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya pemanasan yang diberikan oleh
matahari pada permukaan atau badan air. Faktor lain yang mempengaruhi adalah
cahaya matahari dan faktor angin juga mempengaruhi perubahan suhu
dipermukaan suatu perairan. Angin selalu memindahkan udara panas dan dingin.
Angin membawa panas ke daerah dingin dan menaikan suhu ke tempat yang
didatangi, demikian sebaliknya (Pasongli et al., 2015).
21
2.9.2 Derajat Keasaman (pH)
Derajat kemasaman (pH) air merupakan kualitas air yang penting untuk
menentukan nilai guna bagi budidaya perikanan. Umumnya batas toleransi ikan
dan jasad makanannya terhadap kemasaman berkisar dari 4,0–11,0. pH dalam
perairan banyak berkaitan juga dengan kesanggupan pelarutan senyawa-
senyawa tertentu. Faktor yang mempengaruhi fluktuasi pH dalam kolom air adalah
kegiatan fotosintesis dan pernafasan yang sedang terjadi. Dejarat keasaman (pH)
pada suatu perairan biasanya rendah pada waktu pagi hari dan mulai meningkat
pertengahan sore hari (Pirzan dan Utojo, 2013). Derajat keasaman yang baik bagi
kegiatan pembenihan dan pemeliharaan larva udang vannamei berkisar 7,8-8,4,
dengan pH optimum 8,0 (Yustianti et al., 2013).
pH air ikut menentukan proses pertumbuhan dan perkembangan organisme
air baik kualitas maupun segi ukuran sebelum di panen. pH berpengaruh langsung
terhadap pertumbuhan udang vanamme. Nilai pH < 6,4 menyebabkan kulit udang
keropos dan lembek dan menyebabkan pertumbuhan harian udang menurun 60%.
Setiap organinisme yang hidup memiliki batas toleransi terhadap kondisi ekstrim.
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) sebagai organisme air toleransi
terhadap tingkat pH yang bervariasi hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya adalah suhu, oksigen terlarut, alkanitas, adanya anion dan kation,
serta jenis dan stadium organisme (Pasongli et al., 2015).
2.9.3 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut dalam suatu perairan juga merupakan suatu faktor penting
bagi organime air karena memiliki fungsi sebagai sumber utama dalam proses
respirasi atau pernapasan. Kandungan oksigen terlarut di tambak dipengaruhi oleh
difusi langsung dari udara, proses asimilasi tumbuh-tumbuhan hijau, aliran-aliran
air yang masuk dan juga karena air hujan. Tingkat oksigen terlarut pada perairan
22
laut sangat dipengaruhi oleh suhu, salinitas dan ketinggian air dari permukaan laut
(dpl). Salinitas, suhu dan ketinggian diatas permukaan laut meningkat maka
oksigen terlarut akan menurun. Faktor biologi yang mempengaruhi jumlah oksigen
terlarut di dalam air adalah fotosintesi dan respirasi (Pasongli et al., 2014).
Budiardi et al (2005), dalam wadah yang sempit kadar oksigen terlarut juga
akan berkurang karena pada wadah yang tertutup dan terbatas, tekanan oksigen
secara terus menerus menurun sebagai akibat dari pengambilan oksigen yang
terus menerus oleh udang. Tingkat konsumsi oksigen terlarut dalam wadah juga
dipengaruhi oleh udang vanamei (Litopenaeus vannamei) sendiri. Faktor lain yang
menyebabkan penurunan kadar oksigen dalam wadah sempit adalah bobot udang.
Semakin tinggi bobot udang maka semakin rendah kebutuhan oksigen yang
dibutuhkan begitu pula sebaliknya. Konsentrasi (oksigen terlarut) minimal yang
dibutuhkan spesies uji agar dapat bertahan hidup selama 24 jam adalah sebesar
0,75–2,5 mg/L dan kebanyakan spesies laut akan mati jika kadar DO di bawah
1,25 mg/L selama beberapa jam.
23
3. MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
Penelitian tentang “Uji Toksisitas Akut (LC50-96jam) Logam Berat Kromium
(Cr) pada Salinitas yang Berbeda terhadap Mortalitas Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) PL-25 pada Bak-bak Percobaan” dilakukan di
Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan di Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pengembangan Budidaya Air Payau (PBAP) Bangil. Penelitian dilaksanakan pada
bulan maret - april 2017. Benur udang vannamei (Litopenaeus vannamei) PL-25
yang digunakan sebagai hewan uji diperoleh dari Hatchery di UPT. PBAP Bangil.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan terdiri dari 24 buah bak berdiameter 50 cm, penampung air
(tandon), blower, selang, timbangan analitik, spatula, labu takar 1000 ml, washing
bottle, beaker glass 1000 ml, mikropipet skala 100-1000 µL, cuvet, rak cuvet, DO
meter, pH pen, refrakto meter. Adapun alat dan bahan dalam penelitian dapat
dilihat pada lampiran 1. Media uji yang digunakan adalah air laut dengan
kandungan logam berat kromium (Cr) pada berbagai konsentrasi dan salinitas 5
ppt, 15 ppt dan 25 ppt. Air laut yang digunakan berasal dari laut yang berada di
kawasan Probolinggo. Media air yang digunakan untuk hewan uji selama
aklimatisasi adalah air laut yang telah diaerasi selama 24 jam.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah benur Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) pada masa post larva 25 hari (PL- 25). Hewan uji yang
digunakan berjumlah 10 ekor pada setiap wadah uji. Pemilihan hewan uji pada
tahap larva (benur) tersebut didasarkan karena pada tahap post larva (PL-25)
hidup udang vannamei lebih sensitif terhadap masukan bahan toksik seperti logam
24
berat kromium (Cr) yang berasal dari luar perairan atau sengaja diberikan dan
pada fase ini udang dapat dengan mudah dilihat dan diamati.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dan
menggunakan analisis probit. Salso dan Maclin (2002) dalam Ulfiatin (2004),
penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang di dalamnya ditemukan
minimal satu variabel yang dimanipulasi untuk mempelajari hubungan sebab-
akibat. Tujuan dari penelitian eksperimen ini adalah untuk menyelidiki ada tidaknya
hubungan sebab-akibat serta berapa besar hubungan sebab-akibat tersebut
dengan cara memberikan perlakuan letal atau kematian hewan uji. Dalam metode
eksperimen, observasi dilaksanakan dibawah kondisi buatan (artifisial condition),
yang dibuat dan diatur oleh peneliti (Nazir, 2002 dalam Kusriani et al., 2012).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui uji toksisitas akut logam berat kromium
(Cr) terhadap mortalitas Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) pada salinitas
5, 15 dan 25 ppt.
Bak percobaan yang digunakan dalam penelitian ini berkapasitas 5 liter.
Perlakuan dilakukan dengan penambahan logam berat Kromium (Cr) dengan
beberapa dosis dan kontrol. Satu wadah bak perlakuan diberi 10 ekor Udang
vannamei (Litopenaeus vannamei). Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu uji
pendahuluan dan uji sesungguhnya. Masing-masing uji dilakukan selama 96 jam.
Penelitian menggunakan perlakuan konsentrasi (a) yang berbeda sebanyak 3
perlakuan, perlakuan salinitas (b) yang berbeda sebanyak 3 perlakuan tidak
termasuk kontrol dan ulangan perlakuan (n) sebanyak 3 kali ulangan.
Pengambilan data Skripsi ini dilakukan dengan mengambil dua macam data yaitu
data primer dan data sekunder.
25
3.3.1 Data Primer
Data primer adalah data asli yang dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab
masalah risetnya secara khusus. Data ini tidak tersedia karena memang belum
ada riset sejenis yang pernah dilakukan atau hasil riset yang sejenis kadaluarsa.
Peneliti perlu melakukan pengumpulan atau pengadaan data sendiri karena tidak
bisa mengandalkan data dari sumber lain. Riset pemasaran, data primer diperoleh
secara langsung dari sumbernya, sehingga peneliti merupakan “tangan pertama”
yang memperoleh data tersebut (Istijanto, 2005). Data primer yang dibutuhkan
dalam penelitian ini adalah data kematian Udang vannamei (Litopenaeus
vannamei) yang diamati selama 96 jam serta data parameter kualitas air berupa
suhu, pH, dan Kadar Oksigen (DO).
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang sudah ada. Data tersebut sudah cukup
dikumpulkan sebelumnya untuk tujuan-tujuan yang tidak mendesak. Keuntungan
data sekunder ialah tersedia, ekonomis dan cepat didapat. Kelemahan data
sekunder ialah tidak dapat menjawab secara keseluruhan masalah yang sedang
diteliti. Kelemahan lainnya ialah kurangnya akurasi karena data sekunder
dikumpulkan oleh orang lain untuk tujuan tertentu dengan menggunakan metode
yang tidak diketahui (Soegoto, 2008). Data sekunder dalam penelitian ini
didapatkan dari jurnal, majalah, internet, buku-buku serta instansi pemerintahan
yang terkait guna menunjang keberhasilan penelitian ini.
3.4 Tahapan Penelitian
Bioassay mengacu pada US-EPA (1991, 1996, 2002). Penelitian terdiri dari
beberapa tahapan yaitu tahap aklimatisasi, uji pendahuluan, dan uji toksisitas.
Aklimatisasi meliputi pengamatan persentase kematian hewan uji dan pengukuran
parameter kualitas air. Parameter kualitas air yang dianalisis meliputi oksigen
26
terlarut (DO), pH, salinitas dan suhu. Uji pendahuluan mencakup penentuan
konsentrasi yang digunakan pada uji toksisitas berdasarkan tingkat kematian
hewan uji selama 24 jam (Subijakto, 2005).
Peralatan terdiri dari 36 buah bak berdiameter 50 cm, penampung air
(tandon), pemanas air (water heater), blower, selang, timbangan analitik, spatula,
labu takar 1000 ml, washing bottle, beaker glass 1000 ml, mikropipet skala 100-
1000 µL, cuvet, rak cuvet, DO meter, pH pen, refrakto meter. Media uji yang
digunakan adalah air laut dengan kandungan logam berat kromium (Cr) pada
berbagai konsentrasi dan tiga kadar salinitas. Air laut yang digunakan berasal dari
laut yang berada di kawasan Probolinggo. Media air yang digunakan untuk hewan
uji selama aklimatisasi adalah air laut yang telah di treatmen dan diaerasi selama
24 jam.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah benur udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) pada masa post larva (PL) 25. Hewan uji yang digunakan
berjumlah 120 ekor pada satu kali ulangan, hewan yang digunakan mempunyai
ukuran hampir sama dan pada setiap bak perlakuan terdiri dari 10 ekar udang.
Pemilihan hewan uji pada tahap larva (benur) tersebut didasarkan karena pada
tahap awal hidupnya hewan lebih sensitif terhadap masukan bahan toksik yang
berasal dari luar perairan. Kegiatan pada uji toksisitas dibagi menjadi 3 tahap yaitu
aklimatisasi, uji pendahuluan dan uji utama.
3.4.1 Aklimatisasi Hewan Uji
Aklimatisasi adalah suatu proses penyesuaian kondisi lingkungan daerah
asal dengan kondisi lingkungan baru (Hendri et al., 2010). Tahap awal sebelum
dilakukan pengujian, hewan uji terlebih dahulu diaklimatisasi selama empat hari.
Tujuan dari aklimatisasi supaya hewan uji dapat beradaptasi terhadap kondisi
lingkungan yang berbeda dengan kondisi asal dan untuk menghindari infeksi
27
parasit dan bakteri pada hewan uji. Hewan uji sejumlah 5.000 ekor diaklimatisasi
pada akuarium fiber berdiameter 100 cm dengan tinggi 150 cm. Proses
aklimatisasi adalah suatu proses yang penting karena untuk menentukan sehat
atau tidaknya hewan uji maka, kematian hewan uji tidak boleh lebih dari 10%
(Franson, 1995).
Aklimatisasi dilakukan di dalam akuarium berisi air laut yang diaerasi secara
terus menerus. Selama tahap aklimatisasi, hewan uji diberi makan setiap pagi dan
sore hari. Makanan yang diberikan ialah pakan alami dan pakan buatan. Pakan
alami yaitu artemia yang dikultur dan pakan buatan ialah pelet halus (Starter).
Setelah tahap aklimatisasi selesai, kemudian dipilih hewan uji yang berukuran
relatif sama dan sehat untuk dijadikan hewan uji pada penelitian.
3.4.2 Pembuatan Toksitan
Toksikan yang digunakan untuk uji pendahuluan dan uji toksisitas berupa
larutan kromium (Cr) pada berbagai konsentrasi. Pembuatan larutan standar Cr
dengan cara melarutkan 3,04 gram CrCl3 dengan aquades, kemudian
memasukkan ke dalam labu takar 1000 mL lalu diencerkan hingga tanda batas.
Konsentrasi larutan standar Cr yang dihasilkan yaitu sebesar 1.000 ppm dengan
asumsi bahwa pelarutan bersifat homogen. Langkah selanjutnya adalah dilakukan
pengenceran larutan dengan volume tertentu pada uji pendahuluan dan uji
toksisitas.
3.4.3 Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan selang konsentrasi
kontaminan yang akan digunakan sebagai kontaminan pada uji utama. Hewan uji
yang digunakan pada uji pendahuluan berjumlah 10 ekor pada masing-masing bak
berdiameter 50 cm. Pembuatan uji pendahuluan dilakukan bertujuan untuk
menententukan konsentrasi ambang atas (N) dan konsentrasi ambang bawah (n).
28
Konsentrasi ambang atas (N) adalah konsentrasi terendah dari toksikan yang
menyebabkan seluruh hewan uji mati pada pemaparan waktu 96 jam, sedangkan
konsentrasi ambang bawah (n) adalah konsentrasi tertinggi dari toksikan yang
tidak menyebabkan kematian pada hewan uji pada pemaparan waktu 96 jam.
Menurut Finney (1971) dalam Tyas et al. (2016), penentuan selang kepercayaan
dari konsentrasi tertinggi dan konsentrasi terendah dapat ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut:
Log N/n = k log a/n (1)
a/n = b/a = N/c (2)
Keterangan
N : Konsentrasi tertinggi
n : Konsentrasi terendah
k : Jumlah konsentrasi yang diuji
a, b dan c : Konsentrasi antara konsentrasi terendah dan konsentrasi tertinggi,
a adalah konsentrasi terkecil
Tahapan yang dilakukan setelah uji pendahuluan adalah menentukan
konsentrasi tertinggi dan terendah untuk kontaminasi. Selang konsentrasi untuk
kontaminasi (k=3) ditentukan dengan menggunakan persamaan yang di atas.
Berdasarkan hasil uji pendahuluan yang dilakukan kemudian ditentukan
konsentrasi tertinggi dan terendah untuk kontaminasi. Prosedur yang dilakukan
saat uji pendahuluan adalah sebagai berikut:
1) Menyiapkan bak percobaan sebanyak 18 bak.
2) Membuat larutan logam berat Cr dengan 5 konsentrasi berbeda (0.01, 0.1, 1, 10, 100),
lalu melarutkan dalam 3 salinitas yang berbeda dan menyiapkan satu bak tanpa
perlakuan kadmium sebagai kontrol.
3) Memasukkan hewan uji yaitu udang vannamei PL-25 sebanyak 10 ekor pada tiap
perlakuan.
29
4) Memberi aerasi selama uji pendahuluan berlangsung.
5) Mengamati setiap 6 jam sekali selama 96 jam untuk mengetahui mortalitasnya.
6) Mencatat hasil pengamatan mortalitas udang vannamei pada masing-masing
konsentrasi pada Field Sheet yang telah dibuat. Hasil pencatatan digunakan untuk
penentuan konsentrasi pada uji sesungguhnya sesuai dengan Skala Rand pada
Lampiran 7. Udang yang mati pada waktu pengamatan segera dicatat dan dikeluarkan
dari akuarium.
7) Mengamati hewan uji pada tiap kosentrasi dan menghitung secara kumulatif setiap 6
jam selama 96 jam.
8) Menghitung persentase mortalitas hewan uji dari jumlah kematian dibagi dengan total
hewan uji pada tiap konsentrasi perlakuan.
3.4.4 Pelaksanaan Percobaan
Percobaan yang dilakukan adalah short term bioassay dengan
menggunakan tipe statik tes. Konsentrasi yang digunakan terdiri dari tiga
perlakuan konsentrasi kontaminan pada tiga perlakuan salinitas dan satu
perlakuan sebagai kontrol dengan ulangan sebanyak tiga kali. Konsentrasi
kontaminan yang digunakan pada percobaan utama berasal dari hasil percobaan
pendahuluan.
A. Kontaminasi Hewan Uji
Setelah benur udang diaklimatisasi, dipilih benur udang yang sehat dan berukuran
seragam. Benur udang dimasukan ke dalam bak yang terlebih dahulu dimasukan
kontaminan dengan konsentrasi tertentu. Pada masing-masing bak berdiameter 50 cm
dimasukan benur udang sejumlah 10 ekor. Banyaknya bak untuk kontaminasi pada uji
pendahuluan adalah enam buah dan satu bak yang tidak mendapatkan perlakuan sebagai
bak kontrol, sedangkan pada uji sesungguhnya menggunakan 12 bak untuk sekali ulangan
dan dilakukan selama 3 kali ulangan. Selama kontaminasi benur udang tidak diberi makan
dan waktu kontaminasi dilakukan selama 96 jam dan diberi aerasi untuk menstabilkan
30
kadar oksigen terlarut. Prosedur yang dilakukan pada uji sesungguhnya adalah sebagai
berikut:
1) Menentukan variasi kadar uji selanjutnya dengan menggunakan tabel skala Rand
sesuai dengan hasil uji pendahuluan, dimana memilih 3 konsentrasi dalam 3 salinitas
berbeda dan 1 kontrol dengan ulangan sebanyak tiga kali. Penentuan konsentrasi
pada uji sesungguhnya ditentukan dari skala tabel Rand.
2) Mempersiapkan media dengan konsentrasi sesuai dengan perhitungan dari rentang
nilai pada uji pendahuluan sebanyak 4 konsentrasi termasuk control dalam 3 salinitas
berbeda dengan pengulangan perlakuan sebanyak tiga kali.
3) Memberi aerasi media terlebih dahulu selama 5-10 menit sebelum memasukkan
udang vaname ke dalam media percobaan.
4) Memasukkan udang vaname PL-25 ke dalam media sebanyak 10 ekor tiap bak,
memberi aerasi selama perlakuan 96 jam tanpa memberi makan.
5) Membuat larutan logam berat kromium dengan 3 konsentrasi berbeda, lalu
melarutkan dalam dua salinitas yang berbeda.
6) Memberi aerasi selama pengujian toksisitas akut (LC50-96jam) berlangsung.
7) Mencatat hasil pengamatan pada Field Sheet. Adapun parameter yang diamati antara
lain:
a. Mencatat jumlah benih udang vaname PL-25 yang mati pada pemaparan waktu
0, 3, 6, 12, 24, 48, 72 dan 96 jam.
b. Mengukur kualitas air meliputi suhu, pH dan oksigen terlarut (DO) pada setiap
bak pada pemaparan waktu 0, 3, 6, 12, 24, 48, 72 dan 96 jam.
c. Menentukan (LC50-96jam) dengan menggunakan analisis probit
B. Pengamatan tingkah laku dan kelangsungan hidup hewan uji
Pengamatan tingkah laku dilakukan berdasarkan geometrik seri yaitu pada
pemaparan waktu 0, 3, 6, 12, 24, 48, 72 dan 96 jam (Franson, 1995). Pengamatan
kelangsungan hidup organisme uji dilakukan pada pemaparan waktu 24, 48, 72
dan 96 jam. Pengamatan dilakukan untuk melihat tingkah laku hewan uji setelah
31
kontaminasi dan untuk mengetahui seberapa besar tingkat mortalitas pada
organisme uji pada pemaparan waktu tertentu.
C. Pengukuran parameter kualitas air
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada pemaparan waktu 24, 48,
72 dan 96 jam. Parameter kualitas air yang diukur adalah beberapa parameter
penunjang yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup benur udang seperti
salinitas, suhu, pH dan oksigen terlarut (DO). Prosedur pengukuran kualitas air
dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.5 Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif. Data yang diperoleh dari pengambilan sampel dicatat dan
dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL) faktorial dengan software Microsoft Excel 2013.
Dalam penelitian ini digunakan percobaan yaitu rancangan acak lengkap,
yang terdiri dari 3 perlakuan, 1 kontrol dan 3 ulangan, sehingga terdapat 36 bak
percobaan dengan jumlah hewan uji (n=360 ekor) dan kemudian tiap bak terisi
(n=10 ekor) udang vannamei (Litopeneus vannamei). Dalam penelitian ini
dilakukan uji pendahuluan dalam menentukan konsentrasi yang digunakan.
Konsentrasi yang digunakan dalam uji pendahuluan yaitu 100 ppm, 10 ppm, 1
ppm, 0,1 ppm dan 0,01 ppm. Desain penelitian disajikan pada Gambar 2.
32
Gambar 2. Letak Wadah Uji
3.6 Analisa Probit
Data diperoleh dari hasil pengamatan dan perhitungan terhadap mortalitas
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) pada masing-masing konsentrasi.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis probit, yaitu dengan
melakukan pengujian hubungan antara berbagai konsentrasi logam berat
Kromium (Cr) terhadap mortalitas organisme uji Udang vannamei (Litopenaeus
vannamei). Untuk menentukan analisis probit ini dapat dihitung melalui data
statistik Microsoft Excel. Analisis probit yang digunakan dalam perhitungan hasil
penelitian ini adalah menggunakan data statistik dengan Microsoft Excel.
33
Menurut Wardlaw (1995) dalam Romziyah (2013), langkah-langkah
melakukan Analisis Probit untuk memperoleh nilai LC50 adalah sebagai berikut:
1. Membuat Tabel probit
2. Memasukkan nilai konsentrasi perlakuan (ppm)
3. Memasukkan nilai log 10 konsentrasi perlakuan
4. Memasukkan jumlah sampel atau organisme uji yang digunakan
5. Memasukkan jumlah kematian hewan uji pada setiap konsentrasi perlakuan
6. Mempersentase jumlah kematian (Mobs)
7. Menghitung nilai koreksi kematian dengan menggunakan rumus Abbot’s:
Koreksi kematian (%) = Mcoat
McontMobs
100
8. Mentransformasi nilai koreksi kematian ke dalam tabel transformasi probit,
namun hanya tiga konsentrasi terbawah yang digunakan dalam penentuan
LC50
9. Membuat grafik regresi untuk mendapatkan nilai LC50, sumbu Y merupakan
nilai transformasi probit, sedangkan sumbu X nilai log 10 konsentrasi
perlakuan. Selanjutnya dari grafik tersebut ditentukan rumus regresi yaitu ;
y=a+bx. Nilai antilog x merupakan nilai LC50.
3.7 Analysis of Varians (ANOVA)
Analisis ragam (Analysis of Varians, ANOVA) merupakan suatu metode
untuk menguraikan keragaman total menjadi komponen-komponen yang
mengukur sumber keragaman, dengan asumsi bahwa contoh acak yang dipilih
berasal dari populasi normal dengan ragam yang sam. ANOVA digunakan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan atau tidak dari beberpa
nilai rata-rata yang diselidiki, yang pada akhirnya diperoleh suatu keyakinan:
menerima hipotesis nol atau menerima hipotesis alternatifnya (Wibisono, 2005)
34
Pengujian ada tidaknya perbedaan nilai rata-rata sampel, perlu dilakukan
untuk menguji validitas hipotesis nol dengan memanfaatkan seluruh data yang
ada.
H0 : µ1 = µ2 = … = µr yang menyatakan bahwa beberapa nilai rata-rata sampel
memiliki parameter populasi yang sama. Bila asumsi ini dipenuhi, maka rata-rata
populasi untuk berbagai macam sampel berasal dari satu macam populasi atau
populasi yang sama.
H1 : µ1 ≠ µ2 ≠ … ≠ µr yang menyatakan bahwa setidaknya ada nilai rata-rata
sampel yang diperoleh dari populasi tertentu memiliki rata-rata yang berbeda untuk
suatu i ≠ j. Dengan demikian menurut hipotesis alternatifnya, perbedaan sampel
sangat signifikan.
Bila perbedaan kedua varians (varians antar kelompok dan varians dalam
sampel) sangat kecil atau mendekati satu, kemungkinan hipotesis nol dapat
diterima. Sebaliknya bila nilai F terlalu besar, kecenderungan hipotesis nol akan
ditolak sehingga ada kemungkinan µ1 ≠ µ2 ≠ … ≠ µr berarti sampel acak yang
dipilih bukan berasal dari populasi yang sama sehingga kemungkinan besar
hipotesis alternatifnya yang diterima.
35
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Toksisitas Logam Berat Kromium (Cr) Terhadap Udang Vannamei
4.1.1 Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui nilai
ambang atas dan nilai ambang bawah (Aprillia et al., 2012). Hasil uji pendahuluan
toksisitas akut logam berat kromium (Cr) pada salinitas 5, 15 dan 25 ppt terhadap
mortalitas udang vannamei (Litopenaeus vannamei) selama 96 jam dapat dilihat
pada Tabel 2 dan grafik mortalitas udang vannamei pada Gambar 3. Uji
pendahuluan dilakukan untuk mengetahui pengaruh logam berat kromium (Cr)
terhadap mortalitas udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Uji ini dilakukan
berdasarkan deret logaritmik menggunakan 5 konsentrasi dengan 1 kontrol,
diantara dosisinya adalah 0,01 ppm, 0,1 ppm, 1 ppm, 10 ppm dan 100 ppm.
Konsentrasi logam berat tersebut dimasukkan pada media air bersalinitas 5 ppt,
15 ppt dan 25 ppt dengan volume sebanyak 5 l. Hasil ini kemudian digunakan
untuk menentukan nilai kisaran konsentrasi pada penelitian inti/sesungguhnya.
Hasil uji pendahuluan menunjukan bahwa nilai ambang atas sebesar 100 ppm dan
nilai ambang bawah sebesar 10 ppm. Data lengkap mortalitas udang vannamei
secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 3. Mortalitas Udang Vannamei pada Uji Pendahuluan
36
Tabel 2. Mortalitas Udang Vannamei pada Uji Pendahuluan
Uji Pendahuluan
Salinitas Konsentrasi Mortalitas pada jam ke-
Jumlah Kematian (%) 0 24 48 72 96
5‰
0 ppm 0 0 0 0 0 0 0
0,01 ppm 0 0 0 0 0 0 0
0,1 ppm 0 0 0 0 0 0 0
1 ppm 0 0 0 0 0 0 0
10 ppm 0 0 1 2 1 4 40
100 ppm 0 1 5 3 1 10 100
15‰
0 ppm 0 0 0 0 0 0 0
0,01 ppm 0 0 0 0 0 0 0
0,1 ppm 0 0 0 0 0 0 0
1 ppm 0 0 0 0 0 0 0
10 ppm 0 0 1 1 1 3 30
100 ppm 0 1 3 2 4 10 100
25‰
0 ppm 0 0 0 0 0 0 0
0,01 ppm 0 0 0 0 0 0 0
0,1 ppm 0 0 0 0 0 0 0
1 ppm 0 0 0 0 0 0 0
10 ppm 0 0 0 0 0 0 0
100 ppm 0 0 3 3 4 10 100
Keterangan: * = ambang batas bawah ** = ambang batas atas
Data hasil uji pendahuluan menunjukkan bahwa, mortalitas udang vannamei
pada salinitas 5 ppt dengan konsentrasi logam berat kromium 0,01 – 1 mg/L tidak
ada yang mengalami kematian atau kematian 0%. Udang vannamei pada salinitas
5 ppt mulai mengalami kematian pada konsentrasi logam berat kromium 10 ppm,
yaitu pada jam ke-48, jam ke-72 dan jam ke-96 dengan jumlah mortalitas mencapai
40 %. Udang vannamei dengan salinitas 5 ppt mengalami kematian 100% (semua
hewan uji mati) pada dosis 100 ppm. Mortalitas hewan uji dengan salinitas 15 ppt
pada konsentrasi logam berat kromium 0,01 – 1 mg/L adalah 0% (tidak ada
kematian). Hewan uji mulai mengalami mortalitas pada dosis 10 ppm dijam ke-48,
72 dan jam ke-96, dengan jumlah kematian mencapai 30%. Salinitas 25 ppt udang
37
vannamei tidak mengalami kematian dari kadar 0,01 – 10 ppm, sedangkan pada
kadar logam berat kromium sebesar 100 ppm udang vannamei mengalami 100%
kematian. Kematian udang vannamei pada uji pendahuluan bisa disebabkan oleh
konsentrasi logam berat kromium yang diberikan juga bisa dengan perbedaan
salinitas ataupun keduanya. Salinitas menentukan toksisitas logam berat kromium.
Penurunan salinitas akan meningkatkan toksisitas logam berat kromium (Yudiati,
et al, 2009).
4.1.2 Uji Sesungguhnya
Uji sesungguhnya LC50 logam berat kromium (Cr) pada salinitas yang
berbeda - beda terhadap mortalitas udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
dilakukan dengan menggunakan dosis yang sudah didapat dari uji pendahuluan.
Dosis logam berat uji sesungguhnya perlu dicari nilainya dengan menggunakan
skala logaritma yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Salinitas yang digunakan
dalam uji sesungguhnya yaitu 5 ppt, 15 ppt dan 25 ppt dengan dosis 18 ppm, 32
ppm dan 56 ppm yang diulang sebanyak tiga kali dapat dilihat pada Tabel 3.
Udang vannamei dapat hidup pada kisaran salinitas 0,5 – 40 ppt tetapi, untuk
pertumbuhan yang lebih optimal yaitu pada kisaran salinitas 15 -25 ppt dan setelah
umurnya lebih dari 2 bulan pertumbuhan relatif baik pada kisaran salinitas 5 – 30
ppt (Tahe et al., 2015). Dihabitat aslinya udang vanamei ditemukan pada perairan
dengan kisaran salinitas 0,5 - 40 ppt (Bray at al., 1994 dalam Kaligis, 2010). Data
lengkap pengukuran yang dilakukan berdasarkan deret geometri seri pada
pemaparan waktu 0,3, 6, 12, 48, 72, dan 96 jam sesuai prosedur dapat dilihat pada
Lampiran 5. Grafik total mortalitas udang vannamei dapat dilihat pada Gambar 4.
38
Tabel 3. Mortalitas Udang Vannamei pada Uji Sesungguhnya
Konsentrasi Cr (ppm) Salinitas
(ppt) Mortalitas
(%) LC50-96 jam (ppm)
0
5
0
15,59 18 56,57
32 73,33
56 90
0
15
0
23,67 18 36,67
32 56,67
56 73,33
0
25
0
25,31 18 33,33
32 43,33
56 66,67
Gambar 4. Grafik jumlah mortalitas pada uji sesungguhnya
Berdasarkan data mortalitas udang vannamei post larva (PL 25) pada uji
sesunguhnya menunjukkan bahwa kenaikan salinitas dapat menurunkan tingkat
toksisitas logam berat kromium. Keadaan ini dapat dijelaskan berdasarkan
mortalitas udang vannamei berdasarkan tingkat kematiannya. Salinitas 5 ppt
dengan dosis 18 ppm kromium pada ulangan 1,2 dan 3 udang vannamei
mengalami total kematian sebanyak 5 ekor, 6 ekor dan 6 ekor, sedangkan pada
39
dosis 32 ppm kromium pada ulangan 1,2 dan 3 udang vannamei mengalami total
kematian sebanyak 7 ekor, 7 ekor dan 8 ekor dan dengan dosis 56 ppm kromium
pada ulangan 1, 2 dan 3 udang vannamei mengalami total kematian sebanyak 9
ekor, 8 ekor dan 9 ekor. Kematian total udang vannamei pada salinitas 15 ppt lebih
sedikit dibandingkan dengan salinitas 5 ppt yaitu pada dosis 18 ppm kromium
ulangan 1 sebanyak 4 ekor, ulangan 2 sebanyak 4 ekor dan ulangan 3 sebanyak
3 ekor. Salinitas 15 pada dosis 32 ppm yang dilakukan ulangan sebanyak 3 kali
jumlah kematian totalnya sebanyak 5 ekor pada ulangan 1, 6 ekor pada ulangan 2
dan 6 ekor pada ulangan 3. Dosis 56 ppm pada salinitas 15 ppt kematian total
udang vannamei yaitu 7 ekor pada ulangan ke 1, 7 ekor pada ulangan ke 2 dan 8
ekor pada ulangan ke 3. Mortalitas udang vannamei pada salinitas tertinggi yaitu
25 ppt mengalami kematian terendah. Dosis 18 ppm pada salinitas 25 ppt udang
mengalami total kematian sebanyak 3 ekor pada ulangan 1, ulangan ke 2
sebanyak 4 ekor dan ulangan ke 3 sebanyak 3 ekor. Dosis 32 ppm pada salinitas
25 ppt udang mengalami total kematian sebanyak 4 ekor pada ulangan ke 1, 5
ekor pada ulangan ke 2 dan 4 ekor pada ulagan ke 3. Dosis 56 ppm pada salinitas
25 ppt udang mengalami total kematian sebanyak 6 ekor pada ulangan ke 1, 7
ekor pada ulangan ke 2 dan 6 ekor pada ulagan ke 3. Salinitas dalam perairan
dapat mempengaruhi keberadaan logam berat, bila terjadi penurunan salinitas
akan menyebabkan peningkatan daya toksik logam berat dan bioakumulasi logam
berat semakin besar (Yudiati et al., 2009). Efek polutan atau bahan pencemar
terhadap organisme tergantung dari konsentrasi dan lama pemaparan polutan
(Supriyono et al., 2008). Tingkah laku udang vannamei pada masing-masing
konsentrasi dan salinitas yang terpapar logam berat kromium disajikan dalam
Lampiran 7.
40
4.1.3 Analisis Probit
Metode yang digunakan untuk menganalisis hasil uji tositas akut LC50 logam
berat kromium pada salinitas 5, 15 dan 25 ppt pada udang vannamai dihitung
dengan analisis probit. Data mortalitas hewan uji pada uji utama merupakan angka
acuan untuk menghitung nilai lethal concentration dengan analisa probit.
Hubungan nilai logaritma dari konsentrasi bahan uji dengan nilai probit dari
persentase mortalitas hewan uji merupakan fungsi linier dari y = a + bx.
Perhitungan LC50-96 jam didapat dari hasil antilog nilai uji m. Nilai m merupakan
nilai x pada persamaan y yang merupakan probit mortalitas selama 50% (Hendri
et al., 2010). Hasil dari nilai probit uji sesungguhnya dapat dilihat pada Gambar 5,
6 dan 7.
Gambar 5. Nilai Probit pada Salinitas 5 ppt
y = 2,2557x + 2,3007R² = 0,9869
0
1
2
3
4
5
6
7
0 0,5 1 1,5 2
% M
ort
alit
as
log Konsentrasi Cr
probit
Linear (probit)
41
Gambar 6. Nilai Probit pada Salinitas 15 ppt
Gambar 7. Nilai Probit pada Salinitas 25 ppt
Berdasarkan gambar diatas diperoleh persamaan linier yang merupakan
korelasi antara probit persentase mortalitas (y) yaitu 5 ekor karena jumlah
keseluruhan hewan uji 10 ekor, dengan logaritma konsentrasi logam berat
kromium (x) pada salinitas 5 ppt sebagai berikut y = 2,2557x + 2,3007 dengan nilai
R2 sebesar 0,9869. Konsentrasi logam berat kromium pada salinitas 5 ppt untuk
membunuh 50% hewan uji adalah antilog 1,192811 yaitu 15,59 dengan nilai
korelasi (R) sebesar 0,9934 yang menunjukan bahwa hubungan antara
persentase kematian dengan logaritma konsentrasi Cr berkolerasi positif dan
korelasinya sangat erat. Persamaan linier pada salinitas 15 ppt yaitu y = 1,9515x
+ 2,2183 dengan nilai (x) sebesar 1,374251 dan nilai R2 sebesar 0,9992. Nilai
y = 1,9515x + 2,2183R² = 0,9992
0
1
2
3
4
5
6
0 0,5 1 1,5 2
% M
ort
alit
as
log Konsentrasi Cr
probit
Linear (probit)
y = 1,7473x + 2,3179R² = 0,9479
0
1
2
3
4
5
6
0 0,5 1 1,5 2
% M
ort
alit
as
log Konsentrasi Cr
probit
Linear (probit)
42
konsentrasi logam berat kromium pada salinitas 15 ppt yang dapat membunuh
50% hewan uji adalah untilog 1,374251 yaitu 23,67 ppm dengan nilai korelasi (R)
sebesar 0,9996 yang menunjukan bahwa hubungan antara persentase kematian
dengan logaritma konsentrasi Cr berkolerasi positif dan korelasinya sangat erat.
Salinitas 25 ppt nilai persamaan liniernya yaitu y = 1,7473x + 2,3179 dengan nilai
(x) sebesar 1,403296 dan nilai R2 sebesar 0,9479. Nilai konsentrasi logam berat
kromium pada salinitas 25 ppt yang dapat membunuh 50% hewan uji yaitu sebesar
25,31 ppm nilai korelasi (R) sebesar 0,9736 yang menunjukan bahwa hubungan
antara persentase kematian dengan logaritma konsentrasi Cr berkolerasi positif
dan korelasinya sangat erat. Maka dapat disimpulkan bahwa logam berat kromium
bersifat toksik dan menyebabkan kematian pada hewan uji dengan dosis tertentu.
ISO (1982) dalam tyas et al. (2016), menyatakan bahwa nilai LC50-96 jam berkisar
antara 10-100 ppm maka daya racun tersebut digolongkan dalam daya racun yang
sedang, sehingga dalam penelitian ini toksisitas logam berat kromium termasuk
dalam kategori racun yang sedang. Batas logam berat kromium yang masuk dalam
tubuh oganisme adalah 0,05 mg/L. Kelebihan logam berat kromium yang masuk
dalam tubuh dapat mengakibatkan pembengkakan pada hati (Naimah dan
Ernawati, 2011).
4.2 Analisis Data (ANOVA)
Uji ANOVA dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikansi (pengaruh)
perbedaan tingkat konsentrasi dan perbedaan salinitas terhadap tingkat mortalitas
udang vannamei. Sebelum dilakukan uji ANOVA perlu dilakukan uji normalitas dan
uji homogenitas data (Rudiyanti dan Ekasari, 2009). Pengaruh antara tingkat
toksisitas logam berat kadmium dengan salinitas juga dapat diketahui dari hasil uji
ANOVA dan dapat dilihat pada Tabel 4.
43
Tabel 4. Hasil Uji ANOVA
S.K Db JK KT F-hit F-tabel
0,05 0,01
Perlakuan 11 302,31 27,48 65,96**
A 2 21,56 10,78 25,87** 3,4 5,61
B 3 272,08 90,69 217,67** 3,01 4,72
AxB 6 8,67 1,44 3,47* 2,51 3,67
Galat 24 10,00 0,42
Total 35 312,31
Keterangan : * = Berbeda nyata (Fhit > Ftab 5%) atau p<0,05 ** = Berdeda sangat nyata (Fhit > Ftab 1%) atau p<0,01
Hasil uji stastitik ANOVA menunjukan bahwa perbedaan salinitas (faktor A)
dan tingkat konsentrasi logam berat kromium (faktor B) mempengaruhi kematian
hewan uji atau berpengaruh sangat nyata terhadap nilai mortalitas udang
vannamei (Litopenaeus vannamei) yang ditunjukan dengan nilai Fhit > Ftab 1%
atau p<0,01. Perbedaan salinitas (faktor A) mempunyai interaksi dengan tingkat
konsentrasi logam berat kromium (Faktor B) nyata, hal ini dibuktikan dengan nilai
(Fhit > Ftabel 5%) atau p<0,05. Perlakuan akan memberikan pengaruh yang
sangat nyata terhadap hasil jika (Fhit > Ftabel 0,01) (Kusriani et al., 2012).
4.3 Analisis Data Kualitas Air
4.3.1 Power of Hidrogen (pH)
Udang vannamei merupakan organisme akuatik yang bisa hidup dalam
toleransi kadar pH yang luas. Suasana asam akan kurang produktif bagi biota
seperti udang vannamei karena dapat membunuh dan sebaliknya jika suasananya
sangat basa. Udang vanamei dapat hidup pada kondisi pH 6,5-9, dan kisaran
optimumnya adalah 7,5-8,7 (Nengsih, 2015). Hasil pengukuran rata-rata pH
selama penelitian uji toksisitas akut LC50 logam berat kromium dengan salinitas
44
yang berbeda-beda pada udang vannamei dapat dilihat pada Gambar 8, 9, dan
10 sedangkan pH harian dapat dilihat pada Tabel 7. Data lengkap pengukuran pH
selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5a.
Tabel 5. Nilai Pengukuran pH Harian
Gambar 8. Grafik Nilai Rata-rata pH pada Salinitas 5 ppt
Power of Hidrogen (pH)
Salinitas Konst
Kromium
Hari ke- Standart Pustaka 1 2 3 4
25‰
O ppm 8,6-8,7 8,6-8,7 8,6 8,5-8,6
pH 6,9-9
(Van Wyk dan
Scarpa, 1999 dalam
Dahlan et al, 2017)
18 ppm 8,4-8,5 8,4 8,4-8,5 8,4-8,5
32 ppm 8,4 8,4 8,4-8,6 8,4
56 ppm 8,4-8,5 8,4-8,5 8,4 8,4
15‰
O ppm 8,4-8,5 8,4-8,5 8,4-8,5 8,4-8,5
18 ppm 8,3 8,3 8,3 8,2-8,3
32 ppm 8,3 8,3-8,4 8,3 8,2-8,3
56 ppm 8,2-8,3 8,2-8,3 8,2-8,3 8,2-8,3
5‰
O ppm 8,3-8,4 8,4 8,4-8,5 8,4
18 ppm 8,3 8,3 8,3 8,3
32 ppm 8,3 8,3 8,3 8,3
56 ppm 8,0-8,3 8,2-8,3 8,2-8,3 8,2-8,3
7,80
8,00
8,20
8,40
8,60
0 3 6 12 24 48 72 96
pH
Jam ke-
0 ppm
18 ppm
32 ppm
56 ppm
45
Gambar 9. Grafik Nilai Rata-rata pH pada Salinitas 15 ppt
Gambar 10. Grafik Nilai Rata-rata pH pada Salinitas 25 ppt
Berdasarkan hasil pengukuran pH selama uji sesungguhnya pada salinitas
25 ppt berkisar antara 8,3 – 8,7 dan pada salinitas 15 ppt berkisar antara 8,0 – 8,6,
sedangkan pada salinitas 5 ppt berkisar antara 7,8 – 8,5. Power of Hidrogen (pH)
selama penelitian cenderung stabil pada setiap perlakuan dan pH tersebut
optimum bagi udang vannamei. Menurut Yustianti et al. (2013), kisaran pH yang
layak digunakan untuk kegiatan pembenihan serta pertumbuhan dan
kelangsungan hidup udang vanamei berkisar antara 7,8 – 8,4. Pendapat tersebut
diperkuat Herawati dan Hutabrat (2015) bahwa pada pH 7,4 -8,9 udang vanamei
(Litopenaeus vannamei) masih dapat tumbuh. Kenaikan pH pada suatu perairan
menyebabkan kelarutan logam dalam air turun karena kestabilan berubah dari
bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada
8,1
8,2
8,3
8,4
8,5
8,6
0 3 6 12 24 48 72 96
pH
Jam ke-
0 ppm
18 ppm
32 ppm
56 ppm
8
8,1
8,2
8,3
8,4
8,5
8,6
0 3 6 12 24 48 72 96
pH
Jam ke-
0 ppm
18 ppm
32 ppm
56 ppm
46
badan air, sehingga mengendap membentuk lumpur (Said et al., 2009).
Hutagulung (1991) dalam Caerul et al, (2014) menyatakan bahwa penurunan
salinitas dan pH serta naiknya suhu dapat menyebabkan bertambahnya
konsentrasi ion dalam air.
4.2.2 Dissolved Oksigen (DO)
Dissolved Oksigen merupakan parameter kualitas perairan yang dibutuhkan
organisme perairan untuk proses respirasi dan proses nitrifikasi (Setijaningsih dan
Umar, 2015). Sumber oksigen terlarut dalam perairan dapat melalui difusi dan
proses fotosintesis. Hasil pengukuran rata-rata dissolved oksigen (DO) harian
dapat dilihat pada Tabel 6, data lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Grafik
rata-rata pengukuran DO dapat dilihat pada Gambar 11, 12 dan 13.
Tabel 6. Nilai Pengukuran DO Harian
(Disolved oxigen (mg/l))
Konst (ppm)
Salinitas Hari ke-
Standart 1 2 3 4
O
5‰
5,93-6,40 6,23-6,26 6,04-6,17 6,02-6,22
4,1 mg/l - 8,1 mg/l
(Fendjalang
et al, 2016)
18 5,92-6,39 6,00-6,07 5,83-6,14 5,92-6,07
32 5,88-6,35 5,86-6,28 5,91-6,25 6,01-6,28
65 5,84-6,35 5,80-6,02 5,94-6,26 6,00-6,22
O
15‰
5,94-6,52 5,91-6,20 6,04-6,17 5,84-6,29
18 5,80-6,29 5,91-6,26 6,09-6,42 6,18-6,28
32 5,92-6,48 6,02-6,14 5,88-6,33 6,01-6,21
65 5,88-6,29 5,92-6,05 5,86-6,23 6,06-6,69
O
25‰
6,05-6,39 6,13-6,24 6,04-6,25 6,14-6,32
18 5,76-6,50 6,19-6,39 6,04-6,40 5,96-6,24
32 5,83-6,47 5,86-6,32 6,06-6,09 5,88-6,29
65 5,88-6,36 6,08-6,20 5,88-6,22 5,86-6,34
47
Gambar 11. Grafik Rata-rata DO pada Salinitas 5 ppt
Gambar 12. Grafik Rata-rata DO pada Salinitas 15 ppt
Gambar 13. Grafik Rata-rata DO pada Salinitas 25 ppt
Hasil pengukuran DO selama uji sesungguhnya pada salinitas 5 ppt berkisar
antara 5,80 – 6,46 mg/l dan pada salinitas 15 ppt DO berkisar antara 5,80 – 6,69
mg/l, sedangkan pada salinitas 25 ppt DO berkisar antara 5,79 – 6,50 mg/l. Kadar
5,80
5,90
6,00
6,10
6,20
6,30
6,40
0 3 6 12 24 48 72 96
DO
(m
g/l)
Jam ke-
0 ppm
18 ppm
32 ppm
56 ppm
5,80
5,90
6,00
6,10
6,20
6,30
6,40
6,50
0 3 6 12 24 48 72 96
DO
(m
g/l)
Jamke-
0 ppm
18 ppm
32 ppm
56 ppm
5,70
5,80
5,90
6,00
6,10
6,20
6,30
6,40
0 3 6 12 24 48 72 96
DO
(m
g/l)
Jam ke-
0 ppm
18 ppm
32 ppm
56 ppm
48
oksigen terlarut (DO) dalam penelitian merupakan kadar yang optimum bagi
pertumbuhan udang vannamei, hal ini diperkuat pendapat beberapa ahli. Menurut
Komarawidjaja (2006), konsentrasi DO untuk pertumbuhan udang vannamei
adalah 4,5 – 7 mg/l. Konsentrasi kandungan oksigen terlarut (DO) yang optimum
bagi pertumbuhan udang vannamei adalah 4,9 – 8,6 mg/l (Amrillah et al., 2015).
Kenaikan suhu dapat menurunkan kelarutan oksigen dan meningkatkan toksisitas
polutan (Mulyanto, 1992 dalam Simanjuntak, 2009). Salah satu jaringan tubuh
organisme perairan seperti udang vanamei yang terakumulasi logam berat adalah
insang sehingga menyebabkan terganggunya proses pertukaran ion-ion gas-gas
melalui insang (Rennika et al, 2013).
4.2.3 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan hisup
biota perairan diantaranya adalah udang vannamei (Litopenaeus vannamei).
Udang ini merupakan biota yang mampu bertahan hidup pada suhu yang rendah
dan memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi (Riani et al., 2012). Suhu
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas biota perairan secara
tidak langsung, yaitu melalui kelarutan oksigen dalam perairan. Semakin tinggi
suhu air semakin rendah daya larut oksigen dalam air dan sebaliknya, maka dari
itu hal ini dapat mempengaruhi proses metabolisme serta berpengaruh terhadap
kehidupan dan pertumbuhan biaota perairan seperti udang vannamei (Nengsih,
2015). Suhu yang tinggi akan menyebabkan salinitas air meningkat, karena terjadi
pengentalan akibat penguapan. Jika suhu lebih dari angka optimum maka
metabolisme udang akan berlangsung cepat sehingga kebutuhan oksigen udang
juga akan meningkat. Tingginya salinitas diduga mempengaruhi laju pertumbuhan
udang vannamei selama proses pemeliharaan (Tahe et al., 2015). Hasil
pengukuran selama dilakukan penelitian uji tosisitas akut logam berat kromium
49
pada udang vanamei dengan salinitas 5 ppt, 15 ppt dan 25 ppt dapat dilihat pada
Gambar 14, 15 dan 16, untuk kadar suhu harian dapat dilihat pada Tabel 7 dan
hasil lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5c.
Tabel 7. Analisis Kualitas Air Suhu Harian
Suhu (0C)
Salinitas Konst.
Kromium
Jam ke- referensi
1 2 3 4
5‰
0 ppm 28,8-20,1 28,7-28,8 28,6-28,9 28,6-28,7
26-32 0C (Haliman
dan Adiwijaya,
2013 dalam
Yustianti et al., 2013 )
18 ppm 29,2-30,3 28,7-28,8 28,6-28,7 28,7-28,8
32 ppm 29,1-30,2 28,6-28,8 28,6-28,7 28,6-28,7
56 ppm 29,1-30,2 28,8 28,6-28,8 28,6-28,8
15‰
0 ppm 28,9-30,0 28,8 28,5-28,8 28,6-28,8
18 ppm 29,1-30,2 28,7-28,8 28,6-28,7 28,7-28,8
32 ppm 29,2-30,1 28,7 28,7 28,7-28,8
56 ppm 29,1-30,1 28,7-28,8 28,6 28,7-28,8
25‰
0 ppm 29,0-30,7 28,5 28,5-28,6 28,7-28,8
18 ppm 29,2-30,5 28,5-28,6 28,5-28,7 28,6-28,8
32 ppm 29,2-30,7 28,5-28,6 28,6-28,7 28,7
56 ppm 29,2-30,6 28,5-28,6 28,6 28,7-28,8
Gambar 14. Grafik Nilai Rata-rata Suhu pada Salinitas 5 ppt
27,50
28,00
28,50
29,00
29,50
30,00
30,50
0 3 6 12 24 48 72 96
Suh
u0 C
Jam ke-
0 ppm
18 ppm
32 ppm
56 ppm
50
Gambar 15. Grafik Nilai Rata-rata Suhu pada Salinitas 15 ppt
Gambar 16. Grafik Nilai Rata-rata Suhu pada Salinitas 25 ppt
Nilai suhu selama dilakukan penelitian uji toksisitas akut logam berat
kromium terhadap udang vanname pada salinitas 5 ppt berkisar antara 28,60C –
30,30C, pada salinitas 15 ppt berkisar antara 28,50C – 30,20C dan pada salinitas
25 ppt suhu perairan berkisar antara 28,50C – 30,70C. Suhu selama dilakukannya
penelitian merupakan suhu yang optimum bagi udang vannamei untuk melakukan
pertumbuhan. Suhu yang ideal untuk kehidupan udang vannamei yaitu berkisar
280C - 310C (Purnamasari et al, 2017). Suhu yang optimum untuk masa
pemeliharaan udang vannamei pasca larva yaitu 260C - 340C dikarenakan pada
kisaran suhu tersebut udang dapat tumbuh optimal (Supriyno, 2006). Semakin
27,50
28,00
28,50
29,00
29,50
30,00
30,50
0 3 6 12 24 48 72 96
Suh
u0 C
Jam ke-
0 ppm
18 ppm
32 ppm
56 pm
27,027,528,028,529,029,530,030,531,0
0 3 6 12 24 48 72 96
Suh
u0C
Jam ke-
0 ppm
18 ppm
32 ppm
56 ppm
51
tinggi suhu pada perairan maka semakin berkurang ion logam kromium yang dapat
teradsopsi (Emelda at al., 2013). Menurut Hutagalung (1991) dalam Arisandy et
al, (2012) penurunan salinitas dan pH serta naiknya suhu menyebabkan
bioakumulasi logam berat semakin meningkat.
52
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian mengenai uji toksisitas
akut (LC50) logam berat kromium pada salinitas yang berbeda terhadap mortalitas
udang vannamei (Litopenaeus vannamei) diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. LC50 (Median Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang menyebakan
kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan
grafik dan perhitungan pada suatu waktu pengamatan tertentu.
2. Nilai toksisitas akut (LC50-96 jam) logam berat kromium pada salinitas yang
berbeda terhadap mortalitas udang vannamei yaitu, pada salinitas 5 ppt
sebesar 15,59 ppm dan pada salinitas 15 ppt sebesar 23,67 ppm dan pada
salinitas 25 ppt sebesar 25,31 ppm. Jadi dapat disimpulkan dalam penelitian
ini bahwa logam berat kromium bersifat toksik sedang.
3. Nilai mortalitas udang vannamei pada salinitas 5 ppt dengan dosis logam
berat kromium 18 ppm sebesar 56,67%, dosis 32 ppm sebesar 73,33% dan
dosis 56 ppm sebesar 90%, salinitas 15 ppt dengan dosis 18 ppm sebesar
36,67%, dosis 32 ppm sebesar 56,67% dan dosis 55 ppm sebesar 73,33%
sedangkan pada saliitas 25 ppt pada dosis logam berat kromium 18 ppm
sebesar 33,33%, dosis 32 ppm sebesar 43,33% dan pada dosis 56 ppm
sebesar 66,67%.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah dapat
dijadikannya rekomendasi tentang seberapa banyak logam berat kromium yang
dapat masuk dalam perairan sehingga tidak merusak lingkungan dan biota
perairan khususnya udang vannamei.
53
DAFTAR PUSTAKA
Adhiarni, R. 1997. Pengaruh Lanjut Kontaminasi Brine Terhadap Pertumbuhan
Ikan Mas (Cyprinus carpio, Linn) ukuran 4-6 cm. Skripsi. Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Ambarsari, N. 2013. Pengaruh Limbah Baja (Slag) Terhadap Kandungan Logam
Fe, Cr, Cu, Dan Zn dalam Daging Udang Vaname (Litopenaeus vannamei).
Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Amrillah, A. M., S. Widyarti dan Y. Kilawati. 2015. Dampak Stres Salinitas
Terhadap Prevalensi White Spot Syndrome Virus (WSSV) dan Survival Rate
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) pada Kondisi Terkontrol.
Research Journal of Life Science. 2(1): 110-123.
Andriyanto, F., A. Efani, dan H. Riniwati. 2013. Analisis Faktor-Faktor Produksi
Usaha Pembesaran Udang Vanname (Litopenaeus vannamei) di
Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur ; Pendekatan Fungsi
Cobb-Douglass. Jurnal ECSOFiM. 1(1): 82-96.
Aprillia, H. A., D. Pringgenies, dan E. Yudiati. 2012. Uji Toksisitas Ekstrak
Kloroform Cangkang dan Duri Landak Laut (Diadema setosum) terhadap
Mortalitas Nauplius Artemia sp. Journal Marine Research. 1(1): 75-83.
Apriadi, D. 2005. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cr pada Air, Sedimen dan
Kerang Hijau (Perna Viridis L.) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Arisandy, K. R., E. Y. Herawati, dan E. Suprayitno. 2012. Akumulasi Logam Berat
Timbal (Pb) dan Gambaran Histologi pada Jaringan Avicennia marina
(forsk.) Vierh di Perairan Pantai Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan.
1(1): 15-25.
Budiardi, T., T. Batara dan D. Wahjuningrum. 2005. Tingkat Konsumsi Oksigen
Udang Vaname (Litopenaefus Vannamei) dan Model Pengelolaan Oksigen
pada Tambak Intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia. 4 (1): 89–96.
Budiardi, T. 2008. Karakteristik Produksi Dengan Beban Masukan Bahan Organik
Pada Sistem Budidaya Intensif Udang Vaname (Litopenaeus vannamei
Boone 1931). Disertasi. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Chaerul, M.,S. Pallu, M. Selintung, dan J. Patanduk. 2014. Hubungan Mineral
Penyusun Batuan Ultrabasa Pertambangan Nikel Laterit Terhadap
Keterdapatan Ion Logam Berat Arsen (As3+) dan Kromium (Cr6+) pada
Sungai Lambuluo di Daerah Motui. Prosiding Seminar Nasional Geofisika
Dahlan, J., M. Hamzah dan A. Kurnia. 2017. Pertumbuhan Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) yang Dikultur pada Sistem Bioflok dengan
Penambahan Probiotik. Jurnal Sains dan Inovasi Perikanan. 1(1): 19-27.
54
Damayanty, M. M dan N. Abdulgani. 2013. Pengaruh Paparan Sub Lethal
Insektisida Diazinon 600 EC terhadap Laju Konsumsi Oksigen dan Laju
Pertumbuhan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus). Jurnal Sains Dan
Seni POMITS. 2(2):2337-3520.
Dani, N. P., A. Budiharjo dan S. Listyawati. 2005. Komposisi Pakan Buatan Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Kandungan Protein Ikan Tawes (Puntius javanicus Blkr.). Biosmart. 7(2): 83-90.
Darmawan, B. D.2008. Pengaruh Pemupukan Susulan Terhadap Kualitas Media dan Proses Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Pada Tambak Tradisional Plus. 4 (2): 1-5.
Diantariani, Ni P. Dan K. G. D. Putra. 2006. Penentuan Kandungan Logam Pb dan Cr pada Air dan Sedimen Di Sungai Ao Desa Sam Sam Kabupaten Tabanan. Ecotrophic. 2(1): 1-5.
Dwiasi, D. W. dan D. Kartika. 2008. Spesiasi Cr(III) dan Cr(VI) Pada Limbah Cair Industri Elektroplating. Molekul. 3(2): 85-90.
Edelynna A.M.O., Wirespathi, Raharjo, dan W. Budijastuti. 2012. Pengaruh
Kromium Heksavalen (VI) terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Nila
(Oreochromis niloticus). LenteraBio. 1(2): 75-79.
Effendi, H., A. H. Emawan. Y. Wardiatno, dan M. Krisanti. 2012. Toksisitas Akut
(LC50) Serbuk Bor (Cuttings) Terhadap Daphnia sp. Jurnal Bumi Lestari.
12(2). 321-326.
Emelda, L., S. M. Putri, dan S. Br. Ginting. 2013. Pemanfaatan Zeolit Alam
Teraktivasi untuk Adsorpsi Logam Cr3+. Jurnal Rekayasa Kimia dan
Lingkungan. 9(4): 166-172.
Fahrizki, A., H. Yulianto, dan A. Saefulloh. 2015. Uji Toksisitas Bahan Aktif
Niklosamida Terhadap Crustacea Sebagai Water Treatment dalam
Budidaya Udang Vannamei (Litopenaus vannamei). Jurnal Penelitian
Pertanian Terpadu. 15(2): 191-199.
Fendjalang, S. N. M., T. Budiardi, E. Supriyono, dan I. Effendi. 2016. Produksi
Udang Vaname Litopenaeus vannamei Pada Karamba Jaring Apung
Dengan Padat Tebar Berbeda Di Selat Kepulauan Seribu. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis. 8(1): 201-214.
Franson, M.A.H. 1995. Standard Methods: for The Examination of Water and
Wastewater (19th ed.). United States: APHA.
Gitarama, A. M. 2016. Pengaruh Akumulasi Kromium (Cr) Terhadap Perubahan
Struktur Komunitas dan Histologis Makrozoobentos di Sungai Cimanuk
Lama Indramayu. Tesis. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Hendri, M., G. Diansyah, dan J. Tampubolon. 2010. Konsentrasi Letal (LC50-48
jam) Logam Tembaga (Cu) dan Logam Kadmium (Cd) Terhadap Tingkat
Mortalitas Juwana Kuda Laut (Hippocampus spp). Jurnal Penelitian Sains.
13(1): 26-30.
55
Herawati, V. E., dan J. Hutabarat. 2015. Analisis Pertumbuhan; Kelulushidupan
dan Produksi Biomass Larva Udang Vannamei dengan Pemberian Pakan
Artemia sp. Produk Lokal Yang Diperkaya Chaetoceros calcitrans dan
Skeletonema costatum. PENA Akuatik. 12(1): 1-12.
Herdiati, L., Kadarwan S., dan S. Hariyadi. 2015. Efektivitas Penggunaan Bakteri
Untuk Perbaikan Kualitas Air Media Budi Daya Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) Super Intensif. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 20(3): 265-271.
Hudi, L dan A. Shahab. 2005. Optimasi Produktifitas Budidaya Udang Vaname
(Litopenaues vannamae) dengan Menggunakan Metode Respon Surface
dan Non Linier Programming. Prosiding Seminar Nasional Manajemen
Teknologi II. 1-9.
Inayah, N., R. Ningsih, dan T. K. Adi. 2012. Uji Toksisitas dan Identifikasi Awal
Golongan Senyawa Aktif Ekstrak Etanol dan N-Heksana Teripang Pasir
(Holothuria scabra) Kering Pantai Kenjeran Surabaya. Alchemy. 2(1): 92-
100.
Istijanto. 2005. Aplikasi Praktis Riset Pemasaran. Penerbit: PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Junaidi, A. B., A. Riadi, R. Yunus, dan U. T. Santoso. 2010. Kuantifikasi Toksisitas
Cr(III) dan Cr(VI) Terhadap Pertumbuhan Fitoplankton Berdasarkan
Konsentrasi Klorofil dan Kerapatan Selnya. Sains dan Terapan Kimia. 4(2):
119-130.
Juniarti, D. Osmeli dan Yuhernita. 2009. Kandungan Senyawa Kimia, Uji Toksisitas
(Brine Shrimp Lethality Test) Dan Antioksidan (1,1-Diphenyl-2-Pikrilhydrazyl)
Dari Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.). Makara Sains. 13(1): 50-54.
Kaligis, E. Y. 2010. Pertumbuhan, Efisiensi Pemanfaatan Pakan, Kandungan
Potasium Tubuh, Dan Gradien Osmotik Postlarva Vaname (Litopenaeus
Vannamei, Boone) Pada Potasium Media Berbeda. Jurnal Perikanan dan
Kelautan. 4(2): 92-97.
Katili, A.S. 2011. Struktur Komunitas Echinodermata Pada Zona Intertidal di
Gorontalo. Jurnal Penelitian dan Pendidikan. 8(1): 51-61.
Kelabora, D. M. 2010. Pengaruh Suhu Terhadap Kelangsungan Hidup dan
Pertumbuhan Larva Ikan Mas (Cyprinus carpio). Berkala Perikanan Terubuk.
38(1): 71-81.
Komarawidjaja, W. 2006. Pengaruh Perbedaan Dosis Oksigen Terlarut (DO) pada
Degradasi Amonium Kolam Kajian Budidaya Udang. J. Hidrosfer. 1(1): 32-
37.
Kusriani, P. Widjanarko, dan N. Rohmawati. 2012. Uji Pengaruh Sublethal
Pestisida Diazinon 60 EC terhadap Rasio Konversi Pakan (FCR) dan
Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Penelitian Perikanan.
1(1): 36-42.
Kusumaningtyas, M. A., R. Bramawanto, A. Daulat, dan W. S. Pranowo. 2014.
Kualitas perairan Natuna pada musim transisi. Depik. 3(1): 10-20.
56
Manoppa, H. 2011. Peran Nukleotida Sebagai Imunostimulan Terhadap
Responimun Nonspesifik dan Resistensi Udang Vannamei (Litopenaeus
vannamei). IPB: Bogor.
Monalisa, S. S. dan I. Minggawati. 2010. Kualitas Air yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis sp.) di Kolam Beton dan Terpal.
Journal of Tropical Fisheries. 5(2): 526-530.
Naimah, S. dan R. Ernawati. 2011. Biosorpsi Logam Berat Cr (VI) dari Limbah
Industri Pelapisan Logam Menggunakan Biomassa Saccharomyces
cerevisiae dari Hasil Samping Fermentasi Bir. J. Kimia Kemasan. 33(1): 113-
117.
Nengsih, E. A. 2015. Pengaruh Aplikasi Probiotik Terhadap Kualitas Air Dan
Pertumbuhan Udang Litopenaeus Vannamei. Jurnal Biosains. 1(2): 11-16.
Nurkhasanah, S. 2015. Kandungan Logam berat Kromium (Cr) dalam Air,
Sedimen, dan Ikan Nila (Orechromis nilotikus) serta Karakteristik Biometrik
dan Hispatologinya di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu. Tesis.
Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Nur, J., T. R. Saraswati, dan T. R. Soeprobowati. 2015. Bioakumulasi Logam Berat
Pb, Cd, Dan Cr Pada Insang Ikan Bandeng (Chanos chanos. Froskal) Di
Pertambakan Trimulyo, Semarang. Pemanfaatan Sumberdaya Hayati dan
Peningkatan Kualitas Lingkungan. 147-151.
Pasongli, H., G. D. Dirawan, dan Suprapta. 2015. Zonasi Kesesuaian Tambak
Untuk Pengembangan Budidaya Udang Vaname (Penaeus Vannamei) Pada
Aspek Kualitas Air di Desa Todowongi Kecamatan Jailolo Kabupaten
Halmahera Barat. Jurnal Bioedukasi. 3(2): 324-335.
Pirzan, A. M. dan Utojo. 2013. Pengaruh Variabel Kualitas Air terhadap
Produktivitas Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di Kawasan
Pertambakan Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Purnamasari, I., D. Purnama, dan M. A. F. Utami. 2017. Pertumbuhan Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei) di Tambak Intensif. Jurnal Enggano. 2(1):
58-67.
Purnamawati, F. S., T. R. Soeprabowati, dan M. Izzati. 2015. Potensi Chlorella
vulgaris Beijerinck Dalam Remediasi Logam Berat Cd Dan Pb Skala
Laboratorium. Bioma. 16(2): 102-113.
Puspita, U. R., A. S Siregar, dan N. V. Hidayati. 2011. Kemampuan Tumbuhan Air
Sebagai Agen Fitoremediator Logam Berat Kromium (Cr) yang terdapat
pada Limbah Cair Industri Batik. Berkala Perikanan Terubuk. 39(1): 58-64.
Rennika, Aunurohim, dan N. Abdulgani. 2013. Konsentrasi dan Lama Pemaparan
Senyawa Organik dan Inorganik pada Jaringan Insang Ikan Mujair
(Oreochromis mossambicus) pada Kondisi Sub Lethal. Jurnal Sains dan
Seni Pomits. 2(2): 132-137.
57
Riani, H., R. Rostika, dan W. Lili. 2012. Pertumbuhan Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) di Tambak Intensif. Jurnal Perikanan dan Kelautan.
3(3): 207-211.
Rochyatun, E., dan A. Rozak. 2007. Pemantauan Kadar Logam Berat dalam
Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. Makara Sains. 11(1): 28-36.
Rochyatun, E., M. T. Kaisupy, dan A. Rozak. 2006. Distribusi Logam Berat Dalam
Air Dan Sedimen di Perairan Muara Sungai Cisadane. Makara Sains. 10(1):
35-40.
Romziyah, R. 2013. Studi Toksisitas Akut Timbal (Pb) terhadap Kijing Taiwan.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya.
Malang.
Rudiyanti, S. dan A. D. Ekasari. 2009. Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Mas
(Cyprinus carpio Linn) pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 g.
Jurnal Saintek Perikana. 5(1): 39-47.
Said, I., M. N. Jalaluddin, A. Upe, dan A. W. Wahab. 2009. Penetapan Konsentrasi
Logam Berat Krom dan Timbal dalam Sedimen Estuaria Sungai
Matangpondo Palu. Jurnal Chemica. 10(2): 40-47.
Sari, A. P. N. dan E. Zulaika. 2015. Viabilitas Bacillus S1, SS19 dan DA11 pada
Medium yang Terpapar Logam Kromium (Cr). Jurnal Sains dan Seni ITS.
4(2): 78-80.
Setijaningsih, L., dan C. Umar. 2015. Pengaruh Lama Retensi Air Terhadap
Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) pada Budidaya Sistem
Akuaponik dengan Tanaman Kangkung. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati. 14(3): 267-
275.
Simanjuntak, M. 2009. Hubungan Faktor LiFENJAngkungan Kimia, Fisika
Terhadap Distribusi Plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. J.
Fish. Sci. 11(1): 31-45.
Soegoto, E. S. 2008. Marketing Research. PT Agromedia Pustaka. Jakarta
Selatan.
Subijakto, S. 2005. Petunjuk Teknis Pembenihan Udang Vannamei. Juknis. Balai
Budidaya Air Payau Situbondo.
Sukarsa, D. 2005. Penerapan Teknik Imotilisasi Menggunakan Ekstrak Alga Laut
(Caulerpa sertularioides) dalam Transportasi Ikan Kerapu (Epinephelus
suillus) Hidup tanpa Media Air. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 8(1): 12-
24.
Suparjo, M. N. 2008. Daya Dukung Lingkungan Perairan Tambak Desa Mororejo
Kabupaten Kendal. Jurnal Saintek Perikanan. 4(1): 50-55.
Supriyono, E., L. Lisnawati, dan D. Djokosetiyanto. 2005. Pengaruh Linear
Alkylbenzene Sulfonate terhadap Mortalitas, Daya Tetas Telur dan
Abnormalitas Larva Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus Sauvage). Jurnal
Akuakultur Indonesia. 4 (1): 69–78.
58
Supriyono, E., E. Purwoanto, N. B. P. Utomo. 2006. Produksi Tokolan Udang
Vanamei (Litopenaeus vannamei) dalam Hapa dengan Padat Penebaran
yang Berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia. 5(1): 57-64.
Supriyono, E., Berlianti, dan K. Nirmala. 2008. Studi Mengenai Toksisitas
Surfaktan Deterjen, Alkyl Sulfate (As), Terhadap Post Larva Udang Windu
Penaeus monodon Fabr. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia.
15(2): 141-148.
Sutrisno, E., W. T. Prabowo dan S. Subyakto. 2010. Produksi Calon Induk Udang
Vannamei Litopenaeus Vannamei dengan Sistem Resirkulasi Tertutup Pada
Bak Raceway. Departemen Kelautan Dan Perikanan Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
Suwoyo, H. S. dan M. Mangampa. 2010. Aplikasi Probiotik dengan Konsentrasi
Berbeda pada Pemeliharaan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei).
Prosiding Forum Inovasi Akuakultur 2010. 239-247.
Taftazani, A. 2007. Disttribusi Konsentrasi Logam Berat Hg dan Cr pada Sampel
Lingkungan Perairan Surabaya. Prosiding PPI-PDIPTN 2007. 36-45.
Tahe, S., H. S. Suwoyo, dan M. Fahrur. 2015. Aplikasi Probiotik Rica Dan
Komersial Pada Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) Pola
Intensi. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.
Tahir, A. 2012. Ekotoksikologi dalam Perspektif Kesehatan Ekosistem Laut.
Penerbit Karya Putra Darwati. Bandung.
Triatmojo, S., D. T. H. Sihombing, dan S. Djojowidogdo. 2001. Bisorpsi dan
Reduksi Krom Limbah Penyamakan Kulit dengan Biomassa Fusarium sp.
dan Aspergillus niger. Manusia dan Lingkungan. 8(2): 70-81.
Tyas, N. M dan D. T. F. L. Batu dan R. Affandi. 2016. Uji Toksisitas Letal Cr6+
Terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
(JIPI). 21(2): 128-132.
Ulfiatin. 2004. Teknologi Pengolahan Alginat. Pusat Riset Pengolahan Produk dan
Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
United States Environmental Protection Agency (US-EPA). 1991. Methods for
Measuring The Acute Toxicity of Effluent and Receiving Waters to
Freshwater and Marine Organisms (4th ed.) Washington D.C.
.1996. Ecological
Effects Test Guidelines: Penaeid Acute Toxicity Test. U.S. Environmental
Protection Agency. Washington D.C., United States.
. 2002. Methods for
Measuring The Acute Toxicity of Effluent and Receiving Waters to
Freshwater and Marine Organisms (5th ed.), U.S. Environmental Protection
Agency, Washington D.C., United States.
59
Utami, W. Sarjito dan Desrina. 2016. Pengaruh Salinitas Terhadap Efek Infeksi
Vibrio harveyi pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Journal of
Aquaculture Management and Technology. 5(1): 82-90.
Utojo dan A. M. Tangko. 2008. Status, Masalah, dan Alternatif Pemecahan
Masalah pada Pengembangan Budidaya Udang Vanamei (Litopenaeus
vannamei) di Sulawesi Selatan. Media Akuakultur. 3(2): 118-125.
Yudiati, E., S. Sedjati, I. Enggar, dan I. Hasibuan. 2009. Dampak Pemaparan
Logam Berat Kadmium pada Salinitas yang Berbeda terhadap Mortalitas dan
Kerusakan Jaringan Insang Juvenile Udang Vaname (Litopeneus
vannamei). Ilmu Kelautan. 14(4): 29-35.
Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PPTMGB LEMIGAS
Yustianti, M. N. Ibrahim, dan Ruslaini. 2013. Pertumbuhan dan Sintasan Larva
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Melalui Substitusi Tepung Ikan
dengan Tepung Usus Ayam. Jurnal Mina Laut Indonesia. 1(1): 93-103.