Post on 16-Oct-2021
INFO TEKNIK
Volume 16 No. 1 Juli 2015 (33-46)
STUDI PENGUKURAN KECEPATAN ALIRAN PADA SUNGAI
PASANG SURUT
Indra Setya Putra
Pusat Litbang Sumber Daya Air Badan Litbang PU
Email: qmbut@yahoo.com
ABSTRACT
Tidal river is one of the water resources which require proper management to be
used as human needs such as irrigation and raw water. It required data such as
discharge or velocity and water level. Until this period standard for measuring the
velocity is just arranged in non-tidal rivers with SNI 03-2414-1991. This research aims
to examine ways to measure water velocity in tidal rivers and provide
recommendations for the design of new SNI for measuring the velocity of the tidal
rivers.
Methods used is by conducting velocity measurements performed in two rivers
namely the Kapuas and Katingan by dividing the cross section into 3 sections and the
time interval is 1 hour. Measurements were made using a 5 point in depth (d), are 20
cm, 0,2d, 0,4d, 0,6d, 0,8d which further results are elaborated and analyzed. It also
carried out measurements of water level for 15 days with intervals of 1 hour.
The results of this study are 8 requirements for the selection of the measurement
location, 2 requirements for a long time and period measurement, 4 hydraulic
conditions that must be considered at the time of measurement and 3
recommendations.
Keywords : rivers, tidal, velocity measurement.
1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang mempunyai banyak daerah aliran sungai (DAS)
yang tersebar di seluruh pulau. Berdasarkan Peraturan Menteri PU No.
11A/PRT/M/2006, terdapat 5 klasifikasi daerah aliran sungai terdiri dari 133 daerah
aliran sungai di Indonesia. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau
atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas
di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Oleh
karena itu diperlukan pengelolaan terhadap DAS yang sebaik-baiknya untuk
34 INFO TEKNIK, Volume 16 No. 1 Juli 2015
kepentingan masyarakat di segala bidang kehidupan contohnya untuk irigasi dan
penyediaan air baku. Salah satu komponen dalam pengelolaan DAS adalah pengelolaan
terhadap sungai atau anak sungai yang ada di dalam DAS tersebut.
Pengelolaan sungai-sungai ini sudah diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 38
tahun 2011 tentang sungai yang meliputi konservasi sungai, pengembangan sungai dan
pengendalian daya rusak sungai. Untuk menunjang pelaksanaan tujuan tersebut
diperlukan kegiatan yang salah satunya adalah pengukuran kecepatan secara langsung
untuk mengetahui data debit sungai. Pemerintah telah menetapkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) untuk pengukuran sungai di dalam SNI 03-2414-1991 mengenai tata
cara pengukuran debit aliran sungai dan saluran terbuka menggunakan alat ukur arus
dan pelampung. Akan tetapi SNI ini hanya terbatas pada sungai dengan aliran yang
dipengaruhi oleh faktor gravitasi saja. Sementara sungai pasang surut yang mempunyai
aliran dua arah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan sungai non-pasang surut
(Balai Rawa, 2012). Oleh karena itu SNI yang ada tidak dapat diterapkan pada sungai
yang terpengaruh oleh pasang surut air laut. Diperlukan beberapa perubahan atau
modifikasi terhadap SNI tersebut supaya dapat digunakan di sungai pasang surut.
Dalam penelitian ini pengukuran kecepatan dilakukan menggunakan Currentmeter.
Pada prinsipnya, Currentmeter digunakan untuk mengukur kecepatan air di berbagai
lokasi vertikal dalam sebuah bagian melintang dari aliran air dan daerah yang masing-
masing pengukuran yang telah ditentukan. Kecepatan aliran dikalikan dengan masing-
masing daerah yang sesuai, dan jumlahnya ini merupakan debit aliran air rata-rata di
bagian yang dipilih (Tazioli, 2011). Penelitian dilakukan di Sungai Kapuas di dan
Sungai Katingan di Provinsi Kalimantan Tengah seperti yang terlihat pada Gambar 1 di
bawah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji cara pengukuran kecepatan di
sungai pasang surut yang meliputi lingkup pemilihan lokasi pengukuran, persyaratan
hidraulik dan lama serta periode pelaksanaan pengukuran dan juga memberikan
rekomendasi untuk rancangan SNI baru untuk pengukuran kecepatan di sungai pasang
surut.
Indra … Studi Pengukuran 35
Gambar 1. Lokasi Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tipe Sungai di Indonesia
Menurut Sukardi, dkk, 2013, sungai terbentuk secara alami sesuai dengan
topografi, geologi dan hidrologi kondisi daerah setempat. Dalam perkembangannya,
pengaruh demografi, sosial dan budaya dari penduduk lokal sering membawa dampak
terhadap kondisi fisik sungai. Indonesia memiliki beberapa kondisi topografi, geologi
dan hidrologi di seluruh wilayahnya. Hasil kondisi tersebut di beberapa jenis sungai,
dengan fitur dan karakteristik mereka berbeda dari satu sama lain. Jenis sungai terbagi
menjadi 5 sungai yaitu sungai pasang surut (tidal rivers), sungai non pasang surut (non-
tidal rivers), sungai kering (dry rivers), sungai dengan aliran debris (debris flow rivers)
dan sungai bawah tanah (underground rivers).
2.2 Tipe Pasang Surut
Menurut WIBISONO (2005), sebenarnya hanya ada tiga tipe dasar pasang-surut yang
didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu sebagai berikut:
1) Pasang-surut tipe harian tunggal (diurnal type): yakni bila dalam waktu 24 jam
terdapat 1 kali pasang dan 1 kali surut.
2) Pasang-surut tipe tengah harian/ harian ganda (semi diurnal type): yakni bila dalam
waktu 24 jam terdapat 2 kali pasang dan 2 kali surut.
Sungai
Katingan
Sungai
Kapuas
36 INFO TEKNIK, Volume 16 No. 1 Juli 2015
3) Pasang-surut tipe campuran (mixed tides): yakni bila dalam waktu 24 jam terdapat
bentuk campuran yang condong ke tipe harian tunggal atau condong ke tipe harian
ganda.
2.3 Kecepatan aliran di Saluran Terbuka
Chow (2009) menyimpulkan, dalam aliran yang luas, cepat dan dangkal atau dalam
saluran yang sangat halus, kecepatan maksimum mungkin sering ditemukan pada
permukaan bebas. Gambar 2 menggambarkan bahwa kekasaran saluran akan
menyebabkan kelengkungan kurva distribusi kecepatan vertikal meningkat. Di
tikungan, kecepatan meningkat sangat besar di sisi luar cembung, hal ini diakibatkan
oleh adanya gaya sentrifugal dari aliran tersebut. Bertentangan dengan keyakinan
umum, angin permukaan memiliki sedikit efek pada distribusi kecepatan.
Gambar 2. Efek kekasaran terhadap distribusi kecepatan di saluran terbuka
Lama dan periode pelaksanaan pengukuran kecepatan
Pada SNI 03-2414-1991 menjelaskan lama dan periode pengukuran pada sungai dan
saluran terbuka yang terpengaruh oleh gravitasi. Lama pengukuran debit tergantung
dari perubahan keadaan aliran pada saat pengukuran dilaksanakan:
1) Pada saat aliran rendah pengukuran debit dilaksanakan dua kali dalam sekali
periode waktu pengukuran (bolak-balik di penampang basah yang sama).
2) Pada saat banjir pengukuran debit dilaksanakan satu kali dalam periode waktu
pengukuran.
Indra … Studi Pengukuran 37
Periode pelaksanaan pengukuran tergantung dari musim:
1) Pada musim kemarau pengukuran debit dilaksanakan cukup sekali dalam satu
bulan.
2) Pada musim penghujan pengukuran dilaksanakan berulang kali, paling sedikit 3
kali untuk setiap bulan.
3) Pada musim peralihan paling sedikit 2 kali dalam sebulan.
3. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengumpulan data primer dengan melakukan pengukuran muka air dan kecepatan
di sungai Kapuas dan Katingan di Kalimantan Tengah yang merupakan sungai yang
terpengaruh oleh pasang surut air laut. Pengukuran kecepatan dilakukan selama 26
jam di tiga pias (sub bagian) penampang melintang sungai secara bersamaan atau
simultan seperti pada Gambar 3. Tujuan dilakukan pengukuran di 3 pias ini adalah
untuk mengetahui perbedaan pola dan nilai kecepatan di masing-masing pias.
Kecepatan diukur di 5 titik kedalaman (d) yaitu di 20 cm dari permukaan, 0,2d,
0,4d, 0,6d, 0,8d sesuai yang tertera pada Gambar 4. Pengukuran muka air dilakukan
selama satu siklus pasang surut atau 15 hari.
Gambar 3. Pengukuran kecepatan secara simultan di 3 pias penampang
melintang sungai
Data primer tersebut dielaborasi agar hasil perhitungan kecepatan air ini akurat atau
benar-benar mewakili kecepatan air yang sebenarnya.
Perahu A Perahu B Perahu C
38 INFO TEKNIK, Volume 16 No. 1 Juli 2015
Gambar 4. Posisi pengukuran kecepatan aliran di 5 titik.
2. Melakukan kajian berdasarkan hasil analisa pengukuran di lingkup pemilihan
lokasi pengukuran, persyaratan hidraulik dan lama serta periode pelaksanaan
pengukuran dan juga rekomendasi dari hasil penelitian.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Lokasi pemilihan pengukuran
Sungai-sungai pasang surut di Indonesia umumnya mempunyai lebar lebih dari 1
km terutama di daerah Kalimantan, Sumatera dan Papua. Oleh karena itu, pengukuran
kecepatan ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kecepatan arus
(Currentmeter) dari selasar kapal HATIGA Balai Rawa seperti yang terlihat pada
Gambar 5 dibawah. Pertimbangannya jika pengukuran dilakukan dengan pelampung
kecepatan yang terukur hanya di permukaan air saja sehingga nilai kecepatan rata-rata
vertikal yang didapat tidak akurat.
Gambar 5. Pengukuran Kecepatan di muara sungai Katingan dengan menggunakan
Currentmeter
Indra … Studi Pengukuran 39
Berdasarkan hasil diskusi dan pengalaman, maka untuk menghindari gangguan
pada waktu pengukuran atau kesalahan pada hasil pengukuran, maka lokasi yang dipilih
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Sungai harus lurus (panjang minimal 1-3 kali lebar sungai pada saat banjir
peres/bank full) dan bukan pertemuan atau percabangan;
b) Distribusi garis aliran diperkirakan merata, lurus dan tidak ada aliran yang memutar
(vortex) dan tidak berlapis (stratified);
c) Aliran bebas dari gangguan tumbuhan air, sampah dan benda-benda lain;
d) Tidak dipengaruhi peninggian muka air sebagai akibat adanya pertemuan dengan
sungai yang lain dan bangunan hidraulik;
e) Tidak terpengaruh aliran lahar/debris;
f) Penampang melintang pengukuran perlu diupayakan agar tegak lurus terhadap alur
sungai;
g) Kedalaman sungai di tempat pengukuran arus harus mempunyai kedalaman cukup
agar baling-baling dapat berputar secara bebas;
h) Tidak berada di transportasi air.
4.2 Persyaratan Hidraulik dan Lama serta Periode Pengukuran
Sebelum melakukan pengukuran kecepatan, harus dilakukan pengukuran
kedalaman terlebih dahulu untuk menentukan 5 titik kedalaman antara lain 20 cm, 0,2d,
0,4d, 0,6d, 0,8d. Hasil pengukuran kecepatan secara vertikal pada 5 titik kedalaman
dalam satu penampang melintang dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah. Berdasarkan
gambar, pengukuran yang dilakukan di sungai Kapuas dan sungai Katingan
menunjukkan bahwa distribusi kecepatan aliran di pias kanan, pias tengah dan pias kiri
mempunyai pola atau bentuk yang berbeda-beda. Pola distribusi kecepatan aliran di
sungai Kapuas pada pias tengah mempunyai nilai paling besar di kedalaman 0,2d (2,1
m), sedangkan pada pias kanan dan kiri mempunyai nilai paling besar di titik 20 cm dari
permukaan air.
Distribusi kecepatan arus terbesar pada pias kanan penampang melintang sungai
Katingan terdapat pada kedalaman 20 cm dari permukaan sedangkan distribusi
kecepatan arus terbesar di pias tengah terdapat pada kedalaman 0,4 d (1,8 m) dan pias
40 INFO TEKNIK, Volume 16 No. 1 Juli 2015
kiri pada kedalaman 0,2d (1m). Pola yang berbeda-beda dari 5 macam kedalaman ini
berarti bahwa pengukuran harus dilakukan di 5 titik kedalaman untuk mendapatkan
kecepatan rata-rata vertikal dari masing-masing pias.
Pengukuran kecepatan di sungai Kapuas dan sungai Katingan menunjukkan bahwa
kecepatan arus terbesar berada di pias kiri. Hal ini menggambarkan bahwa kecepatan
arus terbesar tidak pasti berada di tengah atau kecepatan arus yang berada di pinggir
lebih kecil dari yang di tengah. Kecepatan arus dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya
adalah gesekan dengan daratan, angin, kontur sungai, lokasi sungai dan juga gangguan
seperti halnya gulma, sampah atau tanaman ganggang yang tumbuh di sungai. Oleh
karena itu untuk memperoleh kecepatan arus rata-rata pengukuran kecepatan tidak bisa
dilakukan di 1 pias penampang melintang sungai saja. Pengukuran yang benar
mensyaratkan minimal di 3 pias penampang melintang sungai.
Gambar 6. Hasil pengukuran kecepatan vertikal di sungai Kapuas km.15 dari muara
ketika air pasang (kiri) dan di sungai Katingan km. 5 ketika air surut (kanan)
Pengukuran kecepatan masing-masing pias ini dirata-ratakan dan diurutkan sesuai
waktu pengukurannya. Aliran air yang terjadi di sungai pasang surut bersifat dua arah
atau bolak balik. Oleh sebab itu untuk membedakan arah aliran digunakan tanda plus
(+) untuk arus surut (ke arah muara) dan minus (-) untuk arus pasang (ke arah hulu)
seperti yang terlihat pada Gambar 7. Berdasarkan gambar tersebut, air surut berlangsung
selama 7 jam dari total waktu pengukuran selama 26 jam. Kecepatan arus terbesar
waktu pasang adalah 0,45 m/det di pias tengah sedangkan pada waktu surut kecepatan
arus terbesar adalah 0,45 m/det di pias kanan. Pola aliran yang terjadi di ketiga pias
hampir sama tetapi mempunyai besaran yang berbeda.
Indra … Studi Pengukuran 41
Arus total dari suatu penampang melintang adalah jumlah dari kecepatan ketiga pias
tersebut.
Gambar 7. Hasil pengukuran kecepatan arus di Mendawai, Sungai Katingan km.
30, Kalimantan Tengah tanggal 20-21 September 2012
Data hasil pengukuran muka air selama 15 hari di sungai Kapuas dapat dilihat pada
Gambar 9 dibawah. Dari pengamatan yang telah dilakukan, satu pasang siklus terjadi
selama 24-25 jam. Untuk mendapatkan keseluruhan satu siklus pasang, lebih baik jika
pengukuran kecepatan dilakukan lebih dari waktu tersebut yaitu 27 jam. Dari
perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan program ERGTIDE yang
menggunakan perhitungan nilai Formzahl yaitu 1,52, pasang surut ini masuk ke tipe
campuran condong harian ganda (Mixed Tide predominantly Semi-diurnal Tide) (Pusat
Litbang Sumber Daya Air, 2012).
Dalam perencanaan sistem tata air semisal untuk mengatasi banjir atau sistem
irigasi berbasis pasang surut, umumnya dibutuhkan data yang paling ekstrim yaitu pada
waktu pasang surut besar (spring tide) dan pasang surut kecil (neap tide). Spring tide
adalah kondisi muka air pasang tertinggi dan muka air surut terendah (tunggang pasang
terbesar) dalam periode dua minggu ketika posisi bumi, bulan dan matahari berada
dalam satu garis lurus. Pada pasang tertinggi ini terdapat potensi untuk irigasi atau juga
potensi bencana banjir rob. Nilai muka air tertinggi (Highest High Water Level /HHWL)
pada waktu pasang digunakan sebagai dasar untuk menentukan seberapa luas genangan
42 INFO TEKNIK, Volume 16 No. 1 Juli 2015
yang akan dijangkau. Oleh karena itu pengukuran kecepatan untuk memperoleh nilai
debit maksimal dan minimal sebaiknya dilakukan pada waktu pasang tertinggi (HHWL)
atau surut terendah untuk mengetahui potensi sebuah aliran sungai yang mampu untuk
mengirigasi sebuah lahan. Di beberapa daerah seperti di Provinsi Riau, pasang yang ada
di Muara Sungai Kampar mempunyai tinggi gelombang sekitar 4 m (Deshidros, 2006).
Ini disebabkan oleh adanya fenomena alam yang disebabkan oleh gelombang pasang
surut yang bertemu dengan arus Sungai (S. Kampar). Kondisi muara yang berbentuk
’V’ (corong) memungkinkan pertemuan kedua macam arus tersebut membangkitkan
terbentuknya Bono (Yulistiyanto, 2009). Contoh fenomena bono dapat dilihat pada
Gambar 8. Pengukuran sebaiknya dilakukan setelah fenomena tersebut berhenti.
Gambar 8. Foto fenomena Bono
Sumber : www.bonokampar.com
Neap tide adalah posisi muka air pasang terendah dan muka air tertinggi (tunggang
pasang terkecil) dalam periode dua minggu ketika posisi bulan, bumi dan matahari
dalam posisi membentuk 90o. Dengan pasang terendah ini, sistem tata air harus
memperhitungkan seberapa jauh jangkauan dan lama air pasang terendah itu mampu
mengairi lahan.
Indra … Studi Pengukuran 43
Berdasarkan analisa diatas, maka lama dan periode pengukuran kecepatan di sungai
pasang surut harus mengikuti ketentuan yang antara lain adalah:
a) Lama pengukuran kecepatan dilakukan selama minimal 26 jam (lebih dari 1 hari)
atau melebihi 1 (satu) siklus pasang surut penuh dengan interval waktu setengah
jam atau 1 jam.
b) Pengukuran kecepatan arus dilaksanakan pada waktu pasang surut besar dan pasang
surut kecil baik pada musim hujan atau musim kemarau.
Dari hasil pembahasan, kondisi hidraulik yang harus diperhatikan di lokasi
pengukuran kecepatan adalah sebagai berikut:
a) Pengukuran debit dilakukan paling sedikit pada 3 sub bagian (pias) dari satu
penampang melintang basah sungai dan dilakukan secara bersamaan (pengukuran
simultan) dalam periode yang sama;
b) Daerah sungai yang dipengaruhi pasang surut;
c) Daerah pengukuran tidak dipengaruhi arus sekunder akibat dari pergerakan benda
lain (baling-baling kapal, batang pohon);
d) Tidak terpengaruh fenomena bono/rob.
Gambar 9. Muka air di Muara Sungai Kapuas selama 15 hari
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
1
51
101
151
201
251
301
351
ELEV
ASI
MU
KA
AIR
(m
)
Neaptide
Pasang Surut kecil
Pasang Surut besar
Spring tide
44 INFO TEKNIK, Volume 16 No. 1 Juli 2015
4.3 Rekomendasi
Berdasarkan analisa dan pengalaman di lapangan, ada ketentuan-ketentuan lain
dalam pengukuran kecepatan di sungai pasang surut yang harus dipenuhi, maka
direkomendasikan beberapa hal berikut ini.
Pertama, untuk membedakan arah aliran, dalam pencatatan pada waktu pengukuran
diberikan tanda plus (+) untuk arah arus keluar ke arah muara dan tanda minus (-) untuk
arah ke hulu. Penandaan seperti sangat berguna ketika data kecepatan digunakan untuk
pemodelan matematik. Kedua, tidak seperti dalam SNI yang menetapkan pengukuran
kecepatan arus di sungai yang mempunyai 1 arah aliran, pengukuran dalam penelitian
ini tidak disarankan untuk dilakukan dari jembatan karena debit yang terukur mencapai
8.500 m3/det dapat mengakibatkan sudut kemiringan juntaian penggantung
Currentmeter semakin besar sehingga alat tidak tegak lurus terhadap permukaan air.
Titik kedalaman yang ingin diukur juga akan berubah seiring dengan derasnya aliran.
Jika ini terjadi, maka hasil pengukuran tidak dapat tersaji dengan baik. Ketiga, perahu
yang digunakan harus stabil ketika pengukuran. Untuk itu, perahu harus diikat ke
jangkar yang sudah terkait ke dasar sungai. Ukuran perahu juga harus sesuai dengan
beban orang yang naik, barang yang diangkut dan gaya akibat aliran pasang surut.
5. KESIMPULAN
Dalam melakukan pengukuran kecepatan di sungai pasang surut harus memilih
lokasi yang sesuai dengan 8 persyaratan yang menyangkut kondisi titik lokasi
pengukuran, aliran yang akan diukur, tidak adanya gangguan terhadap aliran air dan
angkutan dalam aliran (sedimen, sampah).
Berdasarkan analisa diatas, maka lama dan periode pengukuran kecepatan di sungai
pasang surut harus mengikuti ketentuan yang antara lain adalah lama pengukuran
kecepatan dilakukan selama minimal 26 jam (lebih dari 1 hari) atau melebihi 1 (satu)
siklus pasang surut penuh dengan interval waktu setengah jam atau 1 jam, pengukuran
kecepatan arus dilaksanakan pada waktu pasang surut besar dan pasang surut kecil baik
pada musim hujan atau musim kemarau.
Sedangkan kondisi hidraulik yang harus diperhatikan di lokasi pengukuran
kecepatan adalah pengukuran debit dilakukan paling sedikit pada 3 sub bagian (pias)
Indra … Studi Pengukuran 45
dari satu penampang melintang basah sungai dan dilakukan secara bersamaan
(pengukuran simultan) dalam periode yang sama, daerah sungai yang dipengaruhi
pasang surut, daerah pengukuran tidak dipengaruhi arus sekunder akibat dari pergerakan
benda lain (baling-baling kapal, batang pohon) dan juga tidak terpengaruh fenomena
bono/rob.
Dalam pengukuran kecepatan direkomendasikan untuk menggunakan kapal yang
stabil dan jangkar yang terikat ke dasar sungai karena besarnya debit sungai dapat
membuat posisi kapal berubah dan juga mengganggu kesimbangan kapal. Dalam
pencatatan, direkomendasikan untuk menggunakan diberikan tanda plus (+) untuk arah
arus keluar ke arah muara dan tanda minus (-) untuk arah ke hulu. Pengukuran tidak
dianjurkan dilakukan dari atas jembatan, karena mengurangi ketelitian data yang
disajikan.
DAFTAR PUSTAKA
Attayaya. (2013). Proses Terjadinya Bono di Sungai Kampar Riau, Indonesia. Diakses
14 Mei 2015 dari http://www.bonokampar.com/2013/10/proses-terjadinya-
gelombang-bono-di.html
Balai Rawa. (2012). Laporan Akhir Survei Potensi Sungai-Sungai Besar sebagai
Penunjang Daerah Rawa di Kalimantan. Banjarmasin.
Chow, Ven Te. (2009). Open-Channel Hydraulics. The Blackburn Press.
Deshidos. (2006). Data Pasang Surut. P3M UGM,Yogyakarta.
Sukardi, S., Warsito, B., Kisworo, H., & Sukiyoto. (2013). River Management in
Indonesia. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Yayasan Air Adhi Eka, Japan
International Cooperation Agency.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air. (2012). Output Survei Potensi
Sungai-Sungai Besar sebagai Penunjang Daerah Rawa di Kalimantan. Balai
Rawa. Banjarmasin.
Menteri Pekerjaan Umum. (2006). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
11A/PRT/M/2006 Tentang Kriteria Penetapan Wilayah Sungai, 26 Juni 2006,
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
46 INFO TEKNIK, Volume 16 No. 1 Juli 2015
SNI 03-2414-1991. (1991). Tata Cara Pengukuran Debit Aliran Sungai dan Saluran
Terbuka Menggunakan Alat Ukur Arus dan Pelampung. Badan Standardisasi
Nasional.
Tazioli, A. (2011). Experimental methods for river discharge measurements:
comparison among tracers and currentmeter. Hydrological Sciences Journal,
56(7), 1314-1324.
Yulistianto, B. (2009). Fenomena Gelombang Pasang Bono di Muara Sungai Kampar.
Dinamika Teknik Sipil, Vol. 9, No. 1, Januari 2009:19-26.
Wibisono, M. S. (2005). Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta: 224