Post on 05-Aug-2015
MANAJEMEN ASET DAN KEWAJIBAN
THE BASIS RISK COMPONENT OF COMMERCIAL BANK STOCK
RETURNS
Oleh:
Citra Aryani Sjahrir
Dian Agustina
Luna Mantyasih Makarti
Ratna Nugrahaningsih
Program Pascasarjana Ilmu Manajemen
Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
2010
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
Background Penerimaan dan pengelolaan risiko keuangan melekat dengan bisnis perbankan dan peranan bank sebagai perantara keuangan. Untuk memenuhi permintaan pelanggan mereka dan masyarakat serta menjalankan strategi bisnis, bank memberikan pinjaman, pembelian surat berharga, dan melakukan deposito yang memiliki jatuh tempo dan tingkat suku bunga yang berbeda. Kegiatan ini dapat menyebabkan penghasilan dan modal bank terekspos terhadap perubahan suku bunga. Risiko ini adalah risiko suku bunga. Perubahan dalam lingkungan kompetitif, produk, dan jasa bank meningkatkan pentingnya manajemen risiko tingkat suku bunga. Setiap tahun, produk keuangan yang ditawarkan dan dibeli oleh bank menjadi lebih beragam dan kompleks, dan banyak dari produk ini menimbulkan risiko ke bank. Struktur neraca bank telah berubah. Banyak bank‐bank komersial telah meningkatkan kepemilikan aset mereka jangka panjang dan kewajiban yang nilainya lebih sensitif terhadap perubahan suku. Situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami perkembangan pesat yang diikuti dengan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan sehingga meningkatkan kebutuhan penerapan manajemen risiko yang meliputi pengawasan aktif pengurus bank, kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, sistem informasi, dan pengendalian risiko, serta sistem pengendalian intern. Manajemen suku bunga sangat diperlukan karena pergerakan suku bunga akan mempengaruhi laba yang dilaporkan bank dan book capital dengan mengubah:
• Net interest income
• Nilai pasar dari rekening perdagangan (dan instrumen lainnya yang dicatat dengan nilai pasar)
• Pendapatan dan biaya lain yang sensitif terhadap suku bunga Perubahan suku bunga juga mempengaruhi nilai ekonomi yang mendasari sebuah bank. Nilai aset, kewajiban, dan suku bunga yang terkait, kontrak off‐balance sheet suatu bank dipengaruhi oleh perubahan suku bunga karena present value dari arus kas masa depan, dan dalam beberapa kasus arus kas sendiri, berubah. Banking Activities and Interest Rate Risk Sebuah bank bisa mengubah eksposur risiko tingkat suku bunga dengan mengubah strategi investasi, lending, funding, dan pricing dan dengan mengelola jatuh tempo dan repricing dari portofolio untuk mencapai profil risiko yang diinginkan. Banyak bank juga menggunakan derivatif seperti swap suku bunga, untuk menyesuaikan suku bunga dengan profil risiko mereka. Sebelum menggunakan derivatif tersebut, manajemen bank harus memahami karakteristik arus kas dari instrumen yang
akan digunakan dan memiliki sistem yang memadai untuk mengukur dan memonitor kinerja mereka dalam mengelola profil risiko bank. Dari perspektif laba, bank harus mempertimbangkan efek dari risiko suku bunga terhadap net income dan net interest income untuk menilai kontribusi pendapatan non interest dan biaya operasional terhadap eksposur risiko tingkat bunga bank. Secara khusus, bank dengan pendapatan fee yang signifikan harus menilai sejauh mana bahwa pendapatan fee tersebut sensitif terhadap perubahan suku. Dari perspektif modal, bank harus mempertimbangkan bagaimana jangka waktu dapat mempengaruhi kinerja masa depan keuangan bank. Karena nilai instrumen dengan jangka menengah dan panjang sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga sehingga penting bagi sebuah bank untuk memantau dan mengontrol tingkat eksposur tersebut. Dalam mengembangkan dan meninjau profil risiko suku bunga dan strategi bank, manajemen harus mempertimbangkan likuiditas bank dan kemampuan untuk mendapatkan pendanaan. Sebuah bank yang lebih likuid mampu menghadapi pergerakan tingkat suku bunga yang merugikan bank. Hal tersebut disebabkan karena bank yang dengan mudah mengakses berbagai sumber pendanaan dapat merespon dengan cepat perubahan kondisi pasar. Selain itu bank harus mempertimbangkan profil risiko suku bunga dengan strategi bisnisnya. Sebuah bank yang memiliki risiko tingkat bunga jangka panjang yang signifikan (seperti aktiva jangka panjang dengan tingkat bunga tetap didanai oleh kewajiban jangka pendek) mungkin kurang mampu menanggapi peluang bisnis baru karena depresiasi dalam basis asetnya. Penerapan manajemen risiko tersebut akan memberikan manfaat, baik kepada perbankan maupun otoritas pengawasan bank. Bagi perbankan, penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran kepada pengelola bank mengenai kemungkinan kerugian bank di masa datang, meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis yang didasarkan atas ketersediaan informasi, digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja bank, digunakan untuk menilai risiko yang melekat pada instrumen atau kegiatan usaha bank yang relatif kompleks serta menciptakan infrastruktur manajemen risiko yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing bank. Bagi otoritas pengawasan bank, penerapan manajemen risiko akan mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi bank yang dapat mempengaruhi permodalan bank dan sebagai salah satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan bank. Esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha bank tetap dapat terkendali (manageable) pada batas/limit yang dapat diterima serta menguntungkan bank. Namun demikian mengingat perbedaan kondisi pasar dan struktur, ukuran serta kompleksitas usaha bank, maka tidak terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal untuk seluruh bank sehingga setiap bank harus membangun sistem manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada bank. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, maka pada tahap awal bank harus secara tepat mengidentifikasi risiko dengan cara mengenal dan memahami
seluruh risiko yang sudah ada (inherent risks) maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru bank, termasuk risiko yang bersumber dari perusahaan terkait dan afiliasi lainnya. Berdasarkan jenisnya, sumber resiko suku bunga berasal dari: a. Repricing Risk
Resiko ini muncul karena adanya mismatch dalam suku bunga yang digunakan. Bentuk risiko suku bunga ini timbul dari perbedaan waktu dari jatuh tempo (maturity) dan repricing (penetapan ulang suku bunga) terhadap suku bunga mengambang (floating rate) dari assets, liabilities, dan posisi Off Balance Sheet (OBS). Sebagai contohnya adalah bank mendanai suatu pinjaman jangka panjang fixed rate, dengan suatu deposit berjangka pendek, bank bisa menghadapi suatu penurunan baik pada future income yang berasal dari posisi pinjaman yang diberikan serta underlying value dari pinjaman tersebut, apabila terjadi kenaikan suku bunga. Penurunan tersebut terjadi karena cash flow dari pinjaman adalah tetap selama masa laku kredit, sedangkan cash flow yang dibayar pada deposit bersifat variabel dan meningkat setelah jatuh temponya.
b. Basis Risk
Risiko yang terkait dengan lindung nilai, yang timbul karena adanya perbedaan antara harga aset yang harus dilindungi dengan asset derivatif. Resiko ini timbul dari hubungan yang tidak sempurna dalam penyesuaian tingkat bunga yang diperoleh dan dibayarkan dari instrumen yang berbeda, namun dengan karakteristik repricing yang mirip. Apabila suku bunga berubah, maka perbedaan ini dapat menaikkan perubahan yang tidak diperhitungkan dalam cash flow dan spread pendapatan antara instrumen asset, liabilities, dan OBS dari jatuh tempo yang sama atau frekuensi‐frekuensi repricing. Sebagai contohnya adalah meminjam menggunakan JIBOR, dan meminjamkan dana dengan LIBOR yang lebih sensitif untuk naik dan turun. Sehingga cash flow yang masuk lebih sensitif terhadap interest rate dibandingkan cash flow yang keluar.
c. Optionality
Risk yang timbul karena adanya suatu unsur pilihan/hak untuk mengubah term dan condition, sehingga resiko ini tidak disebabkan oleh interest rate. Sumber risiko suku bunga yang timbul dari opsi (option) yang diikatkan (embedded) pada banyak portofolio asset, liability, dan OBS bank. Opsi tersebut timbul dari pilihan implisit dan eksplisit dalam asset dan liability suatu bank.
d. Yield Curve Risk
Yield curve (term structure of interest rate) merupakan hubungan antara tenor dengan interest rate, dengan cara membandingkan market yields atau intrest rate dari securities dengan asumsi semua karakteristik dari bond tersebut sama kecuali maturitynya. Karakteristik tersebut antara lain default risk, coupon rate, dll. Tujuan yield cuve adalah menjelaskan proses estimasi pengaruh dari unexpected shock dalam interest rate jangka pendek terhadap keseluruhan term structure dari interest rate.
Risiko yield curve timbul apabila terdapat pergeseran yang tidak diperkirakan pada yield curve yang mengakibatkan dampak yang merugikan pada pendapatan bank atau underlying economic value. Risiko ini timbul akibat adanya pergeseran yang tidak menguntungkan dalam tingkat suku bunga pasar yang terkait dengan investasi dalam instrumen pendapatan tetap. Dimana ketika market yield berubah akan mempengaruhi harga instrument pendapatan tetap.
Setelah dilakukan identifikasi risiko secara akurat, selanjutnya secara berturut‐turut bank perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Pengukuran risiko tersebut dimaksudkan agar bank mampu mengkalkulasi eksposur risiko yang melekat pada kegiatan usahanya sehingga bank dapat memperkirakan dampaknya terhadap permodalan yang seharusnya dipelihara dalam rangka mendukung kegiatan usaha dimaksud. Sementara itu, dalam rangka melaksanakan pemantauan risiko, bank harus melakukan evaluasi terhadap eksposur risiko, terutama yang bersifat material dan atau yang berdampak pada permodalan bank. Hasil pemantauan yang mencakup evaluasi terhadap eksposur risiko tersebut dilaporkan secara tepat waktu, akurat dan informatif yang akan digunakan oleh pihak pengambilan keputusan dalam suatu bank, termasuk tindak lanjut yang diperlukan. Selanjutnya berdasarkan hasil pemantauan tersebut, bank melakukan pengendalian risiko antara lain dengan cara penambahan modal, lindung nilai, dan teknik mitigasi risiko lainnya. Risiko Pasar
Risiko Pasar merupakan risiko yang timbul karena adanya pergerakan variable pasar dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank (adverse movement). Yang dimaksud dengan variabel pasar adalah suku bunga dan nilai tukar, termasuk derivasi dari kedua jenis risiko pasar tersebut yaitu perubahan harga options. Risiko pasar antara lain terdapat pada aktivitas fungsional bank seperti kegiatan tresuri dan investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya, penyediaan dana (pinjaman dan bentuk sejenis), dan kegiatan pendanaan dan penerbitan surat utang, serta kegiatan pembiayaan perdagangan. Risiko Suku Bunga (Interest Rate Risk)
Risiko suku bunga adalah potensi kerugian yang timbul akibat pergerakan suku bunga di pasar yang berlawanan dengan posisi atau transaksi bank yang mengandung risiko suku bunga. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi Komisaris bank harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai jenis dan tingkat eksposur risiko suku bunga. Dalam proses persetujuan atas kebijakan dan strategi dimaksud, Komisaris bank harus mengkaitkan dengan tujuan keseluruhan kegiatan usaha bank. Komisaris bank harus melakukan persetujuan atas kebijakan dan strategi yang berkaitan dengan manajemen risiko suku bunga dan memastikan bahwa Direksi bank mengambil langkah‐langkah yang diperlukan dalam rangka memantau dan mengendalikan risiko tersebut. Komisaris bank harus diinformasikan secara berkala oleh Direksi mengenai eksposur risiko suku bunga dalam rangka pelaksanaan pemantauan dan pengendalian tersebut. Informasi tersebut
selanjutnya direview oleh Komisaris untuk menilai kinerja Direksi dan kesesuaian hasil kinerja dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Direksi bank bertanggungjawab untuk memastikan bahwa bank memiliki kebijakan dan prosedur manajemen risiko suku bunga yang memadai, terutama prosedur operasional secara harian. Direksi bank juga bertanggungjawab untuk memelihara:
a. penetapan limit risiko suku bunga; b. standar dan sistem pengukuran risiko suku bunga; c. standar untuk penilaian posisi dan pengukuran hasil eksposur risiko suku bunga; d. pelaporan risiko suku bunga dan proses review terhadap manajemen risiko suku bunga; e. pengendalian intern terhadap penerapan manajemen risiko suku bunga.
Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur yang komprehensif dan tertulis untuk mengelola risiko suku bunga. Kebijakan dan prosedur tersebut harus menetapkan dan menguraikan garis tanggung jawab dan akuntabilitas yang melampaui keputusan pengelolaan risiko suku bunga dan harus secara jelas mencakup instrumen yang diotorisasi, strategi lindung nilai dan peluang pengambilan posisi. Kebijakan risiko suku bunga juga harus memuat parameter kuantitatif yang diperoleh dari penggunaan metode pengukuran risiko suku bunga seperti interest rate sensitivity, Earnings at Risk dan Economic Value of Equity, guna menggambarkan tingkat risiko suku bunga yang dapat ditolerir oleh bank. Seluruh kebijakan dan prosedur risiko suku bunga harus dikaji secara berkala dan direvisi apabila diperlukan, oleh satuan kerja manajemen risiko, satuan kerja audit intern, atau auditor eksternal yang memiliki kompetensi dalam penerapan manajemen risiko suku bunga. Penetapan selisih (spreads) yang diterapkan antara suku bunga referensi dengan suku bunga pasar untuk menetapkan pricing transaksi tertentu dilakukan setelah bank mempertimbangkan kondisi keuangannya secara keseluruhan. Dalam kebijakan dan proses tersebut, bank harus memastikan bahwa suku bunga dimaksud telah mencerminkan prinsip kehati‐hatian; Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Sistem Informasi Manajemen Risiko Suku Bunga 1. Identifikasi Risiko Suku Bunga
Bank wajib melakukan identifikasi risiko suku bunga secara tepat yang terdapat pada aset, transaksi derivatif, dan instrumen keuangan lain baik pada aktivitas fungsional tertentu maupun aktivitas Bank secara keseluruhan.
2. Pengukuran Risiko Suku Bunga a. Aset, kewajiban dan rekening administratif yang akan dilakukan marked to market
dikelompokkan kedalam trading book sedangkan transaksi dan posisi yang tidak dilakukan marked to market dikelompokkan kedalam banking book .
b. Umumnya posisi banking book tersebut tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan jangka pendek, namun akan dipelihara sampai jatuh tempo (held to maturity), seperti surat‐surat berharga atau obligasi pada portofolio investasi.
c. Proses marked to market merupakan salah satu teknik yang mencerminkan nilai aset, transaksi derivatif, dan instrumen keuangan lainnya sekaligus merupakan metode yang tepat untuk mengukur posisi risiko aset dan instrumen keuangan tersebut.
d. Bagi Bank yang mengembangkan model internal (internal model) dalam rangka kebutuhan intern Bank, dapat menggunakan Value at Risk (VAR) guna mengukur kerugian maksimum yang diperkirakan akan timbul dari suatu posisi atau portofolio tertentu sebagai akibat perubahan indikator suku bunga di pasar (suku bunga referensi), pada suatu interval tertentu. Pengukuran dengan metode VAR dapat dilakukan dengan berbagai metode statistik seperti variance/covariance, historical simulation, dan Monte Carlo simulation.
e. Dalam rangka mencegah terjadinya penyimpangan hasil statistik dan perilaku suku bunga, Bank harus menggunakan sumber data, figure dan kriteria yang dihasilkan sendiri untuk melakukan pengujian atau tidak didasarkan atas sumber data yang diperoleh dari pihak lain.
f. Dalam menilai eksposur risiko suku bunga yang melekat pada beberapa aktivitas fungsional, Bank sekurang‐kurangnya dapat mengukur beberapa parameter, antara lain: i. potential loss karena fluktuasi suku bunga; ii. volatilitas suku bunga per jangka waktu.
g. Apabila diperlukan, Bank dapat melakukan koreksi atau perbaikan kriteria dan proses pricing yang bertujuan untuk menilai risiko kredit (banking book ) secara tepat dengan menyesuaikan selisih suku bunga yang diterapkan terhadap suku bunga referensi (pasar).
3. Pemantauan Risiko Suku Bunga a. Bank sekurang‐kurangnya mengevaluasi dan mengkalkulasi secara keseluruhan untuk setiap
transaksi agar jumlah keseluruhan eksposur risiko suku bunga dapat dipantau setiap saat. b. Bank harus melakukan pemantauan terhadap kepatuhan limit secara harian dan setiap
pelampauan limit serta tindak lanjut mengatasi pelampauan tersebut dilaporkan kepada Direksi atau pejabat terkait, sesuai kewenangan yang diatur secara intern, secara harian.
4. Sistem Informasi Manajemen Risiko Suku Bunga a. Sistem informasi harus dapat memantau perubahan suku bunga secara harian serta
pengaruh dari perubahan tersebut terhadap pendapatan dan permodalan Bank. b. Bank yang aktif melakukan kegiatan derivatif dan perdagangan instrumen keuangan lainnya
harus memiliki sistem yang mampu memantau eksposur risiko suku bunga (trading book) dan pergerakan suku bunga secara harian, serta mengembangkan sistem tersebut sehingga pergerakan dimaksud dapat dipantau secara real time basis .
c. Satuan Kerja Manajemen Risiko bertanggung jawab menyusun dan mendistribusikan laporan secara akurat dan tepat waktu, mengenai: i. keuntungan dan kerugian dari penilaian marked to market yang diklasifikasikan
berdasarkan produk, transaksi atau jenis eksposur; ii. sensitivitas eksposur terhadap kerugian sebagai dampak dari perubahan suku bunga di
pasar; iii. potensi kerugian yang dapat terjadi karena perubahan suku bunga di pasar.
d. Satuan Kerja Manajemen Risiko harus mengkaji secara berkala kecenderungan perubahan suku bunga atau kemungkinan terjadinya tekanan pasar. Hasil kajian tersebut selanjutnya
disampaikan kepada Komite Manajemen Risiko dan Direksi sebagai bahan evaluasi untuk meninjau kembali eksposur risiko suku bunga yang ada dan limit yang ditetapkan.
Pengendalian Risiko Suku Bunga
1. Pengendalian risiko dan tanggung jawab manajemen operasional atas posisi yang dikelola hingga jatuh waktu (banking book ) harus ditetapkan dalam organisasi Bank. Tanggung jawab tersebut antara lain meliputi: a. rekonsiliasi posisi yang dikelola dan dicatat dalam sistem informasi manajemen; b. pengendalian terhadap akurasi profit and loss dan kepatuhan pada ketentuan dan
standar akunting yang berlaku, terutama pengakuan diskon, pembukuan premium dan pengakuan secara akrual dari kupon;
c. pengklasifikasian dan pembentukan provisi yang tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Untuk surat berharga dan obligasi yang terdaftar atau diperdagangkan di Pasar Modal, Bank harus menerapkan proses pengendalian intern yang bertujuan untuk memantau selisih kredit (credit spread) dari surat berharga dan Obligasi tersebut dengan membandingkan hasil (yield) dari posisi portoflio tersebut dengan Obligasi Pemerintah.
3. Dengan mengabaikan kriteria ketentuan yang mengatur pembentukan provisi apabila Bank menilai bahwa credit spread mengalami pelebaran maka Bank harus melakukan analisis mengenai kondisi dan prospek penerbit surat berharga dan obligasi. Apabila hasil analisis dan sentiment pasar menunjukan kesimpulan bahwa kegagalan penerbit semakin meningkat maka Bank harus segera membentuk provisi dalam perspektif kehati‐hatian.
4. Apabila kemungkinan terjadi kegagalan memelihara eksposur risiko suku bunga teridentifikasi semakin meningkat, Bank sekurangkurangnya harus: a. menghentikan pengakuan diskon; b. menerapkan pemantauan secara ketat terhadap surat berharga dan obligasi tersebut
serta mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengurangi kerugian. 5. Terhadap yang tidak terdaftar atau diperdagangkan di pasar, Bank harus melakukan review
secara berkala terhadap kondisi, kredibilitas dan kemampuan membayar kembali penerbit surat berharga dan obligasi. Review dilakukan dengan menghimpun dan menganalisis laporan keuangan, proyeksi arus kas dan seluruh dokumen yang relevan tentang penerbit. Review secara berkala terhadap surat berharga dan obligasi tersebut harus didokumentasikan dan dilakukan sekurang‐kurangnya setiap 6 (enam) bulan.
6. Apabila Bank melakukan kontrak transaksi derivatif, seperti interest‐rate swaps maka dalam rangka tujuan lindung nilai dan penerapan strategi ALMA, Bank harus memastikan bahwa standar akunting yang digunakan telah sesuai dengan ketentuan dan standar akunting yang berlaku.
7. Apabila transaksi tersebut dilakukan dalam rangka lindung nilai, Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dan pengendalian intern yang bertujuan untuk: a. memastikan bahwa standar akunting yang digunakan tidak menimbulkan penyimpangan
pada pengakuan pendapatan; b. mengecek bahwa transaksi tersebut telah efektif dilaksanakan sesuai dengan instruksi
atau rekomendasi komite aset dan kewajiban (ALCO) dan transaksi tersebut mengurangi eksposur suku bunga secara keseluruhan;
c. menilai kembali secara berkala bahwa lindung nilai telah efektif khususnya dalam perhitungan rasio lindung nilai dan perbandingan rasio tersebut dari waktu ke waktu;
d. memastikan bahwa kontrak transaksi tersebut tetap dikelola hingga jatuh waktu dan tidak akan dialihkan ke posisi trading;
e. mengecek bahwa persyaratan kontrak transaksi secara intern (internal deals) dalam organisasi Bank telah terpenuhi;
f. menilai kembali kredibilitas pihak lawan (counterparts ) dan mencegah penempatan yang terkonsentrasi karena apabila terjadi default maka strategi lindung nilai akan menjadi tidak efektif.
Sumber: ”Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum”, Bank Indonesia, 2003
THE BASIS RISK COMPONENT OF COMMERCIAL BANK STOCK RETURNS
Jill L. Wetmore & John R. Brick Abstrak Seiring waktu, estimasi koefisien model pasar multivariat untuk return saham bank komersial telah menunjukkan berbagai sensitivitas terhadap perubahan harga pasar, suku bunga, dan kurs mata uang. Salah satu komponen yang telah mengembangkan kekuatan penjelas yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir adalah basis risk, yang didefinisikan sebagai perubahan dalam spread antara suku bunga dan rata‐rata tingkat bunga LIBOR dan tingkat dana Fed. Komponen basis risk berbanding terbalik dengan aktiva (assets). I. Introduction Sensitivitas pendapatan bank komersial dan nilai pasar terhadap perubahan suku bunga merupakan hal menarik untuk bankir, regulator, investor, dan peneliti. Meskipun risiko suku bunga menjadi perhatian utama di akhir 1970‐an dan awal 1980‐an, namun pada akhir 1980‐an perhatian ini telah berkurang. Peraturan keterbukaan dan persyaratan modal berbasis risiko baru difokuskan pada risiko kredit (1989). Untuk mengurangi kebutuhan modal dan perhatian peraturan, manajer bank komersial menyesuaikan komposisi neraca untuk menukarkan risiko kredit dengan risiko suku bunga dengan mengambil deposito dan membeli obligasi treasury daripada membuat pinjaman. Penyesuaian neraca ini menyebabkan bank rentan terhadap kerugian suku bunga yang fluktuatif. The Shadow Financial Regulatory Agency (1995) mencatat bahwa bank‐bank menderita kerugian besar yang belum direalisasi dalam nilai obligasi selama kenaikan suku bunga tahun 1994. Dalam upaya untuk mengatasi masalah ini, komponen risiko suku bunga persyaratan modal diusulkan dan ditolak. Tidak ada proposal yang direvisi telah disajikan. Selanjutnya, Financial Accounting Standards Board (FASB) memilih untuk mengadopsi aturan mark‐to‐market (FASB 115, 1993) pada investasi bank komersial. Hal ini memerlukan penyesuaian secara periodik terhadap nilai‐nilai dari banyak investasi sekuritas bank komersial itu. Penyesuaian untuk penghasilan dan modal harus dibuat tergantung pada status investasi keamanan. Baru‐baru ini [Todd (1996)], sensitivitas terhadap risiko pasar (didefinisikan sebagai risiko perubahan harga, resiko mata uang asing, dan risiko suku bunga) telah ditambahkan ke daftar faktor yang dipertimbangkan oleh regulator bank federal AS ketika mengevaluasi kesehatan bank. Pemeringkatan CAMEL sekarang menjadi CAMELS, dengan "tambahan" S untuk sensitivitas terhadap risiko pasar. Perubahan ini menggarisbawahi pentingnya pengelolaan memadai untuk mengukur dan mengendalikan faktor risiko pasar. Meskipun insentif bank komersial harus memantau dan mengendalikan risiko suku bunga, mungkin masih ada fluktuasi dalam pendapatan karena ketidaksempurnaan gerakan bersama antara rates of return on rate‐sensitive assets dan biaya rate‐sensitive liabilities di mana fluktuasi seperti itu disebut
basis risk. Beberapa bank memantau ukuran risiko secara sederhana dan dengan demikian tampak bahwa basis risk penting untuk tujuan akhir mereka. Jika bank‐bank tersebut sudah benar, maka penilaian basis risk harus menunjukkan kekuatan penjelas yang signifikan sehubungan dengan satu atau lebih proxy kesuksesan keuangan, seperti return saham. Walaupun semua neraca baik seperti instrumen off‐balance sheet berpotensi memberikan kontribusi pada ketidakstabilan pendapatan, contoh sederhana menggunakan analisis gap ditawarkan untuk menggambarkan basis risk. Asumsikan sebuah bank komersial memiliki aset sebesar $ 100 juta dan saat ini pendapatan bunga bersih (NII) sebesar $ 3 juta. Jika rate‐sensitive assets adalah $ 10 juta dan rate‐sensitive liabilities adalah $ 40 juta, dollar gap sebesar $ 30 juta. Untuk menyederhanakan lebih lanjut, diasumsikan bahwa tidak ada pembayaran aktiva dan kewajiban atau option risk yang secara efektif akan mengubah gap. Peningkatan tingkat suku bunga 2,0% diharapkan akan mengurangi pendapatan bunga tahunan bersih dengan 0,02 X (‐$ 30 juta) = ‐$ 600.000, atau turun 20% di NII, dan liability cost meningkat lebih cepat dari return aset. Demikian pula, jika rates mengalami penurunan persentase 2,0 poin, NIT mungkin diharapkan meningkat $ 600.000, dimana liability costs mengalami penurunan lebih cepat dari assets returns. Sekarang asumsikan bahwa harga pasar, yang diukur oleh beberapa indeks, berubah 2,0 poin persentase, tapi assets return meningkat 2,5%, dan peningkatan liability costs hanya 1,5%. Pendapatan bunga akan meningkat $ 250.000 dan beban bunga akan meningkat $ 600.000 untuk net effect dari ‐$ 350.000 daripada ‐$ 600.000 seperti yang diramalkan oleh gap model. Gerakan diferensial pada asset returns dan liability costs yang disebut dengan basis risk ini memiliki setidaknya dua sumber. Salah satu sumber adalah pengaruh pasar. Rates yang cenderung berorientasi pasar berubah lebih cepat daripada administered rates. Harga securities pada market‐driven rates berubah lebih cepat daripada securities dengan administered rates. Sumber kedua adalah repricing frequency. Misalnya, returns pada adjustable‐rate securities yang dikontrak untuk reprice triwulanan tidak bergerak bersama‐sama dengan securities yang segera repriced. Besarnya basis risk tergantung pada komposisi neraca. Efek dari basis risk tergantung pada jumlah dollar dan jenis aktiva dan/atau kewajiban yang dikenakan administrasi versus market repricing atau perubahan frekuensi repricing dalam interval gap yang telah ditentukan. Semakin besar jumlah assets atau liabilities yang terkena keanehan repricing ini, semakin besar tingkat basis risk. Sebagai akibat dari basis risk, returns on rate‐sensitive assets dan biaya rate sensitive liabilities memiliki kepekaan sensitif yang berbeda terhadap perubahan suku bunga. Hal ini dapat diterjemahkan ke dalam fluktuasi pendapatan, meskipun jumlah repriced assets yang sempurna diimbangi dengan liabilities sesuai dengan jumlah repriced. Oleh karena itu, basis risk merupakan masalah serius yang berpotensi membatasi efektivitas gap dan teknik manajemen aset dan kewajiban konvensional. Tujuan makalah ini adalah untuk mengisolasi dan memperkirakan komponen basis risk dari stock returns bank komersial. Walaupun ukuran yang lebih canggih dari underlying risk dapat ditentukan,
penelitian ini menggunakan proxy secara aktual untuk basis risk yang didefinisikan dalam laporan tahunan beberapa bank komersial besar. II. Methodology and Data Collection Hipotesis yang diuji adalah: H1: Basis risk bukanlah komponen yang signifikan dari risiko return saham bank komersial. Basis risk dipisahkan dari interest rate risk dengan menambahkan variabel basis risk ke model regresi Choi et al. (1992) dan Wetmore dan Brick (1994). Persamaan berikut diestimasi menggunakan ordinary least squares (OLS):
dimana: t : time; Rj : return on commercial bank j; Rm : return on the market index; Ri : return on an interest index; Rf : return on a foreign exchange rate index; Rb : change in spread between the prime rate and an average of the Fed funds rate and LIBOR. Bank‐bank komersial yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dari daftar 100 bank komersial terbesar berdasarkan modal dasar di Moody's Bank dan keuangan manual (1989). Sampel yang dihasilkan sebanyak 66 bank komersial memiliki data return saham yang lengkap untuk periode 1 Januari 1986 hingga 30 Juni 1995. Return saham mingguan dihitung dari harga saham penutupan Jumat, diterbitkan dalam record harga saham harian Standard and Poor's, setelah disesuaikan dengan dividen dan stock split [lihat Musumeci dan Sinkey (1990)]. Tiga portofolio (money‐center, superregional, dan regional banks) dibentuk menggunakan equal‐weighted returns. Return pasar mingguan diproksikan oleh return mingguan pada S&P500 menggunakan harga penutupan Jumat. Interest rate risk diproksikan oleh return mingguan pada obligasi jangka panjang. Rate obligasi jangka panjang mingguan diambil dari berbagai issues Federal Reserve Bulletin dan return dihitung. Foreign exchange risk diproksikan dengan indeks dari nilai tukar rata‐rata tertimbang dari dollar terhadap sepuluh mata uang [Federal Reserve Bulletin]. Data bulanan yang dilaporkan diinterpolasi untuk menghasilkan data mingguan, dan return dihitung kembali. Seperti disebutkan di atas, basis risk didefinisikan sebagai perubahan dalam spread antara prime rate dan rata‐rata Fed fund dan LIBOR rates 3‐bulan. Proxy lain bisa digunakan tapi perubahan dalam spread antara suku bunga dan rata‐rata Fed fund dan LIBOR 3‐bulan adalah tingkat yang disebutkan oleh bank untuk memonitor basis risk. Data mingguan dikumpulkan dari berbagai issue Federal Reserve Bulletin dan Barrons, dan perubahan dalam penyebaran dihitung. Spread historis
diperlihatkan pada gambar 1. Seperti dapat dilihat, spread meningkat dari waktu ke waktu, menunjukkan bahwa suku bunga pinjaman telah meningkat lebih cepat daripada suku bunga deposito, yang menunjukkan potensi munculnya basis risk. Literatur tidak menemukan perbedaan dalam hasil apakah suku bunga diantisipasi atau tidak [lihat, misalnya, Flannery dan James (1984b)]. Sebagai perbandingan, third orderautoregressive model dijalankan untuk menentukan apakah tingkat pengembalian jangka panjang telah diantisipasi. Menurut hasil yang ditunjukkan dalam persamaan (2) di bawah ini, koefisien yang signifikan secara statistik terjadi pada periode lag satu. Angka dalam kurung adalah standar error koefisien regresi.
Karena ada efek antisipasi, persamaan (1) diestimasi ulang menggunakan actual return dan residu dari periode‐tunggal, autoregressive lag regression sebagai proxy untuk indeks tingkat suku bunga.
Indeks tidak di orthogonalisasi karena hal ini menyebabkan bias pada koefisien [Giliberto (1985)]. Selain itu, Kane dan Unal (1988) berpendapat bahwa sulit untuk menentukan indeks mana yang mengendalikan indeks dan indeks mana yang didorong, dengan demikian, menentukan arah yang benar untuk orthogonalisasi sulit. Estimasi koefisien model pasar tidak stabil dari waktu ke waktu [Kane dan Unal (1988)]. Untuk menentukan apakah pemecahan (break) struktural terjadi pada koefisien regresi, uji Chow
dilakukan. Untuk mencari waktu yang tepat dari break, likelihood ratio tests dilakukan. Hasil tes tersebut ditunjukkan pada bagian berikutnya. III. Results
Pada Tabel 1, Chow test menyimpulkan adanya pemecahan struktural dalam koefisien regresi. Periode waktu dipisahkan berdasarkan event berita khusus yang berhubungan dengan bank. 20 Oktober 1987 adalah saat pasar saham mengalami crash dan terjadi perubahan volatilitas harga saham. 27 November 1989 merupakan moment ketika sejumlah besar kredit konstruksi komersial memburuk pada neraca Bank of New England dan adanya persepsi efek contagion pada bank lain yang menyebabkan investor menilai kembali risiko dan pendapatan yang diharapkan bank komersial di masa depan . 7 Januari 1991 bertepatan dengan pengumuman penutupan bank negara oleh gubernur Rhode Island serta penutupan Bank of New England. 10 Juni 1994 kira‐kira bertepatan dengan berita bahwa bank‐bank meningkatkan tingkat pinjaman komersial dan pinjaman industri sehingga mampu meningkatkan pendapatan dengan meningkatkan tingkat suku bunga pinjaman tanpa kenaikan yang sepadan dalam tingkat suku bunga utang. Hasil uji heteroskedastisitas White test umumnya signifikan dan tidak mendukung estimasi dengan menggunakan persamaan regresi variabel dummy [Kmenta (1985)]. Oleh karena itu, daripada menggunakan regresi variabel dummy, regresi setiap periode diestimasi secara terpisah. Hasil estimasi persamaan (1) ditunjukkan pada Tabel 2. Seperti dapat dilihat, tanpa memandang kategori bank komersial, semua bank komersial memiliki sensitivitas tingkat suku bunga yang signifikan sebelum 20 Oktober 1987. Setelah 20 Oktober 1987, sensitivitas kurs valuta asing yang lebih signifikan dibanding sensitivitas suku bunga. Price risk/risiko harga (beta pasar) meningkat untuk money‐center bank dan menurun untuk bank superregional dan regional. Antara 27 November 1989 dan 7 Januari 1991, risiko harga dan risiko valuta asing meningkat untuk semua
bank. Setelah tanggal 7 Januari 1991 dan sebelum 10 Juni 1994, price risk meningkat untuk bank superregional dan money‐center bank. Risiko valuta asing menjadi tidak signifikan untuk semua kelompok bank.
Setelah 10 Juni 1994, semua bank memiliki basis risk yang signifikan. Regional bank memiliki risiko suku bunga yang signifikan juga. Ukuran basis risk sekarang penting untuk tujuan bank karena menunjukkan kekuatan penjelas yang signifikan terhadap return saham bank komersial.
Hasil regresi umumnya konsisten dengan penelitian lain. Perbedaan dari studi lainnya yang timbul dari perbedaan dalam periode studied atau metodologi yang digunakan. Neuberger (1991) menggunakan size daripada praktek‐praktek perbankan umum sebagai definisi portofolio bank, dan hasil dihitung tahunan. Choi et al. (1992) menggunakan variabel dummy untuk membagi periode pra‐dan pasca‐1979 daripada menggunakan regresi yang terpisah, hanya money‐center banks yang diperiksa secara terpisah. Seperti telah dibahas sebelumnya, basis risk disebabkan oleh efek pasar dan frekuensi repricing. Besarnya basis risk tergantung pada komposisi neraca, yang menunjukkan proporsi aktiva dan kewajiban pada risiko. Ukuran basis risk yang digunakan kemungkinan besar mencerminkan kemampuan bank untuk mempertahankan biaya ke tingkat biaya tetap, atau prime commercial dan industrial loans less core deposits. Artikel oleh Matthews (1994a), menunjukkan bahwa bank dapat menaikkan suku bunga pinjaman tanpa kenaikan yang sepadan dalam harga pada deposito. Menunjukkan bahwa commercial loans less core deposits harus menjelaskan estimasi dari basis risk. Oleh karena itu, menggunakan metodologi yang sama dengan Flannery dan James (1984b), model berikut ini diestimasi dengan menggunakan ordinary least squares: Individual estimates of the basis risk coefficient dihitung untuk masing‐masing bank. Balance sheet data dikumpulkan dari laporan tahunan menggunakan data akhir tahun. Core deposits didefinisikan
sebagai total deposito dikurang negotiable CDs. Kami menggunakan variabel ini karena suku bunga pinjaman komersial dan industri bergerak relatif cepat dengan perubahan tingkat suku bunga pasar, sedangkan harga pada perubahan core deposits agak lebih lambat. Selain itu, harga pada perubahan negotiable CDs relatif cepat untuk mencegah aliran deposito. Setiap perubahan dalam spread antara pinjaman jangka pendek dan deposito jangka pendek akan mengakibatkan resiko yang cukup dasar. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 3. Seperti dapat dilihat, ada hubungan negatif yang signifikan antara ukuran basis risk dan variabel (perubahan commercial and industrial loans less core deposits)/aktiva. Bank dengan perubahan besar di tingkat kredit komersial dan industri, dan tingkat rendah deposito, akan diharapkan memiliki basis risk lebih karena peningkatan spread (ditunjukkan dalam Gambar 1) adalah antara suku bunga pinjaman komersial dan industri dan negotiated deposit rates. Di sisi lain, bank dengan jumlah core deposits besar dibandingkan dengan perubahan di pinjaman komersial dan industri, diharapkan memiliki ukuran basis risk yang lebih rendah. IV. Conclusion Hasil penelitian menunjukkan bahwa basis risk merupakan komponen penting dari risiko saham bank komersial dari 1994 hingga akhir penelitian. Seiring waktu, signifikansi dari risiko suku bunga telah memberikan cara untuk risiko valuta asing dan, baru‐baru ini, basis risk. Ukuran basis risk terkait dengan komposisi neraca bank. Bank dengan perubahan besar di tingkat kredit komersial dan industri, dikombinasikan dengan tingkat rendah deposito, dipamerkan basis risk lebih besar dari bank dengan tingkat core deposits yang tinggi.