Post on 05-Sep-2021
FAKTA CERITA, SARANA SASTRA, DAN TEMA
DALAM NOVEL “KKN DI DESA PENARI”
KARYA SIMPLEMAN: KAJIAN STRUKTURAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh:
Johanes De Deo Pascoal Cristiano Dos Santos
NIM: 141224087
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
FAKTA CERITA, SARANA SASTRA, DAN TEMA
DALAM NOVEL “KKN DI DESA PENARI”
KARYA SIMPLEMAN: KAJIAN STRUKTURAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh:
Johanes De Deo Pascoal Cristiano Dos Santos
NIM: 141224087
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
SKRIPSI
FAKTA CERITA, SARANA SASTRA, DAN TEMA
DALAM NOVEL “KKN DI DESA PENARI”
KARYA SIMPLEMAN: KAJIAN STRUKTURAL
Oleh:
Johanes De Deo Pascoal Cristiano Dos Santos
NIM: 141224087
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing,
Septina Krismawati, S.S., M.A. Tanggal, 8 Maret 2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
SKRIPSI
FAKTA CERITA, SARANA SASTRA, DAN TEMA
DALAM NOVEL “KKN DI DESA PENARI”
KARYA SIMPLEMAN: KAJIAN STRUKTURAL
Dipersiapkan dan disusun oleh:
Johanes De Deo Pascoal Cristiano Dos Santos
NIM: 141224087
Telah dipertahankan di depan panitia penguji
Pada tanggal 12 Juli 2021
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Rishe Purnawa Dewi, S.Pd., M.Hum. ......................................
Sekretaris : Danang Satria Nugraha, S.S., M.A. ......................................
Anggota 1 : Rishe Purnawa Dewi, S.Pd., M.Hum. ......................................
Anggota 2 : Septina Krismawati, S.S., M.A. ......................................
Anggota 3 : Danang Satria Nugraha, S.S., M.A. ......................................
Yogyakarta, 12 Juli 2021
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan tuntunan dalam menyusun skripsi. Karya ini saya
persembahkan untuk kedua orangtua saya, Jacob Dos Santos, S.Pd. dan Alphonsa
Maria Krismiyati, S.Pd. yang selalu mendukung, memberikan semangat serta
mendoakan saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“Hanya ada dua pilihan untuk memenangkan kehidupan: keberanian, atau
keikhlasan. Jika tidak berani, ikhlaslah menerimanya. Jika tidak ikhlas, beranilah
mengubahnya” (Toto Rahardjo)
“Kamu tidak akan tahu, kapan dan di mana kebaikan Tuhan kan datang” (Vasco)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Penulis,
Johanes De Deo Pascoal Cristiano Dos Santos
Yogyakarta, 12 Juli 2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Sanata Dharma:
Nama : Johanes De Deo Pascoal Cristiano Dos Santos
NIM : 141224087
Dengan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma, skripsi saya yang berjudul:
FAKTA CERITA, SARANA SASTRA, DAN TEMA
DALAM NOVEL “KKN DI DESA PENARI”
KARYA SIMPLEMAN: KAJIAN STRUKTURAL
Dengan demikian, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
memublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademi tanpa
perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 12 Juli 2021
Yang menyatakan,
Johanes De Deo Pascoal Cristiano Dos Santos
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Dos Santos, Johanes De Deo Pascoal Cristiano. 2021. “Fakta Cerita, Sarana Sastra,
dan Tema dalam Novel “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman: Kajian
Struktural” Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini membahas fakta cerita, sarana sastra, dan tema dalam novel
“KKN Di Desa Penari” karya Simpleman. Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan hasil fakta cerita yang ditinjau dari karakter, alur, dan latar,
mendeskripsikan hasil sarana sastra yang ditinjau dari judul, sudut pandang, gaya dan
tone, simbolisme, ironi, dan mendeskripsikan tema.
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik membaca dan
teknik mencatat. Data penelitian berupa kutipan-kutipan yang terdapat dalam novel
“KKN Di Desa Penari” karya Simpleman.
Hasil analisis data ditemukan tiga hal yaitu: pertama, fakta cerita yang
menunjukkan bahwa terdapat dua karakter utama yaitu Widya dan Nur. Kemudian,
karakter pendukung yaitu Ayu Prakarsayuga, Bima Anggara, Anton, Wahyu, Pak
Prabu, Mas Ilham, Mbah Buyut, Mbah Dok, Bu Sundari, Si Penari
(Badarawuhi/Dawuh), Bu Anggi, Bu Azrah (Ibunda Widya), Lelaki tua pemanggul
karung, Pedagang Cilok, Orangtua Ayu dan Bima, Pak Aryo dan Pak Waryan serta
para penduduk desa, Rektor dan para dosen, Mahasiswa dan mahasiswi yang lain,
Nadya, Mbah Langsa, Sesosok Makhluk hitam serta para makhluk halus/lelembut
hutan lainnya. Alur dalam novel ini menggunakan alur maju. Latar pada novel ini
terdiri dari latar tempat,waktu, dan sosial. Latar tersebut meliputi: sebuah universitas
di Jawa Timur, aula kampus, gerbang selatan, gapura, hutan, desa, kamar. Kedua,
pada sarana sastra yang menunjukkan judul novel yaitu “KKN Di Desa Penari”,
judul “KKN Di Desa Penari” sesuai dengan jalan cerita yang diceritakan pengarang.
Sudut pandang pada novel ini yaitu sudut orang ketiga terbatas. Gaya yang
digunakan pengarang berupa gaya bahasa yang ringan dan mudah dimengerti.
Terdapat juga gaya humor, sindiran dan hiperbolis. Tone yang dipakai penulis
berupa ironis, misterius, dan penuh perasaan. Simbolisme pada novel adalah kuliah
kerja nyata (KKN), hutan, desa, dan gaib. Ironi pada novel yaitu ironi dramatis atau
ironi alur. Ketiga, tema yang ditunjukkan dalam novel “KKN Di Desa Penari” yaitu
menghormati setiap budaya, adat istiadat dan menjaga tata krama di manapun kita
berada.
Kata kunci: Fakta Cerita, Sarana Sastra, Tema.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Dos Santos, Johanes De Deo Pascoal Cristiano. 2021. “Story Fact Analysis,
Literature Facility and Theme in a Novel “KKN Di Desa Penari” by
Simpleman: Structural Study” Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language
Education and Art Study Program, Language and Arts Department, Faculty
of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.
This research the story fact, literature medium, and theme in a novel "KKN
Di Desa Penari" by Simpleman. The purpose of this research is to describe the results
of the fact analysis of a story which is reviewed from the characters, plot, and
background, to describe the literature medium is reviewed from title, point of view,
style and tone, symbolism, irony, and describe theme.
The kind that is used in this research is qualitative. Data collection techniques
that is used in this research are reading and noting. Research data in the quotes
contained in the novel "KKN Di Desa Penari" by Simpleman.
The results of data analysis found three things, there are: first, story fact
which show that there are two main characters, namely Widya and Nur. Then, the
supporting characters are Ayu Prakarsayuga, Bima Anggara, Anton, Wahyu, Mr.
Prabu, Mas Ilham, Mbah Buyut, Mbah Dok, Mrs. Sundari, The Dancer
(Badarawuhi/Dawuh), Mrs. Anggi, Mrs. Azrah (Widya's mother), old man sack
bearers, Cilok traders, Ayu’s parents and Bima’s parents, Mr. Aryo and Mr. Waryan
and the villagers, the Chancellor and lecturers, other students and students, Nadya,
Mbah Langsa, a black creature and other forest spirits / ghosts. This novel uses the
chronogical plot. The setting in this novel consists of place, time, and social setting.
The setting includes: a university in East Java, campus hall, south gate, gate, forest,
village, rooms. Second, the literature facilities that shows the title of the novel which
is “KKN Di Desa Penari”, the title of “KKN Di Desa Penari” is in accordance with
the storyline told by the writer. The point of view in this novel is limited third person.
The style used by the author is a language style that is light and easy to understand.
There is also a style of humor, satire and hyperbole. The symbolism in the novel is
student study service , forests, villages, and the occult. The irony in the novel is
dramatic irony or plot irony. Third, the theme shown in the novel is about respecting
every culture, customs and maintain manners wherever we are.
Keywords : Story Fact, Literature Facility, Theme.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir saya yang berjudul Fakta Cerita,
Sarana Sastra, dan Tema Dalam Novel KKN Di Desa Penari: Kajian Struktural.
Penulisan tugas akhir ini saya susun untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
sarjana pendidikan di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini selalu mendapat
dukungan, bimbingan, bantuan, dorongan, semangat, doa, dan kerja sama dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M. Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.
3. Septina Krismawati, S.S., M.A., selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan, bantuan, nasihat, arahan, dan motivasi kepada penulis.
4. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah membimbing dan memberikan ilmunya pada penulis.
5. Theresia Rusmiyati, selaku karyawati sekretariat PBSI yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
6. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu
penulis dalam penyediaan referensi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
7. Keluarga saya, Bapak Jacob Dos Santos, S.Pd, Ibu Alphonsa Maria Krismiyati,
S.Pd., dan Adik Johanes Pembaptis Fernando Cristiano Dos Santos, yang selalu
memberikan doa, semangat, bimbingan, dan bantuan kepada penulis sehingga
mampu menyelesaikan penelitian ini.
8. Teman-teman saya Jul, Sry, Hero, Sipri, Jenni, Enov dan semua orang yang tidak
bisa penulis sebutkan satu per satu yang selalu menyemangati dan menolong
penulis.
9. Teman-teman seperjuangan di kelas B PBSI 2014 yang selalu mendukung
penulis untuk menjadi lebih baik.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari yang diharapkan. Namun,
penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis,
Johanes De Deo Pascoal Cristiano Dos Santos
Yogyakarta, 12 Juli 2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................. iv
MOTTO...................................................................................................... .. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...................................................... vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS................................................................... vii
ABSTRAK.................................................................................................. .. viii
ABSTRACT................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR.................................................................................. x
DAFTAR ISI................................................................................................. xii
DAFTAR BAGAN....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................... 4
1.5 Batasan Istilah........................................................................................... 5
1.6 Sistematika Penyajian............................................................................... 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
BAB II KAJIAN TEORI.............................................................................. 7
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan.......................................................... 7
2.2 Landasan Teori......................................................................................... 9
2.2.1 Novel............................................................................................. 9
2.2.2 Strukturalisme............................................................................... 10
2.2.3 Fakta Cerita................................................................................... 12
2.2.3.1 Karakter.......................................................................... 12
2.2.3.2 Alur................................................................................. 13
2.2.3.3 Latar................................................................................ 14
2.2.4 Sarana Sastra.................................................................................. 15
2.2.4.1 Judul................................................................................ 15
2.2.4.2 Sudut pandang................................................................. 15
2.2.4.3 Gaya dan tone.................................................................. 16
2.2.4.4 Simbolisme..................................................................... 17
2.2.4.5 Ironi................................................................................. 18
2.2.5 Tema.............................................................................................. 19
2.3 Kerangka berpikir...................................................................................... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................... 21
3.1 Metode Penelitian...................................................................................... 21
3.2 Sumber Data dan Data............................................................................... 21
3.3 Instrumen Penelitian.................................................................................. 22
3.4 Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 22
3.5 Teknik Analisis Data................................................................................. 23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................. 24
4.1 Deskripsi Data........................................................................................... 24
4.1.1 Deskripsi Data Fakta Cerita.......................................................... 24
4.1.2 Deskripsi Data Sarana Sastra........................................................ 24
4.1.3 Deskripsi Data Tema..................................................................... 25
4.2 Hasil Penelitian....................................................................................... 25
4.2.1 Hasil Penelitian Fakta Cerita...................................................... 25
4.2.1.1 Hasil Penelitian Karakter............................................ 25
4.2.1.2 Hasil Penelitian Alur.................................................... 44
4.2.1.2.1 Hasil Penelitian Alur (versi Widya)................... 44
4.2.1.2.2 Hasil Penelitian Alur (versi Nur)....................... 47
4.2.1.3 Hasil Penelitian Latar................................................... 51
4.2.1.3.1 Hasil Penelitian Latar (versi Widya)................. 51
4.2.1.3.2 Hasil Penelitian Latar (versi Nur).................... 53
4.2.2 Hasil Penelitian Sarana Sastra.................................................... 55
4.2.2.1 Hasil Penelitian Judul.................................................. 55
4.2.2.2 Hasil Penelitian Sudut Pandang................................... 56
4.2.2.3 Hasil Penelitian Gaya dan Tone................................... 57
4.2.2.4 Hasil Penelitian Simbolisme....................................... 58
4.2.2.5 Hasil Penelitian Ironi................................................... 58
4.2.3 Hasil Penelitian Tema................................................................. 58
4.3 Pembahasan............................................................................................. 59
4.3.1 Pembahasan Fakta Cerita............................................................ 59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
4.3.1.1 Pembahasan Karakter................................................... 60
4.3.1.1.1 Konteks Pertama............................................ 60
4.3.1.1.2 Konteks Kedua............................................... 61
4.3.1.2 Pembahasan Alur.......................................................... 97
4.3.1.2.1 Pembahasan Alur (versi Widya).......................... 97
4.3.1.2.2 Pembahasan Alur (versi Nur).............................. 103
4.3.1.3 Pembahasan Latar......................................................... 110
4.3.1.3.1 Pembahasan Latar (versi Widya)..................... 110
4.3.1.3.2 Pembahasan Latar (versi Nur)........................... 114
4.3.2 Pembahasan Sarana Sastra........................................................... 118
4.3.2.1 Pembahasan Judul......................................................... 118
4.3.2.2 Pembahasan Sudut Pandang........................................... 121
4.3.2.3 Pembahasan Gaya dan Tone.......................................... 123
4.3.2.4 Pembahasan Simbolisme............................................... 125
4.3.2.5 Pembahasan Ironi........................................................... 126
4.3.3 Pembahasan Tema......................................................................... 128
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 130
5.1 Kesimpulan...................................................................................... 130
5.2 Saran................................................................................................ 132
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 134
LAMPIRAN.................................................................................................. 135
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir...................................................................... .... 20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra merupakan ungkapan pikiran berupa tulisan yang kreatif dan
bermakna yang bersumber dari imajinasi pengarang atau bersumber dari gambaran
kehidupannya yang bertujuan untuk memberikan amanat atau sekadar menghibur.
Hal ini serupa dengan pendapat Mursal Esten (2013: 9) yang mengatakan bahwa
sastra adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi
kehidupan manusia dan masyarakat umumnya, melalui bahasa sebagai medium dan
memiliki efek positif terhadap kehidupan manusia.
Karya sastra khususnya prosa fiksi, dibagi menjadi dua yaitu cerpen dan
novel. Cerpen adalah novel yang diperluas atau novel tak lebih sekadar cerpen yang
diperpanjang (Stanton, 2012: 75). Untuk memahami karya sastra seperti cerpen
diperlukan suatu pendekatan. Salah satu pendekatan dalam menganalisis prosa
adalah pendekatan struktural. Dalam hal ini, penulis akan meneliti novel KKN Di
Desa Penari Karya Simpleman.
Karya sastra pada dasarnya dibangun atas dasar kejadian atau peristiwa
yang dialami setiap orang. Menurut Nurgiyantoro (2013: 52), pengkajian terhadap
karya fiksi berarti penelaahan, penelitian, atau mengkaji, menelaah, meneliti karya
fiksi tersebut. Untuk melakukan pengkajian terhadap unsur-unsur pembentuk karya
sastra, khususnya fiksi, pada umumnya kegiatan itu disertai oleh kerja analisis.
Untuk mendapatkan makna yang padu dalam mengkaji sebuah karya fiksi analisis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
struktural tak cukup dilakukan hanya sekadar mendata unsur tertentu sebuah fiksi,
misalnya peristiwa plot, tokoh, latar atau yang lain.
Menganalisis karya sastra berarti memahami fakta-fakta, dan tema yang
menjadi unsurnya. Untuk dapat memahami fakta dan tema tersebut maka haruslah
memahami teknik-teknik atau sarana yang digunakan pengarang
menyampaikannya. Dengan demikian, menganalisis berarti mamahami fakta-fakta
cerita dan sarana cerita dalam karya sastra. Menurut Pradotokusumo (2002: 16),
sebuah cerita dilengkapi dengan fakta dan sarana cerita. Fakta cerita terdiri atas
tokoh, latar, dan alur. Sarana cerita terdiri atas judul, sudut pandang, gaya bahasa,
dan tema. Tujuan penggunaan sarana cerita adalah untuk memungkinkan pembaca
melihat fakta sebagaimana yang dilihat pengarang, menafsirkan makna fakta
sebagaimana yang ditafsirkan pengarang, dan merasakan pengalaman seperti yang
dirasakan pengarang. Menurut Hill (dalam Pradopo, 2012: 108), karya sastra adalah
sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya
haruslah karya sastra dianalisis.
Novel “KKN Di Desa Penari” merupakan novel yang terbit pada tahun
2019, berisi dua bagian cerita yaitu dari Widya dan dari Nur yang keseluruhannya
ceritanya mencapai 253 halaman. Cerita ini berlatar waktu pada tahun 2009 yang
mengisahkan tentang enam mahasiswa yang sedang melakukan KKN (Kuliah Kerja
Nyata) demi syarat kelulusan mereka di sebuah universitas yang terletak di daerah
Jawa Timur. Enam orang tersebut adalah Widya, Ayu, Nur, Bima, Wahyu, dan
Anton. Mereka berenam melakukan proker (program kerja) KKN di sebuah desa
yang terpencil yang berada di tengah hutan. Desa tersebut, masih menerapkan adat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
istiadat yang kental dengan hal-hal mistis menyangkut dunia gaib (dunia roh halus).
Novel ini diceritakan dari sudut pandang Widya dan sudut pandang Nur. Beragam
permasalahan pun terjadi, kejadian-kejadian yang aneh pun dialami oleh keenam
mahasisiswa tersebut mulai dari penampakan sang penari (Badarawuhi), gangguan
para lelembut hutan, bahkan hubungan terlarang. Kelebihan dari novel “KKN Di
Desa Penari” adalah novel ini menyuguhkan cerita supernatural yang susah
diterima oleh akal sehat.
Alasan penulis memilih novel “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman,
karena cerita horor ini berasal dari cuitan media sosial Twitter oleh akun
@SimpleM81378523. Menurut akun @SimpleM81378523, cerita ini adalah nyata
dan berlatar waktu pada tahun 2009 dan diduga terjadi di daerah Banyuwangi, Jawa
Timur. Cerita horor ini sempat viral di Indonesia pada akhir tahun 2019. Karena
ceritanya yang juga misterius, membuat banyak orang menjadi tertarik dan menjadi
detektif dadakan. Mereka berusaha mencari lokasi sebenarnya peristiwa itu terjadi.
Banyak juga youtuber-youtuber yang mengangkat cerita ini menjadi konten
mereka. Cerita ini juga masuk dalam koran-koran seperti Kompas, Tribunnews, dan
lain-lain. Dalam novel “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman juga, mengandung
pesan bahwa, kita sebagai manusia haruslah menjunjung tinggi tata krama, selalu
menghormati setiap budaya, dan adat istiadat di mana pun kita berada. Hal ini
dikarenakan beberapa tempat, masih kental dengan kepercayaan serta hal-hal gaib.
Penulis menganalisis novel “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman
menggunakan analisis teori struktural Robert Stanton. Teori Struktural Robert
Stanton cukup detail dalam menganalisis novel “KKN Di Desa Penari”, yaitu fakta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
cerita, sarana sastra, dan tema. Dari hasil analisis ketiga unsur tersebut, pembaca
diharapkan dapat mengetahui struktur karya sastra novel maupun amanat yang
disampaikan pengarang pada novel tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana fakta cerita dalam novel KKN Di Desa Penari?
2. Bagaimana sarana sastra dalam novel KKN Di Desa Penari?
3. Bagaimana tema dalam novel KKN Di Desa Penari?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan fakta cerita dalan novel KKN Di Desa Penari.
2. Mendeskripsikan sarana sastra dalam novel KKN Di Desa Penari.
3. Mendeskripsikan tema dalam novel KKN Di Desa Penari.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
pihak-pihak yang berkepentingan sehingga penelitian ini berguna untuk menambah
wawasan dan manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. Manfaat secara
teoretis yaitu dapat dijadikan contoh model penelitian novel dengan teori struktural.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Manfaat secara praktis yaitu pembaca dapat memahami pesan yang terkandung
dalam analisis novel KKN Di Desa Penari karya Simpleman.
1.5 Batasan Istilah
Penelitian yang dilakukan mempunyai beberapa batasan istilah, antara lain:
1. Fakta cerita
Karakter, alur, dan latar adalah fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini
berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita
(Stanton, 2012: 22).
2. Sarana Sastra
Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang),
memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang
bermakna (Stanton, 2012: 46). Sarana sastra meliputi judul, sudut
pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi.
3. Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ dalam
pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman
begitu diingat (Stanton, 2012: 36).
1.6 Sistematika Penyajian
Penelitian ini tersusun atas lima bab. Bab I Pendahuluan terdiri atas:
(1) Latar Belakang, (2) Rumusan Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4)
Manfaat Penelitian, (5) Batasan Istilah, dan (6) Sistematika Penyajian. Bab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
II Kajian Teori terdiri atas: (1) Penelitian yang Relevan, (2) Landasan Teori
yang terdiri atas: a) Novel, b) Strukturalisme, c) Fakta Cerita, d) Sarana
Sastra, dan e) Tema, (3) Kerangka Berpikir. Dalam Bab III Metodologi
Penelitian terdiri atas: (1) Metode Penelitian, (2) Sumber Data dan Data, (3)
Teknik pengumpulan data, (5) Teknik Analisis Data. Bab IV Hasil
Penelitian dan Pembahasan terdiri atas: (1) Analisis Fakta Cerita, (2)
Analisis Sarana Sastra, dan (3) Analisis Tema, (4) Pembahasan Fakta Cerita,
(5) Pembahasan Sarana Sastra, dan (6) Pembahasan Tema. Bab V Penutup
terdiri atas: (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat menunjukkan bahwa
penelitian tentang analisis fakta cerita dan sarana sastra dalam novel KKN Di Desa
Penari karya Simpleman masih relevan untuk diteliti yaitu:
Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Stefanus Toni
Kurniawan pada 2020 yang berjudul “Analisis Fakta Cerita, Sarana Sastra, dan
Tema dalam Cerpen “Bromocorah” karya Mochtar Lubis”. Tujuan dari penelitian
tersebut adalah mendeskripsikan hasil analisis fakta cerita ditinjau dari karakter,
alur, dan latar, mendeskripsikan sarana sastra ditinjau dari judul, sudut pandang,
gaya dan tone, simbolisme, dan ironi, dan mendeskripsikan tema yang ditinjau dari
tema fisik, tema tingkat organik, tema tingkat sosial, tema tingkat egoik, dan tema
tingkat divine dan cerpen “Bromocorah” karya Mochtar Lubis. Penelitian tersebut
menggunakan teori struktural Robert Stanton. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian tersebut menggunakan teknik membaca dan teknik mencatat.
Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Didik Kusuma
Saputra pada 2010 yang berjudul “Fakta Cerita dan Tema Novel Purasani karya
Yasawidagda”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mendeskripsikan fakta
cerita yaitu alur, tokoh/karakter, dan latar serta aspek tema dalam novel Purasani
karya Yasawidagda. Penelitian tersebut menitikberakan pada teori struktural dalam
kajian karya sastra berbentuk novel. Sumber dari data penelitian tersebut adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
data primer dan data sekunder yang didapatkan dari hasil wawancara dan studi
pustaka.
Penelitian ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Lutfiya Rochmatin
pada tahun 2020 yang berjudul “Analisis Jaringan Komunikasi Media Sosial
Fenomena Viral “KKN DI DESA PENARI” Di Twitter”. Tujuan dari penelitian
tersebut adalah untuk menjelaskan persepsi pengguna Twitter pada fenomena viral
“KKN di Desa Penari” dan untuk menjelaskan jaringan komunikasi pengguna
Twitter pada fenomena viral “KKN di Desa Penari”. Pada penelitian tersebut,
menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan Survey Online yang
menggunakan Social Network Analysis (SNA) dalam level aktor. Sumber dari data
penelitian tersebut adalah data primer, berupa Tweet, Retweet dan tagar “KKN di
Desa Penari” di Twitter. Serta data sekunder, berupa artikel, jurnal, dan penelitian
yang terkait.
Penelitian-penelitian tersebut memiliki beberapa persamaan dengan
penelitian yang penulis lakukan yaitu mengenai analisis fakta cerita dan sarana
sastra yang mencakup beberapa unsur intrinsik yaitu alur, tokoh, latar, sudut
pandang, dan gaya bahasa. Adapun Penelitian yang mempunyai objek yang sama
dengan penelitian yang diteliti oleh penulis yaitu tentang KKN Di Desa Penari
namun dalam bentuk data berupa Tweet, Retweet dan tagar “KKN di Desa Penari”
di Twitter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
2.2 Landasan Teori
Landasan teori memaparkan hasil kumpulan teori-teori dari para ahli
berdasarkan bidangnya. Ladasan teori berisi paparan teori-teori yang mendukung
maupun yang berlawanan. Landasan teori memaparkan hasil kumpulan teori-teori
dari para ahli yang digunakan penulis sebagai acuan berpikir dalam penelitian ini.
Dalam landasan teori terdapat empat pokok pembahan yaitu: (1) novel, (2) fakta
cerita, (3) sarana sastra, dan (4) Tema. Berikut adalah penjelasan dari masing-
masing teori dalam teori.
2.2.1 Novel
Novel dikenal di Indonesia sejak terbitnya novel Si Jamin dan Si Johan
karangan Merari Siregar pada tahun 1919. Novel tersebut merupakan saduran dari
novel Belanda. Pada tahun 1920 terbitlah novel asli Indonesia yang pertama,
berjudul Azab dan Sengsara dari pengarang yang sama. Jenis novel berdasarkan
panjang penceritaan yaitu roman, novel, dan novellet. Roman dan novel sebenarnya
sama panjang. Roman cenderung berisi kehidupan tokoh sejak ia masih kanak-
kanak hingga diakhiri kematian tokoh utama. Roman Indonesia pertama berjudul
Azab dan Sengsara karangan Merari Siregar, terbit tahun 1920, sedangkan roman
detektif pertama di Indonesia berjudul Mencari Pencuri Anak Perawan karangan
Suman Hs (Suhita & Purwahida, 2018: 41).
Sebutan “novel” berasal dari bahasa Italia yaitu novella. Abrams (dalam
Nurgiantoro, 2013: 1112) menjelaskan bahwa secara harfiah Novella berarti
“sebuah barang baru yang kecil”, dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
dalam bentuk prosa”. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung
pengertian yang sama dengan istilah Indonesia 'novelet’ (Inggris novelette), yang
berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang,
namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiantoro, 2013: 12).
Novel adalah cerita rekaan berbentuk prosa cukup panjang digambarkan
dalam satu plot yang kompleks, sehingga membutuhkan waktu yang relatif panjang
untuk membacanya (Suhita & Purwahida, 2018: 41). Jadi bisa disimpulkan bahwa
novel adalah salah satu karya sastra berbentuk prosa fiksi yang mengandung
rangkaian cerita yang panjang, rumit, dan terperinci mengenai kehidupan tokoh
utamanya.
Menurut Stanton, cerpen biasanya menggunakan 15.000 kata atau 50
halaman sedangkan novel menggunakan 30.000 kata atau 100 halaman (Santosa &
Wahyuningtyas, 2010: 2). Novel mempunyai unsur-unsur pembangun cerita di
dalamnya. Untuk mengkaji unsur-unsur dalam novel, penulis akan menggunakan
teori fiksi Robert Stanton. Stanton (dalam Nurgiantoro, 2013: 31) membedakan
unsur pembangun sebuah novel ke dalam tiga bagian: fakta, tema, dan sarana
pengucapan (sastra). Ketiganya merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat
dibayangkan peristiwanya, eksistensinya, dalam sebuah novel.
2.2.2 Strukturalisme
Strukturalisme merupakan aliran pemikiran di dalam dunia sastra yang
dianut oleh kelompok strukturalis. Kelompok ini memandang karya sastra sebagai
sebuah struktur yang berdiri sendiri atau otonom, terlepas dari rujukan sosiologis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
psikologis, filosofis, kultural maupun rujukan ke sejarah sastra. Menurut
strukturalisme, karya sastra adalah teks yang tersusun dari bagian intrinsik yang
saling berhubungan. Saling berhubungan itulah yang memberi makna atau nilai
kepada unsur-unsur tersebut (Siswantoro, 2020: 20).
Abrams (dalam Siswantoro, 2020: 21) mengatakan bahwa dalam
pandangan kelompok strukturalis, sebuah karya sastra merupakan mode atau gaya
penulisan yang dibentuk oleh hubungan beragam unsur menurut konvensi atau
kaidah sastra. Faktor hubungan antar beragam unsur tersebut menghasilkan efek
yang tidak merujuk pada realita di luar sistem tersebut.
Analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan
keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan
sebuah kemenyeluruhan. Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekadar
mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar,
atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana
hubungan antarunsur itu dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik
dan makna keseluruhan yang ingin dicapai (Nurgiantoro, 2013: 60).
Pada penelitian ini, meskipun tidak secara menyeluruh menghubungkan
unsur-unsur yang diteliti, namun akan terlihat pada setiap hasil analisis adanya
keterkaitan antara masing- masing unsur tersebut. Penulis akan memaparkan unsur
dalam pandangan strukturalisme Robert Stanton dengan memaparkan fakta cerita,
sarana sastra dan tema dalam novel “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
2.2.3 Fakta Cerita
Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini
berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum
menjadi satu, semua elemen ini dinamakan ‘struktur faktual’ atau ‘tingkatan
faktual’ cerita. Struktur faktual adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang
(Stanton, 2012: 22).
2.2.3.1 Karakter
Kata “karakter” biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama,
karakter yang merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita seperti
“berapa karakter yang ada dalam cerita itu”. Konteks kedua, karakter merujuk pada
percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari
individu-individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu
‘karakter utama’ yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang
berlangsung dalam cerita. Biasanya, peristiwa-peristiwa ini menimbulkan
perubahan pada diri sang karakter atau pada sikap kita terhadap karakter tersebut
(Stanton, 2012: 33). Jadi dapat disimpulkan bahwa karakter mempunyai dua
konteks, yaitu pelaku/individu dalam cerita, dan penokohan/perwatakannya.
Alasan seorang karakter untuk bertindak sebagaimana yang ia lakukan
dinamakan ‘motivasi’. Alasan atas reaksi spontan, yang mungkin juga tidak
disadari, yang ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu disebut motivasi khusus
(specific motivation), sedangkan suatu aspek umum dari satu karakter atau dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
kata lain hasrat dan maksud yang memandu sang karakter dalam melewati
keseluruhan cerita disebut motivasi dasar (basic motivation) (Stanton, 2012: 33).
2.2.3.2 Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur
biasanya terbatas pada peristiwa kausal, yaitu peristiwa-peristiwa yang menjadi
dampak dari berbagai peristiwa yang lain dan tidak dapat diabaikan, karena akan
berpengaruh pada keseluruhan karya (Stanton, 2012: 26).
Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen
lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri, meskipun jarang diulas panjang lebar
dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan seutuhnya dimengerti tanpa adanya
pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan
kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen-elemen lain, alur
memiliki hukum-hukum sendiri; alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan
akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan
memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan (Stanton, 2012: 28).
Unsur alur dibagi menjadi dua bagian, yaitu “konflik” dan “klimaks”. Setiap
karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak jelas) yang
hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan
lingkungannya. Konflik-konflik spesifik ini merupakan subordinasi satu konflik
utama yang bersifat eksternal, internal, atau dua-duanya. Semua konflik ini
disimpulkan dalam satu konflik utama (central conflicts). Konflik utama selalu
mempertentangkan antara dua nilai atau kekuatan yang mendasar, seperti kejujuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dan kemunafikan, individualitas dan kemauan beradaptasi, dan sebagainya. Konflik
utama merupakan inti cerita. Sebuah cerita mungkin saja terdiri atas beberapa
konflik kekuatan, namun konflik utama yang dapat merangkum peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam alur (Stanton, 2012: 3132).
Konflik yang muncul dalam cerita akan mengarah pada klimaks. Klimaks
adalah saat ketika konflik terasa sangat intens sehingga ending tidak dapat dihindari
lagi. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik
dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan. Klimaks utama
sering berwujud satu peristiwa yang tidak terlalu spektakuler. Klimaks utama
tersebut acap sulit dikenali karena konflik-konflik subordinat pun memiliki
klimaks-klimaksnya sendiri (Stanton, 2012: 32).
2.2.3.3 Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,
semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.
Latar dapat berwujud dekor seperti sebuah cafe di Paris, pegunungan di California,
dan sebagainya. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan,
tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Latar memiliki daya untuk memunculkan
tone dan mood emosional yang melingkupi sang karakter. Tone emosional ini
disebut dengan istilah “atmosfer”. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang
merefleksikan suasana jiwa sang karakter atau sebagai salah satu bagian dunia yang
berada di luar diri sang karakter (Stanton, 2012: 3536).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
2.2.4 Sarana Sastra
Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih
dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton, 2012 :
46). Sarana sastra terdiri dari judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan
ironi.
2.2.4.1 Judul
Judul tidak selalu relevan terhadap karya yang diampunya, namun penting
bagi kita untuk selalu waspada bila judul tersebut mengacu pada satu detail yang
tidak menonjol. Judul semacam ini acap kali (terutama sekali dalam cerpen)
menjadi penunjuk makna cerita bersangkutan (Stanton, 2012: 5152).
2.2.4.2 Sudut pandang
Berdasarkan tujuannya, sudut pandang terbagi menjadi empat. Kombinasi
dan variasi dari keempat tipe tersebut bisa sangat tidak terbatas. Keempat tipe sudut
pandang tersebut adalah sebagai berikut:
a) Sudut pandang “orang pertama-utama”, sang karakter utama bercerita dengan
kata-katanya sendiri.
b) Sudut pandang “orang pertama-sampingan”, cerita dituturkan oleh satu
karakter bukan utama (sampingan).
c) Sudut pandang “orang ketiga-terbatas”, pengarang mengacu pada semua
karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu
orang karakter saja.
d) Sudut pandang “orang ketiga-tidak terbatas”, pengarang mengacu pada setiap
karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat
membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau saat ketika
tidak ada satu karakter pun hadir.
Terkadang sudut pandang digambarkan melalui dua cara yaitu “subjektif”
dan “objektif”. Dikatakan subjektif ketika pengarang langsung menilai atau
menafsirkan karakter. Sedangkan dikatakan objektif, pengarang menghindari usaha
menampakkan gagasan-gagasan dan emosi-emosi karakter (Stanton, 2012: 5355).
2.2.4.3 Gaya dan Tone
Gaya dalam sastra adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa.
Meski dua orang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil
tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak
pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang-
pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora.
Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan
gaya. Beberapa pengarang mungkin memiliki gaya yang unik dan efektif sehingga
dapat dengan mudah dikenali bahkan saat pembacaan pertama. Kita menikmati visi,
ilusi, dan pemikiran yang dihadirkan oleh gaya itu dan kita juga mengagumi
keahlian sang pengarang dalam menerapkan bahasa. Di samping itu, gaya juga bisa
terkait dengan maksud dan tujuan sebuah cerita (Stanton, 2012: 61).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Berikutnya ialah ”tone”, elemen yang amat terkait dengan gaya. Tone
adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa
menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius,
senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan. Ketika seorang pengarang mampu
berbagi “perasaan” dengan sang karakter dan ketika perasaan itu tercermin pada
lingkungan, tone menjadi identik dengan “atmosfer” (Stanton, 2012: 63).
2.2.4.4. Simbolisme
Gagasan dan emosi terkadang tampak nyata bagaikan fakta fisis. Padahal
sejatinya kedua hal tersebut tidak dapat dilihat dan sulit dilukiskan. Simbol dapat
berwujud apa saja, dari sebutir telur hingga latar cerita seperti satu objek, beberapa
objek bertipe sama, substansi fisis, bentuk, gerakan, warna, suara, atau keharuman.
Semua hal tersebut dapat menghadirkan satu fakta terkait kepribadian seorang
manusia, ketidakacuhan alam terhadap penderitaan manusia, ambisi yang semu,
kewajiban manusia, atau romantisme masa muda.
Pada dunia fiksi, simbolisme memunculkan tiga efek yang masing-masing
bergantung pada bagaimana simbol bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah
simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna
peristiwa tersebut. Kedua, satu simbol yang ditampilkan berulang-ulang
mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Ketiga,
sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita
menemukan tema. Simbolisme sastra lebih menimbulkan persoalan bagi pembaca
jika dibandingkan dengan sarana-sarana lain. Perlu disadari bahwa simbolisme
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
tidak dengan sendirinya menjadi eksotis atau sulit karena sebetulnya kita sering
berhadapan dengannya seperti dalam percakapan sehari-hari, ritual keagamaan,
periklanan, pakaian, bahkan mobil (Stanton, 2012: 6465).
2.2.4.5 Ironi
Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa
sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Bila dimanfaatkan
dengan benar, ironi dapat memperkaya cerita seperti menjadikannya menarik,
menghadirkan efek-efek tertentu, humor atau pathos, memperdalam karakter,
merekatkan struktur alur, menggambarkan sikap pengarang, dan menguatkan tema.
Pada dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang dikenal luas, yaitu “ironi dramatis” dan
“tone ironis‟. “Ironi dramatis‟ atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui
kontras diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang
karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Sedangkan “Tone ironis‟ atau “ironi verbal‟ digunakan untuk menyebut cara
berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan. Satu-satunya
cara untuk mengetahui keberadaan ironi dan menafsirkannya adalah dengan
membaca cerita berulang-ulang dan dengan teliti. Nikmati ilusi yang diberikan
karya sastra, namun tetap selalu ingat bahwa karya sastra adalah rekaan pengarang
dan bukan sekadar fakta yang dicomot mentah-mentah (Stanton, 2012: 7174).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
2.2.5 Tema
Tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan
sekadar memberi cerita, tetapi juga ingin mengatakan/menggambarkan sesuatu
kepada pembaca.
Tema menurut Robert Stanton, merupakan aspek cerita yang sejajar dengan
“makna” dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman
begitu diingat. Tema membuat cerita menjadi lebih mengerucut, berdampak,
menyatu dan lebih fokus. Dan tema memberikan koherensi dan makna pada fakta-
fakta cerita. Fungsi tema telah sepenuhnya diketahui, namun identitas tema sendiri
masih kabur dari pandangan. Yang jelas istilah tema sulit untuk didefinisikan. Agar
mudah mengidentifikasi tema sebuah cerita, harus diketahui bahwa kerangka-
kerangka kasar akan sangat diperlukan sebagai pijakan untuk menjelaskan sesuatu
yang lebih rumit. Cara yang efektif untuk mengenali tema sebuah karya adalah
dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya (Stanton, 2012:
3645).
2.3 Kerangka Berpikir
Pada penelitian ini hal pertama yang dilakukan oleh penulis adalah mencari
novel yang akan diteliti. Penulis memilih novel KKN Di Desa Penari karya
Simpleman untuk dianalisis. Kemudian penulis membaca novel tersebut dan setelah
membacanya, penulis menentukan teori yang akan digunakan yaitu teori struktural
Robert Stanton. Dalam teori Robert Stanton, ia membicarakan tiga unsur yaitu:
fakta cerita, sarana sastra, dan tema. Langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
yang dilakukan setelah mengetahui hasil dari analisis mendeskripsikan fakta cerita,
sarana sastra, dan tema yang terdapat dalam novel KKN Di Desa Penari karya
Simpleman.
2.1 Bagan Kerangka Berpikir
Novel “KKN Di Desa Penari
Teori Struktural
Robert Stanton
Fakta Cerita Sarana Sastra
Tema
a. Karakter: sikap karakter dan
motivasi dalam diri karakter
b. Alur: tahapan alur, hubungan
kausalitas, konflik, dan klimaks
c. Latar: latar tempat, latar
waktu, latar sosial
a. Judul
b. Sudut Pandang
c. Gaya dan tone
d. Simbolisme
e. Ironi
Hasil Penelitian dan
Pembahasan Karakter, Alur,
latar, judul, sudut pandang, gaya
dan tone, simbolisme, ironi,
tema.
Analisis unsur
Instrinsik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Menurut Ratna (2010: 4647), metode kualitatif secara keseluruhan memanfaatkan
cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Metode
kualitatif dalam penelitian ilmu sastra menghasilkan data deskriptif sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian yang berdasarkan fakta yang
tampak sebagaimana adanya.
3.2 Sumber Data dan Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari
mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2013: 172). Sumber data dalam penelitian ini
adalah novel yang berjudul “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman. Buku novel
KKN Di Desa Penari karya Simpleman terdapat 253 halaman. Tahun terbit cetakan
pertama tahun 2019 di Jakarta. Penerbitnya adalah PT. Bukune Kreatif Cipta.
Data adalah segala informasi yang berhubungan dengan topik penelitian
(Endraswara, 2003: 6). Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini adalah data
deskriptif kualitatif yang berbentuk kutipan-kutipan yang terdapat dalam novel
“KKN Di Desa Penari” karya Simpleman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
3.3 Instumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks novel KKN Di
Desa Penari karya Simpleman. Dalam penelitian ini, yang berperan sebagai alat
pengumpulan data adalah penulis sendiri karena penulis yang membaca,
mengambil data penelitian, membahas serta menyimpulkannya. Ditambah lagi,
penulis memahami dengan baik teori struktural Robert Stanton mengenai unsur-
unsur pembangun karya sastra.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah upaya yang dilakukan untuk menghimpun
informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti
(Hamzah, 2019: 80). Dalam mengumpulkan data, dibutuhkan sebuah teknik, dan
teknik yang sesuai untuk penelitian ini adalah teknik studi pustaka (library
research). Studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan
penelitian (Zed, 2008: 3).
Dalam hal ini, penulis menggunakan teknik membaca dan mencatat dalam
mengumpulkan data. Setelah data sudah terkumpul, data tersebut akan
dikelompokkan untuk kepentingan analisis. Data tersebut berupa kalimat pada
paragraf dalam novel KKN Di Desa Penari karya Simpleman yang mengandung
elemen-elemen struktural meliputi fakta cerita, sarana sastra, dan tema.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
3.5 Teknik Analisis Data
Data yang ada dalam penelitian diperoleh dengan menggunakan teknik studi
pustaka (library research). Hal itu berarti, data yang diperoleh berasal dari buku-
buku sumber yang berhubungan dengan objek penelitian serta untuk memenuhi
tujuan penelitian. Data penelitian dalam pembahasan selanjutnya, diperoleh dari
seluruh aspek bahasa dalam novel “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman.
Langkah berikutnya, penulis membaca seluruh isi novel tersebut serta
mengumpulkan bahan dari berbagai sumber. Lalu, penulis mengidentifikasi fakta
cerita, sarana sastra, dan tema. Langkah terakhir, penulis menganalisis fakta cerita,
sarana sastra, dan tema yang terdapat di dalam novel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
Pada bab IV akan dikemukakan data yang dalam analisis fakta cerita, sarana
sastra, dan tema yang ditemukan dalam novel KKN di Desa Penari karya
Simpleman. Dalam novel “KKN Di Desa Penari”, penulis akan menganalisis
karakter, alur, latar, judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, ironi, dan
tema. Data yang ditemukan berupa kutipan-kutipan dalam novel “KKN di Desa
Penari” karya Simpleman. Data yang ditemukan dalam analisis berjumlah 181.
Hasil deskripsi diuraikan sebagai berikut:
4.1.1 Deskripsi Data Fakta Cerita
Deskripsi data fakta cerita dalam penelitian ini, menganalisis tiga hal,
meliputi: karakter, alur, dan latar dalam novel “KKN di Desa Penari” karya
Simpleman. Data yang ditemukan dalam analisis karakter berjumlah 115. Data
yang ditemukan dalam analisis alur berjumlah 22. Data yang ditemukan dalam
analisis latar berjumlah 21. Jadi, data dalam analisis fakta cerita berjumlah 158.
4.1.2 Deskripsi Data Sarana Sastra
Deskripsi data sarana sastra dalam penelitian ini, menganalisis lima hal,
meliputi: judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, ironi dalam novel “KKN
di Desa Penari” karya Simpleman. Data yang ditemukan dalam analisis judul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
berjumlah 6. Data yang ditemukan dalam analisis sudut pandang 4. Data yang
ditemukan dalam analisis gaya dan tone berjumlah 7. Data yang ditemukan dalam
analisis simbolisme berjumlah 2. Data yang ditemukan dalam analisis ironi
berjumlah 1. Data dalam analisis sarana satra berjumlah 20.
4.1.3 Deskripsi Data Tema
Data yang ditemukan dalam analisis tema berjumlah 3.
4.2 Hasil Penelitian
Hasil Penelitian terdiri dari tiga bagian, yaitu penelitian fakta cerita,
penelitian sarana sastra, dan penelitian tema.
4.2.1 Hasil Penelitian Fakta Cerita
Hasil penelitian fakta cerita meliputi: penelitian karakter, penelitian alur,
dan penelitian latar.
4.2.1.1. Hasil Penelitian Karakter
Hasil penelitian karakter berupa kutipan-kutipan yang terdapat pada novel
“KKN Di Desa Penari” karya Simpleman. Kutipan-kutipan tersebut adalah sebagai
berikut:
Karakter Widya
Widya Sastra Nindya atau akrab dipanggil Widya merupakan karakter
utama dalam novel “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman. Widya adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
mahasiswi akhir di sebuah universitas yang berada di Jawa Timur. Widya bersama
Nur, Ayu, Bima, Wahyu, dan Anton melakukan KKN di sebuah desa yang bernama
Desa Banyu Seliro (Desa Penari).
(keterangan: K=kutipan)
(K.1) Widya
Ia terlihat tengah menunggu seseorang, seakan apa yang ia tunggu akan
segera datang, meski ia tidak bisa menyembunyikan kecemasan di raut
wajahnya (Simpleman, 2019: 2).
(K.2) Widya
Perubahan wajah terlihat jelas pada perempuan itu. Kecemasan berubah
menjadi senyuman. Ia merasa lega, setidaknya, proposal yang ia ajukan
kemarin sudah menemui kejelasan (Simpleman, 2019: 3).
(K.3) Widya
“Ada dua mahasiswa juga yang ikut kami. Kenalannya Ayu, kasihan, biar
cepat selesai kuliahnya,” sahut Widya sembari tertawa (Simpleman, 2019:
5).
(K.4) Widya
Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya. “Oalah, Wid, Wid, jangan
kebanyakan ngelamun kamu, nanti kalau kamu kesurupan, aku ndak mau
bantuin kamu, mending aku ngemilin kuaci ae.” Wahyu, kating sekaligus
teman Ayu yang satu ini paling selengek di antara mereka (Simpleman,
2019: 10).
(K.5) Widya
Pemandangan itu lenyap ketika motor berbelok, tertutup oleh kokoh garis
pohon di sepanjang hutan. Widya hanya membatin, Siapa yang menari di
malam gulita seperti ini? (Simpleman, 2019: 18).
(K.6) Widya
Mendengar celetukan Ayu yang ketus, membuat Widya sedikit terpicu.
Jangan-jangan kedua temannya mengira dirinya berbohong. “Tadi aku
benar-benar dengar, gak mungkin telingaku salah. Sebelum masuk desa, ada
suaranya, ramai tak kira ada hajatan!” (Simpleman, 2019: 24).
(K.7) Widya
“Kenapa sih, itu anak?” Tanya Widya kepada Nur. “Katanya di tempat
mereka tinggal, gak ada kamar mandinya,” sahut Nur “Loh, kasihan,” ucap
Widya sembari menahan tawa (Simpleman, 2019: 26).
(K.8) Widya
“Saya ingatkan sekali lagi, jangan ada yang berani melewati batas gapura
ini apalagi nekat berjalan menuju ke sana.” Pak Prabu menunjuk ke sebuah
lereng jalan setapak yang mengarah ke hutan. Jangankan berjalan menuju
sana, membayangkan saja sudah membuat Widya merasa ngeri
(Simpleman, 2019: 34).
(K.9) Widya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
“Kita belum mandi sejak datang ke desa ini. Ayo mandi, mumpung masih
sorean,” ajak Widya memelas. Ia merasa tubuhnya agak lengket dan gatal.
Bila tidak mandi, ia takut nanti malam akan sulit tidur (Simpleman, 2019:
36).
(K.10) Widya
Widya tersenyum simpul, “Mohon maaf Mbah, saya tidak minum kopi.
Lambung saya tidak kuat, Mbah” (Simpleman, 2019: 58).
(K.11) Widya
Satu kamar lain dihuni oleh Wahyu dan Anton. Mereka sepakat untuk tidur
di kamar yang sama. Widya selalu menggoda Wahyu dengan berkata
mereka sebenarnya pasangan terlarang yang sedang menyembunyikan
hubungan mereka pada kegiatan KKN ini (Simpleman, 2019: 63).
(K.12) Widya Suatu malam, Widya sedang mengerjakan laporan proker mereka. Ia
mendapat satu kelompok proker gabungan bersama Wahyu. Meski sebal,
tapi Widya setuju saja, yang penting, Wahyu tidak menggangunya selama
pengerjaan proker itu. Bahkan Widya mengatakan, “Biar saya saja yang
kerjakan, kamu diam saja. Namamu tetap akan aman di laporan tugas kita”
(Simpleman, 2019: 64).
(K.13) Widya
Widya pun membantah, “Masa sih? Gak mungkin lah Mas, Bima itu
anaknya gak neko-neko kayak kamu. Lagian dia itu anak jebolan pesantren
bareng si Nur. Masa dia tiba-tiba gila?” (Simpleman, 2019: 66).
(K.14) Widya
Ditambah beberapa hari yang lalu ia juga sempat mendengar cerita dari
Anton soal gerak-gerik Bima yang mencurigakan. Rasa penasaran itu
membuat Widya semakin curiga. Apa benar selama ini Bima melakukan hal
yang aneh-aneh tanpa sepengetahuan mereka?” (Simpleman, 2019: 99).
(K.15) Widya “Jangan ngaco, Ton, gak baik fitnah itu,” ucap Widya mencoba
menenangkan Anton (Simpleman, 2019: 100).
(K.16) Widya
Dilihatnya suasana desa ketika malam membuatnya sedikit menurunkan
keberaniannya. Hampir semua tempat ditutupi kegelapan total. Tapi untuk
saat ini ia tidak boleh dikalahkan rasa takut. Rasa penasarannya harus jauh
lebih besar. Rasa penasaran itulah yang akhirnya menuntun Widya mengejar
Bima. Ia yakin Bima sedang berjalan menyusuri jalan utama desa
(Simpleman, 2019: 101102).
(K.17) Widya
Widya terus berlari, memanjat tebing susunan batu itu. Ia terus
meninggalkan tempat itu, sembari menangis sekencang-kencangnya,
berharap semua ini hanya mimpi belaka (Simpleman, 2019: 110).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Karakter Nur
Nur Azizah Ulfia atau akrab dipanggil Nur merupakan karakter utama
dalam novel “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman. Nur adalah seorang
mahasiswi yang akan melakukan tugas KKN. Tugas KKN tersebut dilaksanakan
oleh Nur bersama teman-temannya yaitu Ayu, Widya, Bima, Wahyu, dan Anton di
Desa Penari.
(K.18) Nur
Selepas salat, gadis itu kembali ke kamar, merapikan tempat tidur, kemudian
berdandan seadanya (Simpleman, 2019: 125).
(K.19) Nur
Namun, sekarang, manakala ia membuka mata, pada hari, ia jadi terbayang
rasa lelah dan sedih. Hidup jauh dari pengawasan orangtua akan segera
terbayar lunas dengan ijazah yang selama ini ia harapkan. Dalam hati, gadis
itu berbisik pada diri sendiri. “Beberapa langkah lagi” (Simpleman, 2019:
126).
(K.20) Nur
Nur yakin sosok yang ia lihat adalah sosok penunggu tempat itu. Untuk apa
ia menampakkan diri di siang bolong seperti ini? Seakan menegur
kedatangan mereka. Lantas apa yang membuatnya begitu jelas
menunjukkan keberadaannya? Nur tidak mengerti sama sekali (Simpleman,
2019: 137).
(K.21) Nur
Nur yang sudah tidak tahan mendengar perdebatan mereka lantas menjadi
penengah. “Sudah-sudah, apa-apaan sih, kalian! Kita tuh lagi di rumah
orang, kalau ngomong jangan keras-keras. Gak enak sama yang punya
rumah.” Ucapan Nur membuat Ayu dan Widya terdiam sesaat. Karena
merasa kesal, Ayu pergi keluar kamar. Entah ia mau pergi ke mana
(Simpleman, 2019: 152153).
(K.22) Nur
Penjelasan Pak Prabu seakan menjawab pertanyan Nur, kenapa tidak
menemukan kamar mandi di rumah Bu Sundari. Rupanya begitu, semua
warga kesulitan akses air sehingga kegiatan mandi di sini hanya bisa
dilakukan di luar rumah, kecuali untuk membuang air kecil. Nur tidak
menyangka, kehidupan di desa ini ternyata lebih sulit dari yang ia
bayangkan (Simpleman, 2019: 157).
(K.23) Nur
Entah bagaimana itu terjadi, perasaan buruk itu kembali muncul. Setiap kali
Nur berada di dekat bangunan ini, perasaannya menjadi campur aduk,
seakan tempat ini memiliki energinya sendiri dan membuatnya merasa
ngeri. Nur pun hanya diam saja saat Pak Prabu menjelaskan kembali tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
bangunan itu. Ia kembali merasa dirinya diawasi oleh sesuatu yang tidak
terihat (Simpleman, 2019: 158).
(K.24) Nur
Karena malas memikirkan hal itu, lantas Nur mengingatkan Widya,
“Udahlah Wid, bukan urusan kita itu. Mungkin mereka punya alasan
sendiri” (Simpleman, 2019: 169).
(K.25) Nur
Namun seketika Nur teringat dengan pesan gurunya ketika di pondok,
bahwa tidak ada yang lebih mulia dari manusia. Lantas hal itu membuat Nur
mencari-cari sesuatu, tangannya meraba-raba hingga menemukan sebuah
batu. Sambil mengucap kalimat syahadat, Nur melemparkan batu itu pada
sosok yang ada di hadapannya. Seketika sosok itu hilang, pergi lenyap
begitu saja (Simpleman, 2019: 172).
(K.26) Nur
Nur masih tidak mengerti. Lantas bagaimana biar ia tidak diganggu oleh
penghuni di sini, karena sejujurnya, Nur tidak sanggup melihat wajah dan
bentuk mengerikan mereka yang selalu mengganggunya (Simpleman, 2019:
182).
(K.27) Nur
“Memang siapa yang ada di dalam kamar Bima? Siapa perempuan yang
kamu dengar?” tanya Nur penasaran (Simpleman, 2019: 192).
(K.28) Nur
“Khilaf?” ulang Nur. “Gila kamu ya, seenaknya cuma bilang khilaf. Dengar
ya, masalah ini bukan masalah sepele, kita di sini itu tamu. Lantas kamu
melakukan itu seakan-akan apa yang kamu lakukan itu tidak akan
mendatangkan marabahaya. Bayangkan bila ada warga yang tahu. Orang
sepertimu hanya akan membuat semua warga mengusir kita! Berengsek ya,
kamu rupanya!” (Simpleman, 2019: 207).
(K.29) Nur
Warga dengan hati-hati menidurkan Bima di samping Ayu. Mereka berdua
tampak mengenaskan. Nur menangis sejadi-jadinya. Wahyu yang
melihatnya merasa tidak tega. Ia memeluk Nur, membuatnya agar ia tidak
melihat apa yang terjadi kepada dua temannya (Simpleman, 2019: 235).
(K.30) Nur
“Sudah Wid sudah, jangan menangis lagi,” ucap Nur. Ia mencoba
menenangkan Widya dengan cara memeluk dan mengusap bahunya agar
Widya menjadi tenang (Simpleman, 2019: 237).
(K.31) Nur
Nur yang mendengarnya tampak kaget, ia berharap pak Prabu bisa menahan
sedikit berita ini agar jangan sampai keluar lebih dulu sebelum tahu
kejelasan nasib Ayu dan Bima. Namun tampaknya Pak Prabu sudah putus
asa (Simpleman, 2019: 239).
(K.32) Nur
Nur merasa kagum, ia masih sama. Tutur katanya lembut dan selalu
merendah, tapi ada kebajikan ketika kalimat itu keluar dari mulutnya
(Simpleman, 2019: 249).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Karakter Ayu
Ayu merupakan karakter pendukung dalam novel “KKN Di Desa Penari”
karya Simpleman. Ayu adalah seorang mahasiswi sahabat dari Nur dan Widya.
Bersama teman-temannya, Ayu mengikuti kegiatan KKN yang berlokasi di Desa
Banyu Seliro. Dalam cerita, Ayu adalah salah satu korban karena ia meninggal di
akhir cerita.
(K.33) Ayu
“Gak bercanda juga gak apa-apa, Pak. Dia ini mahasiswa yang sebentar lagi
kena DO,” sahut Ayu, sembari melotot pada Wahyu (Simpleman, 2019: 31).
(K.34) Ayu
Ayu begitu antusias menceritakan banyak hal kepada Nur tentang desa yang
akan menjadi tujuan mereka. Ia menjelaskan bahwa desa ini sangat asri,
alami, dan bebeda dari desa yang lain. Karena aksesnya yang cukup
terpencil, desa ini membutuhkan banyak sekali perombakan. Ayu yakin
bahwa kedatangan mereka ke sana dapat membantu membuat desa ini maju
sehingga memberikan dampak dalam jenjang waktu yang panjang
(Simpleman, 2019: 128).
(K.35) Ayu
“Oh gitu,” Ayu mengangguk. “Ya sudah, hati-hati. Biar aja nanti kalau
ketemu Anton aku hajar, masa perempuan disuruh berangkat ngurus ini-itu
sendirian,” ucap Ayu membuat Widya dan Nur tersenyum mendengarnya
(Simpleman, 2019: 176).
(K.36) Ayu
Ayu yang sedari tadi memilih diam akhirnya ikut bicara. Ia memohon agar
Nur tidak menceritakan masalah ini kepada siapapun. “Aku mohon, gimana
reaksi semua orang terhadap kami kalau mereka tahu perbuatan kami? Ayu
mulai meneteskan air mata (Simpleman, 2019: 207).
Karakter Wahyu
Wahyu merupakan karakter pendukung. Wahyu adalah salah satu dari
keenam mahasiswa yang melakukan KKN di Desa Penari. Wahyu adalah kakak
tingkat kenalan Ayu.
(K.37) Wahyu
“Oalah, Wid, Wid jangan kebanyakan ngelamun kamu, nanti kalau kamu
kesurupan, aku ndak mau bantuin kamu, mending aku ngemilin kuaci ae.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Wahyu, kating sekaligus teman Ayu yang satu ini memang menyebalkan
sekaligus paling selengek di antara mereka (Simpleman, 2019: 10).
(K.38) Wahyu
“Jancuk, numpak sepeda tah iki?” (sial, naik motor ya ini) kata Wahyu
yang memancing tatapan sengit semua anak-anak yang mendengar
ucapannya (Simpleman, 2019: 14).
(K.39) Wahyu
Wahyu yang orangnya memang apatis terhadap hal seperti itu, justru merasa
senang. Karena ia tidak harus repot-repot mengerjakan tugasnya. Lagipula
dirinya sendiri memang tidak begitu mengerti apa yang harus dikerjakan
(Simpleman, 2019: 64).
(K.40) Wahyu
“Sepi banget ya Wid, serem. Untung ada kamu mau nemenin,” ucap Wahyu
memecah kesunyian (Simpleman, 2019: 79).
(K.41) Wahyu
“Wid, jangan cepat-cepat, santai sedikitlah. Kalau sampai kamu nanti
kesurupan, siapa yang bakal nolongin kamu? Benar-benar keterlaluan kamu,
apa kamu gak lihat, dari tadi aku sudah dorong motor!” (Simpleman, 2019:
81).
(K.42) Wahyu
“Aku ketemu sama penari yang cuuuuantik sekali. Gila, kembang kampus
saja gak ada yang mendekati kecantikannya” (Simpleman, 2019: 87).
(K.43) Wahyu
Karena tidak sabar menunggu Widya membuka tasnya, Wahyu segera
merebut tas Widya. Dengan tak sabaran Wahyu membuka dan
mengeluarkan isinya. Wahyu terdiam sesaat saat mendapati bungkusan
daun pisang. Aneh, pikirnya. Ia ingat betul bingkisan yang ia terima
dibungkus dengan sebuah kain (Simpleman, 2019: 8889).
(K.44) Wahyu
“Bangsat memang Bima sama Ayu! Bisa-bisanya mereka berbuat maksiat
di tempat seperti ini!” ucap Wahyu sembari berteriak yang disambut dengan
tepukan Anton agar ia lebih tenang, dan sedikit bersimpati terhadap Widya
dan Nur (Simpleman, 2019: 119).
(K.45) Wahyu
Wahyu menatap Nur kesal. “Kenapa baru cerita hal goblok semacam ini?
Kamu gak ada otak atau bagaimana??” (Simpleman, 2019: 231).
(K.46) Wahyu
Mereka berdua tampak sangat mengenaskan. Nur menangis sejadi-jadinya.
Wahyu yang melihatnya merasa tidak tega. Ia memeluk Nur, membuatnya
agar ia tidak melihat apa yang terjadi kepada dua temannya (Simpleman,
2019: 235).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Karakter Anton
Anton merupakan karakter pendukung. Anton adalah salah satu dari keenam
mahasiswa yang melakukan KKN di Desa Penari. Anton adalah teman Wahyu dan
kakak tingkat kenalan Ayu.
(K.47) Anton
Namun, Nur tiba-tiba terhuyung, Anton yang melihatnya dengan sigap
menahan tubuhnya (Simpleman, 2019: 32).
(K.48) Anton
“Bima suka mengurung diri dalam kamar kalau menjelang sore. Awalnya
tak kira istirahat, tapi anehnya kok setiap hari menjelang sore pasti langsung
masuk kamar. Tidak cuma itu, ia seperti menyembunyikan sesuatu, tapi aku
gak tau apa itu,” kata Anton, lantas ia kemudian melanjutkan ceritanya.
“Pernah karena aku sudah curiga, ia tak tungguin dari luar kamar. Demi
Tuhan, ada suara perempuan dari dalam kamarnya. Bila ia sampai
melakukan tindakan asusila di posko ini, aku bisa perpanjang urusan ini.
Yang dia bawa bukan cuma namanya saja, tapi nama kamus juga,” tukas
Anton kesal saat bercerita kepada Widya (Simpleman, 2019: 99100).
(K.49) Anton
“Bangsat memang Bima sama Ayu! Bisa-bisanya mereka berbuat maksiat
di tempat seperti ini!” ucap Wahyu sembari berteriak yang disambut dengan
tepukan Anton agar ia lebih tenang, dan sedikit bersimpati terhadap Widya
dan Nur (Simpleman, 2019: 119).
(K.50) Anton
“Lalu di atas sesajen itu ada sebuah foto. Foto temanmu, Widya. Menurut
kamu apa maksudnya coba hubungkan foto Widya sama sesajen yang ia
bawa?” (Simpleman, 2019: 191).
(K.51) Anton
“Wid, kata kakekku, kalau menemukan rambut di tempat yang tidak diduga-
duga seperti itu, biasanya kalau dia tidak diincar jin, ya karena disantet oleh
orang yang gak suka,” ucap Anton tiba-tiba (Simpleman, 2019: 196197).
Karakter Bima
Bima merupakan karakter pendukung. Bima adalah salah satu dari keenam
mahasiswa yang melakukan KKN di Desa Penari. Bima adalah temannya Nur
sewaktu masih berada di pesantren. Di akhir cerita Bima meninggal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
(K.52) Bima
Awalnya Wahyu ingin protes, tapi, Bima yang melihat gelagat itu segera
menghentikannya. Hal tersebut membuat Wahyu menahan dongkol, Bima
tersenyum, mengatakan terima kasih (Simpleman, 2019: 23).
(K.53) Bima
Hingga, Bima tiba-tiba bertanya, “Mohon maaf pak, kenapa di beberapa
batu nisan dibalut sebuah kain hitam?” (Simpleman, 2019: 31).
(K.54) Bima
Widya tampak terkejut mendengarnya, lantas ia bertanya apakah Bima
bersedia karena tempat KKN mereka cukup jauh dan tentu saja akan sangat
melelahkan. Rupanya Bima bersedia dan ia juga mengatakan bahwa ia
semakin bersemangat bila mendapat tempat yang jauh. Selain bisa melihat-
lihat dan belajar, itung-itung jalan-jalan (Simpleman, 2019: 140).
(K.55) Bima
“Ada apa Nur, kamu kok bisa lemas gini? Belum sarapan?” tanya Bima
lembut. “Sudah kok tadi. Gak tau tiba-tiba badanku kayak gak enak gini,”
jawab Nur apa adanya. “Apa karena tempatnya wingit, ya, Nur? Apa itu
yang bikin kamu ngerasa gak enak? Memang ada yang kamu lihat disana?
Coba ceritakan pada saya,” Bima menatap Nur (Simpleman, 2019: 164).
(K.56) Bima
“Aku sering lihat dia tersenyum kadang tertawa sendirian. Tidak cuma itu,
kadang dia bicara sendiri di dalam kamar. Dan mohon maaf ya Nur, aku
sering dengar dia kayak lagi onani” (Simpleman, 2019: 190).
(K.57) Bima “Sumpah Nur, demi Tuhan. Aku kayak gak sadar dengan apa yang aku
lakukan. Aku baru sadar setelah semua itu terjadi,” ucap Bima berusaha
meyakinkan Nur (Simpleman, 2019: 216).
(K.58) Bima
“Aku tahu, tapi dia berjanji akan memberikan Widya kepadaku. Dan saat
itulah, aku baru dasar, bila aku sudah terlalu jauh dan tidak dapat kembali
lagi,” ucap Bima pasrah (Simpleman, 2019: 218).
Karakter Pak Prabu
Pak Prabu merupakan karakter pendukung dalam novel “KKN Di Desa
Penari” karya Simpleman. Ia adalah kepala Desa Banyu Seliro (Desa Penari),
tempat keenam mahasiswa melakukan KKN.
(K.59) Pak Prabu
Semua anak tertawa saat Pak Prabu mengatakan itu. Ungkapan “rumahku
adalah surgaku” seperti penggambaran Pak Prabu itulah yang membuat
akhirnya semua anak-anak memaklumi, dan mencoba mengerti serta tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
mengungkit atau mengajukan pertanyaan serupa kepada beliau atau warga
desa lainnya (Simpleman, 2019: 2021).
(K.60) Pak Prabu
Pak Prabu merupakan sosok kebapakan yang sangat ramah. Ia tidak bisa
berhenti melepaskan canda gurau untuk membuang rasa sungkan di antara
kami (Simpleman, 2019: 21).
(K.61) Pak Prabu
“Pak Prabu menggangguk. “Lagipula, warga juga gak mandi setiap hari, jadi
masalah itu sebenarnya sepele bagi kami,” tawa Pak Prabu pecah
(Simpleman, 2019: 28).
(K.62) Pak Prabu
“Ngapain manggil setan, Mas?” Ledek Pak Prabu. “Kalau di depan saya saja
kelakuannya kayak setan,” sindir Pak Prabu sambil melirik ke arah Wahyu
(Simpleman, 2019: 30).
(K.63) Pak Prabu
“Tidak ada yang istimewa dari itu. Hal itu kami lakukan sebagai penanda,
bahwa yang dikuburkan belum 10 tahun meninggal,” jelas Pak Prabu
(Simpleman, 2019: 32).
(K.64) Pak Prabu
Sontak Widya terdiam mendengarnya. Ia bingung harus bereaksi seperti
apa, tapi Pak Prabu hanya tersenyum. “Tidak perlu dipikirkan, lebih baik
sekarang kamu kembali ke penginapanmu,” ucap Pak Prabu. “Kalau terjadi
apa-apa, kamu langsung temui dan bicara kepada saya. Mengerti Nak?”
(Simpleman, 2019: 61).
(K.65) Pak Prabu
Keesokan paginya, Pak Prabu mengumpulkan Widya, Nur, Wahyu, dan
Anton. Ia menjelaskan sudah melaporkan semua ini kepada pihak kampus
dan keluarga korban. Mereka akan tiba secepatnya, dan saat itu Pak Prabu
akan siap menanggung konsekuensi apa pun. Karena ini semua adalah salah
beliau, yang mengiyakan permintaan kakak Ayu, Mas Ilham, untuk
mengizinkan mereka KKN di desa ini. Apa pun yang terjadi, Pak Prabu siap
menanggung semuanya (Simpleman, 2019: 119).
(K.66) Pak Prabu
Pak Prabu tampak hanya diam saja. Ia menerima segala cacian dan hinaan
orangtua Ayu (Simpleman, 2019: 120).
(K.67) Pak Prabu
Pak Prabu terdiam cukup lama, ia tampak berpikir sampai akhirnya ia
menghembuskan napas panjang, lantas berkata, “Baiklah, tapi saya mohon
kalian wajib mengikuti aturan selama KKN di desa ini, ya?!” (Simpleman,
2019: 134).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Karakter Ilham
Ilham merupakan karakter pendukung. Ilham adalah kakak dari Ayu.
Ilhamlah yang mengantarkan Ayu dan Nur untuk mengobservasi Desa Penari.
Ilham juga yang membantu Ayu untuk mendapatkan izin melakukan KKN di desa.
(K.68) Ilham
Lelaki itu pun mendekat dan melemparkan senyum pada mereka. “Sudah
lama nunggu?” tanyanya ramah. Dari penampilannya, sepertinya Mas Ilham
berusia antara 34 atau 35 tahun (Simpleman, 2019: 12).
(K.69) Ilham
Ilham mulai menginjak gas, dan mobil kembali berjalan. Ia senang Pak
Prabu akhirnya setuju dan berharap Ayu benar-benar akan menjaga
janjinya. Ia yakin Ayu dan teman-temannya tidak akan melakukan hal-hal
di luar batas atau merepotkan Pak Prabu selama tinggal di desa itu
(Simpleman, 2019: 137).
(K.70) Ilham
Ilham dan orangtuanya berunding, sebelum akhirnya mereka ikhlas
kepergian Ayu. Yang terpenting, mereka bisa melihat Ayu kembali, untuk
terakhir kalinya (Simpleman, 2019: 244).
Karakter Bu Sundari
Bu Sundari merupakan karakter pendukung. Bu Sundari adalah salah satu
dari warga Desa Penari. Bu Sundari tinggal sendiri di rumahnya. Pak Prabu
meminta Bu Sundari agar memperbolehkan para mahasiswa KKN untuk menginap
di rumahnya.
(K.71) Bu Sundari
“Sudah Nak,” ucap Bu Sundari, merengkuh lengan Widya. “Sudah, ayo
bubar, ayo masuk ke rumah lagi. Anggap saja, gak ada yang terjadi, ya”
(Simpleman, 2019: 50).
(K.72) Bu Sundari
“Nak, ini mau menjelang malam loh. Kamu sudah hilang seharian penuh,
dan kami sudah mencari kamu ke mana-mana. Baru saja kami
menemukanmu di bawah Tapak Tilas. Apa yang kamu lakukan di sana,
Nak? Bukankah tempat itu terlarang? Pak Prabu belum memberitahumu?”
Bu Sundari terlihat sangat cemas (Simpleman, 2019: 112).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
(K.73) Bu Sundari
“Ada apa ini, Bu?” tanya Widya. Namun Bu Sundari lebih memilih diam,
matanya, tak kuasa menahan tangis (Simpleman, 2019: 113).
(K.74) Bu Sundari
Bu Sundari rupanya sangat ramah. Beliau bahkan mengatakan kalau
mereka boleh tinggal sampai tugas KKN selesai (Simpleman, 2019: 151).
Karakter Mbah Buyut
Mbah Buyut merupakan karakter pendukung. Mbah Buyut adalah seorang
kakek yang tinggal menyendiri jauh dari desa. Ia mempunyai ilmu batin yang
tinggi. Ia juga sangat mengenal Desa Penari, mulai dari sejarah, dan hal-hal mistis
serta pantangan-pantangan yang ada.
(K.75) Mbah Buyut
“Prabu,” kata si Mbah. Ia tertawa ramah seakan memamerkan giginya yang
hanya tinggal beberapa saja (Simpleman, 2019: 56).
(K.76) Mbah Buyut
Pak Prabu memperkenalkan orang tua itu. Ia adalah sesepuh desa yang
memang memilih tinggal jauh dari desa. Pak Prabu tidak menjawab
alasannya, tapi sepertinya orang tua itu memang lebih suka hidup sendiri,
sejauh ini, tidak ada orang lain yang keluar untuk menyambut mereka
(Simpleman, 2019: 56).
(K.77) Mbah Buyut
“Oh, begitu. Tunggu sebentar ya, saya lupa memberikan suguhan kepada
tamu saya. Tuan rumah macam apa saya,” tukasnya sembari menertawakan
diri. Widya dan yang lain yang mendengar itu, segera bangkit dan
mengatakan, tidak perlu repot-repot (Simpleman, 2019: 57).
(K.78) Mbah Buyut
“Mbah Buyut hanya tersenyum, lalu ia mengatakannya dengan suara yang
lebih ramah. “Seteguk saja, sebagai penghormatan untuk tuan rumah. Tidak
baik menolak pemberian, ya Nduk” (Simpleman, 2019: 58).
(K.79) Mbah Buyut
“Begitu rupanya,” kata Mbah Buyut. Ia mengangguk melihat Pak Prabu,
tapi tidak ada ucapan apa pun yang bisa menjelaskan maksud Mbah Buyut
mengatakan itu kepada Pak Prabu” (Simpleman, 2019: 59).
(K.80) Mbah Buyut
Sebelum kepulangan Widya dan rombongan kembali ke desa, Mbah Buyut
mengoleskan kunir kenungan di dahi Widya. Sambil mengatakannya agar
dirinya harus menjaga kesehatan dan semoga kegiatan mereka berjalan
dengan lancar tanpa ada halangan apa pun (Simpleman, 2019: 60).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
(K.81) Mbah Buyut
“Saya akan masuk ke kamar, akan saya cari di mana sisa temanmu yang
lain. Firasat saya tidak enak, semoga saja mereka bernasib baik. Kamu jaga
Nak Ayu, mungkin nanti ia bisa sadar walaupun kesempatan itu sangat
kecil” (Simpleman, 2019: 234235).
(K.82) Mbah Buyut
“Bahkan untuk mencari Widya, saya harus mengejarnya dengan wujud
anjing hitam, meski begitu saya sudah coba memaksa masuk lebih jauh, tapi
mereka menghalangi saya, membuat saya dilempar dari sana. Tampaknya
sangat sulit untuk mengembalikan temanmu, Nduk, tapi Mbah akan terus
berusaha,” lanjut Mbah Buyut dengan perasaan menyesal karena tidak bisa
membantu lebih jauh lagi (Simpleman, 2019: 241).
Karakter Badarawuhi/Dawuh (si Penari)
Badarawuhi merupakan karakter pendukung. Badarawuhi adalah sesosok
iblis yang berwujud seorang penari yang cantik jelita. Ia meneror Widya dan Nur
di desa. Ia juga yang menjerumuskan Ayu dan Bima ke dalam kesengsaraan.
Badarawuhi merupakan karakter yang jahat dalam novel “KKN Di Desa Penari”
karya Simpleman.
(K.83) Badarawuhi
“Saya tidak bisa berjanji, tapi bila benar ceritamu, artinya temanmu Bima
dipaksa menikahi anak-anak Badarawuhi. Ular-ular besar itu adalah
anaknya, dan ia terjebak di sana. Badarawuhi tidak akan melepaskan anak
lelaki itu, nada Mbah Buyut gemetar. Kemudian temanmu Ayu, sepertinya,
ia tengah menari untuk menggantikan tugas Badarawuhi yang sejak awal
adalah penari di hutan ini” (Simpleman, 2019: 118).
(K.84) Badarawuhi “Iya. Semenjak itu aku selalu bermimpi buruk dan terus menerus didatangi
oleh Dawuh. Ia terus membuatku terjebak dalam jeratnya,” tukas Bima
sedih (Simpleman, 2019: 217218).
(K.85) Badarawuhi “Aku tahu, tapi dia berjanji akan memberikan Widya kepadaku. Dan saat
itulah, aku baru sadar, bila aku sudah terlalu jauh dan tidak dapat kembali
lagi,” ucap Bima pasrah (Simpleman, 2019: 218).
(K.86) Badarawuhi
“Lebih baik, kamu tidak perlu ikut campur, daripada nanti kamu juga ikut
terkena imbasnya. Aku sarankan kau tidak perlu ikut dalam permainan ini,”
sahut Widya (Simpleman, 2019: 214).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Karakter Bu Azrah
Bu Azrah merupakan karakter pendukung. Bu Azrah adalah ibu dari Widya.
Ia sangat menyayangi anak satu-satunya itu.
(K.87) Bu Azrah “Nak, apa gak ada tempat lain untuk pelaksanaan KKN kamu? Tempat ini
jauh sekali, loh. Selain itu, di sana masih belum terlalu ramai, mana lewat
hutan lagi,” tanya Bu Azrah, ibu Widya. Ia khawatir anak semata
wayangnya mendapatkan tempat KKN yang dirasa tidak masuk akal
(Simpleman, 2019: 9).
(K.88) Bu Azrah Malam itu, Widya mendapatkan pelukan terhangat dari ibunya. Ia tidak
pernah merasa sehangat ini (Simpleman, 2019: 10).
Karakter Mbah Dok
Mbah Dok merupakan karakter pendukung. Mbah Dok adalah sesosok
wanita tua bungkuk yang selalu berada di belakang Nur. Ia selalu melindungi Nur
dari ancaman makhluk halus/lelembut yang ingin mencelakai Nur.
(K.89) Mbah Dok
“Cah Ayu, kancamu bakal onok sing gak selamet nek kelakuane jek pancet,
rungokno aku, kandanono mumpung gorong kebablasan, keblowok tembah
jeru maneh, soale tingakhe bakal nyeret kabeh menungso nang kene.”
(Anak cantik, akan ada temanmu yang tidak akan selamat bila ia tidak
berhenti melakukan tindakan berdosanya. Dengarkan saya, beri tahu dia
sebelum dia terperosok semakin jauh, melewati batas yang akan membuat
semua urusan ini semakin dalam hingga mencelakai semua orang yang ada
di sini (Simpleman, 2019: 95).
(K.90) Mbah Dok
“Seharusnya saya memberitahumu sejak dulu ya. Jadi begini,” ucap si Mbah
Langsa, “memang ada yang mengikuti kamu, ia sudah sangat lama
mengamati lalu menyukaimu. Ia mengatakan kepada saya bahwa ia dan
kamu memiliki keterikatan yang tidak dapat dijelaskan. Saat saya akan
mengusirnya, ia berjanji akan menjagamu.” Mbah Langsa mengerutkan
dahi. “Memang tidak seharusnya manusia percaya akan hal-hal semacam
ini. Namun, bilamana saya tetap mengusiknya, saya tidak tahu apa yang
akan ia lakukan. Lalu, saya percaya bahwa ia akan menjagamu”
(Simpleman, 2019: 251).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
(K.91) Mbah Dok
“Sebenarnya, yang terjadi adalah Mbah Dok telah berkelahi menantang
setiap jin dan makhluk hutan itu. Mereka ingin mencelakaimu,
membawamu dalam kesesatan sama seperti dua temanmu yang malang.
Namun, Mbah Dok terus menerus menjagamu sampai harus berurusan
dengan setengah dari penghuni hutan hanya agar kamu tidak ikut terjerat
dalam urusan dunia yang menimpa dua temanmu hingga terjadilah kejadian
yang menyedihkan itu” (Simpleman, 2019: 252).
Karakter Pak Aryo, Pak Waryan, serta para penduduk desa
Pak Aryo, Pak Waryan, serta para penduduk desa yang lain merupakan
karakter pendukung. Pak Aryo dan Pak Waryan serta beberapa warga, yang
menjemput dan mengantar para mahasiswa KKN dengan motor. Hal ini
dikarenakan jalan menuju Desa Penari yang setapak dan menanjak naik serta
berliku-liku.
(K.92) Pak Aryo “Pak Prabu tidak enak enak badan. Beliau berpesan kepada kami agar
menyampaikannya kepada Anda, Pak. Apa ini anak-anak kuliahannya?”
(Simpleman, 2019: 13).
(K.93) Pak Aryo dan Pak Waryan serta para pemotor (penduduk desa)
yang menjemput mahasiswa KKN Mungkin aneh, tetapi, Widya sempat mengamati perubahan wajah pada
semua pemotor yang merupakan warga desa itu. Tatapan mereka berubah,
semacam jengkel dengan ucapan atau kalimat Wahyu yang memang
terdengar aneh, terlebih di Jawa bagian timur seperti ini. Kalimat itu seperti
sebuah penghinaan (Simpleman, 2019: 14).
(K.94) Pak Waryan
Dengan ramah, Pak Waryan mengatakan, “Iya, masuk ke hutan, palingan
cuma sekitar tiga menitan,” kata beliau dengan ramah. “Mbaknya gak usah
takut, motor ini sudah teruji kok,” lanjut beliau sembari tertawa. Mungkin
Pak Waryan bisa melihat ekspresi gelisah Widya selama duduk di atas jok
motor (Simpleman, 2019: 15).
(K.95) Para Warga Desa
Widya bisa melihat wajah-wajah warga desa yang tampak senang. Mereka
menyalami Widya dan rombongannya, mengatakan “selamat datang”
dengan bahasa Jawa ketimuran mereka, yang disambut Widya dengan
ucapan terima kasih (Simpleman, 2019: 19).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Karakter Pedagang Cilok
Pedagang cilok merupakan karakter pendukung. Ia berperan sebagai
seseorang yang memperingatkan Widya dan Wahyu agar tidak kembali ke desa
dulu karena hari sudah mulai malam. Si Pedagang cilok mengetahui bahwa untuk
kembali ke desa, akan melalui hutan yang penuh dengan lelembut.
(K.96) Si Pedagang Cilok
Mendengar nama desa itu, membuat si Pedagang tiba-tiba khawatir, “Mbak,
Mas, kalau bisa hari ini cari penginapan saja. Bukan apa-apa, bahaya Mas,
Mbak kalau nekat masuk hutan jam segini, apalagi tempat desanya itu
masuk jauh ke dalam, kan?” (Simpleman, 2019: 77).
(K.97) Si Pedagang Cilok
“Mas, Mbak, nanti kalau sudah masuk ke jalan hutan, kalau bisa jangan
mikir aneh-aneh ya. Jangan kosong, kalau bisa tetap berdoa. Terus kalau
denger ada suara atau hal-hal aneh, jangan dihiraukan, tetap saja lanjut.
Bahkan kalau sampai jatuh dari motor, kalau motornya masih bisa jalan,
lanjut saja ya. Semoga Mas dan Mbaknya bisa sampai dengan selamat tanpa
kekurangan atau terjadi apa-apa ya. Selamat jalan Mas, Mbak...”
(Simpleman, 2019: 78).
Karakter Bu Anggi
Bu Anggi merupakan karakter pendukung. Bu Anggi adalah dosen
pengawas lapangan dan penanggung jawab KKN. Ia sebagai pengawas bagi Widya
dan kawan-kawan.
(K.98) Bu Anggi
“Ya sudah, nanti saya pertimbangkan, tapi saya butuh laporan observasi
sebelumnya. Selain itu, jangan lupa kelengkapan surat dari pemerintah
setempat, meliputi perangkat desa sampai jenjang terendah,” jawab wanita
itu kemudian. Ada nada sedikit ragu saat ia mengetahui jawaban Widya.
Tapi ia pun tidak punya hak untuk melarang mahasiswinya, apalagi
menyangkut kegiatan KKN (Simpleman, 2019: 34).
(K.99) Bu Anggi Bu Anggi meminta penjelasan kepada Nur atas apa yang terjadi. Tidak
hanya itu, setiap anak dimintai penjelasan, dan ketika Bu Anggi tahu akar
masalahnya, beliau tampak geram dan mengatakan bahwa kampus akan
mencoret kegiatan KKN mereka tahun ini (Simpleman, 2019: 242).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Karakter Para Lelembut hutan
Para lelembut hutan merupakan karakter pendukung. Para lelembut hutan
muncul pada saat Widya dan Wahyu terjebak dalam hutan karena motor yang
mogok. Kemunculan kedua dari para lelembut adalah pada saat Widya terjebak di
sekitar bangunan tua yang berada di dalam Tapak Tilas.
(K.100) Para Lelembut hutan
Benar saja, di depan terlihat sebuah cahaya terang. Rupanya memang ada
sebuah hajatan dengan kerumunan orang yang berkumpul satu sama lain,
bahkan, ada sebuah panggung pertunjukan. Widya dan Wahyu bisa melihat
gamelan yang tengah dimainkan ramai-ramai. Wahyu dan Widya berhenti
sejenak, mereka memperhatikan tempat itu, meyakinkan bahwa yang
mereka lihat itu nyata (Simpleman, 2019: 82).
(K.101) Para Lelembut hutan
Makhluk-makhluk itu layaknya bersorak, memmbuat Widya bertambah
ngeri. Ia seakan diteror oleh keberadaan mereka. Sampai tiba-tiba
keheningan memecah keadaan. Widya merasa sorakan itu berhenti, berganti
menjadi dendangan irama gamelan yang berbeda (Simpleman, 2019: 109).
(K.102) Para Lelembut hutan
“Tapak Tilas,” sahut Pak Prabu lagi. “Di sana ada sanggar di mana dulu
kami menggunakan tempat itu sebagai pertunjukkan tari, bukan untuk
warga desa melainkan warga desa lain, Desa Lelembut yang hidup
berdampingan bersama kami. Seiring berjalannya waktu, akses jalan ke sana
memang sengaja dibuntu agar tidak ada lagi korban atau persembahan.
Sebagai gantinya, kami memberikan sesajen untuk mereka, agar kami tidak
senantiasa bersitegang. Namun, sepertinya saya gagal menjaga kalian, dan
karena itu saya siap menanggung segala konsekuensinya” (Simpleman,
2019: 240).
Karakter Orangtua Ayu
Orangtua Ayu merupakan karakter pendukung. Mereka hanya muncul
sekali pada akhir cerita ketika Ayu dan Bima sudah tidak sadarkan diri. Saat itu Pak
Prabu memberitakan hal buruk tersebut kepada pihak kampus. Pihak kampus pun
datang menuju desa tempat KKN bersama dengan orangtua para mahasiswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
(K.103) Orangtua Ayu
Pak Prabu tampak hanya diam saja. Ia menerima segala cacian dan hinaan
orangtua Ayu (Simpleman, 2019: 120).
(K.104) Orangtua Ayu
Tidak hanya itu, kampus juga mendapatkan tekanan dari pihak keluarga
korban. Selain itu, terjadi kekacauan karena keluarga Ayu akan membawa
masalah ini ke media massa, agar semua yang terlibat menerima ganjaran,
bahkan mengancam Pak Prabu dengan hukuman pidana (Simpleman, 2019:
242).
(K.105) Orangtua Ayu
Ilham dan orangtuanya berunding, sebelum akhirnya mereka ikhlas
kepergian Ayu. Yang terpenting, mereka bisa melihat Ayu kembali, untuk
terakhir kalinya (Simpleman, 2019: 244).
Karakter Orangtua Bima
Orangtua Bima merupakan karakter pendukung. Mereka hanya muncul
sekali pada akhir cerita ketika Ayu dan Bima sudah tidak sadarkan diri. Saat itu Pak
Prabu memberitakan hal buruk tersebut kepada pihak kampus. Pihak kampus pun
datang menuju desa tempat KKN bersama dengan orangtua para mahasiswa.
(K.106) Orangtua Bima Sementara orangtua Bima, hanya menangisi kondisi anaknya (Simpleman,
2019: 120121).
(K.107) Orangtua Bima
Umi, ibunda Bima, sempat bermimpi didatangi oleh Bima, yang meminta
maaf atas segala kelakuan buruknya yang sudah membuat malu keluarga.
Tepat ketika ibunya sudah mengikhlaskan anak satu-satunya itu, ia
terbangun dan menemukan Bima meregang nyawa, meninggalkan dunia
untuk selama-lamanya (Simpleman, 2019: 243).
Karakter Lelaki Tua Pemanggul Karung
(K.108) Lelaki Tua Pemanggul Karung
Seperti sebelumnya, si lelaki tua kembali menatap mobil Nur. Kali ini ia
menggeleng-gelengkan kepala, seakan memberi isyarat kepada rombongan
Nur untuk tidak berangkat ke sana. Apa pun itu, Nur tidak tahu apakah
isyarat untuk dirinya atau hanya sebatas asumsi liar yang Nur saksikan
dengan mata kepala sendiri (Simpleman, 2019: 143).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
(K.109) Lelaki Tua Pemanggul Karung Namun, rupanya semua tidak sampai di sana. Sesaat ketika mobil kembali
berhenti di lampu merah, seseorang tiba-tiba muncul dan menggebrak
jendela mobil tempat Nur duduk. Nur sampai melompat mundur. Sosok
lelaki tua itu menatap Nur dengan mata melotot. Ia berteriak sembari
memaki-maki, “Ojok budal, Nduk, ojo budal!!” (Jangan berangkat, Nak,
jangan berangkat!!) (Simpleman, 2019: 143).
Karakter Mbah Langsa
Mbah Langsa merupakan karakter pendukung. Mbah Langsa adalah
seorang kiai dan gurunya Nur sewaktu masih di pesantren.
(K.110) Mbah Langsa
“Waalaikumsalam, Nduk,” katanya. Setelah berbalik, ia mengamati sosok
yang menyapanya. “Sini Nduk, ada apa?” katanya, nada suaranya masih
sama seperti dulu. “Ndak biasanya kamu ke sini, pasti mau ngomong sesuatu
ya” (Simpleman, 2019: 248).
(K.111) Mbah Langsa
“Memang, tidak ada salahnya hidup berdampingan seperti itu. Namun,
pemujaan secara berlebihan yang telah dilakukan semenjak zaman nenek
moyang mereka masihlah sangat kental sehingga manakala ada tamu yang
datang berkunjung ke tempat mereka dan melupakan bahwa tata krama
harus dijunjung tinggi, golongan mereka akan terus membujuk, merayu, dan
menyesatkan, seperti yang Nak Bima alami,” ucap Mbah Langsa, matanya
berkaca-kaca, “Namun, sudahlah semua sudah terjadi, tidak ada yang bisa
gurumu ini lakukan, selain ikut mengikhlaskan kepergian salah satu anak
didik, gurumu ini” (Simpleman, 2019: 249250).
(K.112) Mbah Langsa
“Tidak ada yang lebih kuat dari itu, tidak ada satu pun balak yang dapat
menahan hal itu karena kalau pangeran sudah berkehendak, apa pun bisa
terjadi.” Si Mbah diam lalu melihat Nur dalam-dalam. “Sama seperti kamu
yang tidak pernah lupa kewajibanmu, sehingga, kamu dijauhkan dari segala
ancaman dan bujuk rayu, dan karena itu, mbah bersyukur, masih bisa
melihat kamu Nduk” (Simpleman, 2019: 250251).
(K.113) Mbah Langsa “Sebenarnya, yang terjadi adalah Mbah Dok telah berkelahi menantang
setiap jin dan makhluk hutan itu. Mereka ingin mencelakaimu,
membawamu dalam kesesatan sama seperti dua temanmu yang malang.
Namun, Mbah Dok terus menerus menjagamu sampai harus berurusan
dengan setengah dari penghuni hutan hanya agar kamu tidak ikut terjerat
dalam urusan dunia yang menimpa dua temanmu hingga terjadilah kejadian
yang menyedihkan itu” (Simpleman, 2019: 252).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Karakter Nadya
Nadya adalah adik santriwati sewaktu Nur masih di pesantren. Nadya hanya
muncul sekali pada epilog versi Nur.
(K.114) Nadya
Tiba-tiba ia mendengar seseorang memanggilnya. “Mbak Nur, ya”
(Simpleman, 2019: 246247).
(K.115) Nadya
Nur berbalik, dilihatnya sosok manis yang tengah berdiri, tangannya erat
mengapit buku, ia tersenyum. “Nadya”, ucap Nur, gadis manis itu adalah
santriwati saat Nur masih menempuh pendidikan di pondok pesantren ini
(Simpleman, 2019: 247).
4.2.1.2 Hasil Penelitian Alur
Hasil penelitian alur dibagi menjadi dua yaitu hasil penelitian alur (versi
Widya) dan hasil penelitian alur (versi Nur).
4.2.1.2.1 Hasil Penelitian Alur (versi Widya)
Hasil penelitian alur versi Widya dibagi menjadi tiga yaitu bagian awal,
bagian tengah, dan bagian akhir.
Bagian Awal (versi Widya)
Bagian awal cerita dalam novel “KKN Di Desa Penari”, dimulai dengan
memperkenalkan tokoh utama yaitu Widya. Ia adalah seorang mahasiswi di sebuah
universitas di Jawa Timur. Ia akan melakukan KKN di sebuah desa yang terpencil.
Selanjutnya menceritakan tentang kejadian-kejadian aneh yang dialami Widya
mulai dari penampakan Badarawuhi dan Nur yang kerasukan.
(K.116)
Ia terlihat tengah menunggu seseorang, seakan apa yang ia tunggu akan
segera datang, meski ia tidak bisa menyembunyikan kecemasan di raut
wajahnya. Tiba-tiba kecemasannya teralihkan begitu getaran ponsel di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
kantong sakunya ada. Ia segera meraih ponsel untuk mengangkat panggilan
seseorang yang sangat dikenalnya. “Saya sudah mendapatkan tempat untuk
kita KKN, Wid. Kamu sudah menghubungi Bu Anggi?” tanya seseorang di
seberang sana. Perubahan wajah terlihat jelas pada perempuan itu.
Kecemasannya berubah menjadi senyuman. Ia merasa lega, setidaknya,
proposal yang ia ajukan kemarin sudah menemui kejelasan. Proposal
pengajuan untuk melaksanakan tugas KKN yang ia kehendaki di sebuah
desa tertinggal (Simpleman, 2019: 23).
(K.117)
“Widya Sastra Nindya,” kata seorang wanita yang menjadi penanggung
jawab sekaligus pengawas lapangan. “Kamu benar mau mengambil tempat
ini? Jauh sekali loh tempat ini.” “Iya, Bu,” jawab Widya mantap. Saat ini,
Widya menjalankan tugasnya sebagai mahasiswi semester akhir, di sebuah
universitas Jawa Timur. “Ya sudah, nanti saya pertimbangkan, tapi saya
butuh laporan observasi sebelumnya. Selain itu jangan lupa kelengkapan
surat dari pemerintah setempat, meliputi perangkat desa sampai jenjang
terendah,” jawab wanita itu kemudian. Ada nada sedikit ragu saat ia
mengetahui jawaban Widya. Tapi ia pun tidak punya hak untuk melarang
mahasiswinya, apalagi menyangkut kegiatan KKN. “Ingat ya, di tempat
KKN, kamu nggak cuma bawa badan, tapi juga bawa nama kampus, “ tutur
Bu Anggi. Kemudian wanita itu mempersilahkan Widya pergi. “Terima
kasih, Bu,” sahut Widya, tidak bisa menahan luapan semangat karena
akhirnya dapat melaksanakan tugas ini bersama sahabatnya (Simpleman,
2019: 34).
(K.118)
Widya, Ayu, Nur, Bima, Wahyu, dan Anton bersiap menuju desa yang akan
dijadikan tempat melaksanakan KKN selama satu setengah bulan ke depan.
Mengabdikan diri, membantu, dan mengedukasi kehidupan masyarakat agar
menjadi lebih baik, degan sarana dan prasarana penunjang proker (Program
Kerja) mereka yang telah selesai dikerjakan.
Kelompok Widya masuk ke mobil yang akan mengantarkan mereka.
Perbekalan yang sudah mereka siapkan jauh-jauh hari juga sudah tertata rapi
di bagasi mobil. Setelah semua siap, mobil melaju menuju tempat di mana
mereka nanti akan tinggal, di sebuah desa di pelosok Jawa (Simpleman,
2019: 89).
(K.119)
Motor masih melaju kencang, tapi Widya masih bisa mendengar tabuhan
gamelan itu. Suaranya terasa mendayu-dayu semakin kencang terdengar
oleh telinga. Seakan gamelan tersebut dimainkan hanya berjarak beberapa
ratus meter dari tempatnya menembus medan jalan. Aneh, dari jauh Widya
melihat sesososk manusia temgah menelungkup, seakan memasang pose
sedang menari. Ia berlenggak-lenggok mengikuti irama musik gamelan yang
terus ditabuh dengan ritme yang cepat. Widya berusaha menatapnya dengan
saksama, lalu dibuat terperangah dengan pemandangan itu, sebelum
akhirnya bayangan itu perlahan menghilang (Simpleman, 2019: 18).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
(K.120)
“Sini, sini, perkenalkan, ini adalah Pak Prabu. Beliau nanti yang akan
membantu kita mengerjakan proker kita bersama warga. Beliau kepala desa
di sini” ucap Ayu bangga. Widya dan yang lain langsung ikut mendekati,
menyalami, dan memohon bantuannya selama mereka tinggal di sini
(Simpleman, 2019: 20).
(K.121)
“Cah Ayu, kancamu bakal onok sing gak slamet nek kelakuane jek pancet,
rungokno aku, kandanono mumpung gorong kebablasan, keblowok tambah
jeru maneh, soale tingakhe bakal nyeret kabeh menungso nang kene.”
(Anak cantik, akan ada temanmu yang tidak akan selamat bila ia tidak
berhenti melakukan tindakan dosanya. Dengarkan saya, beritahu dia
sebelum dia terperosok semakin jauh, melewati batas yang akan membuat
semua urusan ini semakin dalam hingga mencelakai semua orang yang ada
di sini). Setelah mengatakan itu, Nur berteriak keras sekali. Setelahnya ia
jatuh tersungkur di depan Widya. Nur tak sadarkan diri (Simpleman, 2019:
95).
Bagian Tengah (versi Widya)
Bagian tengah cerita merupakan bagian terpenting karena pada bagian ini
ditemukanlah inti cerita. Cerita berlanjut pada bagian tengah cerita, tanpa terasa
Widya dan kawan-kawan sudah tinggal di desa selama tiga minggu. Semuanya
semakin serius mengejar proker mereka. Namun beberapa hari yang lalu, Anton
bercerita tentang Bima yang berkelakuan aneh dan mencurigakan.
(K.122)
“Bima suka mengurung diri dalam kamar kalau menjelang sore. Awalnya
tak kira istirahat, tapi anehnya kok setiap hari menjelang sore pasti langsung
masuk kamar. Tidak cuma itu, ia seperti menyembunyikan sesuatu, tapi aku
gak tahu apa itu,” kata Anton, lantas ia kemudian melanjutkan ceritanya.
“Pernah karena aku sudah curiga, ia tak tungguin dari luar kamar. Demi
Tuhan, ada suara perempuan dari dalam kamarnya. Bila ia sampai
melakukan tindakan asusila di posko ini, aku bisa perpanjang urusan ini.
Yang dia bawa bukan cuma namanya saja, tapi nama kampus juga,” tukas
Anton kesal saat bercerita kepada Widya.
“Terus waktu kamu tunggu, siapa yang keluar dari sana?” tanya Widya
penuh selidik. “Nah itu, masalahnya gak ada siapa-siapa yang keluar, cuma
dia saja. Terus jendelanya juga ada kayu datarnya, bukan jendela yang bisa
dilompati orang seenaknya, kecuali kayu itu dibongkar” (Simpleman, 2019:
99100).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Bagian Akhir (versi Widya)
Bagian akhir, menceritakan bahwa Widya akhirnya mengetahui apa yang
sebenarnya terjadi. Lalu Mbah Buyut menceritakan bahwa Bima dan Ayu telah
melanggar larangan/pantangan di Desa Penari dan jatuh sakit. Setelah mendengar
berita tersebut dari Pak Prabu, pihak kampus dan orangtua dari para mahasiswa
datang ke desa. Bu Anggi marah karena mendengar bahwa Bima dan Ayu berbuat
hal yang tidak pantas yang akan menodai reputasi kampus. Bu Anggi membatalkan
KKN Widya dan kawan-kawan. Akhirnya Widya dan kawan-kawan pun
meninggalkan Desa Penari. Beberapa minggu kemudian Bima dan Ayu pun
meninggal dunia.
(K.123)
“Saya tidak bisa berjanji, tapi bila benar ceritamu, artinya temanmu Bima
dipaksa menikahi anak-anak Badarawuhi. Ular-ular besar itu adalah
anaknya, dan ia terjebak di sana. Badarawuhi tidak akan melepaskan anak
lelaki itu,” nada Mbah Buyut gemetar. “Kemudian temanmu Ayu,
sepertinya, ia tengah menari untuk menggantikan tugas Badarawuhi yang
sejak awal adalah penari di hutan ini. Ia akan terus menari, sejengkal demi
sejengkal tanah, sampai mengelilingi keseluruhan hutan ini. Temanmu tidak
akan pernah mereka lepaskan (Simpleman, 2019: 118).
4.2.1.2.2 Hasil Penelitian Alur (versi Nur)
Hasil penelitian Alur versi Nur dibagi menjadi tiga yaitu bagian awal,
bagian tengah, dan bagian akhir.
Bagian Awal (versi Nur)
Bagian awal cerita dalam novel KKN Di Desa Penari, dimulai dengan
memperkenalkan tokoh utama yaitu Nur. Nur adalah seorang mahasiswa yang akan
melakukan KKN disebuah desa. Namun sebelumnya, Nur akan mengobervasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
lokasi KKN bersama dengan Ayu sahabatnya. Selanjutnya menceritakan tentang
kejadian-kejadian yang terjadi selama mereka mengobservasi Desa Penari.
(K.124)
Selepas salat, gadis itu kembali ke kamar, merapikan tempat tidur,
kemudian berdandan seadanya. Bila mengingat hari ini, ia menjadi
terbayang saat pertama datang ke tampat ini. Hidup di kos, jauh dari
orangtua demi mengejar cita dan mimpinya, belajar di salah satu universitas
terbaik di negara ini seakan masih menjadi buah mimpi ketika tidur.
Nur Azizah Ulfia, gadis cantik berperawakan kecil itu tersenyum penuh
syukur atas segala nikmat yang ia dapat selama tinggal di sini. Salah satunya
sahabat-sahabat baik yang ia kenal di kampus ini. Ia teringat, malam ini
salah satu sahabatnya akan datang menjemput. Ia meyakinkan Nur bahwa
ada jalan untuk melaksanakan tugas KKN mereka bersama (Simpleman,
2019: 125126).
(K.125) Rupanya Nur baru tahu, sebenarnya Pak Prabu menolak diadakan kegiatan
KKN di desa ini. Bukan bermaksud apa-apa tapi, Pak Prabu menjelaskan
betapa sulit akses dan medan lingkungan desa ini, sehingga sangat tidak
memungkinkan bila diadakan kegiatan KKN yang bertujuan untuk
mengabdikan diri sebagai mahasiswa kepada masyarakat (Simpleman,
2019: 132133).
(K.126)
“Ya sudah, ayo kembali. Kasihan Masmu, Ilham. Dia pasti sudah
menunggu. Lagipula hari sudah siang. Kalian harus kembali, kan.” Ayu
dan Nur mengangguk. Ahirnya pun mereka kembali. “Kamu kenapa? Kok,
pucat sekali, Nur?” tanya Ayu. “Nggak apa-apa, Cuma kurang enak badan
saja. Mungkin kecapean,“ sahut Nur, yang disambut anggukan oleh Ayu.
Ia pun membantu Nur berjalan pergi meninggalkan desa itu setelah
berpamitan dengan Pak Prabu dan beberapa warga. Nur yakin sosok yang
ia lihat adalah sosok penunggu tempat itu (Simpleman, 2019: 136137).
(K.127)
Setelah pembekalan kegiatan KKN selesai, hari yang dinantikan pun tiba.
Widya, Ayu, Nur, Bima, Wahyu, dan Anton berkumpul menunggu
kedatangan mobil yang akan membawa mereka menuju ke lokasi KKN
(Simpleman, 2019: 142).
Bagian Tengah (versi Nur)
Pada bagian tengah, Nur dan kawan-kawan sudah melakukan KKN selama
beberapa minggu di Desa Penari. Namun di sela-sela pengerjaan proker bersama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Anton, Nur mendengar cerita darinya bahwa Bima sering melakukan hal-hal aneh.
Selanjutnya Nur memergoki Bima dan Ayu sedang berada di sebuah bangunan tua.
(K.128)
“Aneh?” ucap Nur. “Siapa?” “Siapa lagi kalau bukan si Bima,” sahut
Anton. “Aneh bagaimana?” tanya Nur. “Aku sering lihat dia tersenyum
kadang tertawa sendirian. Tidak Cuma itu, kadang dia bicara sendiri di
dalam kamar. Dan mohon maaf ya Nur, aku sering dengar dia kayak
onani.” Awalnya, Nur menolak apa yang Anton katakan. “Halah, mana
mungkin,” bantah Nur. “Serius Nur, sumpah. Aku sering ngelihat dia
melakukannya,” kata Anton. “Janji tolong jangan bilang siapa pun,”
katanya lirih. “Temanmu sering membawa pulang sesajen ke dalam kamar.
Ia selalu menaruhnya di bawah ranjang tempat tidurnya.” Nur masih diam.
Ia mencoba menahan diri. Apa yang diucapkan Anton, terdengar terlalu
mengada-ada. “Lalu di atas sesajen itu ada sebuah foto. Foto temanmu,
Widya. Menurut kamu apa maksudnya coba hubungannya foto Widya
sama sesajen yang ia bawa?” (Simpleman, 2019: 190191).
(K.129)
Tidak ada yang menarik perhatian Nur, kecuali tata letak gamelan yang
tersusun rapi. Meski terlihat kotor dann tidak terjamah, Nur begitu
penasaran kenapa intrumen musik Jawa ini ditinggalkan begitu saja di
tempat seperti ini (Simpleman, 2019: 203).
(K.130)
“Bim...” panggil Nur lirih. “Kira-kita bagaimana perasaan Abah sama Umi
ya, bila tahu kelakuanmu?” ucap Nur. Air matanya mulai menetes, tak
kuasa menahan apa yang baru saja terjadi. Nur semakin yakin karena sedari
tadi tidak ada satu pun dari mereka yang mencoba mengelak. “Nur,
tolong,” sahut Ayu. Ia mencoba menyentuh tangan Nur, tapi Nur
menepisnya. “Aku gak ngomong sama kamu ya, Yu. Tolong kamu diam
saja!!” bentak Nur, ia tidak pernah semarah ini. Bima masih diam, ia tidak
menjawab pertanyaan Nur sama sekali, seakan tidak tahu harus menjawab
apa kepada Nur. Saat itu juga, dengan keras Nur menampar wajah Bima,
hingga Bima tidak dapat lagi berkata-kata. Ia memilih diam membisu saat
Nur terus mencercanya dengan kalimat tidak percaya (Simpleman, 2019:
204205).
Bagian Akhir (versi Nur)
Pada bagian akhir, Nur melihat kondisi Ayu dan Bima yang mengenaskan
dan aneh. Pak Prabu dan Mbah Buyut menjelaskan bahwa di Desa Penari ini
mempunyai sejarah yang kelam. Desa Penari mempunyai larangan yang tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
boleh dilanggar. Apabila melangar larangan itu, para lelembut hutan akan marah
dan memberikan kutukan. Mbah Buyut bercerita juga kepada Nur bahwa Bima dan
Ayu telah melakukan hal yang tidak pantas. Akibatnya mereka berdua jatuh sakit.
Mendengar berita itu dari Pak Prabu, Bu Anggi dan para orangtua mahasiswa
datang ke Desa Penari. Karena marah, Bu Anggi lalu membatalkan KKN Nur.
Akhirnya Nur dan kawan-kawan pergi dari desa itu dan kembali ke kota. Beberapa
minggu kemudian Ayu dan Bima meninggal dunia karena penyakit yang aneh.
(K.131)
Namun tiba-tiba Nur tercekat saat melihat Ayu. Anak itu tampak aneh.
Mata Ayu terus terbuka dengan mulut terus menganga lebar. Melihat itu,
Nur berteriak histeris membuat Wahyu dan Anton terbangun dari tidurnya
(Simpleman, 2019: 228).
(K.132)
Warga masuk dengan membopong Bima. Kondisi Bima tampak seperti
orang yang terkena epilepsi. Warga denga hati-hati menidurkan Bima di
samping Ayu. Mereka berdua tampak mengenaskan. Nur menangis sejadi-
jadinya (Simpleman, 2019: 235).
(K.133)
“Dari mana saja kamu, Wid? Ayu dan Bima tiba-tiba jadi seperti ini!”
(Simpleman, 2019: 236).
(K.134)
“Sebenarnya ada yang tidak saya ceritakan dan alasan kenapa saya
menolak kalian untuk melaksanakan kegiatan KKN di sini. Ini semua
karena desa ini memiliki sejarah panjang sejak dulu, dan semua itu tidak
dapat lepas dari adat istiadat milik nenek moyang kami. Dulu, nenek
moyang kami menggunakan anak perawan sebagai tumbal tarian bagi
mereka yang tinggal di hutan ini agar desa kami dijauhkan dari
kemalangan,” cerita Pak Prabu. Nur yang mendengarnya tercengang tidak
percaya (Simpleman, 2019: 239240).
(K.135)
Kepulangan anak mengakhiri kegiatan KKN tersebut. Mereka
meninggalkan desa dan hutan itu dalam keadaan kacau balau. Bima sempat
dirawat di beberapa rumah sakit, tapi setelah menempuh pengobatan
selama dua minggu, akhirnya Bima menghembuskan napas terakhirnya
(Simpleman: 2019: 243).
(K.136)
Setelah sujud kepada kedua orangtuanya, Ayu memeluk Ilham, menangis
dan menyampaikan salam perpisahan terakhir, sebelum akhirnya, Ayu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
mengembuskan napas terakhirnya untuk selamanya (Simpleman, 2019:
245).
(K.137)
“Mbah Dok,” kata Si Mbah, “itukan yang mau kamu tanyakan Nduk?”
Nur terkejut, gurunya memang luar biasa, lantas Nur mengangguk.
“Seharusnya saya memberitahumu sejak dulu ya. Jadi begini,” ucap si
Mbah Langsa, “Memang ada yang mengikuti kamu, ia sudah sangat lama
mengamati lalu menyukaimu. Ia mengatakan kepada saya bahwa ia dan
kamu memiliki keterikatan yang tidak dapat dijelaskan. Saat saya akan
mengusirnya, ia berjanji akan menjagamu” (Simpleman, 2019: 251).
4.2.1.3 Hasil Penelitian Latar
Hasil penelitian latar dibagi menjadi dua yaitu hasil penelitian latar (versi
Widya) dan hasil penelitian latar (versi Nur).
4.2.1.3.1 Hasil Penelitian Latar (versi Widya)
Hasil penelitian latar versi Widya dibagi menjadi tiga yaitu latar tempat,
latar waktu, dan latar sosial.
Latar Tempat (versi Widya)
Terdapat beberapa latar tempat versi Widya dalam novel “KKN Di Desa
Penari”. Latar tempat tersebut meliputi: di sebuah universitas di Jawa Timur, di
aula kampus, di desa, di pom bensin, dan di hutan.
(K.138) di sebuah universitas di Jawa Timur “Ia, Bu. Jawab Widya mantap. Saat ini, Widya menjalankan tugasnya
sebagai mahasiswa semester akhir, di sebuah Universitas Jawa Timur
(Simpleman, 2019: 3).
(K.139) di aula kampus
Semua anak yang melaksanakan tugas KKN selama 45 hari itu sudah
berkumpul di aula kampus. Setelah mendengar pidato rektor dan para dosen
yang menjadi penanggung jawab pengawasan selama pelaksanaan kegiatan
ini selesai berpidato, KKN tahun ini resmi dibuka. Teriakan mahasiswa dan
mahasiswi yang pecah seakan menjadi pembuka dari rentetan cerita ini
(Simpleman, 2019: 8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
(K.140) di desa
“Tidak ada desa lain di sini, Mbak, hanya desa ini. Mungkin Mbak Cuma
krunguen (kedengeran) jadi gak usah terjadi dipikirkan ya, Mbak. Mari saya
antar ke rumah yang akan kalian jadikan tempat tinggal selama ada di desa
kami,” kata Pak Prabu (Simpleman, 2019:22).
(K.141) di pom bensin Melihat tangki mereka, Wahyu menawarkan untuk pergi ke pom bensin
lebih dahulu, ia sudah berjanji akan mengembalikan motor dalam keadaan
bensin terisi penuh. Saat menunggu Wahyu mengantre bahan bakar, Widya
membeli cilok ke seorang pedagang di pom bensin (Simpleman, 2019: 76).
(K.142) di hutan Widya melihat ke kiri dan ke kanan ada pohon dengan pemandangan gelap
dimana-mana. Sejauh mata memandang, Widya hanya bisa mendengar deru
mesin motor wahyu yang terus dipacu. Ia belum melihat satu orang pun
yang melintas. Widya berusaha untuk tetap menjaga pikirannya agar
normal, ia tidak mau memikirkan hal-hal aneh. Tidak di tempat seperti ini.
(Simpleman, 2019: 79).
Latar Waktu (versi Widya)
Penulis menemukan beberapa latar waktu versi Widya dalam novel “KKN
Di Desa Penari”. Latar waktu tersebut meliputi: pagi hari, siang hari, pukul
setengah enam sore, dan malam hari.
(K.143) pagi hari
Pagi itu, Widya segera menyelesaikan proposal akhir tentang siapa saja
yang akan terlibat dalam pelaksanaan tugas ini. Ia semakin bersemangat
karena berhasil melakukan pencarian desa sebagai landasan tugas KKN
mereka secara mandiri (Simpleman, 2019: 4).
(K.144) siang hari
Siang itu Widya sedang terbaring di tempat tidur. Lamunannya buyar saat
mendengar suara seperti ada sesuatu yang dilemparkan ke atas genting
posko (Simpleman, 2019: 71).
(K.145) malam hari
Malam itu, Widya mendapatkan pelukan terhangat dari ibunya. Ia tidak
pernah merasa sehangat ini (Simpleman, 2019: 10).
(K.146) pukul setengah enam sore
Jam menunjukan pukul setengah enam sore. Mobil Mas Ilham menyusuri
jalan beraspal yang di kiri-kanannya adalah hutan belantara. Setelah cukup
lama berkendara, akhirnya mereka sampai di sekitar gerbang selatan. Ada
sebuah gapura yang tertutup oleh rimbunnya tanaman liar (Simpleman,
2019: 13).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Latar Sosial (versi Widya)
Dalam novel “KKN Di Desa Penari” versi Widya, penulis menemukan satu
latar sosial. Latar sosial tersebut adalah status sosial Bu Anggi. Bu Anggi memiliki
status sosial yang tinggi karena Bu Anggi adalah dosen sekaligus pengawas
kegiatan KKN di Desa Penari.
(K.147) status sosial Bu Anggi
Widya Sastra Nindya,”kata seorang wanita yang menjadi penanggung
jawab sekaligus pengawas lapangan. “Kamu benar mau mengambil tempat
ini? Jauh sekali loh tempat ini” “Iya, Bu,” jawab Widya mantap. Saat ini,
Widya menjalankan tugasnya sebagai mahasiswi semester akhir, di sebuah
universitas Jawa Timur. “Ya sudah, nanti saya pertimbangkan, tapi saya
butuh laporan observasi sebelumnya. Selain itu, jangan lupa kelengkapan
surat dari pemerintah setempat, meliputi perangkat desa sampai jenjang
terendah,” jawab wanita itu kemudian. Ada nada sedikit ragu saat ia
mengetahui jawaban Widya. Tapi ia pun tidak punya hak untuk melarang
mahasiswinya, apalagi menyangkut kegiatan KKN.“Ingat ya, di tempat
KKN, kamu nggak cuma bawa badan, tapi juga bawa nama kampus,” tutur
Bu Anggi (Simpleman, 2019: 34).
4.2.1.3.2 Hasil Penelitian Latar (versi Nur)
Hasil penelitian latar versi Nur dibagi menjadi tiga yaitu latar tempat, latar
waktu, dan latar sosial.
Latar Tempat (versi Nur)
Terdapat beberapa latar tempat versi Nur dalam novel “KKN Di Desa
Penari”. Latar tempat tersebut meliputi: di kamar, di desa, di Sinden, dan di dapur.
(K.148) di kamar
Selepas salat, gadis itu kembali ke kamar, merapikan tempat tidur,
kemudian berdandan seadanya (Simpleman, 2019: 125).
(K.149) di desa
Mereka langsung mengamati desa ini, kecuali Ayu dan Nur yang tampak
lebih familier karena sudah pernah ke sini sebelumnya. Mereka tampak
takjub dengan bentuk rumah-rumah kayu yang ada di sini (Simpleman,
2019: 147).
(K.150) di Sinden
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Kemudian Nur dibawa ke Sinden, tempat kali pertama ia melihat sosok
hitam itu. Di sana, Pak Prabu baru saja menggorok leher ayam cemani.
Darah ayam itu diteteskan pada mangkuk kecil, kemudian menyiramnya ke
atas bebatuan di dekat Sinden (Simpleman, 2019: 188).
(K.151) di dapur Petang selepas magrib, Nur sedang berada di dapur. Ia meneguk air dari
teko saat tiba-tiba seseorang melangkah masuk, menyibak tirai. Rupanya
Widya (Simpleman, 2019: 194).
Latar Waktu (versi Nur)
Dalam novel “KKN Di Desa Penari” versi Nur, penulis menemukan lima
latar waktu. Latar waktu tersebut adalah: pagi hari, kurang lebih satu jam, siang
hari, sore hari, dan malam hari.
(K.152) pagi hari
Keesokan paginya, Nur dan Widya datang bersama. Anak yang lain sudah
berkumpul di depan posyandu, menunggu kedatangan Pak Prabu
(Simpleman, 2019: 155).
(K.153) kurang lebih satu jam
Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, terlihat sebuah gapura tanda
masuk desa. Nur segera turun dari motor. Pak Prabu mempersilahkan
mereka menuju rumah beliau (Simpleman, 2019: 132).
(K.154) siang hari
Di siang yang terik itu, Nur dan Bima menemui Widya di sudut kampus,
tengah duduk sendiri (Simpleman, 2019: 140).
(K.155) sore hari
Langit sudah menguning tapi Nur masih sajamenatap kosong kamarnya.
Ayu melangkah masuk, mereka saling melihat satu sama lain (Simpeman,
2019: 166).
(K.156) malam hari
“Mau ke mana Nur, malam-malam begini?” tanya Ayu penasaran.
“Mau ke Pak Prabu. Proposalku sama Anton sudah jadi, mungkin beliau
bisa dimintai pendapat.” Ucap Nur tenang.
Latar Sosial (versi Nur)
Terdapat dua latar sosial versi Nur dalam novel “KKN Di Desa Penari”.
Latar sosial tersebut meliputi: Ayu dan Pak Prabu sama-sama memiliki status
sosial yang tinggi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
(K.157) Ayu memiliki status sosial yang tinggi
Tidak ada yang tidak kenal Ayu, gadis cantik yang selalu menjadi
primadona bagi banyak lelaki di kampus. Selain dari keluarga berada, Ayu
adalah sosok mahasiswi dengan segudang kegiatan organisasi yang mampu
melambungkan namanya (Simpleman, 2019: 127).
(K.158) Status sosial Pak Prabu
Kenalkan ini Pak Prabu. Beliau kepala desa disini. Nanti beliau yang akan
menjadi pengawas untuk kegiatan KKN kalian. Jaga baik-baik kepercayaan
mas ya., jangan bikin beliau repot”, pesan Ilham sebari bercanda
(Simpleman, 2019: 131).
4.2.2 Hasil penelitian Sarana sastra
Hasil penelitian sarana sastra meliputi: hasil penelitian judul, hasil
penelitian sudut pandang, hasil penelitian gaya dan tone, hasil penelitian
simbolisme dan hasil penelitian ironi.
4.2.2.1 Hasil Penelitian Judul
Pada hasil penelitian judul, penulis menemukan beberapa kutipan yang
berkaitan dengan judul pada novel yaitu “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman.
Kutipan-kutipan tersebut yaitu:
(K.159)
Pagi itu, Widya segera menyelesaikan proposal akhir tentang siapa saja
yang akan terlibat dalam pelaksanaan tugas ini. Ia semakin bersemangat
karena berhasil melakukan pencarian desa sebagai landasan tugas KKN
mereka secara mandiri (Simpleman, 2019: 4).
(K.160)
Widya, Ayu, Nur, Bima, Wahyu, dan Anton bersiap menuju desa yang akan
dijadikan tempat melaksanakan KKN selama satu setengah bulan ke depan
(Simpleman, 2019: 8).
(K.161)
Tampaknya Wahyu sudah selesai mengisi bahan bakar. Widya segera
berpamitan pada si pedagang Cilok. “Mohon maaf ya Pak, saya harus pergi,
kembali ke desa tempat kami KKN,” ucap Widya sopan. “Jauh Pak, masuk
ke hutan. Di sana ada desa bernama Banyu Seliro, harus sedikit ke
pelosok,” jawab Widya (Simpleman, 2019: 77).
(K.162)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
“Nak, sebenarnya ada yang harus kamu tahu tentang desa ini, salah satunya,
aturan dasar desa ini. Desa ini dulu dikenal dengan nama desa penari,
sebuah desa yang banyak melahirkan penari-penari yang terkenal di daerah
ini” (Simpleman, 2019: 116).
(K.163)
“Pak Prabu kemudian mengajak Ilham, Ayu, dan Nur untuk menaiki motor
yang sudah siap dikendarai oleh penduduk desa. Di sini Nur baru tahu, desa
tempat KKN mereka rupanya masuk ke dalam hutan. Ayu tidak pernah
memberitahu ini sebelumnya” (Simpleman, 2019: 131)
(K.164)
“Dulu desa ini dikenal luas oleh orang-orang sebagai desa yang
menghasilkan para sinden dan penari daerah” (Simpleman 2019: 135).
4.2.2.2 Hasil Penelitian Sudut Pandang
Penulis menemukan beberapa kutipan yang berhubungan dengan sudut
pandang dari novel “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman. Kutipan-kutipan
tersebut yaitu:
(K.165)
“Menarik,” ucap Widya berkali-kali. Sekarang ia mengerti alasan kenapa
mobil tidak bisa melintas. Baru masuk ke gapura desa itu saja, medan tanah
yang harus mereka lewati langsung menanjak naik (Simpleman, 2019: 16).
(K.166)
Hari sudah mulai petang. Dari cela-cela pohon di kiri kanan Widya bisa
melihat pemandangan menakjubkan sekaligus mengerikan. Kegelapan
hutan seakan berjalan lambat, menyapu sayup-sayup dedaunan dan
kokohnya ranting besar, seakan memberitahu bahwa pepohonan itu sudah
berdiri ratusan tahun (Simpleman, 2019: 16).
(K.167)
Selain pemandangan hutan yang mulai gelap, widya juga bisa merasakan
suhu dingin yang kian menurun drastis, membuatnya harus mengencangkan
jaket. Ia sadar, suhu seperti ini memang sudah biasa di tempat yang banyak
dipenuhi pepohonan seperti ini, jadi ia tidak terlalu kaget dan
memakluminya (Simpleman, 2019: 16).
(K.168)
Nur yang mendengarnya tampak kaget, ia berharap Pak Prabu bisa
menahan sedikit berita ini agar jangan sampai keluar lebih dulu sebelum
tahu kejelasan nasib Ayu dan Bima. Namun tampaknya Pak Prabu sudah
putus asa (Simpleman, 2019: 239).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
4.2.2.3 Hasil Penelitian Gaya dan Tone
Pada hasil penelitian gaya dan tone, penulis menemukan beberapa kutipan
yang berkaitan dengan gaya dan tone yang pengarang terapkan pada novelnya.
Beberapa kutipan tersebut meliputi:
(K.169)
Widya menatap Bima, yang seakan sedikit tersipu ketika gadis itu
melihatnya. “Mas Bima, ya? Memangnya mau Mas ikut kami? Soalnya
kami akan ambil desa yang paling jauh dibandingan sama anak-anak lain,
loh”.
“Nggak apa-apa, sekalian jalan-jalan. Bukannya KKN seperti itu, belajar
sambil jalan-jalan?” kata Bima meyakinkan Widya (Simpleman, 2019: 5).
(K.170)
Ayu terlihat sedang berbicara dengan Bima, tapi dari semua pemandangan
itu, Widya lebih tertuju kepada Wahyu yang sedari tadi terlihat dongkol.
Wajahnya muram dan tidak mengenakan. Padahal wajahnya sudah tidak
enak dilihat (Simpleman, 2019: 26).
(K.171)
Semua anak memandang Wahyu sengit, seakan apa yang dikatakan oleh
pemuda kurus itu benar-benar tidak dipikirkan terlebih dahulu. Sekarang
Widya tahu, ternyata benar tidak semua manusia terlahir dengan otak yang
waras (Simpleman, 2019: 30).
(K.172)
“Ngapain manggil setan, Mas?” ledek Pak Prabu. “Kalau di depan saya saja
kelakuannya kayak setan,” sindir Pak Prabu sambil melirik ke arah Wahyu
(Simpleman, 2019: 30).
(K.173)
Wahyu berdiri di depannya, menatapnya dengan ekspresi ganji. “Ngapain
Anjing? Nari malam-malam gini? Kayak kurang kerjaan saja kau ini!”
(K.174)
“Aku ketemu sama penari yang cuuuuantik sekali. Gila, kembang kampus
saja gak ada yang mendekati kecantikannya.” Ucapan Wahyu membuat
semua orang tiba-tiba tertarik mendengarkannya.
(K.175)
Tidak ada yang tahu penyebab penyakit Bima. Setiap malam ia mengigau
bahwa ia dikelilingi oleh ular. Hal itu membuat kedua orang tuanya sangat
sedih, sampai akhirnya ajal menjemput nyawanya dan Bima pergi untuk
selama-lamanya (Simpleman 2019: 121).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
4.2.2.4 Hasil Penelitian Simbolisme
Dari hasil penelitian simbolisme, penulis menemukan dua kutipan yang
berkaitan dengan simbolisme pada novel “KKN Di Desa Penari” karya
Simpleman. Kutipan-kutipan tersebut adalah:
(K.176)
Mendengar nama desa itu, membuat si pedagang tiba-tiba khawatir, “Mbak,
Mas, kalau bisa hari ini cari penginapan saja. Bukan apa-apa, bahaya mas,
mbak kalau nekat masuk hutan jam begini, apa lagi tempat desanya itu
masuk jauh ke dalam kan? (Simpleman, 2019: 77).
(K.177)
Mendengar hal itu, Widya hanya diam saja, sembari mengamati situasi. Ia
tidak tahu apa yang terjadi kepada sahabatnya. Apa mungkin Nur
kerasukan?
“Yo opo, Cah Ayu wes kenal karo Badarawuhi?” (bagaimana, Anak cantik
sudah kenal sama Badarawuhi?) tanya sosok itu.
Melihat itu, Widya mulai ketakutan (Simpleman, 2019: 9394).
4.2.2.5 Hasil Penelitian Ironi
Penulis menemukan satu kutipan dari penelitian ironi pada novel “KKN Di
Desa Penari” karya Simpleman. Kutipan tersebut adalah:
(K.178)
“Air mengalir pasti larinya ke timur, pernah dengar kalimat itu Wid? Di
timur masih banyak hal-hal tabu yang kadang tidak masuk akal, karena
semuanya itu berkumpul di timur. Dari yang baik, buruk, sampai yang
terburuk. Ibu cuma takut anak ibu satu-satunya kenapa-kenapa,” kata bu
Azrah yang disambut tatapan lembut Widya. Hal itu membuat ibunya
akhirnya luluh (Simpleman, 2019: 910).
4.2.3 Hasil Penelitian Tema
Pada hasil penelitian tema, penulis menemukan beberapa kutipan yang
berhubungan dengan tema pada novel “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman.
Kutipan-kutipan tersebut adalah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
(K.179) “Cah ayu, kancamu bakal onok sing gak selamet nek kelakuane jek pancet,
rungokno aku, kandanono mumpung gorong kebablasan, keblowok tambah
jeru maneh, soale tingakhe bakal nyeret kabeh menungso nang kene”
(Anak cantik, akan ada temanmu yang tidak akan selamat bila ia tidak
berhenti melakukan tindakan berdosanya. Dengarkan saya, beri tahu dia
sebelum dia terperosok semakin jauh, melewati batas yang akan membuat
semua urusan ini semakin dalam hingga mencelakai semua orang yang ada
di sini). Setelah itu, Nur berteriak keras sekali. Setelah ia jatuh tersungkur
di depan Widya. Nur tidak sadarkan diri (Simpleman, 2019: 95).
(K.180)
“Bima, teman laki-lakimu, telah melakukan hubungan suami istri dengan
temanmu yang bernama Ayu. Tidak hanya itu, mereka melakukan
perbuatan lain, yang tidak bisa saya katakan kepada kamu, perbuatan yang
sangat dilarang di desa ini” (Simpleman, 2019: 116).
(K.181)
Terdengar Wahyu tiba-tiba mengumpat, “Bangsat memang Bima sama
Ayu! Bisa-bisanya mereka melakukan hal itu di tempat seperti ini!” Tak
lama Wahyu kembali menunduk, ia merasa tidak enak melihat Widya dan
Nur (Simpleman, 2019: 238).
4.3 Pembahasan
Pembahasan dibagi menjadi tiga yaitu pembahasan fakta cerita,
pembahasan sarana sastra, dan pembahasan tema.
4.3.1 Pembahasan Fakta Cerita
Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini
berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum
menjadi satu, semua elemen ini dinamakan ‘struktur faktual’ atau ‘tingkatan
faktual’ cerita. Struktur faktual adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang
(Stanton, 2012: 22).
Lebih jelasnya, fakta cerita yang terdapat dalam novel “KKN di Desa Penari
akan diuraikan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
4.3.1.1. Pembahasan Karakter
Kata “karakter” biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama,
karakter yang merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita seperti
“berapa karakter yang ada dalam cerita itu”. Konteks kedua, karakter merujuk pada
percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari
individu-individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu
‘karakter utama’ yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang
berlangsung dalam cerita. Biasanya peristiwa-peristiwa ini menimbulkan
perubahan pada diri sang karakter atau pada sikap kita terhadap karakter tersebut
(Stanton, 2012: 33).
4.3.1.1.1 Konteks Pertama
Karakter yang muncul dalam novel “KKN Di Desa Penari” meliputi:
Widya, Nur, Ayu, Bima, Anton, Wahyu, Pak Prabu, Mas Ilham, Mbah Buyut, Mbah
Dok, Bu Sundari, si Penari (Badarawuhi/Dawuh), Bu Anggi, Bu Azrah (Ibunda
Widya), lelaki tua pemanggul karung, pedagang cilok, Orangtua Ayu dan Bima,
Pak Aryo, Pak Waryan, para penduduk desa, rektor, para dosen, mahasiswa dan
mahasiswi yang lain, Nadya, Mbah Langsa, sesosok makhluk hitam bermata merah,
serta para makhluk halus/lelembut hutan yang lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
4.3.1.1.2 Konteks Kedua
Karakter dalam konteks ini merujuk pada percampuran dari berbagai
kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu.
Karakter/individu-individu tersebut akan dijelaskan di bawah ini.
Karakter Widya
Widya Sastra Nindya atau akrab dipanggil Widya merupakan karakter
utama dalam novel “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman. Widya adalah
mahasiswi akhir di sebuah universitas yang berada di Jawa Timur. Widya bersama
Nur, Ayu, Bima, Wahyu, dan Anton melakukan KKN di sebuah desa yang bernama
Desa Banyu Seliro (Desa Penari).
(keterangan: K=kutipan)
(K.1) Widya
Ia terlihat tengah menunggu seseorang, seakan apa yang ia tunggu akan
segera datang, meski ia tidak bisa menyembunyikan kecemasan di raut
wajahnya (Simpleman, 2019: 2).
Kutipan di atas menjelaskan bahwa karakter Ia Widya adalah seorang yang
mempunyai sifat mudah cemas ketika sedang menunggu kedatangan orang lain.
(K.2) Widya
Perubahan wajah terlihat jelas pada perempuan itu. Kecemasan berubah
menjadi senyuman. Ia merasa lega, setidaknya, proposal yang ia ajukan
kemarin sudah menemui kejelasan (Simpleman, 2019: 3).
Kutipan di atas nampak bahwa karakter Widya ekspresif. Hal itu terlihat
dari perubahan wajahnya dari cemas menjadi tersenyum.
(K.3) Widya
“Ada dua mahasiswa juga yang ikut kami. Kenalan Ayu, kasihan, biar cepat
selesai kuliahnya,”sahut Widya sembari tertawa (Simpleman, 2019 : 5).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Widya adalah seorang yang
Humoris. Widya membuat lelucon tentang dua kakak tingkat Ayu yang belum juga
lulus. Hal itu membuat Nur dan Bima yang mendengarnya juga ikut tertawa.
(K.4) Widya
Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya. “Oalah, Wid, Wid, jangan
kebanyakan ngelamun kamu, nanti kalau kamu kesurupan, aku ndak mau
bantuin kamu, mending aku ngemilin kuaci ae.” Wahyu, kating sekaligus
teman Ayu yang satu ini paling selengek di antara mereka (Simpleman,
2019: 10).
Dari kutipan di atas terlihat bahwa karakter Widya adakah seorang yang
mempunyai sifat mudah melamun. Ia melamun karena memikirkan pesan dari
ibunya agar menjaga diri saat KKN berlangsung.
(K.5) Widya
Pemandangan itu lenyap ketika motor berbelok, tertutup oleh kokoh garis
pohon di sepanjang hutan. Widya hanya membatin, Siapa yang menari di
malam gulita seperti ini? (Simpleman, 2019: 18).
Dari kutipan di atas nampak karakter Widya mempunyai sifat penasaran.
Hal itu terjadi ketika ia melihat sesosok manusia sedang menari di tengah hutan.
(K.6) Widya
Mendengar celetukan Ayu yang ketus, membuat Widya sedikit terpicu.
Jangan-jangan kedua temannya mengira dirinya berbohong. “Tadi aku
benar-benar dengar, gak mungkin telingaku salah. Sebelum masuk desa, ada
suaranya, ramai tak kira ada hajatan!” (Simpleman, 2019: 24).
Dari kutipan di atas karakter Widya mempunyai sifat yang teguh
pendirian/tidak mudah mengalah. Hal itu dapat dilihat dari pernyataan Widya
yang bersikeras kalau ia mendengar suara ramai ketika memasuki desa.
(K.7) Widya
“Kenapa sih, itu anak?” Tanya Widya kepada Nur. “Katanya di tempat
mereka tinggal, gak ada kamar mandinya,” sahut Nur “Loh, kasihan,” ucap
Widya sembari menahan tawa (Simpleman, 2019: 26).
Dari kutipan di atas tokoh Widya mempunyai sikap senang di atas
penderitaan temannya/tak berempati. Widya menahan tawa karena mengetahui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
info dari Nur bahwa di tempat anak laki-laki menginap semalam, tidak terdapat
kamar mandi. Hal itu membuat wajah Wahyu terlihat suram/dongkol.
(K.8) Widya
“Saya ingatkan sekali lagi, jangan ada yang berani melewati batas gapura
ini apalagi nekat berjalan menuju ke sana.” Pak Prabu menunjuk ke sebuah
lereng jalan setapak yang mengarah ke hutan. Jangankan berjalan menuju
sana, membayangkan saja sudah membuat Widya merasa ngeri
(Simpleman, 2019: 34).
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Widya mempunyai sifat yang penakut.
Hal ini dapat kita lihat dari rasa takut Widya ketika ia membayangkan dirinya pergi
berjalan menuju jalan setapak menuju hutan itu.
(K.9) Widya
“Kita belum mandi sejak datang ke desa ini. Ayo mandi, mumpung masih
sorean,” ajak Widya memelas. Ia merasa tubuhnya agak lengket dan gatal.
Bila tidak mandi, ia takut nanti malam akan sulit tidur (Simpleman, 2019:
36).
Dari kutipan di atas karakter Widya memiliki keinginan untuk segera
membasuh tubuhnya. Hal ini dikarenakan ia belum mandi sejak datang ke desa
dan karena tubuhnya terasa agak lengket dan gatal.
(K.10) Widya
Widya tersenyum simpul, “Mohon maaf Mbah, saya tidak minum kopi.
Lambung saya tidak kuat, Mbah” (Simpleman, 2019: 58).
Dari kutipan di atas tampak bahwa karakter Widya bersikap sopan (moral
sopan-santun). Hal itu dapat dilihat dari sikap Widya menolak dengan halus
melalui permintaan maaf.
(K.11) Widya
Satu kamar lain dihuni oleh Wahyu dan Anton. Mereka sepakat untuk tidur
di kamar yang sama. Widya selalu menggoda Wahyu dengan berkata
mereka sebenarnya pasangan terlarang yang sedang menyembunyikan
hubungan mereka pada kegiatan KKN ini (Simpleman, 2019: 63).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Widya memiliki sifat yang
suka menggoda. Hal itu dapat dilihat dari tingkah Widya yang selalu menggoda
Wahyu dan Anton bahwa mereka adalah pasangan kekasih yang terlarang.
(K.12) Widya Suatu malam, Widya sedang mengerjakan laporan proker mereka. Ia
mendapat satu kelompok proker gabungan bersama Wahyu. Meski sebal,
tapi Widya setuju saja, yang penting, Wahyu tidak menggangunya selama
pengerjaan proker itu. Bahkan Widya mengatakan, “Biar saya saja yang
kerjakan, kamu diam saja. Namamu tetap akan aman di laporan tugas kita”
(Simpleman, 2019: 64).
Dari kutipan di atas dijelaskan bahwa karakter Widya mempunyai sikap tak
mau diganggu. Ia menganggap Wahyu sebagai penggangu.
(K.13) Widya
Widya pun membantah, “Masa sih? Gak mungkin lah Mas, Bima itu
anaknya gak neko-neko kayak kamu. Lagian dia itu anak jebolan pesantren
bareng si Nur. Masa dia tiba-tiba gila?” (Simpleman, 2019: 66).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa karakter Widya mempunyai sikap
tidak mudah percaya dengan omongan orang lain.
(K.14) Widya
Ditambah beberapa hari yang lalu ia juga sempat mendengar cerita dari
Anton soal gerak-gerik Bima yang mencurigakan. Rasa penasaran itu
membuat Widya semakin curiga. Apa benar selama ini Bima melakukan hal
yang aneh-aneh tanpa sepengetahuan mereka?” (Simpleman, 2019: 99).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Widya mempunyai sifat curiga.
Widya mencurigai Bima melakukan hal-hal aneh tanpa sepengetahuan anak-anak
KKN yang lainnya.
(K.15) Widya “Jangan ngaco, Ton, gak baik fitnah itu,” ucap Widya mencoba
menenangkan Anton (Simpleman, 2019: 100).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa karakter Widya mempunyai prinsip
moral (Etika). Hal itu dapat dilihat saat Widya menegur Anton karena memfitnah
Bima.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
(K.16) Widya
Dilihatnya suasana desa ketika malam membuatnya sedikit menurunkan
keberaniannya. Hampir semua tempat ditutupi kegelapan total. Tapi untuk
saat ini ia tidak boleh dikalahkan rasa takut. Rasa penasarannya harus jauh
lebih besar. Rasa penasaran itulah yang akhirnya menuntun Widya mengejar
Bima. Ia yakin Bima sedang berjalan menyusuri jalan utama desa
(Simpleman, 2019: 101102).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Widya mempunyai sifat rasa
ingin tahu yang besar terhadap apa yang Bima lakukan. Walaupun sedikit takut,
sebagai perempuan Widya tetap berusaha memberanikan dirinya untuk pergi
mengikuti Bima menuju tapak tilas yang gelap.
(K.17) Widya
Widya terus berlari, memanjat tebing susunan batu itu. Ia terus
meninggalkan tempat itu, sembari menangis sekencang-kencangnya,
berharap semua ini hanya mimpi belaka (Simpleman, 2019: 110).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Widya memiliki emosi sedih
yang besar. Hal itu nampak dari tindakan Widya berlari sambil menangis
sekencang-kencangnya menjauhi sanggar. Ia berlari karena melihat sahabatnya Ayu
seolah-oleh mengisyaratkan untuk lari menyelamatkan diri.
Yang membuktikan bahwa Widya adalah karakter utama, ditunjukkan pada
kutipan: (K.1, K.2, K.3, K.4, K.5, K.6, K.7, K.8, K.9, K.10, K.11, K.12, K.13,
K.14, K.15, K.16, K.17). Widya mempunyai lebih banyak kutipan serta peran
dalam cerita novel “KKN Di Desa Penari”. Khususnya pada cerita versi Widya,
yang menjadi tokoh utama adalah Widya itu sendiri. Pengarang menceritakan alur
cerita menurut pengalaman Widya (sudut pandang Widya). Pengarang seolah
mengetahui apa yang Widya rasakan, apa yang Widya lihat, apa yang Widya
lakukan, dan apa yang Widya pikirkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Karakter Nur
Nur Azizah Ulfia atau akrab dipanggil Nur merupakan karakter utama
dalam novel “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman. Nur adalah seorang
mahasiswi yang akan melakukan tugas KKN. Tugas KKN tersebut dilaksanakan
oleh Nur bersama teman-temannya yaitu Ayu, Widya, Bima, Wahyu, dan Anton di
Desa Penari.
(K.18) Nur
Selepas salat, gadis itu kembali ke kamar, merapikan tempat tidur, kemudian
berdandan seadanya (Simpleman, 2019: 125).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Nur mempunyai prinsip untuk
melaksanakan kewajiban. Kewajiban untuk berdoa kepada TYME dan kewajiban
untuk merapikan kamar serta mempersolek diri.
(K.19) Nur
Namun, sekarang, manakala ia membuka mata, pada hari, ia jadi terbayang
rasa lelah dan sedih. Hidup jauh dari pengawasan orangtua akan segera
terbayar lunas dengan ijazah yang selama ini ia harapkan. Dalam hati, gadis
itu berbisik pada diri sendiri. “Beberapa langkah lagi” (Simpleman, 2019:
126).
Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa karakter Nur merasakan kelelahan
dan kesedihan. Namun ia tetap meyakinkan dirinya agar tetap teguh dan kuat
karena tinggal beberapa langkah lagi, pengorbanannya akan terbayar lunas dengan
ijazah yang nanti akan ia dapatkan.
(K.20) Nur
Nur yakin sosok yang ia lihat adalah sosok penunggu tempat itu. Untuk apa
ia menampakkan diri di siang bolong seperti ini? Seakan menegur
kedatangan mereka. Lantas apa yang membuatnya begitu jelas
menunjukkan keberadaannya? Nur tidak mengerti sama sekali (Simpleman,
2019: 137).
Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa karakter Nur merasa bingung. Ia
merasa bingung mengapa ia melihat penampakan lelembut di siang hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
(K.21) Nur
Nur yang sudah tidak tahan mendengar perdebatan mereka lantas menjadi
penengah. “Sudah-sudah, apa-apaan sih, kalian! Kita tuh lagi di rumah
orang, kalau ngomong jangan keras-keras. Gak enak sama yang punya
rumah.” Ucapan Nur membuat Ayu dan Widya terdiam sesaat. Karena
merasa kesal, Ayu pergi keluar kamar. Entah ia mau pergi ke mana
(Simpleman, 2019: 152153).
Tokoh Nur dalam kutipan tersebut memiliki karakter bijak dalam
menghadapi pertengkaran Widya dan Ayu. Nur menjadi penengah saat Widya dan
Ayu sedang bertengkar mengenai suara gamelan yang Widya dengar saat
perjalanan ke Desa Penari.
(K.22) Nur
Penjelasan Pak Prabu seakan menjawab pertanyan Nur, kenapa tidak
menemukan kamar mandi di rumah Bu Sundari. Rupanya begitu, semua
warga kesulitan akses air sehingga kegiatan mandi di sini hanya bisa
dilakukan di luar rumah, kecuali untuk membuang air kecil. Nur tidak
menyangka, kehidupan di desa ini ternyata lebih sulit dari yang ia
bayangkan (Simpleman, 2019: 157).
Dari kutipan di atas nampak karakter Nur berharap lebih. Nur akhirnya
sadar bahwa ternyata hidup di desa sangatlah sulit, hal itu berbeda dengan apa yang
ia bayangkan sebelumnya.
(K.23) Nur
Entah bagaimana itu terjadi, perasaan buruk itu kembali muncul. Setiap kali
Nur berada di dekat bangunan ini, perasaannya menjadi campur aduk,
seakan tempat ini memiliki energinya sendiri dan membuatnya merasa
ngeri. Nur pun hanya diam saja saat Pak Prabu menjelaskan kembali tentang
bangunan itu. Ia kembali merasa dirinya diawasi oleh sesuatu yang tidak
terihat (Simpleman, 2019: 158).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Nur merasa ngeri/merinding.
Nur merasa ada energi jahat di sekitar bangunan sendang kolam dan ia juga merasa
dirinya diawasi oleh sesuatu yang tak kasat mata.
(K.24) Nur
Karena malas memikirkan hal itu, lantas Nur mengingatkan Widya,
“Udahlah Wid, bukan urusan kita itu. Mungkin mereka punya alasan
sendiri” (Simpleman, 2019: 169).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Nur adalah karakter yang
bersikap malas ikut campur urusan yang tidak penting.
(K.25) Nur
Namun seketika Nur teringat dengan pesan gurunya ketika di pondok,
bahwa tidak ada yang lebih mulia dari manusia. Lantas hal itu membuat Nur
mencari-cari sesuatu, tangannya meraba-raba hingga menemukan sebuah
batu. Sambil mengucap kalimat syahadat, Nur melemparkan batu itu pada
sosok yang ada di hadapannya. Seketika sosok itu hilang, pergi lenyap
begitu saja (Simpleman, 2019: 172).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Nur mempunyai prinsip yang
sama dengan gurunya. Prinsip tersebut yaitu manusia adalah mahluk yang paling
mulia dari segala makhluk.
(K.26) Nur
Nur masih tidak mengerti. Lantas bagaimana biar ia tidak diganggu oleh
penghuni di sini, karena sejujurnya, Nur tidak sanggup melihat wajah dan
bentuk mengerikan mereka yang selalu mengganggunya (Simpleman, 2019:
182).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa karakter Nur berkeinginan untuk
segera lepas dari gangguan lelembut/makhluk halus yang selalu
mengganggunya.
(K.27) Nur
“Memang siapa yang ada di dalam kamar Bima? Siapa perempuan yang
kamu dengar?” tanya Nur penasaran (Simpleman, 2019: 192).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Nur berkeinginan untuk
mengetahui siapa perempuan yang berada di kamar Bima.
(K.28) Nur
“Khilaf?” ulang Nur. “Gila kamu ya, seenaknya cuma bilang khilaf. Dengar
ya, masalah ini bukan masalah sepele, kita di sini itu tamu. Lantas kamu
melakukan itu seakan-akan apa yang kamu lakukan itu tidak akan
mendatangkan marabahaya. Bayangkan bila ada warga yang tahu. Orang
sepertimu hanya akan membuat semua warga mengusir kita! Berengsek ya,
kamu rupanya!” (Simpleman, 2019: 207).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Nur merasa sangat marah. Ia
sangat marah karena mengetahui Bima dan Ayu melakukan hubungan terlarang di
gubuk dekat bangunan sanggar.
(K.29) Nur
Warga dengan hati-hati menidurkan Bima di samping Ayu. Mereka berdua
tampak mengenaskan. Nur menangis sejadi-jadinya. Wahyu yang
melihatnya merasa tidak tega. Ia memeluk Nur, membuatnya agar ia tidak
melihat apa yang terjadi kepada dua temannya (Simpleman, 2019: 235).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Nur merasa sangat sedih. Ia
melihat kondisi menyedihkan yang dialami oleh Ayu dan Bima dikarenakan ulah
mereka sendiri.
(K.30) Nur
“Sudah Wid sudah, jangan menangis lagi,” ucap Nur. Ia mencoba
menenangkan Widya dengan cara memeluk dan mengusap bahunya agar
Widya menjadi tenang (Simpleman, 2019: 237).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Nur merasa berempati/ikut
merasakan apa yang Widya rasakan. Nur memeluk Widya agar Widya bisa
tenang.
(K.31) Nur
Nur yang mendengarnya tampak kaget, ia berharap pak Prabu bisa menahan
sedikit berita ini agar jangan sampai keluar lebih dulu sebelum tahu
kejelasan nasib Ayu dan Bima. Namun tampaknya Pak Prabu sudah putus
asa (Simpleman, 2019: 239).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa karakter Nur berkeinginan agar
sebaiknya kejadian/berita tentang Ayu dan Bima jangan sampai tersebar
dulu. Hal itu dikarenakan belum jelas nasib dari kedua temannya itu.
(K.32) Nur
Nur merasa kagum, ia masih sama. Tutur katanya lembut dan selalu
merendah, tapi ada kebajikan ketika kalimat itu keluar dari mulutnya
(Simpleman, 2019: 249).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Nur merasa kagum dengan
tutur kata/cara berbicaranya Mbah Langsa, gurunya sewaktu masih di pesantren.
Yang membuktikan bahwa Nur adalah karakter utama, ditunjukkan pada
kutipan: (K.18, K.19, K.20, K.21, K.22, K.23, K.24, K.25, K.26, K.27, K.28,
K.29, K.30, K.31, K.32). Nur mempunyai banyak kutipan dalam cerita novel “KKN
Di Desa Penari”. Khususnya pada cerita versi Nur yang menjadi tokoh utama
adalah Nur. Pengarang menceritakan alur cerita menurut pengalaman Nur (sudut
pandang Nur). Pengarang seolah mengetahui apa yang Nur rasakan, apa yang Nur
lihat, apa yang Nur lakukan, dan apa yang Nur pikirkan.
Karakter Ayu
Ayu merupakan karakter pendukung dalam novel “KKN Di Desa Penari”
karya Simpleman. Ayu adalah seorang mahasiswi sahabat dari Nur dan Widya.
Bersama teman-temannya, Ayu mengikuti kegiatan KKN yang berlokasi di Desa
Banyu Seliro. Dalam cerita Ayu adalah salah satu korban karena ia akan meninggal
di akhir cerita.
(K.33) Ayu
“Gak bercanda juga gak apa-apa, Pak. Dia ini mahasiswa yang sebentar lagi
kena DO,” sahut Ayu, sembari melotot pada Wahyu (Simpleman, 2019: 31).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Ayu di sini secara frontal,
menyindir Wahyu, kating yang belum juga lulus kuliah.
(K.34) Ayu
Ayu begitu antusias menceritakan banyak hal kepada Nur tentang desa yang
akan menjadi tujuan mereka. Ia menjelaskan bahwa desa ini sangat asri,
alami, dan bebeda dari desa yang lain. Karena aksesnya yang cukup
terpencil, desa ini membutuhkan banyak sekali perombakan. Ayu yakin
bahwa kedatangan mereka ke sana dapat membantu membuat desa ini maju
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
sehingga memberikan dampak dalam jenjang waktu yang panjang
(Simpleman, 2019: 128).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa karakter Ayu adalah optimis. Ia
optimis dengan kedatangan mereka, dapat membantu memajukan kesejahteraan
desa tempat KKN.
(K.35) Ayu
“Oh gitu,” Ayu mengangguk. “Ya sudah, hati-hati. Biar aja nanti kalau
ketemu Anton aku hajar, masa perempuan disuruh berangkat ngurus ini-itu
sendirian,” ucap Ayu membuat Widya dan Nur tersenyum mendengarnya
(Simpleman, 2019: 176).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Ayu peduli terhadap sesama
perempuan. Dalam konteks ini, terhadap Nur yang akan pergi ke rumah Pak Prabu
sendirian tanpa ditemani Anton sebagai rekan prokernya.
(K.36) Ayu
Ayu yang sedari tadi memilih diam akhirnya ikut bicara. Ia memohon agar
Nur tidak menceritakan masalah ini kepada siapapun. “Aku mohon, gimana
reaksi semua orang terhadap kami kalau mereka tahu perbuatan kami? Ayu
mulai meneteskan air mata (Simpleman, 2019: 207).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Ayu di sini menyesal dengan
perbuatan yang ia lakukan bersama Bima.
Karakter Wahyu
Wahyu merupakan karakter pendukung. Wahyu adalah salah satu dari
keenam mahasiswa yang melakukan KKN di Desa Penari. Wahyu adalah kakak
tingkat kenalan Ayu.
(K.37) Wahyu
“Oalah, Wid, Wid jangan kebanyakan ngelamun kamu, nanti kalau kamu
kesurupan, aku ndak mau bantuin kamu, mending aku ngemilin kuaci ae.”
Wahyu, kating sekaligus teman Ayu yang satu ini memang menyebalkan
sekaligus paling selengek di antara mereka (Simpleman, 2019: 10).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa karakter Wahyu
menyebalkan/suka membuat risih orang lain.
(K.38) Wahyu
“Jancuk, numpak sepeda tah iki?” (sial, naik motor ya ini) kata Wahyu
yang memancing tatapan sengit semua anak-anak yang mendengar
ucapannya (Simpleman, 2019: 14).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Wahyu tidak sopan. Warga
desa merasa jengkel mendengar ucapan Wahyu yang menggunakan kata “Jancuk”.
(K.39) Wahyu
Wahyu yang orangnya memang apatis terhadap hal seperti itu, justru merasa
senang. Karena ia tidak harus repot-repot mengerjakan tugasnya. Lagipula
dirinya sendiri memang tidak begitu mengerti apa yang harus dikerjakan
(Simpleman, 2019: 64).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Wahyu masa bodoh/cuek.
Wahyu tidak peduli dengan laporan proker KKN dan membiarkan Widya
mengerjakannya sendiri.
(K.40) Wahyu
“Sepi banget ya Wid, serem. Untung ada kamu mau nemenin,” ucap Wahyu
memecah kesunyian (Simpleman, 2019: 79).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa karakter Wahyu penakut. Wahyu
merasa takut ketika berada di tengah hutan yang sepi dan gelap. Saat itu ia
mengendarai sepeda motor berboncengan dengan Widya.
(K.41) Wahyu
“Wid, jangan cepat-cepat, santai sedikitlah. Kalau sampai kamu nanti
kesurupan, siapa yang bakal nolongin kamu? Benar-benar keterlaluan kamu,
apa kamu gak lihat, dari tadi aku sudah dorong motor!” (Simpleman, 2019:
81).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Wahyu cerewet dan suka
mengeluh. Ia selalu berbicara yang tidak penting dan akhirnya ia pun mengeluh
karena capek mendorong motor yang mogok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
(K.42) Wahyu
“Aku ketemu sama penari yang cuuuuantik sekali. Gila, kembang kampus
saja gak ada yang mendekati kecantikannya” (Simpleman, 2019: 87).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Wahyu terpesona dengan
kecantikan si Penari (Badarawuhi).
(K.43) Wahyu
Karena tidak sabar menunggu Widya membuka tasnya, Wahyu segera
merebut tas Widya. Dengan tak sabaran Wahyu membuka dan
mengeluarkan isinya. Wahyu terdiam sesaat saat mendapati bungkusan
daun pisang. Aneh, pikirnya. Ia ingat betul bingkisan yang ia terima
dibungkus dengan sebuah kain (Simpleman, 2019: 8889).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa karakter Wahyu tidak sabaran.
Wahyu tidak sabaran untuk membuka tas Widya sampai ia merebut tas itu.
(K.44) Wahyu
“Bangsat memang Bima sama Ayu! Bisa-bisanya mereka berbuat maksiat
di tempat seperti ini!” ucap Wahyu sembari berteriak yang disambut dengan
tepukan Anton agar ia lebih tenang, dan sedikit bersimpati terhadap Widya
dan Nur (Simpleman, 2019: 119).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Wahyu pemarah terhadap apa
yang Ayu dan Bima perbuat.
(K.45) Wahyu
Wahyu menatap Nur kesal. “Kenapa baru cerita hal goblok semacam ini?
Kamu gak ada otak atau bagaimana??” (Simpleman, 2019: 231).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa karakter Wahyu kesal terhadap
Nur karena terlambat menceritakan hal yang ia ketahui.
(K.46) Wahyu
Mereka berdua tampak sangat mengenaskan. Nur menangis sejadi-jadinya.
Wahyu yang melihatnya merasa tidak tega. Ia memeluk Nur, membuatnya
agar ia tidak melihat apa yang terjadi kepada dua temannya (Simpleman,
2019: 235).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Wahyu bersimpati kepada
Nur. Wahyu memeluk Nur yang sedang menangis agar Nur tidak terlalu bersedih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Karakter Anton
Anton merupakan karakter pendukung. Anton adalah salah satu dari keenam
mahasiswa yang melakukan KKN di Desa Penari. Anton adalah teman Wahyu dan
kakak tingkat kenalan Ayu.
(K.47) Anton
Namun, Nur tiba-tiba terhuyung, Anton yang melihatnya dengan sigap
menahan tubuhnya (Simpleman, 2019: 32).
Kutipan tersebut memperlihatkan karakter Anton adalah cekatan. Ia
cekatan menangkap tubuh Nur yang hampir jatuh ke tanah akibat diganggu
lelembut.
(K.48) Anton
“Bima suka mengurung diri dalam kamar kalau menjelang sore. Awalnya
tak kira istirahat, tapi anehnya kok setiap hari menjelang sore pasti langsung
masuk kamar. Tidak cuma itu, ia seperti menyembunyikan sesuatu, tapi aku
gak tau apa itu,” kata Anton, lantas ia kemudian melanjutkan ceritanya.
“Pernah karena aku sudah curiga, ia tak tungguin dari luar kamar. Demi
Tuhan, ada suara perempuan dari dalam kamarnya. Bila ia sampai
melakukan tindakan asusila di posko ini, aku bisa perpanjang urusan ini.
Yang dia bawa bukan cuma namanya saja, tapi nama kamus juga,” tukas
Anton kesal saat bercerita kepada Widya (Simpleman, 2019: 99100).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa karakter Anton jujur. Ia
mengungkapkan semua hal yang ia ketahui tentang Bima kepada Widya.
(K.49) Anton
“Bangsat memang Bima sama Ayu! Bisa-bisanya mereka berbuat maksiat
di tempat seperti ini!” ucap Wahyu sembari berteriak yang disambut dengan
tepukan Anton agar ia lebih tenang, dan sedikit bersimpati terhadap Widya
dan Nur (Simpleman, 2019: 119).
Dari kutipan di atas nampak bahwa Anton memberi teguran. Anton
menepuk Wahyu agar lebih tenang dalam persoalan ini dan bersimpati pada Widya
dan Nur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
(K.50) Anton
“Lalu di atas sesajen itu ada sebuah foto. Foto temanmu, Widya. Menurut
kamu apa maksudnya coba hubungkan foto Widya sama sesajen yang ia
bawa?” (Simpleman, 2019: 191).
Kutipan tersebut memperlihatkan Anton merasa penasaran. Ia penasaran
mengapa ada foto Widya di atas sesajen yang Bima bawa ke kamarnya.
(K.51) Anton
“Wid, kata kakekku, kalau menemukan rambut di tempat yang tidak diduga-
duga seperti itu, biasanya kalau dia tidak diincar jin, ya karena disantet oleh
orang yang gak suka,” ucap Anton tiba-tiba (Simpleman, 2019: 196197).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Anton mempercayai cerita orang
tua/mitos. Anton percaya bahwa, ketika kita menemukan rambut di tempat yang
tidak wajar, berarti kita diincar jin atau disantet orang.
Karakter Bima
Bima merupakan karakter pendukung. Bima adalah salah satu dari keenam
mahasiswa yang melakukan KKN di Desa Penari. Bima adalah temannya Nur
sewaktu masih berada di pesantren. Pada akhirnya Bima meninggal karena penyakit
yang tidak diketahui penyebabnya.
(K.52) Bima
Awalnya Wahyu ingin protes, tapi, Bima yang melihat gelagat itu segera
menghentikannya. Hal tersebut membuat Wahyu menahan dongkol, Bima
tersenyum, mengatakan terima kasih (Simpleman, 2019: 23).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Bima adalah berjiwa besar. Ia
menerima dengan lapang dada bahwa ia dan anak laki-laki yang lain akan menginap
di bangunan serba guna.
(K.53) Bima
Hingga, Bima tiba-tiba bertanya, “Mohon maaf pak, kenapa di beberapa
batu nisan dibalut sebuah kain hitam?” (Simpleman, 2019: 31).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Bima adalah sopan. Bima
menggunakan kata maaf sebelum bertanya kepada Pak Prabu.
(K.54) Bima
Widya tampak terkejut mendengarnya, lantas ia bertanya apakah Bima
bersedia karena tempat KKN mereka cukup jauh dan tentu saja akan sangat
melelahkan. Rupanya Bima bersedia dan ia juga mengatakan bahwa ia
semakin bersemangat bila mendapat tempat yang jauh. Selain bisa melihat-
lihat dan belajar, itung-itung jalan-jalan (Simpleman, 2019: 140).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa karakter Bima adalah optimis.
Bima tetap berpikiran positif walaupun ia sudah mengetahui bahwa lokasi tempat
mereka KKN cukup jauh. Namun Bima tetap bersemangat karena ia bisa sambil
jalan-jalan dan belajar.
(K.55) Bima
“Ada apa Nur, kamu kok bisa lemas gini? Belum sarapan?” tanya Bima
lembut. “Sudah kok tadi. Gak tau tiba-tiba badanku kayak gak enak gini,”
jawab Nur apa adanya. “Apa karena tempatnya wingit, ya, Nur? Apa itu
yang bikin kamu ngerasa gak enak? Memang ada yang kamu lihat disana?
Coba ceritakan pada saya,” Bima menatap Nur (Simpleman, 2019: 164).
Dari kutipan di atas nampak bahwa Bima peduli dengan keadaan Nur yang
semakin lemah dan pucat.
(K.56) Bima
“Aku sering lihat dia tersenyum kadang tertawa sendirian. Tidak cuma itu,
kadang dia bicara sendiri di dalam kamar. Dan mohon maaf ya Nur, aku
sering dengar dia kayak lagi onani” (Simpleman, 2019: 190).
Dari kutipan di atas nampak bahwa Bima merupakan pribadi yang aneh.
Anton menceritakan kepada Nur bahwa Bima sering tersenyum dan tertawa
sendirian bahkan pernah Anton dengar dari dalam kamar Bima seperti sedang
onani.
(K.57) Bima “Sumpah Nur, demi Tuhan. Aku kayak gak sadar dengan apa yang aku
lakukan. Aku baru sadar setelah semua itu terjadi,” ucap Bima berusaha
meyakinkan Nur (Simpleman, 2019: 216).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Kutipan di atas membuktikan bahwa Bima merupakan pribadi yang jujur.
Bima sampai bersumpah agar Nur dapat mempercayai perkataannya.
(K.58) Bima
“Aku tahu, tapi dia berjanji akan memberikan Widya kepadaku. Dan saat
itulah, aku baru dasar, bila aku sudah terlalu jauh dan tidak dapat kembali
lagi,” ucap Bima pasrah (Simpleman, 2019: 218).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Bima merupakan pribadi yang
ceroboh/bodoh. Bima terhasut oleh Dawuh dan membuat perjanjian dengannya
agar Bima bisa mendapatkan Widya.
Karakter Pak Prabu
Pak Prabu merupakan karakter pendukung dalam novel “KKN Di Desa
Penari” karya Simpleman. Ia adalah kepala Desa Banyu Seliro (Desa Penari),
tempat keenam mahasiswa melakukan KKN.
(K.59) Pak Prabu
Semua anak tertawa saat Pak Prabu mengatakan itu. Ungkapan “rumahku
adalah surgaku” seperti penggambaran Pak Prabu itulah yang membuat
akhirnya semua anak-anak memaklumi, dan mencoba mengerti serta tidak
mengungkit atau mengajukan pertanyaan serupa kepada beliau atau warga
desa lainnya (Simpleman, 2019: 2021).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Pak Prabu sangat mencintai
desanya. Hal ini dapat dilihat dari pernyataannya yaitu “rumahku adalah surgaku”.
(K.60) Pak Prabu
Pak Prabu merupakan sosok kebapakan yang sangat ramah. Ia tidak bisa
berhenti melepaskan canda gurau untuk membuang rasa sungkan di antara
kami (Simpleman, 2019: 21).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Pak Prabu ramah terhadap para
mahasiswa KKN.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
(K.61) Pak Prabu
“Pak Prabu menggangguk. “Lagipula, warga juga gak mandi setiap hari, jadi
masalah itu sebenarnya sepele bagi kami,” tawa Pak Prabu pecah
(Simpleman, 2019: 28).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Pak Prabu jorok. Hal ini
karena Pak Prabu dan para warga desa jarang mandi.
(K.62) Pak Prabu
“Ngapain manggil setan, Mas?” Ledek Pak Prabu. “Kalau di depan saya saja
kelakuannya kayak setan,” sindir Pak Prabu sambil melirik ke arah Wahyu
(Simpleman, 2019: 30).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Pak Prabu menyindir Wahyu.
Hal itu terjadi karena sesajen yang sering dibuat warga untuk menghormati para
arwah yang sudah meninggal malah dibuat candaan oleh Wahyu untuk memanggil
setan.
(K.63) Pak Prabu
“Tidak ada yang istimewa dari itu. Hal itu kami lakukan sebagai penanda,
bahwa yang dikuburkan belum 10 tahun meninggal,” jelas Pak Prabu
(Simpleman, 2019: 32).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa karakter Pak Prabu adalah
pembohong. Di sini konteksnya Bima bertanya pada Pak Prabu tentang beberapa
batu nisan yang dibalut sebuah kain hitam. Faktanya nisan yang terdapat kain merah
adalah makam warga biasa sedangkan nisan yang terdapat kain hitam adalah
makam tumbal/warga yang meninggal akibat ulah Badarawuhi.
(K.64) Pak Prabu
Sontak Widya terdiam mendengarnya. Ia bingung harus bereaksi seperti
apa, tapi Pak Prabu hanya tersenyum. “Tidak perlu dipikirkan, lebih baik
sekarang kamu kembali ke penginapanmu,” ucap Pak Prabu. “Kalau terjadi
apa-apa, kamu langsung temui dan bicara kepada saya. Mengerti Nak?”
(Simpleman, 2019: 61).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Kutipan tersebut memperlihatkan karakter Pak Prabu adalah tenang. Ia
menenangkan Widya agar tidak memikirkan hal-hal yang buruk, dan pulang untuk
beristirahat.
(K.65) Pak Prabu
Keesokan paginya, Pak Prabu mengumpulkan Widya, Nur, Wahyu, dan
Anton. Ia menjelaskan sudah melaporkan semua ini kepada pihak kampus
dan keluarga korban. Mereka akan tiba secepatnya, dan saat itu Pak Prabu
akan siap menanggung konsekuensi apa pun. Karena ini semua adalah salah
beliau, yang mengiyakan permintaan kakak Ayu, Mas Ilham, untuk
mengizinkan mereka KKN di desa ini. Apa pun yang terjadi, Pak Prabu siap
menanggung semuanya (Simpleman, 2019: 119).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Pak Prabu adalah orang yang
bertanggung jawab.
(K.66) Pak Prabu
Pak Prabu tampak hanya diam saja. Ia menerima segala cacian dan hinaan
orangtua Ayu (Simpleman, 2019: 120).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Pak Prabu adalah sabar. Ia
sabar dalam menerima cacian dan hinaan.
(K.67) Pak Prabu
Pak Prabu terdiam cukup lama, ia tampak berpikir sampai akhirnya ia
menghembuskan napas panjang, lantas berkata, “Baiklah, tapi saya mohon
kalian wajib mengikuti aturan selama KKN di desa ini, ya?!” (Simpleman,
2019: 134).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Pak Prabu adalah tidak teguh
pendirian. Sebelumnya Pak Prabu sudah menolak diadakan kegiatan KKN di desa.
Lalu pada akhirnya Ilham yang memohon dan Ayu yang menangis, membuat Pak
Prabu mengizinkan mereka untuk KKN di Desa Banyu Seliro.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Karakter Ilham
Ilham merupakan karakter pendukung. Ilham adalah kakak dari Ayu.
Ilhamlah yang mengantarkan Ayu dan Nur untuk mengobservasi Desa Penari.
Ilham juga yang membantu Ayu untuk mendapatkan izin melakukan KKN di desa.
(K.68) Ilham
Lelaki itu pun mendekat dan melemparkan senyum pada mereka. “Sudah
lama nunggu?” tanyanya ramah. Dari penampilannya, sepertinya Mas Ilham
berusia antara 34 atau 35 tahun (Simpleman, 2019: 12).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Ilham ramah. Ia tersenyum
saat bertemu dengan teman-teman Ayu dan bertanya dangan ramah.
(K.69) Ilham
Ilham mulai menginjak gas, dan mobil kembali berjalan. Ia senang Pak
Prabu akhirnya setuju dan berharap Ayu benar-benar akan menjaga
janjinya. Ia yakin Ayu dan teman-temannya tidak akan melakukan hal-hal
di luar batas atau merepotkan Pak Prabu selama tinggal di desa itu
(Simpleman, 2019: 137).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Ilham optimis. Ia berharap
banyak dari Ayu dan teman-temannya agar tidak melakukan hal buruk atau
merepotkan Pak Prabu.
(K.70) Ilham
Ilham dan orangtuanya berunding, sebelum akhirnya mereka ikhlas
kepergian Ayu. Yang terpenting, mereka bisa melihat Ayu kembali, untuk
terakhir kalinya (Simpleman, 2019: 244).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Ilham ikhlas/lapang dada.
Ilham akhirnya mengikhlaskan kepergian Ayu, adik perempuannya.
Karakter Bu Sundari
Bu Sundari merupakan karakter pendukung. Bu Sundari adalah salah satu
dari warga Desa Penari. Bu Sundari tinggal sendiri di rumahnya. Pak Prabu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
meminta Bu Sundari agar memperbolehkan para mahasiswa KKN untuk menginap
di rumahnya.
(K.71) Bu Sundari
“Sudah Nak,” ucap Bu Sundari, merengkuh lengan Widya. “Sudah, ayo
bubar, ayo masuk ke rumah lagi. Anggap saja, gak ada yang terjadi, ya”
(Simpleman, 2019: 50).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Bu Sundari tenang. Ia
menenangkan teman-teman Widya yang melihat Widya menari sendirian di malam
hari karena diganggu lelembut.
(K.72) Bu Sundari
“Nak, ini mau menjelang malam loh. Kamu sudah hilang seharian penuh,
dan kami sudah mencari kamu ke mana-mana. Baru saja kami
menemukanmu di bawah Tapak Tilas. Apa yang kamu lakukan di sana,
Nak? Bukankah tempat itu terlarang? Pak Prabu belum memberitahumu?”
Bu Sundari terlihat sangat cemas (Simpleman, 2019: 112).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Bu Sundari cemas. Bu Sundari
sangat khawatir dengan keadaan Widya sebelum ia ditemukan.
(K.73) Bu Sundari
“Ada apa ini, Bu?” tanya Widya. Namun Bu Sundari lebih memilih diam,
matanya, tak kuasa menahan tangis (Simpleman, 2019: 113).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Bu Sundari sedih. Ia tidak
kuasa menahan tangis mengingat kedua teman Widya yang sedang tidak berdaya
(sakratulmaut) yaitu Ayu dan Bima.
(K.74) Bu Sundari
Bu Sundari rupanya sangat ramah. Beliau bahkan mengatakan kalau
mereka boleh tinggal sampai tugas KKN selesai (Simpleman, 2019: 151).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Bu Sundari ramah. Ia
mengizinkan para mahasiswi KKN untuk tinggal di rumahnya sampai KKN
tersebut berakhir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Karakter Mbah Buyut
Mbah Buyut merupakan karakter pendukung. Mbah Buyut adalah seorang
kakek yang tinggal menyendiri jauh dari desa. Ia mempunyai ilmu batin yang
tinggi. Ia juga sangat mengenal Desa Penari mulai dari sejarah, hal-hal mistis, serta
pantangan-pantangan yang ada.
(K.75) Mbah Buyut
“Prabu,” kata si Mbah. Ia tertawa ramah seakan memamerkan giginya yang
hanya tinggal beberapa saja (Simpleman, 2019: 56).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Mbah Buyut adalah ramah. Ia
menyambut kedatangan Pak Prabu, Ayu, Wahyu, dan Widya dengan tawa ramah
ketika mereka berkunjung ke rumahnya.
(K.76) Mbah Buyut
Pak Prabu memperkenalkan orang tua itu. Ia adalah sesepuh desa yang
memang memilih tinggal jauh dari desa. Pak Prabu tidak menjawab
alasannya, tapi sepertinya orang tua itu memang lebih suka hidup sendiri,
sejauh ini, tidak ada orang lain yang keluar untuk menyambut mereka
(Simpleman, 2019: 56).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Mbah Buyut adalah
penyendiri. Ia memilih untuk hidup menyendiri jauh dari desa.
(K.77) Mbah Buyut
“Oh, begitu. Tunggu sebentar ya, saya lupa memberikan suguhan kepada
tamu saya. Tuan rumah macam apa saya,” tukasnya sembari menertawakan
diri. Widya dan yang lain yang mendengar itu, segera bangkit dan
mengatakan, tidak perlu repot-repot (Simpleman, 2019: 57).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Mbah Buyut adalah Tuan
rumah yang baik/bertanggung jawab.
(K.78) Mbah Buyut
“Mbah Buyut hanya tersenyum, lalu ia mengatakannya dengan suara yang
lebih ramah. “Seteguk saja, sebagai penghormatan untuk tuan rumah. Tidak
baik menolak pemberian, ya Nduk” (Simpleman, 2019: 58).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Mbah Buyut adalah suka
memaksa. Mbah Buyut memaksa Widya untuk meminum kopi Ireng Jagulele
walaupun Widya sudah menolak karena lambungnya yang tidak kuat.
(K.79) Mbah Buyut
“Begitu rupanya,” kata Mbah Buyut. Ia mengangguk melihat Pak Prabu,
tapi tidak ada ucapan apa pun yang bisa menjelaskan maksud Mbah Buyut
mengatakan itu kepada Pak Prabu” (Simpleman, 2019: 59).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Mbah Buyut adalah suka
menyimpan rahasia/tidak terbuka. Mbah Buyut mengetahui bahwa Widya
diincar oleh Badarawuhi namun ia tidak langsung memberitahukan kepada Widya
tentang hal tersebut.
(K.80) Mbah Buyut
Sebelum kepulangan Widya dan rombongan kembali ke desa, Mbah Buyut
mengoleskan kunir kenungan di dahi Widya. Sambil mengatakannya agar
dirinya harus menjaga kesehatan dan semoga kegiatan mereka berjalan
dengan lancar tanpa ada halangan apa pun (Simpleman, 2019: 60).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Mbah Buyut adalah orang yang
peduli. Ia peduli dengan keselamatan Widya karena Mbah Buyut mengetahui
bahwa Widya diincar oleh Badarawuhi.
(K.81) Mbah Buyut
“Saya akan masuk ke kamar, akan saya cari di mana sisa temanmu yang
lain. Firasat saya tidak enak, semoga saja mereka bernasib baik. Kamu jaga
Nak Ayu, mungkin nanti ia bisa sadar walaupun kesempatan itu sangat
kecil” (Simpleman, 2019: 234235).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Mbah Buyut adalah pesimis.
Mbah Buyut tidak yakin akan bisa menyelamatkan Ayu dan Bima dari cengkraman
si Penari dan para lelembut hutan.
(K.82) Mbah Buyut
“Bahkan untuk mencari Widya, saya harus mengejarnya dengan wujud
anjing hitam, meski begitu saya sudah coba memaksa masuk lebih jauh, tapi
mereka menghalangi saya, membuat saya dilempar dari sana. Tampaknya
sangat sulit untuk mengembalikan temanmu, Nduk, tapi Mbah akan terus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
berusaha,” lanjut Mbah Buyut dengan perasaan menyesal karena tidak bisa
membantu lebih jauh lagi (Simpleman, 2019: 241).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Mbah Buyut mempunyai ilmu
batin dan ia merasa menyesal. Untuk menyelamatkan Widya, Mbah Buyut
menjelma menjadi anjing hitam. Mbah Buyut juga menyesal karena ia tidak bisa
menolong Ayu dan Bima.
Karakter Badarawuhi/Dawuh (si Penari)
Badarawuhi merupakan karakter pendukung. Badarawuhi adalah sesosok
iblis yang berwujud seorang penari yang cantik jelita. Ia meneror Widya dan Nur
di desa. Ia juga yang menjerumuskan Ayu dan Bima ke dalam kesengsaraan.
Badarawuhi merupakan karakter jahat dalam novel “KKN Di Desa Penari” karya
Simpleman.
(K.83) Badarawuhi
“Saya tidak bisa berjanji, tapi bila benar ceritamu, artinya temanmu Bima
dipaksa menikahi anak-anak Badarawuhi. Ular-ular besar itu adalah
anaknya, dan ia terjebak di sana. Badarawuhi tidak akan melepaskan anak
lelaki itu, nada Mbah Buyut gemetar. Kemudian temanmu Ayu, sepertinya,
ia tengah menari untuk menggantikan tugas Badarawuhi yang sejak awal
adalah penari di hutan ini” (Simpleman, 2019: 118).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Badarawuhi suka memaksa.
Badarawuhi memaksa Bima untuk menikahi anak-anaknya dan memaksa Ayu
untuk menari di hutan.
(K.84) Badarawuhi “Iya. Semenjak itu aku selalu bermimpi buruk dan terus menerus didatangi
oleh Dawuh. Ia terus membuatku terjebak dalam jeratnya,” tukas Bima
sedih (Simpleman, 2019: 217218).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Badarawuhi suka
meneror/mengganggu. Badarawuhi terus meneror Bima karena Bima tidak
memberikan mahkota kawaturih kepada Widya.
(K.85) Badarawuhi “Aku tahu, tapi dia berjanji akan memberikan Widya kepadaku. Dan saat
itulah, aku baru sadar, bila aku sudah terlalu jauh dan tidak dapat kembali
lagi,” ucap Bima pasrah (Simpleman, 2019: 218).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Badarawuhi pandai
membujuk/menghasut. Badarawuhi menghasut Bima dengan imbalan Widya.
(K.86) Badarawuhi
“Lebih baik, kamu tidak perlu ikut campur, daripada nanti kamu juga ikut
terkena imbasnya. Aku sarankan kau tidak perlu ikut dalam permainan ini,”
sahut Widya (Simpleman, 2019: 214).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Badarawuhi merasuki Widya
dan Badarawuhi mengancam Nur agar tidak ikut campur dalam permainan ini.
Karakter Bu Azrah
Bu Azrah merupakan karakter pendukung. Bu Azrah adalah ibu dari Widya.
Ia sangat menyayangi anak satu-satunya itu.
(K.87) Bu Azrah “Nak, apa gak ada tempat lain untuk pelaksanaan KKN kamu? Tempat ini
jauh sekali, loh. Selain itu, di sana masih belum terlalu ramai, mana lewat
hutan lagi,” tanya Bu Azrah, ibu Widya. Ia khawatir anak semata
wayangnya mendapatkan tempat KKN yang dirasa tidak masuk akal
(Simpleman, 2019: 9).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Bu Azrah sangat
mengkhawatirkan Widya, anak satu-satunya. Itu dikarenakan Widya akan
melakukan KKN di lokasi yang sangat jauh.
(K.88) Bu Azrah Malam itu, Widya mendapatkan pelukan terhangat dari ibunya. Ia tidak
pernah merasa sehangat ini (Simpleman, 2019: 10).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Dari kutipan di atas nampak bahwa Bu Azrah sangat menyayangi Widya.
Hal itu dapat dilihat dari pelukan terhangat yang Bu Azrah berikan sebagai
perpisahan karena besok paginya Widya akan terjun ke lokasi KKN.
Karakter Mbah Dok
Mbah Dok merupakan karakter pendukung. Mbah Dok adalah sesosok
wanita tua bungkuk yang selalu berada di belakang Nur. Ia selalu melindungi Nur
dari ancaman makhluk halus/lelembut yang ingin mencelakai Nur.
(K.89) Mbah Dok
“Cah Ayu, kancamu bakal onok sing gak selamet nek kelakuane jek pancet,
rungokno aku, kandanono mumpung gorong kebablasan, keblowok tembah
jeru maneh, soale tingakhe bakal nyeret kabeh menungso nang kene.”
(Anak cantik, akan ada temanmu yang tidak akan selamat bila ia tidak
berhenti melakukan tindakan berdosanya. Dengarkan saya, beri tahu dia
sebelum dia terperosok semakin jauh, melewati batas yang akan membuat
semua urusan ini semakin dalam hingga mencelakai semua orang yang ada
di sini (Simpleman, 2019: 95).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Mbah Dok memperingati
Widya. Mbah Dok merasuki Nur dan memperingati Widya bahwa akan ada
temannya yang tidak selamat jika ia tidak berhenti melakukan tindakan berdosanya.
Mereka adalah Bima dan Ayu, Bima melakukan perjanjian dengan Dawuh serta
mendapatkan mustika Kawaturih, sedangkan Ayu mendapatkan susuk berupa
selendang hijau dari Dawuh.
(K.90) Mbah Dok
“Seharusnya saya memberitahumu sejak dulu ya. Jadi begini,” ucap si Mbah
Langsa, “memang ada yang mengikuti kamu, ia sudah sangat lama
mengamati lalu menyukaimu. Ia mengatakan kepada saya bahwa ia dan
kamu memiliki keterikatan yang tidak dapat dijelaskan. Saat saya akan
mengusirnya, ia berjanji akan menjagamu.” Mbah Langsa mengerutkan
dahi. “Memang tidak seharusnya manusia percaya akan hal-hal semacam
ini. Namun, bilamana saya tetap mengusiknya, saya tidak tahu apa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
akan ia lakukan. Lalu, saya percaya bahwa ia akan menjagamu”
(Simpleman, 2019: 251).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Mbah Dok menepati janji. Hal
ini terbukti karena Mbah Dok selalu melindungi Nur sewaktu ia berada di Desa
Banyu Seliro tempat dilakukannya KKN.
(K.91) Mbah Dok
“Sebenarnya, yang terjadi adalah Mbah Dok telah berkelahi menantang
setiap jin dan makhluk hutan itu. Mereka ingin mencelakaimu,
membawamu dalam kesesatan sama seperti dua temanmu yang malang.
Namun, Mbah Dok terus menerus menjagamu sampai harus berurusan
dengan setengah dari penghuni hutan hanya agar kamu tidak ikut terjerat
dalam urusan dunia yang menimpa dua temanmu hingga terjadilah kejadian
yang menyedihkan itu” (Simpleman, 2019: 252).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Mbah Dok melindungi dan
menjaga Nur. Hal ini dapat diketahui dari cerita bahwa ketika tubuh Nur terasa
berat dan lemas, sebenarnya Mbah Dok sedang melindungi Nur dengan cara
berkelahi dengan beberapa makhluk halus seperti makhluk hitam besar bermata
merah penunggu Sinden, setengah dari makhluk halus penghuni hutan, serta si
Penari (Dawuh) yang mencoba mencelakai Nur.
Karakter Pak Aryo, Pak Waryan, serta para penduduk desa
Pak Aryo, Pak Waryan, serta para penduduk desa yang lain merupakan
karakter pendukung. Pak Aryo dan Pak Waryan serta beberapa warga, yang
menjemput dan mengantar para mahasiswa KKN dengan motor. Hal ini
dikarenakan jalan menuju Desa Penari yang setapak dan menanjak naik serta
berliku-liku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
(K.92) Pak Aryo “Pak Prabu tidak enak enak badan. Beliau berpesan kepada kami agar
menyampaikannya kepada Anda, Pak. Apa ini anak-anak kuliahannya?”
(Simpleman, 2019: 13).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Pak Aryo memberikan
informasi kepada Mas Ilham dan merasa tertarik dengan mahasiswa-mahasiswi
yang akan mengikuti KKN di Desa Banyu Seliro.
(K.93) Pak Aryo dan Pak Waryan serta para pemotor (penduduk desa)
yang menjemput mahasiswa KKN Mungkin aneh, tetapi, Widya sempat mengamati perubahan wajah pada
semua pemotor yang merupakan warga desa itu. Tatapan mereka berubah,
semacam jengkel dengan ucapan atau kalimat Wahyu yang memang
terdengar aneh, terlebih di Jawa bagian timur seperti ini. Kalimat itu seperti
sebuah penghinaan (Simpleman, 2019: 14).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Pak Aryo, Pak Waryan serta
para pemotor yang merupakan warga Desa Banyu Seliro merasa jengkel. Mereka
merasa jengkel dengan perkataan Wahyu yang mengatakan ”jancuk, numpak
sepeda tah iki?” (sial, naik motor ya ini) ketika Wahyu tahu mereka akan
menggunakan motor karena sulitnya medan dan akses jalan menuju desa. Kalimat
seperti itu masih tergolong kasar dan tidak pantas diucapkan di daerah Jawa bagian
timur.
(K.94) Pak Waryan
Dengan ramah, Pak Waryan mengatakan, “Iya, masuk ke hutan, palingan
cuma sekitar tiga menitan,” kata beliau dengan ramah. “Mbaknya gak usah
takut, motor ini sudah teruji kok,” lanjut beliau sembari tertawa. Mungkin
Pak Waryan bisa melihat ekspresi gelisah Widya selama duduk di atas jok
motor (Simpleman, 2019: 15).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Pak Waryan ramah. Pak
Waryan ramah kepada Widya, ia pun menenangkan Widya agar jangan takut
menumpang di atas motor tua miliknya, karena morotnya masih kuat untuk akses
jalan menuju desa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
(K.95) Para Warga Desa
Widya bisa melihat wajah-wajah warga desa yang tampak senang. Mereka
menyalami Widya dan rombongannya, mengatakan “selamat datang”
dengan bahasa Jawa ketimuran mereka, yang disambut Widya dengan
ucapan terima kasih (Simpleman, 2019: 19).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Para warga desa ramah.
Mereka tampak senang ketika para mahasiswa KKN telah sampai ke desa dan
mereka juga menyalami para mahasiswa KKN.
Karakter Pedagang Cilok
Pedagang cilok merupakan karakter pendukung. Ia berperan sebagai
seseorang memperingatkan Widya dan Wahyu agar tidak kembali ke desa dulu
karena hari sudah mulai malam. Si Pedagang Cilok mengetahui bahwa untuk
kembali ke desa, akan melalui hutan yang penuh dengan lelembut.
(K.96) si Pedagang Cilok
Mendengar nama desa itu, membuat si Pedagang tiba-tiba khawatir, “Mbak,
Mas, kalau bisa hari ini cari penginapan saja. Bukan apa-apa, bahaya Mas,
Mbak kalau nekat masuk hutan jam segini, apalagi tempat desanya itu
masuk jauh ke dalam, kan?” (Simpleman, 2019: 77).
Kutipan di atas membuktikan bahwa si Pedagang Cilok merasa khawatir.
Hal itu terjadi karena ia sangat mengenal Desa Banyu Seliro yang terletak di tengah
hutan. Di mana desa tersebut menyimpan cerita gaib/mistis dan pada saat itu
(menjelang malam), Wahyu dan Widya nekat ingin pulang ke desa melewati hutan.
(K.97) si Pedagang Cilok
“Mas, Mbak, nanti kalau sudah masuk ke jalan hutan, kalau bisa jangan
mikir aneh-aneh ya. Jangan kosong, kalau bisa tetap berdoa. Terus kalau
denger ada suara atau hal-hal aneh, jangan dihiraukan, tetap saja lanjut.
Bahkan kalau sampai jatuh dari motor, kalau motornya masih bisa jalan,
lanjut saja ya. Semoga Mas dan Mbaknya bisa sampai dengan selamat tanpa
kekurangan atau terjadi apa-apa ya. Selamat jalan Mas, Mbak...”
(Simpleman, 2019: 78).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Dari kutipan di atas nampak bahwa si Pedagang Cilok peduli dengan nasib
Wahyu dan Widya. Ia mengingatkan Wahyu dan Widya agar tetap berdoa dan
jangan berpikiran yang aneh-aneh ketika sudah memasuki hutan.
Karakter Bu Anggi
Bu Anggi merupakan karakter pendukung. Bu Anggi adalah dosen
pengawas lapangan dan penanggung jawab KKN. Ia sebagai pengawas bagi Widya,
dan kawan-kawan.
(K.98) Bu Anggi
“Ya sudah, nanti saya pertimbangkan, tapi saya butuh laporan observasi
sebelumnya. Selain itu, jangan lupa kelengkapan surat dari pemerintah
setempat, meliputi perangkat desa sampai jenjang terendah,” jawab wanita
itu kemudian. Ada nada sedikit ragu saat ia mengetahui jawaban Widya.
Tapi ia pun tidak punya hak untuk melarang mahasiswinya, apalagi
menyangkut kegiatan KKN (Simpleman, 2019: 34).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Bu Anggi merasa sedikit
khawatir/ragu. Ia merasa sedikit khawatir karena mengetahui Widya dan teman-
temannya memilih tempat KKN yang berada di daerah yang paling jauh
dibandingkan dengan lokasi tempat KKN mahasiswa-mahasiswi yang lain.
(K.99) Bu Anggi Bu Anggi meminta penjelasan kepada Nur atas apa yang terjadi. Tidak
hanya itu, setiap anak dimintai penjelasan, dan ketika Bu Anggi tahu akar
masalahnya, beliau tampak geram dan mengatakan bahwa kampus akan
mencoret kegiatan KKN mereka tahun ini (Simpleman, 2019: 242).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter Bu Anggi merasa marah. Bu
Anggi merasa geram dengan tingkah Widya dan kawan-kawan yang sudah
melanggar ketentuan kampus dengan melakukan hal-hal yang membuat nama baik
universitas/kampus menjadi tercemar, terutama tindakan yang dilakukan oleh Ayu
dan Bima.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Karakter Para Lelembut hutan
Para lelembut hutan merupakan karakter pendukung. Para lelembut hutan
mencul pada saat Widya dan Wahyu terjebak dalam hutan karena motor yang
mogok. Kemunculan kedua dari para lelembut adalah pada saat Widya terjebak di
sekitar bangunan yang berada di dalam Tapak Tilas.
(K.100) Para lelembut hutan
Benar saja, di depan terlihat sebuah cahaya terang. Rupanya memang ada
sebuah hajatan dengan kerumunan orang yang berkumpul satu sama lain,
bahkan, ada sebuah panggung pertunjukan. Widya dan Wahyu bisa melihat
gamelan yang tengah dimainkan ramai-ramai. Wahyu dan Widya berhenti
sejenak, mereka memperhatikan tempat itu, meyakinkan bahwa yang
mereka lihat itu nyata (Simpleman, 2019: 82).
Kutipan di atas membuktikan bahwa karakter para lelembut hutan adalah
penipu. Mereka menipu Widya dan Wahyu dengan pura-pura menjelma menjadi
manusia yang sedang membuat perayaan/hajatan pernikahan. Widya dan Wahyu
yang baru pulang dari kota dan hendak kembali ke desa pun digoda dan diganggu
oleh para lelembut hutan walaupun mereka berdua tidak menyadarinya.
(K.101) Para lelembut hutan
Makhluk-makhluk itu layaknya bersorak, memmbuat Widya bertambah
ngeri. Ia seakan diteror oleh keberadaan mereka. Sampai tiba-tiba
keheningan memecah keadaan. Widya merasa sorakan itu berhenti, berganti
menjadi dendangan irama gamelan yang berbeda (Simpleman, 2019: 109).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter para lelembut adalah suka
meneror. Mereka meneror/menakut-nakuti Widya yang sedang sendirian berada di
sebuah bangunan mirip sanggar yang ia temukan di jalan menuju Tapak Tilas.
(K.102) Para lelembut hutan
“Tapak Tilas,” sahut Pak Prabu lagi. “Di sana ada sanggar di mana dulu
kami menggunakan tempat itu sebagai pertunjukkan tari, bukan untuk
warga desa melainkan warga desa lain, Desa Lelembut yang hidup
berdampingan bersama kami. Seiring berjalannya waktu, akses jalan ke sana
memang sengaja dibuntu agar tidak ada lagi korban atau persembahan.
Sebagai gantinya, kami memberikan sesajen untuk mereka, agar kami tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
senantiasa bersitegang. Namun, sepertinya saya gagal menjaga kalian, dan
karena itu saya siap menanggung segala konsekuensinya” (Simpleman,
2019: 240).
Kutipan di atas menjelaskan bahwa karakter para lelembut adalah jahat.
Para lelembut selalu menginginkan tumbal atau korban berupa anak perawan yang
berasal dari Desa Penari/Banyu Seliro. Permintaan yang sangat berat itu selalu
diberikan oleh warga Desa Penari karena mereka takut akan tertimpa kemalangan
jika permintaan tersebut tidak dipenuhi.
Karakter Orangtua Ayu
Orangtua Ayu merupakan karakter pendukung. Mereka hanya muncul
sekali pada akhir cerita ketika Ayu dan Bima sudah tidak sadarkan diri. Saat itu Pak
Prabu memberitakan hal buruk tersebut kepada pihak kampus. Pihak kampus pun
datang menuju desa tempat KKN bersama dengan orangtua para mahasiswa.
(K.103) Orangtua Ayu
Pak Prabu tampak hanya diam saja. Ia menerima segala cacian dan hinaan
orangtua Ayu (Simpleman, 2019: 120).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter orangtua Ayu adalah merasa
marah dan jengkel kepada Pak Prabu. Mereka marah karena Pak Prabu tidak bisa
bertanggung jawab terhadap kondisi Ayu yang sedang sakratulmaut.
(K.104) Orangtua Ayu
Tidak hanya itu, kampus juga mendapatkan tekanan dari pihak keluarga
korban. Selain itu, terjadi kekacauan karena keluarga Ayu akan membawa
masalah ini ke media massa, agar semua yang terlibat menerima ganjaran,
bahkan mengancam Pak Prabu dengan hukuman pidana (Simpleman, 2019:
242).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter orangtua Ayu merasa tidak
terima dengan apa yang terjadi kepada Ayu anak mereka. Orangtua Ayu pun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
mengancam Pak Prabu dengan hukuman pidana karena Pak Prabu tidak bisa
bertanggung jawab atas apa yang terjadi kepada Ayu.
(K.105) Orangtua Ayu
Ilham dan orangtuanya berunding, sebelum akhirnya mereka ikhlas
kepergian Ayu. Yang terpenting, mereka bisa melihat Ayu kembali, untuk
terakhir kalinya (Simpleman, 2019: 244).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter orangtua Ayu mengikhlaskan
kepergian Ayu.
Karakter Orangtua Bima
Orangtua Bima merupakan karakter pendukung. Mereka hanya muncul
sekali pada akhir cerita ketika Ayu dan Bima sudah tidak sadarkan diri. Saat itu Pak
Prabu memberitakan hal buruk tersebut kepada pihak kampus. Pihak kampus pun
datang menuju desa tempat KKN bersama dengan orangtua para mahasiswa.
(K.106) Orangtua Bima Sementara orangtua Bima, hanya menangisi kondisi anaknya (Simpleman,
2019: 120121).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter orangtua Bima adalah merasa
sedih. Mereka sedih dengan kondisi anak mereka yaitu Bima yang sedang
menghadapi sakratulmaut.
(K.107) Orangtua Bima
Umi, ibunda Bima, sempat bermimpi didatangi oleh Bima, yang meminta
maaf atas segala kelakuan buruknya yang sudah membuat malu keluarga.
Tepat ketika ibunya sudah mengikhlaskan anak satu-satunya itu, ia
terbangun dan menemukan Bima meregang nyawa, meninggalkan dunia
untuk selama-lamanya (Simpleman, 2019: 243).
Kutipan di atas menjelaskan bahwa karakter orangtua Bima
mengikhlaskan kepergian Bima.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Karakter Lelaki Tua Pemanggul Karung
Lelaki tua pemanggul karung merupakan karakter pendukung. Ia muncul
dua kali pada cerita versi Nur. Pertama, ia muncul untuk mencegah Nur dan Ayu
mengobservasi desa penari. Kedua, ia muncul untuk mencegah Nur dan kawan-
kawan pergi ke desa saat ingin melakukan KKN.
(K.108) Lelaki Tua Pemanggul Karung
Seperti sebelumnya, si lelaki tua kembali menatap mobil Nur. Kali ini ia
menggeleng-gelengkan kepala, seakan memberi isyarat kepada rombongan
Nur untuk tidak berangkat ke sana. Apa pun itu, Nur tidak tahu apakah
isyarat untuk dirinya atau hanya sebatas asumsi liar yang Nur saksikan
dengan mata kepala sendiri (Simpleman, 2019: 143).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Lelaki Tua memberi isyarat
agar Nur dan kawan-kawan tidak pergi ke Desa Penari. Si Lelaki Tua tersebut
menatap mobil dan menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai penanda.
(K.109) Lelaki Tua Pemanggul Karung Namun, rupanya semua tidak sampai di sana. Sesaat ketika mobil kembali
berhenti di lampu merah, seseorang tiba-tiba muncul dan menggebrak
jendela mobil tempat Nur duduk. Nur sampai melompat mundur. Sosok
lelaki tua itu menatap Nur dengan mata melotot. Ia berteriak sembari
memaki-maki, “Ojok budal, Nduk, ojo budal!!” (Jangan berangkat, Nak,
jangan berangkat!!) (Simpleman, 2019: 143).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Lelaki Tua memberi
peringatan kepada Nur dan kawan-kawan agar jangan pergi ke desa Penari. Namun
Nur dan kawan-kawan menghiraukannya dan terus melakukan perjalanan ke desa.
Karakter Mbah Langsa
Mbah Langsa merupakan karakter pendukung. Mbah Langsa adalah
seorang kiai dan guru bagi Nur sewaktu masih di pesantren.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
(K.110) Mbah Langsa
“Waalaikumsalam, Nduk,” katanya. Setelah berbalik, ia mengamati sosok
yang menyapanya. “Sini Nduk, ada apa?” katanya, nada suaranya masih
sama seperti dulu. “Ndak biasanya kamu ke sini, pasti mau ngomong sesuatu
ya” (Simpleman, 2019: 248).
Kutipan di atas menjelaskan bahwa karakter Mbah Langsa ramah dan suka
menebak. Mbah Langsa menjawab salam yang diberikan oleh Nur ketika Nur
berkunjung ke pesantren untuk menemuinya. Ketika Nur bertemu Mbah Langsa,
Mbah Langsa pun menebak maksud dari kedatangan Nur yaitu ingin membicarakan
sesuatu.
(K.111) Mbah Langsa
“Memang, tidak ada salahnya hidup berdampingan seperti itu. Namun,
pemujaan secara berlebihan yang telah dilakukan semenjak zaman nenek
moyang mereka masihlah sangat kental sehingga manakala ada tamu yang
datang berkunjung ke tempat mereka dan melupakan bahwa tata krama
harus dijunjung tinggi, golongan mereka akan terus membujuk, merayu, dan
menyesatkan, seperti yang Nak Bima alami,” ucap Mbah Langsa, matanya
berkaca-kaca, “Namun, sudahlah semua sudah terjadi, tidak ada yang bisa
gurumu ini lakukan, selain ikut mengikhlaskan kepergian salah satu anak
didik, gurumu ini” (Simpleman, 2019: 249250).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Mbah Langsa merasa sedih
dan ikhlas. Mbah Langsa sedih karena ia tidak bisa menyelamatkan Bima dari
cengkaraman Badarawuhi, namun akhirnya Mbah Langsa mengikhlaskan
kepergian Bima, salah satu anak didiknya sewaktu masih di pesantren itu.
(K.112) Mbah Langsa
“Tidak ada yang lebih kuat dari itu, tidak ada satu pun balak yang dapat
menahan hal itu karena kalau pangeran sudah berkehendak, apa pun bisa
terjadi.” Si Mbah diam lalu melihat Nur dalam-dalam. “Sama seperti kamu
yang tidak pernah lupa kewajibanmu, sehingga, kamu dijauhkan dari segala
ancaman dan bujuk rayu, dan karena itu, mbah bersyukur, masih bisa
melihat kamu Nduk” (Simpleman, 2019: 250251).
Kutipan di atas menjelaskan bahwa karakter Mbah Langsa adalah bijak dan
bersyukur. Mbah Langsa mengatakan bahwa tidak ada yang bisa menahan atau
menentang, jika Allah sudah berkehendak apa pun bisa terjadi. Ia juga bersyukur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
karena Nur tidak pernah lupa akan kewajibannya sebagai orang beriman sehingga
Nur pun terlindungi dari godaan dan ancaman Iblis.
(K.113) Mbah Langsa “Sebenarnya, yang terjadi adalah Mbah Dok telah berkelahi menantang
setiap jin dan makhluk hutan itu. Mereka ingin mencelakaimu,
membawamu dalam kesesatan sama seperti dua temanmu yang malang.
Namun, Mbah Dok terus menerus menjagamu sampai harus berurusan
dengan setengah dari penghuni hutan hanya agar kamu tidak ikut terjerat
dalam urusan dunia yang menimpa dua temanmu hingga terjadilah kejadian
yang menyedihkan itu” (Simpleman, 2019: 252).
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Mbah Langsa mempunyai
wawasan spiritual yang tinggi. Ia memberitahukan/menjelaskan kepada Nur
mengapa Nur selalu merasa badannya berat di waktu-waktu tertentu ketika berada
di Desa Penari. Hal itu karena Mbah Dok sedang melindungi Nur. Mbah Dok
berkelahi dengan para lelembut hutan yang ingin mencelakai Nur.
Karakter Nadya
Nadya adalah adik santriwati sewaktu Nur masih di pesantren. Nadya hanya
muncul sekali pada epilog vesi Nur.
(K.114) Nadya
Tiba-tiba ia mendengar seseorang memanggilnya. “Mbak Nur, ya”
(Simpleman, 2019: 246247).
Kutipan di atas menjelaskan bahwa karakter Nadya adalah akrab. Hal itu
dapat dilihat ketika Nadya menyapa Nur.
(K.115) Nadya
Nur berbalik, dilihatnya sosok manis yang tengah berdiri, tangannya erat
mengapit buku, ia tersenyum. “Nadya”, ucap Nur, gadis manis itu adalah
santriwati saat Nur masih menempuh pendidikan di pondok pesantren ini
(Simpleman, 2019: 247).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Dari kutipan di atas nampak bahwa karakter Nadya adalah ramah. Hal itu
dapat ditunjukkan ketika Nadya bertemu dengan Nur yang sudah lama tidak
bertemu.
4.3.1.2 Pembahasan Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur
biasanya terbatas pada peristiwa kausal, yaitu peristiwa-peristiwa yang menjadi
dampak dari berbagai peristiwa yang lain dan tidak dapat diabaikan, karena akan
berpengaruh pada keseluruhan karya (Stanton, 2012: 26). Alur merupakan tulang
punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan
dirinya sendiri, meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah
cerita tidak akan seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap
peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan
keberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen-elemen lain, alur memiliki
hukum-hukum sendiri; alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir
yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan
memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan (Stanton, 2012: 28).
Pembahasan alur dibagi menjadi dua, yaitu pembahasan alur (versi WIdya) dan
pembahasan alur (versi Nur).
4.3.1.2.1 Pembahasan Alur (versi Widya)
Pembahasan Alur (versi Widya) dibagi menjadi tiga, yaitu bagian awal,
bagian tengah, dan bagian akhir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Bagian Awal (versi Widya)
Bagian awal sebuah cerita berisi perkenalan. Bagian ini akan
memperkenalkan karakter, latar dan berbagai hal yang penting lainnya yang
terdapat dalam novel. Bagian awal cerita dalam novel “KKN Di Desa Penari”,
dimulai dengan memperkenalkan tokoh utama yaitu Widya. Ia adalah seorang
mahasiswi. Saat itu para mahasiswa-mahasiswi angkatan 2005/2006 di sebuah
universitas di Jawa Timur telah menerima keputusan dari pihak kampus untuk
melaksanakan tugas KKN (kuliah kerja nyata). Widya sedang menunggu kabar dari
temannya.
(K.116)
Ia terlihat tengah menunggu seseorang, seakan apa yang ia tunggu akan
segera datang, meski ia tidak bisa menyembunyikan kecemasan di raut
wajahnya. Tiba-tiba kecemasannya teralihkan begitu getaran ponsel di
kantong sakunya ada. Ia segera meraih ponsel untuk mengangkat panggilan
seseorang yang sangat dikenalnya. “Saya sudah mendapatkan tempat untuk
kita KKN, Wid. Kamu sudah menghubungi Bu Anggi?” tanya seseorang di
seberang sana. Perubahan wajah terlihat jelas pada perempuan itu.
Kecemasannya berubah menjadi senyuman. Ia merasa lega, setidaknya,
proposal yang ia ajukan kemarin sudah menemui kejelasan. Proposal
pengajuan untuk melaksanakan tugas KKN yang ia kehendaki di sebuah
desa tertinggal (Simpleman, 2019: 23).
Widya pergi untuk menemui Bu Anggi, dosen penanggung jawab sekaligus yang
menjadi pengawas lapangan. Bu Anggi sempat ragu karena Widya dan kawan-
kawannya mengambil tempat KKN yang sangat jauh. Namun, Ia merasa tidak
berhak untuk melarang Widya. Bu Anggi pun mengingatkan agar jangan
melakukan hal yang aneh-aneh saat KKN, lalu Bu Anggi mempersilakan Widya
untuk pergi.
(K.117) “Widya Sastra Nindya,” kata seorang wanita yang menjadi penanggung
jawab sekaligus pengawas lapangan. “Kamu benar mau mengambil tempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
ini? Jauh sekali loh tempat ini.” “Iya, Bu,” jawab Widya mantap. Saat ini,
Widya menjalankan tugasnya sebagai mahasiswi semester akhir, di sebuah
universitas Jawa Timur. “Ya sudah, nanti saya pertimbangkan, tapi saya
butuh laporan observasi sebelumnya. Selain itu jangan lupa kelengkapan
surat dari pemerintah setempat, meliputi perangkat desa sampai jenjang
terendah,” jawab wanita itu kemudian. Ada nada sedikit ragu saat ia
mengetahui jawaban Widya. Tapi ia pun tidak punya hak untuk melarang
mahasiswinya, apalagi menyangkut kegiatan KKN. “Ingat ya, di tempat
KKN, kamu nggak cuma bawa badan, tapi juga bawa nama kampus, “ tutur
Bu Anggi. Kemudian wanita itu mempersilahkan Widya pergi. “Terima
kasih, Bu,” sahut Widya, tidak bisa menahan luapan semangat karena
akhirnya dapat melaksanakan tugas ini bersama sahabatnya (Simpleman,
2019: 34).
Hari pembekalan pun tiba. KKN resmi dibuka. Widya dan kawan-kawannya pun
masuk ke mobil yang akan mengantarkan mereka menuju lokasi KKN mereka.
(K.118) Widya, Ayu, Nur, Bima, Wahyu, dan Anton bersiap menuju desa yang akan
dijadikan tempat melaksanakan KKN selama satu setengah bulan ke depan.
Mengabdikan diri, membantu, dan mengedukasi kehidupan masyarakat agar
menjadi lebih baik, degan sarana dan prasarana penunjang proker (Program
Kerja) mereka yang telah selesai dikerjakan.
Kelompok Widya masuk ke mobil yang akan mengantarkan mereka.
Perbekalan yang sudah mereka siapkan jauh-jauh hari juga sudah tertata rapi
di bagasi mobil. Setelah semua siap, mobil melaju menuju tempat di mana
mereka nanti akan tinggal, di sebuah desa di pelosok Jawa (Simpleman,
2019: 89).
Di perjalanan yang melewati hutan sore itu, Widya mendengar orang ramai
memainkan musik seperti gamelan, gendang, dan gong. Hal itu membuat Widya
merasa aneh. Ia juga melihat sesosok perempuan yang sedang menari sendirian
mengikuti irama musik.
(K.119) Motor masih melaju kencang, tapi Widya masih bisa mendengar tabuhan
gamelan itu. Suaranya terasa mendayu-dayu semakin kencang terdengar
oleh telinga. Seakan gamelan tersebut dimainkan hanya berjarak beberapa
ratus meter dari tempatnya menembus medan jalan. Aneh, dari jauh Widya
melihat sesososk manusia temgah menelungkup, seakan memasang pose
sedang menari. Ia berlenggak-lenggok mengikuti irama musik gamelan yang
terus ditabuh dengan ritme yang cepat. Widya berusaha menatapnya dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
saksama, lalu dibuat terperangah dengan pemandangan itu, sebelum
akhirnya bayangan itu perlahan menghilang (Simpleman, 2019: 18).
Sampailah Widya dan kawan-kawan di desa, semua warga sudah menunggu
kedatangan mereka. Malam itu, semua warga desa tampak senang dengan
kedatangan rombongan KKN. Lalu datanglah seseorang yang memperkenalkan diri
sebagai Pak Prabu. Ia adalah kepala desa sekaligus orang yang akan membantu
pengerjaan proker bersama warga desa nantinya.
(K.120) “Sini, sini, perkenalkan, ini adalah Pak Prabu. Beliau nanti yang akan
membantu kita mengerjakan proker kita bersama warga. Beliau kepala desa
di sini” ucap Ayu bangga. Widya dan yang lain langsung ikut mendekati,
menyalami, dan memohon bantuannya selama mereka tinggal di sini
(Simpleman, 2019: 20).
Widya pulang ke penginapan setelah mengerjakan prokernya. Sesampainya di sana,
Widya bingung karena tidak ada orang. Keheningan membuat Widya merasa
sedikit takut. Lalu terdengar suara tawa dari dapur. Widya memeriksanya dan
mendapati Nur sedang duduk di kursi dengan memakai mukenanya. Nur tersenyum
menatap Widya dan berbicara dengan Widya menggunakan bahasa Jawa. Saat itu
Nur kerasukan dan dari pembicaraan itu, yang merasuki Nur memperingati bahwa
akan ada korban. Setelah itu Nur jatuh tidak sadarkan diri.
(K.121) “Cah Ayu, kancamu bakal onok sing gak slamet nek kelakuane jek pancet,
rungokno aku, kandanono mumpung gorong kebablasan, keblowok tambah
jeru maneh, soale tingakhe bakal nyeret kabeh menungso nang kene.”
(Anak cantik, akan ada temanmu yang tidak akan selamat bila ia tidak
berhenti melakukan tindakan dosanya. Dengarkan saya, beritahu dia
sebelum dia terperosok semakin jauh, melewati batas yang akan membuat
semua urusan ini semakin dalam hingga mencelakai semua orang yang ada
di sini). Setelah mengatakan itu, Nur berteriak keras sekali. Setelahnya ia
jatuh tersungkur di depan Widya. Nur tak sadarkan diri (Simpleman, 2019:
95).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Bagian Tengah (versi Widya)
Pada bagian tengah cerita berisi pertikaian/akar permasalahan. Pengarang
cerita menampilkan pertentangan dan konflik yang semakin lama semakin
meningkat dan menegangkan. Hal itu membuat pembaca semakin tertarik. Konflik
dapat berupa konflik internal maupun konflik eksternal. Bagian tengah cerita
merupakan bagian terpenting karena pada bagian ini ditemukan inti cerita.
Cerita berlanjut pada bagian tengah cerita, tanpa terasa Widya dan kawan-
kawan sudah tinggal di desa selama tiga minggu. Semuanya semakin serius
mengejar proker mereka. Namun mendekati hari penyelesaian, Pak Waryan datang
dan menyampaikan bahwa beberapa warga desa tidak bisa membantu karena sakit.
Semua masalah ini membuat Ayu sebagai ketua kelompok mengumpulkan semua
anak untuk mencari jalan keluar. Tujuannya agar air dari sungai bisa mengalir ke
Sinden sehingga warga tidak perlu susah-susah mengambil air di sungai yang jauh
dari desa tersebut. Semua sangat antusias dalam memberikan usulan kecuali Bima.
Hal itu membuat Widya curiga sekaligus penasaran dengan apa yang Bima lakukan
selama ini. Widya semakin penasaran ketika ia mengingat beberapa hari yang lalu,
Anton bercerita padanya tentang gerak-gerik Bima yang mencurigakan.
(K.122) “Bima suka mengurung diri dalam kamar kalau menjelang sore. Awalnya
tak kira istirahat, tapi anehnya kok setiap hari menjelang sore pasti langsung
masuk kamar. Tidak cuma itu, ia seperti menyembunyikan sesuatu, tapi aku
gak tahu apa itu,” kata Anton, lantas ia kemudian melanjutkan ceritanya.
“Pernah karena aku sudah curiga, ia tak tungguin dari luar kamar. Demi
Tuhan, ada suara perempuan dari dalam kamarnya. Bila ia sampai
melakukan tindakan asusila di posko ini, aku bisa perpanjang urusan ini.
Yang dia bawa bukan cuma namanya saja, tapi nama kampus juga,” tukas
Anton kesal saat bercerita kepada Widya.
“Terus waktu kamu tunggu, siapa yang keluar dari sana?” tanya Widya
penuh selidik. “Nah itu, masalahnya gak ada siapa-siapa yang keluar, cuma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
dia saja. Terus jendelanya juga ada kayu datarnya, bukan jendela yang bisa
dilompati orang seenaknya, kecuali kayu itu dibongkar” (Simpleman, 2019:
99100).
Bagian Akhir (versi Widya)
Bagian akhir merupakan bagian penyelesaian. Pengarang menampilkan
cerita sebagai akibat dari klimaks. Pertanyaan yang muncul dari pembaca tentang
akhir dari cerita akhirnya terjawab.
Bagian akhir, menceritakan Widya bertanya tentang apa yang sebenarnya
terjadi kepada Mbah Buyut. Lalu Mbah Buyut menceritakan bahwa Bima telah
melakukan hubungan suami istri dengan Ayu. Mereka juga melakukan perbuatan
lain yang sangat dilarang di desa, yang tidak bisa Mbah Buyut ceritakan kepada
Widya. Mbah buyut mulai berkisah bahwa dulu desa Banyu Seliro ini dikenal
dengan nama Desa Penari. Dinamakan seperti itu karena desa ini banyak
melahirkan penari-penari yang sudah terkenal di daerah ini. Sebenarnya Sinden
yang Widya dan kawan-kawan kerjakan itu adalah Sinden Kembar. Ada kolam
serupa, namun itu dihuni oleh sosok makhluk yang sudah lama tinggal di hutan.
Namanya adalah Badarawuhi, Si Ratu Ular Kidul. Entah bagaimana ceritanya,
Bima dan Ayu bisa sampai ke sinden terlarang itu dan melakukan tindakan tidak
bermoral di sana. Hal itu membuat Badarawuhi marah dan menghukum mereka.
(K.123) “Saya tidak bisa berjanji, tapi bila benar ceritamu, artinya temanmu Bima
dipaksa menikahi anak-anak Badarawuhi. Ular-ular besar itu adalah
anaknya, dan ia terjebak di sana. Badarawuhi tidak akan melepaskan anak
lelaki itu,” nada Mbah Buyut gemetar. “Kemudian temanmu Ayu,
sepertinya, ia tengah menari untuk menggantikan tugas Badarawuhi yang
sejak awal adalah penari di hutan ini. Ia akan terus menari, sejengkal demi
sejengkal tanah, sampai mengelilingi keseluruhan hutan ini. Temanmu tidak
akan pernah mereka lepaskan (Simpleman, 2019: 118).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Keesokan paginya Pak Prabu mengumpulkan Widya, Nur, Wahyu, dan Anton. Ia
menjelaskan bahwa ia sudah melaporkan semua kejadian ini kepada pihak kampus
dan keluarga Bima serta Ayu. Malam itu rombongan dari kampus dan keluarga
Bima serta Ayu datang. Keluarga Bima dan Ayu sangat marah kepada Pak Prabu.
Mereka mengancam akan memenjarakan Pak Prabu. Pak Prabu hanya diam
menerima cacian dan hinaan dari orangtua Ayu. Sementara pihak kampus meminta
kronologi kejadian. Setelah mendengar cerita dari Widya, Nur, Wahyu, dan Anton
dari pihak kampus langsung menolak proker mereka dan membatalkan kegiatan
KKN mereka.
Kegiatan KKN itu selesai dengan cara yang tragis. Hari itu adalah hari
terakhir Widya melihat Pak Prabu dan Mbah Buyut. Malam itu juga Widya dan
kawan-kawan yang tersisa, orangtua mahasiswa, serta pihak kampus, langsung
pergi dari desa terkutuk itu. Dua minggu setelah kejadian itu, Bima meninggal
dunia di rumahnya. Enam bulan kemudian, Ayu pun menghembuskan napas
terakhirnya.
4.3.1.2.2 Pembahasan Alur (versi Nur)
Pembahasan Alur (versi Nur) terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal,
bagian tengah, dan bagian akhir.
Bagian Awal (versi Nur)
Bagian awal sebuah cerita merupakan bagian perkenalan. Pada bagian ini
biasanya akan memperkenalkan karakter, latar, dan berbagai hal yang penting
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
lainnya yang terdapat dalam novel. Bagian awal cerita dalam novel KKN Di Desa
Penari, dimulai dengan memperkenalkan tokoh utama yaitu Nur. Nur adalah
seorang mahasiswa yang akan melakukan KKN disebuah desa. Namun
sebelumnya, Nur akan mengobervasi lokasi KKN bersama dengan Ayu.
(K.124) Selepas salat, gadis itu kembali ke kamar, merapikan tempat tidur,
kemudian berdandan seadanya. Bila mengingat hari ini, ia menjadi
terbayang saat pertama datang ke tampat ini. Hidup di kos, jauh dari
orangtua demi mengejar cita dan mimpinya, belajar di salah satu universitas
terbaik di negara ini seakan masih menjadi buah mimpi ketika tidur.
Nur Azizah Ulfia, gadis cantik berperawakan kecil itu tersenyum penuh
syukur atas segala nikmat yang ia dapat selama tinggal di sini. Salah satunya
sahabat-sahabat baik yang ia kenal di kampus ini. Ia teringat, malam ini
salah satu sahabatnya akan datang menjemput. Ia meyakinkan Nur bahwa
ada jalan untuk melaksanakan tugas KKN mereka bersama (Simpleman,
2019: 125126).
Pak Prabu mempersilahkan mereka menuju ke rumahnya. Sesampainya di
rumah Pak Prabu, Ilham mengutarakan maksud dan tujuan mereka datang ke sini.
Ilham ingin agar Ayu dan kawan-kawannya diizinkan mengadakan kegiatan KKN
di desa tersebut. Namun hal itu ditolak Pak Prabu.
(K.125) Rupanya Nur baru tahu, sebenarnya Pak Prabu menolak diadakan kegiatan
KKN di desa ini. Bukan bermaksud apa-apa tapi, Pak Prabu menjelaskan
betapa sulit akses dan medan lingkungan desa ini, sehingga sangat tidak
memungkinkan bila diadakan kegiatan KKN yang bertujuan untuk
mengabdikan diri sebagai mahasiswa kepada masyarakat (Simpleman,
2019: 132133).
Akhinya Pak Prabu mengizinkan mereka KKN di desa. Pagi itu Pak Prabu
langsung mengajak Nur dan Ayu berkeliling untuk lebih mengenal desa. Pak Prabu
menjelaskan tentang letak sendang yang bernama Sendang Sinden. Namun Nur
melihat ada sesuatu yang sedang mengintip dari balik candi. Tiba-tiba tubuh Nur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
menjadi berat sampai ia hampir jatuh. Saat Pak Prabu mengajak mereka ke tempat
lain, Nur meminta izin untuk kembali karena merasa tidak enak badan.
(K.126) “Ya sudah, ayo kembali. Kasihan Masmu, Ilham. Dia pasti sudah
menunggu. Lagipula hari sudah siang. Kalian harus kembali, kan.” Ayu
dan Nur mengangguk. Ahirnya pun mereka kembali. “Kamu kenapa? Kok,
pucat sekali, Nur?” tanya Ayu. “Nggak apa-apa, Cuma kurang enak badan
saja. Mungkin kecapean,“ sahut Nur, yang disambut anggukan oleh Ayu.
Ia pun membantu Nur berjalan pergi meninggalkan desa itu setelah
berpamitan dengan Pak Prabu dan beberapa warga. Nur yakin sosok yang
ia lihat adalah sosok penunggu tempat itu (Simpleman, 2019: 136137).
Beberapa hari Setelah observasi Nur dan kawan-kawan pergi ke lokasi KKN yang
sudah pernah Nur dan Ayu kunjungi.
(K.127) Setelah pembekalan kegiatan KKN selesai, hari yang dinantikan pun tiba.
Widya, Ayu, Nur, Bima, Wahyu, dan Anton berkumpul menunggu
kedatangan mobil yang akan membawa mereka menuju ke lokasi KKN
(Simpleman, 2019: 142).
Bagian Tengah (versi Nur)
Pada bagian tengah cerita berisi pertikaian/akar permasalahan. Pengarang
cerita menampilkan pertentangan dan konflik yang semakin lama semakin
meningkat dan menegangkan. Hal itu membuat pembaca semakin tertarik. Konflik
dapat berupa konflik internal maupun konflik eksternal. Bagian tengah cerita
merupakan bagian terpenting karena pada bagian ini ditemukanlah inti cerita.
Pada bagian tengah, menceritakan Nur dan Anton sedang mengerjakan
proker. Mereka sedang mengejakan proker dekat Sinden. Nur tidak merasakan
tubuhnya berat lagi ketika mengerjakan proker bersama Anton. Di sela-sela
pengerjaan, Anton menceritakan kalau Bima mempunyai gerak-gerik yang aneh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
(K.128) “Aneh?” ucap Nur. “Siapa?” “Siapa lagi kalau bukan si Bima,” sahut
Anton. “Aneh bagaimana?” tanya Nur. “Aku sering lihat dia tersenyum
kadang tertawa sendirian. Tidak Cuma itu, kadang dia bicara sendiri di
dalam kamar. Dan mohon maaf ya Nur, aku sering dengar dia kayak
onani.” Awalnya, Nur menolak apa yang Anton katakan. “Halah, mana
mungkin,” bantah Nur. “Serius Nur, sumpah. Aku sering ngelihat dia
melakukannya,” kata Anton. “Janji tolong jangan bilang siapa pun,”
katanya lirih. “Temanmu sering membawa pulang sesajen ke dalam kamar.
Ia selalu menaruhnya di bawah ranjang tempat tidurnya.” Nur masih diam.
Ia mencoba menahan diri. Apa yang diucapkan Anton, terdengar terlalu
mengada-ada. “Lalu di atas sesajen itu ada sebuah foto. Foto temanmu,
Widya. Menurut kamu apa maksudnya coba hubungannya foto Widya
sama sesajen yang ia bawa?” (Simpleman, 2019: 190191).
Di puncak Tapak Tilas, Nur melihat sebuah bangunan sanggar yang sangat besar.
Nur menaiki tangga sanggar dan ia menemukan tata letak gamelan yang tersusun
rapi.
(K.129)
Tidak ada yang menarik perhatian Nur, kecuali tata letak gamelan yang
tersusun rapi. Meski terlihat kotor dann tidak terjamah, Nur begitu
penasaran kenapa intrumen musik Jawa ini ditinggalkan begitu saja di
tempat seperti ini (Simpleman, 2019: 203).
Tiba-tiba ia mendengar suara familier yang memanggilnya, itu adalah Ayu.
Beberapa saat kemudian, Bima melangkah keluar. Nur merasa heran, apa yang
mereka lakukan di tempat ini. Nur merasa kecewa, ia merasa Ayu dan Bima pasti
melakukan hubungan terlarang di tempat itu.
(K.130) “Bim...” panggil Nur lirih. “Kira-kita bagaimana perasaan Abah sama Umi
ya, bila tahu kelakuanmu?” ucap Nur. Air matanya mulai menetes, tak
kuasa menahan apa yang baru saja terjadi. Nur semakin yakin karena sedari
tadi tidak ada satu pun dari mereka yang mencoba mengelak. “Nur,
tolong,” sahut Ayu. Ia mencoba menyentuh tangan Nur, tapi Nur
menepisnya. “Aku gak ngomong sama kamu ya, Yu. Tolong kamu diam
saja!!” bentak Nur, ia tidak pernah semarah ini. Bima masih diam, ia tidak
menjawab pertanyaan Nur sama sekali, seakan tidak tahu harus menjawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
apa kepada Nur. Saat itu juga, dengan keras Nur menampar wajah Bima,
hingga Bima tidak dapat lagi berkata-kata. Ia memilih diam membisu saat
Nur terus mencercanya dengan kalimat tidak percaya (Simpleman, 2019:
204205).
Bagian Akhir (versi Nur)
Bagian akhir merupakan bagian penyelesaian. Pengarang menampilkan
cerita sebagai akibat dari klimaks. Pertanyaan yang muncul dari pembaca tentang
akhir dari cerita akhirnya terjawab.
Pada bagian akhir menceritakan malam itu semua orang sedang tertidur.
Nur yang sedang bermimpi buruk tiba-tiba terbangun dan sangat terkejut melihat
kondisi Ayu.
(K.131) Namun tiba-tiba Nur tercekat saat melihat Ayu. Anak itu tampak aneh.
Mata Ayu terus terbuka dengan mulut terus menganga lebar. Melihat itu,
Nur berteriak histeris membuat Wahyu dan Anton terbangun dari tidurnya
(Simpleman, 2019: 228).
Bima dan Widya juga menghilang. Hal itu membuat Pak Prabu meminta semua
warga desa mencari mereka. Beberapa lama kemudian Bima ditemukan.
(K.132) Warga masuk dengan membopong Bima. Kondisi Bima tampak seperti
orang yang terkenan epilepsi. Warga denga hati-hati menidurkan Bima di
samping Ayu. Mereka berdua tampak mengenaskan. Nur menangis sejadi-
jadinya (Simpleman, 2019: 235).
Ketika hari sudah mulai gelap, terdengar warga ramai. Mereka menemukan
Widya. Widya yang masih bisa berjalan lantas melangkah masuk. Nur menatap
Widya yang matanya sayu, letih, dan berantakan. Widya seperti orang linglung.
Nur bertanya pada Widya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
(K.133) “Dari mana saja kamu, Wid? Ayu dan Bima tiba-tiba jadi seperti ini!”
(Simpleman, 2019: 236).
Pagi dini hari itu, Pak Prabu mengumpulkan Nur, Widya, Wahyu, dan Anton dan
mengatakan bahwa ia sudah memberitahukan kejadian ini kepada pihak kampus
dan keluarga mereka. Nur tampak kaget mendengarkannya. Beliau juga
menceritakan alasan mengapa ia menolak Nur dan kawan-kawan agar
melaksanakan KKN di desa ini. Ini semua karena sejarah panjang desa yang tidak
bisa lepas dari adat istiadat nenek moyang.
(K.134) “Sebenarnya ada yang tidak saya ceritakan dan alasan kenapa saya
menolak kalian untuk melaksanakan kegiatan KKN di sini. Ini semua
karena desa ini memiliki sejaran panjang sejak dulu, dan semua itu tidak
dapat lepas dari adat istiadat milik nenek moyang kami. Dulu, nenek
moyang kami menggunakan anak perawan sebagai tumbal tarian bagi
mereka yang tinggal di hutan ini agar desa kami dijauhkan dari
kemalangan,” cerita Pak Prabu. Nur yang mendengarnya tercengang tidak
percaya (Simpleman, 2019: 239240).
Rombongan kampus yang dipimpin oleh Bu Anggi dan orangtua Bima serta Ayu
datang setelah menerima kabar buruk dari Pak Prabu. Bu Anggi meminta
penjelasan atas apa yang terjadi. Keluarga Ayu yang tidak terima, mengancam
akan memindanakan Pak Prabu. Akhirnya, Nur, Widya, Wahyu, dan Anton
bersama dengan rombongan kampus pun pergi meninggalkan Desa Penari.
(K.135) Kepulangan anak mengakhiri kegiatan KKN tersebut. Mereka
meninggalkan desa dan hutan itu dalam keadaan kacau balau. Bima sempat
dirawat di beberapa rumah sakit, tapi setelah menempuh pengobatan
selama dua minggu, akhirnya Bima menghembuskan napas terakhirnya
(Simpleman: 2019: 243).
Setelah kepergian Bima untuk selama-lamanya, Ayu pun meninggal. Hal ini
adalah ganjaran yang harus mereka berdua terima.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
(K.136) Setelah sujud kepada kedua orangtuanya, Ayu memeluk Ilham, menangis
dan menyampaikan salam perpisahan terakhir, sebelum akhirnya, Ayu
mengembuskan napas terakhirnya untuk selamanya (Simpleman, 2019:
245).
Setelah tragedi KKN yang dialami oleh Nur dan kawan-kawan, suatu hari
Nur pergi ke pesantren tempat Nur belajar dulu. Nur hendak menemui kiai yaitu
Mbah Langsa yang dulu menjadi gurunya. Setelah bertemu, Nur dan Mbah Langsa
membicarakan hal-hal yang terjadi mulai dari desa penari yang terkutuk, kematian
Bima dan Ayu, sampai pada siapa Mbah Dok.
(K.137) “Mbah Dok,” kata Si Mbah, “itukan yang mau kamu tanyakan Nduk?”
Nur terkejut, gurunya memang luar biasa, lantas Nur mengangguk.
“Seharusnya saya memberitahumu sejak dulu ya. Jadi begini,” ucap si
Mbah Langsa, “Memang ada yang mengikuti kamu, ia sudah sangat lama
mengamati lalu menyukaimu. Ia mengatakan kepada saya bahwa ia dan
kamu memiliki keterikatan yang tidak dapat dijelaskan. Saat saya akan
mengusirnya, ia berjanji akan menjagamu” (Simpleman, 2019: 251).
Berdasarkan tahapan-tahapan alur pada versi Widya dan Nur, penulis
mengambil kesimpulan bahwa alur dalam novel “KKN Di Desa Penari” karya
Simpleman adalah alur maju. Cerita berawal dari perkenalan para tokoh yaitu
Widya, Nur, serta para tokoh lain. Menuju permasalahan tentang hal-hal aneh
yang dialami oleh Widya dan Nur, klimaks terdapat pada Bima dan Ayu yang
melakukan tindakan tidak bermoral dan terkena sakratulmaut, dan penyelesaian
berupa kepergian Widya dan Nur serta kawan-kawan dari desa Penari. Serta,
Kepergian Bima dan Ayu untuk selama-lamanya.
Persamaan alur cerita dari novel “KKN Di Desa Penari” versi Widya dan
versi Nur adalah sama-sama menceritakan pengalaman mistis yang tragis sewaktu
mereka melaksanakan tugas KKN di sebuah desa tertinggal yang terletak di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
pelosok Jawa. Sedangkan perbedaan alur cerita versi Widya dan versi Nur terletak
pada penamaan serta beberapa karakter yang muncul hanya pada versi Widya atau
versi Nur saja. Si Pedagang cilok, dan lelembut hutan hanya muncul pada cerita
versi Widya. Pada versi Nur, karakter tersebut tidak muncul. Sebaliknya, karakter
Mbah Dok, Lelaki tua pemanggul karung, Mbah Langsa, Sesosok hitam, dan
Nadya hanya muncul pada versi Nur. Pada versi Widya, karakter-karakter tersebut
tidak muncul.
Kemudian, Karakter Bu Azrah, Pak Aryo, Pak Waryan (versi Widya),
dalam muncul dalam versi Nur, namun dengan penamaan/sebutan yang berbeda.
Dalam versi Nur, Bu Azrah hanya sebagai orangtua Widya, sedangkan Pak Ayo
dan Pak Waryan hanya sebagai warga desa yang mengantar para mahasiswa.
4.3.1.3 Pembahasan Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita
yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar juga
dapat berwujud waktu-waktu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode
sejarah (Stanton, 2012: 35). Unsur latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian,
yakni latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Pembahasan latar dibagi menjadi
dua yaitu pembahasan latar (versi Widya) dan Pembahasan (versi Nur).
4.3.1.3.1 Pembahasan Latar (versi Widya)
Pembahasan Latar (versi Widya) terdiri dari tiga, yaitu latar tempat, latar
waktu, dan latar sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Latar (versi Widya) membahas tiga hal yaitu latar tempat, latar waktu, dan
latar sosial.
Latar Tempat (versi Widya)
Latar tempat menyangkut deskripsi tentang di mana suatu peristiwa cerita
terjadi. Latar tempat versi Widya yang digambarkan dalam Novel KKN Di Desa
Penari, yaitu:
(K.138) di sebuah universitas di Jawa Timur “Ia, Bu. Jawab Widya mantap. Saat ini, Widya menjalankan tugasnya
sebagai mahasiswa semester akhir, di sebuah Universitas Jawa Timur
(Simpleman, 2019: 3).
Kutipan di atas menunjukkan sebuah Universitas Jawa Timur merupakan
latar tempatnya. Hal ini di tandai dengan penggunaan kata penghubung “di” yang
menandakan tempat. sebuah Universitas di Jawa Timur merupakan tempat Widya
menempuh perkuliahan.
(K.139) di aula kampus
Semua anak yang melaksanakan tugas KKN selama 45 hari itu sudah
berkumpul di aula kampus. Setelah mendengar pidato rektor dan para dosen
yang menjadi penanggung jawab pengawasan selama pelaksanaan kegiatan
ini selesai berpidato, KKN tahun ini resmi dibuka. Teriakan mahasiswa dan
mahasiswi yang pecah seakan menjadi pembuka dari rentetan cerita ini
(Simpleman, 2019: 8).
Kutipan teks di atas menunjukan latar tempat yaitu aula kampus. Hal ini di
tandai dengan penggunaan kata penghubung “di” yang menandakan tempat. Aula
kampus merupakan tempat pembekalan KKN bagi mahasiswa-mahasiswi.
(K.140) di sebuah desa
“Tidak ada desa lain di sini, Mbak, hanya desa ini. Mungkin Mbak Cuma
krunguen (kedengeran) jadi gak usah terjadi dipikirkan ya, Mbak. Mari saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
antar ke rumah yang akan kalian jadikan tempat tinggal selama ada di desa
kami,” kata Pak Prabu (Simpleman, 2019:22).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa latar tempat yaitu di sebuah desa.
Hal itu dibuktikan dengan kutipan “Tidak ada desa lain di sini, Mbak, hanya desa
ini”. Di desa, Pak Prabu mengantarkan Widya dan kawan-kawan ke sebuah rumah
yang akan dijadikan tempat tinggal.
(K.141) di pom bensin Melihat tangki mereka, Wahyu menawarkan untuk pergi ke pom bensin
lebih dahulu, ia sudah berjanji akan mengembalikan motor dalam keadaan
bensin terisi penuh. Saat menunggu Wahyu mengantre bahan bakar, Widya
membeli cilok ke seorang pedagang di pom bensin (Simpleman, 2019: 76).
Kutipan di atas menunjukan latar tempat yakni di pom bensin. Sambil
menunggu Wahyu, Widya membeli cilok di pom bensin.
(K.142) di hutan Widya melihat ke kiri dan ke kanan ada pohon dengan pemandangan gelap
dimana-mana. Sejauh mata memandang, Widya hanya bisa mendengar deru
mesin motor wahyu yang terus dipacu. Ia belum melihat satu orang pun
yang melintas. Widya berusaha untuk tetap menjaga pikirannya agar
normal, ia tidak mau memikirkan hal-hal aneh. Tidak di tempat seperti ini.
(Simpleman, 2019: 79).
Kutipan di atas menunjukan latar tempat yakni di hutan. Widya yang
melihat pepohonan yang mengerikan, berusaha untuk tidak memikirkan hal-hal
aneh.
Latar Waktu (versi Widya)
Latar waktu mengacu pada saat kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu versi Widya yang ada dalam
Novel KKN Di Desa Penari adalah sebagai berikut:
(K.143) pagi hari
Pagi itu, Widya segera menyelesaikan proposal akhir tentang siapa saja
yang akan terlibat dalam pelaksanaan tugas ini. Ia semakin bersemangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
karena berhasil melakukan pencarian desa sebagai landasan tugas KKN
mereka secara mandiri (Simpleman, 2019: 4).
Kutipan di atas menunjukkan latar waktu yaitu pagi hari. Hal ini ditandai
dengan kata “pagi itu”. Penggunaan kata pagi untuk memperjelas kapan Widya
menyelesaikan proposal.
(K.144) siang hari
Siang itu Widya sedang terbaring di tempat tidur. Lamunannya buyar saat
mendengar suara seperti ada sesuatu yang dilemparkan ke atas genting
posko (Simpleman, 2019: 71).
Kutipan di atas menunjukkan latar waktu yaitu siang hari. Hal ini ditandai
dengan kata “siang itu”.
(K.145) malam hari
Malam itu, Widya mendapatkan pelukan terhangat dari ibunya. Ia tidak
pernah merasa sehangat ini (Simpleman, 2019: 10).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa latar waktu yaitu malam hari. Hal
ini ditandai dengan kata “malam itu”. Penggunaan kata malam itu untuk
memperjelas kapan Widya mendapatkan pelukan dari ibunya.
(K.146) pukul setengah enam sore
Jam menunjukan pukul setengah enam sore. Mobil Mas Ilham menyusuri
jalan beraspal yang di kiri-kanannya adalah hutan belantara. Setelah cukup
lama berkendara, akhirnya mereka sampai di sekitar gerbang selatan. Ada
sebuah gapura yang tertutup oleh rimbunya tanaman liar (Simpleman,
2019: 13).
Kutipan di atas menunjukkan latar waktu yaitu sore hari. Hal ini ditandai
dengan kutipan “Jam menunjukan pukul enam sore”. Penggunaan kata itu untuk
memperjelas kapan Widya dan kawan-kawan serta Mas Ilham berada di jalan
menuju desa Penari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Latar Sosial (versi Widya)
Latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seorang
atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya
dalam kehidupan sosialnya dapat digolongkan menurut tingkatannya, seperti latar
sosial bawah atau rendah, latar sosial menengah, dan latar sosial tinggi. Latar sosial
dalam novel “KKN Di Desa Penari” dapat dibuktikan dalam kutipan berikut:
(K.147) status sosial Bu Anggi
Widya Sastra Nindya,”kata seorang wanita yang menjadi penanggung
jawab sekaligus pengawas lapangan. “Kamu benar mau mengambil tempat
ini? Jauh sekali loh tempat ini” “Iya, Bu,” jawab Widya mantap. Saat ini,
Widya menjalankan tugasnya sebagai mahasiswi semester akhir, di sebuah
universitas Jawa Timur. “Ya sudah, nanti saya pertimbangkan, tapi saya
butuh laporan observasi sebelumnya. Selain itu, jangan lupa kelengkapan
surat dari pemerintah setempat, meliputi perangkat desa sampai jenjang
terendah,” jawab wanita itu kemudian. Ada nada sedikit ragu saat ia
mengetahui jawaban Widya. Tapi ia pun tidak punya hak untuk melarang
mahasiswinya, apalagi menyangkut kegiatan KKN.“Ingat ya, di tempat
KKN, kamu nggak cuma bawa badan, tapi juga bawa nama kampus,” tutur
Bu Anggi (Simpleman, 2019: 34).
Berdasarkan kutipan di atas, Bu Anggi memiliki status sosial yang tinggi.
Hal itu dapat dilihat dari kedudukan atau peran Bu Anggi sebagai seorang dosen
yang menjadi penanggung jawab sekaligus pengawas lapangan dalam kegiatan
KKN Widya dan kawan-kawan.
4.3.1.3.2 Pembahasan Latar (versi Nur)
Latar (versi Nur) membahas tiga hal yaitu latar tempat, latar waktu, dan
latar sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Latar Tempat (versi Nur)
Latar tempat menyangkut deskripsi tentang di mana suatu peristiwa cerita
terjadi. Latar tempat versi Nur yang digambarkan dalam Novel KKN Di Desa
Penari, yaitu:
(K.148) di kamar
Selepas salat, gadis itu kembali ke kamar, merapikan tempat tidur,
kemudian berdandan seadanya (Simpleman, 2019: 125).
Berdasarkan kutipan di atas, maka latar tempat yang ditemukan adalah di
kamar. Hal ini ditunjukkan dengan kutipan “Selepas salat, gadis itu kembali ke
kamar”.
(K.149) di desa
Mereka langsung mengamati desa ini, kecuali Ayu dan Nur yang tampak
lebih familier karena sudah pernah ke sini sebelumnya. Mereka tampak
takjub dengan bentuk rumah-rumah kayu yang ada di sini (Simpleman,
2019: 147).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa latar tempat yang ditemukan
adalah di desa. Hal ini ditunjukkan dengan kutipan “Mereka langsung mengamati
desa ini”.
(K.150) di Sinden
Kemudian Nur dibawa ke Sinden, tempat kali pertama ia melihat sosok
hitam itu. Di sana, Pak Prabu baru saja menggorok leher ayam cemani.
Darah ayam itu diteteskan pada mangkuk kecil, kemudian menyiramnya ke
atas bebatuan di dekat Sinden (Simpleman, 2019: 188).
Berdasarkan kutipan di atas, maka latar tempat yang ditemukan adalah di
Sinden. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan “Nur dibawa ke Sinden”. Nur ke Sinden
sesuai janji yang dibuatnya dengan Pak Prabu dan Mbah Buyut.
(K.151) di dapur
Petang selepas magrib, Nur sedang berada di dapur. Ia meneguk air dari
teko saat tiba-tiba seseorang melangkah masuk, menyibak tirai. Rupanya
Widya (Simpleman, 2019: 194).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Dari kutipan di atas, maka latar tempat yang ditemukan adalah di dapur.
Hal itu ditunjukkan dari kutipan “Nur sedang berada di dapur”.
Latar Waktu (versi Nur)
Latar waktu mengacu pada saat kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu versi Nur yang ada dalam Novel
KKN Di Desa Penari adalah sebagai berikut:
(K.152) pagi hari
Keesokan paginya, Nur dan Widya datang bersama. Anak yang lain sudah
berkumpul di depan posyandu, menunggu kedatangan Pak Prabu
(Simpleman, 2019: 155).
Kutipan di atas, menunjukan latar waktu yaitu di pagi hari. Hal itu dapat
dilihat dari kalimat “Keesokan paginya, Nur dan Widya datang bersama”.
(K.153) kurang lebih satu jam
Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, terlihat sebuah gapura tanda
masuk desa. Nur segera turun dari motor. Pak Prabu mempersilahkan
mereka menuju rumah beliau (Simpleman, 2019: 132).
Kutipan di atas, menunjukan latar waktu yaitu kurang lebih satu jam. Hal
ini dapat dilihat dari kutipan “Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, terlihat
sebuah gapura tanda masuk desa. Nur segera turun dari motor”.
(K.154) siang hari
Di siang yang terik itu, Nur dan Bima menemui Widya di sudut kampus,
tengah duduk sendiri (Simpleman, 2019: 140).
Dari kutipan di atas, menunjukan latar waktu yaitu di siang hari. Hal itu
dibuktikan pada kutipan “di siang yang terik itu”.
(K.155) sore hari
Langit sudah menguning tapi Nur masih sajamenatap kosong kamarnya.
Ayu melangkah masuk, mereka saling melihat satu sama lain (Simpeman,
2019: 166).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Dari kutipan di atas, menunjukkan latar waktu yaitu di sore hari. Hal itu
dibuktikan pada kutipan “langit sudah menguning”.
(K.156) malam hari
“Mau ke mana Nur, malam-malam begini?” tanya Ayu penasaran.
“Mau ke Pak Prabu. Proposalku sama Anton sudah jadi, mungkin beliau
bisa dimintai pendapat.” Ucap Nur tenang.
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa latar waktu yaitu di malam hari.
Hal itu dibuktikan pada kutipan “Mau ke mana Nur, malam-malam begini?”.
Latar Sosial (versi Nur)
Latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seorang
atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya
dalam kehidupan sosialnya dapat digolongkan menurut tingkatannya, seperti latar
sosial bawah atau rendah, latar sosial menengah, dan latar sosial tinggi. Latar sosial
versi Nur dalam novel “KKN Di Desa Penari” dapat dibuktikan dalam kutipan
berikut:
(K.157) Ayu memiliki status sosial yang tinggi
Tidak ada yang tidak kenal Ayu, gadis cantik yang selalu menjadi
primadona bagi banyak lelaki di kampus. Selain dari keluarga berada, Ayu
adalah sosok mahasiswi dengan segudang kegiatan organisasi yang mampu
melambungkan namanya (Simpleman, 2019: 127).
Berdasarkan kutipan di atas, Ayu memiliki status sosial yang tinggi. Hal itu
dapat dilihat dari pernyataan bahwa Ayu berasal dari keluarga yang berada.
(K.158) status sosial Pak Prabu
Kenalkan ini Pak Prabu. Beliau kepala desa disini. Nanti beliau yang akan
menjadi pengawas untuk kegiatan KKN kalian. Jaga baik-baik kepercayaan
mas ya., jangan bikin beliau repot”, pesan Ilham sebari bercanda
(Simpleman, 2019: 131).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Berdasarkan kutipan di atas, nampak bahwa Pak Prabu memiliki status
sosial yang lebih tinggi dari warga desa yang lain. Hal itu karena Pak Prabu
merupakan kepala desa.
Persamaan latar dalam versi Widya dan versi Nur dalam novel “KKN Di
Desa Penari” karya Simpleman adalah latar tempat yaitu di desa, dan latar waktu
yaitu pagi, siang, sore, dan malam. Sedangkan, perbedaan latar versi Widya dan
versi Nur adalah latar sosial. Dalam versi Widya, latar sosial yang ditemukan
adalah status Bu Anggi sebagai dosen dan dalam versi Nur, latar sosial yng
ditemukan adalah status Ayu sebagai mahasiswi dari keluarga berada serta status
Pak Prabu sebagai kepala desa Banyu Seliro (Desa Penari).
4.3.2 Pembahasan Sarana Sastra
Sarana sastra merupakan hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam
memilih dan menata detail-detai cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna
(Stanton, 2012: 46). Sarana sastra meliputi judul, sudut pandang, gaya dan tone,
simbolisme, dan ironi. Pembahasan tentang sarana sastra dalam novel “KKN Di
Desa Penari” adalah sebagai berikut:
4.3.2.1 Pembahasan Judul
Judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya
membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul mengacu pada
sang karakter utama atau satu latar tertentu (Stanton, 2012: 51). Judul merupakan
hal yang pertama dibaca oleh pembaca fiksi. Judul merupakan elemen lapisan luar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
suatu fiksi. Oleh karena itu, judul merupakan elemen yang paling mudah dikenali
oleh pembaca (Stanton, 2012: 148).
Judul pada sebuah sastra selain mengacu pada karakter dan latar dapat juga
mengacu pada sejumlah elemen yang sekilas terlihat tidak penting. Judul buku
merupakan kiasan atau semacamnya, sehingga memiliki suatu makna. Menarik
atau tidaknya karya sastra, dalam hal ini, bagi pembaca terkadang ditentukan oleh
judul buku. Alasannya, sebelum membaca buku, pembaca dihadapkan dengan
judul buku tersebut.
Judul pada novel tersebut yaitu “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman,
sudah mewakilkan cerita yang terdapat pada isi novel. Novel “KKN Di Desa
Penari” karya Simpleman bercerita tentang pengalaman dua mahasiswi yaitu
Widya Sastra Nindya/Widya dan Nur Azizah Ulfia/Nur yang melakukan KKN di
sebuah desa terpencil yang bernama Desa Penari. Hal ini, dapat dibuktikan melalui
kutipan-kutipan di bawah ini:
(K.159)
Pagi itu, Widya segera menyelesaikan proposal akhir tentang siapa saja
yang akan terlibat dalam pelaksanaan tugas ini. Ia semakin bersemangat
karena berhasil melakukan pencarian desa sebagai landasan tugas KKN
mereka secara mandiri (Simpleman, 2019: 4).
Kutipan di atas, mendeskripsikan bahwa Widya hampir menyelesaikan
proposal pengajuan untuk KKN di desa tertinggal. Widya semakin bersemangat
karena mendengar sahabatnya Nur dan Ayu berhasil mendapatkan lokasi tempat
KKN.
(K.160)
Widya, Ayu, Nur, Bima, Wahyu, dan Anton bersiap menuju desa yang akan
dijadikan tempat melaksanakan KKN selama satu setengah bulan ke depan
(Simpleman, 2019: 8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Kutipan di atas, mendeskripsikan bahwa Widya dan kawan-kawan telah
bersiap menuju lokasi KKN yaitu di Desa Penari yang berada di pelosok Jawa
Timur.
(K.161)
Tampaknya Wahyu sudah selesai mengisi bahan bakar. Widya segera
berpamitan pada si pedagang Cilok. “Mohon maaf ya Pak, saya harus pergi,
kembali ke desa tempat kami KKN,” ucap Widya sopan. “Jauh Pak, masuk
ke hutan. Di sana ada desa bernama Banyu Seliro, harus sedikit ke
pelosok,” jawab Widya (Simpleman, 2019: 77).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Widya dan Wahyu harus pulang
kembali ke Desa Penari setelah mengisi bensin di pom.
(K.162)
“Nak, sebenarnya ada yang harus kamu tahu tentang desa ini, salah satunya,
aturan dasar desa ini. Desa ini dulu dikenal dengan nama desa penari,
sebuah desa yang banyak melahirkan penari-penari yang terkenal di daerah
ini” (Simpleman, 2019: 116).
Kutipan di atas, mendeskripsiskan bahwa Mbah Buyut menceritakan
rahasia/sejarah tentang Desa Penari kepada Widya
(K.163)
“Pak Prabu kemudian mengajak Ilham, Ayu, dan Nur untuk menaiki motor
yang sudah siap dikendarai oleh penduduk desa. Di sini Nur baru tahu, desa
tempat KKN mereka rupanya masuk ke dalam hutan. Ayu tidak pernah
memberitahu ini sebelumnya” (Simpleman, 2019: 131)
Kutipan di atas, mendeskripsiskan bahwa Nur tidak diberitahu terlebih
dahulu oleh Ayu bahwa lokasi KKN yaitu Desa Penari ternyata berada di tengah
hutan.
(K.164)
“Dulu desa ini dikenal luas oleh orang-orang sebagai desa yang
menghasilkan para sinden dan penari daerah” (Simpleman 2019: 135).
Dari kutipan-kutipan di atas, nampak bahwa Judul novel yaitu “KKN Di
Desa Penari” sudah sesuai dengan isi cerita dalam novel. Judul novel juga
menunjukkan elemen latar, karakter, gaya bahasa yang terdapat pada novel. Makna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
yang tersirat dari judul novel yaitu, mahasiswa yang melakukan kegiatan kuliah
kerja nyata/KKN yang berlokasi di Desa Penari.
4.3.2.2 Pembahasan Sudut Pandang
Sudut pandang memerlukan strategi, teknik, siasat, yang secara dipilih
pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Sudut pandang yang
digunakan pengarang dalam novel KKN Di Desa Penari adalah sudut pandang
orang ketiga terbatas. Pengarang menggunakan karakter tokoh untuk
menyampaikan pikirannya kepada pembaca.
Pengarang mengacu pada semua karakter dan memosisikannya sebagai
orang ketiga. Pengarang hanya menggambarkan apa yang dapat dilihat, di dengar,
dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja (Stanton, 2012: 54). Hal itu dapat
dilihat seperti pada kutipan berikut:
(K.165)
“Menarik,” ucap Widya berkali-kali. Sekarang ia mengerti alasan kenapa
mobil tidak bisa melintas. Baru masuk ke gapura desa itu saja, medan tanah
yang harus mereka lewati langsung menanjak naik (Simpleman, 2019: 16).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa pengarang menggambarkan apa
yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh karakter Widya. Di sini pengarang
memosisikan dirinya sebagai orang ketiga terbatas. Kutipan menggambarkan
pengarang mengetahui bahwa karakter Widya sudah mengerti mengapa mobil
tidak bisa melintas, dikarenakan medan yang sulit.
(K.166)
Hari sudah mulai petang. Dari cela-cela pohon di kiri kanan Widya bisa
melihat pemandangan menakjubkan sekaligus mengerikan. Kegelapan
hutan seakan berjalan lambat, menyapu sayup-sayup dedaunan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
kokohnya ranting besar, seakan memberitahu bahwa pepohonan itu sudah
berdiri ratusan tahun (Simpleman, 2019: 16).
Dari kutipan di atas pengarang menggambarkan apa yang dilihat, didengar,
dan dipikirkan oleh karakter Widya. Di sini pengarang memosisikan dirinya
sebagai orang ketiga terbatas. Kutipan menceritakan si pengarang mengetahui
bahwa karakter Widya melihat pemandangan pepohonan dalam hutan dan perasaan
Widya yang takjub sekaligus takut.
(K.167)
Selain pemandangan hutan yang mulai gelap, widya juga bisa merasakan
suhu dingin yang kian menurun drastis, membuatnya harus mengencangkan
jaket. Ia sadar, suhu seperti ini memang sudah biasa di tempat yang banyak
dipenuhi pepohonan seperti ini, jadi ia tidak terlalu kaget dan
memakluminya (Simpleman, 2019: 16).
Dari kutipan di atas pengarang menggambarkan apa yang dilihat, didengar,
dan dipikirkan oleh karakter Widya. Di sini pengarang memosisikan dirinya
sebagai orang ketiga terbatas. Kutipan menggambarkan si pengarang mengetahui
apa yang karakter Widya rasakan,lihat, dan pikirkan. Widya melihat pemandangan
hutan mulai gelap juga Widya merasakan udara mulai dingin. Ia memakluminya
karena ini adalah hutan pastilah dingin.
(K.168)
Nur yang mendengarnya tampak kaget, ia berharap Pak Prabu bisa
menahan sedikit berita ini agar jangan sampai keluar lebih dulu sebelum
tahu kejelasan nasib Ayu dan Bima. Namun tampaknya Pak Prabu sudah
putus asa (Simpleman, 2019: 239).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa pengarang menggambarkan apa
yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh karakter Nur. Di sini pengarang
memosisikan dirinya sebagai orang ketiga terbatas. Kutipan menggambarkan si
pengarang mengetahui bahwa karakter Nur tampak kaget, dan berharap Pak Prabu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
bisa menyimpan berita ini sebelum nasib Ayu dan Bima menjadi jelas. Namun Nur
menyadari kelihatannya Pak Prabu sudah putus asa.
4.3.2.3 Pembahasan Gaya dan Tone
Gaya merupakan cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Perbedaan
dari pengarang lain terletak pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek
seperti kerumitan, ritme, panjang pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan
banyaknya imaji dan metafora. Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah
tone.
Dalam Novel “KKN Di Desa Penari”, gaya yang digunakan pengarang
adalah gaya bahasa yang ringan dan mudah dimengerti. Terdapat juga gaya humor,
sindiran, kasar, dan hiperbolis. Tone yang ditemukan adalah kesedihan. Berikut ini
beberapa kutipan yang menunjukkan gaya dan tone pengarang.
(K.169)
Widya menatap Bima, yang seakan sedikit tersipu ketika gadis itu
melihatnya. “Mas Bima, ya? Memangnya mau Mas ikut kami? Soalnya
kami akan ambil desa yang paling jauh dibandingan sama anak-anak lain,
loh”.
“Nggak apa-apa, sekalian jalan-jalan. Bukannya KKN seperti itu, belajar
sambil jalan-jalan?” kata Bima meyakinkan Widya (Simpleman, 2019: 5).
Dari kutipan di atas, dapat kita ketahui bahwa gaya bahasa dalam novel
adalah ringan dan mudah dimengerti. Karena tidak menggunakan ungkapan atau
pesan-pesan tersirat. Gaya bahasa seperti ini, memudahkan pembaca dalam
memahami alur cerita.
(K.170)
Ayu terlihat sedang berbicara dengan Bima, tapi dari semua pemandangan
itu, Widya lebih tertuju kepada Wahyu yang sedari tadi terlihat dongkol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Wajahnya muram dan tidak mengenakan. Padahal wajahnya sudah tidak
enak dilihat (Simpleman, 2019: 26).
(K.171)
Semua anak memandang Wahyu sengit, seakan apa yang dikatakan oleh
pemuda kurus itu benar-benar tidak dipikirkan terlebih dahulu. Sekarang
Widya tahu, ternyata benar tidak semua manusia terlahir dengan otak yang
waras (Simpleman, 2019: 30).
Dari kutipan (K.12) dan (K.13), dapat kita ketahui bahwa terdapat gaya
humor dalam pengisahan cerita.
(K.172)
“Ngapain manggil setan, Mas?” ledek Pak Prabu. “Kalau di depan saya saja
kelakuannya kayak setan,” sindir Pak Prabu sambil melirik ke arah Wahyu
(Simpleman, 2019: 30).
Dari kutipan di atas, dapat kita ketahui bahwa terdapat gaya sindiran dalam
pengisahan cerita.
(K.173)
Wahyu berdiri di depannya, menatapnya dengan ekspresi ganjil. “Ngapain
Anjing? Nari malam-malam gini? Kayak kurang kerjaan saja kau ini!”
Dari kutipan di atas, dapat kita ketahui bahwa terdapat gaya kata kasar
dalam pengisahan cerita.
(K.174)
“Aku ketemu sama penari yang cuuuuantik sekali. Gila, kembang kampus
saja gak ada yang mendekati kecantikannya.” Ucapan Wahyu membuat
semua orang tiba-tiba tertarik mendengarkannya.
Dari kutipan di atas, dapat kita ketahui bahwa terdapat gaya ungkapan
hiperbolis/yang dilebih-lebihkan dalam pengisahan cerita.
Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita.
Tone bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis,
misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan (Stanton, 2012: 63). Dalam
Novel “KKN Di Desa Penari”, Tone yang ditampilkan yaitu mistis dan penuh
kesedihan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
(K.175)
Tidak ada yang tahu penyebab penyakit Bima. Setiap malam ia mengigau
bahwa ia dikelilingi oleh ular. Hal itu membuat kedua orang tuanya sangat
sedih, sampai akhirnya ajal menjemput nyawanya dan Bima pergi untuk
selama-lamanya (Simpleman 2019: 121).
Kutipan di atas menggambarkan kondisi Bima akibat diganggu oleh
Badarawuhi. Tone yang ditampilkan dalam kutipan ini adalah kesedihan karena
kedua orangtua Bima melihat sendiri kondisi Bima yang terus-terusan mengigau
bahwa ia dikelilingi ular. Kesedihan orangtua Bima bertambah manakala Bima
akhirnya meninggal dunia karena penyakit misterius tersebut.
4.3.2.4 Pembahasan Simbolisme
Simbol berwujud detail-detail konkret dan faktual dan memiliki
kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca.
Simbolisme memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada
bagaimana simbol bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah simbol yang muncul
pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut.
Kedua, satu simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan
beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Ketiga, sebuah simbol yang
muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita menemukan tema
(Stanton, 2012: 64). Dalam novel KKN Di Desa Penari, simbol yang muncul yaitu
KKN, Desa, Hutan, dan gaib/mistis. Semua simbol tersebut dapat dibuktikan pada
kutipan-kutipan berikut:
Hutan di Desa Penari merupakan simbol yang muncul dalam novel KKN
Di Desa Penari, simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita,
seperti pada kutipan di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
(K.176)
Mendengar nama desa itu, membuat si pedagang tiba-tiba khawatir, “Mbak,
Mas, kalau bisa hari ini cari penginapan saja. Bukan apa-apa, bahaya mas,
mbak kalau nekat masuk hutan jam begini, apa lagi tempat desanya itu
masuk jauh ke dalam kan? (Simpleman, 2019: 77).
Hutan merupakan tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon. Dalam kutipan
di atas, hutan yang akan dilewati oleh mahasiswa yang melakukan KKN
merupakan hutan yang keramat. Oleh karena itu, pedagang sebagai orang yang
mengetahui keadaan di lingkungan tersebut menyarankan untuk tidak melanjutkan
perjalanan.
Tidak hanya simbol yang muncul pada satu kejadian penting. Akan tetapi
dalam novel KKN Di Desa Penari pun memperlihatkan simbol lain seperti sebuah
simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen
konstan dalam semesta cerita, seperti pada kutipan di bawah ini:
(K.177)
Mendengar hal itu, Widya hanya diam saja, sembari mengamati situasi. Ia
tidak tahu apa yang terjadi kepada sahabatnya. Apa mungkin Nur
kerasukan?
“Yo opo, Cah Ayu wes kenal karo Badarawuhi?” (bagaimana, Anak cantik
sudah kenal sama Badarawuhi?) tanya sosok itu.
Melihat itu, Widya mulai ketakutan (Simpleman, 2019: 9394).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa gaib/mistis/horor merupakan
simbolisme yang mengingatkan kita akan beberapa adegan horor yang sering
terjadi pada keseluruhan cerita. Pada kejadian tersebut membentuk karakter
seseorang yang tidak takut akan hal mistis, menjadi takut. Roh Mbah Dok yang
merasuki Nur membuat Widya ketakutan.
4.3.2.5 Pembahasan Ironi
Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa
sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Pada dunia fiksi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
ada dua jenis ironi yang dikenal luas, yaitu “ironi dramatis” dan “tone ironis”.
“Ironi dramatis” atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras
diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang
karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Sedangkan “Tone ironis” atau “ironi verbal” digunakan untuk menyebut cara
berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan (Stanton,
2012: 71). Ironi yang terkandung dalam novel KKN Di Desa Penari adalah ironi
dramatis atau ironi alur, dapat dilihat dalam kutipan berikut.
(K.178)
“Air mengalir pasti larinya ke timur, pernah dengar kalimat itu Wid? Di
timur masih banyak hal-hal tabu yang kadang tidak masuk akal, karena
semuanya itu berkumpul di timur. Dari yang baik, buruk, sampai yang
terburuk. Ibu cuma takut anak ibu satu-satunya kenapa-kenapa,” kata bu
Azrah yang disambut tatapan lembut Widya. Hal itu membuat ibunya
akhirnya luluh.
“Ya sudah,” kata Bu Azrah kemudian. “Jaga diri, jaga ucapan, hati-hati
dalam bersikap. Jangan lupa makan ya Nak, sehat-sehat pokoknya
(Simpleman, 2019: 910).
Kutipan tersebut memperlihatkan ironi dramatis atau ironi alur dimana
keinginan Bu Azrah dengan terbalik dengan kenyataan, atau antara harapan dengan
apa yang sebenarnya terjadi. Karakter Bu Azrah yang tergambar dalam novel
“KKN Di Desa Penari” merupakan karakter seorang seorang ibu yang
mengharapkan agar anaknya anak baik-baik saja selama melakukan kegiatan KKN.
Namun seiring berjalannya cerita di tempat KKN, Widya diganggu dan diteror oleh
Badarawuhi.
Tone ironis atau ironi verbal, ironi jenis ini tidak terdapat pada cerita. Isi
cerita dari novel KKN Di Desa Penari tidak mengandung makna kebalikan di setiap
alurnya melainkan makna sesungguhnya. Novel “KKN Di Desa Penari”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
menceritakan realitas kehidupan yang dialami oleh mahasiswa-mahasiswi yang
melakukan KKN di sebuah desa yang masih kental dengan hal-hal gaib.
4.3.3 Pembahasan Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna (Stanton, 2012:
36). Tema adalah pokok pembicaraan yang mendasari cerita dalam sebuah karya
sastra. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail
sebuah cerita (Stanton, 2012: 37). Tema memberikan koherensi dan makna pada
fakta-fakta cerita. Fungsi tema telah sepenuhnya diketahui, namun identitas tema
sendiri masih kabur dari pandangan. Istilah tema amat sulit didefinisikan (Stanton,
2012: 39). Agar mudah untuk mengidentifikasi tema sebuah cerita, harus diketahui
bahwa kerangka-kerangka kasar akan sangat diperlukan sebagai pijakan untuk
menjelaskan sesuatu yang lebih rumit (Stanton, 2012: 41). Cara yang efektif untuk
mengenali tema sebuah karya adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik
yang ada di dalamnya (Stanton, 2012: 42).
Pembahasan tema dalam novel “KKN Di Desa Penari” karya Simpleman,
terdapat dalam kutipan-kutipan berikut:
(K.179)
“Cah ayu, kancamu bakal onok sing gak selamet nek kelakuane jek pancet,
rungokno aku, kandanono mumpung gorong kebablasan, keblowok tambah
jeru maneh, soale tingakhe bakal nyeret kabeh menungso nang kene”
(Anak cantik, akan ada temanmu yang tidak akan selamat bila ia tidak
berhenti melakukan tindakan berdosanya. Dengarkan saya, beri tahu dia
sebelum dia terperosok semakin jauh, melewati batas yang akan membuat
semua urusan ini semakin dalam hingga mencelakai semua orang yang ada
di sini). Setelah itu, Nur berteriak keras sekali. Setelah ia jatuh tersungkur
di depan Widya. Nur tidak sadarkan diri (Simpleman, 2019: 95).
(K.180)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
“Bima, teman laki-lakimu, telah melakukan hubungan suami istri dengan
temanmu yang bernama Ayu. Tidak hanya itu, mereka melakukan
perbuatan lain, yang tidak bisa saya katakan kepada kamu, perbuatan yang
sangat dilarang di desa ini” (Simpleman, 2019: 116).
(K.181)
Terdengar Wahyu tiba-tiba mengumpat, “Bangsat memang Bima sama
Ayu! Bisa-bisanya mereka melakukan hal itu di tempat seperti ini!” Tak
lama Wahyu kembali menunduk, ia merasa tidak enak melihat Widya dan
Nur (Simpleman, 2019: 238).
Kutipan (K.179) menjelaskan bahwa ketika Nur dirasuki oleh Mbah Dok,
ia memperingatkan bahwa Bima akan celaka jika ia tidak berhenti melakukan
perbuatan tercelanya. Namun, Widya tidak paham, siapa yang dimaksud dalam
pesan yang dikatakan oleh Mbah Dok melalui Nur tersebut. Sedangkan pada
(K.180) dan (K.181) menjelaskan bahwa Bima dan Ayu telah melakukan perbuatan
yang tercela, mereka akhirnya menerima ganjaran atas perbuatan mereka.
Dari konflik yang terdapat pada kutipan-kutipan tersebut, tema dalam novel
“KKN Di Desa Penari” karya Simpleman adalah menghormati setiap budaya, adat
istiadat dan menjaga tata krama di mana pun kita berada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam novel “KKN Di
Desa Penari” karya Simpleman, maka diambil kesimpulan sebagai berikut:
Fakta cerita merupakan hal-hal yang akan diceritakan di dalam sebuah
karya fiksi. Fakta cerita meliputi karakter, alur, dan latar. Karakter-karakter yang
terdapat pada novel “KKN Di Desa Penari” adalah sebagai berikut: Dua karakter
utama yaitu Widya Sastra Nindya atau biasa dipanggil Widya dan Nur Azizah Ulfia
atau akrab dipanggil Nur. Sedangkan karakter pendukung meliputi Ayu
Prakarsayuga, Bima Anggara, Anton, Wahyu, Pak Prabu, Mas Ilham, Mbah Buyut,
Mbah Dok, Bu Sundari, si Penari (Badarawuhi/Dawuh), Bu Anggi, Bu Azrah
(Ibunda Widya), Lelaki tua pemanggul karung, Pedagang Cilok, Orangtua Ayu dan
Bima, Pak Aryo dan Pak Waryan serta para penduduk desa, rektor dan para dosen,
mahasiswa dan mahasiswi yang lain, Nadya, Mbah Langsa, sesosok makhluk
hitam bermata merah serta para makhluk halus/lelembut hutan yang lainnya. Alur
merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Alur terbagi atas
tiga. Pertama, tahap awal. Kedua, tahap tengah. Ketiga, tahap akhir. Alur dalam
novel KKN Di Desa Penari adalah alur maju. Peristiwa-peristiwa yang dikisahkan
bersifat kronologis. Peristiwa berjalan secara runtut, dimulai dari tahap awal,
tengah sampai akhir tanpa adanya alur flashback atau alur mudur. Latar adalah
lingkungan yang meliputi sebuah peristiwa dalam cerita yang berinteraksi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar terbagi atas tiga bagian yaitu
latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. latar tempat dalam novel KKN Di Desa
Penari terdapat sembilan latar tempat yaitu sebuah universitas di Jawa Timur, aula
kampus, gerbang selatan, gapura, hutan, desa, kamar. Latar waktu dalam novel
KKN Di Desa Penari terdapat tujuh latar waktu. waktu malam, pagi, sore, sebulan,
tiga bulan, petang dan empat bulan. Latar sosial pada novel KKN Di Desa Penari
yaitu status sosial Pak Prabu sebagai kepala desa dan Ayu sebagai anak dari
keluarga kaya raya.
Sarana sastra merupakan hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam
memilih dan menata detail-detail cerita. Sarana sastra meliputi unsur judul, sudut
pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi. Judul selalu relevan terhadap karya
yang diampunya sehingga keduanya membentuk satu kesatuan, jika judul mengacu
pada sang karakter utama atau satu latar tertentu. Judul pada novel ini berhubungan
pada karakter cerita, latar, dan tema. Pada keseluruhan isi cerita menceritakan
tentang Widya dan Nur serta mahasiswa lain yang melakukan KKN di sebuah desa
yang bernama Desa Penari. Menurut penulis, judul pada novel ini yaitu “KKN Di
Desa Penari” sudah sangat tepat. Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini
yaitu sudut pandang orang ketiga terbatas. Pengarang mengacu pada semua
karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang hanya
menggambarkan apa yang dapat dilihat, di dengar, dan dipikirkan oleh satu orang
karakter saja. Karakter Widya dan Nur melalui versi mereka masing-masing dalam
novel ini menggambarkan karakter lainnya seperti yaitu Widya, Nur, Ayu, Bima,
Anton, Wahyu, Pak Prabu, Mas Ilham, Bu Sundari, Mbah Buyut, Lelaki tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
pemanggul karung, Bu Azrah (Ibunda Widya), Bu Anggi, Mbah Dok, si Penari
(Badarawuhi/Dawuh), Pedagang cilok, Nadya, Mbah Langsa, Orangtua Ayu dan
Bima, rektor dan para dosen, mahasiswa dan mahasiswi yang lain, Pak Aryo dan
Pak Waryan serta para penduduk desa, sesosok makhluk hitam bermata merah serta
para makhluk halus/lelembut hutan yang lainnya. Gaya merupakan cara pengarang
dalam menggunakan bahasa. Pengarang menggunakan gaya bahasa ringan dan
mudah dimengerti. Terdapat juga gaya humor, kasar, sindiran, dan hiperbolis.
Dengan gaya khasnya pengarang juga memunculkan tone atau nada yaitu nada
mistis, dan kesedihan yang membuat emosi pembaca naik-turun. Simbolisme
muncul dalam novel “KKN Di Desa Penari” adalah: KKN, desa, hutan, mistis.
Ironi yang terdapat pada cerpen ini adalah ironi dramatis atau ironi alur. Ironi jenis
ini muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan realitas, antara
maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan
apa yang sebenarnya terjadi. Namun sayang, keinginan para tokoh tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan.
Tema yang terdapat pada novel ini adalah menghormati setiap budaya, adat
istiadat dan menjaga tata krama di mana pun kita berada.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis, pembahasan, dan kesimpulan yang didapatkan
dari penelitian ini, penulis berharap hal ini dapat membantu dan memberikan
pengetahuan baru bagi peneliti lain yang akan membahas mengenai fakta cerita,
sarana sastra, dan tema. Bagi peneliti lain, diharapkan untuk dapat menindaklanjuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
penelitian yang terkait dengan novel ini dengan menggunakan metode dan
pendekatan yang lain agar mendapatkan informasi baru dan sumber acuan yang
lebih lengkap. Penulis sadar jikalau penelitian ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu penulis mengharapkan masukan dan kritikan dari pembaca.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Kurniawan, Stefanus Toni. 2020. Analisis Fakta Cerita, Sarana Sastra, dan Tema
dalam Cerpen “Bromocorah” karya Mochtar Lubis. Skripsi. Yogyakarta
(ID): Universitas Sanata Dharma.
Nurgiantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Pradopo, Djoko Rachmat, dkk. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Hanindita Graha Widya.
Rochmatin, Lutfiya. 2020. Analisis Jaringan Komunikasi Media Sosial Fenomena
Viral “KKN di Desa Penari” Di Twitter”. Skripsi. Surabaya (ID): Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel.
Saputra, Didik Kusuma. 2010. Fakta Cerita dan Tema Novel Purasani karya
Yasawidagda. Skripsi. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang.
Simpleman. 2019. KKN Di Desa Penari. Jakarta: Bukune Kreatif Cipta.
Siswantoro. 2020. Metode Penelitian Sastra: Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi Robert Stanton. Terjemahan Sugihastuti dan
Rossi Abi Al Irsyad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suhita, Sri dan Rahmah Purwahida. 2018. Apresiasi Sastra Indonesia dan
Pembelajarannya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tarigan, Hendri Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Wicaksono, Andri. 2014. Menulis Kreatif Sastra dan Beberapa Model
Pembelajarannya. Yogyakarta: Garudhawaca.
Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
BIODATA PENULIS
Johanes De Deo Pascoal Cristiano Dos Santos lahir di
Durensawit, 08 Maret 1996. Saat ini, penulis tinggal di
Sasi Km. 07 RT/RW 027/001 Kel. Sasi, Kec. Kota
Kefamenanu, Kab. Timor Tengah utara, Prov. Nusa
tenggara Timur. Penulis merupakan anak pertama dari
pasangan Jacob Dos Santos dan Alphonsa Maria Krismiyati.
Pada tahun 20022008, penulis bersekolah di Sekolah Dasar Negeri Sasi
Kefamenanu. Tahun 20082011, penulis melanjutkan pendidikan di SMPK St.
Antonuis Padua Sasi Kefamenanu. Lalu, pada tahun 20112014, penulis
melanjutkan pendidikan di SMKN 1 Kefamenanu. Kemudian tahun 2014,
penulis memulai perkuliahan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan
mengambil program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI).
Dalam menempuh gelar sarjana, penulis memilih jalur skripsi yang berjudul
“Fakta Cerita, Sarana Sastra, Dan Tema Dalam Novel “KKN Di Desa Penari”
Karya Simpleman: Kajian Struktural”. Skripsi ini disusun sebagai syarat yang
harus ditempuh penulis untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI