Post on 24-Oct-2015
description
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Selada (Lactuca sativa L.) pada dasarnya termasuk ke dalam famili Compositae.
Asal tanaman ini diperkirakan dari dataran Mediterania Timur. Selada merupakan tanaman
semusim. Selada mempunyai ciri diantaranya bentuk bunganya mengumpul dalam tandan
membentuk sebuah rangkaian. Selada biasanya disajikan sebagai sayuran penyegar.
Adapun kandungan vitamin yang terdapat di dalam daun selada diantaranya: vitamin A,
Vitamin B, dan vitamin C yang sangat berguna untuk kesehatan tubuh.
Persyaratan penting agar tanaman selada dapat tumbuh dengan baik adalah tanah
yang dipakai harus mengandung pasir atau lumpur (subur), pada suhu udara 15o – 20o C,
dengan derajat keasaman tanah (pH) 5 – 6,5. Benih selada akan berkecambah dalam kurun
waktu empat hari, bahkan untuk benih yang viabel dapat berkecambah dalam waktu satu
hari, pada suhu 15oC – 25oC. Waktu penanaman selada yang paling baik adalah pada akhir
musim hujan (Maret/April). (Grubben dan Sukprakarn, 1994).
Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),
khususnya dalam hal bentuk daunnya. Tanaman ini cepat mengghasilkan akar tunggang
dalam yang diikuti dengan penebalan dan perkembangan ekstensif akar lateral yang
kebanyakan horizontal. Daun selada sering berjumlah banyak dan biasanya berposisi
duduk (sessile), tersusun berbentuk spiral dalam susunan padat. Bentuk daun yang
berbeda-beda sangat beragam warna, raut, tekstur dan sembir daunnya. Daun tak
berambut, mulus, berkeriput (savoy) atau kisut berlipat. Sembir daunnya membundar rata
atau terbagi secara halus, warnanya beragam, mulai dari hijau muda hingga hijau tua,
kultivar tertentu berwarna merah atau ungu. Daun bagian dalam pada kultivar yang tidak
membentuk kepala cenderung berwarna lebih cerah, sedangkan pada kultivar yang
membentuk kepala berwarna pucat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Menurut Nonnecke (1989), pada dasarnya terdapat kurang lebih enam perbedaan
morfologi dari tipe-tipe selada, yaitu: crisp-head, butterhead, cos, selada daun/selada
potong, selada batang dan selada latin. Hal senada juga dinyatakan oleh Rubatzky dan
Yamaguchi (1999) tentang tipe-tipe selada yang meliputi beberapa kelompok varietas
botanis.
Teknik Penanaman
Selada dikembangbiakan dengan bijinya. Dalam 1 ha lahan diperlukan 600 – 800
biji selada. Menurut teori, satu ha diperlukan 300 g biji dengan daya kecambah 75%.
Secara fisik biji-biji selada berukuran kecil, lonjong, pipih (gepeng), dan berbulu tajam.
Tanah yang akan dipakai untuk menanam selada, terlebih dahulu harus dicangkul sedalam
20 – 30 cm kemudian diberi pupuk kandang sebanyak 10 ton per ha. Selain itu, lahan
dibuat bedengan dengan lebar 1 meter dan memanjang dari arah timur ke barat.
Setelah bedengan terbentuk, lalu buat alur-alur menggunakan garu. Arah
pembuatan alur lurus ke arah timur dengan jarak antar alur 25 cm. Pembuatan alur tersebut
tidak terlalu dalam karena akar-akar selada mengumpul di lapisan tahan atas. Biji-biji
selada dapat ditanam langsung di kebun tanpa disemaikan terlebih dahulu. Apabila biji
disemai, dijaga kelembaban tempat persemaiannya sehingga selada tumbuh cepat dan
baik. Setelah berumur sebulan (kira-kira berdaun 4 helai), bibit dapat dipindahkan ke
kebun dengan jarak tanam 20 cm x 25 cm atau 25 cm x 25 cm.
Biji selada yang ditanam langsung, ditaburkan merata sepanjang alur kemudian
ditutup tanah tipis-tipis. Biji selada akan tumbuh 5 hari kemudian. Setelah berumur kira-
kira 1 bulan (kira-kira berdaun 3 – 5 helai), tanaman mulai diperjarang. Penjarangan
dilakukan terhadap bibit kerdil hingga jarak antar tanam menjadi 20 – 25 cm. Setelah
berumur 2 minggu dari tanam, tanaman diberi pupuk urea sebanyak 100 kg tiap ha atau 1
g tiap tanam. Pupuk diletakan diantara barisan tanaman.
Pemanenan
Menurut Simpson dan Straus (2010) panen adalah mengumpulkan bagian tanaman
yang ditujukan untuk kepentingan komersial. Masing-masing tanaman memiliki kriteria
tersendiri dalam hal panen. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan panen
adalah keadaan tanaman yang berupa tingkat kematangan dan juga waktu panen.
Tanaman selada merupakan sayuran yang dikonsumsi karena kelembutan,
kerenyahan dan karakteristiknya yang berair (Denisen, 1979), oleh sebab itu pemanenan
selada harus dilakukan pada waktu yang tepat, tidak terlalu awal karena akan
menghasilkan hasil yang rendah, dan apabila dipanen terlambat dapat mengakibatkan
kualitas hasil panen menurun. Namun demikian, penentuan waktu panen untuk tanaman
selada sangat bergantung pada kultivarnya. Masing – masing varietas memiliki waktu
panen dan tingkat kemasakan yang berbeda, sehingga pemanenan selada kadang-kadang
sangat subyektif (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Hama dan Penyakit
Dalam pembudidayaan tanaman selada, selalu terkendala Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) berupa hama dan penyakit. Salah satu hama yang sering menyerang
selada adalah ulat grayak (Spodoptera litura F.). Ulat grayak memakan daun tanaman
hingga daun berlobang-lobang kemudian robek-robek atau terpotong-potong (Cahyono,
2006). Ulat grayak (Spodoptera litura F.) termasuk dalam ordo lepidoptera, merupakan
hama yang menyebabkan kerusakan yang serius pada tanaman budidaya di daerah tropis
dan sub tropis. (Haryanti dkk., 2006).
Selain ulat grayak, terdapat hama lain pada tanaman selada, yaitu ulat tanah dan
kutu daun. Ulat tanah tubuhnya berwarna hitam atau hitam keabu - abuan, aktif pada
malam hari dan bersifat pemangsa segala jenis tanaman (polifag). Pada siang hari, ulat
tanah bersembunyi di bawah tanah atau sisa-sisa tanaman. Gejalanya adalah menyerang
tanaman dengan cara memotong pangkal batang atau titik tumbuh, sehingga patah atan
terkulai. Serangan ulat tanah umumnya terjadi pada musim kering (kemarau) dan merusak
tanaman yang masih muda (berumur ± 1-30 hari setelah tanam).
Kutu daun, tubuhnya kecil berwarna hitam atau hitam kekuning-kuningan.
Gejalanya adalah menyerang daun-daun tanaman dengan cara mengisap cairan sel-selnya.
Serangan kutu daun menyebabkan pertumbuhan tanaman kerdil, daun-daunnya keriput,
layu dan akhirnya mati. Kutu daun berperan ganda, yakni sebagai hama dan vektor virus.
Tanaman inangnya lebih dari 400 jenis, karena kutu daun bersifat polifag.
Penyakit yang sering ditemui di lahan selada ialah busuk batang. Gejalanya
ditandai oleh batang yang melunak dan berlendir. Penyebabnya ialah cendawan
Rhizoctonia solani. Bila menyerang tanaman di persemaian, sering mengakibatkan busuk
akar. Saat kondisi lahan lembap serangan penyakit bisa menghebat, Untuk pencegahannya,
kebersihan lahan harus dijaga dan kelembapan lahan dikurangi. Dapat pula dilakukan
penyemprotan fungisida Maneb atau Dithane M 45.
Untuk mengendalikan hama – hama serta penyakit tersebut, petani umumnya
menggunakan insektisida atau fungisida kimia yang intensif (dengan frekuensi dan dosis
tinggi). Hal ini mengakibatkan timbulnya dampak negatif seperti gejala resistensi,
resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami, meningkatnya residu pada hasil, mencemari
lingkungan dan gangguan kesehatan bagi pengguna.
Sejarah lahan:
Pada lahan ciparanje yang saat ini digunakan untuk tanaman selada, tiga musim
sebelumnya, ditanam kacang panjang, timun, dan tomat. Pada pada saat penanaman
kacang panjang, petani menggunakan kotoran ayam sebagai pupuk dasar, sedangkan
pupuk susulannya berupa urea, SP-36, dan KCL. Pestisida yang digunakan adalah
curacron. Lahan pertanaman selada ini disekelilingnya terdapat tanaman kubis, kembang
kol, dan padi. Dan juga terdapat berbagai macam gulma yang tumbuh.
Berikut merupakan data pengolahan lahan tanaman selada air :
Varietas : Primora
Umur tanaman : 3 MST
Umur panen : 40 hari
Jarak tanam : 30cm x 30cm
Pupuk dasar : kompos (50g/tanaman)
Pupuk susulan :
Jenis Pupuk Dosis Banyaknya Pemberian Waktu Pemberian
Urea 2,5g/tanaman 2 kali 1 MST dan 2 MST
SP-36 2g/tanaman 1 kali 1 MST
KCL 2g/tanaman 1 kali 1 MST
Pengendalian :
Nama Pestisida Jenis Pestisida Dosis Waktu pemberian
Curacron Insektisida 1,5mg/L 1 MST
Dithane Fungisida 2g/L 1 MST
Konsep PHPT
Defenisi PHT menurut Untung, K (1993) adalah:
Teknologi pengolaan ekosistim yang bertujuan untuk meningkatkan produksi
pertanian dan kesejahteraan petani, mempertahankan populasi hama / OPT dalam keadaan
keseimbangan dengan musuh alaminya sehingga tidak merugikan, serta mengurangi atau
membatasi penggunaan pestisida. Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel,
semua teknik atau metode pengendalian hama yang didasarkan pada azas ekologi dan
ekonomi.
Prinsip PHT :
Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), pada prinsipnya lebih ditekankan
pada upaya memadukan semua teknik pengendalian hama yang cocok serta mendorong
berfungsinya proses pengendalian alami yang mampu mempertahankan populasi hama
pada taraf yang tidak merugikan tanaman, dengan tujuan menurunkan status hama,
menjamin keuntungan pendapatan petani, melestarikan kualitas lingkungan dan
menyelesaikan masalah hama secara berkelanjutan. Hama tidak dimusnahkan tetapi
diusahakan agar selalu dibawah suatu tingkat populasi yang akan menimbulkan kerugian
ekonomi. Ambang Ekonomi (AE) adalah tingkat populasi terendah yang akan
menyebabkan kerugian ekonomi, sebagai landasan untuk melakukan tindakan
pengendalian.
Metode-metode pengendalian menurut PHT :
1. Metode Agronomis, meliputi :
2. Metode mekanis meliputi :
3. Metode fisis meliputi :
4. Metode biologis meliputi :
5. Metode khemis (kimia) meliputi
6. Metode genetis
7. Undang-undang
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengidentifikasi hama yang
terdapat pada tanaman selada (Lactuca sativa L.) dan mengetahui cara pengendalian yang
paling tepat.
DAFTAR PUSAKA
Rohmah, Nuzulul. 2009. RESPON TIGA KULTIVAR SELADA (Lactuca sativa L.)
PADA TINGKAT KERAPATAN TANAMAN YANG BERBEDA. Jurusan budidaya
pertanian, Universitas Brawijaya Malang.
Rusdy, Alfian. 2009. EFEKTIVITAS EKSTRAK NIMBA DALAM PENGENDALIAN
ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) PADA TANAMAN SELADA. Fakultas
Pertanian Unsyiah, Darussalam Banda Aceh
Biro Pusat Statistik. 1991. Survei Pertanian Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia. BPS-
Jakarta, Indonesia.
Hendro Sunarjono. 1984. Kunci Bercocok Tanam Sayur-sayuran Penting di Indonesia.
Sinar Baru, Bandung.
Rahmat Rukmana. 1994. "Budidaya Selada Alias Lettuce Dalam: Harian Haluan, Kamis
17 Maret 1994.
Nuryatiningsih. 2011. TEKNIK-TEKNIK PENGENDALIAN OPT DAN PENERAPAN
KONSEP PHT ( PENGENDALIAN HAMA TERPADU). Balai besar perbenihan dan
proteksi tanaman perkebunan, Surabaya.
http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/02/SELADA.pdf
Hama dan Penyakit
3.5.1. Hama
a. Ulat tanah
Ciri: tubuhnya berwarna hitam atau hitam keabu-abuan, aktif pada malam hari dan bersifat
pemangsa segala jenis tanaman (polifag). Pada siang hari, ulat tanah bersembunyi di
bawah tanah atau sisa-sisa tanaman. Gejala: menyerang tanaman dengan cara memotong
pangkal batang atau titik tumbuh, sehingga patah atan terkulai. Serangan ulat tanah
umumnya terjadi pada musim kering (kemarau) dan merusak tanaman yang masih muda
(berumur ± 1-30 hari setelah tanam).
Pengendalian: dengan beberapa cara, yaitu: mencari dan mengumpulkan ulat tanah di
sekitar tanaman yang terserang kemudian langsung dibunuh atau pemasangan umpan
beracun yang mengandung bahan aktif Trikiorfon dan juga disemprot insektisida berbahan
aktif Monokrotofos.
b. Kutu daun
Ciri: tubuhnya kecil berwarna hitam atau hitam kekuning-kuningan. Gejala: menyerang
daun-daun tanaman dengan cara mengisap cairan sel-selnya. Serangan kutu daun
menyebabkan pertumbuhan tanaman kerdil, daun-daunnya keriput, layu dan akhirnya
mati. Kutu daun berperan ganda, yakni sebagai hama dan vektor virus.
Tanaman inangnya lebih dari 400 jenis, karena kutu daun bersifat polifag. Pengendalian:
dilakukan dengan waktu tanam secara serempak, mengurangi keragaman jumlah tanaman
inang, dan disemprot insektisida yang mengandung bahan aktif Deltametrin atau
Klorpirifos.
3.5.2. Penyakit
a. Bercak daun
Penyebab: cendawan Cercospora ion gissima Sacc. atau C. lactucae Tev. Penyakit ini
tersebar luas di seluruh dunia. Gejala: mula-mula berupa bercak kecil kebasahbasahan
pada tepi daun, kemudian meluas menyerang jaringan tanaman ataupun daun warnanya
berubah menjadi kecoklat-coklatan, dan banyak titik hitam yang merupakan konidium
jamur.
Pengendalian: melakukan pergiliran tanaman, memotong bagian tanaman yang sakit untuk
dibakar- (dimusnahkan) dan disemprot fungisida yang mengandung bahan aktif
Mankozeb.
b. Busuk rizoma
Penyebab: cendawan tular tanah. Menyerang daun-daun tua tanaman Selada yang ada
dekat permukaan tanah. Gejala: terdapat bercak coklat yang mengendap pada bagian
tanaman sakit, kemudian membusuk berwarna coklat seperti berlendir. Bila cuaca kering,
tanaman busuk tadi akan mengering menjadi "mummi" hitam.
Pengendalian: dilakukan dengan perbaikan drainase tanah kebun agar tidak terlalu lembab,
pergiliran (rotasi) tanaman dan disemprot fungisida yang mengandung bahan aktif
Karbendazim atau Mankozeb
c. Busuk daun
Penyebab: cendawan Bremia /actucae Regel. Gejala: daun-daun selada bercak bersudut,
menguning dan akhirnya bercak-bercak kecoklatan (membusuk). Pada beberapa jenis
sayuran lain, serangan penyakit ini disebut "downy mi/dew". Biasanya menyerang hebat
pada kondisi iklim berkabut (berembun).
Pengendalian: dilakukan dengan perbaikan drainase tanah, pergiliran tanaman dan
disemprot fungisida yang mengandung bahan aktif Mankozeb.
d. Busuk basah
Penyebab: bakteri Erwinia carotovora (Jones). Gejala: daun dan batang tanaman Selada
membusuk sewaktu di kebun maupun setelah panen (lepas panen). Selain membusuk
berwarna coklat atau coklat kehitam-hitaman; juga mengeluarkan aroma bau yang khas
dan menyolok hidung.
Pengendalian: dilakukan dengan cara-cara: menjaga kebersihan kebun (sanitasi),
menghindari kerusakan atau luka pada waktu pemeliharam tanaman ataupun saat panen,
serta melakukan penanganan pasca panen sebaik mungkin.
e. Penyakit mosaik
Penyebab: virus mosaic, yaitu Lettuce Mosaic Virus (LMV). Gejala: daun-daun
menguning (kiorosis) dan mosaik. Pengendalian: sampai saat ini penyakit virus sulit
dikendalikan. Tindakan awal yang dilakukan bila terdapat gejala mosaic virus adalah
mencabut tanaman yang sakit dan segera menyemprot vektor kutu daun dengan insektisida
yang efektif.
TEKNIK-TEKNIK PENGENDALIAN OPT DAN PENERAPAN KONSEP PHT
( PENGENDALIAN HAMA TERPADU)
Oleh :
Nuryatiningsih, SP.
BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI
TANAMAN PERKEBUNAN SURABAYA
Oktober 2011
Defenisi PHT menurut Untung, K (1993) adalah:
Teknologi pengolaan ekosistim yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian
dan kesejahteraan petani, mempertahankan populasi hama / OPT dalam keadaan
keseimbangan dengan musuh alaminya sehingga tidak merugikan, serta mengurangi atau
membatasi penggunaan pestisida. Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel,
semua teknik atau metode pengendalian hama yang didasarkan pada azas ekologi dan
ekonomi.
Definisi PHT menurut FAO (1976)
Suatu sistem pengelolaan hama / system terpadu yang dalam konteks lingkungan
bersangkutan dengan dinamika species hama, menggunakan smua teknik dan metode
pengendalian yang cocok dengan cara yang seserasi mungkin serta mempertahankan
populasi hama di bawah ambang yang mengakibatkan kerugian ekonomi.
Prinsip PHT :
Hama tidak dimusnahkan tetapi diusahakan agar selalu dibawah suatu tingkat populasi
yang akan menimbulkan kerugian ekonomi.
Ambang Ekonomi (AE)
Tingkat populasi terendah yang akan menyebabkan kerugian ekonomi, sebagai landasan
untuk melakukan tindakan pengendalian.
Metode-metode pengendalian menurut PHT
1. Metode Agronomis, meliputi :
A. Penggunaan Varietas tahan
B. Rotasi tanaman
C. Pengolahan tanah yang baik
D. Pemangkasan
E. Pengelolaan air
F. Penanaman tanaman perangkap
2. Metode mekanis meliputi :
a. Pemungutan hama
b. Perlindungan dengan barrier
c. Penggunaan perangkap hama
3. Metode fisis meliputi
a. Pemanasan
b. Pendinginanc. Pengaturan kelembaban
d. Penggunaan energi cahaya
e. Penggunaan energi suara
4. Metode biologis meliputi :
a. Penggunaan parasitoid
b. Penggunaan predator ( Pemangsa)
c. Penggunaan pathogen (Penyakit serangga)
5. Metode khemis meliputi
a. Penggunaan pestisida
b. Penggunaan attractant
c. Penggunaan repellent
d. Penggunaan sterilant
e. Penggunaan antifeedant
f. Penggunaan sex pheromone
g. Penggunaan hormone
6. Metode genetis
7. Undang-undang
VARIETAS TAHAN (Metode pengendalian agronomis)
Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan lultivar yang resisten terhadap suatu
hama
sambil mempertahankan atau memperbaiki sifat-sifat agronomis tanaman yang mendasar.
Peranan varietas tahan dalam PHT :
1. Penggunaan praktis dan secara ekonomis menguntungkan. Penerapan tidak memerlukan
tambahan biaya dan keterampilan khusus, mengingat cara ini adalah praktek bercocok
tanambiasa, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih murah.
2. Bersifat spesifik. Penggunaan varietas tahan hanya ditujukan kepada opt sasaran
3. Efektifitas pengendalian bersifat kumulatif dan persisten. Penanaman varietas tahan dari
musim ke musimdapat semakin menurunkan populasi hama (kumulatif). Persistensi dapat
dipertahankan dengan cara pergiliran varietas tahan.
4. Kompatibel dengan cara pengendalian lain. Dapat dipadukan dengan cara pengendalian
yang lain, sehingga hasilnya lebih optimal
5. Dampak negatif terhadap lingkungan kecil
Ketahanan tanaman terhadap serangga terbagi kedalam 3 bentuk :
1. Toleran, yakni dapat bertahan melalui serangan yang hebat tanpa kehilangan hasil yang
banyak
2. Non preferen, dimana serangga tidak mau makan, meletakkan telur atau
menggunakannya sebagai tempat berlindung
3. Antibiosis, bila serangga tidak tumbuh, bertahan, atau bereproduksi dengan baik
Sedangkan ketahanan tanaman terhadap serangga terbagi kedalam 3 bentuk :
1. Imunitas, dimana tanaman tidak dapat diserang oleh penyakit dalam keadaan yang
bagaimanapun
2. Hipersensitif, bagian tanaman yang terserang secepatnya diisolasi dan dihancurkan
sehingga tidak dapat menyebar
3. Toleran, tanaman yang diserang masih dapat memberikan hasil yang lebih tinggi
daripada yang rentan
PENGENDALIAN MEKANIK
Bertujuan untuk mematikan atau memindahkan hama secara langsung baik dengan tangan
atau dengan bantuan alat / bahan lain
1. Pengambilan dengan tangan. Adalah teknik yang paling sederhana dan murah tentunya
untuk daerah yang banyak tersedia tenaga manusia. Yang dikumpulkan adalah fase hidup
hama yang mudah ditemukan atau bagian-bagian tanaman yang terserang.
2. Gropyokan. Biasanya dilakukan untuk pengendalian hama tikus. Tikus dibunuh secara
langsung dengan menggunakan alat bantu seperti cangkul dan alat pemukul. Sebaiknya
dilakukan secara massal pada sawah dalam keadaan bera.
3. Memasang prangkap. Serangga hama diperangkap dengan berbagai jenis alat perangkap
sesuai jenis dan fasenya. Alat diletakkan pada tempat atau bagian tanaman yang dilewati
hama.
4. Pengusiran. Sasarannya adalah mengusir hama yang sedang berada di atau sedang
menuju pertanaman, dengan memasang patung-patung atau mengeluarkan suara gaduh.
5. Cara-cara lain. Antara lain menggoyang pohon, menyikat, mencuci, memisahkan bagian
terserang, memukul, dll
PENGENDALIAN FISIK
Adalah suatu usaha mempergunakan atau merubah factor lingkungan fisik sedemikian
rupa, sehingga dapat menimbulkan kematian dan mengurangi populasi hama.
1. Perlakuan panas dan kelembaban. Perlakuan seperti ini paling berhasil bila diterapkan
dalam ruang tertutup seperti di gudang untuk hama yang menyerang dipenyimpanan.
Faktor suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi penyebaran, fekunditas, kecepatan
perkembangan, lama hidup dan mortalitas hama.
2. Penggunaan lampu perangkap. Dapat digunakan untuk mengurangi populasi serangga
dewasa.
3. Penggunaan gelombang suara. Penggunaan suara sebagai pengendali serangga belum
banyak dilakukan karena system akustik serangga belum banyak diketahui.secara teoritik
ada 3 metode, yakni penggunaan suara dengan intensitas rendah serta dengan perekaman
suara yang diproduksi serangga untuk mengganggu perilaku serangga hama.
4. Penggunaan penghalang atau barrier. Yakni dengan menggunakanberbagai ragam faktor
fisik yang dapat menghalangi atau membatsi serangga hama sehingga tidak menjadi
masalah bagi petani, contoh : peninggian pematang, lubang / selokan jebakan
yang diisi air, pagar rapat, lembaran seng/ plastikdisekeliling pertanaman, mulsa plastik/
jerami, pembungkusan buah dengan kantong plastik.
PENGENDALIAN DENGAN PESTISIDA
Keuntungan penggunaan pestisida :
1. Praktis.
2. Cepat.
3. Sifat-sifat, penggunaan dan cara aplikasinya mempunyai kisaran yang luas.
Ketergatasan penggunaan pestisida :
1. Resistensi.
2. Membunuh organisme non target
3. Ledakan hama sekunder
4. Polusi lingkungan
5. Harga relatif tinggi
Penggunaan pestisida berdasarkan pH :
1. Aplikasi bila perlu (treatment when necessary)
2. Pengendalian hama 100% (pembasmian) tidak diperlukan untuk mencegah kehilangan
hasil secara ekonomis.
Dalam PHT penggunaan pestisida dapat dikategorikan 3 macam yaitu :
1. Penyemprotan pestisida didasarkan pada pemilihan waktu yang tepat, yaitu dtujukan
pada titik lemah dari siklus hidup serangga.
2. Pengendalian dengan pestisida digunakan untuk mengatasi keadaan epidemik yakni
apabila semua tindakan pengendalian tidak mampu untuk mencegah peningkatan populasi
hama hingga mencapai ambang kerusakan ekonomis.
3. Perlakuan pestisida harus dilakaukan secara selektif dan sesuai dengan dosis anjuran.
Pestisida bekerja dengan cara :
1. Racun perut, jika termakan dan diserap melalui saluran pencernaan
2. Racun kontak, bila terjadi kontak antar serangga dengan bagian yang telah diperlakukan
dengan pestisida
3. Fumigan, memasuki tubuh serangga melalui sistem pernafasan
4. Racun sistemik, yang bergerak melalui sistem vaskuler tanaman dan diserap oleh
serangga ketika memakan bagian tanaman tersebut
5. Racun fisik. Membunuh serangga karena sistim pernafasan ( contoh : debu) atau
desifikasi (contoh : minyak tanah yang mengganggu pembentukan kutikula)
6. Hormon jevenil, yang dapat mengatur perkembangan serangga sehingga mencegahnya
mencapai fase dewasa. Senyawa sintesis juga dikembangkan sebagai agen biokontrol.
7. Grow regulator. Yakni bahan kimia alami pada tanaman atau hewan yang mengontrol
pertumbuhannya dan biasanya bekerja secara specifik, sehingga bila terjadi gangguan
serius akan mengganggu peletakan telur, pembentukan kulit, pembentukan pupa,
pembelahan dan perpanjangan sel. Sejenis senyawa kimia dengan fungsi tersebut telah
disintesis dengan efikasi yang tinggi.
BIOTEKNOLOGI
Dalam konteks PHT bioteknologi khususnya teknologi molekuler ditujukan kepada
pengembangan metode pengendalian baru,seperti diciptakannya tanaman transgenic yang
dimodifikasi secara genetis, diantaranya tanaman yang tahan terhadap herbisida,
insektisida, dan virus.
Contoh-contoh aplikasi bioteknologi dalam PHT :
1. Antibodi monoklonal yang digunakan pada benih uji, bahan tanaman, stek, dan cangkok
untuk mengetahui keberadaan virus dan bakteri.
2. Regenerasi secara invitro berdasarkan fakta bahwa setiap sel tanaman dipenuhi oleh
informasi genetik yang dibutuhkan untuk beregenerasi menjadi sebuah tanaman utuh.
Jaringan meristem yang tidak mengandung virus digunakan dlm jaringan atau kultur in
vitro untuk menghasilkan tanaman bebas virus.
3. Tanaman tahan herbisida yakni tanaman yang dikembangkan melalui transfer gen
menggunakan sejenis bakteri yang tahan terhadap herbisida, seperti agrobacterium
tumefasciens.
4. Tanaman transgenik tahan virus yang diciptakan dengan memasukkan gen selubung
protein dari 6 jenis virus yang penting secara ekonomis seperti TMV dan PVX. Beberapa
jenis tanaman transgenic taham virus seperti tembakau, tomat, dan kentang dikembangkan
secara built in.
5. Tanaman transgenic tahan terhadap serangga diciptakan dengan mentransfer gen
insectisida alami berasal dari bakteri bacillus thuringiensis yang menghasilkan sejenis
protein berupa toksin, sehingga bila termakan oleh ulat maka ia akan mati
6. Tanaman simbion pathogen serangga. Jika sebuah gen memerintahkan untuk
menghasilkan toksin serangga dimasukkan dalam bakteri tular tanah Pseoudomonas yang
hidup berasosiasi dengan sistem perakaran (rhizophere), tanaman tersebut didorong oleh
bakteri transgenic sehingga dapat mematikan serangga dan memakan perakarannya.
7. Baculovirus hypervirulen. Manipulasi genetika dapat meningkatkan virulensi
Baculovirus hypervirulen sehingga lebih efektif sebagai agens hayati. Baculovirus juga
dapat dimanipulasi untuk menghasilkan protein asing untuk tujuan therapeuticdan
prophylactic.
Sedangkan objek dari penelitian saat ini adalah :
Biologi molekuler dari gen kunci yang mengatur perkembangan dan reproduksi serangga
Aspek molekuler dari insectisida biologi saat ini untuk memecahkan masalah dalam
produksi dan efikasi.Mempelajari hubungan gen dan gen dari interaksi inang dan pathogen
KULTUR TEKNIS
Merupakan jenis pengendalian yang digunakan oleh petani baik secara sadar atau tidak
untuk meningkatkan hasil
Metode-metode kultur teknis yang dapat meningkatkan pengendalian OPT :1. Penggunaan
bahan tanaman bebas OPT
2. Pembajakan tanah, dan pembakaran sisa pertanaman sebelumnya
3. Sinkronisasi pertanaman
4. Penanaman tanaman perangkap
5. Intercropping
6. Rotasi tanaman
7. Aplikasi pupuk yang seimbang
8. Penanaman tanaman pelindung
9. Sanitasi
PENGGUNAAN FEROMON
Feromon adalahsuatu zat yang dihasilkan oleh serangga dan tungau sebagai
alat komunikasih dalam satu species. Sex feromon memungkinkan serangga jantan
untuk mengenali serangga betina. Sebagian besar penelitian adalah menggunakan
sex feromon untuk memerangkap serangga jantan dan mengganggu
komunikasihnya.
Contoh adalah pada hama kapas pectinophora gossypiella yang berhasil
dikendalikan secara efektif dengan memenuhi udara sekitar pertanaman kapas
dengan feromon. Feromon dilepas dengan system “paket perlepasan perlahan”
sehingga dapat menghalangi jantan yang menemukan betinanya. Perangkap umpan
feromon digunakan untuk memonitor distribusi dan melimpahnya populasi untuk
menentukan waktu yang paling tepat dalam menggunakan pestisida atau untuk
menangkap sejumlah besar serangga jantan dewasa untuk menurunkan kepadatan
populasi. Metode ini kurang efektif pada populasi tinggi dan bila serangga mampu
untuk melakukan perkawinan lebih dari sekali
Feromon sintetis sering digunakan. Kadang-kadang sejenis bahan kimia sederhana
pun dapat menjadi sangat menarik bagi serangga sebagaimana sex feromon. Seperti
aseton yang dapat sebagai pengganti sex feromon yang dapat menarik lalat tsetse,
namun sayangnya harganya masih relatif mahal.
PENGENDALIAN SECARA PREVENTATIF
Pengukuran preventatif bertujuan untuk mencegah munculnya OPT baru
atau untuk membatasi keberadaannya sehingga tidak akan menjadi masalah serius.
Pengukuran preventatifbiasanya melibatkan karantina dan undang-undang. Karantina
dan peraturan undan-undang ditegakkan dibanyak negara untuk mencegah masuk dan
penyebaran OPT.
Negara-negara dengan pelayanan karantina yang efisien membutuhkan
inspeksi yang ketat dan fumigasi terhadap bahan tanaman impor pada stasiun
karantina tempat masuknya. Pembatasan penyebaran OPT baru secara permanen
atau secara khusus di daerah perbatasan negara. Pemerintah bertanggung jawab
dalam program pengendalian termasuk eradikasi, pembatasan penyebaran dan
pemusnahan OPT.
Karantina Tumbuhan Indonesia
Tujuan :
1. Mencegah masuknya OPTK dari luar negeri ke wilayah Negara RI
2. Mencegah tersebarnya OPTK dari suatu area ke area lain dalam wilayah Negara RI
3. Mencegah keluarnya OPT dari wilayah Negara RI apabila negara tujuan
menghendakinya.
OPT :
Semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan
kematian tumbuhan, antara lain :
Hama, serangga, siput, tungau dsb
Pathogen, virus, bakteri, jamur
Gulma
Nematoda
OPTK
Semua OPT yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dicegah masuknya kedalam,
tersebarnya di dalam dan keluarnya dari wilayah Negara RI
DAFTAR PUSTAKA
Mangoen dihardjo, s 1983. Pengendalian hayati. Jurusan Ilmu Hama Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Reichelderfer, K.H dan D.G. Battrell, 1985Evaluating the economic sociologieal
implication of agricultural pest and their contro. Crop port 4 (3) : 281- 297
Untung, K. 1993. Konsep pengendalian hama terpadu. Andi offset, yogyakarta. 150 hlm