Post on 18-Dec-2014
description
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan kematian
pada bayi dengan memberikan vaksin. Dengan imunisasi, seseorang
menjadi kebal terhadap penyakit khususnya penyakit infeksi. Dengan
demikian, angka kejadian penyakit infeksi akan menurun, kecacatan
serta kematian yang ditimbulkannya akan berkurang (Cahyono,
2010).
Laporan UNICEF menyebutkan bahwa 27 juta anak balita dan
40 juta ibu hamil di seluruh dunia masih belum mendapatkan layanan
imunisasi rutin. Akibatnya, penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin
ini diperkirakan menyebabkan lebih dari 2 juta kematian tiap tahun.
Angka ini mencakup 1,4 juta anak balita yang terenggut jiwanya
(UNICEF 2011).
Sejak diluncurkannya Program Pengembangan Imunisasi
(EPI) pada 1974, imunisasi telah menyelamatkan lebih dari 20 juta
jiwa pada dua dasawarsa. Bahkan ini dapat menyelamatkan lebih
banyak nyawa dan dana daripada bentuk-bentuk intervensi lainnya.
Program ini merupakan intervensi kesehatan dengan pembiayaan
efektif. Tidak hanya jiwa yang terselamatkan tapi juga memacu
pembangunan yaitu dengan mengurangi beban biaya kematian dan
penyakit pada sebuah keluarga.
1
Salah satu indikator keberhasilan program imunisasi adalah
tercapainya Universal Child Immunization (UCI). Pencapaian UCI
merupakan gambaran cakupan imunisasi pada bayi (0-11 bulan)
secara nasional hingga ke tingkat pedesaan. WHO dan UNICEF
menetapkan indikator cakupan imunisasi adalah 90% di tingkat
nasional dan 80% di semua kabupaten. Pada tahun 1990, Indonesia
telah mencapai target UCI, dimana paling sedikit 80% bayi di setiap
desa telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap sebelum berumur
1 tahun (Depkes, 2005).
Persentase desa/kelurahan UCI di Indonesia, selama rentang
tahun 2005 sampai 2009 belum menunjukkan perkembangan yang
bermakna. Pencapaian tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu
sebesar 76,23%. Capaian tahun 2009 hanya sebesar 69,76%
desa/kelurahan UCI di Indonesia, lebih rendah dibandingkan tahun
2008 sebesar 74,02%. Angka tersebut juga masih di bawah target
UCI tahun 2009 sebesar 98%. Data terbaru dari riset kesehatan
dasar (riskesdas) menunjukan bahwa pada tahun 2010 cakupan
imunisasi dasar lengkap hanya 53,8%. Tetapi berkat usaha keras
dari pemerintah, pada tahun 2011, cakupan imunisasi dasar lengkap
mencapai 84,70%.
Pemerintah memang harus menemukan upaya untuk
meningkatkan cakupan imunisasi di Indonesia mengingat Angka
2
kematian bayi di Indonesia (34 per 1000 kelahiran) masih tergolong
tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN
lainya. Angka tersebut 3,4 kali lebih tinggi dari Malaysia dan 1,3 kali
lebih tinggi dari Filipina. Indonesia menduduki rangking ke-6 setelah
Singapura (tiga per 1.000), Brunei Darussalam (8 per 1.000),
Malaysia (10 per 1.000), Vietnam (18 per 1.000) dan Thailand (20 per
1.000). Sementara target Millenium Development Goals (MDGs)
tahun 2015 adalah 23 per 1.000 kelahiran hidup untuk angka
kematian balita dan 17 per 1.000 kelahiran hidup untuk angka
kematian bayi (Depkes 2011).
Pada dasarnya, setiap bayi yang dilahirkan sudah
memperoleh kekebalan secara alami dari ibu yang melahirkannya,
namun kekebalan itu tidak bertahan lama. Oleh karena itu, bayi dapat
di imunisasi segera setelah lahir. Sebaiknya, bayi sudah diimunisasi
secara lengkap sebelum tahun pertama kehidupan (Depkes RI,
2005).
Berdasarkan data profil kesehatan Sulawesi Selatan dari tahun
2006 - 2009, pencapaian UCI Desa/Kelurahan mengalami
peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2006 pencapaian UCI
Desa/Kelurahan hanya sebesar 53,28% kemudian meningkat
menjadi 61,85% pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 80,97%
pada tahun2009. Sedangkan, pencapaian program imunisasi di
Sulawesi Selatan sudah cukup tinggi bila dilihat dari cakupan jenis
3
imunisasi, dimana jumlah sasaran bayi pada tahun 2009 adalah
163.595. Sedang capaian masing-masing jenis imunisasi adalah
BCG (93,98%), DPT+HB 1 (93,57%), DPT+HB 3 (93,44%), Polio 4
(92,97%), Campak (92,88%).
Data dari Profil kesehatan Kota Makassar pada tahun 2011
dapat diketahui bahwa jumlah kasus dan angka kesakitan penyakit
menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti dipteri
sebanyak 9 kasus dan campak sebanyak 401 kasus, tertinggi di
Sulawesi Selatan, sebuah ironi jika dibandingkan dengan cakupan
imunisasi yang mencapai 99,30%.
Imunisasi sebagai usaha pencegahan berbagai jenis penyakit,
merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda
pelaksaannya. Hal ini berkaitan dengan peningkatan sumber daya
manusia pada masa yang akan datang. Tugas utama kita sebagai
tenaga kesehatan adalah memberikan pengetahuan terhadap orang
tua tentang imunisasi dan meninjau status imunisasi setiap anak.
Pemberian imunisasi pada bayi dan anak tidak hanya memberi
pencegahan penyakit tertentu pada anak tersebut, tetapi juga
memberikan dampak yang lebih luas karena dapat mencegah
penularan penyakit untuk orang lain. Oleh karena itu pengetahuan
dan sikap orang tua terutama ibu sangat penting untuk memahami
manfaat imunisasi bagi anak Indonesia (Ranuh 2005).
4
Adanya anggapan dalam masyarakat yang bahwa pemberian
imunisasi tidaklah terlalu penting bagi anaknya, karena hanya
dengan kebutuhan gizi yang lebih baik, mereka percaya bahwa
anaknya akan tetap sehat. Banyak orang tua yang tidak mau
memvaksin anaknya karena katanya takut anaknya malah jadi sakit
atau demam setelah divaksin. Ini tidak benar, beberapa vaksin
memang dapat menyebabkan demam, tapi itu tidak berbahaya. Dan
manfaatnya jauh lebih besar, mencegah berbagai penyakit yang bisa
memicu kecacatan dan kematian pada anak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas maka yang menjadi
rumusan masalah dalam makalah ini adalah : Apakah kebijakan
imunisasi yang telah di buat sudah berhasil di jalankan ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan kebijakan imunisasi
yang telah di buat terhadap masyarakat.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Imunisasi
1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak
diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit
tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi
belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Karena itu
imunisasi harus diberikan secara lengkap. (Mirzal Tawi, 2008)
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja
memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar
sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu.
(Proverawati, 2010).
Departemen Kesehatan RI (2005), menyebutkan imunisasi
adalah suatu usaha yang dilakukan dalam pemberian vaksin pada
tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan kekebalan
terhadap penyakit tertentu.
Jadi imunisasi adalah upaya memberikan kekebalan atau
imunitas pada anak untuk meningkatkan kekebalan secara aktif
suatu antigen sehingga anak tidak terkena penyakit walaupun
kemudian mendapat infeksi maka tidak terjadi kematian, tidak
meninggalkan bekas atau cacat fisik atau mental.
6
2. Tujuan Imunisasi
a. Imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi
agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak
yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.
(Proverawati, 2010)
b. Tujuan pemberian imunisasi adalah agar anak menjadi kebal
terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan
akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. (Alimul,
2009)
3. Manfaat Imunisasi
a. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan
kemungkinan cacat atau kematian.
b. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila
anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga yang baik
apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa
kanak-kanak yang nyaman.
c. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang
kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
(Proverawati, 2010).
7
4. Jenis Imunisasi
Imunisasi dapat digolongkan dalam 2 jenis yaitu:
a. Imunisasi Aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah
dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan agar nantinya
sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu
ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi,
tubuh dapat mengenali dan meresponnya.
Kekebalan aktif di bagi menjadi 2 :
1) Kekebalan aktif alamiah:
Tubuh membuat kekebalan sendiri setelah mengalami
atau sembuh dari suatu penyakit.
Contoh: pada anak yang pernah menderita campak
2) Kekebalan aktif buatan
Kekebalan yang dibuat tubuh setelah mendapat vaksin
(imunisasi).
Contoh: di beri imunisasi BCG, DPT, Polio.
Dalam imunisasi aktif terdapat beberapa unsur-unsur vaksin,
yaitu :
1) Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan
dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau
endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti
polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak
8
komponen-komponen organisme dari suatu antigen.
Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari
organisme yang dijadikan vaksin.
2) Pengawet/stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang
digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau
menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba.
Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa atau
antibiotik yang biasa digunakan.
3) Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa
cairan kultur jaringan yang digunakan sebagai media
tumbuh antigen, misalnya telur, protein serum, bahan
kultur sel.
4) Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi
meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen
terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan
perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan
maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.
b. Imunisasi Pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh
dengan cara memberikan zat immunoglobulin, yaitu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari
plasma manusia (kekebalan yang didapatkan bayi dari ibu
melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan
9
untuk mengatasi mikroba sudah masuk dalam tubuh yang
terinfeksi. Kekebalan pasif dibagi menjadi 2 :
1) Kekebalan pasif alamiah
Kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir karena
menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah
plasenta selama masa kandungan.
Contoh:difteri,morbili dan tetanus
2) Kekebalan pasif buatan
Kekebalan yang diperoleh setelah mendapat suntikan zat
penolak.
Contoh:pemberian ATS (Saroso Sulianti, 2003).
5. Jadwal Imunisasi
a. Vaksinasi BCG
Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan dengan
cara suntikan intrakutan dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG
dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin konversi pada
tempat suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung
pada potensi vaksin dan dosis yang tepat serta cara
penyuntikan yang benar. Kelebihan dosis dan suntikan yang
terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya abses ditempat
suntikan. Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus
disimpan pada suhu 20 C. (Depkes RI, 2005)
b. Vaksinasi DPT
10
Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus
adalah dengan pemberian vaksin yang terdiri dari toksoid
difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan ditambah
dengan bakteri Bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis
penyuntikan 0,5 ml diberikan secara subkutan atau
intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3
kali dengan interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul
setelah penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan
dan reaksi lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang
berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi, kejang, kesadaran
menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam,
hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT.
(Depkes RI, 2005)
c. Vaksinasi Polio
Untuk kekebalan terhadap polio diberikan 2 tetes vaksin polio
oral yang mengandung virus polio tipe 1, 2 dan 3 dari Sabin.
Vaksin yang diberikan melalui mulut pada bayi umur 2-12
bulan sebanyak 4 kali dengan jarak waktu pemberian 4
minggu.
d. Vaksinasi Campak
Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah
dilemahkan dan dalam bentuk bubuk kering atau freezeried
yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang telah
11
tersedia sebelum digunakan. Suntikan ini diberikan secara
subkutan dengan dosis 0,5 ml pada anak umur 9-12 bulan. Di
negara berkembang imunisasi campak dianjurkan diberikan
lebih awal dengan maksud memberikan kekebalan sedini
mungkin, sebelum terkena infeksi virus campak. Secara alami.
pemberian imunisasi lebih awal rupanya terbentur oleh adanya
zat anti kebal bawaan yang berasal dari ibu (maternal
antibodi), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal
campak dalam tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih
diberikan 4-6 bulan kemudian. Maka untuk Indonesia vaksin
campak diberikan mulai anak berumur 9 bulan. (Depkes RI,
2005)
e. Vaksinasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu
12 jam) setelah lahir. Imunisasi hepatitis B-2 diberikan setelah
1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepatitis B-1 yaitu saat bayi
berumur 1 bulan. Untuk mendapatkan respon imun optimal,
interval imunisasi hepatitis B-2 dengan hepatitis B-3 minimal 2
bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepatitis B-3 diberikan
pada umur 3-6 bulan. Departemen kesehatan mulai tahun
2005 memberikan vaksin hepatitis B-0 monovalen (dalam
kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin
kombinasi DTwP/hepatitis B pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan
12
vaksin hepatitis B diberikan dalam kombinasi dengan DTwP
untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan
hepatitis B-3 yang masih rendah. Apabila sampai dengan usia
5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B,
maka secepatnya diberikan imunisasi hepatitis B dengan
jadwal 3 kali pemberian.
6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Imunisasi
a. Status imun penjamu
1) Adanya antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan
vaksinasi, misalnya: Campak pada bayi, kolostrum ASI.
2) Maturasi imunologik.
3) Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen kurang,
hasil vaksinasi ditunda sampai umur 2 tahun.
4) Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal
secara simultan.
5) Frekuensi penyakit.
6) Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap
vaksin kurang.
b. Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen
tertentu baik, cukup, rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak
100%.
13
c. Kualitas vaksin
Faktor yang mempengaruhi kualitas vaksin :
1) Cara pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan
sistemik.
2) Dosis vaksin. Jika dosis yang diberikan tinggi akan
menimbulkan efek samping. Namun jika rendah maka tidak
merangsang sel imunokompeten.
3) Frekuensi pemberian. Respon imun sekunder Sel efektor
aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, afinitas lebih
tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun
yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat
kadar antibodi spesifik masih tinggi, sedangkan antigen
dinetralkan oleh antibodi spesifik maka tidak merangsang
sel imunokompeten.
4) Ajuvan. Merupakan zat yang meningkatkan respon imun
terhadap antigen dengan cara mempertahankan antigen
pada tempat suntikan, dan mengaktivasi sel APC untuk
memproses antigen secara efektif dan memproduksi
interleukin yang akan mengaktifkan sel imunokompeten
lainnya.
5) Jenis vaksin. Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih
baik.
6) Kandungan vaksin.
14
7. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
Beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi:
a. Tuberkulosis
TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru
walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh lain
dan ditularkan orang ke orang. Ini juga salah satu penyakit
tertua yang diketahui menyerang manusia. Jika diterapi
dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks
Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis
dapat disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosa akan
mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada
lebih dari setengah kasus. Untuk mencegah penyakit ini
diberikan jenis vaksin BCG dengan sasaran bayi yang
berumur 0-11 bulan dan diberikan sebanyak 1 kali dengan
reaksi sakit dan kaku ditempat suntikan.
b. Difteri
Difteri adalah infeksi bakteri yang bersumber dari
Corynebacterium diphtheriae, yang biasanya mempengaruhi
selaput lendir dan tenggorokan. Difteri umumnya
menyebabkan sakit tenggorokan, demam, kelenjar bengkak,
dan lemas. Dalam tahap lanjut, difteri bisa menyebabkan
15
kerusakan pada jantung, ginjal dan sistem saraf. Kondisi
seperti itu pada akhirnya bisa berakibat sangat fatal dan
berujung pada kematian. Pada penduduk yang belum
divaksinasi ternyata anak yang berumur 1-5 tahun paling
banyak diserang karena kekebalan (antibodi) yang diperoleh
dari ibunya hanya berumur satu tahun. Sasaran diberikannya
vaksin ini yaitu pada bayi berumur 2-11 bulan,jumlah vaksinasi
yang diberikan yaitu sebanyak 3 kali dan reaksi yang biasa
terjadi yaitu demam dan tempat suntikan terasa sakit.
c. Pertusis
Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi akut yang
disebabkan oleh Bordotella pertusis pada saluran pernapasan.
Penyakit ini merupakan panyakit yang sering ditemukan pada
bayi usia dini dan tidak jarang menimbulkan kematian. Seperti
halnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut lainnya,
pertusis sangat mudah dan cepat penularannya. Penyakit ini
dapat merupakan salah satu penyebab tingginya angka
kesakitan terutama di daerah yang padat penduduk. Sasaran
yang diberikan vaksin ini yaitu pada bayi yang berumur 2-11
bulan. Jumlah vaksinasi yang diberikan sebanyak 3 kali dan
reaksi yang akan terjadi yaitu anak biasa demam, tempat
suntikan terasa sakit.
16
B. Tinjauan umum mengenai Analisis Kebijakan
1. Pengertian Analisis Kebijakan William Dunn.
Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas
intelektual yg dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat
politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian
kegatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi
kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan
penilaian kebijakan, Sedangkan aktivitas perumusan masalah,
forecasting, rekomendasi kebijakan, monitoring, dan evaluasi
kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual.
Disamping itu ada Perumusan Masalah adalah fase di dalam
proses pengkajian di mana si analis yang dihadapkan pada
informasi mengenai konsekuensi beberapa kebijakan mengalami
suatu "situasi yang menyulitkan, membingungkan, dimana
kesulitan memang tersebar ke seluruh situasi, yang kesemuanya
membentuk suatu keutuhan kesatuan masalah".
Secara diagram Dunn menyusun proses analisis kebijakan
secara menarik :
17
Analisis kebijakan mencakup sebuah prosedur yang meliputi :
1. Pemantauan yang memungkinkan kita untuk menghasilkan
informasi tentang sebab-sebab masalah lalu dan akibat dari
kebijakan;
2. Peramalan yang memungkinkan kita untuk menghasilkan
informasi tentang konsekuensi yang akan datang dari
kebijakan;
3. Evaluasi yang mencakup produksi informasi tentang kegunaan
dari kebijakan di masa lalu dan masa mendatang;
4. Rekomendasi yang memungkinkan untuk menghasilkan
informasi tentang kemungkinan bahwa serangkaian tindakan
yang akan datang akan mendatangkan akibat-akibat yang
bernilai.
18
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Tingginya tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar
merupakan sebuah kabar gembira bagi pemerintah terutama dinas
kesehatan, bahwa program-program yang telah dicanangkan dan
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pengetahuan ibu tentang
imunisasi baik itu berupa program penyuluhan-penyuluhan, iklan-
iklan di media cetak maupun media elektronik, leaflet-leaflet yang
dipasang di tiap sarana prasarana kesehatan, dengan sasaran akhir
untuk mencapai tingkat cakupan imunisasi 100% tingkat nasional,
telah berjalan baik dan harus tetap dipertahankan serta kebijakan
imunisasi ini dapat berjalan dengan baik tanpa ada lagi yang tidak
memperdulikan program ini.
Pengetahuan ibu tentang imunisasi bayi sangat berpengaruh
terhadap pelaksanaan imunisasi itu sendiri. Bila pengetahuan ibu
kurang tentang imunisasi maka tidak merasa butuh. Mereka datang
ke tempat pelayanan kesehatan hanya untuk mendapatkan imunisasi
pada bayinya tanpa mengetahui manfaat dan fungsi dari imunisasi.
Sehingga pemberian imunisasi pada bayinya sering tidak sesuai.
Apabila pengetahuan ibu tentang imunisasi baik, diharapkan
pemberian imunisasi bisa sesuai jadwal dan ibu merasa yakin
pentingnya imunisasi bagi bayi (Irianti sri dkk,2005).
19
Angka Kematian bayi dan balita meningkat akibat tidak
imunisasi
sembarangan tempat
perilaku
Budaya
Sikap
Pengetahuan
Atas dasar pemikiran tersebut maka diuraikan beberapa
variabel perilaku kebiasaan membuang sampah sebagai berikut :
1. perilaku
2. sikap
3. pengetahuan
Pola Pikir Variabel
Berdasarkan konsep berpikir di atas maka disusunlah pola pikir
variabel penelitian sebagai berikut :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
20
Jarak
Variabel yang Diteliti
Pada penelitian ini variabel yang akan diteliti (independent) adalah :
1. Perilaku
2. Sikap
3. Pengetahuan
B. Definisi Istilah
1. Perilaku
Semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
2. Sikap
Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk menerima
atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap respon yang
datang dari luar, dalam hal ini adalah rokok.
3. Pengetahuan
Pengetahuan adalah bagaimana informasi,atau pesan yang
terkait bahaya perilaku Membuang Sampah terhadap kesehatan
yang memungkinkan informan mengetahui dan memahami
suatu tindakan yang dilakukan misalnya : apa yang
dilakukannya berisiko terhadap kesehatan individu dan
pengaruh lingkungan sosial, keyakinan tentang manfaat dan
kebenaran dari apa yang dilakukan.
21
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Dan Strategi Program Imunisasi Di Indonesia
1. Kebijakan
a. Penyelenggaraan Imunisasi dilaksanakan oleh Pemerintah,
swasta dan masyarakat, dengan mempertahankan prinsip
keterpaduan antara pihak terkait.
b. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi
baik terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah.
c. Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu.
d. Mengupayakan kesinambungan penyelengaraan melalui
perencanaan program dan anggaran terpadu.
e. Pehatian khusus diberikan untuk wilayah rawan social, rawan
penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis
2. Strategi
a. Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarkat dan
swasta.
b. Membangun kemitraan dan jejaring kerja.
c. Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan
rantai vaksin dan alat suntik.
d. Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga
professional/terlatih.
e. Pelaksanaan sesuai standar.
22
f. Memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi yang
lebih efektif, berkualitas dan efesien.
g. Meningkatkan advokasi, fasilitas dan pembinaan
B. Indikator Keberhasilan Kebijakan Imunisasi di Indonesia
Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014
seluruh desa/ kelurahan mencapai 100% UCI (Universal Child
Immunization) atau 90% dari seluruh bayi di desa/ kelurahan tersebut
memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG, Hepatitis
B, DPT-HB, Polio dan campak.
Pencapaian UCI desa/ kelurahan tahun 2009 masih sangat
rendah, yaitu 69,6%. Hal ini disebabkan antara lain karena kurang
perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah terhadap program
imunisasi, kurangnya dana operasional untuk imunisasi baik rutin
maupun tambahan, dan tidak tersedianya fasilitas dan infrastruktur
yang adekuate. Selain itu juga kurangnya koordinasi lintas sektor
termasuk pelayanan kesehatan swasta, kurang sumber daya yang
memadai serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang program
dan manfaat imunisasi.
GAIN UCI merupakan upaya terpadu berbagai sektor terkait
dari tingkat Pusat sampai Daerah untuk mengatasi hambatan serta
memberikan dukungan untuk keberhasilan pencapaian UCI
desa/kelurahan, papar Menkes.
23
Dalam sambutannya Menkes menyatakan imunisasi
merupakan upaya preventif untuk menurunkan angka kesakitan,
kecacatan dan kematian akibat beberapa penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis (Batuk
Rejan/ batuk 100 hari), Hepatitis B, Polio dan Campak .
Imunisasi memberikan konstribusi besar dalam meningkatkan
Human Development Index terkait dengan angka umur harapan
hidup karena dapat menghindari kematian yang tidak diinginkan.
Keberhasilan upaya imunisasi akan dapat meningkatkan kualitas
anak bangsa sebagai penerus perjuangan dimasa mendatang.
“Imunisasi terbukti sangat cost effective,” jelas Menkes.
Kementerian Kesehatan menetapkan imunisasi sebagai upaya
nyata pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals
(MDGs), khususnya untuk menurunkan angka kematian anak.
Indikator keberhasilan pelaksanaan imunisasi diukur dengan
pencapaian UCI desa/ kelurahan, yaitu minimal 80% bayi didesa/
kelurahan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
Imunisasi dasar sangat penting diberikan sewaktu bayi (usia 0
– 11 bulan) untuk memberikan kekebalan dari penyakit-penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Tanpa imunisasi ana-anak
mudah terserang berbagai penyakit, kecacatan dan kematian.
GAIN UCI akan dilaksanakan secara bertahap mulai tahun
2010 – 2014, dengan sasaran seluruh bayi usia 0-11 bulan
24
mendapatkan imunisasi dasar lengkap yaitu BCG, Hepatitis B, DPT-
HB, Polio dan campak.
Indikator keberhasilan GAIN UCI mengacu pada RPJMN
Tahun 2010-2014 dengan target tahun 2010 mencapai UCI
desa/kelurahan 80% dan 80% bayi usia 0-11 bulan mendapatkan
imunisasi dasar lengkap. Tahun 2011 mencapai UCI 85%, dan 82%
bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2012 mencapai
UCI 90% dan 85% bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
Tahun 2013 mencapai UCI 95% dan 88% bayi mendapatkan
imunisasi dasar lengkap. Tahun 2014 mencapai UCI 100% dan 90%
bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
Menkes berharap seluruh pihak terkait baik Pusat maupun
Pemerintah Daerah, organisasi profesi, organisasi agama, LSM dan
lembaga donor mendukung penuh semua kegiatan yang terkait
dengan keberhasilan imunisasi
25
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah, dapat disimpulkan bahwa saat
ini kebijakan imunisasi di Indonesia telah berjalan dengan baik,
dengan kata lain telah berhasil. Keberhasilan kebijakan ini di dukung
oleh Pusat maupun Pemerintah Daerah, organisasi profesi,
organisasi agama, LSM dan lembaga donor.
B. SARAN
Masyarakat sebaiknya lebih meningkatkan lagi terhadap
kesehatan bayi maupun balitanya, khususnya dengan rutin
melaksanakan imunisasi, guna membantu keberhasilan dari
kebijakan imunisasi yang telah diterapkan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Ali Muhammad.2003. Pengetahuan, Sikap, Dan perilaku Ibu Bekerja Dan
Tidak Bekerja. http: //www. Library. usu. ac. id. /download/fk/anak-
muhammad.pdf. Diakses tanggal 25 / 04/ 2013
Cahyono, S.B. 2010. Vaksinasi Cara Ampuh Cegah Penyakit
Infeksi.Yogyakarta: Kanisisus.
_________. 2011 Pedoman Operasional Pelayanan Imunisasi.
Irianti Sri,dkk. 2005. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Jakarta:Badan litbangkes.
Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Proverawati A. 2010. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta. Nuha Medika
Ranuh.I dkk. 2005. Buku Imunisasi Edisi pertama.Jakarta : Satgas
Imunisasi IDA
Saroso Sulianti. 2003. Imunisasi. http://www.infeksi.com.diakses tanggal
25/04/2013
Tawi Mirzal. 2008. Imunisasi dan Faktor yang Mempengaruhinya.
http://keluargasehat.wordpress.com/ 2010 / 05 / 12 / benarkah - imunisasi
-Justru -membuat-anak-sakit-2 Diakses tanggal 25 April 2013
Badjuri, Abdulkahar & Yuwono, Teguh. 2002. Kebijakan Publik Konsep
dan Strategi. Semarang: Universitas Diponegoro
27