Post on 30-Nov-2021
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)
272
OPEN ACCES
Vol. 12 No. 2: 272-278 Oktober 2019
Peer-Reviewed
AGRIKAN
Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)
URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/
DOI: 10.29239/j.agrikan.12.2.272-278
Tingkat Kerusakan Batang Akibat Serangan Rayap pada Tegakan Jati
(Level Of Stem Demage Due to The Termite Infestation on Teak Stands)
Martini Wali1 dan Edy Said Ningkeula1
1 Universitas Iqra Buru, Namlea, Indonesia. E-mail: tiny.sanmardy88@gmail.com; saidinatri@gmail.com
Info Artikel:
Diterima: 10 Sept 2019
Disetujui: 31 Okt. 2019
Dipublikasi: 04 Okt. 2019
Artikel Penelitian
Keyword:
Jati, persentase serangan, tingkat
kerusakan, Nasutitermes sp.
Korespondensi:
Martini Wali
Universitas Iqra Buru, Indonesia
Email:
tiny.sanmardy88@gmail.com
Copyright©
Oktober 2019 AGRIKAN
Abstrak. Jati (Tectona grandis Linn) merupakan salah satu kayu komersil bermutu tinggi dan termasuk
salah satu jenis tanaman hutan andalan yang banyak dikembangkan. Penanaman jati di kabupaten buru di
mulai pada tahun 2006 dalam bentuk monokultur. Bentuk hutan tanaman yang homogen menyebabkan
tanaman jati rentan terhadap serangan hama di lapangan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
persentase tingkat kerusakan batang serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman jati di desa
Lamahang. Pengamatan dilakukan pada 4 petak contoh dengan ukuran masing-masing plot yaitu 20 m x 50
m (0.1 Ha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hama yang menyerang batang jati adalah rayap genus
Nasutitermes sp. Rata-rata persentase serangan rayap termasuk dalam kategori sedang (23.85%) sedangkan
persentase tingkat kerusakan batang rata-rata termasuk dalam kategori ringan (10.05%).
Abstact. Teak (Tectona grandis Linn) is one of high-quality commercial wood and is one of the mainstay
types of forest plants that are widely developed. Teak planting in the district of Buru began in 2006 in the
form of monocultures. Homogeneous form of plantations makes teak plants vulnerable to pest attacks in the
field. The aims of this research was to determine the percentage of the level of stem damage and its effect on
the growth of teak plants in the village of Lamahang. Observations were made in 4 sample plots with the size
of each plot that is 20 m x 50 m (0.1 Ha). The results showed that the pest that attacks the teak is the termite
genus Nasutitermes sp. The average percentage of termite attacks is included in the medium category
(23.85%) while the average percentage of damage to the stem is included in the mild category (10.05%).
I. PENDAHULUAN
Ketersediaan sumber daya hutan pada
sebagian besar wilayah Indonesia saat ini
mengalami penurunan dan tidak berfungsi secara
maksimal akibat dari eksploitasi kepentingan
manusia baik secara sengaja maupun tidak
disengaja. Hal ini dapat dijumpai pada hutan alam
maupun hutan tanaman industri yang sementara
dikembangkan. Berbagai upaya pelestarian telah
dilakukan karena ini menjadi pekerjaan rumah
bagi para silvikulturis dan pelaku hutan lainnya
serta pemerintah pada umumnya. Mengingat
tinggi dan pentingya nilai hutan. Peningkatan
produktivitas dan pelestarian serta perlindungan
hutan harus mempunyai tujuan jangka panjang,
oleh karena itu perlu dicari solusi yang tepat
untuk mempertahankan produktivitas tegakan
ataupun ekosistem hutan. Pembangunan hutan
tanaman rakyat menjadi alternatif terbaik dalam
memecahkan permasalahan penurunan fungsi
hutan.
Jati (Tectona grandis) merupakan salah satu
kayu komersil bermutu tinggi dan termasuk salah
satu jenis tanaman hutan andalan yang banyak
dikembangkan. Pramono (2010) menyatakan,
tanaman jati telah banyak dikembangkan, bahkan
di beberapa tempat menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan tradisional
masyarakat. Kayu yang dihasilkan mempunyai
kualitas yang tinggi serta hampir seluruh bagian
tanaman dapat dimanfaatkan.
Perkembangan jati di Kabupaten Buru
dimulai pada tahun 2005 dan mulai dilakukan
dengan penanaman secara monokultur dalam
skala luas pada tahun 2006. Hutan tanaman jati di
Kabupaten Buru di budidayakan dalam bentuk
hutan tanaman rakyat yang dikelolah langsung
oleh masyarakat. Salah satu daerah penanaman jati
adalah desa Lamahang. Luas keseluruhan khusus
tanaman hutan jati rakyat di desa Lamahang
mencapai 120 Ha (Data Monografi Desa Tahun
2016).
Ciri khas hutan tanaman adalah hanya satu
jenis tanaman (monokultur) yang ditanam
sehingga ekosistemnya homogen. Hal ini tentunya
rentan terhadap serangan hama dan penyakit di
lapangan. Serangan hama dan penyakit dapat
menurunkan potensi tegakan, baik kualitas
maupun kuantitasnya. Dalam sistem silvikultur
intensif, perlindungan terhadap hama dan
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)
273
penyakit menjadi salah satu komponen penting
disamping penggunaan materi dengan kualitas
genetic unggul dan manipulasi lingkungan.
Rayap merupakan serangga sosial dengan
sistem kasta polimorfik, pemakan selulosa dan
tinggal di dalam sarang atau termitarium yang
dibangunnya. Selain itu serangga ini memiliki
tubuh yang sangat kecil (Borror, Triplehorn and
Johnson, (1992). Rayap berperan penting dalam
dekomposisi, perputaran unsur hara dan proses di
dalam tanah. Akan tetapi seiring
perkembangannya rayap juga dapat merusak dan
menyerang pohon dan tanaman hidup sehingga
menjadi hama yang potensial. Penelitian mengenai
rayap telah banyak dilakukan diantaranya
Syaukani & Thompson (2011), Handru (2012);
Haneda et al. (2017); Pratiknyo et al. (2017). Akan
tetapi penelitian rayap pada tegakan jati belum
banyak dilakukan. Herdiana (2010), melaporkan
bahwa hama utama yang dilaporkan sering
menyerang batang tanaman jati di Indonesia
antara lain Zeuzera coffeae Nietn. atau disebut
penggerek cabang merah, Xyleborus destruens
Bldf. Hama ini menyebabkan kerusakan pada
bagian batang. Sedangkan informasi kerusakan
tanaman jati akibat serangan rayap belum banyak
diketahui. Berdasarkan uraian di atas maka
penelitian tentang hama rayap pada tegakan jati
perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat
kerusakan batang akibat serangan hama rayap di
lapangan.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada Hutan
Tanaman Jati di Desa Lamahang, Kecamatan
Waplau. Penelitian dilakukan dari bulan April
sampai Juni 2019. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Meter roll Xander fiber 100
M, Hand counter, kamera digital, alat tulis menulis
dan peralatan lapangan seperti parang dan sepatu
boot. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu
tegakan jati umur 13 Tahun, Tally sheet, alcohol
70% untuk mengawetkan serangga hama, plastik
sampel untuk wadah serangga, kertas label dan
spidol.
Penelitian lapangan dilakukan dengan
melakukan monitoring serta mengamati gejala dan
tanda serangan hama. Plot pengamatan ditentukan
dengan metode sistemic sampling. Namun peta
kawasan hutan rakyat di desa Lamahang tidak
tersedia sehingga perlu dilakukan orientasi
lapangan terlebih dahulu untuk mengetahui
keadaan lokasi penelitian. Diperoleh informasi
tegakan jati yang ditanam pada lahan yang relatif
datar dengan jarak tanam 3 m x 3 m, sehingga
diperolah 1.111 pohon/Ha.
Jumlah plot pengamatan sebanyak 4 plot,
dengan ukuran plot 20 m x 50 m (0,1 Ha). Jarak
antar plot adalah 100 m. Plot pertama diletakkan
secara acak sedangkan plot-plot berikutnya secara
sistemik dengan jarak tertentu dari plot pertama,
sehingga gambaran penempatan plot di lapangan
berada di tengah-tengah lahan (Gambar 1). Untuk
menghindari pengamatan yang dilakukan secara
berulang, maka pohon-pohon dalam setiap plot
pengamatan diberi nomor urut dari nomor 1
sampai selanjutnya (111 pohon contoh/plot
pengamatan). Cara penomoran seperti pada
Gambar 2.
Gambar 1. Penentuan plot pengamatan di lapangan Gambar 2. Cara penomoran pohon pada plot pengamatan
Parameter pengukuran yang dianalisis
adalah persentase serangan (P) dan tingkat
kerusakan batang akibat serangan hama di
lapangan (I).
a. Perhitungan Persentase Serangan
Persentase serangan hama (P) dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
b. Perhitungan Tingkat Kerusakan
Perhitungan tingkat kerusakan ditentukan
menggunakan rumus Pribadi (2010); Wali et al,
(2015):
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)
274
∑
Dimana: I= tingkat kerusakan tanaman, ni =
jumlah pohon yang terserang dengan klasifikasi
tertentu, vj= Nilai untuk klasifikasi tertentu, Z = Nilai
tertinggi dalam klasifikasi, N = Jumlah pohon
seluruhnya dalam suatu petak contoh.
Penilaian intensitas kerusakan akibat
serangan hama perusak batang dibagi ke dalam
beberapa katagori berdasarkan rumus yang
digunakan Herdiana (2010) seperti yang disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi tingkat kerusakan batang jati akibat serangan hama
Tingkat kerusakan Tanda kerusakan yang terlihat
pada tanaman
Nilai
Sehat - Batang rusak 0 % 0
Ringan - Batang rusak antara 1 % - 20 % 1
Sedang - Batang rusak antara 21 % - 40 % 2
Agak Berat - Batang rusak antara 41 % - 60 % 3
Berat - Batang rusak antara 61 % - 80 % 4
Sangat Berat - Batang rusak di atas 80 % 5
Gagal - Pohon tumbang /patah/mati 6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan
identifikasi di laboratorium, kerusakan batang
disebabkan serangan rayap Nasutitermes sp.
Secara fisik batang mengalami kerusakan pada
bagian kulit luar dan menjalar ke dalam jaringan
batang. Sarang rayap berada di atas pohon dengan
ketinggian mulai dari 1 meter sampai 3 meter.
Selain itu ditemukan lorong kembara pada batang
pohon jati yang hidup maupun pada pohon yang
mati (Gambar 3).
Menurut Thorne and haverty (2000), Riny
(2007); Kuswanto dan Pratama (2012) melaporkan
bahwa Nasutitermes merupakan rayap tanah
(ground-dweller) yang bersifat arboreal karena
sarangnya banyak ditemukan pada ranting
maupun batang pohon. Jenis sarang rayap ini
berupa sarang carton (carton-nest) yang terbentuk
dari campuran tanah, serasah kayu, saliva dan
cairan feses. Sifat konstruksi sarang seperti kertas,
rapuh dan mudah patah. Lorong – lorong kembara
dibuat dari sarang melintas bagian pohon yang
lain, menuju arah bawah atau masuk ke dalam
pohon. Lorong-lorong kembara ini berfungsi
sebagai penghubung serang dengan sumber
makanan di berbagai tempat. Riny (2007)
menambahkan, selain pada jati rayap ini juga
ditemukan pada pohon akasia, sengon, damar,
melinjo, jengkol, jambu bol, mangga, kelapa sawit
dan palem kipas.
Gambar 3. Contoh batang jati yang terserang rayap N. javanicus. (a),
pohon jati yang mati akibat serangan rayap N. javanicus. (b).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persentase serangan rayap Nasutitermes sp. pada
Hutan Tanaman Rakyat jati bervariasi dan
termasuk dalam kategori Ringan – Sedang. Persen
kerusakan sedang terdapat pada 3 petak yaitu I, II
dan IV sedangkan petak III termasuk dalam
kategori ringan. Rata-rata persen serangan hama
termasuk dalam kategori sedang yaitu 23.85%.
(Tabel 2).
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)
275
Tabel 2. Persentase serangan rayap pada tanaman jati (T. grandis) di HTR Desa Lamahang
Petak/
plot
Umur
Tanaman
(Tahun)
Jumlah Pohon
Intensitas Serangan
(%)
Sehat Terserang
I 13 84 27 24.3
II 13 86 25 22.5
III 13 90 21 19.8
IV 13 79 32 28.8
Jumlah 339 125 95.4
Rata-rata 23.85
*Keterangan: tanggal pengamatan di lapangan 14 – 15 April 2019
Tindakan pemeliharaan berpengaruh
terhadap persentase serangan hama rayap di
lapangan. Kondisi di bawah areal tanaman pada
petak II dan III cenderung bersih dari gulma,
karena keberadaan dekat dengan posko atau
tempat beristirahat petani sehingga lebih
diperhatikan dibandingkan dengan petak I dan IV
yang kurang diperhatikan. Rayap merupakan
serangga yang dapat hidup di semua habitat hanya
saja yang menjadi faktor pembatas adalah suhu
dan ketersediaan pakan. Kondisi areal pertanaman
yang kurang pemeliharaan menjadi sarang hama
dan organisme pengganggu. Hal ini sejalan
dengan penelitian Pratiknyo et al, (2017) yang
melaporkan bahwa kondisi areal yang kurang
pemeliharaan menyebabkan kelembaban
meningkat dan intensitas matahari rendah
sehingga kondisi dibawah kanopi menjadi relatif
basah dan lembab sehingga banyak ditumbuhi
lumut. Sehingga terdapat perbedaan bentuk
batang jati yang terserang rayap dengan batang jati
yang sehat. Batang yang sehat pertumbuhannya
lebih baik daripadaa batang yang terganggu serta
bentuk batang terlihat lebih besar daripada pohon
yang terserang (Gambar 4).
Gambar 4. Perbandingan batang jati yang terserang
rayap (a), batang jati yang sehat (b).
Tabel 3. Persentase tingkat kerusakan batang pada HTR Jati di Desa Lamahang
Plot/
Petak
Umur
Tanaman
(Thn)
Nilai Skala Tingkat
Kerusakan
Batang (%) 0 1 2 3 4 5 6
I 13 84 - 24 - - - 3 9.9
II 13 86 - 19 - - - 6 11.1
III 13 90 - 21 - - - 1 7.2
IV 13 79 - 28 - - - 4 12.0
Jumlah 339 92 14 40.2
Rata-rata 10.05
*Keterangan: tanggal pengamatan lapangan 14-15 April 2019
Berdasarkan pengamatan di lapangan,
tingkat kerusakan batang akibat serangan rayap
termasuk dalam ketegori ringan dengan rata-rata
persentase kerusakan 10.05 %. Rendahnya tingkat
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)
276
kerusakan batang disebabkan karena sedikitnya
batang yang rusak karena rayap yaitu berkisar
antara 19 – 28 pohon per petak contoh. Jumlah total
pohon sehat (tidak terserang) 339 pohon
sedangkan pohon terserang 92 pohon dan pohon
yang mati sebanyak 14 pohon per petak contoh
(Tabel 3). Hasil pengamatan kerusakan karena
rayap berkisar antara 1 - 6 pohon per petak contoh.
Rendahnya persen kerusakan batang diduga
bahwa tanaman jati memiliki katahanan morfologi
yang mempengaruhi perkembangan rayap. Jati
termasuk pohon dengan kelas kuat 1 sehingga
rayap membutuhkan waktu yang lama untuk
mencerna selulosa pada batang jati. Selain itu,
daun jati mengandung senyawa anthraquinone
yang dinamakan tectone sehingga kurang disukai
hama. Selain itu juga lambat terurai di lantai
hutan. Hal ini sejalan dengan penelitian Shukla et
al., 2010 yang melaporkan bahwa daun jati yang di
ekstrak melalui pengujian fitokimia mengandung
anthraquinone, dan senyawa metabolik sekunder
lainnya seperti terpenoid, flavonoid, flavon
glikosida, dan fenol glikosida yang bermanfaat
sebagai anti mikroba.
Beberapa kondisi di lapangan diduga dapat
memicu serangan rayap mengingat fase
perusaknya dalam bentuk koloni. Pada musim
penghujan kelembaban disekitar areal tanaman
akan meningkat. Kondisi yang lembab dan
tumbuhnya gulma menjadi kondisi yang optimum
untuk perkembangan rayap. Selain itu,
tersedianya makanan pada habitat dengan tegakan
yang monokultur dan kurangnya musuh alami
(predator) menguntungkan untuk perkembangan
hama rayap. Nandika et al. (2003), menyatakan
bahwa faktor lingkungan seperti curah hujan,
suhu, kelembaban, ketersediaan makanan dan
rendahnya musuh alami mempengaruhi
perkembangan populasi dan penyebaran rayap
selain tipe tanah yang cocok. Selanjutnya
Pratiknyo et al. (2017) melaporkan bahwa
komposisi komunitas rayap sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan seperti kanopi hutan,
temperatur udara dan kelembaban udara.
Rapatnya kanopi pada suatu pohon akan
menyebabkan terjaganya kelembaban tanah. Hal
ini diperkuat dengan penelitian Davies et al. (2003)
yang melaporkan bahwa terdapat hubungan
koeksistensi antara populasi rayap dengan
vegetasi. Namun demikian rayap jenis
Nasutitermes sp. tidak berpotensi sebagai hama
yang merugikan karena rayap ini tidak banyak
ditemukan. Selain itu, makanan menjadi faktor
pembatas utama rayap ini. Hal ini sejalan dengan
penelitian Haneda dan Firmansyah (2012) yang
melaporkan bahwa rayap Nasutitermes paling
sedikit ditemukan, hanya ditemukan pada satu
jenis pohon (puspa). Selain itu, bila suatu
organisme memiliki habitat wilayah yang baik
maka wilayah jelajahnya cenderung sempit.
Namun apabila kualitas habitatnya rendah maka
organisme tersebut cenderung memperluas
wilayah jelajahnya.
Faktor jarak tanam dan pemeliharaan
setelah penanaman berpegaruh terhadap serangan
hama pada tegakan jati. Hasil wawancara di
lapangan diperoleh informasi bahwa tindakan
pemeliharaan tanaman dari gulma dilakukan
dengan cara pembakaran terkendali dan tidak
dilakukan penyiangan secara manual ataupun
mekanik. Tindakan pembakaran yang diterapkan
tentu salah karena panas api akan merusak
jaringan epidermis luar dari batang sehingga
menyebabkan turgorsitas dari batang menurun.
Selain itu efek buruk dari kebakaran dapat
membunuh mikro-organisme tanah, sehingga
dapat menurunkan kesuburan tanah dan sistem
tata air tanah di sekitar hutan. Hal ini menjelaskan
bahwa tingkat keparahan kebakaran tidak hanya
dinyatakan sebagai ukuran kuantitatif tunggal,
namun banyak dampak yang timbul diantaranya
dapat memicuh serangan hama dan penyakit pada
tanaman yang terbakar terutama pada tegakan
berdiri. Hal ini sejalan dengan Syaufina (2008),
yang menyatakan bahwa kebakaran hutan
menyebabkan kematian vegetasi, dan untuk
vegetasi yang hidup akan mengakibatkan luka
yang dapat merangsang pertumbuhan hama dan
penyakit. Selain itu luka pada kulit batang dapat
menyebabkan cacat permanen dan
konsekuensinya menurunkan riap dan
menghambat proses regenerasi hutan.
Faktor lingkungan juga berpengaruh
terhadap keberhasilan suatu tanaman. Namun
berdasarkan pengamatan secara langsung di
lapangan dan referensi yang diperoleh, desa
lamahang merupakan daerah dataran rendah yang
terletak di pesisir pantai dengan suhu udara
berkisar antara 26.8 0C, kelembaban rata-rata 89%,
curah hujan 235.7 mm3 dengan hari hujan rata-rata
19 hari (Sumber BPS Kabupaten Buru 2018). Iklim
mikro berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan pohon di lapangan.
Hingga saat ini belum diketahui cara efektif
untuk pengendalian serangan rayap di lapangan.
Namun, menurut Nandika et al, (2003) beberapa
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)
277
strategi pencegahan dapat dilakukan, seperti
menjaga kondisi areal tanaman agar tidak lembab.
Kelembaban dapat mempengaruhi perkembangan
dan reproduksi rayap. Selain itu kondisi lembab
juga mempengaruhi ketersediaan makanan.
Kondisi yang lembab menyebabkan batang kayu
berlumut. Lumut juga merupakan salah satu
pakan dari rayap. Selain itu, menjaga agar sinar
matahari sampai pada dasar hutan. Hal ini dapat
dilakukan dengan melalukan prunning pada
dahan dan ranting yang mengganggu
perkembangan jati.
IV. PENUTUP
Hama yang menyebabkan kerusakan pada
batang jati adalah rayap Nesutitermes sp. (Isoptera
: Termitidae). Persentase kerusakan hama
termasuk dalam kategori sedang (petak I, II dan
IV), sebaliknya petak III termasuk dalam kategori
ringan. Rata-rata persen serangan adalah sedang
(23.85%). Tingkat kerusakan batang akibat
serangan rayap rata-rata masih dalam kategori
ringan (10.05%), serta belum berpotensi menjadi
hama yang membahayakan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada Dirjen Riset dan Teknologi atas dukungan
dana yang memungkinan penelitian ini terlaksana.
Tulisan ini adalah sebagian dari hasil penelitian
yang didanai oleh Dirjen Riset dan Teknologi
melalui dana DRPM.
DAFTAR PUSTAKA
Borror JD, Triplehorn AC. dan Johnson FN. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga, Edisi keenam.Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Davies, R.G. Hernandes L.M., Eggleton, P., Didham R.K., Fagn. L.L. & Wincester, N.N. 2003
Environmental and spatial influence upon species composition of a termites assemblage across
neotropical forest islands. Journal of Tropical Ecology 19:509-524.
Haneda NF, Firmansyah A. 2012. Keanekaragaman Rayap Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Sukabumi. Jurnal Silvikultur Tropika 3 (2): 92-96.
Haneda NF, Retmadhona IY, Nandika D, Arinana. 2017. Biodiversity of Subterranean Termites On The
Acacia crassicarpa Plantation. Biodiversitas. Vol 18 (4) Pages: 1657 – 1662.
Handru A. 2012. Jenis-Jenis Rayap (Isoptera) Di Kawasan Hutan Bukit Tengah Pulau Dalam Areal
Perkebunan Kelapa Sawit, Solok Selatan. Skripsi Sarjana Biologi FMIPA Universitas Andalas,
Padang.
Herdiana N. 2010. Potensi Serangan hama Tanaman Jati Rakyat dan Upaya Pengendaliannya di Rumpin,
Bogor. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Bogor. Vol 7 (4) Hal: 201-209.
Husaeni, E. A. 2000. Diktat Hama Hutan Tanaman di Indonesia. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Kuswanto E dan Pratama AOS. 2012. Sebaran Dan Ukuran Koloni Sarang Rayap Pohon Nasutitermes Sp
(Isoptera: Termitidae) Di Pulau Sebesi Lampung Sebagai Sumber Belajar Biologi. Bioedukasi
Vol (3): 2. Lampung
Mahfudz 2004. Sekilas jati (Tektona grandis Linn. f). Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Pemuliaan Tanaman Hutan.Yogyakarta.
Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Muhamadiyah
University Press.
Pratiknyo H, Darsono, Basuki E, Suparjana TB. 2017. Komposisi Rayap (O: Isoptera) Pada Ekosistem
Hutan Pinus Dan Damar (700-900 M Dpl) Di Lereng Selatan Gunung Slamet. Prosiding Seminar
Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal
Berkelanjutan VII ”17- 18 November 2017 “. Purwokerto.
Pribadi A. 2010. Serangan Hama dan Tingkat Kerusakan Daun Akibat Hama Defoliator pada Tegakan
Jabon (Anthocephalus cadamba Miq). J. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Riau. Vol 7 (4)
Hal: 451-458.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)
278
Riny, S.M. 2007. Identifikasi Rayap Kasta Prajurit di Wilayah Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (Puspiptek) Serpong, Banten. Skripsi Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Santoso R., Yolanda R., Purnama AA. 2015. Jenis-Jenis Rayap (Insekta: Isoptera) Yang Terdapat Di
Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Jurusan Biologi. Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir Pengaraian. [skripsi].
Sukhla, N., Kumar, M., Akanksha, Ahmad, G., Rahuja, N., Singh, A.B., Srivastava, A.K., Rajendran, S.M.,
& Maurya, R., 2010. Tectone, A New Antihyperglycemic Anthraquinone from Tectona grandis
Leaves, Nad Prod Commun.
Sumarna Y. 2005. Budidaya jati. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutisna U, Kalima T, Purnadjaja. 1998. Seri Manual: pedoman pengenalan pohon hutan di Indonesia.
Yayasan PROSEA Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan. Bogor.
Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia “Perilaku api, penyebab, dan dampak
kebakaran’. Penerbit Banyumedia Publishing. Malang.
Syaukani, Thompson GJ. 2011. Taxonomic notes on Nasutitermes and Bulbitermes (Termitidae,
Nasutitermitinae) from the Sunda region of Southeast Asia based on morphological and
molecular characters. Zookeys 148: 135-160.
Thorne BL, Haverty ML,. 2000. Nest growt and survivorship in three species of Neotropical Nasutitermes
(Isoptera: Termitidae). Environ Entomol 29 (2): 256-264.
Wali M, Soamole S. 2015. Studi Tingkat Kerusakan Hama Daun pada Tanaman Meranti Merah (Shorea
leprosula) di Areal Persemaian PT. Gema Hutani Lestari Kecamatan Fena Leisela. Jurnal
Agrikan. Vol 8 (2) Hal : 36 - 45.