Post on 12-Mar-2019
SIMULASI DISPERSI GAS POLUTAN SO2, H2S, DAN CO DENGAN
MENGGUNAKAN PROGRAM COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS
(CFD)
Oleh :
AGUS GHAUTSUN NI’AM
F 14104013
2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SIMULASI DISPERSI GAS POLUTAN SO2, H2S, DAN CO DENGAN
MENGGUNAKAN PROGRAM COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS
(CFD)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
AGUS GHAUTSUN NI’AM
F 14104013
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SIMULASI DISPERSI GAS POLUTAN SO2, H2S, DAN CO DENGAN
MENGGUNAKAN PROGRAM COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS
(CFD)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
AGUS GHAUTSUN NI’AM
F14104013
Dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1985 di Kuningan
Tanggal lulus:……………..
Menyetujui,
Bogor, Januari 2009
Prof.Dr.Ir. Kudang B Seminar,M.Sc Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen Teknik Pertanian
Agus Ghautsun Ni’am. F14104013. Simulasi Dispersi Gas Polutan SO2, H2S, dan CO dengan Menggunakan Program Computational Fluid Dynamics (CFD). Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Semina, M.Sc. dan Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc.
RINGKASAN Studi simulasi dispersi gas polutan dari sebuah cerobong merupakan upaya
pengembangan sektor industri yang ramah lingkungan. Prediksi sebaran emisi gas polutan terhadap udara ambien dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan dari suatu kegiatan industri. Studi simulasi dispersi gas polutan dilakukan dengan menggunakan program Computational Fluid Dynamics (CFD).
Studi simulasi ini dilakukan untuk melihat simulasi dispersi dan sebaran konsentrasi gas polutan (SO2, H2S, dan CO) dari cerobong ke lingkungan dengan menggunakan program CFD yang akan dibandingkan dengan model Gaussian. Model simulasi yang digunakan untuk menentukan nilai konsentrasi gas polutan di suatu titik tertentu adalah model persamaan dispersi Gaussian dengan menggunakan program visual basic dan model Navier-Stokes yang direpresentasikan oleh software Solidworks Office 2007 dengan menggunakan metode finite volume. Parameter input simulasi yaitu laju emisi gas yang diemisikan dari cerobong, kecepatan udara di sekitar sumber emisi atau ambien, faktor stabilitas atmosfer hingga titik acuan, dan sifat karakteristik kimia gas polutan. Sedangkan parameter output yang diharapkan adalah visualisasi sebaran konsentrasi gas polutan berupa bidang 2 dimensi yang dilengkapi dengan nilai persamaan konsentrasinya terhadap jarak dari sumber emisi.
Program CFD digunakan sebagai support simulator atau tools untuk mendapatkan visualisasi sebaran gas terdispersi dari hasil perhitungan. Sotfware yang digunakan adalah sotfware Solidworks Office 2007 yang memiliki kemampuan untuk membuat model geometri, batasan lingkungan simulasi atau domain, meshing model geometri yang akan disimulasikan, solver atau pencarían solusi dengan menyediakan fleksibilitas mesh automatis berbentuk tetahedral yang dapat diatur mudah kerapatan meshnya. Software ini menghitung persamaan fluida dinamik dengan menggunakan metode finite volume, sehingga dapat mempresentasikan data dan memvisualisasikan berbagai kasus aplikasi dinamika fluida secara detail.
Representasi hasil visualisasi simulasi dengan program CFD memberikan gambaran bahwa gas polutan yang paling besar memberikan dampak pencemaran terhadap permukaan tanah di lingkungan sekitar adalah gas SO2, dimana nilai konsentrasi yang paling tinggi terdapat pada jarak 60 m dari ceobong, yaitu sebesar 10721,6 ppm. Sedangkan gas CO mencemari permukaan tanah pada jarak di atas 300 m dari cerobong dan gas H2S dari hasil simulasi tidak mencemari permukaan tanah karena bergerak ke atmosfer.
Adapun perbandingan hasil simulasi dispersi gas polutan dengan menggunakan model Gaussian sangat berbeda jauh dengan hasil dari model EFD yang menggunakan basis persamaan Navier-Stokes. Dalam model Gaussian tidak ada parameter sifat kimia atau karakteristik bahan material fluida yang mempengaruhi proses dispersi, bahkan diabaikan. Sedangkan simulasi dispersi dengan model EFD sangat dipengaruhi oleh faktor internal dari material fluida yaitu karakteristik kimiawinya.
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan putra Sunda yang dilahirkan di Kuningan Jawa Barat
pada tanggal 11 Juni 1985. Anak kedelapan dari Sembilan bersaudara, buah kasih
sayang pasangan ibu Juhro dan bapak Hasbullah (alm). Menamatkan pendidikan
dasar pada tahun 1998 di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Mandirancan, kemudian pada
tahun 2001 penulis berhasil menyelesaikan studinya di Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Mandirancan. Setelah lulus dari MTs Mandirancan, penulis diterima di
SMU Plus Yayasan Darmaloka Propinsi Jabar sebagai delegasi dari Kabupaten
Kuningan untuk dibina, diasramakan dan dibiaya selama studi di SMU Negeri 1
Cisarua Bandung. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cisarua Bandung
dan diterima di IPB melalui jalur USMI di Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten kuliah
Matematika Teknik dan asisten Praktikum Terpadu Mekanika dan Bahan Teknik.
Selain itu, selama 3 tahun masa perkuliahan penulis mendapatkan beasiswa dan
pembinaan dari Beastudi Etos yayasan Dompet Dhuafa Republika serta aktif di
Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) dan Organisasi
Mahasiswa Daerah (OMDA) pada Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning
(HIMARIKA) Kabupaten Kuningan.
Penulis pernah melakukan praktek lapangan di PT. Sido Muncul dengan
objek pengamatan pada Pengolahan Air Bersih (Water Traetment) dan
Pengolahan Limbah Cair (Wastewater Treatment) selama 2 bulan pada tahun
2007.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, syukur dan pujian penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang Maha Menggenggam segala ke-Agungan. Dengan Rahmat, Hidayah serta
Kasih Sayang-Nya skripsi penelitian ini dapat tersusun. Harapan besar penulis
semoga skripsi yang berjudul Simulasi Dispersi Gas Polutan SO2, H2S, dan CO
dengan Menggunakan Program Computational Fluid Dynamics (CFD) ini dapat
bermanfaat dalam menambah hasanah keilmuan bagi penulis maupun para
akademisi lainnya. Dengan segenap kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc selaku pembimbing tercinta
yang tak henti-hentinya membimbing dan mengarahkan penulis.
2. Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc selaku pembimbing skripsi II yang
telah memberikan kontribusi, inspirasi serta ilmunya terhadap penulis.
3. Dr. Ir. Ahmad Indra Siswantara, Pak Dodi beserta segenap karyawan
CCIT, yang telah memberikan saran, ilmu dan memfasilitasi penulis
dalam melakukan penelitian.
4. Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, MS selaku dosen penguji skripsi.
5. Ummi, Teteh dan segenap keluarga penulis, terima kasih atas doa dan
dukungannya yang tiada henti kepada penulis.
6. Ibu Hanni dan bapak Fadhil (LAGG PUSPIPTEK), ibu Dyah, atas ilmu
dan kesempatan diskusinya dalam mendukung kegiatan penelitian.
7. Teman-teman seperjuangan : Harritz Rizaldi, Adhi N, Aris Setyawan,
Ferdian, M Ali Maksum, Gunawan, Yudik, Eko, Arip Sonjaya, terima
kasih atas bantuannya serta kepada segenap teman-teman TEP 41
sebagai tempat berbagi dan saling mengingatkan.
8. Lembaga CCIT yang telah memberikan kesempatan penulis
menggunakan fasilitas software resmi EFD untuk penelitian
Penulis sadar betul kesempurnaan skripsi ini masih jauh. Untuk itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangatlah diperlukan demi menunjang
kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Desember 2008
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ........................................................................................................... i
RIWAYAT HIDUP................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
A. Pencemaran Udara ................................................................................. 3
1. Definisi Pencemaran Udara .............................................................. 3
2. Sumber Pencemaran Udara .............................................................. 4
B. Jenis Pencemaran Udara ....................................................................... 5
1. Karbon Monoksida (CO) .................................................................. 6
2. Sulfur Dioksida (SO2) ...................................................................... 6
3. Hidrogen Sulfida (H2S) .................................................................... 7
4. Oksida Nitrogen (NOx) ..................................................................... 8
5. Partikel Tersuspensi (TSP) ............................................................... 9
6. Ozon (O3) ....................................................................................... 10
C. Mekanika Fluida .................................................................................. 11
1. Dasar Mekanika Fluida .................................................................. 11
2. Aliran di Sekitar Permukaan Silinder ............................................. 13
3. Ketebalan boundary layer pada permukaan ground dan tegangan
geser pada boundary layer ............................................................. 17
4. Fenomena Pemisahan Aliran .......................................................... 18
D. Dispersi Udara ..................................................................................... 20
1. Model Dispersi ............................................................................... 21
a. Model Gaussian ......................................................................... 21
v
b. Model Eulerian .......................................................................... 24
c. Model Lagrangian ...................................................................... 25
2. Stabilitas Atmosfer ......................................................................... 26
3. Kecepatan Angin ............................................................................ 27
E. Dasar-dasar Simulasi ........................................................................... 29
F. Pemodelan Matematik ......................................................................... 30
G. Metode Komputasi Dinamika Fluida .................................................. 30
1. Prapemrosesan (Pre-Processing) ................................................... 31
2. Pencarian Solusi (Solving) .............................................................. 32
3. Pasca Pemrosesan (Post-processing) ............................................. 33
H. Penelitian Terdahulu yang Terkait ...................................................... 33
BAB III. METODOLOGI ...................................................................................... 34
A. Pendekatan Permasalahan ................................................................... 34
1. Kekekalan Massa 3 Dimensi .......................................................... 35
2. Persamaan Momentum 3 Dimensi ................................................. 36
3. Persamaan Energi 3 Dimensi ......................................................... 36
4. Persamaan Spesies Transport Material Fluida ............................... 36
B. Bahan dan Alat .................................................................................... 37
C. Parameter Input ................................................................................... 38
D. Data Input ............................................................................................ 39
E. Tahapan Kegiatan Penelitian ............................................................... 43
F. Asumsi dalam Simulasi CFD .............................................................. 45
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 46
A. Kecepatan Angin (wind speed) ........................................................... 47
B. Model Gaussian ................................................................................... 48
C. Model EFD .......................................................................................... 53
1. Kondisi Awal Udara Ambien ......................................................... 53
2. Pendefinisian Domain .................................................................... 54
3. Tahap Penentuan Kondisi Batas ..................................................... 55
4. Analisis Aliran ................................................................................ 56
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 80
A. Kesimpulan ......................................................................................... 80
vi
B. Saran ................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 82
LAMPIRAN ................................................................................................... 85
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Standard kualitas udara ambien ............................................................... 4
Tabel 2. Baku tingkat kebauan udara ambien ........................................................ 4
Tabel 3. Stabilitas atmosfer Turner berdasarkan kecepatan angin, radiasi
matahari dan penutupan awan ............................................................... 26
Tabel 4. Nilai konstanta a, c, d, dan f untuk menghitung σy dan σz sebagai fungsi
dari jarak ................................................................................................ 27
Tabel 5. Aturan nilai eksponen n untuk pedesaan dan kota ................................. 28
Tabel 6. Data input fiktif ...................................................................................... 39
Tabel 7. Input aliran gas polutan (mass flow rate) dari cerobong........................ 40
Tabel 8. Nilai spesifik sifat kimia masing-masing senyawa fluida...................... 40
Tabel 9. Nilai densitas dan koefisien difusivitas massa masing-masing spesies 41
Tabel 10. Nilai viskositas kinematik dan difusivitas panas udara dan gas polutan63
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ilustrasi aliran di sekitar silinder .......................................................... 14
Gambar 2. Ilustrasi faktor tekanan dan tegangan geser pada permukaan silinder
tampak atas ............................................................................................ 15
Gambar 3. Aliran pada boundary layer ................................................................. 17
Gambar 4. Skema terbentuknya lapisan geser (shear layer) yang selanjutnya akan
membentuk vortex ................................................................................. 19
Gambar 5. Ilustrasi aliran vortex di atas permukaan solid pada silinder bagian
bawah ................................................................................................... 19
Gambar 6. Model dispersi Gaussian ...................................................................... 21
Gambar 7. Ilustrasi pengambilan data temperatur aliran fluida pada lagrangian dan
eulerian .................................................................................................. 25
Gambar 8. Bentuk geometri cerobong dan area permukaan tanah ........................ 41
Gambar 9. Dimensi geometri tampak atas dalam satuan meter ............................. 42
Gambar 10. Diagram alir pembuatan program ...................................................... 43
Gambar 11. Diagram alir prosedur simulasi pada EFD ......................................... 44
Gambar 12. Koreksi kecepatan angin terhadap ketinggian elevasi ....................... 47
Gambar 13. Form penghitungan sebaran konsentrasi setiap titik (x, y, z) ............. 49
Gambar 14. Grafik sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang centerline a). SO2,
b). H2S, dan c). CO, pada bidang permukaan tanah ............................. 51
Gambar 15. Profil sebaran gas polutan sepanjang crosswind pada jarak x 10 m,
a).SO2, b).H2S, dan c).CO ..................................................................... 52
Gambar 16. Ilustrasi grid hasil meshing domain dari geometri cerobong ............. 54
Gambar 17. Ilustrasi pendefinisian kondisi batas .................................................. 55
Gambar 18. Kontur dan vektor aliran kecepatan udara dengan melewati silinder
cerobong tampak atas ............................................................................ 57
Gambar 19. Sebaran kecepatan udara dan tekanan dinamik aliran udara di sekitar
permukaan silinder ................................................................................ 58
Gambar 20. Sebaran tegangan geser dan koefisien gesek di sepanjang permukaan
silinder ................................................................................................... 59
Gambar 21. Grafik sebaran densitas disepanjang centerline ................................. 60
ix
Gambar 22. Grafik tekanan dan kecepatan udara hasil iterasi ............................... 61
Gambar 23. Kontur kecepatan tampak samping .................................................... 62
Gambar 24. Ilustrasi gerakan partikel terhadap satuan waktu kecepatan .............. 64
Gambar 25. Sebaran temperatur berbagai gas polutan .......................................... 66
Gambar 26. Sebaran konsentrasi SO2 pada berbagai bidang tampak samping ...... 68
Gambar 27. Sebaran konsentrasi SO2 dipermukaan tanah tampak atas ditunjukan
dengan kurva isoline dan kontur........................................................... 69
Gambar 28. Grafik konsentrasi SO2 disepanjang centerline .................................. 70
Gambar 29. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas SO2 .......................................... 71
Gambar 30. Sebaran konsentrasi gas H2S di atmosfer pada berbagai jarak bidang
tampak samping dari centerface ............................................................ 72
Gambar 31. Sebaran konsentrasi gas H2S tampak atas pada berbagai jarak bidang
dari permukaan tanah ............................................................................ 73
Gambar 32. Ilustrasi garis plot data nilai sebaran gas konsentrasi H2S ................. 74
Gambar 33. Grafik sebaran gas H2S sepanjang centerline .................................... 75
Gambar 34. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas H2S .......................................... 75
Gambar 35. Sebaran gas polutan CO pada berbagai jarak bidang ......................... 77
Gambar 36. Ilustrasi sebaran gas CO sepanjang garis centerline .......................... 78
Gambar 37. Profil iterasi gas CO ........................................................................... 79
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar struktur cerobong .................................................................85
Lampiran 2. Hubungan antara tekanan gas polutan dan temperatur. .................... 86
Lampiran 3. Algoritma program VB untuk penghitungan dispersi gas polutan
dengan model Gaussian ..................................................................... 88
Lampiran 4. Data nilai sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang sumbu x.……91
Lampiran 5. Data sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada permukaan
silinder. ……………………………………………………………92
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan udara dinamik. ........... 94
Lampiran 7. Sebaran konsentrasi gas SO2 sepanjang centerline. .......................... 97
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri merupakan salah satu sektor yang dominan mempengaruhi stabilitas
perekonomian suatu negara. Perkembangan di sektor industri, telah
mengakibatkan regulasi pemerintah dalam hal pemberdayaan sumber daya alam
(SDA) dan lingkungan semakin ketat. Hal ini dilakukan untuk mengarahkan para
pelaku industri agar berorientasi pada industri yang berteknologi ramah
lingkungan dan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan SDA yang dikelolanya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dikenal istilah Produksi Bersih
(Cleaner Production) sebagai pola berpikir dan konsep global dalam perancangan
proses suatu industri secara keseluruhan. Produksi Bersih merupakan salah satu
pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari solusi
pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara
keseluruhan, dan menciptakan produk yang aman terhadap resiko pada manusia
dan lingkungan. Strategi ini berfungsi untuk mengarahkan para pelaku industri
memiliki orientasi pada pengembangan industri yang berpola ekoefisiensi dengan
memanfaatkan SDA secara optimal dan mengurangi dampak resiko terhadap
lingkungan.
Salah satu masalah yang terjadi di lingkungan industri adalah penurunan
kualitas udara ambien yang diakibatkan oleh emisi gas polutan dari cerobong
(stack). Tingginya konsentrasi polutan di udara ambien akan berdampak terhadap
penerima khususnya manusia, hewan, tumbuhan dan material atau benda yang ada
di lingkungan sumber pencemar.
Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan makhluk
hidup dan keberadaan benda-benda lainnya. Sehingga udara merupakan sumber
daya alam yang harus dijaga untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana
dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.
Untuk mendapatkan udara sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan maka
pengendalian pencemaran udara menjadi sangat penting untuk dilakukan.
2
Salah satu upaya agar pengembangan industri dapat sejalan dengan upaya
pengelolaan lingkungan adalah dengan studi simulasi dispersi gas polutan dari
sebuah cerobong. Studi simulasi tersebut dapat memprediksi sebaran emisi gas
polutan di udara ambien. Prediksi sebaran emisi gas polutan perlu dipelajari dalam
upaya pengelolaan lingkungan hidup untuk mengantisipasi dampak negatif yang
ditimbulkan dari suatu kegiatan industri. Analisis studi simulasi dispersi gas
polutan dapat dilakukan dengan menggunakan program Computational Fluid
Dynamics (CFD).
B. Tujuan Penelitian
Beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan simulasi dispersi gas polutan (SO2, H2S dan CO) dari
cerobong ke lingkungan dengan menggunakan program CFD.
2. Mempelajari perbedaan model dispersi gas polutan pada udara
ambien menggunakan model Gaussian dengan model CFD.
3. Menghitung konsentrasi gas polutan (SO2, H2S dan CO) di
permukaan tanah berdasarkan simulasi CFD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pencemaran Udara
1. Definisi Pencemaran Udara
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam udara oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Sedangkan
pencemaran lingkungan hidup memiliki pengertian masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.
Menurut Soenarmo (1999), pencemaran merupakan hasil sampingan
dari industrialisasi penghasil barang, dapat berupa padat, cair maupun gas,
dan pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar berupa partikel-
partikel halus (debu, partikel halus, gas beracun atau toksit) ke dalam udara
(atmosfer). Sedangkan menurut Supriyono (1999), pencemaran udara
diartikan terdapatnya bahan kontaminan dalam udara ambien yang
diakibatkan dari aktivitas manusia.
Sementara itu, udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi
pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik
Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk
hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya (PP No. 41 Tahun 1999).
Kualitas udara ambien dipengaruhi oleh kandungan atau kadar zat, energi
dan komponen lain yang terdapat di udara bebas (Syahputra, 2005).
Beberapa parameter kualitas udara yang dianalisis meliputi sulfur dioksida,
karbon monoksida, dan hidrogen sulfida. Standar kualitas udara ambien
menurut EPA (Environmental Protection Agency) milik Amerika Serikat
yang disebut sebagai NAAQS (National Ambient Air Quality and
Standards) disajikan pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Standard kualitas udara ambien.
No. Parameter Satuan Nilai Batas Waktu rata-rata
1 Carbon Monoxide (CO)
ppm 9 8 jam
mg/m³ 10
ppm 35 1 jam
mg/m³ 40
2 Nitrogen Dioxide (NO2) ppm 0,053
per tahun µg/m³ 100
3 Sulfur Dioxide (SO2)
ppm 0,03 per tahun
ppm 0,14 24 jam
ppm 0,5 3 jam
4 Partikel PM10 µg/m³ 150 24 jam
5 Partikel PM2,5 µg/m³ 15 per tahun
µg/m³ 35 24 jam
6 Ozon (O3) ppm 0,075 8 jam
ppm 0,12 1 jam Sumber : The EPA Office of Air Quality Planning and Standards (OAQPS) 2008
Salah satu akibat dari tercemarnya lingkungan udara adalah timbulnya
bau dari sumber bau atau zat odoran yang dapat menimbulkan rangsangan
bau pada keadaan tertentu sehingga sangat mengganggu kesehatan manusia.
Pemerintah telah menetapkan regulasi mengenai tingkat atau kadar kebauan
di udara ambien untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat
dengan KEPMEN Negara Lingkungan Hidup No 50 Tahun 1996 tentang
Baku Tingkat Kebauan yang terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Baku tingkat kebauan udara ambien.
No. Parameter Satuan Nilai Batas
1 Amoniak (NH3) ppm 2 2 Metil Merkaptan (CH3SH) ppm 0,002 3 Hidrogen sulfida (H2S) ppm 0,02 4 Metil Sulfida ((CH3)2S) ppm 0,01 5 Stirena (C6H8CHCH2) ppm 0,1
Sumber : KEPMEN Negara LH No. 50 Tahun 1996
2. Sumber Pencemaran Udara
Sumber pencemaran udara dapat berasal dari kegiatan yang bersifat
alamiah, yang terjadi di alam seperti polusi akibat letusan gunung berapi,
kebakaran hutan dan sebagainya yang secara umum terjadi secara alamiah,
5
juga yang bersifat antropogenik atau akibat dari kegiatan manusia, seperti
aktivitas transportasi, industri dan domestik atau rumah tangga (Soedomo,
2001).
Berdasarkan pola atau model pancaran emisinya sumber pencemar
dibagi menjadi (Tjasjono, 1999 dalam Soenarmo, 1999) :
a. Sumber titik (point source), dihasilkan oleh pabrik-pabrik atau
industri yang mengeluarkan zat pencemar (polutan) ke udara
melalui cerobong-cerobong pembuangan.
b. Sumber garis (line source), sumber pencemar ini mengeluarkan
pancaran zat pencemar berupa garis yang memanjang, seperti
jalan raya akibat aktivitas transportasi.
c. Sumber area (area source), merupakan sumber pancaran zat
pencemar berupa area atau bidang di suatu wilayah, seperti
kawasan industri atau areal kebakaran hutan.
Sumber pencemar dapat pula dikelompokan ke dalam sumber tidak
bergerak atau diam (stationary source), seperti industri dan sumber bergerak
(mobile source), seperti kendaraan bermotor (Septiyanzar, 2008).
B. Jenis Pencemar Udara
Secara umum jenis pencemar dapat dikelompokkan menjadi pencemar
primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang
ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida (CO)
merupakan contoh dari pencemar udara primer karena merupakan hasil langsung
dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk
dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer (Septiyanzar, 2008).
Berdasarkan ciri fisiknya pencemaran udara dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
(Geiger, 2000 dalam Septiyanzar, 2008) :
a. Partikulat, yaitu campuran berbagai senyawa organik dan anorganik yang
tersebar di udara dengan diameter 1- 500 mikron.
b. Gas, meliputi semua jenis pencemar udara yang berbentuk gas dan
berukuran molekular seperti CO, SO2, dan H2S.
c. Energi, yaitu seperti temperatur dan kebisingan (noise).
6
Karakteristik beberapa gas polutan yang tersebar di atmosfer adalah
sebagai berikut :
1. Karbon Monoksida (CO)
Menurut Syahputra (2005), karbon monoksida (CO) timbul karena
adanya proses pembakaran yang tidak sempurna. Sedangkan menurut
Godish (2004), senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang
berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen
darah yaitu hemoglobin Senyawa CO memiliki daya distribusi yang luas
dan merupakan jenis senyawa polutan yang jumlah emisinya terbesar
diantara nilai emisi jenis senyawa polutan lainnya. Karbon dan oksigen
dapat bergabung membentuk senyawa CO sebagai hasil pembakaran yang
tidak sempurna, seperti tergambar dalam reaksi berikut (Sax, 1974 dalam
Septiyanzar, 2008).
2C + O2 2CO
Konsentrasi gas CO sampai dengan 100 ppm masih dianggap aman
jika waktu kontak hanya sebentar. Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap
oleh manusia selama 8 jam akan menimbulkan rasa pusing dan mual.
Konsentrasi CO sebanyak 1000 ppm dan waktu paparan (kontak) selama 1
jam menyebabkan pusing dan kulit berubah menjadi kemerahan. Untuk
paparan yang sama dengan konsentrasi CO 1300 ppm, kulit akan langsung
berubah menjadi merah tua dan disertasi rasa pusing yang hebat. Untuk
keadaan yang lebih tinggi, akibatnya akan lebih fatal, yaitu kematian
(Syahputra, 2005).
2. Sulfur Dioksida (SO2)
Gas sulfur dioksida (SO2) merupakan gas yang berasal dari bahan
bakar fosil, terutama batubara. SO2 merupakan komponen gas yang tidak
berwarna dengan karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara
(BAPEDAL, 2005).
Menurut Syahputra (2005), sulfur dioksida merupakan hasil emisi
transportasi dan industri pada awalnya akan bertransformasi dengan atom
tunggal oksigen akan membentuk formasi sulfur trioksida, dan formasi dari
7
sulfur trioksida (SO3) ketika bereaksi dengan uap air (H2O) di atmosfer akan
menyebabkan terjadinya hujan asam, seperti tergambar dalam reaksi
kimiawi berikut :
SO2 + O SO3
SO3 + H2O H2SO4
Udara yang tercemar SOX menyebabkan manusia akan mengalami
gangguan pada sistem pernapasan. Hal ini karena gas SOX yang mudah
menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan
dan saluran napas lain sampai ke paru-paru. Serangan tersebut juga dapat
menyebabkan iritasi pada bagian tubuh lain.
Gas SO2 merupakan bahan pencemar yang berbahaya bagi anak-anak,
orang tua dan orang penderita penyakit pernapasan kronis dan penyakit
kardiovaskuler. Otot saluran pernapasan dapat mengalami kejang (spasme)
bila teriritasi oleh SO2 lebih tinggi dari temperatur udara rendah. Apabila
waktu paparan gas dengan gas SO2 cukup lama maka akan terjadi
peradangan yang hebat pada selaput lendir yang diikuti oleh kelumpuhan
sistem pernapasan (paralysis cilia), kerusakan lapisan epthilium yang pada
akhirnya diikuti oleh kematian (Soeratmo, 1990).
3. Hidrogen Sulfida (H2S)
Hidrogen sulfida merupakan gas yang tidak berwarna dan
menimbulkan bau busuk. Dalam KEPMEN LH No. 50 Tahun 1996 gas ini
disebut sebagai zat odoran tunggal. Sekalipun gas ini bersifat iritan bagi
paru-paru, tetapi ia digalongkan ke dalam asphyxiant karena efek utamanya
adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh
terhentinya pernapasan. Hidrogen sulfida juga bersifat sangat korosif
terhadap metal, dan dapat menghitamkan berbagai material. Karena H2S
lebih berat daripada udara, maka H2S ini sering didapat disumur-sumur,
saluran air buangan, dan biasanya ditemukan bersama-sama gas beracun
lainnya seperti metan, karbon dioxide dan bersifat sangat mudah terbakar.
Gas H2S mudah didapat secara alamiah pada gunung-gunung berapi, dan
dekomposisi zat organik. Emisi hidrogen sulfida didapat pada industri
8
kimia, industri minyak bumi, kilamg minyak, dan terutama pada industri
yang memproduksi gas sebagai bahan bakar (Soemirat., 1994).
4. Oksida Nitrogen (NOx)
Menurut Supriyono (1999), oksida nitrogen merupakan salah satu
komponen kimia pokok dalam reaksi fotokimia yang dapat mengakibatkan
pembentukan oksidan fotokimia. Sebagian besar emisi gas oksida nitrogen
berasal dari pembakaran bahan bakar pada kendaraan bermotor. Dampak
negatif yang ditimbulkan jika seseorang menghisap gas oksida nitrogen di
luar standar baku mutu kualitas udara dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan pada pernapasan dan bronkhitis.
Nitrogen oksida terbentuk dalam reaksi temperatur yang tinggi dari
pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, dimana komponen nitrogen
yang bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa nitrogen oksida (NO)
sebagai hasil emisi dari kendaraan bermotor seperti tergambar dalam reaksi
kimia berikut (Wellburn, 1990 dalam Septiyanzar, 2008).
N2 + O2 2 NO
NO + O3 NO2 + O2
NO2 + O3 NO3 + O2
NO3 + NO2 N2O5
N2O5 + H2O 2HNO3
Emisi gas buang berupa oksida nitrogen (NOx) adalah senyawa-
senyawa pemicu pembentukan ozon. Senyawa ozon di lapisan atmosfer
bawah (troposfer bawah, pada ketinggian 0 – 2000 meter) terbentuk akibat
adanya reaksi fotokimia senyawa NOx
dengan bantuan sinar matahari. Oleh
karena itu potensi produksi ozon troposfer di daerah beriklim tropis seperti
Indonesia sangat tinggi. Karena merupakan pencemar sekunder, konsentrasi
ozon di luar kota – di mana tingkat emisi senyawa pemicu umumnya lebih
rendah dibanding di pusat kota – seringkali ditemukan lebih tinggi daripada
di pusat kota (Anonim, 2006).
9
5. Partikulat (PM)
Partikulat adalah padatan atau cairan di udara dalam bentuk asap, debu
dan uap, yang dapat berada di atmosfer dalam waktu yang lama. Selain
mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke
dalam sistem pernapasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernapasan
serta kerusakan paru-paru. Partikulat juga merupakan sumber utama haze
(kabut asap) yang menurunkan jarak pandang. Partikel yang terhisap ke
dalam sistem pernapasan akan di sisihkan tergantung dari diameternya.
Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernapasan atas,
sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan
di dalam tubuh dalam waktu yang lama (Anonim, 2006).
Partikel yang terhirup (inhalable) juga dapat merupakan partikulat
sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil
pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya
partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2
dan NOx. Umumnya
partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Partikel PM2,5
bersifat
respirable karena dapat memasuki saluran pernapasan yang lebih bawah dan
menimbulkan risiko yang lebih tinggi. Proporsi cukup besar dari PM2,5
adalah amonium nitrat, amonium sulfat, natrium nitrat, dan karbon organik
sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang
lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang
ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari
sumbernya (Harrop, 2002, dalam Anonim, 2006). Partikel sekunder PM2,5
dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya terhadap kesehatan
bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan
masuk lebih dalam ke dalam sistem pernapasan tetapi juga karena sifat
kimiawinya. Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable dan bersifat asam akan
bereaksi langsung di dalam sistem pernapasan, menimbulkan dampak yang
lebih berbahaya daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel
logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek
karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas
atau semi gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk ke dalam
10
partikel inhalable adalah partikel timbel (Pb) yang diemisikan dari gas
buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar mengandung
Pb. Partikel ini berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer (Anonim,
2006).
Partikulat diemisikan dari berbagai sumber, termasuk pembakaran
bahan bakar minyak, pencampuran dan penggunaan pupuk dan pestisida,
konstruksi, proses-proses industri seperti pembuatan besi dan baja,
pertambangan, pembakaran sisa pertanian (jerami), dan kebakaran hutan.
Partikel debu yang berasal dari proses peleburan, telah terjadi akumulasi
beberapa unsur kimia, sehingga akan sangat berbahaya sekali apabila tidak
ditanggulangi. Gangguan partikel ini sangat berbahaya kepada kesehatan
terutama dapat menimbulkan sesak napas, dan menimbulkan iritasi pada
kulit (Syahputra, 2005).
6. Ozon (O3)
Ozon termasuk pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfer dari
reaksi fotokimia NOx
dan HC. Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu
pencemaran oleh ozon troposferik dapat menyebabkan dampak yang
merugikan bagi kesehatan manusia. Laporan Badan Kesehatan Dunia
menyatakan konsentrasi ozon yang tinggi (>120 µg/m3) selama 8 jam atau
lebih dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian atau kunjungan ke
rumah sakit karena gangguan pada sistem pernapasan. Konsumsi pada
konsentrasi 160 µg/m3
selama 6,6 jam dapat menyebabkan gangguan fungsi
paru-paru akut pada orang dewasa yang sehat dan pada populasi yang
sensitive (Anonim, 2006).
Percepatan produksi ozon dibantu dengan kehadiran senyawa lain
selain NOx yaitu hidrokarbon, CO, dan senyawa-senyawa radikal yang juga
diemisikan dari pembakaran bahan bakar fosil. Puncak pola fluktuasi harian
ozon umumnya terjadi setelah terjadinya puncak konsentrasi NOx, dan
menimbulkan efek yang lebih merugikan terhadap kesehatan karena adanya
11
kombinasi pencemar NOx
dan ozon yang menyebabkan penurunan fungsi
paru-paru (Hazucha, 1996, dalam Anonim 2006).
Selain menyebabkan dampak yang merugikan pada kesehatan
manusia, pencemar ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat
ausnya bahan atau material (tekstil, karet, kayu, logam, cat, dan lain-lain),
penurunan hasil pertanian, dan kerusakan ekosistem seperti berkurangnya
keanekaragaman hayati. (Agrawal et al., 1999, dalam Anonim, 2006).
C. Mekanika Fluida
1. Dasar Mekanika Fluida
Mekanika adalah suatu studi yang mempelajari tentang cairan dan gas
baik pada saat diam maupun saat bergerak (Okiishi et al., 2006). Dalam
fluida bergerak, kemampuan untuk menyalurkan gaya geser suatu fluida
dapat dikenali dengan adanya nilai viskositas dinamik µ, dimana fluida yang
berada pada suatu bidang permukaan dianggap bergerak dengan kecepatan
U paralel terhadap bidang permukaan yang diam stasioner.
Selain itu, viskositas dinamik µ juga digunakan dalam menentukan
bilangan Reynolds yang dapat dilihat pada Persamaan 1.
.......................................................................................... (1)
dimana L adalah jarak sepanjang permukaan x untuk aliran eksternal dan L
adalah Dh = (4 x luas penampang) / (keliling terbasahi) untuk aliran pada
saluran bukan silinder, serta L adalah diameter D untuk aliran internal dalam
pipa silinder. Nilai bilangan Reynolds digunakan untuk menentukan jenis
aliran fluida apakah aliran tersebut termasuk jenis aliran laminar atau aliran
turbulen. Untuk aliran eksternal, aliran turbulen memiliki nilai ReL ≥ 5 x 105
disepanjang bidang permukaan tempat fluida itu mengalir dan ReL ≥ 2 x 104
jika fluida tersebut mengalir diseputar benda. Sedangkan untuk aliran
internal aliran turbulen memiliki nilai ReDh ≥ 2300 (Tuakia, 2008).
Aliran turbulen dapat dikenali dengan adanya medan kecepatan yang
berfluktuasi. Fluktuasi kecepatan tersebut membawa berbagai besaran
mrUL
L =Re
12
seperti momentum, energi, konsentrasi partikel, sehingga besaran tersebut
juga ikut berfluktuasi (Tuakia, 2008).
Fluida yang bergerak dengan kecepatan U pada suatu bidang
permukaan solid dipengaruhi oleh tekanan terhadap permukaan solid
tersebut yaitu τ .A, dimana τ adalah tegangan geser dan A adalah luas
permukaan solid yang dialiri fluida (Fletcher, 2006). Besarnya nilai
tegangan geser τ dapat diketahui secara empirik dengan dipengaruhi oleh
gradien kecepatan fluida ∂u/∂y, sebagaimana terlihat pada Persamaan (2)
yu¶¶
= mt ……………. ................................................... ……..(2)
dimana : τ : Tegangan geser ,N/m2
µ : Viskositas dinamik, kg/m.s
u : Kecepatan parsial fluida, m/s
y : Jarak terhadap permukaan solid, m
Nilai viskositas dinamik µ dan konduktivitas panas k dapat
mempengaruhi besarnya nilai momentum dan energi, maka dari itu nilai
viskositas kinematik ν dan difusivitas panas α juga dapat dihitung dengan
Persamaan (3) dan (4)
……………………………………………………………(3)
dan,
……………………………………………………….(4)
dimana, ν : viskositas kinematik, m2/s
ρ : density, kg/m3
k : konduktivitas panas, W/m.K
α : difusivitas panas, m2/s
Cp : panas jenis pada tekanan konstan, J/kg.K
Difusivitas α dan viskositas kinematik ν pada fluida jenis gas seperti
udara akan meningkat sejalan dengan meningkatnya temperatur, sedangkan
rm
=v
pCk.r
a =
13
untuk fluida jenis cair seperti air, viskositas akan menurun secara signifikan
dengan peningkatan temperatur namun difusivitas panas akan meningkat
secara perlahan (Fletcher, 2006).
Difusivitas masa didefinisikan oleh hukum Fick’s I yang merupakan
rasio fluks terhadap perubahan konsentrasi. Hal ini dapat dianalogikan
seperti difusivitas panas dalam hukum Fourier’s dan viskositas kinematik
dalam hukum Newton. Hubungan nilai difusivitas masa dengan nilai
viskositas kinematik pada kondisi tekanan konstan dipengaruhi oleh nilai
angka Schmith (Sc) sebagaimana dirumuskan pada Persamaan (5) (Kreith,
1998).
………………………………………………….(5)
dimana, Di : koefisien difusivitas masa, m2/s
Sc : angka Schmith
2. Aliran di sekitar permukaan silinder
Fluida yang mengalir dengan kecepatan seragam jika berbenturan
dengan suatu bidang permukaan solid akan mengakibatkan terjadinya
perubahan pola aliran sehingga beberapa besaran seperti kecepatan, tekanan,
momentum dan energi juga akan terbawa berubah atau berfluktuasi.
Perubahan pola aliran fluida yang terjadi akan mengikuti karakteristik
bentuk bidang permukaan solid tersebut (Okiishi et al., 2006). Untuk bidang
permukaan yang berbentuk silinder, pola aliran fluidanya dapat dilihat pada
ilustrasi Gambar 1.
Fungsi aliran stream ψ di sekitar permukaan silinder dapat ditentukan
dengan Persamaan (6)
……………………………………………(6)
Dan potensial kecepatan ϕ dirumuskan oleh Persamaan (7)
…………………………………………….(7)
dimana : ψ : fungsi aliran stream, m2/s
qy sin1 2
2
÷÷ø
öççè
æ-=
ra
Ur
qf cos1 2
2
÷÷ø
öççè
æ+=
ra
Ur
cci S
vS
D ==.rm
ϕ : kecepatan potensial,
U : kecepatan fluida seragam,
r : jarak titik aliran terhadap titik pusat silinder,
a : radius atau jari
θ : sudut kemiringan jarak
Gambar 1. Ilustrasi aliran di sekitar silinder (Okiishi
Komponen kecepatan aliran fluida di sekitar silinder dapat
diidentifikasi dari besarnya perubahan kecepatan potensial dan fungsi aliran
terhadap jarak r, sebagaimana dirumuskan oleh Persamaan (8).
Tepat pada permukaan silinder dimana (
fluida di titik jarak r
komponen kecepatan lainnya akan menjadi :
Sebaran tekanan yang terjadi di permukaan silinder diturunkan dari
persamaan Bernoulli, sehingga dapat dirumuskan dengan Persamaan (10)
f 1=
¶¶
=rr
v r
q sin2Uv s -=
0 21
+= pp s
qf
q1
=¶¶
=r
v
kecepatan potensial, m2/s
: kecepatan fluida seragam, m/s
: jarak titik aliran terhadap titik pusat silinder, m
: radius atau jari-jari silinder, m
: sudut kemiringan jarak r terhadap arah aliran fluida
Gambar 1. Ilustrasi aliran di sekitar silinder (Okiishi et al., 2006).
Komponen kecepatan aliran fluida di sekitar silinder dapat
diidentifikasi dari besarnya perubahan kecepatan potensial dan fungsi aliran
, sebagaimana dirumuskan oleh Persamaan (8).
…..…………………..(8.a)
……..……………(8.b)
rmukaan silinder dimana (r = a), maka nilai kecepatan
r dan fungsi aliran ψ adalah (vr = ψ = 0), sedangkan
komponen kecepatan lainnya akan menjadi :
………………………………..……………….(9)
Sebaran tekanan yang terjadi di permukaan silinder diturunkan dari
persamaan Bernoulli, sehingga dapat dirumuskan dengan Persamaan (10)
.……………………………..
qqy
cos1 2
2
÷÷ø
öççè
æ-=
¶¶
ra
U
qsin
( )qr 22 sin41 -U
qysin1 2
2
÷÷ø
öççè
æ+-=
¶¶
-=ra
Ur
14
terhadap arah aliran fluida
2006).
Komponen kecepatan aliran fluida di sekitar silinder dapat
diidentifikasi dari besarnya perubahan kecepatan potensial dan fungsi aliran
…..…………………..(8.a)
……..……………(8.b)
), maka nilai kecepatan
= 0), sedangkan
………………………………..……………….(9)
Sebaran tekanan yang terjadi di permukaan silinder diturunkan dari
persamaan Bernoulli, sehingga dapat dirumuskan dengan Persamaan (10)
……………………………..(10)
15
dimana, ps : tekanan pada permukaan silinder, N/m2
po : tekanan atmosfer, N/m2
Besaran gaya yang terjadi pada permukaan silinder dipengaruhi oleh
faktor tekanan dan gaya gesek. Komponen gaya (Fx dan Fy) tersebut dapat
dianalisis dari resultan tegangan geser dan distribusi tekanan yang
diintegrasikan terhadap luasan elemen permukaan silinder yang terlintasi
aliran fluida (Okiishi et al., 2006), seperti diilustrasikan oleh Gambar 2.
Gambar 2. Ilustrasi faktor tekanan dan tegangan geser pada permukaan silinder tampak atas (Okiishi et al., 2006).
Komponen gaya yang terjadi pada permukaan silinder dituliskan pada
Persamaan 11.
…………………………….(11.a)
……………………………(11.b)
Besaran gaya yang berpengaruh terhadap objek secara aksial atau
horizontal disebut drag yang dinotasikan D, sedangkan besaran gaya yang
berpengaruh terhadap objek secara vertikal disebut sebagai lift yang
dinotasikan L. Drag dan lift diperoleh dari integral Persamaan 10, yaitu
dituliskan pada Persamaan 12.
D ………………..(12.a)
L ……………….(12.b)
dimana, Re : Reynolds number
ρ : densitas fluida, kg/m3
x
y
( ) ( ) qtq sincos. dAdApdF wx +=
( ) ( ) qtq cossin. dAdApdF wy +-=
ò òò +== dAdApdF wx qtq sincos
ò òò +-== dAdApdF wy qtq cossin
16
U : kecepatan aliran fluida, m/s
D : diameter silinder, m
µ : viskositas dinamik, kg/m.s
θ : sudut kemiringan dari searah aliran fluida, deg
p : tekanan, Pa
τw : tegangan geser pada dinding, N/m2
b : panjang permukaan silinder, m
dA : perubahan luasan elemen permukaan silinder, m2
dθ : perubahan sudut kemiringan, deg
dFx , dFy : komponen perubahan gaya yang terjadi sepanjang
permukaan silinder, N
Selain itu, komponen gaya yang timbul pada permukaan silinder
adalah gaya tekan dan gaya gesek. Gaya tekan adalah gaya normal yang
tegak lurus terhadap bidang permukaan objek dan dipengaruhi oleh gradient
kecepatan fluida dan separasi aliran fluida, sedangkan gaya gesek
merupakan gaya yang sejajar bidang permukaan atau dinding objek dan
dipengaruhi oleh besaran tegangan geser (Okishii et al., 2006). Sebagaimana
diilustrasikan pada Gambar 2, kedua gaya tersebut merupakan besaran gaya
yang membentuk resultan gaya pada bidang koordinat x dan y, yaitu
dinotasikan dengan Persamaan 13.
Gaya normal :
……………………………………………….(13.a)
Gaya gesek :
……………………………………………….(13.b)
Sehingga drag dari gaya normal (drag pressure), Dp, dan drag dari
gaya gesek (drag friction), Df, dapat dituliskan :
Dp …………………..(14.a)
Df …………………(14.b)
dApN qcos=
dAF wf qt sin=
ò ò÷øö
çèæ==
p
qqq0
cos2
2cos dpbD
dAp
ò ò÷øö
çèæ==
p
qqtqt0
sin2
2sin dbD
dA ww
fungsi drag friction
tegangan geser, namun d
objek yang menerima aksi dari peristiwa fisika fluida yang mengalir.
Nilai koefisien
dengan kecepatan rata
Persamaan 15.
………………………………………………………..(1
Dimana, N : gaya normal,
Ff :
Dp :
Df :
CD:
3. Ketebalan boundary layer
pada boundary layer
Menurut Okiishi
suatu aliran merupakan pusat momentum fluks. Hal ini diilustrasikan pada
Gambar 3.
Gambar 3. Aliran pada
Momentum fluks yang terjadi di dala
kecepatan fluida seragam
Persamaan 16 dan Persamaan 1
D AU
C D 221 r
=
=Q2bU rr
drag friction tidak hanya besaran yang dipengaruhi oleh
tegangan geser, namun dalam hal ini juga berorientasi terhadap permukaan
objek yang menerima aksi dari peristiwa fisika fluida yang mengalir.
Nilai koefisien drag pada permukaan silinder berbanding terbalik
dengan kecepatan rata-rata dan densitas fluida, sebagaimana ditulisk
………………………………………………………..(1
: gaya normal, N
: gaya gesek, N
: drag pressure
: drag friction
: koefisien drag
boundary layer pada permukaan ground dan tegangan geser
ry layer
Menurut Okiishi et al. (2006), ketebalan momentum boundary layer
suatu aliran merupakan pusat momentum fluks. Hal ini diilustrasikan pada
Gambar 3. Aliran pada boundary layer (Okiishi et al., 2006).
Momentum fluks yang terjadi di dalam lapisan layer dengan
kecepatan fluida seragam U dan ketebalan Ө, direpresentasikan pada
dan Persamaan 17.
……..…………………………...(1ò¥
-0
)( dyuUubr
17
tidak hanya besaran yang dipengaruhi oleh
alam hal ini juga berorientasi terhadap permukaan
objek yang menerima aksi dari peristiwa fisika fluida yang mengalir.
pada permukaan silinder berbanding terbalik
rata dan densitas fluida, sebagaimana dituliskan pada
………………………………………………………..(15)
dan tegangan geser
boundary layer
suatu aliran merupakan pusat momentum fluks. Hal ini diilustrasikan pada
., 2006).
m lapisan layer dengan
, direpresentasikan pada
……..…………………………...(16)
18
atau
…………………………………………….(17)
Besarnya nilai tegangan geser pada permukaan ground, secara empirik
dapat diturunkan dari persamaan integral momentum untuk aliran boundary
layer pada permukaan ground tersebut.
…………………………………………………(18)
dimana τw adalah tegangan geser pada permukaan tanah (N/m2), dan dӨ/dx
adalah perubahan ketebalan lapisan layer terhadap perubahan jarak yang
searah dengan kecepatan udara. Sehingga tegangan geser pada permukaan
tanah sangat dipengaruhi oleh besarnya perubahan ketebalan lapisan layer
terhadap arah sumbu x. Tegangan geser pada permukaan tanah akan
berbanding lurus terhadap peningkatan boundary layer (Okiishi et al., 2006)
4. Fenomena Pemisahan Aliran
Perubahan pola aliran terjadi jika medan aliran fluida terhalang oleh
suatu benda, sehingga merubah kondisi stasioner fluida tersebut. Hal ini
timbul akibat sifat fluida yang selalu mencari kondisi kesetimbangan baru
ketika kondisi stasioner fluida tersebut tergangggu (Anonimous, 2003).
Dalam kondisi aliran udara steady yang terhalang oleh sebuah silinder
cerobong, akan terbentuk suatu pola aliran baru akibat adanya integral
momentum volume udara yang melewati permukaan silinder cerobong.
Kecepatan udara seragam yang dihembuskan searah dengan sumbu x pola
alirannya akan terpecah atau terpisah pada saat melewati silinder cerobong
dikenal dengan istilah creeping flow. Besarnya jarak pemisahan aliran fluida
sangat dipengaruhi oleh nilai angka Reynold yang dimiliki aliran tersebut.
Ketika terjadi pemisahan aliran, maka terjadi pula pusaran-pusaran lokal
fluida yang disebut vortex. Vortex akan terbentuk pada rentang nilai Re
tertentu, dimana semakin bertambah nilai Re yang dimiliki aliran fluida
maka semakin banyak vortex yang terbentuk. Namun pada nilai Re tertentu
juga pasangan vortices yang terbentuk akan tidak stabil sejalan dengan
ò¥
-=Q0
)1( dyUu
Uu
dxd
Uw
Q= 2rt
bertambahnya nilai Re
dari pada yang lainnya dan memiliki kekuatan yang sema
pada suatu titik akan terlepas bebas tanpa terikat terhadap silinder yang
kemudian akan terbentuk lagi
Potensi pembentukan
sebagaimana diilustrasikan pa
Gambar 4. Skema terbentuknya lapisan geser (akan membentuk
Fenomena terlepasnya
istilah vortex shedding
kemudian terhalang oleh sebuah silinder secara ilustrasi dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Ilustrasi aliran bagian bawah (Okiishi
Re, sehingga salah satu vortex akan tumbuh lebih besar
dari pada yang lainnya dan memiliki kekuatan yang semakin besar sehingga
pada suatu titik akan terlepas bebas tanpa terikat terhadap silinder yang
kemudian akan terbentuk lagi vortex baru (Okishii et al., 2006).
Potensi pembentukan vortex dalam aliran dinamakan sebagai
sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 4.
(a).
(b).
Gambar 4. Skema terbentuknya lapisan geser (shear layer) yang selanjutnya akan membentuk vortex (Okiishi et al., 2006).
Fenomena terlepasnya vortex dari permukaan silinder dikenal dengan
vortex shedding. Bagi fluida yang mengalir di atas permukaan solid
kemudian terhalang oleh sebuah silinder secara ilustrasi dapat dilihat pada
Gambar 5. Ilustrasi aliran vortex di atas permukaan solid pada silinder bagian bawah (Okiishi et al., 2006).
19
akan tumbuh lebih besar
kin besar sehingga
pada suatu titik akan terlepas bebas tanpa terikat terhadap silinder yang
vorticity,
) yang selanjutnya
dari permukaan silinder dikenal dengan
uida yang mengalir di atas permukaan solid
kemudian terhalang oleh sebuah silinder secara ilustrasi dapat dilihat pada
di atas permukaan solid pada silinder
20
D. Dispersi Udara
Secara umum tingkat kadar pencemaran udara dominan dipengaruhi oleh
faktor kondisi yang terjadi di atmosfer. Parameter meteorologi akan
mempengaruhi penyebaran (dispersi), pengenceran (dilusi), perubahan
(transformasi) fisik dan kimia dari zat-zat pencemar udara yang diemisikan, serta
proses transportasi atau perpindahan dan deposisi basah dan kering yang terjadi.
Dalam Soedomo (2001), dijelaskan bahwa kondisi atmosfer sangat dinamik yang
secara alami mampu melakukan dispersi, dilusi dan transformasi baik melalui
proses fisika maupun kimia serta mekanismekinetik atmosfer terhadap zat-zat
pencemar.
Menurut Davis et al. (2004), faktor pengaruh transportasi, dilusi dan
dispersi gas polutan umumnya ditentukan oleh karakteristik titik emisi, bahan
(material) polutan alam, kondisi meteorologi, dan struktur antropogenik wilayah
tercemar. Dispersi pencemar terjadi karena ada tenaga yang membawa pencemar
tersebut dari sumbernya ke udara ambien, sedangkan difusi terjadi karena adanya
perbedaan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Menurut Vesilind et al. (1994), dispersi udara merupakan suatu proses
pergerakan udara yang terkontaminasi dari sumber emisi (source of emission)
menyebar melalui suatu luas area wilayah tertentu untuk mereduksi konsentrasi
gas polutan yang terkandung dalam udara terkontaminasi tersebut. Pergerakan
atau penyebaran udara terkontaminasi terjadi secara vertikal maupun horizontal.
Proses dispersi dan difusi akan menghasilkan dilusi (pengenceran) zat
pencemar dari suatu sumber yang konsentrasinya sangat kental di udara ambien
dengan hasil konsentrasi yang lebih rendah. Transformasi zat pencemar di
atmosfer merubah zat tersebut menjadi zat lain yang berbeda sifatnya baik secara
fisika maupun kimia dan juga kadar toksisitasnya. Proses transformasi yang
dimaksudkan disini adalah proses transformasi zat-zat pencemar selama berada di
udara yang mengalami perubahan fisik dan kimia yang dipengaruhi oleh difusi
molekuler dan turbulen, terdapatnya uap air dan adanya radiasi matahari
(Soedomo, 2001).
Pergerakan udara disebabkan oleh adanya radiasi surya dan bentuk
permukaan bumi yang tidak rata, dimana daya serap panas permukaan bumi
terhadap radiasi surya tersebut berbeda dengan daya serap panas di atmosfer. Hal
ini menimbulkan adanya sistem pergerakan
dinamika panas atmosfer bumi juga menghasilkan perbedaan dalam tekanan
barometrik (Vesilind et al., 1994).
1. Model Dispersi
Pemodelan dispersi udara berasal dari model analitik semi empiris
yang berdasarkan pada persamaan d
dikembangkan diverifikasi dengan data koefisien difusi di atmosfer dan data
konsentrasi pencemaran udara yang diambil langsung lokasi pengukuran.
a. Model Gaussian
Model dispersi yang popular digunakan adalah model dispersi
Gaussian yang terlihat pada Gambar 6.
untuk point source
konsentrasi polutan ke arah vertikal dan horisontal sesuai dengan distribusi
normal (Sugiyono, 1995). Dalam model ini penyeb
mengikuti asumsi :
- sumber emisi mengeluarkan material secara kontinu.
- medan angin homogen baik ke arah vertikal maupun horisontal.
- perubahan bentuk polutan secara fisik dan kimiawi selama di udara
tidak diperhitungkan.
- semua variabel dianggap stasioner.
Penyebaran berdasarkan metoda difusi Gauss ganda, adalah
penyebaran dengan normal (distribusi Gauss) arahGambar 6. Model dispersi Gaussian (Vesilind
terhadap radiasi surya tersebut berbeda dengan daya serap panas di atmosfer. Hal
ini menimbulkan adanya sistem pergerakan (dynamic sistem). Kemudian, sistem
dinamika panas atmosfer bumi juga menghasilkan perbedaan dalam tekanan
., 1994).
Pemodelan dispersi udara berasal dari model analitik semi empiris
yang berdasarkan pada persamaan difusi. Persamaan difusi yang
dikembangkan diverifikasi dengan data koefisien difusi di atmosfer dan data
konsentrasi pencemaran udara yang diambil langsung lokasi pengukuran.
Model Gaussian
Model dispersi yang popular digunakan adalah model dispersi
ian yang terlihat pada Gambar 6. Model Extended Gaussian Plume
point source, dibuat berdasarkan kenyataan bahwa distribusi
konsentrasi polutan ke arah vertikal dan horisontal sesuai dengan distribusi
normal (Sugiyono, 1995). Dalam model ini penyebaran polutan dianggap
sumber emisi mengeluarkan material secara kontinu.
medan angin homogen baik ke arah vertikal maupun horisontal.
perubahan bentuk polutan secara fisik dan kimiawi selama di udara
tidak diperhitungkan.
variabel dianggap stasioner.
Penyebaran berdasarkan metoda difusi Gauss ganda, adalah
penyebaran dengan normal (distribusi Gauss) arah-y dan arah-z, sedangkan
Ket : Δh : tinggi kepulan (plume)h : tinggi stack actualH : tinggi stack effectiveū : arah sebaran angin
Gambar 6. Model dispersi Gaussian (Vesilind et al.,1994)
21
terhadap radiasi surya tersebut berbeda dengan daya serap panas di atmosfer. Hal
). Kemudian, sistem
dinamika panas atmosfer bumi juga menghasilkan perbedaan dalam tekanan
Pemodelan dispersi udara berasal dari model analitik semi empiris
ifusi. Persamaan difusi yang
dikembangkan diverifikasi dengan data koefisien difusi di atmosfer dan data
konsentrasi pencemaran udara yang diambil langsung lokasi pengukuran.
Model dispersi yang popular digunakan adalah model dispersi
Extended Gaussian Plume
, dibuat berdasarkan kenyataan bahwa distribusi
konsentrasi polutan ke arah vertikal dan horisontal sesuai dengan distribusi
aran polutan dianggap
medan angin homogen baik ke arah vertikal maupun horisontal.
perubahan bentuk polutan secara fisik dan kimiawi selama di udara
Penyebaran berdasarkan metoda difusi Gauss ganda, adalah
z, sedangkan
Δh : tinggi kepulan (plume) stack actual stack effective
sebaran angin
22
arah-x didominasi oleh kecepatan angin. Beberapa model Gauss dibangun
sesuai dengan macam sumber emisinya, salah satunya adalah persamaan
difusi Gauss ganda untuk sumber tunggal kontinyu. Persamaan dasar untuk
sumber tunggal kontinyu dalam keadaan steady (Soenarmo, 1999).
ò ò¥
¥-
= CudydzQ ............................................................................. (19)
kemudian dikembangkan menjadi persamaan Gauss untuk sumber tunggal
kontinyu ( Soenarmo, 1999), sebagai :
( ) ( )ïþ
ïýü
ïî
ïíì
úúû
ù
êêë
é÷÷ø
öççè
æ ++÷÷
ø
öççè
æ --
ïþ
ïýü
ïî
ïíì
úúû
ù
êêë
é-=
222
21
.exp21
.exp2
),,(zzyzy
HzHzyuQ
zyxCsssssp
……..(20)
dimana, C : Konsentrasi Pencemaran udara pada titik (x,y,z), µg/m3
Q : Laju emisi / laju pancaran, g/det
u : Kecepatan angin rata-rata (wind speed), m/det
x : Jarak ke arah-x (downwind), m
y : Jarak ke arah-y (crosswind), m
z : Jarak ke arah-z (vertikal), m
H : Tinggi emisi efektif (h + ∆h), m
h : Tinggi cerobong fisik, m
∆h : Penambahan tinggi kepulan (plume rise) oleh pengaruh angin dan kecepatan keluaran / emisi, m
σ y : Koefisien dispersi arah sumbu-y
σ z : Koefisien dispersi arah sumbu-z
Notasi C menyatakan konsentrasi parameter kualitas udara di ambien
dengan satuan masa per meter kubik (µg/m3). Notasi σ
y dalam literatur
adalah konstanta deviasi standar dispersi horizontal dan σz
untuk konstanta
deviasi standar dispersi vertikal yang keduanya dinyatakan dalam satuan
meter (m). Notasi u adalah kecepatan angin rata-rata dalam meter per detik
(m/det), sedangkan notasi Q menyatakan kecepatan alir gas pada saat keluar
dari cerobong yang dinyatakan dalam satuan gram per detik (g/det). Ketika
23
pengukuran konsentrasi polutan dilakukan pada ground level yang berarti
bahwa z = 0, maka persamaannya menjadi :
ïþ
ïýü
ïî
ïíì
úû
ùêë
é-
ïþ
ïýü
ïî
ïíì
úúû
ù
êêë
é-=
22
21
.exp21
.exp)0,,(zyzy
Hyu
QyxC
ssssp ........................ (21)
Untuk mengetahui konsentrasi gas polutan di sepanjang garis pusat
kepulan (plume centerline), yang berarti bahwa nilai y = 0, maka Persamaan
(21) berubah menjadi :
ïþ
ïýü
ïî
ïíì
úû
ùêë
é-=
2
21
.exp)0,,(zzy
Hu
QyxC
sssp ..................................................... (22)
Terakhir, untuk sumber emisi pada ground level dimana H = 0 ,maka
Persamaan (22) menjadi :
zyuQ
xCssp
=)0,0,( .................................................................................. (23)
Persamaan ini digunakan untuk tingkat dasar (ground level), yang
mana konsentrasi garis pusat (center line concentration) dari sumber titik
berada pada tingkat dasar.
Penentuan laju emisi Q untuk sumber tunggal kontinyu diperoleh dari
data langsung yang diperoleh dari pengukuran emisi di lubang keluaran
(stack) atau dihitung dari kapasitas produksi berdasarkan prosesnya.
Sedangkan penentuan kecepatan udara rata-rata (wind speed) adalah dengan
analisis mawar angin (wind rose), yaitu didasarkan pada perhitungan arah
angin dominan dan kecepatan angin rata-rata pada arah dominan.
Perhitungan koefisien dispersi diperoleh dari suatu formula yang
menunjukkan hubungan antara koefisien dispersi dengan koefisien stabilitas
atmosfer sebagai fungsi jarak x, y, dan z. Koefisien stabilitas atmosfer
diperoleh dari pengukuran stabilitas atmosfer (empiris). Faktor yang menjadi
indikasi stabilitas atmosfer antara lain lapse rate (penurunan temperatur
udara terhadap ketinggian atmosfer) atau profil temperatur udara, profil arah
dan kecepatan angin (Soenarmo,1999).
Albert H. Holland mengembangkan perhitungan tinggi kepulan
(plume), yaitu bahwa tinggi kepulan akan menurun dengan bertambahnya
kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding
terbalik dengan kecepatan angin (Davis
memperhitungkan momentum dan panas yang keluar dari cerobong, maka
perhitungan tinggi kepulan (Δh) mengikuti Persamaan (24
êêë
éççè
æ+=D
u
dvh s 68.25.1
dimana : vs : kecepatan gas keluar
d : diameter atas
u : kecepatan angin rata
: Tekanan atmosfer,
Ts : temper
Ta : temperatur udara atmosfer (ambien),
Persamaan (24) adalah untuk kondisi atmosfer dengan tingkat
stabilitas netral (kelas C atau D), sedangkan untuk kondisi atmosfer yang
stabil (kelas A atau B) m
1,15 dan apabila tidak stabil (kelas E atau F) maka hasil pada Persamaan 24
dikalikan 0,85.
b. Model Eulerian
Konsep ini menerangkan bahwa pergerakan fluida digambarkan
dengan sifat-sifat fisik fluida terse
dan kecepatan. Kemudian sifat fisik tersebut di deskripsikan sebagai fungsi
ruang dan waktu sehingga diperoleh informasi aliran fluida pada suatu titik
dalam ruang (Okiishi
dalam Septiyanzar (2008), pada model Eulerian konsentrasi gas pencemar
diperhitungkan pada lokasi tertentu yang disebut grid dalam setiap waktu.
Dalam grid ini terjadi proses transport dan reaksi kimia yang dipengaruhi
oleh faktor meteorologi, se
sebagai fungsi terhadap waktu.
c. Model Lagrangian
kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding
terbalik dengan kecepatan angin (Davis et al., 2004). Dengan
memperhitungkan momentum dan panas yang keluar dari cerobong, maka
perhitungan tinggi kepulan (Δh) mengikuti Persamaan (24):
úúû
ù÷÷ø
ö÷÷ø
öççè
æ -´ - d
T
TTP
s
as)(1068 2 ..........................................
: kecepatan gas keluar stack, m/det
: diameter atas stack, m
: kecepatan angin rata-rata, m/det
: Tekanan atmosfer, kPa
: temperatur gas keluar stack, oK
: temperatur udara atmosfer (ambien), oK
Persamaan (24) adalah untuk kondisi atmosfer dengan tingkat
stabilitas netral (kelas C atau D), sedangkan untuk kondisi atmosfer yang
stabil (kelas A atau B) maka hasil tersebut di atas (Persamaan 24) dikalikan
1,15 dan apabila tidak stabil (kelas E atau F) maka hasil pada Persamaan 24
Konsep ini menerangkan bahwa pergerakan fluida digambarkan
sifat fisik fluida tersebut seperti temperatur, tekanan, densitas
dan kecepatan. Kemudian sifat fisik tersebut di deskripsikan sebagai fungsi
ruang dan waktu sehingga diperoleh informasi aliran fluida pada suatu titik
dalam ruang (Okiishi et al., 2006). Menurut Finlayson dan Pitts (1986),
dalam Septiyanzar (2008), pada model Eulerian konsentrasi gas pencemar
diperhitungkan pada lokasi tertentu yang disebut grid dalam setiap waktu.
Dalam grid ini terjadi proses transport dan reaksi kimia yang dipengaruhi
oleh faktor meteorologi, sehingga menyebabkan konsentrasi berubah
sebagai fungsi terhadap waktu.
Model Lagrangian
24
kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding
., 2004). Dengan
memperhitungkan momentum dan panas yang keluar dari cerobong, maka
.......... (24)
Persamaan (24) adalah untuk kondisi atmosfer dengan tingkat
stabilitas netral (kelas C atau D), sedangkan untuk kondisi atmosfer yang
aka hasil tersebut di atas (Persamaan 24) dikalikan
1,15 dan apabila tidak stabil (kelas E atau F) maka hasil pada Persamaan 24
Konsep ini menerangkan bahwa pergerakan fluida digambarkan
but seperti temperatur, tekanan, densitas
dan kecepatan. Kemudian sifat fisik tersebut di deskripsikan sebagai fungsi
ruang dan waktu sehingga diperoleh informasi aliran fluida pada suatu titik
s (1986),
dalam Septiyanzar (2008), pada model Eulerian konsentrasi gas pencemar
diperhitungkan pada lokasi tertentu yang disebut grid dalam setiap waktu.
Dalam grid ini terjadi proses transport dan reaksi kimia yang dipengaruhi
hingga menyebabkan konsentrasi berubah
Dasar dari konsep model ini yaitu dengan melibatkan partikel
fluida bergerak dan menjelaskan sifat
fluida sebagai fungsi
fluida dapat diidentifikasi dan dapat menjelaskan sifat
(Okiishi et al., 2006). Dalam kasus percemar udara atmosfer, model
lagrangian direfleksikan dengan meninjau suatu parsel udara y
pada lintasan tertentu yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi. Perubahan
konsentrasi pada parsel yang mengalir inilah yang diperhitungkan setiap
saat dalam model lagrangian (Septiyanzar, 2008).
Perbedaan analisa aliran fluida antara model e
lagrangian dapat dilihat dalam kasus kepulan gas polutan dari cerobong
seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Ilustrasi pengambilan data temperatur aliran fluida pada lagrangian dan eulerian (Okiishi
Pada metode eulerian,
bagian atas cerobong dan dicatat sebagai fungsi waktu. Pada waktu yang
berbeda terdapat partikel benda melintasi alat pengukur. Karena temperatur
diukur pada satu titik (
temperatur didefinisikan sebagai fungsi waktu dan tempat, sehingga
temperatur dapat dituliskan sebagai
alat ukur temperatur pada berbagai titik dapat memberikan informasi bidang
temperatur temperatu
sebuah partikel sebagai fungsi waktu tidak dapat diketahui sampai lokasi
dari partikel diketahui sebagai fungsi waktu. Sedangkan pada metode
Dasar dari konsep model ini yaitu dengan melibatkan partikel
fluida bergerak dan menjelaskan sifat-sifat fluida dengan perubahan partikel
fluida sebagai fungsi dari waktu. Karena itu dengan metode ini partikel
fluida dapat diidentifikasi dan dapat menjelaskan sifat-sifat fluida tersebut
, 2006). Dalam kasus percemar udara atmosfer, model
lagrangian direfleksikan dengan meninjau suatu parsel udara yang mengalir
pada lintasan tertentu yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi. Perubahan
konsentrasi pada parsel yang mengalir inilah yang diperhitungkan setiap
saat dalam model lagrangian (Septiyanzar, 2008).
Perbedaan analisa aliran fluida antara model eulerian dan model
lagrangian dapat dilihat dalam kasus kepulan gas polutan dari cerobong
seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Ilustrasi pengambilan data temperatur aliran fluida pada lagrangian dan eulerian (Okiishi et al., 2006)
Pada metode eulerian, titik partikel fluida diukur temperaturnya pada
bagian atas cerobong dan dicatat sebagai fungsi waktu. Pada waktu yang
berbeda terdapat partikel benda melintasi alat pengukur. Karena temperatur
diukur pada satu titik (x = xo, y = yo, dan z = zo) dan pada satu waktu, maka
temperatur didefinisikan sebagai fungsi waktu dan tempat, sehingga
temperatur dapat dituliskan sebagai T = T (xo, yo, zo, t). Penggunaan banyak
alat ukur temperatur pada berbagai titik dapat memberikan informasi bidang
temperatur field, dimana T = T (x, y, z, t). Temperatur dari
sebuah partikel sebagai fungsi waktu tidak dapat diketahui sampai lokasi
dari partikel diketahui sebagai fungsi waktu. Sedangkan pada metode
25
Dasar dari konsep model ini yaitu dengan melibatkan partikel-partikel
sifat fluida dengan perubahan partikel
dari waktu. Karena itu dengan metode ini partikel
sifat fluida tersebut
, 2006). Dalam kasus percemar udara atmosfer, model
ang mengalir
pada lintasan tertentu yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi. Perubahan
konsentrasi pada parsel yang mengalir inilah yang diperhitungkan setiap
ulerian dan model
lagrangian dapat dilihat dalam kasus kepulan gas polutan dari cerobong
Gambar 7. Ilustrasi pengambilan data temperatur aliran fluida pada
titik partikel fluida diukur temperaturnya pada
bagian atas cerobong dan dicatat sebagai fungsi waktu. Pada waktu yang
berbeda terdapat partikel benda melintasi alat pengukur. Karena temperatur
satu waktu, maka
temperatur didefinisikan sebagai fungsi waktu dan tempat, sehingga
Penggunaan banyak
alat ukur temperatur pada berbagai titik dapat memberikan informasi bidang
). Temperatur dari
sebuah partikel sebagai fungsi waktu tidak dapat diketahui sampai lokasi
dari partikel diketahui sebagai fungsi waktu. Sedangkan pada metode
26
lagrangian temperatur diukur dari sebuah partikel hanya sebagai fungsi
waktu, dimana TA = TA (t). Penggunaan banyak alat ukur temperatur saat
partikel bergerak memberikan informasi bahwa temperatur dari partikel
fluida merupakan fungsi dari waktu, sehingga temperatur tidak dapat
diketahui sebagai fungsi dari posisi (lokasi partikel) sampai lokasi tiap
partikel diketahui sebagai fungsi waktu (Okiishi et al., 2006).
2. Stabilitas Atmosfer
Standar deviasi σy dan σ
z menentukan penyebaran kepulan gas polutan
pada arah angin lateral dan arah vertikal. Hal ini tergantung pada kondisi
stabilitas atmosfer dan jarak dari sumber emisi. Tingkat stabilitas atmosfer
yang digunakan ditentukan berdasarkan data meteorologi : penutupan awan,
tinggi dasar awan, nomor kelas insolasi yang diperoleh dari data “solar
altitude” dan tabel kategori stabilitas yang dikembangkan oleh Turner yang
diklasifikasikan ke dalam kategori A hingga F yang disebut dengan kelas
stabilitas (stability class), dimana hubungan antara stability class, kecepatan
angin, dan kondisi sinar matahari dijelaskan pada Tabel 3.
Tabel 3. Stabilitas atmosfer Turner berdasarkan kecepatan angin, radiasi matahari dan penutupan awan (Soenarmo, 1999)
Kecep. Angin perm pada 10 m (m/det)
Siang hari Malam hari Radiasi matahari datang Penutupan awan
Kuat Moderat Ringan Overcast Clear kelas 1 2 3 4 5 < 2 A A-B B E F
2 - 3 A-B B C E F 3 - 5 B B-C C D E 5 - 6 C C-D D D D > 6 C D D D D
Nilai konstanta dispersi horizontal dan vertikal, σ
y dan σ
z dapat
ditentukan dengan persamaan yang telah dikembangkan oleh D.O. Martin
(1976) dalam Davis et al. (2004), yaitu :
894.0axy =s ................................................................................. (25.a)
fcxdz +=s ................................................................................ (25.b)
dimana konstanta a, c, d, dan f didefinisikan pada Tabel 4.
27
Tabel 4. Nilai konstanta a, c, d, dan f untuk menghitung σy dan σz sebagai fungsi dari jarak (Davis et al., 2004)
Kelas stabilitas
x < 1 km x > 1 km a c d F c d f
A 213 440.8 1.941 9.27 459.7 2.094 -9.6 B 156 100.6 1.149 3.3 108.2 1.098 2 C 104 61 0.911 0 61 0.911 0 D 68 33.2 0.725 -1.7 44.5 0.516 -13 E 50.5 22.8 0.678 1.3 55.4 0.305 -34 F 34 14.35 0.74 -0.35 62.6 0.18 -48.6
Sumber : Martin,D.O.,”Comment on the change of concentration standard deviations with distance,” Journal of the Air Pollution Control Association, vol. 26, pp. 145-146, 1976.
Variasi diurnal radiasi matahari yang mempengaruhi temperatur udara
memiliki peranan penting dalam menentukan kestabilan atmosfer. Pada
malam hari kondisi udara stabil karena temperatur permukaan tanah lebih
rendah dari pada temperatur udara. Pada saat matahari terbit dan kondisi
udara cerah, radiasi matahari memanaskan permukaan tanah lebih cepat
dibandingkan udara, kondisi ini memicu timbulnya turbulensi udara.
Ketebalan lapisan konveksi semakin meningkat pada siang hari akibat
pemanasan lapisan permukaan tanah, sehingga kondisi atmosfer menjadi
tidak stabil karena pergerakan udara menjadi sangat dinamis. Pada sore hari
temperatur udara sama dengan temperatur permukaan tanah, sehingga profil
temperatur udara menjadi adiabatik karena tidak adanya fluks bahang dari
permukaan tanah (Seinfeld, 1986).
4. Kecepatan Angin
Arah angin dan kecepatan angin memegang peranan penting dalam
proses pengenceran (dilution) dan pemindahan (transportation).
Peningkatan kecepatan angin akan menyebabkan penambahan jumlah
volume udara bersama gas-gas polutan yang terkandung dalam suatu kurun
waktu tertentu. Proses penyebaran (dispersi) banyak dipengaruhi oleh variasi
arah angin jika arah angin secara kontinu menyebar ke berbagai arah maka
area sebaran polutan semakin luas, sedangkan apabila arah angin dominan
tetap bergerak hanya ke satu arah tertentu, maka daerah tersebut akan
memiliki tingkat paparan polutan yang tinggi (Liptak et al., 2000).
28
Menurut Davis et al. (2004), arah angin menentukan ke mana arah
mengalir atau bergeraknya gas yang terkontaminasi di atas permukaan.
Kecepatan angin mempengaruhi ketinggian kepulan dan nilai campuran atau
pengenceran (dilution) gas-gas pencemar yang telah diemisikan dari titik
keluaran. Peningkatan kecepatan angin akan menurunkan ketinggian
kepulan dengan membelokkan kepulan tersebut lebih cepat dari titik
keluarannya, dan penurunan ketinggian kepulan cenderung akan
meningkatkan konsentrasi polutan di permukaan tanah (ground level).
Menurut Davis et al. (2004), koreksi kecepatan angin berdasarkan
ketinggian dapat menggunakan Persamaan (26).
n
o
zoz h
huu ÷÷
ø
öççè
æ= ............................................................................................ (26)
dimana :
uz = Kecepatan angin pada ketinggian z yang diinginkan, m/det
uo = Kecepatan angin pada ketinggian standar, m/det
ho = Ketinggian alat ukur anemometer, m
hz = Ketinggian kecepatan angin yang diinginkan, m
n = Konstanta yang ditentukan berdasarkan stabilitas atmosfer
EPA (Environmental Protection Agency) United State, membedakan
kondisi stabilitas atmosfer di daerah pedesaan dan kota untuk menentukan
nilai eksponen n yang tersaji dalam Tabel 5 (Davis et al., 2004), sebagai
berikut :
Tabel 5. Aturan nilai eksponen n untuk pedesaan dan kota
Kelas stabilitas Pedesaan Kota
Kelas stabilitas Pedesaan Kota
A 0.07 0.15 D 0.15 0.25 B 0.07 0.15 E 0.35 0.30 C 0.10 0.20 F 0.55 0.30 Sumber : User’s Guide for ISC3 Dispersion Models, Vol.II, EPA-454/B-95-003b,U.S,
September, 1995
Pergerakan atmosfer dalam bentuk parsel udara atau angin disebabkan
oleh ketidakseimbangan radiasi bersih, kelembaban dan momentum diantara
29
lintang rendah dan lintang tinggi di satu pihak serta diantara permukaan
bumi dan atmosfer dilain pihak (Prawirowardoyo, 1996). Perbedaan
penerimaan radiasi matahari akan menyebabkan terjadinya perbedaan
tekanan udara. Semakin tinggi gradien tekanan maka kecepatan angin akan
semakin tinggi.
E. Dasar-dasar Simulasi
Menurut Syamsa (2003), simulasi komputer adalah usaha mengeksplorasi
model-model matematika dari suatu proses atau fenomena fisik dengan
menggunakan komputer dalam rangka memberikan gambaran situasi nyata
dengan sebagian besar rinciannya. Sedangkan simulasi proses adalah penggunaan
model matematika untuk menggambarkan secara realistik perilaku nyata dari
sistem dengan mengukur tanggap dinamik variabel-variabel proses yang dipantau,
misalnya temperatur tekanan, dan komposisi bahan. Dengan memanipulasi atau
bekerja dengan model diharapkan :
1. Dapat meramalkan hasil atau keluaran.
2. Lebih memahami model fisik dan matematik dari fenomena dan
proses.
3. Bereksperimen dengan model.
4. Melakukan pengujian dengan model.
5. Menggunakan model untuk tujuan pendidikan dan pelatihan.
Secara garis besar, simulasi proses dapat dikategorikan menjadi dua kategori
berdasarkan kondisinya yaitu simulasi pada keadaan tunak dan simulasi keadaan
dinamik (Syamsa, 2003). Simulasi keadaan tunak biasanya terdiri dari sejumlah
persamaan aljabar yang diselesaikan secara iteratif, misalnya untuk menghitung
kalkulasi panas dan keseimbangan bahan dari suatu proses dibawah kondisi
keadaan tunak yang berubah-ubah. Program simulasi keadaan tunak umum
digunakan dalam proses industri seperti pengukuran boiler dan peralatan turbin
untuk laju panas tertentu. Sedangkan simulasi keadaan dinamik tidak hanya
memperhatikan kalkulasi panas dan keseimbangan bahan dalam keadaan tunak,
tetapi juga kondisi transien dari perubahan proses. Simulasi dilakukan dengan
30
menyelesaikan persamaan persamaan diferensial non-linier berjumlah besar dalam
waktu nyata, untuk menggambarkan keseimbangan dinamik bahan dan energi dari
proses yang disimulasikan. Laju akumulasi masa dan energi dihitung secara
kontinyu dan diintegrasikan sepanjang interval waktu yang relatif kecil, yaitu
untuk menghasilkan proses tiruan dari tanggap dinamik yang realistik seperti
temperatur, tekanan dan komposisi bahan.
F. Pemodelan Matematik
Menurut Syamsa (2003), model matematik adalah gambaran dari
karakteristik dinamik suatu sistem. Agar dapat diselesaikan dengan komputer,
maka fenomena atau proses fisik harus dapat dimodelkan dengan persamaan
matematika. Dengan pemodelan diharapkan dapat melakukan :
1. Idealisasi dari proses dan fenomena.
2. Memahami pengaruh dan kendali lingkungan.
3. Menganalisis eksperimen yang sulit atau tidak mungkin dapat dilakukan.
4. Mempertajam pemahaman dan mengurangi pemborosan akibat
eksperimen yang tidak terarah (trial and error).
5. Meningkatkan potensi dan keamanan sistem.
G. Metode Komputasi Dinamika Fluida
Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan pemanfaatan program
komputer untuk membuat suatu prediksi apa yang akan terjadi secara kuantitatif
saat fluida mengalir. Dengan menggunakan CFD prediksi aliran fluida diberbagai
sistem dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah dan waktu yang singkat
dibandingkan dengan metode eksperimen (Nugraha, 2005).
Menurut Tuakia (2008), CFD adalah ilmu yang mempelajari cara
memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya
dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika).
Secara istilah CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan
untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat-zat yang mengalir.
Menurut Zhang (2005), pada dasarnya persamaan-persamaan dalam fluida
dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan parsial (PDE = Partial
31
Differential Equation) yang merepresentasikan hukum-hukum konservasi massa,
momentum, dan energi.
Untuk memprediksi aliran fluida pada kondisi tertentu, program CFD harus
dapat menyelesaikan persamaan yang mengatur aliran-aliran fluida sehingga
pemahaman tentang sifat-sifat dasar aliran fluida sangatlah penting. Persamaan
pengaturan aliran fluida adalah persamaan-persamaan diferensial parsial,
komputer digital tidak dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan persamaan
tersebut secara langsung. Oleh karena itu persamaan diferensial ini harus
ditransformasikan kedalam persamaan aljabar yang sederhana dan disebut dengan
metode diskritisasi (Versteeg and Malalasekera, 1995).
Secara umum, proses dalam CFD dibagi kedalam tiga tahapan yaitu
prapemrosesan (pre-processing), pencarian solusi (solving), dan pascapemrosesan
(post-processing) (Purabaya dan Asmara, 2003).
1. Prapemrosesan
Pada tahap prapemrosesan dilakukan pendefinisian masalah dengan
membentuk geometri, dapat berupa geometri dua dimensi maupun tiga
dimensi. Dalam pembentukan geometri ini didefinisikan topologi yang akan
dibangun mulai dari pembentukan titik (point), garis (curve, edge), bidang
(face) atau volume sehingga menjadi model yang diinginkan (Purabaya dan
Asmara, 2003).
Setelah geometri terbentuk dilakukan diskritisasi menjadi sejumlah
grid dimana persamaan atur akan dicari solusinya di masing-masing grid
tersebut. Bila menggunakan diskritisasi grid berstruktur diusahakan sisi
yang membentuk grid tetap tegak lurus atau memliki skewness dengan
toleransi tertentu. Pada grid tak berstruktur diperhatikan perbandingan
antara panjang dan lebar (aspect ratio) bentuk grid (Parwatha, 2003).
Menurut Tuakia (2008), Tahapan ini merupakan langkah pertama
dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Pre-processing
terdiri dari input masalah aliran ke dalam program CFD dengan memakai
interface yang memudahkan operator dan transformasi input berikutnya ke
dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Hal-hal yang
dilakukan pada tahap ini meliputi:
32
- Mendifinisikan geometri dari daerah yang dianalisis.
- Pembentukan grid.
- Pemilihan fenomena kimia dan fisik yang diperlukan.
- Menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, massa
jenis, panas jenis dan sebagainya).
- Menentukan kondisi batas yang sesuai.
Pemecahan masalah aliran (kecepatan, tekanan, temperatur dan lain-
lain) didefinisikan pada titik (nodal) di dalam tiga sel. Ketepatan CFD
dibentuk oleh sejumlah sel dalam grid. Secara umum semakin besar jumlah
sel, ketelitian hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak selalu
seragam, semakin halus pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan
semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak perubahan (Tuakia,
2008).
2. Pencarian Solusi
Setelah geometri masalah didefinisikan secara numerik melalui grid-
grid, tahap selanjutnya adalah pencarian solusi. Pada tahap ini persamaan
atur yang diterapkan untuk memodelkan medan aliran didiskritisasi untuk
masing-masing grid dan dicari solusinya. Persamaan atur yang digunakan
dalam CFD tergantung dari permasalahan yang akan dimodelkan (Purabaya
dan Asmara, 2003).
Proses pencarian solusi menggunakan metode finite volume, dimana
metode ini dikembangkan dari finite difference khusus (Tuakia, 2008).
Algoritma numerik metoda ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
- Aproksimasi variabel aliran yang tidak diketahui menggunakan
fungsi sederhana
- Diskritisasi dengan mensubtitusi hasil aproksimasi ke dalam
persamaan aliran dan manipulasi matematis berikutnya
- Penyelesaian persamaan aljabar.
3. Pasca-pemrosesan
33
Tahap terakhir dalam proses simulasi dengan menggunakan CFD
adalah pasca-pemrosesan. Pada tahap ini semua solusi dari parameter aliran
yang telah diperoleh untuk setiap grid akan dibentuk visualisasi. Visualisasi
solusi ini bertujuan untuk mempermudah memahami solusi yang dihasilkan
oleh sotfware CFD (Purabaya dan Asmara, 2003).
H. Penelitian Terdahulu yang Terkait
Hargreaves (1997), pernah melakukan penelitian tentang simulasi dispersi
gas polutan yang bersumber dari kendaraan bermotor atau sumber yang bergerak
kontinyu. Dengan menggunakan program CFD simulasi yang dilakukannya
terfokus pada analisis pola aliran gas polutan yang diemisikan oleh kendaraan
bermotor di sekitar jalan raya. Bangunan-bangunan gedung di sekitar jalan raya
merupakan objek yang terkena dampak langsung dari sumber polutan yang
dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Sedangkan bangunan tersebut merupakan
tempat yang strategis dimana manusia melakukan aktivitas kesehariannya.
Beberapa perangkat software yang digunakan dalam penelitian tersebut
adalah Fluent yang digunakan untuk menganalisis aliran fluida, software
SCALAR yang digunakan untuk membangun geometri bangunan yang akan
disimulasikan dan software CHENSI yang digunakan untuk menganalisis pola
aliran udara yang berupa olakan atau yang disebut vortices pada dinding-dinding
bangunan di sekitar jalan raya.
Berbeda dengan penelitian ini, simulasi yang dirancang adalah simulasi
dispersi gas polutan yang bersumber dari sebuah cerobong di kawasan
perindustrian. Sedangkan fokus area yang diamati adalah pola aliran dispersi gas
polutan dan sebaran konsentrasi gas polutan dari sumber pencemar terhadap area
permukaan tanah di sekitar kawasan industri dimana umumnya makhluk hidup
berpijak. Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah software EFD
(Enginering Fluid Dynamics).
BAB III
METODOLOGI
A. Pendekatan Permasalahan
Simulasi komputer adalah penggunaan model matematika untuk
menggambarkan secara realistik perilaku nyata dari sistem dengan mengukur
tanggap dinamik dari variabel-variabel proses yang dipantau, seperti kecepatan,
temperatur, tekanan, dan komposisi bahan termasuk didalamnya adalah
konsentrasi bahan. Dalam melakukan simulasi, model yang dikembangkan
idealnya harus dapat memberikan tanggap dinamik sesuai dengan yang
sebenarnya (Syamsa, 2003). Maka dari itu, dibutuhkan pemodelan matematis
yang tepat dan intuisi serta pertimbangan-pertimbangan yang matang dalam
melakukan simulasi. Intuisi yang baik dibutuhkan untuk menentukan asumsi
dasar, korelasi antara variabel-variabel kunci serta pendekatan awal sebuah model
simulasi. Sedangkan pertimbangan dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan
antara tingkat ketelitian dan kelengkapan terhadap batasan yang tersedia, baik dari
segi biaya maupun kompleksitasnya.
Dalam penelitian ini, model simulasi yang digunakan untuk menentukan
nilai konsentrasi gas polutan di suatu titik tertentu adalah model persamaan
dispersi Gaussian dengan menggunakan program visual basic dan model CFD
yang direpresentasikan oleh software Solidworks Office 2007 dengan
menggunakan metode finite volume. Model Gaussian dipengaruhi oleh parameter
laju emisi gas yang diemisikan dari cerobong, kecepatan udara di sekitar sumber
emisi atau ambien, dan faktor stabilitas atmosfer hingga titik acuan. Sedangkan
model CFD dipengaruhi oleh parameter laju emisi gas yang diemisikan dari
cerobong, kecepatan udara di sekitar sumber emisi atau ambien, sifat karakteristik
kimia dari gas polutan, dan batsan kondisi yang didefinisikan ke dalam software.
Oleh karena itu, parameter tersebut dijadikan sebagai parameter input dalam
simulasi ini. Sedangkan output yang diharapkan adalah visualisasi sebaran
konsentrasi gas polutan berupa bidang 2 dimensi . Visualisasi ini dapat digunakan
untuk menganalisa karakteristik aliran sebaran konsentrasi gas polutan yang
terdispersi.
35
Selain itu juga menggunakan program Visual Basic untuk perhitungan
model dispersi secara manual dari persamaan model Gaussian dalam penentuan
nilai konsentrasi gas polutan. Persamaan Gaussian yang digunakan
dipresentasikan oleh Persamaan (20). Nilai konsentrasi gas polutan yang
dihasilkan dari perhitungan bersifat diskrit.
Program CFD digunakan sebagai support simulator atau tools untuk
mendapatkan visualisasi sebaran gas terdispersi dari hasil perhitungan. Sotfware
yang akan digunakan adalah sotfware Solidworks Office 2007 yang memiliki
kemampuan untuk membuat model geometri, batasan lingkungan simulasi atau
domain, meshing model geometri yang akan disimulasikan, solver atau pencarían
solusi dengan menyediakan fleksibilitas mesh automatis berbentuk tetahedral
yang dapat diatur mudah kerapatan meshnya. Software ini menghitung persamaan
fluida dinamik dengan menggunakan metode finite volume, sehingga dapat
mempresentasikan data dan memvisualisasikan berbagai kasus aplikasi dinamika
fluida secara detail.
Namun, dalam penelitian ini simulasi yang dilakukan adalah untuk
memonitoring fenomena dispersi gas polutan dari cerobong ke atmosfer pada
kondisi unsteady state, dimana monitoring kondisi penyebaran gas polutan yang
akan divisualisasikan adalah pada saat setelah 1 jam (3600 detik) menyebarnya
gas polutan dari cerobong. Dengan kata lain, pada waktu t = 0 itu adalah posisi
dimana gas polutan belum menyebar ke udara atau masih dalam cerobong dan
siap di permukaan lubang cerobong untuk bergerak ke atmosfer.
Dalam proses numerik baik meshing maupun iterasi, persamaan-persamaan
yang digunakan adalah persamaan atur fluida, dimana berawal dari hukum
kekekalan fisika seperti kekekalan massa, transformasi massa dan persamaan atur
kontinuitas fluida. Pemodelan matematis yang digunakan dalam simulasi ini
diperoleh dari persamaan atur fluida yang menyatakan hukum–hukum fisika yang
terdiri dari :
1. Persamaan Kontinuitas 3 Dimensi
Dalam metode finite control volume, perubahan spesies massa pada
fenomena aliran fluida terjadi sejalan dengan adanya pergerakan elemen
36
massa fluida sebagai fungsi waktu ke dalam suatu volume terbatas
(Anderson, 1995). Dituliskan dalam betuk matematis :
tzw
yv
xu
DtD
¶¶
+¶
¶+
¶¶
+¶
¶=
rrrrr )()()( ...................................................(27)
2. Persamaan Momentum 3 Dimensi
Persamaan momentum yang digunakan adalah persamaan Navier-
Stokes yang dikembangkan dalam bentuk metode finite volume (Heinsohn
and Cimbala, 2003):
Arah sumbu x
..(28.a)
Arah sumbu y
(28.b)
Arah sumbu z
(28.c)
3. Persamaan Energi 3 Dimensi
Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika
yang menyatakan bahwa laju perubahan energi partikel fluida = laju
penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja
yang diberikan pada partikel (Anderson, 1995).
............................................................................................(29)
4. Persamaan Spesies Transport Material Fluida
Persamaan spesies transport dapat digunakan untuk memprediksi
fraksi massa masing-masing spesies material yang memiliki karakteristik
Vf
zyxw
zyxv
zyxu
zw
yv
xu
pzT
kzy
Tk
yxT
kx
qV
eDtD
zzyzxzzyyyxyzxyxxx
×+
úû
ùêë
鶶
+¶¶
+¶¶
+úû
ùêë
鶶
+¶¶
+¶¶
+úû
ùêë
鶶
+¶¶
+¶¶
+
úû
ùêë
鶶
+¶¶
+¶¶
-÷øö
çèæ
¶¶
¶¶
+÷÷ø
öççè
涶
¶¶
+÷øö
çèæ
¶¶
¶¶
+=÷÷ø
öççè
æ+
r
ttttttttt
rr2
2
÷÷ø
öççè
涶
+¶¶
+¶¶
++¶¶
-=÷÷ø
öççè
涶
+¶¶
+¶¶
+¶¶
2
2
2
2
2
2
zu
yu
xu
gxp
zu
wyu
vxu
utu
x mrr
÷÷ø
öççè
涶
+¶¶
+¶¶
++¶¶
-=÷÷ø
öççè
涶
+¶¶
+¶¶
+¶¶
2
2
2
2
2
2
zv
yv
xv
gyp
zv
wyv
vxv
utv
y mrr
÷÷ø
öççè
涶
+¶¶
+¶¶
++¶¶
-=÷÷ø
öççè
涶
+¶¶
+¶¶
+¶¶
2
2
2
2
2
2
zw
yw
xw
gzp
zw
wyw
vxw
utw
z mrr
37
kimiawi berbeda dengan pendekatan prinsip difusi-konveksi masing-masing
material (Anonim, 2003).
...................................................(30)
dimana, iY merupakan fraksi massa masing-masing spesies i, iR adalah
nilai net spesies hasil reaksi kimia dan iS adalah nilai net spesies yang
disebarkan ke dalam sistem simulasi yang didefinisikan oleh user. Selain
itu, nilai fluks difusi massa dari masing-masing spesies material dipengaruhi
oleh tipe aliran yang terjadi dalam sistem, yaitu laminar atau turbulen,
dimana secara berturut-turut dituliskan pada Persamaan 31 dan 32.
…………………………………………………………..(31)
………………………………………………….(32)
dimana, miD , adalah difusivitas massa masing-masing spesies material dan
tSc merupakan nilai angka Schmidt.
B. Bahan dan Alat
1) Personal Computer (PC)
PC yang dipergunakan minimal memiliki spesifikasi Pentium 4, RAM
1GB. Hal ini untuk mensupport pengoperasian program sotfware yang akan
digunakan.
2) Sotfware Visual Basic
Sotfware Visual Basic digunakan untuk mengoperasikan perhitungan
analisis kadar gas polutan dengan metoda dispersi.
3) Program Computational Fluid Dynamic (CFD)
Program CFD disupport oleh sotfware EFD (Engineering Fluid
Dynamics), dimana dalam penelitian ini menggunakan sotfware Solidworks
office 2007 yaitu merupakan sotfware engineering yang digunakan untuk
mensimulasikan dan menganalisi berbagai kasus aliran fluida beserta sifat-
sifat fisik dan sifat material fluida yang disimulasikan. Sotfware Solidworks
Office 2007 juga dapat digunakan untuk membangun geometri atau desain
( ) ( ) iiiii SRJYYt
++×-Ñ=×Ñ+¶¶ rvurr
imii YDJ Ñ-= ,rr
it
tmii Y
ScDJ Ñ÷÷
ø
öççè
æ+-=m
r ,
r
38
teknik struktur dari kasus yang akan disimulasikan, sehingga sotfware ini
mempermudah pengguna (user) dalam memecahkan masalah yang akan
dikaji. Karena dalam sotfware ini sudah terintegrasi menjadi satu paket
antara perangkat untuk membangun penggambaran geometri dan perangkat
untuk menganalisa kasus aliran fluida tersebut, sehingga dapat
memvisualisasikan distribusi fluida secara numerik.
Geometri yang akan disimulasikan berbentuk outdoor dan sumber
pencemar diasumsikan tunggal yang berupa cerobong (stack) dari suatu
industri. Prinsip kerja perhitungan yang dilakukan oleh sotfware ini
menggunakan metode finite volume dengan mengintegrasikan persamaan
model Navier-Stokes sebagai dasar perhitungan kasus mekanika fluida yang
akan dianalisis. Pendekatan numerik dengan model Navier-Stokes
merupakan jenis model persamaan mekanika fluida yang dianggap paling
otentik diantara model lainnya. Hasil running dari proses simulasi
direpresentasikan secara otomatis dalam bentuk data dan grafik dengan tipe
file Excel Office, *.JPEG untuk gambar dan tipe file *.avi untuk file jenis
animasi video.
C. Parameter Input
Parameter input untuk simulasi ini adalah :
1) Debit emisi gas polutan
Debit emisi gas polutan sebagai input diperoleh dari cerobong yang
mengemisikan polutan dengan satuan kilogram per detik (kg/s).
2) Kecepatan Angin
Kecepatan angin yang akan diinput berupa aliran seragam dan
diasumsikan pengambilan data kecepatan angin ini dengan metode wind
rose, yaitu berdasarkan arah angin dominan. Besarnya nilai kecepatan angin
ditentukan dengan asumsi dari penulis.
3) Jarak
Jarak (x, y, z) yang dimaksud, merupakan jarak yang diperkirakan dari
sumber emisi (source of emission) sampai titik dimana kadar gas polutan itu
ingin diketahui, dalam aplikasi ini adalah titik posisi receptor dari sumber
emisi. Untuk mendapatkan nilai standar deviasi kepulan emisi terhadap
39
jarak y dan z (σy, σz) maka jarak pada pada koordinat x ditransformasikan
pada Persamaan (24).
4) Sifat-sifat spesifik kimia gas polutan
Gas polutan yang menjadi objek simulasi adalah hydrogen sulfide
(H2S), sulfur dioxide (SO2), dan carbon monoxide (CO). Spesifikasi sifat
kimia dari masing-masing fluida yang diinput ke dalam database software
adalah molecular weight, panas jenis, viskositas dinamik dan konduktivitas
panas. Parameter ini yang akan mempengaruhi karakteristik aliran dispersi
fluida dalam simulasi.
D. Data Input
Data input dalam simulasi ini menggunakan data fiktif sesuai dengan
skenario rancangan penulis, namun untuk data emisi gas polutan yang diinput
diambil dari hasil perhitungan kasus di beberapa industri yang berbeda. Penentuan
data fiktif dilakukan dengan perkiraan terhadap keadaan di beberapa industri.
Beberapa data input fiktif yang akan disimulasikan terdapat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data input fiktif.
No. Parameter Satuan Kuantitas 1 Kecepatan angin m/s 2 2 Temperatur lingkungan º C 27 3 Temperatur emisi di cerobong º C 200 4 Tekanan udara Pa 101325 5 Jarak-x m -20 s.d. 300 6 Jarak-y m 0 s.d. 100 7 Jarak-z m -50 s.d. 50 8 Dimensi cerobong tinggi m 20 diameter luar m 4 diameter dalam m 3,8 kemiringan permukaan dinding deg 1
Dimensi struktur cerobong secara detail disajikan pada Lampiran 1.
Sedangkan untuk mendapatkan data input polutan yang akan menjadi inlet pada
proses simulasi dihitung berdasarkan jumlah bahan bakar yang dikonsumsi
dengan menggunakan data faktor emisi dari EPA (Environmental Protection
Agency), sehingga jumlah polutan yang diemisikan ke dalam lingkungan dapat
40
diketahui. Nilai input masing-masing gas polutan dari cerobong dianggap seragam
dan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Input aliran gas polutan (mass flow rate) dari cerobong.
No Parameter Satuan Kuantitas 1 Sulfur dioxide (SO2) kg SO2/s 2,5236 2 Hydrogen Sulfide (H2S) kg H2S/s 0,2240 3 Carbon Monoxide (CO) g CO/s 0,6048
Sumber : 1 US-EPA Standard AP-42 Chapter 5, Petroleum Refineries, Emission Faktor for Flaring.
2 Ref. Madura BD Amended Plan Development 3 Data konsumsi bahan bakar PLTU Cilacap 2007. EPA,US.,2006. Source:
http://www.epa.gov/ttn/chief/ap42.htm
Kuantitas emisi gas CO yang terdapat pada Tabel 7, merupakan hasil dari
perhitungan konsumsi bahan bakar batu bara data PLTU Cilacap tahun 2007,
dimana sistem pembakaran PLTU Cilacap mampu mengkonsumsi batu bara
sebanyak 8 ton/jam.
Beberapa sifat kimia dari masing-masing parameter gas polutan
mempengaruhi karakteristik penyebaran gas tersebut di udara atau medium fluida
lainnya. Oleh karena itu, harus ada input data nilai karakteristik dari masing-
masing gas polutan ke dalam database yang telah disediakan fasilitasnya oleh
software simulator. Nilai beberapa sifat kimia pada kondisi standar berskala
laboratorium disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai spesifik sifat kimia masing-masing senyawa fluida.
No Parameter MW
(g/mol) Cp
(kJ/mol.K) Cv
(kJ/mol.K)
Dynamic viscosity µ (kg/m.s)
Thermal Conductivity k
(W/m.K)*
1 Udara 28,97 0,029 0,02 0,00001789 0,02394
2 Sulfur dioxide (SO2) 64,06 0,039 0,031 0,00001158 0,00858
3 Carbon Monoxide (CO) 28,01 0,029 0,02 0,00001695 0,023027
4 Hydrogen Sulfide (H2S) 34,08 0,034 0,012 0,00001179 0,01298 Sumber : The National Institute of Standards and Technology (NIST) USA. 2008
*) http://encyclopedia.airliquide.com
Nilai densitas dan nilai angka Schmidt dari masing-masing parameter pada
kondisi standar yaitu pada tekanan 1 atm dan pada temperatur normal terdapat
pada Tabel 9. Nilai angka Schmidt diperlukan untuk menghitung nilai koefisien
difusivitas massa dari masing-masing material fluida yang akan disimulasikan.
Koefisien difusivitas massa dari masing-masing material sangat dipengaruhi oleh
nilai viskositas dinamik yang berbanding terbalik dengan kerapatan massa dan
41
angka Schmidt atau nilai viskositas kinematik yang berbanding terbalik dengan
nilai angka Schmidt. Koefisien difusivitas material Di atau koefisien difusivitas
massa dari masing-masing gas polutan dapat ditentukan dari nilai viskositas
kinematik yang berbanding terbalik dengan nilai angka Schmidt Sc sebagaimana
dipresentasikan pada Persamaan (5). Sedangkan karakteristik tekanan gas polutan
dipengaruhi oleh perubahan temperatur terlihat pada grafik yang disajikan pada
Lampiran 2.
Tabel 9. Nilai densitas dan koefisien difusivitas massa masing-masing spesies.
No Parameter Angka
Schmidt Sc *
Koefisien difusivitas massa
Di (m2/s)
Density pada titik didih (kg/m³)**
1 Udara (air) 0,7 7,98661E-06 3.2
2 Sulfur dioxide (SO2) 1,24 3,06288E-06 3.049
3 Carbon Monoxide (CO) 0,77 5,05465E-06 4.355
4 Hydrogen Sulfide (H2S) 0,94 6,49873E-06 1.93 Sumber : *) The CRC Handbook of Mechanical Engineering by Frank Kreith, 1998.
**) The National Institute of Standards and Technology (NIST) USA., 2008.
Nilai koefisien difusivitas massa gas hydrogen sulfide pada Tabel 9 paling
tinggi diantara gas polutan lainnya. Hal tersebut menunjukan bahwa material gas
hydrogen sulfide bersifat sangat reaktif dan mudah menyebar atau dengan kata
lain potensi laju penyebaran material gas hydrogen sulfide terhadap perubahan
konsentrasinya di udara sangat cepat. Sedangkan gas sulfur dioxide potensi laju
penyebaran materialnya paling rendah diantara gas lainnya, oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa gas sulfur dioxide kurang reaktif.
Pembuatan geometri dilakukan pada tahap awal dengan pola 3 dimensi (3D)
yaitu dalam bentuk sebuah cerobong yang memiliki dimensi diameter luar
cerobong di titik permukaan tanah sebesar 4 m, sedangkan ketebalan dinding
cerobong sebesar 10 cm. Sudut kemiringan dinding cerobong terhadap titik pusat
silinder (mengerucut) sebesar 1 derajat dan tinggi cerobong adalah 20 m.
Cerobong tersebut dibuat tertancap pada suatu area permukaan tanah dengan
ukuran luas area sebesar 100 x 320 m. Luas area tersebut ditentukan berdasarkan
pertimbangan kapasitas memori dan efisiensi kinerja software yang digunakan,
dimana luasan area yang dibentuk mempengaruhi luasan domain yang akan
dianalisis aliran fluidanya serta kondisi kandungan fluida di dalam domain
tersebut sehingga kecepatan k
domain dan proses iterasi (penghitungan) akan semakin berat. Selain itu,
kerumitan dari geometri yang dibangun juga dapat mempengaruhi kecepatan
kinerja sotfware.
Geometri untuk permukaan tanah dibuat setebal 1
agar batas permukaan tanah terhadap atmosfer dapat didefinisikan sebagai
material padat, sehingga fluida yang dialirkan di atas permukaan tersebut dapat
dikatakan bahwa fluida tersebut mengalir di atas permukaan (
lantai yang padat. Material padatan yang digambar dalam geometri tidak
didefinisikan secara spesifik mengenai jenis bahan struktur benda tersebut, karena
pengaruh dari perbedaan jenis bahan serta karakteristik bahan tersebut terhadap
aliran fluida disekitarnya dianggap tidak begitu nyata atau diabaikan. Bentuk
geometri secara jelas dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Gambar 8. Bentuk geometri cerobong dan area permukaan tanah.
Gambar 9. Dimensi geometri tampak atas dalam satuan me
x
y
z
cerobong
tersebut sehingga kecepatan kerja sotfware dalam melakukan proses
domain dan proses iterasi (penghitungan) akan semakin berat. Selain itu,
kerumitan dari geometri yang dibangun juga dapat mempengaruhi kecepatan
Geometri untuk permukaan tanah dibuat setebal 10 cm. Hal ini diperlukan
agar batas permukaan tanah terhadap atmosfer dapat didefinisikan sebagai
material padat, sehingga fluida yang dialirkan di atas permukaan tersebut dapat
dikatakan bahwa fluida tersebut mengalir di atas permukaan (surface) tanah ata
lantai yang padat. Material padatan yang digambar dalam geometri tidak
didefinisikan secara spesifik mengenai jenis bahan struktur benda tersebut, karena
pengaruh dari perbedaan jenis bahan serta karakteristik bahan tersebut terhadap
tarnya dianggap tidak begitu nyata atau diabaikan. Bentuk
geometri secara jelas dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Gambar 8. Bentuk geometri cerobong dan area permukaan tanah.
Gambar 9. Dimensi geometri tampak atas dalam satuan meter.
x
cerobong
42
dalam melakukan proses meshing
domain dan proses iterasi (penghitungan) akan semakin berat. Selain itu,
kerumitan dari geometri yang dibangun juga dapat mempengaruhi kecepatan
0 cm. Hal ini diperlukan
agar batas permukaan tanah terhadap atmosfer dapat didefinisikan sebagai
material padat, sehingga fluida yang dialirkan di atas permukaan tersebut dapat
) tanah atau
lantai yang padat. Material padatan yang digambar dalam geometri tidak
didefinisikan secara spesifik mengenai jenis bahan struktur benda tersebut, karena
pengaruh dari perbedaan jenis bahan serta karakteristik bahan tersebut terhadap
tarnya dianggap tidak begitu nyata atau diabaikan. Bentuk
Gambar 8. Bentuk geometri cerobong dan area permukaan tanah.
43
E. Tahapan Kegiatan Penelitian
Secara garis besar tahapan penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi 2
tahapan, yaitu tahap pembuatan program perhitungan model dispersi Gaussian dan
tahap pembuatan model dispersi fluida gas polutan dengan menggunakan software
Engineering Fluid Dynamics (EFD). Secara rinci kedua tahapan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Gambar 10. Diagram alir pembuatan program.
Tahap ini merupakan penghitungan model dispersi Gaussian, dimana
variabel fungsi persamaan yang dibangun dipengaruhi oleh perubahan jarak dari
sumber pencemar terhadap titik acuan yang terindikasi atau diperkirakan terkena
dampak dari pencemaran. Dengan sistem kerja looping program VB, variabel
jarak yang berupa titik tersebut dapat dideklarasikan menjadi beberapa titik
sehingga membentuk bidang. Kemudian nilai konsentrasi gas polutan dapat
mulai Parameter input
Goal setting output
Kerangka program
Desain form
Model persamaan program
Membuat Algoritma program
Pengolahan data dan penyajian hasil
selesai
pengecekan
Running error ?
ya
tidak
44
dihitung pada masing-masing titik yang telah dideklarasikan tersebut, sehingga
dapat diketahui nilai sebaran konsentrasi gas polutan pada suatu bidang.
Gambar 11. Diagram alir prosedur simulasi pada EFD
set kondisi umum
Input fluida (jenis & sifat)
set domain, boundary condition dan goals
Proses numerik (solver = run)
Plot kontur, grafik dan data dari goals
Geometri baik ?
Meshing & iterasi error ?
pengecekan
mulai Pembuatan geometri
(part)
Pendefinisian material geometri
Penyusunan struktur geometri (assembly)
Pengecekan geometri (satu objek)
selesai
ya
tidak
ya
tidak
45
Tahap ini merupakan tahap mendefinisikan kasus dinamika fluida ke dalam
komputerisasi sehingga aliran fluida berikut sifat-sifat fisik serta bahan
materialnya dapat dipresentasikan secara visual, baik animasi, grafik kontur
maupun data. Persamaan-persamaan yang dibangun dalam CFD diselesaikan
secara iteratif, baik dalam kondisi tunak (steady state) atau transien (unsteady
state).
F. Asumsi dalam Simulasi CFD
Asumsi yang digunakan dalam simulasi temperatur, kelembaban dan aliran
udara yaitu sebagai berikut:
- Udara bergerak dalam kondisi steady
- Aliran udara dianggap seragam (uniform)
- Udara tidak tertekan (incompresible), p konstan
- Arah angin dalam lingkungan dianggap searah (unidirectional) selama
simulasi berlangsung.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses simulasi dispersi gas polutan memerlukan input data polutan, data
kondisi atmosfer, data domain (geometri daerah yang disimulasikan), serta data
cerobong (stack) yang dimodifikasi sederhana dengan beberapa perlakuan
dimensinya. Simulasi dilakukan pada suatu industri yang telah melakukan
pengukuran atau pengujian parameter sistem pembakarannya dengan cerobong
tunggal sehingga polutan yang dihasilkan dikeluarkan dari sumber tunggal
kontinyu.
Inlet aliran gas polutan dari cerobong ke dalam sistem simulasi diasumsikan
seragam. Besaran inlet aliran massa gas polutan tersebut dapat diprediksi dari
jenis dan jumlah bahan bakar yang dikonsumsi oleh sistem pembakarannya
dengan menggunakan persamaan faktor emisi US-EPA, yaitu :
Qemisi = FC × EF ..................................................................................... (33)
dimana : Qemisi : laju emisi gas polutan, gram/jam
FC : Jumlah konsumsi bahan bakar, ton/jam atau liter/jam
EF : Faktor emisi, gram/ton atau gram/liter
dengan mensubstitusikan data nilai konsumsi bahan bakar dan faktor emisi,
terhadap Persamaan (33), maka laju gas polutan yang diemisikan cerobong dari
hasil pembakaran dapat dihitung. Contoh kasus untuk nilai emisi gas CO yang
terdapat pada Tabel 7, dimana EPA menetapkan bahwa faktor emisi gas CO
sebesar 0,6 lb/ton, maka :
Qkarbon monoksida = 8 ton/jam × 0,6 lb/ton
= 4,8 lb/jam
karena 1 lb = 453,6 gram, maka Qcarbon monoxide dari pembakaran batu bara adalah
sebesar 2,17728 kg/jam atau 0,6048 gram/detik. Hasil dari perhitungan emission
rate gas CO sangat kecil jika dibandingkan dengan gas polutan lainnya. Namun,
disisi lain CO merupakan gas yang memiliki sifat sangat toksik terhadap
kelangsungan hidup organisme di sekelilingnya.
47
A. Kecepatan Angin (wind speed)
Angin merupakan bentuk parsel udara yang bergerak di atmosfer yang
disebabkan oleh perbedaan dan ketidakseimbangan tekanan udara, dimana udara
selalu bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Kecepatan angin yang
terjadi berbanding lurus dengan semakin tingginya gradien tekanan udara, dimana
perbedaan gradien tekanan udara dapat dipengaruhi oleh posisi ketinggian atau
arah vertikal dari permukaan bumi. Selain itu, temperatur, kelembaban dan
momentum udara yang tidak seimbang juga dapat memicu parsel udara di
atmosfer bergerak.
Perbedaan karakteristik tipe aliran udara atau kecepatan angin dapat dilihat
dengan mensubstitusikan aturan nilai kondisi stabilitas atmosfer yang ditetapkan
US-EPA pada Tabel 5, terhadap Persamaan (25). Lembaga US-EPA
mengklasifikasikan kondisi stabilitas atmosfer menjadi kondisi di pedesaan dan
kota. Masing-masing pedesaaan dan kota memiliki jumlah tipe angin yang sama
yaitu dari A sampai F. Dengan mengasumsikan bahwa kecepatan angin pada
ketinggian elevasi 20 meter adalah sebesar 5 m/det, maka grafik sebaran
kecepatan angin di atas permukaan bumi dapat terlihat jelas seperti pada Gambar
12.
Gambar 12. Koreksi kecepatan angin terhadap ketinggian elevasi.
0
20
40
60
80
100
120
140
0.00 5.00 10.00 15.00ketin
ggia
n el
evas
i (m
)
kecepatan angin (m/s)
A/B kota = D desa A/B desaC kota C desaD kota E/F kotaE desa F desa
48
Profil kecepatan angin pada Gambar 12 menunjukan bahwa tipe angin A di
kota sama dengan tipe angin B di kota sama juga dengan karakteristik tipe angin
D di desa. Sedangkan tipe angin A di desa memiliki karakteristik sama dengan
tipe angin B di desa. Kesamaan lain pun terjadi pada profil tipe angin E di kota
dengan profil tipe angin F di kota. Adanya kesamaan profil sebaran kecepatan
angin pada beberapa tipe angin di atas dapat mengindikasikan bahwa yang
mempengaruhi karakteristik sebaran udara di atmosfer atau stabilitas atmosfer
tidak mutlak hanya faktor regional saja, namun keseragaman sebaran gas udara
atau kondisi atmosfer dapat dilihat melalui pendekatan Persamaan Sutton ini. Oleh
karena itu, dari Gambar 8 tampak bahwa karakteristik angin yang paling seragam
dimiliki oleh kecepatan angin pada kelas stabilitas A dan B di pedesaan.
Keseragaman kecepatan angin dan arah angin digunakan untuk melakukan
simulasi transport gas polutan dengan model Gaussian. Karena menurut teori yang
diungkapkan olehnya dimana asumsi udara yang masuk atau inlet kecepatan udara
adalah dianggap seragam, sehingga bentuk sebaran inlet kecepatan angin yang
paling mendekati pola seragam adalah tipe stabilitas kelas A dan B.
B. Model Gaussian
Model Gaussian digunakan untuk menghitung nilai konsentrasi suatu gas
polutan yang tersebar di setiap titik koordinat (x, y, z) yang dipengaruhi oleh
adanya proses transport dan difusi udara yang bergerak berdasarkan pada fungsi
dari jarak. Berbicara tentang dispersi gas yang diungkapkan oleh Gaussian tidak
terlepas dari ilustrasi model Gaussian sebagaimana dijelaskan oleh Gambar 6.
Dalam model tersebut arah angin selalu searah dengan sumbu x (downwind) dan
tegak lurus terhadap sumbu y atau dikenal dengan crosswind, sedangkan
ketinggian atau elevasi ditunjukan oleh sumbu z. Titik pusat atau centerpoint
koordinat selalu terletak pada titik pusat lingkaran silinder cerobong di permukaan
tanah.
Dalam simulasi ini perhitungan dispersi polutan tersebut dilakukan dengan
menggunakan program Visual Basic (VB). Perhitungan ini merupakan pemetaan
titik-titik yang ingin diketahui nilai konsentrasi sebaran gas polutannya. Nilai
jarak yang diinput merupakan nilai maksimal dari variabel jarak yang dihitung.
Karena proses perhitungan ini menggunakan sistem looping dimana nilai sebaran
49
konsentrasi dihitung pada setiap step jarak yang diinput, sehingga didapatkan data
nilai sebaran konsentrasi polutan sejauh jarak x dengan jarak y yang membentuk
sebuah luasan bidang (x, y). Input nilai jarak x akan menentukan nilai konstanta
dispersi axial (σy) terhadap arah crosswind dan konstanta dispersi vertikal (σz)
terhadap elevasi. Hasil akhir dari program VB ini hanya berupa data sebaran nilai
konsentrasi polutan pada sebuah luasan bidang x, y di suatu ketinggian elevasi z.
Untuk mendapatkan data sebaran polutan di permukaan tanah (ground level),
maka input elevasi z = 0. Secara detail bentuk form sederhana dari sistem
penghitung dispersi gas polutan yang dibangun dengan program VB diperlihatkan
oleh Gambar 13.
Gambar 13. Form penghitungan sebaran konsentrasi setiap titik (x, y, z).
50
Parameter input pada form yang ditunjukan oleh Gambar 13 dituliskan ke
dalam textbox yang terdiri dari :
1. laju emisi gas polutan dengan satuan (gram/detik)
2. kecepatan angin atau windspeed dengan satuan meter per detik (m/s).
3. tipe angin dengan opsi pilihan dari tipe A sampai tipe F
4. ketinggian cerobong dengan satuan meter
5. jarak maksimum x dengan satuan meter
6. jarak maksimum y dengan satuan meter
7. jarak elevasi z atau ketinggian bidang yang ingin diketahui dengan
satuan meter
8. step jarak merupakan interval antar titik-titik yang ingin diketahui nilai
konsentrasinya pada bidang x dan y.
Ketika semua nilai variabel input sudah dimasukkan ke dalam textbox yang
sesuai dengan nama variabel disampingnya, maka jika tombol proses diklik
artinya proses penghitungan dilakukan. Kemudian akan muncul nilai data hasil
penghitungan pada listbox yang terdiri dari : titik (x, y, z), koefisien crosswind
atau horizontal, koefisien vertikal, dan nilai konsentrasi gas polutan disetiap titik
(x, y, z) dengan satuan µg/m3.
Data nilai input variabel yang dimasukkan ke dalam proses penghitungan
berdasarkan pada data nilai yang terdapat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tipe angin
yang dipilih sebaiknya adalah tipe angin yang seragam, sebagaimana dilakukan
dalam pendekatan teori Gaussian. Karena itu, pertimbangan ini sebaiknya
mengacu pada proyeksi tipe sebaran angin yang terdapat pada Gambar 12.
Algoritma program VB yang dibangun terdapat pada Lampiran 3.
Input pada program ini dapat dimodifikasi sesuai dengan perlakuan
perubahan variabel yang diinginkan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari
perubahan variabel tersebut terhadap pola sebarannya. Dengan input data polutan
yang sama atau kontinyu tunggal tetap, ingin diketahui pengaruh perubahan
kecepatan angin dan ketinggian cerobong terhadap pola sebaran polutan yang
diemisikan oleh suatu cerobong industri. Dari hasil running program VB di atas,
diperoleh nilai sebaran polutan terhadap fungsi jarak sebagaimana terlihat pada
Gambar 14.
Gambar 14. Grafik sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang b). H2S, dan c). CO, pada bidang permukaan tanah.
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
10
kons
entr
asi (
µg/m
³)
0
20
40
60
80
100
120
140
10
kons
entr
asi (
µg/
m³)
diperoleh nilai sebaran polutan terhadap fungsi jarak sebagaimana terlihat pada
(14.a)
(14.b)
(14.c)
Gambar 14. Grafik sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang centerline S, dan c). CO, pada bidang permukaan tanah.
10 30 50 70 90 110 130 150 170 190 210 230 250 270 290
jarak x (m)
CO
10 30 50 70 90 110 130 150 170 190 210 230 250 270 290
jarak x (m)
SO2
51
diperoleh nilai sebaran polutan terhadap fungsi jarak sebagaimana terlihat pada
a). SO2,
52
Pada Gambar 14, pola sebaran konsentrasi gas SO2, H2S, dan CO berbentuk
eksponensial yang menunjukan terjadinya penurunan kadar konsentrasi di
permukaan tanah secara signifikan terhadap jarak pada sumbu x. Penurunan
konsentrasi polutan terjadi secara signifikan pada jarak awal dari titik sumber
emisi serta tidak terjadi peningkatan konsentrasi di sepanjang centerline. Hal ini
terjadi karena nilai kecepatan angin dan ketinggian stack yang diinput adalah
sama, yaitu kecepatan angin sebesar 2 m/s sedangkan ketinggian stack sama-sama
sebesar 20 m. Data nilai konsentrasi masing-masing parameter sepanjang
centerline yang sesuai dengan profil grafik di atas terdapat pada Lampiran 4.
Sementara itu, jika profil sebaran konsentrasi gas polutan dilihat dari
sepanjang garis ordinat y atau crosswind, dapat dilihat pada Gambar 15.
(15.a)
(15.b)
115.51
115.53
115.55
115.57
115.59
115.61
115.63
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
kons
entr
asi (
µg/
m³)
jarak y (m)
SO2
10.253
10.255
10.257
10.259
10.261
10.263
10.265
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
kons
entr
asi (
µg/
m³)
jarak y (m)
H2S
53
(15.c)
Gambar 15. Profil sebaran gas polutan sepanjang crosswind pada jarak x 10 m, a).SO2, b).H2S, dan c).CO
Pada Gambar 15, terlihat bahwa konsentrasi sebaran gas polutan di
sepanjang sumbu y memiliki pola atau bentuk kuadratik, dimana titik puncak nilai
konsentrasi gas polutan terdapat pada titik nol garis sumbu y atau pada centerline
arah sumbu x.
C. Model EFD
1. Kondisi Awal Udara Ambien
Kondisi awal udara ambien dalam siimulasi diasumsikan tidak
terdapat kontaminan. Jadi, jika fluida yang terdapat dalam udara ambien
dianggap udara bersih dan murni, maka menurut NIST (National Institute of
Standards and Technology) United State, memiliki nilai densitas sebesar 3,2
kg/m3 pada tekanan 101,325 kPa titik didih. Oleh karena itu, dalam software
Solidworks Office 2007 konsentrasi udara murni pada kondisi awal dengan
satuan ppm (part per millions) dituliskan 106 ppm dan gas kontaminannya 0
ppm. Kondisi udara tersebut bergerak seragam searah sumbu x dengan
kecepatan tetap 2 m/s, sedangkan kecepatan pada arah sumbu y dan sumbu z
dianggap nol. Udara mengalir dalam keadaan seragam di atas permukaan
tanah dan membentur cerobong yang memiliki diameter 4 m dan tinggi 20
m. Hal ini yang mengakibatkan terjadi perubahan pola aliran di dalam
sistem simulasi yang dibangun, mulai dari parameter kecepatan udara,
tekanan dinamik dan turbulensi.
0.02768
0.027685
0.02769
0.027695
0.0277
0.027705
0.02771
0.027715
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
kons
entr
asi (
µg/
m³)
jarak y (m)
CO
2. Pendefinisian Domain
Domain dapat didefinisikan sebagai batasan ruang gerak fluida dan
dihitung dalam simulasi sehingga dapat dianalisa berbagai sifat fisik dan
material dari fluida yang disimulas
320 m x 100 m x 100 m, dimana titik acuan dari dimensi domain tersebut
adalah titik nol pada koordinat (
simulasi dengan model Gaussian yaitu terdapat pada titik pusat
silinder di permukaan tanah. Bangunan solid geometri juga berada dalam
kolom domain. Hal ini dilakukan agar simulasi pergerakan fluida yang akan
direpresentasikan dapat didefinisikan sebagai fluida yang mengalir di atas
permukaan solid.
Besarnya ukuran domain sangat berpengaruh terhadap besarnya
jumlah grid atau mesh. Sehingga kapasitas memori komputer yang
digunakan juga akan berbanding lurus terhadap jumlah grid pada domain
yang telah dibuat. Grid yang akan dibangun dalam domain berbentuk
tetrahedral dan secara otomatis
masing-masing grid, dimana semakin mendekati dinding solid maka grid
yang terbentuk akan semakin halus seperti tampak pada Gambar 16.
Gambar 16. Ilustrasi grid hasil
Pendefinisian Domain
Domain dapat didefinisikan sebagai batasan ruang gerak fluida dan
dihitung dalam simulasi sehingga dapat dianalisa berbagai sifat fisik dan
material dari fluida yang disimulasikan. Ukuran domain yang dibuat sebesar
320 m x 100 m x 100 m, dimana titik acuan dari dimensi domain tersebut
adalah titik nol pada koordinat (x, y, z). Titik koordinat (0, 0, 0) sama seperti
simulasi dengan model Gaussian yaitu terdapat pada titik pusat lingkaran
silinder di permukaan tanah. Bangunan solid geometri juga berada dalam
kolom domain. Hal ini dilakukan agar simulasi pergerakan fluida yang akan
direpresentasikan dapat didefinisikan sebagai fluida yang mengalir di atas
ukuran domain sangat berpengaruh terhadap besarnya
jumlah grid atau mesh. Sehingga kapasitas memori komputer yang
digunakan juga akan berbanding lurus terhadap jumlah grid pada domain
yang telah dibuat. Grid yang akan dibangun dalam domain berbentuk
edral dan secara otomatis software akan menyesuaikan dimensi
masing grid, dimana semakin mendekati dinding solid maka grid
yang terbentuk akan semakin halus seperti tampak pada Gambar 16.
Gambar 16. Ilustrasi grid hasil meshing domain dari geometri cerobong.
54
Domain dapat didefinisikan sebagai batasan ruang gerak fluida dan
dihitung dalam simulasi sehingga dapat dianalisa berbagai sifat fisik dan
ikan. Ukuran domain yang dibuat sebesar
320 m x 100 m x 100 m, dimana titik acuan dari dimensi domain tersebut
). Titik koordinat (0, 0, 0) sama seperti
lingkaran
silinder di permukaan tanah. Bangunan solid geometri juga berada dalam
kolom domain. Hal ini dilakukan agar simulasi pergerakan fluida yang akan
direpresentasikan dapat didefinisikan sebagai fluida yang mengalir di atas
ukuran domain sangat berpengaruh terhadap besarnya
jumlah grid atau mesh. Sehingga kapasitas memori komputer yang
digunakan juga akan berbanding lurus terhadap jumlah grid pada domain
yang telah dibuat. Grid yang akan dibangun dalam domain berbentuk
akan menyesuaikan dimensi
masing grid, dimana semakin mendekati dinding solid maka grid
yang terbentuk akan semakin halus seperti tampak pada Gambar 16.
i cerobong.
55
Secara prinsip, pada wilayah yang dekat dengan dinding solid fluida
yang mengalir akan membentuk suatu lapisan yang disebut boundary layer
akibat dari adanya tumbukan dan tegangan geser pada dinding. Perubahan
parameter fisik fluida pada wilayah boundary layer terjadi secara fluktuatif.
Oleh karena itu dibutuhkan media untuk menangkap peristiwa perubahan
yang terjadi pada setiap parsel fluida yang bergerak agar dapat dianalisa.
Semakin halus grid yang terbentuk maka kualitasnya akan semakin bagus.
3. Tahap Penentuan Kondisi Batas
Penentuan kondisi batas (boundary condition), dapat diartikan sebagai
tahap input skenario aliran fluida gas polutan ke dalam sistem geometri dan
domain. Arah aliran, kecepatan aliran, jumlah fluida yang diinput, posisi
input, posisi output, temperatur dan tekanan merupakan parameter yang
harus didefinisikan secara detail agar simulator dapat menghitung dengan
baik proses dinamika fluida yang terjadi. Secara detail pendefinisian kondisi
batas atau dikenal dengan initial condition diilustrasikan pada Gambar 17.
Gambar 17. Ilustrasi pendefinisian kondisi batas
Pada Gambar 17, bidang ADEH didefinisikan sebagai input kecepatan
udara yang menerpa cerobong secara seragam atau disebut sebagai velocity
inlet. Arah kecepatan udara secara seragam tersebut searah dengan sumbu x.
Bidang yang didefinisikan sebagai output adalah bidang BCGF, sedangkan
A B
C
F E
D
G H
i
x
z
y
56
bidang ABCD, DCGH, dan EFGH didefinisikan sebagai bidang simetry
yang berarti bahwa kondisi udara di luar bidang domain dengan kondisi
udara di dalam bidang domain dianggap sama. Bidang ABFE sebagai
permukaan tanah dan dinding cerobong didefinisikan sebagai dinding
padatan (wall). Sedangkan permukaan cerobong yang diilustrasikan oleh
poin i merupakan inlet aliran gas polutan ke dalam sistem atau dikenal
dengan mass flow inlet.
Fluida gas polutan yang diinput dari cerobong hanya satu jenis polutan
dengan konsentrasi 100 % atau 106 ppm. Artinya bahwa polutan yang
menjadi bahan kontaminan pada udara ambien hanya satu jenis dan
dilakukan satu per satu dari bahan kontaminan yang akan dianalisa. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan proses pendefinisian dan analisa fluida serta
menganggap bahwa gas polutan tidak mengalami reduksi akibat faktor
reaksi kimia dengan senyawa lain selama proses simulasi. Temperatur gas
yang diemisikan dari cerobong sebesar 200 oC sedangkan debit massa aliran
gas polutan dari cerobong besarnya sesuai dengan Tabel 7 dan alirannya
seragam.
4. Analisis Aliran
Pola aliran suatu fluida sangat tergantung pada nilai parameter yang
disebut Angka Reynolds (Reynolds number), dimana besarnya nilai Re
didefinisikan pada Persamaan 1.
berdasarkan input kecepatan udara, nilai viskositas dinamik, dan jarak x
yang didefinisikan pada domain, dimana L = x, dengan nilai standar densitas
udara dari NIST U.S adalah sebesar 3,2 kg/m3, dan aliran udara yang
mengalir ke dalam sistem simulasi tersebut dianggap seragam atau dalam
kondisi steady state, maka nilai angka Reynolds yang terjadi pada aliran
udara dalam domain sistem dapat dihitung yaitu :
= 1,07 x 108
mrUL
L =Re
÷ø
öçè
æ´
´´= - 510789,1
30022,3Re L
57
dengan Re > 5 x 105, maka sudah dapat dipastikan bahwa aliran udara yang
terjadi adalah aliran turbulen eksternal.
Dari hasil simulasi, fenomena turbulensi atau pola aliran pada
permukaan dapat terlihat dari vektor kecepatan fluida di wilayah permukaan
silinder yang divisualisasikan oleh software EFD seperti pada Gambar 18.
Gambar 18. Kontur dan vektor aliran kecepatan udara dengan melewati silinder cerobong tampak atas.
Gambar 18 menunjukan bahwa terjadi perubahan kecepatan udara
secara fluktuatif ketika aliran udara itu melewati silinder cerobong.
Besarnya nilai kecepatan udara ditunjukan oleh gradasi level warna pada
gambar kontur tersebut. Warna merah menunjukan nilai kecepatan yang
tinggi sedangkan warna biru menunjukan nilai kecepatan yang minimum.
Pada titik tengah atau centerline dari silinder terjadi stagnasi aliran udara,
sehingga nilai kecepatan aliran udara pada titik tersebut rendah. Sedangkan
peningkatan kecepatan udara terjadi pada permukaan silinder sebelah
samping dimana pada wilayah tersebut merupakan tempat fluida
bersinggungan dengan permukaan silinder. Pada titik itu juga terjadi
peristiwa pembentukan lapisan geser yang dipengaruhi oleh faktor tegangan
geser, dan disini pula tumbuhnya potensi terbentuknya vortex dalam aliran
yang disebut dengan vorticity. Kemudian aliran tersebut akan terpisah
sejalan dengan titik tumbuh meningkatnya gaya gesek (friction) pada
permukaan silinder. Grafik nilai sebaran kecepatan udara dan tekanan
dinamik aliran udara di sekitar permukaan silinder ditunjukan oleh Gambar
19, dimana data tersebut diambil dengan garis plot setengah lingkaran tepat
58
pada posisi 1 cm dari permukaan silinder membentuk simetris terhadap arah
aliran udara.
( 19.a )
( 19.b )
Gambar 19. Sebaran kecepatan udara dan tekanan dinamik aliran udara di sekitar permukaan silinder.
Dari Gambar 19, terlihat jelas bahwa hubungan kecepatan udara
berbanding lurus dengan tekanan dinamik udara di sekitar permukaan
silinder, yaitu sama-sama mengalami peningkatan pada titik dimana
terbentuknya lapisan geser dan meningkatnya gaya gesek fluida terhadap
permukaan solid benda. Sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada
permukaan silinder dipresentasikan oleh grafik yang terdapat pada Gambar
20 dan data Gambar 19 dan 20 disajikan pada Lampiran 5.
-0.5
0.5
1.5
2.5
3.5
0 2 4 6 8
Vel
ocit
y (m
/s)
Length (m)
kece…
-1
1
3
5
0 2 4 6 8Dyn
amic
Pre
ssur
e (P
a)
Length (m)
tekanan …
59
(20.a)
(20.b)
Gambar 20. Sebaran tegangan geser dan koefisien gesek di sepanjang permukaan silinder.
Jika dilihat dari parameter kecepatan udara, maka kecepatan
maksimum aliran fluida yang terjadi pada permukaan silinder terdapat pada
titik singgung arah aliran terhadap permukaan silinder. Pada posisi tersebut
terjadi perubahan tekanan secara signifikan karena pada wilayah bagian
belakang permukaan silinder deformasi tekanan udara terhadap dinding
silinder sangat rendah sehingga udara yang terdapat pada wilayah tersebut
juga bertekanan rendah. Karena sifat udara lebih cenderung bergerak dari
-0.002
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
0.014
0.016
0 1 2 3 4 5 6 7
Shea
r St
ress
(P
a)
Length (m)
tegangan geser
-0.005
0.005
0.015
0.025
0.035
0 1 2 3 4 5 6 7
Fri
ctio
n C
oeff
icie
nt (
)
Length (m)
koefisien …
60
tekanan tinggi menuju tekanan rendah, oleh karena itu udara udara yang
berada pada titik singgung permukaan silinder akan cepat bergerak mengisi
ruang parsel udara di belakang cerobong silinder. Namun, pergerakan udara
tersebut akan terhalang sejalan dengan terbentuknya vortex. Sedangkan pada
bagian depan permukaan dinding silinder tepat pada titik simetris, terjadi
stagnasi kecepatan udara dan nilai deformasi tekanan maksimum. Nilai
tekanan pada permukaan silinder dipresentasikan dalam Persamaan 10.
Sebaran densitas ρ dari titik pusat silinder hingga ujung domain pada bidang
pemukaan tanah (centerline) dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Grafik sebaran densitas disepanjang centerline..
Permukaan luar dinding silinder terletak pada jarak 2 meter dari titik
nol, oleh karena itu nilai densitas fluida yang berada di sekitar permukaan
cerobong dapat dilihat dari grafik yaitu sekitar 1,1758 kg/m3. Sedangkan,
untuk nilai kecepatan udara rata-rata dan tekanan udara lingkungan
ditentukan dari hasil iterasi yang konvergen seperti terlihat pada Gambar 22
dengan keterangan data terdapat pada Lampiran 6.
1.175
1.176
1.177
1.178
1.179
1.18
1.181
1.182
1.183
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Den
sity
(kg/
m^
3)
Length (m)
( )qr 220 sin41
21
-+= Upp s
61
Gambar 22. Grafik tekanan dan kecepatan udara hasil iterasi.
Proses iterasi mencapai nilai yang konvergen pada iterasi ke 119.
Nilai tekanan udara rata-rata po menurut hasil iterasi simulator adalah
sebesar 2,17502263 Pa, sedangkan nilai kecepatan rata-rata udara U adalah
sebesar 1,850696735 m/s. Maka dari itu, tekanan yang terjadi pada
permukaan silinder cerobong selama simulasi dapat dihitung. Tekanan yang
terjadi pada sudut kemiringan θ, dimana jika sudut kemiringan tersebut
adalah sebesar 120o, adalah :
= -1,8521846 Pa.
Iterations
Iterations
( )120sin1850696735,11758,121
17502263,2 22 -´´+=sp
62
Tanda negatif pada nilai tekanan hasil perhitungan di atas menunjukan
bahwa arah tekanan berlawanan arah terhadap arus aliran fluida.
Kontur kecepatan aliran udara dengan tampak samping dapat dilihat
pada Gambar 23.
Gambar 23. Kontur kecepatan tampak samping.
Input kecepatan udara ambien adalah sebesar 2 m/s, namun pada
Gambar 23 terlihat bahwa terjadi peningkatan kecepatan di atas cerobong
tempat keluarnya polutan. Peningkatan kecepatan tersebut disebabkan oleh
perbedaan temperatur, dimana temperatur fluida gas polutan pada saat
keluar dari cerobong dikondisikan sebesar 200 oC. Sementara itu kondisi
temperatur di ambien hanya sebesar 27 oC. Perbedaan inilah yang memicu
pergerakan fluida, karena sifat gas akan sangat reaktif ketika dalam kondisi
temperatur tinggi, sehingga fluida yang bertemperatur rendah akan bergerak
mengisi ruang parsel udara yang reaktif tadi sampai pada kondisi setimbang.
Sumber panas yang masuk ke dalam sistem berasal dari gas polutan
yang diemisikan dari cerobong. Panas yang terbawa oleh material polutan
menyebar di udara sejalan dengan proses dispersinya, dimana penyebaran
material tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal adalah kecepatan udara yang menerpa material polutan
yang diemisikan, dimana dengan kecepatan udara tersebut partikel material
polutan akan terbawa oleh hembusan parsel udara yang diketahui
kecepatannya. Di sisi lain faktor internal dalam material juga mempengaruhi
potensi terjadinya dispersi gas polutan, diantaranya adalah nilai viskositas
kinematis dan difusivitas panas. Viskositas kinematik merupakan nilai
satuan viskos dinamika per kerapatan material. Semakin besar nilai
viskositas kinematik suatu material, maka potensi penyebaran material
63
tersebut juga akan semakin besar. Karena ia memiliki kerapatan material
yang kecil sehingga sifat material tersebut akan semakin reaktif.
Sifat beberapa material fluida yang disimulasikan dapat diprediksi
melalui nilai kimiawi material itu sendiri. Jika nilai densitas material
diketahui, maka nilai viskositas kinematik dan difusifitas panas dari
parameter Tabel 8 dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3 dan 4.
Nilai densitas yang diketahui diukur pada kondisi standar yaitu pada
tekanan 1 atm dan pada temperatur titik didih.
Maka viskositas kinematik untuk parameter hydrogen sulfide H2S
dihitung dengan nilai viskositas dinamik dibagi satuan densitas, yaitu :
Sedangkan nilai difusivitas panas hydrogen sulfide H2S adalah :
Sehingga, dengan rumus perhitungan yang sama, nilai viskositas
kinematik dan difusivitas panas untuk masing-masing parameter dapat
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai viskositas kinematik dan difusivitas panas udara dan gas polutan.
No Parameter viskositas kinematik
(m2/s) difusivitas panas
(m2/s)
1 Udara 5,59063E-06 0,257974138
2 Sulfur dioxide (SO2) 3,79797E-06 0,072154805
3 Carbon Monoxide (CO) 3,89208E-06 0,182327091
4 Hydrogen Sulfide (H2S) 6,10881E-06 0,197805547
Tabel 10 menunjukan bahwa nilai viskositas kinematik yang dimiliki
oleh gas hydrogen sulfide adalah paling besar diantara parameter fluida
m 2 / s
m 2 / s
rm
=v
93,110179,1 5-´
=
610109,6 -´=
pCk.r
a =
034,093,1
01298,0
´=
1978,0=
lainnya. Hal ini berarti bahwa gas
paling reaktif diantara gas l
gas yang paling kurang reaktif diantara yang lainnya, dengan kata lain gas
ini memiliki ikatan molekul yang lebih kuat.
Nilai difusivitas panas berbanding lurus terhadap nilai konduktivitas
panas material. Semakin besar nilai difusivitas panas suatu material maka
semakin cepat kemampuan material tersebut menyebarkan panas ke
lingkungan sekitarnya sehingga semakin cepat juga material itu melepaskan
panas yang ada dalam partikel material tersebut. Dari Tabel 10,
bahwa nilai difusivitas panas yang dimiliki oleh gas
rendah. Hal ini menunjukan bahwa konduktifitas panasnya sangat kecil atau
nilai panas jenis pada tekanan konstan dari gas
Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa gas
simpan panas yang cukup tinggi.
Penjelasan kasus fluida bergerak dapat didekati dengan konsep
Lagrangian, dimana analisis ini melibatkan pergerakan unsur terkecil dari
fluida tersebut. Jika unsur te
sebagai partikel, maka identifikasi sifat fisik fluida dapat ditelusuri dari
perubahan partikel fluida sebagai fungsi dari waktu. Konsep inilah yang
kemudian disebut dengan konsep
partikel fluida dalam suatu aliran bebas dideskripsikan oleh Okishii
(2006) pada Gambar 24.
Gambar 24. Ilustrasi gerakan partikel terhadap satuan waktu kecepatan
lainnya. Hal ini berarti bahwa gas hydrogen sulfide merupakan gas yang
paling reaktif diantara gas lainnya. Sedangkan gas sulfur dioxide merupakan
gas yang paling kurang reaktif diantara yang lainnya, dengan kata lain gas
ini memiliki ikatan molekul yang lebih kuat.
Nilai difusivitas panas berbanding lurus terhadap nilai konduktivitas
akin besar nilai difusivitas panas suatu material maka
semakin cepat kemampuan material tersebut menyebarkan panas ke
lingkungan sekitarnya sehingga semakin cepat juga material itu melepaskan
panas yang ada dalam partikel material tersebut. Dari Tabel 10, dapat dilihat
bahwa nilai difusivitas panas yang dimiliki oleh gas sulfur dioxide
rendah. Hal ini menunjukan bahwa konduktifitas panasnya sangat kecil atau
nilai panas jenis pada tekanan konstan dari gas sulfur dioxide bernilai tinggi.
, dapat dikatakan bahwa gas sulfur dioxide memiliki daya
simpan panas yang cukup tinggi.
Penjelasan kasus fluida bergerak dapat didekati dengan konsep
Lagrangian, dimana analisis ini melibatkan pergerakan unsur terkecil dari
fluida tersebut. Jika unsur terkecil dari fluida yang bergerak didefinisikan
sebagai partikel, maka identifikasi sifat fisik fluida dapat ditelusuri dari
perubahan partikel fluida sebagai fungsi dari waktu. Konsep inilah yang
kemudian disebut dengan konsep material derivative. Ilustrasi pergerakan
partikel fluida dalam suatu aliran bebas dideskripsikan oleh Okishii
(2006) pada Gambar 24.
Gambar 24. Ilustrasi gerakan partikel terhadap satuan waktu kecepatan (Okiishi et al., 2006).
64
merupakan gas yang
merupakan
gas yang paling kurang reaktif diantara yang lainnya, dengan kata lain gas
Nilai difusivitas panas berbanding lurus terhadap nilai konduktivitas
akin besar nilai difusivitas panas suatu material maka
semakin cepat kemampuan material tersebut menyebarkan panas ke
lingkungan sekitarnya sehingga semakin cepat juga material itu melepaskan
dapat dilihat
sulfur dioxide sangat
rendah. Hal ini menunjukan bahwa konduktifitas panasnya sangat kecil atau
bernilai tinggi.
memiliki daya
Penjelasan kasus fluida bergerak dapat didekati dengan konsep
Lagrangian, dimana analisis ini melibatkan pergerakan unsur terkecil dari
rkecil dari fluida yang bergerak didefinisikan
sebagai partikel, maka identifikasi sifat fisik fluida dapat ditelusuri dari
perubahan partikel fluida sebagai fungsi dari waktu. Konsep inilah yang
i pergerakan
partikel fluida dalam suatu aliran bebas dideskripsikan oleh Okishii et al.
Gambar 24. Ilustrasi gerakan partikel terhadap satuan waktu kecepatan
65
Partikel fluida bergerak sepanjang garis edar sebagaimana ditunjukkan
oleh Gambar 24, dengan jarak r terhadap titik acuan nol. Partikel A yang
bergerak dengan kecepatan VA merupakan fungsi dari jarak posisi dan
waktu. Sehingga hal ini dapat dinotasikan sebagai fungsi Persamaan (34).
………………..………(34)
Dimana xA = xA (t), yA = yA (t), dan zA = zA (t), merupakan lokasi gerak
partikel. Dengan mendefinisikan bahwa percepatan merupakan perubahan
kecepatan pergerakan partikel fluida terhadap waktu maka kecepatan dapat
dikatakan fungsi dari posisi pergerakan fluida terhadap waktu pergerakan
fluida. Maka percepatan pergerakan partikel A dengan aturan rantai
diferensial dapat dinotasikan menjadi Persamaan (35).
…………….(35)
Derivatif material pada setiap variabel dapat berubah sesuai dengan
perubahan waktu. Sebagai contoh untuk menentukan nilai temperatur pada
suatu aliran, perubahan waktu dapat mengubah temperatur partikel fluida
tersebut selama partikel tersebut bergerak melalui bidang temperatur yang
disebut temperatur field dimana T = T (x, y, z, t).. Jika parameter kecepatan
diketahui, maka dengan menerapkan persamaan atur berantai nilai
perubahan temperatur dapat dinotasikan dengan Persamaan (36).
……………….(36)
Jika dalam simulasi ini temperatur dari gas polutan yang diemisikan
didefinisikan sebagai partikel dan membentuk bidang temperatur di
permukaan inlet cerobong, maka perubahan temperatur selama fluida itu
bergerak dapat dikatakan sebagai fungsi waktu. Inlet gas polutan dari
cerobong dianggap seragam dan waktu simulasi pada general setting
didefinisikan oleh default software selama 3600 detik. Oleh karena itu, nilai
temperatur dari pergerakan fluida selama rentang waktu simulasi tersebut
dapat dipresentasikan dalam bentuk kontur warna dengan tampak atas dan
samping seperti pada Gambar 25.
( ) ( ) ( ) ( )[ ]ttztytxVtrVV AAAAAAA ,,,, ==
dtdz
zV
dtdy
yV
dtdx
xV
tV
dtdV
ta AAAAAAAAA ¶
¶+
¶¶
+¶¶
+¶¶
==)(
dtdz
zT
dtdy
yT
dtdx
xT
tT
dtdT AAAAAAAA
¶¶
+¶¶
+¶¶
+¶¶
=
(25.a). Sebaran temperatur SO
(25.b). Sebaran temperatur SO
(25.c). Sebaran temperatur H
(25.d). Sebaran temperatur
Gambar 25. Sebaran temperatur berbagai gas polutan.
cerobong
cerobong
cerobong
cerobong
.a). Sebaran temperatur SO2 tampak samping pada centerface.
.b). Sebaran temperatur SO2 tampak atas pada ground level.
(25.c). Sebaran temperatur H2S tampak samping pada bidang centerface
(25.d). Sebaran temperatur CO tampak samping pada bidang centerface
Gambar 25. Sebaran temperatur berbagai gas polutan.
cerobong
cerobong
cerobong
cerobong
66
.
centerface .
centerface.
Pola penyebaran yang terbentuk dari masing
terlihat pada Gambar 25.a, 25.c, dan 25.d berbeda satu sama lainnya.
Perbedaan pola penyebaran
khusus adalah berasal dari faktor internal sifat kimiawi gas polutan itu
sendiri, seperti berat molekul, nilai viskositas kinematik, nilai difusivitas
panas dan densitasnya.
Sebaran konsentrasi gas polutan ya
masing-masing memiliki pola sebaran berbeda sesuai dengan karakteristik
sifat material fluida gas polutan itu sendiri. Karena faktor kecepatan udara,
nilai temperatur fluida dan gravitasi bumi yaitu sebesar 9,81 m/s
didefinisikan dalam simulasi satu dengan lainnya adalah sama. Bentuk
sebaran konsentrasi gas polutan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2
(26.a). Tampak samping sepanjang bidang
(26.b). Tampak samping sepanjang jarak 10 meter dari
Pola penyebaran yang terbentuk dari masing-masing gas polutan yang
terlihat pada Gambar 25.a, 25.c, dan 25.d berbeda satu sama lainnya.
Perbedaan pola penyebaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, secara
khusus adalah berasal dari faktor internal sifat kimiawi gas polutan itu
sendiri, seperti berat molekul, nilai viskositas kinematik, nilai difusivitas
panas dan densitasnya.
Sebaran konsentrasi gas polutan yang diemisikan dari cerobong
masing memiliki pola sebaran berbeda sesuai dengan karakteristik
sifat material fluida gas polutan itu sendiri. Karena faktor kecepatan udara,
nilai temperatur fluida dan gravitasi bumi yaitu sebesar 9,81 m/s
inisikan dalam simulasi satu dengan lainnya adalah sama. Bentuk
sebaran konsentrasi gas polutan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2
.a). Tampak samping sepanjang bidang centerface.
.b). Tampak samping sepanjang jarak 10 meter dari centerface
cerobong
67
masing gas polutan yang
terlihat pada Gambar 25.a, 25.c, dan 25.d berbeda satu sama lainnya.
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, secara
khusus adalah berasal dari faktor internal sifat kimiawi gas polutan itu
sendiri, seperti berat molekul, nilai viskositas kinematik, nilai difusivitas
ng diemisikan dari cerobong
masing memiliki pola sebaran berbeda sesuai dengan karakteristik
sifat material fluida gas polutan itu sendiri. Karena faktor kecepatan udara,
nilai temperatur fluida dan gravitasi bumi yaitu sebesar 9,81 m/s2, yang
inisikan dalam simulasi satu dengan lainnya adalah sama. Bentuk
sebaran konsentrasi gas polutan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 26.
erface.
(26.c). Tampak samping sepanjang jarak 20 meter dari
(26.d). Tampak samping sepanjang jarak 30 meter dari
(26.e). Tampak samping sepanjang jarak 40 meter dari
Gambar 26. Sebaran konsentrasi SO
Sedangkan untuk sebaran konsentrasi SO
ditunjukan dengan kurva isoline
cerobong
.c). Tampak samping sepanjang jarak 20 meter dari centerface
.d). Tampak samping sepanjang jarak 30 meter dari centerface
.e). Tampak samping sepanjang jarak 40 meter dari centerface
. Sebaran konsentrasi SO2 pada berbagai bidang tampak samping.
Sedangkan untuk sebaran konsentrasi SO2 dipermukaan tanah tampak atas
isoline dan kontur pada Gambar 27.
cerobong
68
centerface.
centerface.
centerface.
berbagai bidang tampak samping.
dipermukaan tanah tampak atas
Gambar 27. Sebaran konsentrasi SOdenga
Pola sebaran gas polutan SO
tanah disamping terbawa oleh kecepatan aliran udara. Kecenderungan gas
ini jatuh ke permukaan tanah dipengaruhi oleh berat molekul yang
dimilikinya yaitu sebesar 6
oleh gaya gravitasi bumi. Gaya gravitasi bumi hanya mempengaruhi gaya
pada arah berlawanan dengan koordinat sumbu y. Sehingga pada
pendefinisian kondisi general gaya gravitasi dituliskan negatif (
pada arah koordinat sumbu y. Jika ditinjau dari persamaan kontinyuitas
Navier-Stokes, maka pergerakan fluida yang searah x dan z tidak
terpengaruh sama sekali dengan gaya gravitasi bumi. Namun pada arah x
terdapat faktor kecepatan angin yang diasumsikan s
m/s. Dengan massa yang dimiliki oleh molekul fluida, perubahan gaya yang
terjadi pada aliran fluida merupakan resultan gaya yang dipengaruhi oleh
gravitasi bumi, kecepatan udara dan tegangan geser terhadap dimensi jarak
partikel fluida. Hal inilah yang akan menentukan arah pergerakan gerakan
fluida tersebut.
Gas SO2 memiliki berat molekul 121,125 % lebih besar dibandingkan
dengan berat molekul udara yaitu sekitar 28,97 gram/mol. Jika ini
diintegrasikan terhadap gaya gravitasi bumi se
gaya berat yang dimiliki oleh gas SO
dimiliki udara. Selain itu, viskositas dinamik SO
nilai viskositas dinamik udara yaitu berturut
1,789 x 10-5 kg/m.s. Artinya kemampuan gerak massa partikel persatuan
cerobong
. Sebaran konsentrasi SO2 dipermukaan tanah tampak atas ditunjukan
dengan kurva isoline dan kontur.
Pola sebaran gas polutan SO2 lebih cenderung jatuh ke permukaan
tanah disamping terbawa oleh kecepatan aliran udara. Kecenderungan gas
ini jatuh ke permukaan tanah dipengaruhi oleh berat molekul yang
dimilikinya yaitu sebesar 64,06 gram/mol, yang kemudian dipengaruhi juga
oleh gaya gravitasi bumi. Gaya gravitasi bumi hanya mempengaruhi gaya
pada arah berlawanan dengan koordinat sumbu y. Sehingga pada
pendefinisian kondisi general gaya gravitasi dituliskan negatif (-9,81) m/s
pada arah koordinat sumbu y. Jika ditinjau dari persamaan kontinyuitas
Stokes, maka pergerakan fluida yang searah x dan z tidak
terpengaruh sama sekali dengan gaya gravitasi bumi. Namun pada arah x
terdapat faktor kecepatan angin yang diasumsikan seragam yaitu sebesar 2
m/s. Dengan massa yang dimiliki oleh molekul fluida, perubahan gaya yang
terjadi pada aliran fluida merupakan resultan gaya yang dipengaruhi oleh
gravitasi bumi, kecepatan udara dan tegangan geser terhadap dimensi jarak
da. Hal inilah yang akan menentukan arah pergerakan gerakan
memiliki berat molekul 121,125 % lebih besar dibandingkan
dengan berat molekul udara yaitu sekitar 28,97 gram/mol. Jika ini
diintegrasikan terhadap gaya gravitasi bumi seperti pada Persamaan 38, maka
gaya berat yang dimiliki oleh gas SO2 dua kali lebih dari gaya berat yang
dimiliki udara. Selain itu, viskositas dinamik SO2 jauh lebih rendah dibanding
nilai viskositas dinamik udara yaitu berturut-turut sebesar 1,158 x 10
kg/m.s. Artinya kemampuan gerak massa partikel persatuan
cerobong
69
dipermukaan tanah tampak atas ditunjukan
lebih cenderung jatuh ke permukaan
tanah disamping terbawa oleh kecepatan aliran udara. Kecenderungan gas
ini jatuh ke permukaan tanah dipengaruhi oleh berat molekul yang
4,06 gram/mol, yang kemudian dipengaruhi juga
oleh gaya gravitasi bumi. Gaya gravitasi bumi hanya mempengaruhi gaya
pada arah berlawanan dengan koordinat sumbu y. Sehingga pada
9,81) m/s2
pada arah koordinat sumbu y. Jika ditinjau dari persamaan kontinyuitas
Stokes, maka pergerakan fluida yang searah x dan z tidak
terpengaruh sama sekali dengan gaya gravitasi bumi. Namun pada arah x
eragam yaitu sebesar 2
m/s. Dengan massa yang dimiliki oleh molekul fluida, perubahan gaya yang
terjadi pada aliran fluida merupakan resultan gaya yang dipengaruhi oleh
gravitasi bumi, kecepatan udara dan tegangan geser terhadap dimensi jarak
da. Hal inilah yang akan menentukan arah pergerakan gerakan
memiliki berat molekul 121,125 % lebih besar dibandingkan
dengan berat molekul udara yaitu sekitar 28,97 gram/mol. Jika ini
perti pada Persamaan 38, maka
dua kali lebih dari gaya berat yang
jauh lebih rendah dibanding
turut sebesar 1,158 x 10-5 dan
kg/m.s. Artinya kemampuan gerak massa partikel persatuan
70
jarak dan waktu dari gas SO2 sangat rendah dibandingkan dengan
kemampuan udara. Nilai viskositas dinamik akan bepengaruh sama terhadap
arah gerak fluida dari sistem momentum Navier-Stokes.
Adanya jumlah mass flow inlet yang besar dan terjadi fenomena
vortex serta turbulensi fluida pada daerah di belakang cerobong,
mengakibatkan terjadinya akumulasi gas SO2 di daerah tersebut. Hal ini
dapat dilihat pada (Gambar 27), dimana terdapat konsentrasi gas polutan
yang terbesar dalam wilayah vortex, yaitu wilayah sepanjang centerline di
belakang cerobong yang merupakan sumbu simetris dari searah sumbu x
pada bidang permukaan tanah. Nilai konsentrasi terbesar di sepanjang
centerline ditunjukkan pada Gambar 28.
Gambar 28. Grafik konsentrasi SO2 disepanjang centerline
Titik puncak maksimum nilai konsentrasi gas polutan SO2 terdapat
pada jarak 60 m dari titik pusat silinder cerobong yaitu sebesar 10721,64
ppm. Besarnya nilai ini merupakan akibat dari akumulasi yang terjadi
selama 3600 detik dihitung dari awal inlet gas polutan dari cerobong.
Pengakumulasian terjadi karena disamping berada di permukaan tanah,
hembusan kecepatan udara yang menerjang wilayah tersebut pun sangat
rendah dibandingkan dengan wilayah permukaan tanah lainnya di luar
batasan lapisan vortex. Selain itu nilai viskositas dinamik material SO2 juga
sangat rendah, sehingga tidak ada parsel udara yang membawa gas polutan
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320
SO2
Mas
s F
ract
ion
(ppm
)
Length (m)
71
bergerak lebih jauh ke atmosfer. Profil iterasi dari sebaran konsentrasi gas
SO2 disajikan pada Gambar 29.
Gambar 29. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas SO2
Iterasi untuk gas SO2 terjadi sebanyak 117 kali hingga didapatkan
nilai rata-rata konsentrasi gas SO2 sebesar 617,97 ppm. Data sebaran gas
SO2 sepanjang centerline secara rinci terdapat pada Lampiran 7. Bentuk
sebaran konsentrasi gas H2S dapat dilihat pada Gambar 30.
(30.a). Tampak samping sepanjang centerface.
(30.b). Tampak samping pada jarak 10 meter dari bidang centerface.
Iterations
72
(30.c). Tampak samping pada jarak 12,5 meter dari bidang centerface.
Gambar 30. Sebaran konsentrasi gas H2S di atmosfer pada berbagai jarak bidang tampak samping dari centerface.
Pada Gambar 30 terlihat bahwa tidak ada aliran gas polutan yang
menuju permukaan tanah. Semua gas polutan yang diemisikan dari
cerobong bergerak ke atas dan mengikuti kecepatan angin. Gas H2S
memiliki kerapatan material atau massa jenis sebesar 1,93 kg/m3, sedangkan
udara memiliki nilai kerapatan material sebesar 3,2 kg/m3. Jika ditinjau dari
persamaan Navier-Stokes, ini menunjukan bahwa potensi pergerakan gas
H2S menuju arah koordinat y (ke atas) positif lebih besar dibandingkan
dengan udara.
Disamping itu nilai viskositas kinematik gas H2S lebih besar
dibandingkan dengan udara yang berturut-turut adalah sebesar 6,1088 x 10-6
dan 5,5906 x 10-6 m2/s. Hal ini menunjukan bahwa potensi luas penyebaran
material gas H2S per satuan waktu lebih besar dibanding dengan udara.
Dengan kata lain reaktivitas gas H2S lebih tinggi dari pada udara. Gambar
penampakan bidang sebaran konsentrasi gas H2S tampak dari atas
ditunjukkan oleh Gambar 31.
(31.a). Tampak atas pada ketinggian 13,5 m dari permukaan tanah.
73
(31.b). Tampak atas pada ketinggian 20 m dari permukaan tanah.
(31.c). Tampak atas pada ketinggian 30 m dari permukaan tanah.
(31.d). Tampak atas pada ketinggian 40 m dari permukaan tanah.
(31.e). Tampak atas pada ketinggian 50 m dari permukaan tanah.
Gambar 31. Sebaran konsentrasi gas H2S tampak atas pada berbagai jarak bidang dari permukaan tanah.
74
Pada Gambar 31 terlihat fenomena sebaran fluida pada ujung jarak
bidang yang terindikasi oleh polutan H2S yang seakan-akan memisah atau
membelah. Hal ini terjadi karena adanya gradien kecepatan fluida pada saat
fluida polutan berada di dalam cerobong silinder. Perbedaan kecepatan
aliran tersebut dipengaruhi oleh tegangan geser dan gaya gesek antara fluida
dengan dinding dalam cerobong, sehingga pada bagian titik tengah
cerobong merupakan kecepatan yang paling tinggi dari gas emisi.
Kecepatan aliran gas emisi dari cerobong searah dengan sumbu y dan
tegak lurus terhadap kecepatan udara ambient yang seragam dan searah
sumbu x. Jika kedua kecepatan tersebut merupakan vektor, maka pola aliran
sebaran gas H2S yang dipresentasikan dalam Gambar 30.a, terjadi karena
faktor resultan kecepatan udara yang searah dengan sumbu x.
Plot nilai sebaran konsentrasi gas H2S dilakukan di sepanjang
centerline pada ketinggian 20 m. Hal ini dilakukan karena pada permukaan
tanah tidak terkena dampak dari sebaran gas polutan H2S. Garis plot nilai
sebaran gas H2S diilustrasikan oleh Gambar 32.
Gambar 32. Ilustrasi garis plot data nilai sebaran gas konsentrasi H2S
Sedangkan sebaran nilai konsentrasi gas polutan H2S dipresentasikan
dengan grafik pada Gambar 33.
Gambar 33. Grafik sebaran gas H
Sebaran konsentrasi gas H
ketinggian 13,5 m sebagaimana ditunjukan dalam Gambar (31.a).
Sedangkan pada ketinggian 20 meter, grafik sebaran gas H
dalam Gambar (33). Pada Gambar 33 terlihat bahwa konsentrasi gas H
semakin menurun terhadap jarak sumbu x. Penurunan secara signifikan
terjadi pada jarak di bawah 3 meter. Sedangkan profil itera
H2S dapat dilihat pada Gambar 3
Gambar 34. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas H
-1E-11
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
800000
0 20
Hyd
roge
n su
lfid
e M
ass
Frac
tion
(ppm
)
. Grafik sebaran gas H2S sepanjang centerline.
Sebaran konsentrasi gas H2S di sepanjang centerline mulai terlihat pada
ketinggian 13,5 m sebagaimana ditunjukan dalam Gambar (31.a).
ada ketinggian 20 meter, grafik sebaran gas H2S ditunjukan
dalam Gambar (33). Pada Gambar 33 terlihat bahwa konsentrasi gas H
semakin menurun terhadap jarak sumbu x. Penurunan secara signifikan
terjadi pada jarak di bawah 3 meter. Sedangkan profil iterasi sebaran gas
S dapat dilihat pada Gambar 34.
Gambar 34. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas H2S.
20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Length (m)
75
mulai terlihat pada
ketinggian 13,5 m sebagaimana ditunjukan dalam Gambar (31.a).
S ditunjukan
dalam Gambar (33). Pada Gambar 33 terlihat bahwa konsentrasi gas H2S
semakin menurun terhadap jarak sumbu x. Penurunan secara signifikan
si sebaran gas
300
76
Nilai konsentrasi maksimum di sepanjang garis plot terdapat pada
jarak 1,2 meter dari titik pusat silinder cerobong yaitu sebesar 703178,6
ppm. Pada jarak selanjutnya di tingkat elevasi 20 m sebaran konsentrasinya
berubah sangat signifikan, karena gas H2S terus bergerak ke atas sejalan
dengan berubahnya jarak dan terbawa oleh parsel udara yang menghembus
seragam sebesar 2 m/s searah sumbu x. Oleh karena itu, dampak yang
ditimbulkan gas H2S terhadap kehidupan makhluk hidup di permukaan bumi
secara langsung tidak bermasalah. Bentuk sebaran gas polutan CO terlihat
pada Gambar 35.
(35.a). Tampak samping pada centerface.
(35.b). Tampak samping pada jarak 2 meter dari centerface.
(35.c). Tampak samping pada jarak 4 meter dari centerface.
77
(35.d). Tampak atas pada jarak 10 meter dari permukaan tanah.
(35.e). Tampak atas pada jarak 15 meter dari permukaan tanah.
(35.f). Tampak atas pada jarak 19 meter dari permukaan tanah.
(35.g). Tampak atas pada jarak 23 meter dari permukaan tanah.
Gambar 35. Sebaran gas polutan CO pada berbagai jarak bidang.
Pola dispersi gas CO tampak samping terlihat
bergerak menuju permukaan tanah. Disamping debit inputnya yang sangat
kecil dibanding gas polutan lainnya, gas CO memiliki kerapatan material
yang terbesar diantara gas lainnya yaitu sebesar 4,355 kg/m
udara hanya memiliki
gas CO akan dominan cenderung bergerak menuju arah gravitasi bumi.
Dengan nilai inlet polutan yang kecil, kecenderungan gerakan gas CO
menuju permukaan tanah akan terhambat oleh hembusan angin searah x
karena terjadi resultansi gaya pada elemen fluida. Pergerakan dispersi gas
CO akan terbawa oleh parsel udara yang bergerak searah sumbu x. Oleh
karena itu, pada Gambar 35 tampak samping tidak terlihat bahwa gas CO
menyentuh permukaan tanah. Hal ini karena
digunakan dalam simulasi.
Jangkauan dispersi gas CO dalam ruang domain simulasi pada jarak
300 meter mencapai 10 meter lebih menuju permukaan tanah dari sumber
emisi dan 6 meter melebar ke samping pada arah sumbu y
sebaran konsentrasi gas CO sepanjang garis ordinat sumbu x ditunjukkan
oleh Gambar 36.
Gambar 36. Ilustrasi sebaran gas CO sepanjang garis
Pola dispersi gas CO tampak samping terlihat sedikit demi sedikit
bergerak menuju permukaan tanah. Disamping debit inputnya yang sangat
kecil dibanding gas polutan lainnya, gas CO memiliki kerapatan material
yang terbesar diantara gas lainnya yaitu sebesar 4,355 kg/m3. Sedangkan
udara hanya memiliki kerapatan material sebesar 3,2 kg/m3. Oleh karena itu,
gas CO akan dominan cenderung bergerak menuju arah gravitasi bumi.
Dengan nilai inlet polutan yang kecil, kecenderungan gerakan gas CO
menuju permukaan tanah akan terhambat oleh hembusan angin searah x
karena terjadi resultansi gaya pada elemen fluida. Pergerakan dispersi gas
CO akan terbawa oleh parsel udara yang bergerak searah sumbu x. Oleh
karena itu, pada Gambar 35 tampak samping tidak terlihat bahwa gas CO
menyentuh permukaan tanah. Hal ini karena keterbatasan domain yang
digunakan dalam simulasi.
Jangkauan dispersi gas CO dalam ruang domain simulasi pada jarak
300 meter mencapai 10 meter lebih menuju permukaan tanah dari sumber
emisi dan 6 meter melebar ke samping pada arah sumbu y. Besarnya nil
sebaran konsentrasi gas CO sepanjang garis ordinat sumbu x ditunjukkan
Gambar 36. Ilustrasi sebaran gas CO sepanjang garis centerline
78
sedikit demi sedikit
bergerak menuju permukaan tanah. Disamping debit inputnya yang sangat
kecil dibanding gas polutan lainnya, gas CO memiliki kerapatan material
. Sedangkan
. Oleh karena itu,
gas CO akan dominan cenderung bergerak menuju arah gravitasi bumi.
Dengan nilai inlet polutan yang kecil, kecenderungan gerakan gas CO
menuju permukaan tanah akan terhambat oleh hembusan angin searah x
karena terjadi resultansi gaya pada elemen fluida. Pergerakan dispersi gas
CO akan terbawa oleh parsel udara yang bergerak searah sumbu x. Oleh
karena itu, pada Gambar 35 tampak samping tidak terlihat bahwa gas CO
keterbatasan domain yang
Jangkauan dispersi gas CO dalam ruang domain simulasi pada jarak
300 meter mencapai 10 meter lebih menuju permukaan tanah dari sumber
Besarnya nilai
sebaran konsentrasi gas CO sepanjang garis ordinat sumbu x ditunjukkan
centerline
Nilai puncak maksimum konsentrasi gas CO terjadi pada jarak 1,2 m
yaitu sebesar 701695,6
ketinggian 20 m sama seperti ilustrasi pada Gambar 3
mengetahui profil iterasi konsentrasi gas CO dapat dilihat pada Gambar 37.
Penghitungan nilai sebaran konsentrasi gas CO dilakukan sebanyak 80
kali iterasi dengan nilai rata
Perubahan volume fluida terbatas yang diakibatkan oleh adanya perbedaan
temperatur, tekanan dan sifat fisik fluida lainnya s
timbulnya pergerakan fluida di atmosfer. Maka dengan prinsip dasar hukum
kekekalan massa dan energi, kadar suatu zat atau massa di suatu posisi titik
(x, y, z) dalam suatu volume terbatas dapat dihitung. Perubahan integral
volume terbatas terhadap fungsi waktu sebanding dengan integral fluks
massa pada bidang volume tersebut.
Nilai puncak maksimum konsentrasi gas CO terjadi pada jarak 1,2 m
yaitu sebesar 701695,6 ppm. Plot garis centerline ini dilakukan pada
ketinggian 20 m sama seperti ilustrasi pada Gambar 32. Sedangkan untuk
mengetahui profil iterasi konsentrasi gas CO dapat dilihat pada Gambar 37.
Gambar 37. Profil iterasi gas CO
nilai sebaran konsentrasi gas CO dilakukan sebanyak 80
kali iterasi dengan nilai rata-rata dari sebaran gas CO sebesar 395,023 ppm.
Perubahan volume fluida terbatas yang diakibatkan oleh adanya perbedaan
temperatur, tekanan dan sifat fisik fluida lainnya secara alami memicu
timbulnya pergerakan fluida di atmosfer. Maka dengan prinsip dasar hukum
kekekalan massa dan energi, kadar suatu zat atau massa di suatu posisi titik
) dalam suatu volume terbatas dapat dihitung. Perubahan integral
s terhadap fungsi waktu sebanding dengan integral fluks
massa pada bidang volume tersebut.
Iterations
79
Nilai puncak maksimum konsentrasi gas CO terjadi pada jarak 1,2 m
ini dilakukan pada
. Sedangkan untuk
mengetahui profil iterasi konsentrasi gas CO dapat dilihat pada Gambar 37.
nilai sebaran konsentrasi gas CO dilakukan sebanyak 80
rata dari sebaran gas CO sebesar 395,023 ppm.
Perubahan volume fluida terbatas yang diakibatkan oleh adanya perbedaan
ecara alami memicu
timbulnya pergerakan fluida di atmosfer. Maka dengan prinsip dasar hukum
kekekalan massa dan energi, kadar suatu zat atau massa di suatu posisi titik
) dalam suatu volume terbatas dapat dihitung. Perubahan integral
s terhadap fungsi waktu sebanding dengan integral fluks
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil pembahasan penelitian dispersi gas polutan antara
lain adalah :
1) Pola aliran dispersi gas polutan masing-masing SO2, H2S dan CO
berbeda satu sama lainnya. Aliran dispersi gas SO2 menyentuh
permukaan tanah pada jarak sekitar 20 m dari titik pusat cerobong.
Aliran dispersi gas CO diprediksi menyentuh wilayah permukaan
tanah di luar domain simulasi atau jauh sekitar 300 m dari cerobong.
Sedangkan gas H2S tidak mengalir dan menyebar menuju permukaan
tanah, karena arah pergerakan gas H2S naik ke atas menuju atmosfer.
Hal tersebut dipengaruhi oleh sifat kimiawi dari masing-masing fluida
terutama dari kerapatan material atau densitas dan nilai viskositas
kinematiknya.
2) Hasil simulasi dispersi gas polutan dengan menggunakan model
Gaussian sangat berbeda jauh dengan hasil dari model EFD yang
menggunakan basis persamaan Navier-Stokes. Dalam model Gaussian
tidak ada parameter sifat kimia atau karakteristik bahan material fluida
yang mempengaruhi proses dispersi, bahkan diabaikan. Sedangkan
simulasi dispersi dengan model EFD sangat dipengaruhi oleh faktor
internal dari material fluida yaitu karakteristik kimiawinya.
3) Gas polutan yang paling besar memberikan dampak pencemaran
terhadap permukaan tanah di lingkungan sekitar adalah gas SO2,
dimana nilai konsentrasi yang paling tinggi terdapat pada jarak 60 m
dari cerobong, yaitu sebesar 10721,6 ppm. Sedangkan gas CO
mencemari permukaan tanah pada jarak di atas 300 m dari cerobong
dan gas H2S dari hasil simulasi tidak mencemari permukaan tanah
karena bergerak ke atmosfer.
81
B. SARAN
Beberapa saran yang dapat direkomendasikan untuk penyempurnaan
simulasi dalam kasus yang sama adalah :
1) Data input dalam simulasi lebih baik jika menggunakan data faktual
primer atau data sekunder tapi dari satu sumber kasus.
2) Pertimbangan dalam menggunakan domain untuk simulasi harus
memperhatikan wilayah fokus analisis aliran fluida agar dapat
menghemat memori yang digunakan disamping tujuan dari analisis
tercapai.
3) Untuk menyelesaikan kasus dengan pola aliran fluida yang tidak
seragam sebaiknya diatur time dependency pada tahap general
setting atau pengkondisian awal.
4) Dalam perencanaan pembangunan atau pengembangan suatu industri
akan sangat bijak jika ditunjang dengan melakukan simulasi aliran
penyebaran polutan sebagai akibat dari aktivitas industri yang
direncanakan.
82
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, John David Jr. 1995. Computational Fluid Dynamics : The Basics With Applications. McGraw-Hill. Singapore.
Anonimous, 2003. Fluent 6.1 Tutorial Guide. http//: www.fluent.com [22 April 2008].
Anonim, 2006. Laporan LSAP Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY). UAQ-I DIY. Yogyakarta.
Anonimous, 2006. Emission Factors. US-EPA. http://www.epa.gov/ttn/chief/ap42.htm. [13 Juni 2008].
Anonimous, 2008. National Ambient Air Quality and Standars. OAQPS-EPA. http://www.naaqs.gov/ap63.htm. [ 12 September 2008].
Anugrah, D.F. 2008. Analisis Trayektori Asap Kebakaran Hutan Menggunakan The Air Pollution Model (TAPM). Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Institut Pertanian Bogor.
BAPEDAL JABAR. 2005. Pendugaan Dampak Lingkungan. http://www.bappedaljabar.go.id/pencemaran.html. [ 22 Februari 2008 ].
Davis, Mackenzie L and Susan J. Masten. 2004. Principles of Environmental Engineering and Science. The McGraw-Hill Comp. Inc.,North America.
Fletcher, C.A.J. 2006. Computational Techniques for Fluid Dynamics 2-Spesific Techniques for Different Flow Categories. Springer-Verlag. Berlin.
Hargreaves, David Michael. 1997. Analytical and Experimental Studies of Vehicle Pollution Dispersion. Thesis the degree of Doctor of Philosophy. University of Nottingham.
Heinsohn, R.J and J.M. Cimbala.2003. Indoor Air Quality Engineering. Marcel Dekker, Inc. New York.
http://webbook.nist.gov/chemistry/fluid.
http://encyclopedia.airliquide.com.
Kreith, Frank. 1998. The CRC Handbook of Mechanical Engineering. CRC Press. Boca Raton. Florida.
Liptak, B.G., David H.F. and Liu. 2000. Air Pollution. Boca Raton: Lewis Publisher. Florida.
83
Nugraha, I. B. 2005. Simulasi Pola Aliran Udara, RH dan Suhu Ruang Pengering dengan Teknik Computional Fluid Dynamics (CFD) pada Proses Pengeringan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpha (Scheff.) Boerl.). Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, IPB. Bogor.
Okiishi, T.H., Bruce R. Munson and Donald F. Young.,2006. Fundamentals of Fluid Mechanics Fifth Edition. John Wiley & Sons, Inc.USA.
Parwatha, I Gede. 2003. Studi Komputasional Simulasi Pengujian Ground Effect di ILST Serpong. ITB. Bandung.
Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. ITB Press. Bandung.
Purabaya, RW dan Dewi Asmara. Analisa Aerodinamika Dua Dimensi Jembatan Suramadu. Prosiding semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi, Oktober 2003. PUSPIPTEK Serpong. Tangerang.
Sastrawijaya,T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Reksa Cipta. Jakarta.
Seinfeld, J.H.1986. Atmospheric Chemistry and Physics Air Pollutans. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Septiyanzar, R.A. 2008. Analisis Trayektori Polutan Udara dari Sumber Garis di Kota Jakarta Menggunakan The Air Pollution Model (TAPM). Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Institut Pertanian Bogor.
Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara. ITB. Bandung
Soemirat, S.J. 1994. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soenarmo, S.H 1999. Meteorologi Pencemaran Udara. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Institut Teknologi Bandung.
Soeratmo. 1990. Analisis Dampak Lingkungan. Gajah Mada University. Yogyakarta.
Sugiyono, Agus. 1995. Metodologi Studi MARKAL. Workshop on Environmental Analysis Using Energy and Power Evaluation Programme (ENPEP), BATAN. http://www.lipi.inovasi-indonesia.com. [22 Februari 2008].
Supriyono. 1999. Pencemaran Udara bisa Merusak Buku dan Gangguan Kesehatan Staf Perpustakaan. Media Pustaka UGM. D.I Yogyakarta
Syahputra, Benny. 2005. Telaah Studi AMDAL pada Tahap Operasional Pabrik Peleburan Timah (Smelter) PT. Laba-laba Multindo Pangkal Pinang – Bangka Belitung. Fakultas Teknik UNISSULA. Semarang.
84
Syamsa, M Ardisasmita. Aplikasi Teknologi Simulasi dan Komputasi di Industri Nuklir. Prosiding semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi, Oktober 2003. PUSPIPTEK Serpong. Tangerang
Tuakia, Firman. 2008. Dasar-dasar CFD Menggunakan Fluent. Informatika Bandung. Bandung.
Versteeg H.K. and W. Malalasekera. 1995. An Introduction to Computational Fluid Dynamics The Finite Volume Method. John Wiley & Sons Inc. New York .
Vesilind, P.A., J.J. Pierce, and Ruth F. Weiner. 1994. Environmental Engineering Third Edition. Butterworth-Heinemann. Boston..
Zhang, Y. 2005. Indoor Air Quality Engineering. CRC Press. Boca Raton. Florida.
85
Lampiran 2. Hubungan antara tekanan gas polutan dan temperatur.
Lampiran 2. Hubungan antara tekanan gas polutan dan temperatur.
(a).
(b).
86
87
Lampiran 2. Hubungan antara tekanan gas polutan dan temperature (lanjutan).
(c).
Sumber : (a). dan (b). encyclopedia air-liquide USA. (c). konversi dari data tabel National Institute of Standards and
Technology (NIST) USA.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
299
302
306
309
312
316
319
322
326
329
332
336
339
342
346
349
352
356
359
362
366
369
372
Vapo
ur P
ress
ure
(Mpa
)
Temperature (K)
H2S
88
Lampiran 3. Algoritma program VB untuk penghitungan dispersi gas polutan dengan model Gaussian.
Private Sub Command1_Click()
Dim Q, u, H As Single 'input nilai variabel bukan bil. bulat
Dim jarak_x, jarak_y, jarak_z As Single
Dim x, y, z, st As Integer 'input nilai variabel bil. bulat
Dim titik(5000, 5000) 'menunjukan kapasitas data
Dim tipe As String
'pendeklarasian input data ke dalam form
Q = Val(Text1.Text)
u = Val(Text2.Text)
H = Val(Text4.Text)
jarak_x = Val(Text5.Text)
jarak_y = Val(Text6.Text)
jarak_z = Val(Text7.Text)
st = Val(Text8.Text)
tipe = Text3.Text
'pembuatan file data keluaran dari hasil perhitungan
Open "D:\dataoutput6b_BSO2.txt" For Output As #2
For y = -(jarak_y) To jarak_y Step st
'looping jarak x u/ menghitung pers.D.O. Martin dalam menentukan kelas stabilitas
atmosfer
For x = 0 To jarak_x
If Text3.Text = "A" And x <= 1000 Then
sigma_y = 213 * x ^ 0.894
sigma_z = 440 * x ^ 1.941 + 9.27
ElseIf Text3.Text = "A" And x > 1000 Then
sigma_y = 213 * x ^ 0.894
sigma_z = 459.7 * x ^ 2.094 - 9.6
ElseIf Text3.Text = "B" And x <= 1000 Then
sigma_y = 156 * x ^ 0.894
sigma_z = 100.6 * x ^ 1.149 + 3.3
ElseIf Text3.Text = "B" And x > 1000 Then
sigma_y = 156 * x ^ 0.894
sigma_z = 108.2 * x ^ 1.098 + 2
89
ElseIf Text3.Text = "C" Then
sigma_y = 104 * x ^ 0.894
sigma_z = 61 * x ^ 0.911 + 0
ElseIf Text3.Text = "D" And x <= 1000 Then
sigma_y = 68 * x ^ 0.894
sigma_z = 33.2 * x ^ 0.725 - 1.7
ElseIf Text3.Text = "D" And x > 1000 Then
sigma_y = 68 * x ^ 0.894
sigma_z = 44.5 * x ^ 0.516 - 13
ElseIf Text3.Text = "E" And x <= 1000 Then
sigma_y = 50.5 * x ^ 0.894
sigma_z = 22.8 * x ^ 0.678 + 1.3
ElseIf Text3.Text = "E" And x > 1000 Then
sigma_y = 50.5 * x ^ 0.894
sigma_z = 55.4 * x ^ 0.305 - 34
ElseIf Text3.Text = "F" And x <= 1000 Then
sigma_y = 34 * x ^ 0.894
sigma_z = 14.35 * x ^ 0.74 - 0.35
ElseIf Text3.Text = "F" And x > 1000 Then
sigma_y = 34 * x ^ 0.894
sigma_z = 62.6 * x ^ 0.18 - 48.6
End If
If sigma_y = 0 Or sigma_z = 0 Then GoTo 10
'perhitungan dispersi dg Model Gaussian
c_sg = Q / (2 * 3.14159 * u * sigma_y * sigma_z)
If z = 0 Then
c = (c_sg * Exp(-0.5 * (y / sigma_y) ^ 2) * Exp(-0.5 * (H / sigma_z) ^ 2)) *
(10 ^ 6)
ElseIf z <> 0 Then
c = (c_sg * Exp(-0.5 * (y / sigma_y) ^ 2) * Exp(-0.5 * (((z - H) / sigma_z) ^ 2
+ ((z + H) / sigma_z) ^ 2))) * (10 ^ 6)
End If
List1.AddItem x, y
List2.AddItem sigma_y
90
List3.AddItem sigma_z
List4.AddItem c
Write #2, c 'menyimpan hasil perhitungan pada file yang telah disiapkan
10 Next x
Next y
Close #1
End Sub
Private Sub Command2_Click()
End
End Sub
91
Lampiran 4. Data nilai sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang sumbu x.
No jarak x (centerline)
Konsentrasi Polutan (µg/m³) SO2 H2S CO
1 10 115,6207 10,26274 2,77E-02 2 20 28,0944 2,493718 6,73E-03 3 30 12,27553 1,089602 2,94E-03 4 40 6,821385 0,60548 1,63E-03 5 50 4,324467 0,383849 1,04E-03 6 60 2,979859 0,264499 7,14E-04 7 70 2,174927 0,193051 5,21E-04 8 80 1,655703 0,146964 3,97E-04 9 90 1,301637 0,115536 3,12E-04 10 100 1,049582 9,32E-02 2,52E-04 11 110 0,863891 7,67E-02 2,07E-04 12 120 0,723207 6,42E-02 1,73E-04 13 130 0,614114 5,45E-02 1,47E-04 14 140 0,527837 0,046852 1,27E-04 15 150 0,458447 4,07E-02 1,10E-04 16 160 0,401818 3,57E-02 9,63E-05 17 170 0,355011 3,15E-02 8,51E-05 18 180 0,315886 2,80E-02 7,57E-05 19 190 0,282853 2,51E-02 6,78E-05 20 200 0,254713 2,26E-02 6,10E-05 21 210 0,230549 2,05E-02 5,53E-05 22 220 0,209648 1,86E-02 5,02E-05 23 230 0,191448 1,70E-02 4,59E-05 24 240 0,175505 1,56E-02 4,21E-05 25 250 0,161463 1,43E-02 3,87E-05 26 260 0,14903 1,32E-02 3,57E-05 27 270 0,137971 1,22E-02 3,31E-05 28 280 0,128092 1,14E-02 3,07E-05 29 290 0,119231 1,06E-02 2,86E-05 30 300 0,111252 9,87E-03 2,67E-05
92
Lampiran 5. Data sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada permukaan silinder.
No. jarak sepanjang garis plot (m)
tegangan geser (Pa)
39 2,835 2,132E-03 40 2,914 1,421E-03 41 3,029 3,796E-04 42 3,129 2,911E-03 43 3,224 5,301E-03 44 3,364 6,602E-03 45 3,420 7,120E-03 46 3,533 4,938E-03 47 3,577 4,115E-03 48 3,621 3,293E-03 49 3,759 2,896E-03 50 3,798 2,767E-03 51 3,829 2,663E-03 52 4,016 1,752E-03 53 4,047 1,597E-03 54 4,214 9,902E-04 55 4,282 7,833E-04 56 4,435 5,657E-04 57 4,478 5,207E-04 58 4,581 4,486E-04 59 4,702 4,129E-04 60 4,931 3,610E-04 61 5,142 3,126E-04 62 5,355 2,461E-04 63 5,562 1,785E-04 64 5,703 1,405E-04 65 5,842 1,077E-04 66 5,972 9,340E-05 67 5,996 9,081E-05 68 6,014 8,892E-05
No. jarak sepanjang garis plot (m)
tegangan geser (Pa)
1 0,000 1,027E-05 2 0,023 4,352E-05 3 0,047 1,231E-04 4 0,070 2,425E-04 5 0,093 3,694E-04 6 0,140 6,258E-04 7 0,217 1,043E-03 8 0,410 4,606E-03 9 0,512 6,917E-03
10 0,610 9,222E-03 11 0,784 1,091E-02 12 0,817 1,120E-02 13 0,988 1,299E-02 14 1,037 1,350E-02 15 1,178 1,439E-02 16 1,225 1,467E-02 17 1,273 1,489E-02 18 1,315 1,496E-02 19 1,360 1,499E-02 20 1,406 1,498E-02 21 1,451 1,494E-02 22 1,538 1,478E-02 23 1,633 1,460E-02 24 1,764 1,447E-02 25 1,806 1,434E-02 26 1,954 1,371E-02 27 2,003 1,347E-02 28 2,047 1,297E-02 29 2,092 1,240E-02 30 2,136 1,176E-02 31 2,180 1,107E-02 32 2,226 1,029E-02 33 2,263 9,639E-03 34 2,311 8,869E-03 35 2,358 8,179E-03 36 2,406 7,569E-03 37 2,437 7,201E-03 38 2,639 4,889E-03
93
Lampiran 5. Data sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada permukaan silinder (lanjutan).
No. jarak sepanjang garis plot (m)
koefisien gesek
39 4,047 1,511E-02 40 4,101 1,610E-02 41 4,156 1,701E-02 42 4,214 1,791E-02 43 4,248 1,835E-02 44 4,282 1,863E-02 45 4,333 1,812E-02 46 4,384 1,751E-02 47 4,478 1,616E-02 48 4,520 1,546E-02 49 4,541 1,523E-02 50 4,621 1,556E-02 51 4,661 1,580E-02 52 4,702 1,613E-02 53 4,785 1,694E-02 54 4,841 1,730E-02 55 4,931 1,809E-02 56 5,059 1,925E-02 57 5,142 2,022E-02 58 5,188 2,088E-02 59 5,307 2,279E-02 60 5,355 2,344E-02 61 5,402 2,402E-02 62 5,449 2,454E-02 63 5,562 2,647E-02 64 5,649 2,798E-02 65 5,703 2,854E-02 66 5,842 2,995E-02 67 5,972 2,909E-02 68 5,996 2,893E-02 69 6,014 2,876E-02
No. jarak sepanjang garis plot (m)
koefisien gesek
1 0,000 4,048E-05 2 0,023 1,715E-04 3 0,047 4,852E-04 4 0,070 9,560E-04 5 0,093 1,456E-03 6 0,140 2,467E-03 7 0,217 4,110E-03 8 0,410 9,383E-03 9 0,461 9,385E-03
10 0,610 9,252E-03 11 0,704 8,393E-03 12 0,784 7,591E-03 13 0,939 5,996E-03 14 0,988 5,545E-03 15 1,037 5,126E-03 16 1,178 4,695E-03 17 1,360 4,018E-03 18 1,538 3,461E-03 19 1,764 3,041E-03 20 2,003 2,520E-03 21 2,226 1,860E-03 22 2,437 1,383E-03 23 2,639 1,003E-03 24 2,857 4,408E-04 25 2,914 3,271E-04 26 3,029 9,977E-05 27 3,129 1,214E-03 28 3,224 2,266E-03 29 3,364 3,127E-03 30 3,420 3,469E-03 31 3,577 3,057E-03 32 3,621 2,944E-03 33 3,667 3,649E-03 34 3,713 4,463E-03 35 3,759 5,386E-03 36 3,798 6,299E-03 37 3,829 7,070E-03 38 4,016 1,396E-02
94
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan udara dinamik.
Iterations Av Dynamic Pressure (Pa) Av Velocity (m/s) 1 2,18023 1,85419 2 2,18015 1,85415 3 2,18009 1,85412 4 2,17999 1,85408 5 2,17993 1,85405 6 2,17983 1,85400 7 2,17971 1,85395 8 2,17958 1,85389 9 2,17946 1,85383
10 2,17933 1,85377 11 2,17915 1,85368 12 2,17896 1,85359 13 2,17879 1,85350 14 2,17862 1,85342 15 2,17846 1,85333 16 2,17823 1,85321 17 2,17800 1,85310 18 2,17778 1,85299 19 2,17757 1,85288 20 2,17737 1,85277 21 2,17707 1,85262 22 2,17680 1,85247 23 2,17653 1,85233 24 2,17629 1,85220 25 2,17605 1,85207 26 2,17573 1,85189 27 2,17544 1,85173 28 2,17517 1,85158 29 2,17493 1,85144 30 2,17472 1,85131 31 2,17444 1,85114 32 2,17421 1,85101 33 2,17402 1,85089 34 2,17388 1,85079 35 2,17379 1,85071 36 2,17375 1,85065 37 2,17375 1,85062 38 2,17383 1,85062 39 2,17394 1,85064 40 2,17407 1,85067
95
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan dinamik (lanjutan).
Iterations Av Dynamic Pressure (Pa) Av Velocity (m/s) 41 2,17424 1,85072 42 2,17436 1,85075 43 2,17445 1,85077 44 2,17451 1,85077 45 2,17455 1,85077 46 2,17460 1,85077 47 2,17464 1,85077 48 2,17467 1,85077 49 2,17470 1,85077 50 2,17473 1,85077 51 2,17475 1,85077 52 2,17479 1,85078 53 2,17483 1,85078 54 2,17486 1,85079 55 2,17488 1,85079 56 2,17490 1,85079 57 2,17492 1,85079 58 2,17494 1,85079 59 2,17495 1,85079 60 2,17494 1,85077 61 2,17496 1,85077 62 2,17498 1,85077 63 2,17501 1,85077 64 2,17506 1,85078 65 2,17511 1,85081 66 2,17518 1,85082 67 2,17521 1,85084 68 2,17526 1,85086 69 2,17530 1,85087 70 2,17536 1,85089 71 2,17542 1,85091 72 2,17546 1,85093 73 2,17548 1,85094 74 2,17548 1,85094 75 2,17549 1,85093 76 2,17548 1,85092 77 2,17547 1,85092 78 2,17542 1,85090 79 2,17537 1,85088 80 2,17530 1,85084
96
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan dinamik (lanjutan).
Iterations Av Dynamic Pressure (Pa) Av Velocity (m/s) 81 2,17525 1,85080 82 2,17518 1,85076 83 2,17514 1,85074 84 2,17510 1,85071 85 2,17505 1,85069 86 2,17503 1,85067 87 2,17504 1,85067 88 2,17506 1,85067 89 2,17510 1,85068 90 2,17513 1,85070 91 2,17517 1,85072 92 2,17518 1,85073 93 2,17515 1,85071 94 2,17518 1,85072 95 2,17522 1,85074 96 2,17523 1,85076 97 2,17519 1,85075 98 2,17517 1,85075 99 2,17516 1,85074
100 2,17514 1,85075 101 2,17509 1,85074 102 2,17507 1,85073 103 2,17505 1,85072 104 2,17503 1,85072 105 2,17498 1,85071 106 2,17494 1,85068 107 2,17493 1,85068 108 2,17492 1,85068 109 2,17492 1,85068 110 2,17492 1,85068 111 2,17494 1,85069 112 2,17495 1,85069 113 2,17496 1,85069 114 2,17496 1,85069 115 2,17497 1,85069 116 2,17499 1,85069 117 2,17501 1,85070 118 2,17501 1,85070 119 2,17502 1,85070
97
Lampiran 7. Sebaran konsentrasi gas SO2 sepanjang centerline.
No. jarak (m) konsentrasi (ppm) 1 0 0 2 1,967008847 0 3 1,967664473 -0,072578423 4 2,001256242 -0,080463355 5 8,001256242 -0,046281261 6 20,00125624 -1,988748553 7 24,00125624 10,45271961 8 28,00125624 78,28918309 9 32,00125624 499,0306873
10 36,00125624 1811,742645 11 40,00125624 4218,237549 12 44,00125624 6962,2904 13 48,00125624 9017,366777 14 52,00125624 10170,99841 15 56,00125624 10690,99908 16 60,00125624 10721,64404 17 64,00125624 10327,93914 18 68,00125624 9623,736218 19 72,00125624 8739,263268 20 76,00125624 7718,554041 21 80,00125624 6788,766956 22 88,00125624 5278,931261 23 92,00125624 4606,94016 24 96,00125624 4025,644814 25 100,0012562 3527,375472 26 104,0012562 3100,376138 27 109,0012562 2656,313427 28 113,0012562 2353,068151 29 117,0012562 2091,255549 30 122,0012562 1815,509427 31 128,0012562 1542,262019 32 136,0012562 1262,081132 33 145,0012562 1024,966028 34 151,0006281 902,9889646 35 164,0012562 700,317099 36 182,0012562 522,7727875 37 202,0012562 406,4166275 38 237,0012562 287,0509381 39 300 192,3585269