Post on 16-Nov-2021
1
Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Jasa Automatic Teller
Machine berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen: Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.769K/
Pdt.Sus/2011
Anggian Peter Dolly
Abstrak
Dalam penelitian ini membahas mengenai perlindungan konsumen terhadap nasabah
pengguna Jasa Automated Teller Machine dalam kasus card traping antara Muhajidin Taher
dengan Bank Mandiri. Metode yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah penelitian
normatif dengan melakukan penelitian studi kepustakaan. Dalam form pembukaan rekening
pribadi nasabah, diketahui bahwa bank telah memasukkan klausul eksonerasi yang
mengalihkan tanggung jawab bank kepada nasabah. Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen seharusnya pelaku usaha
dalam hal ini bank tidak boleh memasukkan klausul eksonerasi dalam perjanjian dengan
nasabah. Namun nasabah telah melanggar kewajibannya yaitu untuk menjaga nomor PIN
yang dimilikinya.
Kata kunci:
Nomor Identitas Pribadi, Nasabah, Perbankan, pembobolan ATM
Abstract
In this thesis, the author adresses the protection against the customer that used Automatic
Teller Machine in card traping cases between Muhajidin Taher with Bank Mandiri. In
drafting this thesis, author use normative research metodology with the data gathered by
literatur study. In application for opening individual account form, bank use the exoneration
clauses to transfer its liability to the customer. Based on Article 18 Paragraph (1) Law No.8
Of 1999 on Consumer Protection bank should not exoneration clauses in any agreement with
customer. However the customer has violate his obligation to keep secret his own pin.
Keywords:
Personal Indetification Number, Banking Customer, Card Traping
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
2
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang
perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau
jasa yang dapat dikonsumsi.1 Kondisi demikian mempunyai manfaat bagi konsumen karena
kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta
semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa
sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.2
Bank merupakan lembaga yang menyediakan jasa bagi konsumen di bidang
perekonomian. Salah satu produk dari Bank adalah ATM (Automatic Teller Machine). ATM
merupakan alat mesin kasir otomatis yang dapat digunakan untuk berbagai transaksi
perbankan secara elektronik yang dapat memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi
nasabah.
ATM dibuat untuk meringankan beban setiap orang. Ketika belum ada ATM, setiap
orang harus membawa uang dalam jumlah yang besar, dan selalu diancam risiko atas
kehilangan uang. Dengan adanya ATM, pengguna jasa ATM akan lebih efisien dalam
bertransaksi. Selain itu dengan adanya ATM, berbagai transaksi dapat selalu dilakukan
dengan waktu operasi 24 jam sehingga bank lebih mudah dalam melayani nasabahnya.
Pemberian fasilitas ATM itu tentu memberi kemudahan bagi nasabah, namun dapat
juga memberikan ancaman yang merugikan nasabah bank. Pihak yang tidak bertanggung
jawab dapat menggunakan fasilitas ATM untuk mempermudah dilakukannya tindak
kejahatan atau bahkan menjadi objek dari tindak pidana yang akan dilakukannya. Saat ini,
tindak pidana kejahatan terhadap ATM tidak hanya berupa pembobolan mesin, tetapi juga
terdapat tindak pidana penipuan nasabah bank dengan memanfaatkan fitur yang terdapat di
ATM.
Selain pembobolan yang dilakukan untuk merampok di boks ATM, salah satu modus
dalam pembobolan rekening nasabah juga dapat dilakukan dengan melakukan penipuan
melalui card trapping atau penjebakan kartu ATM. Pelaku card trapping (pelaku)
mengganjal tempat masuk kartu ATM dengan beberapa peralatan seperti tusuk gigi, korek
1 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No. 42
Tahun 1999, TLN No. 3821, Penjelasan Umum Paragraf Kesatu.
2 Ibid., Paragraf Kedua.
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
3
api, kawat kecil, atau barang lainnya. Kemudian pelaku memasang stiker palsu di tempat
paling strategis serta mudah dilihat nasabah pada mesin ATM, berisikan nomor telepon palsu
dari call center bank.
Sehingga pada saat nasabah bertransaksi di mesin ATM, kartu nasabah akan
tersangkut pada perangkap yang telah dipasang oleh pelaku. Nasabah berpikir bahwa
kartunya tertelan di mesin ATM kemudian nasabah menghubungi nomor call center palsu
untuk melakukan pemblokiran kartu ATM.
Pelaku card trapping berpura-pura sebagai petugas bank, sehingga saat dihubungi
oleh nasabah yang menjadi calon korban, pelaku akan berpura-pura menjadi petugas bank
dengan menanyakan data nasabah seperti nama, tempat tanggal lahir, alamat, nama ibu
kandung, dan pelaku meminta nasabah menyebutkan nomor PIN dari kartu ATM, dan
berjanji akan segera memblokir kartu tersebut.
Nasabah yang berada dalam keadaan darurat, umumnya merasa panik sehingga
mudah mempercayai petugas bank palsu dengan memberitahukan semua data yang diminta,
termasuk nomor PIN. Padahal PIN bersifat sangat pribadi dan rahasia, sehingga tidak boleh
diberitahukan kepada pihak lain. Kemudian setelah nasabah pemilik kartu ATM
meninggalkan mesin ATM, pelaku akan mengambil kartu yang masih tersangkut di mesin
ATM untuk selanjutnya menguras dana yang terdapat dalam tabungan nasabah dengan
mudah.
Dalam hal ini, nasabah yang menjadi korban card trapping telah merasa aman karena
mengira kartu ATM sudah diblokir oleh pihak bank, sehingga nasabah umumnya tidak segera
datang ke outlet bank untuk mengurus pengembalian kartunya pada hari dimana kartu
nasabah tersebut dijebak dalam mesin ATM. Beberapa hari kemudian nasabah baru
mendatangi pihak bank dan baru menghetahui bahwa dirinya telah menjadi korban penipuan,
dan uangnya telah diambil oleh pelaku.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan beberapa kelebihan
yang dimiliki ATM, masih terdapat risiko yang timbul, dimana salah satu kasus card
trapping yang terjadi di Indonesia terjadi di Kota Makassar. Pihak nasabah yaitu Mujahidin
Taher mengajukan gugatannya kepada Bank Mandiri karena menjadi korban card trapping
dan meminta pertanggungjawaban pihak bank.
Kasus ini berawal dari tertelannya kartu ATM nasabah yang digunakan oleh istri nasabah di
mesin ATM. Sesaat setelah ATM penggugat tertelan, datang orang yang menawarkan
bantuan kepada istri nasabah untuk menghubungi nomor yang disebutkan sebagai call center.
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
4
Istri nasabah mempercayai informasi dan bantuan yang diberikan dan terlibat
pembicaraan dengan orang yang mengaku sebagai petugas call center. Dalam pembicaraan
tersebut, istri nasabah memberikan Nomor Identitas Pribadi/Personal Indetification Number
(PIN) ATM milik nasabah. Setelah pembicaraan tersebut, istri nasabah pulang dengan
meninggalkan kartu yang masih tertelan di mesin ATM.
Kemudian,nasabah menerima pemberitahuan dari Short Message Service (SMS)
Banking3 bahwa telah terjadi penarikan sejumlah uang dari rekeningnya. Penggugat
mengalami kerugian sebesar Rp. 45.013.700,00 atas transaksi ATM yang tidak dilakukannya.
Atas hal tersebut, nasabah mengajukan permohonan penyelesaian sengketa kepada
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Makassar. BPSK Kota Makassar
mengeluarkan putusan No. 04/BPSK/III/2011 pada tanggal 26 April 2011 yang amar
putusannya menyatakan sebagai berikut.
1. Pelaku usaha (Bank Mandiri/Termohon) terbukti telah melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen;
2. menetapkan adanya kerugian di pihak konsumen (Pemohon/ Mujahidin Taher)
sejumlah Rp. 45.111.400,- (empat puluh lima juta seratus sebelas ribu empat ratus
rupiah);
3. mengabulkan seluruh gugatan Pemohon, yaitu membebani kewajiban pengembalian
uang oleh Termohon kepada Pemohon sejumlah Rp 45.11.400,00 (empat puluh lima
juta seratus sebelas ribu empat ratus rupiah);
4. mewajibkan Termohon membayar biaya penyelesaian sengketa sebesar Rp
100.000,00 (seratus ribu rupiah).
Namun putusan tersebut ditolak oleh pihak Bank Mandiri dengan alasan putusan
tersebut bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku dalam praktek perbankan yang
berkaitan dengan transaksi ATM. Kemudian Bank Mandiri mengajukan keberatan ke
Pengadilan Negeri Makassar (PN Makassar), namun PN Makassar menolak keberatan dari
pihak pelaku usaha (Bank Mandiri).
Selanjutnya Bank Mandiri mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kasasi yang
diajukan Bank Mandiri dikabulkan sebagian dan Mahkamah Agung membatalkan putusan
Majelis BPSK Kota Makassar No. 4/BPSK/II/2011 tanggal 26 April 2011 dan menyatakan
putusan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
3 Mandiri SMS adalah layanan perbankan elektronik untuk mengakses rekening nasabah dengan
menggunakan sarana ponsel/Hand Phone (HP), http://www.bankmandiri.co.id/article/faq-sb.aspx, diakses 17
November 2012, pukul 10:54 WIB.
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
5
Mahkamah Agung berpendapat bahwa Judex factie/PN Makassar dan BPSK Kota
Makassar telah salah menerapkan hukum, karena menjatuhkan sanksi administratif
berdasarkan ketentuan yang bersifat umum, yaitu berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Undang-Undang Perlindungan Konsumen),
tanpa mengkaitkan dengan ketentuan normatif lainnya yang bersifat larangan (imperatif)
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Mahkamah Agung menyatakan dasar petimbangan Judex factie dalam menguatkan
putusan BPSK Makassar dan menolak keberatan Pemohon berdasarkan Pasal 4a UU
Perlindungan Konsumen tidak dapat dibenarkan atau salah dalam menerapkan hukum, karena
pasal 4a UU Perlindungan Konsumen memuat ketentuan yang mengatur bukan ketentuan
yang memuat sanksi,
Kemudian, Mahkamah Agung juga menyatakan bahwa kerugian yang dialami nasabah
adalah karena tindakannya sendiri yang memberitahukan PIN ATM kepada istrinya dan
kemudian istri nasabah memberitahukan kepada orang asing. Tindakan tersebut merupakan
pelanggaran ketentuan penggunaan kartu ATM, dimana terdapat ketentuan bagi nasabah
yaitu wajib merahasiakan PIN dari pihak lain.
1.2 Pokok Permasalahan.
1.2.1. Apakah kewajiban dan tanggung jawab bank sebagai pelaku usaha berdasarkan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Perbankan dalam
pengawasan produk yang dimiliki?
1.2.2. Bagaimana perlindungan bagi nasabah atas kerugian yang dialami nasabah dalam kasus
Card Trapping antara Muhajidin Taher dengan Bank Mandiri?
2. Pembahasan
2.1 Analisis Terhadap Kewajiban dan Tanggung Jawab Bank Berdasarkan Undang-
Undang Perlindungan Konsumen Dalam Upaya Pengawasan Produk Perbankan.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan pedoman bagi pelaku usaha
dalam menjalankan kegiatannya. Berikut merupakan ketentuan dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen terkait dengan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai pelaku
usaha di bidang perbankan.
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
6
2.1.1 Kewajiban Bank Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Dalam Upaya Pengawasan Produk Perbankan
Bank sebagai pelaku usaha memiliki kewajiban dalam menjalankan kegiatan
usahanya. Berikut beberapa kewajiban bank yang terdapat dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen yang terkait dengan kasus antara Mujahidin Taher dengan Bank
Mandiri.
a. Pasal 7 huruf a mengatur kewajiban pelaku usaha untuk beritikat baik dalam
melakukan kegiatan usahanya
Itikad baik merupakan salah satu syarat dalam perjanjian yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) khususnya Pasal 1338, namun
jika dikaitkan dengan Pasal 1320 sampai dengan Pasal 1328, dapat dilihat bahwa
untuk mencapai kesepakatan yang sah maka kesepakatan tersebut tidak diberikan
karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Sehingga untuk
mencegah kesepakatan yang diberikan karena paksaan dan penipuan maka dari kedua
perjanjian itikad baik.
Selanjutnya menurut Subekti, yang dimaksud dengan melaksanakan perjanjian
dengan itikad baik adalah melaksanakan perjanjian dengan mengandalkan norma-
norma kepatutan dan kesusilaan sebagaimana diatur pula dalam Pasal 1329
KUHPerdata. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Pelaku Usaha
diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi
konsumen, diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa.4
Terkait dengan ketentuan ini, jika dikaitkan dengan kasus maka dapat dilihat
bahwa di satu sisi, itikad baik bank dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan pegawai
bank yang memberikan pedoman dan informasi yang dibutuhkan bagi nasabah dalam
menikmati layanan perbankan yang ditawarkan. Jika pegawai bank telah memberikan
informasi dan tata cara penggunaan kartu ATM, maka dapat dilihat bahwa bank telah
memenuhi kewajibannya untuk beritikad baik. Dalam kasasi yang diajukan, dikatakan
bahwa Bank Mandiri telah melakukan hal-hal yang dianggap sebagai bentuk itikad
baik terhadap konsumen, yaitu:
1) Dalam setiap kesempatan memberikan edukasi dan mengingatkan nasabah
untuk mentaati petunjuk yang diberikan oleh Bank. Hal itu dilakukan dengan
4 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Opcit, hal. 54.
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
7
menggunakan berbagai media baik melalui media tertulis atau melalui petugas
Custumer Service.
2) Bank telah memasang CCTV pada mesin-mesin ATM agar dapat memberikan
penjelasan kepada nasabah apabila terjadi sanggahan transaksi.
Namun di sisi lain, diketahui berdasarkan Perjanjian Pembukaan Rekening
Produk Dana Perorangan, bahwa Bank Mandiri selaku pelaku usaha perbankan dapat
dikatakan tidak memenuhi syarat itikad baik dalam perjanjian karena melanggar
ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan
memasukkan klausula eksonerasi yang mengalihkan tanggung jawab pihak bank jika
terjadi penipuan, pemalsuan dan penyalahgunaan buku tabungan dan kartu debit Bank
Mandiri.
b. Pasal 7 huruf b mengatur kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunan, perbaikan dan pemeliharaan. Disini bank wajib
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur serta memberikan penjelasan
penggunaan barang atau jasa kepada nasabah.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4c jo Pasal 7b, Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, diatur mengenai syarat suatu informasi yaitu informasi
harus jujur, benar dan jelas. Penjelasan atas istilah informasi yang benar, jujur dan
jelas dirumuskan oleh Tim Hukum Departemen Kehakiman, 1998. Benar berarti
informasi tentang bahan-bahan baku, bahan penolong/tambahan pembuat barang/jasa
wajib benar. Jelas maksudnya ungkapan informasi wajib jelas, tidak
membingungkan/membuat dua arti, memakai Bahasa Indonesia. Sedangkan jujur
adalah pembuat informasi wajib jujur dalam menyusun penjelasan terkait
barang/jasanya.
Ketentuan yang terdapat dalam pasal ini merupakan realisasi itikad baik bank
dalam menjalankan kegiatannya. Dengan adanya ketentuan berupa kewajiban bagi
bank dalam memberian informasi maka akan memudahkan nasabah dalam menikmati
jasa yang diberikan bank karena sebagaimana diketahui, jasa-jasa yang diberikan
bank merupakan jasa yang terkait erat dengan teknologi, sehingga agar nasabah dapat
mengerti dan menjadi konsumen yang dapat memenuhi kewajibannya, nasabah harus
diberikan informasi yang cukup dan tidak menyesatkan.
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
8
Jika kewajiban ini tidak dipenuhi oleh bank, maka selain akan menyulitkan
nasabah sebagai konsumen, maka bank pun dapat saja dirugian karena kelalaiannya
dalam memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur sehingga mengakibatkan
ketidak pahaman nasabah dalam menikmati jasa yang ditawarkan oleh bank.
Dikaitkan dengan kasus ini, dapat dilihat dalam putusan bahwa bank dalam
pembelaanya menyatakan bahwa bank telah mengakomodir kewajiban ini dengan
memberikan keterangan berupa informasi ketika membuka rekening. Dimana
ditentukan bahwa nasabah dilarang memberitahukan PIN yang digunakan kepada
siapapun. Sehingga Bank Mandiri dalam hal ini telah memenuhi kewajibannya,
namun nasabah selaku konsumen justru melanggar ketentuan atau prosedur perbankan
yang telah ditentukan oleh bank karena memberitahukan PIN yang dimilikinya dan
memberikan kartu ATM nya kepada istrinya, selain itu pelanggaran yang berakibat
besar pada kerugian yang diderita nasabah adalah ketika istri nasabah memberikan
PIN nasabah kepada orang asing yang mengaku sebagai petugas call center Bank
Mandiri yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
c. Pasal 7 huruf f mengatur kewajiban pelaku usaha untuk memberi kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
Kewajiban ini mengatur bank sebagai pelaku usaha untuk memberikan ganti
kerugian kepada nasabah apabila terjadi kerugian karena penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang atau jasa yang disediakan oleh bank.
Dalam kasus ini, nasabah menuntut pihak Bank Mandiri untuk memberikan
ganti rugi atas kerugian yang dideritanya setelah memberikan PIN ATM nya kepada
orang yang tak dikenal yang mengaku sebagai petugas call center. Dalam kasus ini,
pihak nasabah melakukan pelanggaran atas ketentuan yang diwajibkan dalam
penggunaan kartu ATM, sehingga kesalahan berada pada pihak nasabah.
Namun untuk perlindungan nasabah perbankan atas tindak pidana yang
mengancam para pengguna jasa bank, maka bank sebaiknya melakukan pengawasan
dengan cara menempatkan petugas keamanan yang berjaga di ATM sehingga dapat
mencegah timbulnya tindak pidana serupa di kemudian hari untuk dapat menjaga
kepercayaan dan rasa aman nasabah.
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
9
2.1.2 Tanggung Jawab Bank Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Dalam Upaya Pengawasan Produk Perbankan
Sebagaimana diketahui, tanggung jawab merupakan keadaan wajib untuk
menanggung segala sesuatu (jika terjadi sesuatu, dapat dituntut, dipersalahkan, diperkarakan,
dan sebagainya). Mengenai tanggung jawab pelaku usaha secara umum diatur dalam Bab VI
Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Berikut merupakan ketentuan yang mengatur
mengenai tanggung jawab yang dibebankan kepada bank sebagai pelaku usaha yang terkait
dengan kasus antara Mujahidin Taher dengan Bank Mandiri.
Dalam pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) diatur mengenai tanggung jawab pelaku usaha
yaitu:
“Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
Pada ayat selanjutnya diatur bahwa”
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Jadi bank sebagai pelaku usaha memiliki tanggung jawab memberikan ganti kerugian
apabila terjadi kerusakan dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau
jasa yang dihasilkan oleh produk bank tersebut.
Selanjutnya diatur dalam Pasal 19 ayat (4) bahwa pemberian ganti kerugian
sebagaimana dimaksudkan pasal 19 ayat (1) dan (2) tidak menghapuskan kemungkinan
adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan. Disini berarti pemberian ganti kerugian dari pihak pelaku usaha tidak otomatis
menghapus adanya pidana tergantung dari pembuktian yang dihadirkan.
Namun didalam pasal 19 ayat (5) menyatakan bahwa ketentuan pemberian ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat
membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Disini jika
dikaitkan dengan kasus, maka ketentuan ini dapat membebaskan bank sebagai pelaku usaha
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
10
jika dalam pembuktian, pelaku usaha, dalam hal ini Bank Mandiri dapat membuktikan
bahwa kerugian yang diderita nasabah adalah kesalahan nasabah itu sendiri, dan bukan
merupakan tanggung jawabnya.
Terkait dengan kasus ini, maka dapat diketahui bahwa Bank Mandiri telah melanggar
ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1) a Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan
memasukan klausula eksonerasi dalam Perjanjian Pembukaan Rekening Produk Dana
Perorangan. Sehingga dengan merujuk pada ketentuan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-
Undang Perlindungan Konsumen, klausula eksonerasi tersebut batal demi hukum, sehingga
bank tetap bertanggung jawab dalam hal terjadi kerugian dan tuntutan karena penipuan,
pemalsuan dan penyalahgunaan penggunaan buku tabungan dan atau kartu debit Bank
Mandiri.
Namun berdasarkan hasil pemeriksaan dipersidangan dapat diketahui bahwa kerugian
yang diderita nasabah merupakan kesalahan nasabah yang telah memberikan PIN yang
dimilikinya kepada istrinya, dimana kemudian istri nasabah memberitahukan PIN nasabah
kepada orang asing yang merupakan pelaku card trapping.
Sehingga dengan telah dipenuhinya kewajiban bank untuk memberikan informasi
bahwa terdapat larangan bagi nasabah untuk memberitahukan PIN yang bersifat rahasia maka
bank dapat terbebas dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen akibat
kesalahan yang dilakukan oleh konsumen tersebut karena dalam hal terjadi card trapping
selain pihak nasabah yang menjadi korban, bank selaku pelaku usaha turut menjadi korban.
Sehingga dalam hal penyelesaian kerugian antara nasabah dan bank, tergantung pada
kebijakan pihak bank apakah tetap akan memberikan ganti kerugian atas kesalahan yang
dilakukan pihak nasabah.
2.2 Analisis Kewajiban dan Tanggung Jawab Bank Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan Dalam Upaya Pengawasan Produk
Perbankan
Undang-Undang Perbankan memberikan pedoman bagi bank dalam menjalankan
kegiatannya. Berikut merupakan ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan terkait dengan
kewajiban dan tanggung jawabnya bank.
2.2.1 Kewajiban Bank Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Dalam
Upaya Pengawasan Produk Perbankan
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
11
Bank sebagai pelaku usaha memiliki kewajiban dalam menjalankan kegiatan
usahanya. Berikut beberapa kewajiban bank yang terdapat dalam Undang-Undang Perbankan
yang terkait dengan kasus antara Mujahidin Taher dengan Bank Mandiri.
a. Pasal 2 Undang-Undang Perbankan mengatur bahwa “Perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian”.
Prinsip yang mendasari pelaksanaan kegiatan perbankan di Indonesia adalah
kehati-hatian, yang berarti bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank harus
selalu berhati-hati agar tidak merugikan nasabahnya. Mengenai prinsip kehati-hatian
ini dapat dilihat pula dalam pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Perbankan yang
mengatur bahwa “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan
ketentuan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) (“SEBI
11/10/DASP”) mensyaratkan bahwa setiap pelaku usaha yang menyenggarakan
kegiatan APMK wajib menerapkan perlindungan nasabah, prinsip kehati-hatian dan
peningkatan keamanan. SEBI 11/10/DASP tersebut mengatur bahwa dalam penerapan
prinsip perlindungan nasabah dilakukan antara lain dengan:
1) menyampaikan informasi tertulis kepada calon Pemegang Kartu dan
Pemegang Kartu atas APMK yang diterbitkan. Informasi tersebut wajib
menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti, ditulis
dalam huruf dan angka yang mudah dibaca oleh calon Pemegang Kartu
dan Pemegang Kartu; dan
2) menyediakan sarana dan nomor telepon yang dapat secara mudah
digunakan dan/atau dihubungi oleh calon Pemegang Kartu dan Pemegang
Kartu dalam rangka melakukan verifikasi kebenaran segala fasilitas yang
ditawarkan dan/atau informasi yang disampaikan oleh Penerbit.
Selanjutnya, untuk kartu ATM dan/atau kartu Debit, Bank wajib untuk
memberikan informasi tertulis kepada nasabah yang paling kurang meliputi:
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
12
1) prosedur dan tata cara penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet,
fasilitas yang melekat pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dan risiko
yang mungkin timbul dari penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet;
2) hak dan kewajiban Pemegang Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, yang
paling kurang meliputi:
a) hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemegang Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet dalam penggunaan kartu, termasuk segala
konsekuensi atau risiko yang mungkin timbul dari penggunaan
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, misalnya tidak memberikan PIN
kepada orang lain dan berhati-hati saat melakukan transaksi melalui
mesin ATM;
b) hak dan tanggung jawab Pemegang dan/atau Penerbit Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet apabila terjadi berbagai hal yang
mengakibatkan kerugian bagi Pemegang dan/atau Penerbit Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet, baik yang disebabkan karena adanya
pemalsuan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, kegagalan sistem
Penerbit, atau sebab lainnya;
c) jenis dan besarnya biaya yang dikenakan Penerbit; dan
d) tata cara dan konsekuensi jika Pemegang Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet tidak lagiberkeinginan menjadi Pemegang Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet;
3) tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan penggunaan
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dan perkiraan waktu penyelesaian
pengaduan tersebut.
Terkait dengan kasus, maka harus diketahui apakah pihak Bank Mandiri sudah
menerapkan prinsip kehati-hatian. Dalam kasasi yang diajukan oleh Bank mandiri,
pihak dari Bank Mandiri mendalilkan bahwa pihaknya telah melakukan prinsip
kehati-hatian dengan baik dan tertib, sebagaimana yang diatur dalam SEBI
11/10/DASP, antara lain dengan:
1) menyampaikan informasi tertulis kepada Mujahidin Taher yang dahulu sebagai
calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu atas APMK yang diterbitkan.
Informasi yang diberikan menggunakan Bahasa Indonesia; dan
2) pihak Bank Mandiri telah menyediakan sarana dan nomor telepon yang dapat
secara mudah digunakan dan/atau dihubungi oleh calon Pemegang Kartu dan
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
13
Pemegang Kartu dalam rangka melakukan verifikasi kebenaran segala fasilitas
yang ditawarkan dan/atau informasi yang disampaikan oleh Penerbit.
Selain itu Bank Mandiri juga telah memberikan informasi tertulis kepada
nasabah yang paling kurang meliputi:
1) prosedur dan tata cara penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, fasilitas
yang melekat pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dan risiko yang mungkin
timbul dari penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debit;
2) hak dan kewajiban Pemegang Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, yang paling
kurang meliputi:
a) hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemegang Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet dalam penggunaan kartu, termasuk segala konsekuensi atau risiko
yang mungkin timbul dari penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet,
misalnya tidak memberikan PIN kepada orang lain dan berhati-hati saat
melakukan transaksi melalui mesin ATM;
b) hak dan tanggung jawab Pemegang dan/atau Penerbit Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet apabila terjadi berbagai hal yang mengakibatkan kerugian bagi
Pemegang dan/atau Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, baik yang
disebabkan karena adanya pemalsuan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet,
kegagalan sistem Penerbit, atau sebab lainnya;
c) jenis dan besarnya biaya yang dikenakan Penerbit; dan
d) tata cara dan konsekuensi jika Pemegang Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
tidak lagiberkeinginan menjadi Pemegang Kartu ATM dan/atau Kartu Debet;
Dalil pihak Bank Mandiri diperkuat dengan bukti-bukti yang dihadirkan
dipengadilan. Kemudian pihak Bank Mandiri menyatakan bahwa dalam menjalankan
kegiatannya, Bank Mandiri selalu dalam pengawasan Bank Indonesia sehinga Bank
Mandiri mendapat izin dari Bank Indonesia sebagai lembaga yang menyelenggarakan
kegiatan APMK.
Namun dalam memaksimalkan pengawasan keamanan atas layanan jasa ATM,
hingga saat ini belum terdapat ketentuan yang mengatur bahwa pihak Bank harus
menempatkan petugas keamanan di setiap tempat yang terdapat mesin ATM.
Dikarenakan hal ini sangat diperlukan dalam perlindungan baik bagi pihak nasabah
dan pihak bank. Selain itu diperlukan tindakan dari pihak Bank untuk memberikan
nomor call center yang benar yang dapat dihubungi pihak nasabah jika terjadi
keadaan darurat.
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
14
b. Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Perbankan mengatur bahwa “Untuk kepentingan
nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko
kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank”.
Tujuan disediakannya informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko
kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal
kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin
adanya tranparansi dalam dunia perbankan.
Selanjutnya dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 tentang
Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Dana Pribadi Nasabah (PBI
7/6/2005) juga mengatur mengenai kewajiban bank dalam menjamin perlindungan
data pribadi nasabah serta menjamin hak nasabah untuk memperoleh informasi
mengenai produk bank.
Didalam Peraturan Bank Indonesia tersebut, pasal 4 mengatur bahwa:
Pasal 4
(1) Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara
lengkap dan jelas mengenai karakteristik setiap Produk Bank
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada
Nasabah secara tertulis dan atau lisan
(3) Dalam memberikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), Bank dilarang memberikan informasi yang menyesatkan (mislead) dan atau
tidak etis (misconduct).
Bank wajib untuk memberikan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia
secara lengkap dan jelas mengenai karateristik dari produk-produk yang ditawarkan
oleh bank kepada nasabahnya. Informasi tersebut harus disampaikan kepada nasabah
agar nasabah mengerti tentang penggunaan produk atau jasa yang ditawarkan oleh
bank tersebut. Dalam memberikan informasi, bank tidak boleh memberikan informasi
yang menyesatkan dan atau informasi yang tidak etis kepada nasabahnya.
Selanjutnya dalam Pasal 5 PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi
Informasi Produk Bank dan Penggunaan Dana Pribadi Nasabah mengatur bahwa:
Pasal 5
(1) Informasi mengenai karakteristik Produk Bank sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 sekurang-kurangnya meliputi:
a. Nama Produk Bank;
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
15
b. Jenis Produk Bank;
c. Manfaat dan risiko yang melekat pada Produk Bank;
d. Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank;
e. Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank;
f. Perhitungan bunga atau bagi hasil dari margin keuntungan;
g. Jangka waktu berlakunya Produk Bank; dan
h. Penerbit (issuer/originator) Produk Bank;
Ketentuan dalam Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Perbankan dan Peraturan
Bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan
Penggunaan Dana Pribadi Nasabah ini terkait dengan informasi yang jujur, benar dan
jelas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang
merupakan kewajiban bagi pelaku usaha dan hak dari nasabah.
Terkait dengan kasus, maka dapat kita lihat bahwa apakah bank telah
memberikan informasi yang jujur, benar dan jelas kepada calon nasabahnya, dan
apakah bank telah memberikan layanan menjalankan Peraturan Bank Indonesia No.
7/6/PBI/2005 ini ketika memberikan produknya kepada nasabah atau belum.
Dapat diketahui berdasarkan Perjanjian Pembukaan Rekening Produk Dana
Perorangan persyaratan yang meliputi hak dan kewajiban masing-masing pihak yaitu
nasabah dan bank. Dimana terdapat ketentuan bahwa nasabah wajib merahasiakan
PIN ATM yang dimilikinya. Sehingga kewajiban bank untuk memberikan informasi
kepada nasabah telah dipenuhi pihak Bank Mandiri.
2.2.2 Tanggung Jawab Bank Berdasarkan Undang-Undang Perbankan
Dalam Upaya Pengawasan Produk Perbankan
Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara khusus mengenai tanggung jawab
bank dalam upaya pengawasan produk perbankan. Ketentuan tanggung jawab bank terdapat
dalam:
a. ketentuan mengenai sanksi dalam Undang-Undang Perbankan; dan
b. di dalam perjanjian antara nasabah dengan bank.
2.3 Analisis Terhadap Perlindungan Nasabah Pengguna Kartu ATM
Terkait dengan kasus, pertimbangan PN Makassar mengenai perjanjian yang dilakukan
oleh bank dengan nasabah adalah bank telah menerapkan klausula eksonerasi (pembebasan
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
16
tanggung jawab secara sepihak) dalam perjanjian pembukaan rekening produk dana bank
dengan nasabah yang mengandung itikat baik dan tidak memperhatikan kepatutan, kebiasaan
dan undang-undang.
PN Makassar berpendapat bahwa asas kebebasan berkontrak adalah bukan sebebas-
bebasnya tetapi harus bertanggung jawab yaitu hatus dengan mempergunakan lembaga itikat
baik sebagaimana ketentuan pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yaitu suatu perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikat baik dan tidak boleh bertentangan dengan pasal 1339 KUHPerdata
yaitu suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
didalamnya tetapi juga untuk segala sesuati yang menurut sifat perjanjian harus oleh
kepatutan, kebiasan, dan undang-undang.
Jadi pembebasan tanggung jawab secara sepihak dalam perjanjian berklausul
eksonerasi ini bertentangan dengan ketentuan bahwa bank harus beritikat baik dan
bertanggung jawab apabila terjadi kerugian terhadap nasabah.
Namun bank menyatakan bahwa dalam perjanjian antara bank dengan nasabah tersebut
adalah suatu perjanjian standar yang bukan merupakan perbuatan melawan hukum karena
hingga saat ini tidak ada undang-undang atau produk hukum yang melarang pelaku usaha
membuat perjanjian standar.
Perjanjian standar merupakan perjanjian yang formatnya sudah dbuat dan dicetak,
berupa formulir yang kemudian akan diberikan kepada pihak lain untuk disetujui. Dalam
perjanjian standar biasanya terdapat klausula baku yang dibuat. Klausula baku adalah
perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya sudah dibakukan oleh pemakai dan
pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta
perubahan
Lebih lanjut, pihak Bank Mandiri menyatakan bahwa Perjanjian Standar merupakan
jawaban atas kebutuhan pelaku usaha dan konsumen dalam hal ini nasabah
tabungan/pemegang kartu ATM yang menghendaki kepraktisan dan kecepatan dalam layanan
perbankan karena pada dasarnya hal-hal yang diatur dalam perjanjian standar bersifat dan
berlaku secara umum bagi setiap pemegang kartu A TM pada semua Bank.
Dalam menyusun dan melaksanakan Perjanjian, pelaku usaha yang
menjalankan kegiatan perbankan diseluruh Indonesia termasuk Pemohon Kasasi wajib
berpedoman pada ketentuan hukum yang berlaku yaitu ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam KUH Perdatasebagai ketentuan yang bersifat umum dan ketentuan-ketentuan yang
diatur atau diterbitkan oleh Bank Indonesia selaku regulator dan pengawas usaha perbankan
di Indonesia sebagai aturan-aturan yang bersifat khusus.
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
17
Ketentuan tersebut terdapat dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP
tanggal 13 April 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu (APMK) yang mensyaratkan setiap pelaku usaha yang
menyelenggarakan kegiatan APMK wajib menerapkan prinsip perlindungan nasabah, prinsip
kehati-hatian dan peningkatan keamanan.
Namun, dapat diketahui bahwa dalam Perjanjian Pembukaan Rekening Produk Dana
Perorangan Bank Mandiri terdapat sejumlah persyaratan yang harus disetujui oleh calon
nasabah, dimana pada salah satupersyaratan tersebut terdapat klausula eksonerasi yaitu
ketentuan yang mengalihkan tanggung jawab bank. Klausula tersebut terdapat dalam bagian
syarat khusus poin 6, yang berbunyi sebagai berikut: “6. Bank Mandiri dibebaskan dari
segala tuntutan dan kerugian yang timbul karena kehilangan/pemalsuan dan/atau
penyalahgunaan Buku Tabungan dan atau Kartu Debit Mandiri”
Gambar 1. Syarat Khusus dalam Perjanjian Pembukaan Rekening Produk Dana Perorangan Bank Mandiri
Sehingga dapat diketahui bahwa dengan dicantumkannya klausula eksonerasi dalam
syarat khusus poin 6 tersebut, pihak Bank Mandiri telah melakukan pelanggaran atas
ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen sehingga
dengan merujuk ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
pengalihan tanggung jawab bank tersebut batal demi hukum dan bank tetap bertanggung
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
18
jawab atas kerugian dan tuntutan dalam hal terjadi pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan
buku tabungan dan kartu debit Bank Mandiri.
Dalam kasus terjadinya penipuan berupa card trapping, sejalan dengan adanya
perlindungan terhadap nasabah, maka di lain sisi, nasabah memiliki kewajiban yang harus
dipenuhi agar hak dan perlindungan yang diterima oleh konsumen, dapat memberikan
kepastian dan perlindungan bagi bank dari konsumen yang beritikad tidak baik dan ceroboh.
Dalam hal ini, konsumen memiliki kewajiban yang harus dipenuhi sebelum menuntut
tanggung jawab dari pihak bank. Dalam Perjanjian Pembukaan Rekening Produk Dana
Perorangan diatur bahwa konsumen wajib merahasiakan PIN ATM yang dimilikinya dari
pihak lain, termasuk suami atau istri. Sehingga jika merujuk pada kasus ini, nasabah dinilai
telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan/kebijakan yang ditetapkan oleh bank dalam
rangka optimasilasi perlindungan terhadap nasabah.
Dengan telah diberitahukannya PIN nasabah kepada istri dan istri nasabah
memberitahukan PIN milik nasabah kepada pihak asing yang tidak dikenalnya berdampak
besar terhadap kerugian yang diderita oleh nasabah.
Sehingga untuk menuntut tanggung jawab dari pihak bank, konsumen seharusnya
mematuhi terlebih dahulu kewajiban yang telah ditetapkan yang bertujuan untuk
memperkecil risiko kerugian yang akan diderita oleh konsumen dan memperkecil lingkup
tanggung jawab yang akan ditanggung oleh bank.
Sehingga dalam hal penyelesaian kerugian antara nasabah dan bank, tergantung pada
kebijakan pihak bank apakah tetap akan memberikan ganti kerugian atas kesalahan yang
dilakukan pihak nasabah.
Sebagai salah satu upaya bank dalam mengawasi fasilitas ATM dari ancaman card
trapping, kalangan perbankan telah melakukan berbagai pengamanan. Di antaranya
memasang kamera CCTV di mesin-mesin ATM, terutama yang berada di tempat umum.
Namun dalam praktik, gambar yang terlihat di kamera sulit diidentifikasi sehingga, pelaku
card trapping sulit ditemukan.
Pengamanan lainnya adalah mengadakan pemeriksaan rutin setiap hari ke seluruh
mesin ATM. Kemudian memasang pengaman di mesin ATM, untuk mencegah masuknya
benda lain (peralatan card trapping) selain kartu ATM. Peringatan kepada nasabah juga
dilakukan dengan memasang stiker di mesin ATM yang berisi sosialisasi kepada nasabah
untuk selalu merahasiakan nomor PIN, lalu memasang nomor call center asli di layar monitor
mesin dan pintu masuk tempat terdapat mesin ATM.
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
19
Selain itu, sosialisasi mengenai kerahasiaan PIN nasabah dan nomor telepon call
center juga dilakukan oleh petugas costumer service kepada setiap nasabah yang membuat
kartu ATM, dengan semakin banyaknya korban card trapping, nasabah bank perlu untuk
memerhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1) nasabah harus selalu merahasiakan nomor PIN. Petugas bank yang asli tidak pernah
meminta PIN dari kartu ATM nasabahnya.
2) fasilitas penunjang dilakukannya tindakan card trapping umumnya adalah mesin
ATM yang berada di tempat umum karena tidak adanya pengawasan 24 jam dari
pihak sekuriti bank. Pengawasan ATM di tempat umum dapat dikoordinasikan antara
pengelola tempat dengan pihak bank.
3) nasabah perlu mengetahui nomor call center banknya, dan menyimpannya dalam
telepon genggam (handphone) atau catatan yang selalu dibawa bepergian. Sehingga
jika terjadi masalah pada kartu ATM seperti kartu ATM hilang, atau tertelan/terjepit
di mesin ATM, nasabah dapat langsung menghubungi petugas call center asli untuk
melakukan pemblokiran.
2.4 Penutup
2.4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Dalam Undang-Undang Perlindungan konsumen dan Undang-Undang Perbankan
terdapat ketentuan yang mengatur bahwa pelaku usaha dalam hal ini yaitu bank
harus memiliki itikat baik dalam menjalankan usahanya dan berkewajiban
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur kepada nasabah.
2. Dalam Perjanjian antara bank dengan nasabah diketahui bank telah memasukan
klausula eksonerasi yang seharusnya dilarang berdasarkan pasal 18 ayat (1)
Undang-Undang Perlindungan Konsumen sehingga klausula tersebut batal demi
hukum . Namun nasabah telah melanggar kewajibannya dengan memberitahukan
PIN ATM yang seharusnya dirahasiakan, maka bank dapat terlepas dari tanggung
jawab mengganti kerugian yang diderita nasabah sebagaimana diatur dalam pasal
19 ayat (5) Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
2.4.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan maka hal-hal yang perlu menjadi
perhatian selanjutnya adalah:
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
20
1. Bagi pihak bank seharusnya tidak melakukan pelanggaran atas ketentuan yang
terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang melarang
dicantumkannya klausula eksonerasi dan menjelaskan setiap ketentuan dalam
Perjanjian Pembukaan Rekening Produk Dana Perorangan agar dapat
meminimalisir nasabah melakukan pelanggaran berupa memberitahukan PIN ATM
nya kepada pihak lain.
2. Dari pihak nasabah seharusnya lebih memahami dan mengerti hak-hak dan
kewajibannya selaku pengguna jasa ATM. Nasabah seharusnya selalu
merahasiakan PIN ATM yang dimilikinya, dan nasabah seharusnya juga
mengetahui nomor call center bank agar apabila terjadi hal-hal darurat yang dapat
merugikan nasabah, nasabah dapat dengan segera memberitahukannya kepada
pihak bank untuk segera membantu untuk melindungi keamanan nasabah dalam
penggunaan produk perbankan khususnya kartu ATM;
3. Terhadap perlindungan nasabah, bank perlu melakukan sosiasilasi kepada nasabah
dan diperlukan juga upaya lainnya seperti memasang bahilo berukuran besar yang
berisikan informasi seperti nomor call center agar mengurangi kemungkinan
terjadinya kasus-kasus serupa.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Artiany, Dewai Tenty Septi. Realibilitas Perjanjian Baku, Penerapannya dalam perjanjian
Kerja Sama Pengusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum
(SPBU), Jakarta: Badan Penerbit: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007.
Badrulzaman, Mariam Darus. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang
Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Bandung: Penerbit Alumni, 1983.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2011.
___________. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia. Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2011.
Miru, Ahmadi dan Sakka Pati. Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456
BW, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.
Nasution, Az. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Diadit Media, 2002.
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013
21
__________. Konsumen dan Hukum. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.
Pardede, Marulak. Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1998.
Samsul, Inosentius. Perlindungan Konsumen: Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab
Mutlak. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2004.
Shofie, Yusuf. 21 Potensi Pelanggaran dan Cara Menegakkan Hak Konsumen. Jakarta:
PIRAC, 2003.
___________. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2003.
Sudaryatmo. Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1996.
_________. Hukum dan Advokasi Konsumen. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.
Susanto, Happy. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta: Visimedia, 2008.
Syawali, Husni dan Neni Sri Imaniati, ed. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung:
Mandar Maju, 2000.
Usman, Rachmadi, Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Mediasi Perbankan, Bandung:
Maju Bandar, 2011
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
Gramedia, 2000.
B. PERATURAN
Indonesia. Undang-Undang Tentang Perbankan. UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah
dengan UU No.10 Tahun 1998
_______. Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen. UU No. 8 Tahun
1999. LN No. 42 Tahun 1999. TLN No. 3821.
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Transparansi Informasi Produk Bank
dan Penggunaan Dana Pribadi Nasabah, PBI No. 7/6/PBI/2005
______.Surat Edaran Bank Indoensia tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu, SE BI No. 11/10/DAS
Tinjauan yuridis ..., Anggian Peter Dolly, FH UI, 2013