Post on 15-Oct-2021
•
6 -
•
PERANAN SURAT DALAM HUKUM PEMBUKTIAN •
________ Oleh : Soetomo Ramelan, S.H. ________ _
1.
Di dalam uraian berikut ini akan dibahas salah satu upaya pembuktian yang mempunyai peranan penting di dalam hukum pembuktian.
Pembuktian mempunyai peranan penting dalam proses yang harus diselesaikan oleh pengadilan baik dalam perkara-perkara perdata maupun pidana, dan berdasarkan pembuktian yang berhasil memberikan keyakinan kepada hakjrn suatu perkara perdata dapat dimenangkan.
Cara-cara pembuktian diatur dalam hukum mengenai pembuktian, untuk perkara-perkara perdata di dalam buku keempat Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer.), Reglement Indonesia yang telah diperbaharui (RID), dan Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg.).
Dengan judul "Peranan surat dalam hukum pembuktian", penulis mencoba untuk membahas salah satu upaya pembuktian dengan harapan tulisan ini dapat merangsang para pembaca secara aktif memberikan koreksi dan menambah atau menyempurnakan tulisan ini untuk dapat ikut serta memperkaya karya-karya tulis dalam bidang hukum.
Untuk kekurangan atau kesalahan dalam karya beriku t ini diharapkan maaf yang sebesar-besarnya, karen a hanya dengan saling asah dan asuh yang dijiwai dengan rasa saling asih dapat diharapkan kerjasama untuk mening-
katkan penguasaan kita dalam bidang hukum.
2.
Menurut ketentuan Pasal 1865 KUHPer. (untuk selanjutnya jika yang dimaksudkan adalah pasal-pasal KUHPer. Hanya akan disebutkan nom or pasalnya saja), setiap orang yang mendalilkan atau meneguhkan suatu hak, membantah -hak orang lain atau menunjuk adanya peristiwa tertentu untuk meneguhkan haknya mempunyai beban untuk membuktikan. Bandingkan ketentuan terse but dengan Pasal 163 Reg!. Ind. yang telah diperbaharui (selanjutnya disingkat RID.) dan Pasal 283 Rechtsreglement Buitengewesten (selanjutnya disingkat Rbg.).
Sehubungan adanya ketentuan yang mengatur kewajiban untuk membuktikan, timbul pertanyaan adakah hukum membatasi upaya-upaya pembuktian (bewijsmiddeZen), jelasnya apakah menurut hukum ada kebebasan dalam memilih dan menetapkan upaya pembuktian?
lawaban atas persoalan tersebut, diatur dalam Pasal 1866 yang menyebu tkan adanya 5 upaya pembuktian, berturut-turut bukti tulisan atau surat, saksi-saksi, persangkaan atau dugaan, pengakuan dan sumpah, (lihat Pasal 164 RID dan Pasal 284 Rbg.). Sedang dalam keadaan-keadaan tertentu penggunaan upaya-upaya pembuktiannya
•
•
Surat dan Pembuktian
dibatasi, misalnya dalam sengketa mengenai kebenaran bukti surat (valsheid-
•
procedure, Pasal 148 v. Rv. jis 138 RID., 164 Rbg.).
Dari keten tuan un dang-un dang yang menetapkan jenis-jenis upaya pembuktian, dapat kiranya disimpulkan peranan surat di dalam hukum pembuktian dalam sengketa-sengketa perdata yang diselesaikan pengadilan.
Karena pentingnya peranan surat dalam hubungan pembuktian, kiranya perlu diketahui apa yang diterima/ diartikan oleh hukum sebagai surat? Yang diartikan sebagai "surat" adalah ·sekumpulan tanda baca, yang jika dirangkaikan atau saling dihubungkan mengandung maksud/arti tertentu.
Mengenai tanda-tanda baca ini tidak diadakan pembatasan, dengan demikian dapat digunakan huruf Latin, Arab, Cina, tanda baca steno braille
•
atau tanda-tanda rahasia yang dire-kanya sendiri.
Dalam hukum pembuktian yang diatur dalam buku keempat KUHPer. sur at-sur at ini dibedakan dalam 2 golongan , golongan surat -surat " akta" -yakni surat-surat yang sengaja dibuat sebagai upaya pembuktian sebagai diatur dalam Pasal-pasal 1867- 1880, dan surat-surat " bukan" akta (Pasalpasal 1881- 1883). Penggolonganini oleh undang-undang tidak selalu dipertahankan , hal ini dapat ditunjuk kepada ketentuan Pasal-pasal 1874 dan 1875 yang memakai kata " surat" sedang yang dimaksudkan adalah "akta:' Penggolongan lain yang dibuat oleh undang-undang ialah tulisan/ surat-surat otentik dan surat-surat di bawah tangan, Pasal 1867. Karena seseorang tidak akan membuat suatu surat otentik tanpa tujuan untuk digunakan sebagar suatu upaya pembuktian, maka
•
7
akan lebih tepat jika . disebut akta, sehingga sebaiknya penggolongannya adalah akta-akta otentik dan akta-akta di bawah tangan.
Dad hal-hal yang diuraikan di atas, kiranya dapat dikemukakan sebagai kesimpulan bahwa dalam hukum dikenal 3 golongan surat, yakni "surat bukan akta" , "akta di bawah tangan" yang sebagai contoh · disebut dalam Pasal 1874 dan " akta-akta otentik" Pasa11868.
3.
Setelah diberikan sekedar pengertian mengenai akta, maka diperlukan tambahan keterangan mengenai perlunya tanda-tanda dari suatu surat untuk dapat digunakan sebagai akta, tanda tangan ini bagi mereka yang belum belajar menulis menu rut ketentuan Pasal 1874- 2 dapat digantikan dengan cap jempol (ibu jari).
Tanda-tanda dari pembuat/penerbit pada surat merupakan syarat penting untuk adanya akta, - -lihat Pasal-pasal 1874, 1875 , 1878 dan Pasal 1880 -suatu sur at sekalipun dimaksudkan sebagai tanda bukti seperti karcis kereta api, karcis peltunjukan dan lain sebagainya tidak dapat disebut akta karena tidak dibubuhi tanda tangan.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan undang-undang untuk adanya suatu ,
akta, surat itu tidak perlu ditulis· sen-diri oleh pembuatnya, sehingga hanya dalam hal-hal tertentu undang-undang menuntut penulisannya dilakukan oleh pembuatnya sendiri, yakni dalam hubungannya dengan surat wasiat olograpis seperti dituntut oleh Pasal-pasal 931 dan 932 , pengangkatan pelaksana wasiat , penyelenggara penguburan, hibah wasiat barang-barang pribadi Pasal 935 , penyimpanan surat wasiat tertu-
Februari 1987
•
-
8
tup yang dibuat oleh ~orang tuna wicara (bisu) Pasal 941 ,pengakuan hutang sepihak untuk membayar sejumlah uang, Pasall878.
Apakah sehelai surat semenjak dibuat oleh pembuatnya dikehendakkan sebagai suatu akta? Tidak dapat diberikan jawaban secara umum, karena perlu dilihat kasus demi kasus, sekedar contoh korespondensi yangdibuat antar ternan sekalipun dibubuhi tanda tangan tidak merupakan akta. Tetapi jika korespondensi itu dilakukan di antara para pedagang, yang menyatakan bahwa pedagang yang telah menerima penawaran dengan telepon atau teleks dalam suratnya menyatakan menerima penawaran yang telah diajukan, maka surat terse but dapat diterima sebagai surat akta.
•
Berdasarkan akseptasi yang dinya-takan di dalam surat tersebut, peda-
-gang yang telah mengajukan penawaran dapat menuntut pelaksanaan perjanjian jual-belinya.
4.
Menurut hukum akta-akta mempunyai berbagai fungsi dalam suatu hubungan hukum tertentu. Adapun fungsi yang dimaksudkan dalam hubungan ini, adalah : 1. Sebagai syarat konstitutif /bestaan
vereiste); 2. S.ebagai suatu upaya pembuktian,
juga disebut probationis causa; 3. Sebagai satu-satunya upaya pern-
buktian. Sebagai syarat kom'titutif (formalitatis causa) akta merupakan syarat esensial untuk adanya suatu hubungan hukum/
•
perikatan tertentu. Syarat konstitutif ini ada kalanya merupakan akta di bawah tangan, sekedar contoh dapat disebutkan: untuk memilih domicilie da-
Hukum dan Pembangunan
lam suatu perkara, Pasal 24, untuk membuktikan pemilikan atas barangbarang dari pemakai/pemungut hasil harus dibuat pencatatan di bawah tangan dengan hadirnya pemilik. Pasal 783-3, kewajiban demikian juga dibebankan kepada mereka yang mempunyai hak pakai, Pasal 819, selanjutnya lihat Pasal-pasal 932, 935, 940, 981,1610, 1767 dan 1851,sedanguntuk surat-surat unjuk dan surat-surat atas pengganti diatur di dalam Pasalpasal 100 dan seterusnya Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).
Jika untuk ada/sahnya suatu hubungan hukum tertentu disyaratkan . akta di bawah tangan, maka akta-akta demikian selalu dapat digantikan dengan akta otentik. Selain akta di bawah tangan, ada kalanya undang-undang menuntut suatu akta otentik untuk mengkonstatir ada/terjadinya hubungan hukum tertentu. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan bahwa untuk penghapusan pencegahan perkawinan Pasal 70, kuasa untuk melangsungkan perkawinan Pasal 79-1, perjanjian kawin Pasal 147, perubahan perjanjian kawin Pasal 148, hibah kepada calon mempelai oleh pihak ketiga Pasal 176, perjanjian pemisahan harga bersama setelah diperolehnya putusan hakim Pasal 191, pemulihan kern bali harga bersama dalam perkawinan setelah pemisahan Pasal 196, syarat-syarat pemisahan dan pengaturan pelaksanaan kekuasaan orang tua dan pengurusan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak sebelum dilangsungkannya perpisahan meja dan tempat tidur (pasal 237), pengakuan anak di luar kawin yang dibuat tidak pada akta kelahirannya atau pada waktu perkawinannya dilangsungkan (Pasal 281), pencatatan milik pemakai atau pemu-
•
Surat dan Pembuktian
ngut hasil yang berada di atas tanah pemberi hak pemungut hasil (Pasal 783) , pencatatan yang harus dibuat oleh yang berhak memakai/ mendiami, permintaan penyerahan kembali surat wasiat olografis (pasal 934) , surat wasiat umum (Pasal 940) , keterangan pembuatan dan penyerahan surat wasiat tertutup yang dibuat oleh orang yang tidak cakap berbicara (Pasal 941) , pengangkatan ahli waris tidak langsung bagi kepentingancucu dan keturunan saudara lelaki dan perempuan (Pasal 978 dan 981) , pemasangan hak hipotek dan kuasa memasang hipotek (Pasal 1171), pemberian hibah
.
(pasal 1682), penerimaan hibah (Pasal 1683), kuasa untuk mengangkat sumpah (Pasal 1945), pendirian suatu perseroan terbatas (pasal 36- 2 KUHD).
•
Dalam hal-hal di mana undang-un-dang menuntu t adanya suatu akta, baik otentik atau di bawah tangan maka tidak dipenuhinya ketentuan tersebut, menjadikan tindakan htrkum yang dikehendakkan tidak sah , dianggap sebagai tidak pernah terjadi.
Dari uraian di atas kiranya jelas pentingnya peranan akta-akta otentik, karena selain dalam hal-hal tertentu dituntut oleh undang-undang, juga dalam hal dituntut suatu akta di bawah tangan akta demikian selalu dapat digantikan dengan akta otentik.
Untuk membuat akta otentik diperlukan bantuan pejabat umum , di Indonesia adalah Notaris. Maka sangatlah naif jika seorang empu dalam bidang hukum , dalam suatu seminar yang baru lalu meragukan kedudukan notaris sebagai pejabat umum , berdasarkan anggapan bahwa notaris tidak perlu merisaukan kebenaran materiel dari hal-hal yang diajukan oleh pihakpihak.
9
Dalam hubungan ini rupanya kurang disadari adanya kebebasan berkontrak yang diakui dalam stelsel hukum kita, sehingga dalam hal- suatu perjanjian tidak bertentangan dengap. undang-undang, ketertiban umum d~n kesusilaan, notaris berdasarkan kedudukannya dilarang untuk menolak memberikan pelayanannya, sesuai dengan verplichte ambtsbediening yang diatur dalam undang-undang jabatan Notaris, lihat karya penulis mengenai peranan Notaris dalam pembangunan hukum (Hukum dan PembangunanFakultas Hukum Indonesia No.4, Ta-
•
hun ke-XVI dan Media Notariat No.1 Tahun I - Oktober 1986).
Apa yang 'dikemukakan di atas menurut hukum juga berlaku bagi penyelesaian perkara-perkara perdata di pengadilan oleh hakim yang bertugas menyelesaikan perkara. Dalam hubungan penyelesaian perkara-perkara perdata, tidaklah juga pada hakim dibatasi kewenangannya dalam memberikan putusannya pada hal-hal yang dituntut oleh pihak-pihak yang berperkara , lihat Pasal-pasal 178 RID, dan 189 Rbg. Hal demikian erat hubungannya dengan kebebasan seseorang untuk menggunakan atau tidak menggunakan kewenangan perdata yang dipunyai. Hukum dapat memaksa seseorang untuk melaksanakan kewajibannya, seba-
•
liknya tidak ada hak untuk memaksa sese orang melaksanakan kewenangan perdaca yang dipunyainya.
Sistem yang dikemukakan secara jelas diatur baik dalam hukum perdata materiel dan formal (hukum acara perdata). Untuk membina hukum nasional yang memberikan kepastian hukum berdasarkan keadilan yang sangat didambakan seluruh anggota masyarakat semenjak masa-masa penjajahan
Februari 1987
10
dan setelah masa kemerdekaan mutlak diperlukan terbina dan terpeliharanya kerjasama antar para pekerja profesi dalam bidang hukum, baik mereka yang merupakan sebagian dari aparatur pemerintah maupun mereka yang menjalankan pekerjaan bebas seperti para penasihat hukum dan notaris.
Kerjasama demikian hanya dapat dibina dan dipelihara jika masing-masing golongan profesi menyadari lingkup tugas kewenangannya dan dapat menghargai bidang tugas golongan profesi lainriya. Dari badan peradilan sebagai benteng terakhir untuk mempertahankan dan mewujudkan hukum, didambakan pejabat-pejabat yang penuh dedikasi dalam melaksanakan tugas kewajiban luhur yang dipercayakan kepada mereka, sedang dari golongan profesi hukum lainnya diharapkan keikutsertaannya memberikan dorongan dan kerjasamanya sesuai bidang tugas masing-masing golongan profesinya.
Dalam hubungan ini kami mendukung citat yang dikutip oleh Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo dalam bukunya "Hukum Acara Perdata Indonesia", yang telah dikutipnya dari tulisan Sir Alfred Denning: "The road to justice" suatu kutipan dari Sidney Smith sebagai berikut: "Nations fall when
•
judges are injust, because there is nothing which the multitude think worth defending".
Baik akta yang mempunyai kedudukan sebagai syarat untuk adanya/ sahnya peristiwa hukum seperti telah diuraikan di atas, maupun akta dalam fungsinya sebagai satu-satunya upaya pembuktian, tetap juga berfungsi/ dimaksudkan sebagai upaya pembuktian. Fungsi suatu akta sebagai upaya pem-
•
Hukum dan Pembangunan
buktian, merupakan salah satu 'fungsi yang sangat penting. Dalam peristiwaperistiwa tertentu seringkali timbul pertanyaan fungsi apakah yang dipunyai oleh suatu akta tertentu? Sekedar contoh, baik dalam Pasal150 maupun Pasal 165 diatur mengenai pembuktian barang yang tidak terdaftar (tidak ada kartu nama) dari suami atau istri yang melangsungkan perkawinannya tanpa percampuran kekayaan atau percampuran terbatas (untung-rugi atau hasil dan pendapatan) dituntut adanya suatu daftar yang dilekatkan pada asli perjanjian kawin, yang asHnya disimpan dalam protokol notaris.
Dalam hub.ungan yang diuraikan di atas timbul pertanyaan, apakah pencatatan demikian berfungsi sebagai : a. Satu-satunya upaya pembuktian
(enig bewijsmidde/) ataukah b. Bahwa barang-barang yang tidak
atas nama salah satu pihak dan yang tidak dibuat pencatatannya merupakan bagian yang termasuk dalam percampuran untung-rugi atau hasil dan pendapatan seperti yang diatur dalam Pasal 165.
Mengenai persoalan di atas tidak dicapai keserasian pendapat. Menurut suatu arest HR tanggal 7 November 1913 berpendapat bahwa adanya pencatatan barulah diperlukan jika kemudian timbul sengketa, baru jika terjadi suatu sengketa pencatatannya merupakan satu-satunya upaya pembuktian. -
Dari uraian di atas kiranya dapat diketahui bahwa hanya sebagian kecil perjanjian tertentu saja harus dipenuhi syarat bentuk tertentu, umumnya berupa surat sedang sebagian besar perjanjian tidak dituntut bentuk tertentu,
•
sehingga untuk perjanjian yang terma-suk golongan terakhir ini sudah sem-
•
puma (perfect) seketika telah dicapai
• •
•
•
•
Surat dan Pembuktian
kesepakatan. Perjanjian yang menurut undang·undang harus memenuhi bentuk tertentu disebut perjanjian formal sedang yang bebas bentuk disebut vormvrije contracten. Tetapi sekiranya karen a sifat berhati-hati, pencari kepastian hukum menuangkan perjanjian yang dibuatnya ·di dalam surat perjanjian, maka hal demikian tidak dapat dicela, satu dan lainnya untuk memudahkan penuntutan prestasinya di kemudian hari , hubungkan ketentuan yang .diatur dalam Pasal 1865 jis 163 RID. , Pasal 283 Rbg.
Selain fungsi-fungsi yang telah diuraikan, akta ada kalanya oleh undangundang ditetapkan sebagai satu-satunya upaya pembuktian. Jika suatu akta ditetapkan sebagai satu-satunya upaya pembuktian, maka ketentuan demikian tidak mengizinkan dikemukakannya upaya-upaya pembuktian lainnya. Dalam hal demikian , akta merupakan satu-satunya upaya pembuktian (enig bewijsmiddel atau probationis causa). sekedar contoh dapat dikemukakan untuk melangsungkan perkawinan dengan harga terpisahj tanpa campur-kekayaan (pasal 150).
•
perkawinan dengan percampuran keka-yaan terbatas (pasal 165), pemilikan
• -
11
atas barang-barang bergerak (lebih tepat sekiranya disebut barang-barang yang tidak terdaftar , karena dalam hukum terdapat juga barang-barang bergerak yang tunduk pada kewajiban pendaftaran , seperti kapal-kapal -yang ukurannya paling sedikit 20 m3 bruto, Pasal 314 KUHD.) yang diperoleh karena pewarisan, hibah wasiat dan hibah selama berlangsungnya perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan pencatatan, Ps. 166, pendirian suatu persekutuan dengan firma hanya dapat dibuktikan dengan akta otentik, Pasal 22 KUHD .• penutupan perjanjian asuransi hanya dapat dibuktikan dengan suatu akta yang disebut polis, Pasal 255 jo. 258 KUHD.
Dari ketentuan baik yang diatur dalam KUHPer. dan KUHD yang disebutkan di atas, kumpulan ketentuan mana diatur dalam kumpulan ketentuan hukum materiel , timbul pertanyaan apakah ketentuan yang diatur tersebut merupakan ketentuan hukum materiel ataukah ketentuan yang mengatur hukum pembuktian? Mengenai persoalan yang dikemukakan. para penulis banyak yang berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan terse but memuat aturan hukum pembuktian .
•
•
Februari 1987
•