Post on 07-Feb-2016
description
Karakter, Filsafat, Logika dan Etika
Oleh Claudia Maya Indraputri,1306412180
Judul : “Buku Ajar 1 : Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan
Etika”
Pengarang : Bagus Takwin, Fristian Hadinata, Saraswati Putri
Data Publikasi : Diterbitkan oleh Universitas Indonesia tahun 2013
Dalam program Pengembangan Kepribadian Perguruan Tinggi di Universitas
Indonesia, pihak universitas mewajibkan pengambilan mata kuliah yaitu MPKT A dan
MPKT B. MPKT A membahas masalah sosial dalam masyarakat sedangkan MPKT B
membahas masalah sains. Dalam mata kuliah MPKT A, mahasiswa diberikan 3 buah buku
yaitu Buku Ajar 1,2 dan 3. Buku ajar 1 membahas mengenai Karakter, Filsafat, Logika dan
Etika. Menurut Allport, karakter adalah karakter adalah segi-segi kepribadian yang
ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan nilai dan norma tertentu. Karakter
didapatkan melalui suatu proses pengasuhan dan pendidikan.
Menurut Peterson dan Seligman, karakter sendiri terbagi berdasarkan 3 level
konseptual yaitu keutamaan, kekuatan dan tema situasional. Tema situasional dalam suatu
karakter berarti kebiasaan khusus yang mengarahkan orang untuk mewujudkan kekuatan
karakter dalam situasi tertentu. Tema situasional berada di posisi terbawah, dilanjutkan oleh
kekuatan karakter. Kekuatan karakter adalah bagian kecil yang membentuk keutamaan
karakter seseorang. Kekuatan karakter berada di level tengah. Keutamaan karakter adalah
karakteristik utama dari suatu karakter.
Keutamaan karakter dapat dibedakan menjadi kebijaksanaan, courage (kesatriaan),
kemanusiaan, keadilan, pengendalian atau pengelolaan diri, dan transendensi. Kebijaksanaan
merupakan kekuatan karakter yang berkaitan dengan fungsi kognitf yaitu bagaimana
mendapatkan dan memanfaatkan penemuan tersebut. Keutamaan Kemanusiaan dan Cinta
berarti kekuatan karakter yang berhubungan dengan kemampuan interpersonal serta
bagaimana cara menjalin pertemanan dengan orang lain. Keutamaan kesatriaan berarti
karakter seseorang yang berkemauan keras mencapai suatu tujuan walaupun menghadapi
berbagai tantangan secara internal maupun eksternal. Keutamaan keadilan merupakan
keutamaan yang menjadi dasar dalam kehidupan sosial dan mencakup kekuatan
kewarganegaraan, kesetaraan dan kepemimpinan. Keutamaan pengelolaan diri merupakan
keutamaan yang memfokuskan pada perlindungan diri dari hal buruk akibat dari perbuatan
diri sendiri yang terjadi di masa depan. Keutamaan yang terakhir adalah keutamaan
transendensi yaitu keutamaan yang membangun hubungan antara manusia dengan alam
semesta serta memberikan makna dari kehidupan. Selanjutnya karakter dibentuk dari
spiritualitas seseorang. Spiritualitas berarti pemahaman terhadap alam semesta serat kaitan
antara satu sama lain. Karakter juga mempengaruhi kebahagiaan seseorang. Seseorang akan
mendapatkan kebahagiaan apabila ia mampu menggunakan daya-daya spiritual yang
dimilikinya. Kebahagiaan yang dimaksud adalah memaknai semua tindakan yang dilakukan,
mengetahui kekuatan tertinggi serta menggunakan kekuatan tertinggi tersebut untuk melayani
hal yang dipercayai lebih besar dari diri sendiri. Oleh sebab itu, setiap inti pendidikan adalah
pembinaan karakter sehingga dengan begitu setiap peserta didik dilatih untuk dapat
memaknai setiap tindakan yang ia lakukan.
Dari pendidikan karakter, kita memasuki pelajaran mengenai filsafat. Filsafat berarti
cinta kebenaran. Seseorang harus memiliki karakter untuk bisa berfilsafat. Di dalam
berfilsafat dibutuhkan kekuatan dan keutamaan karakter pengetahuan dan kebijaksanaan.
Tetapi, filsafat juga menjadi salah satu cara untuk mengembangkan karakter seseorang.
Berfilsafat berarti usaha seseorang yang tidak pernah berhenti untuk memahami pernyataan
secara kritis, radikal dan sistematis. Kritis berarti memiliki pemikiran yang terbuka terhadap
kemungkinan baru, tidak membekukan pemikiran yang sudah ada, dan selalu waspada dan
hati-hati terhadap kemungkinan pembekuan pemikiran. Radikal berarti memiliki pemahaman
yang mendalam dan penjelasan yang mendasar agar dapat menentukan kebenaran suatu
pernyataan. Sistematis berarti memiliki jaminan mengikuti langkah berpikir yang tepat.
Secara sistematis, filsafat dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu Ontologi, Epistemologi,
dan Axiologi. Pada Ontologi dibahas mengenai hakikat suatu ‘ada’. Ontologi dibagi menjadi
2 yaitu ontologi dalam arti sempit dan metafisika. Ontologi dalam arti sempit membahas
mengenai eksistensi suatu ‘ada’ yang dapat diinderai oleh panca indera manusia, sedangkan
metafisika membahas mengenai eksistensi suatu ‘ada’ yang tidak dapat diinderarai dengan
panca indera tetapi keberadaannya tetap dipercaya masyarakat.
Epistemologi adalah ilmu filsafat yang mengkaji teori mengenai hakikat, sumber dan
batas pengetahuan. Epistemologi dibagi menjadi 4 yaitu epistemologi dalam arti sempit,
filsafat ilmu, metodologi dan logika. Epistemologi dalam arti sempit membahas tentang
sumber, struktur, keabsahan dan batas pengetahuan. Filsafat ilmu mengkaji tentang cara-cara
dan ciri-ciri memperoleh suatu pengetahuan. Pengetahuan yang dibahas adalah pengetahuan
ilmiah (science). Metodologi adalah pengkajian mengenai metode yang digunakan untuk
mendapatkan pengetahuan secara sistematis, logis, sahid/valid, dan teruji. Metodologi juga
mengkaji kemungkinan adanya metode baru. Logika adalah ilmu yang mempelajari
mengenai penalaran berbagai pernyataan. Pernyataan tersebut disebut juga argumen.
Argumen dapat dibedakan menjadi argumen induktif dan argumen deduktif. Argumen
induktif berasal dari penalaran premis khusus untuk mendapatkan kesimpulan umum,
sedangkan argumen deduktif berarti penalaran dari premis umum ke suatu premis khusus.
Axiologi adalah ilmu yang mempelajari nilai dalam berbuat baik dan perilaku baik.
Axiologi dapat dibagi menjadi etika dan estetika. Etika adalah ilmu yang mengkaji mengenai
nilai yang berkaitan dengan kebenaran serta perilaku yang baik sehingga dapat mewujudkan
masyarakat yang berbudaya. Estetika berarti ilmu yang mengkaji penghayatan manusia
mengenai keindahan.
Dalam perkembangan filsafat, bermunculan juga aliran-aliran kepercayaan yang ikut
mempengaruhi sejarah dunia ,antara lain :Rasionalisme (akal sebagai sumber pengetahuan),
Empirisme (pengalaman sebagai sumber pengetahuan), Kritisme (kritik terhadap paham
empirisme dan rasionalisme), Idealisme (pengetahuan sebagai proses mental dan proses
psikologis yang sifatnya subjektif), Vitalisme (kehendak manusia membuat hidupnya menjadi
dinamis), dan fenomenologi (kajian mengenai gejal-gejala dan kaitan antara gejala dengan
kesadaran).
Dalam berpikir filsuf, diperlukan tahap-tahap yang sistematis yaitu analisis dan
sintesis. Dalam beranalisis, filsuf membagi-bagi istilah berdasarkan kategori-kategori tertentu
yang relevan. Selanjutnya, filsuf melakukan proses sintesis(membandingkan bagian dari
istilah dari proses analisis) dengan tujuan mencari kesamaan antara istilah-istilah yang
sehingga menemukan istilah yang mampu menghubungkan seluruh bagian istilah yang ada.
Cara-cara tersebut sering digunakan oleh para filsuf. Akan tetapi, para ilmuwan tidak hanya
menggunakan filsafat yang bersifat radikal, kritis, dan sistematis untuk menemukan
pengetahuan. Mereka juga membutuhkan bukti yang empirik.
Pada dasarnya, berpikir filsafat membantu manusia untuk mendapatkan pengetahuan
yang mendalam dan mendasar. Akan tetapi, dengan berpikir filsafat, manusia juga disadarkan
akan keterbatasan dalam pengetahuan yang dimilikinya. Oleh karena itu, dengan berpikir
filsafat, manusia diharapkan mampu mengembangkan keutamaan pengetahuan dan
kebijaksanaan yang dimilikinya.
Pada bab ketiga, dibahas mengenai Logika. Alexander Aphrodisias mendefinisikan
logika sebagai penyelidikan terhadap argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari
putusan-putusan yang sudah dipastikan kebenarannya, serta dialektika untuk penyelidikan
terhadap argumentasi argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang belum pasti
kebenarannya.
Logika dapat dimengerti sebagai cabang filsafat dan sebagai cabang matematika.
Sebagai cabang filsafat, logika memberikan manusia pemahaman akan alam semesta yang
awalnya dianggap kacau balau sehingga ditemukan penamaan identitas benda dan hubungan
antara satu benda dengan benda lain di alam. Secara matematik, logika dipahami sebagai
upaya untuk menyusun bahasa matematika yang baku, formal dan jelas maknanya serta
upaya menyimpulkan pernyataan yang benar. Di sisi lain, logika juga membahas mengenai
bagaimana pengetahuan dikumpulkan, disusun dan ditata serta bagaimana menentukan
kebenaran dari suatu pernyataan.
Untuk membantu manusia berpikir menggunakan logika, para filsuf memperkenalkan
penggunaan kategori. Kategori adalah suatu cara mengenali berbagai benda di dunia
berdasarkan kompleksitasnya. Banyak filsuf yang membentu berbagai kategori. Aristoteles
membagi benda menjadi 10 kategori yaitu substansi, kualitas, kuantitas atau ukuran, relasi,
aksi, reaksi atau terkena aksi (pasif, menderita, pasio), waktu (kapan), lokasi (dimana), posisi
(dalam arti posisi fisik) dan memiliki atau mengenakan. Kategori didasarkan pada
kemungkinan mengenai segala yang mungkin ada.
Selanjutnya Immanuel Kant melihat berbagai hal dalam bidang ruang dan waktu.
Kant lalu membagi kategori menjadi 4 kelompok besar yang terdapat 3 kelompok di dalam
tiap kelompok besar itu, yaitu kuantitas, kualitas, relasi dan modalitas. Kuantitas membahas
mengenai keseluruhan penggunaan term yaitu partikular (mencakup sebagian) atau universal
(mencakup semua).Kualitas membahas mengenai pernyataan yang negatif, afirmatif, atau
infinit. Pernyataan yang afirmatif berarti pernyataan yang mengiyakan suatu hal, sedangkan
pernyataan yang negatif berarti pernyataan yang menolak menyetujui suatu hal. Pernyataan
yang infinit berarti pernyataan tersebut mengungkapkan sesuatu yang tidak terbatas.
Dari segi relasi, pernyataan dapat dibagi menjadi kategorikal (benar salahnya tidak
bergantung pada kondisi tertentu), hipotetikal (benar salahnya bergantung pada kondisi
tertentu), ataupun disjunktif (pernyataan yang saling meniadakan satu sama lain). Modalitas
mencakup problematik (pernyataan berupa kemungkinan), asertotik (pernyataan yang pernah
terjadi), apodeiktik (pernyataan yang harus terjadi). Berbeda dengan filsuf yang lain, George
Wilhelm Friedrich Hegel menyatakan bahwa tidak ada kategori yang bisa dibuat jika tidak
ada sistem realitas yang dapat dijelaskan dengan lengkap.
Dalam logika terdapat istilah term, definisi dan divisi. Term berarti penamaan suatu
hal yang dapat diinderai. Tanda tersebut dibagi menjadi tanda formal (kesamaan tanda
menggunakan gambar, simbol,dll) dan instrumental. Penandaan instrumental dapat dibagi
menjadi tanda alamiah(berdasarkan keterkaitan alamiah antara tanda dengan benda yang
ditandai) dan tanda konvensional (penandaan berdasarkan kesepakatan bersama pada saat
tertentu). Setiap term memiliki makna yang berbeda. Makna tersebut bisa dalam makna
denotatif, emotif, dan kesan. Definisi menerangkan mengenai suatu hal. Definisi bisa
menjadi tidak jelas karena ada keterbatasan term dan keterbatasan pengetahuan. Definisi
digolongkan menjadi definisi real dan definisi nominal. Definisi real menyangkut arti dari
suatu hal tersebut. Definisi real dapat dibagi menjadi definisi esensial dan deskriptif. Definisi
esensial menyertakan genus (kelompok besar benda) dan differentia (ciri unik benda).Definisi
deskriptif juga dapat dibedakan menjadi definisi distingtif (properti), genetik (asal
mula/proses terjadinya), kausal (penyebab/akibat) dan aksidental (tidak mengandung hal
esensial).
Dalam pembuatan term, ada aturan yang harus diikuti yaitu definisi harus lebih jelas
dari yang didefinisikan, definisi tidak boleh mengandung term yang sedang didefinisikan,
definisi dan yang didefinisikan harus dapat saling menjelaskan ketika dibolak-balik, dan
definisi harus berada dalam bentuk kalimat positif. Selanjutnya, term harus bisa diuraikan
dalam bentuk divisi. Divisi dapat dibagi menjadi divisi real dan logis. Divisi real diambil
berdasarkan ciri fisik maupun metafisik dari objek. Divisi logis diambil berdasarkan
penyempitan/spesifikasi dari suatu term. Pembuatan divisi harus mengikuti aturan khusus
yaitu tidak boleh ada bagian yang terlewati, bagian tidak boleh melebihi keseluruhan, tidak
boleh ada bagian yang meliputi bagian yang lain, divisi harus jelas dan teratur, dan jumlah
bagian harus terbatas; kalau kebanyakan akan kacau. Jika diperlukan, dibuat subbagian.
Dalam logika, terdapat kalimat, pernyataan dan proposisi. Kalimat didefinisikan
sebagai: serangkaian kata yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa dalam suatu
bahasa, dan dapat digunakan untuk tujuan menyatakan, menanyakan, atau memerintahkan
sesuatu hal. Salah satu jenis kalimat adaah pernyataan. Pernyataan adalah kalimat yang
menunjukkan benar atau salahnya suatu hal. Pernyataan tidak dapat berarti benar maupun
salah sekaligus. Pernyataan dimaknai.diinterpretasikan dalam proposisi. Berdasarkan definisi
kalimat, pernyataan dan proposisi, dapat disimpulkan bahwa kalimat yang tidak koheren
berarti tidak memiliki prosposisi apapun. Pernyataan atau kalimat yang sama bisa memiliki
proposisi yang berbeda, sedangkan pernyataan dan kalimat yang berbeda memiliki proposisi
yang berbeda juga.
Pernyataan ada yang sederhana dan ada yang kompleks. Proposisi dalam pernyataan
disebut juga komponen logika yang menentukan kebenaran dari suatu pernyataan. Pernyataan
kompleks dapat dibedakan berdasarkan hubungan dalam proposisinya menjadi negasi
(pengingkaran terhadap pernyataan), konjugasi, disjungsi dan kondisional. Konjungsi terdiri
dari pernyataan yang dihubungkan dengan kata ‘dan’. Dalam konjungsi , jika salah satu
pernyataan salah, berarti seluruh pernyataan dianggap salah. Konjungsi dianggap benar jika
kedua pernyataan di dalamnya bernilai benar. Disjungsi adalah beberapa pernyataan yang
dihubungkan dengan kata ‘atau’. Disjungsi bernilai benar jika salah satu pernyataan di
dalamnya benar dan bernilai salah jika semua pernyataan di dalamnya salah. Pernyataan
kondisional adalah pernyataan yang memiliki penghubung jika-maka. Pernyataan yang
diawali jika disebut anteseden dan pernyataan yang diawali maka disebut konsekuen. Dalam
pernyataan kondisional berlaku kontrapositif yang berarti Jika A maka B ekuivalen dengan
jika tidak B maka tidak A. Dalam hubungan kondisional dikenal kondisi niscaya(N) dan
kondisi yang mencukupi(S). Jika N maka S dianggap sebagai kondisional yang benar. Akan
tetapi ada keadaan dimana S dan N saling mencukupi. Dalam keadaan tersebut diungkapkan
dalam X jika dan hanya jika Y.
Dalam pernyataan juga ada hubungan antar pernyataan yaitu kontrari, kontradiktori ,
sub-alternasi, subkontrari. Kontradiktori/kontradiksi berarti tidak mungkin kedua pernyataan
benar maupun salah secara bersamaan, hanya salah satu yang benar. Kontrari berarti tidak
mungkin kedua pernyataan benar tetapi ada kemungkinan keduanya salah. Subkontrari berarti
mungkin saja keduanya benar tetapi tidak mungkin keduanya salah.Subalternasi berarti
pernyataan benar jika superalternasinya benar. Tetapi jika subalternasi benar, belum tentu
superalternasinya juga benar. Selain itu dikenal juga istilah konsisten dan inkonsisten.
Inkonsisten berlaku jika dan hanya jika tidak mungkin kedua pernyataan benar pada saat
bersamaan. Konsisten jika kedua pernyataan benar pada saat bersamaan.
Selain itu ada 3 jenis hubungan pernyataan lain yaitu ekuivalensi, implikasi dan
independensi logis. Pernyataan P mengimplikasikan pernyataan Q sehingga tidak logis jika P
benar dan Q salah pada waktu yang bersamaan. Suatu hubungan disebut ekuivalen jika kedua
pernyataan dapat saling mengimplikasikan satu sama lain. Ekuivalen berlaku dalam :
1. Negasi dari suatu konjungsi [Bukan (P dan Q)] ekuivalen dengan disjungsi dari
negasi konjung-konjungnya [Bukan-P atau Bukan-Q]
2. Negasi dari suatu disjungsi [Bukan-(P atau Q)] ekuivalen dengan konjungsi dari
negasi disjung-disjungnya [Bukan-P dan Bukan-Q]
3. Suatu pernyataan kondisional [Jika P maka Q] ekuivalen dengan pernyataan yang
menolak bahwa antesedennya benar dan konsekuennya salah [Bukan-(P dan bukan-
Q)]
4. Suatu disjungsi [P atau Q] ekuivalen dengan pernyataan kondisional yang
antesedennya merupakan negasi dari salah satu disjung dan konsekuennya adalah
disjung yang lain [Jika Bukan-P maka Q, atau Jika Bukan-Q maka P]
Selanjutnya, dibahas mengenai hubungan independensi logis yang berarti kedua pernyataan
tidak saling mengimplikasikan sehingga kedua pernyataan tidak berhubungan secara logis.
Dari hubungan diatas, dilanjutkan ke pembahasan mengenai penalaran. Penalaran
berarti penarikan kesimpulan berdasarkan alasan yang relevan (bukti, data, informasi, adanya
hubungan yang jelas antara beberapa hal). Sebelum dilakukan penalaran, diambil kesimpulan
terlebih dahulu melalui penyimpulan langsung maupun tidak langsung. Penyimpulan
langsung adalah penarikan kesimpulan berdasarkan prinsip logika seperti prinsip identitas,
kontradiksi, dan prinsip tanpa nilai tengah. Prinsip identitas menyatakan sesuatu adalah
sesuatu itu sendiri. Prinsip kontradiksi menyatakan bahwa sesuatu yang merupakan dirinya
sendiri tidak mungkin sama dengan sesuatu yang bukan dirinya sendiri di saat bersamaan.
Prinsip tanpa nilai tengah berarti proposisi tidak dapat bernilai benar maupun salah sekaligus.
Penyimpulan langsung diambil berdasarkan penilaian panca indera manusia untuk
mengambil berbagai informasi.
Dari penyimpulan langsung, dilanjutkan dengan penyimpulan tidak langsung dengan
cara membandingkan ide-ide. Dari ide awal ditambahkan dengan ide ketiga. Ide ketiga ini
sering disebut perantara. Penggabungan ide awal dengan perantara disebut dengan penalaran.
Ada 2 jenis penalaran yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif
merupakan pengambilan kesimpulan yang ditarik dari hukum atau prinsiup umum dan
keadaan khusus dimana hukum atau prinsip tersebut masih berlaku. Penyimpulan deduktif
disebut juga silogisme. Penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan hukum
umum dari kasus-kasus tertentu. Penalaran secara verbal disebut juga argumentasi. Dalam
argumentasi, Proposisi yang dijadikan dasar dari kesimpulan disebut premis atau anteseden.
Subjek (S) dan Predikat (P) dari kesimpulan masing-masing disebut ekstrem minor dan
ekstrem mayor yang cakupannya lebih luas dari subjek. Ungkapan dari ide ketiga yang
menghubungkan ide pertama dan ide kedua yang diperbandingkan dalam argumentasi disebut
term tengah (middle term, disingkat M). Premis yang mengandung term mayor disebut
premis mayor. Premis yang mengandung term minor disebut premis minor. Term tengah
boleh muncul dalam premis mayor dan minor tetapi tidak boleh muncul dalam kesimpulan.
Argumentasi dapat dibedakan menjadi silogisme kategoris (analitika) dan silogisme
hipotetis (dialektika). Argumen ada yang menggunakan penalaran deduktif yang akan
dianggap benar jika ada bukti dan proses penarikan kesimpulannya juga sudah benar.
Penalaran deduktif umumnya menggunakan metode silogisme kategoris yang berisi 2 premis
yang memiliki proposisi kategoris dan satu kesimpulan. Silogisme kategoris adalah silogisme
yang berisi bahwa Jika A adalah bagian dari C maka B adalah bagian dari C (Adan B
adalah anggota dari C). Dalam silogisme berlaku hukum untuk semua atau tidak sama sekali.
Silogisme memiliki 8 hukum yang harus ditaati yaitu :
1. Silogisme hanya mengandung tiga term
2. Term mayor atau term minor tidak boleh menjadi universal dalam kesimpulan jika
dalam premis hanya bersifat pertikular
3. Term tengah tidak boleh muncul dalam kesimpulan
4. Term tengah harus digunakan sebagai proposisi universal dalam premis-premis,
setidak-tidaknya satu kali.
5. Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan juga afirmatif
6. Tidak boleh kedua premis negatif, setidaknya salah satu harus afirmatif
7. Kalau salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif. Kalau salah satu
premis partikular, kesimpulan harus partikular.
8. Tidak boleh kedua premis partikular, setidaknya salah satu harus universal
Selain silogisme kategoris, ada juga silogisme hipotetis. Silogisme hipotetis
menggunakan premis mayor (proposisi hipotetis) yang menampilkan masalah, premis minor
dan kesimpulan adalah proposisi kategoris yang berada dalam bentuk afirmatif maupun
negatif. Premis mayornya memiliki anteseden dan konsekuen. Ada 3 bentuk dasar silogisme
ini yaitu Modus Tollens (menolak konsekuen), Modus Ponens (menyetujui anteseden) dan
silogisme hipotetis dengan rantai kondisional. Selain itu ada juga bentuk kompleks silogisme,
antara lain
1. Silogisme disjungtif
P V Q
~P
Q
2. Dilema konstruktif
(P→Q) & (R→S)
P V R
Q V S
3. Dilema destruktif
(P→Q) & (R→S)
~Q V ~S
~P V~R
Kemudian, dibahas mengenai argumen induktif. Argumen induktif memiliki sifat
ketidakpastian ketika bukti yang dimiliki juga tidak dipastikan kebenarannya. Penalaran
induktif dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain Induksi enumeratif, silogisme
statistikal, dan induksi eliminatif/diagnostik. Induksi enumeratif menggunakan karakteristik
sample untuk menarik kesimpulan umum. Induksi ini dapat diterima jika sample yang
diambil bisa menjadi representatif terhadap kelompoknya. Pada silogisme statistikal,
pengambilan kesimpulan terhadap suatu individu yang berasal dari karakteristik general
kelompok individu tersebut. Hal yang mempengaruhi kebenarannya adalah seberapa banyak
pengaruh individu terhadap kelompok. Induksi eliminatif memberikan kesimpulan terjelas
berdasarkan bukti yang ada tetapi tidak secara statistikal. Kebenaran induksi ini bergantung
pada pengetahuan dari si pembicara mengenai pernyataan yang diberikan. Dalam induksi
eliminatif terdapat 3 inti yaitu bukti, kondisi pembatas dan hipotesis bantuan. Bukti menjadi
informasi dalam pernyataan yang harus dijelaskan dalam kesimpulan. Bukti yang diambil
juga harus relevan dan mendorong argumen yang diberikan. Kondisi pembatas mengarahkan
bukti ke arah kesimpulan. Kondisi pembatas mendukung bukti sehingga argumen yang
diberikan dapat diterima sebagai kesimpulan terbaik.Hipotesis bantuan mendukung
kesimpulan berdasarkan bukti yang ada dalam kondisi pembatas menjadi kemungkinan
terbaik.
Dari penalaran yang salah bisa mengarahkan ke sesat pikir. Sesat pikir adalah
kesalahan penalaran akibat pengambilan keputusan yang tidak sesuai dengan langkah yang
seharusnya dilakukan sehingga melanggar kaidah logika yang seharusnya.Sesat pikir
dibedakan menjadi sesat pikir formal dan nonformal.Dalam penalaran deduksi , sesat pikir
yang umumnya terjadi adalah :
1. Empat term
Dianggap sesat pikir karena dalam silogisme yang sahih, dibutuhkan hanya 3 term
2. Term tengah yang tidak terdistribusikanTerm tengahnya tidak dapat menghubungkan antara term mayor dan term minor
3. Proses Ilisit
Term yang universal merujuk ke partikuler sedangkan term yang partikuler justru merujuk ke universal
4. Premis-premis afirmatif tetapi kesimpulannya negatif5. Premis negatif dan kesimpulan afirmatif6. Dua premis negatif7. Mengafirmasi konsekuensi
Kesimpulan dihasilkan dari hubungan anteseden dan konsekuen yang tidak niscaya tetapi dibuat seolah-oleh niscaya
8. Menolak antesedenKesimpulan dihasilkan dari hubungan anteseden dan konsekuen yang tidak niscaya tetapi dibuat seolah-oleh niscaya
9. Mengiyakan suatu pilihan dalam suatu susunan argumentasi disjungsi subkontrerHal ini menyebabkan adanya pengingkaran antara salah satu pernyataan dalam premis
10. Mengingkari suatu pilihan dalam suatu disjungsi yang kontrerNilai kebenaran didapatkan dari pembenaran dari salah satu pernyataan yang ada.Lalu dalam sesat pikir nonformal, ada beberapa jenis penyebab sesat pikir yaitu :
1. Perbincangan disertai ancaman
2. Salah guna
3. Berdasarkan kepentingan tertentu
4. Argumentasi berdasarkan ketidaktahuan
5. Argumentasi berdasarkan belas kasihan
6. Argumentasi menyangkut semua orang
7. Argumentasi menggunakan keahlian/pendapat ahli yang tidak relevan
8. Argumentasi menggunakan ciri yang tak esensial
9. Perumusan yang tergesa-gesa
10. Sebab yang salah
11. Penalaran yang sirkuler
12. Sesat pikir karena banyak pertanyaan yang harus dijawab sehingga jawaban tidak lagi
relevan dengan pertanyaan
13. Kesimpulan tak relevan
14. Makna ganda
15. Makna ganda ketatabahasaan
16. Sesat pikir karena perbedaan logat/dialek
17. Kesalahan komposisi
Kesalahan akibat menganggap kebenaran pada bagian tertentu sebagai kebenaran
secara menyeluruh
18. Kesalahan divisi
Terjadi karena menganggap karakteristik keseluruhan yang ada dalam setiap bagian-
bagiannya
19. Generalisasi tak memadai
Selain it, ada juga kesalahan-kesalahan dalam penalaran deduktif, yaitu :
1. Menilai penalaran induktif dengan standar deduktif.
Penilaian yang dimaksud adalah penilaian bukti yang tidak menjamin pernyataan.
Dalam menghadapi argumen induktif, cukup dengan menanamkan sedikit
keraguan yang masuk akal. Selain itu, diharapkan juga melakukan evaluasi
terhadap bukti serta mempertimbangkan argumen dari rival.
2. Kesalahan generalisasi.
Dalam hal ini, terdapat kesalahan akibat generalisasi yang terburu-buru yang
biasanya mengenai penarikan kesimpulan yang tidak sesuai dengan bukti yang
memadai.Cara menghadapi argumen tesebut adalah dengan memberikan argumen
lain yang bisa membuktikan bahwa argumen lawan memang salah. Ada juga
kesalahan kecelakaan yang terjadi apabila suatu peraturan diterapkan dalam
contoh yang salah. Untuk menghadapi kesalahan ini, hal yang sebaiknya
dilakukan adalah memberikan pemahaman lebih mendalam tentang arti dari
prinsip atau peraturan yang diberikan.
3. Penggunaan bukti secara salah
Kesalahan penggunaan bukti dapat dibedakan menjadi kesimpulan yang tidak
relevan serta kesalahan bukti yang ditahan. Dalam pengambilan kesimpulan yang
tidak relevan, umunya terjadi penarikan kesimpulan yang mirip/mendekati
kesimpulan yang benar berdasarkan bukti yang ada. Kesalahan seperti ini banyak
terjadi dalam penalaran induktif yang konteksnya rumit. Selain itu, ada kesalahan
bukti yang ditahan. Hal ini umumnya terjadi karena bukti yang dimiliki dapat
melemahkan kesimpulan yang sudah dibuat. Untuk mencegah hal ini, diperlukan
pemberian argumentasi dan bukti yang kuat sehingga lawan bicara akan
mengeluarkan bukti yang ditahan tersebut.
4. Kesalahan statistikal
Kesalahan ini terjadi karena ketidaktelitian peneliti. Akibatnya ada 3 macam
kesalahan yang umumnya terjadi, yaitu kesalahan sample yang bias, kesalahan
pencontohan yang kecil dan kesalahan penjudi. Kesalahan sample yang bias
berarti sample yang diambil tidak dapat merepresentasikan kelompok yang diteliti.
Untuk menghindari hal ini, dialkukan pengambilan sample secara acak maupun
metode pengambilan sample yang lain. Ada juga kesalahan pencontohan yang
kecil yang biasanya terjadi karena jumlah sample yang kurang atau bukti yang
terlalu sedikit. Yang terakhir adalah kesalahan penjudi yang diakibatkan
kepercayaan akan paham bahwa suatu kejadian bisa dipengaruhi oleh kejadian
yang sebelumnya terjadi. Kesalahan ini terjadi karena kurangnya pemahaman
akan kaidah probabilitas.
5. Kesalahan kausal
Kesalahan kausal dapat dibagi menjadi mengacaukan sebab dan akibat,
mengabaikan penyebab bersama, menggunakan penyebab yang salah serta
mengacaukan penyebab yang merupakan Necessary condition dengan sufficient
condition. Kekacauan sebab dan akibat terjadi karena interpretasi yang salah dan
kurangnya penyelidikan terhadap hal yang sedang diteliti. Pengabaian penyebab
bersama berarti penyelidik tidak memikirkan adanya kemungkinan beberapa
pernyataan yang ada dapat menjadi penyebab dari suatu hal lain. Penggunaan
penyebab yang salah disebabkan karena penyimpulan tanpa ada bukti yang kuat
dan hipotesis pembantu yang bisa menghubungkan pernyataan yang ada.
Sedangkan untuk kekacauan penyebab yang menggunakan Necessary condition
dengan sufficient condition dapat terjadi karena kurangnya pengertian peneliti
tentang penggunaan term-term yang seharusnya ada.
6. Kesalahan analogi
Kesalahan analogi terjadi karena penggunaan analogi yang salah dan tidak dapat
menggantikan argumentasi dari sudut pandang tertentu. Cara mengatasi kesalahan
ini adalah dengan menunjukkan perbedaan dari analogi atau melanjutkan analogi
sampai pada kesimpulan yang salah.
Setelah membahas mengenai logika, pada bab terakhir dibahas tentang etika dan
moralitas. Etika adalah cabang ilmu filsafat yang membahas mengenai sistem prinsip moral
dan menjawab pertanyaan radikal menyangkut moralitas. Moralitas sendiri artinya keyakinan
seseorang mengenai hidup yang baik. Etika dapat dibagi menjadi 4 macam yaitu
1. Etika Normatif
Etika ini mempelajari mengenai bagaimana berperilaku baik yang sesuai dengan
kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut diambil dari prioritas tertentu sehingga
kriteria tersebut dapat dirumuskan menjadi prinsip moral etis.
2. Etika Terapan
Etika terapan berarti penerapan teori etika spesifik dalam kasus kontroversial secara
publik maupun privat. Ada ketentuan khusus agar suatu masalah dianggap sebagai
masalah dalam etika terapan, yaitu adanya kontroversi/perbedaan pendapat antara 2
kelompok serta adanya dimensi dilema etis. Dilema etis berarti masih dipertanyakan
kebenaran secara etis. Untuk itu dibutuhkan pengidentifikasian terhadap hal yang
dianggap benar dalam bidang tersebut.
3. Etika Deskriptif
Etika ini mengkaji tentang etika berdasarkan masyarakat dengan tradisi tertentu. Etika
ini juga bisa menyelidiki mengenai lunturnya budaya tertentu di generasi yang lebih
muda. Hal ini menunjukkan adanya relativitas dari konsep etis dalam masyarakat.
4. Metaetika
Etika ini mempelajari mengenai makna dari suatu pernyataan dari etika. Dalam hal
ini, dibutuhkan bukti untuk mendapatkan makna dari suatu pernyataan. Selain itu,
diharapkan dalam penarikan pernyataan tentang apa yang seharusnya terjadi tidak
didasarkan pada apa yang sedang terjadi. Metaetika memiliki sisi sulit karena
pernyataan yang diberikan tidak selalu berupa fakta. Oleh karena itu Metaetika dapat
dibagi menjadi realisme etis dan nonrealisme etis. Realisme etis mengajarkan bahwa
kebenaran etis berada di luar pribadi manusi. Etika berasal dari aturan yang berlaku
secara universal bagi semua orang. Akan tetapi, realisme etis tidak memikirkan
perbedaan pandangan mengenai keyakinan etis dalam masyarakat. Sedangkan,
nonrealisme etis adalah paham bahwa etika berasal dari manusia. Karena banyaknya
perbedaan akan etika, nonrealisme etis tidak mampu menjembatani perbedaan moral
yang ada dalam masyarakat.
Selain jenis etika, ada juga 4 jenis pernyataan dalam etika, yaitu realisme moral,
subjektivisme, emotivisme, dan preskriptivisme. Realisme moral berasal pada gagasan
mengenai fakta nyata yang objektif mengenai masalah etika yang terjadi. Subjektivisme
dalam pernyataan berarti ungkapan perasaan dan sikap seseorang. Pernyataan tersebut tidak
memiliki nilai faktual. Ada juga emotivisme yang berarti pernyataan tersebut
mengungkapkan persetujuan atau pertidaksetujuan tentang suatu hal. Pernyataan tersebut
didasarkan pada perasaan belaka. Preskriptivisme berarti pernyataan etis dianggap sebagai
suatu rekomendasi atau petunjuk untuk melakukan suatu hal yang etis mengenai suatu
masalah tertentu.
Etika memiliki kegunaan yaitu sebagai alat dalam menganalisis isu moral sehingga
dapat berpikir secara rasional sehingga dapat mengambil keputusan yang jelas dan solusi
yang tepat dalam masalah moral. Etika mampu memberikan banyak jawaban yang dianggap
tepat dan lebih baik satu dari yang lain. Etika juga membantu dalam mempertimbangkan
antara kepentingan pribadi maupun kepentingan orang lain.
Ada beberapa teori etika yang dikenal di dunia, salah satunya adalah etika kewajiban
oleh Immanuel Kant. Dalam etika kewajiban, dituliskan bahwa setiap individu memiliki
kehendak bebas untuk melaksanakan hukum prinsip moral yang berlaku universal demi
kepentingan bersama. Hal ini disebut juga prinsip deontologis. Menurut Kant, suatu tindakan
dianggap baik jika sesuai dengan rasio praktis (pemahaman individu dan pertimbangan
individu dalam memilih suatu tindakan yang disesuaikan dengan hukum etika yang berlaku
secara universal). Akan tetapi paham ini lama-kelamaan disebut Imperatif Kategoris karena
menimbulkan ketidaknyamanan karena ada pengecualian dalam hukum universal tertentu.
Selama seseorang menjalankan kewajiban berbuat baik walaupun ia tidak menyukainya, hal
tersebut dianggap tindakan yang bermoral.
Ada juga paham lain yaitu Etika Utilitarian oleh John Stuart Mill. Menurut Mill,
setiap tindakan harus memikirkan hasil akhir. Dalam bertindak etika, tujuan akhirnya adalah
mencapai kebahagian. Oleh karena itu, hal apapun diperbolehkan selama tujuan akhirnya
adalah mendapatkan kebahagiaan. Akan tetapi, tidak semua kebahagiaan dapat memuaskan
kebutuhan orang. Oleh karena itu harus dicapai kebahagiaan untuk orang lain juga. Dalam
paham ini, ada 2 hal utama yang harus dimiliki yaitu motif serta konsekuensi. Selama ada
motif yang jelas dan memikirkan konsekuensi yang terjadi, maka tindakan tersebut dianggap
beretika.
Paham terakhir adalah paham mengenai intuisi dan kewajiban yang dirumuskan oleh
W.D. Ross. Menurut Ross, seseorang dapat secara intuitif mengetahui perbuatan mana yang
dianggap baik. Ia juga berpendapat bahwa kebaikan bukanlah tujuan berbuat baik karena
kebaikan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan kebahagiaan. Kebenaran moral
berarti mewujudkan kebaikan bagi sebanyak mungkin orang. Ross juga mengeluarkan ide
mengenai Prima Facie yaitu situasi moral yang telah dipahami secara objektif sehingga orang
terlebih dahulu merefleksikan pilihan moral sebelum bertindak. Ada 6 macam kewajiban
menurut Prima Facie yaitu kesetiaan, kewajiban akan ungkapan terimakasih terhadap jasa
orang lain, kewajiban yang adil, kewajiban menjalankan tanggung jawab sosial, kewajiban
merawat dan menjaga diri sendiri serta kewajiban untuk tidak menyakiti orang lain. Menurut
Ross, akan selalu ada pertentangan dalam menentukan pilihan moral sehingga dibutuhkan
kemampuan intuitif dalam mengambil keputusan. Kemampuan intuitif berarti melakukan
pertimbangan melihat segala aspek dalam melakukan suatu perbuatan sehingga dapat
menghindari kemungkinan buruk dari suatu perbuatan.