Post on 06-Aug-2015
description
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
DIKTAT
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
OLEH:
ANGEL PURWANTI S.SOS., M.I.Kom
NANA JUANA S.Sos
UNIVERSITAS PUTERA BATAM
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Anugerah-Nya yang begitu besar sehingga diktat mata kuliah
Sistem Sosial Budaya Indonesia ini dapat berjalan dan terselesaikan dengan baik.
Diktat ini dimaksudkan untuk memenuhi sebahagian syarat-syarat atau sebagai
satu kewajiban staf pengajar dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan
pengabdian ini memenuhi Tri Dharma pada Universitas Putera Batam. Diktat ini di
tujukan untuk Mahasiswa Universitas Putera Batam, khususnya jurusan Sosial seperti
prodi Komunikasi, prodi Hukum dan prodi Ilmu Administrasi Negara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan diktat ini terdapat
banyak kekurangan, untuk itu mohon masukannya agar diktat ini terlihat
sempurna.
Batam, 28 Mei 2010
Penulis
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
PERSEMBAHAN
“Selalu ada Kesempatan jika ada Kemauan”
-UnAuthor-
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENGENALAN ILMU DAN
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
1.1 Definisi ilmu
1.2 Sifat-sifat Ilmu
1.3 Mengapa Ilmu Hadir?
1.4 Bagaimanakah Manusia Mendapatkan Ilmu
1.5 Dengan apa manusia memperoleh memelihara
dan meningkatkan ilmu
1.6 Tiga pendapat mengenai pendefinisian
ilmu dan pengetahuan
1.7 Sistem Sosial Budaya Indonesia
BAB II KAITAN SSBI DENGAN
SOSIOLOGI DAN ATROPOLOGI
2.1 Pengertian Sosiologi
2.2 Definisi Antropologi
2.3 Pengertian Sistem
2.4 Pengertian Sistem Sosial Budaya
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
2.5 Sistem Sosial Budaya Indonesia
BAB III KEDUDUKAN BUDAYA DAN SENI DALAM
MASYARAKAT
3.1 Pengertian Budaya dan Kebudayaan
3.2 Unsur-unsur Kebudayaan
3.3 Wujud Kebudayaan
3.4 Kebudayaan Sebagai Peradaban
3.5 Sistem Kebudayaan
BAB IV KOMPONEN KEBUDAYAAN
4.1 Dua Komponen Kebudayaan
4.2 Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
4.3 Bahasa dan Sistem Kepercayaan
4.5 Proses Sosial dan Agen Sosial
BAB V NORMA-NORMA DALAM MASYARAKAT
5.1 Elemen-elemen Masyarakat
5.2 Norma-norma Dalam Masyarakat
5.3 Lembaga Sosial
5.4 Group Sosial
BAB VI RELATIVISME BUDAYA
DAN PERUBAHAN SOSIAL
6.1 Relativisme Budaya
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
6.2 Perubahan Sosial Budaya
6.3 Penetrasi Budya
6.4 Kebudayaan Sebagai Mekanisme Stabilisasi
6.5 Perilaku Menyimpang
6.6 Asimilasi
6.7 Akulturasi
6.8 Nilai
BAB VII SISTEM SOSIAL DALAM PROSES SOSIAL
7.1 Unsur-unsur Sistem dan Proses Sosial
7.2 Sistem Nilai dan Stratifikasi Sosial
7.3 Interaksi-Komunikasi Sosial
BAB VIII KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT
8.1 Sekilas Tentang Kepemimpinan
8.2 Pengertian kepemimpinan
8.3 Teori Lahirnya Kepemimpinan
8.4 Tipe-tipe Pemimpin
8.5 Sifat-sifat Pemimpin Yang Baik
BAB IX MOBILITAS SOSIAL
9.1 Pengertian Mobilitas Sosial
9.2 Cara-cara Melakukan Mobilitas Sosial
9.3 Lima Bentuk Mobilitas Sosial
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
9.4 Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial
9.5 Saluran Dan Dampak Mobilitas Sosial
9.6 Dampak Mobilitas Sosial
BAB X NORMA SOSIAL DAN PERILAKU KOMUNIKASI
10.1 Pengertian Kontrol Sosial
10.2 Gerakan Reformasi
10.3 Sarana Kontrol Sosial
10.4 Pesan Moral Kontrol Sosial
10.5 Jenis dan Macam-macam Norma
BAB XI PERAN KOMUNIKASI DALAM PROSES SOSIAL
11.1 Komunikasi Sebagai Proses Perubahan
11.2 Hakikat Komunikasi Sebagai Proses Sosial
11.3 Komunikasi dan Perubahan Sosial
11.4 Komunikasi Sebagai Proses Sosial
11.5 Komunikasi sebagai Proses budaya
11.6 Unsur Budaya Didalam Proses Komunikasi
11.7 Komunikasi Didalam Sistem Politik
11.8 Komunikasi Sebagai Proses Politik
BAB XII PERAN MEDIA LOKAL
DALAM MASYARAKAT MULTIBUDAYA
12.1 Budaya Lokal dan Kehidupan Bermasyarakat
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
12.2 Film dan Budaya Lokal
12.3 Kendala Penyebaran Informasi di Indonesia
BAB XIII KEPEMIMPINAN MASYARAKAT ADAT
13.1 Kepemimpinan Masyarakat Adat
13.2 Konsep Kepemimpinan Tradisional
13.3 Perubahan Pola Kepemimpinan Masyarakat Adat
13.4 Pola Kepemimpinan
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR PUSTAKA
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1. Belajar
2. Gambar 2. Peta Wilayah Indonesia
3. Gambar 3. Skema Sistem
4. Gambar 4. Tari Pendet, berasal dari Bali
5. Gambar 5. Olah Raga, Bentuk dari komunikasi Sosia
6. Gambar 6. Sukarno, Pemimpin Berkharismatik
7. Gambar 7. Facebook, Contoh Dari Kontrol Sosial
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
BAB I
PENGENALAN ILMU DAN SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
1.1 DEFINISI ILMU
a) AsianBrain.com Content Team
Definisi Ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum
sebab-akibat dalam suatu golongan masalah yang sama sifatnya, baik menurut
kedudukannya (apabila dilihat dari luar), maupun menurut hubungannya (jika
dilihat dari dalam).
b) Mohammad Hatta:
Definisi ilmu dapat dimaknai sebagai akumulasi pengetahuan yang
disistematisasikan---Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh
dunia empiris. Ilmu dapat diamati panca indera manusia---Suatu cara
menganalisis yang mengizinkan kepada para ahlinya untuk menyatakan -suatu
proposisi dalam bentuk: "jika,...maka..."
c) Harsojo (Guru Besar Antropolog, Universitas Pajajaran)
Definisi ilmu bergantung pada cara kerja indera-indera masing-masing
individu dalam menyerap pengetahuan dan juga cara berpikir setiap individu
dalam memproses pengetahuan yang diperolehnya. Selain itu juga, definisi ilmu
bisa berlandaskan aktivitas yang dilakukan ilmu itu sendiri. Kita dapat melihat hal
itu melalui metode yang digunakannya.
1.2 SIFAT-SIFAT ILMU
Dari definisi yang diungkapkan Mohammad Hatta dan Harjono di atas,
kita dapat melihat bahwa sifat-sifat ilmu merupakan kumpulan pengetahuan
mengenai suatu bidang tertentu yang mencakup:.
Berdiri secara satu kesatuan,
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Tersusun secara sistematis,
Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggung
jawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data),
Mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset.
Communicable, ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga
dapat dimengerti dan dipahami maknanya.
Universal, ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku
di mana saja dan kapan saja di seluruh alam semesta ini.
Berkembang, ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan-
pengatahuan dan penemuan-penemuan baru. Sehingga, manusia
mampu menciptakan pemikiran-pemikiran yang lebih berkembang
dari sebelumnya.
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat bahwa tidak semua pengetahuan
dikategorikan ilmu. Sebab, definisi pengetahuan itu sendiri sebagai berikut:
Segala sesuatu yang datang sebagai hasil dari aktivitas panca indera untuk
mengetahui, yaitu terungkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada
keraguan terhadapnya, sedangkan ilmu menghendaki lebih jauh, luas, dan dalam
dari pengetahuan.
1.3 MENGAPA ILMU HADIR?
Pada hakekatnya, manusia memiliki keingintahuan pada setiap hal yang
ada maupun yang sedang terjadi di sekitarnya. Sebab, banyak sekali sisi-sisi
kehidupan yang menjadi pertanyaan dalam dirinya. Oleh sebab itulah, timbul
pengetahuan (yang suatu saat) setelah melalui beberapa proses beranjak menjadi
ilmu
1.4 BAGAIMANAKAH MANUSIA MENDAPATKAN ILMU?
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan sempurna, yaitu
dilengkapi dengan seperangkat akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiran inilah,
manusia mendapatkan ilmu, seperti ilmu pengetahuan sosial, ilmu pertanian, ilmu
pendidikan, ilmu kesehatan, dan lain-lain. Akal dan pikiran memroses setiap
pengetahuan yang diserap oleh indera-indera yang dimiliki manusia.
1.5 DENGAN APA MANUSIA MEMPEROLEH, MEMELIHARA, DAN
MENINGKATKAN ILMU?
Pengetahuan kaidah berpikir atau logika merupakan sarana untuk
memperoleh, memelihara, dan meningkatkan ilmu. Jadi, ilmu tidak hanya diam di
satu tempat atau di satu keadaan. Ilmu pun dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan cara berpikir manusia.
Gambar 1. Belajar
1.6 TIGA PENDAPAT MENGENAI PENDEFINISIAN ILMU DAN
PENGETAHUAN:
Pengetahuan itu tidak bisa didefinisikan, karena pengetahuan itu bersifat
gamblang dan aksiomatik. Dan pendefinisian bagi perkara-perkara yang gamblang
dan aksiomatik adalah hal yang mustahil (yakni akan terjadi daur atau lingkaran
setan). Untuk menegaskan kegamblangan ilmu dan pengetahuan itu bisa berpijak
pada beberapa hal:
i. Pengetahuan itu sendiri merupakan perkara-perkara kejiwaan dan
kefitraan. Dan Setiap perkara kefitraan dan kejiwaan itu bersifat
aksiomatik dan badihi.
ii. Pengetahuan yang mutlak bersumber dari pengetahuan yang khusus dan
terbatas seperti pengetahuan manusia pada wujudnya sendiri yang bersifat
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
aksiomatik. Dan pengetahuan yang berasal dari hal-hal yang aksiomatik
adalah juga bersifat aksiomatik dan gamblang.
iii. Apabila pengetahuan itu bisa didefinisikan, maka akan berkonsekuensi
pada kemustahilan pengetahuan manusia terhadap realitas bahwa “ia
mengetahui sesuatu”, yakni pengetahuan manusia itu sendiri pertama-tama
harus didefinisikan, barulah kemudian ia memahami bahwa dirinya
memiliki pengetahuan terhadap sesuatu.
Hal ini mustahil, karena keberadaan pengetahuan bagi manusia adalah
bersifat fitri dan pengetahuan kepada perkara fitrawi ialah hal yang mungkin,
yakni tidak butuh kepada definisi sebelumnya. Dengan demikian, ilmu manusia,
tanpa pendefinisian sebelumnya, kepada realitas bahwa “ia memahami sesuatu”
ialah bersifat mungkin.
Pengetahuan manusia bahwa “ia mengetahui sesuatu” adalah ilmu
kepada “hubungan zatnya dengan ilmu”, dan ilmu kepada “hubungan suatu
perkara kepada perkara lain” ialah bergantung atas ilmu pada salah satu dari
subjek dan predikatnya.
Pengetahuan itu bisa didefinisikan, namun sangat sulit.
Pengetahuan itu mudah didefinisikan.
Di sini kami tidak akan menyebutkan semua definisi yang telah digagas
dan dirumuskan oleh para filosof dan teolog muslim. Untuk lebih luasnya
wawasan dalam pembahasan definisi ilmu dan pengetahuan silahkan merujuk
pada kitab-kitab filsafat dalam bab pengetahuan. Di bawah ini kami hanya akan
menyebutkan beberapa definisi yang mayoritas diterima oleh kalangan filosof:
a) Pengetahuan didefinisikan sebagai pencerminan objek-objek eksternal di alam
pikiran. Dalam kitab klasik ilmu logika, pengetahuan itu didefinisikan sebagai
suatu gambaran objek-objek eksternal yang hadir dalam pikiran manusia.
Definisi ini juga disepakati oleh sebelas orang filosof dan ilmuwan Rusia.
b) Pengetahuan didefinisikan sebagai sejenis kesatuan wujud antara ‘âqil
(intelligent) dan ma’qûl (intellected)
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
c) Pengetahuan didefinisikan sebagai kehadiran sesuatu yang nonmateri pada
maujud yang nonmateri (jiwa) juga
d) Pengetahuan didefinisikan sebagai “keyakinan pasti” yang sesuai dengan
realitas eskternal
e) Pengetahuan adalah sesuatu yang menyatu dengan perbuatan (dan sangat
mungkin perbuatan yang terpancar dari pengetahuan itu adalah lebih kuat dan
lebih pasti)
f) Pengetahuan merupakan hubungan khusus yang terwujud antara subjek
(‘âlim) dan objek-objek eksternal (ma’lûm)
g) Pengetahuan diartikan sebagai kehadiran bayangan dari objek-objek eksternal
di alam pikiran
h) Pengetahuan didefinisikan sebagai cahaya dan kehadiran
i) Pengetahuan didefinsikan sebagai “wujud itu sendiri”
j) Pengetahuan didefinisikan sebagai kehadiran objek pengetahuan (ma’lûm)
pada subjek yang mengetahui (‘âlim)
k) Pengetahuan didefinisikan sebagai “keyakinan tetap” yang sesuai dengan
realitas
1.7 SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
Sistem Sosial Budaya Indonesia mendeskripsikan tentang pengertian
Sistem Sosial Budaya, pengertian pranata sosial, budaya dan masyarakat
Indonesia, karakter dan pendekatan sistem sosial budaya, karakter masyarakat,
pluralisme sebagai realitas objektif masyarakat Indonesia, faktor-faktor penentu
Sistem Sosial Budaya Indonesia.
Ditelaah pula teori-teori teori-teori sistem sosial budaya, realitas hubungan
sistem sosial budaya dengan lingkungan, pengaruh adat istiadat dan kebudayaan
terhadap struktur sosial Indonesia. Pada sisi lain, dalam kuliah Sistem sosial
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
budaya sekaligus menyoroti keragaman (kemajemukan) suku bangsa dan agama
dalam masyarakat Indonesia.
Tentu kondisi plural tidak terlepas dari ma-salah perbedaan, pertentangan,
perselisihan dan konflik yang dihadapi bangsa Indonesia se-bagai negara
berkembang. Sistem sosial dan budaya demikian terwujud dalam struktur
masyarakat yang unik, di mana integrasi nasional justeru ditentukan oleh interaksi
dan kohesi antar kera-gaman sosial budaya.
Meskipun tak sedikit pula perkembangan pluralisme menimbulkan
masalah yang mengancam in-tegrasi nasional, namum ada strategi interaksi dan
komunikasi sosial budaya untuk memelihara, me-revitalisasi dan mengentaskan
disintegritas. Ada pula kaitan kajian sosial budaya dengan per-kembangan struktur
organisasi dan kepartaian di Indonesia, yang nampak kian menembus makna
demokratis tanpa batas.
Dalam perkembangannya seiring dengan kema-juan teknologi yang
semakin canggih, kebudayaan atau budaya Indonesia semakin tidak di per-ha-
tikan keberadaanya, bahkan belakangan ini ba-nyak sekali budaya Indonesia yang
diklaim oleh pihak lain, lantaran mereka tahu kalau pe-miliknya kurang peduli.
Padahal Indonesia ada-lah Negara yang kaya, subur dan seharusnya ju-ga
makmur, termasuk kemakmuran budaya dan etnis yang beranekaragam.
Dari sudut pandang Sistem Sosial dan Budaya di Indonesia, pada
kenyataannya dalam kurun waktu yang singkat telah banyak unsur-unsur budaya
yang terlepas dari bingkainya, terjadi pengikisan makna budaya di mana-mana
dan telah terjadi penyimpangan-penyimpangan dari kemurnian Sistem Sosial dan
Budaya Indonesia. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tek-nologi,
khususnya teknologi informasi dan ko-munikasi, ternyata telah memperlancar arus
ma-suknya budaya asing yang tak terkendali.
Dalam kondisi terbuka tanpa filter, tanpa prinsip yang kuat, rendahnya
sosialisasi, tanpa peme-liharaan nilai-nilai budaya, dan rendahnya kepe-dulian
terhadap pelestarian budaya nasional, maka budaya bangsa ini akan tergilas dan
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
punah. Bukan bangsa lain yang harus dipersalahkan, akan tetapi bangsa sendiri
yang tidak menjaga nilai-nilai luhur kebudayaannya.
Jika kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka bangsa Indonesia akan
kehilangan jatidirinya sebagai negara yang kaya raya akan budayanya. Oleh
karena itu, pentingnya mengikuti mata kuliah sistem sosial dan budaya Indonesia
ini agar generasi muda dapat mengenal, mengetahui dan memahami lebih dalam
tentang pentingnya melestarikan ciri khas budaya bangsa ini. Setelah mengikuti
matakuliah Sistem Sosial Bu-daya Indonesia ini, mahasiswa mampu menge-nal
dan mengidentifikasi berbagai masalah yang timbul di dalam proses pembangunan
di Indo-nesia.
Paling tidak secara umum mengeta-hui dan memahami bahwa Indonesia
mempu-nyai paling banyak ragam budaya dengan pen-duduk yang terdiri dari
berbagai suku bangsa/ etnis. Kekayaan budaya dan suku bangsa meru-pakan salah
satu kebanggaan Indonesia, oleh ka-rena itu agar tak luntur oleh infiltrasi budaya
asing, maka anak bangsa ini amat perlu me-mahaminya dengan mempelajari dan
mema-hami sistem sosial budaya Indonesia.
Gambar 2. Peta Wilayah Indonesia
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
BAB II
KAITAN SSBI DENGAN SOSIOLOGI & ANTROPOLOGI
2.1 PENGERTIAN SOSIOLOGI
Sosiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata socius dan logos, di mana socius
memiliki arti kawan/teman dan logos berarti kata atau berbicara. Beberapa ahli memiliki
beberapa definisi antara lain
1. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial,
termasuk perubahan-perubahan sosial.
2. Emile Durkheim
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang
mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana
fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu.
3. Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik
antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala
moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik
antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu
yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
4. J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses
kemasyarakatan yang bersifat stabil.
5. Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok
dan produk kehidupan kelompok tersebut.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
2.2 DEFINISI ANTROPOLOGI
Antropologi berasal dari kata Yunani, anthropos yang berarti "manusia" atau
"orang", dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai
makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Beberapa ahli mengungkapkan pendapatnya ,
antara lain :
a) David Hunter:
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas
tentang umat manusia.
b) Koentjaraningrat:
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya
dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta
kebudayaan yang dihasilkan.
c) William A. Haviland:
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun
generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk
memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
d) Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari
tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu.
2.3 PENGERTIAN SISTEM
Sistem berasal dari bahasa Latin dan Yunani, istilah "sistem" diartikan sebagai
menggabungkan untuk mendirikan, untuk menempatkan bersama. Jadi, Sistem adalah
kumpulan elemen berhubungan yang merupakan suatu kesatuan. Sistem adalah Suatu
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-
sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu.
System is an organized scheme or method (Sistem adalah kumpulan skema atau
metode).
Gambar 3. Skema Sistem
2.4 PENGERTIAN SOSIAL BUDAYA
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Beberapa ahli memiliki pendapat
tentang suatu budaya, seperti :
a) Andreas Eppink:
kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi
segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
b) Edward B. Tylor:
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak
dengan kebudayaan asing. Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya
struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat.
2.5 SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
Sistem Sosial Budaya Indonesia mendeskripsikan tentang pengertian Sistem
Sosial Budaya, pengertian pranata sosial, budaya dan masyarakat Indonesia, karakter
dan pendekatan sistem sosial budaya, karakter masyarakat, pluralisme sebagai realitas
objektif masyarakat Indonesia, faktor-faktor penentu Sistem Sosial Budaya Indonesia.
Ditelaah pula teori-teori teori-teori sistem sosial budaya, realitas hubungan sistem sosial
budaya dengan lingkungan, pengaruh adat istiadat dan kebudayaan terhadap struktur
sosial Indonesia.
Pada sisi lain, dalam kuliah Sistem sosial budaya sekaligus menyoroti keragaman
(kemajemukan) suku bangsa dan agama dalam masyarakat Indonesia. Tentu kondisi
plural tidak terlepas dari masalah perbedaan, pertentangan, perselisihan dan konflik yang
dihadapi bangsa Indonesia sebagai negara berkembang. Sistem sosial dan budaya
demikian terwujud dalam struktur masyarakat yang unik, di mana integrasi nasional
justeru ditentukan oleh interaksi dan kohesi antar keragaman sosial budaya.
Meskipun tak sedikit pula perkembangan pluralisme menimbulkan masalah yang
mengancam integrasi nasional, namum ada strategi interaksi dan komunikasi sosial
budaya untuk memelihara, merevitalisasi dan mengentaskan disintegritas. Ada pula kaitan
kajian sosial budaya dengan perkembangan struktur organisasi dan kepartaian di
Indonesia, yang nampak kian menembus makna demokratis tanpa batas.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Dalam perkembangannya seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin
canggih, kebudayaan atau budaya Indonesia semakin tidak di perhatikan keberadaanya,
bahkan belakangan ini banyak sekali budaya Indonesia yang diklaim oleh pihak lain,
lantaran mereka tahu kalau pemiliknya kurang peduli. Padahal Indonesia adalah Negara
yang kaya, subur dan seharusnya juga makmur, termasuk kemakmuran budaya dan etnis
yang beranekaragam.
Dari sudut pandang Sistem Sosial dan Budaya di Indonesia, pada kenyataannya
dalam kurun waktu yang singkat telah banyak unsur-unsur budaya yang terlepas dari
bingkainya, terjadi pengikisan makna budaya di mana-mana dan telah terjadi
penyimpangan-penyimpangan dari kemurnian Sistem Sosial dan Budaya Indonesia.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi
informasi dan komunikasi, ternyata telah memperlancar arus masuknya budaya asing
yang tak terkendali. Dalam kondisi terbuka tanpa filter, tanpa prinsip yang kuat,
rendahnya sosialisasi, tanpa pemeliharaan nilai-nilai budaya, dan rendahnya kepedulian
terhadap pelestarian budaya nasional, maka budaya bangsa ini akan tergilas dan punah.
Bukan bangsa lain yang harus dipersalahkan, akan tetapi bangsa sendiri yang
tidak menjaga nilai-nilai luhur kebudayaannya. Jika kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka
bangsa Indonesia akan kehilangan jatidirinya sebagai negara yang kaya raya akan
budayanya. Oleh karena itu, pentingnya mengikuti mata kuliah sistem sosial dan budaya
Indonesia ini agar generasi muda dapat mengenal, mengetahui dan memahami lebih
dalam tentang pentingnya melestarikan ciri khas budaya bangsa ini.
Dengan mempelajarinya mata kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia ini,
mahasiswa diharapkan mampu mengenal dan mengidentifikasi berbagai masalah yang
timbul di dalam proses pembangunan di Indonesia. Paling tidak secara umum mengetahui
dan memahami bahwa Indonesia mempunyai paling banyak ragam budaya dengan
penduduk yang terdiri dari berbagai suku bangsa/etnis. Kekayaan budaya dan suku
bangsa merupakan salah satu kebanggaan Indonesia, oleh karena itu agar tak luntur oleh
infiltrasi budaya asing, maka anak bangsa ini amat perlu memahaminya dengan
mempelajari dan memahami sistem sosial budaya Indonesia.***
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
BAB III
KEDUDUKAN BUDAYA DAN SENI DI DALAM MASYARAKAT
3.1 PENGERTIAN BUDAYA DAN KEBUDAYAAN
3.1.1 Pengertian Budaya
Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti
mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurutSoerjanto Poespowardojo
1993). Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah
sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial,
seni, agama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu
kelompok manusia. Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem
gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.
3.1.2 Pengertian kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits
dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain,
tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut EDWARD BURNETT TYLOR, kebudayaan merupakan keseluruhan
yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang
sebagai anggota masyarakat.
Menurut SELO SUMARDJAN dan SOELAIMAN SOEMARDI, kebudayaan
adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide
atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-
hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
3.2 UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau
unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
a) Melville J. Herskovits
menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
1. Alat-alat teknologi
2. Sistem ekonomi
3. Keluarga
4. Kekuasaan politik
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
b) Bronislaw Malinowski
mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
1. Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi.
3. Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan utama).
4. Organisasi kekuatan (politik)
3.3 WUJUD KEBUDAYAAN
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan,
aktivitas, dan artefak.
1. Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak
dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di
alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka
itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan
dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial
ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak,
serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat
tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati
dan didokumentasikan.
3. Artefak (Karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga
wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud
kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai
contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas)
dan karya (artefak) manusia.
3.4 KEBUDAYAAN SEBAGAI PERADABAN
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di
Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan
adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang
dijajahnya. Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata
dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat
diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang
"elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik
klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang
mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas.
Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik
yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai
musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah
orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada
kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan
menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang
yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut
sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang
lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat
seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk
menekan pemikiran "manusia alami" (human nature).
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara
berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan
tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman
sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan
menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan
oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami"
(natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara
kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap
bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah
sama - masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat
diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur
populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang
diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
3.5 SISTEM KEBUDAYAAN
Menurut Koentjoroningrat (1986), kebudayaan dibagi ke dalam tiga sistem,
pertama sistem budaya yang lazim disebut adat-istiadat, kedua sistem sosial di mana
merupakan suatu rangkaian tindakan yang berpola dari manusia. Ketiga, sistem teknologi
sebagai modal peralatan manusia untuk menyambung keterbatasan jasmaniahnya.
Berdasarkan konteks budaya, ragam kesenian terjadi disebabkan adanya sejarah
dari zaman ke zaman. Jenis-jenis kesenian tertentu mempunyai kelompok pendukung
yang memiliki fungsi berbeda. Adanya perubahan fungsi dapat menimbulkan perubahan
yang hasil-hasil seninya disebabkan oleh dinamika masyarakat, kreativitas, dan pola
tingkah laku dalam konteks kemasyarakatan.
Koentjoroningrat mengatakan, Kebudayaan Nasional Indonesia adalah hasil
karya putera Indonesia dari suku bangsa manapun asalnya, yang penting khas dan
bermutu sehingga sebagian besar orang Indonesia bisa mengidentifikasikan diri dan
merasa bangga dengan karyanya.Kebudayaan Indonesia adalah satu kondisi majemuk
karena ia bermodalkan berbagai kebudayaan, yang berkembang menurut tuntutan
sejarahnya sendiri-sendiri. Pengalaman serta kemampuan daerah itu memberikan jawaban
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
terhadap masing-masing tantangan yang member bentuk kesenian, yang merupakan
bagian dari kebudayaan.
Apa-apa saja yang menggambarkan kebudayaan, misalnya ciri khas :
a. Rumah adat
Daerah yang berbeda satu dengan daerah lainnya, sebagai contoh cirri khas
rumah adat di Jawa mempergunakan joglo sedangkan rumah adat di Sumatera
dan rumah adat Hooi berbentuk panggung.
b. Alat musik
Di setiap daerah pun berbeda dengan alat musik di daerah lainnya. Jika dilihat
dari perbedaan jenis bentuk serta motif ragam hiasnya beberapa alat musik sudah
dikenal di berbagai wilayah, pengetahuan kita bertambah setelah mengetahui alat
musik seperti Grantang, Tifa dan Sampe.
c. Seni Tari,
Seperti tari Saman dari Aceh dan tari Merak dari Jawa Barat.
Gambar 4. Tari Pendet, berasal dari Bali
d. Kriya ragam hias
Dengan motif-motif tradisional, dan batik yang sangat beragam dari daerah
tertentu, dibuat di atas media kain, dan kayu.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
e. Properti Kesenian.
Kesenian Indonesia memiliki beragam-ragam bentuk selain seni musik, seni tari,
seni teater, kesenian wayang golek dan topeng merupakan ragam kesenian yang
kita miliki. Wayang golek adalah salah satu bentuk seni pertunjukan teater yang
menggunakan media wayang, sedangkan topeng adalah bentuk seni pertunjukan
tari yang menggunakan topeng untuk pendukung.
f. Pakaian Daerah.
Setiap propinsi memiliki kesenian, pakaian dan benda seni yang berbeda antara
satu daerah dengan daerah lainnya.
g. Benda Seni.
Karya seni yang tidak dapat dihitung ragamnya, merupakan identitas dan
kebanggaan bangsa Indonesia. Benda seni atau souvenir yang terbuat dari perak
yang beasal dari Kota Gede di Yogyakarta adalah salah satu karya seni bangsa
yang menjadi ciri khas daerah Yogyakarta, karya seni dapat menjadi sumber mata
pencaharian dan objek wisata.
Kesenian khas yang mempunyai nilai-nilai filosofi misalnya kesenian Ondel-
ondel dianggap sebagai boneka raksasa mempunyai nilai filosofi sebagai
pelindung untuk menolak bala, nilai filosofi dari kesenian Reog Ponorogo
mempunyai nilai kepahlawanan yakni rombongan tentara kerajaan Bantarangin
(Ponorogo) yang akan melamar putrid Kediri dapat diartikan Ponorogo menjadi
pahlawan dari serangan ancaman musuh, selain hal-hal tersebut, adat istiadat,
agama, mata pencaharian, system kekerabatan dan system kemasyarakatan,
makanan khas, juga merupakan bagian dari kebudayaan.
h. Adat Istiadat.
Setiap suku mempunyai adata istiadat masing-masing seperti suku Toraja
memiliki kekhasan dan keunikan dalam tradisi upacara pemakaman yang biasa
disebut Rambu Tuka. Di Bali adalah adat istiadat Ngaben. Ngaben adalah
upacara pembakaran mayat, khususnya oleh mereka yang beragama Hindu,
dimana Hindu adalah agama mayoritas di Pulau Seribu Pura ini.
Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaan tubuh melalui tindik di
daun telinga. Tak sembarangan orang bisa menindik diri hanya pemimpin suku
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
atau panglima perang yang mengenakan tindik di kuping, sedangkan kaum
wanita Dayak menggunakan anting-anting pemberat untuk memperbesar daun
telinga, menurut kepercayaan mereka, semakin besar pelebaran lubang daun
telinga semakin cantik, dan semakin tinggi status sosialnya di masyarakat***
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
BAB IV
KOMPONEN KEBUDAYAAN YANG HIDUP
DALAM MASYARAKAT INDONESIA
4.1 Dua Komponen Kebudayaan
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu
tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud
kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya
(artefak) manusia.
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua
komponen utama: (Honingmann—Koentjaraningrat 2003:74)
1. Kebudayaan Material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata,
konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan
dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya.
Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang,
stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
2. Kebudayaan Nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari
generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian
tradisional. Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:
Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi). Teknologi merupakan salah satu
komponen kebudayaan. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi,
memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam
cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa
keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup
dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga
sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
1. Alat-alat produktif
2. Senjata
3. Wadah
4. Alat-alat menyalakan api
5. Makanan
6. Pakaian
7. Tempat berlindung dan perumahan
8. Alat-alat transportasi
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-
masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
1. Berburu dan meramu
2. Beternak
3. Bercocok tanam di ladang
4.Menangkap ikan (Sistem kekerabatan dan organisasi social)
4.2 Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.
Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki
hubungan darah atau hubungan perkawinan.
Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik,
paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada
beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar.
Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti,
keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh
masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang
berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.
Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
4.3 Bahasa dan Sistem Kepercayaan
4.3.1 Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk
saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan
(bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan
bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat
istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya
dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan
fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi,
berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan
fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan
sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk
mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
4.3.2 Sistem Kepercayaan
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam
menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan,
muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga
mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu,
baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari
religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan
kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare,
yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam
sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan
Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:
... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul
bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal
yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan
kebahagiaan sejati.
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama
Kristen atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan
dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga
mempengaruhi kesenian.
4.3.3 Agama Samawi
Tiga agama besar, Yahudi, Kristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai
agama Samawi atau agama Abrahamik. Ketiga agama tersebut memiliki sejumlah tradisi
yang sama namun juga perbedaan-perbedaan yang mendasar dalam inti ajarannya.
Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di
berbagai belahan dunia.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
a) Yahudi adalah salah satu agama, yang jika tidak disebut sebagai yang pertama,
adalah agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai
sekarang. Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan
dalam agama Abrahamik lainnya, seperti Kristen dan Islam. Saat ini umat Yahudi
berjumlah lebih dari 13 juta jiwa.
b) Kristen (Protestan dan Katolik) adalah agama yang banyak mengubah wajah
kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun
banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan
Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat antara 1,5 s.d. 2,1 milyar pemeluk agama
Kristen di seluruh dunia.
c) Islam memiliki nilai-nilai dan norma agama yang banyak mempengaruhi
kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia
Tenggara. Saat ini terdapat lebih dari 1,5 milyar pemeluk agama Islam di dunia.
(Agama dan filosofi dari Timur)
4.3.4 Agni, dewa api agama Hindu
Agama dan filosofi seringkali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan Asia.
Agama dan filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan China, dan menyebar di
sepanjang benua Asia melalui difusi kebudayaan dan migrasi. Hinduisme adalah sumber
dari Buddhisme, cabang Mahāyāna yang menyebar di sepanjang utara dan timur India
sampai Tibet, China, Mongolia, Jepang, Korea dan China selatan sampai Vietnam.
Theravāda Buddhisme menyebar di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri Lanka, bagian
barat laut China, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.
4.3.5 Agama Tradisional
Agama tradisional, atau terkadang disebut sebagai "agama nenek moyang",
dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh mereka
cukup besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan
menjadi agama negara, seperti misalnya agama Shinto. Seperti kebanyakan agama
lainnya, agama tradisional menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
saat bermasalah, tertimpa musibah dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk
kebahagiaan manusia itu sendiri.
4.4 Proses Sosial dan Agen Sosialisasi
4.4.1 Proses Sosial
Lawang, Robert M.Z. (1985--Proses sosialisasi adalah proses mempelajari
norma, nilai, peran, dan semua persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan
partisipasi yang efektif dalam kehidupan sosial. Dengan kata lain, Proses sosialisasi
adalah suatu tahapan tahapan dalam pembentukan sikap atau perilaku seorang anak
sesuai dengan perilaku atau norma norma dalam kelompok atau keluarga.
Proses Sosialisasi Dibagi Menjadi Dua Macam
1. Proses Sosialisasi Primer
Proses sosialisasi yang terjadi di lingkungan keluarga. Dalam proses ini
diharapkan banyak ditanamkan perilaku positif pada anak anak agar mereka
tumbuh dengan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan harapan masyarakat
2. Proses Sosialisi Sekunder
Proses sosialisasi yang terjadi di luar lingkungan keluarga dan dapat
berlangsung selama hidup seseorang.
4.4.2 Agen Sosialisasi
Dalam proses sosialisasi, terdapat pihak-pihak yang berfungsi sebagai pelaksana
proses sosialisasi atau yang serimg disebut sebagai agen sosialisasi. Ada 4 agen
sosialisasi sebagaimana yang disebutkan Fuller dan Jacobs yaitu:
1. Keluarga
Sejak seorang anak lahir, keluarga merupakan lingkungan pertama seorang
anak memulai proses sosialisasinya, yakni berinteraksi dengan ayah, ibu, dan
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
saudara kandungnya (keluarga inti) maupun dengan kakek, nenek , sepupu
paman, bibi, dan lainnya (keluarga luas). Peranan yang paling penting di
dalam proses sosialisasi adalah orang tua. Karena melalui orang tua, untuk
pertama kalinya seorang anak diberi pendidikan tentang dasar-dasar
bersosialisasi. Peranan keluarga juga sangat penting karena mendidik seorang
anak menjadi individu yang siap bersosialisasi di luar keluarga.
2. Teman Bermain
Seiring dengan bertambahnya usia, lingkungan berinteraksi seorang anakpun
semakin luas. Tidak hanya di lingkungan keluarga, teman bermain juga
merupakan media sosialisasi di luar lingkungan keluarga. Pada agen
sosialisasi ini, seorang anak dapat berinteraksi dengan lingkungan sebayanya,
yang cenderung memiliki kesamaan minat atau kepentingan, sehinga
kemudian teman bermain dapat berkembang menjadi suatu hubungan yang
bersahabat
3. Sekolah
Agen sosialisasi yang dikenal seorang anak selain keluarga dan teman sebaya
adalah sekolah. Sekolah bisa juga dikatakan sebagai rumah kedua bagi
seorang anak, yang mempunyai peranan penting sebagai sarana belajar untuk
seorang anak. Guru merupakan agen sosialisasi di sekolah yang berperan
penting terhadap pembentukan kepribadian seorang anak.
4. Media Massa
Agen sosialisasi media massa dapat berupa media cetak yaitu (koran,
majalah, brosur, dan sebagainya) . Selain media cetak, juga terdapat media
elektronik seperti: Radio, film, internet, televisi, dan sejenisnya.
4.4.3 Pola Sosialisasi
Menurut para ahli sosiologi, terdapat dua pola sosialisasi yaitu pola sosialisasi
yang bersifat represif dan partisipartoris.
a) Pola sosialisasi yang bersifat (represif socialization)
1. Pemberian sanksi atau hukuman terhadap kesalahan.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
2. Pemberian materi sebagai hukuman atau imbalan
3. Penekanan pada kepatuhan seorang anak terhadap orang tua
4. Komunikasi yang berjalan satu arah, fisik, dan berisi perintah
5. Pusat atau fokus terletak pada orang tua dan keinginan orang tua
b) Pola sosialisasi yang bersifat partisipatoris (participatory socialization)
1. Hukuman dan imbalan yang bersifat simbolis
2. Pemberian imbalan ketika anak berperilaku baik
3. Kebebasan yang di berikan anak
4. Komunikasi berjalan dua arah
5. Pusat atau fokus terletrak pada anak dan keperluan anak. ****
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
BAB V
NORMA-NORMA DALAM MASYARAKAT
5.1 Elemen-elemen Masyarakat
Istilah masyarakat yang paling mendasar untuk sosiologi. Hal ini berasal dari kata
Latin socius yang berarti teman atau persahabatan. Persahabatan berarti keramahan.
Menurut George Simmel adalah unsur keramahan yang mendefinisikan esensi sejati dari
masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia selalu hidup di perusahaan orang
lain.
Manusia adalah hewan sosial kata Aristoteles berabad-abad yang lalu. Kita bisa
mendefinisikan masyarakat sebagai sekelompok orang yang memiliki kebudayaan umum,
menempati wilayah teritorial tertentu dan merasa diri merupakan entitas yang bersatu dan
berbeda. Ini adalah interaksi bersama dan interrelations individu dan kelompok.
Minimum mengacu pada koleksi orang di wilayah geografis. Tiga elemen
pengertian masyarakat:
1. Masyarakat dapat dianggap sebagai kumpulan orang dengan struktur sosial
tertentu, ada, oleh karena itu, koleksi yang tidak masyarakat. Gagasan
tersebut sering menyamakan masyarakat dengan masyarakat pedesaan atau
pra-industri dan mungkin, di samping itu, memperlakukan masyarakat
perkotaan atau industri sebagai positif destruktif.
2. Rasa memiliki atau semangat masyarakat.
3. Semua kegiatan sehari-hari masyarakat, bekerja dan bekerja non, berlangsung
dalam wilayah geografis yang mandiri.Rekening yang berbeda-beda
masyarakat akan berisi salah satu atau semua unsur-unsur tambahan.
Karakteristik masyarakat sebagai berikut:
1. Wilayah 5. Tutup dan hubungan
informal
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
2. Mutuality Pemberian pertolongan 6. Nilai-nilai dan keyakinan
3. Organized interaksi 7. Feeling Kelompok kuat perasaan
4. Budaya kesamaan
Talcott Parsons mendefinisikan masyarakat sebagai kolektivitas anggota yang
berbagi wilayah teritorial umum sebagai dasar operasi mereka untuk kegiatan sehari-hari.
Menurut masyarakat Tonnies didefinisikan sebagai jenis alami organik dari kelompok
sosial yang anggotanya terikat oleh rasa memiliki, diciptakan dari kontak sehari-hari yang
mencakup seluruh jajaran aktivitas manusia.
Dia telah disajikan gambar yang ideal-khas bentuk asosiasi sosial yang kontras
sifat solidaritas dari hubungan sosial di masyarakat dengan skala besar dan hubungan
pribadi berpikir menjadi ciri masyarakat industrialisasi. Kingsley Davis mendefinisikan
sebagai kelompok teritorial terkecil yang dapat merangkul semua aspek kehidupan sosial.
Untuk komunitas Karl Mannheim adalah setiap lingkaran orang-orang yang hidup
bersama dan milik bersama dalam sedemikian rupa sehingga mereka tidak berbagi ini
atau itu saja tetapi seluruh set kepentingan.
5.2 Norma-Norma dalam Masyarakat
Norma yang ditetapkan, baik tersirat maupun tersurat, dan berlaku di dalam
masyarakat adalah berupa tata aturan atau peraturan yang mengikat kelompok individu
dalam suatu daerah atau wilayah dan berlangsung dalam kurun waktu tertentu untuk
mengendalikan (controlling) tingkah laku yang dianggap baik. Dalam definisi lain
disebutkan bahwa norma-norma merupakan aturan atau rambu-rambu yang membatasi
kelompok masyarakat dalam bertingkah laku, agar tidak menyimpang dari kebenaran,
batas kepatutan atau etika pergaulan, dan aturan yang telah ditetapkan dalam peraturan
atau hukum negara. Norma juga bisa berisikan tentang aturan atau kaidah yang dipakai
sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu, atau ukuran yang dapat dipakai untuk
memperbandingkan sesuatu.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat, khususnya di Indonesia, di
antaranya adalah:
1. Norma agama, adalah aturan atau tatanan tindakan manusia dalam pergaulan
dengan sesamanya, agar tidak menyimpang dari kebenaran,
2. Norma sosial, adalah konsep yang mengatur dan mengikat manusia agar
bertindak baik dalam pergaulan dengan sesamanya,
3. Norma susila, adalah konsep yang mengatur tindakan manusia dalam
pergaulan sehari-hari, dan
4. Norma adat atau etika pergaulan yang berlaku setempat maupun internasional,
serta norma-norma yang tidak tertulis lainnya, namun berlaku umum
(culture).
Begitu pula dengan norma atau hukum yang diterapkan oleh masyarakat, meliputi
hukum agama (syariat agama), hukum negara dengan segala bentuk produk hukum
lainnya, dan hukum alam atau hukum rimba. Namun, perlu diingat, menurut Hery
Santoso seorang peneliti dan psikoterapis,3) sekaligus penulis dengan nama pena HS
Harding, disebutkan bahwa perilaku menyimpang yang "keluar" dari norma-norma
kepatutan itu tidak berlaku hanya dibebankan kepada individu saja, melainkan bisa saja
terjadi pada kelompok masyarakat itu sendiri. Misal sesuatu yang telah terlanjur "salah
kaprah". Sedangkan orang-orang yang tetap berpegang teguh pada norma disebut
tindakan yang bersifat normatif.
5.2.1 Norma Tidak Tertulis
Norma tidak tertulis adalah aturan main yang tidak tampak jelas produk
hukumnya dan siapa yang membuatnya, namun berlaku dalam pergaulan antar individu di
tengah pergaulan masyarakat baik di perkotaan (kota besar) maupun di daerah pelosok
pedesaan, seperti hukum adat yang humanis dan lugu, polos, atau begitu sederhana,
namun mengikat yang tiada pandang bulu siapa pelakunya.
Contoh kasus: Pada kelompok masyarakat tertentu tidak akan dengan mudahnya
dapat menerima atau menghilangkan ingatan dari dalam diri mereka tentang masa lalu
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
seseorang yang dianggap tidak sesuai dengan norma-norma, agama, negara dan hukum
yang berlaku. Di mana, mereka seolah-olah tidak dapat melegitimasi perubahan sikap dan
sifat seseorang yang bisa berubah secara spontan.
Misalnya, mantan seorang napi yang secara tiba-tiba dan dalam waktu sekejab
berubah menjadi seorang Mubaligh atau ahli Zikir. Sebaliknya masyarakat umum telah
terlanjur melegitimasi suatu kebenaran yang salah kaprah. Di mana mereka tidak dapat
dengan mudah menerima atau percaya begitu saja kalau seseorang pada hari sebelumnya
adalah pemain judi, tetapi saat keesokan malamnya menjadi seorang Imam dalam suatu
Majelis Zikir di Masjid maupun Musholla.
5.2.3 Norma Tertulis
Norma tertulis adalah peraturan atau aturan main yang tampak jelas bentuk
produk hukum (legalistas)-nya dan siapa pembuatnya, di antaranya yaitu;
1. Negara berupa norma, aturan protokoler, undang-undang, dan peraturan
perundang-undangan lainnya sebagai produk hukum negara, dan
2. Agama atau syariat Agama, adalah berupa kaidah-kaidah yang diturunkan
langsung oleh Allah Tuhan Yang Esa melalui para Nabi dan Rasul-Nya.
5.2.4 4 Macam Norma Dalam Masyarakat
1. Cara (usage)-- Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan
individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus. Contoh:
cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti
hewan.
2. Kebiasaan (Folkways)--Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan
berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan
mempunyai tujuan-tujuan jelas, dianggap baik dan benar. Contoh: Memberi
hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau
kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
3. Tata kelakuan (Mores)-- Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang
mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan
secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat
terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur
memaksa atau melarang suatu perbuatan. Contoh: Melarang pembunuhan,
pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.
4. Adat istiadat (Custom)--Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang
paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat
kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.
5.2.5 Kode Etik
Kode etik adalah tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat
tertentu. Contoh: kode etik jurnalistik, kode etik perwira, kode etik kedokteran. Kode etik
umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi
yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
5.2.6 Norma Sosial
Norma-norma sosial tumbuh dari nilai sosial dan keduanya berfungsi untuk
membedakan perilaku sosial manusia dari spesies lainnya. Pentingnya belajar dalam
perilaku bervariasi dari spesies ke spesies dan berhubungan erat dengan proses
komunikasi. Hanya manusia mampu komunikasi simbolis yang rumit dan penataan
perilaku mereka dalam hal preferensi abstrak yang kita sebut nilai-nilai. Norma adalah
alat melalui mana nilai-nilai yang disajikan dalam perilaku.
Norma umum merupakan aturan-aturan dan peraturan yang hidup dalam
kelompok. Atau mungkin karena kata-kata, aturan dan peraturan, panggilan ke pikiran
semacam daftar formal, kita bisa lihat norma sebagai standar perilaku kelompok. Untuk
sementara beberapa yang sesuai standar perilaku di masyarakat kebanyakan ditulis,
banyak dari mereka yang tidak formal. Banyak belajar, informal, dalam interaksi dengan
orang lain dan diwariskan "demikian dari generasi ke generasi.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Istilah "norma" mencakup rentang yang sangat luas, sehingga seluruh jajaran
perilaku mungkin termasuk didalamnya. Sosiolog telah menawarkan definisi sebagai
berikut. Norma-norma sosial adalah aturan yang dikembangkan oleh sekelompok orang
yang menentukan bagaimana orang harus, mungkin, tidak boleh, dan tidak harus bersikap
dalam berbagai situasi.
"Mei" dalam definisi norma menunjukkan bahwa, di kebanyakan kelompok, ada
berbagai perilaku di mana individu diberikan pilihan yang cukup. Anak perempuan
negara-negara Barat dapat memilih untuk mengenakan gaun atau halters dan celana jins.
Pemakaman dapat diadakan dengan atau tanpa bunga, dengan peti mati terbuka atau
tertutup, dengan atau tanpa partisipasi agama, dan sebagainya.
Sisa dari definisi, termasuk 'perilaku harus-bukan' dan 'harus-tidak', mungkin
tidak memerlukan ilustrasi panjang karena contoh tersebut tersirat dalam apa yang telah
dikatakan. Kita tidak harus bersendawa di depan umum, membuang sampah di jalan,
jalankan tanda-tanda berhenti, atau berbohong. Kita tidak harus membunuh orang lain
atau melakukan hubungan seksual dengan adik seseorang atau saudara.
5.3 Lembaga Sosial
Sebuah lembaga sosial kompleks, terintegrasi seperangkat norma-norma sosial
yang diselenggarakan di sekitar pelestarian nilai sosial dasar. Sosiolog tidak
mendefinisikan lembaga dengan cara yang sama seperti halnya orang di jalan. Orang
cenderung menggunakan istilah "lembaga" sangat longgar, untuk gereja-gereja, rumah
sakit, penjara, dan banyak hal lainnya sebagai lembaga.
Sosiolog sering berpandangan bahwa lembaga "istilah" untuk menggambarkan
sistem normatif yang beroperasi di lima bidang dasar kehidupan, yang dapat ditunjuk
sebagai lembaga utama. (1) Dalam menentukan kekerabatan; (2) dalam penyediaan untuk
penggunaan kekuatan yang sah, (3) dalam mengatur distribusi barang dan jasa; (4) dalam
transmisi pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan (5) dalam mengatur
kami sehubungan dengan supranatural. Dalam bentuk singkat, atau sebagai konsep,
kelima institusi dasar yang disebut keluarga, pemerintah, ekonomi, pendidikan dan
agama.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Lima lembaga utama yang ditemukan di antara semua kelompok manusia.
Mereka tidak selalu seperti yang diuraikan atau yang berbeda dari satu sama lain, namun
dalam bentuk dasar akhirnya, mereka ada di mana-mana. Universalitas menunjukkan
bahwa mereka berakar di alam manusia dan bahwa mereka sangat penting dalam
pengembangan dan pemeliharaan perintah. Sosiolog operasi dalam hal model
fungsionalis masyarakat telah memberikan penjelasan yang paling jelas dari fungsi yang
dilayani oleh lembaga-lembaga sosial.
5.4 Grup Sosial
Sebuah kelompok sosial terdiri dari dua atau lebih orang-orang yang berinteraksi
satu sama lain dan yang mengenali diri mereka sebagai sebuah unit sosial yang berbeda.
Definisi ini cukup sederhana, tetapi memiliki implikasi yang signifikan. Sering
menyebabkan interaksi orang untuk berbagi nilai-nilai dan keyakinan. Kesamaan dan
interaksi yang menyebabkan mereka untuk mengidentifikasi satu sama lain. Identifikasi
dan lampiran, pada gilirannya, merangsang lebih sering dan intens interaksi. Setiap
kelompok memelihara solidaritas dengan semua kelompok lainnya dan jenis lain dari
sistem sosial.
Kelompok yang paling stabil dan bertahan lama adalah unit sosial. Mereka yang
penting baik kepada anggota mereka dan masyarakat luas. Melalui perilaku yang teratur
dan dapat diprediksi mendorong, kelompok membentuk fondasi yang terletak di
masyarakat. Dengan demikian, keluarga, desa, partai politik dengan serikat buruh adalah
semua kelompok sosial. Ini, perlu dicatat adalah berbeda dari kelas-kelas sosial,
kelompok status atau orang banyak, yang tidak hanya struktur kurangnya tetapi yang
anggotanya kurang menyadari atau bahkan tidak menyadari keberadaan kelompok. Ini
telah disebut kuasi-kelompok atau pengelompokan. Namun demikian, perbedaan antara
kelompok-kelompok sosial dan kuasi-kelompok ini adalah cairan dan variabel sejak
kuasi-kelompok yang sangat sering menimbulkan kelompok-kelompok sosial, seperti
misalnya, kelas sosial menimbulkan partai politik.****
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
BAB VI
RELATIVESME BUDAYA DAN PERUBAHAN SOSIAL
6.1 Relativisme Budaya
Ini adalah metode dimana masyarakat yang berbeda atau budaya dianalisis secara
objektif tanpa menggunakan nilai-nilai budaya satu untuk menilai nilai lain. Kita tidak
mungkin memahami tindakan kelompok lain jika kita menganalisis mereka dalam hal
motif dan nilai-nilai. Kita harus menafsirkan perilaku mereka dalam terang motif mereka,
kebiasaan dan nilai-nilai jika kita ingin memahami mereka.
Relativisme budaya berarti bahwa fungsi dan makna dari suatu sifat yang relatif
terhadap setting budayanya. Sifat A adalah baik ataupun buruk pada dirinya sendiri. Itu
baik atau buruk hanya dengan mengacu pada budaya di mana ia berfungsi. Pakaian yang
baik di Kutub Utara tetapi tidak di daerah tropis. Di beberapa masyarakat yang sering
berburu wajah lama kelaparan menjadi lemak yang baik, melainkan memiliki nilai hidup
yang nyata dan orang gemuk yang dikagumi. Dalam masyarakat kita menjadi lemak tidak
hanya tidak perlu tapi dikenal tidak sehat dan lemak orang tidak dikagumi.
Konsep relativisme budaya tidak berarti bahwa semua kebiasaan yang sama-sama
berharga, juga tidak berarti bahwa tidak ada kebiasaan yang berbahaya. Beberapa pola
perilaku dapat merugikan di mana-mana, tapi bahkan pola seperti melayani beberapa
tujuan dalam budaya dan masyarakat akan menderita kecuali pengganti disediakan. Titik
sentral dalam relativisme budaya adalah bahwa dalam suatu ciri khusus tertentu
pengaturan budaya benar karena mereka bekerja dengan baik dalam menetapkan bahwa
meskipun sifat-sifat lainnya yang salah karena mereka akan berbenturan dengan bagian-
bagian menyakitkan budaya itu.
6.2 Perubahan Sosial Budaya
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak
dengan kebudayaan asing. Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya
struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat.
Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin
mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya
merupakan penyebab dari perubahan.
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial:
1. Tekanan kerja dalam masyarakat
2. Keefektifan komunikasi
3. Perubahan lingkungan alam.
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan
masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh,
berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian
memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
6.3 Penetrasi Kebudayaan
Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu
kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:
1. Penetrasi Damai (Penetration Pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya
pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam
kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya
masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan
hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi,
atau Sintesis.
Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan
baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi
Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan
India.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk
kebudayaan baru.
Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya
sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
2. Penetrasi Kekerasan (Penetration Violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya,
masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan
kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan
dalam masyarakat. Wujud budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda
yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di
Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan Indonesia.
6.4 Kebudayaan Sebagai Mekanisme Stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah
sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan
dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
(Kebudayaan di antara masyarakat).
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut
sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku
dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama,
pekerjaan, pandangan politik dan gender.
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran
dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat
tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan
minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan
dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa:
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
1. Monokulturalisme
Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga
masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja
sama.
2. Leitkultur (kebudayaan inti)
Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam
Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan
kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang
ada dalam masyarakat asli.
3. Melting Pot
Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli
tanpa campur tangan pemerintah.
4. Multikulturalisme
Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas
untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara
damai dengan kebudayaan induk.
6.5 Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang secara sosiologis dan generallly dapat diartikan sebagai
setiap perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam
sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai
bagian daripada makhluk sosial.
Menurut arti bahasa yang termuat dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
(KLBI)1), perilaku menyimpang diterjemahkan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau
tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang mengacu pada norma-norma dan hukum
yang ada di dalam masyarakat. Perilaku seperti itu__penyimpangan perilaku atau perilaku
menyimpang__terjadi karena seseorang mengabaikan norma, aturan, atau tidak mematuhi
patokan baku, berupa produk hukum baik yang tersirat maupun tersurat dan berlaku di
tengah masyarakat. Sehingga perilaku (pelaku)nya sering disematkan dengan istilah-
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
istilah negatif, yang notabene dianggap kontraproduktif dengan aturan yang sudah
ditetapkan atau terdapat di dalam norma-norma maupun hukum Agama dan negara.
Beberapa defenisi perilaku menyimpang, yang diajukan oleh beberapa Sosiolog,
antara lain :
1. J James Vander Zanden, Perilaku meyimpang
Perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan di luar batas-batas toleransi oleh
sejumlah besar orang.
2. J Robert M. Z. Lawang, Perilaku menyimpang
Semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu
sistem sosial (masyarakat) dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang
untuk memperbaiki hal tersebut.
3. J Bruce J. Cohen, Perilaku menyimmpang
Setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri (tidak bisa
bersosialisasi/beradaptasi) dengan kehendak-kehendak masyarakat.
4. J Paul B. Horton, Perilaku menyimpang
Setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma
kelompok atau masyarakat
Perilaku menyimpang atau penyimpangan perilaku itu sendiri dapat dipetakan
dalam tinjauan beberapa aspek dan sudut pandang, di antaranya:
1. Seks, atau berkenaan dengan kebutuhan biologis individu maupun kelompok,
perilakunya disebut sebagai penyimpangan seks atau seks menyimpang.
2. Hukum Negara dan Agama, atau hak hidup individu, atau berkenaan dengan
motif seseorang dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya yang esensial,
perilakunya disebut dengan penyimpangan atau pelanggaran hukum dan/atau
norma agama.
3. Perilaku, berkenaan dengan cara berfikir atau pandangan dan perbuatan atau
tingkah laku individu yang tidak sesuai dengan etika pergaulan yang berlaku
di dalam masyarakat, perilakunya disebut dengan perilaku menyimpang.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
4. Keilmuan, berkenaan dengan cara berfikir (kognitif), konsep, pandangan,
gagasan, dogma, teori yang diajukan ke tengah masyarakat berpengetahuan
(knowledge society) dan tidak sejalan dengan hukum, ketetapan, postulat
yang telah berlaku (mapan) sebelumnya, disebut dengan penyimpangan
konsep atau teori.
6.5.1 Bias Perilaku
Perilaku menyimpang dalam konteks agama, secara ekstrem perilakunya
diberikan stempel sebagai pendosa atau orang sesat, termasuk ajaran dan faham yang
disiarkannya kepada masyarakat dianggap bertentangan dengan syariat maupun akidah
agama disebut sebagai ajaran sesat.
Dalam beberapa bukunya, seperti yang tercamtum di bawah, Hery Santoso (HS
Harding) banyak mengungkapkan contoh-contoh kasus yang telah lama berkembang dan
tersembunyi di dalam kehidupan seharihari, terutama tentang perilakuperilaku yang
menyimpang di luar dari batas kelaziman dan norma-norma yang berlaku di dalam
masyarakat.
6.5.2 Penyimpangan Individualistik
Penyimpangan perilaku yang bersifat individual atau personal (pribadi) dan tidak
menggeret pada seseorang, orang kedua, atau pihak lain di luar dirinya, dapat terjadi
dikarenakan adanya pengaruh dari pengalaman di masa lalunya yang kebanyakan "kurang
menyenangkan", hingga menumbuhkan rasa (sense) semacam "virus" yang keliru di
dalam pandangan (persepsi dan interpretasi)nya.
Misalnya, perlakuan kasar yang kerap diterimanya di masa kecil (lampau) akan
membentuk karakter yang tertanam kuat dalam ingatan hingga terbawa pada saat ia telah
menginjak usia dewasa. Di mana orang itu akan berlaku "kasar" dalam urusan seks saat ia
telah memasuki kehidupan berumah tangga. Tidak hanya sampai di situ saja, keadaan
yang terbentuk pada dirinya akan terbawa pula dalam sifat menurun, bawaan, gnosis,
kromosom dalam turunannya. Sehingga ada kemungkinan dapat timbul konflik dalam
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
kehidupan domestik berumah tangganya, atau dikenal dengan konflik rumah tangga yang
salah satunya terpicu oleh faktor perilaku menyimpang dalam seks pribadi orang tersebut.
6.6 Asimilasi
Asimilasi Istilah '' lagi adalah dalam penggunaan umum, yang paling sering
diterapkan pada proses dimana sejumlah besar migran dari Eropa terserap ke dalam
populasi Amerika selama 19 dan bagian awal abad ke-20. Asimilasi imigran adalah satu
set dramatis dan sangat terlihat dari peristiwa dan menggambarkan proses dengan baik.
Ada jenis lain dari asimilasi tetapi, dan ada aspek asimilasi migran Eropa yang dapat
dimasukkan dalam bentuk proposisional. Pertama, asimilasi adalah proses dua arah.
Kedua, asimilasi kelompok maupun individu terjadi. Ketiga beberapa asimilasi mungkin
terjadi di semua situasi interpersonal abadi. Keempat, asimilasi sering tidak lengkap dan
menciptakan masalah penyesuaian bagi individu. Dan, kelima, asimilasi tidak berjalan
sama cepat dan sama efektif dalam semua situasi antar-kelompok.
Menurut Young dan Mack, Asimilasi adalah fusi atau campuran dari dua
kelompok sebelumnya yang berbeda menjadi satu. Untuk Bogardus Asimilasi adalah
proses sosial dimana sikap banyak orang bersatu dan dengan demikian berkembang
menjadi kelompok bersatu. Biesanz menjelaskan Asimilasi adalah proses sosial dimana
individu atau kelompok datang untuk berbagi sentimen yang sama dan tujuan. Untuk
Ogburh dan Nimkoff; Asimilasi adalah proses dimana individu atau kelompok yang sama
sekali berbeda dan diidentifikasi menjadi kepentingan mereka dan pandangan.
Asimilasi adalah proses lambat dan bertahap. Butuh waktu. Misalnya, imigran
meluangkan waktu untuk mendapatkan berasimilasi dengan kelompok mayoritas.
Asimilasi berkaitan dengan penyerapan dan penggabungan budaya dengan yang lain.
6.7 Akulturasi
Istilah ini digunakan untuk menggambarkan baik proses kontak antara budaya
yang berbeda dan juga kebiasaan kontak tersebut. Sebagai proses kontak antara budaya,
akulturasi mungkin melibatkan interaksi sosial baik langsung atau hubungan ke budaya
lain melalui media komunikasi massa. Sebagai hasil dari kontak tersebut, mengacu pada
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
asimilasi akulturasi dengan satu kelompok budaya lain yang memodifikasi budaya yang
ada dan jadi identitas perubahan grup. Mungkin ada ketegangan antara lama dan budaya
baru yang mengarah pada mengadaptasi dari baru serta lama.
6.8 Nilai
Nilai Istilah '' memiliki makna dalam sosiologi yang baik mirip dengan namun
berbeda dari makna yang ditugaskan dalam percakapan sehari-hari. Dalam penggunaan
sosiologis, nilai-nilai kelompok konsepsi keinginan hal-hal yang relatif. Kadang-kadang
nilai 'harga berarti''. Tetapi konsep sosiologis nilai jauh lebih luas daripada di sini tak satu
pun dari obyek yang dibandingkan dapat diberi harga.
Apa nilai, untuk ilustrasi, hak setiap manusia untuk martabat dibandingkan
dengan kebutuhan untuk meningkatkan aspek-aspek teknis pendidikan? Masalah ini
secara langsung terlibat dalam desegregasi sekolah umum dan telah diperdebatkan sengit.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk memperkirakan biaya dolar dari sistem yang lama
sekolah terpisah dan, baru-baru ini, telah dibuat estimasi biaya menggunakan baik hitam
dan putih anak-anak untuk mengakhiri segregasi. Sebagian besar biaya sosial dari dua
sistem, Namun, menentang pernyataan dalam hal moneter dan kebanyakan orang
mengambil posisi mereka mengenai masalah ini dalam hal keyakinan yang dipegang
teguh tentang apa yang penting dalam hidup.
Gagasan keyakinan yang dipegang teguh lebih ilustrasi dari konsep nilai
sosiologis daripada konsep harga. Selain itu, ada empat aspek lain dari konsep nilai
sosiologis. Mereka adalah: (1) nilai-nilai yang ada pada berbagai tingkat umum atau
abstraksi, (2) nilai cenderung disusun secara hirarkis (3) nilai-nilai yang eksplisit dan
implisit dalam berbagai derajat, dan (4) nilai-nilai yang sering bertentangan dengan satu
sama lain***
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
BAB VII
SISTEM SOSIAL DALAM PROSES SOSIAL
7.1 Unsur-unsur Sistem dan Proses Sosial
Sistem adalah suatu kesatuan dari banyak unsur yang dapat menghasilkan output
tertentu. Sistem terbentuk oleh adanya komponen-komponen atau unsur-unsur yang
berhubungan satu sama lain membentuk suatu jaringan. Masing-masing komponen
mempunyai fungsi sendiri yang berbeda satu dengan lainnya. Fungsi komponen yang satu
dipengaruhi oleh fungsi komponen lain yang berhubungan dengannya.
Kualitas output sistem tergantung pada kualitas fungsi setiap komponen. Kalau
salah satu komponen tak ada atau tak berfungsi maka fungsi sistem akan terganggu atau
tak berfungsi sama sekali. Kelompok sebagai suatu Sistem Sosial, Kelompok :
1. Orang-orang yang saling berinteraksi.
2. Mempunyai pola perilaku : teratur, sistematis.
3. Bisa diidentifikasi bagian-bagiannya.
4. Bisa dilihat sebagai suatu sistem sosial.
7.1.1 Unsur- unsur Pokok Sistem Sosial:
1) Tujuan (Goal)
Segala sesuatu yang ingin dicapai Kelompok.
2) Keyakinan (Beliefs)
Pengetahuan atau aspek kognitif yang dimiliki oleh sistem/Kelompok. Segala
sesuatu yang dianggap benar oleh sistem/Kelompok.
3) Sentimen atau perasaan (Sentiments/Feeling)
Perasaan-perasaan dan emosi (aspek affektif) yang ada dalam Sistem/Kelompok.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
4) Norma (Norms)
Perilaku baku (standar) yang dapat diterima oleh Sistem/ Kelompok.
5) Sanksi (Sanctions): Sistem penghargaan dan hukuman.
6) Peranan Kedudukan (Status Roles)
i. Setiap kedudukan memiliki seperangkat peranan yang harus dilaksanakan
oleh orang yang bersangkutan.
ii.Peranan-peranan itu lalu menjadi seperangkat norma.
iii.Konsep-konsep yang terkait :
role collision (tabrakan)
role incompatibility (tidak cocok/ tidak sesuai)
role confusion (membingungkan).
7) Kewenangan/Kekuasaan/ (Power/Authority):
a. Kewenangan mengontrol/mengendalikan orang lain.
b. Kewenangan mengambil keputusan
c. Berpengaruh kepada orang lain dalam kelompok.
8) Jenjang Sosial (Social Rank)
a. Kedudukan
b. Prestise (gengsi)
9) Fasilitas (Facility):
Wahana ataupun alat yang perlu untuk mencapai tujuan kelompok.
10) Tekanan dan Ketegangan (Stress and Strain):
a. Tekanan mental
b. Ketegangan jiwa.
Secara teoritis Kelompok sebagai Sistem Sosial yang sehat harus memiliki
kesepuluh unsur pokok itu. Perlu diteliti apakah Kelompok yang dalam
pengamatan memang memiliki unsur-unsur pokok itu. Masing-masing unsur
merupakan perubah, yang mempunyai pengaruh pada interaksi anggota dalam
kelompok, juga akan berpengaruh pada perilaku individu dan perilaku kelompok.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
7.1.2 Proses Sosial (Social Process)
a) Komunikasi
Mutlak untuk terjadinya interaks.
b) Memelihara Batas
Batas antara kelompok dan diluarnya harus jelas dan dijaga dari pengaruh-
pengaruh luar yang merugikan.
c) Kaitan Sistemik (Systemic linkage)
Setiap kelompok perlu memiliki hubungan dengan sistem sosial yang lain.
1. Untuk mendapatkan inputs untuk kelompok.
2. Untuk menyalurkan output dari kelompok.
d) Pelembagaan (Institutionalization)
Proses pemantapan segala sesuatu yang perlu bagi kehidupan yang baik dari
kelompok, termasuk : struktur, norma, kewenangan, dll.
e) Sosialisasi (Socialization)
“mendidik” anggota baru agar cepat dapat menyesuaikan diri dengan kelompok,
dan dapat berperilaku yang dapat diterima oleh kelompok.
f) Kontrol Sosial (Social Control)
Ada mekanis-me yang memantau dan mengevaluasi serta menja-tuhkan sanksi
kepada anggota sistem yang menyim-pang dari norma.
Proses sosial ini dapat dianalogikan dengan proses fisiologi yang terjadi pada
tubuh hewan dan manusia. Kalau proses ini tak ada/tak baik, maka hewan akan
sakit/mati.
Unsur-unsur Proses Sosial itu juga merupakan variables yang kondisinya bisa
baik, tetapi bisa juga kondisinya tidak baik. Sistem Sosial yang sehat (dinamis, produktif,
efektif) adalah yang unsur-unsurnya berproses atau berfungsi secara baik.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Sistem Sosial yang tidak dinamis (tidak produktif, tidak efektif, dll) biasanya
yang salah satu atau lebih dari unsur-unsur prosesnya tidak berfungsi secara baik, atau
salah satu atau beberapa unsur pokoknya tidak dalam kondisi yang baik. Untuk
meningkatkan dinamika sistem sosial bisa dilaku-kan dengan cara memperbaiki unsur
pokok dan atau unsur proses sosial yang keadaannya kurang baik
7.2 Sistem Nilai dan Stratifikasi Sosial
Basrowi menyatakan, sistim nilai adalah nilai inti (core value) dari masyarakat
yang dijunjung tinggi dan diakui oleh setiap manusia di dunia untuk berprilaku. Sistim
nilai sering diasosiasikan dengan “value” dan “norms”.
Menurut Giddens, “value” adalah suatu konsep yang memberikan makna dan
menyediakan tuntunan untuk umat manusia sebagaimana mereka berinteraksi dalam
lingkungan sosialnya. Sedangkan “norms” adalah aturan atau perilaku yang
merefleksikan atau menjelma dalam sebuah nilai budaya. “Value” dan “Norms” bekerja
bersama untuk mengarahkan dan menentukan bagaimana anggota dari suatu budaya
berperilaku sesuai dengan lingkungannya.(Giddens, 2004).
Ibrahim (2002), menyatakan, sistim norma merupakan sejumlah norma yang
terangkai dan berkaitan satu sama lain. Norma norma ini mempunyai kekuatan yang
mengikat yang berbeda beda dan atas dasar kekuatan mengikatnya ini maka dikenal
dengan istilah kebiasaan, tata kelakuan, dan adat istiadat
7.2.1 Stratifikasi Sosial
Stratifikasi Sosial berasal dari kata stratum yang berarti : strata atau lapisan.
Menurut Sorokin, stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas kelas secara bertingkat (hirarkis). Dasar dan inti pelapisan dalam masyarakat
adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban
di antara anggota anggota masyarakat.
Ibrahim (2002) berpendapat bahwa pelapisan sosial merupakan proses
penempatan diri di dalam suatu lapisan (subyektif) atau menempatkan orang ke dalam
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
lapisan (obyektif). Secara sederhana, pelapisan sosial dalam masyarakat muncul karena
“ada sesuatu yang bernilai” dibanding dengan yang lainnya. Menurut Basrowi, stratifikasi
sosial dalam masyarakat pada prinsipnya dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam :
1. Stratifikasi berdasarkan ekonomis
2. Stratifikasi berdasarkan politis
3. Stratifikasi berdasarkan jabatan jabatan tertentu dalam masyarakat.
Ketiga dasar stratifikasi tersebut satu sama lain saling berhubungan. Dalam sistim
sosial komunitas desa, mereka yang digolongkan dalam strata atas di desa adalah para
pamong desa, orang kaya desa, golongan terdidik setempat, para ulama, dsb. Strata
menengah adalah orang yang tingkat ekonominya sedang, para pedagang, petani kecil,
dll. Strata bawah adalah para buruh dan orang yang tidak memiliki tanah (landless)
7.2.3 Bagaimana Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial memiliki tiga dimensi, yaitu :
1. Kekuasaan,
kesempatan yang ada pada seseorang untuk melaksanakan kemauannya
dalam suatu tindakan sosial.
2. Previlege,
berarti hak istimewa, hak mendahului, dan hak untuk memperoleh perlakuan
khusus dalam kehidupan bersama.
3. Prestise,
berarti kehormatan dan harus dikaitkan dengan suatu sistim sosial tertentu.
Pelapisan-pelapisan sosial mengalami perkembangan atau perubahan
tergantung dari kehidupan masyarakat setempat atau masyarakat lainnya dalam
lingkup yang lebih luas. Ada dua sifat pelapisan sosial yang mempengaruhi
perubahannya, yaitu :
1. Stratifikasi sosial yang bersifat tertutup,
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
bercirikan sulitnya seseorang untuk berpindah dari satu lapisan ke lapisan
lainnya. Ex. Kasta.
2. Stratifikasi sosial yang bersifat terbuka, setiap anggota masyarakat
mempunyai kesempatan untuk berpindah dari satu lapisan ke lapisan yang
lain. Hal ini dapat dilakukan dengan usaha berdasar kecakapan sendiri.
7.2.4 Unsur-unsur lapisan dalam masyarakat:
1. Kedudukan (status)
Tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial.
a. Ascribed status adalah status seseorang karena kelahirannya.
b. Achieved status adalah kedudukan seseorang yang diperoleh
melalui usaha yang disengaja.
c. Assigned status adalah kedudukan yang diberikan oleh orang lain
2. Peranan (role),
Akan mengatur perilaku seseorang, juga dapat meramalkan perbuatan orang
lain dalam batas tertentu sehingga orang yang bersangkutan akan dapat
menyesuaikan perilakunya dengan perilaku orang orang dikelompoknya.
7.3 Interaksi-Komunikasi Sosial
7.3.1 Ciri-ciri Interaksi Sosial
Interaksi sosial (Giddens, 2004) adalah suatu proses yang mana kita bertindak
dan bereaksi atau memberikan respon terhadap orang-orang disekitar kita. Ciri ciri
interaksi sosial :
a. Jumlah pelaku lebih dari satu orang
b. Terjadinya komunikasi antara pelaku melalui kontak sosial
c. Mempunyai maksud dan tujuan tertentu
d. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem tertentu
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Pola sistem sosial kelak akan menciptakan suatu pola hubungan sosial yang
relatif baku atau tetap apabila interaksi sosial itu terjadi berulang-ulang dalam kurun
waktu yang relatif lama. Pola seperti ini dapat di jumpai dalam bentuk sistem nilai dan
norma.
1. Tujuan yang jelas
2. Kebutuhan yang jelas dan bermanfaat
3. Adanya kesesuaian dan berhasil guna, serta
4. Adanya kesesuaian dengan kaidah-kaidah sosial yang berlaku
7.3.2 Komunikasi Sosial
Dasar terjadinya interaksi sosial adalah kontak sosial dan komunikasi. Syani
(2002) berpendapat, bahwa kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau lebih
melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing masing
dalam kehidupan masyarakat.
a. Dalam Kontak sosial dapat terjadi hubungan positif atau negatif tergantung
dari saling pengertian akan tujuan masing masing.
b. Kontak sosial dapat berlangsung antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.
Komunikasi adalah suatu proses saling memberikan tafsiran kepada atau dari
perilaku pihak lain:
a. Melalui tafsiran pada perilaku orang lain, seseorang mewujudkan perilaku
sebagai reaksi terhadap maksud atau peran yang ingin disampaikan oleh
pihak lain itu.
b. Komunikasi dapat diwujudkan dengan pembicaraan, gerak gerik fisik
ataupun perasaan.
c. Komunikasi menuntut adanya pemahaman makna atas suatu pesan dan tujuan
bersama masing masing pihak.
Sitorus (2000) berpendapat selain karena kontak dan komunikasi, interaksi sosial
juga dapat berlangsung atas dasar:
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
1. Imitasi , yaitu suatu proses belajar dengan cara meniru atau mengikuti perilaku
orang lain
2. Sugesti, adalah cara pemberian suatu pandangan atau pengaruh oleh seseorang
kepada orang lain dengan cara tertentu sehingga orang tersebut mengikuti
pandangan atau pengaruh tersebut tanpa berfikir panjang.
3. Identifikasi, adalah kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk
menjadi sama dengan pihak lain.
4. Simpati, adalah perasaan “tertarik” yang timbul dalam diri seseorang dan
membuatnya merasa seolah olah berada dalam keadaan orang lain.
7.3.3 4 Bentuk Interaksi Sosial
Secara mendasar ada empat macam bentuk interaksi sosial yang ada dalam
masyarakat:
1. Kerjasama,
suatu bentuk proses sosial dimana didalamnya terdapat aktivitas tertentu
yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu
dan saling memahami terhadap aktivitas masing masing.
2. Persaingan,
merupakan suatu usaha dari seseorang untuk mencapai sesuatu yang
lebih daripada yang lainnya.
3. Akomodasi,
suatu keadaan hubungan antara kedua belah pihak yang menunjukkan
keseimbangan yang berhubungan denagn nilai dan norma norma sosial
yang berlaku di masyarakat.
4. Pertikaian (pertentangan),
bentuk persaingan yang berkembang ke arah negatif
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Gambar 5. Olahraga merupakan salah satu bentuk dari Komunikasi Sosia
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
BAB VIII
Kepemimpinan
8.1 Sekilas Tentang Kepemimpinan
Manusia merupakan Method yang terpenting dan sangat menentukan bagi
berhasil atau tidaknya sesuatu usaha pencapaian tujuan yang telah ditentukan, yang
seharusnya dapat dicapai dengan cara yang efisien dan ekonomis.
Sebaik–baiknya dan serasionil–serasionilnya sesuatu rencana disusun disertai
dengan pengorganisasian yang efektif, serta dilengkapi dengan peralatan yang modern,
Method kerja yang baik dan biaya yang cukup, namun apabila manusia yang
melaksanakan tidak cakap dan tidak mempunyai moril atau semangat kerja yang cukup
tinggi, maka hasilnyapun akan belum memuaskan, bahkan mungkin menimbulkan
kegagalan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan efisien tersebut.
Agar sesuatu penyelenggaraan kerja di dalam mencapai tujuan efisien dan
ekonomis dapat berhasil dengan sukses diperlukan adanya kemampuan dan kecakapan
setiap manager pimpinan penyelenggaraan kerja di dalam memimpin orang–orang
bawahannya sedemikian rupa sehingga mereka mempunyai kemampuan dan kemauan
kerja dalam suatu kerjasama yang harmonis untuk melaksanakan tugas–tugas dengan
teratur serta tertib.
Salah satu cara untuk menguasai dan menggerakan orang–orang agar mempunyai
niat kerja dengan penuh keinsyafan dan keikhlasan ialah dengan melaksanakan fungsi
kepemimpinan dengan baik dalam setiap melaksanakan tugas.
8.2 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan ialah suatu usaha kegiatan untuk mempengaruhi prilaku orang
lain atau kelompok agar bekerjasama menuju kepada suatu tujuan tertentu yang mereka
inginkan bersama.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Dengan demikian pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi prilaku orang
lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan.
8.3 Teori lahirnya kepemimpinan.
Mengenai timbulnya seorang pemimpin oleh para ahli teori kepemimpinan telah
dikemukakan beberapa teori yang berbeda–beda. Namun demikian, apabila beberapa teori
itu dianalisa, akan terlihat adanya tiga teori yang menonjol, ialah:
a) Teori Genetis
Dalam teori Genetis mengatakan bahwa “Leader are born and not made”
seseorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat–
bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang itu ditempatkan
bekerja, karena ia telah ditakdirkan jadi pemimpin, satu saat akan timbul jadi pemimpin.
b) Teori Sosial
Dalam teori sosial mengatakan “Leaders are made and not born”. Merupakan
kebalikan teori genetis. Para penganut teori sosial mengetengahkan pendapat yang
mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan
pengalaman yang cukup. Biasanya ada seorang pemimpin pada waktu masa kanak–
kanak, namun ia sama saja dengan anak–anak lain teman sepermainannya, tidak ada
tanda–tanda menonjol tentang bakat kepemimpinannya. Tetapi setelah selesai
pendidikannya ditempatkan bekerja dalam suatu unit organisasi, kemudian diangkat jadi
kepala pemimpin, ternyata ia menjadi seorang pemimpin yang baik.
c) Teori Ekologis
Karena teori genetis dan teori sosial tidak seluruhnya mengandung kebenaran,
maka sebagai reaksi kepada kedua teori tersebut, teori ekologis yang pada intinya berarti
bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia pada waktu
lahirnya memiliki bakat–bakat kepemimpinan, kemudian dikembangkan melalui
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkannya mengembangkan bakat
yang dimiliki sejak kecil. Teori ekologis menggabungkan segi–segi positif dari teori
genetis dan teori sosial dan dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati
kebenaran.
8.4 Tipe–tipe Pemimpin
Sepanjang diketahui sekarang ini, para pemimpin dalam berbagai bentuk
organisasi dapat digolongkan kepada 5 tipe pemimpin, yaitu :
1. Tipe pemimpin yang otokratis
2. Tipe pemimpin yang militeristis
3. Tipe pemimpin yang paternalistis
4. Tipe pemimpin yang kharismatis
5. Tipe pemimpin yang demokratis
Adapun ciri–ciri masing–masing tipe pemimpin itu adalah sebagai berikut :
a) Tipe Pemimpin yang Otokratis
1. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
2. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
3. Menganggap bawahan sebagai alat semata–mata.
4. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat.
5. Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya.
6. Dalam tindakan penggerakannya sering mengandung unsur paksaan.
b) Tipe Pemimpin yang Militeristis
1. Sistim perintah lebih sering digunakan.
2. Senang bergantung pada pangkat dan jabatannya.
3. Senang pada formalitas yang berlebih–lebihan.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
4. Kaku dari bawahan dan menuntut disiplin yang tinggi.
5. Sukar menerima kritikan.
6. Menggemari upacara–upacara berbagai keadaan.
c) Tipe Pemimpin yang Paternalistis
1. Bawahan dianggap manusia yang tidak dewasa
2. Bersikap terlalu melindungi.
3. Bersikap maha tahu.
4. Jarang memberi kesempatan bawahan untuk mengambil keputusan.
5. Jarang memberi kesempatan bawahan untuk mengambil inisiatif.
6. Jarang memberi kesempatan bawahan untuk mengembangkan daya dan jasa.
d) Tipe Pemimpin yang Kharismatik
Diberkahi kekuatan gaib (supernatural powers) sehingga mempunyai
pengikut yang jumlahnya sangat besar.
Gambar 6. Sukarno, Pemimpin berkharismatik
e) Tipe Pemimpin yang Demokratis
1. Selalu ingin meningkatkan dan mengembangkan kapasitas dirinya sebagai
pemimpin.
2. Mensinkronkan kepentingan organisasi dengan kepentingan pribadi
bawahannya.
3. Bersifat terbuka dan demokratis serta mau menerima saran dan pendapat
dari bawahannya.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
4. Mengutamakan kerjasama dalam kelompok.
5. Bersifat mendidik/membina dan menginginkan bawahannya lebih sukses
dari padanya.
6. Selalu memandang bawahan itu sebagai sebagai makhluk termulia di dunia
dan pola tingkah lakunya menjadi panutan.
7. Dalam menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa
manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia (manusiawi).
Disamping lima topik pemimpin yang telah diuraikan, masih ada tipe pemimpin
yang perlu dikemukakan yakni :
Tipe pemimpin yang “Leissezfaire” yang mempunyai ciri–ciri antara lain :
a. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol.
b. Pemimpin hanya berfungsi sebagai penasihat.
c. Membebaskan kebebasan sepenuhnya kepada orang yang dipimpin berbuat dan
mengambil keputusan.
d. Kebebasan tidak terarah sehingga perwujudan kerja menjadi simpang siur.
e. Wewenang menjadi tidak jelas dan tanggung jawab menjadi kacau
8.5 Sifat–sifat Pemimpin yang Baik
Tugas terpenting dan utama dari seorang pemimpin ialah untuk memimpin orang,
memimpin pelaksanaan pekerjaan dan menggerakkan menggunakan sumber–sumber
material. Untuk melaksanakan tugas itu dengan baik, seorang pemimpin harus memiliki
ciri–ciri sebagai berikut :
a. Sehat jasmani dan rohani.
b. Berpengetahuan luas.
c. Berkeyakinan, tidak ragu–ragu.
d. Mengetahui dengan jelas sifat hakiki tujuan yang hendak dicapai.
e. Memiliki stamina dan daya kerja yang besar.
f. Cepat dan tepat mengambil keputusan.
g. Obyektif dan rasional.
h. Adil dalam memperlakukan bawahan.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
i. Menguasai prinsip–prinsip Human Relation.
j. Menguasai tehnik–tehnik berkomunikasi.
k. Dapat dan mampu bertindak sebagai penasehat, guru dan kepala terhadap
bawahannya.
l. Generalist, mempunyai gambaran menyeluruh tentang semua aspek kegiatan
organisasi.
Pemimpin selalu motivator mampu menggerakkan bawahan menjalankan
tugasnya, seharusnya menguasai prinsip–prinsip Human Relations yang disebut The Len
Commandement of Human Relation, yakni :
1. Harus ada sinkronisasi antara tujuan organisasi dengan tujuan individu dalam
organisasi tersebut.
2. Suasana kerja yang menyenangkan.
3. Informalitas yang wajar dalam hubungan kerja.
4. Manusia bawahan bukan mesin ( manusiawi ).
5. Kembangkan kemampuan bawahan sampai tingkat maksimal.
6. Pekerjaan yang menarik dan penuh tantangan.
7. Pengakuan dan penghargaan atas pelaksanaan tugas dengan baik.
8. Alat perlengkapan yang cukup.
9. Penempatan personil dengan tepat, The right men in the right place.
10. Balas jasa harus setimpal dengan jasa yang diberikan Equal pay for equal work.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
BAB IX
MOBILITAS SOSIAL
9.1 Pengertian Mobilitas Sosial
Gerak sosial (Mobilitas sosial) adalah perubahan, pergeseran, peningkatan,
ataupun penurunan status dan peran anggota masyarakat. Misalnya, seorang pensiunan
pegawai rendahan salah satu departemen beralih pekerjaan menjadi seorang pengusaha
dan berhasil dengan gemilang. Contoh lain, seorang anak pengusaha ingin mengikuti
jejak ayahnya yang berhasil. Ia melakukan investasi di suatu bidang yang berbeda dengan
ayahnya, namun ia gagal dan jatuh miskin. Proses perpindahan posisi atau status sosial
yang dialami seseorang atau sekelompok orang dalam struktur sosial masyarakat inilah
yang disebut gerak sosial atau mobilitas sosial (social mobility).
Menurut Paul B. Horton, mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari
satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata
yang lainnya. Sementara menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack, mobilitas
sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur
organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara
individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.
Dalam dunia modern, banyak orang berupaya melakukan mobilitas sosial.
Mereka yakin bahwa hal tersebut akan membuat orang menjadi lebih bahagia dan
memungkinkan mereka melakukan jenis pekerjaan yang paling cocok bagi diri mereka.
Mereka merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan yang lebih tinggi.
Bila tingkat mobilitas sosial rendah, tentu saja kebanyakan orang akan terkukung dalam
status nenek moyang mereka, hidup dalam kelas sosial tertutup.
Mobilitas sosial lebih mudah terjadi pada masyarakat terbuka karena lebih
memungkinkan untuk berpindah strata. Sebaliknya, pada masyarakat yang sifatnya
tertutup kemungkinan untuk pindah strata lebih sulit. Contohnya, masyarakat yang
menganut sistem kasta. Pada masyarakat yang menganut sistem kasta, bila seseorang lahir
dari kasta yang paling rendah maka untuk selamanya ia akan tetap berada pada kasta yang
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
rendah. Dia tidak mungkin dapat pindah ke kasta yang lebih tinggi, meskipun ia memiliki
kemampuan atau keahlian. Karena yang menjadi kriteria stratifikasi adalah keturunan.
Dengan demikian, tidak terjadi gerak sosial dari strata satu ke strata lain yang lebih
tinggi.
9.2 Cara-Cara Melakukan Mobilitas Sosial
Untuk dapat melakukan mobilitas sosial ke atas diantaranya dapat dicapai
dengan cara:
1. Perubahan standar hidup
Kenaikan penghasilan tidak menaikan status secara otomatis, melainkan akan
mereflesikan suatu standar hidup yang lebih tinggi. Ini akan mempengaruhi
peningkatan status. Contoh: Seorang pegawai rendahan, karena keberhasilan
dan prestasinya diberikan kenaikan pangkat menjadi Manejer, sehingga
tingkat pendapatannya naik. Status sosialnya di masyarakat tidak dapat
dikatakan naik apabila ia tidak merubah standar hidupnya, misalnya jika dia
memutuskan untuk tetap hidup sederhana seperti ketika ia menjadi pegawai
rendahan.
2. Perkawinan
Untuk meningkatkan status sosial yang lebih tinggi dapat dilakukan melalui
perkawinan. Contoh: Seseorang wanita yang berasal dari keluarga sangat
sederhana menikah dengan laki-laki dari keluarga kaya dan terpandang di
masyarakatnya. Perkawinan ini dapat menaikan status si wanita tersebut.
3. Perubahan tempat tinggal
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Untuk meningkatkan status sosial, seseorang dapat berpindah tempat tinggal
dari tempat tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru. Atau dengan cara
merekonstruksi tempat tinggalnya yang lama menjadi lebih megah, indah,
dan mewah. Secara otomatis, seseorang yang memiliki tempat tinggal mewah
akan disebut sebagai orang kaya oleh masyarakat, hal ini menunjukkan
terjadinya gerak sosial ke atas.
4. Perubahan tingkah laku
Untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, orang berusaha menaikkan
status sosialnya dan mempraktekkan bentuk-bentuk tingkah laku kelas yang
lebih tinggi yang diaspirasikan sebagai kelasnya. Bukan hanya tingkah laku,
tetapi juga pakaian, ucapan, minat, dan sebagainya. Dia merasa dituntut
untuk mengkaitkan diri dengan kelas yang diinginkannya. Contoh: agar
penampilannya meyakinkan dan dianggap sebagai orang dari golongan
lapisan kelas atas, ia selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus. Jika
bertemu dengan kelompoknya, dia berbicara dengan menyelipkan istilah-
istilah asing.
5. Perubahan nama
Dalam suatu masyarakat, sebuah nama diidentifikasikan pada posisi sosial
tertentu. Gerak ke atas dapat dilaksanakan dengan mengubah nama yang
menunjukkan posisi sosial yang lebih tinggi. Contoh: Di kalangan
masyarakat feodal Jawa, seseorang yang memiliki status sebagai orang
kebanyakan mendapat sebutan "mas" di depan nama aslinya. Setelah
diangkat sebagai pengawas pamong praja sebutan dan namanya berubah sesai
dengan kedudukannya yang baru seperti "Raden"
Sementara itu ada beberapa faktor penting yang justru menghambat mobilitas
sosial. Faktor-faktor penghambat itu antara lain:
1. Perbedaan Kelas Rasial
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Apa yang terjadi di Afrika Selatan di masa lalu, dimana ras berkulit putih
berkuasa dan tidak memberi kesempatan kepada mereka yang berkulit hitam
untuk dapat duduk bersama-sama di pemerintahan. Sistem ini disebut
Apharteid dan dianggap berakhir ketika Nelson Mandela, seorang kulit
hitam, terpilih menjadi presiden Afrika Selatan
2. Agama
Di negara yang masih menggunakan sistem kasta seperti di India, telah
menghambat terjadinya mobilitas sosial ke tingkat yang lebih tinggi.
3. Diskriminasi Kelas
Dalam sistem kelas terbuka dapat menghalangi mobilitas ke atas. Hal ini
terbukti dengan adanya pembatasan suatu organisasi tertentu dengan berbagai
syarat dan ketentuan, sehingga hanya sedikit orang yang mampu
mendapatkannya, misalnya pembatasan jumlah anggota DPR.
4. Kemiskinan
Kemiskinan dapat membatasi kesempatan bagi seseorang untuk berkembang
dan mencapai suatu sosial tertentu. Contoh: "A" memutuskan untuk tidak
melanjutkan sekolahnya karena kedua orangtuanya tidak bisa membiayai,
sehingga ia tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan status sosialnya.
5. Perbedaan jenis kelamin
Gender atau jenis kelamin dalam masyarakat kita masih sangat berpengaruh
terhadap prestasi, kekuasaan, status sosial, dan kesempatan-kesempatan
untuk meningkatkan status sosialya seseorang.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
9.3 5 Bentuk Mobilitas Sosial
1. Mobilitas Sosial Horizontal
Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau obyek-obyek sosial
lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Tidak
terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang dalam mobilitas sosialnya.
Misalnya orang yang berpindah kewarganegaraan.
2. Mobilitas Sosial Vertikal
Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial dari
suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan
arahnya, mobilitas sosial vertikal dapat dibagi menjadi dua:
a. Mobilitas Vertikal ke Atas (Social climbing)
Mobilitas vertikal ke atas atau social climbing mempunyai dua bentuk:
1. Masuk ke dalam kedudukan yang lebih tinggi.
Masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke
dalam kedudukan yang lebih tinggi, di mana kedudukan tersebut telah
ada sebelumnya.
2. Membentuk kelompok baru.
Pembentukan suatu kelompok baru memungkinkan individu untuk
meningkatkan status sosialnya, misalnya dengan mengangkat diri
menjadi ketua organisasi
b. Mobilitas Vertikal ke Bawah (Social sinking)
Mobilitas vertikal ke bawah mempunyai dua bentuk utama yaitu:
1. Turunnya kedudukan.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Kedudukan individu turun ke kedudukan yang derajatnya lebih rendah.
Misalnya seorang prajurit dipecat karena melakukan tidakan pelanggaran
berat ketika melaksanakan tugasnya.
2. Turunnya derajat kelompok.
Derajat sekelompok individu menjadi turun yang berupa disintegrasi
kelompok sebagai kesatuan. Contoh: Korban Lumpur Lapindo yang
sebelumnya telah mempunyai rumah permanen, tetapi sekarang harus
hidup di pengungsian yang menempati tenda-tenda atau barak.
Prinsip umum dalam mobilitas Vertikal (Sorokin, 1959) :
1. Hampir tidak ada yang sistim pelapisannya mutlak tertutup
2. Betapapun terbukanya sistim pelapisan dalam masyarakat, tak mungkin
mobilitas vertikal bisa dilakukan dengan sebebas bebasnya.
3. Tidak ada mobilitas vertikal yang secara umum berlaku pada semua
masyarakat
4. Terdapat perbedaan laju mobilitas sosial vertikal yang disebabkan oleh
faktor faktor ekonomi, politik, dan pekerjaan
5. Dilihat dari sejarah, mobilitas sosial vertikal yang disebabkan faktor
faktor ekonomis, politik dan pekerjaan tak ada kecenderungan yang
kontinu tentang bertambah atau berkurangnya laju mobilitas sosial.
3. Mobilitas Antargenerasi
Mobilitas antargenerasi secara umum berarti mobilitas dua generasi atau lebih,
misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini
ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu generasi.
Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada
perpindahan status sosial suatu generasi ke generasi lainnya. Contoh: Pak Parjo adalah
seorang tukang becak. Ia hanya menamatkan pendidikannya hingga sekolah dasar, tetapi
ia berhasil mendidik anaknya menjadi seorang pengacara. Contoh ini menunjukkan telah
terjadi mobilitas vertikal antargenerasi.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
4. Mobilitas Intragenerasi
Mobilitas sosial intragenerasi adalah mobilitas yang dialami oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam satu generasi. Contoh: Pak Darjo awalnya adalah seorang
buruh. Namun, karena ketekunannya dalam bekerja dan mungkin juga keberuntungan, ia
kemudian memiliki unit usaha sendiri yang akhirnya semakin besar.
5. Mobilitas Geografis
Gerak sosial ini adalah perpindahan individu atau kelompok dari satu daerah ke
daerah lain seperti transmigrasi, urbanisasi, dan migrasi.
9.4 Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
1. Perubahan kondisi sosial
Struktur kasta dan kelas dapat berubah dengan sendirinya karena adanya
perubahan dari dalam dan dari luar masyarakat. Misalnya, kemajuan
teknologi membuka kemungkinan timbulnya mobilitas ke atas. Perubahan
ideologi dapat menimbilkan stratifikasi baru.
2. Ekspansi teritorial dan gerak populasi
Ekspansi teritorial dan perpindahan penduduk yang cepat membuktikan cirti
fleksibilitas struktur stratifikasi dan mobilitas sosial. Misalnya,
perkembangan kota, transmigrasi, bertambah dan berkurangnya penduduk.
3. Komunikasi yang bebas
Situasi-situasi yang membatasi komunikasi antarstrata yang beraneka ragam
memperkokoh garis pembatas di antara strata yang ada dalam pertukaran
pengetahuan dan pengalaman di antara mereka dan akan mengahalangi
mobilitas sosial. Sebaliknya, pendidikan dan komunikasi yang bebas serta
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
efektif akan memudarkan semua batas garis dari strata sosial yang ada dan
merangsang mobilitas sekaligus menerobos rintangan yang menghadang.
4. Pembagian kerja
Besarnya kemungkinan bagi terjadinya mobilitas dipengaruhi oleh tingkat
pembagian kerja yang ada. Jika tingkat pembagian kerja tinggi dan sangat
dispeliasisasikan, maka mobilitas akan menjadi lemah dan menyulitkan orang
bergerak dari satu strata ke strata yang lain karena spesialisasi pekerjaan
menuntut keterampilan khusus. Kondisi ini memacu anggota masyarakatnya
untuk lebih kuat berusaha agar dapat menempati status tersebut.
5. Tingkat Fertilitas (Kelahiran) yang Berbeda
Kelompok masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan
rendah cenderung memiliki tingkat fertilitas yang tinggi. Pada pihak lain,
masyarakat kelas sosial yang lebih tinggi cenderung membatasi tingkat
reproduksi dan angka kelahiran. Pada saat itu, orang-orang dari tingkat
ekonomi dan pendidikan yang lebih rendah mempunyai kesempatan untuk
banyak bereproduksi dan memperbaiki kualitas keturunan. Dalam situasi itu,
mobilitas sosial dapat terjadi.
6. Kemudahan dalam akses pendidikan
Jika pendidikan berkualitas mudah didapat, tentu mempermudah orang untuk
melakukan pergerakan/mobilitas dengan berbekal ilmu yang diperoleh saat
menjadi peserta didik. Sebaliknya, kesulitan dalam mengakses pendidikan
yang bermutu, menjadikan orang yang tak menjalani pendidikan yang bagus,
kesulitan untuk mengubah status, akibat dari kurangnya pengetahuan.
9.5 Saluran dan Dampak Mobilitas Sosial
A. Angkatan bersenjata
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Angkatan bersenjata merupakan salah satu saluran mobilitas sosial. Angkatan
bersenjata merupakan organisasi yang dapat digunakan untuk saluran mobilitas vertikal
ke atas melalui tahapan yang disebut kenaikan pangkat. Misalnya, seorang prajurit yang
berjasa pada negara karena menyelamatkan negara dari pemberontakan, ia akan
mendapatkan penghargaan dari masyarakat. Dia mungkin dapat diberikan
pangkat/kedudukan yang lebih tinggi, walaupun berasal dari golongan masyarakat
rendah.
B. Lembaga-lembaga keagamaan
Lembaga-lembaga keagamaan dapat mengangkat status sosial seseorang,
misalnya yang berjasa dalam perkembangan Agama seperti ustad, pendeta, biksu dan lain
lain.
C. Lembaga pendidikan
Lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya merupakan saluran yang konkret
dari mobilitas vertikal ke atas, bahkan dianggap sebagai social elevator (perangkat) yang
bergerak dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan
memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih
tinggi.
Contoh: Seorang anak dari keluarga miskin mengenyam sekolah sampai jenjang
yang tinggi. Setelah lulus ia memiliki pengetahuan dagang dan menggunakan
pengetahuannya itu untuk berusaha, sehingga ia berhasil menjadi pedagang yang kaya,
yang secara otomatis telah meningkatkan status sosialnya.
D. Organisasi politik
Seperti angkatan bersenjata, organisasi politik memungkinkan anggotanya yang
loyal dan berdedikasi tinggi untuk menempati jabatan yang lebih tinggi, sehingga status
sosialnya meningkat.
E. Organisasi ekonomi
Organisasi ekonomi (seperti perusahaan, koperasi, BUMN dan lain-lain) dapat
meningkatkan tingkat pendapatan seseorang. Semakin besar prestasinya, maka semakin
besar jabatannya. Karena jabatannya tinggi akibatnya pendapatannya bertambah. Karena
pendapatannya bertambah akibatnya kekayaannya bertambah. Dan karena kekayaannya
bertambah akibatnya status sosialnya di masyarakat meningkat.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
F. Organisasi keahlian
Orang yang rajin menulis dan menyumbangkan pengetahuan/ keahliannya kepada
kelompok pasti statusnya akan dianggap lebih tinggi daripada anggota biasa.
G. Perkawinan
Sebuah perkawinan dapat menaikkan status seseorang. Seorang yang menikah
dengan orang yang memiliki status terpandang akan dihormati karena pengaruh
pasangannya.
9.6 Dampak mobilitas sosial
Gejala naik turunnya status sosial tentu memberikan konsekuensi-konsekuensi
tertentu terhadap struktur sosial masyarakat. Konsekuensi-konsekuensi itu kemudian
mendatangkan berbagai reaksi. Reaksi ini dapat berbentuk konflik. Ada berbagai macam
konflik yang bisa muncul dalam masyarakat sebagai akibat terjadinya mobilitas.
A. Dampak Negatif
1. Konflik antarkelas: Dalam masyarakat, terdapat lapisan-lapisan sosial
karena ukuran-ukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan.
Kelompok dalam lapisan-lapisan tadi disebut kelas sosial. Apabila terjadi
perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat
dalam mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas. Contoh:
demonstrasi buruh yang menuntuk kenaikan upah, menggambarkan konflik
antara kelas buruh dengan pengusaha.
2. Konflik antarkelompok sosial: Di dalam masyatakat terdapat pula
kelompok sosial yang beraneka ragam. Di antaranya kelompok sosial
berdasarkan ideologi, profesi, agama, suku, dan ras. Bila salah satu kelompok
berusaha untuk menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka
timbul konflik. Contoh: tawuran pelajar, perang antarkampung.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
3. Konflik antargenerasi: Konflik antar generasi terjadi antara generasi tua yang
mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi mudah yang ingin
mengadakan perubahan. Contoh: Pergaulan bebas yang saat ini banyak
dilakukan kaum muda di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai
yang dianut generasi tua.
4. Penyesuaian kembali: Setiap konflik pada dasarnya ingin menguasai atau
mengalahkan lawan. Bagi pihak-pihak yang berkonflik bila menyadari bahwa
konflik itu lebih banyak merugikan kelompoknya, maka akan timbul
penyesuaian kembali yang didasari oleh adanya rasa toleransi atau rasa
penyesuaian kembali yang didasari oleh adanya rasa toleransi atau rasa saling
menghargai. Penyesuaian semacam ini disebut Akomodasi.
B. Dampak Positif
Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena
adanya kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau
bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas. Contoh: Seorang anak miskin
berusaha belajar dengan giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan.
Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke
arah yang lebih baik. Contoh: Indonesia yang sedang mengalami perubahan dari
masyarakat agraris ke masyarakat industri. Perubahan ini akan lebih cepat terjadi jika
didukung oleh sumber daya yang memiliki kualitas. Kondisi ini perlu didukung dengan
peningkatan dalam bidang pendidikan.***
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
BAB X
NORMA SOSIAL DAN PERILAKU KOMUNIKASI
10.1 Pengertian Kontrol Sosial
Kata kontrol sosial berasal dari kata ‘social control’. ‘Social Control’ atau sistem
pengendalian sosial dalam percakapan sehari-hari diartikan sebagai pengawasan oleh
masyarakat terhadap jalannya pemerintahan, khususnya pemerintah beserta aparatnya.
Soekanto (1990), menjelaskan bahwa arti sesungguhnya dari pengendalian sosial jauh
lebih luas. Dalam pengertian pengendalian sosial tercakup segala proses
(direncanakan/tidak), bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga
masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku.
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pengendalian sosial adalah suatu
tindakan seseorang/kelompok yang dilakukan melalui proses terencana maupun tidak
dengan tujuan untuk mendidik, mengajak (paksaan/tidak) untuk mematuhi kaidah dan
nilai sosial tertentu yang dianggap benar pada saat itu. Selain itu perlu diketahui pula
bahwa tindakan pengendalian sosial dapat dilakukan antara (1) individu (i) terhadap
individu lain, (2) individu terhadap kelompok (k), (3)kelompok terhadap kelompok, dan
(4)kelompok terhadap individu.
Contoh kasus yang paling hangat adalah tuntutan para mahasiswa (kelompok)
kepada kelompok lain (pejabat pemerintah) untuk segera memberantas korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN) yang melanda birokrat dan sektor swasta dalam menjalankan
segala aktivitasnya. Sebenarnya pemuda/mahasiswa cenderung ‘menjaga jarak’ dengan
pemerintah, hal ini dikarenakan mereka memiliki aktivitas akademik di dalam
sekolah/kampus untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Tetapi jika pemerintah
mulai menunjukkan ketidakbenaran dalam menjalankan aktivitasnya maka dalam diri
pemuda/mahasiswa muncul sikap kritisnya. Sikap kritis ini terbangun dari kebiasaan
aktivitas di lingkungan kampusnya yang memang merangsang mereka untuk berpikir dan
menyampaikan pendapatnya sesuai norma akademik.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Oleh karena itu secara umum, pemuda/mahasiswa walaupun sibuk dengan
kegiatannya dan posisinya berada di luar lingkungan pemerintah, mereka tetap melakukan
pengendalian sosial yang kritis. Secara umum tujuan pengendalian sosial yang dilakukan
pemuda/mahasiswa biasanya adalah untuk mencapai:
1. Keserasian antara kestabilan dengan perubahan dalam masyarakat;
2. Keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan/
kesebandingan.
Tidaklah mudah bagi pemuda/mahasiswa untuk menyampaikan pengendalian
sosial tersebut. Hal ini disebabkan mereka sering dipandang sebelah mata oleh pihak
penguasa. Mereka sering lebih banyak dilihat dari segi lahiriah sebagai anak-muda yang
baru lahir dan tidak tahu persoalan. Padahal mereka lebih sering berpikir kritis dan bebas
dari pengaruh manapun termasuk pribadinya sendiri.
Pengendalian sosial oleh pemuda/mahasiswa lebih banyak bersifat pasif, namun
jika dipandang penyimpangan telah berlebihan, mereka dapat melakukan cara yang lebih
aktif untuk menekan pihak-pihak terkait. Cara pengendalian sosial dapat dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Persuasif
yaitu pengendalian sosial dengan cara damai. Misalnya dengan melayangkan
surat protes, usulan, ajakan dialog, dan lain-lain. Cara ini dapat dilakukan secara langsung
maupun dengan memanfaatkan media massa.
2. Coercive
adalah cara paksaan yang biasanya mengarah terjadinya kekerasan. Misalnya
melakukan demonstrasi yang mengerahkan massa secara besar-besaran dengan
melakukan ajakan untuk menekan pihak yang dikontrol. Gerakan massa ini biasanya
diramaikan dengan yel-yel yang menjadi misi demontrasi tersebut.
10.2 Gerakan Reformasi
Salah satu gerakan pengendalian sosial yang masih hangat diingatan kita adalah
gerakan pada masa reformasi yang dilakukan hampir seluruh mahasiswa di wilayah
Indonesia. Pada saat itu nampaknya mahasiswa melihat adanya suatu yang tidak benar
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
dalam pelaksanaan pemerintahan. Kondisi itu telah berjalan cukup lama dan pemerintah
telah mendapat kritikan dari para akademisi, pengamat politik, maupun lembaga
international, di mana korupsi telah merajalela di Indonesia.
Selain itu para pengusaha luar negeri yang mengatakan bahwa di Indonesia
membutuhkan biaya tinggi karena banyaknya biaya siluman. Selain itu pemerintahan
Orde Baru dianggap telah melenceng dari rel yang semestinya, tidak demokratis dan
cenderung otoriter. Tuduhan lain terhadap pemerintah orde baru adalah merajalelanya
kolusi dan nepotisme, baik dari mulai kegiatan kecil sampai pengucuran kredit yang
trilyunan rupiah. Serta pelanggaran hak asasi manusia baik karena alasan kepentingan
negara maupun perorangan yang tidak pernah diusut tuntas.
Gerakan reformasi pada saat itu mengajukan beberapa tuntutan, antara lain
tuntutan untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Terkenal dengan singkatan
KKN. Tuntutan lain yang dikumandangkan oleh 11 Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi
di Bandung tanggal 12 April 1998 adalah penurunan harga kebutuhan pokok, penggantian
kabinet, pencabutan paket UU politik dan penegakan hak asasi manusia (Mandayun
dalam Hadad, 1998).
Karena pemerintah pada saat itu kurang merespon dan mengakomodasi dengan
baik tuntutan mahasiswa, selanjutnya tuntutan mereka menjadi lebih keras yaitu turunkan
Presiden Soeharto. Menurut Ridya La Ode dalam Hadad (1998), alasan mahasiswa
menuntut turunnya Presiden Soeharto pada saat itu karena alasan tingkat ketergantungan
elit politik di negeri ini terhadap Soeharto sangat besar. Sehingga kunci perubahan itu
sendiri ada pada Presiden Soeharto.
Gerakan mahasiswa ini mempunyai misi untuk menuntut adanya perubahan
dalam kehidupan yang selama ini diikat oleh rezim orde baru. Penurunan Presiden
Soeharto tersebut diharapkan memudahkan jalan kepada sistem pemerintahan yang lebih
demokratis. Keberhasilan tuntutan gerakan reformasi sehingga terjadi perubahan yang
cukup drastis di negeri ini menurut Agung Wicaksono dalam Hamzah, Musa K, dan M.
Ikhsan (1998) adalah karena beberapa hal, antara lain:
1. Mahasiswa memiliki satu ‘musuh bersama’, punya satu titik sentral perjuangan:
turunkan Soeharto. Hal ini sangat berpengaruh terhadap bergulirnya tuntutan
seperti ‘bola salju’, untuk mencapai sasaran yang sesungguhnya.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
2. Dukungan rakyat yang sangat besar. Dukungan rakyat muncul karena krisis
ekonomi telah menyentuh kebutuhan dasar dan kebutuhan fisik dari rakyat.
Gerakan mahasiswa menjadi pemicu solideritas dari rakyat karena mereka sadar
akan fenomena yang ada pada saat itu. Ketiga, persoalan yang dihadapi bangsa
terlihat secara nyata. Kegagalan-kegagalan pemerintah dapat dilihat secara nyata
dengan adanya indikator-indikator kuantitatif seperti kurs dolar, harga kebutuhan
pokok yang melangit, dan sebagainya. Kondisi ini hanya dinikmati oleh sebagian
kecil orang yang diuntungkan karen sistem yang dijalankan orde baru.
Dalam hal ini mahasiswa menempatkan diri sebagai agen kontrol sosial, di mana
gagasan-gagasannya dilontarkan dalam bentuk kritik-kritik yang tajam (karena penguasa
pada saat itu tidak lagi mendengarkan aspirasi dan persoalan masyarakat). Dalam kontek
gerakan reformasi nampaknya pemuda tidak saja memerankan agen kontrol sosial tetapi
juga sebagai agen pembaharu (selanjutnya akan dijelaskan kemudian).
Mengapa pemuda/mahasiswa pada saat itu menempatkan diri sebagai agen
kontrol sosial. Hal ini dikarenakan beberapa alasan seperti adanya kekosongan komponen
yang mampu menjembatani antara kepentingan rakyat dan kepentingan penguasa.
Walaupun pada saat itu ada kalangan yang juga menyuarakan tuntutan seperti tuntutan
pemuda/ mahasiswa namun penguasa dengan mudah membungkamnya dengan alasan
kepentingan sepihak bukan suara rakyat. Hal ini berbeda dengan posisi mahasiswa yang
dianggap lebih netral tanpa kepentingan tertentu. Gerakan pemuda/mahasiswa merupakan
lambang kekuatan moral yang bersih. Dalam melakukan kontrol sosial tidak
dilatarbelakangi unsur politik.
Idealisme pemuda/mahasiswa serta rasa cinta tanah air menjadi alasan lain
melakukan kontrol sosial. Pemuda/mahasiswa adalah komponen masyarakat yang selalu
berpikir terbuka dan bebas sebagai akademisi, sehingga menyadarkan mereka terhadap
permasalahan yang dihadapi masyarakat. Pemuda/mahasiswa juga memandang bahwa
dirinyalah sebagai ujung tombak proses kontrol sosial yang selama ini selalu terganjal
oleh penguasa. Alasan lain, pada saat itu hubungan komunikasi antar organisasi
pemuda/mahasiswa cukup solid, sehingga memungkinkan mereka melakukan koordinasi
dengan baik. Seperti yang diungkapkan pengamat politik Arbi Sanit dalam suatu
wawancara tentang ‘ajakan dialog oleh ABRI’ yang dimuat dalam Hadad (1998):
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
”Sejauh yang saya ketahui mereka mampu. Apalagi mereka sekarang solid,
kompak dan sepakat bekerja sama mencari kesepakatan siapa yang mau berbicara. Yang
saya dengar mereka mandiri tidak mau diperalat oleh siapapun. Ini nilai tambah
mahasiswa sekarang, menunjukkan bebas dari intervensi, tidak mau pakai perantara. Saya
yakin bila kondisi mahasiswa kompak dan solid mereka bisa jadi tumpuan harapan
rakyat…..”.
Kritik yang dilontarkan merupakan bentuk-bentuk pemikiran yang dikeluarkan
pemuda/mahasiswa bersih dari kepentingan pihak tertentu. Namun kadang-kadang
gerakan pemuda/mahasiswa dimanfaatkan oleh pihak tertentu, sehingga tidak lagi
menjadi kontrol sosial yang murni dengan pesan moral. Keadaan ini terlihat dengan
adanya kerusakan, tindakan anarkhis, dan gangguan secara sengaja terhadap aktivitas
masyarakat lainnya pada saat terjadi demonstrasi atau unjuk rasa.
Kerusakan fasilitas umum, dan gangguan terhadap pemakai jalan (termasuk jalan
tol) mewarnai aksi unjuk rasa. Beberapa pihak menggambarkan peristiwa ini sebagai
bagian dari demokrasi dan usaha menarik perhatian penguasa, tetapi sebagian lain
mengganggap sebagai pelanggaran hak asasi warga masyarakat yang terganggu. Padahal
pelaku perusakan tersebut hanyalah oleh segelintir oknum pemuda/mahasiswa. Tetapi
sempat mencoreng muka gerakan mahasiswa karena publikasi media massa yang sangat
cepat dan atraktif.
10.3 Sarana Kontrol Sosial
Hasil pemikiran pemuda/mahasiswa tidak akan ada gunanya jiga tidak disalurkan
dengan benar dan efektif. Oleh karena itu perlu adanya sarana yang tepat agar fungsi
kontrol sosial tercapai. Sarana ini menjadi penting karena pemerintah dan masyarakat
dapat melihat secara jelas apa sebenarnya pesan kontrol sosial yang diinginkan oleh
pemuda atau mahasiswa. Selain itu, karena wilayah kita sangat luas serta pusat kekuasaan
sentralistis di Jakarta, maka peranan media massa menjadi sangat penting dalam gerakan
ini.
Beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai sarana penyampaian pesan kontrol
sosial adalah:
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
1. Pesan kontrol sosial ini biasanya dilontarkan pada diskusi-diskusi maupun pada
seminar. Namun sarana ini dipandang sering tidak efektif karena khalayaknya
terbatas, kecuali jika disiarkan melalui media massa. Selain itu pada acara tersebut
mudah dilakukan rekayasa dan manipulasi. Sarana ini mungkin lebih cocok untuk
‘brainstorming’ tentang suatu permasalahan.
2. Sarana kontrol sosial lainnya yang banyak dipakai adalah dengan memanfaatkan
media massa secara langsung, seperti surat kabar, radio, dan televisi. Sarana kontrol
sosial melalui media massa ini cukup efektif jika yang dinginkan sekedar
penyampaian informasi (perubahan kognitif). Untuk mencapai kepada perubahan
perilaku khalayaknya agak sulit. Tetapi memiliki kelebihan lain yang sangat
signifikan. Berupa kemampuan mencapai jangkaun yang sangat luas pada waktu
yang sangat singkat (terutama yang tergolong media massa elektronik). Jumpa
pers/pers realise merupakan contoh yang paling sering digunakan suatu organisasi
pemuda/mahasiswa untuk menyikapi suatu peristiwa.
3. Sarana kontrol sosial yang sangat populer pada era reformasi adalah dengan cara
melakukan demonstrasi, dimana pesan kontrol sosial dapat langsung diarahkan pada
lembaga/instansi yang dituju.
4. Dialog dengan instansi/pejabat pemerintah yang dianggap representatif (seperti
DPR) dengan substansi kontrol sosial juga merupakan sarana yang populer
digunakan. Namun sarana ini juga kadang ditolak karena berbagai alasan. Misalnya,
saat ajakan dialog antara mahasiswa dengan ABRI dan presiden, mahasiswa
menolak dengan alasan seperti: bersifat seremonial saja, simbolik, dan pemuas
sementara.
10.4 Pesan Moral Kontrol Sosial
Ada kalangan yang mengatakan bahwa gerakan reformasi dari mahasiwa kadang
melenceng dari pesan moral sebenarnya. Ada gerakan pemuda/mahasiswa yang ternyata
bergeser dari pesan moral yang non-partisan ke arah gerakan moral yang partisan. Artinya
kadang-kadang pesan kontrol sosial tidak dilandasi prinsip-prinsip demokrasi dan
penghargaan terhadap orang lain. Kondisi seperti ini berbahaya karena suara moral
pemuda/mahasiswa dianggap suara rakyat.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Denny JA. (1999) menjelaskan kadang-kadang terjadi kemunduran ideologis
dalam gerakan mahasiswa. Ini disebabkan oleh beberapa hal, khususnya gerakan
pemuda/mahasiswa menjelang jatuhnya Soeharto.
Pertama, gerakan yang sudah setahun, biasanya mengalami fragmentasi.
Fragmentasi gerakan ini terurai, mungkin dari sifat gerakan yang moderat sampai
ekstrem. Kemunduran gerakan mahasiswa ini karena terjadinya radikalisasi/ekstrimisasi
gerakan. Dalam kasus ini biasanya berbagai rambu prinsip demokrasi sering dilupakan
dan dilanggar.
Kedua, adanya perubahan latar belakang gerakan itu sendiri. Semula gerakan
bersandar pada kekuatan moral perlahan-lahan berubah menjadi gerakan politik. Sebagai
gerakan moral, umumnya gerakan mahasiswa bersifat non-partisan dan tidak berdiri di
atas kelompok partai tertentu. Namun kenyataannya cenderung memihak partai non
Golkar dan menolak pemilu, terutama mereka yang memilih kelompok politik radikal.
Alasan ketiga terjadi pergeseran dalam ideologi gerakan pemuda/mahasiswa. Gerakannya
tidak benar-benar menghayati ideologi yang mereka perjuangakan. Dalam slogan, mereka
mengklaim sebagai kekuatan reformasi dan demokrasi. Tetapi kenyataanya mereka lupa
inti dari reformasi dan demokrasi, yang harus mereka hayati dan menjadi acuan dalam
menyikapi berbagai isu politik.
Dari uraian tersebut di atas kiranya dapat dimengerti bahwa gerakan
pemuda/mahasiswa dapat digolongkan sebagai usaha kontrol sosial. Hal ini disebabkan
posisi pemuda/mahasiswa relatif netral dan mengandalkan pada kekuatan moral sebagai
inti kebenaran universal. Selain itu pemuda dan mahasiswa memiliki kesempatan untuk
berpikir lebih luas dan jernih.
10.5 Jenis dan Macam-macam Norma
Norma memiliki fungsi sebagai pedoman dan pengatur dasar kehidupan
seseorang dalam bermasyarakat untuk mewujudkan kehidupan antara manusia yang
aman, tentram dan sejahtera.
10.5.1 Norma Sopan Santun
Norma sopan santun adalah norma yang mengatur tata pergaulan sesama manusia
di dalam masyarakat.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Contoh :
- Hormat terhadap orang tua dan guru
- Berbicara dengan bahasa yang sopan kepada semua orang
- Tidak suka berbohong
- Berteman dengan siapa saja
- Memberikan tempat duduk di bis umum pada lansia dan wanita hamil
10.5.2 Norma Agama
Norma agama adalah norma yang mengatur kehidupan manusia yang berasal dari
peraturan kitab suci melalui wahyu yang diturunkan nabi berdasarkan atas agama atau
kepercayaannya masing-masing. Agama adalah sesuatu hal yang pribadi yang tidak dapat
dipaksakan yang tercantum dalam undang-undang dasar '45 pasal 29.
Contoh :
- Membayar zakat tepat pada waktunya bagi penganut agama islam
- Menjalankan perintah Tuhan YME
- Menjauhi apa-apa yang dilarang oleh agama
10.5.3 Norma Hukum
Norma hukum adalah norma yang mengatur kehidupan sosial kemasyarakatan
yang berasal dari kitab undang-undang hukum yang berlaku di negara kesatuan republik
indonesia untuk menciptakan kondisi negara yang damai, tertib, aman, sejahtera, makmur
dan sebagainya.
Contoh :
- Tidak melanggar rambu lalu-lintas walaupun tidak ada polantas
- Menghormati pengadilan dan peradilan di Indonesia
- Taat membayar pajak
- Menghindari KKN / korupsi kolusi dan nepotisme
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Gambar 7. Facebook contoh dari Kontrol Sosial
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
BAB XI
PERAN KOMUNIKASI DALAM PROSES SOSIAL
11.1 Komunikasi sebagai Proses Perubahan
Komunikasi dilihat sebagai faktor penunjang modernisasi dan pembangunan.
Tetapi teori pembangunan Barat terasa historis dalam tingkat praksis di negara-negara
dunia ketiga. Sebab ia lebih menekankan pada faktor internal masyarakat daripada faktor
eksternal sebagai penyebab utama keterbelakangan dan kemiskinan. Mereka melihat
perkembangan masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern tidak lain dari
eksistensi intelektual kontemporer evolusi sosial Darwin. Ini bisa dilacak dari pemikiran
Ferdinand Tonnies dengan konsep gammeinschaft dan gesselscaft atau Emile Durkheim
dengan konsep solidaritas mekanis dan organisnya.
Kritik paling radikal diajukan oleh intelektual asal Amerika Latin Andre Gunder
Frank yang intinya melihat kapitalisme negara-negara industri majulah sebagai penyebab
utama pemerasan, ketimpangan, keterbelakangan dan kemiskinan negara-negara dunia
ketiga (Nasution, 1988). Komunikasi tidak selamanya sebagai penyebab perubahan
sosial, serta tidak selamanya pula tidak relevan dengan perubahan sosial. Artinya, ada
perubahan sosial yang tidak disebabkan oleh komunikasi dan ada pula komunikasi yang
ditujukan untuk menghalangi perubahan sosial itu. Misalnya, komunikasi yang bersifat
ritual yang pada dasarnya untuk memelihara status quo.
Padahal disisi lain, saat ini kita telah memasuki era yang disebut ”Revolusi
Komunikasi”__Daniel Lerner, ”Masyarakat Pasca Industri” (The Post Industrial Society)
dari Daniel Bell, ”Abad Komunikasi” atau ”Gelombang Ketiga” (The Third Wave) dari
Alvin Toffler. Salah satu ciri yang menyertai berbagai sebutan era dari para ahli tersebut
adalah penggunaan alat komunikasi sebagai media yang sangat penting di dalam
pergaulan manusia. Globalisasi sendiri telah memporakporandakan sebuah negara yang
berusaha mengisolasi diri dari pergaulan dunia, bahkan Marshall McLuhan mengatakan
bahwa kita telah memasuki Global Village (kampung global).
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Global Village artinya dunia diibaratkan sebuah kampung dengan suatu ciri apa
yang terjadi di sebuah wilayah negara dalam waktu singkat segera diketahui oleh negara
lain. Sama persis suatu kejadian yang ada di sebuah sudut kampung dalam waktu singkat
cepat diketahui oleh seluruh masyarakat di kampung tersebut.
Menurut Collin Cherry kasus semacam itu sering diistilahkan dengan ledakan
komunikasi massa. Ledakan komunikasi massa ternyata membawa implikasi geografis
dan geometris. Implikasi geografis artinya suatu negara pada akhirnya akan terseret arus
pada jaringan komunikasi dunia. Sedangkan implikasi geometris adalah berlipatnya
jumlah lalu lintas pesan yang dibawa dalam sistem komunikasi yang jumlahnya berlipat-
lipat. Saat ini kita tidak bisa membayangkan bahwa satelit kita dilewati (menjadi
perantara) banyak informasi dan pesan.
Berbagai perkembangan komunikasi tersebut sebenarnya merupakan proses yang
terus menerus diperbaharui dari hari ke hari. Kalau dahulu sistem komunikasi dilakukan
lewat pelayanan pos (Curtus Publicus) yang terjadi di kota Roma, kemudian berkembang
menjadi lebih maju dengan ditemukannya telegraf satu abad sesudahnya, penemuan
kristal transistor pada 1948, satelit dan saat ini sudah ada bentuk komunikasi yang
semakin canggih dengan menggunakan istilah electronic memory chips (chips) berupa
peralatan mikro komputer.
Daniel Lerner, dalam tulisannya yang berjudul Technology, Communication, and
Change pada 1976, mencatat lima revolusi komunikasi yang pernah terjadi di dunia
sebelum tahun 1975. Lima revolusi komunikasi tersebut yakni sebagai berikut.
Teknologi Media Rentang Waktu ke
Tahun 1975
Mesin cetak cetakan + 500 tahun
Kamera atau film visual 100 tahun
Transmitter atau tabung hampa audio 50 tahun
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Transistor atau tabung gambar audio visual 20 tahun
Satelit Jaringan dunia pertama 10 tahun
Setiap revolusi komunikasi berbeda rentang waktunya,antara revolusi pertama ke
revolusi kedua membutuhkan waktu lebih dari 400 tahun. Waktu selama empat abad itu
dibutuhkan untuk mengembangkan sebuah kelas sosial yang bisa memanfaatkan
teknologi cetak tersebut. Di Indonesia perkembangan tersebut juga terasa sekali.
Komunikasi antarpersona yang dahulu menjadi andalan dalam proses komunikasi lambat
laun posisinya sudah tergeser oleh media radio dan surat kabar yang digunakan untuk alat
perjuangan. Kemudian tergeser oleh peran media televisi ketika di tanah air sudah ada
siaran televisi pada 1962.
11.2 Hakikat Komunikasi sebagai Proses Sosial
Studi tentang peranan komunikasi dalam proses sosial banyak dikaitkan dengan
asumsi-asumsi bahwa perubahan sosial (social change) dapat disebabkan karena
komunikasi. Para ahli umumnya menitikberatkan perhatiannya pada studi tentang efek
komunikasi. Para pakar dari berbagai disiplin ilmu sangat percaya bahwa komunikasi
merupakan sebuah kekuatan yang bisa digunakan secara sadar untuk mempengaruhi dan
mengubah perilaku masyarakat, terutama dalam menerima gagasan-gagasan baru dan
teknologi baru.
Arifin mencatat bahwa keyakinan tersebut telah menyebabkan berkembangnya
kajian tentang difusi. Sesungguhnya kajian difusi ini telah dilakukan oleh Lazarsfeld,
Barelson, dan Gandet, tahun 1948, yang berkembang tahun 1955. Para pakar psikologi ini
menemukan bahwa peranan yang dimainkan oleh media massa dalam mempengaruhi
khalayak sangat kecil, bila dibandingkan dengan komunikasi langsung.
Lain lagi yang dicatat Wilbur Schramm dan Daniel Lezner bahwa konsep difusi
dan adopsi inovasi pada akhirnya melandasi terjadinya dua revolusi besar yang melanda
Dunia Ketiga, yakni revolusi hijau dan revolusi pengendalian penduduk. Pada masa yang
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
akan datang, masalah difusi dan inovasi terasa masih sangat urgent atau penting. Bukan
saja diharapkan masyarakat dapat menerima dan menyebarkan inovasi pembangunan,
tetapi juga mampu berpartisipasi secara aktif dalam proses perubahan sosial yang
direncanakan (development).
Santoso S. Hamijoyo mengemukakan konsep tentang komunikasi partisipatoris
di mana partisipasi masyarakat secara sadar, kritis, sukarela, murni, dan
bertanggungjawab memang baik. ”Baik” bukan sekedar karena bahwa dengan demikian
ada kemungkinan biaya pembangunan menjadi murah, tetapi ”baik” karena memang
sesuai dengan prinsip-prinsip dasar membangun masyarakat, bangsa, dan negara. Kendala
partisipasi tersebut, menurut Santoso S. Hamijoyo, bukan hanya karena tingkat
pendidikan dan peradaban, tetapi juga karena sulitnya pelaksanaan partisipasi masyarakat.
Dengan kata lain, kendala partisipasi tersebut lebih banyak bersumber dari kurangnya
kemauan atau itikad baik, komitmen moralitas dan kejujuran dari sebagian para
komunikator, pemimpin dan penguasa, baik di kalangan pemerintah, swasta, maupun
masyarakat dari semua tingkatan.
Maka dari itu, masalah komunikasi pembangunan bukan hanya menyangkut
bagaimana melakukan transformasi ide dan pesan melalui penyebaran informasi. Difusi
dan inovasi merupakan problem struktural. Artinya, penerimaan dan penyebarluasan ide
baru tersebut sangat tergantung pada sifat atau karakteristik lapisan masyarakat
(stratifikasi sosial).
11.3 Komunikasi dan Perubahan Sosial
Jurnal Komunikasi Audientia, Vol. I, 2 April – Juni 1993, menurunkan tulisan
Bruce H. Westley. Ia sudah sejak lama menekuni pemikiran di sekitar komunikasi
sebagai domain perubahan sosial. Dalam buku Process and Phenomena of Social Change
pada 1978, Westley menulis panjang lebar tentang komunikasi dan perubahan sosial.
Beberapa asumsi yang mendasari kajian perubahan sosial di mana komunikasi
terlibat di dalamnya antara lain:
1. Proses komunikasi menghasilkan perubahan-perubahan pengertian.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Hal itu bukan saja terjadi secara individual, bahkan bisa bersifat sistemik. Young
Yun Kim mendefinisikan komunikasi sebagai pertukaran informasi di antara dua sistem
yang mengatur dirinya sendiri.
2. Pertukaran informasi mempunyai tujuan pendidikan, hiburan, persuasi, dan
sebagainya.
Melalui proses inilah teori pembelajaran sosial melihat bahwa setiap manusia
memiliki suatu sikap atau nilai atau pandangan tertentu terhadap dunianya. Sebaliknya,
dunia sekitarnya membangun dan mempengaruhi persepsi kita. Peranan media massa
dalam hubungannya dengan teori pembelajaran sosial tersebut bisa mengisi keempat
proses yang diajukan oleh Albert Bandura, yakni proses memperhatikan, proses
mengingatkan kembali, proses gerakan untuk menciptakan kembali, dan proses
mengarahkan gerakan sesuai dorongan.
3. Dalam proses komunikasi terjadi sosialisasi nilai.
Wilbur Schramm menyatakan bahwa kegiatan komunikasi juga dapat dilihat dari
kedudukan fenomena dalam kehidupan sosial. Komunikasi pada dasarnya membuat
individu menjadi bagian dari lingkungan sosial. Hubungan yang terbentuk akibat
informasi, jika memiliki pola (pattern), akan disebut sebagai instruksi atau perantara
komunikasi. Rogers dan Kincaid menggambarkan terbentuknya suatu realitas sosial
(social reality) akibat proses komunikasi, yakni berupa saling pengertian (mutual
understanding), persetujuan bersama (mutual agreement), dan tindakan bersama
(collective action).
4. Bahwa kegiatan komunikasi mempunyai efek yang spesifik.
Teori komunikasi yang paling banyak membahas masalah efek adalah komunikasi
massa, khususnya efek media. Horton Cooley sejak awal abad ke-20 sudah mengatakan
bahwa media massa dapat memanusiakan dan meningkatkan kemampuan masyarakat,
dalam menanggapi persoalan-persoalan baru, dan memberikan konteks umum dalam
rangka pengambilan keputusan yang demokratis serta menghentikan monopoli
pengetahuan yang aristokratis (sebuah sistem pemerintahan yang dipimpin oleh individu
yang terbaik). Dalam pandangan strukturalisme, C. Wright Mills mengatakan sebaliknya
bahwa kekuatan elite dalam mengontrol massa adalah dengan mengontrol ekses terhadap
media massa.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
5. Komunikasi telah terbukti sebagai cara yang efektif dalam penyebaran ide-ide
baru kepada masyarakat yang terdiri atas inovasi.
Kemudian, asumsi keenam ialah komunikasi merupakan cara penularan perilaku.
Asumsi ketujuh bahwa motivasi berprestasi secara korelatif digunakan dengan cara
memanfaatkan media massa. Asumsi kedelapan bahwa komunikasi memiliki keterbatasan
dalam menjalankan perannya sebagai agen perubahan. Karena, komunikasi bukan satu-
satunya komponen yang menentukan perubahan.
11.4 Komunikasi Sebagai Proses Sosial
Menurut Peter L. Berger, hubungan antara manusia dengan masyarakat
berlangsung secara dialektis dalam tiga momen: eksternalisasi, objektivasi, dan
internalisasi. Berikut ini adalah penjelasannya.
1. Eksternalisasi
ialah proses penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia.
Dimulai dari interaksi antara pesan iklan dengan individu pemirsa melalui tayangan
televisi. Tahap pertama ini merupakan bagian yang penting dan mendasar dalam satu pola
interaksi antara individu dengan produk-produk sosial masyarakatnya. Yang dimaksud
dalam proses ini ialah ketika suatu produk sosial telah menjadi sebuah bagian penting
dalam masyarakat yang setiap saat dibutuhkan oleh individu, maka produk sosial itu
menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang untuk melihat dunia luar;
2. Objektivasi
ialah tahap di mana interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang
dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Pada tahap ini, sebuah produk
sosial berada proses institusionalisasi, sedangkan individu memanifestasikan diri dalam
produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya maupun
bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama. Objektivasi ini bertahan lama sampai
melampaui batas tatap muka di mana mereka bisa dipahami secara langsung. Dengan
demikian, individu melakukan objektivasi terhadap produk sosial, baik penciptanya
maupun individu lain. Kondisi ini berlangsung tanpa harus mereka saling bertemu.
Artinya, proses ini bisa terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk sosial yang
berkembang di masyarakat melalui diskursus opini masyarakat tentang produk sosial, dan
tanpa harus terjadi tatap muka antarindividu dan pencipta produk sosial;
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
3. Internalisasi
ialah proses di mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-
lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya. Terdapat dua
pemahaman dasar dari proses internalisasi secara umum; pertama, bagi pemahaman
mengenai ‘sesama saya’ yaitu pemahaman mengenai individu dan orang lain; kedua,
pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial.
Kenyataan yang berhadapan antara masyarakat dengan manusia ada hubungan
saling mempengaruhi tersebut dibangun tak lain dengan proses komunikasi. Artinya,
komunikasi dalam hal ini, adalah sebuah proses sosial di masyarakat. Proses sosial
diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai kehidupan bersama. Dalam
hubungannya dengan proses sosial, komunikasi menjadi sebuah cara dalam melakukan
perubahan sosial (social change). Komunikasi berperan menjembatani perbedaan dalam
masyarakat karena mampu merekatkan kembali sistem sosial masyarakat dalam usahanya
melakukan perubahan. Namun begitu, komunikasi juga tak akan lepas dari konteks
sosialnya. Dapat dikatakan bahwa ia akan diwarnai oleh sikap, perilaku, norma, dan
pranata masyarakatnya. Jadi antara komunikasi dan proses sosial saling melengkapi dan
saling mempengaruhi. Seperti halnya, hubungan antara manusia dengan masyarakat yang
dikemukakan Berger di atas.
Goran Hedebro mengamati hubungan antara perubahan sosial dengan
komunikasi, berikut adalah hasil pengamatannya:
1. Teori komunikasi
Mengandung makna pertukaran pesan. Tidak ada perubahan dalam masyarakat
tanpa peran komunikasi. Dapat dijelaskan bahwa komunikasi hadir pada semua
upaya yang bertujuan membawa ke arah perubahan.
2. Meskipun komunikasi
Hadir dengan tujuan membawa perubahan, namun ia bukan satu-satunya alat
yang dapat membawa perubahan sosial. Komunikasi hanyalah salah satu dari
banyak faktor yang menimbulkan perubahan masyarakat.
3. Media
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Yang digunakan dalam komunikasi berperan melegitimasi bangunan sosial yang
ada. Media adalah pembentuk kesadaran yang pada akhirnya menentukan
persepsi orang terhadap dunia dan masyarakat sebagai tempat mereka hidup.
4. Komunikasi
Adalah alat yang luar biasa guna mengawasi salah satu kekuatan penting
masyarakat; konsepsi mental yang membentuk wawasan orang mengenai
kehidupan. Mereka yang berada dalam posisi mengawasi media, bisa
menggerakkan pengaruh yang menentukan menuju arah perubahan sosial.
Komunikasi sebagai proses sosial adalah bagian integral dari masyarakat. Secara
garis besar komunikasi sebagai proses sosial di masyarakat memiliki fungsi-fungsi
sebagai berikut:
1. Komunikasi menghubungkan antar berbagai komponen masyarakat.
Komponen di sini tidak hanya individu dan masyarakat saja, tetapi juga lembaga-
lembaga sosial (pers, humas, universitas), asosiasi pers, asosiasi humas, organisasi desa,
dan berbagai lembaga lainnya. Bentuk lembaga tersebut dapat dipertahankan dan tidak
sangat tergantung dari peran komunikasi. Jika dalam musyawarah anggota memutuskan
suatu asosiasi bubar, tentu tidak dapat dipertahankan lagi.
2. Komunikasi membuka peradaban (civilization) baru bagi manusia.
Menurut Koentjaraningrat istilah peradaban dipakai untuk bagian-bagian dan
unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah, seperti kesenian dan ilmu
pengetahuan. Komunikasi telah mengantarkan peradaban negara Barat menjadi maju
dalam ilmu pengetahuan.
3. Komunikasi ialah manifestasi kontrol sosial dalam masyarakat.
Berbagai nilai (value), norma (norm), peran (role), cara (usage), kebiasaan, tata
kelakuan, dan adat dalam masyarakat yang mengalami penyimpangan akan dikontrol
dengan komunikasi, baik melalui bahasa lisan maupun perilaku nonverbal individu.
4. Tanpa bisa diingkari komunikasi berperan di dalam sosialisasi nilai ke
masyarakat.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Misalnya saja, bagaimana sebuah norma kesopanan disosialisasikan kepada
generasi muda dengan menggunakan contoh perilaku orang tua dan nasihat langsung.
5. Individu berkomunikasi dengan orang lain menunjukkan jati diri
kemanusiaannya.
Seseorang akan diketahui jati dirinya sebagai manusia karena menggunakan
komunikasi. Komunikasi juga berarti mencerminkan identitas sosial individu tersebut di
lingkungan masyarakat.
11.5 Komunikasi Sebagai Proses Budaya
Menurut Jalaluddin Rakhmat dan Deddy Mulyana, di dalam bukunya yang
berjudul Komunikasi Antarbudaya, sekurang-kurangnya ada tiga pandangan terhadap
komunikasi, yaitu:
1. Komunikasi sebagai aktifitas simbolik
Ketika sedang berkomunikasi, kita biasanya menggunakan simbol-simbol
bermakna yang diubah ke dalam kata-kata verbal (nonverbal) untuk diperagakan. Simbol-
simbol komunikasi yang dimaksud dapat berbentuk tindakan, aktifitas, atau tampilan
objek yang mewakili makna tertentu. Makna adalah persepsi, pikiran, atau perasaan yang
dialami seseorang yang selanjutnya akan dikomunikasikan kepada orang lain.
2. Komunikasi sebagai proses
Komunikasi merupakan aktifitas yang terjadi secara terus berlangsung, dinamis,
dan berkesinambungan sehingga selalu mengalami perubahan.
3. Komunikasi sebagai pertukaran makna
Makna adalah pesan yang dimaksudkan oleh pengirim dan diharapkan dimengerti
pula oleh penerima. Permasalahannya adalah bagaimana setiap orang mampu membuat
kata-kata menjadi bermakna.
Asumsi dasarnya adalah komunikasi merupakan suatu proses budaya. Artinya,
komunikasi yang ditujukan pada orang atau kelompok lain adalah sebuah pertukaran
kebudayaan. Misalnya, anda berkomunikasi dengan suku Aborigin Australia, secara tidak
langsung Anda sedang berkomunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu milik Anda
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
untuk menjalin kerja sama atau mempengaruhi kebudayaan lain. Dalam proses tersebut
terkandung unsur-unsur kebudayaan, salah satunya ialah bahasa. Sedangkan bahasa
adalah alat komunikasi. Maka, komunikasi juga disebut proses budaya.
11.6 Unsur Budaya di dalam Proses Komunikasi
Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan
karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil
budi dan karyanya. Dari definisi yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat, kita bisa
melihat bahwa di dalam kebudayaan terdapat gagasan, budi, dan karya manusia yang
akan menjadi kebudayaan setelah dipelajari terlebih dahulu oleh manusia. Wujud dari
kebudayaan ialah sebagai berikut:
Wujud sebagai suatu kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia;
Wujud sebagai suatu kompleks aktivitas manusia;
Wujud sebagai benda;
Wujud Kebudayaan secara operasional bisa terbagi menjadi beberapa unsur yang
terangkum dalam cultural universal, mencakup: peralatan dan perlengkapan kehidupan
manusia, mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan,
bahasa (lisan maupun tertulis), kesenian, sistem pengetahuan, sistem kepercayaan atau
religi.
Dalam konteks komunikasi sebagai proses budaya, kita tidak terlepas dari
penggunaan bahasa verbal dan nonverbal. Bahasa verbal dan nonverbal yang digunakan
manusia dalam mengadakan kontak dengan lingkungannya memiliki kesamaan antara
lain:
1. Menggunakan sistem lambang;
2. Merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh individu manusia;
3. Orang lain juga memberikan arti pada simbol yang dihasilkan tadi.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Sehingga terjadi proses saling memberikan arti pada simbol-simbol yang
disampaikan oleh individu-individu yang saling berkomunikasi. Tanda atau simbol
merupakan alat yang digunakan dalam interaksi. Pembahasan mengenai simbol harus
diawali dengan konsep ‘tanda’ (sign). Tanda dapat disebut sebagai unsur yang digunakan
untuk mewakili unsur lain. Dari tanda dan simbol tersebut, kita memberikan makna.
Setiap orang akan memberikan makna berdasarkan pengalaman pribadinya. Manusia
dapat memiliki makna sama hanya ketika mereka mempunyai pengalaman yang sama
atau dapat mengantisipasi pengalaman-pengalaman yang sama.
Dilihat dari fungsinya, bahasa merupakan alat yang dimiliki bersama untuk
mengungkapkan gagasan (socially shared), karena bahasa hanya dapat dipahami apabila
ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya.
Bahasa diungkapkan dengan kata-kata dan kata-kata tersebut sering diberi arti arbiter
(semaunya). Contoh: terhadap buah pisang orang Sunda menyebutnya cau dan orang jawa
menyebutnya gedang. Kemudian definisi bahasa secara formal ialah semua kalimat yang
terbayangkan dan bisa dibuat menurut peraturan bahasa. Setiap bahasa bisa dikatakan
mempunyai tata bahasanya sendiri.
Dalam studi kebudayaan, bahasa ditempatkan sebagai sebuah unsur penting
selain unsur-unsur lain, seperti sistem pengetahuan, mata pencaharian, adat istiadat,
kesenian, dan sistem peralatan hidup. Bahkan bahasa bisa dikategorikan sebagai unsur
kebudayaan yang membentuk non-material selain nilai, norma, dan kepercayaan. Bahasa
merupakan komponen budaya yang sangat penting yang mempengaruhi penerimaan kita,
perilaku kita, perasaan, dan kecenderungan kita untuk bertindak menanggapi lingkungan
kita. Atau dengan kata lain, bahasa mempengaruhi kesadaran kita, aktivitas, dan gagasan
kita, benar atau salah, moral atau tidak bermoral, serta baik atau buruk. Bahasa dari suatu
budaya berbeda dengan bahasa dari budaya lain dan bahasa dari sebuah subkultur tertentu
berbeda dengan bahasa dari subkultur yang lain.
11.7 Komunikasi di dalam Sistem Politik
Sebagaimana diketahui konsep komunikasi politik di dalam ilmu politik telah
mengalami perkembangan dalam pengertiannya. Gabriel Almond pernah
mengkategorikannya sebagai salah satu dari empat fungsi input sistem politik. Kemudian
Alfian, di dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia,
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
menjadikan komunikasi politik sebagai penyebab bekerjanya semua fungsi dalam sistem
politik. Komunikasi politik diibaratkan sebagai sirkulasi darah di dalam tubuh.
Bukan darahnya, tapi apa yang terkandung di dalam darah itu yang menjadikan
sistem politik itu hidup. Lebih lanjut Alfian menjelaskan komunikasi politik, sebagai
layaknya darah, mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes, dan dukungan
yang berupa aspirasi dan kepentingan, untuk dibawa ke jantung sebagai pusat pemrosesan
sistem politik. Lalu hasil pemrosesan itu disimpulkan dalam bentuk fungsi-fungsi output
untuk dialirkan kembali oleh komunikasi politik yang selanjutnya menjadi feedback di
dalam sistem politik.
Dengan kata lain, komunikasi politik menyambungkan semua bagian dari sistem
politik dan juga masa kini dengan masa lampau, sehingga dengan demikian aspirasi dan
kepentingan dikonversikan menjadi berbagai kebijakan. Apabila komunikasi itu berjalan
lancar, wajar, dan sehat, maka sistem politik itu akan mencapai tingkat kualitas responsif
yang tinggi terhadap perkembangan aspirasi dan kepentingan masyarakat serta tuntutan
perubahan zaman. Hal itu biasanya terjadi pada suatu sistem politik yang mampu
mengembangkan kapasitas dan kapabilitasnya secara terus-menerus.
Bagaimana komunikasi politik menyambungkan seluruh bagian dari sistem
politik? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan contoh berikut ini. Orang tua, sekolah,
pemuka agama, dan tokoh masyarakat melalui komunikasi politik menanamkan nilai-nilai
ke dalam masyarakat. Para pemimpin organisasi politik dan kelompok kepentingan
mengkomunikasikan aspirasi dan kepentingan masyarakat sebagai kehendak mereka serta
rekomendasi kebijakan untuk memenuhinya.
Setelah menerima informasi dari berbagai pihak, mereka yang bertugas
melaksanakan fungsi legislatif membuat undang-undang yang dianggap perlu dan
relevan, yang kemudian dikomunikasikan kepada pihak yang berwenang untuk
melaksanakannya. Proses pelaksanaannya dikomunikasikan kepada masyarakat dan
dinilai oleh masyarakat sehingga penilaian itu dikomunikasikan lagi. Dalam seluruh
proses komunikasi politik, media massa baik cetak maupun elektronik, memainkan peran
penting, selain saluran-saluran lainnya seperti tatap muka, surat-menyurat, media
tradisional, organisasi, keluarga, dan kelompok pergaulan.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Sebagaimana bisa ditinjau, pada setiap bagian dari sistem politik terjadi
komunikasi politik, mulai dari proses penanaman nilai (sosialisasi politik atau pendidikan
politik) sampai kepada pengartikulasian dan penggabungan aspirasi dan kepentingan,
terus kepada proses pengambilan kebijakan, pelaksanaan, dan penghakiman terhadap
kebijakan tersebut. Tiap-tiap bagian atau tahap-tahap itu disambungkan pula oleh
komunikasi politik.
Demikianlah, secara simultan, timbal-balik, vertikal maupun horizontal dalam
suatu sistem politik yang handal, sehat, dan demokratis, komunikasi politik terjadi pada
setiap bagian dari keseluruhan sistem politik. Sistem politik seperti itu sudah berhasil
menjadikan dirinya sistem politik yang mapan dan handal, yakni sistem politik yang
memiliki kualitas kemandirian yang tinggi untuk mengembangkan dirinya secara
kontinyu. Itulah sistem politik yang sudah tinggal landas secara self-sustainable. Lebih
jauh bisa digambarkan peranan penting komunikasi politik dalam memelihara dan
meningkatkan kualitas kehandalan suatu sistem politik yang sudah mapan. Ia berperan
penting sekali dalam memelihara dan mengembangkan budaya politik yang ada dan
berlaku yang telah menjadi landasan yang mantap dari sistem politik yang mapan dan
handal itu.
Komunikasi politik mentransmisikan nilai-nilai budaya politik yang bersumber
dari pandangan hidup atau ideologi bersama masyarakatnya kepada generasi baru (anak-
anak, remaja, dan pemuda, termasuk mahasiswa) dan memperkuat proses
pembudayaannya dalam diri generasi yang lebih tua. Maka dari itu, budaya politik
mampu terpelihara dengan baik, bahkan mungkin berakar dan terus berkembang dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Bersamaan dengan itu, komunikasi politik bisa menyatu
dan menjadi bagian integral dari budaya politik tersebut. Komunikasi politik berakar,
hidup, dan berkembang bersama-sama dengan budaya politiknya.
11.8 Komunikasi sebagai Proses Politik
Dengan komunikasi, maka realitas, sejarah, tradisi politik bisa dihubungan dan
dirangkaikan dari masa lalu untuk dijadikan acuan ke masa depan. Dengan komunikasi
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
sebagai proses politik, berbagai tatanan politik berubah sesuai dengan tuntutan
masyarakat akan berubah. Misalnya, tradisionalisme.
Berbagai adopsi tradisi luar juga tidak akan mudah diterima begitu saja dan suatu
saat akan mengalami kegagalan seandainya bertentangan dengan tradisi yang sudah ada.
Ada beberapa catatan yang bisa ditarik ketika kita memperbincangkan komunikasi
sebagai proses politik, yakni sebagai berikut:
1. Komunikasi memiliki peran signifikan dalam menentukan proses perubahan
politik di Indonesia. Ini bisa dilihat dari perubahan format lembaga kepresidenan
yang dahulunya sakral kemudian menjadi tidak sakral. Ini semua diakibatkan
terbinanya komunikasi politik yang baik antara masyarakat dan pemerintah.
2. Kita pernah mewarisi komunikasi politik yang tertutup sehingga mengakibatkan
ideologi politik yang tidak terbuka. Kemudian timbul penafsiran ada pada pihak
penguasa yang mendominasi dan mengontrol semua bagian, sehingga
memunculkan hegemoni dan pola atau arus komunikasi top down yang
indoktrinatif.
3. Komunikasi masih dipengaruhi oleh tradisi politik masa lalu. Tradisi politik yang
mementingkan keseimbangan, harmoni, dan keserasian masih diwujudkan
meskipun dalam kenyataannya tradisi itu justru dijadikan alat legitimasi politik
penguasa atas nama stabilitas. Keterpengaruhan ini juga termanifestasikan pada
budaya sungkan yang masih kental dalam tradisi komunikasi kita.
4. Sebagai proses politik, komunikasi menjadi alat yang mampu untuk mengalirkan
pesan politik (berupa tuntutan dan dukungan) ke pusat kekuasaan untuk diproses.
Proses itu kemudian dikeluarkan kembali dan selanjutnya menjadi umpan balik.
Ini artinya, komunikasi sebagai proses politik adalah aktivitas tanpa henti.****
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
BAB XII
PERAN MEDIA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
12.1 Budaya Lokal dan Kehidupan Masyarakat
Media Lokal/pers adalah media/pers yang dibangun oleh dan untuk orang-orang
lokal. Lokal dapat berarti suatu kota, kabupaten atau propinsi atau wilayah yang dihuni
atau suatu kelompok suku, dalam suatu wilayah geografis yang lebih besar.
Fungsi media/pers lokal pada dasarnya untuk memebuhi kebutuhan masyarakat
yang bersangkutan, apakah itu dalam segi pendidikan, informasi, kebudayaan atau
hiburan. Akan tetapi yang terpenting yaitu untuk membangun dan mengembangkan jati
diri (identitas) masyarakat lokal tersebut.
Namun dalam kenyataan sekarang masyakat Indonesia termasuk birokrat
dipemerintahan, umumnya menganut pandangan objektif terhadap budaya. Mereka
memandang bahwa budaya adalah suatu entitas yang cenderung statis yang terutama
berbentuk aspek-aspek yang dapat di lihat dan diraba seperti artefak, kerajinan tangan,
tarian bangunan, dsb. Hal ini bisa di lihat dengan adanya kementrian kebudayaan, namun
yang diurusinya hanya hal-hal yang bersifat nyata.
Sebagai kita yang hanya memandang budaya secara objektif, maka sebagai
akibatnya mengundang beberapa persoalan, diantanya:
1. Kita cenderung etnosentrik, menganggap budaya kita sebagai yang terbaik dan
mengukur budaya yang lain dengan standar kita. Maka kita pun menganut
otostereotip “masyarakat kita ramah tamah” “masyarakat kita religius” dsb
padahal bangsa-bangsa lain pun boleh jadi menganggap diri mereka ramah
tamah.
2. Kita menjadi kurang kritis terhadap aspek-aspek budaya yang kita warisi dari
nenek moyang kita, karena kita menganggap sebagai bawaan yang tak perlu
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
dipersoalkan lagi. Padahal sebagai aspek budaya mana pun yang merupakan hasil
kreasi manusia selalu ada aspek positif dan negatif. Aspek budaya yang negative
adalah kebiasaan jam karet, etos kerja yang rendah sehingga kita menjadi bangsa
yang lembek dan tidak mampu bersaing dengan bangsa lain. Ironisnya kita justru
malah lebih suka mengadopsi budaya asing yang justru merusak semisal sifat
hedonisme (memuja kesenangan)
Contoh lain yang harus kita kritisi dari budaya kita adalah kolektivisme/gotong
royong. Dalam bahasa Sunda Bongkong ngaronjok bengkung ngariung atau
bahasa jawa mangan ora mangan asal kumpul. Disana memang ada nilai
harmoni/keselarasan tetapi dengan mengorbankan kebiasaan atau kemampuan
berbeda pendapat. Akibatnya kita menjadi orang-orang yang emosional,
temperamental dan berangasa.
Dalam batas-batas tertentu kolektivisme boleh-boleh saja dipertahankan,
misalnya saling berkunjung dan kerja bakti. Akan tetapi kalau tidak hati-hati ini
bisa menimbulkan terjadinga KKN dalam berbagai bentuk dan diberbagai bidang.
3. Kita menjadi kaku dan kurang luwes dalam bergaul dengan budaya lain. Kita
menjadi gagap dan gamang untuk berinteraksi dengan suku-suku lain atau
bangsa-bangsa lain yang ada disekitar kita, kita kerap kali hanya terbawa arus
ikut-ikutan, tidak percaya diri, tidak mandiri.
Menurut Dr.Ide Anak Agung Gde Agung mantan Dubes Indonesia untuk Austria
menjadi salah satu factor yang menyebabkan lemahnya para diplomat Indonesia di luar
negeri. Mereka kurang menguasai bahasa asing dan kurang mampu bergaul dengan orang
asing.
Mengubah pandangan budaya dari objektif ke interpretif yang mengisyaratkan
bahwa budaya itu dinamis, bahwa kita bukan sekedar orang yang harus mengikuti nilai-
nilai budaya yang diwarisi dari terdahulu, tetapi harus mengkritisinya, memperbaharuinya
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
sesuai nilai-nilai positif yang kita prioritaskan. Sikap kita yang benar adalah bagaimana
kita mampu memelihara nilai-nilai budaya local yang positif yang sesuai dengan agama
kita, dan bagaimana pula kita mampu menyaring budaya asing.
WS Rendra: kita dapat mengadopsi aspek-aspek budaya dari mana pun sejauh hal
itu meningkatkan martabat kemanusiaan kita. Sayangnya yang lebih banyak ditiru dari
barat yaitu hal-hal yang negative.
Salah satu misi terpenting pers lokal adalah misi pendidikan yaitu bagaimana
membangkitkan jati diri yang selama ini dianggap memble jika berhadapan dengan suku
lain.
12.2 Film dan Budaya Lokal
Melvin DeFleur lewat teori norma budaya (the cultural norm theory): pada
dasarnya media massa lewat sajiannya yang selektif dan tekanannya pada tema-tema
tertentu menciptakan kesan pada khalayak bahwa norma-norma budaya bersama
mengenai topic yang ditonjolkan didefinisikan dengan suatu cara tertentu. Artinya media
massa berkuasa mendefinisikan norma-norma budaya buat khalayaknya dan secra tidak
langsung media akan mempengaruhi individu.
Menurutnya, ada tiga pola pembentukan pengaruh melalui media massa:
1. Pengaruh norma yang ada (mis: kekeluargaan, cinta tanah air,atau
agresivitas).
2. Kedua, menciptakan norma yang baru (pakaian dengan perut terbuka, topi
kupluk, dll).
3. Ketiga, mengubah norma yang ada (mis: selera makanan cepat saji, jilbab
yang lebih fashionable).
Adakah Budaya Indonesia? Deddy Mulyana: Budaya Indonesia seperti budaya
yang lainnya masih dalam proses “menjadi” alih-alih sebagai entitas yang sudah jadi. Dan
pertanyaan lainnya, nilai-nilai budaya apa yang hendak dibangun? Sayangnya
pembangunan budaya kita tanpa “Cetak Biru” yang jelas. Sejak kita merdeka kita belum
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
pernaha punya strategi budaya nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu
perkembangan budaya kita bersifat centang-perenang, zig zag dan tanpa arah yang jelas.
Jika orang Amerika ditanya tentang nilai budaya mereka, mereka akan
menyebutkan seperti yang diungkapkan Vander Zanden yaitu: kekeyaan, keberhasilan,
kerja dan aktivitas, kemajuan, rasionalitas, demokrasi dan kemanusiaan. Sedangkan
bangsa Jerman mencakup sifat rajin, ambisi, ketelitian, dan kerja keras, baik, adil, dapat
dipercaya, suka menolong, dan pencari gelar.
Sedangkan kita sebagai bangsa Indonesia jika ditanya, nilai-nilai utama apa yang
dianut? Kita cenderung bingung, atau gagap menyebutnya, karena kalau pun kita
sebutkan hingga saat ini belum menginternalisasikannilai-nilai positif tersebut secara
utuh. Di jaman Orba kerap mengklaim punya seperangkat nilai budaya seperti religius,
keramahtamahan, dan toleransi antar suku dan antar agama. Itu dalam kenyataannya
hanya sebagai slogan atau bahkan mitos.
Mochtar Lubis dalam bukunya “Manusia Indonesia” yang menandai manusia
Indonesia sebagai: munafik, tak bertanggungjawab, berjiwa feodalpercaya takhayul,
berwatak lemah, dan boros. Bahkan Media massa Malaysia memberikan julukan INDON
untuk menandai bangsa kita yang liar, bringas, dan suka melanggar hokum.
Bangsa ini cenderung membebek kepada bangsa asing. Kaum remaja lebih suka
memuja selebritis asing. Sudjoko mantan dosen ITB pernah menjuluki bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang menderita KROCOJIWA yang rendah diri dihadapan bangsa barat
yang mereka kagumi dan secara membabi buta mereka tiru dalam sikap, peri laku dan
penampilan.
Ibnu Khaldun sosiolog Muslim abad 14 “Muqadimah”Orang-orang taklukan
selalu meniru penakluknya baik dalam pakaian, perhiasan, kepercayaan, dan adapt
istiadat lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya keinginan untuk menyamai mereka
yang telah mengalahkan dan menaklukannya. Orang-orang taklukan menghargai para
penakluknya secara berlebihan.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
12.3 Kendala Penyebaran Informasi di Indonesia
Sebagian besar masyarakat Indonesia belum melek infor-masi, meskipun
globalisasi telah melanda Indonesia, dan hanya wilayah perkotaan yang terimbas proses
tersebut. Masih banyak pulau, desa dan daerah terpencil yang tetap tradisional dan masih
menganut serta mempraktikan budaya mereka yang boleh jadi menghambat penyebaran
informasi yang dilakukan oleh agen-agen pembaharuan termasuk pemerintah.
Beberapa kendala terhadap penerimaan dan penggunaan yang berguna bagi
kehidupan mereka berkaitan dengan kepercayaan dan nilai budaya mereka, sebagian
bersifat mistis dan merupakan mitos yang tidak kondusif bahkan kontra produktif dengan
usaha-usaha untuk memajukan kesejahteraan mereka.
Banyak tanah di Sumatera Barat, Kalimantan, dan Papua yang tidak bisa
dikembangkan untuk pembangunan pari-wisata, karena masyarakat menganggap lahan
tersebut sebagai tanah adapt yang tidak boleh dikomersilkan atau sebagai tanah yang
bersifat sakral.
Masalah utama komunikasi sosial yang dihadapi oleh negara-negara dunia ketiga
umumnya dan Indonesia khususnya dapat dipetakan sebagai berikut: Pertama, organisasi
sosialnya terfrag-mentasi berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan).
Kedua, tarik-menarik antara budaya feodal (peasant culture) dengan budaya borjuis
masyarakat industri (industrial culture). Ketiga, norma kelompok yang terbelah di antara
memberships group dan reference group yang kontradiktif.
Secara singkat dapat disimpulkan karakter masyarakat majemuk sebagai berikut:
struktur sosialnya terpecah dalam beberapa subsistem yang berdiri sendiri dalam ikatan
primordial yang nonkomplementer; segmentasi kultural yang saling berbeda yang tidak
punya konsensus dan loyalitas terhadap nilai-nilai dasar; konflik sosial berbentuk vertikal
dan horizontal; intergrasi sosial bersifat koersif dan dominasi politik bersifat rasial
(Nasikun, 1989).
Struktur sosial masyarakat majemuk di Indonesia (plural society) terdiri atas dua
elemen yang berdiri sendiri tanpa pembauran sebagai masyarakat politik (polity). Ini
dapat dicermati dengan pendekatan konflik (conflict approach) dan pendekatan struktural-
fungsional (functional-structural approach).
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Seorang sosiolog bernama JS Furnivall dalam karyanya Netherland India: A
Study of Plural Economy (Cambridge University Press, 1967) melihat masyarakat
Indonesia terbelah secara vertikal: kelas sosial ekonomi dan secara horizontal: SARA.
Kekuasaan politik didominasi ras tertentu (baca: Jawa) tanpa ada kehendak bersama
(common will). Dalam karyanya yang lain Colonial Policy and Practice: A Comparative
Study of Burma and Net-herlands India (New York University Press, 1956), Furnivall
menyebutkan dalam masyarakat majemuk seperti ini tidak ada common social demand.
Artinya, hubungan sosial di antara elemen-elemen masyarakat majemuk semata-mata
didasari oleh proses produksi material.
Kepentingan ekonomi berimpit dengan perbedaan ras yang mengerucut seperti
piramida: pribumi sebagai alasnya dalam bidang pertanian sawah (wet rice cultivation) di
Jawa dan pertanian ladang (shifting cultivation) di luar Jawa, posisi tengah ditempati oleh
Timur Asing (Tionghoa; Arab; India) sebagai pedagang perantara dan puncaknya ditem-
pati oleh bangsa Eropa yang komandani oleh Belanda di sektor perkebunan. Pasca
revolusi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 lapisan atas bergeser ditempati oleh
segelintir elite pribumi. Lapisan lainnya nyaris tidak berubah.
Masalahnya, pembangunan yang tidak lain dari perubahan sosial yang terencana
dengan budaya (culture), situasi (situation) dan waktu (time) yang berbeda antara suatu
negara dengan negara lainnya. Dengan demikian, tidak bisa konsep-konsep modernisasi
Barat dicangkokkan begitu saja dalam proyek rekaya sosial masyarakat di negara-negara
dunia ketiga termasuk Indonesia. Seperti terlihat dalam pemikiran David Mc Clelland
dengan konsep N-Ach (Need for Achievement) dalam karyanya The Achieving Society
(Princeton van Nostrand, 1961) yang mirip dengan karya sosiolog Jerman Max Webber
The Protestant Ethics and The Rise of Capitalism yang intinya melihat kerja keras dan
disiplin tinggi sebagai panggilan Illahi (calling) sebagai dasar modernisasi Barat.
Inilah yang tidak dimiliki oleh sebagian besar masyarakat di negara-negara dunia
ketiga ter-masuk Indonesia. Intinya mereka terbelakang dan miskin karena malas. Untuk
itulah perlu disusun strategi komunikasi yang bisa mengubah mental masyarakat yang
selaras dengan modernisasi. Pemikiran ini diadobsi oleh rezim Orde Baru dulu. Tayangan
“Ria Jenaka” di TVRI yang memanfaatkan komunikasi tradisional dengan tokoh
punakawan dalam dunia perwayangan sebagai agen modernisasi. Atau drama radio
“Butir-Butir Pasir Laut” di RRI yang memuat pesan KB Nasional bisa dijadikan sekedar
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
ilustrasi.Begitu pula Daniel Lerner dalam karyanya The Pas-sing of Traditional Society:
Modernizing The Mid-dle East (New York: Free Press, 1965). Pemikirannya khas
seorang pengamat Barat. Ia mirip Rostow yang percaya bahwa media massa bisa menjadi
alat percepatan sejarah (acceleration of history) dan mobilisasi massa (mobilization of
periphery***.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
BAB XIII
KEPEMIMPINAN MASYARAKAT ADAT
13.1 Kepemimpinan Masyarakat Adat
Ketika sebuah komunitas menjadi lebih kompleks dalam bentuk keluarga luas
dan etnis, maka pemimpin telah ditentukan melalui proses “memilih”. Hanya saja proses
dan aturan memilih ini kebanyakan sudah ditentukan misalnya berdarah bangsawan, dari
kelompok marga tertua, secara turun menurun, dll. Dalam kedua kasus di atas maka
kekuasaan yang melekat pada seseorang adalah given. Oleh karena itu kadang-kadang
lebih ba-nyak bersifat sabda penguasa.
Pola-pola pemilihan dan kepemimpinan semacam itu belum tentu tidak
demokratis, dalam arti terbuka, trans-paran, dan menyelesaikan persoalan secara damai.
Ada jenis “demokrasi” yang berbeda antara yang ber-laku dimasyarakat adat dengan yang
kita kenal selama ini. Kalau standard demokrasi seperti yang kita kenal ini yang dipakai,
tentu saja komunitas adat bisa dilihat sebagai yang tidak demokratis. Persoalannya
apakah ini yang disebut metode partisipatory?!
Memang benar bahwa kondisi kepemimpinan masyara-kat adat saat ini dalam
dilema, yang disebabkan oleh berlakunya UU no. 5 Tahun 1979 mengenai tata peme-
rintahan desa. Perundangan tersebut secara formal ti-dak mengakui lagi kepemimpinan
informal di tingkat komunitas asli, dan diganti dengan kepemimpinan for-mal dalam
bentuk pemerintahan desa yang segala ke-pemilihan dan strukturnya telah ditentukan oleh
peme-rintah pusat. Sejak saat itu “dualisme” kepemimpinan terjadi di tingkat bawah
khususnya di komunitas-komu-nitas di luar Jawa.
Selain dualisme kepemimpinan, kemudian terjadi ke-cenderungan bahwa tradisi
kepemimpinan informal se-makin lama semakin memudar karena kurang dipakai oleh
masyarakat. Tidaklah mudah untuk membangkit-kan kembali pola struktur
kepemimpinan semacam itu. Mungkin yang hanya bisa dilakukan adalah menegak-kan
kembali nilai tradisinya yang mampu menumbuh-kan semangat kebersamaan, simbol
identitas, dan hukum-hukum adat yang masih relevan.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
13.2 Konsep Kepemimpinan Tradisional
3 (tiga) konsep kepemimpinan, yaitu:
1. Kepemimpinan tradisional mengacu pada aturan lama yang sangat statis,
biasanya mengacu pada agama atau adat.
2. Kepemimpinan rasional mendapat kewe-nangannya dari aturan formal, serta
hu-kum yang disepakati
3. Kepemimpinan kharismatis lebih menon-jolkan kewibawaan dan kharisma
seseo-rang di tengah masyarakat yang dipim-pinnya. Otoritas kepemimpinan
seseo-rang didapat dari proses yang lama, yang diakui oleh masyarakat.
Sejak zaman pra-penjajahan hingga saat ini, model kepemimpinan yang dianut
masyarakat adat menga-lami fluktuasi yang dapat digambarkan sebagai be-rikut:
1. Sebelum kedatangan penjajah, setiap masyarakat adat memiliki model kepe-
mimpinan asli, belum terkooptasi oleh kekuatan manapun di luar masyarakat
adat itu sendiri.
2. Pada masa kolonialisme, tatanan masya-rakat adat mulai dicampuri oleh
penjajah. Sebagian dielaborasikan pada sistem kolonialisme, sebagian
dihilangkan.
3. Tahun 1948, setelah Indonesia merdeka, terdapat UU yang mengatur tentang
se-truktur pemerintahan: propinsi, kabupa-ten, desa/dengan nama lain
(masyarakat adat masih diakomodir).
4. Tahun 1979, melalui UU No. 5/1979, ter-jadi penyeragaman wilayah
pemerinta-han terendah; desa adat dilebur menjadi desa.
5. Tahun 1999, dalam UU No. 22/1999 ten-tang Otonomi Daerah, masyarakat
adat kembali diakomodir.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Kepemimpinan masyarakat adat, saat ini, mempu-nyai 3 muka:
1. Berhubungan dengan negara/pemerintah
2. Berhubungan dengan konstituennya, masyarakat
3. Berhubungan dengan pasar (bisnis).
Bagan di atas merupakan salah satu alat bantu untuk menganalisa pola
kepemimpinan masyarakat adat saat ini. Masyarakat adat yang berhadapan dengan negara
dan kelompok bisnis bisa dilihat dari 3 (tiga) pendekatan: politik, ekonomi, dan sosial-
buda-ya. Benturan-benturan masyarakat adat dengan 2 elemen lain tersebut, selanjutnya
berdampak pada ma-najemen kepemimpinan masyarakat adat, pola rek-rutmen
pemimpin, struktur dan fungsi kepemimpinan serta hak pengelolaan sumberdaya alam.
Dalam kerangka otonomi daerah, apakah pola kepe-mimpinan adat yang lama
masih bisa diberlangsung-kan? Bagaimanakah strategi kepemimpinan adat untuk
mengakomodir perubahan-perubahan yang terjadi pada masa kini?
13.3 Perubahan Pola Kepemimpinan Masyarakat Adat
13.3.1 Kondisi di Sumbar (Pra-kolonialisme)
Sebagai unit pemerintahan otonom, kekuasaan peme-rintahan nagari dipegang
oleh Kerapatan Adat Nagari (KAN) yang berfungsi sebagai badan eksekutif, legislatif dan
yudikatif. Dalam KAN berkumpul para ninik-mamak yang mewakili kaumnya dan secara
musyawarah mu-fakat melaksanakan pemilihan Wali Nagari, melakukan peradilan atas
anggotanya, dan menetapkan peraturan demi kepentingan anak Nagari.
a. Kolonialisme
Nagari diperintah oleh dewan kepala panghulu. Belanda menetapkan seorang
kepala nagari sebagai wakil dan pegawai pemerintah paling tinggi dalam hubungannya
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
dengan Belanda. Untuk tujuan sistem pengolahan ta-nam paksa komoditas kopi, Belanda
membuat batasan jumlah kepala kaum administratif (dinamakan panghulu rodi).
b. Orde Lama
Melalui UU No. 22/1948 ditetapkanlah satu hierarki ad-ministratif resmi yang
tergabung dalam organisasi pe-merintah lokal. Ini terdiri dari Wali Nagari dan Kerapatan
Nagari, dimana sejumlah tetua adat yang terpilih selalu memainkan peran penting
disamping ulama dan kaum cerdik pandai.
c. Orde Baru
Melalui UU No.5/1979, dilakukan penyeragaman peme-rintahan terendah, yaitu
mengikuti pola desa Jawa. Kebijakan ini diberlakukan secara efektif di Sumatera Barat
pada tahun 1983. Pembentukan desa didasarkan pada jorong (subdivisi nagari).
Alasannya, supaya mendapat lebih banyak bantuan karena jumlah jorong lebih banyak
daripada nagari, yang secara substansial lebih besar daripada desa di wilayah lain di
Indonesia.
Dengan pelaksanaan UU No.5/1979, nagari bukan lagi sebuah unit administratif
yang resmi. Namun, sebuah perda tahun 1983 mengizinkan nagari sebagai “masya-rakat
hukum adat” dan mengakui Kerapatan Adat Nagari (KAN) sebagai institusi yang
mewakili masyarakat ini.
Pada periode ini terjadi dualisme kepemimpinan. Meski nagari hancur, namun
tataran adat nagari masih eksis. Dalam konteks kepemimpinan adminis-tratif, ditetapkan
kepala desa sebagai pemimpinnya. Dan seringkali kepala desa tampil sebagai pemimpin
yang otoriter meskipun kurang legitimate. Pada ma-sa ini, masyarakat adat dipimpin oleh
pemangku adat yang lebih bisa diterima oleh komunitas adat.
Keppemimpinan adat dalam konteks otonomi daerah. Kepemimpinan masyarakat
adat dalam rela-sinya dengan semangat otonomi daerah di Sumatra Barat dapat
digambarkan sebagai berikut: Kepemimpinan adat masih bisa diterima. Pemimpin adat
bisa menjadi pemimpin administratif, meski tidak dianut oleh seluruh komunitas.
Ada 4 kepe-mimpinan nagari: eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pelestarian adat.
Tiga fungsi pertama mengabsorbsi pola kepemimpinan yang rasional; Wali Nagari dipilih
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
oleh rakyat dan di-SK-kan (ditetapkan) oleh bupati. Sedang fungsi keempat, tidak bisa
diintervensi negara. Kerapatan adat nagari yang menjalankan fungsi ini tumbuh dari
bawah dan turun-temurun.
13.3.2 Kondisi di Bali (Pra-Orde Baru)
Desa adat mempunyai kewenangan meliputi: pa-rahyangan, pawingan dan
pembangunan. Sejak diberlakukannya UU No.5/1979, terjadi dualisme pe-merintahan,
yaitu desa adat dan desa dinas. Hal ini menimbulkan kerancuan dan mengurangi otonomi
desa adat sebelumnya. Desa adat hanya berwenang mengelola urusan parahyangan.
Bendesa tidak memiliki wewenang seperti ketua adat di wilayah lain. Kekuasaan
tertinggi ada di paruman (rapat desa adat) yang diadakan secara rutin dlmkurun waktu
tertentu. Di satu sisi, berdampak positif, yaitu mengontrol wewenang bendesa sehingga
tidak menyimpang dari adat. Di sisi lain, berdampak negatif, respon bendesa terhadap
persoalan dari luar menjadi lamban.
Desa adat terdiri dari satu banjar. Dalam pola kepemimpinan lama, banjar
dipimpin oleh kepala banjar. Sejak diberlakukan UU No.5/1979, kepala banjar diganti
kepala dusun. Dari rapat kepala dusun inilah dihasilkan keputusan desa adat.
Pamor desa adat meredup.
Sistem pemilihan bendesa adat sebagian menggu-nakan sistem keturunan dan ada
juga yang meng-gunakan model pemilihan secara langsung. Bahkan sekarang masa
jabatannya dibatasi. Kalaupun ada yang menjabat dalam waktu lama, ada dua kemung-
kinan: pertama, memang disegani. Kedua, masih ter-sangkut hutang pada desa adat.
Bendesa biasanya tampil one man show.
Sering terjadi perebutan wewenang antara pemimpin desa dinas dengan desa adat
berkaitan dengan masuknya investor. Kalau hanya disahkan pemimpin desa adat, maka
kerjasama itu tidak punya kekuatan legal-formal. Sedangkan jika hanya disahkan
pemimpin desa dinas, kerjasama itu dianggap tidak legitimate di kalangan masyarakat
adat. Namun sekarang ini desa adat lebih diperhatikan.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
13.3.3 Kondisi di Kalimantan Barat (Orde Baru)
Seperti yang terkandung dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika, pemerintahan
negara dibagi dua, yaitu negeri dan adat. Namun sebenarnya, sebelum tahun 1975,
pemerintahan adat hanya satu untuk menja-lankan dua fungsi, yaitu: administrasi dan
adat. Ketika pemerintah Orde Baru mengisyaratkan perubahan struktur pemerintahan adat
masyarakat Landak tidak mau mengganti. Resikonya, tidak ada SK atau tunja-ngan dari
pemerintah. pembentukan desa model Jawa kurang diterima oleh masyarakat adat lokal.
Otoritas kepala desa dalam bidang sosial-budaya tidak menda-pat legitimasi sosial.
Pada pertengahan 1980 pemerintah membentuk De-wan Adat dan Majelis Adat
pada tingkat propinsi. Tu-juannya adalah memperoleh dukungan kultural dari masyarakat
adat. Selain itu untuk kepentingan mobili-sasi politik karena yang duduk di sana
dipastikan Golkar.
13.3.4 Kondisi di Nusa Tenggara Timur
Sebelum kehadiran kolonial, eksistensi masyarakat adat masih kuat dalam
berbagai aktivitas. Masyarakat adat Meto memiliki sebuah mekanisme pergantian
kepemimpinan yang unggul. Jika tiba masa pergantian pemimpin, masyarakat secara
sadar datang tanpa di-undang dan tidak ada kampanye. Ketika kolonial ma-suk, sebagian
hak masyarakat adat diambil alih. Ketika orba berkuasa, mekanisme kepemimpinan lokal
hilang. Untuk Camat atau kepala desa, pemerintah mencari orang yang mampu secara
administrasi tapi juga legitimate secara adat; pemimpin tidak berbasis pada masyarakat
lokal.
Kepemimpinan adat dalam konteks otonomi daerah
Pola kepemimpinan tempo dulu bisa diterapkan dengan melakukan redefinisi dan
kontekstualisasi pada situasi saat ini. Saat ini terjadi dualisme kepemimpinan. Ada tokoh
adat yang dihormati masyarakat dan diakui secara formal oleh pemerintah. Di sisi lain,
terdapat pula kepala desa yang memegang kekuasaan secara administratif.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Secara de jure, tidak ada pengakuan legal-formal terhadap eksistensi pemimpin
adat, tapi secara de facto pengakuan ini kuat sekali. Misalnya: jika kepala desa
mengundang warga untuk membangun jalan, 99% masyarakat tidak akan datang. Tapi
jika kepala desa mendekati pemangku adat, maka 100% warga masyarakat akan bersedia.
13.3.5 Kondisi di Sumatera Selatan
Pola kepemimpinan di Sumatera Selatan sangat dipengaruhi oleh beberapa
kerajaan pendahulunya, antara lain: Kalingga, Majapajit serta invasi dari Laos dan Cina.
Yang berkembang adalah pemerintahan marga yang dipimpin oleh pasirah. Pasirah ini
dike-palai oleh pamong praja (residen). Marga mempu-nyai wakil dan dibantu pemimpin
kelompok-kelom-pok terkecil, yaitu grindo yang memimpin desa kota dan griyo yang
memimpin desa dalam (masyarakat adat asli). Marga dibantu juga oleh ketip (tokoh
agama) dalam pemerintah pasirah.
Pada zaman kolonial, Belanda banyak melakukan intervensi, diantaranya
munculnya pemerintahan pa-sirah dalam marga, dimana residen dipilih atas saran
Belanda. Orang yang dipilih sebagai residen biasa-nya kuat secara ekonomi. Pasca
kemerdekaan, sia-papun bisa ikut dalam pemilihan pemimpin dengan kriteria: karismatik,
dituakan, dan mempunyai kele-bihan dibanding warga lainnya. Kepemimpinan tra-
disional tidak berbenturan dengan masyarakat, kare-na masyarakat cenderung tradisional
juga.
13.3.6 Kepemimpinan Sosial dalam Masyarakat Dayak.
Sebelum tahun 1980-an, dalam masyarakat Dayak sendiri, peranan dan
kewibawaan tokoh masyarakat, pemuka adat, orang-orang yang dituakan dan pe-muka
agama masih sangat besar dan daya kepe-ngikutan para anggota kelompok ini terhadap
me-reka cukup tinggi. Sejak akhir 1980, terutama ketika sumberdaya hutan (SDH) di
Kalbar mulai mengalami kehancuran (deforestation process), oposisi terha-dap sumber
kehancuran itu mulai timbul (Alqadrie, 1994a) yang diikuti secara perlahan dan pasti
bersa-maan dengan menurunnya kewibawaan, kepercaya-an dan peranan tokoh atau
pemuka adat dalam masyarakat mereka.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Krisis kepercayaan terhadap adat dan sekaligus terhadap pemuka adat mencapai
klimaksnya, dan ini terlihat jelas ketika dalam pertikaian antara anggota komunitas Dayak
dengan komunitas Madura pedala-man yang terjadi tahun 1996/1997. Pada kasus Sang-
gau Ledo, Kabupaten Bengkayang dan Kasus Salatiga, Kabupaten Landak, sebagian
besar pemuda dan mahasiswa Dayak menendang tempayan (simbol upa-cara adat dalam
masyarakat Dayak) dan tidak mau lagi mendengarkan himbauan tokoh adat mereka
maupun pemuka agama Nasrani (Katolik dan Protestan) agar tidak bertindak anarkis.
Para pemuda ini menganggap bahwa pemuka adat dan agama tidak lagi mampu
melindungi mereka dan tidak juga dapat merealisasikan harapan keakhiratan
(eschatological expectation).
13.4 Pola Kepemimpinan
Model kepemimpinan suatu masyarakat selalu mengikuti perkembangan sosial
masyarakat itu sendiri. Pada awalnya, ketika komunitas-komunitas adat masih berbentuk
kelompok suku yang biasanya dalam satu garis keturunan, maka pemimpinannya adalah
berdasar senioritas baik menurut umur maupun kekuatan yang dimiliki.
Soekanto (2003) mendefinisikan kepemimpinan (leader-ship) sebagai
kemampuan seseorang untuk mempe-ngaruhi orang lain sehingga orang lain tersebut ber-
tingkah laku sebagaimana dikehendaki pemimpin ter-sebut. Berdasarkan sifatnya
kepemimpinan dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu :
1. Kepemimpinan formal,
yaitu kepemimpinan yang tersimpul dalam suatu jabatan yang formal yang
dalam pelaksanaannya harus berada di atas landasan atau peraturan res-mi
sehingga daya cakupnya agak terbatas.
2. Kepemimpinan informal,
merupakan kepe-mimpinan karena kepercayaan masyarakat akan
kemampuan seseorang untuk menjadi pemimpin. Lebih fleksibel dengan
ruang lingkup tanpa batas resmi.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
Kepemimpinan merupakan hasil organisasi sosial yang telah terbentuk atau
sebagai hasil dinamika interaksi sosial. Margono Slamet menyatakan bahwa seorang
pemimpin harus mempunyai syarat dan sifat sbb:
1. Mempunyai visi yang jelas tentang lembaga yang dipimpinnya dan mampu
mengkomu-nikasikan visinya
2. Mempunyai kemampuan untuk bekerja keras
3. Mempunyai ketekunan dan ketabahan
4. Mempunyai disiplin kerja
5. Mempunyai sifat pelayanan
6. Mempunyai pengaruh pada orang lain
7. Mempunyai sikap yang tenang dalam mengambil keputusan
8. Memberdayakan orang lain atau anggo-tanya
Secara garis besar ada tiga ciri umum kepemimpinan, yaitu otoriter, demokrasi,
dan leizessfaire. Kepemimpinan seseorang akan efektif bila disesuaikan dengan keadaan
yang dihadapi oleh si pemimpin dalam ber-komunikasi dengan bawahan (kepemimpinan
situa-sional)
Kepemimpinan situasional didasarkan atas (ibrahim, 2002) :
1. Kadar bimbingan dan arahan yang dibe-rikan pimpinan
2. Kadar dukungan emosional yang disedia-kan pemimpin
3. Peringkat kesiapan yang diperlihatkan pengikut dalam pelaksanaan tugas,
fung-si, atas tujuan tertentu.****
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 10
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Prof.Onong Uchana M.A. Ilmu, Teori, Dan Filsafat Komunikasi. PT.
Citra Aditya Bakti. Bandung. 2003.
Mustopo, M.Habib. Ilmu Budaya Dasar. Usaha N asional. Surabaya. 1983.
Lewis, Richard D. Komunikasi Bisnis Lintas Budaya. Remaja Rosdakarya.
Bandung. 2005.
Wiryanto. Teori Komunikasi Massa. Grasindo. Jakarta. 2000.
Efriza S.IP. Ilmu Politik. Alfabeta. Bandung. 2008.
Van Peursen, Prof.Dr.C.A. Strategi Kebudayaan. Kanisius. Yogyakarta. 1988.
Usman Pelly dan Asih Menanti. 1994. Teori-teori Sosial Budaya. Jakarta:
Proyek P&PMTK Dirjen PT. Depdikbud.
Soerjono Soekanto. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Cetakan ke-37. Jakarta
Raja Grafindo Persada.
Alfian, ed. 1985. Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan Kumpulan
Karangan. Jakarta: Gramedia.
Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Antropologi –Jilid 1, cetakan kedua,
Jakarta: Rineka Cipta.
SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA Pertemuan 1
188