Post on 07-Feb-2018
T E S I S Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana S-2
POLA PERMUKIMAN MELAYU JAMBI (STUDI KASUS KAWASAN TANJUNG PASIR SEKOJA)
Dikerjakan Oleh:
BUDI ARLIUS PUTRA
L4B 004 158
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2006
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini hasil pekerjaan saya sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan didalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, Maret 2006
Budi Arlius Putra
Halaman Pengesahan Tesis
POLA PERMUKIMAN MELAYU JAMBI
(STUDI KASUS KAWASAN TANJUNG PASIR SEKOJA)
Tesis diajukan kepada
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO
Oleh
Budi Arlius Putra
L4B 004 158
Diajukan pada Sidang Ujian Tesis
Tanggal 29 Maret 2006
Dinyatakan Lulus Sebagai syarat memperoleh gelar Magister Teknik
Semarang, Maret 2006
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama
Ir. Totok Roesmanto, M. Eng
Pembimbing Kedua
Ir. Indriastjario, M. Eng
Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur
Ir. Bambang Setioko, M. Eng
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas selesainya
penyusunan Tesis dengan judul Pola Permukiman Melayu Jambi (Studi Kasus
Kawasan Tanjung Pasir Sekoja) pada program Magister Teknik Arsitektur
Universitas Diponegoro, tahun 2006 setelah melalui perjalanan panjang sejak
semester pertama di almamater tercinta ini.
Tesis ini menjelaskan masalah Pola Permukiman Melayu Jambi (Studi
Kasus Kawasan Tanjung Pasir Sekoja). Penelitian ini mencoba untuk menggali
aspek-aspek mengenai daerah pinggiran sungai di Indonesia, terutama Seberang
Kota Jambi. Sebagai awal perkembangan kota, daerah tepian air memegang
peranan yang cukup penting didalam proses pembentukan kota. Penelitian ini
berfokus pada karakteristik suatu Pola permukiman masyarakat Melayu Jambi
kawasan Tanjung Pasir Sekoja yang mengalami gejala perubahan ataupun
pertumbuhan yang identik sebagai suatu bagian kawasan/daerah pinggiran sungai.
Penelitian ini juga mencoba untuk menambah khasanah pengetahuan
mengenai kehidupan sosial budaya masyarakat Melayu pinggiran sungai
Batanghari Jambi pada kawasan Tanjung Pasir Sekoja.
Tulisan ini dapat diselesaikan dikarenakan bantuan dan dukungan dari
banyak pihak yang telibat langsung maupun tidak terlibat langsung, untuk itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Totok Roesmanto, M.Eng, selaku Pembimbing utama yang telah
banyak membantu dalam proses penulisan penelitian
2. Ir. Indriastjario, M.Eng, yang tidak hanya bertindak selaku Pembimbing
Pendamping, tetapi juga menjadi teman selama proses penelitian
3. Tim Penguji,
4. Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi serta Staf
Administrasi MTA UNDIP (Mba Tutik, Mba Eti, Mba Endah) yang
telah membantu kelancaran proses penelitian.
5. Para Guru Besar yang menjadi sumber inspirasi.
6. Teman-teman MTA UNDIP dan rekan lainnya.
7. Bapak Bupati Bungo, H. Zulfikar Achmad, Ketua DPRD Bungo, Bang
Deddy Putra, SH., Kadis PU Bungo, H. Syafwan Syafar,ME, atas
dukungan semangat dan materilnya, rekan-rekan kerja pada Dinas PU
Bungo Jambi yang telah memberikan support.
8. Orang-orang yang kusayangi dan kucintai Mama, Papa, Kakak dan
Adikku (My Siblings) yang selalu berdoa dan memberikan dorongan bagi
keberhasilan masa depan penulis, Bang Soni Pratomo, ST., MT., yang
banyak memberikan input-input bagi tesis ini.
9. Kota Semarang yang telah banyak memberikanku cerita-cerita
indahnya
10. Penduduk dan masyarakat Seberang Kota Jambi
11. Pihak lain yang terlibat diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga materi yang akan terwujud setelah penelitian dilakukan dapat
berguna bagi perkembangan arsitektur di Indonesia dan bermanfaat bagi yang
membacanya. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan.
Atas bimbingan dan pengarahan dari bapak dosen pengampu,
pembimbing dan pihak lain yang terlibat diucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya. Semoga Tesis ini memenuhi persyaratan dan bermanfaat.
Semarang, Maret 2006
Budi Arlius Putra
ABSTRAKSI
Kota Jambi sebagai kota istana terbentuk semenjak hadirnya kerajaan Melayu Jambi (abad XVIII), di pinggiran sungai Batanghari. Wujud kota Jambi telah dibentuk oleh kebudayaan material dan spiritual dari berbagai etnik, strata sosial, ekonomi dan sistem pemerintahan pada masa lalu, yang dapat dilihat melalui bentuk-bentuk bangunan dengan suasana/setting/rona lingkungan pinggiran sungai. Kawasan Tanjung Pasir yang merupakan bagian dari kota Jambi menunjukkan gejala-gejala dan kecenderungan akan tumbuh dan berkembang tanpa arah. Untuk mengantisipasi gejala-gejala tersebut di atas, diperlukan pemahaman tentang karakter, pola pemukiman di kawasan Tanjung Pasir Sekoja. Penelitian ini mencoba untuk menjawab tentang karakter pola permukiman Melayu Jambi dan pengaruh-pengaruh dalam pembentukan pola ruang. Penulis dihadapkan pada suatu kendala berupa keterbatasan waktu dan biaya sehingga kajian yang dilakukan hanya mengungkap sebagian kecil dari fenomena yang harus diungkap. Kasus yang diambil lebih disebabkan karena alasan metodologik agar lebih memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan rasionalistik. Argumentasi dan pemaknaan atas empiris menjadi penting sebagai landasan penelitian kualitatif berdasarkan pendekatan rasionalistik. Prosedur kualitatif pengumpulan data dapat berlangsung fleksibel berdasarkan rotasi atas data yang dilihat peneliti. Kajian data menggunakan kajian data verbal dan data visual dengan mencari esensi. Pola permukiman pada kawasan Tanjung Pasir Sekoja terbagi menjadi tiga, yaitu pola mengelompok, pola menyebar, dan pola memanjang. Pola lahan permukiman yang terbentuk terbagi menjadi dua, yaitu pola lahan permukiman pinggiran sungai membentuk pola linier dan pola lahan permukiman pada kawasan darat berbentuk grid yang orientasi permukimannya cenderung mengarah pada jalan lingkungan. Masa dan bentuk bangunan terbagi dua yaitu pola linier yang dibentuk oleh susunan permukiman yang berkembang di pinggiran sungai Batanghari, sedangkan pola grid dibentuk oleh pengaturan deret bangunan permukiman dan pertemuan jalur-jalur sirkulasi pada kawasan darat.
ABSTRACT
Jambi City as a former palace city, formed since the presence of Melayu Jambi Kingdom (18th century), at the Batanghari Riverside. Landscape of Jambi City had been formed by material and spiritual culture from various ethnic,social and economical level, and former government system, as we can see at present through many structure, form by riverside atmosphere. Tanjung Pasir Sekoja area, which is part of Jambi City indicates aimless development trend. To anticipate those trends, settlement pattern characters comprehension at Tanjung Pasir Sekoja needed. This research is trying to understand Melayu jambi settlement pattern characters and theirs influence to area astablishment. Being encounter with time and expense limitation, this research revealed only a few phenomenon than what it should be.This study case was taken because of the methodological motive, due to ease this research implementation. This research is a qualitative research, using rasionalitical approach methode. Empirical sense and argumentation became more important as a base in this rasionalitical approach based research. Data collecting procedure was flexible based on the researcher observation on data rotation. This study was using essential verbal and visual data. Settlement pattern on Tanjung Pasir Sekoja Area divided into three, which are grouping pattern, spreading pattern and linear pattern. Formed settlement area patterns divide into two, which are linear pattern on riverside settlement and grid pattern on shore settlement, oriented toward road surroundings. Building mass and form divided into two, which are linear pattern developed on Batanghari riverside settlement, while grid pattern form due to the building row arrangement and roads intersection on shore.
Untuk
Papa, Mama, Kakak dan adikku yang kusayangi,
seseorang dimasa sekarang dan yang akan datang,
serta
para Arsitek Urban Designer dimanapun berada.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iv
ABSTRAKSI................................................................................................... vi
DAFTAR ISI................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
1.2. Perumusan ........................................................................... 4
1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian ............................................ 6
1.3.1. Tujuan Penelitian................................................... 6
1.3.2. Sasaran Penelitian ................................................. 6
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................. 7
1.5. Batasan Penelitian dan Lingkup Penelitian ......................... 8
1.6. Metodologi Penelitian.......................................................... 9
1.6.1. Pengertian Metodologi Penelitian Kualitatif
Pendekatan Rasionalistik....................................... 9
1.6.2. Langkah-Langkah Pokok Penelitian...................... 9
1.6.3. Alat Penelitian ....................................................... 10
1.6.4. Teknik Pengumpulan Data .................................... 10
A. Pengumpulan Data ......................................... 10
B. Cara Penelitian ............................................... 11
1.7. Penerapan Metodologi Kualitatif Pendekatan Rasionalistik
Pada Penelitian ..................................................................... 12
1.8. Sistematika Pembahasan...................................................... 12
BAB II LANDASAN TEORI.................................................................... 15
2.1. Manusia, Kebudayaan, Perilaku dan Lingkungan ............... 15
a. Manusia dan Kebudayaan .............................................. 15
b. Perilaku dan Lingkungan ............................................... 15
2.2. Tipomorfologi...................................................................... 16
2.3. Pola dan Morfologi Kota ..................................................... 17
2.4. Hubungan Perancangan Kota dan Pola Permukiman .......... 19
2.4.1. Place Sebagai Upaya Menangkap Pola Ruang ...... 24
2.4.2. Ruang Terbuka dan Massa Bangunan ................... 25
2.4.3. Jalur Pergerakan .................................................... 26
2.4.4. Ruang yang Menjadi Place .................................... 27
2.4.5. Elemen-Elemen Perancangan Kota ....................... 29
2.4.6. Elemen Citra Kota ................................................. 30
2.5. Permukiman Sebagai Wadah Lingkungan Binaan .............. 31
2.6. Elemen-Elemen Pembentuk Pola Ruang Kota Pinggiran
Sungai .................................................................................. 32
2.7. Pola Permukiman................................................................. 33
2.7.1. Macam-macam Pola Permukiman ......................... 34
2.7.2. Struktur Ruang ....................................................... 35
2.8. Masyarakat Melayu Jambi Dalam Tata Kehidupan dan
Lingkungan Permukimannya............................................... 42
2.8.1 Tata Kehidupan Masyarakat Melayu Jambi........... 42
2.8.2 Masyarakat Melayu Jambi dan Lingkungan
Permukimannya ..................................................... 43
2.9. Permukiman Suku Melayu Jambi ........................................ 44
2.9.1 Karakteristik Permukiman Masyarakat Melayu
Jambi ...................................................................... 44
2.9.2 Proses Perubahan Lingkungan Fisik ...................... 44
2.10. Karakteristik Tata Kehidupan dan Lingkungan Permukiman
Disekitar Suku Melayu Jambi.............................................. 45
2.11. Karakteristik Tata Kehidupan dan Lingkungan Permukiman
Masyarakat Suku Melayu Jambi di Kawasan Tanjung Pasir
Sekoja .................................................................................. 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 48
3.1. Pengertian Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan
Rasionalistik ........................................................................ 48
3.2. Pendekatan Penelitian .......................................................... 48
3.3. Penerapan Metodologi Kualitatif Pendekatan Rasionalistik
Pada Penelitian ..................................................................... 49
3.4. Langkah-Langkah Penelitian .............................................. 50
3.5. Komponen Penelitian .......................................................... 50
3.6. Lokasi Penelitian ................................................................ 52
3.7. Alat Penelitian .................................................................... 52
3.8. Bentuk dan Teknik Pengumpulan Data ............................... 53
3.8.1. Bentuk Data .......................................................... 53
3.8.2. Teknik Pengumpulan Data ................................... 54
3.9. Teknik Analisa .................................................................... 54
BAB IV DATA FISIK ............................................................................... 56
4.1. Gambaran Umum Area Penelitian ...................................... 56
4.1.1. Letak Geografis ..................................................... 56
4.1.2. Kondisi Sosial Budaya........................................... 56
4.1.3. Kawasan Tanjung Pasir Sekoja Sebagai Fokus Area
Penelitian ............................................................... 57
4.2. Gambaran Kondisi Permukiman Kawasan Tanjung
Pasir Sekoja.......................................................................... 58
4.3. Karakteristik Permukiman Masyarakat Melayu Jambi Tanjung
Pasir Sekoja ......................................................................... 60
a. Kondisi Lingkungan Permukiman ............................ 60
b. Lingkungan Permukiman ........................................... 64
c. Pola Tata Bangunan Permukiman di Kawasan Tanjung
Pasir Sekoja ................................................................ 66
BAB V ANALISIS KARAKTERISTIK POLA PERMUKIMAN
MELAYU JAMBI PADA KAWASAN TANJUNG PASIR
SEKOJA........................................................................................ 80
5.1. Pola Permukiman Fisik Pada Kawasan Tanjung
Pasir Sekoja.......................................................................... 81
a. Tata Guna Lahan ....................................................... 83
b. Kajian Kondisi Fisik Bangunan Permukiman............ 88
c. Sirkulasi dan Parkir ................................................... 97
d. Ruang Terbuka .......................................................... 98
e. Area Pedestrian ......................................................... 100
f. Tanda-Tanda .............................................................. 102
g. Preservasi .................................................................. 103
h. Aktivitas Pendukung ................................................. 104
5.2. Pengaruh Rencana Pengembangan Pola Permukiman Melayu
Jambi Pada Citra Permukiman............................................. 105
a. Path (Jalur) ................................................................ 105
b. Edge .......................................................................... 105
c. Node .......................................................................... 106
d. Landmark .................................................................. 106
e. District ....................................................................... 107
5.3. Analisa Terhadap Pola Permukiman Melayu Jambi Pada
Kawasan Tanjung Pasir Sekoja ........................................... 107
5.4. Analisa Pola Masa Bangunan dan Bentuk Bangunan.......... 113
5.5. Karakter Ruang yang Terbentuk Oleh Elemen Pola
Permukiman di Kawasan Tanjung Pasir Sekoja .................. 121
5.6. Ruang Publik Perumahan dan Permukiman Tanjung Pasir
Sekoja .................................................................................. 124
5.7. Pola Pengkaplingan Pada Kawasan Tanjung Pasir Sekoja.. 125
5.8. Analisa Aspek Visual Permukiman di Kawasan Tanjung Pasir
Sekoja .................................................................................. 127
a. Figure Ground............................................................ 127
b. Aspek Linkage ............................................................ 128
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 130
6.1. Kesimpulan ......................................................................... 130
6.2. Saran-Saran.......................................................................... 132
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 134
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejarah perkembangan kota di Indonesia diawali oleh kota-kota
kerajaan, kota pedalaman yang agraris, atau kota-kota pantai. Peran dan
fungsi tersebut menarik berbagai suku lain untuk tinggal sementara atau
menetap. Kelompok-kelompok suku ini membentuk lingkungannya masing-
masing secara terpisah. Dari kondisi inilah kota berkembang berikut
lingkungannya, termasuk di dalamnya pola ruang kota sebagai wujud
budaya material masyarakat pendukungnya.
Permukiman pada suatu kawasan, merupakan tempat tinggal dan
tempat melakukan kegiatan untuk mendukung kehidupan penghuninya,
yaitu hubungan antara manusia dengan manusia, dengan alam serta dengan
pencipta-Nya. Apabila diamati, hubungan itu mempunyai pola yang sesuai
dengan kekuatan non fisik yang tumbuh pada masyarakatnya. Oleh karena
itu permukiman merupakan cerminan dari pengaruh sosial budaya
masyarakat.
Permukiman secara fisik tidak terbatas pada tempat tinggal saja,
tetapi merupakan satu kesatuan sarana dan prasarana lingkungan terstruktur.
Hubungan ini saling mempengaruhi dan dipengaruhi secara terus menerus
dari waktu ke waktu, sehingga terdapat petunjuk dan aturan tentang
penataan lingkungan permukiman. Oleh sebab itu kegiatan manusia pada
2
lingkungan permukiman mempunyai pola-pola yang mengatur dan menjaga
keseimbangan alam.
Apabila dicermati, permukiman memiliki bentuk tersendiri sesuai
dengan kekuatan non fisik yang tumbuh pada masyarakat, berupa sistem
sosial budaya, pemerintahan, tingkat pendidikan, serta teknologi terapan
yang kesemuanya akan membawa perubahan kepada ungkapan fisik
lingkungannya. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah sistem
sosial budaya.
Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses yang
mengakibatkan perubahan, baik perubahan pada sosial budaya, ekonomi
maupun perubahan fisik. Perubahan itu bermacam-macam tingkatannya, ada
yang lambat dan ada yang cepat tergantung dari tingkat evolusi peradaban
manusianya. Pada dasarnya pembangunan dapat melestarikan warisan
budaya bangsa, sehingga ada kesinambungan antara pembangunan masa lalu
dan masa yang akan datang. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk
menggali patokan-patokan pembangunan fisik masa lalu untuk dapat
digunakan sebagai pengembangan kebudayaan selanjutnya.
Pengaruh kebudayaan pada suatu lingkungan permukiman sangat
dominan, walaupun telah banyak mengalami perubahan dan pembaharuan.
Perubahan itu tidak dirasakan oleh masyarakat yang mengalami perubahan,
tetapi dapat diamati oleh orang luar. Proses kebudayaan beralih sifatnya dari
suatu produk sejarah menjadi hal yang semata-mata normatif. Pengaruh itu
dimulai dari berkembangnya kebudayaan Hindu, Islam dan Eropa yang
3
merupakan corak kebudayaan, sebagai bagian dari sejarah kebudayaan yang
pernah berkembang di Indonesia pada umumnya dan di Jambi pada
khususnya. Dalam masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan
pengejawantahan diri manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai satu
kesatuan dengan sesama lingkungannya.
Kota Jambi sebagai kota istana terbentuk semenjak hadirnya kerajaan
Melayu Jambi (abad XVIII), di pinggiran sungai Batanghari. Wujud kota
Jambi telah dibentuk oleh kebudayaan material dan spiritual dari berbagai
etnik, strata sosial, ekonomi dan sistem pemerintahan pada masa lalu, yang
dapat dilihat melalui bentuk-bentuk bangunan dengan suasana/setting/rona
lingkungan pinggiran sungai yang merupakan salah satu unsur pembentukan
kota Jambi. Perjalanan waktu telah mengubah sistem ekonomi,
pemerintahan, perkembangan teknologi yang membentuk kota Jambi pada
saat ini, menunjukkan gejala-gejala dan kecenderungan akan berkembang
dan tumbuh tanpa arah, dengan hadirnya bentuk-bentuk baru. Kebutuhan
akan pemukiman dan perumahan pun bertambah. Untuk memenuhi
kebutuhan hidup, fasilitas pelayanan baik berupa jasa maupun perdagangan
baru akan tumbuh. Di sisi lain, peningkatan aktifitas, mengakibatkan
pesatnya pertumbuhan fisik, di kota pinggiran sungai ini yang mulai tidak
terkendali.
Dari hal ini kawasan Tanjung Pasir yang merupakan bagian dari kota
Jambi menunjukkan gejala-gejala dan kecenderungan akan tumbuh dan
4
berkembang tanpa arah, yang lebih jauh dapat mengakibatkan
masyarakatnya merasa asing dengan lingkungannya sendiri, karena konsep
penataan dan pengembangan yang belum jelas. Untuk mengantisipasi gejala-
gejala tersebut di atas, diperlukan pemahaman tentang karakter, pola
pemukiman, di kawasan Tanjung Pasir Sekoja, yang merupakan bagian dari
kota pinggiran sungai, karena pemahaman tentang karakter suatu daerah
yang ada, dan telah menjadi ciri khas.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran secara
deskriptif pola permukiman Melayu Jambi kawasan Tanjung Pasir Sekoja
di Kota Jambi, dan keragaman pola permukiman Melayu Jambi
permukiman yang meliputi lingkungan makro dan lingkungan mikro.
1.2. Perumusan Masalah
Lingkungan permukiman merupakan hasil dari proses-proses
interaksi manusia dengan lingkungannya, karena manusia mempunyai akal
budi, yang dilandasi oleh norma dan membentuk struktur-struktur pranata
sosial, ekonomi dan budi daya untuk memanfaatkan lingkungan alam, buat
menopang kehidupan bersamanya dengan menciptakan lingkungan buatan
seperti membangun jalan, sekolah, sanitasi, tempat ibadah dan sebagainya.
Jambi yang terdiri dari berbagai kelompok suku, juga memiliki ciri
khas tersendiri. Wujud arsitektur bangunan dibedakan atas jenis dan fungsi
bangunan serta spesifikasi sosialnya. Berdasarkan data yang diperoleh, di
Jambi terdapat beberapa suku, antara lain suku Melayu yang merupakan
5
suku terbesar di Kota Jambi. Suku Melayu merupakan salah satu kelompok
suku terbesar yang mendiami kota Jambi.
Kota Jambi merupakan ibukota Provinsi Jambi menjadi pusat segala
aktivitas penduduk berkembang dengan pesatnya, baik kegiatan
masyarakatnya maupun sarana untuk mendukung fasilitas tersebut. Sejalan
dengan perkembangan tersebut, penduduk daerah lain tertarik untuk
melakukan aktivitas di kota Jambi, baik itu untuk bekerja, sekolah, dan lain-
lain. Akibatnya kota Jambi semakin padat, penduduk asli yaitu suku Melayu
semakin tergeser ke daerah pinggiran karena lahan yang dimiliki telah
menjadi milik penduduk pendatang. Kota Jambi menjadi permukiman kota
dengan penduduk multi etnis dan ciri khas sebagai permukiman suku
Melayu Jambi berangsur-angsur hilang.
Kawasan Tanjung Pasir merupakan daerah pinggiran yang telah
berkembang menjadi lingkungan permukiman. Penduduknya mayoritas suku
Melayu. Kawasan Tanjung Pasir tersebut telah banyak mengalami
perubahan, baik pada wujud fisik lingkungannya maupun sarana dan
prasarana pendukungnya. Beberapa rumah-rumah telah berubah menjadi
bukan rumah panggung, dengan bahan bukan papan dan kayu.
Berdasarkan gambaran kondisi spesifik ini maka timbul pertanyaan:
(1) Bagaimana karakter pola permukiman Melayu Jambi?
(2) Apakah pola permukiman Melayu Jambi dipengaruhi oleh pola
permukiman masyarakat pendatang?
6
1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mendapatkan gambaran secara deskriptif pola permukiman Melayu
Jambi Tanjung Pasir Sekoja Kota Jambi. Keragaman pola
permukiman Melayu Jambi meliputi lingkungan makro dan
lingkungan mikro. Lingkungan permukiman secara makro yaitu
mencakup perumahan dalam kaitannya dengan sirkulasi, ruang
terbuka, dan fasilitas lingkungan permukiman sedangkan lingkungan
mikro meliputi pola permukiman.
Deskriptif merupakan gambaran fenomena alamiah sesuai
konteks dan waktu kajian, tidak sekedar menggambarkan kondisi,
tetapi melalui proses diputar terus secara berulang-ulang hingga
mencapai kejenuhan informasi pada kasus-kasus kajian yang akan
menghasilkan bentuk pola permukiman Tanjung Pasir Sekoja.
1.3.2. Sasaran Penelitian
Sebagaimana telah diutarakan bahwa tujuan penelitian tidak
untuk membuktikan hipotesis, melainkan akan menggambarkan
secara mendalam fokus kajian. Oleh karena itu maka keterangan
empiris dari penelitian ini merupakan sasaran yang diharapkan, yaitu:
a. Menemukan bentuk pola permukiman Melayu Jambi
7
b. Mengetahui perubahan bentuk dari pola permukiman Melayu
Jambi .
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian dalam perkembangan arsitektur perkotaan pada
hakekatnya merupakan usaha untuk mempelajari kembali konsep dan
peraturan pembangunan yang telah dianut dan dikembangkan pada masa
lalu, dan sangat berguna bagi perumusan konsep dan pendekatan yang akan
diterapkan pada masa kini dan yang akan datang.
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan
kontribusi sebagai berikut:
(1) Untuk kepentingan ilmu pengetahuan; yakni sebagai upaya pengkayaan
terhadap konsep-konsep arsitektur, khususnya menyangkut konsep
pembentukan pola ruang kawasan dan kota, terutama suatu lingkungan
permukiman termasuk bangunan-bangunan di dalamnya khususnya yang
terdapat di kawasan Tanjung Pasir Sekoja sebagai permukiman Melayu
Jambi.
(2) Untuk kepentingan Perencanaan dan Perancangan; yakni sebagai
masukan bagi penentu kebijakan dalam pengelolaan lingkungan
permukiman yang dapat dilestarikan (preservasi/konservasi) berdasarkan
karakteristik permukiman yang bersangkutan. Selain itu, hasil penelitian
sangat bermanfaat bagi perumusan konsep dan pendekatan yang akan
8
diterapkan pada perencanaan dan perancangan suatu lingkungan
permukiman.
(3) Untuk kepentingan penelitian; hasil penelitian yang dilakukan
diharapkan bermanfaat bagi studi arsitektur perkotaan yaitu untuk
penelitian permukiman suku Melayu Jambi maupun suku lain yang
mempunyai karakteristik sama atau berbeda.
1.5 Batasan Penelitian dan Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, maka pengertian pemukiman pada kawasan Tanjung
Pasir Sekoja adalah kelompok perumahan/pemukiman yang merupakan bagian
kota yang sudah ada sejak dulu, di dalamnya terdapat berbagai masalah yang
berkaitan dengan lingkungan fisik dan kondisi sosial budaya penduduknya.
Permukiman adalah bagian dari lingkungan kediaman manusia, mempunyai
dua hal penting yang saling tergantung, ialah segi lingkungan masyarakat, dan
segi lingkungan fisiknya.
Permukiman sebagai lingkungan binaan manusia, proses dan elemen-elemen
penyusunnya tidak lepas dari masalah kondisi sosial budaya masyarakatnya,
karena pada hakekatnya wujud fisik lingkungan binaan merupakan manifestasi
kehidupan non fisik yang terakumulasi dari waktu ke waktu.
Lokasi penelitian adalah kawasan Tanjung Pasir Sekoja yang berada di
bawah Kecamatan Danau Teluk, yang berada di kota Jambi. Lokasi ini merupakan
salah satu kawasan yang terletak di pinggiran sungai batanghari (lihat lampiran
Peta)
9
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Rasionalistik
Sebagaimana tujuan penelitian, maka jenis metode penelitian
yang dipakai adalah metode penelitian kualitatif pendekatan
rasionalistik. Menurut Noeng Muhajir (1996) dalam penelitian
rasionalistik perlu dikembangkan kemampuan konseptual teoristik
bukan sekedar mempersiapkan obyek, melainkan melihat kesatuan
holistiknya. Argumentasi dan pemaknaan atas empiris menjadi penting
sebagai landasan penelitian kualitatif berdasarkan pendekatan
rasionalistik.
Prosedur kualitatif pengumpulan data dapat berlangsung
fleksibel berdasarkan rotasi atas data yang dilihat peneliti. Kajian data
yang tepat adalah menggunakan kajian data verbal dan data visual
dengan mencari esensi.
1.6.2 Langkah-Langkah Pokok Penelitian
Penelitian ini secara garis besar dapat dibagi dalam dua tahapan,
yaitu: penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian
kepustakaan merupakan tahap atau bagian awal dari kegiatan
penelitian berupa pengumpulan data-data pustaka, terutama tentang:
o Metodologi Penelitan
10
o Teori yang berkaitan dengan pola permukiman Melayu Jambi pada
umumnya.
Tahap-tahap penelitian meliputi :
o Observasi pendahuluan
o Pengambilan data primer melalui wawancara responden dengan
menggunakan kuesioner
o Pengamatan dan sketsa, bentuk fisik permukiman sampel.
1.6.3 Alat Penelitian
Pengumpulan dokumen dan bahan literatur, terutama untuk
memperkaya referensi menggunaan alat-alat perekam visual dan
audio, berupa kamera dan tape-recorder. Selain itu bantuan sketsa,
diagram dan bagan, serta catatan-catatan penting juga sangat
bermanfaat.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data
A. Pengumpulan Data
Data diperoleh melalui kajian pustaka dan penelitan lapangan.
Kajian pustaka berupa literatur sejarah, sosialpolitik, peta-peta dan
gambar-gambar, dan naskah-naskah serta dokumen yang berkaitan.
Data penelitian lapangan terdiri dari foto-foto penjelas.
11
B. Cara Penelitian
1. Tahap Pertama
Tahap pertama dalam penelitian ini adalah melakukan kajian-
kajian pustaka yang dapat memperkuat bangunan konsep
mengenai permasalahan yang ada. Pada tahap ini bukan
sekedar melakukan pengumpulan bahan kepustakaan yang akan
berguna sebagai sumber data bagi penelitian tetapi juga
berusaha untuk membangun pemahaman yang lebih mendasar
mengenai akar permasalahan.
2. Tahap Kedua
Tahap berikutnya adalah penelitian lapangan pada kasus yang
diambil. Penentuan pengambilan sampel penelitian tentunya
sesuai dengan metode yang digunakan yaitu dengan metode
kualitatif rasionalistik, pengambilan sampel tidak didasarkan
pada jumlah sampel melainkan memberikan perhatian pada
kedalaman penghayatan objek. Dengan demikian metode
pengambilan data merupakan purposive sample. Sampel
bersifat representatif yang berarti sampel yang dapat
menanggapi peneliti dan juga responsif terhadap
lingkungannya baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan
non fisik.
3. Teknik Analisa
Dilakukan penganalisaan dengan teori-teori dari studi literatur.
12
1.7 Penerapan Metodologi Kualitatif Pendekatan Rasionalistik Pada
Penelitian
Penerapan metodologi kualitatif pendekatan rasionalistik pada penelitian
adalah sebagai berikut :
a. Mengadakan eksplorasi teori-teori para pakar mengenai dasar-dasar teori
perancangan kota serta mengadakan tinjauan teori mengenai pola
permukiman Melayu Jambi, manusia dan kebudayaan, perilaku serta
desain permukiman yang berpengaruh terhadap pembentukan suatu
permukiman.
b. Penyusunan permasalahan yang sesuai dengan tujuan dan sasaran
penelitian.
c. Mencari data primer dan sekunder berdasarkan permasalahan.
d. Kajian data verbal dan data visual.
e. Konteks kajian terfokus mengenai pola permukiman Melayu Jambi
kawasan Tanjung Pasir Sekoja.
1.8 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penyusunan laporan penelitian ini adalah:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi mengenai latar belakang penelitian yang bertolak dari
masalah permukiman di kawasan Tanjung Pasir Sekoja, kemudian
dirumuskan dalam permasalahan yang akan diteliti, menjabarkan
13
tujuan dan sasaran penelitian, manfaat penelitian, pembatasan lingkup
penelitian, dan sistematika pembahasan penelitian ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi kajian teori-teori yang dapat mendukung peneliti dalam
pembahasan dan analisis penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Menguraikan tentang metoda penelitian yang digunakan, yaitu Metoda
Penelitian Kualitatif dengan pendekatan Rasionalistik, penerapannya
dalam studi kasus yang diteliti dan penjelasan metoda pengumpulan
data yang dilaksanakan dalam penelitian. Selain itu dijelaskan pula
langkah-langkah penelitian yang dilakukan sehingga didapatkan
kesimpulan akhir penelitian.
BAB IV DATA FISIK
Berisi tentang gambaran daerah penelitian yaitu Tanjung Pasir Sekoja
sebagai bagian dari daerah pinggiran sungai yang menjadi obyek studi
kasus.
BAB V PEMBAHASAN
Merupakan uraian analisis data secara menyeluruh yang dikaitkan
dengan teori-teori yang telah diuraikan pada BAB II. Pembahasan
disajikan secara deskriptif.
BAB VI PENUTUP
Berisi kesimpulan akhir dari temuan-temuan yang merupakan hasil
analisi dalam proses penelitian, serta penjabaran usulan-usulan yang
14
dapat dijadikan dasar bila direncanakan suatu aktivitas yang
menyangkut pengembangan atau perubahan dalam kawasan penelitian.
Latar belakang geohistoris
KAWASAN TANJUNG PASIR
Permasalahan :Karakter pola permukiman Melayu Jambi Melayu Jambi
KEBUDAYAAN MELAYU JAMBI
Karakteristik
Fisik
Kesimpulan
Hubungan Timbal Balik
Metodologi
KAJIAN POLA PERMUKIMAN MELAYU JAMBI KAWASAN TANJUNG PASIR SEKOJA
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Bentuk
Model
Non Fisik
Masyarakat
Budaya
Rekomendasi
Tujuan Mengetahui identitas/
karakter pola permukiman Melayu Jambi asli.
Membuat komparasi Sasaran
Budaya Konsep ruang Struktur Morfologi Model Hubungan-hubungan
ALUR PIKIR
15
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Manusia, Kebudayaan , Perilaku dan Lingkungan
a. Manusia dan Kebudayaan
Hubungan manusia dengan kebudayaan dapat dilihat dari konsep awal
tentan kebudayaan, yakni keseluruhan komplek yang meliputi
pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan
kemampuan serta kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai warga
masyarakat. Oleh sebab itu manusia disebut sebagai makhluk budaya.
Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik dan rohani. Aktifitas
kebudayaan berfungsi untuk memenuhi komplek kebutuhan naluri
manusia (Malinowski, dalam Koentjaraningrat, 1974). Maka pernyataan
manusia sebagai makhluk budaya mengandung pengertian bahwa
kebudayaan merupakan dimensi hidup dalam manusia. Dan dalam
kebudayaanlah tercakup hal-hal berkaitan dengan persepsi manusia dengan
lingkungannya serta masyarakatnya. Dengan demikian hubungan antar
manusia, kebudayaan, perilaku dan lingkungan sangatlah erat.
b. Perilaku dan Lingkungan
Perilaku manusia pada hakekatnya dapat disesuaikan dengan lingkungan
fisik maupun sosial di sekitarnya secara bertahap dan dinamis. Perilaku
dapat juga dijabarkan sebagai proses interaksi antara kepribadian dan
16
lingkungan. Lingkungan mengandung stimulus, kemudian akan ditanggapi
oleh manusia dalam bentuk respon, respon inilah yang disebut perilaku.
Oleh karenanya, manusia dengan keterbatasan daya tahan sistem
psikofisiknya menciptakan suatu lingkungan buatan sebagai perantara
dirinya dengan lingkungan alamiah (natural world) dan lingkungan
masyarakat beradab (civilized society). Lingkungan buatan bersifat nyata
dan diciptakan atas dasar pengalaman empiris manusia dengan
lingkungannya. Baik secara permukiman maupun termporal. Hubungan
manusia dengan lingkungan binaanyya merupakan suatu jalinan saling
ketergantungan satu dengan lainnya. Artinya manusia mempengaruhi
lingkungannya demikian pula sebaiknya. Demikian pula sebaliknya,
lingkungan akan mempengaruhi manusia.
2.2. Tipomorfologi
Untuk memahami suatu tempat (place) yang dibentuk sebagai wadah dari
kebutuhan manusia baik berupa rumah atau lingkungan permukiman, bisa
dilakukan dengan membagi tiga komponen struktural yang ada pada tempat
tersebut, yaitu tipologi, morfologi dan topologi (Scultz, 1988).
Topologi merupakan tatanan spasial dan pengorganisasian spasial yang
abstrak dan matematis. Morfologi merupakan artikulasi formal untuk membentuk
karakter arsitektur, dan dapat dibaca melalui pola, hierarki dan hubungan ruang.
Tipologi merupakan konsep dan konsistensi yang dapat memudahkan dalam
mengenal bagian-bagian arsitektur.
17
Morfologi lebih menekankan pada pembahasan bentuk geometrik, sehingga
dapat memberi makna pada ungkapan ruangnya dikaitkan dengan nilai ruang
tertentu. Nilai ruang berkaitan erat dengan organisasi, hubungan dan bentuk
ruang. Hierarki ruang disebabkan karena adanya nilai perbedaan bentuk ruang
yang menunjukkan adanya derajat kepentingan baik secara fungsional, formal
maupun simbolik. Sistem tata nilai tercipta karena ukuran, bentuk yang unik dan
lokasi.
Tipologi lebih menekankan pada konsep dan konsistensi yang dapat
memudahkan masyarakat mengenal bagian-bagian arsitektur, yang mana hal ini
dapat didukung dari pemahaman skala dan identitas.
2.3 Pola dan Morfologi Kota
Menurut Kostof, pola kota secara garis besar dapat dibagi dalam tiga bentuk,
yaitu grid, organik dan diagram.
a. Grid
Pola kota dengan sistem grid dapat ditemui hampir di semua kebudayaan dan
merupakan salah satu bentuk kota tua. Pola kota dengan sistem grid
dikembangkan oleh Hippodamus, salah satunya adalah kota Miletus. Pola grid
ini merupakan mekanisme yang cukup universal dalam mengatur lingkungan
dan pola ini terbentuk karena adanya kebutuhan suatu sistem yang berbentuk
segi empat (grid iron) guna memberikan suatu bentuk geometri pada ruang-
ruang perkotaan. Blok-blok permukimannya dirancang untuk memungkinkan
18
rumah tersebut dihubungkan kepada bangunan dan ruang publik (Kostof,
1991).
b. Organik
Pola organik merupakan organisme yang berkembang sesuai dengan nilai-nilai
budaya dan sosial dalam masyarakatnya dan biasanya berkembang dari waktu
ke waktu tanpa adanya perencanaan. Pola organik ini perubahaanya terjadi
secara spontan serta bentuknya mengikuti kondisi topografi yang ada. Sifat
pola organik ini adalah fleksibel, tidak geografis, biasanya berupa garis
melengkung dan dalam perkembangan masyarakat mempunyai peran yang
besar dalam menentukan bentuk kotanya. Berbeda dengan bentuk grid dan
diagram yang biasanya ditentukan penguasa kotanya (Kostof, 1991).
c. Diagram
Pola kota dengan sistem diagram ini biasanya digambarkan dalam simbol atau
hirarki yang mencerminkan bentuk sistem sosial dan kekuasaan yang berlaku
saat ini. Berbeda dengan sistem grid yang lebih mengutamakan efisiensi dan
nilai ekonomis, motifasi dasar dari pola kota dengan sistem diagram ini adalah
(Kostof, 1991) :
Regitimation, sistem kota yang dibentuk berdasarkan simbol kekuasaan
dan dari segi politik berfungsi untuk mengawasi/mengorganisir sistem
masyarakatnya. Seperti bentuk kerajaan atau monarki (Versailles) dan
demokrasi (Washington DC).
19
Holy City, kota yang dibangun berdasarkan sistem kepercayaan
masyarakatnya seperti kota Yerusalem.
Bentuk kota yang sering dijumpai dan dipakai sebagian, keseluruhan
ataupun gabungan adalah berupa garis, memusat, bercabang, melingkar,
berkelompok, pola geometris dan organisme hidup. Bentuk-bentuk
tersebut erat pula berkaitan dengan sejarah kehidupan kota tersebut, baik
itu sejarah secara fisik ataupun ideologis. Perwujudan spasial fisik
merupakan produk kolektif perilaku budaya masyarakatnya serta pengaruh
kekuasaan tertentu yang melatarbelakanginya.
Perkembangan dan pembentukan kota seringkali merupakan wujud dari
ekpresi masyarakat yang hidup di dalamnya. Sejumlah kota seringkali di
pengaruhi oleh kondisi sosial politik dan kondisi pemerintah atau
pemerintahannya. Sementara itu bentuk-bentuk lainnya sangat mungkin
sekali oleh kondisi karakteristik lingkungannya, seperti yang terjadi di
sebagian Manhattan, New York. Kota-kota berkembang pula dengan
kondisi-kondisi setempat serta pengaruh-pengaruh yang datangnya dari
luar. Pada sisi lainnya perkembangan penduduk, juga perkembangan
karena proses urbanisasi menjadi sebab perubahan bentuk dan struktur
suatu kota.
2.4 Hubungan Perancangan Kota dan Pola permukiman
Pada suatu lingkungan permukiman ada rangkaian antara figure ground,
linkage dan space. Figure ground menekankan adanya public civic space sebagai
20
figure, linkage mengkaji hubungan antara permukiman dengan public space
dalam group form, sedang place mengkaji adanya faktor sosial budaya pada space
fisik dan makna yang dikandungnya. Space kompleks mempunyai ciri
(karakteristik) dengan menyediakan sebuah typological view pada suatu daerah
yang mempunyai hubungan dengan tempat dan waktu sebagai single element
(Lynch, 1981).
Permasalahan spasial dan arsitektural pada lingkungan permukiman pada
umumnya terkait pada aspek historis-kultural. Dalam permasalahan itu Pangarsa
(dalam Soni, 2001) mengemukakan bahwa arsitektural dalam arti luas adalah
wujud budaya material yang terletak di dalam kompleks perilaku dan ide-ide suatu
masyarakat.
Makna unsur-unsur fisik kota terpancang pada sejarahnya dan dalam latar
belakang kebudayaannya (Kostof dalam Soni, 2001). Dimulai dari Mesopotamia
di lembah sungai Eufrat dan Tigris hingga peradaban lembah sungai Indus yang
merupakan peradaban pertamakali dikenal telah memiliki kebudayaan urban.
Demikian pula delta Sungai Nil di Mesir merupakan sumber penghidupan penting
bagi penduduk yang bermukim di sana, dan tidak hanya di delta itu saja tetapi
juga hampir di tiap daerah aliran sungainya, penduduk setempat memanfaatkan
sumber daya alam yang tersedia. Keberadaan sungai Nil ini juga berpengaruh
pada pola perletakan bangunan-bangunan yang berada di bantaran sungai tersebut
yang dilakukan dalam rangka untuk mengantisipasi dan mengurangi akibat dari
meluapnya sungai Nil.
21
Kebudayaan merupakan unsur non fisik yang mempengaruhi wajah suatu
kota. Kebudayaan merupakan hasil pemahaman manusia terhadap dirinya dengan
unsur-unsur lain di luar dirinya. Amos Rapoport (1969) menyatakan bahwa
lingkungan alam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi arsitektur.
Meskipun demikian faktor yang lebih kuat dalam menentukan bentuk dan
tampilan arsitektur adalah faktor sosial dan kebudayaan. Arsitektur dan ruang kota
tidak hanya merupakan cerminan dari fungsi tetapi juga merupakan perwujudan
dari sistem budaya. Melalui pemahaman mengenai kebudayaan, struktur
kemasyarakatan pada sekelompok masyarakat atau etnis tertentu maka akan dapat
dilihat dan dipahami lingkungan binaan yang dibangun oleh kelompok tersebut
(Kostof dalam Soni, 2001). Sehingga dengan kata lain untuk memahami dan
membaca lingkungan pemukiman baik itu yang berskala kecil hingga skala kota
perlu pula untuk memahami budaya yang melatarbelakangi terciptanya
lingkungan binaan tersebut.
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa untuk mengetahui pola
permukiman pada suatu kawasan kota pinggiran sungai tidak terlepas dari elemen-
elemen perancangan kota yang diperoleh melalui pendekatan teori perancangan
kota dengan melihat kota sebagai produk dari pengambilan keputusan banyak
pihak dalam kurun waktu tertentu.
Perancangan kota sebagai suatu perangkat kendali lahir karena kebutuhan
perlunya suatu mekanisme yang dapat mempermudah penerapan kebijaksanaan
perancangan kota terutama menyangkut produk perencanaan kota tersebut
(Trancik, 1986).
22
Hal ini menjadi pijakan ataupun merupakan landasan penelitian dalam
perancangan kota baik secara historis maupun modern.
Pada dasarnya masalah ruang kota modern secara morfologis adalah
banyak terciptanya suatu keadaan yang tidak terstruktur, dengan hirarki yang tidak
jelas, kurang memberi rasa ruang yang akrab bagi manusia, serta tidak memberi
integrasi kepada bangunan-bangunan dengan lingkungan sekitarnya.
Perkembangan bangunan berjalan sendiri-sendiri di dalam kaplingnya, tidak ada
keharmonisan antara bangunan, sehingga sering tidak tercipta rasa ruang, tercipta
daerah-daerah yang kurang diminati masyarakat, tidak aman dan akhirnya kurang
terawat.
Berbeda dengan kota modern, pada kebanyakan kota tradisional terbentuk
suatu kesatuan yang cukup baik antar bangunan maupun ruang kota terhadap
arsitekturnya. Morfologi kota tersebut tercipta dalam dalam satu kesatuan yang
utuh antara ruang kota dan massa bangunannya. Kota tradisional dibangun atas
dasar keselarasannya dengan alam. Keselarasan dengan alam itu termasuk dengan
memasukkan konsep keterpaduan antara unsur-unsur pembentuk alam dan ruang
kotanya. Pandangan mengenai kosmologi mendominasi pembentukan kota-kota
tradisional (Lynch: 1981).
Sedangkan pada kota pelabuhan terdiri dari bagian-bagian tempat tinggal
para penguasa pelabuhan, yang dekat dengan pelabuhan dan beberapa
permukiman tempat bermukimnya para pedagang asing yang terpisah-pisah dan
disebut dan diberi nama menurut negeri asal pedagang tersebut misalnya
Kampung Arab, Kampung Melayu, Pecinan, Pekojan dan lain-lain. Contoh-
23
contoh kota pelabuhan tersebut antara lain adalah Banten, Sunda Kelapa, Demak,
Tuban, Gresik dan Makassar.
Perkembangan dan pembentukan kota seringkali merupakan wujud dari
ekpresi masyarakat yang hidup di dalamnya. Sejumlah kota seringkali di
pengaruhi oleh kondisi sosialpolitik dan kondisi pemerintah atau
pemerintahannya. Sementara itu bentuk-bentuk lainnya sangat mungkin sekali
oleh kondisi karakteristik lingkungannya, seperti yang terjadi di sebagian
Manhattan, New York. Kota-kota berkembang pula dengan kondisi-kondisi
setempat serta pengaruh-pengaruh yang datangnya dari luar. Pada sisi lainnya
perkembangan penduduk, juga perkembangan karena proses urbanisasi menjadi
sebab perubahan bentuk dan struktur suatu kota.
Dari sejarah perkembangan kehidupan bermukim manusia dan bertempat
tinggal, terlihat bahwa manusia selalu mencari kemudahan-kemudahan dalam
rangka kelangsungan hidup mereka pada tiap-tiap tahapan kehidupan bermukim
dan bertempat tinggal tersebut. Kemudahan-kemudahan tersebut juga terwujud
dalam kehidupan non fisik mereka. Aturan-aturan, hukum-hukum dan norma-
norma serta produk kebudayaan lainnya merupakan produk yang diciptakan dalam
rangka memudahkan dan menjaga kelangsungan hidup dan kehidupan mereka.
Untuk menjaga ikatan-ikatan dan janji-janji diantara kelompok-kelompok dan
pribadi-pribadi. Manusia selalu berusaha untuk dapat terus hidup dengan segala
kemudahan.
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan perubahan suatu
kawasan dan sekitarnya sebagai bagian dari suatu kawasan kota yang lebih luas.
24
Menurut Eisner et.al (1993), perubahan suatu kawasan dan sebagian kota
dipengaruhi letak geografis suatu kota. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
perubahan akibat pertumbuhan daerah di kota tersebut, apabila terletak di daerah
pantai yang landai, pada jaringan transportasi dan jaringan hubungan antar kota,
maka kota akan cepat tumbuh sehingga beberapa elemen kawasan kota akan cepat
pula berubah. Dalam proses perubahan yang menimbulkan distorsi (mengingat
skala perubahan cukup besar) dalam lingkungan termasuk didalamnya perubahan
penggunaan lahan secara organik
Lingkungan permukiman merupakan kumpulan berbagai artefak yang
terjadi karena penggabungan antara tapak (site), peristiwa (event) dan tanda
(sign). Jalan, ruang terbuka, type bangunan, dan elemen fisik lain pada tapak
secara keseluruhan merupakan tanda adanya peristiwa tertentu. Hal ini
menunjukkan suatu kelanggengan (permanence) yang sangat kompleks sehingga
menjadi ciri suatu lingkungan permukiman (Rossi, 1984).
2.4.1 Place Sebagai Upaya Menangkap Pola Ruang
Struktur kota adalah interelasi dari unsur-unsur utama kota yang
masing-masing mempunyai fungsi tertentu. Unsur-unsur tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain sehingga dapat mencerminkan karakter
suatu kota. Pada dasarnya untuk mengetahui perkembangan kota dan
uraian tentang sejarah kota dapat dilakukan dengan tiga pendekatan teori
perancangan kota (Eko Budihardjo : 1996) yaitu figure ground, linkage,
place theory (Trancik 1986)
25
2.4.2 Ruang Terbuka dan Massa Bangunan
Teori tentang figure ground didapatkan melalui studi mengenai
bangunan-bangunan sebagai bentuk solid (figure) serta open voids
(ground). Figure Ground Plan adalah suatu peta hitam dan putih yang
memperlihatkan komposisi dari solid (hitam) dan void (putih) di dalam
suatu kawasan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teori figure
ground didasarkan atas dua komponen utama yaitu :
1. Solid (figure) merupakan blok-blok massa bangunan
merupakan elemen yang memiliki fungsi sebagai wadah
aktifitas manusia
2. Void (ground) merupakan ruang luar yang terbentuk antara
blok-blok tersebut yang dapat dibagi menjadi internal void
yaitu ruang terbuka yang terdapat dalam lingkup suatu
bangunan dan massa bangunan serta external void yang
merupakan ruang terbuka luar.
Teori figure ground dapat dipakai sebagai dasar untuk :
1. membentuk ruang luar yang mempunyai hirarki. Struktur jalan
dan plaza merupakan suatu susunan serta bangunan yang ada
mengikuti pola tersebut.
2. merencanakan kota agar lebih terintegrasi karena terdapat
struktur jalan dan ruang terbuka yang mempengaruhi orientasi
bangunan
3. mengupayakan agar juga terbentuk ruang yang teratur
26
Alvar Aalto dalam Kota yang Berkelanjutan (Eko Budihardjo,
1998) menyatakan bahwa :
1. figure ground lebih banyak terbentuk pada bangunan-
bangunan yang tidak berarah vertikal dengan demikian
ketinggian jarak yang terjadi menghasilkan kesan enclosure.
2. private space harus saling berhubungan
3. exterior space lebih banyak digunakan pada kota-kota
tradisional karena komunitasnya yang guyub memang
memerlukan kontak sosial di ruang terbuka
4. agar bangunan-bangunan modern dapat terintegrasi
diusahakan bangunan terdapat pada suatu kompleks sehingga
open space yang tercipta terasa menjadi milik
bersama.Terdapat enam pola solid dan voids yaitu grid,
angular, curvilinear, radial concentric, axial, organic.
2.4.3 Jalur Pergerakan
Tidak seperti teori sebelumnya, teori ini berasal dari hubungan
yang terbentuk garis dari elemen satu ke elemen lainnya. Bentuk dari
elemen-elemen garis ini berupa jalan-jalan, pedestrian, ruang terbuka
yang berbentuk garis. Sistem pergerakan garis ini tidak hanya membentuk
ruang luar tetapi juga membentuk struktur kota.
Menurut Fumihiko Maki dalam Finding Lost Space (Roger
Trancik, 1986) linkage adalah suatu perekat yang paling berhasil dalam
27
menyatukan bentuk kota (urban form) dimana massa-massa bangunan
yang berbicara dalam linkage membentuk artikulasi. Sirkulasi yang
terjadi memberi image atau citra pada kota tersebut. Terdapat tiga bentuk
utama dalam teori ini yaitu composition form, mega form dan group form.
Pada composition form ciri utamanya adalah adanya suatu
penekanan dari hubungan individual pada bangunan tersebut. Untuk mega
form, komponen-komponen individual dari bangunan menyatu (integrasi)
dalam jaringan yang lebih besar sehingga dapat menghilangkan skala
manusia. Struktur yang terbentuk berupa integrasi dari bangunan mega
struktur, hirarki, terbuka (open ending) dan saling terkait
(interconnected). Sedangkan pada group form aspek-aspek sosial yang
terjadi dalam bentuk linier merupakan struktur kota. Sebagai contoh dapat
dikemukakan desa-desa tradisional di Bali.
Teori linkage dapat menggambarkan daerah yang terus serta
dapat menampakkan potensi dan fungsi daerah itu. Linkage dapat
meningkatkan nilai-nilai ekonomis pada sepanjang pola linier tersebut.
Linkage membentuk organisasi ruang dan hubungan spasial.
2.4.4 Ruang yang Menjadi Place
Teori place merupakan kombinasi dari kedua teori sebelumnya.
Kalau figure ground maupun linkage banyak melakukan penekanan pada
konfigurasi massa fisik maka pada teori ini, yang merupakan teori paling
lengkap, lebih menekankan faktor-faktor kultural (budaya) dan historis
28
(sejarah). Teori ini memberi tempat bagi sejarah dengan unsur waktunya.
Teori ini melihat kota tidak hanya dari faktor fisik belaka tetapi juga
faktor-faktor yang datang dari hal-hal yang tidak kasat mata. Dengan
demikian teori place memberikan perwujudan bentuk-bentuk lokal. Teori
ini melihat integrasi kota tidak hanya terletak pada konfigurasi fisik
morfologi semata namun merupakan intgrasi antara aspek fisik morfologi
ruang dengan masyarakatnya.
Bentuk-bentuk bangunan dan elemen-elemen (focal point) tidak
hanya sebagai bentuk-bentuk enclosure tetapi merupakan bentuk-bentuk
yang cocok bagi potensi masyarakat sehingga masyarakat dapat
menerima nilai-nilai sosio-kultural tersebut. Place theory menghargai hal-
hal tersebut, enclosure dan kebudayaan, pada tempat yang sama baiknya.
Teori ini menghargai arsitektur dari zaman ke zaman dan saling
berhubungan satu sama lain (linkage) tetapi polanya seperti pada teori
figure ground.
Teori ini melihat pula adanya rasa akan tempat yang diberikan oleh
lingkungan urban. Suatu place bukanlah sekedar space. Tempat bukanlah
ruang. Ruang (space) setelah diberi artikulasi akan memperoleh nilai
yang menjadikannya tempat (place). Kemudian selanjutnya akan menjadi
wadah (setting) bagi suatu kegiatan. Kekuatan sejarah kehidupan dalam
suatu kawasan telah membentuk karakter dari suatu ruang (space) yang
tercipta hingga menjadi tempat (place).
29
Rapoport menyatakan bahwa lingkungan adalah perpaduan
antara unsur-unsur fisik dengan manusia secara berkesinambungan.
Dalam hal ini place merupakan keterlibatan budaya manusia dengan
lingkungan fisiknya. Place merupakan suatu wadah bagi keterlibatan
manusia dengan lingkungan tersebut. Place menjadi bermakna jika wadah
spasial tersebut memiliki suatu interaksi antara manusia dengan
lingkungannya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa place itu unik dan khas bagi
tiap ruang dan latar kebudayaan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Trancik bahwa place merupakan perpaduan antara manusia, budaya,
sejarah dan lingkungan sekitarnya.
2.4.5 Elemen-Elemen Perancangan Kota
Menurut Hamid Shirvani (1985) menentukan elemen-elemen
perancangan kota dalam kategori sebagai berikut :
a. Tata Guna Lahan (Land Use), untuk menentukan perencanaan dua
dimensional yang kemudian akan menentukan ruang tiga
dimensional. Penentuan Land Use dapat menciptakan hubungan
antara sirkulasi atau parkir, mengatur kepadatan kegiatan/penggunaan
lahan.
b. Bentuk dan Masa Bangunan (Building Form And Massing),
ditentukan oleh ketinggian atau besarnya bangunan, penampilan
maupun konfigurasi dari masa bangunannya.
30
c. Sirkulasi dan Parkir (Circulation And Parking)
d. Ruang Terbuka ( Open Space), ruang terbuka bisa menyangkut semua
lansekap, elemen keras, taman dan ruang Rekreasi di kawasan kota.
Elemen-elemen ruang terbuka juga menyangkut lapangan hijau, ruang
hijau kota, pohon-pohonan.
e. Area Pedestrian (Pedestrian Area), kenyamanan dengan didukung
oleh kegiatan pedagangan eceran, yang dapat memperkuat kehidupan
ruang kota yang ada.
f. Tanda-tanda (Signages).
g. Kegiatan Pendukung (Activity Support), adalah semua fungsi
bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu
kawasan kota.
h. Konservasi (Conservation).
2.4.6 Elemen Citra Kota
Sebuah citra kota adalah gambaran mental dari sebuah kota sesuai
dengan rata-rata pandangan masyarakatnya. Menurut Kevin Lynch
(1969), citra kota dapat dibagi dalam lima elemen :
a. Path (jalur). Path merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya
digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum, yakni
jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan
sebagainya.
31
b. Edge (tepian). Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu
dan berfungsi sebagai pemutus linier, misal pantai, tembok, batasan
antar lintasan kereta api, topografi dan sebagainya.
c. District (kawasan). Sebuah kawasan/ district memiliki ciri khas yang
mirip (bentuk, pola dan wujudnya) dan khas pula dalam batasnya,
dimana orang merasa harus mengakhiri atau memulainya. District
memiliki indentitas yang lebih baik, jika batasnya dibentuk dengan
jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan
posisinya jelas.
d. Node (simpul). Merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis
dimana arah dan aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah
atau aktivitas lain.
e. Landmark (tengeran). Merupakan titik referensi seperti elemen node,
tetapi orang tidak masuk kedalamnya karena bisa dilihat dari luar
letaknya. Landmark adalah elemen eksternal dan merupakan bentuk
visual yang menonjol dari kota, misal gunung, atau bukit. gedung
tinggi, menara, tempat ibadah, pohon tinggi dan sebagainya.
2.5 Permukiman Sebagai Wadah Lingkungan Binaan
Terbentuknya suatu lingkungan binaan dalam hal ini adalah permukiman,
merupakan proses pewadahan fungsional yang dilandasi oleh pola aktivitas
manusia serta adanya pengaruh setting (rona lingkungan) baik yang bersifat fisik
maupun non fisik (sosial budaya) yang secara langsung mempengaruhi pola
32
kegiatan dan proses pewadahannya. Rona lingkungan akan saling berpengaruh
dengan lingkungan fisik yang terbentuk oleh kondisi lokasi, kelompok masyarakat
dengan sosial budayanya (Rapoport, 1969). Hubungan antar aspek budaya
(culture) dan lingkungan binaan (environment) dalam kaitannya dengan
perubahan berjalan secara komprehensif dari berbagai aspek kehidupan sosial
budaya masyarakat. Faktor pembentuk lingkungan dapat dibedakan menjadi dua
golongan (Rapoport, 1969) yakni faktor primer (sosio culture factors) dan faktor
sekunder (modifying factors). Lingkungan binaan dapat terbentuk secara organik
atau tanpa perencanaan yang juga terbentuk melalui perencanaan. Pertumbuhan
organik pada lingkungan permukiman tradisional terjadi dalam proses yang
panjang dan berlangsung secara berkesinambungan. Lingkungan binaan
merupakan refleksi dari kekuatan sosial budaya seperti kepercayaan, hubungan
keluarga, organisasi sosial, serta interaksi sosial antara individu.
2.6 Elemen-Elemen Pembentuk Pola Ruang Kota Pinggiran Sungai
Karakteristik pola ruang pinggiran sungai diperlukan untuk memberikan
pemahaman tentang identitas suatu kota yang terletak di pinggiran sungai, sesuai
dengan potensi yang ada. Dalam hal ini menurut Eko Budihardjo (1991) bahwa
karakter tersebut merupakan perwujudan lingkungan baik yang berbentuk fisik
maupun non fisik. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Schultz (1980) bahwa
karakter tersebut bisa diperoleh dari kondisi fisik lingkungan dan hal-hal lain yang
tidak terukur seperti budaya, dan kehidupan sosial. Budaya dan pola sosial
33
merupakan suatu sistem yang sudah stabil dan terpola di dalam place, yang
dibangun sepanjang sejarah masyarakatnya.
2.7 Pola Permukiman
Bentuk kota atau kawasan merupakan hasil proses budaya manusia
dalam menciptakan ruang kehidupannya, sesuai kondisi site, geografis, dan terus
berkembang menurut proses sejarah yang mengikutinya. Menurut Kostof (1991),
peran dan perkembangan masyarakat sangat berpengaruh dalam suatu proses
pembentukan kota. Sehingga terbentuknya pola kota akan terus berkembang
sebagai proses yang dinamis dan berkesinambungan tanpa suatu awal dan akhir
yang jelas. Kota lahir dan berkembang secara spontan, diatur menurut pendapat
masyarakat secara umum yang dipengaruhi oleh adat istiadat, kepercayaan,
agama, sesuai dengan kondisi alamiah, sehingga lahir suatu pola kota organik
yang berorientasi pada alam, dan mempunyai sosial yang kuat. Berkembangnya
masyarakat baik kuantitas maupun kualitas menuntut terbentuknya suatu kota
yang lebih teratur, agar lebih mudah dan terarah pengorganisasiannya melalui pola
grid. Sehingga bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa kedua faktor alam dan faktor
aspirasi masyarakat tersebut saling dikombinasikan untuk menghasilkan suatu
pola yang harmonis antara kehidupan manusia dan lingkungan alamnya.
Suatu kota yang berkembang terutama suatu kawasan permukiman
berkembang karena adanya tuntutan untuk membentuk suatu kawasan yang
terencana (planed city) yang dapat mengatur kehidupan masyarakat yang semakin
kompleks. Namun tetap tidak terlepas dari budaya masyarakat itu sendiri. Salah
34
satu konsep itu terlihat pada bentuk permukiman pada kawasan pinggiran sungai
dimana tipe dan pola permukiman pada kawasan itu sendiri merupakan bagian
dari pola penggunaan tanah yang akan menggambarkan struktur serta faktor yang
mempengaruhinya. Secara garis besar, konsep atau ciri-ciri perumahan dan
permukiman pada kawasan di pinggiran sungai di Indonesia berupa linier,
clustered, dan lain sebagainya.
2.7.1 Macam-Macam Pola Permukiman
a. Sub Kelompok Komunitas
Pola permukiman tipe ini berbentuk cluster, terdiri dari beberapa unit
atau kelompok unit hunian, memusat pada ruang-ruang penting, seperti
penjemuran, ruang terbuka umum, masjid dan sebagainya.
b. Face to face
Pola permukiman tipe ini berbentuk linier, antara unit-unit hunian
sepanjang permukiman dan secara linier terdapat perletakan pusat
35
aktivitas yaitu tambatan perahu atau dermaga, ruang penjemuran, pasar
dan sebagainya.
2.7.2 Struktur Ruang
a. Linier
Pola permukiman bentuk ini adalah suatu pola sederhana dengan
peletakan unit-unit permukiman (rumah, fasum, fasos dan sebagainya)
secara terus menerus pada tepi sungai dan jalan. Pada pola ini
kepadatan tinggi, dan kecenderungan ekspansi permukiman dan mixed
use function penggunaan lahan beragam.
36
b. Clustered
Pada pola ini berkembang dengan adanya kebutuhan lahan dan
penyebaran unit-unit permukiman telah mulai timbul. Kecenderungan
pola ini mengarah pada pengelompokkan unit permukiman terhadap
suatu yang dianggap memiliki nilai penting atau pengikat kelompok
seperti ruang terbuka komunal dalam melakukan aktivitas bersama.
c. Kombinasi
Pola ini merupakan suatu kombinasi antara kedua pola di atas
menunjukkan bahwa selain ada pertumbuhan juga menggambarkan
adanya ekspansi ruang untuk kepentingan lain (pengembangan usaha
dan sebagainya). Pola ini menunjukkan adanya gradasi dari intensitas
lahan dan hirarki ruang mikro secara umum.
37
Adapun pola dan tata letak permukiman terbagi menjadi pola-pola
seperti yang disebutkan di bawah ini:
1. Pola Mengelompok
Pada pola mengelompok ini daerah permukiman cenderung tumbuh secara
mengelompok pada pusat kegiatan. Perumahan tumbuh secara tidak
terencana dan menyebabkan keseimbangan alam terganggu. Jika
pertumbuhannya tidak terkendali, maka daerah dekat pusat kegiatan menjadi
padat dan kemungkinan terjadi daerah kumuh. Adapun pola tersebut terbagi
menjadi daerah pantai, danau, daerah aliran sungai (DAS) dan di daerah
muara.
2. Pola Menyebar
Pada pola ini daerah permukimannya tumbuh tersebar, sehingga jangkauan
fasilitas umumnya sulit, tidak merata. Biasanya berada di daerah-daerah
seperti sungai, pantai dan danau.
38
3. Pola Memanjang
Daerah permukimannya tumbuh cenderung mengikuti tepian-tepian sungai,
pantai, dan danau. Sehingga terbentuk permukiman linier, di sepanjang
tepian. Jika pertumbuhan permukiman ini tidak terkendali maka kelestarian
sumber daya yang ada di daerah tepian tersebut akan terancam.
Dibawah ini dapat dilihat pola dan tata letak pola permukiman dengan
gambar-gambar dibawah ini :
a. Pola Mengelompok
Sebagai contoh adalah daerah di tepi pantai atau danau, jarak antara
perumahan dan tepi pantai di tanami pohon agar kelestarian terjaga.
Pada pola ini dapat terlihat adanya pemerataan fasilitas umum.
Sedang pada daerah muara, perumahan mengelompok di muara sungai.
Kegiatan MCK terjadi di sepanjang sungai. Adapun arah
pengembangannya adalah menghindari pengembangan perumahan ke
arah pinggir sungai. Terdapat pohon pelindung untuk menjaga
kelestarian sungai. MCK di tarik ke arah darat. Seperti terlihat seperti
sketsa di bawah ini.
39
b. Pola Menyebar
Pada pola ini perumahan menyebar jauh dari fasilitas, adapun arah
pengembangannya adalah dikelompokkan agar jangkauan fasilitas
terpenuhi. Sedangkan pengembangan perumahan cenderung diarahkan
ke darat. Seperti gambar di bawah ini :
c. Pola Memanjang
Pola ini menimbulkan gangguan keseimbangan alam. Adapun arah
pengembangannya dikelompokkan agar fasilitas umum murah dan
terjangkau. Terdapat jarak antara perumahan dengan sungai, seperti
gambar berikut ini.
40
Sedangkan sketsa mengenai letak pokok bangunan pada kawasan
perairan sungai dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Sumber : Dirjen Kebudayan,Proyek Pengkajian & Pembinaan Nilai-Nilai
Budaya , 1995
41
Pola permukiman di lingkungan perairan darat yang terpenting di
Indonesia berada di tepi dan atau di atas perairan sungai. Sebagian permukiman
ini sekaligus berada dalam lingkungan rawa dan perairan laut. Kondisi
lingkungan perairan demikian mendorong pemukimnya membangun rumah
panggung, bukan untuk menghindari pasang laut, melainkan menghindari luapan
air sungai di musim hujan.
Jenis permukiman ini dapat ditemukan di palung sungai besar di dataran
rendah pantai timur Sumatera, di bagian barat, selatan dan tenggara Kalimantan,
serta di bagian selatan Irian Jaya. Pusat permukimannya dapat berada di darat tepi,
di perairan tepi, dan di atas perairan sungai. Tipe A, B,C, dan D banyak
ditemukan di Sumatera. Keempat tipe ini ditambah dengan tipe E ditemukan di
Kalimantan.
Dengan melihat gambar-gambar dan sketsa pola tata letak permukiman
sebagai penjelasan yang secara khusus sebagai landasan dari penelitian yang akan
diteliti. Berdasarkan topik yang penyusun ambil yaitu mengenai pola
permukiman Melayu Jambi pada Kawasan Tanjung Pasir Sekoja maka secara
umum akan dapat dilihat karakter tata ruang, yang ada yang telah dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Oleh sebab itu dalam mengkaji lebih dalam penelitian ini,
dan sebelum masuk kedalam faktor-faktor yang mempengaruhi, terlebih dahulu
memperhatikan teori urban desain yang merupakan penunjang dari faktor-faktor
tersebut.
42
2.8 Masyarakat Melayu Jambi dalam Tata Kehidupan dan Lingkungan
Permukimannya
2.8.1 Tata Kehidupan Masyarakat Melayu Jambi
Dalam kehidupan masyarakat Melayu Jambi, kerukunan ditujukan dari
cara bertindak dan berperilaku, berupa hubungan antara seseorang terhadap
saudara-saudaranya, keluarga maupun masyarakat secara luas. Musyawarah
merupakan cara yang dilakukan untuk menjaga kerukunan, begitu pula
terhadap pemeliharaan nilai-nilai religius dan tatanan lingkungan. Upacara
ritual berkembang dan masih dijunjung tinggi dikalangan masyarakat Melayu
Jambi yang berdiam di suatu tempat, baik di desa maupun yang berada di kota.
Semua hal tersebut mempengaruhi pembentukan pola permukiman Melayu
Jambi.
Rukun merupakan keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan
dalam kehidupan sosial budaya masyarakat dan keluarga. Suasana kehidupan
masyarakat diharapkan dapat mencerminkan keadaan masyarakat yang
harmonis. Rukun juga menunjukkan cara bertindak dan berperilaku sehingga
segala sesuatu yang dapat mengganggu keadaan rukun dan keselarasan dalam
masyarakat harus dicegah. Keadaan rukun terjadi apabila semua pihak dalam
keadaan damai, suka bekerja, saling menerima dalam keadaan tenang dan
sepakat.
Suatu konflik dapat terjadi bila kepentingan-kepentingan saling
bertentangan. Kerukunan menuntut agar setiap individu berusaha untuk
menomorduakan bahkan kalau perlu melepaskan kepentingan pribadi untuk
43
kepentingan desa/kampung, dan merupakan perwujudan kerukunan. Hal
tersebut terjadi misalnya pada pembuatan saluran air, kegiatan bersih desa,
perbaikan jalan dan lain-lain.
Pemeliharaan pernyataan sosial yang harmonis dilakukan dengan
memperkecil konflik dan pribadi secara terbuka dalam bentuk apapun, untuk
menjaga terpeliharanya kerukunan. Ini didasarkan atas keseimbangan
emosional-statis sebagai nilai yang harus dijaga. Oleh sebab itu norma-norma
kelakuan, diharapkan dapat mencegah terjadinya emosi yang bisa
menimbulkan konflik. Norma-norma itu berlaku dalam semua lingkup
kehidupan masyarakat dan dapat dirangkum dalam tuntutan untuk selalu
mawas diri dan menguasai emosi.
Dalam menjaga kerukunan, orang melakukan musyawarah untuk dapat
menentukan sikap dan keputusan bagi orang banyak, sehingga orang dapat
mengemukakan pendapatnya. Musyawarah dimana semua suara dan pendapat
didengarkan merupakan bentuk cara pengambilan keputusan sebagai
pemecahan atas suatu masalah atau sikap yang ditunjukan oleh masyarakat
Melayu Jambi. Semua pendapat dianggap sama benar. Masyarakat berusaha
mencapai kebutuhan kehendak atau pikiran yang dapat diterjemahkan sebagai
keseluruhan keinginan dan pendapat masyarakat.
2.8.2 Masyarakat Melayu Jambi dan Lingkungan Permukimannya
Masyarakat Melayu Jambi pada umumnya berdiam di suatu tempat atau
desa dengan sawah ladang berada di sekitar tempat tersebut Tradisi dan sifat
44
gotong-royong dipegang kuat oleh masyarakat meski hubungan dengan
sesama individu dalam proses produksi usaha tani telah bersifat komersial.
Umumnya tempat kediaman berbentuk persegi dengan pola jaringan
jalan berbentuk empat persegi panjang. Permukiman cenderung mengelompok
di dekat jalan-jalan utama dan tidak tersusun pada pusat tertentu, seperti
mengitar rumah penguasa (kepala desa), tempat-tempat ibadah, maupun pasar
atau pusat perbelanjaan lainnya.
2.9 Permukiman Suku Melayu Jambi
2.9.1 Karakteristik Permukiman Masyarakat Melayu Jambi
Penduduk mendirikan rumah secara mengelompok. Rumah-rumah
penduduk berada diantara jalan raya atau jalan setapak, tetapi ada juga yang
letaknya tidak beraturan. Pola permukiman Melayu Jambi terbentuk dengan
adanya jalan besar, sungai, pohon-pohon, bambu, atau pohon kelapa sebagai
batas. Lapangan dan mesjid sebagai tempat berkumpul masyarakat biasanya
terdapat pada pusat desa, sedang masalah-masalah yang timbul dalam
masyarakat dibahas secara musyawarah.
2.9.2 Proses Perubahan Lingkungan Fisik
Sesuatu yang merupakan hasil karya manusia terbentuk karena latar
belakang sosial budaya masyarakat atau kondisi sosial budaya manusia pada
umumnya. Dalam perkembangan dan pertumbuhannya akan mengalami
perubahan, terutama pada ruang dan bentuk dari lingkungan.
45
Perubahan-perubahan itu disebabkan dari dalam yang dimulai dari
kegiatan kebudayaan masyarakat yang lambat laun akan mengalami berbagai
variasi, dan pengganti dari luar yang meliputi industrialisasi, kontak dengan
budaya lain, yang tidak saja menimbulkan dampak positif tetapi juga negatif.
2.10 Karakteristik Tata Kehidupan dan Lingkungan Permukiman di sekitar
Suku Melayu Jambi
Di Wilayah lain, Riau misalnya, kita akan menjumpai adanya perbedaan
atau karakteristik tertentu, baik itu disisi tata kehidupan maupun lingkungan
permukimannya.
Bagi orang Melayu Riau, permukiman atau perkampungan atau apapun
namanya, haruslah dibangun penuh perhitungan, karena disanalah mereka
menetap turun menurun. Permukiman dibangun dengan landasan adat (budaya)
serta kepercayaan yang dianutnya, kemudian disempurnakan dengan larang
pantang yang diberlakukan secara ketat. Orang-orang tua Melayu Riau
mengingatkan: dalam menyusuk (membangun) kampung, adat dipegang lembaga
dijunjung atau dikatakan: apabila hendak menusuk kampung, adat dipakai
lembaga dihitung, supaya tuah apat besambung, supaya rezki terus melambung.
Ketentuan adat tentang membangun kampung atau permukiman disebut Adat
Menusuk Kampung (Adat Membangun Kampung). Dahulu, ketentuan adat iniah
yang menjadi acuan dasar dari masyarakat tempatan dalam membuat
perkampungan.
46
Ketentuan adat ini memberi petunjuk bahwa masyarakat Melayu Riau
tidaklah membuat perkampungan dengan semena mena, tetapi melalui proses
yang panjang. Hal ini membuktikan bahwa mereka membangun perkampungan
dengan perhitungan yang cermat, agar kampung itu memberikan manfaat bagi
penghuninya, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, serta memberi peluang untuk
pengembangan perkampungan atau permukiman kemasa depannya.
Acuan diatas memberi petunjuk betapa ketat dan cermatnya ketentuan adat
tentang membangun perkampungan (permukiman). Orang tua menegaskan di
dalam menyusuk kampung adat dipakai lembaga dijunjung, atau dikatakan apabila
kampung hendak didirikan, adat dan undang jadi pedoman, pantang dan larang
jadi pegangan, musyawarah mufakat jadi landasan.
2.11 Karakteristik Tata Kehidupan dan Lingkungan Permukiman
masyarakat Suku Melayu Jambi di Kawasan Tanjung Pasir Sekoja
Kondisi permukiman yang ada saat ini dapat dilihat bahwa pada umumnya
bangunan rumah di kawasan Tanjung Pasir Sekoja berbentuk rumah panggung,
baik permanen maupun tidak permanen. Letak rumah masyarakat di sana ada
yang terletak dekat dengan jalan ada yang jauh dari jalan. Sehingga dibantu
dengan jembatan kayu yang dibuat untuk menuju rumah mereka masing-masing,
dan ada juga yang terletak di bagian dalam atau di dalam gang yang dicapai
dengan melewati jalan setapak. Bangunan rumah tinggal hampir seluruhnya tidak
mengalami perubahan fungsi sebagai fungsi utama yaitu rumah tinggal. Hanya
sebagian bangunan yang pada awalnya berfungsi sebagai rumah tinggal yang
47
kemudian digunakan untuk toko atau warung. Pada kawasan ini terdapat pula
beberapa bangunan instansi pemerintah yaitu kantor kelurahan, PDAM,
puskesmas dan gedung sekolah. Sedangkan bangunan peribadatan terdiri dari satu
buah masjid dan tiga buah mushola. Ruang terbuka yang ada pada kawasan ini,
selain berfungsi sebagai jalan, adalah untuk makam yang terletak dekat dengan
lokasi masjid, dan di bagian utara permukiman Tanjung Pasir Sekoja. Penduduk
pada kawasan Tanjung Pasir Sekoja atau lebih dikenal dengan penduduk seberang
kota Jambi yang dulunya merupakan pusat pemerintahan kesultanan Jambi
sebagian besar terdiri dari suku Melayu Jambi. Berdasarkan data yang diperoleh
hanya sebagian kecil berasal dari suku Cina. Masyarakat Tanjung Pasir Sekoja
pada umumnya merupakan penganut agama Islam yang taat dan hidup dalam
suasana agamamis, masjid dan agama memegang peranan penting dalam
kehidupan bermasyarakat, dan pendidikan agama sangat ditekankan pada generasi
muda.
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pengertian Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Rasionalistik
Untuk mengetahui pola permukiman Melayu Jambi pada kawasan
Tanjung Pasir Sekoja, maka digunakan jenis metode penelitian kualitatif
pendekatan rasionalistik. Metode ini menurut Noeng Muhajir (1996), adalah
metode penelitian yang melandaskan pada filsafat rasionalisme, yaitu semua ilmu
yang berasal dari pemahaman intelektual yang dibangun atas kemampuan
argumentasi secara logik, bukan dibangun atas pengalaman empiris, tetapi
menekankan pada pemaknaan empiris, pemahaman intelektual dan perlu didukung
dengan data empirik yang relevan. Dalam penelitian rasionalistik perlu
dikembangkan kemampuan konseptualistik teoritik, bukan sekedar
mempersiapkan obyek, melainkan melihat kesatuan holistiknya.
3.2 Pendekatan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitan yakni mengkaji karakteristik pola
permukiman Melayu Jambi pada kawasan Tanjung Pasir Sekoja, di kota Jambi,
dengan mengaitkan perkembangan fisik dan nonfisik pola permukiman kota
pinggiran sungai, maka untuk mencapai tujuan penelitian ini, metodologi
penelitian yang digunakan melalui pendekatan rasionalistik dengan paradigma
kualitatif.
49
Desain penelitian rasionalistik bertolak dari kerangka teoritik yang
dibangun dari pemaknaan hasil penelitian terdahulu, teori-teori yang dikenal, buah
pikiran para pakar, dan dikonstruksikan menjadi sesuatu yang mengandung
sejumlah problematik yang perlu diteliti lebih lanjut. Dimana metodologi
penelitian kualitatif rasionalistik ini berangkat dari pendekatan holistik berupa
grand concepts yang dijabarkan menjadi teori substantif. Obyek diteliti dengan
tanpa dilepaskan dari konteksnya dalam fokus/aksentuasi tertentu dan hasil
penelitiannya didudukan kembali pada grand concepts (Muhajir, 1996).
3.3 Penerapan Metodologi Kualitatif Pendekatan Rasionalistik Pada
Penelitian
Penerapan metodologi kualitatif rasionalistik pada penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Mengadakan eksplorasi teori-teori para pakar mengenai teori pola
permukiman yang berpengaruh terhadap pembentukan sebuah
kawasan.
2. Penyusunan proposisi landasan teori yang sesuai dengan tujuan
penelitian.
3. Mencari data primer dengan sampel secara purposive dengan
pendekatan snowball sampling dan didukung data-data sekunder.
Kajian data verbal dan data visual dengan pertimbangan proposisi teori
dasar.
4. Kontek terfokus pada pola permukiman Melayu Jambi.
50
3.4 Langkah-langkah Penelitian
Penelitian dilakukan dalam dua tahapan, yaitu penelitian kepustakaan dan
penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan merupakan tahap atau bagian awal
dari kegiatan penelitian berupa pengumpulan data pustaka tentang :
1. Metodologi Penelitian (Research)
2. Teori yang berkaitan dengan pola permukiman pada umumnya,
elemen-elemen perancangan kota dan citra kota serta teori-teori
pendukung lainnya.
3. Tentang pola permukiman Melayu Jambi pada Kawasan Tanjung Pasir
Sekoja.
Penelitian lapangan, merupakan kegiatan yang dilakukan di lapangan
meliputi :
Observasi pendahuluan
Pengambilan data primer melalui wawancara responden
Pengamatan dan sketsa, pola permukiman
Data fisik dapat dilihat secara visual sebagai gambaran terhadap pola
permukiman/tata ruang lingkungan fisik direkam dengan foto, sketsa serta data
non fisik didapat melalui wawancara (kuisioner).
3.5 Komponen Penelitian
Untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini dilakukan analisa secara
rasionalistik kualitatif terhadap karakteristik pola permukiman Melayu Jambi
51
baik secara fisik maupun non fisik di kota Jambi sebagai kawasan pinggiran
sungai. Untuk mengkaji penelitian ini terlebih dahulu ditetapkan komponen-
komponen yang akan diteliti sesuai dengan tujuan penelitian dan kajian teori yang
telah diperoleh pada bab sebelumnya. Komponen-komponen yang akan diteliti
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Aspek fisik yang berbentuk pola permukiman Melayu Jambi sebagai
bagian dari kawasan pinggiran sungai di kota Jambi, dengan mengkaji
pola permukiman yang terbentuk melalui elemen-elemen fisik sebagai
bagian dari elemen-elemen perancangan kota berupa :
a. Penggunaan lahan
b. Masa dan bentuk bangunan
c. Sirkulasi dan parkir
d. Ruang terbuka
e. Jalur Pejalan kaki
f. Aktivitas pendukung
g. Simbol
h. Preservasi
2. Aspek non fisik yang membentuk karakter pola permukiman Melayu
Jambi, sebagai kawasan pinggiran sungai kota Jambi, dengan mengkaji
elemen-elemen non fisik pembentuk pola permukiman Melayu Jambi,
berdasarkan tatanan sosial masyarakat Melayu Jambi berupa :
a. Kondisi Sosial Budaya
b. Kondisi Sosial Ekonomi
52
Komponen-komponen tersebut berkaitan erat dengan metode
pengumpulan data yang akan dipakai dan berdasarkan data literatur yang menjadi
landasan.
3.6 Lokasi Penelitian
Kawasan Tanjung Pasir merupakan bagian dari kota Jambi yang terletak di
pinggiran sungai Batanghari, yang secara adminstratif terletak di Kelurahan
Tanjung Pasir yang berkedudukan di Kecamatan Danau Teluk, dengan batas-batas
wilayah :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Muara Sebo, Kab. Muara
Jambi.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pelayangan, Kota Jambi.
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Batanghari
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Jambi luar kota, Kab.
Muara Jambi. (Peta dan sketsa kawasan penelitian terlampir)
3.7 Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data lapangan adalah
:
1. Kuesioner atau daftar pertanyaan, dibuat terstruktur dan harus dijawab
oleh responden.
2. Data-data gambar perancangan dan peta dari kawasan penelitian yang
diperlukan dalam tahap penelitian.
53
3. Kamera sebagai alat untuk merekam data fisik, roll meter sebagai alat
ukur serta alat tulis.
3.8 Bentuk dan Teknik Pengumpulan Data
3.8.1 Bentuk Data
Data-data yang digunakan merupakan:
1. Data primer berupa data lapangan, yang merupakan hasil observasi
dan wawancara untuk mendapatkan masukan yang mendalam
dimana semuanya akan mendukung hasil penelitian, yaitu:
o Data yang berkaitan dengan pola permukiman Melayu Jambi
yang terbentuk dari elemen-elemen fisik berupa data