Post on 03-Apr-2018
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
1/24
1
BAB1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan pedengaran pada bayi/ anak adalah salah satu masalah pada anak-
anak yang akan berdampak pada perkembangan bicara, sosial, kognitif dan akademik.
Masalah akan makin bertambah apabila tidak dilakukan deteksi dan intervensi dini.
Gangguan pedengaran pada bayi/anak adalah tuli yang terjadi pada seorang bayi yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat lahir.
Ketulian ini dapat berupa ketulian sebagian (hearing impaired) atau tuli total (deaf).1,2,4
Gangguan pendengaran pada anak dibagi menjadi genetic herediter dan non
genetic. Pada kelahiran terjadi ketulian pada anak karena kegagalan dari perkembangan
sistem pendengaran akibat faktor genetik, kerusakan dari mekanisme pendengaran dari
masa embrional, kehidupan janin di dalam kandungan atau selama proses kehamilan.
Faktor-faktor diatas akan menyebabkan anak tuli sebelum lahir atau tuli pada saat lahir
sehingga anak tersebut tidak akan pernah mendengar suara maka dia akan acuh tak acuh
terhadap lingkungan sekitarnya. Anak yang lahir tuli meskipun tidak pernah mendengar
tetapi dapat juga tersenyum bahkan berteriak-teriak hanya saja suara yang dihasilkan
tidak berguna untuk komunikasi.1,4
Gangguan pendengar pada bayi dan anak kadang-kadang disertai
keterbelakangan mental, gangguan emosional maupun afasia perkembangan.Umumnya
sebagian bayi atau anak yang mengalami gangguan pendengaran lebih dahulu diketahui
keluarganya sebagai pasien yang terlambat bicara.Pada prinsipnya gangguan
pendengaran pada bayi haras diketahui sedini mungkin. Walaupun derajat ketulian yang
sedang dialami seorang bayi bersifat ringan namun dalam keadaan normal seorang bayimemiliki kesiapan berkomunikasi yang efektif pada usia 18 bulan dimana pada saat itu
merupakan periode kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran.1,2,4
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
2/24
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Anatomi Telinga
Sistem auditorius terdiri dari tiga komponen yaitu telinga luar, tengah dan
dalam.Telinga luar terdiri dari daun telinga, liang telinga dan membran timpani. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.Liang telinga berbentuk huruf S
dengan rangka tulang rawan sepertiga luar sedangkan dua pertiga bagian dalamnya
terdiri dari tulang. Panjang dari liang telinga ini berkisar 2,5-3 cm. Pada sepertiga
bagian luar liang telinga banyak terdapat kelenjar serumen dan rambut kelenjar keringat
terdapat pada seluruh liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam liang telinga sedikit
dijumpai kelenjar serumen.2,3,4
Telinga tengah berbentuk kubus yang dibatasi oleh bagian-bagian seperti
berikut:
1. Batas luar : membran timpani
2. Batas depan : tuba eustachius
3. Batas bawah : venajugularis (bulbus jugularis)
4. Batas belakang : aditus adantrum, kanalis fasialis pars vertikalis
5. Batas atas : tegmen timpani
6. Batas dalam : berturut rurut dari atas kebawah kanalis
semisirkularishorizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong,
tingkap bundar dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung apabila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida,
sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida hanya berlapis dua yaitubagian luar yaitu lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam adalah epitel
saluran nafas. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan sebagai radier dibagian luar dan
sirkuler di bagian dalam.Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran
timpani disebut sebagai umbo.Dari bagian umbo bermula suatu reflek cahaya yaitu pada
pukul 7 pada telinga kiri dan pukul 5 pada telinga kanan. Membran timpani dibagi
menjadi 4 kuadran dengan menarik garis tengah pada longus maleus dan garis tegak
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
3/24
3
lurus pada garis itu di umbo sehingga didapati bagian atas-depan, atas-belakang,
bawah-depan dan bawah-belakang. Tulang pendengaran pada telinga tenga saling
berhubungan.Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat
pada inkus, dan inkus melekat pada stapes.Stapes berhubungan dengan tingkap lonjong
yang berhubungan dengan koklea.Hubungan antar tulang pendengaran ini adalah
persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat
anditus ad antrum yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum
mastoid.Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan
nasofaring dan telingatengah1,6,7
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler fang terdiri 3 buah kanalis semisirkularis ujung atau puncak dari koklea
disebut helikotrema yang menghubungkan perilimfa skala timfani dengan skala
vestibuli.Kanalis semisirkularis berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap.Pada irisan melintang koklea, pada sebelah atas terlihat
skala vestibuli, bawah tampak skala timpani dan dukrus koklearis pada skala media atau
diantaranya.Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli sedangkan dasar
skala media disebut membran basalis.Pada membran ini terletak organ corti.Pada skala
media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada
membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam dan luar dan
kanalis corti yang membentuk organ korti.1,4,8
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
4/24
4
2.2 Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya gelombang bunyi dari daun
telinga yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
memggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamflikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.1,4,6
Energi energi getar yang telah diamfilikasi ini akan diteruskan ke tulang stapes
yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses
ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan defleksi stereosillia sel-sel rambut
sehingga kanal ion terbukadan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik ke badan sel.
Keadaan ini menyebabkan depolarisasi sel rambur sehingga menyebabkan pelepasan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di
lobus temporalis.2,4,5
Persarafan pada pendengaran dan keseimbangan berasal dari Nervus Akustikus
dan Nervus Fasialis yang masuk ke porus dari meatus acusticus internus dan bercabang
dua membentuk Nervus vestibularis dan Nervus Koklearis. Sedangkan perdarahan dari
telinga diperdarahi oleh Arteri Labirinti yang berasal dari Arteri Serebelli inferior dan
langsung dari Arteri Basilaris dan masuk ke meatus internus yang kemudian bercabang
menjadi:
1. Ramus Vestibularis :"bagian atas vestibulum kanalis semisirkularis
dan koklea bagian basal.
2. Ramus Vestibulocochlearis :bawah vestibulum, kanalis semisirkularis dankoklea bagian basal.
3. Ramus Koklearis :bagian koklea lainnya
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
5/24
5
2.3 Perkembangan Auditorik2,4,6
Perkembangan auditorik pada manusia sangat erat hubungannya dengan
perkembangan otak. Neuron di bagian korteks mengalami proses pematangan dalam
waktu 3 tahun pertama kehidupan, dan 12 bulan pertama kehidupan terjadi
perkembangan otak yang sangat cepat.
Berdasarkan penelitian bahwa koklea mencapai fungsi normal seperti orang
dewasa pada usia gestasi 20 minggu. Pada masa tersebut janin dalam kandungan sudah
dapat memberikan respon pada suara yang ada disekitarnya namun reaksi janin masih
reaksi seperti refleks moro, terhentinya aktivitas, dan refleks auropalpebral.
Membuktikan respon terhadap suara berupa refleks auropalpebral yang konsisten pada
janin usia 24-25 minggu.
2.4 Definisi1,4,6
Ganguan pendengaran pada bayi/ anak ialah berupa ketulian yang terjadi pada
seorang bayi yang disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun
pada saat lahir.
2.5 Insidensi1,4,6
Di negara maju angka kejadian gangguan pendengaran pada bayi berkisar antara
0,1-0,3% kelahiran hidup, sedangkan di Indonesia berdasarkan survey yang dilakukan
Depkes di 7 propinsi pada tahun 1994-1996 yaitu sebesar 0,1%. di Indonesia
diperkirakan 214.000 orang bila jumlah penduduk sebesar 214.100.000 juta.
Jumlah ini akan bertambah setiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk akibat tingginya angka kelahiran sebesar 0,22%. Hal ini akan berdampak
pada penyediaan sarana pendidikan dan lapangan pekerjaan di masa mendatang.Pertemuan WHO di Colombo pada tahun 2000 memutuskan bahwa tuli kogenital
sebagai salah satu penyebab ketulian yang angka prevalensinya harus diturunkan. Ini
tentu saja memerlukan kerja sama dengan bidang lainnya dan masyarakat selain tenaga
kesehatan.
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
6/24
6
2.6 Etiologi1,4,6
Gangguan pendengaran pada bayi/anak dapat berkembang dari penyebab yaitu
prenatal, perinatal dan post natal.
Prenatal
Selama kehamilan periode yang paling penting adalah trimester pertama sehingga setiap
gangguan yang terjadi pada masa itu akan menyebabkan ketulian pada bayi. Infeksi
bakteri maupun virus pada masa tersebut dapat berakibat buruk pada pendengaran bayi
yang akandilahirkan. Beberapa jenis obat yang ototoksik dan teratogenik yang dapat
mengganggu organogenesis dan merusak sel silia seperti salisilat, kina, neomisin,
barbiturat, gentamisin dan lain-lain. Adapun yang mempengaruhi masa prenatal ini
adalah8,9,10
I. Infant faktor
Janin dapat lahir dengan kelainan pada telinga dalam yang dapat disebabkan genetik
maupun faktor nongenetik.Kelainan yang muncul dapat sendiri maupun dapat
merupakan bagian dari suatu syndrome.Kelainan pada telinga dalam dapat berupa
kelainan membranous labyrinth atau kombinasi dari kelainan membranous labyrinth dan
tulang labyrinth. Yang termasuk dari gangguan ini adalah
Sheibe's dysplasia Alexander's dysplasia Bing-Siebeman dysplasia Michel dysplasia Mondini's dysplasia Enlarge vestibular aqueduct
Semicircular canal malformation
II. Maternal faktor
Adapun yang termasuk dari maternal faktor adalah
Infeksi Penggunaan obat-obatan semasa kehamilan Terpapar radiasi pada trimester pertama
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
7/24
7
Perinatal1,4,6
Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor resiko
terjadinya gangguan pendengaran.Umumnya ketulian yang terjadi akibat factor pranatal
dan perinatal adalah tuli sensorineural bilateral dengan derajat ketulian berat atau sangat
berat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tuli kongenital saat kelahiran adalah :
Anoxia Prematuritas dan berat badan lahir yang rendah Trauma lahir Jaundice neonatus Meningitis neonates Penggunaan obat-obat ototoksik sewaktu terapi meningitis
Postnatal1,4,6
Adanya infeksi bakteri atau virus seperti rubela, campak, parotis, infeksi selaput otak,
perdarahan pada telinga tengah, trauma temporal juga menyebabkan tuli saraf dan
konduktif.
Adapun faktor yang mempengaruhi gangguan pendengaran setelah kelahiran adalah
I. Genetik
Pada keadaan ini tuli yang dialami akan muncul pada masa kanak-kanak dan dewasa
dimana didapati anggota keluarga yang mengalami tuli sensorineural yang progresif
atau adanya sindrome yang berhubungan.
II. NongenetikBagian ini juga terjadi pada saat dewasa yang dapat disebabkan oleh :
Infeksi virus Sekret otitis media Obat yang bersifat ototoksik Trauma Noise-induced deafness
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
8/24
8
2.7 Patofisiologi8,9,10
Tuli kongenital paling sering mempengaruhi sel-sel rambut koklea dan menyebabkan
kehilangan pendengaran.Kehilangan pendengaran umumnya bilateral dan frekuensi
tinggi lebih sering daripada frekuensi rendah meskipun audiogram menunjukkan hasil
yang berbeda. Kebanyakan penyebab tuli kogenital tidak diketahui , tetapi kondisi lain
dapat terjadi selama kehanilan karena infeksi Rubella atau CMV yang menyebabkan
terjadinya tuli kogenital.
Tuli kogenital dapat memburuk setelah kelahiran dantingkat keparahan
bervariasi.Kehilangan pendengaran juga dapat gangguan genetic.Faktor genetik
berperan setidaknya 50% dari semua tuli kogenital.Jarang terjadi malformasi kogenital
termasuk atresia meatus auditory internal. Sangat penting untuk mendiagnosa ini karena
anak-anak dengan kehilangan pendengaran tidak menerima implant koklea. Mereka
seharusnya memiliki auditory brainstem implant dimana saraf-saraf pendengaran di
bypass perangsangan langsung nucleus koklear. Sejak kebanyakan masalah tuli
kogenital mempengaruhi sel-sel rambut bagian luar, bayi yang baru lahir sekarang perlu
diskrinig dengan menggunakan rekaman otoucustic emission.6,8,9
Infeksi sering mengenai telinga bagian tengah dan koklea.bakterial menginitis
salah satu penyebab gangguan pendengaran pada anak-anak sebelum imunisasi. Bakteri
menyebabkan meningitis dan kehilangan pendengaran akibat inflamasi pada labirin
yang mengganggu sel rambut dan mengganti labirin membrane dan jaringan ikat yamg
biasanya bilateral dan permanen.
2. 8 Gejala klinis1,4,,6
Gejala awal yang dijumpai pada bayi atau anak didapat alloanamnesa dariorangtuanya, biasanaya apabila orang tua bersuara maka tidak ada reaksi dari anaknya
dan apabila dipanggil tidak ada reaksi. Lambat laun jika bayi bertambah besar maka
perkembangannya menjadi aneh dimana ada variasi dalam pengucapan kata-kata, tidak
dapat berbicara yang keras yang dihasilkan dari perbendaharaan kata dimana pada usia
9 bulan bayi sudah dapat mengucapkan 4 perbendaharaan kata.
Pada anak yang muda tidak dapat perhatian penuh, bingung terus menerus, tidak
adanya perhatian seolah-olah tidak mendengar dan tidak mau mendengarkan.Terkadang
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
9/24
9
anak dituduh nakal, malas dan lambat perkembangannya.Banyak gejala dari ketulian ini
seperti adanya kemunduran mental, gangguan emosi, psikotik, kesalahan orientasi
sekeliling kelainan saraf, cerebral palsy, gangguan fisik dan belajar berbicara yang
sulit.Gamgguan diketahui rata-rata 18-24 bulan 50% tanpa faktor resiko terhadap
ketulian. Anak yang lahir tuli atau tuli sebelum dapat berbicara dapat dicurigai apabila
anak tersebut:
Tidak ada tanggapan suara terutama suara ibunya
Tidak terkejut ataupun tidak menoleh apabila ada suara keras disampingnya.
Tidak menunjuknya ada ekspresi pada wajahnya.
Adanya gangguan perkembangan dari bahasa dan bicara yaitu pada usia 12 bulan anak
belum bisa berbicara dan usia 18 bulan tidak bisa menyahut satu kata
2.9 Diagnosis1,4,6
Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran maka diagnosis dini perlu
dilakukan pada bayi baru lahir sebelum keluar dari rumah sakit dengan tujuan untuk
mengetahui sedini mungkin kejadian gangguan pendengaran pada bayi karena tuli berat
sejak lahir memiliki dampak luas pada perkembangan berbicara berbahasa, gangguan
kognitif perilaku sosial emosi dan kesempatan bekerja.
Dengan demikian tuli sejak dini dapat diintervensi dapat dilakukan sedini
mungkin dan bukti memberikan peluang perkembangan yang lebih baik daripada
ketulian yang ditemukan pada anak yang lebih lanjut.Skrining sebaiknya pada semua
bayi yang baru lahir normal maupun bayi normal tanpa resiko. Negara bagian Montana
di AS merekomendasikan program 3-6 bulan untuk deteksi dan intervensi dini yaitu
skrining yang dilakukan sampai umur 1 bulan, diagnosis dilakukan sebelum 3 bulan dan
intervensi dilakukan pada umur 6 bulan dan program ini disebut jugaJoint Committe onInfant Hearing (2000) menetapkan pedoman penegakan diagnosa terhadap ketulian
sebagai berikut:
Untuk bayi 0-28 hari :
1. Riwayat keluarga dengan tuli sensori neural sejak lahir
2. Infeksi masa hamil (TORCHS)
3. Kelainan kraniofasialis termasuk kelainan pada pinna dan Hang telinga
4. Berat badan lahir < I5OOgr
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
10/24
10
5. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar
6. Obat ototoksik
7. Meningitis bakterial
8. Nilai apgar 0-4 pada menit pertama; 0-6 pada menit kelima
9. Ventilasi mekanik 5 hari lebih di NICU
10. Sindroma yang berhubungan sengan riwayat keluarga dengan tuli sensorineural
sejak lahir
Untuk bayi 29 hari - 2 tahun
1. Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran, keterlambatan
bicara, berbahasa tau keterlambatan perkembangan.
2. Riwayat keluarga dgn gangguan pendengaran yang menetap sejak anak-anak.
3. Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui
mempunyai hubungan yang erat dengan tuli sensorineural, konduktif dan gangguan
tuba eustachius.
4. Infeksi postnatal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural
termasuk meningitis bakterial.
5. Infeksi intrauterin seperti toksoplasmosis, rubella, cytomegallo, herpes dan sifillis
6. Adanya faktor resiko tertentu pada masa neonatus terutama hiperbilirubinemia
yang memerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmonal yang membutuhkan
ventilator serta kondisi lainnya yang memerlukan extracorporeal membrane
oxygenation (ECMO)
7. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang progresif
usher syndrome neurofibromatosis dan osteoporosis
8. Adanya kelainan neurogeneratif seperti Hnter syndrome dan kelainan neuropathysensomotorik misalnay Freiderick ataxia, Charrot Marie Tooth Syndrome.
9. Trauma kapitis
10. Otitis media yang berulang dan menetap disertai effusi telinga tengah minimal 3
bulan.
Bayi yang mempunyai salaha satu faktor resiko tersebut mempunyai kemungkinan
mengalami ketulian 10,2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang tidak memiliki
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
11/24
11
faktor resiko. Bila terdapat 3 faktor resiko kecendrungan menderita ketulian
diperkirakan 63 kali lebih besar dibandingkan bayi yang tidak mempunyai faktor
resiko.Pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang intensif resiko mengalami ketulian 10
kali dibandingkan bayi normal.
Namun indikator risiko gangguan pendengaran tersebut hanya mendeteksi
sekitar 50% gangguan pendengaran karena banyaknya bayi yang mengalami gangguan
pendengaran tanpa memiliki faktor resiko dimaksud. Berdasarkan pertimbangan
tersebut makas saat ini upaya melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi
ditetapkan melalui programNewborn Hearing Screening (NHS).
Saat ini baku emas pemeriksaan skrining pendengaran pada bayi adalah
pemeriksaan otoacoustic emission dan automated ABR.
2.10 Pemeriksaan pendengaran pada bayi1,4,6
Pada prinsipnya gangguan pendengaran pada bayi harus diketahui sedini
mungkin. Walaupun derajat ketulian yang dialami anak atau bayi masih ringan namun
dalam perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan anak untuk
berbicara dan berbahasa.
Dibandingkan dengan orang dewasa pemeriksaan pendengaran pada anak dan
bayi jauh lebih sulit dan memerlukan ketelitian dan kesabaran. Selain itu pemeriksa
harus mengetahui usia anak atau bayi dengan taraf perkembangan motorik dan
audotorik. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan ulangan atau pemeriksaan tambahan
untuk melaksanakan konfirmasi hasil pemeriksaan sebelumnya. Beberapa pemeriksaan
yang dapat di;ajukan pada bayi dan anak adalah :
1. Behavioral Observation Audiometry (BOA)
8,9
Tes ini berdasarkan respon aktif pasien terhadap stimulus bunyi dan merupakan
respon yang disadari.Metoda ini dapat mengetahui sistem auditorik termasuk kognitif
yang lebih tinggi.Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang cukup tenang idealnya
dilakukan pada ruangan kedap suara.Sumber bunyi sederhana dapat dilakukan dengan
tepukan tangan tembur, bola plastik berisik pasir, remasan kertas minyak, bel, terompet
karet dan mainan dengan bunyi yang berfrekuensi tinggi.Lalu dinilai kemampuan anak
dalam memberikan respon terhadap sumber bunyi tersebut.
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
12/24
12
2. Timpanometri11,12
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi dari telinga tengah.Gambaran
timpanometri yang abnormal merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran yang
konduktif.
Melalui probe tone yang dipasang di liangtelinga maka dapat diketahui besarnya
tekanan di liang telinga berdasarkan energi suara yang dipantulkan kembali oleh
gendang telinga. Pada bayi diatas usia 7 bulan maka digunakan probe tone dengan
frekuensi suara 226 Hz. Khusus bayi di bawah 6 bulan tidak digunakan frekuensi diatas
karena akan menimbulkan resonansi di telinga sehingga yang digunakan dengan
frekuensi 668, 678 dan lOOOHz. Terdapat 4 jenis timpanogram yaitu :
Tipe A (normal) Tipe AD (diskontinuitas tulang pendengaran) Tipe AS (kekakuan rangkaian tulang pendengaran) Tipe B (cairan di telinga tengah) Tipe C ( gangguan tuba eustachius)
Pada bayi usia kurang dari 6 bulan ketentuan jenis timpaninogram tidak
mengikuti ketentuan diatas. Timpanometri merupakan pemeriksaan pendahuluan
sebelum OAE dan apabila ada gangguan pada telinga tengah maka pemeriksaan OAE
harus ditunda samapai telinga tengah tidak bermasalah.
Refleks akustikus pada bayi juga berbeda dengan dengan orang dewasa. Dengan
menggunakan probe tone frekuensi tinggi, reflek akustik bayi usia 4 bulan atau lebih
sudah mirip dengan dewasa.
3. Audiometri Nada Murni10,11
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan audiometer, dan hasilpencatatannya disebut audiogram.Dapat dilakukan pada anak yang usianya diatas 4
tahun yang koperatif.Sebagai sumber suara digunakan suara yang murni yang hanya
terdiri dari satu frekuensi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan kedap suara dengan
menilai hantaran suara oleh udara melalui headphone dengan frekuensi 5000, 1000,
2000, 4000 dan 5000 Hz.hantaran suara melalui tulang diperiksa dengan menggunakan
bone vibrator pada prosesus mastoid yang dilakukan pada frekuensi 500, 1000, 2000,
4000 Hz. Intensitas yang biasa digunakan biasanya antara 10-100dB secara bergantian
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
13/24
13
pada kedua telinga. Suara dengan intensitas rendah yang dapat didengar dicatat di
audiogram untuk memperoleh informasi tentang jenis dan derajat ketulian.
4. Oto Acoustic Emission (OAE)1,4,6
Suara yang berasal dari dunia luar akan diproses koklea menjadi stimulus listrik,
selanjutnya dikirim ke batang otak melalui saraf pendengaran sebahagian energi bunyik
tidak diteruskan ke saraf pendengaran melainkan kembali ke liang telinga. Produk
sampingan ini disebut emisi otoaukustik.Koklea tidak hanya menerima dan memproses
bunyi tetapi juga memproses bunyi menjadi energi dengan intensitas rendah yang
berasal dari sel rambut luar koklea.
Terdapat 2 jenis OAE yaitu spontaneus OAE, evoked OAE .pada yang spontan,
mekanisme koklea untuk menghasilkan OAE tanpa harus diberikan stimulus namun
tidak semua orang nonnal memilikinya. Seedangkan pada Evoked maka harus diberikan
stimulus terlebih dahulu.
Pemeriksaan OAE merapakan pemeriksaan yang elektofisiologik untuk menilai
fungsi koklea yang onjektif, otomatis, tidak invasi, murah tidak membutuhkan waktu
lama dan praktis sehingga efisien untuk program skrining pendengaran pada bayi.
5. Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)
BERA merupakan cara pengukuran evoked potensial sebagai respon terhadap
stimulus auditorik. Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi clik atau toneburst
yang diberikan melalui headphone pada pemeriksaan ini perlu dipertimbangkan faktor
maturitas jaras saraf auditorik pada bayi dan anak yang usianya kurang dari 12-18 bulan
karena tersapat perbedaan masa laten, amplitude, dan morfologi gelombang
dibandingkan anak yang lebih besar maupun dewasa.8,9,10
2.11 Penatalaksanaan
1,4,6
Ada atau tidaknya gangguan pendengaran sebenarnya bisa dideteksi sejak bayi
berusia 3 bulan. Pada pendengaran normal suara masuk akan diproses masuk dalam
kokhlea, sebuah saluran atau tuba yang berputar spiral mirip rumah siput dan berisi
organ-organ pendengaran. Getaran gelombang suara digetarkan ke kokhlea sehingga
terjadi gerakan pada cairan sel-sel rambut dan membrane-membrane di dalamnya.Sel-
sel rambut inilah yang mengirim sinyal saraf ke otak.Jika terjadi kerusakan dan
gangguan otomatis suara tidak dapat ditangkap dan diterjemahkan otak.
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
14/24
14
Perlu untuk mengetahui derajat dan jenis dari tuli yang diperoleh dan kelainan
yang mengikuti seperti retardasi mental atau kebutaan serta kehilangan pendengaran
yang bersifat prelingual atau post lingual. Tujuan dari rehabilitasi pada anak-anak
dengan gangguan pendengaran adalah perkembangan bahasa dan berbicara,
bersosialisasi dan dapat mengeluarkan suara. Adapun penatalaksanaan tuli kogenital
adalah1,4,6
1. Pengawasan orang tua
Orang tua yang mempunyai anak yang tuli haruslah secara emosional menerima
kekurangan yang dihadapi anak mereka. Mereka haruslah diberitahu tentang
kekurangan yang dihadapi anak mereka dan bagaimana cara menanganinya. Peran
orang tua dalam habilitasi sangatpenting dimana untuk penjagaan dan pemakaian dari
alat bantu dengar, pemasangan telinga palsu selama pertumbuhan menjadi dewasa,
sering melakukan pemeriksaan, memberikan pendidikan di rumah dan pemilihan dalam
besuara.
2. Rehabilitasi
Orang yang terdeteksi gangguan pendengaran biasanya diberikan terapi alat
bantu dengar atau hearing aids sekitar enam bulan. Selama ini pula dilakukan
serangkaian tes untuk mengetahui respon pendengaran dan kemampuan berkomunikasi.
Jika tidak berpengaruh signifikan implantasi kokhlea menjadi solusi berikutnya tuli
akibat infeksi dan tuli konduktif atau gangguan luar dan tengah umumnya bisa diobati
atau dibantu dengan alat bantu dengar begitupun tuli kogenital.
3. Pengembangan berbicara dan berbahasa
Komunikasi adalah merupakan proses dua arah, tergantung dari kemampuan
menerima dan mengekspresi. Penerimaan informasi melalui visual, pendengaran atau
perabaan sementara ekspresi secara oral atau bahasa sinyal. Pada penderita gangguanpendengaran, fungsi auditorik jelek atau tidak ada sama sekali. Oleh sebab itu untuk
mendapatkan informasi yang baik, mereka perlu untuk meningkatkan kualitas
pendengaran dengan amplifikasi pendengaran atau implan koklea.
Komunikasi oral auditorik
Metode ini digunakan orang yang normal dan cara komunikasi yang paling baik.
Metode ini dapat digunakan pada gangguan pendengaran sedang hingga berat atau
penderita dengan tuli post lingual. Alat bantu dengar digunakan untuk
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
15/24
15
menambahkan penerimaan auditori. Pada masa yang sama, latihan untuk
komunikasi melalui pembacaan bicara diterapakan seperti membaca gerakan bibir,
muka dan gerakan alami dari tangan dan tubuh. Kemampuan ekspresi dirangsang
dengan pembicaraan oral.
Komunikasi manual
Komunikasi ini dengan bahasa isyarat atau metode penulisan jari tetapi mempunyai
kekurangan dimana ide yang sangat abstrak untuk diekspresikan dan masyarakat
umum tidak mengerti.
Komunikasi total
Komunikasi ini memerlukan semua kemampuan input sensorium. Dimana anak
diajarkan untuk mengembangkan fungsi berbicara, membaca bahasa bibir dan
bahasa isyarat.Semua anak dengan tuli prelingual harus menjalani ini. Alat bantu
dengar berguna untuk penderita yang tuli total dan buta.
4. Pendidikan untuk orang yang tuli ?
Anak dengan penderita tuli sedang atau total dapat dimasukkan ke sekolah anak
dimana mereka diberikan tempat khusus di dalam kelas. Denagan menggunakan
alat batu dengar guru memakai mikrofon dan transmitter dan anak yang tuli dapat
mendengarkan suara guru mereka dengan lebih baik tanpa gangguan kebisingan
lingkungan
5. Pembedahan
Tergantung pada tuli kogenital yang tipe dan beratnya ketulian dan adanya
gangguan lain seperti cogenital stapes fixation, choloesteatoma dan lain-lain. Atau
dengan tindakan implan kokhlea untuk gangguan pendengaran karena kerusakan
dan efek dari fungsi kokhlea.Cranya dengan menanamkan sejenis peranti digital di
dalam telinga untuk menggantikan fungsi kokhlea yang rusak.Lalu disambungkandengan perangkat pengatur digital dan mikrofon di bagian luar.Alat bekerja dengan
menghindari bagian-bagian yang rusak di telinga bagian dalam untuk menstimulasi
serta pendengaran yang masih tersisa kemudian mengirim sinyal ke otak sehingga
pendengar tidak hanya mampu mendengar kembali namun dapat juga
mendengarkan musik.Teknologi implan kookhlea juga sebenarnya sudah dilakukan
40 tahun yang lalu.Orang dengan implan kokhlea biasanya dapat mendengarkan
percakapan dengan baik tetapi musik pendengaran masih buruk.
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
16/24
16
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
3.1. IDENTITASNama : Bayi Z
Umur : 11hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Orang tua : Zaitun
Umur : 33 tahun
Alamat : Jl. Hn. Ratudu lr. Pasiran RT 45 RW 12 kel 7 ulu.
3.2. ANAMNESAKeluhan Utama : (alloanamnesis)
Bayi z lahir dengan BBLSR
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Seorang neonatus perempuan, lahir aterm, dengan BBLSR 1400 gram, langsung
menangis, nilai APGAR 8/9.
Riwayat Kehamilan/ Persalinan.
Ibu berusia 33 tahun, G3P1A1 partus perAbdominal atas indikasi PEB dan
riwayat eklampsia, riwayat kpsw disangkal,ketuban hijau disangkal, ketuban
kental dan bau disangkal.
Riwayat Sosial/ Ekonomi.
Ibu pasien berpendidikan SMP , dan bekerja sebagai ibu rumah tangga dan ayah
berusia 32 tahun berpendidikan SMA dan bekerja sebagai pegawai buruh.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ditemukan riwayat penyakit terdahulu
Riwayat Alergi :
Belum diketahui
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
17/24
17
Riwayat Penyakit Keluarga :
Orang tua pasien tidak ada riwayat kelainan pendengaran, alergi obat-obatan dan
makanan.
3.3. PEMERIKSAAN FISIKa. Keadaan Umum
Nadi : 149 x/menit
Pernapasan : 50 x/menit
Suhu : 36,70C
Berat badanLahir :1400gr
Panjang badan : 43 cm
Berat badan sekarang: 1400 gr
b.Status Generalis
Aktivitas fisik : Aktif
Riwayat hisap: kuat
Riwayat tangis : kuat
Anemis (-), Sianosis (-), Ikterik (-), Dispnea (-)
Kepala: normocepali
Leher: Kgb (-)
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor: SI-II reguler
Pulmo: vesikuler (+/+) normal, wheezing (-), Rh (-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+)
Ekstermitas: Hangat dan dalam batas normal
Pemeriksaan laboratorium:
HB: 18,2 g%, leukosir: 9600/ul, trombosit: 451.000/ul, LED: 2 mm/jam,
Hematokrit 53%, hitungan jenis: 0/2/2/63/27/6, Billirubin: negatif.
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
18/24
18
b. Pemeriksaan Khusus
- Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Kanan Kiri
Bentuk daun telingaNormal, deformitas
(-)
Normal, deformitas
(-)
Kelainan kongenital
Diduga ada
gangguan pada
koklea
Belum dapat di nilai
Radang, tumor Tidak ada Tidak ada
Regio mastoid Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Meatus aurikular
ekstrernaLapang, serumen (-) Lapang, serumen (-)
Membran timpani Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal
Pemeriksaan Kanan Kiri
Bentuk hidungNormal, deformitas
(-)
Normal, deformitas
(-)
c. Pemeriksaan Khusus
UJI OAE (Otoacoustic Emission)
Telinga kanan didapatkan hasil Refer.
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
19/24
19
3.4. Resume
Penderita, bayi perempuan usia 11 hari, lahir dengan BBLSR yaitu 1400 gram,
lahir aterm, langsung menangis dengan A/S 8/9. Dari ibu G3P1A1 partus
perAbdominal atas indikasi PEB dan riwayat eklampsia, riwayat kpsw
disangkal,ketuban hijau disangkal, ketuban kental dan bau disangkal
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik generalis ditemukan dalam batas
normal.Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik khusus pada telinga terdapat kelainan
kongenital dan pemeriksaan penunjang OAE (Otoacoustic emission) didapat hasil
Refer pada telinga kanan bayi.
3.5. Diagnosis Kerja
Susp.Gangguan pendengaran a.c kerusakan koklea pada auricula dextra
3.6. Penatalaksanaan
Pasien disarankan untuk melakukan uji test OAE 1 bulan lagi dan disarankan
untuk melakukan uji tympanometri dan audiogram.
3.7. Prognosis
a. Quo ad vitam : ad bonam
b. Quo ad fungsionam : dubia ad Malam
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
20/24
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Gangguan pendengaran pada bayi merupakan ketulian yang terjadi pada seorang
bayi yang disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat
lahir. Ketulian ini dapat berupa tuli sebagian dan tuli total. Tuli kogenital dibagi
menjadi genetic herediter dan non genetic
Etiologi gangguan pendengaran pada bayi dan anak dibedakan berdasarkan
terjadinya gangguan pendengaran yaitu masa prenatal, perinatal dan postnatal. Adapun
gejala klinik tuli kogenital antara lain tidak ada tanggapan suara terutama suara ibunya,
tidak terkejut ataupun menoleh bila ada suara keras disampingnya, tidak menunjukkan
adanya ekspresi wajah, adanya gangguan perkembangan dari berbahasa dan berbicara.
Untuk melakukan pemeriksaan pendengaran yaitu behavioral observation
audiometry (BOA), timpanometri, audimetri nada murni, oto acoustic emission (OAE),
brainstem evoked respones audiometry (BERA). Penatalaksanaan dengan edukasi, alat
bantu dengar dengan atau tanpa implan koklea.
Tabel 4.1.pedoman penegakan diagnosa terhadap ketulian sebagai berikut:
pedoman penegakan diagnosa terhadap ketulian pada bayi dan anak
Teori Kasus
Untuk bayi 0-28 hari :
1. Riwayat keluarga dengan tuli
sensori neural sejak lahir
2. Infeksi masa hamil (TORCHS)
3. Kelainan kraniofasialis termasukkelainan pada pinna dan Hang
telinga
4. Berat badan lahir < I5OOgr
5. Hiperbilirubinemia yang
memerlukan transfusi tukar
6. Obat ototoksik
7. Meningitis bakterial
Bayi umur 11 hari didapatkan
Berat badan lahir sangat rendah 1400
gram. Riwayat infeksi disangkal, tidak
ditemukan hiperbillirubinemia.
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
21/24
21
8. Nilai apgar 0-4 pada menit
pertama; 0-6 pada menit kelima
9. Ventilasi mekanik 5 hari lebih di
NICU
10. Sindroma yang berhubungan
sengan riwayat keluarga dengan
tuli sensorineural sejak lahir
Uji skrining gangguan pendengaran
pada bayi mengunakan OAE
(otoacoustic emission)
Pemeriksaan OAE merupakan
pemeriksaan elektrofisiologik untuk
menilai fungsi koklea yang obyektif,
otomatis (menggunakan kriteria
pass/lulus dan refer/tidak lulus)
Hasil pemeriksaan OAE didapatkan
Refer pada telinga kanan pasien
Berdasarkan data yang ada maka pasien ini dicurigai mengalami gangguan pendengaran
mengingat, bayi yang mempunyai salah satu faktor resiko tersebut mempunyai
kemungkinan mengalami ketulian 10,2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang
tidak memiliki faktor resiko. Dan pemeriksaan OAE didapatkan hasil refer dimana
terjadinya gangguan koklea pada telinga bayi , hasil ini membantu penegakan diagnosis
gangguan pendengaran pada bayi ini.
Tabel 4.2.Penatalaksanaan berdasarkan teori dan kasus.Penatalaksanaan
Teori Kasus
Tujuan dari rehabilitasi pada anak-
anak dengan gangguan pendengaran
adalah perkembangan bahasa dan
berbicara, bersosialisasi dan dapat
mengeluarkan suara. Adapun
Pada pasien ini tindakan yang
dilakukan hanya sebatas skrinig uji
test pendengaran dan uji test OAE
didapatkan hasil refer pada pasien,
Pasien disarankan untuk melakukan
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
22/24
22
penatalaksanaan tuli kogenital
adalah:
1. Pengawasan orang tua
Orang tua yang mempunyai anak
yang tuli haruslah secara emosional
menerima kekurangan yang dihadapi
anak mereka.
2. Rehabilitasi
Orang yang terdeteksi gangguan
pendengaran biasanya diberikan
terapi alat bantu dengar atau hearing
aids sekitar enam bulan. Selama ini
pula dilakukan serangkaian tes untuk
mengetahui respon pendengaran dan
kemampuan berkomunikasi. Jika
tidak berpengaruh signifikan
implantasi kokhlea menjadi solusi
3.Pengembangan berbicara dan
berbahasa
4. Pendidikan untuk orang yang tuli
Anak dengan penderita tuli sedang
atau total dapat dimasukkan ke
sekolah anak dimana mereka
diberikan tempat khusus di dalam
kelas. Denagan menggunakan alatbatu dengar guru memakai mikrofon
dan transmitter dan anak yang tuli
dapat mendengarkan suara guru
mereka dengan lebih baik tanpa
gangguan kebisingan lingkungan
5. Pembedahan
Tergantung pada tuli kogenital yang
uji test OAE 1 bulan lagi dan
disarankan untuk melakukan uji
tympanometri dan audiogram.
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
23/24
23
tipe dan beratnya ketulian dan
adanya gangguan lain seperti
cogenital stapes fixation,
choloesteatoma dan lain-lain. Atau
dengan tindakan implan kokhlea
untuk gangguan pendengaran karena
kerusakan dan efek dari fungsi
kokhlea.
7/28/2019 Tuli Kongenital Bari-1
24/24
2
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballenger JJ. Penyakit Telinga ,Hidung, Tenggorok , Kepala dan Leher. Edisi 13.Jilid
1. Alih Bahasa : Staf Ahli Bag. THT FKUI. Jakarta : Bina Rupa Aksara1994;
gangguan pendengaran pada bayi dan anak hal 31-42.
2. Wibisono S. Tuli Congenital. 2008. Available from URL :http://www.viblitze.com
3. Soepardjo H. Soetomo, sebab-sebab ketulian. 2008. Available from URL:
http://www.kalbe.co.id
4.Suwento R. Rizlavsky S. Hendarmin H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan. In: Soeparti EA, IskandarN. Edisi 6.Jakarta : 2001, hal 31-41
5. Willems P.J. Genetic Causes of Hearing Loss, New England Journal of Medicine,
Updated on Juni 04 2013Available from URL
:http://www.neim.org.ogl.content/short/354/20/2151
6. Wikipedia, Telinga. 2000. Available from URL :http://www.wikipedia.com
7. Adams GL, Boeis, LR. Higler A. Boeis Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Jakarta
8. Moller AR. Hearing Anatomy, Physiology and of The Auditory System. Edisi 2 UK :
Elsevier; 2006, P.233-234
9. Katz. J. Handbook of Clinical Audiology, Edisi 5, USA : Lippinecott William &
Wilkins, 2002, P.762
10.Dhingra P. L. The Deaf Child in Diseases of Ear, Nose and Throat. 4 Edition.
Elsevier, New Delhi, 2006. Page 113-124
11.Atlas Ketulian dengan Implantasi Kokhlea, 2013 Available from ;
http://www.lifestyle.okezone.com