Post on 12-Nov-2021
Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 218-230
Β© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
*Penulis korespendensi: Iqbal.maulana1@gmail.com
Studi Erosi Dan Sedimentasi Tambang
Batubara Pada Pit Pinang South Pt. Kaltim
Prima Coal Menggunakan Geographic
Information System (ArcGIS) Iqbal Maulana Muhtasar1*, Moh. Sholichin1, Runi Asmaranto1 1 Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya,
Jalan MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, INDONESIA
*Korespondensi Email: Iqbal.maulana1@gmail.com
Abstract: Land-Coal mining by PT. Kaltim Prima Coal (KPC) is open-pit
mining, which can cause loss of earth's surface shape, leaving large holes,
erosion, sedimentation, and decreased soil productivity. Therefore,
reclamation and rehabilitation of ex-mining land is needed. In the post-
mining reclamation process, special specifications are needed so the
reclamation results are as expected. Erosion factors that meet the USLE
equation can be processed easily using Geographic Information System.
From analysis result, the erosion rate was 32.62 (tons/ha/year), the area that
experienced very light erosion was 27.26 ha (35.12%), mild erosion was
27.89 ha (35.94%), moderate erosion covered an area of 20.60 ha (26.54%),
heavy erosion covered an area of 1.62 ha (2.08%), and very heavy erosion
covered an area of 0.21 ha (0.27%). Based on the SDR calculation, the
results obtained are 1440,8 tons/year, while the actual estimate for the
sediment calculation is 2223.6 tons/year. So the yield of SDR (931.3
tons/year) < actual yield (2223.6 tons/year). Because the results of SDR
calculation use erosion values from USLE, which is an erosion rate
estimation, while the actual sedimentation calculation is based on direct
calculations and laboratory results of PT. KPC.
Keywords: Coal Mining, Erosion Rate, Geographic Information System,
USLE
Abstrak: Penambangan batubara oleh PT.Kaltim Prima Coal (KPC)
merupakan penambangan terbuka, sehingga dapat menimbulkan hilangnya
bentuk permukaan bumi, meninggalkan lubang-lubang besar di permukaan
bumi, erosi, sedimentasi, maupun penurunan produktivitas tanah. Oleh
karena itu diperlukan reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang.
Dalam proses reklamasi pasca tambang dibutuhkan spesifikasi khusus agar
hasil dari reklamasi sesuai dengan yang diharapkan. Faktor-faktor erosi
yang memenuhi persamaan USLE dapat diolah dengan mudah
Muhtasar, I. M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 218-230
219
menggunakan bantuan Sistem Informasi Geografis. Dari hasil perhitungan
pada Pit Pinang South PT.KPC, didapatkan laju erosi 32,62 (ton/ha/tahun),
daerah yang mengalami erosi sangat ringan seluas 27,26 ha (35,12%), erosi
ringan seluas 27,89 ha (35,94%), erosi sedang seluas 20,60 ha (26,54%),
erosi berat seluas 1,62 ha (2,08%), dan erosi sangat berat seluas 0,21 ha
(0,27%). Berdasarkan perhitungan SDR, didapatkan hasil sebesar 1440,8
ton/tahun, sedangkan perkiraan besar perhitungan sedimen secara aktual
didapatkan nilai sebesar 2223,6 ton/tahun. Maka didapati hasil SDR (931,3
ton/tahun) < hasil aktual (2223,6 ton/tahun). Hal tersebut dikarenakan hasil
perhitungan SDR menggunakan nilai erosi yang diperoleh dari metode
USLE yang merupakan pendugaan laju erosi sedangkan dalam perhitungan
sedimentasi aktual berdasarkan dari perhitungan secara langsung dan hasil
laboratorium PT. Kaltim Prima Coal.
Kata kunci: Laju Erosi, Penambangan Batubara, Sistem Informasi
Geografis, USLE
1. Pendahuluan
Proses penambangan batu bara di Indonesia umunya dilakukan secara tambang terbuka
(open pit). Sistem tambang terbuka dilakukan dengan penebangan atau pembukaan hutan
yang diikuti dengan mengangkat atau membuang lapisan atas tanah (top soil) [1].
Penambangan batubara secara terbuka dapat berdampak negative terhadap lingkungan
seperti berubahnya bentuk permukaan bumi, erosi, sedimentasi, serta penurunan
produktivitas tanah di sekitar tambang [2]. Oleh sebab itu diperlukan penanganan yang
sesuai agar lahan bekas tambang dapat dimanfaatkan kembali.
Reklamasi tambang merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki atau
menata lahan yang rusak akibat proses penambangan , agar dapat kembali berfungsi dan
berdaya guna sesuai dengan peruntukannya. Oleh karena itu, reklamasi perlu dilakukan
untuk mencegah rusaknya lingkungan akibat kegiatan pasca tambang [3]. Tujuan akhir dari
kegiatan reklamasi adalah mempebaiki lahan pasca tambang agar tidak mudah erosi dan
dapat dimanfaatkan kembali.
PT. Kaltim Prima Coal (KPC) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
pertambangan batu bara dan merupakan perusahaan tambang terbesar se Asia Tenggara
dengan nilai produksi sebesar 60 juta ton per tahun. Perusahaan ini beroperasi di wilayah
pit Pinang South dimana lokasi ini berada di zona beriklim basah dengan tanah bertipe
pedosolik merah kuning. Warna tanah tersebut merupakan akibat proses dari oksidasi
antara besi dengan aluminium yang dilakukan selama proses penambangan. Sejak
perusahaan ini beroperasi, PT. KPC sudah melakukan reklamasi permanen secara
kumulatif sebesar 407 hektar. Namun, tidak menutup kemungkinan erosi tetap terjadi pada
lahan pasca tambang yang telah direklamasi karena lahan pasca tambang tersebut tetap
terbuka. Keberhasilan reklamasi dapat dilihat dari besaran erosi yang dihasilkan dalam
suatu daerah reklamasi. Ada banyak cara dalam menghitung atau menganalisa besaran
erosi. Perhitungan erosi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran langsung dan
pengukuran secara tidak langsung. Pengukuran secara tidak langsung akan lebih efisien
Muhtasar, I. M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 218-230
220
karena tidak membutuhkan waktu dan biaya yang banyak. Salah satu cara penghitungan
tidak langsung adalah dengan menghitung pendugaan erosi adalah dengan metode USLE
(Universal Soil Loss Equation). USLE berpotensi untuk menyusun rencana yang
memprediksikan laju rata-rata erosi di sebuah wilayah dalam suatu kecuraman lereng
dengan pola hujan tertentu guna tiap varian penanaman serta aktivitas untuk mengelola
tanah (konservasi tanah) dimana bisa dijalankan atau tengah dijalankan.
Faktor-faktor erosi yang memenuhi persamaan USLE dapat diolah dengan mudah dan
cepat menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG), yang kemudian akan menghasilkan
peta erosi. Sistem Informasi Geografi adalah sistem pengolahan peta yang dapat digunakan
sebagai alat pemetaan erosi karena SIG mempunyai kemampuan untuk memasukkan,
mengelola, memanipulasi dan melakukan analisis data spasial seperti curah hujan, tanah,
topografi, dan tata guna lahan [4], [5]. Aplikasi SIG diharapkan dapat bermanfaat untuk
memetakan penyaberan kelas erosi dan memberikan gambaran terkait kondisi lahan
reklamasi pasca tambang sehingga kemudian akan membantu dalam pengklasifikasian
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) yang terjadi.
2. Bahan dan Metode
2.1 Bahan
2.1.1. Lokasi Studi
Studi ini berlokasi di Pit Pinang South PT. Kaltim Prima Coal Kecamatan Sangatta
Utara, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Utara. Secara administrasi daerah
penelitian terletak pada 1.03769Β°N 117.83112Β°E. Wilayah pit Pinang South merupakan
lahan yang didominasi dengan struktur tanah berbukit, dengan sebagian besar wilayah
merupakan dataran tinggi, berbukit-berbukit dengan tekstur tanah berupak lempung
pasiran. Dapat dilihat pada Gambar 1 memperlihatkan lokasi studi.
Gambar 1: Lokasi Studi
Muhtasar, I. M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 218-230
221
2.1.2. Data yang Diperlukan
Studi ini memerlukan data sekunder berupa data peta topografi, peta tata guna lahan,
peta solum tanah, peta lokasi stasiun hujan, peta jenis tanah, data curah hujan selama 17
tahun (2004-2020), data sampling berupa data kandungan konsentrasi sedimen dan debit
air.
2.2 Metode
Studi ini menggunakan metode survei dengan pendeketan spasial (spatial). Teknik
yang digunakan dalam mengkaji bahaya erosi dan arahan penggunaan lahan adalah dengan
unit lahan (land unit), lalu selanjutkan akan digunakan sebagai satuan analisis. Unit lahan
didapatkan dari hasil tumpang tindih (overlay) melalui ektensi geoprocessing terhadap peta
hujan, peta tanah, peta topografi, dan penggunaan lahan dengan bantuan teknologi SIG.
Hasil dari overlay peta-peta tersebut kemudian akan menjadi peta erosi. Model spasial
arahan penggunaan lahan dirumuskan berdasarkan tingkat bahaya erosi. Setiap unit lahan
dilakukan pengamatan dan pengukuran lapangan terhadap indeks erosivitas, indek
erodibilitas, indeks kelerengan, indeks vegetasi dan indeks praktek konservasi untuk
memperkirakan besarnya kehilangan tanah per tahun dihitung dengan metode USLE yang
dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978).
Agar studi ini dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka
ditentukan tahapan penelitian ini yaitu:
1. Mengumpulkan data sekunder.
2. Melakukan analisis hidrologi terhadap data hujan, yaitu dengan uji konsistensi
menggunakan uji RAPS dan uji stasioner menggunakan uji F dan T.
3. Perhitungan curah hujan rerata daerah dengan metode Polygon Thiessen.
4. Melakukan konversi peta-peta untuk mendapatkan value yang dibutuhkan untuk rumus
USLE.
5. Membuat peta nilai A (pada persamaan USLE) menggunakan Tools Raster Calculator.
6. Memasukkan klasifikasi TBE pada peta hasil sebelumnya dengan klasifikasi TBE.
7. Selesai.
2.3 Persamaan
2.3.1. Erosi
Erosi merupakan peristiwa perpindahan atau terbawanya tanah dari satu tempat ke
tempat lainnya yang di sebabkan oleh air atau angin. Erosi dapat mengakibatkan hilangnya
lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman, serta hilangnya fungsi
tanah untuk menyerap dan menahan air [6]. Pada daerah dengan iklim basah seperti
Indonesia erosi air berperan cukup penting.
2.3.2. Uji Konsistensi
Uji konsistensi dijalankan dalam data curah hujan di tiap tahunnya dimana tujuannya
ialah guna mendapatkan infrmasi terkait apakah terdapat penyimpangan data hujan, yang
mana bisa ditarik simpulan apakah data tersebut layak untuk digunakan untuk menghitung
hidrologi ataupun sebaliknya. Dalam studi ini anlisis uji konsistensi digunakan metode
RAPS sebagai berikut [7]:
Muhtasar, I. M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 218-230
222
ππβ = β (ππ β π)Μ Μ Μ π
π=1 Pers. 1
ππββ =
ππβ
π·π¦ Pers. 2
π·π¦2 =
β (ππβ π)Μ Μ Μ ππ=1
π Pers. 3
π = ππππ βππ ββ β π’ππ‘π’π 0 β€ π β€ π Pers. 4
π = ππππ ππ ββ β πππ ππ ββ π’ππ‘π’π 0 β€ π β€ π Pers. 5
Dengan :
Q = nilai statistik Q
R = nilai statistik (range)
Sk* = simpangan mutlak, data hujan (Y) β data hujan rata-rata (π)Μ Μ Μ
Dy2 = nilai kuadrat dari Sk* dibagi dengan jumlah data
Dy = simpangan rata-rata, hasil dari akar kuadrat nilai Dy2
Sk** = nilai konsistensi data, nilai Sk* dibagi Dy
n = jumlah data
Dengan melihat nilai statistik, maka dapat dicari nilai Q/(n0,5) dan R/(n0,5). Hasil yang
diperoleh akan dilakukan perbandingan dengan nilai Q/(n0,5) tabel dan R/(n0,5) tabel.
Apabila nilai Q/(n0,5) dari hasil perhtungan kurang dari R/(n0,5) sehingga data tetap dalam
batas konsisten dan dapat diterima
2.3.3. Uji Stasioner
Deret berkala dikenal sebagai stasioner apabila nilai dari parameter statistik yang
dihasilkannya (rata-rata serta jenis) cenderung tidak mengalami perubahan dari tiap
komponen ke komponen lainnya pada sederet data yang runtut waktu tersebut, akan tetapi
jika suatu parameter statistik yang dimilikinya mengalami perubahan di tiap komponen
sederet data tersebut, sehingga deret berkala tersebut dinilai tidak stasioner. Deret berkala
tidak stasioner memperlihatkan bahwasanya data yang dimilikinya tidak homogen atau
berbeda jenis [8]. Dalam studi ini digunakan 2 metode pengujian data, yaitu:
1. Uji Kestabilan Varian (Uji-F)
H0 = varian data stabil
H1 = varian data tidak stabil
πΉ =π1π1
2(π2β1)
π2π22(π1β1)
Pers. 6
dengan:
F = nilai hitung uji F
N1 = jumlah data kelompok 1
N2 = jumlah data kelompok 2
S1 = standar deviasi data kelompok 1
S2 = standar deviasi data kelompok 2
Dengan derajat bebas (df)
ππ2 = π2 β 1 Pers. 8
Muhtasar, I. M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 218-230
223
Menentukan F kritis yang diperoleh dari tabel uji F dengan derajat kebebasan:
π·π = π1 + π2 β 2 Pers. 9
Pengambilan keputusan:
- F hitung < F kritis maka H0 diterima
- F hitung > F kritis maka H0 ditolak
2. Uji Kestabilan Rata-rata (Uji-t)
H0 = rata-rata data stabil
H1 = rata-rata data tidak stabil
π = (π1π1
2+π2π22
π1+π2β2)
0,5
Pers. 10
π‘ =π1Μ Μ Μ Μ βπ2Μ Μ Μ Μ
π(1
π1+
1
π2)
0,5 Pers. 11
dengan:
t = nilai hitung uji t
N1 = jumlah data kelompok 1
N2 = jumlah data kelompok 2
X1 = nilai rata-rata data kelompok 1
X2 = nilai rata-rata data kelompok 2
S1 = standar deviasi data kelompok 1
S2 = standar deviasi data kelompok 2
Penentuan nilai t kritis yang diperoleh dari tabel uji t dengan derajat kebebasan sebagai
berikut:
ππ = π1 + π2 β 2 Pers. 12
Pengambilan keputusan:
- t hitung < t kritis maka H0 diterima
- t hitung > t kritis maka H0 ditolak
2.3.4. Metode USLE (Universal Soil Equation)
Metode USLE merupakan metode yang paling umum digunakan dalam berbagai
penelitian terkait erosi.Persamaan USLE diberikan pada persamaan berikut.
π΄ = π Γ πΎ Γ πΏπ Γ πΆ Γ π Pers. 13
1. Faktor Erositivitas Tanah (R)
Erosivitas ialah kemampuan yang dimiliki hujan dalam mengakibatkan erosi. Indeks
erosivitas yang diterapkan ialah El30. Erosivitas hujan beberapa timbul dikarenakan
pengaruh jatuhnya hujan secara langsung mengenai permukaan tanah. Kemampuan yang
terdapat di dalam air hujan dimana menyebabkan berlangsungnya erosi ialah berasal dari
laju dan distribusi tetesan air hujan, yang mana keduanya sangatlah memberikan pengaruh
terhadap besarnya energi kinetik air hujan. Persamaan yang digunakan dalam analisis
erosivitas tanah sebagai berikut [8], [9].
Muhtasar, I. M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 218-230
224
πΈπ30 = 6.119π 1.21 Γ π·β0.47 Γ π0.53 Pers. 14
π 12 = β(πΈπ30) Pers. 15
dengan:
πΈπ30 = Erosivitas curah hujan bulanan rata-rata
π 12 = Jumlah πΈπ30 selama 12 bulan
R = Curah hujan bulanan (cm)
D = Jumlah hari hujan
M = Hujan maksimum pada bulan tersebut (cm)
2. Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Faktor erodibilitas tanah menunjukkan kemampuan dari partikel tanah terhadap proses
terkelupasnya tanah dan pergeseran tanah dari sejumlah partikel tanah terhadap terdapatnya
energi kinetic dari air hujan. Penentuan atas besaran erodibitas dapat ditentukan dengan
melihat beberapa ciri yang dimiliki tanah contohnya tekstur tanah, stabilitas agregat tanah,
kapasitas infiltrasi, dan kandungan bahan organik dan juga bahan kimia dari tanah [9].
3. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Faktor lereng (LS) adalah perbandingan antara tanah yang hilang dalam sebuah wilayah
dengan panjang dan curam lereng tertentu dengan petak baku (tanah gundul, curam lereng
9%, panjang 22 meter, serta tidak adanya upaya untuk mencegah erosi) dimana memiliki
nilai LS = 1.
4. Faktor Vegetasi Penutup Tanah (C)
Faktor pengolahan tanaman adalah perbandingan antara tanah yang mengalami erosi
pada satu jenis aktivitas dalam mengelola tumbuhan terhadap tanah yang mengalami erosi
terhadap kondisi permukaan lahan yang serupa namun tidak adanya tindakan untuk
mengelola tumbuhan atau dengan sengaja tidak ditanami tumbuhan. Di tanah yang gundul
ini (dengan sengaja tidak ditanami tumbuhan/petak baku) nilai C = 1,0. agar memperoleh
nilai C tahunan harus ditinjau setiap perubahan dari pemanfaatan tanah di tiap tahunnya.
5. Faktor Konservasi Tanah (P)
Faktor praktik konsevasi tanah meruakan perbandingan antara tanah yang hilang jika
dijalankannya konservasi (teras, tumbuhan, serta lainnya) dimana tidak diterapkannya
konservasi tanah. Tidak dilakukannya konservasi tanah. Konservasi tanah bukanlah
sekadar aktivitas untuk menkonservasi secara mekanis maupun fisik, melainkan menjadi
usaha dimana tujuannya ialah menekan potensi terjadinya erosi tanah [10]. Dalam memilih
ataupun menentukan nilai faktor P seharusnya dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian
dimana dikarenakan adanya sejulah kondisi lahan serta beragam teknik dalam
mengkonservasi lahan yang bisa dijumpai di lapangan.
6. Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Pertimbangan dalam memperkirakan erosi dan kedalaman tanah dilakukan guna
memperkirakan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di tiap satuan lahan. Pemberian kelas TBE di
setiap satuan lahan dengan matriks yang menerapkan informasi solum tanah serta prediksi
Muhtasar, I. M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 218-230
225
erosi sesuai dengan rumus USLE. Dapat dilihat pada Tabel 3 memperlihatkan klasifikasi
jensi tingkat bahaya erosi.
2.3.5. Sedimentasi
Sedimen adalah terangkutnya partikel-partikel tanah hasil dari proses erosi. Partikel-
partikel tanah ini terangkut melalui air yang mengalir yang selanjutnya diendapkan dan
menjadi partikel padat di badan air seperti reservoir dan sungai [2]. tanah beserta dengan
komponen tanah yang terbawa oleh air dari satu wilayah diakibatkan erosi di satu wilayah
aliran sungai (DAS) serta terperangkap ke dalam badan air dikenal sebagai sedimen [1].
terperangkapnya sedimen ke dalam sungai hanyalah salah satu tanah hasil erosi saja,
sebagian lagi akan membentuk suatu endapat di satu wilayah di lahan dimana terletak di
dasar wilayah erosi pada DAS tersebut.
1. Perhitungan Sediment Delivery Ratio (SDR)
Secara tidak langsung, perhitungan sedimentasi bisa dilaksanakan melalui pendekatan
dari perkiraan hasil pada nilai erosi yang berlangsung dalam DAS. Sesudah erosi pada DAS
didapati bahwa ketika memperhitungkannya haruslah didasarkan pada model erosi atau
metode lainnya, selanjutnya perhitungan hasil sedimen (Y) bisa dilakukan dengan
menerapkan rumus SDR sebagai berikut:
π = πΈ (ππ·π ) ππ Pers. 16
Dengan :
Y = Hasil sedimen per tahun (ton/tahun)
E = Besaran erosi tanah (ton/ha/tahun)
Ws = Luas Daerah Aliran Sungai (ha)
SDR = Sediment Delivery Ratio (nisbah pelepasan sedimen) (%)
2. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis ialah suatu sistem informasi yang berfungsi dalam
menginput, mengarsipkan, memanggil kembali, menjalankan pengolahan, menganalisi,
serta membentuk data yang memiliki referensi geografis atau data geospasial, guna
memperkuat keputusan yang diambil dala menyusun rencana serta mengelola pemanfaatan
lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, serta layanan umum lain.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Analisis Hidrologi
3.1.1 Uji Konsistensi Curah Hujan
Uji konsistensi data curah hujan dengan metode RAPS dilakukan pada 3 stasiun hujan
di pit Pinang South. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa curah hujan di pit Pinang
South konsisten sehingga dapat digunakan untuk perhitungan selanjutnya.
3.1.2 Luas Pengaruh Stasiun Hujan
Dapat dilihat pada Gambar 2 memperlihatkan hasil analisis penentuan luas wilayah
pengaruh stasiun hujan menggunakan metode Polygon Thiessen.
Muhtasar, I. M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 218-230
226
Gambar 2: Peta Polygon Thiessen
Dapat dilihat pada Tabel 1, memperlihatkan hasil analisis polygon thiessen
menggunakan bantuan software ArcGIS diperoleh luas pengaruh stasiun hujan
Tabel 1: Data Curah Hujan Tahunan Pada Pit Pinang South
No Stasiun Hujan Luas (km2)
1 Sta.AB 28,00
2 Sta. PIT J 48,00
3 Sta. ARS 52,00
Jumlah 128,00
3.1.3 Uji Stasioner
1. Uji F dan Uji T
Hasil Uji F dan Uji T pada 3 stasiun hujan di pit Pinang South dengan derajat
kepercayaan 5% semuanya diterima atau dapat dikatakan stasioner, sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa data hujan di pit Pinang South bersifat homogen atau populasi sama dan
tidak ada perubahan yang signifikan
3.2 Penentuan Nilai Erodibiltas Tanah
Nilai erodibilitas tanah pada studi ini didapatkan melalui peta jenis tanah pada Pit
Pinang South, lalu nilai erodibilitas tanah (K) ditentukan berdasarkan tabel nilai
erodibilitas. Dapat dilihat pada Tabel 2, memperlihatkan sebaran nilai erodibiltas tanah (K)
pada daerah studi.
Muhtasar, I. M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 218-230
227
Tabel 2: Sebaran Nilai K Daerah Studi
No Jenis Tanah Nilai K Luas (ha) Presentase (%)
1 Tanah alluvial coklat keabu-abuan 0,315 77,60 100%
3.3 Penentuan Nilai Kemiringan Lereng (LS)
Kemiringan lereng memiliki dampak pada erosi, dimana erosi akan bertambah seiring
dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng sebagai efek dari meningkatnya
kecepatan dan volume dari aliran permukaan. Dapat dilihat pada Tabel 3, memperlihatkan
sebaran nilai LS pada daerah studi.
Tabel 3: Tabel Sebaran Nilai LS daerah studi
No Kemiringan Nilai LS Luas (ha) Presentase (%)
1 0 - 8 0,4 24,36 31,39
2 8 -15 1,4 24,26 31,26
3 15 - 25 3,1 16,17 20,83
4 25 - 45 6,8 12,21 15,73
5 > 45 9,5 0,60 0,78
Total 77,60 100
Gambar 3: Peta Nilai Kemiringan Lereng Pit Pinang South PT.KPC
3.4 Penentuan Nilai CP
Faktor vegetasi penutup tanah (C) pada dasarnya adalah besarnya perlindungan
terhadap erosivitas hujan. Sedangakan, faktor praktek konservasi tanah (P) adalah
perbandingan antara besarnya erosi dengan suatu tindakan konservasi tanah tertentu
terhadap besarnya erosi pada tanah yang diolah menurut arah lereng. Dapat dilihat pada
Tabel 12, memperlihatkan analisis penetuan nilai CP dimana daerah studi memiliki faktor
CP bervariasi berupa rehabilitasi dan hutan.
Muhtasar, I. M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 218-230
228
Tabel 4: Sebaran Nilai CP Pada Daerah Studi
No Klasifikasi Nilai C Nilai P Indeks CP Luas Presentase
1 Hutan 0,001 1,0 0,001 10,26 13,21
2 Rehabilitas I 0,200 0,2 0,040 31,42 40,48
3 Rehabilitas II 0,100 0,2 0,020 13,00 16,76
4 Rehabilitas III 0,500 0,2 0,100 22,93 29,54
Total 77,60 100,00
Gambar 4: Peta Nilai Tutupan Lahan Daerah Studi
3.5 Perhitungan Nilai Erosi
Perhitungan nilai erosi dilakukan dengan metode overlay tiap peta faktor yang
dihasilkan (R, K, LS, dan CP) untuk selanjutnya dilakukan perhitungan sesuai persamaan
A = π π₯ πΎ π₯ πΏπ π₯ πΆπ. Dapat dilihat pada Tabel 5 memperlihatkan hasil perhitungan nilai
erosi yang diklasifikasikan sesuai dengan pembagian kelas erosi sehingga didapatkan peta
tingkat bahaya erosi untuk wilayah Pit Pinang South.
Tabel 5: Rekapitulasi Sebaran Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
No Laju Erosi KBE TBE Luas (ha) Presentase (%)
1 <15 I Sangat Ringan 27,26 35,12
2 15 - 60 II Ringan 27,89 35,94
3 60 - 180 III Sedang 20,60 26,54
4 180 - 480 IV Berat 1,62 2,08
5 >480 V Sangat Berat 0,21 0,27
Total 77,60 100
Muhtasar, I. M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 218-230
229
Gambar 5: Peta Sebaran Tingkat Bahaya Erosi
3.6 Perhitungan Sedimentasi
1. Perhitungan SDR
Nilai perhitungan SDR dilakukan dengan pendekatan hasil estimasi nilai erosi yang terjadi pada
DAS. Setelah mendapatkan hasil erosi dalam DAS, hasil sedimen (Y) dapat dihitungan dengan
persamaan (SDR) sebagai berikut:
Diketahui:
E = 32,62 ton/ha/tahun
SDR = 36,79 %
= 0,3679
Ws = 77,60 ha
Maka,
Y = πΈ (ππ·π ) ππ
Y = 32,62 Γ 0,3679 Γ 77,60
= 931,3 ton/tahun
2. Perhitungan Eksisting
Pengambilan sampel melayang ini dibutuhkan dalam analisis sedimentasi. Tujuan
daripada penelitian ini maka akan didapati kecepatan rata-rata (Qw) saluran Pit Pinang
South dan konsentrasi sedimentasi (Cs) saluran Pit Pinang South. Dapat dilihat pada Tabel
14, memperlihatkan hasil perhitungan nilai sedimen eksisting di lokasi studi.
Tabel 6: Rekapitulasi Perhitungan Sedimentasi
No Perhitungan Sedimentasi Hasil (ton/tahun)
1 Sediment Delivery Ratio 931,30
2 Sedimentasi Existing 2223,60
Muhtasar, I. M. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 218-230
230
4. Kesimpulan
Berdasarkan penghitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebaran rata-rata laju erosi dilokasi studi yaitu sebesar 32,62 ton/ha/tahun
2. Daerah yang mengalami erosi sangat ringan seluas 27,26 ha (35,12%), erosi ringan
seluas 27,89 ha (35,94%), erosi sedang seluas 20,60 ha ( 26,54%), erosi berat seluas
1,62 ha (2,08%), dan erosi sangat berat seluas 0,21 ha (0,27%).
3. Berdasarkan perhitungan Sediment Delivery Ratio (SDR), didapatkan hasil sebesar
931,3 ton/tahun tanah yang tererosi menjadi sedimen di sungai, sedangkan perkiraan
besar sedimen eksisting didapatkan nilai sebesar 2223,6 ton/ yang tererosi menjadi
sedimen di sungai.
Berdasarkan perhitungan didapatkan hasil bahwa sediment delivery ratio (SDR) (931,3
ton/tahun) lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan sedimentasi eksisting (2223,6
ton/tahun). Hal tersebut dikarenakan hasil perhitungan sediment delivery ratio (SDR)
menggunakan nilai erosi yang diperoleh dari metode USLE yang merupakan pendugaan
laju erosi sedangkan dalam perhitungan sedimentasi eksisting berdasarkan dari perhitungan
secara langsung dan hasil laboratorium PT.Kaltim Prima Coal.
Daftar Pustaka
[1] S. Arsyad, Konservasi Tanah dan Air, Bogor: IPB Press, 2012.
[2] C. N. Ezugwu, "Sediment Deposition in Nigeria Reservoirs: Impacts and Control
Measures," Innovative Systems Design and Engineering, pp. 54-62, 2013.
[3] I. Made Kamiana, Teknik perhitungan debit rencana bangunan air (Pertama),
Graha Ilmu, 2011.
[4] R. Lal, Soil Quality and Soil Erosion, Washington D C: CRC PRESS, 1999.
[5] Novitasari, βAnalisis Erosi Lahan pada Lahan Revegetasi Pasca Tambang,β Info
Teknik, pp. 67-71, 2006.
[6] I. M. Purwaamijaya, "Teknik Survey dan Pemetaan Jilid 1,2,3,,β Depdiknas,
Jakarta, 2008.
[7] A. E. Suoth and E. Nazir, "Penataan Perusahaan Tambang Batubara di Kalimantan
Timur Terhadap Peraturan Air Limbah Pertambangan,β Ecolab, pp. 58-96, 2014.
[8] Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data, Bandung:
Nova, 1995.
[9] A. Yamani, β Studi Besarnya Erosi pada Areal Reklamasi Tambang Batubara di Pt
Arutmin Indonesia Kabupaten Kotabaru,β Jurnal Hutan Tropis, pp. 46-54, 2012.
[10] D. Marganingrum and R. Noviardi, βPencemaran Air dan Tanah di Kawasan
Pertambangan Batubara di PT. Berau Coal, Kalimantan Timur,β Riset Geologi dan
Pertambangan, Kalimantan Timur, vol. 20, no. 1, pp. 11-20, 2019.