Post on 07-Jul-2019
TINDAKAN SUAMI TERHADAP ISTRI YANG NUSYUZ
MENURUT MUHAMMAD NAWAWI AL BANTANI DALAM
KITAB UQUD AL LUJJAYN DAN K.H. AHMAD RIFA’I
DALAM KITAB TABYIN
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Muhammad Tsabit Bil Choiri
Nim : 21114012
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI'AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
i
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
KepadaYth.
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa :
Nama : Muhammad Tsabit Bil Choiri
NIM : 211 14 012
Judul : TINDAKAN SUAMI TERHADAP ISTRI YANG
NUSYUZ MENRUT SYAIKH NAWAWI AL-
BANTANI DALAM KITAB UQUD AL- LUJJAYN
DAN K.H. AHMAD RIFA’I DALAM KITAB TABYIN
Dengan ini kami mohon skripsi Saudari tersebut di atas supaya segera
dimuqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 07 September 2018
Pembimbing,
Dr.H.Muh.Irfan Helmy,Lc,MA
NIP. 19771128 200604 2002
ii
SKRIPSI
TINDAKAN SUAMI TERHADAP ISTRI YANG NUSYUZ MENURUT
SYAIKH MUHAMMAD NAWAWI AL-BANTANI DALAM KITAB UQUD AL
LUJJAYN DAN K.H AHMAD RIFA’I DALAM KITAB TABYIN
Oleh
MUHAMMAD TSABIT BIL CHOIRI
NIM: 211 14 012
telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Skripsi Fakultas Syari‟ah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal (tanggal munaqosyah) dan
telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum
Susunan Panitia Penguji :
Salatiga, 06 September 2018
Salatiga, 06 September 2018
Salatiga, 06 September 2018
Dekan Fakultas Syari’ah
Dra.Siti Zumrotun , M.Ag.
NIP. 1967021 199903 1 002
Ketua Penguji : .
Sekretaris Penguji :
Penguji I :
Penguji II : .
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Muhammad Tsabit Bil Choiri
NIM : 211 14 012
Fakultas : SYARI‟AH
Jurusan : HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)
Judul Skripsi : TINDAKAN SUAMI TERHADAP ISTRI YANG NUSYUZ
MEMURUT SYAIKH NAWAWI AL-BANTANI DALAM
KITAB UQUD AL- LUJJAYN DAN K.H. AHMAD RIFA’I
DALAM KITAB TABYIN.
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya
sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain
yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 04 September 2018
Yang menyatakan
MUHAMMAD TSABIT BIL CHOIRI
NIM : 211 14 012
iv
MOTTO
للناسخي رالناسان فعهم
“Sebaik-baik Manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain”
v
PERSEMBAHAN
Karya Ilmiah berupa skripsi ini ku persembahkan kepada :
1. Alm. KH. Zoemri RWS dan Ibi Nyai Hj. Latifah Zoemry beserta keluarga
yang mendidikku di Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah, untuk
menjadi orang yang lebih baik.
2. Kedua Orang tuaku Alm. Muhtar Isbiyanto dan Siti Khotimah yang telah
mendoakan dan memberi kasih sayang serta semangat kepadaku selama ini.
3. Saudara-saudaraku pak de Mat Ghozali terutama adikku M Akrom Muttaqi
yang saya sayangi .
4. Guru-guruku Pak Budiyanto, Pak K.H Nur Badri, Mas Syukur Qodary serta
dewan asatidz TPQ Ahsanul Muna di kerokan Kutoanyar Kedu Temanggung,
dan dewan asatidz Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Alfalah ( PPTI ) Al-
Falah Salatiga.
5. Semua santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah.
6. Kepada teman-teman PPTI Al-Falah angkatan 2014 yang senantiasa memberi
dukungan pula.
vi
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis lantunkan dalam lisan dan hati atas segala
ni‟mat dzohir dan bathin yang telah Allah berikan. Shalawat serta salam penulis
sanjungkan kepada manusia sempurna dan penyempurna segala kema‟rufan Nabi
Muhammad SAW, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Tindakan suami
terhadap istri yang nusyuz menurut Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab Uqud al-
lujjayn dan K.H. Ahmad Rifa‟i dalam Kitab Tabyin. ” dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari banyak berbagai pihak yang
turut serta membantu kelancaran proses pembuatan skripsi, baik secara material,
maupun spiritual. Selanjutnya penulis haturkan ucapan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr.H. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari‟ah
3. Bapak Sukron Ma‟mun, S.H.i.,Mi. Selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam
4. Ibu Miftachur Rif‟ah Mahmud, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah membimbing penulis dalam menempuh studi di IAIN Salatiga
5. Bapak Dr.Muh. Irfan Helmy, Lc,MA selalu Dosen Pembimbing Skripsi yang
dengan /sabarnya memberikan bimbingan dan arahan pada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
6. Alm.KH. Zoemri RWS dan Ibi Nyai Hj. Latifah Zoemry beserta keluarga yang
mendidikku di Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah, untuk menjadi orang
yang lebih baik.
7. Kedua Orang tuaku Alm Muhtar Isbiyanto dan Siti Khotimah yang telah
mendoakan dan memberi kasih sayang serta semangat kepadaku selama ini.
8. Saudara-saudaraku di rumah dan terutama kepada Pak De Mat Ghozali yang saya
sayangi yang senantiasa memberi doa dan dorongan.
vii
9. Guru-guruku Pak Budiyanto, Pak K.H Nur Badri, Mas Syukur Qodary serta
dewan asatidz TPQ Ahsanul Muna di kerokan Kutoanyar Kedu Temanggung,
dan dewan asatidz Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Alfalah ( PPTI ) Al-Falah
Salatiga.
10. Semua santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah.
11. Kepada teman-teman PPTI Al-Falah angkatan 2014 yang senantiasa memberi
dukungan dan Sahabatku Mbk Afra Fadhillah yang Selalu Memberikan
Semangad dan membantuku menyelesaikan skripsi.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.
Salatiga, 07 September 2018
Yang menyatakan
MUHAMMAD TSABIT BIL CHOIRI
211 14 012
viii
ABSTRAK
Bil Choiri,Muhammad Tsabit.2018.Tindakan suami terhadap istri yang Nusuyz
menurut Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab Uqud Al-Lujjayn dan
K.H.Ahmad Rifa‟i dalam Kitab Tabyin. Jurusan Hukum Keluarga
Islam(HKI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen
Pembimbing Dr.Muh. Irfan Helmy, Lc,MA
Kata Kunci :Nusyuz,Tabyin, Tindakan Suami Terhadap istri, Uqud al Lujjayn..
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui Tindakan Suami Terhadap
Istri yang Nusyuz Menurut Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab Uqud Al-Lujjayn
dan K.H Ahmad Rifa‟i dalam kitab Tabyin. Partanyaan yang ingin dijawab melalui
penelitian ini adalah biografi Syaikh Nawawi Al-Bantani dan K.H Ahmad Rifa‟i,
Tindakan Suami terhadap Istri yang Nusyuz menurut Syaikh Nawawi Al-Bantani
dalam kitab Uqud Al-Lujjayn dan K.H Ahmad Rifa‟i dalam kitab Tabyin, dan
relevansi Tindakan suami terhadap istri yang nusyuz pada era sekarang.
Metode penelitian yang digunakan yaitu literature (kepustakaan). Penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati
pada sumber-sumber tertentu ,mencari, menelaah buku-buku, artikel atau lainya yang
bersangkutan dengan skripsi ini. Pengumpulan data dibagi menjadi dua sumber yaitu
data primer dan sekunder.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Tindakan Suami terhadap istri yang
nusyuz menurut Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab Uqud al-Lujjayn dan K.H.
Ahmad Rifai‟i dalam kitab Tabyin meliputi: hak dan kwajiban suami istri,tindakan
suami terhadap istri yang nusyuz: memberikan nasehat,meninggalkan dari tempat
tidurnya, memukul, tapi alangkah lebih baiknya kalau memberikan maaf kepadanya,
dalam Tindakan Suami terhadap istri yang Nusyuz Hukum islam melarang adanya
tindakan kekerasan dalam rumah tangga, selalu berlaku baik,dalam UU No 24
menegaskan bahwa tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dipidanakan
baik berupa kurungan ataupun berupa denda,. Relevansi Tindakan suami terhadap
istri yang nusyuz menurut Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab Uqud al-Lujjayn
dan K.H. Ahmad Rifa‟i dalam kitab Tabyin di era modern dapat menjadi pandangan
solusi bagi para pembaca dengan berkolaborasi dengan hukum islam dan Undang undang.
ix
DAFTAR ISI
NOTA PEMBIMBING ................................................................................................ i
PENGESAHAN ........................................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................... iii
MOTTO ...................................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ........................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi
ABSTRAK ................................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 8
D. Manfaat Hasil Penelitian ............................................................................... 8
E. Definisi Operasional ...................................................................................... 9
F. Metode Penelitian ...................................................................................... 11
G. Sistematika Penelitian ................................................................................ 13
BAB II : BIOGRAFI INTELEKTUAL TOKOH
A. SYAIKH NAWAWI AL-BANTANI
x
1. Nasab dan keturunanya .............................................................................. 17
2. Riwayat pendidikan dan aktivitasnya ......................................................... 18
3. Karya .......................................................................................................... 20
4. Ajaran ajaranya ........................................................................................... 26
5. Latar belakang penulisan kitab Uqud Al Lujjayn ......................................... 28
6. Gambaran Kitab Uqud Al Lujjayn ............................................................... 30
B. K.H AHMAD RIFA’I IBN MUHAMMAD
1. Nasab dan keturunanya .............................................................................. 31
2. Riwayat pendidikan dan karir............................................................38
3. Guru Gurunya.....................................................................................42
4. Murid muridnya..................................................................................45
5. Karya..................................................................................................48
6. Gambaran kitab Tabyin......................................................................50
BAB III : PEMIKIRAN MENGENAI TINDAKAN SUAMI TERHADAP ISTRI
YANG NUSYUZ MENURUT SYAIKH MUHAMMAD NAWAWI AL-
BANTANI DALAM KITAB UQUD AL LUJJAYN DAN K.H. AHMAD RIFA’I
DALAM KITAB TABYIN
A. Pengertian Nusyuz ..................................................................................... 52
B. Tindakan Suami terhadap istri yang nusyuz dalam kitab Uqud AlLujjayn .. 55
1. Pemgertian Nusyuz dalam Kitab Uqud Al Lujjayn ........................ 56
xi
2. Sebab sebab istri diperbolehkan dipukul ...................................... 55
3. Tindakan suami terhadap istri yang nusyuz menurut Syaikh
Nawawi al Bantani ....................................................................... 59
C. Tindakan Suami terhadap istri yang nusyuz dalam kitab
Tabyin.................................................................................................64
BAB IV : ANALISIS TINDAKAN SUAMI TERHADAP ISTRI YANG
NUSYUZ MENURUT SYAIKH NAWAWI ALBANTANI DALAM KITAB
UQUD AL-LUJJAYN DAN K.H. AHMAD RIFA’I DALAM KITAB TABYIN.
Tindakan suami terhadap istri yang Nusyuz ............................................... 74
Pandangan hukum islam terhadap kekuasaan laki laki ............................ .81
UU.No23 Tahun 2004 Tentang penghapusan kekerasan dalam
Rumah Tangga.......................................................................................... 86
Relevansi tindakan suami terhadap istri yang nusyuz pada zaman sekarang
dalam kitab uqud al lujjayn dan kitab Tabyin ........................................... 88
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 93
B. Saran ................................................................................................................. 96
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................98
LAMPIRAN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Allah SWT menciptakan manusia dan menjadikan khalifah
(pengganti) di mukabumi, agar sebagian yang satu dengan yang lain saling
mengisi. Allah menciptakan karakteristik manusia melalui pernikahan,agar
spesies manusia tetap eksis di muka bumi. Oleh sebab itu Allah SWT
menjadikan pernikahan menjadi satu satunya media demi terealisasinya tujuan
tersebut, Allah SWT memposisikan nikah sebagai suatu system hukum yang
relevan dengan fitrah manusia, pernikahan itu menjamin kepastian fundamental
islam, keluarga, dan tegaknya masyarakat yang terhormat dan bermartabat.
Pernikahan berdiri di atas prinsip-prinsip tegaknya kehormatan, ahklak yang
terpuji, pembagian beban dan tanggung jawab, terwujudnya ketentraman jiwa
suami dan istri, saling tolong menolong diantara tiap-tiap individu keluarga,
tegaknya hubungan yang kualitas keluarga dan masyarakat dengan pertalian
kekeluargaan.
Adapun pengertian nikah secara etimologi, nikah berarti kumpul atau
menyatu, seperti perkataan, “tanakahat al-ashjar”, artinya ketika pohon pohon
itu condong dan satu sama lain saling menyatu, kata al-nikah juga bisa bermakna
al-zawaj seperti perkataan berikut: nakahtu almar‟ata nikahan artinya aku telah
memperistri wanita itu Allah SWT berfirman :
2
اغاء ى ا ب ا غ ا ذ ى أ ف
Artinya:…”maka kawinilah wanita wanita (lain) yang kamu senangi…”
(QS. An Nisa‟ :34 )(Zuhaily, 2013: 15).
Sedangkan menurut terminologi syara‟, nikah adalah sebuah akad yang
mengandung kebolehan saling mengambil kenikmatan biologis antara suami istri
(istima‟) sesuai prosedur yang diajarkan oleh syara‟, pernikahan harus dijalani
secara berkesinambungan, karena esensi dan subtansi pernikahan adalah
menyatukan dua insan yang berbeda, baik secara fisik maupun psikis antara laki-
laki dan wanita, artinya laki laki memperistri wanita dan wanita menjadikan laki
laki sebagai suami, sebab pernikahan itu bertujuan menyatukan dua insan
sehingga satu sama lain saling berkumpul dan menyatu ( Zuhaily, 2013: 16).
Konsep sebuah “Keluarga” biasanya tidak dapat dilepaskan dari empat
Perspektif berikut: (1) keluarga inti (Nuclear family) yakni bahwa institusi
keluarga terdiri dari tiga komponen pokok, suami,isteri dan anak-anak; (2)
keluarga harmonis; (3) keluarga adalah kelanjutan generasi; (4) keluarga adalah
keutuhan Perkawinan. Dari keempat perspektif ini bisa disimpulkan bahwa
institusi keluarga (rumah tangga) adalah suatu kesatuan yang terdiri dari ayah,
ibu (yang terikat dalam perkawinan), anak-anak yang bertalian erat dengan unsur
kakek-nenek serta saudara yang lain, semua menunjukkan kesatuannya melalui
harmoni dan adanya pembagian peran yang jelas (Ghazali, 2008 : 56).
3
Keluarga adalah jiwa masyarakat dan tulang punggungnya. Kesejahteraan
lahir dan batin yang dinikmati oleh suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan dan
keterbelakangannya, adalah cerminan dari keadaan keluarga,keluarga yang hidup
pada masyarakat bangsa tersebut. Itulah yang menjadi sebab sehingga agama
islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pembinaan keluarga,
perhatian yang sepadan dengan perhatianya terhadap kehidupan individu, serta
kehidupan umat manusia secara keseluruhan, Allah SWT menganjurkan agar
kehidupan dalam keluarga menjadi bahan pmikiran setiap insan dan hendanya
dariNya dapat ditarik pelajaran berharga,menurut pandangan alqura‟an.
Kehidupan kekeluargaan, disamping menjadi salah satu tanda dari sekian banyak
tanda kebesaran illahi juga merupakan nikmat yang harus di syukuri
(Nurahid,2010.76).
Agama Islam sendiri menganggap bahwa seorang laki-laki (suami) dalam
lingkup rumah tangga diposisikan sebagai kepala keluarga yang memiliki
otoritas-otoritas sebagai pemimpin keluarga. Ketentuan normative otoritas
kepemimpinan seorang suami dalam lingkup keluarga disebutkan antara lain
dalam al-Qur‟an surat an-Nisa‟ ayat 34:
4
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang
taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.
Banyak orang sering mengkaitkan konsep nusyūz sebagai pemicu terjadinya
tindak kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini ada benarnya juga karena jika
isteri nusyūz suami diberikan berbagai hak dalam memperlakukan isterinya mulai
dari hak untuk menjauhinya, memukulnya, tidak memberi nafkah baik nafkah
lahir maupun batin dan pada akhirnya suami juga berhak menjatuhkan talak
kepada isterinya. Tentu saja pihak istri yang terus menjadi korban eksploitasi
baik secara fisik, mental maupun seksual(Anam,2015:6).
kebolehan suami memukul istri tersebut setelah melalui beberapa tahap
yaitu: menasehati, kemudian memisahkanya di tempat tidur, apabila istri masih
membangkang terhadap suami maka suami baru boleh memukulnya. Namun
memukul yang dimaksud adalah memukul secara lembut yang tujuanya adalah
5
untuk meluruskan kesalahan istri bukan bermaksud menyakiti
(Abdullah,1997:247).
Apabila kita melihat sepintas beberapa hal yang membolehkan suami
memukul istri menurut Nawawi al-Bantani diatas, maka akan terlihat seolah-olah
suami memiliki kedudukan diatas istri (bias gender). Mereka harus taat dan patuh
pada suami, padahal tidak semua suami berlaku benar. Lalu konsep memukul
seperti apa yang diperbolehkan menurut Nawawial-Bantani dan KH. Ahmad
Rifa‟i. Pandangan masyarakat yang bias gender ikut mendorong terjadinya
KDRT. Sehingga tidak dipungkiri bahwa tingkat kekerasan dalam rumah tangga
di Indonsia cukup tinggi. Struktur masyarakat dan norma-norma dalam
masyarakat kita menempatkan wanita sebagai kaum yang lemah dan menduduki
posisi di bawah laki-laki pandangan yang demikian masih berlangsung sampai
sekarang, perempuan sering mendapat perlakuan yang berbeda dengan laki-laki
Mereka harus menerima berbagai larangan dan juga lebih banyak menerima
aturan dibanding laki-laki(Asghar,2003.6).
Kitab salaf yang membahas mengenai hubungan keluarga yaitu kitab
uqud al-lujayyn karya Syeh Nawawi al Bantaniyang beliau tulis atas permintaan
temanya, kitab ini berisi tentang penjelasan hubungan suami istri berdasarkan
ayat ayat al Qur‟an, hadits-hadits nabi, kisah atau hikayat, dan komentar beliau
sendiri (Umar,1972:76). Syekh Nawawi Al-Bantani memiliki nama lengkap Abu
6
Abd alMu‟thi Muhammad Nawawi Ibn umar al-Tanara al-Jawi al Bantani, ia
lebih dikenal dengan sebutan Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani, dilahirkan
di kampung Tanara. Kecamatan tirtayasa, Kabupaten Serang banten
(Mahrus,2007:4).
KH Ahmad Rifa‟i bin RKH. Muhammad Marhum bin RKH. Abisuja‟
alias Raden Soetjowidjojo yang berasal dari Kendal, Semarang, Jawa Tengah
adalah seorang pejuang sekaligus ulama besar di Indonesia pada abad ke XIX
dalam menentang pemerintah kolonial Hindia Belanda(Amin,1996:9). Beliau
merupakan penulis yang sangat produktif, karena beliau telah menulis berpuluh-
puluh kitab semasa hidupnya. Kitab-kitab yang dikarang memuat hukum-hukum
Islam yang sangat penting dan yang unik dari kitab-kitab beliau adalah berupa
nadzom atau syair dari segi bahasa karena menggunakan bahasa Jawa Pegon atau
sering disebut bahasa Tarajumah karena kitab tersebut merupakan hasil
terjemahan dari kitab-kitab berbahasa Arab salah satu kitab karangan K.H
Ahmad Rifa‟i, kitab ini berisi pembahasan tentang nikah . Kitab tabyin
menggunakan bahasa terjemah atau biasa disebut bahas Tarajumah karena kitab
tersebut merupakan kitab terjemahan dari kitab-kitab arab yang berupa syair atau
nadzom(Ridlo, 2016:88).
Pemahaman Masyarakat terhadap teks teks klasik seperti kitab Uqud al-
Lujjayn dan Tabyin secara tekstualis menjadikan pandangan yang bias gender.
Pandangan bias gender demikian mengakibatkan posisi istri rentan terhadap
7
kesewenang wenangan suami yang memicu timbulnya kekerasan dalam rumah
tangga. Dalam hukum positif kekerasan rumah tangga telah diatur secara jelas
dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga. Dalam Undang Undang ini dijelaskan pada pasal 1 ayat (1) KDRT
adalah:
Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, atau psikologis dan/atau penelantaraan
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan , pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan
rumah tangga(UU No.23 Tahun 2004:2)
Apabila kita cermati jelas bahwa pemukulan suami terhadap istri
merupakan salah satu bentuk KDRT sebagaiman dibolehkan dalam kitab Uqud
al- Lujjayn dan kitab Tabyin, oleh karena itu perlu dikaji ulang terhadap kitab
tersebut agar sesuai dengan tuntunan dan kebutuhan zaman serta mengembalikan
kembali tujuan dari pernikahan tersebut yaitu untuk membentuk keluarga yang
mawwadah wa rohmah
Pada konteks ini pengalaman mengenai praktek pemukulan suami terhadap
istri yamg nusyuz sangat marak terjadi kekeliruan sehingga berdampak kepada
kekerasan dalam rumah tangga sehingga menyebabkan perceraian hal itu di
prediksi karena memang kurang pemahaman dan pengetahuan mengenai
tindakan seorang suami atau kurang paham mengenai tujuan dari memukul
tersebut hanya untuk memberi pelajaran sang istri, supaya dapat kembali solid
8
atau taat kepada sang suami, bukan sebagai sarana menuju ke jenjang perceraian,
dalam fenomena tersebut penulis tertarik untuk mengkolaborasikan dengan
pemikiran pemikiran ulama ulama salaf mengenai tatacara praktek tarbiyah dari
seorang suami terhadap istrinya.dengan tabarukan melihat biografi biografi
kedua ulama yaitu Muhammad Nawawi al-Bantanidan KH Ahmad Rifa‟i,dan
melihat perjalanan hidupnya serta pemikiran pemikiran nya, sehingga nanti dapat
diketahui pandanganya mengenai perlakuan suami terhadap istri yang nusyuz,
tujuan ,serta kuat hukumnya, Beranjak dari latar belakang yang sudah penulis
paparkan di atas maka penulis mencoba menulis sebuah skripsi dengan
mengangkat judul tentang Tindakan suami terhadap istri yang Nusyuz
Menurut Muhammad Nawawi al-Bantani dalam kitab Uqud al-Lujjayn dan
K.H Ahmad Rifa’i dalam kitab Tabyin.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat
dikemukakan di sini pokok-pokok permasalahan yang akan di bahas dalam
skripsi ini. Pokok-pokok permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Pandangan Muhammad Nawawi al-Bantani Tentang Tindakan
Suami terhadap Isteri yang Nusyuz?
2. Bagaiman Pandangan K.H Ahmad Rifa‟i tentang Tindakan Suami
terhadap Istri yang Nusyuz?
9
3. Bagaimana Relevansinya dengan Hukum Islam dan UU No 23 Tahun
2004?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Pandangan Muhammad Nawawi al-Bantani tentang
Tindakan Suami terhadap Isteri yang Nusyuz
2. Untuk mengetahui Pandangan K.H Ahmad Rifa‟i tentang Tindakan
Suami terhadap Istri yang Nusyuz.
3. Untuk mengetahui Relevansinya dengan Hukum Islam dan UU No 23
Tahun 2004.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan
skripsi ini yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi para
akademis khususnya penulis untuk mengetahui lebih lanjut tentangperilaku suami
terhadap istri yang nusyuz menurut Muhammad Nawawi al-Bantani dalam kitab
Uqud al-Lujjayndan KH Ahmad Rifa‟i dalam kitab Tabyin. Dengan ini dapat
memperluas kepustakaan yang dapat menjadi referensi penelitian-penelitian
10
selanjutnya untuk memberikan wawasan bagi penulis dan bagi pembaca pada
umumnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan pembelajaran dari Biografi Muhammad Nawawi al-
Bantani dan KH Ahmad Rifa‟i.
b. Memberikan pembelajaran mengenai Pandangan Muhammad Nawawi
al-Bantani dan K.H Ahmad Rifa‟i tentang Nusyuz.
c. Bahan acuan mengenai perilaku suami terhadap istri yang nusyuz
menurut Muhammad Nawawi al-Bantani dalam kitab Uqud al-
Lujjayndan K.H Ahmad Rifa‟i dalam kitab Tabyin.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan pembaca dalam memahami istilah dalan
judul penelitian ini, maka perlu adanya penjelasan-penjelasan definisi
operasionalnya. Beberapa istilah yang dipandang perlu untuk dijelaskan adalah
sebagai berikut:
1. Nusyuz
Secara bahasa (etimologi) adalah masdar dari kata ( شصا-٠شض-شض ) yang
mempunyai arti tanah yang terangkat tinggi ke tanah (Manzur:637). (suatu
yang terangkat keatas dari bumi) (al Qurtubi,1967:170). Nusyuz dengan
arti sesuatu yang menonjol didalam, atau dari suatu tempatnya, dan jika
konteksnya dikaitkan dengan hubungan suami istri maka diartikan sebagai
11
sikap istri yang durhaka, menentang dan membenci kepada suami
(munawwir,1997:1418).
2. Kitab Uqud al-Lujjayan
Kitab Uqud al-Lujjayn adalah karya Syaikh Nawawi yang beliau tulis
ataspermintaan temanya. Kitab ini berisi penjelasan mengenai hubungan
suami-istriberdasarkan ayat-ayat al-Qur‟an, hadits-hadits nabi, kisah atau
hikayat, dankomentar beliau sendiri
3. Kitab tabyin
Kitab tabyin merupakan salah satu kitab karangan K.H Ahmad Rifa‟i,
kitab ini berisi pembahasan tentang nikah . Kitab tabyin menggunakan
bahasa terjemah atau biasa disebut bahasa Tarajumah karena kitab tersebut
merupakan kitab terjemahan dari kitab-kitab arab yang berupa syair atau
nadzom.
F. Telaah Pustaka
Terkait dengan permasalahan yang menjadi fokus pembahasan pada
penelitian ini, sejauh yang telah penulis baca, penulis menemukan beberapa
kajian terdahulu yang membahas tentang Nusyuz tetapi penulis belum
menjumpai penelitian yang secara khusus membahas mengenai Pemikiran
tokoh mengenai nusyuz dengan mengkaitkan dengan Hukum Islam dan UU
No 23 Tahun 2004. Beberapa penelitian yang membahas tentang
12
permasalahan yang hampir mirip dengan apa yang akan di teliti oleh
penulis yaitu:
Skripsi berjudul Batas batas Hak Suami dalam Memperlakukan
Isteri saat Nusyuz dan Korelasinya dengan Kekerasan dalam Rumah
TanggaYang di tulis oleh Muhammad Anam dalam skripsinya membahas
tentang Batas batas Hak Suami dalam memperlakukan istri saat nusyuz dan
korelasinya dengan kekerasan dalam rumah tangga. Secara sekilas skripsi
ini hampir sama dengan apa yang diteliti oleh penulis. Tetapi Muhammad
Anam tidak secara khusus membahas tentang pemikiran tokoh dengan
merelevansikanya terhadap Hukum islam dan UU No 23 tahun 2004
(Anam,2014:5).
Kemudian Skripsi Ida Mafrungatus Sabrina yang berjudul
Pemukulan Suami Terhadap Isteri yang Nusyuz (Studi Komperatif
Perundang undangan dan Hukum Islam). Skripsi ini hampir sama dengan
apa yang diteliti penulis, tetapi Ida Marfungatus Sabrina tidak secara
khusus meneliti kitab Uqud al Lujjayn dan Tabyin.
Temuan yang di dapat dalam skripsi ini yaitu menunjukkan bahwa
hukum positif tidak memperbolehkan seorang suami memukul istrinya
walaupun isterinya nusyuz, karena pemukulan tersebut dianggap sebagai
kekerasan dalam rumah tangga. Bahkan dari pemukulan tersebut suami
dapat diajukan kedalam penjara atau membayar sejumlah denda atas
13
pukulan tersebut serta dapat dijaadikan alasan bagi istri untuk menceraikan
suaminya.Sedangkan dalam hukum islam pemukulan Suami terhadap istri
dibolehkan bahkan menjadi salah satu hak bagi suami dalam menghadapi
istri yang nusyuz. Pemukulan tersebut hanya dapat digunakan pada saat
darurat, artinya hanya boleh dilakukan setelah Suami melakukan cara cara
sebelumnya yaitu dengan menasehati dam mendiamkan (memisahkan
ranjang).Tujuan pemukulan tersebut untuk mendidik agar Istri dapat
kembali kejalan Allah. Maka dari itu pukulan disini yang diperbolehkan
disini adalah pukulan yang ringan, Tidak menyiksa dan menyakiti dan
tidak digunakan untuk menghina dan melecehkan istri(Sabrina,2017:5).
Penelitian yang lain yaitu Skripsi Muhammad Lutfi Ainun Najib
dengan Judul Tinjauan Hukum Islam terhadap Batas batas Perlakuan
Suami Terhadap Isteri saat Nusyuz dalam Pandangan Imam Syafi‟i, hampir
sama namun dalam penelitian penulis berbeda tokoh. Dan dalam skripsi
penulis terdapat UU No 23 Tahun 2004 (Najib,2013:2).
Dari beberapa penelitian diatas maupun penelitian lain yang sudah
penulis baca, belum ada penelitian secara rinci yang membahas tentang
Pemikiran Nusyuz Suami terhadap Isteri Menurut Syaikh Nawawi al
Bantani dan K.H Ahmad Rifa‟i dengan Hukum Islam Dan UU No 23
Tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT.
14
G. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitiaan keputakaan
(Library Research), yaitu suatu bentuk penelitian terhadap literatur
dengan pengumpulan data atau informasi dengan bantuan buku-buku
tentang Syaikh An Nawawi al Bantani danK.H Ahmad Rifa‟i dan kitab
karangan beliau yang berkaitan dengan pemikiran mengenai pandangan
Suami terhadap istri yang Nusyuz, yang ada di perpustakaan dan materi
pustaka lainya.
Dalam hal ini Arif Furchan (1982:98). menegaskan bahwa penelitian
kepustakaan yang dimaksud adalah studi yang sebenarnya digali dari
buku-buku, disertai dengan indeks penerbitan berkala (majalah atau surat
kabar), sistem penyimpanan dan pencarian informasi.
2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data utama yang akan
dikaji dalam permasalahan. Karena sifat dari penelitian literer,
maka datanya besumber dari literatur. Adapun yang menjadi
sumber data primer adalah dari kitab karangan Syaikh an Nawawi
al bantani dalam kitab Uqud al-Lujjayan dan K.H Ahmad Rifa‟i
dalam kitab Tabyin.
b. Sumber data sekunder
15
Data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang
berkaitan dengan tindakan suami terhadap istri yang
nusyuzsebagai pendukung dalam pembahasan skripsi ini yang ada
di dalamnya di antaranya:
1). Muhammad Zuhaily.fiqih munakahat.
2).BKKBN bekerjasama dengan DEPAG RI, NU, MUI dan
DMI.membangun keluarga sehat dan sakinah.
3).Muhammad Umar an Nawawi.Kitab Qurratul „Ain Terjemah
(Syarh Uqud al-Lujayyn)
4).Muhammad Nawawi.Syu‟udul kaunain terjemah (syarh uqud al-
lujayyn)
3).Buku Buku pendukung lainya.
3. Tekhnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data dalam penyusunan skripsi ini,
penulis menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research)
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membaca buku-buku sumber, baik primer maupun sekunder
b. Mempelajari dan mengkaji serta memahami isi yang ada dalam
buku sumber
c. Menganalisis sekaligus mengidentifikasi serta mengelompokan
sesuai dengan masing-masing bab
16
4. Metode Analisi Data
Metode anslisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
analisis atau content analysis. Analisis ini adalah metode yang digunakan
untuk menganalisis teks, sifatnya terus terang dan mengandung makna
yang tersurat (Sarosa, 2012:71). Dalam menganalisis data dari
pengumpulan data yang telah dilakukan penulis menggunakan analisis
data sebagai berikut :
a. Deskriptif
Sebagai sebuah karya ilmiah yang bersifat literal, maka segala
sesuatu yang terkait topik pembahasan hasilnya apa adanya sejauh
yang dipahami penulis. Adapun tekhnik diskriptif yang penulis
gunakan adalah analisis kualitatif. Dengan analisis ini akan
diperoleh gambaran mengenai isi buku yang diteliti.
b. Content Analysis
Metode ini digunakan untuk memperoleh pemahaman isi dan
makna dari berbagai data dalam penelitian, analisis objektifitas,
pendekatan sistematis, dan generalisasi, baik yang mengarah pada
makana, terutama dalam penarikan kesimpulan.
17
H. Sistematika Penulisan
Penulisan karya ilmiah harus bersifat sistematis,di dalam penulisan skripsi ini
pun harus dibangun secara berkesinambungan. Dalam penulisan skripsi ini terdiri
dari lima bab yang isinya adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II : Biografi tentangMuhammad Nawawi al-Bantani dan K.H Ahmad Rifa‟i
meliputi nasabnya, kelahiran, masa kanak-kanak, cikal bakal menjadi ulama,
riwayat pendidikan serta ringkasan tentang kitab uqud al-lujayyn fi huquqi
zaujaindan kitan tabyin
Bab III pemikiran Muhammad Nawawi al-Bantani dalam kitab Uqud al-
Lujjayn. dan KH Ahmad Rifa‟i dalam kitab Tabyin mengenaiNusyuz, dan
fenomena yang ada pada zaman sekarang serta pemahaman yang salah
mengenai nusyuz
Bab IV :Analisis mengenai Tindakan suami terhadap istri yang nusyuz menurut
Muhammad Nawawi al-Bantani dalam kitab Uqud al-Lujjayn. dan KH Ahmad
Rifa‟i dalam kitab Tabyin.
Bab V : Penutup, bab ini berisi kesimpulan, saran.
18
BAB II
Biografi Intelektual Tokoh
A. Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani
1. Nasab dan Keturunanya.
Abu Abdul Mu‟thi Muhammad Nawawi bin Umar bin „Arobi atau
lebih dikenal dengan Syaikh Nawawi Al-Bantani lahir di Serang Banten,
tepatnya disebuah desa bernama Tanara. Beliau lahir pada tahun 1230 H/1813
M dari pasangan suami istri Umar dan Zubaidah. Ayahnya adalah seorang
penghulu dan tokoh agama yang cukup disegani di Tanara. Dari silsilahnya,
Nawawi merupakan keturunan ke-12 Maulana Syarif Hidayatullah atau yang
lebih dikenal dengan Sunan gunung Jati, Melalui Maulana Hasanudin, Sultan
Banten(Forum kajian Kitab kuning,2005:17). Nasabnya bersambung kepada
Nabi Muhammad melalui Imam Ja‟far Shodiq, Imam muhammad Al Baqir,
Imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husen, fatimah al zahra
(Sudirman,2007:165).
Di mekah Beliau tinggal di syi‟ib Ali, Mekah dan menjalani
kehidupan disana bersama istrinya, nyai Nashimah yang berasal dari tanara
juga, dari pernikahanya dengan Nyai Nashimah, Beliau di karuniai tiga orang
anak yang semuanya perempuan, yakni: Nafishah, Maryam, dan Rubi‟ah,
Nyai Nashimah meninggal sebelum syeh nawawi wafat, namun tidak
19
diketahui kapan tepatnya dan dimana makamnya(forum kajian kitab
kuning,2005:20).
Sepeninggal Nyai Nasimah pada usia yang cukup senja, beliau
menikah lagi dengan Nyai Hamdanah, putri KH. Sholeh Darat Semarang,
yang saat itu baru berusia 7-12 Tahun, Denganya syeikh Nawawi dikaruniai
seorang putri yang bernama Zahroh.
Sumber utama perekonomian Syeikh Nawawi adalah di bidang
pelayanan ibadah haji, setiap tahun beliau menjadi pembimbing bagi jamaah
haji khususnya yang berasal dari indonesia. Selain dari bidang pelayanan
ibadah haji sumber yang lain adalah hibah dan pemberian dari para murid,
sejawat, dan para tamu yang silih berganti berdatangan. Sebagai orang yang
cukup mendapatkan nama di Masjidil Haram membuat kehidupan
keluarganya tergolong berkecukupan, namun Syeikh Nawawi dikenal dengan
pola kehidupan yang sederhana dan keseharianya dipenuhi dengan sifat
kesahajaan(Zuhud)(forum kajian kitab kuning,2005:21).
Menurut Ensiklopedi Islam Indonesia, syeikh Nawawi meniggal pada
tahun 1314 H/1897 M. Namun menurut al-A‟Lam dalam buku Kembang
setaman Perkawinan (Analisis Kritis Kitab Uqud al-lujayyn) beliau wafat
pada tahun1314 H/1898 M, Dari Riwayat singkat yang diperoleh dari yayasan
Syeikh Nawawi diperoleh keterangan bahwa Syeikh Nawawi wafat pada
tanggal 25 Syawal 1314 H ditempat kediaman beliau,perkampungan syi‟ib Ali
Makkah pada usia 84 tahun (forum kajian kitab kuning,2005;22).
20
Beliau dimakamkan di Ma‟la berdekatan dengan makam Asma‟ binti
abu Bakar as shidiq. Makam beliau juga berhimpitan dengan seorang ulama
dan penulis besar, Ibnu Hajar al-haytsami al-Makki. Di Tanara tempat
kelahiran beliau setiap tahun diperingati haul wafatnya Syeikh Nawawi di
malam jum‟at dan sabtu, pada minggub terakhir bulan
syawal(https.//id,wikipedia.org/wiki/nawawi albantani).
2. Riwayat Pendidikan dan aktivitasnya.
Sejak kecil Nawawi sudah menunjukkan minat dan bakatnya, terhadap
ilmu Pengetahuan terutama Agama. Guru pertamanya adalah ayahnya kiai
Umar Nawawi diajarkan oleh ayahnya aqidah, Al Quran, bahasa Arab, Fiqih,
dan ilmu tafsir. Pada Tahun 1254 H/1828 M, ketika Umur 15 Tahun nawawi
pergi ke mekkah bersama Ayah dan kedua Saudara Laki-lakinya untuk
Berhaji. Imam Nawawi dan Saudaranya Tinggal disana untuk Mendalami
Ilmu Agama. Di Masjidil harom ia belajar kepada Ulama-ulama Besar Waktu
itu,Seperti Syaikh Sayyid Ahmad nahrawi,dan Syaikh Ahmad Zaini Dahlan.
Sedangkan di Madinah Ia Belajar kepada Sayyid Muhammad Hambal al-
Hambali. Selain ulama-ulama tersebut beliau juga belajar kepada syaikh
Muhammad Khatib Sambas (penyatu Thariqt Qadariyyah dan naqsabandiyyah
di Indonesia). Syaikh Abdul Ghani Bima, Syaikh Yusuf Sambulawumi, dan
syaikh Abdul Hamid Dagastani(Azra,2002:95).
Setelah berada di mekkah selama tiga tahun, pada tahun 1284 H,
Nawawi kembali dan Menetap di Tanah Air selama kurang lebih tiga tahun.
21
Beliau mendirikan masjid dan memperbaiki bangunan pondok Pesantren
tinggalan ayahnya sertaaktif ikut mengajar(Forum kajian kitab
kuning,2005:95).
Indonesia ketika itu berada dalam kekuasaan Belanda dan Banyak
terjadi Pemberontakan, akibatnya banyak ulama yang di tangkap dan di
asingkan karena mereka di anggap sebagai otak pemberontakan, hal ini
membuat Syaikh Nawawi Semakin tidak senang terhadap cara-cara yang
dilakukan Belanda, terlebih belanda juga ikut mencurigainya ikut andil
melakukan gerakan perlawanan. Situasi yang demikaian itu semakin
menyulitkan posisi syaikh Nawawi dan pada akhirnya beliau memutuskan
untuk meninggalkan indonesia dan kembali ke makkah untuk bermukim
disana sampai wafat(Sudirman,2007:157).
Di Makkah beliau kembali belajar kepada ulama-ulama besar disana,
setelah itu ia menjadi pengajar dimasjidil haram, prestasi mengajarnya cukup
terkenal karena kedalaman ilmu pengetahuanya. Diriwayatkan bahwa setiap
beliau mengajar tidak kurang dari dua ratus murid yang hadir dari berbagai
penjuru dunia, terutama Indonesia. Beberapa diantaranya muridnya adalah:
KH Hasyim Asy‟ari Jombang, KH Raden Asnawi Kudus, KH Kholil
Bangkalan Madura, KH. Tubagus Asnawi Caringin Labuan Banten, KH.
Tubagus Bakri Sempur Purwakarta, dan KH. Dawud Sempur
Malaysia(Yasin,2007:157). Beliau juga pernah di undang ke Universitas Al
Azhar Mesir untuk memberi ceramah dan pandangan-pandangan beliau terkait
22
beberapa masalah. Disana beliau juga sempat bertemu dengan ulama terkenal
al Azhar, yaitu syeikh ibrahim al-bajuri(www.biografi.ilmuwan).
Sebagian besar waktu hidup beliau digunakan untuk mengajar dan
menulis kitab. Sebagian besar kitab yang ia tulis adalah permintaan temanya
yang kebanyakan berasal dari Jawa, karena dibutuhkan kembali untuk dibaca
kembali di daerahnya. Ada yang mengatakan jumlah karya tulisnya
mencapai115 buah kitab. Dan ada pula yang mengatakan 99 buah kitab. Kitab
kitab yang ia tulis kebanyakan merupakan ulasan, penjelasan, dan komentar
(syarh) dari karya karya ulama‟ sebelumya yang sulit dipahami. Kitab Syarh
Uqud al-lujayyn merupakan penjelasan atas beberapa kitab yang ditulis
sebelumnya.
3. Karya.
Karya-karya Syeikh Nawawi terkenal karena bahasanya mudah
dipahami. Ia bisa menyuguhkan penjelasan dalam bahasa arab yang sesuai
dengan lenggam bahasa indonesia, oleh karenanya karangan beliau terkenal
dikalangan santri-santri indonesia.
Karya-karya beliau mencakup berbagai disiplin ilmu islam, mulai dari aqidah,
fiqih, tasawuf, sejarah, dan bahasa.
Kitab-kitab karangan beliau, diantaranya adalah:
a. Bidang tauhid
1) Tijan al-Durrar „ala Risalah al-Bajuri selesai ditulis 1927
Hdicetakpertama pada tahun 1301 H di Mesir
23
2) Al-Simaral-Yailah Fi al-Riyad al-Bad‟ah „ala Mukhtasar al-
SyaikhMuhammad Hasbullah, cetak pertama 1299 di Mesir.
3) Zari‟ah al-Yaqin „ala ummi al-Barahin, cetak pertama 1315
HdiMekkah
4) Fath al-Majid Fi Syarah al-Durr al-Fard, selesai ditulis 1294
H,cetakpertama 1296 di Mesir.
5) Qami‟al-Tuhyan „ala Manzumah Syu‟ab al-Iman, cetak
pertama diMesir.
6) Qahru al-Gais Fi Syarh Masa‟il Abi al-Lays, cetak pertama
1301 H diMesir.
7) Al-Nahjah al-Jayyidah Li Hilli Tafawwut al-„Aqidah
SyarahManzumah al- Tauhid, cetak pertama 1303 H di
Mesir.
8) Nur al-Zulam „ala Manzumah „Aqidah al-„awwam, selesai
ditulis 1277H., cetak pertama 1303 H di Mesir.
b. Bidang Tarikh atau Sejarah
1) Al-Ibriz al-Dani Fi Mawlid Sayyidina Muhammad al-Sayyid
al-„Adnani, cetak pertama 1299 H di Meesir.
2) Bugyah al-„Awwam Fi Syarh Mawlid Sayyid al-Anam „Ala
Mawlid Ibnal-Juzi, cet pertama 1297 H di Mesir
24
3) Targib al-Musytaqin Li bayan Manzumah Sayyid al-Barzah
Fi MaulidSayyid al-Awwalin wa al-Akhirin, cetak pertama
1292 H diMesir.
4) Al-Durrar al-Bahiyah Fi Syarh al-Khasa‟is al-Nabawiyah
SyarhQissah al-Mi‟raj li al-Barzanji, cetak pertama 1298 di
Mesir.
5) Madarij al-Su‟ud ila iktisa‟ al-Burud”, Syarh „ala Mawlid al-
Barzanji,selesai ditulis pada tahun 1293 H, cetak pertama
1296 Hdi Mesir.
6) Syarh al-Burdah, cetak pertama 314 H, di Makkah.
Fath al-Samad al-„Alim „ala Mawlid al-Syaikh ahmad ibnu
Qasim,selesai ditulis 1286 H., cetak pertama 1292 H di
Mesir.
c. Bidang Tasawwuf
1) Al-Risalah al-Jami‟ah Bayn Usul al-Din wa al-Fiqh wa al-
Taswwufcetak pertama 1292 H di Mesir.
2) Syarh „ala Manzumah al-Syaikh Muhammad al-Dimyati Fi al-
Tawassul Bi Asm‟Allah al-Husna, cetak pertama 1302H di
Mesir..50
3) Misbah al-Zulm „ala al-Manhaj al-Atamm Fi Tabwib al-
Hikam, Syarhal-Minahaj lial-Syaikh „AH ibn Hisam al-Din al-
Hindl,cetak pertama1314 H di Makkah.
25
4) Nasa‟ih al-„Ibad Syarh „ala al-Mawa‟iz Li Syitiab al-Din
Ahmad binHajar al-„Asqalani, cetak pertama 1311 H di Mesir.
5) Salalim al-Fudala‟ al-Manzumah al-Musammmah Hidayah
al-Azkiya‟ila Tariq al-Awliya, cetak pertama 1315 H di
Makkah.
6) Muraqi al-„Ubudiyah Syarh Bidayah al-Hidayahkarya Abu
Hamid alGhãzali terbit tahun 1881 M
d. Bidang Fiqih
1) Bahjah al-Wasa‟il Bi Syarh al-Msa‟il, Syarh „ala al-Risalah
al-Jami‟ah, cetak pertama 1292 H di Mesir.
2) Al-Tawsyih‟ala Syarh Ibn al-Qasim al-Guzi „ala Matn al-
Taqrib Li AbiSyuja‟, selesai ditulis awal abad 13 H cetak
pertama 1314 di Mesir
3) Sulam al-Munajat „ala‟ Safinah al-Salam Li Syaikh „Abd
Allah binyahya al-Hadrami, cetak pertama 1297 H di Mesir.
4) Suluk al-Jadah „ala al-Risalah al-Musammah bi Lum‟ah al-
MufadahFi Bayan al-Jum‟ah wa al-Mu‟adah, cetak pertama
1300. Di Mesir.Syarh „ala Akahs Manasik Malamah al-
Khatib.
5) Al-‟Iqd al-Samln, Syarh Manzumah al-Sittin Mas‟alah al-
Musammahal-Fath al-Mubin, cetak pertama 1300 H di Mesir.
26
6) Uqud al-Lujjyn Fi Bayan Huquq al-Zawjayn, selesai ditulis
1294 Hcetak pertama 1296 H di Mesir.
7) Fath al-Mujib Bi Syarh Mukhtasar al-Khatib Fi Manasiq al-
Hajj, cetakpertama 1276 H di Mesir.
8) Qut al-Habib al-Garib, Hasyiyah‟, cetak pertama 1301 H di
Mesir.
9) Kasyifah al-Saja bi Syarh Safinah al-Naja, selesai ditulis 1277
H cetakpertama 1292 H di Mesir.51
10) MirqahSu‟ud al-Tasdiq Bi Syarh Sulam al-Taufiq ila
Mahbbah al-Ilah„ala al-Tahqig, cetak pertama 1292 H di
Mesir.
11) Nihayah al-Zayn Fi Irsyad al-Mubtadi‟in Bi Syarh Qurrah al-
„Ayn BiMuhimmah al-Din, cetak pertama 1297 H di Mesir.
e. Bidang Hadist
Tanqih al-Qawl al-Hasis, Syarh Lubab al-Hadis Li Jalal al-
Din al-Suyuti, tidak ada keterangan cetak pertama.
f. Bidang Tajwid
Hilyah al-Sibyan „ala Fath al-Rahman, tidak ada keterangan
cetakpertama.
g. Bidang Ilmu Alat/Bantu
1) Fath Gafir al-Khatti‟ah „ala al-Kawakib al-Jaliyyah FI Nazm
al-Ajtupiyyah, cetak pertama 1298 H di Mesir.
27
2) Al-Fusus al-Yaqutiyyah „ala al-Bahiyyah Fi Abwah al-
Tasriyyah, cetakpertama 1299 H di Mesir.
3) Lubab al-bayan, syarh „ala Risalah al-Syaykh Husain al-
Maliki Fi al-Isti‟arat, cetak pertama 1301 H di Mesir.
4) Kasyf al-Nurutiyyah „an Satr al-Ajrumiyyah, cetak pertama
1298 H diMesir.
h. Bidang tafsir
Marah Labid Li Kasyf Ma‟na Qur‟an Majid, yang juga disebut
al-Tafsir al-Munir Li Ma‟alim al-Tanzil, cetak pertama 1305
H(Yasin,2007.74-78).
4. Ajaran-ajaranya.
Ajaran Syaikh Nawawi terlihat pada buku-bukunya yang mencakup
hampir semua aspek ajaran Islam, khususnya tauhid, fiqh, dan tasawwuf. Ini
berarti bahwa dalam pandanganya, Islam merupakan paduan ketiga bidang
ajaran ini dan beliau tidak menekankan satu bidang ajaran melebihi bidang
ajaran yang lain(Sudirman, :166). Karena itu orang islam beriman kepada
Allah,Lalu melaksanakan Ibadah (hubungan vertikal manusia dengan tuhan)
dan muamalah(hubungan horizontal manusia dengan sesamanya dan mahluk
pada umumnya, termasuk tumbuh-tumbuhan dan binatang) dan memiliki
akhlak yang mulia sebagai esensi ajaran tasawwuf.
Pandangan keagamaan seperti itu sebenarnya bukan khas pandangan
Syaikh imam nawawi sendiri. tetapi merupakan pandangan ulama‟ sunni pada
28
umumnya, yaitu pada ajaran tasawwuf tidak berdiri sendiri dan hanya
merupakan bagian dari ajaran islam pada ummnya. Dalam beberapa tulisanya
seringkali Syaikh Muhammad Nawawi mengaku dirinya sebagai penganut
teologi Asy‟ari (al-Asy‟ari al-I‟tiqody). Karya-karyanya yang banyak dikaji di
Indonesia di bidang ini diantaranya Fath al-Majd, Tijan al-Durari, Nur al-
Dzulam, al-Futuhat al-Madaniyah, al-Tsumar al-Yuniah, Bahjat al-wasail,
Kasyifat as-saja dan Mirqat al-Su‟ud.
Sejalan dengan prinsip pola fikir yang dibangunya, dalam bidang
teology Syaikh Imam Nawawi mengikuti aliran teologi Imam Abu Hasan al
Asyari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Sebagai penganut Asyariyah
Syaikh Muhammad Nawawi banyak memperkenalkan konsep sifat-sifat
Allah. Seorang muslim harus mempercayai bahwa Allah memiliki sifat yang
dapat diketahui dari perbuatanya, karena sifat Allah adalah perbuataNya. Dia
membagi Sifat Allah dalam tiga bagian: Wajib, Mustahil, dan Mumkin. Sifat
wajib adalah sifat yang pasti melekat pada Allah dan Mustahil tidak adanya,
dan mustahil adalah sifat yang pasti tidak melekat pada pada Allah dan wajib
tidak adanya, sementara mumkin adalah sifat yang boleh ada dan tidak ada
pada Allah. Meskipun Syaikh Nawawi bukan orang pertama yang membahas
sifatiyah Allah. Namun dalam konteks indonesia Syaikh Nawawi dinilai orang
yang berhasil mengenalkan teologi Asy‟ariyah sebagai sistem teologi yang
kuat di negeri ini(Sudirman, :166). Sementara di bidang fikih tidak berlebihan
jika Syaikh Nawawi dikatakan sebagai “obor” Madzhab Imam Syafi‟i untuk
29
konteks Indnesia(sudirman:166). Melalui karya-karya fikihnya seperti Syarh
Safinatun-Najah syarh Sullam ay-taufiq, Nihayah al-zain fi Irsyad al-
mubtadi‟in dan Tasyrih ala fathul Qarib, sehingga KH. Nawawi berhasil
memperkenalkan Madzhab Syafi‟i secara sempurna. Dan atas dedikasi KH
Nawawi yang mencurahkan hidupnya hanya untuk mengajar dan menulis
membuat apresiasai luas dari berbagai kalangan. Hasil tulisnya yang sudah
tersebar luas setelah diterbitkan di berbagai daerah memberi kesan tersendiri
pembacanya. Pada tahun 1870 para ulama Universitas al Azhar Mesir pernah
mengundangnya untuk memberikan kuliah singkat di suatu forum diskusi
Ilmiyah. Mereka tertarikuntuk mengundangnya karena nama KH. Muhammad
Nawawi Sudah dikenal melalui karya-karyanya yang telah banyak tersebar di
Mesir(www.biografyilmuwan.blogspot.com).
5. Latar Belakang Penulisan Kitab Uqud Al-Lujayyn
latar belakang kehidupan muhammad Nawawi al-Bantani, Berbagai
pemikiran yang beliau tuangkan di dalam karya-karyanya tidak mungkin lepas
dari setting sosial, ruang, dan waktu, ketika beliau hidup. Sebagian besar
hidupnya beliau dihabiskan dikota makkah, sejak usia 15 tahun tepatnya pada
tahun 1245 H/1828 M beliau berhijrah ke makkah dan menetap disana sampai
beliau meninggal. Sejak saat itulah beliau mulai belajar kepada berbagai
ulama-ulama yang ada di berbagai penjuru kota makkah(Umar,2007:18).
sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa latar belakang sosial politik, dan
30
budaya saat itu sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap pemikiran-
pemikiran beliau baik secara langsung maupun tidak langsung.
Muhammad Nawawi al-Bantani hidup sezaman dengan pembaharu
terkemuka asal Mesir Jamaluddinal-afghani (1254-1314 H/1839-1897 M) dan
Muridnya Muhammad Abduh(1266-1323 H/1849-1905 M) Namun sulit bagi
kita untuk menemui pemikiran-pemikiran modern beliau sebagaimana banyak
disuarakan Jamaluddin al afghani(Umar,2007:27). Hal ini mungkin
disebabkan tempat tinggal beliau yaitu Hijaz berbeda dengan tempat tingal
Jamaluddin al Afghani yaitu Mesir.
Hijaz merupakan satu-satunya negeri muslim yang tidak dijajah
bangsa Eropa yang mulai masuk ketimur tengah mulai dari abad ke-18 M.
Meskipun satu sisi penjajahan merupakan sebuah penindasan, juga dapat
memperkenalkan peradaban rasional dan teknologi,seperti ketika napoleon
membawa paham Renaissance masuk ketimur tengah melalui mesir dengan
membawa 146 orang ilmuwan. Mereka mendirikan lembaga ilmiah mesir (al-
Maj,ma‟ al-Timi al-misri). Mereka juga membawa alat alat cetak untuk
mempublikasikan hasil penelitian mereka dalam bentuk buku maupun surat
kabar. mereka juga mendirikan perpustakaan besar dengan bukubuku rujukan
berbahasa perancis dan mendirikan dua sekolah, dibawah kepemimpinan
napoleon mesir memasuki babak baru setelah terpuruk dalam masa kegelapan,
mesir mengalami kemajuan diberbagai sektor termasuk sektor ilmu
pengetahuan(1798-1801 M)(Abdul,2007:348).
31
Sementara itu pada priode yang sama di Hijaz sektor pendidikanya
tertinggal jauh dengan mesir saat itu, Proses pengajaran di lembaga-lembaga
pendidikan di Hijaz masih berlangsung secara tradisional, bahkan al-Bantani
sebagaimana yang dikutip oleh Badri Yatim menilainya sebagai buruk, karena
tidak mendatangkan hasil yang memadai. Proses pengajaranya dilakukan di
kuttab-kuttab yang sudah sangat tua dan hampir tidak mengalami perubahan
sama sekali dari metode pengajaran yang digunakan beberapa abad
sebelumnya. Tidak ada kurikulum yang jelas disana, setiap guru memberikan
pelajaran yang dikuasai kepada murid-muridnya sesuai dengan Ijazah yang
dimilikinya. Kondisi seperti ini berlangsung hingga abad ke20
M(Yatim,1999:205-206).
Karena pembelajaran yang demikian menurut husain Haikal, murid
hanya mungkin mendalami sebagian kecil ilmu ilmu keagamaan Islam dan
bahasa arab, orientasi yang dilahirkan bukan orientasi kedepan, tetapi
kebelakang, orientasi yang tidak sesuai lagi dengan masa
modern(Yatim,1999:213).
Atas dasar faktor latar belakang lingkup hidup beliau itulah kita dapat
menangkap potret pemikiran Muhammad Nawawi al-bantani yang melatar
belakangi metode ijtihad yang beliau anut, Metode ijtihad beliau lebih
condong berwarna tradisionalis dan sufistik.
Ciri pemikiran tradisionalis dalam hukum islam adalah pemikiran
yang banyak berpegang atau kembali kepada penafsiran tekstual (alqur‟an dan
32
Sunnah), kurang menjunjung tinggi keabsahan akal dan berpegang ketat
terhadap tradisi ulama sehingga perubahan-perubahan dan pembaruan atas
tradisi yang sudah mapan dianggap sebagai sebuah “kesalahan”
(Taqwim,2009:74).
Corak pemikiran tradisionalis Muhammad Nawawi al-Bantani juga
banyak dipengaruhi asy-Syafi‟i sebagai tokoh sentral dalam pemikiran
tradisional selain malik ibn Anas. Karena sebagaimana diterangkan diatas
bahwa muhammad Nawawi adalah penganut madzhab Syafi‟i
(taqwim,2009:76).sementara sufisme sering ditampilkan sebagai gemar
ibadah (hablumminallah) dan rajin melakukan ritus-ritus yang mendalam dan
intens Muhammad,2003:233).Tasawuf sebagai ajaran kaum Sufi mendorong
untuk meninggalkan kehidupan yang bersifat Jasmaniah dan mengejar
kehidupan rohaniah dengan menjatuhi berbagai bentuk kemewahan hidup dan
menghabiskan waktu beribadah kepada Allah(Rusli,2003;10).
6. Gambaran kitab Uqud Al-Lujayyn
Kitab Uqud al-Lujjayn adalah karya Syaikh Nawawi yang beliau tulis
atas permintaan temanya Kitab ini berisi penjelasan mengenai mengenai hak-
hak dalam pernikahan(Umar,1972:4). hubungan suami-istri berdasarkan ayat-
ayat al-Qur‟an, hadits-hadits nabi, kisah atau hikayat, dan komentar beliau
sendiri. Kitab ini terdiri dari empat bab dan penutup
Bab pertama berisi kewjiban suami terhadap istri, bab kedua berisi
kewajiban istri terhadap suami, bab ketiga berisi keutamaan sholat dirumah
33
bagi perempuan, dan bab keempat berisi larangan melihat lawan jenis. Dari
salah satu karyanya inilah kita bisa melihat dan menganalisis bagaimana
pendapat beliau mengenai Tindakan Suami terhadap istri yang Nusyuz .
Kitab Uqud al-Lujjayn banyak merujuk pada kitab-kitab yang
sebelumnya sudah ada, diantaranya adalah:
1. Kitab az-Zawjir „an Iqtiraf al-Kabair, Karya Syihab ad-Din Ahmad
bin Muhammad bin Hajar al-Hasyitami asy-Syafi‟i al Makki.
2. Kitab Ihya‟ Ulum ad-Din, Karya Imam al-Ghazali.
3. Kitab at-Targhib wa at-targhib, Karangan Imam al-Hafizh Zakiy
ad-Din „Abd al-„Azhim bin „Abd al-Qawiyy al-Mundzri asy
Syafi‟ial-Mishri.
4. Kitab al-Jami‟ ash-Shagir min Sunan al Basyr, Karya Jalal ad-Din
Abdurrahman as-Suyuti.
5. Kitab Syarh Ghayat al-Ikhtisar, Karya al-Imam al-Husayn bin
Ahmad al-Isfahani asy-Syafi‟i (Forum kajian kitab kuning:36).
B. K.H AHMAD RIFA’I IBN MUHAMMAD
1. Nasab dan keturunanya.
Syekh Haji Ahmad Rifa‟i lahir di desa Tempuran yang teletak di
sebelah selatan Masjid Agung Kendal pada hari kamis 9 Muharam 1208
H/1786 M dan meninggal pada usia 84 tahun hari ahad 6 Rabi‟ul Akhir 1286
34
H/ 1870 M. Ayahnya bernama Muhammad Marhum, anak seorang penghulu
landeraad Kendal bernama RKH. Abu Sujak alias Sutowidjojo
(Ridlo,2008:103).
Sejak lahir hingga usia enam tahun Ahmad Rifa‟i hidup diasuh
langsung oleh kedua orang tuanya. Sesuai dengan tradisi di kalangan santri,
setiap anak dikenalkan huruf-huruf Arab, Alif, Ba‟, Ta‟, Tsa‟, Jim,
Ha‟diajarkan tulis menulis dan merangkai huruf menjadi bentuk kalimat lalu
dibaca. Dan diajari pula bacaan surat Fatihah, Al-Ikhlas, surat Falaq bin Nas
hingga hafal. Dikenalkan siapa pencipta dirinya dan alam semesta, diajarkan
bahasa kromo inggil, bahasa sopan santun pada orangtua pada kawan sebaya
yang lazim digunakan di kalangan bangsawan keturunan keraton. Selain itu
Ahmad Rifa‟i dilatih tatacara melaksanakan sholat fardhu dan bacaan yang
wajib dibaca serta bacaan yang sunah dibaca. Dan mengkaji Al-Qur‟an bin
Nadlar kepada seorang guru desa di Tempuran (Amin,1995:42).
Ayahnya meninggal pada tahun 1207 H/ 1794 M, ketika beliau masih
berusia 6 tahun, kemudian beliau diasuh oleh kakak iparnya bernama KH.
Asy‟ari, seorang ulama terkenal di wilayah Kaliwungu. Dua Tahun setelah
ayahnya meninggal kakeknya meninggal dan dimakamkan di pemakaman
Masjid Agung Kendal. Hanya dari ibunya saja Ahmad Rifa‟i mendapat
asuhan dan bimbingan serta pengawasan selanjutnya. Ibunya yang bernama
Siti Rahmah semakin bertambah berat beban hidup yang ditanggung. Tujuh
35
anak dalam rumah tangga sederhana, biaya hidupnya masih membutuhkan
belas kasih ibundanya (Amin,1995:42).
Sesuai dengan pesan Nabi :
مرواأوالدكمبالصالةوهمأبناءسبعسنينواضربىهمعليها
أتا ء ػشش فشلا ت١ ف اعا جغ
”Perintahlah kamu pada anak-anakmu untuk mengerjakan shalat
setelah usia tujuh tahun dan memukulah kamu (karena pendidikan) pada
anak-anakmu setelah berusia sepuluh tahun jika meninggalkanya”(Hadis
Shohih riwayat Ahmad, Abu Dawud, Hakim dari Umar (Jalaluddin Suyuthi:
Al Jamius Shaghir: Bairut, Darulfikri,1981,jld.II.hal.535.).
Maka untuk mengurangi beban berat Siti Rahmah dan demi
kelangsungan pendidikan masa depan, setelah memasuki usia tujuh tahun,
Ahmad Rifa‟i dibawa oleh kakak kandungnya Nyai Radjiyah ke Kaliwungu
dan tinggal di rumahnya. Selama di kaliwungu ia mendapatkan pendidikan
dan pembinaan dari kakak iparnya KH. Asy‟ari seorang ulama kharismatik
pendiri dan pengasuh pondok pesantren Kaliwungu, dalam sumber tidak
dijelaskan nama pondoknya, dan dapat disimpulkan pondok K.H Asy‟ari
masih apa tidak tidak disebutkan dalam sumber. Dari permulaan mengaji ilmu
agama sampai cabang-cabang dan rantingnya, Ahmad rifa‟i hampir tak
pernah lepas dari binaan ulama Kaliwungu (Amin,1995:42-43).
36
Cikal bakal menjadi ulama besar ada pada diri Ahmad Rifa‟i
dikisahkan:Oleh ulama terkemuka generasi kedua Syaikh Ahmad Bajuri bin
Abdul Mutholib Kendal, bahwa pada diri Ahamd Rifa‟i ada suatu
keistimewaan yang merupakan tanda kekuasaan kebesaran Allah sebagai
alamat cikal bakal ulama besar dikemudian hari, diperlihatkan kepada
masyarakat kaum santri di Kaliwungu, terutama pada kakak iparnya Kiai
Asy‟ari. “pada suatu malam gelap gulita Kiai Asy‟ari secara diam-diam
memeriksa para santri yang sedang berada dalam asrama pondok, tiba-tiba
dikejutkan dengan seberkas cahaya menerangi asrama dan memancar tinggi
ke atas. Dia menyangka cahaya itu berasal dari lampu milik anak santri yang
sedang menelaah kitab, tetapi sangkaan itu meleset karena ternyata cahaya itu
berasal dari lekuk di tengah-tengah perut (pusar) seorang santri kecil yang
belum diketahui identitasnya. Kiai Asy‟ari terheran karena belum pernah
menyaksikan kejadian seperti itu, kemudian beliau bersiasat untuk menyobek
sarung anak tersebut dengan dugaan besok ada salah satu anak yang akan
menangis karena sarungnya sobek,alasan mengapa sarung anak tersebut
disobek karena K.H Asya‟ri benar-benar tidak tahu siapa anak kecil itu,
sehingga inisiatif yang muncul adalah dengan cara menyobek sarung bagian
bawahnya, sehingga nanti akan ketahuan siapa anak itu. Dan sungguh tepat
sekali dugaan sang Kiai asrama santri geger karena Ahmad Rifa‟i menangis
dan marah-marah karena sarungya sobek, kemudia diatasi oleh Kiai Asy‟ari
dan diganti dengan sarung yang baru. Dan ternyata santri yang memancarkan
37
cahaya dari pusarnya adalah adik iparnya sendiri, yang menurut kepercayaan
masyarakat sekitar adalah tanda cikal bakal menjadi ulama besar dikemudian
hari” (Amin,1995:43-44).
Pada masa remaja Ahmad Rifa‟i, atas pola dasar pemikiran itu. Ahmad
Rifa‟i hampir sama sekali tidak meluangkan waktunya untuk keperluan lain
kecuali menuntut ilmu agama pada kiai Asy‟ari dan kiai lainnya. Tiada hari
tanpa mengaji, tiada waktu tanpa menuntut ilmu, tiada saat tanpa belajar
semangat dan tiada hidup tanpa amar ma‟ruf. KH Ahmad Rifa‟i mendasarkan
pula pada cita-cita suci yaitu Pemuda sekarang! Pemimping di masa
mendatang!.
KH Ahmad Rifa‟i di Kaliwungu Kendal belajar ilmu agama yaitu:
nahwu, shorof, fiqh, badi‟, bayan, dan ilmu hadis Alqur‟an (Ridla, 2016:84).
Dalam buku Gerakan Syaih Ahmad Rifa‟i dalam menentang Kolonial Belanda
karya Ahmad Syadzirin Amin,1995:45, ilmu pokok yang dipelajari KH
Ahmad Rifa‟i adalah ada 3 yaitu Ilmu Fiqh, Ilmu Tasawuf dan Ketuhanan.
Untuk memperluas pemahaman tentang ilmu-ilmu agama, KH Ahmad Rifa‟i
kemudian mendalami cabang-cabang beserta ranting-ranting yang berkaitan
dengan tiga ilmu di atas, cabang-cabangnya di antaranya adalah :Ulumul
Qur‟an, Mushthalahuh Hadist, Lugahotul Arabiyah, Balaghoh, Mantiq,
Falak, Arudl, dan lain-lain.
Setelah melampaui masa pancaroba dengan selamat menjadi orang
dewasa, Ahmad Rifa‟i memulai babak baru di dalam meneruskan cita-citanya.
38
Yaitu mempersunting seorang gadis desa bernama Umul Umroh, mereka
menikah dengan adat kebiasaan di sana. Semua kegiatan resepsi dilaksanakan
dengan tertib.
Permualan dakwah KH Ahmad Rifa‟i perlu perjuangan keras,
berangkat dari firman Allah dalam surat An Nahl ayat 125 :
ع د ا تار جاد ذغح ػظح ا ا ح ذى سته تا أ إ عث١ سته إ دغ
عث١ ػ ظ ت )أػ رذ٠ تا أػ ٥٢١)
“serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
Kiai Ahmad Rifa‟i menyayangkan banyak orang mukmin yang
tergolong ahli agama („alim), bersekutu dengan pihak Hindia-Belanda, dalam
kitab Sawalih , beliau menulis :
“Satengah alim akeh podo sarekat
Maring raja negara dosa dhalim
Lan raja kafir atine tan taslim
Tan ngistoaken ing quran Adzim
Nyatru ing panutan adil alim
Artinya :
39
Diantara orang alim ada yang bersekutu
Kepada raja yang berdosa dan dzalim
Dan kepada raja yang kafir hatinya tidak Islam
Tidak mempertimbangkan Al-Quran Adzim
Membenci panutan yang adil alim (Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaanm Republik Indonesia, 2010:396).
Sebagai tokoh yang terisolasi dari lingkungan pejabat pemerintah
kolonial, Kiai Rifa‟i tidak saja menentang pemerintah Hindia-Belanda, tetapi
menentang juga para pejabat seperti para penghulu, demang, dan bupati. Para
pejabat itu telah sesat menurut beliau karena tunduk dengan pemerintah kafir
yaitu Belanda. Ia sangat ingin melaksanakan Syariah Islam secara murni dan
konsekuen. Dan ia juga menentang para pengulu yang berserikat dengan
pemerintah Belanda, sehingga dalam kitab karangannya yaitu Riayatul
Himmah beliau menuliskan :
Utawi wali fasik iku sah tinutur
Mlakeaken ing wong wadon sebab uzur
Ora nang sekabehe wali adil lan jujur
Ikulah werdi syara‟ kang pitutur
Artinya :
Bila wali fasik itu sah ucapanya
Menikahkan yang perempuan karena uzur
Tidak semua wali itu adil dan jujur
40
Itulah tuntunan syarak yang benar
Sebagai protes keras beliau terhadap para penghulu yang dianggap
tidak adil sehingga menurut beliau pernikahan tidak sah (Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,2010:396).Maka KH Ahmad
Rifa‟i merasa terpanggil umtuk segera menyampaikan dakwah kepada
masyarakat Islam di sekitar Kendal. Bahwa sempat pula berdakwah keluar
daerah, seperti ke Wonosobo. Dakwah Ahmad Rifa‟i lebih mengajarkan ke
masalah-masalah dasar seperti ibadah sholat, jamaah dan shalat jum‟at, serta
tentang arah kiblat, penikahan dan muamalah. Akan tetapi dakwah keras
Ahmad Rifa‟i tidak disukai oleh para ulama di derah Kendal, oleh karena itu
Ahmad Rifa‟i di usir dari Kendal beliau diusir oleh para ulama yang pro
dengan Belanda dan pihak pemerintahan Belanda , tetapi menurut Ahmad
Rifa‟i kewajiban dakwah tidak terbatas hanya di Kendal saja, melainkan di
mana saja, kapan saja selama hukum-hukum Allah belum ditegakakkan secara
maksimal (Ahmad Syadzirin Amin,1995:47-49).
K.H Ahmad Rifa‟i juga pernah dipenjarakan di Wonosono gara-gara
pihak Belanda menganggap bahwa tindakan KH Ahmad Rifa‟i terlalu
berlebihan ketika berdakwah di Wonosobo, beliau ditangkap dan dipenjarakan
di Wonosobo tanpa melalui peradilan resmi, karena penahanan hanya bersifat
preventif . akan tetapi ruapaya penjara bukan menjadi penghalang dakwah,
menurutnya lebih baik di penjara daripada harus menaati peraturan
41
pemerintah kafir yang merobek tatanan sayriat Islam dan tatanan budaya
leluhur di bumi Nusantara ini (Ahmad Syadzirin Amin,1995:47-49).
2. Riwayat Pendidikan dan Karir.
Kebiasaan KH Ahmad Rifa‟i dengan dakwah yang tegas tersebut
membuat was-was keluarga yang ada di Kendal, sebenarnya keluarga Ahmad
Rifa‟i sudah sering menasehati beliau agar tidak bersifat keras terhadap
pemerintah agar dapat terhindar dari resiko yang membahayakan. Ahmad
Rifa‟i adalah seorang ulama dan kader tangguh yang sudah banyak makan
asam garam perjuangan dakwah. Kendari resiko matipun akan dihadapi
dengan sikap kesatria. Nampaknya dia diilhami semboyan : Hiduplah
merdeka! Atau matilah syahid!, sehingga dalam kancah kehidupan Ahmad
Rifa‟i lebih mementingkan keselamatan agama dari segala-galanya.
Ketika Ahmad Rifa‟i berusia 30-an tahun meminta restu dari keluarga
di Kaliwungu dan Kendal untuk pergi menuntut ilmu ke Makkah. Mereka
merestui permintaan tersebut, bahkan mereka berharap agar ia tidak cepat
kembali ke kampung sampai suasana sudah tenang kembali. Namun
sebenarnya keluarga kurang ikhlas dalam melepaskan Ahmad Rifa‟i ke
Makkah karena mereka harus hidup jauh dengan Rifa‟i Amin,1995:51-52),
tapi mereka harus merelakan sebab kepergian tersebut untuk maksud baik dan
terhormat, yaitu untuk melaksanakan ibadah haji dan umroh, ziarah ke makam
42
Rasulullah SAW, dan menuntut Ilmu Agama yang selama ini belum tersebar
di Jawa.
Sekitar tahun 1230 H atau 1826 M Ahmad Rifa‟i memutuskan untuk
melaksanakan ibadah haji dan umrah dan menuntut ilmu di Makkah selama 8
tahun. Di Makkah Ahmad Rifa‟i menerima ilmu agama dari Syaikh Isa al
Barawi, Syaikh Faqih Muhammad bin Abdul Azizi Al Jaisyi (al Habisyi) dan
Syaikhul A‟dham Ahmad Utsman. Guru-guru tersebut mengajari mengenai
Ahlusunnah (Amin,1995:51-52).
KH Ahmad Rifa‟i melanjutkan studinya ke Mesir, maksud beliau
pindah ke Mesir karena ingin menambah ilmu agama yang lebih banyak pada
guru-guru yang berafiliasi dengan faham Imam Syafi‟i, karena ia sadar bahwa
sebagian besar masyarakat di Negaranya adalah penganut Madzhab tersebut
terutama di daerah Jawa. Beliau sempat berziarah ke makan Imam Syafi‟i di
Qurafah yang terkenal dengan sebutan Qurabah Mesir. Imam Syafi‟i wafat
pada malam jum‟at selesai shalat maghrib, 29 Rajab 204 H atau 19 juni 820 M
dalam usia 54 tahun
Selama 12 tahun bermukim di Mesir, Ahmad Rifa‟i berguru kepada
guru kenamaan di sana. Di antara guru-gurunya ialah Syaikh Ibrahim al
Bajuri, penyusun kitab Hasyiah Al Bajuri Syarah Fathul Qarib al Mujib, atau
Ghayatul ikhyisharkarya Syaikh Abi Suja‟ dalam madzhab Syafi‟i
(Amin,1995:52-53).
43
Setelah KH Ahmad Rifa‟i telah beberapa lama tinggal di Makkah
beliau berjumpa dengan Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Muhammad
Kholil dari Madura. Mereka sering berdiskusi tentang keadaan tanah air yang
sangat memeprihatinkan terutama dalam hal pendidikan Islam. Sewaktu
pulang ke tanah air, ketika ulama ini bertemu di atas kapal dan membicarakan
bagaimana cara untuk mengentaskan umat dari belenggu kebodohan. Dalam
diskusi tersebut mereka menetapkan, bahwa mereka berkewajiban menyusun
kitab memakai metode yang sesuai dengan keadaan setempat, dengan
pembagian : Syekh Haji Ahmad Rifa‟i menerjemahkan fikih, Syekh Nawawi
menerjemahkan ushuluddin,syekh Kholil menerjemahkan tasawuf.
Kesimpulan dari hasil diskusi mereka adalah: Menerjemahkan dan
menulis kitab dalam bahasa daerah, mendirikan pondok pesantren di daerah
masing-masing, melaksanakan kegiatan dakwah Islamiyah (Muhammad Amin
Ridlo, 2008:104). Ahmad Rifa‟i setelah pulang dari Makkah, pulang ke
Kendal ke kampung halamanya, dan pindah ke Kalisalak dan mendirikan
pondok di sana ( Abdul Djamil, 2001: 16). Dan menurut Shadiq Abdullah (
2006:32), dengan pendapat yang sama dengan Abdul Jamil bahwa setelah
menuntut ilmu ke Makkah K.H Ahmad Rifa‟i langsung pulang ke Kendal dan
kemudian menetap di Kalisalak, Batang.
Sekembali dari Makkah beliau kembali ke Kendal dan ahirnya pindah
ke Kalisalak Kabupaten Batang, kemudian mendirikan pesantren, selama 18
tahun (tahun 1255-1273 H), beliau mangajar santri-santrinya yang berasal dari
44
berbagai daerah di pulau Jawa. Selama di Kalisalak beliau telah menulis lebih
dari 60 kitab dan 500 tanbih yang berbentuk nadhom dan atsar, yang meliputi
berbagai ilmu-ilmu ke-Islaman (Ridlo, 2008:104).
Tetapi Syekh Ahmad Rifa‟i tidak hanya mengerjakan apa yang telah
disepakati bersama, karena sampai di kampung halaman beliau segera
mengarang kitab yang tidak hanya berfokus pada masalah fikih, namun
menyangkut semua problematika umat.
Banyak isi kitab beliau yang mengecam pemerintah Belanda dan
mengecam para ulama yang mau bekerja sama dengan pemerintah Belanda,
akhirnya beliau dibuang ke Ambon pada tanggal 16 Syawal 1275 H/ 16 Mei
1859 M, dan meninggal di sana. Selama di Ambon beliau menulis kitab
sebanyak 4 judul yang berbahasa Melayu ( Muhammad Amin Ridlo,
2008:104-105).
3. Guru-guru KH Ahmad Rifa’i
Silsilah guru-guru KH Ahmad Rifa‟i, sebagaimana disebutkan bahwa
Syekh Ahmad Rifa‟i di Makkah berguru dengan Syaikh Ahmad Utsman dan
di Mesir berguru dengan Syaikh Ibrahim al- Bajuri. Bila ditelusuri Silsilah
Masikhah (matarantai guru-guru) kedua ulama besar itu akan bertemu dengan
Imam Syafi‟i urutan ke-30 dari bawah, kemudian ke atas dari imam tersebut
akan brmuara kepada Rasulullah sebagai pembawa risalah kerasulan terahir
dan termulya, seperti tersebut di bawah ini:
1) Allah SWT sebagai sumber pemilik wahyu
45
2) Malaikat Jibril pembawa wahyu dari Allah kepada
Nabi Muhammad SAW
3) Nabi Muhammad penerima wahyu Alqur‟an ( wafat
1H.)
4) Imam Abdullah bin Abbas As-Shahabi (w: 68H.)
5) Imam „Atho‟ bin Abi Rabbah al Maki al Quraisy(
115H.)
6) Imam Abdul Muluk bin Juraij (125H. )
7) Iman Muslim bin Khalid az-Zanji (160-an H)
8) Imam al-Mujtahid Muhammad bin Idris as-Syafi‟i
(204H.)
9) Syaikh Ibrahim bin Ismail bin Yahya al-Muzani
(264H.)
10) Syaik Abul Qasim Utsman bin Said bin Bayar al-
Anmari
11) Syaikh Abul Abbas Ahmad bin Suraji (306H.)
12) Syaikh Abu Ishaq al-Marwazi( 417H.)
13) Syaikh Abu Yazid al Mawarzi (350-an H.)
14) Syaikh Abu Bakar al Qaffal al Mawarzi ( 417H.)
15) Syaikh Abdullah bin Yusuf al Juwaini (438H.)
16) Imamul Haramain Abdul Muluk bin Abdullah al
Juwaini (478H.)
46
17) Hujjatul Islam Abu Hamid bin Muhammad al
Ghazali ( 505H.)
18) Syaikh Abu Fadhol bin Yahya(560-an H.)
19) Syaikh Abul Qasim Abdul Karim al Rafi‟i (623H.)
20) Syaikh Abdul Rahman bin Abdul Ghaffar al
Quzwaini (665H.)
21) Syaikh Muhammad bi Muhammad Shahibus
Syamil Shaghir
22) Syaikh al Kamal Siral al Ardabili
23) Syaikh Muhyiddin Syaraf al Nawawi(676H.)
24) Syaikh Islam „Ulauddin al Athar (750-an H.)
25) Al Hafidl Abdurahim bin Husaini al Iraqi (806H.)
26) Al Hafidl Ahmad bi Hajar al Asqolani(852H.)
27) Syaikhul Islam Zakaria al Anshari (925H.)
28) Syaikh Syihabuddin Ahmadbin Hamzah al Ramli
(981H.)
29) Syaikh Ibnu Hajar al Haitami (983H.)
30) Syaikh Jamaluddin al Jamal Muhammad al Ramli
(1004H.)Al Ramli ini mempunyai murid banyak,
diantaranya Ali bin Isa al Halabi dan Ahmad bin
Muhammad al Ghanami,kemudian
31) Syaikh Ali bin Isa al Halabi (1010H.)
47
32) Syaikh Sultan al Mujazi
33) Syaikh Ahmad al Basybisyi (Sybsyiri:1019H.)
34) Syaikh Ahmad al Khalifi(1100H.)
35) Syaikh al Syamsu al Hifni (1178H.)
36) Syaikh Abdullah bin Hijazi al Syarqowi (1227H.)
37) Syaikh Ibrahim al Bajuri (1276H.)
Syaikh Ahmad Rifa‟i bin Muhammad bin Abi Sujak (286H.)
(Amin,1995:54-55).
4. Murid-murid KH Ahmad Rifa’i
Selama menetap di Jawa, Syaikh Ahmad Rifa‟i mendirikan
pondok,pesantren di Kaliwungu Kendal dan kemudian di Kalisalak Batang,
akan tetapi penulis belum menemukan nama pondok yang didiriakan beliau.
Akan tetapi penulis menemukan sumber dari Ahmamad Syadzirin Amin
(1996 : 13), di Kalisalak, Pondok tempat santri-santri mengaji dirusak, dan
sebagian kitab yang tersisa diangkut Batang. Menurut Muhammad Bibit
Suprapto (2003: 204), sekembalinya dari Makkah Rifa‟i mengasuh Pesantren
kakak iparnya Kyai Asy‟ari, kemudian setelah itu pindah ke Kalisalak dan
mendirikan Pondok Pesantren di sana, santrinya dari berbagai kota sperti
Wonosobo, Pekalongan, hingga Pati.
48
Dari penulisan di atas dan berdasarkan sumber yang ada penulis tidak
menemukann nama pondok yang didirikan oleh K.H Ahmad Rifa‟i,baik di
Kendal maupun Batang, akan tetapi berdasarkan sumber di atas hampir semua
sumber menyatakan bahwa memang di dua daerah tersebut K.H Ahmad Rifa‟i
mempunyai pondok pesantren.
Di kalisalak beliau mengajar santri-santri dari berbagai penjuru pulau
Jawa ( Muhammad Amin Ridlo, 2008:104-107). Murid-murid KH Ahmad
Rifa‟i di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Kiai Ilham (Abu Ilham), Kalipucang Batang
2. Kiai Maufuro bin Nawawi, Keranggonan Limpung, Batang
3. KH Abdul Qahar, Bekinkin, Cepiring, Kendal
4. Kiai Abdul Aziz, Tempusari, Wonosobo
5. KH Muhammad Thubo bin Radan, Purwasari, Kendal
6. Kiai Abu Hasan, Tangkilan, Kepil, Wonosobo
7. Kiai Hasan Dimedjo bin Abu Hasan, Tangkilan, Kepil, Wonosobo
8. Kiai Abdul Hamid, Karangsambo, Wonosobo
9. Kiai Manshur, Sapuran, Wonosobo
10. Kiai Manshur, Ngadisalam , Wonosobo
11. Kiai Muhammad Iskaq, Candi, Wonosobo
12. Kiai Abdul Ghani, Ngadisalam, Wonosobo
13. Kiai Abdul Hadi, Dalangan, Kertek, Wonosobo
49
14. Kiai Muhammad Thayib, Kalibening, Wonosobo
15. Kiai Muhammad Hasan, Bugangan, Wonosobo
16. Kiai Muharrar, Bengkek, Purworejo
17. Kiai Imam Tani ( Mantani), Kutawinangun, Kebumen
18. Kiai Muhsin, Cempokomulya, Gemuh, Kendal
19. Kiai Abu Salim, Paesan, Kedungwuni, Pekalongan
20. Kiai Asnawi, Wonoyoso, Buaran, Pekalongan
21. Kiai Idris bin Ilham, Kalipucang, Batang, Indramayu
22. Kiai Abdul Hadi, Karangsemut
23. Kiai Muhammad Ilyas Sembung, Kampil, Wiradesa, Pekalongan
24. Kiai Ahmad Hasan, Wiyanggong, Wiradesa, Pekalongan
25. Kiai Muhammad Thayib, Kalibari, Batang
26. Kiai Munawir, Wonobodro, Batang, Pekalongan
27. Kiai Abdul Manan, Terpuro, purwodadi, Grobogan
28. Kiai Abdul Fatah, Sikidang. Wonosobo
29. Kiai Kertoyudho, Plandi, Kertek, Wonosobo
30. Kiai Murdoko, Krakal, Karangluhur, Wonosobo
31. Kiai Kentol Jariyah, Wonoyoso, Buaran, Pekalongan
32. Kiai Cholifah, Longkeyan, Pemalang
33. Kiai Salamon, Wonosobo
34. Kiai Abdul Muhyi, Bekinkin, Cepiring, Wonosobo
35. Kiai Hasan Madjakir, Wonosobo
50
36. Kiai Mas Soemodiwerjo, Salatiga
37. Kiai Abdul Saman, Trobo, Kendal
38. Kiai Hasan Moecharam, Limbang, Wonosobo
39. Kiai Hasan Iman, Wonosobo
40. Kiai Chasan Monada, Wonosobo
41. Kiai Dolak( Abdullah), Magelang
42. Kiai Srie Kasri, Wonosobo
43. Kiai Abdul Yahya
44. Kiai Mangoenpoetip
45. Kiai Abdoel Jalil
46. Sayyid Abdurrahman, Saparua, Ambon
47. Sayyid Abdullah, Ambon, Maluku
48. Sayyid Abu Bakar, Ambon, Maluku
49. Kiai Abdursyid, Tursino, Kutorajo, Kebumen, Puworejo
50. Kiai Hasan Murtojo, Tursino, Kutorajo, Kebumen, Puworejo
51. Kiai Hasan Mukmin
Hampir bisa dikatakan semua murid tersebut mengembangkan ajaran
Islam dan pemikiran Ahmad Rifa‟i di daerah masing-masing melalui sarana
pondok pesantren dan majlis taklim.
51
5. Karya
Apabila diamati mulai tahun 1254 H samapi 1275 H, Syaikh Ahmad
Rifa‟i telah menulis karangan kitab sebanyak 65 karya tulis. Diantara tahun
yang tidak mengarang kitab adalah 1258, 1264, 1268, 1271, 1274 dan 1275H,
karena kesibukan beliau mengajar para santri, dan juga sulit untuk
mendapatkan tinta. Tetapi bisa jadi juga karena tekanan politik dri Belanda.
Atau juga bisa jadi kitab-kitab yang karang beliau pada tahun itu disita pihak
Belanda (Ahmad Syadzirin Amin,1995:119-127).
Dari penulisan di atas, dapat diketahui bahwa K.H Ahmad Rifa‟i
merupakan seseorang yang mempunyai cikal bakal seorang ulama, dari nasab
keluarga beliau saja sudah dapat diketahui bahwa dia berasal dari keluarga
yang kental dalam ilmu Agamnya, disebutkan pula kakek serta ayahnya selalu
mengajarinya bab agama baik membaca ataupun menulis Al-Qur‟an. Bahkan
setelah ayah dan kakeknya meninggal beliau tinggal bersama kakak
kandungnya di mana kakak kandung Rifa‟i adalah istri dari seorang kiai di
daerah Kendal yaitu H. Asy‟ari, kakak iparnyapun mengajari Rifa‟i dengan
berbagai ilmu pokok dan Rifa‟i juga belajar dengan para ulama di daerah
sana. Setelah beliau menjadi ulama santrinya pun banyak datang dari berbagai
daerah di dekitar Jawa.
Dari riwayat pendidikan K.H Ahmad Rifa‟i dapat diketahui bahwa
belaiu merupakan orang yang sangat rajin belajar dan selalu ingin belajar dan
terus belajar, sembari dia sudah berkeluarga tidak menyurutkan semangatnya
52
untuk pergi belajar ke Makkah dan Mesir, bahkan di sana sampai sekitar 2
tahun lamanya, dan jelasnya Rifa‟i meninggalkan sanak keluarga di Kendal.
Tidak dipungkiri pula Rifa‟i adalah seorang yang sangat cerdas, dapat diukur
dari berbagai kitab yang telah beliau tulis, memang beliau terkenal sebagai
seorang penulis yang produktif dengan berbagai karyanya di bidang Ushul,
Fikih, maupun Tasawuf tertamanya, bahkan sampai sekitar 65 kitab yang
beliau tulis. K.H Ahmad Rifa‟i merupakan seorang ulama yang tegas dalam
berprinsip dan tidak takut tantangan dari manusia, keculai yang beliau takuti
hanya Allah semata, bahka pemerintahan Belanda belaiu tidak sedikitpun
takut. Dan beliau mempunyai semangat keras untuk menegakkan hukum
Allah yang sudah banyak diselewengakan terutama di daerah Jawa,
dakwahnya memang agak keras tapi semua itu demi tegaknya syariat Allah.
6. Gambaran Kitab Tabyin
Kitab tabyin merupakan salah satu kitab karangan K.H Ahmad Rifa‟i,
kitab ini berisi pembahasan tentang nikah . Kitab tabyin menggunakan bahasa
terjemah atau biasa disebut bahas Tarajumah karena kitab tersebut merupakan
kitab terjemahan dari kitab-kitab arab yang berupa syair atau nadzom.
Dari biografi mengenai K.H Ahmad Rifa‟i tersebut dapat diketahui
kelebihan dan kekurangan kitab karya Ahmad Rifa‟i serta kelemahan serta
kelebihan pribadi seorang K.H Ahmad Rifa‟i. Kelebihan kitab karya beliau
yaitu : pembahasan mengenai bab yang dibahas sangat lengkap, pembahasan
53
masih relevan sampai zaman sekarang. Kekurangan dari kitab karya Ahmad
Rifa‟i yaitu: bahasa yang digunakan menggunakan bahasa terjemah Jawa yang
sangat klasik sehingga tidak mudah dipahami, khususnya bagi anak-anak
zaman sekarang, penggunaan bahasa Jawa pegon juga kurang efektif untuk
pembelajaran umum.
Kelebihan sosok K.H Ahmad Rifa‟i yaitu beliau merupakan seseorang
yang gigih dalam belajar, memiliki tekad yang kuat, selalu berpegang teguh
terhadap keyakinannya, tidak mudah putus asa, cerdas dan tegas, selalu
mementingkan kepentingan umat dibanding kepentingan pribadi. Kekurangan
beliau yaitu, beliau merupakan orang yang sangat keras kepala, fanatik dalam
penyampaian dakwah, keras dalam penyampaian dakwah.
54
BAB III
PEMIKIRAN MENGENAI TINDAKAN SUAMI TERHADAP ISTRI YANG
NUSYUZ MENURUT SYAIKH MUHAMMAD NAWAWI AL BANTANI
DALAM KITAB UQUD AL LUJJAYN DAN K.H AHMAD RIFA’I DALAM
KITAB TABYIN
A. Pengertian Nusyuz
Secara bahasa (etimologi) adalah masdar dari kata( شصا-٠شض-شض )
yang mempunyai arti tanah yang terangkat tinggi ke tanah (Manzur:637).
(suatu yang terangkat keatas dari bumi)(al Qurtubi,1967:170). Nusyuz dengan
arti sesuatu yang menonjol didalam, atau dari suatu tempatnya, dan jika
konteksnya dikaitkan dengan hubungan suami istri maka diartikan sebagai
sikap istri yang durhaka, menentang dan membenci kepada
suami(munawwir,1997:1418).
Nusyuz bisa diartikan “menentang” (al-Isyan). Karena istilah nusyuz
sendiri diambil dari kata al-nasyaz, artinya bangunan bumi yang tinggi.
Makna ini sesuai dengan pengertian yang ada dalam surat al-mujadalah
(58):11 secara terminologi nusyuz berarti sikap tidak tunduk kepada Allah
SWT untuk taat kepada suami(Hasyim,2001:1183).
Sedang menurut imam raghib sebagaimana dikutip oleh asghar Ali
Engineer dalam bukunya menyatakan bahwa nusyuz merupakan perlawanan
55
terhadap suami dan melindungi laki laki lain atau mengadah
perselingkuhan(asghar,2003:92).
Al-Tabarani juga mengansumsikan makna kata nusyuz ini dengan
mengartikan sebagai suatu tindakan bangkit melawan suami dengan
kebencian dan mengalihkan pandangan dari suaminya, dan makna literer dari
nusyuz adalah menentang dan melawan. Sedangkan menurut az-zamakhsyari
nusyuz bermakna menentang suami dan berdosa terhadapnya
Imam Fakhr al din ar razi juga berpendapat bahwa nusyuz dapat berupa
perkataan (qawl) atau perbuatan (af‟al) Artinya ketika isteri tidak sopan
terhadap suaminya ia berarti nusyuz dengan perkataan dan ketika ia menolak
tidur bersamanya berarti ia telah nusyuz dengan perbuatan(af‟al).
Ali ibnu qasim al-gozi memaknai nusyuz “keluar dari ketaatan (secara umum)
dari istri atau suami atau keduanya, kemudian secara istilah ini nusyuz
mempunyai beberapa pengertian diantaranya menurut fuqaha hanafiyyah
seperti yang dikemukakan Soleh Ganim mendefinisikan ketidak senangan
yang terjadi diantara suami istri Ulama Mazhab Maliki berpendapat bahwa
nusyuz adalah saling menganiaya suami istri, sedangkan menurut mazhab
syafi‟iyyah Nusyuz adalah perselisihan diantara sumi istri, sementara itu
ulama‟ hambaliyyah mendefinisikan dengan ketidak senangan dari pihak istri
atau suami dan disertai dengan pergaulan yang tidak harmonis
(soleh,2004:26).
56
Istri yang melakukan nusyuz dalam kompilasi hukum islam di
definisikan sebuah sikap ketika istri tidak mau melaksanakan kewajibanya
yaitu kewajiban utamanya berbakti lahir dan batin kepada suami dan
kewajiban lainya adalah menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah
tangga sehari-hari dengan sebaik baiknya(Abdurrahman,1992;93)
Dari beberapa definisi diatas ditarik kesimpulan bahwa yang
dinamakan nusyuz adalah pelanggaran komitmen bersama terhadap apa yang
menjadi hak dan kwajiban dalam hubungan suami istri, ternyata para ulama‟
memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda antara satu dengan yang lainya.
B. Tindakan suami terhadap istri yang nusyuz dalam kitab Uqud al lujayyn
1. Pengertian nusyuz dalam Uqud al lujjayn.
Nusyuz ( Bangkang), dengan terang-terangan ( Umar,1972: 76).
Dalam kiatab Uqudulijayn dijelaskan bahwa seorang istri yang Nusyuz
supaya tidak tidur seranjang dengan istri sebagai hukuman tidak ada batas
sampai kapan, tapi ada ulama yang mengatakan bahwa batasnya adalah satu
bulan (Nawawi,77). Dan hukuman selanjutnya ada di pukul berdasarkan
hadist :
ظشتا غ١ش ثشح اظش ت
“ Dan pukulah perempuan yang nusyuz tapi dengan pukulan yang
tidak menyakitkan”
57
Maksud dari hadis di atas adalah pemukulan yang tidak menyakitkan
parah secara fisik seperti patah tulang atau cacat anggota tubuh. Dan apabila
seorang istri telah kembali taat pada suami jangan sampai mecari celah
kesalahan untuk memukul istri(Nawawi,78-79).
2. Sebab sebab seorang istri diperbolehkan di pukul antara lain :
٠ش٠ ٠ح جر ػ ذشن اض ٠عشب ص ض ا ص ض ذشن الءجا تح ا ٠ج ذ ا
ذ از ػ ظش تا ا ض ي تغ١ش ار ا ض ٠عشتاػ اخش ا فشاػ ا
ل اخز ذ١ر ض ض ٠ك ش١ا ب اض ػ ذ ذ اجث ػ ل ٠ؼم
٠ا دا س ٠ا تىا ئ ا ػ شر ت١ذ ا شرا لث را ه وشف جا غ١ش
اػطا ذا ا ص غ ال جث رغ ض ا غ اض ذى ا غ اجرث ا ذى ا ذش ءا
ذجش اؼا دج ا ت١ر ص ا ػ اذا ػا تاءػطا ئ
Dalam pendapat Syaikh Nawawii di atas, ada beberapa hal yang
memperbolehkan suami memukul istri, yaitu:
1. Istri tidak mau berhias ketika suami menyuruh sedangkan suami
menghendakinya
2. Menolak ajakan untuk melakukan hubungan intim
3. Keluar dari rumah tanpa ijin suami
4. Memukul anak (yang masih kecil) tanpa alasan yang tepat (karena
menangis)
5. Mencaci orang lain.
58
6. Menyobek-nyobek pakaian suami
7. Menarik jenggot suami(sebagai bentuk penghinaan)
8. Mengucapkan kata-kata yang kotor kepada suami meskipun suami
mencacinya terlebih dulu
9. Membukan aurat di depan laki-laki yang bukan muhrimnya.
10. Tidak mau menjalin silaturahim dengan kerabat
11. Memberikan sesuatu dari suaminya diluar adat kebiasaan
(Nawawi,115-117).
Sebelas larangan terhadap istri yang disampaikan oleh
Muhammad Nawawi al-Bantani dalam kitab Uqud al-Lujayyn tersebut
selain sukar untuk dihandarkan juga terlihat tidak adil bagi perempuan.
Seperti larangan pada nomor delapan yaitu ketika istri harus tetap
diam dan tidak bisa melawan walaupun suaminya mengucapkan kata-
kata kotor terhadapnya. Naluri sadar manusia normal ketika dia tidak
bersalah dan ditindas adalah melawanya. Bagaimana seorang istri bisa
diam ketika suaminya mengucapkan kata-kata kotor terhadapnya.
Perlu diketahui bahwa mengucapkan kata-kata kasar dan kotor
terhadap istri sudah bisa dikategorikan sebagai KDRT, bahwa bentuk-
bentuk kekerasan ada empat yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual,
kekerasan psikis, dan kekerasan ekonomi(Sueroso:83). Mengucapkan
kata-kata koto mengancam, mengancam, merendahkan, melecehkan
membentaknya dan tindakan-tindakan lain sedangkan menyebabkan
59
korban trauma psikologis seperti kesakitan, hilangnya rasa percaya
diri, merasa tidak berdaya merupakan salah satu bentuk KDRT
sebagaiman diatur dalam pasal 7 UU No.23 Tahun 2004 Tentang
penghapusan dalam rumah tangga dan diancam dengan pidana penjara
palin lama 3 (tiga) tahunatau denda paling banyak Rp 9000.000.
(sembilan juta rupiah)(efendi:86).
3. Tindakan Suami Terhadap Istri Yang Nusyuz Menurut Syaikh
Nawawi.
Dalam kitabnya Uqudul al lujayn syaikh Nawawi menjelaskan sebagai
berikut:
ػ غط اغاء( ا ػ ا جاي ل ( فى عسج اغاء)اش )لاي هللا ذؼا
ا ت غاء ) ا تؼط( ا جاي )ػ اش ( ا )تؼع هللا ( ت ا فع )ت ذاءد٠
ا( ا٠ؼ١ فم ا ذفع١ ش فغ افمح لاي ا ش وا ىاد ( ف ا ا (
ػ ػم ي ا ال ششػ١ح ف وص١شج دم١م١ح ج جاي ػ١ اش
ػ ت ل اوصش ع١ فش ا ىراتح غا ثا ا ج وز ه ام اصثش ا ل اي اش الػ
ؼح ج ا اخطثح ال را جا د ا غش اص ىثشى ح ا ا ال ا اء اؼ ف١
اد اش الءػرىا ف ١شاز ص٠ا دج ا ا ذ ىذح الء مصاص ا د ذذ ج ف ا
اض ػذد الء ص جؼح اش اطل ق ل٠ح اىاح اذ ٠ح ذذ ارؼص١ة
ا١ ػط١ح ء ال اصا رغاب ا اجشلت ا وزا ف اض ذ افمح ش ا
دجش
60
Dalam pendapat Syaikh Nawawi diatas menyatakan bahwa seorang suami
itu wajib dicukupi oleh istri,dijelaskan kelebihan laki-laki dari pada
perempan dijelaskan dalam pendapatnya sebagai berikut :
1. Suami pandai didalam mendidik dan membimbing istri
2. Adanya mas kawin / mahar yang telah suami berikan
3. Adanya Nafaqoh yang telah suami berikan.
Dalam pendapat Syaikh Nawawi diatas menyatakan bahwa ketamaan
laki-laki dibandingkan dengan perempan sebagai berikut:
1. Akal dan ilmunya laki laki dilebihkan dibandingkan dengan
perempuan
2. Laki laki lebih tabah
3. Laki-laki dapat menunggangi kuda
4. Menjadi ulama‟
5. Menjadi orang alim
6. Menjadi pemimpin
7. Berperang
8. Adzan
9. I‟tikaf
10. Syahadat pada waktu had dll
11. Tambahan warisan
12. Kedudukan asobah
61
13. Menanggung diyat
14. Menjadi wali nikah
15. Talak
16. Rujuk
17. Istri lebih dari satu
18. Nasab dari seorang laki-laki.
19. Mengembala dll (ibnu hajar kitab az zawajir)(Umar,1409:58).
)د اج ط١ؼاج لءص ( ا ا ذا خ لاراخ ا ٠جة )فا ص غ١ة( اء افظا خ
رؼر ا عش ض اي اض ا ض افش ا جش داي غ١ثح اضء ػ١ادفظ ا
تا ا ف١م تر ا٠ا ا دفع هللا( ا٠ثذفظ )ت ت١ر ذؼا ػ١ ص١ح
ي هللا ات ش٠ش سظ هللا ذؼا ػ لاي سع ػ خا فح ا ػع ١ ت ا
ش ذا اغا ا ا شاج ارا ظش خ ا١ا عشذه غاء ػره ص هللا ػ١ ع خ١ش ا
فغا ا ه غثد ػا دفءظره ف ا
Dalam pendapat Syaikh nawawi diatas menyatakan bahwa perempuan
sholihah adalah perempuan yang taat kepada suami, amanah,menjaga
rahasia dari pada lakilaki, dan tidak boleh bagi perempuan berhianat
kepada laki-laki
Diriwayatkan dari sohabat abu huroiroh ra, rosulullah saw berkata :
perempuan yang paling baik yaitu perempuan yang apabila kamu lihat
menyenangkan kamu, dan apabila kamu perintah dia taat, dan apabila dia
62
di tinggal dia dapat dipercaya menjaga harta dan badanya karena
kamu(umar,1409:61).
فغ سفغ ا ى تؼع ( ا )شءص ذظ ( ا ذ ذخا ف )ال
اذ جر لش جض ٠م ب وا ذ هللا ف فخ ( ا رىثشا)فؼظ م ػ١ى
ذك ص ٠غمػ افمح هللا ف ا ش ا ا ٠ث١ تح ؼم ادزس ا اجة ػ١ه ا
ا تغ١ش اجش ب ػ ذر ػز سا ا ا ذثذ ل ظش ب فؼ ره تل جش مغ ا
٠زوش ٠غرذة ا ارا تا ػزس ع ص هللا ػ١ ل ذ١ذ١ ا ف اص ا
ز ارش ا ف لءوح در ذصثخ جا ؼراا شءج ا جشا ج فشا ػ ص ذد ا
شا ا ا ص هللا ػ١ ع ا٠ ل ج ا دخد ا دا سا ض ػ ص ءج تا ذد
ف اػرض عا جغ( ا ف ا جش ا ( غا٠ ػ ا وزا ف ششح اا ٠
ج ف١ا ل ٠عشتا لء ىل اجش ف ا فشاػ د شا ف ذاء د ٠ة ا شاششا ظا
اغاء
Dalam pendapat Syaikh nawawi diatas menyatakan bahwa beberapa cara
mengatasi perempuan yang Nusyuz (membangkang).
1. Dengan menasehatinya dengan memberikan pemahaman mengenai
hak serta kwajiban yang istri berikan, dan menakut-nakuti dengan
ancaman siksa dari Allah kepada orang yang durhaka, serta nikmat /
pahala kepada orang yang taat, menerangkan kepada istrinya
bahwasanya nusyuz itu bisa menggugurkan nafakoh dan hak
63
menggilir, nasehat tersebut itu tanpa mendiamkan perempuan dan
tanpa memukulnya, kiranya perempuan tersebut dapat berubah, atau
dapat bertaubat dari apa yang ia lakukan tanpa ada halangan,
2. Memisahkan dari tempat tidurnya maksudnya supaya menyingkir dari
tempat tidurnya dan tidak memukul, karena meninggalkan dari tempat
tidurnya itu ada bekas pembelajaran kepada perempuan(umar1409:63)
ص ل ٠ج ال فل ظش ب ش ب افا د اع ح ا ثش (ظشتا غ١ش اظشت (
تعشب ظش ا ه ت ا ج ش ب ػ ا تخل اع ؼف ا ال ب اراء ص٠ش
ظش ب اش صذح ظشت راءد٠ة ل اؼف ػذ فال ث اص ف
الء٠ ػع ف ز ا د صذ فغ جر ص ارذمك ج ػ داس ػذ
ص ا اراذىش ساش ش ب ػ اع س غ١ش ذىش جش ػ اذذمك ا
ص س اش ٠رىش ا ش ب ا ص اع ج صذخ ا ا فؼ ى ذ اش اصذ
شب ا افا د اع
3. Dalam pendapat Syaikh Nawawi diatas menyatakan bahwa, Maka
suami di perbolehkan Memukulnya apabila dengan memukul istri akan
memberikan manfaat, yakni pada anggota tubuh selain muka,dengan
catatan memukul tersebut tidak menimbulkan cidera atau kerusakan
64
pada anggota tubuh namun yang lebih baik adalah memberikan maaf
kepadanya.
Berbeda dengan wali anak kecil, mereka lebih baik tidak memberikan
maaf, sebab dengan pukulan tersebut akan memberikan kemaslahatan
kepada anak yang bersangkutan, sedangkan pukulan seorang suami
terhadap istri. Kemaslahatan diperoleh hanya untuk suami.
Jadi tindakan yang diperbolehkan oleh suami terhadap istri yang
nsyuz, ada 3 :
1. menasehati diberikan pada saat nusyuz belum benar-benar nyata.
2. memisahkan ranjang, dilakukan ketika nusyuz telah nyata dan
3. Memukul dilakukan dengan Syarat: yang pertama: nusyuz
dilakukan istri berulang ulang yang kedua: memukul tidak
meninggalkan cidera yang ketiga: memukul pada anggota badan
yang tidak membahayakan
C. Tindakan Suami terhadap istri yang nusyuz dalam Kitab Tabyin,
Berikut dalil dan nadzom karangan KH ahmad Rifa‟i dalam kitab
Tabyin :
تؼع ػ اشجاي لا ػ اغاء تافع هللا
تؼط ترمع١ ػ١ تا اؼ ا ؼم تا افم
اا فا صاذا خ لا راخ دا فظاخ غ١ة ا فش ج
65
تا دفع هللا ا ل ذ ذخا ف ش ص ػص١ا ى
فاء ا غؼى فؼظ ا جش ف اعا جغ ا ظش ت
فل ذثغا ػ١ عثىل ا هللا وا ػ١ا وث١شا
اذ عىث١ ع غ جؼى ا شر وا ت١ عى١ ع ا د
وا تشػىغ ػ ى هللا ذ اع عرؼا ػىى وا ت١ اذظ ٠ر
Utawi sekabehane wong lanang jenengaken anane
Mrintah kabeh sekeh wong wadone
Kelawan barang kang ngluwehaken Allah tinemune
Ing setengah wong kang kabeh atas nyatane
Artinya:
Laki laki pada dasarnya adalah pemimpin bagi seorang wanita
Menunjukkan serta memerintahkan kepada wanita(istrinya)
Kepada jalan yang benar yaitu jalan mnuju ridho Allah
Kepada hukum hukum dan syari‟at Allah swt.
Dalam nadhom di atas menyatakan bahwa, setiap laki laki itu menjadi
pemimpin bagi kaum wanita, ketika menjadipasangan suami istri, istri diwajib
66
taat kepada perintah suami dalam segala hal selagi dalam kebaikan dan dalam
jalan Allah, dan kewaiban bagi seorang suamipun mengajarkan tentang
hukum hukum allah dan mengenalkan syariat syariat Allah swt kepada
istrinya.
عرؼ ولا ػ ى و س وذ غ ا٠ى وا ت١ اػرغ د
وات١ وا ػ وثش اذػم ع غ وظشاىى
Setengahe kelawan ngluwehaken kinaweruhan
Kedue lanang iku kabeh ingatase wadone
Utowo luwe akale wong lanang kanadhran
Iku kabeh kelawan lan ilmune kabeneran
Artinya:
Seorang laki-laki (suami) memberikan pemahaman kepada seorang istri
Seorang laki laki (suami) menjadi guru bagi seorang wanita (istri)
Karena Allah telah melebihkan akal seorang laki laki dibandingkan dengan
seorang wanita (istri) itu semua atas kehendakNya dan atas kuasaNya.
Dalam Nadhom diatas menyatakan bahwa, seorang laki laki(suami)
memberikan pemahaman pembelajaran serta pengajaran kepada seorang
67
wanita (istri), karena hakikatnya laki laki menjadi seorang guru bagi wanita
(istri), karena Allah swt telah melebihkan akal seorang laki-laki dibandingkan
dengan seorang wanita (istri) itu semua atas kehendak dan kuasaNya.
تش ػىغ فم غ وغ عىث١ اذظ ع اد وا ت١ ذ
عىغ اس ذا ع غ عىثى ىا اع ا د وغ صا خ ٠ر
Barang kang nafaqohke lanang kang sekabehane
Atas wng wadon kabeh tinemune
Sakeng artone wong lanang sekabehane
Maka wong wadon kang solih nyatane
Artinya:
Kewajiban bagi lak laki(suami) yaitu memberikanya Nafaqoh
Kepada seorang wanita(istri) dalam segala hal
Dari harta dicurahkan semuanya
Maka dari itu seorang wanita(istri) haruslah taat kepada suaminya.
Dalam nadhom di atas menyatakan bahwa, pemberian nafkah hukumnya
68
wajib bagi laki laki kepada istri. Suami mencurahkan seluruhnya,
harta benda, maka dari itu istri harus taat kepada perintah suaminya.
د ا٠ى وا ٠ فذ تش غاػ اع ل و وغ سىغا ذ فد
وا س غاث سىغا فشج١ و ذ صاد وا ت١ تشا ػىغ لج
Wadon kabeh podo bener toat
Ing lakine kang rumekso ten lapet
Kerana gholibe rumekso farjine kahimmah
Ten zina wadon kabeh barang kang kuat
Artinya:
Wanita(istri) berperilaku baik serta taat kepada perintah laki-laki(suami)
Dan dia bisa menjaga amanah yang diberikan suami kepada dirinya
Serta menjaga farjinya,ketika seorang suami sedang bepergian
dan berbuat zina merupakan hal yang dapat dilakukanya
Dalam nadhom di atas menerangkan bahwa seorang wanita yang berperilaku
baik dan taat kepada perintah seorang lakilaki(suaimya) dan dia bisa
menjaga amanah yang diberikan suami terhadap dirinya, serta menjaga
69
kehormatanya, ketika seorang suami sedang bepergian, dan ketika seorang
istri melakukan perbuatan zina.
سىغا هللا اع ول د اذ عى١ ع وغ د عىا ت١
اع شض د س و ع ا د ا٠ى وا ٠ وذ ع١شا ع١ىث١
Rumeksone Allah ing kawulane wadonan
Utawi sekeh wong kamg wedi sekabehane\
Ing nusyuze duwurakenewong wadonan
Iku kabeh keduwe siro sekabehan
Artinya:
Allah menjaga hak hak seorang wanita(istri)
Kebanyakan orang yang takut dengan semuanya
Dengan nusyuz yaitu meniggikanya seorang wanita
Dalam segala hal kepada semuanya
Dalam nadhom diatas menerangkan bahwa Allah telah menjaga hak hak dari
seorang istri, kebanyakan orang orang takut dengan semuanya dikarenakan
siwanita berbuat nusyuz yaitu ia menuggikannya seorang wanita dalam
artian membangkang dalam segalan hal kepada pasanganya.
70
ىا ا جة ا٠ا فم فر ذ س اع غ وا ت١ اع اع اد سى
ا٠ى وا ت١ وا عمذاس و ع ذ١ؼىل ع١شا وا٠ اع ا د
(Rifa‟i,104-105)
Moko wajib aweh nafaqoh pituturane
Wong lanang kabeh ing wong wadon ribane
Iku kabeh kelawan sekedar kuwasane
Lan tinggalo siro kabeh ing wadone
Artinya:
Maka diwajibkan memberikan nasehat
laki laki(suami) kepada wanita (istri) atas ribanya
itu semua sudah menjadi hak
dan tinggalkan lah kamu semua wanita istri-istrimu
Dalam nadhom di atas menerangkan kewajiban memberikanya
nasehat seorang suami terhadap istrinya yang membangkang atasnya, itu
menjadi kewenangan seorang suami, dan jika dinasehati tidak bisa diterima
maka tinggal kanlah istri-istrimu.
71
دا فرس اجا ١ تجمس ا٠ى ػىا دد تشفؼا جشا
ىغ شص و س و ل ع١شا وا ٠ تش فش ر
Dalem peturone ojo melu pejampuran
Ikulah minongko dadi bener pengajaran
Lan meksehe nusyuz kinaweruhan
Mukulo siro kabeh bener pranatane
Artinya:
Tidak mencampurinya serta memisahkanya dari tempat tidur
Itulah penyebab menjadi benar pengajaranya
Dan apabila seorang wanita masih nusyuz
Maka seorang suami dapat memukul seorang isrti dengan pukulan yang
benar
Dalam nadhom diatas menerangkan bahwa pada tahap ke dua
seorang suami memisahkan diri dari tempat tidurnya istri dan tidak
mencampurnya, itu menjadi penyebab pembelajaran supaya menjadi benar
sikapnya, dan apabila seorang wanita (istri) masih melakukan nusyuz maka
72
seorang laki laki (suami) dapat melakukan pemukulan dengan pemukulan
yang benar
اع اد ا٠ى وا ٠ فؼا جشا و و١شو١ش ف و
ىا ط غا ػ د ذ١ اع ع١شا وا ت١ ىا اجا اش ل س
Ing wadon iku kabeh pangajarane
Kelawan kinarokiro pemukulane
Moko lamon wis to‟at wadon tinemune
Ingsiro kabeh moko ojo amreh larane
Artinya:
Pemukulan tersebut bersifat sebagai pengajaran/ pembelajaran
Dengan kira kira pemukulanya
Apabila seorang wanita(istri) sudah kembali mentaati
Kepada sorang laki laki(suami) maka jangan menyakitinya.(Rifa‟i:106)
Dalam nadhom diatas menerangkan bahwa pukulan yang dimaksud
disini adalah pemukulan yang bersifat mendidik hanya sebagai pembelajaran
seorang suami terhadap istri yang nusyuz dan apabila seorang wanita (istri)
telah kembali mentaati seorang laki laki (suami). Maka jangan menyakitinya.
73
adapun dalam penjabaran nadhom dalam kitab tabyin diatas dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut
1. Allah telah melebihkan akal seorang laki laki di bandingkan dengan
seorang perempuan, karena laki laki mempunyai tanggung jawab
mengajari sebagai seorang guru tentang akhlak dan hukum hukum
serta syariat Allah.
2. Adapun wajib hukumnya seorang laki-laki (suami) memberikan
nafkah kepada seorang istri. Baik nafkah bathiniyyah maupun nafkah
dhohiriyyah. Maka dari itu seorang wanita (istri) diwajibkan untuk
mentaati segala perintah dari seorang laki laki (suami).
3. Wanita yang sholihah itu mentaati perintah laki laki, menjaga
amanah yang di berikan seorang laki laki (suami) dan menjaga
kehormatanya pada saat suaminya tidak bersamanya.
4. Apabila seorang wanita berkhianat atas suaminya dan melakukan
nusyuz terhadap laki- laki(suami).
5. Seorang laki laki (suami) mempunyai hak untuk menasehatinya dan
apabila tidak menerimanya maka laki laki (suami) bisa
meninggalkanya
6. Dan apabila istri belum bisa kembali mentaatinya maka suami bisa
memisahkan tempat tidur dan tidak mencampurinya.
74
7. Dan apabila istri belum bisa kembali mentaati maka suami bisa
memukul seorang istri dengan pemukulan yang benar.Pemukulan
yang dimaksud disini adalah pemukulan yang bersifat mendidik
sebagai pembelajaran dan apabila seorang istri telah kembali
mentaati seorang suami maka janganlah menyakitimya.
75
BAB IV
ANALISIS MENGENAI TINDAKAN SUAMI TERHADAP ISTRI YANG
NUSYUZ MENURUT MUHAMMAD NAWAWI AL-BANTANI DALAM
KITAB UQUD AL-LUJAYYN DAN K.H DALAM KITAB TABYIN.
Atas dasar faktor latar belakang lingkungan hidup beliau itulah kita dapat
melihat potret pemikiranya Muhammad Nawawi al-Bantani yang melatar belakangi
metode ijtihad yang beliau anut, metode ijtihad beliau lebih condong berwarna
tradisional dan sufistik.
Ciri pemikiran tradisionalis dalam hukum islam adalah pemikiran yang
berpegang atau kembali kepada penafsiran tekstual (al Qur‟an dan assunnah),
kurang menjunjung tinggi keabsahan akal, dan berpegang ketat terhadap tradisi
ulama sehingga perubahan-perubahan dan pembaruan atas tradisi yang sudah
mapan dianggap sebagai sebuah kesalahan (taqwim,2009:74).pemikiran tradisional
beliau dapat kita lihatdari dari cara beliau menggali suatu hukun dari al Qur‟an dan
hadits yamg akan penulis uraikan dibawah.
Corak pemikiran tradisional Muhammad Nawawi al-Bantani juga banyak
dipengaruhi asy-Syafi‟i sebagai tokoh sentral dalam pemikiran tradisional selain
Malik ibn Anas karena sebgaimana diterangkan diatas bahwa Muhammad Nawawi
alBantani adalah penganut Madzhab Syafi‟i (Taqwim,2009:233).
76
Sementara Sufisme sering dittampilkan sebagai gemar beribadah
(Hablumminallah) dan rajin melakukan ritus-ritus yang mendalam dan intens
(Rusli,2013:10). Tasawuf sebagai ajaran kaum sufi mendorong untuk meninggalkan
kehidupan yang bersifat jasmaniyah dan mengejar kehidupan rohaniyah dengan
menjauhi berbagai bentuk kemewahan hidup dan menghabiskan waktu beribadah
kepada Allah(Rusli, 2013:10) Sehingga tidak mengherankan jika kaum sufi sangat
intens dalam beribadah, corak pemikiran tradisionalisme dan dan Sufisme beliau
dapat dilihat dari cara beliau berijtihad menggunakan al Qur‟an dan as sunah.
Tindakan suami terhadap istri yang nusyuz menurut syaikh Nawawi al-
Bantani dalam kitab uqud al Lujayyn dan KH. Ahmad Rifa‟i dalam kitab Tabyin
dapat di analisis sebagai berikut:
A. Tindakan suami terhadap istri yang nusyuz
1. Dalam kitab Uqud Al lujjayn
Beliau menjelaskan QS. An-Nisa‟ ayat 34 sebagai berikut:
Artinya: ...Maka Nasehatilah mereka dan pisahlah dari
Tempat tidur mereka, dan pukullah mereka... (QS An-Nisa‟:34).
Syaikh Nawawi menerangkan potongan surat diatas sebagai berikut:
77
ف فخ ( ا ذك )فؼظ اذم هللا ف ا جر لش جض ٠م ب وا ذ هللا
ره ت مغ ا ص ٠غمػ افمح ش ا ا ٠ث١ تح ؼم ادزس ا اجة ػ١ه ل جش ا
ل ظش ب
()فؼظ menurut pendapat Syaikh nawawi di atas, maka nasehatilah agar
terhindar dari siksa Allah. Memberikan nasehat pada konteks ini hukumnya
adalah sunnah , yakni seperti berkata kepada istri: takutlah kamu kepada Allah
atas hak yang ada pada diriku yang wajib engkau penuhi dan takutlah kamu
atas siksa-siksanya dan suami hendaknya menerangkan kepada istrinya bahwa
perbuatan nusyuz itu dapat menggugurkan nafaqoh dan giliran. Nasehat itu
jangan disertai mendiamkan serta memukul.
Syaikh Nawawi al-bantani menambahkan didalam kitabnya bahwa dalam
menasehati hendaknya suami memberikan kabar bahagia (nikmat surga) dan
kabar ancaman (siksa neraka)(umar,1972:62)
ل ىل اجش ف ا فشاػ د ف ا اػرض عا جغ( ا ف ا جش ا (
شا ف ذاء د ٠ة اغاء جشاششا ظا ف١ا ٠عشتا لء
)اجش ف اعا جغ( menurut pendapat Syaikh Nawawi al- bantani
diatas diperintahkan meninggalkan istri dari tempat tidur, apabila dia
melakukan nusyuz, akan tetapi tidak diperbolehkan mendiamkan atau
78
memukulnya karena dengan memisahkan diri dari tempat tidur ini akan
memberikan dampak yang jelas dalam mendidik istri
ص ل ٠ج ال فل ظش ب ش ب افا د اع ح ا ثش (ظشتا غ١ش اظشت (
تخل ؼف ا ال تعشب ظش ب اراء ص٠ش ا ه ت ا ج ش ب ػ ا اع
فال ث اص ظش ب اش ف صذح ظشت راءد٠ة ل اؼف ػذ
ارذمك ػ داس ػذ الء٠ ػع ف ز ا د صذ فغ جر ص ج
س غ١ش ذىش جش ػ اذذمك ا ص ا اراذىش ساش ش ب ػ اع
ص س اش ٠رىش ا ش ب ا ص اع ج صذخ ا ا فؼ ى ذ اش اصذ
شب افا د اع ا
Artinya maka suami diperkenankan memukulnya apabila )اظشت (
dengan memukul istri akan memberikan manfaat, yakni pada anggota tubuh
selain muka, dengan catatan pukulan tersebut tidak menimbulkan cidera atau
kerusakan pada anggota tubuh, namunyang lebih baik adalah memberikan
maaf kepadanya,berbeda dengan wali anak kecil, mereka lebih baik tidak
memberikan maaf, sebab dengan pukulan tersebut akan memberikan
kemaslahatan kepada anak yang bersangkutan, sedangkan pukulan suami
terhadap istri, kemaslahatan diperoleh hanya untuk suami saja, dalam ayat
tersebut tahap pertama (menasehati) diberikan pada saat nusyuz belum benar
79
benar nyata, tahap kedua (memisahkan ranjang) dilakukan ketika nusyuz telah
nyata dan tahap ketiga (memukul) diberikan apabila istri melakukan nusyuz
berulang-ulang, inilah pendapat yang benar menurut imam rofi‟i , sedang
menurut imam nawawi boleh dipukul jika nusyuz telah nyata meskipun hanya
sekali.bila pukulan tersebut ada manfaatnya.(umar,1972:64)
2. Analisis dalam kitab tabyin
سىغا هللا اع ول د اذ عى١ ع وغ د عىا ت١
اع شض د س و ع ا د ا٠ى وا ٠ وذ ع١شا ع١ىث١
Rumeksone Allah ing kawulane wadonan
Utawi sekeh wong kamg wedi sekabehane\
Ing nusyuze duwurakenewong wadonan
Iku kabeh keduwe siro sekabehan
Artinya:
Allah menjaga hak hak seorang wanita(istri)
Kebanyakan orang yang takut dengan semuanya
Dengan nusyuz yaitu meniggikanya seorang wanita
Dalam segala hal kepada semuanya
Dalam nadhom diatas menerangkan bahwa Allah telah menjaga hak
hak dari seorang istri, kebanyakan orang orang takut dengan semuanya
80
dikarenakan siwanita berbuat nusyuz yaitu ia menuggikannya seorang
wanita dalam artian membangkang dalam segalan hal kepada pasanganya.
ىا ا جة ا٠ا فم فر ذ س اع غ وا ت١ اع اع اد سى
ا٠ى وا ت١ وا عمذاس و ع ذ١ؼىل ع١شا وا٠ اع ا د
(Rifa‟i,104-105)
Moko wajib aweh nafaqoh pituturane
Wong lanang kabeh ing wong wadon ribane
Iku kabeh kelawan sekedar kuwasane
Lan tinggalo siro kabeh ing wadone
Artinya:
Maka diwajibkan memberikan nasehat
laki laki(suami) kepada wanita (istri) atas ribanya
itu semua sudah menjadi hak
dan tinggalkan lah kamu semua wanita istri-istrimu
Dalam nadhom di atas menerangkan kewajiban memberikanya
nasehat seorang suami terhadap istrinya yang membangkang atasnya, itu
menjadi kewenangan seorang suami, dan jika dinasehati tidak bisa diterima
maka tinggalkanlah istri-istrimu.
دا فرس اجا ١ تجمس ا٠ى ػىا دد تشفؼا جشا
ىغ شص و س و ل ع١شا وا ٠ تش فش ر
81
Dalem peturone ojo melu pejampuran
Ikulah minongko dadi bener pengajaran
Lan meksehe nusyuz kinaweruhan
Mukulo siro kabeh bener pranatane
Artinya:
Tidak mencampurinya serta memisahkanya dari tempat tidur
Itulah penyebab menjadi benar pengajaranya
Dan apabila seorang wanita masih nusyuz
Maka seorang suami dapat memukul seorang isrti dengan pukulan yang
benar
Dalam nadhom diatas menerangkan bahwa pada tahap ke dua
seorang suami memisahkan diri dari tempat tidurnya istri dan tidak
mencampurnya, itu menjadi penyebab pembelajaran supaya menjadi benar
sikapnya, dan apabila seorang wanita (istri) masih melakukan nusyuz maka
seorang laki laki (suami) dapat melakukan pemukulan dengan pemukulan
yang benar
اع اد ا٠ى وا ٠ فؼا جشا و و١شو١ش ف و
ىا ط غا ػ د ذ١ اع ع١شا وا ت١ ىا اجا اش ل س
Ing wadon iku kabeh pangajarane
Kelawan kinarokiro pemukulane
Moko lamon wis to‟at wadon tinemune
82
Ingsiro kabeh moko ojo amreh larane
Artinya:
Pemukulan tersebut bersifat sebagai pengajaran/ pembelajaran
Dengan kira kira pemukulanya
Apabila seorang wanita(istri) sudah kembali mentaati
Kepada sorang laki laki(suami) maka jangan menyakitinya (Rifa‟i:106).
Dalam nadhom diatas menerangkan bahwa pukulan yang dimaksud
disini adalah pemukulan yang bersifat mendidik hanya sebagai pembelajaran
seorang suami terhadap istri yang nusyuz dan apabila seorang wanita (istri)
telah kembali mentaati seorang laki laki (suami). Maka jangan menyakitinya.
adapun dalam penjabaran nadhom dalam kitab tabyin diatas dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut apabila seorang wanita berkhianat atas
suaminya dan melakukan nusyuz terhadap laki- laki(suami).
1. Seorang laki laki (suami) mempunyai hak untuk menasehatinya dan
apabila tidak menerimanya maka laki laki (suami) bisa
meninggalkanya
2. Dan apabila istri belum bisa kembali mentaatinya maka suami bisa
memisahkan tempat tidur dan tidak mencampurinya.
3. Dan apabila istri belum bisa kembali mentaati maka suami bisa
memukul seorang istri dengan pemukulan yang benar.Pemukulan
yang dimaksud disini adalah pemukulan yang bersifat mendidik
83
sebagai pembelajaran dan apabila seorang istri telah kembali
mentaati seorang suami maka janganlah menyakitimya.
Dasar hukum tindakan suami terhadap istri terdapat dalam QS An Nisa
ayat 34, sebagaimana yang telah diterangkan diatas menurut pendapat Syaikh
Nawawi al-Bantani dan KH, Ahmad Rifai yaitu tindakan suami terhadap istri
yang Nusyuz membolehkan suami memukul istri, dengan catatan bahwa
pemukulan yang dilakukan bukan bermaksud untuk melakukan kekerasan
yang menimbulkan cidera fisik melainkan untuk mendidik dengan kasih
sayang.
Apabila kita lihat bagaimana pendapat Syaikh Nawawi al-Bantani
menafsirkan kata wadzribuhunna maka dapat diketahui bahwa beliau
membolehkan suami memukul istri yang Nusyuz setelah suami
menasehatinya dan dan memisahkanya dari tempat tidur, memukul yang
diperbolehkan Nawawi adalah memukul pada anggota tubuh selain muka
yang dapat memberi manfaat dan tidak menimbulkan cidera pada anggota
tubuh(umar,1972:7).
B. Pandangan Hukum Islam Terhadap kekuasaan Laki-laki.
Tapi kebolehan suami memukul istri disini tidak boleh digunakan
untuk dijadikan sebagai alasan pembenar untuk melakukan kekerasan
terhadap istri. Karena islam disini menentang berbagai bentuk kekerasan yang
berusaha merendahkan, melecehkan, dan menyakiti mnusia termasuk
didalamnya didalamnya kekerasan psikis. Sebagaimana terdapat dalam firman
Allah QS. An-Nisa‟ ayat 19 yang menyebutkan:
84
Artinya:. Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena
hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang
nyata...(QS. AnNisa‟: 19).
Menurut penulis apabila pendapat Muhammad Nawawi al-Bantani
tersebut difahami secara tekstualis tanpa mengaitkan dengan kondisi sekarang
maka justru akan memberikan hak kepada suami untuk berlaku sewenang-
wenang terhadap istrinya. Bukankah alqur‟an memerintahkan kepada suami
untuk memperlakukan istrinya dengan sebaik-baiknya, sebagaimana firman
Allah dalam QS.Ar-Rum ayat 21 menyebutkan:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir (QS.Ar-um:21)(kemenag RI:30).
85
Kebolehan suami memukul istri tersebut hendaknya tidak dilihat
sebagai upaya pembiaran kekerasan terhadap istri, tetapi lebih sebagai bentuk
pendidikan untuk istri, bukan karena istri kurang akalnya melainkan karena
tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga, demikaian juga sebaliknya
apabila istri lebih banyak memegang peran sebagai kepala keluarga maka istri,
berhak memberikan pengajaran kepada suami. Islam sendiri adalah agama
yang menetang berbagai bentuk penindasan dan kekerasan hal ini dapat dilihat
dari nilai nilai moral yang dikandungnya.
Pertama ditinjau dari segi keadilan, salah satu diturunkanya al Qur‟an
adalah untuk menegakkan keadilan sosial (Qs al hadid:25), islam sangat
menjunjung nilai-nilai keadilan sebagaimana dijelaskan dalam QS an-Nahl
ayat 90:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran” (QS An-Nahl:90).
Islam menentang keras segala bentuk penindasan, baik karena alasan
kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, kepercayaan, maupun berdasarkan
jenis kelamin, jika terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang
menindas atau menyalahi nilai nilai luhur kemanusiaan, maka hasil
pemahaman atau penafsiran tersebut terbuka untuk diperdebatkan karena
bertentangan dengan tujuan awal diturunkanya al-qur‟an(nasarudin:18).
86
Kedua ditinjau dari segi kesetaraan secara umum pendapat
Muhammad Nawawi dan KH Ahmad Rifa‟i dalam ini memperlihatkan
kecenderungan yang sangat kuat terhadap prespektif patriaki. Laki-laki,
menurut pandangan ini memegang peran penting didalam setiap aspek
kehidupan dan diberikan hak untuk menentukan dan mengatur hampir
segalanya
Padahal Allah SWT menciptakan manusia setara, adanya suku bangsa,
ras dan jenis kelamin hanya sekedar pembeda saja, agar manusia satu dengan
yang lainya dapat saling berinteraksi dan bekerjasama. Pembagian-
pembagian tersebut sama sekali tidak dimaksudkan agar suatu kelompok
merasa lebih unggul dari pada kelompok lainya(Budiman,1976:35).
sebagaimana dijelaskan dalam (QS Al Hujarat ayat 13).
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal
(QS Al Hujarat Ayat:13)
Dengan kata lain perbedaan manusia di hadapan Allah
hanyaberdasarkan tingkat ketaqwaannya. Namun demikaian tidak berarti yang
lebih bertaqwa dan berperilaku baik dapat bersikap angkuh terhadap orang lai,
87
karena perbuatan angkuh dan sombong tidak mencerminkan sikap
ketaqwaan(kemenag RI:517). Jadi intinya tidak dapat seorangpun berlaku
angkuh terhadap orang lain termasuk dalam hubungan suami istri.
Ketiga, yaitu aspek kemanusiaan, kekerasan terhadap perempuan
merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan. Karena manusia adalah
mahluk tuhan paling terhormat dimuka bumi. Kemuliaan manusia merupakan
hak alami setiap manusia. Oleh karena itu, ia tidak boleh di lecehkan, dinodai
dan diperlakukan secara kasar (kemenag RI:36). Al Qur‟an menyatakan
kemuliaan manusia ini dalam QS al-Isra‟ ayat 70:
telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan(QS Al-Isra‟ Ayat:70)
Atas kemuliaan manusia inilah maka dilarang melakukan berbagai
bentuk kekerasan, termasuk kekerasan terhadap istri, karena semata-mata ia
perempuan maka merupakan pelanggaran hak asasi manusia, sebagaimana
dibolehkan Muhammad Nawawi dan KH. Ahmad rifa‟i dalam kitabnya.
C. UU No.23 tahun 2004 Tentang Penghapusan kekerasan dalam Rumah
Tangga(KDRT).
88
Dalam hukum positif indonesia pemukulan termasuk dalam tindakan
pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diatur dalam No.23
Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Sebelum disahkanya UU No 23Tahun 2004 pengaturan mengenai pemukulan
suami terhadap istri /KDRT diatur dalam pasal 351 dan 356 KUHP namun
dalam KUHP tidak mengatur secara khusus masalah kekerasan dalam rumah
tangga sehingga tidak dapat memberikan perlindungan hukum yang maksimal
kepada perempuan maka muncul inisiatif yang membentuk undang undang
secara khusus yang membahas masalah KDRT sehingga disusunlah UU
No.23 tahun 2004 Tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Kebolehan suami terhadap istri sebenarnya sangat rentan
mengakibatnya terjadinya kekerasan terhadap istri kita tidak dapat mengukur
sejauh mana dampak yang timbul akibat pemukulan tersebut baik dampak
fisik terlebih dampak psikis, dan pemukulan yang berakibat fisik maupun
psikis ini telah dilarang oleh undang undang sebagaimana diatur dalam pasal
5 UU No.23 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut :
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap
orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara :
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikis
c. Kekerasan seksual,
d. Penelantaran rumah tangga(UUNo.23,2004:3).
89
Sedangkan yang dimaksud kekerasan dalam rumah tangga disini diatur
dalam pasal 1 UU No 23 tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut
kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan yang dapat menimbulkan kesengsaran atau
penderitaan secara fisik,seksual,psikologis,atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga(UUNo.23Tahun2004:3).
Inti dari ayat tersebut adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan
penderitan fisik,seksual,psikologis dan penelantaran, sehingga perbuatan yang
dilakukan suami terhadap istriyang mengakibatkan perasaan tertekan/
penderitaan fisik dapat dikategorikan sebagai tindakan kekerasan dalam
rumah tanggaTerlebih lagi jika yang dilakukan adalah kekerasan fisik, maka
hal itu akan kebih jelas.
Kekerasan fisik dan psikis sebagaimana dijelaskan diatas diancam
dengan pidana yang diatur dalam pasal 44 UU No.23 Tahun 2004 yang
berbunyi:
Pasal 44 ayat (1)
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan
pidana paling lama (5) tahun atau denda paling banyak
Rp.15.000.000,00(lima belas juta rupiah.(UUNo.23,2004:10).
90
Pasal 45 ayat(1)
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam
lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b dipidan
dengan pidana paling lama tiga (3) tahun atau denda paling banyak Rp.
9.000.000,00(sembilan juta rupiah)
D. Relevansi tindakan suami terhadap istri yang nusyuz pada zaman
sekarang dalam kitab uqud al lujayyn dan Tabyin.
Kitab Uqud al-lujjayn adalah karya Syaikh Nawawi al-bantani yang
beliau tulis atas permintaan temannya kitab ini berisi mengenai hak-hak dalam
pernikahan(umar,1972;4) hubungan suami istri berdasarkan ayat-ayat al
Qur‟an, haditshadits nabi, kisah atau hikayat, dan komentar beliau sendiri,
kitab ini terdiri dari empat bab dan penutup.
Sedangkan kitab tabyin adalah salah satu kitab karangan K.H Ahmad
rifa‟i berisi pembahasan tentang nikah, kitab tabyin menggunakan bahasa
terjemah biasa disebut Tarajummah karena kitab tersebut merupakan kitab
terjemahan dari kitab kitab arab yang berupa syair atau nadzom. Kedua kitab
ini hampir sama penjelasanyamengenai tindakan Suami terhadap istri yang
nusyuz dikarenakan kedua tokoh tersebut seguru.
KH Ahmad Rifai merupakan teman dari Syaikh Nawawi al-Bantani,
mereka sering berdiskusi tentang keadaan tanah air yang sangat
memprihatikan terutama dalam hal pendidikan islam sewaktu pulang ke tanah
air, ketika ulama ini bertemu diatas kapal dan membicarakan bagaimana cara
untuk mengentaskan umat dari belenggu kebodohan.dalam diskusi tersebut
91
mereka menetapkan bahwa mereka berkewajiban menyusun kitab memakai
metode sesuai dengan keadaan setempat , dengan pembagian : syaikh Haji
ahmad Rifa‟i menerjemahkan fiqih, Syaikh Nawawi menerjemahkan
Ushuluddin, Syekh Kholil menerjemahkan tasawuf.
Kesimpulan dari hasil diskusi mereka adalah: menerjemahkan dan
menulis kitab dalam bahasa daerah, mendirikan pondok pesantren di daerah
masing-masing, melaksanakan kegiatan dakwah islamiyyah(Ridlo,2008:104).
Didalam kitab Uqud al-Lujjayn dan kitab tabyin, adab seorang istri
terhadap suami adalah selalu menaati perintah suami serta menjauhi semua
yang dilarang oleh suami, meskipun perintah tersebut tidak disukai, meskipun
istri dalam keadaan sesibuk apapun harus mengutamakan perintah suami,
ta‟dzim kepada suami, dalam segala hal, tidak menyakiti perasaan suami,
selalu menghormati suami, karena ridho Allah ada pada Ridho Suami.
Menurut penulis relevansi Tindakan Suami terhadap istri yang nusyuz
dalam kitab Uqud al lujjayn dan kitab tabyin, pada era sekarang yaitu dimana
era sekarang sangat marak terjadi mengenai pemahaman-pemahaman yang
kliru mengenai tindakan suami terhadap istri yang nusyuz , hingga menjalar
kepada tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa,semakin majunya
zaman, pada era sekarang ini dikalangan keluarga sering mudah timbul
konflik hal ini memang tidak dapat dipungkiri bahwa pasangan suami istri
92
pada zaman sekarang ini banyak sekali yang sudah tidak tahu hak dan
kwajiban beserta adab terhadap suami.
Jadi penulis mengangkat tema diatas yaitu Tindakan suami terhadap
istri yang nusyuz dalam kitab Uqud al-Lujayyn dan kitab Tabyin diera
sekarang (modern), diera modern ini diharapkan dengan adanya skripsi ini
dapat menjadi solusi dalam memperbaiki hubungan /akhlak suami istri yang
nusyuz, dan pemahaman seperti ini memang sangat diperlukan disamping
menanggulangi terjadinya tindakan kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT)juga di butuhkan untuk dapat menambahkan keharmonisan dalam
rumah tangga.
Wujud kongkrit Pemikiran Syaikh Nawawi al-Bantani dan K.H
Ahmad Rifa‟i yang bisa diterapkan sekarang, yaitu kitab karangan beliau yang
masih dapat kita kaji sampai sekarang ini.
Tindakan suami terhadap istri yang nusyuz
1. Tahap pertama adalah memberikanya Nasehat dan memberikan
teladan serta memberikanya kabar siksaan kepada orang yang tidak
taat serta nikmat syuga yang diberikan kepada orang yang taat
2. Tahapan yang kedua yaitu seorang suami diperintahkan
meninggalkan istri dari tempat tidur, akan tetapi tidak
diperbolehkan mendiamkan atau memukulnya karena dengan
memisahkan diri dari tempat tidur ini akan memberikan dampak
yang jelas dan mendidik.
93
3. Tahap ketiga diperkenankan memukulnya apabila dengan
memukul istri akan memberikan manfaat, yakni pada anggota
tubuh selain muka, dengan catatan pukulan tersebut tidak
menimbulkan cidera atau kerusakan pada anggota tubuh, namun
yang lebih baik adalah memberikan maaf kepadanya,berbeda
dengan wali anak kecil, mereka lebih baik tidak memberikan maaf,
sebab dengan pukulan tersebut akan memberikan kemaslahatan
kepada anak yang bersangkutan, sedangkan pukulan suami
terhadap istri, kemaslahatan diperoleh hanya untuk suami saja,
dalam ayat tersebut tahap pertama (menasehati) diberikan pada
saat nusyuz belum benar benar nyata, tahap kedua (memisahkan
ranjang) dilakukan ketika nusyuz telah nyata dan tahap ketiga
(memukul) diberikan apabila istri melakukan nusyuz
4. Tahap ke empat apabila masih belum terselesaikan maka
mendatangkan pihak ke tiga (hakim)
94
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan dan analisa pada bab-bab sebelumnya maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pandangan Syaikh Nawawi al-Bantani tentang tindakan suami
terhadap isteri yang nusyuz:
a. memberikan nasehat diberikan pada saat Nusyuz belum
benar benar nyata.
b. Memisahkan ranjang, di lakukan ketika nusyuz telah
nyata.
c. Memukul dilakukan dengan syarat: yang pertama: nusyuz
dilakukan istri berulang ulang yang kedua: memukul tidak
meninggalkan cidera yang ketiga: memukul pada anggota
badan yang tidak membahayakan
2. Pandangan K.H Ahmad Rifa‟i tentang tindakan suami terhadap
istri yang nusyuz:
a. memberikan Nasehat dan memberikan Teladan serta
memberikan kabar siksaan kepada orang yang tidak taat
serta nikmat syurga.
95
b. meninggalkan Isteri dari tempat tidur , akan tetapi tidak
boleh mendiamkan atau memukulnya karena dengan
memisahkan diri dari tempat tidur ini akan memberikan
dampak yang jelas dan mendidik.
c. Memukulnya apabila dengan Memukul isteri akan
memberikan manfaat. memukul disini bertujuan untuk
mendidik dan tidak menyakitkan
d. apabila masih belum terselesaikan maka mendatangkan
pihak ketiga.
3. Relevansi pemikiran Syaikh Nawawi al Bantani dan K.H Ahmad
Rifa‟i dengan hukum islam dan UU No.23 tahun 2004
Pemikiran mengenai tindakan suami terhadap istri yang nusyuz
menurut Syaikh Nawawi al Bantani dan K.H Ahmad Rifa‟i tidak
bertentangan dengan hukum islam dan UU No 23 tahun 2004, apa
yang ditulis mengenai tindakan suami terhadap istri yang nusyuz
berdasarkan Q.S An Nisa‟:34.
Sedangkan relevansinya dengan hukum islam dan UU No 23
tahun 2004, pemikiran keduanya tidak bertentangan karena
kebolehan memukul itu sudah merupakan tahap ke tiga, dan
pemukulanya tidak menyakitkan, hanya untuk mendidik.
96
B. SARAN
1. Didalam memahami pendapat Muhammad Nawawi mengenai tindakan
hukum suami memukul istri hendaknya pembaca perlu
mempertimbangkan apakah manfaat yang akan diperoleh lebih besar dari
kerugian yang akan ditimbulkan perlu juga mempertimbangkan apakah
sesuai dengan hukum islam dan nilai-nilai sosial saat ini
2. Keharmonisan keluarga tentunya selalu di jaga, dengan sikap saling
mengalah dan mudah untuk memaafkan satu sama lain, memenuhi setiap
hak-hak dan kewajiban sebagai suami istri
C. PENUTUP
Dengan mengucapkan syukur Alkhamdulillah kehadirat Allah
SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akademik yaitu penulisan
skripsi sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.).
Mengingat kemampuan penulis, tentulah penulisan skripsi ini jauh dari
kata sempurna. Apabila ada kebenaran semata-mata dari Allah SWT, akan
tetapi apabila banyak kesalahan merupakan murni kesalahan dari penulis.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk selanjutnya agar lebih baik. Akhirnya semoga skripsi ini bisa
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya yaitu
terutama bagi pasangan suami istri pada zaman sekarang. Amiin.
97
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman.1992.Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta:Akademika
Pressindo.
Ahid,Nur.2010.Pendidikan Keluarga Dalam Prespektif Islam.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.
Al Qurtuby.1967.Jami‟ Al Ahkam al qur‟an.Mesir:Dar‟al alkitab alqurtuby.
Al Saldani,Soleh bin Ghanim.2004.Nusyuz.Jakarta:Gema insani Press.
Amin, Ahmad Syadzirin. 1996. Gerakan Syaikh Ahmad Rifa‟i dalam Menentang
Kolonial Belanda. Jakarta : Jamaah Masjid Baiturrahman.
Anam,Muhammad fadlan.2015.Sanksi Pidana Terhadap Suami Yang Melakukan
Kekerasan Terhadap Istri yang Nusyuz.skripsi tidak di tebitkan.
Tulungagung:Fakultas Syari‟ah dan Ilmu Hukum
Anam,Muhammad.2014.Batas Batas Hak Suami dalam Memperlakukan Isteri saat
Nusyuz dan Korelasinya dengan Kekerasan dalam Rumah
Tangga.Purwokerto:Fakultas Syari‟ah dan Ekonomi Islam.
BKKBN bekerjasama dengan DEPAG RI, NU, MUI, Dan DMI.2008.Membangun
Keluarga yang Sehat dan Sakinah.Jakarta:Tim Mitra Abadi
Asghar,Ali Engineer.2003.Matinya Perempuan megaskandal doktrin dari laki laki.
Yogyakarta:IRCi
Budiman, Ahmad Nasir.1985.Hak Asasi Manusia dalam Islam.Bandung:Pustaka.
Departemen Agama RI .2009.Al-Qur‟an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan).
Jakarta:Departemen Agama RI.
Engineer,Asghar Ali.2003.Pembebasan Perempuan.Yogyakarta:Lkis.
Ghazali,Abdurrahman.2008.Fiqih Munakahat.Jakarta:kencana.
Hasyim,Syafiq.2001.Hal hal yang tidak terfikirkan tentang isu isu keperempuanan
dalam Islam.Yogyakarta:Mizan.
98
Kafabihi,Mahrus.2007.Ulama‟ Besar Indonesia Bigrafi dan karyanya
.Kendal:Pondook pesantren Al-Itqon.
Munawwir,Ahmad Warson.1997.Al Munawwir.Yogyakarta:Pustaka Progresif.
Najib, Muhammad Luthfi Ainun.2013.Tinjauan Hukum Islam Terhadap Batas batas
Perlakuan Suami Terhadap Isteri saat Nusyuz dalam Pandangan Imam
Nawawi.Yogyakarta:Fakultas Syari‟ah dan Hukum
Nawawi, Muhammad Umar. 1409H. Qurratul „Ain terjemah (syarh Uqudul al
lujayyn). SEMARANG : Sumber Berkah.
Nawawi, Muhammad. 1972 M. Syu‟udul kaunain terjemah (syarh uqudul al
lujayyn). Kudus : Menara Kudus.
Nuryanti, Windu. 2010. Indonesia dalam Arus Sejarah. Jakarta : PT Ichtiar Baru
Van Hoeve.
Ridlo, Muhammad Amin. 2008. USFITA (Ushul, Fikih, Tasawuf). Wonosobo:
Manbaul Anwar Press.
Rifa‟i, Ahmad. Tabyin.
Ris‟an.Rusli.2013.Tasawuf dan Tarekat Study Pemikiran dan pengamalan
Sufi.Jakarta:Raja grapindo persada.
Sabrina,Ida Mafrungatus.2017.Pemukulan Suami Terhadap Isteri yang Nusyuz (Studi
Komparatif Peraturan Perundang Undangan dan Hukum
Islam).Purwokerto:Fakultas Syari‟ah IAIN Purwokerto
Sudirman,Teba.Mengenalkan Wajah indonesia yang ramah, Banten:Pustaka irVan.
Suprapto, Muhammad Bibit.2003. Ulama‟ Nusantara dalam Lintasan Sejarah
( Riwayat Hidup dan Perjuangan 144 Ulama Nusantara. Malang.
Taqwim,Ahmad.2009.Hukum Islam dalam Prespektif pemikiran rasioanal,
Tradisional dan Fundamental.Semarang:Walisongo Press.
UU. No. 23 Tahun 2004.
99
www.Biografyilmuwan.blogspot.com
Yasin. Melacak Pemikiran Syaikh NawawiAl-Bantani.Semarang:Rasail Media.
Zuhaily,Muhammad.2013.Fiqih Munakahat.Surabaya:CVImtiyaz