Post on 25-Dec-2015
description
EKONOMI
Volume 6 No. 1 Th. 2003
M ETODE VALUASI KONTINGENSI (CONTINGENCY VALUATION M ETHOD. CVM) SEBAGAI
ALAT VALUASI EKONOMI EKOWISATA MERAPI Evi Gravitiani
! i
MENCIPTAKAN BRAND EQUITY MELALUI KEPUASAN PELANGGAN I
K inorika Dewi I
MENCAPAI KESUKSESAN ORGANISAS! MELALUI PEMBERDAYAAN KARYAWAN
N'ilmawati
LINKING STRATF.GI BISNIS DAN FUNGSI SDM: SUATU U PAYA MEMBANGUN KEUNGGULAN BERSAING
Ninik Probosari
PENGUKURAN DAN PENGENDALIAN ASET YANG DIGUNAKAN PERUSAHAAN
Yyni Pratiwji
PROFIL DAN POTENSI U S A ÎU KEC1L DI KABUPATEN SLEMANRidwan
PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JAN AB AD RA
YOGYAKARTA
J u r i i a l
K K O N O M I JA N A V ISI
Pelindung Dekan Fakultas Ekonom i
Drs. Basri, MM.ketua PPfv
l)n>. Surjadiman Ms, MM.Penanggung Jawab Ketua D ivisi P & P
Drs. Yanuar Saksono, MM.Dewan Redaksi
Prof. (KM). Soedjito Sosrodihardjo, SH., MA.Drs. M. Suparmoko, MA., Ph.D.
Redaksi Pelaksana
Drs. Wisnuadji, MA.Drs. A. Djanan Chudori, M.Sc.Drs. II. Ilamrolie Harun, M.Sc.
Drs. Sunardi, Akt.Sekretaris
A rief Failasafuddin, SE.Evi Gravitiani, SE.
Hubungan Masyarakat
Ketua :
Drs. Danang WahvudiAnggota:
Dra. kartinah Burhanudin, SE.Kini Raharti, SE.
Meyulinda A. Elim, SE.D IT E R B IT K A N DIVISI P & P
PI M . k V I I W DAN P I . N i iK M B A M iA N FKO NOM I I A k i I T A S I k O NOM I I N IM RSI I A S .IANABADRA
II I t - n l a M K « i k \ A l \ l < i l . i i m n * 't I t - l p I . i \ ( O ' . ' l ) " ' t ' ' ‘ I \ < < ) / \ 4 i i l t f i ‘' V 1. ! II i lt rt l l I S t t I H d M ip .V rt W l l ' i i lH I l t l it II« i » t
)
Assalam u alaikum Wr Wh
Persinggahan ukrowi, maksudnya yang lahir, yang ''ngla/nr -k< van^
batin, yang ‘ ‘mbatim" serta diwujudkan dalam gerak baca, gerak tu lis atau
ajar, ujar, ojir (uang), ijir (hitung), ajar bahkan sam pa i </////• ada la l
merupakan sebagian dari yang awai dan yang akhir menuju tak terhinggi
surgawi.Untuk itu kita tidak ada jeleknva bergerak dengan pcndckatai
“visionary” captures-based", selama ini kita banyak terjebak da lam pesoni
atribut, artifak, simbol lahiriah yang melahirkan "wants" sehm gg,
kemapanan terbentuk dari "vested interest " yang "praehcableness " O le l
karena itu kita budayakan kembali gerak jurus tulis yanglahir dari van
batin (kognitif ke proses) sebagai bagian dari ajar dan untuk b isa lebi
berdaya saing, adalah kemampuan psiko-motoris kita yang m e lah irk an u/m presentasi yang fitted on the audience atau asyik tanggap yang la lu i da
yang batin, "be carefully" dan tumbuhkan kepekaan / sense of enviromei
serta awareness untuk menuju balance and cougruance o/ question vail
intellegence question, social question dan emotion question.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
St ih m i A i •/>( 11 tyi mu m N, ‘ih lks t
JURNAL EKONOM I JANAVISI
VOLUME 6 No. 1,2003
DAFTAR ISIM AM A H A L J l D L L
1 Evi Gravitiani1
!
1, 1 - 1 5
!
Metode Valuasi Kontingensi (Contingency Valuation Method, ( VM) sebagai Alat Valuasi Ekonomi Ekowisata Merapi.
1Ktnorika Dewi i 1 6 - 3 0
i1
Menciptakan Brand Equity Melalui Kepuasan Pelanggan.
Nilmawati i 3 1 - 5 4
i
Mencapai Kesuksesan Organisasi Melalui Pemberdayaan Karyawan.
Ninik Probosari 5 5 - 7 2
1i
Linking Strategi Bisnis dan Fungsi SDM : Suatu Upaya Membangun Keunggulan Bersaing
i;Yum Pratiwi
1. 73 - 83:
Pengukuran dan Pengendalian Aset yang Digunakan Perusahaan.
Ridwan 8 4 - 1 0 5 Profil dan Potensi Usaha Kecil di Kabupaten Sleman.
PKOI’ I I , DAN POTKNSI USAHA KK< II l>l KABUP/vTKIM SI.KMAN
Ridwan
ABSTRAK
lulisan mi dmaksudkan untuk mengenal dan memahami perkembangan usaha kccil di Kabupaten Sleman Propinsi DIY yang menyangkut profil usaha kecil, ¡teluang usaha kectl dan potensi uaha kecil. Usaha kecil di Kabupaten Sleman sebagian besar berada pada sektor industri pengolahan, disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan dayu serap usaha kecil atas angkatan kerja cukup besar bila dibandingkan dengan industn besar dan industri sedang. Namun demikian, daya serap tenaga kerja usaha kecil bila dilihat per unit usaha jauh lebih rendah bilu dibandingkan dengan daya serap industri sedang dan besar. Aspek kemampuan manajerial dan kewirausahaan pengusaha kecil di Kabupaten Sleman sudah termasuk kategori baik. Sebahagian besar pengusaha kecil sudah berorientasi pada pasar dan mengutamakan kualitas produksinya. Namun demikian, dari aspek manujemen keuangan dan personalia belum < la[ya/ dikategorikan baik. Dilihat dari skala prioritas pengembangannya, komoditi yang termasuk kategori sangat potensial untuk dikembangankan antara lam adalah kerajinan tangan, wartel, air minum, sarung tangan, kerajinan kavu, hotel dan restoran,
i
PKNDAHULUAN
Pengem bangan potensi usaha kecil m e rupakan satu k o m po n en yang
pen ting d a n pem b angunan e k o no m i suatu daerah. Seperti ju g a un it usaha
ekonom i la innya , kon tr ibus i un it usaha kecil pada keg ia tan ekono m i daerah
atau P D R B m uncu l dari sisi ou tpu t dan input. D ar i sisi ou tpu t peran un it
usaha kecil akan t ingg i b ila ia m a m p u m enghas ilk an m la i tam bah dengan
b iaya produksi y ang o p tim a l. D ari sisi in pu t, perannya pada keg ia tan
Janavisi Vol 6. No 1, 2003 X4
ekonom i juga cukup linggi karena kemampuannya dalam mcmpcilu;
kesempatan kerja dan penggunaan input antara, baik yang dihasilkan dti
dalam negeri maupun impor. Peningkatan kuantitas dan kualitas usaha ket
akan berpengaruh secara langsung dalam pembentukan P D R B sua t u daera
Dengan perkataan lain, semakin baik kuantitas dan kualitas usaha kecil <
suatu daerah, maka semakin tinggi pula tingkat perkem bangan PD K
daerah tersebut.
Usaha kecil di Indonesia dicirikan oleh beberapa ke lem ahan sebag
berikut: pertama, akses pada sumber dana yang rendah, kedua kcteram ptl«
dan penguasaan teknologi yang rendah, ketiga, aspek pem asaran vtit
lemah, keempat, lingkungan usaha dan persaingan yang kurang kondus i
Kelemahan-kelemahan tersebut mengakibatkan kemampuan usaha kei
dalam menghasilkan produksi rendah. Rendahnya ouiput m enyebabku
rendahnya pendapatan. Rendahnya pendapatan berdam pak |*u
menurunnya produktifitas, yang pada akhimya kembali m e m pcn g an il
kuantitas dan kualitas barang yang dihasilkan.
DEFINISI USAHA KECILUntuk mengetahui lebih jauh mengenai detlnisi usaha kecil, dap;
ditinjau sebelum diadakannya sensus industri 1974-75 yang mendefmisika
usaha kecil sebagai perusahaan yang mempekeijakan I sampai 4 oran
dengan tenaga mesin, atau 1 sampai 9 orang tanpa tenaga mesm Sedangka
pada sensus industri 1974-75 menggunakan definisi baru yang selanjutny
dipergunakan bagi statistik industri yang diterbitkan oleh Biro l’iisj
Statistik (BPS). Menurut sensus industri 1974-75, yang dimaksud usah
Janavisi Vol.6, No. 1, 2003 K
)kecil a d a lah perusahaan yang m em pekc» jakan 5 sam pa i 19 orang. D c lm is i
yang hai u cende rung m em perbesar cakupan sektor m dustri kecil d il ih a t dari
segi kesem patan kerja (M cC avv iey , 1990 131)
Defmisi usaha kecil yang lain diberikan oleh Departemen
Perdagangan yang lebih menitikberatkan pada aspek permodalan, bahwa
suatu usaha disebut usaha kecil apabila permodalannya kurang dari Rp 25
Itiia Sedangkan Departemen Perindustrian mendefinisikan industri kecil
sebagai industri yang mempunyai aset tidak lebih dari Rp 600 juta. KADIN
mendefinisikan industri kecil sebagai sektor usaha yang memiiiki ase!
maksimal Rp 250 juta, tenaga kerja paling banyak 300 orang dan nilai
penjualan di bawah Rp 100 juta. Departemen Koperasi dan PPK sependapat
dengan Bank Indonesia, yang menggolongkan pengusaha kecil berdasarkan
kritcria omset usaha tidak lebih dari Rp 2 milyar dan kekayaan (tidak
termasuk lanah dan bangunan) tidak lebih dari Rp 600 juta.
Undang-undang No. 9 Tahun 1995, mendefinisikan usaha kecil
sebagai berikut Pertama, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200
luta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Kedua, memiliki
hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 milyar Ketiga, milik Warga
Negara Indonesia. Keempat, berdiri sendiri, bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi
baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha
hesar Kelima, berbentuk badan usaha orang perseorangan, tidak berbadan
hukum, atau berbadan hukum, termasuk koperasi.
Janavisi Vol 6, No 1, 2003 X(>
Perbcuaan pcrscpsi mengenai pengusaha/industri kecil in i p
gilirannya menyebabkan pembinaan pengusaha kecil masih terkotuk k»
atau seetor oriented, di mana masing-masing instansi pem b ina /le l
menekankan pada sektor atau bidang binaannya sendiri-sendiri A k ibn i
terjadilah dua hal: ( 1) ketidakefektifan arah pembinaan, (.’ ) tiudit
indikator keberhasilan yang seragam, karena m asing-m asing msti
pembina berupaya mengejar target dan sasaran sesuai dengan ku lum » v
telah mereka tetapkan sendiri. Dikarenakan egoisme sektoral d epm itw
dalam praktek sering dijumpai teijadinya “persa ingan an la i o r p h i
pembina. Bagi pengusaha kecil pun, mereka sering m enge luh kaieiu» ht
selalu dijadikan “ obyek” binaan tanpa ada tindak lan ju t atau permen
masalah mereka secara langsung.
KARAKTERISTIK USAHA KECILKendati banyak definisi mengenai usaha kecil, namun usaha 1
mempunyai karakteristik yang hampir seragam. ¡‘ertania, tidak adi
pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan <>|v
Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang meranj
sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan toi
kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Data BPS (1994) menunjul
hingga saat ini jumlah pengusaha kecil telah mencapai 34 3 16 juta u
yang meliputi 15 .635 juta pengusaha kecil mandiri (tanpa menggun.
tenaga keija lain), 18 .227 juta orang pengusaha kecil yang menggun
tenaga keija anggota keluarga sendiri serta 54 ribu orang pengusaha I
Janavisi Vol.6, No. 1, 2003
yang memiliki tenaga kerja tetap Kedua, rendahnya . ies industri kecil
terhadap lembaga-lembaga kredit lormal, sehingga mereka eenderung
menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-
sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir.
Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya
status badan hukum. Menurut catatan BPS (1994), dari jumlah perusahaan
kecil sebanyak 124 990, ternyata 90,6 persen merupakan perusahaan
perorangan yang tidak berakta notaris, 4,7 persen tergolong perusahaan
perorangan berakta notaris; dan hanya 1,7 persen yang sudah mempunyai
badan usaha baik yang bukan badan hukum maupun badan usaha yang
berbadan hukum (PT/NV/, C V , Firma, atau Koperasi). Keempat, ditinjau
menurut golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari
seluruh usaha kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan,
minuman dan tembakau, diikuti oleh kelompok industri barang galian bukan
logam, mdustri tekstil, dan industri kayu, bambu, rotan, rumput, dan
sejenisnya termasuk perabotan rumah tangga masing-masing berkisar
antara 21 persen hingga 22 persen dari seluruh industri kecil yang ada.
Adapun yang bergerak pada kelompok usaha industri kertas dan kimia
relatif masih sangat sedikit sekali yaitu kurang dari 1 persen.
POTENSI USAHA KECILDinamika di dalam perekonomian Indonesia ditandai oleh peran
yang tidak bisa diabaikan dari usaha kecil. Perkembangan terakhir
menunjukkan bahwa tingkat efisiensi usaha kecil secara keseluruhan
Janavisi Vol 6, No 1, 2003 88
menunjukkan peningkatan, dan sebaliknya, industi besar dan mencng-
justru mengalami penurunan. Adalah juga merupakan fakta bahwa oni|
industri besar dan menengah yang diekspor mengalami penurunan Dilil
dari komposisi ekspor Indonesia, yang menunjukkan semakin dommann
produk-produk unskilled labor intensive, jelas bahwa hal lersel
merupakan satu pertanda bahwasanya peranan usaha kecil dalam cks|
cenderung meningkat dan tidak bisa diabaikan. Dalam hal mi inere
bahkan lebih unggul dan lebih pantas mendapat perhatian daripada usm
besar dan menengah.
Kinerja yang telah dicapai oleh sektor usaha kecil se a rt i K'l
disebutkan di atas menunjukkan potensi dinamik mereka yang sangat I*»’ *
Padahal, mereka tidak memperoleh proteksi sebagaimana usaha besar <j
menengah dalam bentuk proteksi terhadap barang impor Ditambah li
dengan peranannya sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, semal
menunjukkan bahwa memang usaha kecil perlu memperoleh perhatian yu
lebih besar dalam rangka pembinaannya. Tidak dapat dipungkiri p
bahwasanya perkembangan yang menghasilkan sosok industri t
pengusahanya yang “ rapuh” merupakan suatu konsekuensi logis d
mekanisme ekonomi yang berlangsung dengan berbagai arah kebijal
yang kerapkali tidak rasional secara ekonomis.
Tidak terlalu mengejutkan jika jumiah pengusaha kecil rel;
banyak, tetapi hanya menguasai sebagian kecil aset produktif <
menyumbang sebagian kecil dari produksi nasional. Data BPS tahun l(
menunjukkan bahwa 6 1 ,1 % dari produksi nasional dibentuk oleh 0,2 % t
Janavisi Vol.6, No. 1, 2003
)seluruh perusahaan yang ada di Indonesia Junilah tersebut sama dengan
M 42X perusahaan. Sementara itu, 98,8% sisanya, atau sekitar 33,4 juta
perusahaan yang ada di Indonesia hanya menguasai sekitar 38 ,9% dari
produksi nasional. Kelompok 0,2% adalah kelompok usaha besar dan sangat
besar Sedangkan 98,8% adalah kelompok usaha kecil dan kecil sekali.
Sementara itu struktur dunia usaha menunjukkan skala usaha kecil-mikro
menyumbang lapangan kerja 99,4% dan menyerap tenaga kerja sampai
X l 'V namun hanya menyumbang PDB sekitar 14%.
Kesenjangan tersebut menunjukkan struktur usaha nasional yang
hmpang Kondisi ini amat rentan dalam menghadapi persaingan dengan
negara luar. Dalam era globalisasi persaingan tidak dapat ditopang oleh
perusahaan besar saja, tetapi perlu dukungan perusahaan kecil yang andai.
I lal-hal seperti inilah yang menjadi tantangan kita pada masa-masa
mendalang dalam meningkatkan kemajuan usaha kecil menjadi satu kaitan
dengan usaha besar yang menjadi dasar pembangunan nasional yang kukuh
(Rachbini, 1998).
Dalam konstelasi semacam ini, bisa dipahami mengapa terjadi
dualisme dan lemahnya keterkaitan industri kecil dengan industri besar.
Dualisme ini muncul karena orientasi industrialisasi berbasis pada modal
besar dan teknologi tinggi, namun kurang berdasar atas kekuatan ekonomi
rakyat (Kuncoro, 1997). Pengalaman Taiwan, sebagai perbandingan, justru
menunjukkan bahwa perekonomiannya dapat tumbuh pesat karena ditopang
oleh sejumlah usaha kecil dan menengah yang disebut community based ifuiustrv. Perkembangan industri modem di Taiwan, yang sukses menembus
Janavisi Vol 6, No 1. 2003 <>()
pasar global, ternyata ditopang oleh kontribusi usaha keeil dan menengah
yang dinamik. Keterkaitan vang erat antara si besar dan si kecil lewat
program subamlraclin,g terbukti mampu menciptakan sinergi yang
menopang perekonomian Taiwan.
PROFIL DAN POTENSI USAHA KECIL DI KABUPATEN SLEMAN1. Sebaran Sektor Usaha Kecil
Dari seluruh usaha kecil non pertanian di Kabupaten Sleman
sebesar 89.630 unit merupakan usaha kecil. Jumlah ini adalah sebesar 25.>0
persen dari banyaknya usaha kecil di Daerah Istimewa Yogyakarta Sebaran
usaha kecil di Kabupaten Sleman berdasarkan lapangan usahanya
didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (54,76% ), disusul
sektor jasa (19 ,82% ), dan industri pengolahan (18,68% ).
Banyaknya usaha kecil yang bergerak di sektor perdagangan, hotel
dan restoran tidaklah mengherankan karena wilayah Kabupaten Sleman
yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta merupakan daerah
perdagangan yang padat. Juga didukung oleh banyaknya perguruan tinggi
yang berlokasi di Kabupaten Sleman. Selain itu, beberapa obyek wisata
memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan usaha hotel dan
restoran di wilayah Kabupaten Sleman.
2. Daya Serap Usaha Kecil Atas Angkatan KerjaDaya serap usaha kecil atas angkatan kerja di Kabupaten Sleman
ditunjukkan oleh Tabel I, yang menunjukkan bahwa diambil secara
Janavisi Vol.6, No 1, 2003
)keseluruhan (total unit usaha kecil) dava serap angkatan kerja usaha kecil
sangat linggi, yaitu 70 ,13% , sedangkan daya serap angkatan kerja usaha
skala sedang dan besar hanya 2^,87%. Namun, bila dilihat satu per satu,
daya serap angkatan kerja usaha kecil sangat kecil: rerata tenaga keija yang
dipekerjakan tiap usaha kecil adalah 3 orang per unit usaha; sedangkan
icrata tenaga kerja yang dipekerjakan tiap unit usaha besar dan sedang
adalah 1 17 orang per unit usaha.
Tabel 1. Kontribusi Usaha Kecil Terhadap Perekonomian di Kabupaten Sleman
Usaha Kccil Usaha Sedang dan Besar
No Komponcn Absolut % Absolut % Total1 Unit Usaha 16.437 99,13% 144 0.87% 16.5812 Tenaga Kerja (orang) 39 695 70.13% 16.905 29.87% 56.600
Suinber BPS dan Dinas Perindustrian Kab. Sleman, 2001, diolah
3. Kondisi Produksi dan Permintaan ProduksiSecara keseluruhan, karakteristik pasar usaha kecil di Kabupaten
Sleman terutama berada dalam pasar yang sangat kompetitif. Meskipun
persaingan sangat tinggi, tingkat kecenderungan permintaan akan produk
pengusaha kecil di masa depan cenderung meningkat Selain sudah lebih
berorientasi pasar, juga sudah relatif baik dalam segmentasi pasar dan
pemilihan pasar sasaran. Dari karakteristik pasar ini, pengusaha kecil masih
Icmah dalam cara pencarian informasi pasar, dan pemanfaatan peluang
ekspor
Janavisi Vol 6 , No 1. 2003 ‘>2
Mengenai kualitas komposisi produksi usaha kecil terlihat hal
tingkat keunggulan kualitas produk usaha kecil masih tergolong da
klasifikasi sedang. Komponen lain dalam komposisi produksi usaha k
adalah pada pemilikan merek produksi. Sebahagian besar usaha kecil n
memiliki merek untuk produk yang dihasilkannya. Hal ini dikarcna
kurangnya pengetahuan para pengusaha kecil tentang Hak atas kekav
Intelektual (HAK1). Namun demikian secara umum, pengusaha kecil sc
melakukan pengembangan produk sesuai permintaan yang dihadapinya
Dalam hal segmentasi pasar menunjukkan bahwa sebag ian h
pengusaha kecil di Kabupaten Sleman sudah berorientasi pasar d an l'
melakukan segmentasi dan memiliki pasar sasaran yang jelas I )a lam
mencari informasi pasar, baik ekspor maupun non ekspor, pengusaha V
pada umumnya telah memanfaatkan berbagai sarana informasi pasar y
disediakan baik oleh Pemerintah Daerah maupun dan berbagai suni
Namun demikian pengusaha kecil tetap masih rendah dalam
pemanfaatan peluang ekspor yang ada. Hal ini dikarenakan faktor lem a l
kemampuan komunikasi para pengusaha kecil dengan para pembeli asm;
4. Saluran Distribusi Pemasaran Produk Usaha KecilSebagian besar pengusaha kecil di Kabupaten Sleman tidak
belum melakukan saluran distribusi formal. Lingkup daerah pcmas
sebagian besar usaha kecil adalah pada tingkat lokal/kabupaten/regu
Selanjutnya, lingkup pemasaran yang masih terfokuis pada tin
lokal/kabupaten/regional mungkin disebabkan karena pengetahuan ek
Janavisi Vol 6, No 1, 2003
tltin pura pengusaha keeil belum memadai Dettuki. . |uga dengan
kemampuan pengusaha keeil memhenkan innlc tmiryjn belum termasuk
kfltegoti haik Namun demikian sebagian besar pengusaha keeil sudah relatif'
mainpu dalam menjamin [vrsediaan produk
Dilihai dari cara promosmya, pengusaha keeil sudah mulai
meninggalkan cara penjualan secara pribadi, dan berganti dengan
menggunakan cara promosi yang diselenggarakan secara terencana Cara
pcHfHulun secara pribadi hanya dilakukan oleh para pemilik usaha
Sebaliknya cara penjualan dengan promosi sudah didominasi oleh para
jHjHflusaha keeil tersebut Juga terlihat bahwa sebagian besar pengusaha
k ('t il beranggapan bahwa cara promosi yang sudah dilakukan sesuai dengan
sasarannya
I lal lam juga m e n un ju k k an bahw a sebag ian besar pengusaha keeil
inampu memenuhi pesanan dengan tepat, n am u n respon terhadap perubahan
permintaan masih dalam kategori sedang. A k ib a tny a , tin gka t p e rtum buhan
volume penjualan usaha keeil pun masih te rgo long d a lam kategori sedang.
S. Keterkaitan Sektor lisah a KeeilKeterkaitan sektor usaha keeil d ilih a t dari aspek sum ber bahan baku
dan tu juan pen jua lan produk usaha keeil d iten tukan o leh lokasi sum ber
bahan baku , iransportasi bahan baku , kua litas bahan baku , je n is pem asok
bahan baku , ju m la h pem asok bahan baku , potensi penyed iaan bahan baku ,
po la kebutuhan bahan b aku , dan tingkat stab ilitas harga bahan baku .
Sedangkan aspek p en ju a lan produk usaha keeil, d iten tukan o leh ruang
Janavisi Vol 6. No 1, 2003 ‘)4
lingkup dac ) pemasaran, kemampuan memberikan trade mary.m d«
golongan konsumen akhir.
Dilihat dari sumber bahan bakunya. keterkaitan sekioi usaha kei
dengan pemasok bahan baku sudah relatif kuat. Sebagian bcsai us.ilia kec
di Kabupaten Sleman memperoleh bahan baku dari daerah sekitai l'rop tn
DIY. Beberapa alasan mengapa sumber bahan baku usaha kecil berasal dii
propinsi D IY adalah karena: transportasi bahan baku tergo long h tih ii
kualitas bahan baku sudah sesuai dengan apa yang dimgiokun oh
pengusaha kecil. potensi penyediaan bahan baku te rgo long m e lim p ah solit
musim. Namun demikian, walaupun pola kebutuhan bahan baku cendm ii
ada setiap musim, namun tingkat harga bahan baku yang d ih adap i ol*
pengusha kecil tergolong dalam kategori tidak stabil.
Dari aspek penjualan produknya, keterkaitan usaha kecil ju g a sudi
cukup baik. Ruang lingkup daerah pemasaran produk usaha kecil adali
pada tingkat lokal/kabupaten/regional Keadaan ini harus terus d ipe rba i
agar pengusaha kecil dapat melakukan ekspor hingga tingkat kegiat;
ekonomi usaha kecil di daerah dapat diperluas dan diperdalam K cm am pu ;
memberikan trade margin juga merupakan salah satu indikator yang dac
memperkuat keterkaitan usaha kecil dengan kegiatan ekonomi lam in
Dalam hal trade margin ini, pengusaha kecil sudah relatif m am i
memberikannya. Selain itu, karena sifat usaha kecil yang relatif' sederha
dan keadaan ekonomi makro Kabupaten Sleman yang termasuk dahi
kategori menengah, maka golongan konsumen akhir dari pengusaha ke
terutama terfokus pada golongan konsumen berpendapatan menengah
Janavisi Vol.6, No. 1, 2003
6 . A ksesibilitas | saha k ec il». A kses ( saha Kecil terhadap Inform asi
Aksesibilitas usaha kecil di Kabupaten Sleman terhadap informasi
sudah relatif baik Sebagian besar pengusaha kecil masih mencari informasi
secara pasif/seadanya, senngkali mengetahui peluang ekspor tetapi kurang
mampu memanfaatkannya, kemampuan menggunakan saluran distribusi
lormal masih rendah, dan belum mengetahui berbagai informasi tentang
program pembinaan usaha kecil dari pemerintah.
b. Akses Usaha Kecil terhadap Bahan BakuDilihat dari aksesibilitas usaha kecil terhadap sumber bahan baku,
pengusaha kecil di Kabupaten Sleman telah memiliki tingkat aksesibilitas
yang tinggi terhadap bahan baku. Hal ini menyiratkan bahwa pengusaha
kecil di Kabupaten Sleman sangat mudah mendapatkan bahan baku (karena
terutama brasal dari dalam propinsi), transportasi dari sumber bahan baku ke
lokasi produksi sudah lancar, bahan baku yang tersedia sudah sesuai dengan
kebutuhan pengusaha kecil Ju m la h pemasok bahan baku relatif banyak, dan
ketersediaan bahan baku melimpah di setiap musim.
c. Akses Usaha Kecil terhadap TeknologiSebahagian besar pengusaha kecil masih menggunakan teknologi
tradisional, namun dengan adanya pembinaan pemasaran yang cukup baik,
pengusaha kecil sudah berupaya untuk secara terus menerus melakukan
pengembangan produk, melakukan pengawasan usaha, dan peningkatan
kondisi kualitas produksi hingga sesuai dengan standar industri. Untuk
meningkatkan akses usaha kecil terhadap teknologi harus terus ditingkatkan
Janovisi Vol 6, No 1, 2003
melalui pembinaan manajerial hingga kemampuan usaha kectl d«
merespon permintaan konsumen, perencanaan usaha, pembagian tugtts,
pemilikan merek produk dapat segera diwujudkan,
d. Akses Isaha Keeil terhadap KreditSelanjutnya, dilihat dari aspek aksesibilitas usaha kectl terbit
kredit, masih sangat rendah. Walaupun struktur modal sudrth Hift
seimbang (modal sendiri sama dengan modal pinjaman), tetapi kredit y
dibutuhkan masih lebih besar daripada realisasi pinjaman \ang di*e»i
oleh perbankan, dan hubungan bank dengan usaha keeil masih sebt
nasabah (penabung).
Dilihat dari kemampuan usaha keeil itu sendiri, kemampuan u»
keeil untuk mengembalikan kemacetan pinjamannya, sangatlah tini
Sebahagian besar pengusaha keeil tidak pernah mengalami kemacc
pengembalian kredit yang diperolehnya. Walaupun ada juga pengus
keeil yang pernah mengalami kredit macet, namun bukan karena f'al
intern tetapi akibat perubahan-perubahan ekstemal yang tidak I
diantisipasi oleh pengusaha keeil.
7. Potensi Pengembangan Usaha Keeila. Kemampuan Kewirausahaan
Banyak faktor yang menentukan potensi pengembangan usaha ke
Dikelompokkan secara umum, faktor-faktor yang menentukan potc
pengembangan usaha keeil itu dapat bersumber dan luar lingkungan us;
keeil (faktor ekstemal) baik yang sifatnya mikro maupun makro, dan <.
Janavisi Vol.6, No 1. 2003
dalam usaha kecil itu sendiri (f'aktor internal). Beberpa f'aktor lingkungan
eksternal itu adalah: kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah;
(jerkembangan kegiatan ekonomi di semua sektor; kebijakan khusus dari
sistem perbankan; dan lain-lain, yang pada akhirnya akan menentukan
tingkat aksesibilitas usaha kecil. Sedangkan dari lingkungan internal, faktor
yang sangat penting dalam pengembangan usaha kecil adalah kemampuan
kewirausahaan, dan kemampuan manajerial dari pengusaha kecil itu sendiri.
Semakin baik kemampuan kewirausahaan dan kemampuan manajerial dari
pengusaha kecil semakin tinggi pula potensi pengembagannya.
Sebahagian besar pengusaha kecil mempunyai sikap kewirausahaan
yang baik. Pengusaha kecil telah mampu menggunakan waktu secara
efisien, menunjukkan kesungguhan dalam mengelola usahanya, selalu
merencanakan setiap kegiatan usaha, memahami arti kegagalan usaha
sebagai bahan pelajaran demi keberhasilan, responsif terhadap perubahan-
perubahan yang akan selalu terjadi, memahami arti disiplin dan tanggung
jaw ab dalam pelaksanaan tugas, sudah berani berdiri sendiri atau
independen, sudah dapat melihat dan memanfaatkan kesempatana yang ada,
dan menghargai kepercayaan yang diberikan oleh orang lain pada dirinya.
Namun demikian, ada dua sikap kewirausahaan yang masih harus terus
diperbaiki, baik oleh dirinya sendiri maupun oleh pembinaan eksternal.
Kedua sikap tersebut adalah keberanian dalam mengambil risiko yang masih
lemah, dan sikap hemat.
Janavisi Vol 6, No 1. 2003
b. k em am p u an ¡ManajerialSelain kemampuan kewirausahaan, potensi pengembangan usal
keeil juga ditentukan oleh kemampuan manajerial dari para pengusaha kc<
Kemampuan manjerial ini biasanya akan semakin tinggi bila |X-nntn»nl
keeil memiliki pendidikan dan pengalaman yang memadai Pada |K*ndilu
ini, kemampuan manajerial akan dikelompokkan menjadi empiit kmeyoi
yaitu manajemen keuangan, manajemen produksi, manajemen sumberd«
manusia (personalia) dan manajemen umum (organisasi)
Secara keseluruhan, kemampuan manajerial para |>etigusuhu kc<
masih rendah. Lemahnya kemampuan manajerial para pengusaha keeil i
terutama akibat lemahnya manajemen keuangan, dan manaiettv
sumberdaya manusia. Sedangkan kemampuan manajemen organisasi pu
pengusaha keeil termasuk dalam klasifikasi sedang.
c. Kemampuan dalam Manajemen KeuanganPada aspek manajemen keuangan, sebahagian besar pengusaha ke
yang ada di Kabupaten Sleman belum melakukan pemisahan keuangj
Namun, sistem pembukuan sudah dilakukan walaupun masih sederhai
sedangkan perencanaan keuangan sudah dilakukan walaupun belum tertuli
d. Kemampuan dalam Manajemen Sumberdaya ManusiaPola pengelolaan manajemen sumberdaya manusia (personalia) p;
pengusaha keeil, menunjukkan bahwa jumlah pekerja yang terutama a
pada usaha keeil adalah 5 hingga 20 orang karyawan Sebagai da:
rekruitmen tenaga keija sudah cenderung berdasarkan pada hubungan us<i
dan bukan hubungan keluarga, tetapi belum berdasarkan tingkat pendidik
Hal ini dikarenakan para pengusaha keeil lebih mengutamakan tenaga ke
yang dapat dibayar murah bukan tenaga kerja yang profesional Den*
Janavisi Vol.6, No 1, 2003
)d e m ik ia n dapal d is u n p u lk a n bahw a m ana jem en [lersonaha usaha kecil
m as ih rendah ak ibat kaderisasi tenaga kerja . pe la tih an dan perputaran
karyaw ati y ang be lum baik .
e. Kem am puan dalam Yfanajcm cn Pproduksi
Pada aspek manajemen produksi, sebahagian besar pengusaha kecil
sudah memiliki kemampuan pengelolaan yang baik. Para pengusaha kecil
telah memasang semua kapasitas produksinya dan telah mampu
memanfaatkan secara optimal kapasitas produksi yang terpasang
F. Kem am puan Daiam M anajem en Umum Dan O rganisasi
Komponen kemampuan manjeria! pengusaha kecil lainnya yang
termasuk dalam kategori sedang adalah kemampuan manajemen dan
organisasi. Pada umumnya para pengusaha kecil sudah memiliki
perencanaan usaha, dan pembagian tugas,. Namun demikian, sfruktur
organisasi yang jelas belum ada, hingga kesesuaian pekeijaan harian dengan
rencana pun termasuk dalam kategori sedang. Namun demikian, para
|K‘ngusaha kecil telah melakukan fungsi pengawasan usaha dengan baik.
K. Prioritas Pengem bangan Usaha Kecil
a. Komoditi Sangat Potensial
Secara umum komoditas yang termasuk dalam kategori sangat
potensial adalah komoditi yang memiliki keunggulan pada aspek
pemasaran, kewirausahaan, bahan baku, prospek pertumbuhan, dan
dukungan kebijakan dari pemerintah. Komoditas usaha kecil di Kabupaten
Sleman yang termasuk dalam kriteria sangat potensial terbanyak adalah
industri pengolahan. Komoditasnya terdiri atas kerajinan kayu, sarung
langan, kerajinan bambu, dan kerajinan kulit. Sektor lain yang termasuk
Jcmavisi Vol 6, No 1, 2003
kriteria sangat potensiai adalah angkutan dan komunikasi dengan kotvv
wartel dan paket wisata. Selanjutnya adalah sektor perdagangan, holt
restoran dengan komoditas restoran dan hotel. Sedangkan pada ■
pertanian, komoditi yang sangat potensiai adalah pupuk dan «»Hat obirt«
b. Komoditi PotensiaiCiri dari komoditi potensiai ditunjukkan oleh keunggu lan
dimiliki dalam bidang pemasaran, kewirausahaan, dan dukung an k e h
Kondisi aspek pemasaran termasuk dalam kategori unggu l katem
permintaan atas komoditi yang bersangkutan cenderung m e w
sepanjang waktu. Di bidang kewirausahaan, yang d ipe rha tik an <
motivasi dan mental pengelolanya dalam m e n ja la nkan usal
Kelamahan utama komoditi yang termasuk kategori po tens ia i i
ketersediaan bahan baku, prasarana, dan prospek pertumbuhan yang
dalam kategori rendah.
Beberapa komoditi usaha keeil di Kabupaten Sleman yang terjj
potensiai ditunjukkan oleh Tabel 2. Pada Tabel 2 menunjukkan I
kondisi ketersediaan bahan baku dan prospek pertumbuhan teri
kategori kurang baik. Kondisi ketersediaan bahan baku masih sangat r
karena lokasi yang jauh, transportasi kurang lancar, stabilitas harga
menentu, dan persediaan bahan baku yang jumlahnya tidak pasti Seda
aspek prospek pertumbuhan sangat rendah karena kurangnya keterst
prasarana yang masih minim dan ongkos trasnportasi yang mahal
Janavisi Vol.6, No. 1, 2003
Tubei 2. Daftar Komoditi Sandal Potensial dan Potensial di kabupaten Sleman
w « - . , . tv-.i Sektor kui*UHll1«tS l*»P Ports « , Bahhaku
Pras Pert keb.P
»■nrItomitmn
Industn Pengolahanker.iptvinhambu
SPB B B B
kBB
kiutak Ifcmt tluluifano
liKimlri Pengolahankerupnankavu
SP B B B B kB B
Sufcnturv.* Industn Pengolahankerajinankavu
SP B B B B kB B
Kingm^in Industri Pengolahankerapnan
kavuSP B B B kB B B
1 M»**M*Kiiw.>harp> Industn Pengolahan
Sanmglangan
SP B B B B B B
Itef»«* CjKfitKfunugj!
Pengangkulan A kotntmikasi
Warte! SP B B kB B B B
Sv*akar\ aPengangkutan & komunikasi
Wartet SP B B B B kB B
Ifctft*Itjuek
Pengangkutan & komunikasi
Warte l SP B B B CB B B
II MagelangPerdagangan, hotel
& restoran
Italer gas
eiptjiSP B B B CB B B
( 'unriungi «tur
Perdagangan, hotel & restoran
Hotel.
rental mobilSP B B B CB B B
i egalrcjo Industn Pengolahankerjianan
kuiitSP B B B B B B
Catur
tunggalPengangkutan A Kocnunikasi
Paketwtsata SP B B kB B B B
t« * * *l»#>«4*
Perdagangan, hotel & restoran
Restoran SP B B B B kB B
V<»tduMt<<SgßglA
Perdagangan, hotel & restoran
Restoran SP B B B B B B
Vftot*Sinduad» Pertanian
Pupuk.obal-obatan
SP B B B CB B B
k 1 kertnreto.Sclomanam
Industn Pengolahankerapmanlogam
PB B B CB kB B
Umtih* Palagan I cni.-j ra PeiajJi
Perdagangan, hotel
A restoranAir mmum P
B B B CB kB B
KmgFo.niPerdagangan hotel & restoran
Air rmnum pB B B CB kB B
U kalmrang PertanianPupuk & obat-obalan
PB B kB B CB B
< ««miMtittlamN-n Industn Pengolahan
kam
kepertuankesehatan
PB B kB CB B B
Sumbcr BI Yogyakarta dan PAU Ekonomi UGM, 1998
Janavisi V0I6 . No 1, 2003 102
KeteranganDSP Daftar Skala PrioritasPems Kondisi dan prospek pemasaranPras. Sarana dan PrasaranaWir. KewirausahaanPros P Prospek pertumbuhanBah. B Ketersediaan bahan bakuKeb P Kebijakan pemerintah yang mendukung
PENUTUPDalam upaya pemberdayaan dan pengembangan usaha kccil
Kabupaten Sleman, diperlukan keterlibatan dari berbagai pihak. Pemem
Daerah beserta instansi terkait perlu membuka akses yang lebih luas kc[
pengusaha keeil khususnya dalam hal informasi tentang peluang pasar I
yang sifatnya regional maupun pasar ekspor. Disampiing itu, pemeri i
juga perlu mendorong para pengusaha keeil untuk selalu menjaga kuai
dan kontinuitas produksi dengan melakukan pembinaan dalam
penggunaan teknologi yang lebih modem.
Bagi pihak perbankan, perannya sangat diperlukan ui
memudahkan usaha keeil dalam akses permodalan. Prosedur pembe
kredit hendaknya lebih disederhanakan dan disesuaikan dengan kondisi
kemampuan manajemen usaha keeil. Disamping itu, perbankan juga d.
berperan dalam bentuk pembinaan manajemen keuangan usaha k'
penyediaan barang-barang modal dan pemberian informasi mengenai c
cara promosi yang baik.
Bentuk pendampingan sangat penting bagi pengusaha keeil da
menjalankan usahanya. Dalam hal ini, peran masyarakat perguruan tii
Janavisi Vol.6, No. 1, 2003
diperlukan uniuk dapat memberikan konsullasi hisms dalam upaya
meningkatkan kemampuan manajemen dan kemampuan kewirausahaan
pengusaha kecil
Pengusaha kecil juga dituntut untuk selalu berusaha meningkatkan
kemampuannya dalam mengelola usahanya, baik melalui pelatihan-
pelatihan teknis maupun manajemen. Pengusaha kecil hendaknya juga
dapat memahami kondisi lingkungan eksternal mikro maupun makro yang
dapat mempengaruhi perusahaan, agar mampu menghadapi perubahan-
perubahan yang terjadi dengan cepat.
IM FTAR PDSTAKAHiidan Pusat Statistik, 1997, Sensus Ekonomi 1996 Propinsi DIY, BPS,
Yogyakarta.
•_____ , 1999, Statistik Ekonomi Indonesia 1998, BP S,Jakarta.
i-________ , 2002, Kabupaten Sleman Dalam Angka 200/. BPS
dan BA PPED A , Kabupaten Sleman.
Bank Indonesia dan PAU Ekonomi UGM, 1999, Penelitian Dasar Potensi Ekonomi (Baseline Economic Survev) Propinsi Daerah Istimcua Yogyakarta, Ringkasan eksekutif, kerjasama Bank Indonesia dan PAU Ekonomi UGM , Yogyakarta.
Basri. la isa l, 1995, Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI: Distorsi, Peluang dan Kendala, Erlangga, Jakarta.
Janovisi Vol 6. No 1, 2003 KM
.)Kuncoro, M udrajat, 1997, Ekonomi Pembangunan: Teort, Masalal
Kebijakan, UPP A M P Y K P N , Yogyakarta.
McCawley, Peter & Anne Booth (eds) (1990), Ekonomi Orde Httru, U
Jakarta.Rachbini, J. Didik, 1999, Peluang Kemitraan Kawasan dan Pcrdc«
dalam Hasan Basri (penyunting), Pembangunan Ekonomi R di Pedesaan, Bina Rena Pariwara, Jakarta.
Sumodiningrat, Gunawan, 2001, Lembaga Keuangan Milik Ri makalah, disampaikan pada Seminar Nasional “Peran Pcrb< dalam Comrmmity Deve/opment di Era Otonomi Da« keijasama Fakultas Psikologi UGM, HIMPSI DIY dan PT Shinta Daya, Yogyakarta.
Janavisi Vol.6, No. 1, 2003